Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Analisis Tentang Konflik Kesehatan”

Disusun oleh

NURWAHYUNI B0522076

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
Kesehatan merupakan faktor utama dalam melakukan aktivitas. Selain

itu, kesehatan mental dan fisik juga tidak kalah penting dalam

melaksanakan berbagai aktivitas. Di Indonesia, kesehatan dianggap sebagai

bagian integral dari visi pembangunan nasional, sebagaimana tercermin

dalam semangat UUD 1945 yang menekankan pentingnya mewujudkan

kesejahteraan umum melalui berbagai upaya pembangunan.

Dalam meningkatkan kesehatan, pemerintah dan swasta membangun

sarana kesehatan baik itu rumah sakit maupun puskesmas yang terdiri atas

tenaga kesehatan guna melayani masyarakat dalam memenuhi kesehatan.

Pada hakikatnya, dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan dapat

melalui timbal balik antara berbagai pihak. Dalam hal ini pelayanan

kesehatan, pasien berperan sebagai penerimaaan perawatan medis,

sementara tenaga kerja kesehatan dan dokter bertindak sebagai penyedia

perawatan medis serta mengoperasikan peralatan medis yang diperukan

oleh pasien.

1
Rumah sakit merupakan salah-satu lembaga yang menyediakan

layanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam memastikan pelayanannya

berkualitas, rumah sakit rumah sakit perlu memiliki sistem kerja dan kinerja

yang efektif.

Namun, kenyataannya kebanyakan rumah sakit menghadapi tantangan

dalam peningkatan kinerja pegawai, seperti tingkat absensi yang tinggi,

produktivitas yang rendah, dan pelayanan yang kurang memuaskan.

Faktor utama dalam kesuksesan pengembangan kesehatan adalah

kemampuan kesehatan individu itu sendiri. Tujuan manajemen konflik

adalah untuk menciptakan kesehatan organisasi yang tidak hanya mampu

bertahan dalam perubahan lingkungan organisasi, tetapi juga mampu

beradaptasi dan berkembang dalam jangka panjang.

Hal ini menjadikan manajemen konflik sebagai sebuah alat yang vital

bagi lembaga sosial di bidang kesehatan untuk terus berkembang dan tetap

kompetitif.

2
Sebuah konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan

hubungan kerja antara kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik

menjadi tidak harmonis. Dampak dari konflik dapat mempngaruhi

penurunan kinerja, dan permusuhan.

Kesehatan mencakup keadaan yang ideal dari tubuh, pikiran, dan

hubungan sosial yang memungkinkan individu untuk menjalani kehidupan

yang produktif dan bermakna.

Ini tidak hanya berkaitan dengan tidak adanya penyakit atau

kecacatan, tetapi juga melibatkan mencapai keseimbangan yang sehat di

berbagai aspek kehidupan, seperti pola hidup yang baik, lingkungan yang

mendukung, dan kesejahteraan mental.

Selain itu, kesehatan juga mencakup kemampuan untuk menyesuaikan

diri dengan perubahan fisik, emosional, dan sosial yang terjadi sepanjang

kehidupan. Serta, kesehatan juga merupakan salah-satu unsur kesejahteraan

umum yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 melalui pembangunan

nasional. Secara operasional peraturan kesehatan diatur dalam Undang-

Undang

3
Replublik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang

membahas mengenai hubungan setiap masyarakat pada umumnya dan

pasien pada khususnya guna mendapatkan tingkatan kesehatan yang sama,

ketentuan tersebut juga tertuang dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1992 tentang kesehatan. Didalam ketentuan pasal 54 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berbunyi bahwa :

“Setiap tenaga kesehatan harus memberikan jasa dan pelaksanaan

profesinya secara baik dan professional”.

Berdasarkan ketentuan diatas, setiap tenaga kesehatan yang

memberikan pelayanan medis kepada pasien harus menjalankan tugasnya

berdasarkan standar profesi medis. Pasien memberikan kepercayaan

sepenuhnya kepada tenaga kesehatan, sehingga tenaga kesehatan harus

memperhatikan baik dan buruk dari tindakan yang dilakukan dan selalu

berhati-hati dalam menjalankan tindakan medis.

Salah satu konflik yang dapat ditimbukan dalam kinerja tenaga

kesehatan ialah Manajemen Konflik. Manajemen konflik ialah suatu

pendekatan yang digunakan oleh pihak yang terlibat dalam konflik atau

pihak ketiga untuk mengarahkan konflik menuju penyelesaian yang

4
diinginkan untuk mencapai resolusi yang diharapkan dan mengambil

manfaat dari konflik sebagai sumber inovasi dan perbaikan.

Faktor utama yang menentukan perilaku organisasi di rumah sakit

ialah kinerja tenaga kesehatan. Kinerja individu dalam bidang kesehatan

sangan mempengaruhi kinerja sumber daya manusia, serta memberikan

umpan balik yang relevan terkait dengan produktivitas kinerja.

