2 PB
2 PB
Abstract
This research discusses the application and challenges of Islamic law (sharia) in Aceh,
particularly the lack of socialization and limited participation of the community in filling
the open corners of Islamic law implementation. This study employs a qualitative
descriptive method. The obtained results indicate that the programs for the
implementation of sharia have not been well integrated into the education curriculum and
social order of the community. Despite having a strong legal foundation through
legislation, thorough preparation and effective management are required to achieve
successful implementation. Islamic law is considered as divine regulations that
encompass all aspects of the lives of Muslims. In this research, the theory of religious
sociology is utilized to analyze the formalization of the application and implementation
of Islamic law in Aceh and its impact on the community. The religious sociology
approach provides a deeper understanding of the formalization process and its
implications for the Acehnese society.
Keywords: Application of Islamic Law, Aceh, Socialization, Community Participation
Abstrak
Penelitian ini membahas penerapan dan tantangan syariat Islam di Aceh, terutama
kurangnya sosialisasi dan keterbatasan partisipasi masyarakat dalam mengisi sudut-sudut
terbuka pelaksanaan syariat Islam. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh, bahwa program-program penerapan syariat
belum terintegrasi dengan baik dalam kurikulum pendidikan dan tatanan sosial
masyarakat. Meskipun undang-undang telah memberikan dasar hukum yang kuat,
persiapan yang matang dan pengelolaan yang baik diperlukan untuk mencapai
implementasi yang efektif. Syariat Islam dianggap sebagai peraturan ilahiah yang
mencakup semua aspek kehidupan umat Islam. Dalam penelitian ini, teori sosiologi
agama digunakan untuk menganalisis formalisasi penerapan dan pelaksanaan syariat
Islam di Aceh dan dampaknya terhadap masyarakat. Pendekatan sosiologi agama
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses formalisasi dan
implikasinya bagi masyarakat Aceh.
Kata Kunci: Penerapan Syariat Islam, Aceh, Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat.
181
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
A. Pendahuluan
Sosialisasi syariat Islam secara komprehensif masih mengalami berbagai kendala.
Hal ini menyebabkan pemahaman yang kurang baik mengenai substansi syariat Islam
yang diterapkan. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam mengisi ruang-ruang syariat
juga terbatas, sehingga penerapan syariat lebih bersifat top-down. Meskipun upaya
penerapan syariat Islam sudah berlangsung selama beberapa dekade, program-program
yang dijalankan belum sepenuhnya terintegrasi dengan kurikulum pendidikan, baik di
tingkat sekolah, dayah, maupun perguruan tinggi, serta tatanan sosial masyarakat
(Srimulyani 2008). Dalam konteks teori sosiologi agama, partisipasi aktif dan
pemahaman yang baik dari masyarakat merupakan faktor penting dalam memperkuat dan
menjaga keberhasilan penerapan syariat Islam.
Terdapat harapan besar dari umat Islam di seluruh dunia terhadap pemberlakuan
syariat Islam secara kaffah di Aceh. Namun, terdapat hambatan hukum yang menghalangi
implementasi syariat Islam di daerah lain. Di Aceh, peluang untuk menerapkan syariat
Islam secara kaffah menjadi lebih terbuka setelah adanya Undang-Undang yang mengatur
pelaksanaan syariat Islam, seperti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang tersebut memberikan dasar hukum
yang kuat bagi Aceh untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah (Abubakar 2006;
Ismail and Manan 2014).
Perlu disadari penerapan syariat Islam secara kaffah membutuhkan persiapan
yang matang dan pengelolaan yang baik. Euforia tanpa persiapan yang memadai dapat
menggeser makna sebenarnya dari syariat Islam. Untuk itu, implementasi syariat Islam
harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat, serta
dilakukan secara bertahap dalam berbagai aspek kehidupan. Menemukan format ideal
dalam penerapan syariat Islam tidaklah mudah, walaupun sebagian besar ajaran Islam
telah diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat (Abubakar 2006; Ismail
and Manan 2014).
