kata pengantar
Banyuwangi, 2013
Tim Penyusun
Hal
i
Studi Kelayakan Wisma Atlet | ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 1
1.2.1. Maksud............................................................................................................ 1
1.2.2. Tujuan ............................................................................................................. 1
1.3. Sasaran ...................................................................................................... 2
1.4. Referensi Hukum ......................................................................................... 2
1.5. Lingkup Kegiatan ......................................................................................... 2
1.6. Keluaran ..................................................................................................... 3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1. Keolahragaan di Indonesia .......................................................................... 4
2.2. Definisi Wisma Atlet..................................................................................... 6
2.3. Tinjauan Mengenai Ruang ............................................................................ 6
2.4. Tinjauan Khusus .......................................................................................... 7
2.4.1. Tinjauan Terhadap Istirahat Atlet ................................................................... 7
2.4.2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Istirahat .................................. 9
2.4.3. Tinjauan Mengenai Desain Ruang Kamar dan Perilaku Atlet ......................... 9
2.4.4. Perancangan Kamar ...................................................................................... 11
2.5. Perbandingan Beberapa Wisma Atlet ........................................................... 13
2.5.1. Wisma Atlet Ragunan.................................................................................... 13
2.5.2. London Athlete Village .................................................................................. 15
2.5.3. Daegu Athlete Village .................................................................................... 16
BAB 3 METODOLOGI
3.1. Pendekatan............................................................................................... 19
3.2. Metodologi ............................................................................................... 19
3.3. Variabel dan Indikator ................................................................................ 20
3.4. Kebutuhan Dan Sumber Data ...................................................................... 20
3.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................................. 21
3.6. Teknik Analisis Data ................................................................................... 21
BAB 4 ANALISIS KONDISI AWAL BIDANG KEOLAHRAGAAN
4.1. Kondisi Umum Keolahragaan ...................................................................... 24
4.2. Potensi Keolahragaan Untuk Pengembangan ................................................ 26
4.3. Identifikasi Sarana Prasarana Olah Raga Yang Telah Ada dan Kebutuhan Sarana
Prasarana dalam Pengembangan Keolahragaan ....................................................... 30
4.4. Urgensi Pembangunan Wisma Atlet ............................................................. 34
BAB 5 ANALISIS KELAYAKAN LOKASI
5.1. Analisis Kesesuaian dengan Rencana Tataruang (Land Use) ............................ 35
Studi Kelayakan Wisma Atlet | iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Didalam sistem keolahragaan nasional, setiap warga negara mempunyai hak yang
sama melakukan kegiatan olahraga, memperoleh pelayanan dalam kegiatan
olahraga, memilih dan mengikuti jenis cabang olahraga yang sesuai dengan bakat
dan minatnya, memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan
pengembangan dan pengembangan dalam keolahragaan, menjadi pelakuolah
raga dan mengembangkan industri olahraga.
Perkembangan olahraga di Kabupaten Banyuwangi saatini berkembang sangat
pesat. Beberapa event olahraga baik nasional maupun internasional telah
dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi. Penyelenggaraan event olahraga
tersebut tidak hanya memberikan manfaat dari sisi prestasi olahragawan daerah
saja tetapi juga memberikan efek dari sisi pariwisata (lebih dikenal dan kunjungan
wisatawan meningkat) yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap
bidang ekonomi.
Dalam upaya untuk meningkatkan prestasi olahraga, pembinaan bibit atlet sejak
dini dan juga merealisasikan kebijakan pengembangan keolahragaan nasional
yakni melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana
olahraga maka dirasa perlu bagi Kabupaten Banyuwangi untuk membangun
Wisma Atlet. Untuk itu, pada tahun anggaran 2013 Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi akan melakukan Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet.
1.2.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah
1. Memperoleh gambaran mengenai kondisi pengembangan
kelolahragaan di Kabupaten Banyuwangi;
2. Memperoleh gambaran atas rencana pembangunan Wisma Atlet,
terutama gambaran kelayakan aspek teknis, ekonomis, finansial,
lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.
3. Mendapatkan bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pengambil
keputusan dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan pembangunan
Wisma Atlet yang layak.
Studi Kelayakan Wisma Atlet |2
1.3. Sasaran
3) Identifikasi sarana prasarana olah raga yang telah ada dan kebutuhan
sarana prasarana dalam pengembangan keolahragaan
b. Analisis Kelayakan Wisma Atlet, meliputi:
1) Analisis kesesuaian dengan rencana tataruang (land use)
2) Analisis penentuan lokasi dengan mempertimbangkan aksesibilitas,
lokasi sarana prasarana olah raga yang telah ada, kondisi topografi dan
lingkungan sekitar
3) Analisis kebutuhan sarana dan prasarana fisik wisma atlet yang
mempertimbangkan rencana cakupan, event olah raga yang akan diikuti
dan diselenggarakan, jenis cabang olahraga yang telah dan akan
dikembangkan dengan mengacu dari kajian kebutuhan sebagai tempat
pembinaan dan pengembangan atlet (program fungsi dan program
ruang);
4) Analisis dampak sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (eksternalitas)
yang meliputi:
a) Identifikasi masalah sosial, ekonomi dan budaya yang akan timbul
pada saat pra, pembangunan dan pasca pembangunan, dan rumusan
alternatif pemecahannya
b) Identifikasi multiplayer effect yang akan timbul akibat pembangunan
5) Analisis pembiayaan (finansial) dengan mempertimbangkan perkiraan
kebutuhan dana investasi pembangunan awal serta operasional dan
pemeliharaan serta alternatif sumber pembiayaan
6) Analisis managemen pengelolaan
c. Rekomendasi Kelayakan Wisma Atlet, meliputi:
1) Rekomendasi Lokasi
2) Rekomendasi Kelayakan Teknis Pembangunan
3) Rekomendasi Kelayakan dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan
lingkungan
4) Rekomendasi finansial
5) Rekomendasi manajemen pengelolaan
6) Pembuatan blockplan Wisma Atlet
1.6. Keluaran
Keluaran dari pekerjaan ini antara lain:
a. Terlaksananya study kelayakan pembangunan wisma atlet
b. Tersedianya Dokumen Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet di
Kabupaten Banyuwangi
c. Tersedianya blockplan Bangunan Wisma Atlet
Studi Kelayakan Wisma Atlet |4
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Arah pembangunan olahraga selama ini lebih fokus pada upaya meraih kemajuan
prestasi secara instan. Artinya, menganggap prestasi adalah lambang sebuah
gengsi yang pemerolehannya cukup dilakukan dalam sekejap melalui berbagai
cara. Masyarakat, bahkan telanjur mencitrakan bahwa olahraga itu identik
dengan perlombaan dan pertandingan untuk meraih kemenangan yang
diwujudkan dalam bentuk medali atau penghargaan bentuk lain. Citra itu tidak
sepenuhnya salah, namun ketika proses penyederhanaan pandangan mengenai
olahraga tidak dibarengi dengan wawasan tentang bagaimana seharusnya
olahraga itu dibangun maka nilai olahraga tidak akan membaik pada masa yang
akan datang. Strategi apapun yang hendak diterapkan dan bentuk manajemen
pembangunan seperti apa yang akan digunakan maka orientasi pembangunan
tidak boleh secara instan hanya memfokus pada satu lingkup olahraga saja.
Kebutuhan akan instrumen yang standar untuk menilai kemajuan pembangunan
olahraga makin mendesak untuk dipenuhi seiring dengan arah kebijakan
pembangunan nasional dari pola sentralistik ke desentralisasi. Dengan
kewenangan baru yang dimiliki, daerah/kota dapat berkompetisi memajukan
pembangunan olahraga. Orientasi baru dalam melihat keberhasilan
pembangunan olahraga daerah/kota, kini telah dirintis bahkan telah diujicobakan
di beberapa propinsi, yakni melalui sebuah pengkajian indeks pembangunan
olahraga yang dikenal dengan sport development index (SDI).
Indeks Pembangunan Olahraga atau Sport Development Indeks (SDI)
merupakan indeks gabungan 4 (empat) dimensi dasar pembangunan olahraga,
yaitu: partisipasi, ruang terbuka, kebugaran, dan sumber daya manusia.
Dimensi partisipasi merujuk pada banyaknya anggota masyarakat suatu
wilayah yang melakukan kegiatan olahraga. Dimensi ruang terbuka merujuk
padaluasnya tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan berolahraga bagi
masyarakat dalam bentuk lahan dan/atau bangunan. Ruang terbuka
ditentukan berdasarkan kriteria: a) digunakan untuk kegiatan berolahraga; b)
sengaja dirancang untuk kegiatan berolahraga, dan c) dapat diakses oleh
masyarakat luas. Dimensi kebugaran jasmani merujuk pada kesanggupan
tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Dimensi sumber daya manusia merujuk pada jumlah pelatih olahraga, guru
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), dan instruktur olahraga dalam
suatu wilayah tertentu. Pada Tahun 2006, SDI (Sport Development Index)
Nasional sebesar 0,280. Nilai indeks ini termasuk dalam kategori rendah
(norma SDI: 0,800–1 tinggi; 0,500–0,799 menengah; 0–0,499 rendah). Angka
0,280 dapat diartikan, bahwa tingkat kemajuan pembangunan olahraga
berdasarkan indikator yang diukur melalui komponen-komponen di dalam SDI
sebesar 30%; (3) Permasalahan olahraga nasional saat ini adalah bagaimana
menjawab tantangan untuk meningkatkan prestasi olahraga pada tingkat
Studi Kelayakan Wisma Atlet |6
Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara dunia pikir yang ideal dan
dunia nyata, atntara the transcendent ideal dan the transient, corruptible physical
state sehingga dalam perancangan arsitektur selalu meliputi kedua hal ini.
Pemenuhan kebutuhan di satu sisi juga harus diimbangi dengan keberhasilan
pemenuhan kebutuhan di sisi lain. Arsitektur berperan dalam mewadahi dan
menata aktivitas dan perilaku manusia dalam relasi dan interaksinya dengan
orang lain. Sebelum merancang sebuah ruang untuk berbagai kegiatan manusia,
harus dipahami terlebih dahulu tentang perilaku mereka. Ruang harus menjadi
perhatian perancang dan mungkin menjadi aspek yang paling berpengaruh pada
tahap analisa dalam merancang penyelesaian sebuah masalah desain.
Tubuh manusia yang berupa daging berbungkus kulit, tidak mampu menembus
dinding yang masif. Lalu bagaimana cara kita mencapai keinginan kita yaitu
menembus dinding? Tentu saja dengan membuat lubang pada dinding. Pintu
dipasang untuk membedakan jenis ruang atau menjaga privasi. Dengan demikian,
jelas fungsi arsitektur adalah mengakomodasi kebutuhan tubuh kita. Arsitektur
adalah pengalaman ruang bagi tubuh manusia. Ini yang dipahami Traceurs dan
sering dilupakan oleh para arsitek. Traceurs mencoba mengubah paradigma itu
dan memberi pemaknaan baru mengenai arsitektur. Traceur memandang
arsitektur sebagai 'rintangan' yang harus dilalui oleh tubuh mereka sendiri.
Arsitektur adalah sarana pembelajaran bagi tubuh manusia agar menjadi lebih
baik secara fisik dan mental.
Ruang dalam arti luas adalah suatu bagian dimana berbagai komponen-
komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses lingkungan
hidupnya. Dengan demikian, dimana pun terdapat suatu komponen, berarti disitu
telah terdapat ruang. Sedangkan pengertian ruang yang lebih sempit berasal dari
bahasa Latin spatium yang berarti ruangan atau luas (extent) dan bahasa Yunani
yaitu tempat (topos) atau lokasi (choros) dimana ruang memiliki ekspresi kualitas
tiga dimensional. Kata oikos dalam bahasa Yunani yang berarti pejal, massa dan
volume, dekat dengan pengertian ruang dalam arsitektur, sama halnya dengan
kata oikos yang berarti ruangan (room). Dalam pemikiran Barat, Aristoteles
mengatakan bahwa ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh
kejelasan fisik, enclosure yang terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya
dengan jelas dan mudah.
Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, agar diperoleh latihan yang efektif pada
atlet dan juga dalam upaya untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi
pertandingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah
atlet harus berada dalam keadaan sepenuhnya relaks, diperlukan istirahat yang
Studi Kelayakan Wisma Atlet |8
cukup agar tetap sehat dan kuat. Istirahat yang cukup sama pentingnya dengan
komitmen untuk berlatih keras. Tanpa istirahat, maka kondisi fisik dan mental
para atlet dapat terganggu. Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks
tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (ansietas).
Menurut Dr. Edlund (2010) ada beberapa jenis istirahat aktif, antara lain :
1. Sosialisasi
Ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu bersama teman dan hubungan
dan bahkan mengobrol dengan rekan-rekan. Menurut penelitian terbaru,
sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker, melawan penyakit
menular dan kemudahan depresi serta mengurangi resiko kematian akibat
serangan jantung. Hanya mengobrol dengan teman-teman telah terbukti
mengurangi tingkat hormon stres dan memberikan manfaat hormonal dan
psikologis.
2. Istirahat Mental
Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk mendapatkan
kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana. Membaca buku dapat
dikategorikan sebagai istirahat mental.
3. Istirahat Fisik
Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur. Tidur
berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur
merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik
(Lanywati, 2001) Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami
seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup (Guyton 1981 : 679).
Perilaku istirahat atlet dibagi menjadi 2, yaitu perilaku istirahat untuk cabang olah
raga beregu/kelompok dan cabang olahraga individu. Berdasarkan sejumlah
penelitian Weiberg dan Gould (dalam buku Dasar-Dasar Psikologi Olahraga, 2000)
mengutip beberapa laporan hasil penelitian tentang atlet sebagai berikut:
Atlet yang bermain dalam olahraga beregu cenderung lebih ekstrovert, dan lebih
dependen (menggantungkan diri pada orang lain). Sedangkan Humara (dalam
buku Psikologi Olahraga Prestasi, 2008) menyatakan bahwa olahraga yang
bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan
cabang olahraga beregu.
Dari penelitian tersebut diambil kesimpulan bahwa atlet dalam olahraga beregu
dapat beristirahat dalam kamar yang dapat menampung orang yang lebih banyak
dibanding dengan atlet olahraga individual karena atlet dalam olahraga beregu
cenderung menggantungkan diri pada orang lain dan cenderung ekstrovert. Agar
para atlet dapat beristirahat dengan nyaman, kamar atlet akan dirancang menjadi
2 tipe, yaitu kamar untuk atlet beregu dan kamar atlet individual.
Studi Kelayakan Wisma Atlet |9
Desain dalam kamus bahasa Indonesia berarti sebagai rancangan. Desain kamar
merupakan perancangan serta perencanaan atau penyusunan tata ruang di
dalam kamar. Manusia membentuk ruang, ruang membentuk manusia. "People
modify the spaces they live in, in turn are modified by them''',, (Edward Soja, 2005
dalam buku Arsitektur, Komunitas Dan Modal Sosial), hal ini memiliki arti bahwa
manusia membentuk dan menggubah ruang, dan kemudian ruang juga akan
membentuk dan menggubah manusia.
Menurut Halpern, perilaku manusia termasuk bentuk-bentuk respon psikologis,
relasi, dan interaksi sosialnya, merupakan suatu produk dari upaya mempersepsi
lingkungan, termasuk lingkungan binaan seperti wisma. Artinya, tata ruang dalam
suatu bangunan, khususnya wisma, secara teoritik memiliki pengaruh terhadap
tumbuhnya berbagai perilaku manusia, termasuk dalam interaksi social dan
aktivitas bersama guna memecahkan persoalan bersama dan untuk kemanfaatan
bersama.
Dalam arsitektur, fungsi selalu dihubungkan dengan program bangunan,
menyangkut persyaratan ruang, yang didasarkan atas fungsi ruang dan
kecocokannya dengan konteks bangunan. Program misalnya akan
memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 10
ruang tersebut dan berapa lama, serta hubungan antar ruang yang
menggambarkan tatanan sosial yang mungkin tercipta dalam bangunan tersebut
(Frederic A. Jules, 1979).
Dalam proses desain diperlukan perencanaan dalam penataan ruang atau sering
disebut dengan zoning. Untuk menyamakan persepsi maka terlebih dahulu perlu
disampaikan beberapa definisi tentang apa yang dimaksud dengan zona dan
zoning. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
yang spesifik. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai
dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan
fungsi-fungsi lain.
Dalam kaitannya dengan manusia, hal paling penting dari pengaruh ruang
terhadap perilaku manusia adalah fungsi atau pemakaian ruang tersebut.
Pengaruh ruang-ruang tersebut terhadap perilaku pemakainya cukup jelas,
karena pemakai melakukan kegiatan tertentu di masing-masing ruang tersebut.
Sesuai dengan fungsinya, ruang-ruang tersebut diharapkan mempunyai bentuk,
perabot, dan kondisi ruang tertentu. Ruang dirancang untuk memenuhi fungsi
yang lebih fleksibel. Masing-masing perancangan fisik ruang tersebut mempunyai
variabel independen yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya. Variabel
tersebut adalah ukuran dan bentuk, perabot dan penataannya, warna serta unsur
lingkungan ruang (suara, temperatur, dan pencahayaan).
Berdasarkan buku Psikologi Arsitektur dan Arsitektur dan Perilaku Manusia maka
disimpulkan bahwa ada beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dalam
membentuk sebuah ruang fisikal :
a. Antropometri
Antropometri sering disebut juga faktor-faktor manusiawi (human factor).
Menurut Grandjean dalam buku Psikologi Arsitektur, data antropometri
digunakan untuk menentukan spesifikasi dimensi fisik ruang, dalam hal ini
adalah kamar, perabotan, peralatan sampai ke pemakaiannya. Prinsipnya
adalah memantaskan atau menyamankan manusia dan untuk menghindari
ketidakcocokan fisik antara dimensi desain dengan dimensi pemakai.
b. Privasi
Irwin Altman menyatakan model pengaturan diri manusia secara konseptual,
dimana manusia menganggap ruang personal dan territorial menjadi
mekanisme utama untuk mendapatkan privasi. Privasi sebagai kemampuan
untuk memisahkan diri orang lain, serta adanya ukuran-ukuran fisik dari
ruang untuk mendapatkan privasi.
• Ruang Personal (personal space)
Manusia mempersepsikan ruang di sekitarnya lengkap dengan isinya dan
tidak berdiri sendiri. Jika isi ruang itu adalah manusia lain, orang langsung
akan membuat suatu jarak tertentu antara dirinya dan orang lain, dan
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 11
Kamar tidur merupakan area yang paling pribadi. Seiring perkembangan zaman,
kamar tidur tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk tidur. Sehingga
mengubah yang terstruktur menjadi bentuk-bentuk baru dari pola yang
tradisional dan standar. Kamar tidur saat ini bisa dijadikan juga sebagai tempat
untuk menghabiskan waktu senggang. Berdasarkan literatur yang bersumber dari
buku maupun internet, dalam perancangan ruang kamar, hal-hal detail yang
harus diperhatikan adalah :
a. Ukuran dan Proporsi
Faktor manusia, dalam hal ini atlet, merupakan pengaruh utama terhadap
bentuk, proporsi dan skala ruang maupun perabot yang akan digunakannya.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 12
Pada kawasan Gelora Ragunan terdapat Wisma Atlet, yang terdiri dari 3 lantai
dimana pada lantai 1 terdiri dari 20 kamar untuk wanita, lantai 2 terdiri dari 26
kamar untuk pria, dan lantai 3 terdiri dari 26 kamar untuk pelatnas. Pencapaian
ke Gelora Ragunan ini dapat dikatakan tidak terlalu mudah karena sedikitnya
kendaraan umum yang masuk ke dalam kawasan ini. Hal tersebut dirasakan oleh
beberapa atlet yang tinggal di wisma ini, mereka mengatakan bahwa sulit untuk
berpergian dengan menggunakan kendaraan umum.
Wisma ini juga menyediakan kamar untuk disewakan sehingga masyarakat umum
juga bisa menetap di wisma ini. 1 kamar tidur diisi oleh 2-4 orang, dilengkapi
dengan ranjang susun, kamar mandi, AC, meja, lemari pakaian. Untuk pintu pada
kamar wisma atlet ragunan ini menggunakan swing door dengan ukuran tinggi
2,4m dan lebar 85cm dan juga terdapat 2 buah jendela dengan ukuran tinggi 2m
dan lebar 50cm, dilengkapi pula beberapa bovenlicht kecil.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 15
(Sumber : http://www.thisislondon.co.uk)
Perkampungan atlet London ini didirikan untuk digunakan pada event Olimpiade
2012. Pada perkampungan atlet ini terdapat fasilitas-fasilitas serta hunian untuk
para atlet sebanyak 2400 unit yang terbagi dalam 14 bangunan, tiap bangunan
memiliki 10 lantai. Luasan kamar tersebut tidak kurang dari 12m2, 1 kamar diisi
oleh 2 orang atlet. Total tempat tidur pada penginapan atlet tersebut adalah
16.900 buah, 10.500 untuk atlet-atlet, 6.400 untuk team officials.
(Sumber : http://www.thisislondon.co.uk)
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 16
(Sumber : http://daegu2011.blogspot.com)
Diperkirakan sebanyak 3.500 atlet dan 930 staff dapat tinggal disana. Dalam
kamar atlet tersebut tidak hanya tersedia tempat tidur dan meja, tetapi
disediakan juga lampu untuk membaca, coffee pot, microwaves, meja, dan juga
sofa sehingga atlet-atlet dapat beristirahat dengan nyaman.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 17
(Sumber : http://daegu2011.blogspot.com/2011)
Dari beberapa contoh wisma atlet diatas dapat dibandingkan sebagai berikut:
Wisma Atlet
Item
Ragunan London Daegu
Bentuk segiempat segiempat segiempat
Perabot Tempat tidur, lemari, meja Tempat tidur, Tempat tidur,lampu untuk
kerja dan kursi, nakas lemari,nakas membaca, coffee pot,
microwaves, meja, sofa
Tipe Kamar adanya perbedaan kamar adanya perbedaan adanya perbedaan kamar
atlet cabang olahraga kamar antar pria dan atlet cabang olahraga
individu dan beregu, wanita individu dan beregu, antar
perbedaan kamar pria dan pria dan wanita
wanita
Kapasitas 2-4 orang 2 orang 1-2 orang
Ukuran Kamar ± 4m x 6,5m ± 3m x 4m ± 4m x 5m
Pintu Swing door 200cm x 85cm Ada Ada
Jendela Ada (2buah) 200cm x 50cm Ada 240cm x 70cm Ada 70cm x 120cm
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 18
Secara umum, perbandingan wisma atlet dengan wisma umum adalah sebagai
berikut :
Wisma
Wisma Atlet Wisma Umum
Perabot Secara umum, tempat tidur, lemari, Secara umum, tempat tidur, lemari, meja
meja kerja dan kursi, nakas kerja dan kursi, nakas, TV, sofa/tempat
duduk.
Bentuk Segiempat Segiempat
Tipe Kamar memiliki beberapa macam tipe memiliki beberapa macam tipe kamar
kamar, adanya perbedaan kamar dengan berbagai daya tampung, tidak ada
berdasarkan cabang olahraga dan perbedaan kelompok kamar, biasanya
juga perbedaan gender untuk hunian sementara keluarga atau
keperluan bisnis.
Pintu swing door swing door
Jendela Ada ada
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 19
BAB 3
METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
3.1. Pendekatan
Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam kerangka Acuan
Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih dahulu
prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih dahulu
dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan diambil
dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan
kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga
tujuan akhir tidak tercapai.
Sangat diperlukan membuat identifikasi dan mengerti ruang lingkup, pekerjaan
yang akan dilaksanakan nantinya sebelum memutuskan metode pelaksanaan
yang diperlukan. Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam
Kerangka Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan
lebih dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih
dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan
diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan
kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga
tujuan akhir tidak tercapai. Sangat diperlukan membuat identifikasi dan mengerti
ruang lingkup, pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya sebelum memutuskan
metode pelaksanaan yang diperlukan.
3.2. Metodologi
Data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari nara sumber yang antara terdiri dari atas :
1. Pejabat Pemerintah terkait (Bupati, BAPPEDA, Institusi pemerintah dan
swasta yang membidangi olahraga dan kepemudaan, dll), untuk mengetahui
kebijakan yang diambil dalam pendirian Wisma Atlet.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 21
Studi ini dibagi dalam dua tahap pengumpulan data. Tahap pertama di fokuskan
kepada aktivitas desk research yang meliputi telaah pustaka dan pencarian data
sekunder. Tahap kedua akan memfokuskan pada pencirian data primer melalui
wawancara mendalam (indepth interview) dengan nara sumber terpilih baik dari
kalangan pejabat pemerintahan, maupun masyarakat. Adapun teknik pengolahan
data didasarkan kepada aspek-aspek analisis kelayakan yang antara lain :
1. Aspek Kelayakan Teknis, melalui teknik analisis deskriptif terhadap variabel-
variabel yang telah ditentukan.
2. Aspek Kelayakan Finansial, melalui Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Returns (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio.
3. Aspek Kelayakan Lingkungan diterapkan secara deskriptif untuk mengetahui
dan mengukur kemanfaatan dan kerugian yang diprediksi akan muncul
dengan adanya fasilitas Wisma Atlet.
JUMLAH
NO CABANG OR PELATIH WASIT ATLET
CLUB
LK RG NAS JML LK RG NAS JML LK RG NAS JML
1 Atletik 24 6 1 31 - 63 31 94 538 13 9 560 26
2 Sepeda 20 4 24 35 - - 35 592 5 3 600 48
3 Basket 128 10 3 141 27 2 - 29 1.400 20 2 1.422 141
4 Billiard 60 4 64 21 - - 21 925 - - 925 96
5 Bola Volley 826 10 11 847 70 25 12 107 24.250 24 6 24.280 839
6 Bulutangkis 426 7 - 433 94 5 1 100 8.434 14 2 8.450 872
7 Catur 18 6 - 24 15 - - 15 1.912 6 2 1.920 24
8 Drum Band 54 3 1 58 19 - - 19 3.696 50 4 3.750 182
9 Judo - - 2 2 - - 1 1 39 15 1 55 2
10 Karate 34 - - 34 17 3 - 20 527 - - 527 20
11 FKTI 7 4 1 12 20 4 1 25 1.147 14 2 1.163 17
12 Menembak 1 2 3 2 - - 2 21 5 1 27 2
13 Panahan 2 1 - 3 2 - - 2 42 - - 42 3
14 Panjat 16 - - 16 16 - - 16 400 - - 400 16
Tebing
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 28
JUMLAH
NO CABANG OR PELATIH WASIT ATLET
CLUB
15 Pencak 33 4 3 40 40 5 1 46 5.127 15 1 5.143 33
Silat
16 Angkat Besi 17 1 - 18 17 1 - 18 593 7 - 600 17
Dan Berat
17 Renang - - 0 45 - - 45 1.521 80 3 1.604 32
18 Senam 50 15 3 68 33 - - 33 4.495 5 - 4.500 34
Artistik
19 Selam 2 - - 2 19 - - 19 120 - - 120 1
20 Sepakbola 270 6 2 278 37 9 - 46 4.288 26 6 4.320 272
21 Sepak 28 - - 28 12 - - 12 238 - - 238 25
Takraw
22 Taekwondo 26 2 - 28 6 - - 6 150 2 - 152 14
23 Tenis 11 1 - 12 30 - - 30 1.559 1 - 1.560 156
24 Tenis Meja 48 6 - 54 27 - - 27 7.602 - - 7.602 27
25 Tinju 3 - - 3 6 - - 6 45 - - 45 3
26 Wushu - 2 - 2 3 - 1 4 13 22 - 35 2
Keterangan : LK Lokal, RG Regional, NAS Nasional
Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi secara aktif terlibat dalam even olahraga regional dan
nasional serta internasional. Pada Pekan Olahraga Provinsi IV yang
diselenggarakan di Madiun tahun 2013, Kabupaten Banyuwangi mengirimkan 217
atlet untuk mengikuti kompetisi pada 23 cabang olah raga (Cabor) Porprov.
Cabang olahraga unggulan dalam even tersebut antara lain yakni atletik, wushu,
taekwondo, panjat tebing, voli pantai dan silat. Adapun hasil perolehan medali
dalam Porprov IV tersebut adalah:
4.3. Identifikasi Sarana Prasarana Olah Raga Yang Telah Ada dan
Kebutuhan Sarana Prasarana dalam Pengembangan Keolahragaan
LAPANGAN
No Cabang Olahraga Semi Gelanggang
Permanen Jumlah
Permanen Olahraga
1 Atletik - 2 - 2
2 Sepeda - 2 - 2
3 Basket 96 28 - 124
4 Billiard - 96 - 96
5 Bola Volley - 1.213 1 1.214
6 Bulutangkis - 823 3 826
7 Catur - 5.214 - 5.214
8 Drum Band - 125 - 125
9 Judo - 1 - 1
10 Karate - 16 - 16
11 Fkti 17 3 - 20
12 Menembak - 2 - 2
13 Panahan - 3 - 3
14 Panjat Tebing - 16 - 16
15 Pencak Silat 13 20 - 33
16 Angkat Besi Dan 10 4 3 17
Berat
17 Renang 22 1 - 23
18 Senam Artistik 10 24 - 34
19 Selam 1 - 1
20 Sepakbola 214 2 - 216
21 Sepak Takraw 25 - 25
22 Taekwondo - 14 - 14
23 Tenis 47 5 - 52
24 Tenis Meja - 1.267 - 1.267
25 Tinju - 3 - 3
26 Wushu - 2 - 2
Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan jumlah lapangan yang tersedia dibandingkan dengan jumlah atlet yang ada
maka intensitas penggunaan sebagai berikut:
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 31
Perbandingan
No Cabang OR Club/ Atlet /Lap. Club /Lap.
Atlet/ Lap.
Lap. Permanen Permanen
1 Sepak Bola 20 1 2.160 136
2 Renang 70 1 1.604 32
3 Fkti 58 1 388 6
4 Pelti 30 3 312 31
5 Sepeda 300 24 300 24
6 Atletik 280 13 280 13
7 Pencak Silat 156 1 257 2
8 Persani 132 1 188 1
9 Angkat Besi dan Berat 35 1 150 4
10 Judo 55 2 55 2
11 Basket 11 1 51 5
12 Forki/ Karate 33 1 33 1
13 Drum Band 30 1 30 1
14 Panjat Tebing 25 1 25 1
15 Bola Volley 20 1 20 1
16 Wushu 18 1 18 1
17 Tinju 15 1 15 1
18 Menembak 14 1 14 1
19 Panahan 14 1 14 1
20 Taekwondo 11 1 11 1
21 Billiard 10 1 10 1
22 Bulutangkis 10 1 10 1
23 Tenis Meja 6 0 6 0
24 Catur 0 0 0 0
25 Selam 120 1 0 0
26 Sepak Takraw 10 1 0 0
Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi, data diolah
Untuk mencapai hasil pengembangan keolahragaan yang optimal, tiap cabang olahraga
seyogyanya mempunyai lapangan permanen utamanya untuk olahraga yang lapangan
olahraganya membutuhkan bangunan dengan standar tertentu. Cabang olahraga
sepakbola misalnya bila menggunakan data lapangan olahraga secara keseluruhan
perbandingan adalah 20 atlet per lapangan sedangkan apabila menggunakan lapangan
permanen jumlahnya menjadi 2.160 atlet per lapangan. Cabang olahraga renang juga
mempunyai perbandingan 1.604 atlet per satu kolam renang. Untuk olahraga sepeda
ada 300 atlet dalam satu lapangan. Tentu dengan sedemikian banyak atlet pengaturan
jadwal penggunaan lapangan menjadi sangat rumit. Untuk cabang olahraga unggulan
antara lain yakni atletik, wushu, taekwondo, panjat tebing, voli pantai dan silat
ketersediaan lapangan olahraga sudah cukup memadai kecuali atletik. Pembangunan
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 34
BAB 5
ANALISIS KELAYAKAN LOKASI
Ketiga alternatif lokasi ini masuk kedalam wilayah administratif kecamatan Giri.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 08 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032,
Kecamatan Giri masuk kedalam Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 36
Lokasi
Untuk Lokasi A dan Lokasi C yang masuk dalam Kawasan Sarana Umum Zona Sarana
Umum (SU) jenis penggunaan ruang yang diperbolehkan adalah :
a. Ruang terbuka hijau (RTH), permukiman, perdagangan dan jasa.
b. Pemakaman dan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dengan
syarat-syarat tertentu.
Sedangkan untuk Lokasi B yang masuk zonasi kawasan ruang terbuka hijau
kawasan perkotaan ketentuan umum penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
b. penerapan konsep taman kota pada lokasi yang potensial di seluruh
kabupaten untuk menjaga kualitas ruang dan estetika lingkungan;
c. diizinkan seluruh kegiatan untuk menambah RTH agar mencapai 30%
(tiga puluh persen);
d. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang
kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dalam hal ini Wisma Atlet
masuk kedalam bangunan penunjang Gelanggang Olahraga.
e. rencana pengelolaan RTH sepanjang perbatasan wilayah kabupaten
adalah minimum 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan garis batas
wilayah kecuali pada kawasan perbatasan yang sudah padat
bangunan-bangunan mengacu pada rencana pola ruang;rencana
pengelolaan ruang terbuka sepanjang jalur instalasi listrik tegangan tinggi
mengacu pada ketentuan yang berlaku; dan pemanfaatan ruang
terbuka non hijau diprioritaskan pada fungsi utama kawasan dan
kelestarian lingkungan yang sekaligus berfungsi sebagai tempat evakuasi
bencana;
f. dilarang seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
g. pengawasan ketat dari pemerintah terkait kegiatan budidaya yang
mempengaruhi fungsi RTH atau menyebabkan alih fungsi RTH.
Wisma Atlet yang akan dibangun di sekitar Gelanggang Olahraga ini diharapkan
dapat dapat mendukung peningkatan prestasi olahraga di Kabupaten
Banyuwangi. Wisma Atlet diproyeksikan sebagai tempat akomodasi para atlet
yang mengikuti pemusatan latihan secara intensif. Selain fungsi utama sebagai
sarana penunjang atlet tersebut Wisma Atlet diproyeksikan memiliki nilai
komersial dengan memberikan layanan jasa hospitality yang setara dengan
layanan hotel berbintang 2 (dua) kepada masyarakat umum atau pihak yang
berkepentingan dengan atlet. Konsep pengembangannya seperti pada Hotel Atlet
Century di Senayan Jakarta atau Grand Elty Atlet Hotel Samarinda.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 40
Industri layanan jasa perhotelan tidak terlepas dari keadaan perekonomian global
dan nasional. Pada tahun 2013 perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih
baik dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa perkembangan positif di akhir
tahun 2012 dan awal tahun 2013 seperti tercapainya kesepakatan di AS mengenai
penurunan defisit anggaran (fiscal cliff, meningkatkan optimisme prospek
pertumbuhan global yang lebih baik di tahun 2013. Walaupun demikian, masih
terdapat berbagai faktor risiko ke depan yang perlu diwaspadai seperti proses
negosiasi penetapan pagu utang (debt ceilnng dan pemotongan belanja secara
otomatis (automatic spending cut di AS, kemungkinan terjadinya pertumbuhan
ekonomi yang tertahan di China, Jepang dan India, serta penyelesaian krisis
Eropa.
Proyeksi
Negara/Kawasan
2012 2013 2014
PDB Dunia 3.1 3.4 3.9
Jepang 2.2 0.8 1.1
Amerika Serikat 2.0 2.0 2.6
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 41
Proyeksi
Negara/Kawasan
2012 2013 2014
Kawasan Eropa -0.5 0.1 1.0
Perancis 0.3 0.6 1.1
Jerman 0.8 0.9 1.4
Italia -2.4 -0.7 0.5
Spanyol -1.9 -1.2 0.8
Negara Kawasan -0.8 -0.1 0.7
Eropa Lain
China 7.7 8.0 8.2
India 5.5 6.0 6.4
Sumber: Bank Indonesia
Arah kebijakan tersebut akan dilakukan melalui lima pilar bauran kebijakan.
Pertama, kebijakan moneter akan ditempuh secara konsisten untuk
mengarahkan inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran yang ditetapkan. Kedua,
kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan rupiah sesuai
dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan
untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Keempat, penguatan strategi
komunikasi kebijakan untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia.
Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mendukung
pengelolaan ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan.
Di sepanjang tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh
pada batas bawah dari rentang 7,00% s.d 7,25% (yoy), sedikit lebih rendah
dibandingkan 2012. Namun demikian, pertumbuhan ini diperkirakan masih
yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa maupun nasional.
Masih tingginya konsumsi masyarakat seiring meningkatnya proporsi usia
produktif di Jawa Timur masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi
Jatim. Selain itu, adanya momentum PILKADA pada Agustus 2013 diperkirakan
turut mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim baik dari konsumsi rumah
tangga maupun pemerintah. Namun demikian, konsumsi barang tahan lama
khususnya kendaraan bermotor roda empat akan sedikit tertahan jika kebijakan
pengurangan subsidi BBM jadi diberlakukan pada tahun ini. Sementara itu,
berbagai upaya pemerintah melalui perbaikan infrastruktur, penyederhanaan
birokrasi pengajuan izin usaha serta upaya peningkatan kerjasama investasi
melalui kunjungan antar negara/daerah diharapkan dapat terus mendorong
minat investor asing dan dalam negeri.
Selanjutnya, optimisme pengusaha akan perbaikan kinerja ekspor luar negeri
Jatim dengan berbagai strategi perusahaan dan pemerintah diharapkan terus
mengalami perbaikan, khususnya dengan adanya insentif pemerintah untuk
mengembangkan produk hortikultura dan pertanian organik di beberapa sentra
produksi Jatim. Mencermati perkembangan sektor industri pengolahan yang
diperkirakan akan membaik pada triwulan II dan III, yang dipicu oleh
meningkatnya konsumsi domestik dengan berbagai momentum perayaan
keagamaan akan mempengaruhi perbaikan transaksi impor luar negeri terutama
untuk intermediate goods yang menjadi bahan baku sektor industri
pengolahan. Secara keseluruhan, transaksi perdagangan luar negeri
diperkirakan kembali mencatat nilai netekspor. Indikator berikutnya yaitu belanja
modal pemerintah berdasarkan data rencana APBD 2013 diperkirakan mengalami
peningkatan dengan didukung membaiknya awareness pemerintah daerah
tingkat kab/kota.
Di sisi penawaran, meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam kegiatan
wisata turut mendorong kinerja subsektor hotel dan restoran, ditambah dengan
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 43
2. Labor Intensive
Hotel mengerjakan pekerja terampil yang berlatar belakang pendidikan
hotel dalam jumlah yang besar, baik karena jasa pelayanan belum
banyak yang dapat digantikan oleh mesin, juga karena hotel beroperasi
24 jam yang memerlukan 3 shift.
3. Sensitif dalam persaingan
Elastisitas permintaan (demand) oleh karena penurunan jumlah
kunjungan wisatawan atau jumlah hotel-hotel dengan kelas dan type
sama yang berlebihan disuatu tempat, akan cepat berdampak kepada
perang tarif. Belum lagi soal Citra, Brand Name, Kompetitor lama dan
baru, Selera Konsumen, Marketing Mix dan lain-lain.
4. Sensitif terhadap perubahan kondisi
Kondisi Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik dan Keamanan serta
Ketertiban/Kepastian Hukum sangat besar pengaruhnya terhadap
pengembangan dan kegiatan usaha perhotelan pada umumnya.
5. Heterogen dalam pelayanan
Service outputnya (produktifitas kerja karyawan) bervariasi, baik dalam
cara, kualitas, waktu maupun tempatnya.
6. Produk dan Jasa yang dijual adalah intangble
Contoh barang dan jasa yang dijual tidak bisa dibawa-bawa untuk
ditunjukkan kepada calon pembeli, sehingga harus pandai-pandai
meyakinkan mereka dengan berbagai cara yang dapat menarik
perhatian calon konsumen misalnya dengan menggunakan media
promosi berupa gambar-gambar/brochures dan berbagai penwaran
yang dapat menarik pengunjung.
7. Produknya perhisable
Barang yang dijual tidak dapat disimpan atau ditimbun : misalnya pada
kamar yang tidak terjual pada suatu hari berarti hilanglah pemasukan
pada hari itu.
8. Inseparability dengan gedung dan lokasinya
Produknya harus dikonsumsi ditempat produk itu dihasilkan, sehingga
pembeli harus mendatangi hotel.
Menurut hasil penelitian, pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia
untuk akomodasi merupakan yang tertinggi dibandingkan lain-lain pengeluaran
selama kunjungannya. Oleh adanya produk-produk dan jasa dalam aktivitas
pariwisata itulah maka usaha-usaha tersebut kemudian disebut sebagai sebuah
industri. Tersedianya hotel-hotel yang baik meningkatkan citra suatu Negara,
terutama yang sedang berkembang, karena merupakan prasyarat bagi orang-
orang yang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya, bagi para
wisatawan, para investor, pengusaha/pedagang , diplomat asing maupun
masyarakat dan pengguna jasa lainnya. Hotel memberikan kesempatan kerja
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 45
dalam jumlah yang besar, juga merupakan penyumbang pajak yang besar bagi
Negara dan saat ini merupakan penghasil devisa terbesar setelah minyak dan gas
bumi.
Saat ini di Kabupaten Banyuwangi baru terdapat 2 Hotel berbintang dan 67 hotel
kelas melati dengan kapasitas total sebanyak 2011 kamar. Sehingga peluang
pembangunan hotel masih sangat memungkinkan utamanya untuk pasar hotel
berbintang.
Secara rinci variabel yang dispesifikan dalam penentuan lokasi adalah sebagai
berikut:
A. Aksebilitas Jalan
Lokasi B terletak di jalan lingkungan GOR dibelakang kolam renang sedangkan di
Lokasi C terletak di Jalan Kusuma Bangsa. Jalan utama yang terdekat dengan lokasi
pembangunan Wisma Atlet adalah Jalan Gajah Mada. Jarak lokasi A dengan Jalan
Gajah Mada sekitar 417 meter sedangkan jarak lokasi B ke Jalan Gajah Mada kurang
lebih 835 meter.
Berdasarkan uraian diatas maka pembobotan untuk Kriteria aksesibilitas jalan utama
adalah sebagai berikut:
Kriteria Aksesibilitas Jalan
Kode Kriteria A
Indikator 0-1 KM 1 – 5 KM >5 KM Keterangan
Bobot 3 2 1
Lokasi B √
Lokasi C √
B. Kebersihan Lingkungan
Lokasi B dan lokasi C terletak pada lingkungan yang relatif homogen karena jarak
keduanya relatif dekat. Untuk kebersihan lingkungan; kedua lokasi relatif terjaga
karena dalam pengawasan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Banyuwangi. Untuk lokasi B terdapat lokasi pemilahan sampah sementara sehingga
agak sedikit mengganggu.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 50
Pada lokasi B terdapat sudut bebas yang memiliki keindahan yaitu kearah utara
berupa persawahan yang masih asri, arah barat pemandangan kolam renang dan arah
selatan rimbunan pepohonan. Sedangkan lokasi C arah ketimur terdapat
pemandangan berupa lapangan tenis dan atletik dan keutara arah pemandangan
indoor area.
Kriteria Kondisi Tapak
Kode Kriteria C
Indikator 3 sudut 2 sudut 1 sudut Keterangan
Bobot 3 2 1
Lokasi B √
Lokasi C √
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 51
D. Fasilitas Olahraga
Lokasi B dan Lokasi C terletak dalam komplek yang sama yaitu di area Gelangang
olahraga sehingga akses terhadap lapangan olahraga relatif dekat. Untuk lkasi A
misalnya lebih dekat untuk ke kolam renang, lapangan sepakkbola, dan lintasan
atletik. Sedangkan Lokasi C lebih dekat ke lapangan tenis dan lapangan indoor.
E. Fasilitas Umum
Lokasi B dan C relatif dekat dengan fasilitas umum utamanya sekolah. Selain itu
terdapat juga beberapa rumah makan, perkantoran, hotel dan tempat ibadah.
Sekolah yang dekat dengan lokasi antara lain TK Al Qomar, SMK PGRI 1 Giri, SMKN 1
Banyuwangi, SMU Negeri 1 Glagah, SMP Negeri Glagah, dan Smu 1 Giri Kabupaten
Banyuwangi. Selain itu dalam jarak kurang dari 1 km terdapat 2 masjid dan kantor
polsek Giri. Selain itu terdapat juga minimarket dan layanan perbankan dalam jarak
yang relatif dekat.
Dari gambar 8 tampak build up building yang ada cukup mendukung keberadaan
Wisma Atlet.
Kriteria Fasilitas
Kode Kriteria E
Belum Keterangan
Cukup
Indikator Terbangun terbangu
Terbangun
n
Bobot 3 2 1
Lokasi B √ Build up fasilitas
Lokasi C √ pendukung
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 52
H. Status Lahan
Lokasi B dan C merupakan aset pemerintah sehingga tidak memerlukan pembebasan
lahan.
Kriteria Status Lahan
Kode Kriteria H
Aset Hak Milik Hak milik Ket.
Indikator
negara BUMD Swasta
Bobot 3 2 1
Lokasi B √ Sertifikah dalam
Lokasi C √ proses penerbitan
Untuk lokasi C saat ini digunakan sebagai Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan
sehingga apabila digunakan sebagai Wisma Atlet perlu lahan pengganti dan bangunan
pengganti. Proses tukar guling lahan membutuhkan proses yang panjang dan biaya
pengadaan tanah yang relatif besar.Untuk lokasi B perlu lahan pengganti Ruang
Terbuka Hijau yang dialihgunakan sebagai Wisma Atlet.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 54
Kekurangan
1. Merupakan Kawasan Ruang Terbuka Hijau yang masuk dalam penilaian
Adipura sehingga perlu adanya lahan RTH pengganti dan mengembalikan
keaneragaman hayati seperti yang ada saat ini.
2. Pengembangan lokasi relatif terbatas. Untuk ke arah utara terdapat
sungai sehingga perlu jembatan sedangkan arah ke timur terbatas pada
perumahan penduduk.
3. Lokasi relatif jauh dari jalan utama sehingga perlu rekayasa akses
misalkan dengan membuat jalan masuk dari sisi utara kolam memanjang
kearah timur.
B. Lokasi C
Kelebihan
1. Akses ke lokasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan Lokasi B.
2. Area lebih luas sehingga memudahkan penataan lanscape bangunan
Wisma Atlet.
3. Lahan pada lokasi C merupakan lahan padat sehingga tidak
membutuhkan pengurukan.
4. Peraturan zoning yang lebih terbuka.
Kekurangan
1. Saat ini lokasi masih ditempati oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
sehingga untuk pengalihfungsian membutuhkan lahan dan bangunan
pengganti yang membutuhkan anggaran yang relatif besar serta waktu
yang relatif lama.
2. Perlu rekayasa lalu lintas yang lebih komplek dibandingkan Lokasi B.
Selain itu pada lapangan indoor dapat juga dipertandingkan olahraga antara lain:
7. Basket
8. Tenis meja
9. Silat
10. Wushu
11. Taekwondo
12. Judo
Dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana olahraga yang ada dan jumlah
atlet level regional maka komposisinya adalah sebagai berikut:
Ruang yang menjadi kebutuhan para atlet adalah ruang yang dapat
mengakomodasikan seluruh kegiatan harian atlet dengan baik. Mobilitas
kegiatan harian atlet sangat ditentukan oleh keberadaan ruang ini. Ruang
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 57
Ruang makan
Makan Cafetaria Bersih, pencahayaan baik, Public
penghawaan baik, sirkulasi
Ruang penyajian gerak baik.
Dapur
Ruang cuci
Gudang
Ruang pengelola
Ruang ganti
Toilet pengunjung
Toilet pengelola
Ruang kasir
Briefing area
Briefing Ruang briefing Bersih, kering, Semi Private
pencahayaan baik,
Toilet penghawaan baik, tenang,
Gudang kecil sirkulasi gerak baik.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 58
Hall serbaguna
Konferensi pers, dsb Ruang serbaguna Bersih, kering, Semi Public
pencahayaan baik,
Backstage penghawaan baik, tenang,
Ruang sirkulasi gerak baik.
Toilet
operasional
Gudang
Gudang alat
Receptionist
Test fisik dan Poliklinik Bersih, kering, tidak bau, Public
kesehatan pencahayaan baik,
Ruang tunggu penghawaan baik, tenang,
Ruang test fisik sirkulasi gerak baik.
Ruang dokter
Kamar rawat
Laboratorium
Ruang diagnosa
Apotek
Toilet
Ruang pengelola
Test psikis Ruang test psikis Bersih, kering, tidak bau, Semi Private
pencahayaan baik,
penghawaan baik, tenang.
Santai, kumpul, dsb Lounge dan Bersih, pencahayaan baik, Semi Public
Ruang bersama/ penghawaan baik, sirkulasi
kumpul gerak baik.
Ruang pamer
Pameran Hall of fame Bersih, kering, Public
pencahayaan baik,
Ruang pengelola penghawaan baik, sirkulasi
Gudang gerak baik.
Toilet
Kerja Pengelola Kantor pengelola Bersih, kering, Private
(office) pencahayaan baik,
penghawaan baik, proteksi
suara baik.
Receptionist
Melayani Lobby Bersih, pencahayaan baik, Public
Ruang ganti
penghawaan baik, sirkulasi
gerak baik.
Ruang tunggu
Ruang pengelola
Toilet
Olahraga Fitness center Bersih, pencahayaan baik, Semi Private
penghawaan baik, sirkulasi
gerak baik.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 59
Setelah didapatkan hasil kebutuhan ruang yang dibutuhkan pada wisma atlet,
berikutnya ditentukan luasan ruang. Analisis luasan ruang ini ditentukan
berdasarkan standart ruang, kapasitas ruang, dan jumlah ruang. Bangunan wisma
atlet, tentu ruang yang dominan adalah kamar tidur atlet. Kamar tidur ini akan
dirancang masing-masing kamar dihuni oleh dua orang, karena menurut Dra.
Yuanita Nasution, M.App.Sc, Psi (2001) atlet akan lebih merasa relaks apabila
memiliki teman sekamar, namun tidak boleh terlalu banyak, dua orang adalah
jumlah ideal.
Ukuran kamar tersebut masing-masing memiliki luas 26 m2 mengikuti standar
luas kamar hotel tipe deluxe. Lebih jauh lagi, maka total jumlah luas kamar yang
dibutuhkan adalah dengan luas 100 kamar x 26 m2 = 2.600 m2.
Berikut ini adalah tabel analisis luasan ruang untuk fasilitas-fasilitas penunjang
dari wisma atlet :
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 60
BAB 6
ANALISA ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
f. Penataan Landscape
Pada saat hampir terselesainya proyek pembangunan Wisma Atlet, maka
kawasan terbuka (RTH) ditanami dengan tanaman penghijauan dan
berkonsep ekologi serta estetika. Dampak potensial yang diprakirakan akan
timbul dari kegiatan penghijauan adalah peningkatan bertambahnya
keanekaragaman flora dan fauna, peningkatan kualitas udara, dan
peningkatan peresapan air ke dalam tanah.
g. Demobilisasi alat berat
Setelah kegiatan pembangunan Wisma Atlet selesai maka akan dilakukan
demobilisasi peralatan ke tempat asal peralatan tersebut melalui jalan
Desa, maupun jalan Kabupaten di wilayah Kecamatan dan sekitarnya.
Kegiatan demobilisasi alat-alat berat karena sifatnya bertahap maka
dapat menimbulkan dampak adanya penurunan kualitas udara,
gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan peningkatan volume
lalu-lintas.
h. Demobilisasi sisa material
Kegiatan demobilisasi sisa material dilakukan setelah pembangunan
Wisma Atlet selesai. Kegiatan ini bertujuan mengangkut material-material
sisa konstruksi yang sudah tidak diperlukan lagi. Kegiatan demobilisasi
sisa material diprakirakan menimbulkan dampak penurunan kualitas
udara, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan peningkatan
volume lalu-lintas.
i. Demobilisasi tenaga kerja
Setelah kegiatan pada tahap konstruksi Wisma Atlet dan infrastruktur
lingkungannya selesai maka akan dilakukan demobilisasi tenaga
kerjaKegiatan demobilisasi tenaga kerja yang terjadi pada tahap
konstruksi dapat menimbulkan dampak hilangnya kesempatan kerja dan
penurunan pendapatan bagi pekerja yang telah habis masa kontraknya
sesuai jadwal pekerjaan yang telah ditentukan.
Secara umum berdasarkan penilaian aspek sosial ekonomi, budaya dan lingkungan;
pembangunan Wisma Atlet layak untuk dilanjutkan. Adapun faktor yang mendukung
kelayakan secara sosial ekonomi, budaya dan lingkungan antara lain sebagai berikut:
a. Rencana lokasi secara eksisting merupakan Gelangang Olahraga, sehingga diharapkan
masyarakat mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap rencana
pembangunan Wisma Atlet.
b. Pembangunan Wisma Atlet akan meningkatkan aktifitas ekonomi dan diharapkan
masyarakat sekitar dapat menikmati dampak ekonomi ini
c. Secara sosial budaya, area yang akan terdampak pembangunan Wisma Atlet sejak
dahulu merupakan area yang sarat aktifitas olahraga sehingga diharapkan gegar
budaya akibat pembangunan Wisma Atlet dapat diminimalisir.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 78
BAB 7
ANALISIS KELAYAKAN KEUANGAN
Berdasarkan perhitungan jumlah kamar, nilai investasi yang ditanamkan adalah Rp.
30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah), dengan asumsi biaya investasi untuk
hotel standar bintang 2 adalah sekitar Rp. 275.000.000 – Rp. 300.000.000 per room
bay (Kamar). Investasi dilakukan dalam 2 tahun dengan masing masing sebesar Rp.
15.000.000.000,00. Berdasarkan uraian kajian kelayakan keuangan di atas maka total
investasi akan dibandingkan dengan arus kas yang dihasilkan dari setiap periode
proyek.
7.1. Asumsi-asumsi
1. Asumsi Umum
a. Asumsi pajak yang digunakan sepanjang periode penilaian adalah sebesar
25%, sesuai dengan UU Perpajakan No. 36/2008;
b. Asumsi jumlah hari kerja dalam 1 (satu) tahun adalah 365 hari;
c. Asumsi Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10,00%
d. Asumsi Pajak Daerah (Pajak Hotel dan Restoran) adalah sebesar 10 persen
2. Asumsi Penjualan Kamar dan Lain-lain
Asumsi penjualan kamar dan lain-lain didasarkan pada jumlah dan harga
kamar tersedia yang di kalkulasi dengan jumlah hari dalam setahun sehingga
didaptkan Room Nights Available yang kemudian di kalkulasi dengan
occupancy rate yang menghasilkan Room Nights Sold. Total Penjualan adalah
Room Nights Sold di kalkulasi dengan harga kamar per-room. Penggunaan oleh
atlet dihitung sebagai penjualan.
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Room Nights Sold 0 0 21.900 25.550 29.200 31.025 31.025 31.025 31.025 31.025
Occupancy Margin (%) 0% 0% 60% 70% 80% 85% 85% 85% 85% 85%
Rate
Room Nights Available 36.500 36.500 36.500 36.500 36.500 36.500 36.500 36.500
Revenue
Room Pertumbuhan 0 0 22,50% 20,00% 11,56% 5,00% 5,00% 5,00% 5,00% 5,00%
(%)
Others Pertumbuhan 0 0 22,50% 20,00% 11,56% 5,00% 5,00% 5,00% 5,00% 5,00%
(%)
WACC Calculation
Capital Structure Debt-to-Total Capitalization 15,5%
Equity-to-Total Capitalization 84,5%
Cost of Debt 10,08%
Cost of Debt Tax Rate 25,0%
After-tax Cost of Debt 7,6%
Cost of Equity 2,99%
Risk-free Rate 9,38%
Levered Beta 0,83
Cost of Equity 10,8%
Specific Risk 2,0%
WACC 12,29%
Berdasar pada hasil analisis atas risiko-risiko industri perhotelan, telah dipertimbangkan
bahwa tanah serta proyek hotel yang menjadi objek dari analisa kelayakan masih berada
dalam tahap pembangunan dimana terdapat risiko realisasi atas proyek hotel. Melihat
dari sudut pandang konsumsi dan pemasaran perhotelan, tingkat hunian (occupancy rate)
di wilayah Kabupaten tidak dapat diukur secara pasti karena sedikitnya hotel yang
memiliki kualitas setara dengan proyek Wisma Atlet dimana direncanakan akan memiliki
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 80
kapasitas 100 kamar. Berdasarkan hasil analisis serta pertimbangan diatas, ditambahkan
specifik risk sebesar 2% atas tingkat diskonto yang digunakan dalam analisis kelayakan
usaha dikarenakan terdapat unsur ketidakpastian pada arus kas bersih yang diproyeksikan
akan diterima di masa yang akan datang atas proyek hotel tersebut. Rata-rata tertimbang
biaya modal (WACC) yang digunakan dalam studi kelayakan ini adalah sebesar 12,29%.
Lanjutan
Dari hasil perhitungan pada tabel 17 maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Periode Proyeksi 2013 - 2022
Discount Rate 12,29%
Net Present Value 5.349.967.768
Internal Rate of Return 17,83%
Benefit Cost Ratio 1,178
Payback Period 9,2
Memperhatikan hasil perhitungan tersebut maka proyek ini secara finansial layak
dibangun.
Ringkasan Kelayakan Finansial Kelayakan Keterangan
Pembangunan Wisma Atlet dengan pembiayaan yang mencapai Rp. 30 Milyar diharapkan
dapat dipenuhi dengan sharing dengan pihak ketiga dengan pola kerjasama yang sesuai
dengan peraturan. Namun demikian perlu adanya skenario apabila proyek ini dibiyai
sepenuhnya dengan APBD. Biaya pembangunan sebesar Rp. 30 Milyar tentu akan sangat
membebani APBD apabila dilakukan seketika. Untuk itu perlu pentahapan agar
pembangunan Wisma Atlet dapat berjalan optimal. Untuk tahap awal agar dapat
beroperasi setidaknya yang perlu dibangun adalah sarana penunjang seluas 2600 m2 dan
Ruang hunian sebanyak 50 Room (Half capacity).
Adapun kebutuhan pembiayaan untuk Half Capacity ini adalah sebagai berikut:
Luas sarana pendukung adalah 2.600m2 = 2600 m2
Luas Ruang (50 x 24 m2) = 1.200 m2
Sirkulasi 20% = 760 m2
Luas total ruang adalah = 4.560 m
Asumsi harga satuan per meter persegi = Rp. 4.500.000,00
Kebutuhan investasi = Rp. 18.240.000.000,00
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 84
Dengan pembangunan Wisma Atlet dengan skenario Half Capacity maka biaya yang
dibutuhkan adalah Rp. 18.240.000.000,00. Pada skenario ini bangunan Wisma Atlet telah
siap untuk peningkatan dan penambahan ruang dimasa datang. Berdasarkan perhitungan
keuangan pada tabel 19 maka kelayakan keuangan dengan skenario Half Capacity adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan data tersebut pembangunan Wisma Atlet dengan kapasitas separuh masih
layak secara ekonomi.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 85
Lanjutan
BAB 8
ANALISIS KELAYAKAN MODEL MANAJEMEN
Pembangunan Wisma Atlet tidak dapat dilepaskan dari komplek sarana olahraga
yang ada di sekitarnya. Pembangunan Wisma Atlet yang menelan biaya yang
tidak sedikit dan biaya proyek ini tentunya tidak dapat ditanggung sendiri oleh
pemerintah Kabupaten. Proyek ini memerlukan bantuan lain baik dari pihak
swasta atau pemerintah pusat serta masyarakat diharapkan dapat mengurangi
beban biaya dana rencana pembangunan. Oleh karena itu, pihak pemerintah
Kabupaten bisa melibatkan pihak swasta. Agar lebih menarik akan lebih baik
pembangunan Wisma Atlet disatukan dalam infrastruktur komplek sarana olah
raga terpadu. Sebelum melakukan kerja sama dengan pihak swasta sebagai
investor dalam pengembangan sarana infrastruktur komplek Gelanggang
Olahraga ini, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa aspek keuntungan
dan kerugiannya.
Pertama, bangunan yang bersifat public service (non profitable), yaitu
pembangunan infrastruktur yang bertugas mengembang tugas pelayanan
masyarakat dalam hal ini hidang keolahragaan cukup tinggi, dimana kemungkinan
mendatangkan keuntungan secara finansial sangat rendah, dilaksanakan dengan
pendanaan pemerintah sepenuhnya, meliputi stadion utama dan stadion atletik.
Peran pemerintah sangat dominan, baik dalam pengendalian dan pengawasan,
sedang dalam hal konstruksi dan pengelolaannya dapat diserahkan ke pihak
swasta melalui kerjasama dengan resiko investasinya cukup rendah bagi pihak
swasta, bentuk kerjasama dengan mitra swasta dalam pembangunan
infrastruktur yang sesuai adalah turn-key delivery, sedang dalam pengelolaannya
dapat dilaksanakan oleh badan pengelola atau melaui kerjasama pengelolaan
dengan mitra swasta melalui manajemen kontrak.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 89
Kedua, yaitu bangunan yang bersifat semi publik (semi profit), dilaksanakan
dengan pendanaan dari swasta. Pada bangunan semi profit masih dimungkinkan
adanya keuntungan finansial serta mampu membiayai keperluan operasional dan
pemelihranaan fasilitas infrastruktur yang meliputi: indoor stadium, aquatic
center, tennis court. Kerjasama dengan swasta adalah melalui BOT (build operate
transfer) untuk pembangunan dan pengelolaan, serta KSO (kerjasama
operasional) untuk pengelolaan.
Ketiga, yaitu bangunan yang bersifat komersil (profit), dilaksanakan dengan
pendanaan dominan dari swasta. Dalam pembangunan ini dituntut untuk
menghasilkan profit yang tinggi sehinggan pemerintah tidak perlu
menganggarkan dana subsidi APBD, meliputi wisma atlet. Peran pemerintah
sangat minim, baik itu dalam hal perencanaan, pembangunan, pendanaan,
pengawasan, pengelolaan, dan pemeliharaan. Bentuk kerjasama dengan mitra
swasta yang sesuai adalah dengan concession agreement.
Dari beberapa aspek keuntungan dan kerugian tersebut, pemerintah dapat
mempertimbangkan bentuk kerja sama dengan pihak swasta yang nantinya akan
dilakukan dalam pengembangan komplek Wisma Atlet dan komplek Gelanggang
Olahraga ini. Pemerintah bisa menggunakan bentuk kerjasama seperti: Service
Contract-Public Owner, Management Contract (Operating-Maintenance), Leasing
Contract-Public Owner, Build-Operate-Transfer (BOT), maupun Concession
Agreement-Public Owner.
Untuk pengelolaan hotel saat ini telah ada konsep kemitraan dengan jaringan
hotel. Pada model kemitraan ini setelah lahan dan lokasi tersedia, mitra (dalam
hal ini pemerintah kabupaten) menyiapkan dana pembangunan hotel, sekaligus
isinya. Dana paket awal termasuk perizinan pembangunan hotel dari pemerintah
setempat, biaya teknisi, biaya konsultasi, dan biaya persiapan (preopening).
Pengelola dan mitra kemudia menetapkan sistem bagi hasil. Total pendapatan
yang diperoleh hotel akan dimasukkan pada rekening mitra. Tapi, mitra harus
membayar biaya operasional hotel, 50 persen sampai 60 persen dari total
pendapatan.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 90
BAB 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
9.1. Kesimpulan
9.2. Rekomendasi
1. Wisma Atlet diharapkan dapat menjadi pusat pembinaan dan akomodasi bagi
atlet dan menunjang kesiapan Kabupaten Banyuwangi sebagai tuan rumah
Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur ke V tahun 2015.
2. Lokasi alternatif A yang tidak terpilih dapat digunakan sebagai Dormitory
dengan beberapa kamar dan fasilitas pendukung lainnya.
3. Lokasi yang terpilih diharapkan tetap mendukung tersedianya Ruang Terbuka
Hijau. Perlu adanya lahan pengganti yang luas minimalnya setara dengan
lokasi yang digunakan sebagai Wisma Atlet. Pada lokasi pengganti ini wajib
dilakukan penanaman kembali dan mempertahankan keanekaragaan hayati
sehingga Ruang Terbuka Hijau tetap terpelihara.
4. Berkait dengan nilai investasi yang tinggi terdapat opsi kerjasama dengan
pihak ketiga dengan beberapa model pengelolaan yang sesuai dengan
peraturan perundangan. Kerjasama manajemen merupakan opsi yang sesuai
dalam rangka pengelolaan Wisma Atlet yang profesional dan akuntabel.
5. Pengelolaan Wisma Atlet dan Gelanggang Olahraga sebaiknya dikelola secara
terpadu untuk mewujudkan kesinambungan fungsi komplek tersebut secara
keseluruhan.
6. Sebagai tindak lanjut studi kelayakan ini perlu adanya kajian teknis yang lebih
detail meliputi Perencanaan Masterplan dan DED, Penyusunan UKL/UPL
untuk bangunan kurang dari 10.000 m2, Analisa Dampak Lalu-lintas dan kajian
lain yang dipersyaratkan dalam pendirian bangunan.
7. Berkait dengan investasi pembangunan dan mekanisme penyertaan modal
atau kerjasama manajemen perlu adanya perjanjian yang jelas dan mengikat
para pemangku kepentingan sehingga dalam operasionalnya tidak
menimbulkan persoalan.
8. Agar pembangunan dan operasional Wisma Atlet dapat berjalan dengan baik
seluruh ketentuan yang berkait harus dipenuhi. Antara lain ketentuan
pengolahan limbah, sosialisasi pembangunan kepada masyarakat, kajian
UKL/UPL dan sebagainya.
Studi Kelayakan Wisma Atlet | 92
DAFTAR PUSTAKA
Ching, F. (1996). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan/Edisi Kedua. (cetakan pertama).
Jakarta: Erlangga.
Dharma, Agus. (1998). Teori Arsitektur 3. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia.
Juwana, J. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Kandani, Haryanto. (2010). The Achiever. (edisi pertama). Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Lamano, Adrian S. (2008). Kampung Atlet di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra
Lang, John. (1987). Creating Architectural Theory. New York: Van Nostrand Reinhold Inc.
Laurens, Joyce M. (2005). Arsitektur dan Perilaku Manusia. (edisi 2). Jakarta:
Grasindo.
_____. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (edisi 2). Jakarta: Balai Pustaka.
_____. (2006). Atlet Pelatnas Bulutangkis Ditambah. Jakarta: TEMPO.
_____. (2010). Menpora Dorong Daerah Bangun Athlete Village. In Sabrina Asril (Eds).
Jakarta: Kompas.
_____. (2011). Atlet Pelatnas Harus Ikut Seleksi. In Aloysius Gonzaga (Eds).
Palembang: Kompas.
Robianto, Agung. Pola Tidur Yang Baik Akan Menghasilkan Performa Atlet Yang
Maksimal. 05-05-2011 http://images.kifunji.multiply.multiplycontent.com/.
Satiadarma, Monty. (2000). Dasar-Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Webpage:
http://www.koni.or.id/index.php/section/sports.
http://www.wismaindonesia.com/id/facilities/.
http://en.beijing2008.cn/cptvenues/venues/headlines/n214262207.shtml
http://www.waspada.co.id/index.php/index.php?option=com_content&view=art
icle&id=122410:pentingnya-istirahat-siang&catid=54:gaya-hidup&Itemid=84
http://www.singapore2010.sg/public/sg2010/en/en_venues/en_yov.html
http://www.london2012.com/games/venues/athletes-village.php.