Anda di halaman 1dari 19

Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut WHO (1975) Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis

penyakit, baik fisik, mental, dan sosial, dan saat ini arti sehat telah diperluas selain dari

tiga dimensi yang disebutkan di atas, maka telah ditambah lagi dengan sehat secara

ekonomi. Dari pengertian tersebut sudah nampak jelas bahwa manusia dikatakan sehat

apabila telah memenuhi ke empat dimensi tersebut. Selain itu, kesehatan juga

merupakan hak setiap individu, sehingga menjadi manjadi salah satu hak asasi manusia

yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun, dan setiap individu berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan yang sama antara individu satu dengan individu lainnya, tanpa ada

batasan dari pangkat, golongan dan sebagainya. Akan tetapi saat ini kesehatan sering

mendapatkan permasalahan yang berupa terjadinya konflik dalam pelayanan kesehatan,

yang terjadi antara penerima pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan.

Sengketa dalam pelayanan kesehatan dapat terjadi konflik yang merupakan

ekspresi pertiakaian antara individu dengan individu lainnya, atau antara kelompok satu

dengan kelompok lainnya dengan beberapa alasan, yang menunjukkan adanya

perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat dan dialami oleh

individu. Konflik dapat terjadi di lingkungan manapun, termasuk di lingkungan kesehatan

(rumah sakit, puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya). Konflik yang terjadi di

lingkungan kesehatan sering terjadi akibat dari pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh

masyarakat kurang memuaskan, dan adanya komunikasi yang tidak efektif antara

individu (klien) dengan petugas kesehatan, sehingga masyarakat menganggap tindakan

yang dilakukan oleh petugas kesehatan adalah suatu tindakan malpraktik yang

membahayakan bagi jiwa klien (Pace dan Fules, 1994:249).

Sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sering

diselesaikan dengan tidak menggunakan jalur hukum untuk penyelsaiannya oleh

1
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

masyarakat. Karena masyarakat lebih memilih untuk melakukan tuntutan ganti rugi atas

kelalaian yang dilakukan oleh dokter/perawat/rumah. Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa 77.64% pasien pada lima rumah sakit di Ujung Pandang lebih memilih melakukan

tuntutan ganti rugi atas kesalahan atau kelalaian. Dan penyelesaian dengan ganti rugi

melalui rumah sakit ini dirasakan lebih efektif, karena dilakukan melalui pendekatan

secara kekeluargaan (musyawarah). Dan apabila tidak bisa maka baru akan ditempuh

dengan pengadilan yang merupakan upaya terkahir untuk mewujudkan tuntutannya

(Kadir Sanusi 1995:284).

Menurut PERMA RI No 1 tahun 2008 konflik yang terjadi di lingkungan kesehatan

ini selain dapat diselesiakan penyelesainnya dengan mediasi tergantung dari kasus yang

dihadapi. Penyelesaian dengan mediasi ini dianggap lebih efektif karena proses yang

dilakukan dalam mediasi lebih mengutamakan komunikasi antara kedua belah pihak

untuk mencari permasalahan yang ada dengan mengusung perdamaian, sehingga

hubungan antara kedua belah pihak tetap baik. Jadi, penyelesaian dengan mediasi ini

selain dapat menyelesaikan permasalahan sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi

antara klien dengan pemberi pelayanan kesehatan, dan juga hubungan antara kedua

belah pihak tetap baik.

1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui penyelesaian sengketa kesehatan yang terjadi di pelayanan kesehatan

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengenal sengketa/konflik yang terjadi di pelayanan kesehatan

2. Mengetahui legal formal komunikasi kesehatan (informed consent)

3. Mengetahui standar operasional prosedur yang digunakan

4. Mengetahui langkah-langkah dalam penyelesaian sengketa kesehatan dalam

pelayanan kesehatan dengan proses mediasi.

