Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 3

MANAJEMEN RISIKO DAN ASURANSI

NAMA : LIDYA OCTAPI A HUTASOIT


NIM : 040122261
JURUSAN : AKUNTANSI/83

SOAL :
1. Semua pembelian asuransi menyangkut kontrak, yaitu perjanjian yang mengikat secara
hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Coba
Anda identifikasi dan jelaskan jenis-jenis kontrak asuransi
2. Identifikasi dan analisislah syarat-syarat kontrak asuransi
3. Identifikasi dan analisislah usaha-usaha perasuransian di Indonesia dilihat dari unsur
kepemilikan.

JAWABAN :

1. Kontrak dalam asuransi dapat dibedakan menjadi kontrak bersyarat dan kontrak cacat
hukum. Penjelasan masing-masing kontrak adalah sebagai berikut:
a. Kontrak Bersyarat (Voidable Contract)
Kontrak bersyarat memungkinkan satu pihak memilih memutuskan perjanjian karena
tindakan atau tindakan (wan prestasi) dari pihak lainnya. Pihak yang memiliki hak
untuk memutuskan kontrak dapat juga memilih agar kontrak ditegakkan. Sebagai
contoh: penanggung tidak lagi terikat memenuhi kewajibannya. Jika diketahui bahwa
tertanggung melakukan penipuan (defrand), tertanggung dapat menuntut penanggung
ke pengadilan, jika penanggung secara melawan hukum, menolak pembayaran klaim.
b. Kontrak yang cacat hukum (Void Contract)
Kontrak cacat hukum, jika dari semula kekurangan satu atau lebih persyaratan untuk
menjadi kontrak yang berlaku. Contoh : kontrak asuransi yang dibeli untuk maksud
ilegal seperti maksud memperoleh uang pertanggungan dengan membakar rumah
yang dipertanggungkan, satu pihak tidak mampu secara hukum seperti seseorang
dinyatakan tidak waras membeli asuransi. Dalam hal-hal tersebut kontrak itu
dianggap tidak ada.

Sumber : BMP Manajemen Risiko dan Asuransi

2. Suatu kontrak perjanjian yang didasarkan pada hukum. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1320 menentukan, untuk sahnya sebuah kontrak maka harus dipenuhi
ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh hukum. Ketentuan-ketentuan umum yang
harus dipenuhi menurut pasar 1320 adalah yang berikut ini :
a) Harus ada persetujuan dari pihak-pihak yang mengikatkan diri
Kontrak dimulai bila seseorang mengajukan usulan untuk mempertukarkan sesuatu
yang berharga dengan orang lain. Itu berarti bahwa salah satu pihak menawarkan dan
tawaran diterima baik oleh pihak lain. Penawaran tersebut harus cukup terinci dan
dikomunikasikan secara jelas. Penerimaan penawaran harus tanpa syarat, dan
dikomunikasikan secara jelas. Semua pihak dalam suatu kontrak, satu pihak memberi
penawaran kepada pihak lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pihak
kedua dapat menerima, menolak atau membuat konter penawaran. Jika terjadi
kesepakatan, maka kedua belah pihak terkait untuk melaksanakan kontrak tersebut.
b) Tujuannya harus legal (Lawful Objective)
Pengadilan tidak akan mendukung jika maksud perjanjian tidak legal atau
bertentangan dengan politik pemerintah. Misalnya perjanjian menjadi tidak sah jika
yang diasuransikan adalah mobil hasil curian.
Contoh lain, perjanjian ilegal jika misalnya orang mengasuransikan rumahnya dengan
niat ia akan membakar rumah itu dengan sengaja dengan harapan akan mendapat
santunan asuransi.
c) Kedua belah pihak harus kompeten (Capacity)
Tidak semua orang secara hukum memiliki kemampuan untuk melakukan kontrak.
Misalnya anak dibawah umur, orang sakit jiwa, dan pemabuk atau pecandu tidak
kompeten untuk melakukan perjanjian yang mengikat. Perusahaan asuransi yang
belum mempunyai izin usaha merupakan pihak yang tidak kompeten.
d) Harus ada imbalan yang ditukarkan (Compensation)
Persyaratan terakhir untuk sahnya sebuah kontrak adalah imbalan yang dipertukarkan
oleh kedua belah pihak untuk persetujuan itu, misalnya adanya hak atau kewajiban.
Dalam kontrak asuransi, penanggung memberikan kompensasi berupa janji bersyarat
(contingent promise) untuk membayar tertanggung. Artinya, penanggung sepakat
membayar hanya jika peristiwa tertentu terjadi. Jika peristiwa tersebut tidak terjadi,
penanggung tidak perlu melakukan pembayaran. Sebagai ganti untuk janji
penanggung, tertanggung memberikan dua hal yaitu: uang dan janji untuk menepati
ketentuan dalam kontrak asuransi.

Sumber : BMP Manajemen Risiko dan Asuransi hal: 7.5 – 7.6

3. Dilihat dari sudut pandang kepemilikannya, semua perusahaan yang bergerak dalam
sektor asuransi dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yang meliputi Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Swasta Nasional, dan Badan Usaha Milik Usaha
Patungan. Secara singkat berikut diberikan ulasannya :
a. Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara, sesuai dengan namannya semua saham atau sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah, yang dalam hal ini Departemen
Keuangan RI. Badan usaha milik negara, secara huku berbentuk Perseroan
Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, namun dengan
memperhatikan beberapa ketentuan khusus. Biasanya perseroan terbatas diberi
tambahan dibelakangnya dengan kata ‘Persero’.
b. Badan Usaha Milik Swasta Nasional
Pengertian milik swasta disini adalah swasta nasional. Demikian juga dengan
bentuk badan hukumnya, bisa berbentuk Perseroan Terbatas dan bisa juga dalam
bentuk koperasi. Perusahaan Swasta Nasional sepenuhnya tunduk kepada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Apabila
perseroan terbatas dimaksud telah mampu menjadi perusahaan publik maka juga
harus tunduk kepada Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, yang pada
tanggal 30 Oktober telah dikeluarkan Undang-Undang Koperasi yang baru Nomor
17 Tahun 2012.
c. Badan Usaha Milik Usaha Patungan
Sesudah orde baru memegang Pemerintahan pada tahun 1966, maka secara
berangsur masuklah para investor asing ke Indonesia, dalam bentuk Penanaman
Modal Asing. Bersamaan dengan itu mereka juga membawa mitra usahanya atau
perusahaan-perusahaan yang terkait dengan perusahaan yang menanamkan
modalnya di Indonesia. Salah satu mitra usaha mereka adalah perusahaan
asuransi. Namun, sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia tidak dibenarkan
adanya perusahaan asuransi yang pemiliknya adalah pemodal asing murni, maka
jalan keluarnya mereka melakukan usaha patungan (join-ventures), dengan mitra
asuransi nasional baik dengan badan usaha milik negara maupun dengan badan
usaha milik swasta nasional.

Sumber : BMP Manajemen Risiko dan Asuransi hal: 8.44 - : 8.44 – 8.46

Anda mungkin juga menyukai