Dalam perspektif teori sosiologi agama, syariat Islam dianggap sebagai peraturan
ilahiah yang harus ditaati manusia dalam semua aspek kehidupan agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Suyanta 2008). Syariat Islam memiliki peran sentral
dalam mengumpulkan dan mengikat umat Islam melalui sistem hukum dan Aqidah Islam.
Oleh karena itu, keberhasilan umat Islam tergantung pada tegaknya penerapan syariat
(Abbas 2009). Secara realistis masyarakat Aceh telah lama mengidamkan penerapan
syariat Islam secara kaffah, dan dengan adanya Undang-Undang serta qanun-qanun
pelaksanaan syariat Islam, tanggung jawab untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah
menjadi tanggung jawab pemerintah Aceh, masyarakat, dan individu-individu (Abbas
2009).
Tanggung jawab bersama harus terintegrasi secara baik agar dapat menjadi
kekuatan di berbagai lini, syariat Islam sebagai sebuah term besar maka harus di lihat
melalui metode dan pendekatan teori yang relevan. Untuk itu metode perundang-
M. Yunus, dkk.,: Penerapan dan Tantangan Pelaksanaan Syariat Islam ....
182
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
B. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan
metode ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu untuk memahami gambaran sejarah
pelaksanaan syariat Islam di Aceh dan mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya di lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui verifikasi data primer
dan data sekunder (Safrilsyah Syarif 2013). Data primer yang digunakan adalah karya-
karya yang ditulis oleh para penggagas Undang-undang dan qanun syariat Islam.
Sementara itu, data sekunder berupa hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam bentuk
buku maupun jurnal ilmiah yang berfokus pada pelaksanaan syariat Islam. Data yang
terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini
dipilih untuk mendapatkan gambaran yang konkret mengenai pelaksanaan syariat Islam
dan berbagai tantangan yang dihadapi selama pelaksanaannya secara legal dan formal di
Provinsi Aceh.
183
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
184
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
185
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
saat itu tengah mengalami konflik, di mana pemerintah menjadikan Aceh sebagai daerah
otonomi khusus dengan kewenangan khusus, termasuk pelaksanaan syariat Islam secara
menyeluruh.
Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, pemerintah pusat mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh untuk Menerapkan Syariat Islam
(Abubakar 2013). Undang-undang ini memberikan cakupan luas terhadap pelaksanaan
syariat Islam, yang didefinisikan sebagai tuntunan ajaran Islam dalam segala aspek
kehidupan (Abubakar 2013).
Pada tahun 2006, melalui kesepakatan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005,
pemerintah Indonesia diwajibkan untuk menyusun rancangan Undang-Undang tentang
Aceh yang mencakup semua isi kesepakatan dan hal-hal lain yang dianggap baik dan
perlu bagi Aceh. Rancangan tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang ini mengatur secara
lebih rinci pelaksanaan syariat Islam dalam tiga bab yang berurutan, yaitu Bab XVII
tentang syariat Islam dan pelaksanaannya, Bab XVIII tentang Mahkamah Syar'iyah, dan
Bab XIX tentang MPU (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh, 2006). Dengan adanya undang-undang ini, pemerintah pusat
menjadikan Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang dapat melaksanakan
syariat Islam secara legal dalam kerangka hukum dan sistem peradilan negara Indonesia.
2. Tantangan-Tantangan dalam Pelaksanaan
Syariat Islam, sebagai satu sistem doktrin yang komprehensif dan sempurna, lahir
sebagai respons terhadap kebutuhan umat Islam untuk memahami hukum-hukum Allah
dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Dalam konteks ini, teori sosiologi agama
memberikan kontribusi penting untuk memahami dinamika dan implikasi sosial dari
implementasi syariat dalam masyarakat.
