Merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu dalam tugas, namun dalam
pemecahan suatu masalah saling bekerjasama dengan disiplin ilmu lain dan saling
berkaitan
Tim Pelayanan Interdisiplin merupakan sekelompok professional yang memiliki
Your Picture Here
aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian.
Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan Kesehatan terbaik, memiliki komunikasi yang efektif,
bertanggungjawab, dan saling menghargai antar sesama anggota Tim.
Interdisiplin dalam pelayanan kesehatan merujuk pada kerja sama
antara berbagai disiplin ilmu kesehatan dalam rangka memberikan
perawatan kesehatan yang terpadu dan holistik kepada pasien
(berkoordinasi dalam mengevaluasi kondisi kesehatan pasien,
menentukan strategi perawatan yang tepat, serta memantau
PENGERTIAN
Faktor Medis
Faktor Sosial
Faktor Psikologis
Faktor Lingkungan
JURNAL
FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN INTERPROFESIONAL
COLLABORATION DI RUMAH SAKIT
Permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan hanya dengan salah satu profesi kesehatan, perlu
adanya kerjasama atau kolaborasi interprofesi. Kolaborasi dan model interdisiplin merupakan
fondasi utama dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan hemat biaya
Faktor penghambat interdisipliner , antara lain :
1. Perbedaan cara pandang terhadap kolaborasi antar profesi dapat menjadi penghambat.
Satu profesi memandang kolaborasi interprofesi dalam perspektif yang berbeda dari profesi lain. Dokter mungkin berpikir
bahwaa kerjasama tersirat dalam tindak lanjut sehubungan dengan mengikuti instruksi atau perintah daripada saling
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pelaksanaan instruksi dokter oleh perawat atau bidan dipandang sebagai
kolaborasi oleh dokter,sedangkan perawat dan bidan merasa mereka sedang diperintahkan untuk melakukan sesuatu
2. Masih adanya perasaan inferior dari profesi satu terhadap profesi yang lain.
3. Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan.
Perbedaan tingkat pengetahuan dan pendidikan antar profesi dapat berdampak pada kemampuan anggota profesi dalam
bertukar pikiran dengan profesi lain, juga berdampak pada perbedaan interpretasi terhadap masalah kesehatan pasien
sehingga akan mempengaruhi kualitas penanganan yang diberikan. Kesenjangan tingkat pendidikan dan pengetahuan ini
akan menghambat proses komunikasi yang efektif
4. Data penelitian dari Cipolle10 juga mengungkapkanbahwa keterlibatan ahli farmasi
dalam pelaksanaan kolaborasi interprofesi masih rendah.
Peran ahli farmasi yang semula hanya peracik obat (compounder) dan suplair sediaan farmasi lambat laun
bergeser kearah pemberi pelayanan dan informasi, dan saat ini berubah lagi kearah pemberi kepedulian pada
pasien. minimnya komunikasi yang terjalin diantara anggota profesi.
5. Adanya sikap egosentris profesi dokter, minimnya waktu interaksi yang dimiliki dokter serta
munculnya stereotyping antar profesi.
•Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Cross-Sudworth12 yang mengungkapkan bahwa komunikasi adalah salah satu
aspek terpenting dalam kolaborasi interprofesi.
Tanpa komunikasi yang efektif dan tepat, perawatan pasien seperti kehilangan hubungan manusia dan hanya
mengandalkan pada stereotyping dan dugaan semata
Penerapan elemen koordinasi juga masih mengalami kendala, yaitu :
•Tidak adanya pertemuan rutin antar profesi yang melibatkan semua anggota profesi, tidak adanya ronde bersama atau
visite bersama antar profesi serta terdapatnya pelaporan pasien berjenjang.
•Sebagian besar tenaga kesehatan belum memiliki persepsi yang benar mengenai interprofessional collaborative
practice, mendefinisikan interprofessional collaborative practice sama dengan definisi kolaborasi multiprofesi atau
kolaborasi tradisional. Keterbatasan persepsi tenaga kesehatan disebabkan oleh kurangnya paparan informasi
mengenai interprofessional collaborative sendiri
Kiat sukses interdisiplin dalam pelayanan Kesehatan
• Saat perawat belum mampu membacakan kembali instruksi yang diberikan oleh
dokter, seperti mengkonfirmasi ulang perintah/informasi dengan cara membacakan
kembali perintah/ informasi yang telah ditulis. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip
Tulbakon yang merupakan jenis komunikasi dua arah yang harus ada proses feed back Your Picture Here
•Konflik pada tenaga kesehatan berdampak pada tingkat stress, kepuasan dalam bekerja dan efektifitas kerjasama
tim yang mengakibatkan penurunan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu menciptakan penyelesaian konflik
yang kreatif merupakan strategi manajemen konflik yang baik. Your Picture Here
•Peyebab terjadinya konflik interdisiplin antara lain: adanya perbedaan kepribadian, perbedaan nilai, komunikasi,
ekspektasi, decision making, organisasi yang kompleks, konflik yang belum terselesaikan. Untuk menyelesaikan
masalah terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik yakni: avoidances
(menghindari )
, forcing ( memaksa), negosition dan memecahkan masalah atau kolaborasi (cara mempertimbangkan semua
solusi dengan konsekuensi yang mungkin )
Grubaugh & Flynn (2018) dalam artikelnya menyarankan :
1. Dalam peyelesaian masalah lebih baik menggunakan teamwork dan berkolaborasi
sehingga masalah dapat terselesaikan bukan menghindari (avoidance) masalah
tersebut. Perawat manajer dapat mendukung strategi manajemen konflik tim
interdisiplin yang efektif dengan memodelkan perilaku-perilaku komunikasi yang
terbuka dan jujur, termasuk staf dalam keputusan unit , dan mengadvokasi sumber
daya yang diperlukan dalam memberikan perawatan yang berkualitas (Squires et al.,
2010).
2. Mendukung pentingnya perawat manajer dalam pengelolaan konflik pada unit mereka Your Picture Here
dan efek potensial pada kerja tim. Perawat manajer membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan untuk menilai dan memilih pendekatan terbaik untuk konflik pada situasi
tertentu. Sehingga dapat membantu mengidentifikasi manajemen konflik sebagai
prioritas dan keharusan terkait keselamatan pasien, mengurangi bahaya yang dapat
dicegah melalui kerja tim yang lebih baik.
3. Mengingat perlunya komunikasi dan kolaborasi dalam perawatan pasien dan
pengetahuan bahwa konflik antarprofesional dan intraprofesional akan terus terjadi,
pendidikan tentang komunikasi yang ditingkatkan dan pendekatan yang efektif untuk
manajemen konflik diperlukan untuk perawat manajer, perawat dan nakes lain.
3. JURNAL PELAKSANAAN PATIENT CENTERED CARE (PCC) di RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANDA
ACEH
Hasil penelitian
Pelaksanaan PCC sudah dimulai sejak persiapan akreditasi rumah sakit pada tahun 2015 sampai dengan sekarang,
dimana PCC merupakan salah satu bagian dari manajemen pelayanan asuhan yang dikenal dengan istilah Manajemen
Pelayanan Pasien (MPP)
Dimensi kontinuitas dan transisi di Rumah Sakit Umum Kota Banda Aceh mayoritas berada pada katagori tidak
terlaksana dengan baik (67,5%). Menurut Picker Institute (2013) pasien sering merasakan kecemasan tentang
kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri setelah keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu perawat harus memberikan informasi rinci dan dapat dimengerti oleh pasien maupun keluarga
mengenai manfaat obat-obatan yang diterima dan juga efek samping dari obat-obatan tersebut. Selain itu juga terkait
Your Picture Here
hal-hal yang perlu diperhatikan ketika sudah berada di rumah agar tidak terjadi kekambuhan bahkan kembali ke rumah
sakit dalam keadaan telah terjadi komplikasi.
Dokter, perawat, apoteker, dietisen dan fisioterapis harus bekerja bersama dalam mengoordinasikan perencanaan
pulang (discharge planning) dan mengambil bagian dalam pengaturan tim lintas-profesional. Hal ini penting bagi
semua PPA dan juga tenaga kesehatan lain, untuk melakukan kolaborasi interprofesional dan interorganisasi, bagaimana
fungsinya, dan konsekuensinya untuk pasien. Berdasarkan analisa didapatkan bahwa kesadaran di kalangan profesional
tentang pentingnya partisipasi pasien dalam perencanaan pulang menunjukkan bahwa pasien yang lemah dapat
didukung untuk berpartisipasi dalam perencanaan pulang ketika para profesional memiliki pendekatan yang baik, dapat
memberi dukungan, dan mendrong pasien untuk aktif dalam perencanaan pulang (Bangsbo et al., 2017).
Kesimpulan
Dokter, perawat, apoteker dan fisioterapis harus bekerja bersama dalam
mengkoordinasikan perencanaan pulang (discharge planning) dan mengambil
bagian dalam pengaturan tim lintas-professional.
Hal ini penting bagi semua PPA dan juga tenaga Kesehatan lain, untuk
melakukan kolaborasi interprofessional dan interorganisasi, bagaimana
Your Picture Here
fungsinya dan konsekuensinya untuk pasien.
Berdasarkan Analisa didapatkan bahwa kesadaran di kalangan professional
tentang pentingnya partisipasi pasien dalam perencanaan pasien pulang sangat
diperlukan, dengan cara tim interprofesional meberikan pendekatan yang baik,
dapat memberikan dukungan dan mendorong pasien untuk aktif dalam
perencanaan pasien pulang.
Anggota Tim Interdisiplin :
Pasien
Pekerja sosial
Perawat
Ahli gizi
Dokter
Manager
Fisioterapi
Apoteker
Ciri-ciri Interdisiplin :
1. Peran dan tanggungjawab tidak kaku, dapat beralih sesuai dengan perkembangan Your Picture Here
2. Menyadari adanya tumpeng tindih kompetensi dan menerapkan dalam praktek sehari-hari
3. Menemui dan mengenali keunikan peran berbagai disiplin yang tidak bisa diabaikan dan
merupakan modal Bersama
4. Ranah perluasan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki dan akan diterapkan merupakan yang
paling komprehensif, terdapat keinginan untuk memikul beban berat bersama, keinginan
Komunikasi
Kerja sama interdisiplin memerlukan komunikasi yang
efektif antara anggota tim medis. Jika Komunikasi tidak
efektif dapat mengakibatkan kesalahpahaman dan
Your Picture Here
memperburuk kondisi pasien, penting dipastikan
komunikasi dilakukan dengan jelas, terbuka, dan
transparan.
Perbedaan prioritas
Berbagai disiplin ilmu kesehatan memiliki prioritas yang
berbeda-beda dalam memberikan perawatan kesehatan
Your Picture Here
kepada pasien. Hal ini dapat menyulitkan kerja sama antar
disiplin ilmu kesehatan dalam memberikan perawatan
yang terpadu dan holistik.
tidak harus bekerja secara terintegrasi atau terkoordinasi, dimana setiap bagian
Sedangkan interdisiplin merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu dalam tugas,
Your Picture Here
namun dalam pemecahan suatu masalah saling bekerjasama dengan disiplin ilmu lain,
saling berkaitan, dan menyadari adanya tumpang tindih kompetensi serta menerapkan
untuk kepentingan pasien, namun setiap disiplin membatasi diri secara tegas untuk tidak
1. Kolaborasi antara dokter, perawat, ahli gizi, dan psikolog dalam merawat pasien
dengan penyakit kronis seperti diabetes atau kanker. Mereka bekerja sama untuk
2. Dalam penelitian kesehatan, seperti kolaborasi antara ahli biologi, ahli kimia, dan ahli Your Picture Here
merancang materi pembelajaran lintas disiplin ilmu yang dianalisis dari berbagai sudut
pandang, seperti penggunaan teori-teori sosial budaya dan humaniora dalam proses
dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marantika D, Pertiwiwati E, Setiawan H. Gambaran Penerapan SBAR dan TULBAKON dalam Komunikasi
Interdisipliner. Dunia Keperawatan. 2018;6(2):71–8.
2. Rachma AH, Kamil H. Pelaksanaan Patient Centered Care Di Rumah Sakit Umum Kota Banda Aceh. Idea Nurs J.
2019;10(1):1–10.
3. Hasibuan PL. Faktor Penghambat pelaksanaan IPC di Rumah Sakit. Med Heal Sci [Internet]. 2019;7. Available
from: Your Picture Here
https://www.researchgate.net/publication/337755236_Faktor_Penghambat_Pelaksanaan_Interprofesional_Collabo
ration_DI_Rumah_Sakit
4. Kustriyani M. Pelaksanaan manajemen konflik interdisiplin oleh case manager di ruang rawat inap rsud
tugurejo semarang. Univ Diponegoro. 2016;1(1):1–88.
5. Azmi L fika daru, Rahmawati L, Masdar M, Nancy MY, Setya M. Metode Pengelolaan Konflik Interprofesional
Method of Interprofessional Conflict Managemet. J Chem Inf Model. 2020;8(91):8–19.
Your Picture Here