Anda di halaman 1dari 4

Nama : Iqbal Imaduddin

NIM : 044606756

TUGAS 3 ADBI4211
Manajemen Risiko dan Asuransi

Kerjakan Tugas 3 berikut ini.


1. Semua pembelian asuransi menyangkut kontrak, yaitu perjanjian yang mengikat secara
hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Coba
Anda identifikasi dan jelaskan jenis-jenis kontrak asuransi
2. Identifikasi dan analisislah syarat-syarat kontrak asuransi
3. Identifikasi dan analisislah usaha-usaha perasuransian di Indonesia dilihat dari unsur
kepemilikan.
Mohon jawaban Tugas 3 diketik dengan huruf Times New Roman font 12 dan di-upload dalam
format Pdf. pada tempat yang disediakan.
Hindari plagiasi, jika mengutip pendapat orang lain silakan disebutkan sumbernya.
Selamat mengerjakan Tugas, semoga sukses.

Jawaban

1. Secara umum, kontrak asuransi terbagi ke dalam dua jenis, yaitu kontrak bersyarat dan
kontrak yang cacat hukum.
a. Kontrak bersyarat
Kontrak bersyarat memungkinkan salah satu pihak memilih untuk memutuskan perjanjian
karena tindakan atau ketiadaan tindakan (wan prestasi) dari pihak lainnya. Pihak yang
memiliki hak untuk memutuskan kontrak dapat juga memilih agar kontrak ditegakkan.
Contoh dari kontrak ini misalnya penanggung tidak lagi terikat memenuhi kewajibannya
jika diketahui bahwa tertanggung melakukan penipuan, tertanggung dapat menuntut
penanggung ke pengadilan, jika penanggung secara melawan hukum menolak
membayarkan klaim.
b. Kontrak yang cacat hukum
Suatu kontrak dikatakan cacat hukum jika sejak semula kekurangan satu atau lebih
persyaratan untuk menjadi kontrak yang berlaku. Contoh kontrak ini misalnya kontrak
asuransi yang dibeli untuk maksud ilegal seperti maksud memperoleh uang
pertanggungan dengan cara membakar rumah yang dipertanggungkan, atau dalam contoh
lain satu pihak tidak mampu secara hukum karena dinyatakan tidak waras membeli
asuransi.
2. Syarat-syarat kontrak asuransi mengikuti ketentuan yang mengatur sah atau tidaknya suatu
kontrak diberlakukan. Hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal
1320, yang mensyaratkan sahnya suatu kontrak sebagai berikut:
a. Harus ada persetujuan dari pihak-pihak yang mengikatkan diri
Kontrak dimulai ketika seseorang mengajukan usulan untuk mempertukarkan sesuatu
yang berharga dengan orang lain, yang artinya ada tawaran dari satu pihak, dan pihak
yang lain menerima. Penawaran tersebut harus terinci dan dikomunikasikan secara jelas
antara kedua belah pihak. Untuk membuat kontrak, satu pihak memberi penawaran
kepada pihak lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pihak kedua dapat
menerima, menolak, atau membuat konter penawaran. Jika terjadi kesepakatan antara
kedua belah pihak, maka kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kontrak tersebut.
b. Tujuannya harus legal (lawful objective)
Pengadilan tidak akan mendukung jika maksud perjanjian tidak legal atau bertentangan
dengan politik pemerintah. Misalnya, perjanjian menjadi tidak sah jika yang
diasuransikan adalah mobil hasil curian. Contoh lain, perjanjian akan dinilai ilegal jika
seseorang mengasuransikan rumahnya dengan niat ia akan membakar rumah tersebut
dengan sengaja untuk mendapatkan imbalan asuransi.
c. Kedua belah pihak harus kompeten (capacity)
Kedua belah pihak yang terikat dalam kontrak harus dipastikan orang yang kompeten,
karena tidak semua orang secara hukum memiliki kemampuan untuk melakukan kontrak.
Misalnya anak di bawah umur, orang dengan gangguan jiwa, pemabuk atau pecandu tidak
kompeten untuk melakukan perjanjian yang mengikat. Selain itu, perusahaan asuransi
yang belum mempunyai izin usaha juga merupakan pihak yang tidak kompeten.
d. Harus ada imbalan yang dipertukarkan (compensation)
Imbalan dalam hal ini adalah hal yang dipertukarkan oleh kedua belah pihak untuk
persetujuan itu, misalnya adanya hak atau kewajiban. Dalam kontrak asuransi,
penanggung memberikan kompensasi berupa janji bersyarat untuk membayar
tertanggung. Artinya, penanggung sepakat membayar jika peristiwa tertentu terjadi. Jika
peristiwa tersebut tidak terjadi, penanggung tidak perlu melakukan pembayaran.