Menurut Abbas (2009), syariat Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia,
baik hak dan kewajiban sebagai makhluk Tuhan maupun dalam konteks kehidupan sosial.
Syariat juga berfungsi sebagai penghambat terhadap perilaku yang dapat menyebabkan
degradasi dan kerusakan pada individu dan lingkungan sekitarnya. Dalam perspektif
sosiologi agama, hal ini dapat di lihat sebagai upaya untuk mencapai kemaslahatan sosial,
di mana kepentingan kolektif ditempatkan di atas kepentingan individu. Prinsip ini
konsisten dengan teori sosiologi agama yang menekankan pentingnya mengutamakan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, syariat Islam juga memberikan perhatian terhadap aspek-aspek lain
dalam kehidupan, seperti menjaga kesehatan, menghindari tindakan yang berbahaya,
mempromosikan moralitas, memenuhi janji, dan membangun keluarga yang harmonis.
Pendekatan ini mencerminkan kontribusi sosiologi agama dalam memahami peran agama
dalam membentuk perilaku dan norma-norma sosial yang diinginkan dalam masyarakat.
Furqani (2016) menjelaskan bahwa implementasi syariat Islam di Aceh tidak
seharusnya terbatas pada pemahaman yang sempit dan reduksionisme tentang hukum
M. Yunus, dkk.,: Penerapan dan Tantangan Pelaksanaan Syariat Islam ....
186
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
keagamaan semata. Sebaliknya, syariat Islam harus dipahami sebagai bagian integral dari
agenda pembangunan yang lebih luas, termasuk aspek ekonomi, pendidikan, budaya, dan
pemerintahan. Dalam konteks sosiologi agama, hal ini menekankan pentingnya
memahami syariat Islam sebagai landasan nilai yang mencakup berbagai dimensi
kehidupan masyarakat, dan bukan hanya terbatas pada aspek keagamaan semata.
Pentingnya memahami maqasid al-syariah atau tujuan-tujuan syariat Islam,
sebagaimana dijelaskan oleh Furqani (2016), juga sesuai dengan perspektif sosiologi
agama. Pemahaman yang jelas tentang tujuan-tujuan tersebut memberikan pedoman dan
panduan dalam implementasi syariat Islam dalam konteks masyarakat Aceh. Dalam
sosiologi agama, pemahaman terhadap tujuan-tujuan agama dan nilai-nilai yang ingin
dicapai oleh masyarakat adalah penting untuk memahami peran agama dalam membentuk
struktur sosial dan arah pembangunan sosial. Dalam kesimpulannya, pemahaman dan
implementasi syariat Islam dalam konteks Aceh dapat dianalisis melalui lensa teori
sosiologi agama. Teori ini membantu dalam memahami bagaimana syariat Islam
memenuhi kebutuhan umat Muslim, mengedepankan kemaslahatan sosial, dan menjadi
bagian penting dari agenda pembangunan yang lebih luas. Dengan mempertimbangkan
aspek-aspek sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, dan pemerintahan, serta memahami
tujuan-tujuan syariat Islam, masyarakat Aceh dapat merumuskan pemahaman yang lebih
holistik dan kontekstual tentang syariat Islam yang relevan dengan kebutuhan zaman
yang semakin kompleks.
Menurut Al Yasa' Abubakar (2006), dalam merumuskan syariat Islam, terdapat
dua tujuan yang perlu diperhatikan. Pertama, mendekatkan syariat Islam dengan adat
istiadat masyarakat setempat, sehingga konsep "hukum dengan adat bagaikan zat dengan
sifat" benar-benar dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat. Kedua, merumuskan
syariat Islam yang akan dilaksanakan, dengan melahirkan qanun melalui kesepakatan
bersama yang mengacu ke masa depan dan mempertimbangkan kemaslahatan umat.
Pendekatan ini menekankan perlunya menghindari pendapat pribadi atau fatwa yang
hanya mengutip pendapat masa lalu tanpa mempertimbangkan konteks dan kebutuhan
masyarakat Aceh masa kini dan masa depan (Furqani 2016).