Kebanyakan rumah sakit menghadapi konflik di tempat kerja, yang

melibatkan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, para pimpinan rumah sakit

dan seluruh staf medis perlu memiliki kemampuan untuk mengelola konflik

tersebut dengan baik, sehingga konflik tidak berdampak merugikan bagi

organisasi maupun individu yang terlibat.

Di Indonesia, manajemen konflik jarang mendapat perhatian dari

organisasi dan lembaga pemerintahan karena mayoritas masyarakat dan

organisasi di Indonesia menganggap konflik sebagai hal yang negatif dan

merusak.

Adapun faktor penyebab terjadinya konflik ialah sebagai berikut :

1. Masalah komunikasi

2. Manusia

3. Struktur organisasi

5
4. Budaya organisasi

5. Fasilitas srana kerja

6. Kedisiplinan

7. mentoring

8. Motivasi

9. Etos kerja

10. Sistem penghargaan

Komunikasi merupakan hal yang paling sering muncul atau paling

mendominasi dalam berbagai konteks, yang menunjukkan bahwa

kurangnya komunikasi yang efektif oleh perawat dapat menyebabkan

konflik dalam pelayanan keperawatan, termasuk konflik internal.

Berdasarkan faktor-faktor tersebutlah manajemen rumahsakit perlu

mengadakan evaluasi dalam meningkatkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan untuk meningkatkan efektivitas rumah

sakit. Tujuan manajemen konflik adalah menciptakan kesehatan organisasi.

Organisasi yang sehat tidak hanya mampu mengubah lingkungan

6
organisasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan

berkembang dalam jangka panjang.

Kebanyakan rumah sakit menghadapi konflik di tempat kerja, yang

melibatkan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, para pimpinan rumah sakit

dan seluruh staf medis perlu memiliki kemampuan untuk mengelola konflik

tersebut dengan baik, sehingga konflik tidak berdampak merugikan bagi

organisasi maupun individu yang terlibat.

Dengan demikian, salah satu elemen yang memiliki dampak pada

kinerja adalah manajemen konflik, karena jika konflik tidak ditangani

secara efektif, dapat menyebabkan penurunan kinerja.

Semakin sedikit konflik yang diselesaikan melalui pendekatan

kompetitif, semakin tinggi kinerja tenaga kesehatan. Kebanyakan tenaga

kesehatan berpendapat bahwa pendekatan kompetitif kurang efektif dalam

menyelesaikan konflik yang mereka hadapi di lingkungan kerja mereka.

7
Sebagian orang berpendapat bahwa dalam menyelesaikan konflik

melalui kompetisi dapat meningkatkan kinerja karena mendorong kedua

belah pihak yang bertikai untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka.

Namun, efek sampingnya dapat berbahaya bagi individu, kelompok,

maupun institusi.

Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, sebagai tenaga

kesehatan diharapkan bisa bekerja sama dan berkolaborasi dengan rekan

kerja, baik sesama profesional kesehatan maupun dari bidang lain.

Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas serta

untuk memastikan kesembuhan pasien yang dirawat.

Tenaga kesehatan yang mampu menyelesaikan konflik melalui

pendekatan kolaboratif memiliki potensi untuk mencapai kinerja yang lebih

baik dibandingkan dengan yang tidak.

Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat penyelesaian

konflik dengan cara kolaborasi, semakin besar kemungkinan bagi tenaga

kesehatan untuk mencapai kinerja yang optimal.

8
Hampir semua tenaga kesehatan menggunakan indikator kompromi

untuk menyelesaikan konflik yang mereka hadapi. Hal ini menunjukkan

bahwa pendekatan kompromi menjadi salah satu strategi yang paling efektif

bagi tenaga kesehatan dalam menangani konflik.

Menghindari konflik dapat menyebabkan beban psikologis yang lebih

besar bagi tenaga kesehatan dan akhirnya mempengaruhi penurunan

kinerja. Dengan demikian, semakin sedikit penggunaan strategi,

menghindar, semakin tinggi kinerja tenaga kesehatan dapat menjadi. Akan

tetapi kebanyakan tenaga kesehatan lebih memilih cara penyelesaian lain

dibandingkan menghindari konflik yang dialami.

Hampir semua tenaga kesehatan menggunakan akomodasi sebagai

cara untuk menyelesaikan konflik yang mereka hadapi, karena ini memberi

peluang untuk mencapai kinerja yang baik. Semakin tinggi penggunaan

strategi akomodasi, semakin baik kinerja tenaga kesehatan dapat menjadi

Cara ini pada dasarnya melibatkan pengorbanan kepentingan diri

sendiri atau kelompok demi kepentingan pihak lawan dalam konflik.

9
Individu atau kelompok yang menggunakan pendekatan ini

memberikan kesan bahwa mereka mudah menyetujui ide dari pihak lawan

dan bersedia untuk bekerja sama.

Namun, ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan situasional, bukan

berdasarkan kesepakatan yang didasarkan pada kenyataan atau keinginan

sejati.

10

Anda mungkin juga menyukai