Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH

KOMUNIKASI KEPERAWATAN

“KOMUNIKASI MULTIDISPLIN DALAM PELAYANAN KESEHATAN”

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Bena Amadeea P 11161008

Hilda Nurfitria 11161018

Indah Tri S 11161019

Lutfiana 11161022

Reza Pradaba S 11161032

Tria Ayu Ningtyas 11161042

Program Studi S1 Keperawatan

STIKes PERTAMINA BINA MEDIKA

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat serta
karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “KOMUNIKASI
MULTIDISPLIN DALAM PELAYANAN KESEHATAN”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi satu tugas dalam mata kuliahKomunikasi Keperawatan. Selain itu, pembuatan
makalah ini dimaksudkan untuk dapat menambah informasi serta wawasan kepada pembaca.

Dalam menyusun tugas kelompok ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada


pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini :

1. Ibu Dewi Susanti, S.Kep. Ns.selaku dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan
2. Orang tua yang telah memberikan doa restu dan dukungan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman - teman yang telah banyak membantu menyusun dalam meyelesaikan makalah
ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kesempurnaan makalah.

Jakarta, 25 Mei 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi dalam pelayanan kesehatan ....................................................... 4


2.2 Pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan ..................................... 4
2.3 Faktor yang mempengaruhi komunikasi ....................................................... 6
2.4 Anggota multidisiplin .................................................................................... 7
2.5 Multidisplin dalam pelayanan kesehatan ....................................................... 9
2.6 Perubahan pendekatan multidisiplin dalam pelayanan kesehatan ................. 10
2.7 Komunikasi multidisplin dalam tim perawat kesehatan ................................ 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 18


3.2 Saran .............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai
wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam
tingkatan preklinik maupun klinik. Pendidikan dalam keperawatan dibarengi dengan
penelitian yang selalu dilakukan dan implikasinya dilakukan melalui kegiatan pengabdian
masyarakat sesuai dengan tuntutan Tri Dharma. Keperawatan dituntut untuk peka
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan setiap saat untuk dapat
mengembangkan keilmuannya (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan
yang bermutu dan sesuai tuntutan serta harapan masyarakat. Suatu pelayanan dikatakan
bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pasien semakin meninggi
dikarenakan adanya kesadaran akan pelayanan prima yang diinginkan masyarakat,
perkembangan teknologi informasi juga meningkatkan harapan masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan kepada mereka. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran
komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien serta keluarga. Hal ini berarti
pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis, melainkan
juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting
dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
kemandirian pasien (Muharamiatul, 2012).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu
pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain (Mundakir, 2006). Melalui komunikasi terapeutik,
perawat bisa memandirikan pasien dan keluarga dalam upaya peningkatan kesehatan baik
di rumah sakit atau setelah pulang ke rumah dan beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat.

1
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang
sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi
yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau
kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem
dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya yaitu pasien dan keluarga
(Mundakir, 2006).
Pelayanan kesehatan merupakan produk yang bersifat jasa. Saat ini, jasa kesehatan
sebagai pelayanan sosial telah berubah menjadi komoditi jasa yang diperdagangkan. Di
kota-kota besar, jasa kesehatan telah menjadi produk industri yang hampir tidak berbeda
dengan produk barang maupun jasa non kesehatan. Pada sektor non kesehatan, mekanisme
pasar dapat menjadi sempurna karena kedua belah pihak yang bertransaksi (produsen dan
konsumen) mempunyai pengetahuan yang relatif sama terhadap produk dan jasa yang di
tawarkan. Posisi konsumen relatif kuat ketika membeli jasa non kesehatan karena objek
yang ditawarkan telah diketahui, baik mutu maupun harganya. Sebagai contoh, bila kita
ingin membeli kemeja dengan tingkat kompetensi yang tinggi di antara produsen, kita
dapat memilih barang dengan merk tertentu dengan tingkat harga yang kita inginkan.
Artinya, konsumen mempunyai pengetahuan yang baik terhadap barang dan jasa yang
akan mereka beli atau butuhkan. Namun, kondisi di atas tidak dapat pada pasar jasa
kesehatan. Kita mengenal yang disebut market failure. Pasien berada pada posisi lemah,
tidak mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang jasa kesehatan itu sendiri
(Potter dan Perry, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa maksud dari komunikasi dalam pelayanan kesehatan ?
2. Apa pentingnya komunikasi dalam pelayanan kesehatan ?
3. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi ?
4. Bagaimana tim anggota multidisiplin ?
5. Bagaimana multidisplin dalam pelayanan kesehatan ?
6. Bagaimana perubahan pendekatan multidisiplin dalam pelayanan kesehatan ?
7. Bagaimana komunikasi multidisplin dalam tim perawat kesehatan ?