2
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Sengketa/ konflik di pelayanan kesehatan

Sengketa adalah ketidaksepakatan secara khusus yang menyangkut masalah fakta,

hukum atau kebijakan (policy) di dalamnya tuntutan atau pernyataan suatu pihak ditolak,

dituntut balik atau diingkari oleh pihak lain. Dalam pengertian sengketa tersebut

mengandung bahwa suatu sengketa mempunyai kedudukan sederajat dalam suatu

hukum tertentu. Dengan demikian tidak pernah terjadi sengketa dalam wilayah hukum

publik, yang melibatkan subyek yang tidak sederajat, kecuali untuk hal-hal tertentu oleh

hukum disederajatkan kedudukannya. Sehingga dalam pemahaman tersebut pengertian

sengketa tidak hanya meliputi sengketa yang terjadi dipengadilan, tetapi luas lagi

termasuk yang belum masuk pengadilan (JG Merills, 1998).

2.1.1 Sumber Konflik dalam Hubungan Pelayanan Kesehatan

Suatu konflik dapat dicarikan jalan pemecahannya apabila menemukan penyebab

utama (causa prima)-nya. Berikut empat hal yang bisa digunakan sebagai dasar

identifikasi penyebab.

1. Permasalahan hubungan

Menurut Indra Bastian dan Suryono (2011) permasalahan hubungan tenaga

kesehatan dengan klien muncul karena disebabkna beberapa faktor, yaitu :

a. Emosi yang kuat

Emosi yang kuat muncul pada klien, harus dihadapi oleh tenaga kesehatan

dengan sikap yang sabar dan terbuka dalam menghadapi klien agar tidak terjadi

konflik. Dimana tenaga kesehatan terutama perawat harus menerapkan sikap

empati kepada klien, perawat harus ikut merasakan apa yang dirasakan oleh

klien tapi tidak ikut terbawa oleh emosi klien, sehingga perawat dapat mengerti

keadaan klien pada saat itu.

3
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

b. Mispersepsi atau stereotipe

Komunikasi terapeutik sangat penting bagi perawat, karena penjelasan atau

informasi yang disampaikan kepada klien dan keluarganya secara jelas dapat

menghindarkan terjadinya kesalahpahaman dalam mengartikan tindakan yang

akan dilakukan kepada klien, sehingga dapat terhindar dari konflik.

c. Komunikasi yang buruk/keliru

Selain komunikasi terapeutik yang digunkana dalam berkomunikasi antara tenaga

kesehatan dengan klien dan keluarganya, yang dianggap penting juga adalah

cara/sikap berkomunikasi dengan klien dan keluarganya. Karena komunikasi

dengan menyampaikan informasi yang baik dapat diartikan buruk oleh klien dan

keluarganya ketika cara berkomunikasi dan sikap yang digunakan tidak tepat.

Walaupun bagi perawat terkadang dapat terbawa emosi karena beban kerja yang

cukup berat dan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga penting bagi

seorang manajer untuk memperhatikan siklus jaga perawat untuk menghindari

konflik.

d. Perilaku negatif yang diulang-ulang

Sikap sebagai seorang tenaga kesehatan sebaiknya tidak menunjukkan sikap

yang sombong, arogan dan congkak, karena sikap seperti ini dapat menimbulkan

konflik antara pihak pasien denga tenaga kesehatan. Sikap sopan dan santun

untuk tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk mendukung sikap

profesionalisme seorang tenaga kesehatan.

2. Permasalahan data

Menurut Indra Bastian dan Suryono (2011) Permasalahan data yang disimpan direkam

medik sering kali menjadi pemicu terjadinya konflik dalam pelayanan kesehatan.

Permasalahan data ini muncul karena adanya kurang akuratnya data yang disimpan di

dalam file rekam medik. Ini biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam memasukkan

4
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

data (laboratorium, data kesehatan klien). Permasalahan mendasar tentang data bisa

muncul karena hal-hal berikut :

a. Kurangnya informasi

Kurangnya informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan kepada pihak klien

dan keluarganya sangat menentukan untuk tidak terjadi konflik. Cara memberikan

informasi kepada klien dan kelaurga yang memiliki latar belakang pendidikan yang

baik atau pendidikan kesehatan maupaun pendidikan yang biasa harus

disampaikan sebaik mungkin, agar klien dan keluarganya bisa paham tentang

kondisi yang sebenarnya sesuai dengan data yang ada.

b. Perbedaan pandangan tentang apa yang dibutuhkan.