3. Secara hukum, kepemilikan perusahaan perasuransian diatur dalam UU Perasuransian


nomor 2 tahun 1992, yaitu:
a. Pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, untuk perusahaan perasuransian yang
didirikan oleh warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, tidak
diatur kepemilikan dari badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri perusahaan
perasuransian. Untuk perusahaan perasuransian patungan, juga tidak diatur kriteria
perusahaan asing yang menjadi induk dari perusahaan perasuransian patungan tersebut.
Selain itu juga, tidak diatur kepemilikan warga negara asing yang menjadi pemilik dari
perusahaan perasuransian patungan.
b. Pada Undang-undang Perasuransian, untuk perusahaan perasuransian yang didirikan oleh
WNI dan/atau badan hukum Indonesia, badan hukum Indonesia yang menjadi pendiri
perusahaan perasuransian tersebut harus dimiliki secara langsung tau tidak langsung oleh
WNI. Untuk perusahaan perasuransian patungan, pihak asing harus merupakan
perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha
perasuransian yang sejenis. Selain itu juga, diatur bahwa warga negara asing dapat
menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian patungan melalui transaksi di bursa efek.
Dilihat dari sudut pandang kepemilikannya, perusahaan asuransi di Indonesia dapat
dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Swasta Nasional, dan Badan Usaha Milik Usaha Patungan.
a. Badan Usaha Milik Negara
Semua saham atau sebagian besar saham perusahaan seperti ini dimiliki oleh
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Secara hukum BUMN berbentuk
perseroan terbatas. Contoh dari perusahaan asuransi yang merupakan BUMN adalah:
1) PT Asuransi Jiwasraya
Produk : Asuransi jiwa, baik individual ataupun kelompok
2) PT Asuransi Jasa Indonesia
Produk : Asuransi umum atau asuransi kerugian
3) PT Asuransi Kredit Indonesia
Produk : Asuransi atas jaminan kredit bagi nasabah bank yang mendapatkan
pinjaman kredit
4) PT Asuransi Ekspor Indonesia
Produk : Asuransi terhadap barang-barang yang diekspor ke negara lain
5) PT Reasuransi Umum Indonesia
Produk : Asuransi bagi perusahaan asuransi yang mengalami kelebihan kapasitas
daya tampung risiko
6) PT Asuransi Jasa Raharja
Produk : Asuransi sosial dalam hal pemberian santunan kepada korban kecelakaan
lalu lintas jalan raya
7) PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (PT Taspen)
Produk : Asuransi sosial bagi Pegawai Negeri Sipil
8) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek)
Produk : Asuransi sosial bagi seluruh tenaga kerja
9) PT Asuransi Kesehatan (PT Askes)
Produk : Asuransi kesehatan baik untuk Pegawai Negeri Sipil ataupun masyarakat
umum.
b. Badan Usaha Milik Swasta Nasional
Bentuk badan hukumnya bisa berbentuk Perseroan Terbatas ataupun Koperasi.
Perusahaan swasta nasional sepenuhnya tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Apabila perseroan terbatas dimaksud telah
mampu menjadi perusahaan publik maka juga harus tunduk kepada Undang-Undang
tentang Pasar Modal.
Pada perusahaan swasta nasional yang berbentuk koperasi, maka dengan sendirinya
harus tunduk kepada Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang Koperasi yang baru Nomor 17 Tahun 2012.
c. Badan Usaha Milik Usaha Patungan
Investor asing masuk ke dalam dunia usaha di Indonesia dalam bentuk Penanaman
Modal Asing. Bersamaan dengan itu mereka juga membawa mitra usahanya atau
perusahaan-perusahaan yang terkait dengan perusahaan yang menanamkan modalnya di
Indonesia. Salah satu mitra usaha mereka adalah perusahaan asuransi. Namun, sesuai
dengan ketentuan yang ada di Indonesia tidak dibenarkan adanya perusahaan asuransi
yang pemiliknya adalah pemodal asing murni, maka jalan keluarnya mereka melakukan
usaha patungan (joint-ventures), dengan mitra asuransi nasional baik dengan badan
usaha milik negara maupun dengan badan usaha milik swasta nasional.

Sumber:
Buku Materi Pokok ADBI4211 Manajemen Risiko dan Asuransi. Penerbit Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai