Anda di halaman 1dari 3

Marlin dan Marlino

oleh Wulaningsih

Di sebuah hutan mangrove, hiduplah dua ekor anak elang bersaudara bernama Marlin
dan Marlino. Bulu mereka berwarna coklat gelap dengan bagian kepala, leher dan dada
berwarna putih. Mereka adalah jenis elang bondol yang dapat ditemukan di daerah
pedalaman.
“Horee ... mama pulang membawa makanan!” teriak Marlino. “Iya anakku sayang,
mama membawa makanan enak untuk kalian. Tapi mulai besok mama akan mengajari kalian
untuk terbang. Usia kalian sudah dua bulan, sudah saatnya belajar terbang agar kalian bisa
mencari makanan sendiri,” kata induk elang. “Iya ma ...,” sahut Marlin dan Marlino secara
bersamaan.
Keesokan harinya seperti yang dijanjikan, sang induk memandu kedua anaknya untuk
belajar terbang. “Ayo Marlin sayang, sekarang kamu coba turun dan kepakkan sayapmu
seperti mama!” kata sang induk sambil memperagakan cara terbang. Marlinpun mengikuti
cara induknya terbang. Ia belajar dengan baik sehingga tak lama bagi Marlin untuk bisa
terbang.
Giliran Marlino belajar terbang, tapi ia terlihat ketakutan dan ragu untuk turun dari
sarangnya. “mama ... aku takut, aku tidak mau meninggalkan sarang!” ujar Marlino sambil
menangis. Walaupun sudah dibujuk oleh induknya, Marlino tetap tidak mau turun.
Sudah tiga hari berlalu tapi Marlino tetap berada di sarangnya, berbeda dengan Marlin
yang sudah bisa terbang dengan baik. “Ayo Marlino sayang, sekarang kamu ikuti mama ya!”
bujuk sang induk elang. “Sudahlah ma ... jangan membuang-buang waktu untuk Marlino, dia
tidak akan bisa terbang karena dia penakut. hahaha...,” ejek Marlin.
Mendengar ejekan Marlin, Marlino menjadi sedih, ia bertekad akan belajar terbang
dengan keras. Marlino mencoba turun dan mengepakkan sayapnya tapi sayang ia malah
terjatuh. “Hahaha...dasar penakut! Kamu tidak akan bisa melihat keindahan alam dari atas
sini!” ejek Marlin lagi.
“Marlin, jangan ejek adikmu nak, sebaiknya kamu mengajarinya terbang,” sahut induk
elang dengan lembut. “Sudahlah ma, aku tidak akan membuang-buang waktu seperti mama,
aku akan terbang sendiri saja!” jawab Marlin sambil meninggalkan Marlino dan induknya.
“Marlin, jangan jauh-jauh nak!” seru induk elang, tapi Marlin terbang dengan cepat sehingga
tidak menghiraukan ucapan induknya.
Marlino berusaha mengepakkan sayapnya tapi hal yang sama terjadi, ia terjatuh lagi.
Marlino tidak patah semangat, ia terus berusaha untuk terbang. Ia tidak mau menyusahkan
induknya kalau ia tidak bisa terbang. Setelah lama berusaha, Marlino dapat mengepakkan
sayapnya sedikit demi sedikit. Ia bisa terbang walaupun tidak terlalu tinggi seperti Marlin.
“Bagus nak, akhirnya kamu bisa terbang. Ayo lebih semangat lagi sayang!” kata induk
elang. Marlino terus belajar terbang tanpa lelah. Marlino terbang dengan hati-hati.
Matahari mulai terbenam, hewan-hewan di hutan mulai bersembunyi. Berbeda dengan
hewan malam yang mulai bersiap hendak mencari mangsa. Sang induk dan Marlino terlihat
cemas karena Marlin belum pulang juga dari tadi pagi. Entah kemana Marlin pergi setelah
mengejek Marlino. Marlino dan induknya sepakat untuk mencari Marlin. Mereka terbang
dengan perlahan karena Marlino belum begitu mahir untuk terbang. Melewati pohon demi
pohon, Marlino dan induknya mencari Marlin.
“Marlin....Marlin...dimana kamu nak!” teriak sang induk. Lama mereka mencari tapi
Marlin tak kunjung ditemukan. Setelah terbang cukup jauh, mereka istirahat sejenak dia atas
pohon besar.
Saat hendak melanjutkan pencarian, tiba-tiba dari semak belukar terdengar suara lirih
“Tolong ... tolong ... tolong ...,” suaranya seperti kesakitan. Marlino dan induknya segera
menghampiri asal suara tersebut. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat Marlin ada di
balik semak belukar tersebut dalam keadaan terluka.
“Kakak, kakak kenapa?” tanya Marlino menghampiri kakaknya. Sedangkan sang induk
cepat-cepat membantu Marlin untuk bangun. “Maafkan aku ma, maafkan aku Marlino, aku
menyesal tidak mendengarkan ucapan mama. Aku juga menyesal sudah mengejek Marlino.
Sekarang aku kena batunya. Ketika aku sedang terbang tinggi, aku melihat di bawah ada
mangsa. Tanpa pikir panjang aku melesat hendak mengambil mangsaku. Tapi aku tidak hati-
hati, ternyata ada dahan yang menghalangi sehingga aku terbentur dahan, kemudian jatuh,”
Marlin menceritakan kejadian yang terjadi sambil menangis penuh penyesalan.
“Iya nak, kami sudah memaafkanmu. Kalian adalah anak-anak mama yang baik,
janganlah saling mengejek dan bertengkar karena sesama saudara itu harus saling
menyayangi dan saling membantu,” kata sang induk dengan bijak. Mereka bertigapun
berpelukan penuh kasih sayang, saling memaafkan satu sama lain.
Sang induk elang membawa kedua anaknya pulang. Sekarang Marlin tidak pernah
mengejek Marlino lagi. Mereka akhirnya hidup rukun dan bahagia.
Penulis bernama Wulaningsih. Lahir di Sumedang, pada tanggal 2
Agustus 1985. Menyelesaikan pendidikan S1-PGSD di UPI pada
tahun 2009. Berprofesi sebagai guru di SDN Neglasari. Bergabung
dalam beberapa kelas yang diadakan Komunitas Guru Penulis Jawa
Barat (KGPJB). Penulis dapat dihubungi melalui email:
wulaningsihsudrajat@gmail.com WA: 085872105860.

Anda mungkin juga menyukai