Adanya perbedaan tentang penggunaan fasilitas kesehatan yang akan digunakan

berhubungan denga alternatif perawatan, kerap kali menjadi sumber konflik,

terlebih lagi pada saat fasilitas tersebut menyangkut masalah pembiayaan. Hal

seperti ini harus disampaikan dengan pemecahan masalah yang mungkin dapat

menggunakan fasilitas yang lain, mungkin lebih murah dalam pembiayaan tetapi

hasil/manfaatnya juga tetap dapat dirasakan sama.

c. Perbedaan interpretasi data

Penjelasan tentang interpretasi data harus dengan standar yang digunakan oleh

pihak rumah sakit, puskemas atau klinik. Bukan atas pemikiran secara subyektif

dari petugas kesehatan, karena apabila berdasarkan pemikiran akan dapat

barakibat fatal bagi petugas kesehatan dikemudian hari.

3. Permasalahan stuktural

a. Sumber daya

Kurangnya sumber daya manusia yang ada dipelayanan kesehatan, sering kali

menyebabkan minimnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Masyarakat sering merasakan ketidakpuasan dalam pelayanan kesehatan dan

dapat menimbulkan kesalahan karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh

5
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

petugas kesehatan, sehingga dapat menimbulkan konflik antara kedua belah

pihak (Universitas Andalas, 2012)

b. Waktu

Ketidaktepatan waktu dalam pelaksanaan pelayanan merupakan salah satu

gambaran pelayanan yang tidak profesional. Petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan sering kali terlambat sehingga menyebabkan klien

menunggu lebih lama dan sering kali terjadi antri yang cukup lama. Masalah

seperti ini sering membuat masyarakat tidak puas dengan pelayanan yang ada,

sehingga sering menimbulkan kritik yang keras kepada pemebri pelayanan

(rumah sakit, puskesmas dan sebagainya) dan menimbulkan konflik (Universitas

Andalas, 2012)

c. Faktor geografis

Fasilitas yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan yang ada di kota dan di

desa sangat berbeda. Fasilitas yang dimilki oleh pelayanan kesehatan yang ada

didesa sangat terbatas dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Sehingga

apabila terjadi kasus yang gawat darurat psien biasanya hanya dibantu dengan

fasilitas seadanya. Jadi, hal ini sering menjadi konflik baik dari masyarakat

maupun aspek etis dalam diri petugas kesehatan (AHA, 2010)

d. Kekuatan/kewenangan

Birokrasi yang ada di Indonesia cukup rumit dan berbelit, sehingga terkadang

menyebabkan banyak menuai protes dikalangan masyarakat. Hal ini disebabkan

karena orang yang berwenang sering tidak ada di tempat sementara tidak ada

pelimpahan kewenangan. Hal ini dapat di atasi dengan melimpahkan kewenangan

kepada orang yang dianggap berkompeten dalam memimpin (AHA, 2010)

e. Pengambilan keputusan

Keterlambatan dalam pengambilan keputusan sering menjadi sumber konflik,

karena terkadang disebabkan oleh kurang kompeten petugas kesehatan dalam

6
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

pengambilan keputusan yang cepat dan tepat terhadap klien (Masruroh hasyim,

dkk, 2012)

4. Perbedaan nilai

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien harus berdasarkan pada adat

istiadat, nilai, dan moral yang berlaku di masyarakat. Ini merupakan suatu etika profesi

yang harus di junjung tinggi oleh semua petugas kesehatan terhadap profesi yang di

pegangnya untuk memberikan pelayanan profesional. Adanya perbedaan nilai, moral,

norma kesusilaan dan adat istiadat antara masyarakat dan perawat bukan menjadi

masalah yang menyebabkan konflik, akan tetapi perawat dapat melihat hal ini sebagi

suatu yang harus dihormati dan dihargai. Karena perawat memandang manusia sebagia

suatu yang holistik secara bio,psiko, sosio, spiritual dan budaya (Kim, 2001).