2
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami tentang komunikasi dalam pelayanan kesehatan.
2. Mahasiswa mampu memahami tentang pentingnya komunikasi dalam pelayanan
kesehatan.
3. Mahasiswa mampu memahami tentang faktor yang mempengaruhi komunikasi.
4. Mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana tim anggota multidisiplin.
5. Mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana multidisplin dalam pelayanan
kesehatan.
6. Mahasiswa mampu memahami tentang perubahan pendekatan multidisiplin dalam
pelayanan kesehatan.
7. Mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana komunikasi multidisplin dalam tim
perawat kesehatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan
suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang
dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu
mengenai kebersamaan, kerjasama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan
tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan
apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan
dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan
dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam
dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan dan keterampilan, maupun
sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun
dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan
(Mundakir, 2006).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan
yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada
pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa
dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan
dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada
pengobatan secara medis, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu
pasien dalam proses penyembuhan (Muharamiatul, 2012).

2.2 Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan
terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan
kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial

4
dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini
menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai
bagian dari sistem sosial (Muharamiatul, 2012).
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang
sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi
yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau
kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem
dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang
bekerja. Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang
bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara
vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur
penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi
konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima
jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun
masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu
rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu
yang terlibat dalam sistem tersebut (Mundakir, 2006).

Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah :


1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan
intraksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara
terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang berdampak
terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.

5
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi
yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh
tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model
konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh
adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual
proses interpersonal (Mundakir, 2006).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


Menurut Muharamiatul (2012), faktor yang mempengaruhi komunikasi antara lain:
1. Situasi atau suasana
Situasi atau suasana yang penuh kebisingan akan mempengaruhi baik atau
tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat
proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit
diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin
diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan
kepada orang tua anak yang sedang sakit tentang tata cara menjaga kesterilan luka
pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan
baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang
disampaikan perawat saat berkomunikasi, melainkan fokus pada perasaan sedihnya
terkait kondisi anaknya.
2. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang
kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan
dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan
sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu,
komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan,
dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

6
2.4 Anggota Tim Multidisplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi
baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan
kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi: pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai
antar sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari
praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara
pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam
mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan
modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai membuat refelan pembarian
pengobatan.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa
beberapa alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika individu
dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin
bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk
membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim dalam batas
kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan dalam perawatan
pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permaslahan pasien.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah
dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen
menyarankan konsep dengan arti yang sama: mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai

7
sutu hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh
keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah
konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan
ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari tanggung jawab, terganggunya
komunikasi. Otonom akan ditekan dan koordinasi tidak kan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
professional. Status yuridis seiring perubahan perwat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter yang sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah
untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek
keperwatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait
mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi
profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar dapat
mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut
perlu ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status
kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara
efektif. Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan
professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan
dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis
atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.

8
2.5 Multidisplin dalam Pelayanan Kesehatan
Proses multidisplin atau berkolaborasinya anggota tim kesehatan dalam pelayanan
kesehatan merupakan kegiatan yang diinginkan setiap anggotanya. Namun permasalahan
yang ada sekarang terutama dipandang dari sudut keperawatan sebagai professional
dalam tim adalah masih banyak perawat yang tidak memiliki kemampuan berpikir kritis
dalam setiap keadaan yang mereka temui di dalam praktik keperawatan. Kemampuan
perawat dalam mengambil keputusan klinis juga sangat rendah yang menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah sehingga kemampuan untuk melakukan tindakan kolaborasi
juga rendah.
Sebagai anggota tim pelayan kesehatan haruslah memahami alasan pasien datang
ke rumah sakit sebenarnya tidak selalu dengan alasan untuk mendapatkan pengobatan.
Kebutuhan mereka akan mendapatkan perhatian dan pelayanan dalam sakitnya yang
paling utama, rasa kasih saying dari anggota keluarga lebih utama daripada hanya untuk
mendapatkan pengobatan. Hal ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk
menampilkan ranah kewenangan sebagai anggota tim yang lebih berorientasi kepada
masalah psikologis mereka. Namun, perawat selama ini hanya melaksanakan peran
sebagai caregiver dan manajer. Masih banyak peran yang belum dilakukan oleh rekan
perawat. Perawat sebagai agen pembaharu tidak akan terjadi dan terlihat apabila
sebelumnya perawat sebagai advokat pasien. Bagaimana seorang perawat akan dikatakan
sebagai pembaharu apabila dalam berkomunikasi dengan disiplin ilmu lain tidak
mempunyai kepercayaan diri yang cukup. Kepercayaan diri yang dilandasi kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan mengambil keputusan klinis dapat membuat perawat bisa
melaksanakan advokasi terhadap pasien yang dirawat.
Profesi perawat dikatakan dan diakui professional pada tahun 1983 dengan
dibukanya pendidikan Sarjana Keperawatan di Universitas Indonesia. Hal ini juga yang
membuat profesi ini masih memerlukan waktu untuk berkembang dan menyetarakan
kemampuan dan kompetensi diri. Tidak menutup mata bahwa kemampuan perawat di
lapangan masih saja tidak mempraktikkan bagaimana seharusnya perawat professional.
Sebagian perawat banyak yang sudah merasa nyaman dengan kegiatannya sehari-hari,
melakukan administrasi obat dianggap sebagai pekerjaan dan melupakan kewajiban
berupa pemberian pelayanan asuhan keperawatan berdasarkan respon bio-psiko-sosio-
kultural pasien yang biasa disebut dengan pelayanan keperawatan holistik.

9
Kolaborasi artinya ada kesetaraan, selama ini tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat sangat rendah. Contoh dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat jarang
sekali membubuhkan tanda tangan dan nama terang, padahal kegiatan ini merupakan
tanggung jawab yang harus mereka tunaikan. Apabila ada kejadian yang tidak diinginkan
akan mudah dipertanggungjawabkan apabila pemberi pelayanan asuhan keperawatan
jelas. Terkait rendahnya motivasi yang ditunjukkan perawat juga dikarenakan tingkat
kesejahteraan mereka yang rendah. Kesejahteraan dalam hal materi ataupun pengakuan
kepegawaian. Kebijakan dalam suatu sistem juga mempengaruhi missal dalam
pengangkatan pegawai negri sipil ada perbedaan antara perawat dan dokter dalam
kepangkatan, perawat profesi IIIa, dokter IIIb walapun mereka sama-sama menyandang
gelar profesi.
Keadaan tidak terjalinnya hubungan interdisiplin yang baik diperparah dengan
adanya rasa tertutup dari seorang dokter untuk berbicara dengan perawat tentang kondisi
pasien, para dokter tidak mau membuka panjang lebar terkait masalah pasien karena takut
perawat akan banyak mengetahui dan mengganggu kewenangan profesinya. Dilain pihak
ada rasa canggung dan ragu bagi perawat untuk berdebat tentang keadaan pasien yang
sebenarnya dikarenakan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan mengambil
keputusan klinis yang rendah.

