Anda di halaman 1dari 5

LEMBAR TUGAS MANDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jalan Jenderal Sudirman Km. 3 Cilegon Banten
Oleh : Syifa Nurfadillah (8881200009)

Nama : Syifa Nurfadillah

NPM : 8881200009

PERTANYAAN CL

A. BAGAIMANA CARA MEMBANGUN DAN MEMPERTAHANKAN KOLABORASI TIM KESEHATAN


YANG EFEKTIF
B. JELASKAN SECARA SINGKAT SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA, TERUTAMA
BAGIAN SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN. BERIKAN CONTOH KOLABORASI TIM KESEHATAN
YANG DAPAT DILAKUKAN DI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA/PRIMER!

JAWABAN ATAS PERTANYAAN CL

A. Kolaborasi dapat didefinisikan sebagai proses interaksi dan hubungan antarprofesi yang
bekerja pada sebuah lingkungan kelompok (Mickan dan Rodger, 2005). Pada sistem
kesehatan, kolaborasi terbentuk saat dokter dan penyedia layanan menggunakan
keterampilan, pengetahuan, dan kompetensinya dalam bekerja sama untuk
memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan kepercayaan, rasa hormat, dan
pemahaman tentang kemampuan dan pengetahuan satu sama lain, termasuk adanya
pembagian peran dan tanggung jawab yang telah disetujui bersama. Hubungan
kolaboratif ini harus bermanfaat bagi pasien, dokter, dan penyedia layanan lainnya
(Canadian Medical Association, 2007). Berikut beberapa cara membangun kolaborasi
tim kesehatan yang efektif menurut kepustakaan (Family Health Teams, 2005) adalah :
1. Pastikan semua anggota tim baru sudah beradaptasi dengan baik di tempat
kerjanya.
2. Perekrutan staf yang memiliki kemampuan yang baik dibidangnya, nyaman dan
dapat diajak bekerjasama.
3. Memastikan peran masing-masing anggota tidak tumpang tindih.
4. Agenda pertemuan anggota tim teratur dan jelas.
5. Didalam pertemuan tim, harus memberikan kesempatan bagi anggota tim untuk
membicarakan masalahnya dengan pimpinan ataupun administrasi.
6. Pada saat awal perencanaan dan pada saat kegiatan pastikan semua anggota tim
terlibat.
7. Pastikan semua anggota tim harus saling mengenal.
8. Adanya visi bersama.
9. Semua anggota tim diperbolehkan untuk melakukan kegiatan diluar pekerjaannya.
10. Setiap kontribusi dan prestasi dari semua anggota tim harus diakui dengan baik.
11. Seluruh staf diberikan informasi secara rutin.
12. Potensi konflik antara anggota staf dapat diidentifikasi dan diatasi sejak dini.

Setelah efektifitas dalam kolaborasi tim telah tercapai, maka efektifitas tersebut perlu dijaga
dengan cara-cara berikut ini.

1. Fokus bersama harus dipelihara


2. Harus adanya penilaian ulang tujuan tim
3. Selalu berkomunikasi
4. Ketika konflik muncul, harus ada pemecahan masalah terkait konfilk tersebut
5. Semua anggota menghadiri pertemuan tim secara rutin
6. Setiap kontribusi anggota tim harus diakui
7. Ketika tidak ada salah seorang anggota tim dalam sebuah kegiatan atau pertemuan,
maka harus adanya pengakuan dampak atas ketidakhadirannya tersebut
8. Setiap anggota tim yang baru harus diberikan orientasi yang baik
9. Anggota tim memilki kesempatan untuk melakukan kegiatan bersama diluar pekerjaan.

Untuk membangung dan mempertahankan tim kesehatan yang efektif, maka dibutuhkan
faktor-faktor berikut.

 Enam domain utama yang harus dikuasai, yaitu:


1. Care expertise (keahlian perawatan atau penatalaksanaan)
2. Shared power ( Pembagian wewenang yang jelas)
3. Collaborative leadership ( Kepemimpinan yang kolaboratif)
4. Optimizing profession, role, and scope ( Profesi, peran, dan lingkup tanggung jawab
harus di optimalkan dengan baik
5. Shared decision making (keputusan diambil bersama-sama)
6. Effective group functioning ( fungsi tim yang efektif)

Untuk menggambarkan manfaat yang diharapkan seperti tim pelayanan kesehatan dan
organisasi lingkungan kerja yang baik, dengan meningkatnya kualitas pelayanan dan
keselamatan pasien. Maka keenam kodomain tersebut harus dikelilingi oleh lingkungan luar.
Komunikasi yang efektif dan kompeten serta model lingkungan kerja yang sehat yaitu meliputi
tiga komponen dasar eksternal yang dapat mendukung seluruh domain tersebut. Tiga
komponen dasar tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Policy, physical, structural yaitu kebijakan, lingkungan fisik, dan struktural. Kebijakan
disini bermaksud kepada kebijakan eksternal yang meliputi kebijakan di tingkat fasilitas
kesehaatan maupun di tingkat yang lebih tinggi sampai ke kebijakan nasional.
Komponen dari lingkungan fisik dan struktural adalah pendanaan dan model pelayanan
kesehatan seperti alur pasien di fasilitas kesehatan.
2. Professional/occupational yaitu profesionalisme yang mencakup peraturan dan
kebijakan yang mempengaruhi bagaimana organisasi dan individu mengelola konflik di
tempat kerja, serta yang mempengaruhi perilaku budaya/ anggota tim seperti
kompetensi dan standar praktik di tingkat yang lebih tinggi.
3. Cognitive/ Psycho/ Social/ Cultural yaitu perubahan peran dalam keluarga,
keberagaman pada populasi maupun penyedia layanan kesehatan dari faktor eksternal
yang diharapkan oleh klien untuk komponen kognitif/ psiko/ social/ budaya.

B. Definisi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor
72 Tahun 2012 adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam SKN tersebut
komponen pengelolaan kesehatan adalah upaya kesehatan. Kesehatan fisik, mental,
intelegensia, dan sosial merupakan cakupan dari upaya kesehatan yang dilaksanan
dalam tiga tigkatan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Berikut tiga tingkatan tersebut.
1. Upaya Kesehatan Tingkat Pertama/Primer
Upaya kesehatan tingkat primer adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan
perorangan primer adalah proses awal pelayanan kesehatan yang terjadi karena
adanya kontak pertama secara perseorangan. Sedangkan pelayanan kesehatan
masyarakat primer adalah pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai kesehatan, pencegahan penyakit, layanan pengobatan dan
pemulihan yang difokuskan kepada kelompok masyarakat atau keluarga. Dalam
konteks ini lebih dibahas pelayanan kesehatan primer yang dimilki pemerintah, yaitu
Puskesmas. Puskesmas berperan dalam menyelenggrakan upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) tingkat pertama dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat
pertama di wilayah kerjanya[CITATION DrW19 \l 1033 ]. Contoh kolaborasi tim
kesehatan pada tingkat pertama/primer adalah kolaborasi tim kesehatan pada
puskesmas yang terdiri dari dakter umum, dokter gigi, perawat dan bidan.
2. Upaya Kesehatan Tingkat Kedua/ Sekunder
Upaya kesehatan sekunder atau sering disebut dengan sistem pelayanan rujukan
adalah upaya pengaturan pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik. Pelayanan kesehatan sekunder adalah ketika
pelayanan spesialistik yang dirujuk oleh pelayanan kesehatan primer dan dapat
melakukan rujuk balik ke fasilitas kesehatan yang merujuk. Ada dua macam pola
rujukan, yaitu pola rujukan vertikal dan horizontal. Pola rujukan vertikal adalah
ketika pasien dari tingkat pelayanan kesehatan pertama/primer seperti puskesmas,
klinik dan dokter praktik yang merujuk ke rumah sakit. Pola rujukan horizontal
adalah ketika pasien dari rumah sakit merujuk ke rumah sakit tanpa meninjau kelas
rumah sakit yang dituju. Ada sekitar 110 rumah sakit rujukan regional, 20 rumah
sakit rujukan provinsi, dan 14 rumah sakit rujukan pusat.
3. Upaya Kesehatan Tingkat Ketiga/ Tersier
Tingkat teratas pada tingkatan upaya kesehatan disebut dengan upaya kesehatan
tingkat ketiga/tersier, yaitu layanan rujukan unggulan yang menerima rujukan
subspesialistik dari layanan kesehatan dibawahnya [ CITATION Dia19 \l 1033 ]. Upaya
kesehatan tersier ini terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
masyarakat. Pada upaya pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah pelayanan
kesehatan yang berfokus pada perorangan dan dilaksanakan oleh dokter
subspesialis atau spesialis yang telah mendapat pendidikan/pelatihan khusus. Upaya
kesehatan masyarakat tersier adalah pelayanan kesehatan yang memberikan
fasilitas berbentuk infrastruktur, sumber daya manusia, serta pengembangan bidang
kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi.

Didalam PP Nomor 72 Tahun 2012, dijelaskan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan


sesuai prinsip terpadu, berkesinambungan, dan paripurna meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan, pemulihan, serta rujukan diantara tingkatan upaya. Upaya
pelayanan kesehatan harus didukung oleh pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatannya. Sumber daya manusia tersebut dikelola dengan
memerhatikan hierarki sumber daya manusia kesehatan yang dirumuskan berdasarkan
tanggung jawab, wewenang, kompetensi, dan keterampilan masing-masing sumber
daya manusia kesehatan (PP Nomor 72 Tahun 2012). Dengan demikian kolaborasi dan
kerjasama tim kesehatan harus dibangun dan dipertahankan.
Referensi

1. Yolanda S, Soemantri D. Kolaborasi dalam tim kesehatan. Di dalam: Soemantri D, Sari SP,
Ayubi D, editors. Kolaborasi dan kerja sama tim kesehatan. Jakarta: Sagung Seto; 2019.
Hal. 25-28, 35-36.
2. Canadian medical association. 2007. Putting patients first: Patient-centred collaborative
care. Canadian medical association. Canada.
3. Family health teams. 2005. Guide to collaborative team practice.
4. Wibisana W. Penguatan sistem pelayanan kesehatan. Jakarta:Kementrian
PPN/Bappenas;2019. Hal 8, 22, 32.

Anda mungkin juga menyukai