2.2 Informed Consent

Hubungan petugas kesehatan bak itu dokter/perawat/gizi dan sebagainya selain dari

hubungan yang berbentuk medis, tetapi juga hubungan sebagi ikatan hukum. Dimana

masing-masing hubungan ini akan diatur dan dikat sesuai dengan kaidah yang berlaku

(Veronica Komalawati, 1999).

Dalam melakukan tindakan medis, maka harus ada persetujuan tindakan medik

(informed consent) antara klien dan petugas kesehatan. Dimana klien dan keluarganya

berhak atas informed consent atau informasi yang jelas tentang keadaan klien dan

tindakan yang akan dilakukan, dan petugas kesehatan memiliki keawajiban untuk

menyampaikan informasi yang benar dan tepat kepada klien dan keluarganya tentang

keadaan dan tindakan yang akan dilakukan (Husein Kerbala, 1993).

Informed consent di Indonesia diatur dalam Permenkes No. 585/Menkes/IX/1989

tentang persetujuan medis, yang berisi tentang penjelasan kepada pasien dalam rangka

memperoleh izin dari klien maupun keluarga untuk melakukan tindakan medis, sebagai

pertimbangan untuk meperingan penderitaan klien dan tidak untuk memberikan informasi

7
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

yang menakut-nakuti kepada dari klien dan keluarga. Disini klien dan keluarga berhak

untuk menentukan keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan medik ataupun

menolak tindakan medik tersebut dilakukan (Hanafiah, 1999)

Menurut Permenkes No 290 tahun 2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran,

pada keadaan gawat darurat tidak diperlukannya informed consent apabila keadaan

pasien buruk yang dapat menyebabkan kematian atau cacat permanen apabila tidak

segera diberikan pertolongan, akan tetapi harus segera memberikan informasi kepada

klien dan keluarga apabila klien sudah sadar atau keluarga sudah datang atau dalam

keadaan tenang.

Menurut Robert Wheeler (2006) secara umum infomed consent yang harus

disampaikan oleh petugas kesehatan kepada klien adalah sebagai berikut :

1. Tujuan dari perawatan

Alasan perawatan yang dilakukan sangat penting disampaikan, karena berkaitan

dengan tujuan yang ingin dicapai pada klien. penyampaian informasi tentang

perawatan dapat berbeda dari waktu ke waktu tergantung dari keadaan klien pada

saat itu.

2. Diagnosa penyakit

Keadaan penyakit dari klien harus diketahui oleh klien muapun keluarga terdekat.

Baik diminta maupun tidak diminta oleh pihak klien, petugas kesehatan harus

memberikan informasi ang tepat tentang keadaan penyakit klien (diagnosa penyakit),

apabila diagnosa penyakit belum ditegakkan, maka yang dismapiakan adalah

diagnosa kerja atau diagnosa banding.

3. Pilihan dari perawatan dan prognosis, termasuk pilihan untuk tidak dilakukan

perawatan.

Sebagai petugas kesehatan berhak untuk memberikan informasi tentang perawatan

yang dilakukan dan prognosis tentang perawatan tersebut. tetapi petugas kesehatan

8
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

juga harus menyampaikan akibat atau risiko yang bisa terjadi apabila perawatan

tersebut tidak dilakukan secara jujur dan tidak menakut-nakuti klien dan keluarganya.

4. Petugas kesehatan harus menjelaskan pilihan perawatan dengan menjelaskan

tingkat keberhasilan pada setiap pilihan yang disediakan

Pilihan alternatif untuk perawatan yang lain juga harus disampaikan kepada klien dan

keluarga, serta tingkat keberhasilan dari masing-masing alternatif perawatan

tersebut. Hal ini membantu klien dan keluarga untuk mengambil keputusan yang

dianaggap tepat oleh pihak klien.

5. Petugas kesehatan harus memberitahukan efek samping yang mungkin terjadi.

Efek samping yang mungkin dapat terjadi dari perawatan juga harus disampaikan,

baik itu informasi yang bersifat negatif maupun positif.

6. Petugas kesehatan memberitahu nama-nama petugas kesehatan yang menangani

dan bertanggung jawab terhadap seluruh proses

Memberitahu nama-nama petugas kesehatan yang ikut terlibat dalam pelaksanaan

perawatan klien, dapat membantu klien dalam memperoleh informasi kepada

petugas kesehatan yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap proses kesehatan

klien

7. Petugas kesehatan harus mengingatkan tentang hak pasien bahwa pasien boleh

berubah pikiran kapan saja sebelum dilakukan tindakan.

Klien dan keluarga berhak untuk berubah pikiran, setuju atau tidak setuju terhadap

tindakan yang akan dilakukan sebelum tinakan tersebut dilaksanakan.

2.3 Standard Operating Procedure (SOP)

Standard operating procedure (SOP) adalah suatu standar/pedoman tertulis yang

dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok guna mencapai

tujuan organisasi. SOP merupakan tata cara atau tahapan yang dibakukan dan yang

harus dinilai untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (KARS, 2000). Sedangkan

9
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

prosedur tetap (protap) adalah tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu

prooses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang

bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu

sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2005).

2.3.1 Tujuan

Menurut Depkes RI (1995) tujuan penetapan SOP untuk diberlakukannya protap

ini antara adalah sebagai berikut :

1. Menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim dalam organisasi atau

unit.

2. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.

3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait.

4. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan administratif

lainnya.

5. Menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan duplikasi, dan inefisiensi.

2.3.2 Fungsi

Menurut Depkes RI (1995) fungsi dari protap adalah sebagai berikut :

1. Memperlancar tanggung jawab petugas atau tim

2. Menjadi dasar hukum bila terjadi penyimpangan

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hamabatnnya dan mudah dilacak

4. Mengarahkan [etugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja

5. Menjadi pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin

2.3.3 Prinsip-prinsip Protap

Menurut depkes RI (1995) prinsip-prinsip protap adalah sebagai berikut :

1. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan

2. Bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau perkembangan iptek

serta peraturan yang berlaku.

10
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

3. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap upaya

disamping tahapan-tahapan yang harus dilalui di setiap kegiatan pelayanan.

4. Harus di dokumentasikan

2.3.4 Jenis dan Ruang Lingkup SOP

Ada dua kelompok SOP pelayanan profesi yaitu sebagai berikut :

1. SOP untuk aspek keilmuan atau profesi adalah SOP mengenai proses kerja untuk

diagnostik dan terapi yang mencakup pelayanan medis, penunjang dan

keperawatan.

2. SOP untuk aspek manajerial atau administrasi adalah SOP mengenai proses

kerja yang menunjang SOP keilmuan dan pelayanan pasien nonkeilmuan yang

mencakup perencanaan program/kegiata, keuangan, perlengkapankepegawaian,

dan pelaporan.

2.4 Langkah Penyelesaian Sengketa Kesehatan dengan Proses Mediasi

2.4.1 Penunjukan Mediator

Dilakukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik, dan dilakukan dalam waktu

satu hari. Mediator dapat berasal dari pengadilan yang telah menyiapkan mediator, atau

mediator yang ditunjuk oleh kedua belah pihak di luar dari pengadilan. Apabila dlam

waktu satu hari kedua belah pihak belum menunjuk seorang mediator, maka pengadilan

berhak menunjuk sendiri mediator untuk pihak yang berkonflik (Nugroho dan Adi Susanti,

2009).

2.4.2 Penyerahan fotokopi dokumen Perkara kepada Mediator

Menurut Nugroho dan Adi Susanti (2009) kedua belah pihak harus menyerahkan

dokumen, surat dan sebagainya, yang berisikan perkara yang menjadi konflik. Dokumen

tersebut diserahkan kepada mediator maksimal tujuh hari setelah menunjuk mediator

oleh kedua belah pihak.

