Anda di halaman 1dari 46

Konsep dan Strategi Desain Arsitektural pada Lingkup Bangunan untuk Mencapai Green and

Sustainable Building (8)

4.1. Resources Efficient Building System


4.2. Principle of Building Physics (integration)

5.1. Sustainable Building Design and Strategy


5..2. Building Skin & Facade Design

6.1. Passive and Active Design Strategies


6.2. Smart Building Technology

7.1. Sustainable Indoor Space


7.2. Building Environmental Simulation and Analysis

Green and Sustainable Building


1. Sustainable Building
- Bangunan yang menggunakan sumber daya yang layak untuk kebutuhan generasi masa kini, dan menjamin
kecukupan sumber daya untuk kebutuhan generasi yang akan datang.
- Perlu indikator dan parameter yang jelas mengenai ‘kecukupan’ sumber daya → GREEN BUILDING
- Sustainable Development (termasuk pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan)
- Termasuk pembangunan non-fisik
2. Green Building
- Bangunan yang sejak proses gagasan, perencanaan, pembangunan, pemakaian, sampai peniadaannya, hemat
energi, hemat air dan hemat material, untuk meningkatkan kualitas kenyamanan dan Kesehatan pengguna,
dengan manajemen lingkungan bangunan yang baik. → kriteria bangunan hijau
- Fokus pada aspek fisik

4.1. Resources Efficient Building System


a. Land/site/lot/field → spatial resources
• Green field & blue area
• Brown field
b. Air, Soil, Water, Vegetation → natural resources
c. Light, Material → natural & artificial resources

• Resources matters/issues
• Resources quality & quantity (scarcity)
• Resource saving & waste

d. Human, Natural, & Artificial Resources → sustainable development resources


e. Land(scape), Energy, Water, Material → green building resources

Green Building Criteria


a. Rating tools green building
• Bangunan baru
• Bangunan eksisting
• Interior
• Rumah
• Kawasan
b. Green building movement, wgbc, gbci dan council di masing2 negara.
c. Ringkasan rating tools green building untuk strategi desain

4.2. Principle of Building Physics (Integration)


Building Physics
a. Related to building resources (green building resources)
b. Related to quality of life (health and comfort)
c. Relationship between quality of life and building resources
d. Almost all of green building criteria related to building physics
e. Green Building Design Strategies = integrated and balanced building physics aspects
Contoh
a. Pengurangan Penggunaan Air (Water Use Reduction)
b. Fitur Air (Water Fixtures)
c. Daur Ulang Air (Water Recycling)
d. Sumber Air Alternatif (Alternative Water Resources)
e. Penampungan Air Hujan (Rainwater Harvesting)
f. Efisiensi Penggunaan Air Lansekap (Water Efficiency Landscaping)

Principle of Building Physics (integration) on Green Building Rating Tools (Criteria)

Exploring the Integrated Building Physics


a. Pelajari dengan seksama ringkasan rating tools bangunan hijau untuk bangunan baru
b. Telusuri keterkaitan antar strategi desain terkait dengan sumber daya dan kualitas kesehatan dan kenyamanan
pengguna.
GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA

PERANGKAT PENILAIAN GREENSHIP


GREENSHIP RATING TOOLS

GREENSHIP untuk BANGUNAN BARU


Versi 1.2

RINGKASAN KRITERIA DAN TOLOK UKUR

DIVISI RATING DAN TEKNOLOGI


GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
APRIL 2013
GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1.2

GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1.2 merupakan pengembangan dari perangkat penilaian GREENSHIP NB versi 1.0
dan Ringkasan tolok ukur GREENSHIP NB versi 1.1

Tahap penilaian GREENSHIP terdiri dari :

1. Tahap Rekognisi Desain (Design Recognition - DR), dengan maksimum nilai 77 pon
Pada tahap ini, tim proyek mendapat kesempatan untuk mendapatkan penghargaan sementara untuk proyek pada
tahap finalisasi desain dan perencanaan berdasarkan perangkat penilaian GREENSHIP. Tahap ini dilalui selama gedung
masih dalam tahap perencanaan.

2. Tahap Penilaian Akhir (Final Assessment - FA), dengan maksimum nilai 101 poin
Pada tahap ini, proyek dinilai secara menyeluruh baik dari aspek desain maupun konstruksi dan merupakan tahap
akhir yang menentukan kinerja gedung secara menyeluruh.

Penjabaran nilai pada setiap kategori sesuai tahapan dapat dilihat pada tabel berikut:
Jumlah Nilai untuk DR Jumlah Nilai untuk FA
Kategori
Prasyarat Kredit Bonus Prasyarat Kredit Bonus
ASD -- 17 -- 17
EEC -- 26 5 -- 26 5
WAC -- 21 -- 21
MRC -- 2 -- 14
IHC -- 5 -- 10
BEM -- 6 -- 13
Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur -- 77 5 101 5

Setiap kategori terdapat beberapa kriteria yang memiliki jenis berbeda, yaitu:

Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih
lanjut berdasarkan kriteria kredit dan kriteria bonus. Kriteria prasyarat merepresentasikan standar minimum gedung ramah
lingkungan. Apabila salah satu prasayarat tidak dipenuhi, maka kriteria kredit dan kriteria bonus dalam semua kategori
tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya.

Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya
disesuaikan dengan kemampuan gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi, gedung yang bersangkutan mendapat nilai dan
apabila tidak dipenuhi, gedung yang bersangkutan tidak akan mendapat nilai.

Kriteria bonus adalah kriteria yang memungkinkan pemberian nilai tambah. Selain tidak harus dipenuhi, pencapaiannya
dinilai cukup sulit dan jarang terjadi di lapangan. Nilai bonus tidak mempengaruhi nilai maksimum GREENSHIP, namun
tetap diperhitungkan sebagai nilai pencapaian. Oleh karena itu, gedung yang dapat memenuhi kriteria bonus dinilai
memiliki prestasi tersendiri.

Jumlah Kriteria Jumlah


Kategori
Prasyarat Kredit Bonus Kriteria
ASD 1 7 8
EEC 2 4 1 7
WAC 2 6 8
MRC 1 6 7
IHC 1 7 8
BEM 1 7 8
Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur 8 37 1 46

Kelayakan (Eligibility)

Sebelum melalui proses sertifikasi, proyek harus memenuhi kelayakan yang ditetapkan oleh GBC Indonesia. Kelayakan
tersebut antara lain:
1. Minimum luas gedung adalah 2500 m2
2. Kesediaan data gedung untuk diakses GBC Indonesia terkait proses sertifikasi
3. Fungsi gedung sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW setempat

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


4. Kepemilikan AMDAL dan/atau rencana Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
5. Kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan untuk kebakaran
6. Kesesuaian gedung terhadap standar ketahanan gempa
7. Kesesuaian gedung terhadar standar aksesibilitas difabel

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN KRITERIA

RINGKASAN KRITERIA

Nilai Kriteria Keterangan Per


Kategori dan Kriteria
Maksimum Kategori
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD)
Area Dasar Hijau P
ASD P
(Basic Green Area)
Pemilihan Tapak 2
ASD 1
(Site Selection)
Aksesibilitas Komunitas 2
ASD 2
(Community Accesibility)
Transportasi Umum 2
ASD 3 1 kriteria
(Public Transportation)
prasyarat; 7
Fasilitas Pengguna Sepeda 2 kriteria kredit
ASD 4
(Bicycle Facility)
Lansekap pada Lahan 3
ASD 5
(Site Landscaping)
Iklim Mikro 3
ASD 6
(Micro Climate)
Manajemen Air Limpasan Hujan 3
ASD 7
(Stormwater Management)
Total Nilai Kategori ASD 17 16.8%
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation-EEC)
Pemasangan Sub-Meter P
EEC P1
(Electrical Sub Metering)
Perhitungan OTTV P
EEC P2
(OTTV Calculation)
Langkah Penghematan Energi 20
EEC 1
(Energy Efficiency Measures) 1 kriteria
prasyarat;
Pencahayaan Alami 4
EEC 2 4 kriteria kredit;
(Natural Lighting)
1 kriteria bonus
Ventilasi 1
EEC 3
(Ventilation)
Pengaruh Perubahan Iklim 1
EEC 4
(Climate Change Impact)
Energi Terbarukan Dalam Tapak 5
EEC 5
(On Site Renewable Energy) (Bonus)
Total Poin Kategori EEC 26 25.7%

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN KRITERIA

Nilai Kriteria Keterangan Per


Kategori dan Kriteria
Maksimum Kategori
Konservasi Air (Water Conservation-WAC)
Meteran Air P
WAC P1
(Water Metering)
Perhitungan Penggunaan Air P
WAC P2
(Water Calculation)
Pengurangan Penggunaan Air 8
WAC 1
(Water Use Reduction)
Fitur Air 3
WAC 2
(Water Fixtures) 2 kriteria
prasyarat; 6
Daur Ulang Air 3 kriteria kredit
WAC 3
(Water Recycling)
Sumber Air Alternatif 2
WAC 4
(Alternative Water Resources)
Penampungan Air Hujan 3
WAC 5
(Rainwater Harvesting)
Efisiensi Penggunaan Air Lansekap 2
WAC 6
(Water Efficiency Landscaping)
Total Nilai Kategori WAC 21 20.8%
Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC)
Refrigeran Fundamental P
MRC P
(Fundamental Refrigerant)
Penggunaan Gedungdan Material Bekas 2
MRC 1
(Building and Material Reuse)
Material Ramah Lingkungan 3
MRC 2
(Environmentally Friendly Material)
1 kriteria
Penggunaan Refrigeran tanpa ODP 2 prasyarat; 6
MRC 3
(Non ODS Usage) kriteria kredit
MRC 4 Kayu Bersertifikat (Certified Wood) 2
Material Prafabrikasi 3
MRC 5
(Prefab Material)
Material Regional 2
MRC 6
(Regional Material)
Total Nilai Kategori MRC 14 13.9%