Dalam konteks sosiologi agama, pendapat yang diharapkan oleh syariat Islam
adalah pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan dan didasarkan pada kitab suci, serta
dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Hal ini berbeda dengan pendekatan yang terfokus pada masa sahabat
abad ketujuh Masehi atau masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam terdahulu. Dalam
perspektif sosiologi agama, pemahaman yang inklusif terhadap syariat Islam adalah
penting, sehingga aspek-aspek selain fiqh juga diperhatikan dan dipahami oleh
masyarakat (Nashir 1999).
Fiqh, sebagai bagian dari paradigma hukum Islam, memiliki peran penting dalam
menerapkan syariat baik dalam konteks individual maupun sosial (Ismail 2009). Oleh
karena itu, pemahaman yang baik tentang syariat Islam oleh masyarakat sangat penting
dalam mendorong penegakan hukum syariat di Aceh. Syariat Islam sebaiknya dipahami
secara universal, tidak terbatas pada hukum pidana semata, tetapi juga mencakup dimensi
ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan etika, serta menjaga kelestarian ekosistem untuk
M. Yunus, dkk.,: Penerapan dan Tantangan Pelaksanaan Syariat Islam ....
187
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
mencapai keseimbangan alam dan kehidupan sosial. Dalam perspektif sosiologi agama,
pemahaman yang komprehensif terhadap syariat Islam mengacu pada pandangan
Giddens, bahwa manusia tidak dapat memprediksi masa depan dengan pasti, dan
perubahan teknologi serta pembangunan berkelanjutan mempengaruhi pengelolaan
sumber daya alam (Giddens 2002). Oleh karena itu, menjaga keseimbangan lingkungan
harus menjadi agenda yang diperhatikan.
Agar syariat Islam dapat diterapkan secara menyeluruh, partisipasi dari semua
lapisan masyarakat diperlukan, tanpa memilih-milih. Setiap individu yang beragama
Islam yang tinggal di Aceh diwajibkan untuk menjalankan ajaran Islam sesuai dengan
syariat. Untuk mewujudkan ini semua, diperlukan upaya keras dari semua pihak dan
perhatian terhadap kesiapan sumber daya manusia yang memahami hukum syariat, serta
kesiapan masyarakat dalam menjalankan syariat Islam. Oleh karena itu, sosialisasi yang
intensif dan berkelanjutan harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam menjalankan syariat Islam (Furqani 2016).
Dalam konteks penerapan syariat Islam di Aceh, terdapat kekurangan dalam
sosialisasi yang memadai kepada masyarakat, yang mengakibatkan minimnya
pemahaman masyarakat tentang substansi syariat Islam yang diterapkan. Hal ini juga
disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengisi ruang-ruang syariat,
sehingga penerapan syariat cenderung bersifat top-down. Meskipun penerapan syariat
Islam sudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, namun program-program yang
dilaksanakan belum sepenuhnya terintegrasi dengan kurikulum sekolah, dan kurikulum
universitas, serta tatanan sosial di semua level masyarakat (Srimulyani 2008). Dalam
konteks ini partisipasi dan pemahaman seluruh pemangku kebijakan menjadi sangat
penting dalam memperkuat dan memastikan penerapan syariat Islam yang kaffah.
Seiring dengan harapan umat Islam di seluruh dunia untuk pemberlakuan syariat
Islam secara kaffah di Aceh, terdapat kendala hukum yang menghalangi implementasi
syariat Islam di daerah lain. Namun, Aceh memiliki peluang yang terbuka untuk
melaksanakan syariat Islam secara kaffah setelah diberlakukannya Undang-Undang yang
mengatur pelaksanaan syariat Islam, seperti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang-Undang tersebut memberikan
landasan yang kuat bagi Aceh untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah (Abubakar
2006; Ismail and Manan 2014).