11
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

2.4.3 Persiapan Mediator Praproses Mediasi dan Penentuan Tempat Mediasi

Pada praproses mediasi, mediator telah mempelajari perkara yang menjadi

sengketa, dan tempat untuk melakukan mediasi ditentukan oleh para pihak dan mediator.

2.4.4 Persiapan Mediator

Menurut Nugroho dan Adi Susanti (2009) hal-hal yang perlu disiapkan mediator, yaitu :

1. Membuat jadwal proses mediasi

2. Penyiapan dokumen perkara

3. Pertemuan awalan/terpisah dengan kedua belah pihak

Hal-hal yang perlu dilakukan ketika pertemuan awal :

a. Menggali harapan dari kedua belah pihak

b. Penilaian (penyimpulan)

c. Menelaah kembali hasil kesepakatan dan dialog awal

d. Menetapkan dan sosialisasi penialain harapan

e. Analisis situasi dan kemungkinan-kemungkinan persoalan yang akan muncul

selama mediasi

f. Penentuan strategi selanjutnya

4. Membentuk tim mediator / menentukan co-mediator (pembantu mediator)

5. Kertas kerja yang diperlukan

6. Surat kontrak.

12
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

BAB III

KASUS SENGKETA PELAYANAN KESEHATAN

Tuan A, usia 70 tahun, tiba-tiba merasakan tubuhnya lemas pada saat bangun tidur dan

klien tidak bisa bangun tidur dari tempat tidur. Klien memiliki dua orang anak dan sudah

berkeluarga, untuk saat ini klien hanya tinggal berdua dengan istrinya. Istri klien lalu

menghubungi dokter untuk memriksa keadaan klien dirumah. Dari pemeriksaan klien di

dapatkan data : klien lemah, keluar keringat dingin, bicara pelo, ekstremitas sebelah

kanan tidak bisa digerakkan, TD : 220/120 mmHg, N : 110x/mnt, RR : 28x/mnt, T : 37 0C.

Dokter yang memriksa menyimpulkan diagnosa kerja sementara klien mengalami

susp.stroke, dan disranakan untuk di rujuk ke rumah sakit yang memilki fasilitas lebih

lengkap. Karena klien dan istrinya tinggal di daerah pedesaan yang tidak mempunyai

rumah sakit dan pelayanan kesehatan dipusatkan pada puskesmas induk di daerah

tersebut, sehingga tidak memiliki fasilitas yang lengkap. Jarak antara daerah tersebut ke

perkotaan kurang lebih 3-4 jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Klien dibawa

oleh keluarga ke rumah sakit di kota, dan masuk di ruang IGD. Pada saat di RS klien

mengalami gelisah dan mulai berbicara dengan bahasa yang kacau. Oleh petugas

kesehatan klien akan dilakukan pemeriksaan dan keluarga menunggu di luar. Pada saat

perawat mengambil peralatan tiba-tiba klien terjatuh dari tempat tidur dan menyebabkan

kondisi yang lebih buruk karena klien mengalami cedera berupa jejas (lebam) pada

beberapa area di tubuh klien, selain dari sakit yang dalami klien sebelumnya. Dan setelah

dilakukan perawatan 2 hari klien meninggal dunia. Dan kemudian pihak keluarga

menuntut pihak RS karena telah melakukan tindakan yang menyebabkan klien cedera

dan akhirnya meninggal dunia.

13
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Sumber Konflik dalam Hubungan Pelayanan Kesehatan

Yang menjadi sumber konflik dalam sengketa tersebut adalah adanya emosi yang

kuat dari keluarga yang tidak bisa menerima keadaan dari klien yang meninggal karena

selain dari keadaan klien yang buruk juga diperberat dengan cedera yang dialami oleh

klien. selain itu kurangnya informasi dan komunikasi yang buruk antara pihak petugas

kesehatan atau RS dengan pihak yang menyebabkan terjadinya mispersepsi pada pihak

klien yang tidak mau terima dengan keadaan tersebut. Dan yang paling penting adalah

kemungkinan adanya keterbatasan SDM yang ada di RS tersebut, sehingga tidak ada

keseimbangan antara pasien yang datang dengan jumlha petugas kesehatan yang ada

diruang IGD tersebut. sehingga petugas kesehatan mengalami beban kerja yang cukup

berat sehingga terjadi human error sehingga menyebabkan klien cedera (Indra Bastian

dan Suryono, 2011)