2.6 Perubahan Pendekatan Multidisplin dalam Pelayanan Kesehatan


Pendekatan multidisplin dalam pelayanan kesehatan semakin berkembang
menunjukkan perbaikan dari segi kemampuan komunikasi dan kolaborasi diantara tenaga
kesehatan yang terlibat di dalam tim kesehatan. Awal berkembangnya tenaga kesehatan
mempunyai hirarki dimana seorang dokter mempunyai kedudukan yang paling tinggi
diantara yang lain untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang disebut
sebagai Pendekatan Hirarkis, bisa dilihat seperti bagan berikut:

10
Dokter

Perawat

Pemberi pelayanan
kesehatan lainnya

Pasien

Keadaan Pendekatan Hirarkis yang menjadi kebiasaan di masa lalu


dikarakteristikkan sebagai berikut:
1. Menekankan komunikasi satu arah
2. Kontak dokter dengan pasien terbatas
3. Dokter merupakan tokoh yang dominan
4. Cocok diterapkan untuk keadaan tertentu, seperti IGD  sebenarnya tidak cocok
namun tetap diakui oleh keperawatan

Kemudian model ini berevolusi menjadi Model kolaboratif tipe 1, yaitu sebagai
berikut:

Dokter

Perawat Pemberi pelayanan


kesehatan lainnya

Pasien

Keadaan Model kolaboratif tipe 1 masih mengedepankan seorang dokter sebagai


sumber pelayanan kesehatan. Namun kontribusi perawat dan pemberi pelayanan
kesehatan lainnya dapat mempengaruhi keputusan klinis.

11
Model kolaboratif tipe 1 kemudian berevolusi menjadi Model kolaboratif tiep 2,
yaitu sebagai berikut:

Dokter Perawat

Pasien

Pemberi pelayanan
kesehatan lainnya

Model kolaboratif tipe 2, mengedepankan prinsif pasien sebagai pusat pelayanan


kesehatan dengan perawat, dokter serta pemberi pelayanan kesehatan lainnya saling
berinteraksi dan saling memberikan masukan untuk sama-sama mencapai tujuan bersama
yaitu kesembuhan dan kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan.
Harapan ke depan dengan adanya kolaborasi yang baik diantara tim anggota
kesehatan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan
kesehatan dan kepuasan pasien sebagai indikator mutu pelayanan kesehatan. Tingginya
angka infeksi yang terjadi di Rumah Sakit seperti Flebitis, Dekubitus dan Infeksi Luka
Operasi (ILO) akan dapat ditekan dengan adanya kolaborasi antara tim kesehatan dalam
pelayanan kesehatan.

2.8 Komunikasi Multidisiplin dalam Tim Perawat Kesehatan


Perawatan klien mebutuhkan kepantasan berkomunikasi diantara anggota tim
perawatan kesehatan. Sebagai akibat, pemberi perawat menggunakan bermacam-macam
cara untik melakukan pertukaran pemberitahuan tentang klien. Pelaporan adalah
pertukaran pemberitahuan lisan atau tertulis yang di sebarkan diantara pemberi perawatan
kesehatan mencakup sejumlah cara. Setelah menyelesaikan giliran jaga, perawat
melakukan laporan verbal tentang kemajuan klien selama siang hari. Laboratorium
memberikan laporan tertulis yang menguraikan tentang hasil pemeriksaan diagnostik
untuk dimasukkan dalam catatan medis permanaen.
Catatan adalah komunikasi tertulis mati yang mendokumentasikan informasi yang
relevan dengan menejemen perawatan kesehatan klien, sebagai contoh catatan atau bagan

12
klinik. Setelah setiap kali kunjungan selanjutnya catatan tersedia bagi dokter dan anggota
tim perawat kesehatan lainnya. Catatan tersebut adalah andalan berkelanjutan tentang
status perawatan kesehatan dan kebutuhan klien.
DOKUMENTASI
Dokumentasi didefinisikan sebagai semua sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai cacatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Beberapa
tipe pencatatan digunakan untuk menghubungkan informasi tentang klien. Semua cacatan
secara mendasar mengandung informasi berikut: Identifikasi klien dan data demografi
klien, surat izin untuk pengobatan dan prosedur, riwayat keperawatan saat masuk,
diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan, rencana asuhan keperawatan atau
multidisiplin, catatan tentang tindakan asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan,
riwayat medis, diagnosa medis, pesanan terapeutik, catatn perkembangan medis dan
disiplin kesehatan, laporan tentang pemeriksaan fisik,laporan tentang pemeriksaan
diagnostik, ringkasan tentang prosedur operatif,rencana pemulangan dan ringkasan
tentang pemulangan.
Pedoman untuk dokumentasi dan pelaporan kualitas
a. Dasar Faktual
Informasi tentang klien dan perawatan mereka harus berdasarkan fakta.
Catatan harus berdasarkan derkripsi, informasi objektif tentang apa yang perawat
lihat, dengar, rasakan, dan cium (Eggland, 1993). Suatu deskripsi objektif adalah
hasil dari pengamatan dan pengukuran langsung. Informasi faktual tidak akan
menyebabkan salah arah atau salah interperensi.
b. Kelengkapan
Informasi da dalam entri yang di catatkan atau laporan harus lengkap,
mengandung informasi singkat, lengkap tentang perawatan klien. Data yang
singkat mudah di pahami. Catatan yang panjang sulit untuk dibaca. Catatan yang
singkat atau tidak jelas atau dengan singkatan dapat memberikan kesan bahwa
asuhan keperawatan dilakukan dengan terburu-buru atau tidak lengkap.
c. Keterkinian
Mengentri data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama klien
(JCAHO, 1995). Aktivitas atau temuan yang harus dikomunikasikan pada waktu
terjadinya mencakup yang berikut: Tanda-tanda vital, pemberian medikasi atau

13
pengobatan, persiapan untuk pemeriksaan diagnostik atau pembedahan,
perubahan status, penerimaan, pemindahan, pemulangan, atau kematian klien,
pengobatan untuk perubahan mendadak dalam status kesehatan.
d. Organisasi
Perawatan menkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis.
Anggota tim perawatan kesehatan memahami informasi lebih baik bila informasi
tersebut disajikan sesuai ketika informasi tersebut terjadi. Sebagai contoh, suatu
catatan teratur menggambarkan nyeri klien, pengkajian dan interferensi perawat,
pesanan dokter dalam urutan kejadian logis.
e. Kerahasiaan
Komunikasi yang terjaga adalah pemberitahuan yang diberikan oleh seseorang
ke orang lain dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak
akan di bocorkan. Hukum melindungi informasi tentang klien yang dikumpulkan
melalui pemeriksaan, pengamatan, percakapan, atau pengobatan.
f. Metode Pencatatan
Kualitas dokumentasi secara konstan berada dibawah tinjauan manejer perawat
sesuai dengan upaya mereka untuk menemukan cara untuk membantu perawat
memperbaiki pencatatan informasi. Perawat yang secara langsung terlibat dalam
perawatan klien sering memiliki kesulitan dalam mendokumentasikan secara
menyeluruh perawatan klien mereka. Masalah ini menyebabkan lebih banayak
menuliskan catatan disamping tempat tidur klien dan penciptaan lembar alur.
Dokumentasi naratif
Dokumentasi naratif adalah metode kuno untuk pencatatan asuhan keperawatan.
Metode ini hanya menggunakan format seperti cerita untuk mendokumentasikan
informasi spesifik tentang kondisi klien dan asuhan keperawatan. Sekarang ini,
pencatatan naratif jarang menjadi metode pendokumentasian primer dan telah digantikan
dengan format lain. Namun demikian, pendokumentasian naratif dianggap sebagai bentuk
pencatatan yang kurang disenangi di sebagian besar lingkungan keperawatan.
Catatan medis berorientasi-masalah
Catatan medis berrorientasi masalah (POMR) adalah suatu dokumentasi yang
memberikan penekanan pada masalah klien. Metode ini berhubungan dengan prose
keperawatan dan memudahkan komunikasi tentang kebutuhan klien. Data diatur