Meskipun berbagai undang-undang di atas apabila dilaksanakan secara euforia
tanpa persiapan dan pengelolaan yang baik dapat menggeser makna sebenarnya dari
syariat itu sendiri. Oleh karena itu, penerapan syariat Islam perlu disesuaikan dengan
tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat, serta dilakukan secara bertahap dalam
semua aspek kehidupan. Tidak mudah untuk menemukan format ideal dalam penerapan
syariat Islam, meskipun sebagian besar ajaran Islam sudah diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat (Abubakar 2006; Ismail and Manan 2014).
188
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
189
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
D. Kesimpulan
Sejarah pelaksanaan syariat Islam di Aceh menunjukkan perubahan yang terjadi
seiring perubahan waktu. Dalam konteks sejarah, kehadiran Belanda yang menghalangi
dan merusak pelaksanaan syariat Islam menjadi pemicu perlawanan masyarakat Aceh
terhadap Belanda, sehingga masyarakat Aceh terus berjuang agar Belanda tidak
mengganggu dan merusak tatanan kehidupan adat dan agama Islam di Aceh. Pelaksanaan
syariat Islam di Aceh terjadi secara menyeluruh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda. Syariat Islam di Aceh mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat, dan
dianggap sebagai hukum yang hidup dan memiliki keterkaitan dengan dimensi sosial dan
wahyu. Identitas Islam melekat kuat pada masyarakat Aceh.
Perjuangan untuk memperjuangkan pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat
dipahami sebagai upaya untuk mempertahankan identitas dan kepercayaan agama
masyarakat. Dalam sejarah Aceh, terdapat momen ketika pemerintah tidak mampu
memberikan pelaksanaan syariat Islam di Aceh, tetapi kemudian melalui keputusan
Perdana Menteri Republik Indonesia (Missi Hardi), Aceh diberikan status keistimewaan
dalam bidang agama, pendidikan, dan adat. Amandemen UUD 1945 dan perubahan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah memberikan dasar hukum untuk
pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
Pelaksanaan syariat Islam yang sedang berjalan tidak terlepas dari tantangan-
tantangan. Pentingnya memahami syariat Islam dalam konteks yang luas, termasuk aspek
ekonomi, pendidikan, budaya, dan pemerintahan, menjadi penting. Pemahaman tujuan-
tujuan syariat Islam dan maqasid al-syariah diperlukan untuk mengarahkan implementasi
syariat Islam dalam konteks masyarakat Aceh. Dalam sosiologi agama, pemahaman
terhadap tujuan-tujuan agama dan nilai-nilai yang ingin dicapai oleh masyarakat menjadi
penting dalam membentuk struktur sosial dan arah pembangunan sosial.
.
***
Daftar Pustaka
190
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
Alfian, Teuku Ibrahim. 1986. Mata Uang Emas Kerajaan-Kerajaan Di Aceh. Banda
Aceh: Proyek Pembangunan Permuseuman Daerah Istimewa Aceh.
Alfian, Teuku Ibrahim. 1999. Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Banda Aceh: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Aceh.
Ali Abubakar. 2011. “Hubungan Hukum Islam Dengan Hukum Adat Dalam
Ketatanegaraan Kerajaan Aceh Darussalam Dalam Naskah Undang-Undang Aceh.”
Jurnal Ar-Raniry Media Kajian Keislaman 1(87):23.
Ayang Utriza NWAY. 2009. ““Adakah Penerapan Syariat Islam Di Acheh?: Tinjauan
Sejarah Hukum Di Kesultanan Acheh Tahun 1516-1688 M.” Jurnal Gelombang
Baru Mesin Syariat Edisi IV:53–54.
Azra, Azyumardi. 2003. Implementasi Syari’at Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam:
Perspektif Sosio-Historis. Revitalisasi Syariat Islam: Problem, Solusi, Dan
Implementasi Menuju Pelaksanaan Hukum Islam Di Nanggroe Aceh Darussalam.