4.2 Informed Consent

Menurut Husein Kerbala (1993) informed consent yang merupakan hubungan medis

dan hukum antara petugas kesehatan dengan klien. Dimana hak klien untuk memperoleh

informasi tentang penyampaian infored consent dan kewajiban petugas kesehatan untuk

menyampaikan informasi tersebut.

Menurut Permenkes No 290 tahun 2008, dokter diperbolehkan melakukan

tindakan life saving untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan

permanen tanpa meminta persetujuan tindakan kedokteran dari keluarga klien. dalam hal

ini tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan tanpa meminta persetujuan tindakan

kedoteran dari keluarga karena melihat keadaan klien yang semakin memburu setelah

perjalanan jauh, sementara pada klien dengan stroke tidak boleh dibiarkan tanpa

adanaya penanganan kurang dari 6 jam, karena akan dapat menyebabkan cedera otak.

14
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

Jadi dalam hal ini pihak petugas kesehatan sudah melakukan tindakan yang benar sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, tetapi di satu sisi hak keluarga untuk

memperoleh informasi tidak dipenuhi oleh petugas kesehata, padahal kewajiban dari

petugas kesehatan untuk menyampaikan informasi tersebut.

4.3 Standard Operating Procedure (SOP)

Dalam melakukan tindakan tersebut, petugas kesehatan sudah melakukan sesuai SOP.

karena fungsi dari SOP ini adalah menjadi dasar hukum apabila terjadi penyimpangan.

Selain itu tujuan dari SOP ini adalah untuk memperjelas tugas, wewenang dan tanggung

jawab pada petugas yang terkait sehingga mudah untuk diselesaikan. SOP yang

digunakan oleh petugas kesehatan dalam melakukan pertolongan pada klien Tn A sudah

benar akan tetapi komunikasi antara petugas kesehatan dengan keluarga yang kurang

baik sehingga menyebabkan konflik (Indra Bastian dan Suryono, 2011).

4.4 Langkah Penyelesaian Sengketa Kesehatan

Menurut Nugroho dan Adi Susanti (2009) dalam mencapai solusi ini diperlukan mediasi

untuk mencapai solusi yang tepat antara kedua belah pihak. Ada beberapa tindakan yang

dilakukan pada pertemuan awal dalam melakukan mediasi untuk musyawarah mencapai

mufakat ini, yaitu :

1. Menggali harapan antara kedua belah pihak

Dari pihak RS menginginkan permasalahn cepat diselesaikan karena sudah bertindak

sesuai prosedur dan berdasarkan pada undang-undang yang berlaku unutk

memberikan pertolongan pada kasus gawat darurat untuk mencegah kematian dan

cacat permanen. Dan pihak dari keluarga klien biasanya yang paling banyak adalah

meminta ganti rugi atas masalah yang ditimbulkan yang menyebabkan klien

meninggal.

2. Penilaian (penyimpulan)

Mediator menyimpulakan perlunya pertemuan mediasi selanjutnya untuk dapat

mencapai solusi di antara kedua belah pihak.

15
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

3. Menelaah kembali hasil kesepakatan dan dialog awal

Dialog dilakukan kembali untuk apabila belum ada titik terang antara pihak petugas

kesehatan dengan keluarga klien dengan secara sistematis

4. Menetapkan dan sosialisasi penialaian harapan

Nilai dan harapan kedua belah pihak adalah pencapaian mufakat untuk berdamai, dan

pihak keluarga tidak mencemarkan nama baik RS dan petugas kesehatan (RS) tidak

memperpanjang maslaah ke ranah hukum maupun sebaliknya.

5. Analsis situasi dan kemungkinan-kemungkinan persolan yang muncul

Kemungkinan persolan sengketa ini diselesiakn dengan mediasi sangat besar karena

kedua belah pihak ingin berdamai

6. Penentuan strategi selanjutnya

Kedua belah pihak termotivasi untuk menyelesaikan maslah ini dengan kekeluargaan

dan damai. Agar tidak ada tuntutan di kedua belah pihak maka mediator menyiapkan

surat kontrak yang isinya tentang kesepakatan bersama yang terkait denga teknis

mediasi dari awal.

16
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam melakukan tindakan kesehatan dalam pelayanan kesehatan, sangat

diperlukan komunikasi dan penyampaian informsi yang tepat, serta tindakan yang

dilakukan sesuai dengan standart operasional procedure (SOP) untuk mendapatkan

perlindungan hukum dari kedua belah pihak. Karena apabila tetap adanya tuntutan

dari pihak klien pada tindakan yang dilakukan, padahal semua sudah sesuai dengan

aturan yang berlaku maka penyelsaian masalah yang paling baik dilakukan adalah

dengan cara mediasi untuk melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

5.2 Saran

Untuk meminimalkan tuntutan dari masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang

diberikan, maka hendaknya petugas kesehatan dapat mebiasakan diri untuk

melakukan komunikasi terapeutik dan bekerja sesuai SOP dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

17
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2010. Highlights of 2010 American Heart Association


Guidelines for CPR and ECC. American

Aziyati ami nur. 2013. Analisis terhadap substansi perjanjian Persetujuan tindakan
medik. Fakultas hukum universitas brawijaya. Malang

Budi tantri ananta. 2010. Upaya bantuan hukum dokter gigi dalam Menghadapi
sengketa medis. Jurnal PDGI vol 59 (1). ISSN 0024-9548. Departemen Konservasi Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi - Universitas Airlangga

Hanafiah, M Jusuf dan Amir Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta. EGC

Hariyono W, Suryani Dyah, Wulandari yanuk. 2009. Hubungan antara beban kerja,
stres kerja Dan tingkat konflik dengan kelelahan kerja Perawat di rumah sakit islam
yogyakarta pdhi Kota yogyakarta. Jurnal kesmas UAD vol 3 (3). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Hasyim masruroh; prasetyo joko. 2012. Etika keperawatan. Bangkit. Jogjakarta

Husein Kerbala, 1993. Segi-Segi Etis dan Yuridis Informed Consent, hal 11. Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta,

Indar. 2013. Fungsi hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Bagian


Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Jurnal AKK, Vol 2 No 1, hal 51-56 Program
Studi Magister Kesehatan Masyarakat Unhas, Makassar

JG Merills. 1998. International Disputes Sttlement. Cambridge, University Press

Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated


analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford
University Press

Mufidi faiz dan Prasetyowati sri. Tanpa tahun. Penyelesaian sengketa medik di
pelayanan kesehatan. Wacana paramarta.

Nasser M. Tanpa tahun. Pidana dalam kasus sengketa medik. Ketua masyarakat
hukum kesehatan indonesia.

Nugroho, Susanti adi. 2009. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.


Jakarta. Graha anugerah

Stevenson, et,al. 2006. Inter-group conflict health care: uk student's experiences of


bullying and the need for organisational solutions. Online Journal of Issues in
Nursing, Vol. 11 Issue 2, p16-16. 1p. 2 Charts.

Universitas Andalas. 2012. Manajemen bencana alam; Penuntun skill laboratorium;


blok elektif. Fakultas kedokteran. Padang.

18
Penyelesian Sengketa Kesehatan dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit 2013

Veronica Komalawati, 1999. Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,


Citra Aditya Bakti, Bandung,

Wheeler, Robert, ThomasL Hartshorne, dan Mark Tebeau. 2006. The social fabric.
Volume 2. Prantice Hall

Zainal a. 2011. Pegertian sehat. unair.ac.id/artikel_detail-35770-Kesehatan-Pengertian


Sehat.html. diakses tanggal 10 desember 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai