Dosen pembimbing:
WISNATUL IZZATI
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )
YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang
“KOMUNIKASI MULTIDISIPLIN DALAM PELAYANAN KESEHATAN”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Komunikasi yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kelancaran dan
kemudahan bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………...…………………………………….1
B. Rumusan masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan penulisan……………………………..…………..............................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. pengertian dari komuniaksi multidisiplin dalam keperawatan......................................3
B. komunikasi sebagai ilmu yang multidisiplin..................................................................4
C. cara komunikasi multidisiplin dalam keperawatan........................................................4
D. linkup ilmu komunikasi ditinjau dari beberapa aspek....................................................6
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini telah menunjukkan perbaikan dan
peningkatan secara bertahap dari tahun ke tahun. Saat ini petugas kesehatan seperti dokter dan
perawat dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya serta menentukan strategi terbaik
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992,
profesi keperawatan dan kedokteran harus memberikan pelayanan sesuai peran dan fungsinya
masing-masing agar pelayanan kesehatan yang diberikan dapat berjalan secara maksimal. Tujuan
di atas tidak dapat dicapai hanya dengan menjalankan tugas sesuai peran masing-masing petugas
atau profesi kesehatan saja, namun diperlukan kerja sama antar petugas atau profesi kesehatan
terutama perawat dan dokter.
Salah satu cara dalam bekerja sama adalah dengan kolaborasi antar profesi. Perilaku
kolaborasi antar perawat dan dokter telah terbentuk sebagai suatu proses komunikasi antara
perawat dan dokter selama melakukan perawatan pasien (Bankston, 2005). Perawat dan dokter
bekerjasama dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah, manajemen konflik,
pembuat keputusan dan berkomunikasi secara terbuka (Boyle & Kochinda, 2004).
.
. IGD merupakan instalasi yang dituntut adanya kolaborasi yang baik antara dokter dan
perawat, kondisi tersebut dikarenakan dokter dan perawat merupakan pemberi pelayanan
kesehatan pertama yang menangani pasien gawat darurat. Kolaborasi antar profesi antara dokter
dan perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien dapat diwujudkan melalui diskusi
tentang diagnosis, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dan
masingmasing bertanggungjawab pada pekerjaannya (Basuki dan Endang, 2008
Penerapan kolaborasi antar perawat dan dokter di Indonesia masih memiliki banyak
kendala, sehingga mengakibatkan pelayanan kesehatan yang kurang maksimal. Kerjasama yang
efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan kunci penting dalam
meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien (Butscher, 2012). Fakta
yang terjadi saat ini adalah sulit sekali untuk menyatukan berbagai profesi kesehatan tersebut ke
dalam sebuah tim interprofesi. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga
kesehatan untuk menjalin kerjasama yang efektif seperti kurangnya keterampilan komunikasi
interprofesi dan belum tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam menentukan
keputusan klinis pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahyamuddin (2004) dalam
penelitiannya yang berjudul Gambaran Strategi Perawat dalam berkolaborasi dengan Dokter di
Ruang rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta menyebutkan, terdapat beberapa
faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan kolaborasi antara perawat dan dokter antara lain:
1) komunikasi; 2) tingkat pendidikan yang rendah; 3) kurangnya kepercayaan masyarakat dan
dokter terhadap perawat. Sedangkan faktor pendukung terlaksananya kolaborasi adalah 1)
tingkat pendidikan yang memadai; 2) pengakuan profesionalisme; 3) keterampilan perawat; 4)
lama bekerja dan; 5) penghasilan
Berdasarkan kedua penelitian di atas dapat disimpulkan jika kolaborasi antara perawat
dan dokter di Indonesia belum maksimal. Komunikasi merupakan faktor penting yang harus
dilakukan oleh petugas kesehatan untuk melakukan kolaborasi. Faktanya masih banyak kendala
yang dihadapi antar tenaga kesehatan untuk melakukan komunikasi yang efektif. Masalah di atas
tentu dapat menyebabkan terganggunya proses pelayanan kesehatan saat melakukan pertolongan
terhadap pasien gawat darurat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
E. pengertian dari komuniaksi multidisiplin dalam keperawatan
F. komunikasi sebagai ilmu yang multidisiplin
G. cara komunikasi multidisiplin dalam keperawatan
H. linkup ilmu komunikasi ditinjau dari beberapa aspek
BAB II
PEMBAHASAN
Tim multidisiplin dapat kita temui di bidang kesehatan atau medis. Di lingkungan
kesehatan atau medis, tim multidisiplin adalah sebuah kelompok pekerja kesehatan atau pekerja
medis yang terdiri dari anggota-anggota dengan latar belakang ilmu atau profesi yang berbeda
dan masing-masing anggota tim memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting dalam upaya
penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan
baik antara pasien dan anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien,
pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap program pengobatan, dan hasil kesehatan
yang terukur.
