Anda di halaman 1dari 5

UJIAN SEMESTER GENAP (DARING) T.

A 2020/2021
HUKUM DAGANG LANJUTAN GRUP A

Dosen : Prof. Dr. Hasim Purba/Aflah/Mulhadi/M. Hadyan Yunhas Purba

Pukul : 14.00 – 15.15 WIB


SELASA/15 JUNI 2021

Nama : Febri Bastanta Ginting


NIM : 190200382

Petunjuk:
1. Tuliskan Nama dan Nim dalam lembar jawaban
2. Jawaban dibuat dalam bentuk File word documents dengan format file:
NIM_NAMA
3. Kerjakan sendiri-sendiri jangan saling mencontek
4. Jika ada jawaban yang sama satu dengan yang lain, maka kedua jawaban tersebut
sama-sama tdk dinilai.
5. Submit (unggah) jawaban sesuai waktu yang ditetapkan. Jika lewat waktu yg
ditetapkan maka link GCR untuk submit jawaban akan tertutup secara otomatis.
6. Demikian disampaikan untuk dapat dilaksanakan.

SOAL
1. Jelaskan apa saja yang menjadi objek asuransi menurut KUHD dan UU Nomor 40
Tahun 2014.
2. Jelaskan Asas-Asas Hukum dalam Perjanjian Asuransi.
3. Jelaskan dasar-dasar filosofis diterbitkannya UU Kepailitan.
4. Jelaskan akibat hukum dari suatu putusan tentang kepailitan bagi pengusaha
(pebisnis), bagi pemegang saham, bagi pemerintah dan bagi pihak ketiga.
5. Akibat terjadinya kredit macet, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap
barang jaminan dalam suatu perjanjian kredit. Baik itu jaminan Fidusia maupun Hak
Tanggungan.
Pertanyaannya: Jelaskan tentang syarat-syarat dan prosedur hukum yang harus
dipenuhi terlebih dahulu sehingga suatu barang atau benda jaminan dapat di eksekusi.

JAWAB

1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di dalam Pasal 247 menyebutkan tentang 5 (lima)
objek asuransi, yaitu:
a.Asuransi terhadap kebakaran
b.Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
c.Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa)
d.Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan
e.Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai.
Objek asuransi menurut UU Nomor 40 Tahun 2014 adalah
- Jiwa dan raga
- kesehatan manusia,
- tanggung jawab hukum,
- benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau
berkurang nilainya.

2. Pengaturan asuransi dalam buku III juga mengandung 4 (empat) asas penting yaitu asas
kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas itikad baik, dan asas
kepribadian.

a.Asas kebebasan berkontrak freedom of contract)


Asas ini ditentukan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini
merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau
tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isis perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya, serta menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau
lisan.
Tetapi asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) bukan berarti bebas sebebas-bebasnya.
Konsekuensi asas ini adalah dilarang membuat kontrak yang bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku atau kesusilaan atau ketertiban umum, maka akan mengakibatkan kontrak
tersebut menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
b. Asas konsensualisme
Terkandung di dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagaimana telah dijelaskan di muka,
bahwa asas ini menentukan kata sepakat antara para pihak yang berkontrak khususnya dalam
perjanjian asuransi. Herlien Budionon mengatakan terkait asas konsensualisme ini bahwa
perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara
formal tetapi cukup melalui konsensus belaka.
c. Asas pacta sunt servanda
Terkandung di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menentukan, “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang”. Dalam
pasal ini terkandung asas asas pacta sunt servanda, asas kebebasan berkontrak, dan asas
kepastian hukum. Kepastian hukum dalam pasal ini berarti janji harus ditepati.
d.Asas itikad baik (good faith)
Tersurat dengan tegas (eksplisit) di dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, menentukan,
“suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Sependapat dengan Mariam Darus,
bahwa asas itikad baik pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata ini sebagai penyeimbang dari asas
pacta sunt servanda yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Sehingga dengan
gabungan kedua asas ini memberikan perlindungan pada pihak yang lebih lemah sehingga
kedudukan para pihak dalam perjanjian asuransi yaitu antara penanggung dan tertanggung
menjadi seimbang. Asas kepribadian terkandung dalam Pasal 1315 KUH Perdata, menentukan,
“pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Asas yang terkandung dalam pasal ini
mengisyaratkan bahwa perjanjian antara para pihak hanya berlaku mengikat bagi kedua belah
pihak saja (mereka saja).
3. Secara filosofis, UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dibuat karena seiring
berkembangnya perekonomian dunia, dan juga beserta sentiment utang yang berkembang
sebagai salah satu alat untuk memperbaiki perekonomian, maka UU tentang Kepailitan dibuat
untuk melindungi pihak kreditur maupun debitur dari hal - hal yang dapat merugikan pihak
manapun. Didalam UU Kepailitan sendiri terisi pengaturan tentang utang - piutang oleh pihak -
yang ada didalamnya dan cara menyelesaikan kepailitan bila terjadi.

4. Akibat hukum putusan tentang kepailitan :


a. Bagi Pengusaha
Bila perusahaan diputuskan pailit oleh pengadilan, maka pengusaha harus rela
melepaskan perusahaannya sebagai kemungkinan untuk membayar utang kepada kreditur.
b. Bagi Pemegang Saham
Pada saat suatu perusahaan dinyatakan pailit, maka saham perusahaan akan turun dan
pemegang saham harus bijak mengambil sikap didalam hal tersebut, pilihan yang paling baik
adalah cut loss atau jual rugi dibandingkan saham dari perusahaan tersebut hilang dikarenakan
dinyatakan pailit.
c. Bagi Pemerintah
Pemerintah selaku pengawas dalam ekonomi negara bila ada satu perusahaan dinyatakan
pailit, maka pemerintah harus bijak melaksanakan putusan pailit tersebut guna melindungi
kreditur serta mengalokasikan property ataupun uang dari perusahaan yang pailit tersebut ke tiap
- tiap kreditur yang bersangkutan.
d. Bagi Pihak Ketiga
Pihak ketiga selaku perpanjangan tangan kreditur, bila suatu perusahaan dinyatakan
pailit, maka pihak ketiga harus berdiri bersama kreditur meminta utang si debitur sebagai ganti
rugi.

5. Didalam praktek, apabila terdapat Debitur yang wanprestasi (kredit macet), biasanya
Bank akan mengirimkan Surat Peringatan kepada Debitur agar melaksanakan kewajibannya
dalam pembayaran angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan. Peringatan tersebut biasanya
diajukan paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali untuk memenuhi syarat keadaan wanprestasinya
debitur.
Apabila telah diperingati secara patut tetapi Debitur tidak juga melakukan pembayaran
kewajibanya, maka Bank melalui ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 20 UU
RI No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, akan melakukan proses Lelang terhadap Jaminan
Debitur.
Bank biasanya lebih banyak mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan
kepada Balai Lelang Swasta. Selanjutnya Balai Lelang Swasta akan meneruskan permohonan
tersebut kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang merupakan
salah satu unit kerja pada Dit. Jend Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI.
Ketika Balai Lelang Swasta bertindak sebagai Fasilitator pelaksanaan Lelang, landasan
aturan hukum yang dipakai adalah Pasal 14 UU RI No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
yang mengisyaratkan bahwa Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan hukum pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde).

Anda mungkin juga menyukai