14
berdasarkan masalah atau diagnosis. Data dasar. Bagian data dasar bagian data dasar
mengandung semua informasi pengkajian yang berkaiatan dengan klienpemeriksaan fisik
dan riwayat medis dan dokter riwayat masuk perawat dan pengkajian berkelanjutan,
pengkajian ahli gizi, laporan laboratorium dan hasil pemeriksaan radiologi. Daftar
Masalah. Setelah data dianalisis, masalah diurut secara kronologis dan dicatat didepan
catatan klien yang berfungsi sebagai pedoman pengorganisasian perawatan klien.
Catatan sumber
Dalam catatan sumber, catatan klien diatur sehingga setiap disiplin mempunyai bagian
terpisah untuk mencatat data. Tidak seperti POMR, informasi tidak diataur berdasarkan
masalh klien.
Pencatatan dengan pengecualian
Pencatatan dengan pengecualian adalah suatu pendekatan inovatif yang digunakan
untuk meringkas dokumentasi. Pencatatan dengan pengecualian mengurangi pengulangan
dan waktu yang digunakan dalam pencatatan.
Pencatatan fokus
Format lain untuk dokumentasi adalah pencetakan fokus. Format pencatatan ini
memungkinkan pendokumentasian segala situasi klien. Setiap entri termasuk data,
tindakan, dan respons klien.
Manejemen kasus dan jalur kritis
Model menejemen kasus dari pemeberian perawatan memadukan pendekatan
multidisiplin ilmu untuk mendokumentasikan perawatan klien. Rencana yang telah di
standarkandi ringkas ke dalam jalur kritis, yang merupakan rencana perawatan
multidisiplin terpadu untuk masalah, interfensi penting, hasil yang diharapakn diri klien
dengan penyakit atau kondidi spesifik.
Format pemeliharaan catatan yang umum
Catatan medis klien dapat menggunakan banyak format untuk membuat
pendokumentasian lebih mudah, cepat, dan komprehentif.

Format riwayat keperawatan


Format riwayat keperawatan adalah format khusus yang diisi pada waktu klien
diterima rawat diunit asuhan kepererawatan. Format biasanya mengandung data biografi
dasar, diagnosis medis atau keluhan utama saat masuk, riwayat singkat penyakit dalam

15
bedah, persepsi klien tenteng penyakit atau perawatan di rumah sakit, dan tinjauan faktor
resika kesehatan.
Lembar grafik dan lembar alur
a. Kardex keperawatan
Informasi keperawatan yang diperlukan untuk perawatan klien sehari hari
tersedia selalu dalam kardex keperawatan. Kardex adalah kartu lipat balik yang
biasanya di simpan dalam file indexs portebel atau buku catatan ruang perawat.
b. Catatan perawatan klien dua puluh empat jam dan sistem pencatatan keakutan
Konsolidasi catatan keperawatan kedalam sistem yang mengakomodasi
periode 24-jam, sering digunakan. Menurut addy keller dan McElwaney (1993),
sistempemeliharaan catatan 24-jam penting dalam menghilangkan rformat
penyimpanan catatan yang tidak diperlukan.
Standardisasi rencana asuhan
Meski setiap perawat propesional bertanggung jawab untuk menggabungka sesuatu
rencana perawatan yang bersifat individual, proses penulisan rencana tersebut
membutuhkan banyak waktu. Perawat yang merawat beberapa klien mungkin harus
menulis rencana perawatan yang ekstensif.
Format ringkasan pemulangan
Penekanan lebih banyak diletakkan pada menyiapakan klien guna pemulangan yang
lebih efisien dan tepat waktu dari institusi perawatan kesehatan. Sistem pembayaran
prospektif didasarkan pada DRG mendorong institusi perawatan kesehatan untuk lebih
efisien dan untuk memulangkan klien secepat yang memungkinkan.
Dokumentasi Perawatan Kesehatan di Rumah
Dokumentasi perawatan kesehatan dirumah terus berkembang sejalan dengan
berkembangnya provesi individu lansia yang membutuhkan penggunaan layanan
perawatan kesehatan dirumah yang terus meningkat. Medicare mempunyai pedoman
spesifik untuk menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi reimbursemen perawatan
kesehatan rumah.
PELAPORAN
Informasi tentang klien dipertukarkan diantara anggota keluarga perawat
mengkomunikasikanj informasi tentang klien sehingga semua anggota tim dapat
membuat keputusan terbaik tentang klien mereka.

16
a. Laporan Pertukaran Tugas
Laporan pertukaran tugas terjadi dua atau tiga kali sehari setiap tipe unit
keperawatan di semua tipe lingkungan perawatan kesehatan. Pada akhir giliran
tugas perawat melaporkan informasi tentang klien yang menjadi tanggung
jawabnyakepada perawat yang bekerja pada giliran tugas berikunya.
b. Laporan Telepon
Anggota tim keperawatan kesehatan sering berbicara satu sama lain
menggunakan telepon. Sebagai contoh, perawat menginformasikan kepada dokter
tentang perubahan dalm kondisi klien, perawat dari satu unityang lain mengenai
pemindahan klien, perawat dari satu unit mengomunikasikan informasikan kepada
perawat diunit yang lain mengenai pemindahan klien, atau staf laboratorium atau
laporan hasil radiologi dari pemeriksaan diagnostik.
c. Intruksi Per Telepon
Intruksi per telepon (IT) mencakup dokter yang menyatakan terapi yang
ditemukan melalui telepon kepada perawat yang bertugas. Mengklarifikasi pesan
sangat penting ketika perawat menerima pesanan dokter melalui telepon.
d. Laporan Pemindahan Klien
Klien sering kali dipindahkan dari unit satu keunit lainnya untuk mandapat
tingkat perawatan yang berbeda. Laporan pemindahan klien mencakup
komunikasi tentang informasi mngenai klien dari perawat unit pengirim
keperawat ke unit penerima.
e. Laporan Kecelakaan
Suatu kecelakaan adalah segala peristiwa yang terjadi tidak sesuai dengan
aktivitas rutin unit keperawatan kesehtan dan perawat rutin dari klien. Klien
pengunjung, atau tenaga kerja dapat beresiko ketika sesuatu yang tidak lazim
terjadi dalam bidang perawatan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Sedangkan komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.Pelayanan rumah sakit
merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kolaborasi (proses multidisiplin) di antara anggota tim kesehatan yang dilakukan
dengan baik dan saling memberi masukan akan memberikan jaminan kepada pasien
bahwa pelayanan yang diberikan adalah pelayanan prima. Pemberian pelayanan sesuai
dengan tuntutan kondisi dan harapan pasien selaku konsumen akan mempercepat
penyembuhan dan meningkatkan kepuasan pasien sebagai indikator pelayanan kesehatan
yang bermutu.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para
pembaca mengenai Komunikasi Multidisiplin dalam Pelayanan Kesehatan. Kami selaku
penulis pula mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk kebaikan makalah
kami.

18
DAFTAR PUSTAKA

Moh Khoirul Huda dari buku Potter, P.A. &Perry, A.G. 1999. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, proses, dan Praktik, Vol. 1 E/4. Jakarta: EGC. (halaman 130-140).

Mundakir. 2006. Komunitas Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

http://www.academia.edu/11852307/Komunikasi_Multidisiplin_dalam_Pelayanan_Kesehatan
_Setiawan_2015.

Anda mungkin juga menyukai