2. Bertukar informasi
Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi dari pasien
agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit yang diderita pasien dan merumuskan
rencana penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami, merasa
dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak sangat perlu
melakukan komunikasi dua arah sebagai upaya untuk saling bertukar informasi.
Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien
perlu dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien dan anggota
pasien. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses konsultasi, penanganan, dan perawatan
pasien hendaknya tidak menggunakan jargon dan istilah teknis kesehatan kecuali dijelaskan
secara komprehensif. Yang harus dihindari juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat
mengarah pada ambigu.
6. Bersikap jujur
Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan komunikasi
pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa
pasien lainnya ingin mengetahui penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang diderita.
Perawat harus dapat mendeteksi setiap apa yang diinginkan pasien.
a. Komunikasi dari perspektif Filsafat
Komunikasi filsafat menurut para ahli
a) Richard Lanigan
Didalam karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review and
Commentary” membahas secara khusus “analisis filsafati mengenai komunikasi”. Richard
Lanigan mengatakan ; bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang
utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
1. Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?)
2. Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?)
3. Apakah aku yakin ? (Am I sure ?)
4. Apakah aku benar ? (Am I right ?)
Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap :
Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan Logika.
c) Fisher
Filosofis ilmu komunikasi menurut Fisher (1986:17) adalah ilmu yang mencakup
segala aspek dan bersifat eklektif yang digambarkan oleh Wilbur Schramm (1963:2) sabagai
jalan simpang yang ramai, semua disiplin ilmu melintasinya.
d) Rosengreen
Menurut Rosengreen (1983), setidaknya ada tiga paradigma besar yang melatar
belakangi perkembangan teori dan penelitian studi komunikasi, antara lain :
1. Paradigma klasik
Paradigma klasik percaya bahwa realitas yang ada di lingkungan sekitar sudah diatur oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Paradigma kritis
Paradigma kritis dalam meyanggkap suatu hal tidak hanya mau menjelaskan,melainkan
juga akan mempertimbangkan, merefleksikan, menata realitas sosial dan berfikir kritis
berdasarkan teori-teori yang telah ada.
3. Paradigma konstruktifis
Paradigma konsruktifis adalah penjelasan paling sesuai untuk menghuraikan fenomena
yang diperhatikan.
Antropologi dikatakan sebagai salah satu akar atau landasan lahirnya ilmu komunikasi.
Seiring dengan perkembangan antropolgi tersebutlah akhirnya para ahli budaya melihat jika
dalam budaya juga sangat tergantung pada komunikasi. Hal inilah yang kemudian dikaji
mengenai proses dari komunikasi tersebut sehingga lahirlah ilmu komunikasi dari antroplogi.
Namun untuk lebih jelasnya mengenai keterkaitan tersebut sebaiknya kita terlebih dahulu
melihat menganai antopologi dan komunikasi itu sendiri.
Setiap praktik komunikasi pada dasarnya adalah suatu representasi budaya, atau tepatnya
suatu peta atas suatu relitas (budaya) yang sangat rumit. Komunikasi dan budaya adalah dua
entitas tak terpisahkan, sebagaimana dikatakan Edward T. Hall, “budaya adalah komunikasi dan
komunikasi adalah budaya. Begitu kita mulai berbicara tentang komunikasi, tak terhindarkan,
kita pun berbicara tentang budaya (Deddy Mulyana, 2004 :14).
Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah
komunikasi. Karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya
yang tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan.
Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbal balik. Budaya takkan eksis tanpa
komunikasi dan komunikasi pun takkan eksis tanpa budaya. Entitas yang satu takkan berubah
tanpa perubahan entitas lainnya. Menurut Alfred G. Smith, budaya adalah kode yang kita pelajari
bersama dan untuk itu dibutuhkan komunikasi. Komunikasi membutuhkan perkodean dan
simbol-simbol yang harus dipelajari. Godwin C. Chu mengatakan bahawa setiap pola budaya dan
tindakan melibatkan komunikasi. Untuk dipahami, keduanya harus dipelajari bersama-sama.
Budaya takkan dapat dipahami tanpa mempelajari komunikasi, dan komunikasi hanya dapat
dipahami dengan memahami budaya yang mendukungnya (Deddy Mulyana, 2004: 14).
Konsep antara Antropologi dan komunikasi. Beberapa bidang konsep antropologi budaya
yang dikaji yang sangat relavan dengan komunikasi yaitu;
a) Objek simbol, umpamanya bendara melambangkan bangsa dan uang menggambarkan
pekerjaan dan barang-barang dagangan (komoditi).
b) Karakteristik objek dalam kultur manusia. contoh warna unggu dipahami untuk “kerajaan”,
hitam untuk “duka cita” warna kuning untuk “kekecutan hati”, putih untuk untuk
“kesucian”, merah untuk “keberanian”
c) Gesture dimana tindakan yang memiliki makna simbolis, senyuman dan kedipan, lambaian
tangan, kerutan kening, masing-masing memiliki makna tersendiri dan semuanya memiliki
makna dalam konteks cultural.
d) Simbol adalah jarak yang luas dari pembicaraan dan kata-kata yang tertulis dalam meyusun
bahasa. Bahasa adalah kumpulan simbol paling penting dalam kultur.
Gatewood menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusian itu sangat
banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi
itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya,
maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri
merupakan komunikasi.
Proses komunikasi dalam persebaran budaya
Budaya adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari komunikasi. Masyarakat terbentuk dari
nilai norma yang mengatur mereka. Manusia merupakan homostatis di mana komunikasi
membentuk kebudayaan dan juga bagian dari kebuadayaan itu sendiri. Dalam kehidupan budaya
masyarakat dan intekasi menyebabkan maka terjadinya proses komunikasi yang menjadi alat
bantu atau guna membantu mereka dalam berinteraksi dengan baik. Bahasa yang merupakan alat
komunikasi juga sangat dipengaruhi oleh proses budaya.
Dengan adanya kesamaan mengenai memaknai sesuatu tersebutlah sehingga membentuk
suatu kebudayaan yang lebih baik dalam interkasi. Pengaruh komunikasi yang disebabkan oleh
budaya ini pulalah yang menjadikan perbedaan pemaknaan dari setiap budaya masyarakat dalam
berkomunikasi.
Jadi, antropologi merupakan ilmu yang lebih dahulu ada dalam memahami perkembangan
interaksi manusia, kemudian antropologi ini terus berkembang sehingga mulai melihat dan
mengkaji pada prose komunikasi yang tercipta. Inilah yang kemudian menjadikan antropologi
menjadi salah satu landasan sehingga lahirnya ilmu komunikasi.
a). Sosiologi
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang
dimaksudkan dengan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia sebagai
makhluk sosial termasuk di dalamnya berbagai aktifitas atau gejala sosial yang kemudian
menghasilkan perubahan-perubahan sosial.
b). Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu ruang lingkup dari sosiologi komunikasi. Artinya bahwa
masyarakat merupakan salah satu yang dibahas dalam sosiologi komunikasi. Jadi masyarakat itu
terdiri dari kumpulan orang-orang yang hidup berdampingan (hidup bersama) dalam suatu
wilayah dan terikat oleh aturan-aturan atau norma-norma sosial yang mereka tentukan dan taati.
Kesemuanya itu juga merupakan bagian dari teknologi yang berkembang di ilmu
komunikasi, sebagai bagian dari Public Relations, dan dikembangkan seluas-luasnya untuk
menunjang setiap aktivitas manusia.
Perkembangan Teknologi Baru dalam Komunikasi
Point ini tidak akan terlalu banyak kita bahas, hanya sekedar merunut kembali mengapa dalam
ilmu komunikasi kita mempelajari teknologi baru (“The New Technology”) Sejalan dengan
sejarah perkembangan kemampuan berpikir manusia maka manusia lalu menciptakan alat-alat
bantu. Alat-alat bantu tersebut berkembang begitu pesat, mulai yang bersifat mekanistis pada
abad 18 maupun elektronika pada awal abad 19. Rogers dalam bukunya Comunnication
Technology mengatakan bahwa kunci dasar teknologi komunikasi baru adalah elektronik. Dan
teknologi baru tersebut dapat kita sebut dengan media baru. Media sebagai saluran komunikasi
dari sudut pandang komunikator (pengirim pesan) terbagi menjadi saluran komunikasi tanpa
media dan saluran komunikasi bermedia.
Saluran komunikasi bermedia terbagi lagi menjadi non media massa dan media massa The
New Technologies atau the New Media ini membahas masalah perkembangan teknologi baru di
bidang tulis, cetak, telekomunikasi, komunikasi interaktif, videotext dan teletext, dll.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Para ahli memberikan definisi komunikasi sesuai dengan sudut pandangnya tersendiri.
Masing-masing memberikan penekanan terhadap arti, ruang lingkup, dan konteks yang berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa, ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial adalah suatu ilmu
yang bersifat multi-disipliner.
lmu Komunikasi adalah salah satu ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner.
Itu terjadi karena ilmu komunikasi berkembang melalui beberapa pendekatan. Pendekatan-
pendekatan yang dipergunakan yang mempengaruhi peta ilmu komunikasi, berasal dari berbagai
disiplin ilmu lain seperti psikologi, politik, filsafat, antropologi, sosiologi, elektronika dan lain
sebagainya.
A. Saran
Setelah membaca makalah ini, kami berharap semua perawat dapat menerapkan
komunikasi multidisiplin dalam pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya dalam melakukan
proses keperawatan,sehingga proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat tersebut
memperoleh keberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurjanah, Intansari.2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC & NIC. Jogjakarta: MocoMedia
Nursalam.2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Jakarta: Salemba
Medika
Rohmah, Nimmatur dan Saiful Walid.2012. Proses Keperawatan. jogjakarta:Ar-Ruzz Media