Jakarta: Logos.
Furqani, Hafas. 2016. ““Syariat Dan ‘Maslahah".”
Giddens, Anthony. 2002. The Third Way, Terj. Ketut Arya Mahardika. Jakarta: Gramedia.
Hadi, Amirul. 2010. Aceh, Sejarah, Buadaya, Dan Tradisi. Jakarta: Obor.
Hadi, Amirul. 2011. “Menggali Makna Jihad Bagi Masyarakat Aceh: Studi Hikayat
Prang Sabi”, Dalam, R. Michael Feener, Patrick Daly, Dan Anthony Reid
(Penyunting), Memetakan Masa Lalu Aceh. Denpasar Bali: Pustaka Larasan.
Hermansyah dan Nasruddin. 2013. Benteng Kesultanan Aceh Kajian Filologi, Arkeologi
Dan Topografi. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh.
Hidayatullah, Moch. Syarif. 2014. Khotbah; Berjihad Perang Aceh Abad XIX. Jakarta:
Lectura Press.
Ismail, Fauzi. 2009. “Dinamika Realitas Penerapan Syariat Islam Di Aceh Persepsi Dan
Paradigma,” Dalam Soufyan Ibrahim, Dkk, Toleransi Dan Kiprah Perempuan Dalam
Penerapan Syariat Islam Banda Aceh.” Banda Aceh: Dinas Syariat Islam.
Ismail, Fauzi, and Abdul Manan. 2014. Syari’at Islam Di Aceh: Realitas Dan Respon
Masyarakat. Banda Aceh: Ar-Raniry Press.
Jasin, M. 1969. “Pesan Dan Harapan”, Dalam, T. Alibasjah Talsya, 10 Tahun Daerah
Istimewa Atjeh. Banda Aceh: Pustaka Putroe Tjanden.
Kawilarang, Harry. 2010. Aceh Dari Sultan Iskandar Muda Ke Helsinki. Banda Aceh:
Bandar Publishing.
Kern, R. A. 1997. Hasil Penyelidikan Tentang Sebab Musabab Terjadinya “Pembunuhan
Aceh”, Alih Bahasa Aboe Bakar. Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi
Aceh.
Muchtar Aziz. 2007. “Tinjauan Sejarah Terhadap Pelaksaan Syariat Islam Masa
Kerajaan Islam Dan NKRI Di Aceh”, Dalam. T.H Thalhas Dan Choirul Fuad Yusuf,
Pendidikan Dan Syariat Islam Di Naggroe Aceh Darussalam. Jakarta: Gaalura Pase.
Nashir, Haedar. 1999. Agama Dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
191
JURNAL SOSIOLOGI USK: P-ISSN: 2252-5254│E-ISSN: 2722-6700
Media Pemikiran & Aplikasi DOI: 10.24815.jsu.v17i1.32865
Vol. 17, No. 1, Juni 2023 Hal. 181-192
Raniri, Nuruddin Ar. 1966. Bustanu’s-Salatin, Bab II, Fasal 13, Disunting Oleh T.
Iskandar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Reid, Anthony. 1969. The Contest for North Sumatra. Kuala Lumpur: University of
Malaya.
Safrilsyah Syarif, Firdaus M. Yunus. 2013. Metode Penelitian Sosial. Banda Aceh:
Ushuluddin Publishing.
Siegel, James T. 1969. The Rope of God. Berkeley and Los Angeles: University of
California Press.
Srimulyani, Eka. 2008. “Syariat Islam Melalui Tiga Educational Networks: Keluarga,
Sekolah Dan Masyarakat”, Dalam Eka Srimulyani, Dkk, Filosofi Pendidikan
Berbasis Syariat Islam Dalam Educational Networks. Banda Aceh: Dinas Syariat
Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Suyanta, Sri. 2008. Dinamika Peran Ulama Di Aceh. Banda Aceh: Ar- Raniry Press.
192