xxvi GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN KRITERIA

Nilai Kriteria Keterangan Per


Kategori dan Kriteria
Maksimum Kategori
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort-IHC)
Introduksi Udara Luar P
IHC P
(Outdoor Air Introduction)
Pemantauan Kadar CO 2 1
IHC 1
(CO 2 Monitoring)
Kendali Asap Rokok di Lingkungan 2
IHC 2
(Environmental Tobacco Smoke Control)
Polutan Kimia 3
IHC 3 1 kriteria
(Chemical Pollutant)
prasyarat; 7
Pemandangan ke luar Gedung 1 kriteria kredit
IHC 4
(Outside View)
Kenyamanan Visual 1
IHC 5
(Visual Comfort)
Kenyamanan Termal 1
IHC 6
(Thermal Comfort)
Tingkat Kebisingan 1
IHC 7
(Acoustic Level)
Total Nilai Kategori IHC 10 9.9%
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management-BEM)
Dasar Pengelolaan Sampah P
BEM P
(Basic Waste Management)
GP Sebagai Anggota Tim Proyek 1
BEM 1
(GP as a Member of Project Team)
Polusi dari Aktivitas Konstruksi 2
BEM 2
(Pollution of Construction Activity)
Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut 2
BEM 3 1 kriteria
(Advanced Waste Management) prasyarat; 7
Sistem Komisioning yang Baik dan Benar 3 kriteria kredit
BEM 4
(Proper Commisioning)
Penyerahan Data Green Building 2
BEM 5
(Green Building Submission Data)
Kesepakatan dalam Melakukan Aktivitas Fit 1
BEM 6
Out (Fit Out Agreement)
Survei Pengguna Gedung 1
BEM 7
(Occupant Survey)
Total Nilai Kategori BEM 13 12.9%
Total Nilai Keseluruhan 101 100%

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

RINGKASAN TOLOK UKUR

Tepat Guna Lahan 17


ASD P Area Dasar Hijau
Tujuan
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas iklim
mikro, mengurangi CO 2 dan zat polutan, mencegah erosi tanah, mengurangi
beban sistem drainase, menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air
tanah.
Tolok Ukur
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari
struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape)
di atas permukaan tanah atau di bawah tanah.
a. Untuk konstruksi baru, luas areanya adalah minimal 10% dari luas P
total lahan.
b. Untuk renovasi utama (major renovation), luas areanya adalah
minimal 50% dari ruang terbuka yang bebas basement dalam tapak. P
Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri No 1 tahun 2007 Pasal
13 (2a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil,
ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak
P
dalam ukuran dewasa, dengan jenis tanaman mempertimbangkan
Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan.
ASD 1 Pemilihan Tapak
Tujuan
Menghindari pembangunan di area greenfields dan menghindari pembukaan
lahan baru.
Tolok Ukur
1A Memilih daerah pembangunan yang dilengkapi minimal delapan dari 12
prasarana sarana kota.
1.Jaringan Jalan 7. Jaringan Fiber Optik
2. Jaringan penerangan dan Listrik 8. Danau Buatan (Minimal 1% luas area)
3. Jaringan Drainase 9. Jalur Pejalan Kaki Kawasan
4. STP Kawasan 10. Jalur Pemipaan Gas 1
5. Sistem Pembuangan Sampah 11. Jaringan Telepon
2
6. Sistem Pemadam Kebakaran 12. Jaringan Air bersih
atau
1B Memilih daerah pembangunan dengan ketentuan KLB>3
2 Melakukan revitalisasi dan pembangunan di atas lahan yang bernilai
negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif 1
pembangunan.
ASD 2 Aksesibilitas Komunitas
Tujuan
Mendorong pembangunan di tempat yang telah memiliki jaringan konektivitas
dan meningkatkan pencapaian penggunaan gedung sehingga mempermudah
masyarakat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari
penggunaan kendaraan bermotor.
Tolok Ukur
1 Terdapat minimal tujuh jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan
utama sejauh 1500 m dari tapak.
1.Bank 11.Rumah Makan/Kantin
2.Taman Umum 12.Foto Kopi Umum
3.Parkir Umum (di luar lahan) 13.Fasilitas Kesehatan 1 2
4.Warung/Toko Kelontong 14. Kantor Pos
5.Gedung Serba Guna 15.Kantor Pemadam Kebakaran
6.Pos Keamanan/Polisi 16.Terminal/Stasiun Transportasi Umum
7.Tempat Ibadah 17.Perpustakaan

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

8.Lapangan Olah Raga 18.Kantor Pemerintah


9.Tempat Penitipan Anak 19.Pasar
10.Apotek
2 Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang
menghubungkannya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang
1
lain sehingga tersedia akses ke minimal tiga fasilitas umum sejauh 300 m
jarak pencapaian pejalan kaki.
3 Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari
perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan
2
secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat
minimal tiga fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal.
4 Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki
2
yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari.
ASD 3 Transportasi Umum
Tujuan
Mendorong pengguna gedung untuk menggunakan kendaraan umum massal dan
mengurangi kendaraan pribadi.
Tolok Ukur
1A Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m
(walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak
memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp.
1
atau
1B Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah
2
unit minimum untuk 10% pengguna tetap gedung.
2 Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung untuk
menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman
dengan mempertimbangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 1
30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Lampiran 2B.
ASD 4 Fasilitas Pengguna Sepeda
Tujuan
Mendorong penggunaan sepeda bagi pengguna gedung dengan memberikan
fasilitas yang memadai sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan
bermotor.
Tolok Ukur
1 Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak satu unit parkir per 20
1
pengguna gedung hingga maksimal 100 unit parkir sepeda.
2
2 Apabila tolok ukur 1 diatas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak
1
1 unit untuk setiap 10 parkir sepeda.
ASD 5 Lansekap pada Lahan
Tujuan
Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas iklim
mikro, mengurangi CO 2 dan zat polutan, mencegah erosi tanah, mengurangi
beban sistem drainase, menjaga keseimbangan neraca air bersih dan sistem air
tanah.
Tolok Ukur
1A Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari
bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah
seluas minimal 40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan
adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat 1, taman di atas basement,
1
roof garden, terrace garden, dan wall garden, dengan
3
mempertimbangkan Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk
Pekarangan.
1B Bila tolok ukur 1 dipenuhi, setiap penambahan 5% area lansekap dari luas
1
total lahan mendapat 1 nilai.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

2 Penggunaan tanaman yang telah dibudidayakan secara lokal dalam skala


provinsi, sebesar 60% luas tajuk dewasa terhadap luas area lansekap pada 1
ASD 5 tolok ukur 1.
ASD 6 Iklim Mikro
Tujuan
Meningkatkan kualitas iklim mikro di sekitar gedung yang mencakup kenyamanan
manusia dan habitat sekitar gedung.
Tolok Ukur
1A Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada
area atap gedung sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari)
minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan.
1
atau
1B Menggunakan green roof sebesar 50% dari luas atap yang tidak
digunakan untuk mechanical electrical (ME), dihitung dari luas tajuk.
2 Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada
3
area perkerasan non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas 1
matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan.
3A Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi utama pejalan
kaki menunjukkan adanya pelindung dari panas akibat radiasi matahari.
atau 1
3B Desain lansekap berupa vegetasi (softscape) pada sirkulasi utama pejalan
kaki menunjukkan adanya pelindung dari terpaan angin kencang.
ASD 7 Manajemen Air Limpasan Hujan
Tujuan
Mengurangi beban sistem drainase lingkungan dari kuantitas limpasan air hujan
dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu.
Tolok Ukur
1A Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota
dari lokasi bangunan hingga 50%, yang dihitung menggunakan nilai 1
intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.
Atau
1B Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota
dari lokasi bangunan hingga 85%, yang dihitung menggunakan nilai 2 3
intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.
2 Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir
1
lingkungan dari luar lokasi bangunan.
3 Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan
1
air hujan.
Efisiensi dan Konservasi Energi 26
EEC P1 Pemasangan Sub-meter
Tujuan
Memantau penggunaan energi sehingga dapat menjadi dasar penerapan
manajemen energi yang lebih baik.
Tolok Ukur
Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap
kelompok beban dan sistem peralatan, yang meliputi:
o Sistem tata udara P P
o Sistem tata cahaya dan kotak kontak
o Sistem beban lainnya
EEC P2 Perhitungan OTTV
Tujuan
Mendorong sosialisasi arti selubung bangunan gedung yang baik untuk
penghematan energi.
Tolok Ukur
Menghitung dengan cara perhitungan OTTV berdasarkan SNI 03-6389- P P

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

2011 atau SNI edisi terbaru tentang Konservasi Energi Selubung


Bangunan pada Bangunan Gedung.
EEC 1 Efisiensi dan Konservasi Energi
Tujuan
Mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah
efisiensi energi.
Tolok Ukur
1A Menggunakan Energy modelling software untuk menghitung konsumsi
energi di gedung baseline dan gedung designed. Selisih konsumsi energi
dari gedung baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk
1-20 20
setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi
sebesar 10% dari gedung baseline, mendapat nilai 1 nilai (wajib untuk
platinum).
atau
1B Menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari
selisih antara gedung designed dan baseline mendapat nilai 1 nilai.
1-15 15
Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari
gedung baseline. Worksheet yang dimaksud disediakan oleh atau GBCI.
atau
1C Menggunakanperhitungan per komponen secara terpisah, yaitu 1-10 10
1C-1 OTTV
Nilai OTTV sesuai dengan SNI 03-6389-2011 atau SNI edisi terbaru
tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan 3
Gedung. 5
Apabila tolok ukur 1 dipenuhi, penurunan per 2.5% mendapat 1 nilai
2
sampai maksimal 2 nilai.
1C-2 Pencahayaan Buatan
Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan lebih hemat sebesar
15% daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03 6197-
1
2011 atau SNI edisi terbaru tentang Konservasi Energi pada Sistem
Pencahayaan.
Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang
1 2
kerja.
Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang dikaitkan dengan
1
sensor gerak (motion sensor).
Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat
1
buka pintu.
1C-3 Transportasi Vertikal
Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus
traffic analysis atau menggunakan regenerative drive system.
atau 1 1
Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor
gerak, atau sleep mode pada eskalator.
1C-4 Sistem Pengkondisian Udara
Menggunakan peralatan AC dengan COP minimum 10% lebih besar
dari SNI 03-6390-2011 atau SNI edisi terbaru tentang Konservasi 2 2
Energi pada Sistem Tata Udara Bangunan Gedung
EEC 2 Pencahayaan Alami
Tujuan
Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi
konsumsi energi dan mendukung desain bangunan yang memungkinkan
pencahayaan alami semaksimal mungkin.
Tolok Ukur
1 Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas
2 4
lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

alami minimal sebesar 300 lux. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara
manual atau dengan software.
Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai nonservice mendapatkan
intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux
2 Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya lux sensor untuk
otomatisasi pencahayaan buatan apabila intensitas cahaya alami kurang 2
dari 300 lux, didapatkan tambahan 2 nilai
EEC 3 Ventilasi
Tujuan
Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non nett lettable
area) untuk mengurangi konsumsi energi.
Tolok Ukur
1 Tidak mengkondisikan (tidak memberi AC) ruang WC, tangga, koridor, dan
lobi lift, serta melengkapi ruangan tersebut dengan ventilasi alami 1 1
ataupun mekanik.
EEC 4 Pengaruh Perubahan Iklim
Tujuan
Memberikan pemahaman bahwa pola konsumsi energi yang berlebihan
akan berpengaruh terhadap perubahan iklim.
Tolok Ukur
1 Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO 2 yang didapatkan dari
selisih kebutuhan energi antara gedung designed dan gedung baseline
1 1
dengan menggunakan grid emission factor yang telah ditetapkan dalam
Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009
EEC 5 Energi Terbarukan dalam Tapak
Tujuan
Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang
bersumber dari dalam lokasi tapak bangunan.
Tolok Ukur
1 Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya
listrik yang dibutuhkan gedung yang dapat dipenuhi oleh sumber energi 1-5 5
terbarukan mendapatkan 1 nilai (sampai maksimal 5 nilai).
Konservasi Air 21
WAC P1 Meteran Air
Tujuan
Memantau penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar penerapan
manajemen air yang lebih baik.
Tolok Ukur
Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan di lokasi-
lokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut:
o Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih
seperti sumber PDAM atau air tanah. P
o Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang.
o Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air
bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi.
WAC P2 Perhitungan Penggunaan Air
Tujuan
Memahami perhitungan menggunakan worksheet perhitungan air dari
GBC Indonesia untuk mengetahui simulasi penggunaan air pada saat
tahap operasi gedung.
Tolok Ukur
Mengisi worksheet air standar GBCI yang telah disediakan. P P
WAC 1 Pengurangan Penggunaan Air
Tujuan
Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih yang akan mengurangi beban
konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

Tolok Ukur
1 Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer
tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per orang sesuai dengan SNI 03- 1
7065-2005 seperti pada tabel terlampir.
8
2 Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5%
sesuai dengan acuan pada tolok ukur 1 akan mendapatkan 1 nilai 7
dengan dengan nilai maksimum sebesar 7 nilai.
WAC 2 Fitur Air
Tujuan
Mendorong upaya penghematan air dengan pemasangan fitur air efisiensi tinggi.
Tolok Ukur
1A Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah
standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran, 1
sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk fitur air .
atau
1B Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah
standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran, 2 3
sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk fitur air .
atau
1C Penggunaan fitur air yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah
standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran, 3
sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk fitur air .
Alat Keluaran Air Kapasitas Keluaran Air
WC Flush Valve <6 liter/flush
WC Flush Tank <6 liter/flush
Urinal Flush Valve/Peturasan <4 liter/flush
Keran Wastafel/Lavatory <8 liter/menit
Keran Tembok <8 liter/menit
Shower <9 liter/menit
WAC 3 Daur Ulang Air
Tujuan
Menyediakan air dari sumber daur ulang yang bersumber dari air limbah gedung
untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama.
Tolok Ukur
1A Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang telah di daur ulang
2 3
untuk kebutuhan sistem flushing atau cooling tower.
atau
1B Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang telah didaur ulang
untuk kebutuhan sistem flushing dan cooling tower - 3 nilai 3
Apabila menggunakan sistem pendingin non water cooled, maka kriteria ini menjadi tidak
berlaku sehingga total nilai menjadi 100
WAC 4 Sumber Air Alternatif
Tujuan
Menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air
bersih untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama.
Tolok Ukur
1A Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air
1
kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air hujan.
atau
1B Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas. 2
atau 2
1C Menggunakan teknologi yang memanfaatkan air laut atau air danau atau
air sungai untuk keperluan air bersih sebagai sanitasi, irigasi dan
kebutuhan lainnya 2

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

WAC 5 Penampungan Air Hujan


Tujuan
Mendorong penggunaan air hujan atau limpasan air hujan sebagai salah satu
sumber air untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama.
Tolok Ukur
1A Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan kapasitas 20% dari
jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan yang dihitung 1
menggunakan nilai intensitas curah hujan sebesar 50 mm/hari.
atau
1B Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan berkapasitas 35% 3
2
dari perhitungan di atas.
atau
1C Menyediakan instalasi tangki penampungan air hujan berkapasitas 50%
3
dari perhitungan di atas.
WAC 6 Efisiensi Penggunaan Air Lansekap
Tujuan
Meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air tanah dan PDAM untuk
kebutuhan irigasi lansekap dan menggantinya dengan sumber lainnya.
Tolok Ukur
1 Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber
1
air tanah dan/atau PDAM.
2 Menerapkan teknologi yang inovatif untuk irigasi yang dapat mengontrol 2
kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan 1
tanaman.
Sumber dan Siklus Material 14
MRC P Refigeran fundamental
Tujuan
Mencegah pemakaian bahan dengan potensi merusak ozon yang tinggi
Tolok Ukur
Tidak menggunakan chloro fluoro-carbon (CFC) sebagai refrigeran dan
P P
halon sebagai bahan pemadam kebakaran
MRC 1 Penggunaan Gedung dan Material
Tujuan
Menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk
mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi
limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu
bahan material.
Tolok Ukur
1A Menggunakan kembali material bekas, baik dari bangunan lama maupun
tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, 1
kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material.
atau 2
1B Menggunakan kembali material bekas, baik dari bangunan lama maupun
tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, 2
kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material.
MRC 2 Material Ramah Lingkungan
Tujuan
Mengurangi jejak ekologi dari proses ekstraksi bahan mentah dan proses
produksi material.
Tolok Ukur
1 Menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem manajemen
lingkungan pada proses produksinya minimal bernilai 30% dari total biaya
material. Sertifikat dinilai sah bila masih berlaku dalam rentang waktu 1 3
proses pembelian dalam konstruksi berjalan.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

2 Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang minimal


1
bernilai 5% dari total biaya material.
3 Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber
daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) 1
minimal bernilai 2% dari total biaya material.
MRC 3 Penggunaan Refrigeran tanpa ODP

Tujuan
Menggunakan bahan yang tidak memiliki potensi merusak ozon.
Tolok Ukur
1 Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem pendingin
2 2
gedung
MRC 4 Kayu Bersertifikat
Tujuan
Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya
untuk melindungi kelestarian hutan.
Tolok Ukur
1 Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan
Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu
1
olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari
2
perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu.
2 Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak
1
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC).
MRC 5 Material Prafabrikasi
Tujuan
Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah
konstruksi.
Tolok Ukur
1 Desain yang menggunakan material modular atau prafabrikasi (tidak
3 3
termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material.
MRC 6 Material Regional
Tujuan
Mengurangi jejak karbon dari moda transportasi untuk distribusi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Tolok Ukur
1 Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan
pabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek minimal 1
bernilai 50% dari total biaya material.
2
2 Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan
pabrikasinya berada dalam wilayah Republik Indonesia bernilai minimal 1
80% dari total biaya material.
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang 10
IHC P Introduksi Udara Luar
Tujuan
Menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan melakukan
introduksi udara luar ruang sesuai dengan kebutuhan laju ventilasi untuk
kesehatan pengguna gedung.
Tolok Ukur
1 Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar
minimal sesuai dengan Standar ASHRAE 62.1-2007 atau Standar ASHRAE P P
edisi terbaru.
IHC 1 Pemantauan Kadar CO 2
Tujuan
Memantau konsentrasi karbondioksida (CO 2 ) dalam mengatur masukan udara
segar sehingga menjaga kesehatan pengguna gedung.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

Tolok Ukur
1 Ruangan dengan kepadatan tinggi, yaitu < 2.3 m2 per orang dilengkapi
dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO 2 ) yang memiliki
mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga 1 1
konsentrasi C0 2 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor
diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grille atau return air duct.
IHC 2 Kendali Asap Rokok di Lingkungan
Tujuan
Mengurangi tereksposnya para pengguna gedung dan permukaan material
interior dari lingkungan yang tercemar asap rokok sehingga kesehatan pengguna
gedung dapat terpelihara.
Tolok Ukur
1 Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak
menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok di dalam gedung.
2 2
Apabila tersedia, bangunan/area merokok di luar gedung, minimal berada
pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela.
IHC 3 Polutan Kimia
Tujuan
Mengurangi polusi udara ruang dari emisi material bangunan yang dapat
mengganggu kenyamanan dan kesehatan pekerja konstruksi dan pengguna
gedung.
Tolok Ukur
1 Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic
compounds (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang 1
diakui GBC Indonesia.
2 Menggunakan produk kayu komposit dan laminating adhesive dengan
syarat memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan 1 3
label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia
3 Menggunakan material lampu yang kandungan merkurinya pada toleransi
maksimum yang disetujui GBC Indonesia dan tidak menggunakan material 1
yang mengandung asbestos.
IHC 4 Pemandangan keluar Gedung
Tujuan
Mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan
menyediakan koneksi visual ke luar gedung.
Tolok Ukur
1 Apabila 75% dari net lettable area (NLA) menghadap langsung ke
pemandangan luar yang dibatasi bukaan transparan bila ditarik suatu 1 1
garis lurus.
IHC 5 Kenyamanan Visual
Tujuan
Mencegah terjadinya gangguan visual akibat tingkat pencahayaan yang tidak
sesuai dengan daya akomodasi mata.
Tolok Ukur
1 Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan
sesuai dengan SNI 03-6197-2011 tentang Konservasi Energi pada Sistem 1 1
Pencahayaan.
IHC 6 Kenyamanan Termal
Tujuan
Menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban udara ruangan yang dikondisikan
stabil untuk meningkatkan produktivitas pengguna gedung.
Tolok Ukur
1 Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada
suhu 250C dan kelembaban relatif 60% 1 1

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

IHC 7 Tingkat Kebisingan


Tujuan
Menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal.
Tolok Ukur
1 Tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari
atau sesuai dengan SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi
1 1
dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (kriteria
desain yang direkomendasikan).
Manajemen Lingkungan Bangunan 13
BEM P Dasar Pengelolaan Sampah
Tujuan
Mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah
proses daur ulang.
Tolok Ukur
1 Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah
sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis P P
organik, anorganik, dan B3
BEM 1 GP Sebagai Anggota Tim Proyek
Tujuan
Mengarahkan langkah-langkah desain suatu green building sejak tahap awal
sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating.
Tolok Ukur
1 Melibatkan minimal seorang tenaga ahli yang sudah bersertifikat
GREENSHIP Professional (GP), yang bertugas untuk memandu proyek 1 1
hingga mendapatkan sertifikat GREENSHIP.
BEM 2 Polusi dari Aktivitas Konstruksi
Tujuan
Mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir
(TPA) dan polusi dari proses konstruksi.
Tolok Ukur
Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas:
1 Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan
sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang 1
dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. 2
2 Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh buangan air yang timbul
1
dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota
BEM 3 Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut
Tujuan
Mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga
mengurangi beban TPA.
Tolok Ukur
1 Mengolah limbah organik gedung yang dilakukan secara mandiri maupun
bekerjasama dengan pihak ketiga sehingga menambah nilai manfaat dan 1
dapat mengurangi dampak lingkungan.
2
2 Mengolah limbah anorganik gedung yang dilakukan secara mandiri
maupun bekerjasama dengan pihak ketiga sehingga menambah nilai 1
manfaat dan dapat mengurangi dampak lingkungan.
BEM 4 Sistem Komisioning yang Baik dan Benar
Tujuan
Melaksanakan komisioning yang baik dan benar pada bangunan agar
kinerja yang dihasilkan sesuai dengan perencanaan awal.
Tolok Ukur
1 Melakukan prosedur testing- commissioning sesuai dengan petunjuk GBC
Indonesia, termasuk pelatihan terkait untuk optimalisasi kesesuaian 2 3
fungsi dan kinerja peralatan/sistem dengan perencanaan dan acuannya.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


RINGKASAN TOLOK UKUR

2 Memastikan seluruh measuring adjusting instrument telah terpasang


pada saat konstruksi dan memperhatikan kesesuaian antara desain dan 1
spesifikasi teknis terkait komponen proper commissioning.
BEM 5 Penyerahan Data Green Building
Tujuan
Melengkapi database implementasi green building di Indonesia untuk
mempertajam standar-standar dan bahan penelitian.
Tolok Ukur
1 Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari
1
GBC Indonesia.
2 Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data
2
implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan
1
setelah tanggal sertifikasi kepada GBC Indonesia dan suatu pusat data
energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian
BEM 6 Kesepakatan Dalam Melakukan Aktivitas Fit Out
Tujuan
Mengimplementasikan prinsip green building saat fit out gedung.
Tolok Ukur
1 Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung (tenant) untuk gedung
yang disewakan atau POS untuk gedung yang digunakan sendiri, yang
terdiri atas:
a. Penggunaan kayu yang bersertifikat untuk material fit-out
1 1
b. Pelaksanaan pelatihan yang akan dilakukan oleh manajemen gedung
c. Pelaksanaan manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi
fit-out. Implementasi dalam bentuk Perjanjian Sewa (lease
agreement) atau POS.
BEM 7 Survei Pengguna Gedung
Tujuan
Mengukur kenyamanan pengguna gedung melalui survei yang baku terhadap
pengaruh desain dan sistem pengoperasian gedung.
Tolok Ukur
1 Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei
suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi
dan menyerahkan laporan hasil survei paling lambat 15 bulan setelah
tanggal sertifikasi kepada GBC Indonesia. 2 2
Catatan: Apabila hasilnya lebih dari 20% responden menyatakan
ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung setuju untuk melakukan
perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei.

GREENSHIP GEDUNG BARU/NEW BUILDING VERSI 1.2 – GBC INDONESIA


Konsep dan Strategi Desain Arsitektural pada Lingkup Bangunan untuk mencapai Green and
Sustainable Building (9)

Kuliah 5.1. Sustainable Building Design and Strategy


Kuliah 5.2. Building Skin & Facade Design

Kuliah 5.1. Sustainable Building Design and Strategy

Buku ” Green Building – Guidebook for Sustainable Architecture”

Kuliah 5.2. Building Skin & Facade Design


Catatan
Emulasi = (dalam hal ini untuk analisis sistem kendali dalam konstruksi otomatis) mengevaluasi komponen BA nyata
dalam lingkungan pengujian virtual secara realistis dan dapat direproduksi kondisi batas.
Sustainable Building
Skin Design
Maggie McIntosh

Editor

Werner Lang
Aurora McClain

csd
Center for Sustainable Development
3.3 Sustainable Building Skin Design

Sustainable Building Skin


Design

Maggie McIntosh

Based on a presentation by Larry Speck, FAIA

Figure 1: Integrated PV shading at the Austin Convention Center

Introduction Sun Control


Natural Ventilation
A building’s skin is the first layer that confronts Day Lighting
us when we evaluate a design aestheti- Connection to Outdoors
cally and also a crucial element in the overall Thermal Insulation
technological functionality of a building. When Moisture Control
we identify the defining characteristics of a Micro-Climate Zones
building we are commonly describing its skin. Structural Efficiency
Its form and composition have both aesthetic Material Choices
and performative repercussions. It is certainly Potential for Energy Generation
a design element, yet it is integral to moisture
protection, thermal comfort, the overall struc- Each of these can generate visual and ex-
tural system, and the technical composition of periential qualities of a building. Below, each
a building. parameter is examined in detail to enable
further discussion.1
Skins should be examined both as givers of
character and as part of the performative tech- 1. Sun Control
nology of buildings. How does design charac-
ter emerge out of real performative elements Thermal and visual comfort are dependent on
of the building? How does the structure of a controlling the light entering a building through
building generate real character that begins to its facade. The amount of light admitted to a
define a building aesthetically as well as func- building correlates directly with an increase
tionally? These questions can be answered in interior temperatures, affecting the comfort
through a careful analysis of the performative level of the users within. Blinds can provide a
qualities of building skins. simple way to restrict sunlight subtly without af-
fecting the overall appearance of the building.
Parameters Alternatively, shading elements can be high-
lighted by integrating the solar strategy into the
A list of ten parameters that should be dis- façade, as in the GSW headquarters building
cussed when designing building skins is given in Berlin (Figure 2). Here the visual character
below. Each has the potential to define the of the building is defined by the sunshades
character and affect the overall perception of and by their ability to move.
a building.

3
III-Case Studies

2. Natural Ventilation bounce light deep into a space, illuminating the serve as a visual connection to the outdoors.
interior by taking advantage of the reflectiv- Glenn Murcutt designs houses with whole
Ventilation strategies can also give a strong ity of the ceiling (Figure 5). In the Reichstag walls that can open, connecting the interior of
character to the elements of a facade. They building in Berlin, Foster + Partners employ a the house directly with the outdoors (Figure 6).
can be simple, small, repetitive louvers that central dome and cone as an extreme, visually His intention is to blur the boundary between
allow for localized air circulation, or very dramatic way of pulling light into the building interior and exterior space, enhancing the feel-
involved mechanical systems that direct fresh (Figure 4). Daylight levels are known to affect ing of dwelling in nature.
air throughout the building, as in Foster + the mental health of workers, with workers
Partners’ Swiss Re Tower in London. In this exposed to natural light reporting higher levels 5. Thermal Insulation
building, ventilating the atrium serves to circu- of productivity and general happiness.
late outside air through the rest of the tower The invisible insulation in walls has a huge
(Figure 3). This multi-faceted system exhibits a 4. Connection to Outdoors potential to impact the thermal performance
computer controlled ventilation system. of a building. A particular insulation’s makeup
Connection to the outdoors is another sustain- and placement within the layering of the build-
3. Day Lighting ability feature that is psychological in nature, ing skin can have large consequences that are
like daylighting. The Ricola Offices in Basel by observable in the thermal performance and
Daylighting can be achieved mainly through Hertzog and De Meuron features large sheets aesthetics of the building skin.
passive measures. A simple light shelf can of glass protected by a vegetated screen that

Figure 2: GSW Headquarters Building, Berlin Figure 3: Swiss Re Tower, London Figure 4: Reichstag Building, Berlin

3.

Figure 5: light shelf in office building Figure 6: Glen Murcutt House Figure 7: Microclimate Zone

4
3.3 Sustainable Building Skin Design

6. Moisture Control 7. Micro-Climate Zones 8. Structural Efficiency

Bitumen, a natural substance consisting Figure 7 shows an ordinary building in Ger- The Swiss Re building in London illustrates
mainly of hydrocarbons, is frequently used many that was retrofitted to add a south facing the strategy of integrating structure into build-
to create moisture barriers in buildings. We microclimate zone. In winter, the leaves fall ing skin (Figure 9). High-rise construction is
often think of the outermost skin as the water off of the deciduous trees, allowing the sun to primarily concerned with carrying lateral loads,
barrier, but more frequently it acts only as a shine directly into the space, causing a green- so the diagonal lateral bracing of the building
rainscreen. There are two kinds of moisture house effect. In summer the leaves shade often called the “Gherkin” is expressed as part
to contend with when trying to keep a build- the window and the vents at the top open to of the skin, helping to define the character of
ing dry: rain and condensation. When large allow ventilation through. When the tempera- the building.
temperature differentials occur between the ture outside is 20 degrees, the sun heats the
interior conditioned space and the exterior adjacent micro-climate space up to about 9. Material Choices
conditions, condensation forms on the colder 60 degrees, helping to decrease the energy
surface. Protection is necessary to prevent this needed to warm the building to a comfortable Materials can give a very distinctive charac-
moisture from seeping into the building. The temperature. The micro-climate is adjacent to ter to a building (Figure 8). Although they are
rainscreen and moisture barrier work together the coldest parts of the building, attempting to often overlooked by students and profession-
to prevent unwanted rain and condensation provide aid where it is needed most. als early in the design process, materials are
from entering the building. seminal because their texture and appearance

Figure 10: Austin Convention Center, Photovoltaic Facade

Figure 8: AMLI Apartments, Austin Figure 9: Swiss Re Tower, London Figure 11: Detail of Photovoltaic Facade Unit

5
III-Case Studies

define the experience of the building. Materials Daimler-Chrysler Building, Berlin Cal-Trans Building, Los Angeles
also play a primary technological role and Renzo Piano Building Workshop Morphosis
have a tremendous effect on the comfort of the
building. Sun Control: Stationary horizontal sun shades Sun Control: Sun control as major generat-
on south side; egg crates keep heat from col- ing theme, simple stacked screens cover
10. Possibility for Energy Generation lecting under shading devices. Operable sun façade; Daylighting through perforated metal
shades on main building; open when occupied, and light wells. The entire west face screened
There is also the possibility for a building’s closed when not, computer controlled with by perforated metal, operable pieces run by
skin to become an energy source. Photovolta- manual overrides. simple motors that allow it to shut down in the
ics can be integrated into facades, as seen in Natural Ventilation: Hopper windows aid in afternoon, with single ply roofing material used
Figure 10, to simultaneously generate power ventilation, no cross-ventilation because of behind as a moisture barrier.
and shade a building. building type. Micro-Climate Zones: Double skin on south
Connection to Outdoors: Daylight throughout, allows for a 2 foot catwalk, creating a microcli-
clear visual connection to outdoors. mate to reduce cooling loads
Case Studies Micro-Climate Zones: Microclimate zones Possibility for Energy Generation: Horizontal
in specific low level areas; double skin with sunshades on south are made of photovoltaic
The following is a compilation of buildings airspace. panels.
whose primary architectural distinction is their Material Choices: Screens of clay tiles as fixed
integration of the technological elements of sun shades throughout building; clad with clay
their skin into the design of the building. tiles manufactured locally.

Figure 13: PV detail of Cal-Trans Building Figure 15: Facade detail of Cal-Trans Building

Figure 12: Daimler-Chrysler Building Figure 14: Daimler-Chrysler Building, sun shading Figure 16: Cal-Trans Building, Facade Microclimate Zone

6
3.3 Sustainable Building Skin Design

Museum of the 21st Century, Kanayana, Austin Convention Center, Austin, TX


Japan Page Southerland Page
SANAA
Sun Control: Extensive sun control; indigo
Sun Control: Seasonal sun control; deciduous translucent glass with photovoltaic panels that
vines generate dappled light and help limit face south west to capture sun’s energy and
heat gain while creating a softer light quality. block hottest sun. Maximum levels of daylight
Micro-Climate Zones: Microclimate between captured through extensive glazing.
vines and glass. Natural Ventilation: Air enters underneath the
soffit overhang.
Micro-Climate Zones: Created between photo-
voltaics and glass.
Structural Efficiency: Minimized structure with
two thinner layers of structure spaced a few
feet apart utilizing depth to create a vertical
truss.

Figure 17: Museum of the 21st Century Figure 20: Austin Convention Center PV facade

Figure 18: Museum of the 21st Century Figure 19: Museum of the 21st Century, inside view of vines Figure 21: Austin Convention Center

7
III-Case Studies

Federal Courthouse in Alpine, TX Conclusion Figures


Page Southerland Page
The methods illustrated in the case studies Figure 1. http://www.flickr.com/photos/click-
Daylighting: Minimal glass on exterior, with provide effective ways to create healthier build- ykbd/49153431/in/photostream/
interior courtyard providing light for functions ings that consume fewer resources than other
that need it as well as a connection to the buildings of the same size and function. What Figures 2-3. Larry Speck from the Sept. 22,
outdoors. good is a green building in a brown world? In 2008 Presentation.
Thermal Insulation: 22” thick masonry wall order to achieve our goals of sustainability,
made of red sandstone. Their thermal mass is these skins must exist where transit oriented Figure 4. http://darkwing.uoregon.edu/~akwok/
used to take advantage of temperature differ- development is a priority. We must concentrate VSCS/AshCreek/lighting/images/classwin-
ences due to diurnal swing. In winter, the walls development and preserve surrounding open dows.jpg
absorb heat from the sun during the day, then space while promoting pedestrian circula-
radiate it into the space at night. tion and developing centralized public transit Figures 5-11. Larry Speck from the Sept. 22,
Material Choices: Dry stacked local red sand- to prevent sprawl and encourage a sense of 2008 Presentation.
stone preserves the character of the place. place. There may be resistance to this change
because of political apprehension or the pub- Figure 12. http://www.flickr.com/photos/
lic’s resistance to change. Through education, tmiko/2796610559/
we can expose policy makers and the general
public to this better way of growing. Transit Figures 13-24. Larry Speck from the Sept. 22,
oriented development can increase the health 2008 Presentation.
of communities, encourage economic growth
by centralizing commercial areas, and improve
environmental quality.2 Biography
Lawrence W. Speck is a professor in the
School of Architecture at The University of
Notes Texas at Austin, where he has been on the
faculty since 1975. He was dean of the School
1. Most of the information is from a presenta- of Architecture from 1992-2001. Professor
tion given by Larry Speck to the UT School of Speck received all three of his degrees from
Architecture on September 22, 2008. M.I.T., where he was on the faculty from
1972-75. As an academic, Professor Speck
2. DeCoursey, William and Athey, has won numerous awards, including both the
Lorene.‘Transit-Oriented Design: Illustrations Amoco Award and the Blunk Professorship,
Figure 22: Federal Courthouse in Alpine
of TOD Characteristics‘, Institute for Public both for outstanding undergraduate teaching.
Administration, University of Delaware, http:// He has been a Fulbright Senior Scholar and
www.ipa.udel.edu/publications/TODworking- has written 40+ articles in professional journals
paper.pdf. and other publications on art, architecture,
engineering and design. Professor Speck also
3. Biography from UT Austin‘s website; has a distinguished career as a practicing
http://www.utexas.edu/opa/experts/profile. architect. His buildings have garnered 28 de-
php?id=366 sign awards and have been published in 60+
articles in the U.S., Germany, England, Italy,
Japan and Brazil. His completed buildings in-
clude the Umlauf Sculpture Garden and Austin
Convention Center. He is currently working
on the Barbara Jordan Terminal at Austin-
Bergstrom International Airport, the Robert E.
Johnson Legislative Office Building and an
extension to the Austin Convention Center. In
1995 Professor Speck was elected a Fellow in
the American Institute of Architects.3

Figure 23: Federal Courthouse in Alpine Figure 24: Federal Courthouse in Alpine

8
Konsep dan Strategi Desain Arsitektural pada Lingkup Bangunan untuk mencapai Green and
Sustainable Building

6.1. Passive and Active Design Strategies


6.2. Smart Building Technology

6.1. Passive and Active Design Strategies


a. Untuk membuat orang merasa nyaman, Anda harus menggunakan kombinasi strategi yang tepat antara desain pasif
dan aktif. Bangunan berkinerja tinggi menggunakan perpaduan strategi yang tepat antara strategi desain pasif dan
aktif untuk meminimalkan energi, material, air, dan penggunaan lahan.
b. Strategi desain pasif menggunakan sumber energi sekitar daripada energi yang dibeli seperti listrik atau gas alam.
Strategi ini mencakup pencahayaan alami, ventilasi alami, dan energi matahari.
c. Strategi desain aktif menggunakan energi yang dibeli untuk menjaga kenyamanan bangunan. Strategi-strategi ini
termasuk sistem HVAC udara paksa, pompa panas, panel pancaran atau sinar dingin, dan lampu listrik.
d. Sistem hibrida menggunakan sejumlah energi mekanik untuk meningkatkan penggunaan sumber energi sekitar.
Ini. Strateginya meliputi ventilasi pemulihan panas, ventilasi economizer, sistem panas matahari, radiasi fasad dan
bahkan pompa panas sumber tanah mungkin termasuk dalam kategori ini.
e. Secara umum, Anda sebaiknya mengoptimalkan desain Anda untuk strategi pasif terlebih dahulu. Melakukan hal
ini sering kali dapat memperkecil ukuran sistem aktif yang perlu Anda instal.
f. Perhatikan analogi perahu layar, yang menggunakan kekuatan alam untuk mendorong perahu melewati air.
Demikian pula, Anda dapat 'berlayar' di gedung Anda dan menjaga kenyamanan penghuninya dengan menggunakan
desain pasifstrategi pemanasan, pendinginan dan ventilasi.

6.2. Smart Building Technology


a. Smart Building = Intelligent Building System (IBS)
b. Konsep bangunan pintar menggunakan sistem otomatisasi yang dinamakan Building Automation System (BAS).
c. Sistem otomatisasi pada Smart Building mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan komputer untuk
mengendalikan peralatan yang berada di dalam bangunan tersebut.
d. Smart building adalah sebuah konsep yang memadupadankan desain arsitektur, desain interior dan mekanikal
elektrikal agar dapat memberi kecepatan gerak/mobilitas serta kemudahan kontrol juga akses dari arah mana pun
dan waktu kapanpun.
e. Otomatisasi dimana semua aktifitas yang terjadi pada sebuah bangunan/gedung dapat terjadi tanpa adanya
interverensi manusia didalamnya
f. Biarpun tidak ada orang didalamnya, bangunan ini akan menjalankan perintah sesuai dengan program yang telah
dibuat dan ditanamkan pada otak bangunan itu.

Mengapa Smart Building?


a. data IBM Smarter Buildings Overview Dewan Sains dan Teknologi Nasional Amerika
Serikat:
b. Estimasi:
- Bangunan komersial dan residensial mengkonsumsi sepertiga energi di dunia.
- Di Amerika Utara, 72 persen dari pembangkit listrik, 12 persen dari penggunaan air, dan 60 persen dari limbah
non-industri.
- Jika trend energi digunakan di seluruh dunia terus menerus, sebuah bangunan akanmenjadi konsumen terbesar
energi global pada tahun 2025-keatas.
Convection
Gerakan yang terjadi di dalam suatu fluida oleh kecenderungan lebih panas dan oleh karena itu materialnya kurang padat
naik, dan material yang lebih dingin dan lebih padat tenggelam di bawah pengaruh gravitasi, yang akibatnya
menghasilkan perpindahan panas.
Conduction
Proses dimana panas atau listrik ditransmisikan secara langsung melalui suatu zat ketika ada adalah perbedaan suhu atau
potensi listrik antara wilayah yang bersebelahan, tanpa pergerakan material.
Radiation
Emisi energi sebagai gelombang elektromagnetik atau subatom yang bergera partikel, terutama partikel berenergi tinggi
yang menyebabkan ionisasi.
Konsep dan Stratego Desain Arsitektural pada Lingkup Bangunan untuk mencapai Green and
Sustainable Building (11)

7.1. Sustainable Indoor Space


7.2. Building Environmental Simulation and Analysis

7.1. Sustainable Indoor Space


a. Ruang dalam yang sustainable adalah ruang dalam bangunan yang memenuhi persyaratan/kriteria sustainable.
b. Kriteria sustainable dalam bangunan biasanya diturunkan menjadi kriteria ruang dalam bangunan hijau, ruang dalam
bangunan layak huni, ruang dalam bangunan ramah lingkungan, ruang dalam bangunan hemat energi.
c. Salah satu kriteria bangunan hijau adalah indoor health and comfort, dapat dikatakan sebagai analogi dari sustainable
indoor space.

IHC P Introduksi Udara Luar


Tujuan
• Menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan melakukan introduksi udara luar ruang sesuai
dengan kebutuhan laju ventilasi untuk kesehatan pengguna gedung.
Tolak Ukur 1
• Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar ASHRAE
62.1-2007 atau Standar ASHRAE edisi terbaru.

IHC 1 Pemantauan Kadar CO2


Tujuan
• Memantau konsentrasi karbondioksida (CO2 ) dalam mengatur masukan udara segar sehingga menjaga kesehatan
pengguna gedung.
Tolak Ukur
• Ruangan dengan kepadatan tinggi, yaitu < 2.3 m2 per orang dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida
(CO2) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi C02 di dalam
ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grille atau return air duct.
IHC 2 Kendali Asap Rokok di Lingkungan
Tujuan
• Mengurangi tereksposnya para pengguna gedung dan permukaan material interior dari lingkungan yang tercemar
asap rokok sehingga kesehatan pengguna gedung dapat terpelihara.
Tolak Ukur
• Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk
merokok di dalam gedung. Apabila tersedia, bangunan/area merokok di luar gedung, minimal berada pada jarak 5
m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela.

IHC 3 Polutan Kimia


Tujuan
• Mengurangi polusi udara ruang dari emisi material bangunan yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan
pekerja konstruksi dan pengguna gedung.
Tolak Ukur
• Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai
dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia.
• Menggunakan produk kayu komposit dan laminating adhesive dengan syarat memiliki kadar emisi formaldehida
rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia
• Menggunakan material lampu yang kandungan merkurinya pada toleransi maksimum yang disetujui GBC Indonesia
dan tidak menggunakan material yang mengandung asbestos.

IHC 4 Pemandangan keluar Gedung


Tujuan
• Mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan menyediakan koneksi visual ke luar
gedung.
Tolak Ukur
• Apabila 75% dari net lettable area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar yang

IHC 5 Kenyamanan Visual


Tujuan
• Mencegah terjadinya gangguan visual akibat tingkat pencahayaan yang tidak sesuai dengan daya akomodasi mata.
Tolak Ukur
• Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan SNI 03-6197-2011

IHC 6 Kenyamanan Termal


Tujuan
• Menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban udara ruangan yang dikondisikan stabil untuk meningkatkan
produktivitas pengguna gedung.
Tolak Ukur
• Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 °C dan kelembaban relatif 60%

IHC 7 Tingkat Kebisingan


Tujuan
• Menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal.
Tolak Ukur
• Tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 03-6386-2000
tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (kriteria desain
yang direkomendasikan).

• Sensor gas karbon dioksida (CO2)


• PPM
• Return air grille
• Return air duct
• Outdoor air intake
• Volatile organic compounds (VOCs)
• Formaldehida
• kandungan merkurinya
• Asbestos
• net lettable area (NLA)
• Standar ASHRAE 62.1-2007
• SNI 03-6197-2011 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.
• SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan

PPM
Sensor gas karbon dioksida (CO2)
Sensor gas karbon dioksida (CO2) adalah perangkat yang dirancang khusus untuk mendeteksi konsentrasi
karbon dioksida dalam udara. Sensor ini biasanya digunakan untuk memonitor kualitas udara di berbagai lingkungan,
seperti dalam ruangan, gedung, kendaraan, atau pabrik. Pemanfaatan sensor CO2 sangat penting untuk mengukur tingkat
polusi udara, memantau keamanan lingkungan, dan mengoptimalkan sistem ventilasi.
Cara kerja sensor CO2 bervariasi tergantung pada teknologi yang digunakan. Beberapa jenis sensor CO2 yang
umum melibatkan prinsip absorpsi inframerah atau elektrokimia. Berikut adalah penjelasan singkat tentang dua jenis
teknologi tersebut:
1. Sensor Absorpsi Inframerah:
- Sensor ini menggunakan sumber cahaya inframerah yang dilewatkan melalui sampel udara yang akan diukur.
- Karbon dioksida di udara menyerap cahaya inframerah pada panjang gelombang tertentu.
- Detektor pada sensor mengukur sejauh mana cahaya yang diserap oleh karbon dioksida.
- Dengan mengukur perubahan intensitas cahaya, sensor dapat menghitung konsentrasi CO2 dalam sampel udara.
2. Sensor Elektrokimia:
- Sensor ini menggunakan sel elektrokimia untuk mendeteksi adanya CO2.
- Di dalam sel elektrokimia, terjadi reaksi kimia antara karbon dioksida dan elektroda.
- Perubahan arus atau tegangan yang dihasilkan akibat reaksi ini diukur untuk menentukan konsentrasi CO2.

Sensor CO2 biasanya terintegrasi dalam sistem pemantauan udara yang lebih besar atau dapat berdiri sendiri sebagai
perangkat portabel. Data yang dihasilkan oleh sensor ini seringkali ditampilkan dalam bentuk nilai numerik atau grafik,
memberikan informasi real-time tentang kualitas udara sekitar. Penggunaan sensor CO2 dapat membantu dalam
pengambilan keputusan terkait ventilasi, manajemen energi, dan pemantauan lingkungan secara keseluruhan.

PPM
PPM (Parts Per Million) adalah satuan pengukuran yang digunakan untuk menyatakan konsentrasi suatu zat
dalam suatu campuran. PPM mengindikasikan jumlah bagian dari satu zat tertentu yang hadir dalam satu juta bagian
dari campuran tersebut.
Rumus PPM dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sebagai contoh, jika kita ingin mengukur konsentrasi karbon dioksida (CO2) dalam udara dan hasilnya adalah
400 PPM, itu berarti setiap satu juta bagian udara, terdapat 400 bagian adalah CO2.
PPM umumnya digunakan dalam berbagai konteks, termasuk ilmu lingkungan, kimia, dan industri. Misalnya,
dalam pemantauan kualitas udara, konsentrasi polutan seperti CO2, oksigen, atau polutan lainnya dapat diukur dalam
PPM untuk memberikan gambaran yang lebih terperinci tentang tingkat pencemaran atau komposisi udara.
Penting untuk memahami bahwa PPM adalah satuan proporsional, dan nilai ini dapat berbeda untuk zat yang
berbeda atau dalam konteks yang berbeda.

Return air grille


Return air grille adalah komponen sistem ventilasi dan pendinginan yang digunakan dalam bangunan untuk
memungkinkan sirkulasi udara di dalam ruangan. Grille ini biasanya terletak di dinding atau langit-langit dan berfungsi
sebagai tempat masuknya udara kembali (return air) ke sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning).
Fungsi utama dari return air grille adalah untuk mengumpulkan udara yang telah digunakan dalam ruangan dan
mengalirkannya kembali ke sistem ventilasi. Udara ini kemudian diproses kembali oleh sistem HVAC untuk dipanaskan
atau didinginkan sebelum dihembuskan kembali ke ruangan sebagai udara bersih.
Beberapa karakteristik umum dari return air grille melibatkan desain atau konstruksi yang memungkinkan
aliran udara yang efisien. Grille ini sering kali memiliki serangkaian bilah atau terbukaan yang dapat diatur untuk
mengarahkan aliran udara atau untuk memudahkan pembersihan. Material dan desain grille juga bisa bervariasi
tergantung pada kebutuhan estetika dan fungsionalitas dalam suatu bangunan.
Return air grille merupakan salah satu elemen kunci dalam sistem ventilasi dan iklimatisasi ruangan, membantu
menjaga kualitas udara dalam ruangan dan mendukung kinerja keseluruhan sistem HVAC.

Return air duct


Return air duct adalah saluran atau pipa yang dirancang untuk mengarahkan udara dari return air grille atau
plenum kembali ke sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning). Return air duct berperan penting dalam
siklus sirkulasi udara dalam suatu bangunan.
Fungsi utama dari return air duct adalah mengumpulkan udara yang telah digunakan dalam ruangan dan
mengalirkannya kembali ke unit HVAC untuk diproses kembali. Udara yang masuk melalui return air grille atau plenum
diambil dari ruangan yang sudah dikondisikan sebelumnya. Setelah melewati return air duct, udara ini akan melewati
filter dan kemudian diarahkan ke perangkat pemanas atau pendingin untuk diubah suhu dan kelembapan sesuai
kebutuhan.
Return air ducts biasanya terhubung dengan bagian utama dari sistem HVAC, seperti unit pengkondisi udara
(AC unit) atau sistem pemanas pusat. Desain dan ukuran return air duct harus memadai untuk memastikan aliran udara
yang cukup sehingga sistem HVAC dapat berfungsi secara efisien.

Return air ducts sering kali terpasang di langit-langit, dinding, atau lantai, tergantung pada desain bangunan dan
sistem HVAC. Sebagai bagian dari sistem ventilasi, return air duct membantu menjaga kualitas udara di dalam ruangan
dengan memastikan sirkulasi udara yang efisien dan efektif. Selain itu, pemeliharaan yang baik pada return air duct dan
filternya juga diperlukan untuk menjaga kebersihan udara dalam ruangan.

Outdoor air intake


Outdoor air intake adalah bagian dari sistem ventilasi bangunan yang dirancang untuk mengambil udara segar
dari luar dan memasukkannya ke dalam ruangan. Outdoor air intake merupakan komponen kunci dalam sistem HVAC
(Heating, Ventilation, and Air Conditioning) untuk memastikan bahwa ruangan mendapatkan pasokan udara segar yang
cukup.
Fungsi utama dari outdoor air intake adalah sebagai berikut:
1. Penggantian Udara:
a. Memastikan pasokan udara segar yang cukup ke dalam ruangan.
b. Membantu menggantikan udara dalam ruangan yang mungkin telah terkontaminasi atau terpenuhi dengan
polutan.
2. Ventilasi:
a. Mendukung sirkulasi udara untuk menghilangkan kelembaban berlebih, bau yang tidak diinginkan, dan polutan
udara lainnya.
b. Meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dengan memperbarui udara.
3. Kondisi Udara:
a. Menyediakan udara luar yang dapat digunakan oleh sistem HVAC untuk proses pemanasan atau pendinginan
sesuai dengan kebutuhan.

Outdoor air intake sering kali dilengkapi dengan filter untuk menangkap partikel debu dan polutan lainnya yang
dapat memasuki sistem ventilasi. Penggunaan filter ini membantu menjaga kualitas udara dan melindungi peralatan
HVAC dari kerusakan yang mungkin disebabkan oleh partikel-partikel yang masuk.
Desain dan penempatan outdoor air intake sangat penting agar dapat memberikan pasokan udara segar yang
cukup tanpa mengakibatkan ketidaknyamanan atau meningkatkan beban energi pada sistem HVAC. Sistem otomatis
dan kontrol yang cerdas juga dapat digunakan untuk mengatur jumlah udara segar yang masuk sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi lingkungan.

Volatile Organic Compounds (VOCs)


Volatile Organic Compounds (VOCs) atau Senyawa Organik Volatil adalah kelompok senyawa kimia yang
memiliki sifat mudah menguap (volatil) pada suhu ruangan. Senyawa-senyawa ini dapat memancarkan gas atau uap ke
udara di sekitarnya. VOCs biasanya berasal dari berbagai sumber, termasuk produk kimia, bahan bakar, pelarut, produk
konsumen, dan material bangunan.

Beberapa contoh VOCs meliputi:


1. Formaldehida: Ditemukan dalam cat, lem, dan produk kayu yang diperlakukan.
2. Benzene: Ditemukan dalam asap rokok, bahan bakar kendaraan, dan beberapa produk industri.
3. Toluen: Ditemukan dalam cat, pelarut, dan bahan bakar.
4. Xilena: Ditemukan dalam cat, tinta, dan beberapa pelarut.
5. Metana: Gas yang dapat berasal dari limbah organik dan proses alami, tetapi juga dapat bocor dari sistem gas alam.

VOCs dapat menyebabkan masalah kesehatan manusia dan memiliki dampak negatif pada kualitas udara dalam
ruangan (indoor air quality). Pemaparan yang tinggi terhadap VOCs dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan, serta gejala-gejala lain seperti sakit kepala, mual, dan masalah pernapasan. Beberapa VOCs juga
diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogenik.
Penting untuk mengelola pemaparan VOCs di dalam ruangan, terutama dalam konteks desain bangunan, pemilihan
bahan bangunan, dan pemilihan produk konsumen. Penggunaan produk berlabel rendah VOC atau bebas VOC, serta
ventilasi yang baik, dapat membantu mengurangi risiko pemaparan VOCs yang berlebihan.

Formaldehida
Formaldehida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH₂O. Senyawa ini merupakan aldehida yang paling
sederhana dan merupakan gas pada suhu kamar dengan bau yang khas. Formaldehida memiliki berbagai kegunaan dalam
industri, termasuk dalam produksi berbagai produk konsumen dan bahan bangunan.

Beberapa penggunaan formaldehida melibatkan:


1. Industri Pembuatan Plastik dan Resin: Formaldehida digunakan dalam pembuatan berbagai jenis plastik dan resin,
seperti urea-formaldehida dan fenol-formaldehida, yang digunakan dalam produksi bahan bangunan, perabotan, dan
barang konsumen lainnya.
2. Pembalut dan Produk Kesehatan: Formaldehida dapat digunakan sebagai bahan pengawet dalam produk-produk
kesehatan, termasuk pembalut dan produk perawatan pribadi.
3. Pembuatan Cat dan Pelapis: Formaldehida dapat digunakan dalam formulasi cat dan pelapis untuk meningkatkan
daya tahan dan sifat adhesi.
4. Pengawet pada Laboratorium: Formaldehida sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam laboratorium untuk
mengawetkan spesimen biologis.

Meskipun formaldehida memiliki banyak aplikasi industri, penggunaannya telah menjadi perhatian karena potensi
efek kesehatan negatifnya. Pemaparan tinggi terhadap formaldehida dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan. Beberapa penelitian juga telah mengaitkan paparan jangka panjang terhadap formaldehida dengan risiko
kanker, khususnya kanker nasofaring.
Penting untuk memantau dan mengelola pemaparan formaldehida, terutama di dalam ruangan, di mana bahan-bahan
yang mengandung formaldehida, seperti produk konsumen dan bahan bangunan, dapat melepaskan gas formaldehida
ke udara. Penggunaan produk yang rendah formaldehida atau bebas formaldehida, serta ventilasi yang baik, dapat
membantu mengurangi risiko pemaparan yang berlebihan.

Kandung Merkuri (Hg)


Merkuri (Hg) adalah unsur kimia yang dapat ditemukan dalam beberapa bentuk. Secara umum, merkuri dapat hadir
dalam bentuk elemen murni (merkuri elemen) atau senyawa merkuri yang berbeda. Berikut adalah beberapa bentuk
merkuri yang umum:
1. Merkuri Elemen (Hg): Ini adalah bentuk merkuri yang murni, berupa logam cair pada suhu kamar. Merkuri elemen
sering digunakan dalam beberapa peralatan dan proses industri.
2. Merkuri Oksida (HgO): Ini adalah senyawa merkuri yang mengandung oksigen. Merkuri oksida dapat ditemukan
dalam beberapa peralatan elektronik tua dan baterai merkuri.
3. Metilmerkuri (CH₃Hg): Ini adalah senyawa organik merkuri. Metilmerkuri dapat terbentuk dalam lingkungan,
terutama dalam air, dan dapat berkumpul di dalam organisme hidup, terutama ikan. Metilmerkuri dapat menjadi
masalah kesehatan karena efek toksiknya pada sistem saraf.
4. Etilmerkuri (C₂H₅Hg): Ini adalah senyawa organik merkuri lainnya. Sama seperti metilmerkuri, etilmerkuri dapat
menjadi toksik dan memiliki dampak kesehatan yang serius pada manusia dan hewan.
5. Fenilmerkuri (C₆H₅Hg): Ini juga adalah senyawa organik merkuri. Fenilmerkuri digunakan dalam beberapa aplikasi
industri dan pertanian, tetapi juga dapat menjadi toksik dan berbahaya.

Pemaparan terhadap merkuri, terutama dalam bentuk metilmerkuri, dapat memiliki dampak negatif pada
kesehatan manusia, khususnya pada sistem saraf, sistem peredaran darah, dan sistem reproduksi. Oleh karena itu,
penting untuk memonitor dan mengelola pemaparan merkuri, terutama di lingkungan dan tempat kerja. Beberapa
langkah untuk mengurangi risiko pemaparan merkuri melibatkan pengelolaan limbah dengan benar, penggunaan
teknologi yang lebih aman, dan praktik-praktik yang mendukung keberlanjutan.

Asbestos
Asbestos adalah kelompok serat mineral alami yang tahan panas dan tahan api. Asbestos terdiri dari serat-serat
yang halus dan fleksibel yang dapat diintegrasikan ke dalam berbagai material untuk memberikan kekuatan, ketahanan
terhadap panas, dan isolasi termal. Beberapa jenis asbes yang umum meliputi serpentin dan amfibol.
Asbestos telah digunakan secara luas dalam industri konstruksi dan manufaktur karena sifat-sifatnya yang unik.
Beberapa penggunaan asbes yang umum melibatkan:
1. Papan Asbes: Digunakan untuk isolasi termal dan sebagai bahan konstruksi di atap dan dinding.
2. Pipa Asbes: Digunakan dalam sistem perpipaan untuk kekuatan dan ketahanan terhadap panas.
3. Material Isolasi: Asbes sering digunakan dalam berbagai material isolasi, seperti isolasi termal dan suara.
4. Bahan Konstruksi: Beberapa jenis bahan konstruksi, seperti panel dinding, ubin, dan plester, dapat mengandung
asbes.

Meskipun asbes memiliki sifat-sifat yang berguna dalam berbagai aplikasi, penggunaannya telah dikaitkan
dengan risiko kesehatan yang serius. Pemaparan asbes dapat menyebabkan penyakit paru serius, termasuk asbestosis,
kanker paru-paru, dan mesotelioma (kanker membran pelindung organ internal). Pemaparan serat asbes yang mudah
terlepas dan terhirup dapat menyebabkan masalah kesehatan ini.
Seiring meningkatnya kesadaran akan bahaya kesehatan yang terkait dengan asbes, banyak negara telah
mengatur atau melarang penggunaan asbes. Pada umumnya, penghapusan asbes yang aman dan pemusnahan limbahnya
harus dilakukan sesuai dengan pedoman keamanan dan peraturan yang berlaku. Pekerjaan yang melibatkan asbes harus
dilakukan dengan hati-hati dan dengan mengikuti prosedur-prosedur keselamatan yang ketat untuk mencegah
pemaparan serat asbes yang berbahaya.

Net Lettable Area (NLA)


Net Lettable Area (NLA) adalah istilah yang digunakan dalam industri properti, khususnya pada properti
komersial seperti perkantoran atau pusat perbelanjaan. NLA merujuk pada total luas area dalam suatu gedung yang
dapat disewakan atau digunakan oleh penyewa. Ini mencakup area atau ruang yang dapat menghasilkan pendapatan
sewa bagi pemilik atau pengelola properti.
NLA biasanya tidak termasuk area umum atau fasilitas bersama yang tidak dapat disewakan secara langsung
kepada penyewa individu. Beberapa contoh area yang termasuk dalam NLA meliputi ruang perkantoran, toko atau unit
ritel, atau area komersial lainnya yang dapat diatur untuk disewakan.
Pentingnya konsep NLA terletak pada kemampuannya untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang
potensi pendapatan sewa dari suatu properti. Pemilik atau pengelola properti dapat menggunakan NLA untuk
menghitung harga sewa per satuan luas (misalnya, harga per meter persegi) dan untuk merencanakan penggunaan ruang
yang paling efisien untuk mencapai pendapatan maksimal.
Dalam penilaian properti komersial, NLA adalah faktor penting yang dipertimbangkan bersama dengan faktor-
faktor lainnya seperti lokasi, kualitas bangunan, dan fasilitas yang disediakan. Oleh karena itu, pemahaman NLA sangat
penting bagi para pelaku industri properti yang terlibat dalam pembelian, penjualan, atau pengelolaan properti
komersial.

7.2. Building Environmental Simulation and Analysis


Basic
a. OTTV → Aplikasi Sederhana (Excell)
b. DIALUX → Berafiliasi Dengan Produk Lampu
c. CFD → Complementary Software Autodesk
Advance
a. Energy Plus

OTTV

DIALUX CFD ENERGY PLUS


Konsep dan Strategi Desain Arsitektural Berkelanjutan yang Bertanggunng Jawab untuk mencapai
Green and Sustainable Lifestyle (12, 13, & 14)

8.1. Built Environmental Management


8.2. Professional Responsibility in Sutainable Environmental Design
8.3. Regulation and Standar for Sustainable Architecture

1. Konsep dan Strategi Desain Arsitektural berkelanjutan yang bertanggung jawab untuk mencapai green and
sustainable lifestyle
- Siapa yang bertanggungjawab?
- Konsep dan Strategi nya?
2. Kata ‘bertanggungjawab’ tetap melekat dengan pihak pemeran/pelaku.
3. Dalam hal ini bisa:
- Pencetus ide, penyusun konsep, sampai dengan pihak yang menerapkan konsep dan strategi tersebut.

8.1. Built Environmental Management (Pengelolaan Lingkungan Binaan)


1. Lingkungan Binaan memang harus selalu dikelola DENGAN BAIK DAN BENAR, dengan cara yang bertanggung
jawab
2. Kriteria sustainableuntuk pengelolaan lingkungan binaan dan bangunan salah satunya diturunkan menjadi kriteria
pengelolaan lingkungan binaan dan bangunan yang layak huni, ramah lingkungan, hijau, smart, hemat energi,
“maitenance free”, zero waste, zero carbon emmision, dan lainnya.
3. Pengelolaan lingkungan secara umum
4. Pengelolaan lingkungan secara khusus → lingkungan binaan dan arsitektur

Pengelolaan Lingkungan secara Umum


1. Konsep manajemen lingkungan (yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia)
2. ISO seri 14.001 (Enviroment Management System/EMS)
3. Merupakan standard international tentang pengelolaan lingkungan hidup
4. Prinsip dasarnya bertujuan untuk menyediakan dukungan perlindungan lingkungan hidup melalui suatu sistem yang
menghasilkan perbaikan lingkungan hidup secara berkelanjutan.
5. Model standard ISO 14.001 menerapkan model dasar manajemen yaitu planning, organizing, actuating,dan
controlling.
6. Sangat dipengaruhi oleh faktor kemauan dan kemampuan sumber daya manusia yang menjalankannya
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
8. Instrumen pengelolaan
- Perencanaan;
- Pemanfaatan;
- Pengendalian;
- Pemeliharaan;
- Pengawasan;
- Penegakan hukum.
9. UU ini mengakomodasi seluruh tidakan pencegahan yang meliputi tindakan preventif, represif maupun tindakan
konservatif.

Pengelolaan Lingkungan secara Khusus


1. Uu Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
2. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung
3. Lebih bersifat teknikal, belum mengaitkan dengan Pembangunan berkelanjutan.
Kuliah 13

8.2. Professional Responsibility in Sutainable Environmental Design

Bertanggung Jawab
1. Sesuatu yang mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dilakukan
2. Bertanggung jawab secara umum, apapun profesi dan peran seseorang dalam Pembangunan
3. Begitu pula untuk lingkungan binaan dan arsitektur.
4. Kriteria individu maupun kelompok atau institusi yang berperan dalam pembangunan lingkungan binaan dan
arsitektur berkelanjutan secara umum adalah

Mempunyai pemahaman yang utuh dan komprehensif dan integral (menyeluruh dan terpadu) dalam hal susdev
dan sustar.
1. paham mengenai definisi, peristilahan, dan pengertiannya yang terkait dengan sustainable architecture, sustainable
development, beserta ragam aksi menuju kondisi sustainable pada aspek sosial, ekononi, maupun lingkungan.
2. paham mengenai latar belakang urgensi sus dev dan sustar (pembangunan lingkungan binaan dan arsitektur
berkelanjutan)
3. paham mengenai permasalahan/isu yang ada terkait dengan pembangunan sosial, ekononi dan lingkungan, serta
integrasi ketiganya
4. paham mengenai alternatif strategi pemecahan masalah dari problem terkait dengan sus dev dan sustar.
5. paham mengenai alternatif aksi dan teknologi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dan memperbaiki
kondisi di ketiga bidang tersebut.
6. paham mengenai visi dan misi untuk mencapai kondisi lingkungan binaan yang berkelanjutan di ketiga aspek
tersebut.
7. paham mengenai regulasi yang terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan dan sustar.
8. Mempunyai komitmen dan konsistensi, baik dalam hal tekad, motivasi/niat maupun tindakan untuk menuju
lingkungan binaan yang sustainable
9. Melakukan segala tindakan yang selalu bersandar pada prinsip-prinsip susdev dan sustar.
10. Memilki kompetensi memadai yang diakui, untuk mengambil peran dalam susdev dan sustar tersebut adalah melalui
rekognisi formal, antara lain sebagai profesional yang bersertifikat, atau berlisensi.
11. Selalu menyadari bahwa segala tindakan pada lingkungan binaan dan arsitektur selalu terkait dengan ekosistem
secara luas, antara individu dengan individu lainnya, antara individu dengan lingkungan alamnya, dan antara
individu dengan Penciptanya. Segala tindakan selalu berdasarkan bertanggung jawab terhadap sesama individu,
terhadap alam ciptaan, terhadap Penciptanya.
Kuliah 14

8.3. Regulation and Standar for Sustainable Architecture


1. Green Product Certifications
2. Single-Attribute Product Certifications
3. Multi-Attribute Product Certifications
4. Green Building Rating And Certification Systems

ASHRAE (American Society of Heating and Air-Conditioning Engineers


1. Standar ANSI/ASHRAE/USGBC/IES 189.1, Standar untuk Desain High- Kinerja Bangunan Ramah Lingkungan
Kecuali Bangunan Perumahan Bertingkat Rendah, standar ini memberikan persyaratan minimum untuk lokasi,
desain, konstruksi dan operasi di bahasa wajib yang dapat ditegakkan kode. Upaya kolaboratif oleh ASHRAE, IES
dan USGBC, standar ini komprehensif dan mencakup bab untuk lokasi, air, efisiensi energi, kualitas lingkungan
dalam ruangan, dan material. ASHRAE 189.1 bisa digunakan sebagai jalur kepatuhan yurisdiksi untuk IgCC.
2. Standar ASHRAE 55, Kondisi Lingkungan Termal untuk Hunian Manusia
3. Standar ASHRAE 62.1, Ventilasi untuk Kualitas Udara Dalam Ruangan yang Dapat Diterima
4. Standar ASHRAE 90.1, Standar Energi untuk Bangunan Kecuali Perumahan Bertingkat Rendah Bangunan

Standar Indonesia → SNI (Standar Nasional Indonesia)

Regulasi dan Rating Tools


1. Per Gub Dki Jakarta No 38 Tahun 2012
2. Per Walikota Bandung No 1023 Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai