Anda di halaman 1dari 29

Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Aplikasi

dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan


Pemahaman Materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca
Kemerdekaan pada Siswa Kelas XI SMA Negeri
Karangpandan

Daffa Adam Putra Pradana


3101420058
Pendidikan Sejarah
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan umat


manusia. Ini dikarenakan pada esensinya manusia adalah jenis makhluk hidup yang
bisa terus berkembang serta berproduksi. Hal ini berhubungan dengan usaha manusia
dalam membangun serta mencetak masa depannya, dalam hal ini pendidikan berperan
dalam mengeluarkan potensi terbaik dari tiap individu. Dalam upaya untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki tiap individu lewat pelaksanaan proses
pendidikan, terdapat tiga macam jalur dalam pelaksanaan proses pendidikan. Ketiga
jalur ini diantaranya jalur formal, nonformal, serta informal. Jalur formal artinya
pendidikan dilaksanakan lewat lembaga pendidikan baik yang berasal dari pemerintah
maupun badan swasta. Jalur non formal artinya pendidikan dilaksanakan lewat
lembaga-lembaga kursus. Sedangkan lembaga informal dilaksanakan melalui
hubungan dengan keluarga serta lingkungan sekitar (Astuti, 2017)
Pengertian pendidikan sendiri dapat diklasifikasikan kedalam dua pengertian, yakni
pengertian dalam arti sempit serta pengertian dalam arti luas. Dalam arti yang sempit,
pendidikan dapat diartikan sebagai sekolah. Konsep ini ditujukan bagi para peserta
didik yang mengenyam pendidikan melalui lembaga formal seperti sekolah serta
universitas. Sedangkan pendidikan dalam pengertian yang luas bermakna hidup.
Artinya, semua pengetahuan yang diperoleh manusia dalam perjalanan hidupnya yang
berdampak positif bagi peningkatan taraf hidupnya. Konsep ini lebih dikenal dengan
pendidikan sepanjang hayat (long life education). Merujuk pada Perundang-undangan
tentang Sistem Pendidikan No.20 tahun 2003, pendidikan sendiri dimaknai sebagai
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat” (Pristiwanti et.al, 2022).
Dalam upaya mengoptimalkan potensi tiap individu lewat jalur pendidikan,
diperlukan kehadiran serta campur tangan individu lain. Secara tidak langsung, proses
pelaksanaan pendidikan menunjukkan jika umat manusia merupakan makhluk sosial.
Artinya umat manusia perlu bantuan dari manusia lain dalam mencapai tujuan yang
ingin dicapai (Arfani, 2016). Pada konteks pembahasan penelitian ini, maka seorang
manusia membutuhkan bantuan manusia lain dalam mendapatkan pendidikan. Hal ini
terlihat dari peran guru dalam dunia pendidikan formal yang berfungsi sebagai
jembatan penyalur nilai-nilai pendidikan kepada para peserta didik. Kegiatan
menyalurkan nilai-nilai pendidikan dalam dunia pendidikan lebih sering disebut
sebagai kegiatan pembelajaran. Pada hakekatnya, kegiatan pembelajaran merupakan
suatu usaha dalam membentuk kepribadian yang baik. Pada lingkup pendidikan formal
yaitu sekolah, pembelajaran erat kaitannya dengan usaha membina segi kognitif seperti
menambah wawasan serta segi psikomotorik seperti terampil dalam melakukan suatu
hal.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, diperlukan sosok guru yang berperan
sebagai jembatan penyalur antara nilai-nilai pendidikan dengan peserta didik. Peran
guru tidak hanya sekedar sebagai pemberi informasi tetapi juga sebagai pengarah serta
fasilitator dalam pembelajaran (directing and facilitating the learning). Hal ini
bertujuan supaya proses pembelajaran lebih memadai. Seorang guru juga harus bisa
memahami inti dari materi pembelajaran yang akan diajarkan guna merangsang dan
mengembangkan daya pikir peserta didik. Supaya daya pikir peserta didik bisa
terangsang, maka seorang guru harus sanggup memahami beragam model
pembelajaran, media pembelajaran, serta perencanaan pembelajaran yang matang.
Berdasarkan hal-hal tersebut, bisa disimpulkan jika peran guru dalam proses
pembelajaran tidak hanya sekedar berceramah saja, namun juga harus mengembangkan
dan melatih daya pikir peserta didik (Sagala, 2017).
Selain bertindak sebagai fasilitator, seorang guru juga haruslah berperan sebagai
seorang desainer dalam kegiatan pembelajaran. Yang dimaksud dengan desainer disini
adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai
dengan yang semestinya terjadi. Pembelajaran yang sesuai ini dapat terpenuhi apabila
seorang guru sanggup menguasai materi yang akan diajarkan serta mampu membuat
media pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang
materi yang diajarkan.
Pendidikan sejarah memainkan posisi yang penting sebagai pembentuk karakter,
sikap, identitas, serta nasionalisme. Pendidikan pada dasarnya adalah proses
pembentukan karakter, dalam lingkup yang lebih kecil, pembelajaran sejarah adalah
upaya pembentukan karakter melalui upaya pemahaman dan peneguhan kembali nilai-
nilai unggul perjalanan sebuah bangsa. Penanaman karakter melalui pembelajaran
sejarah dapat dilakukan dengan mengulas kembali perjuangan para leluhur bangsa.
Banyak nilai-nilai moral maupun sikap yang bisa diambil dan diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Melalui narasi sejarah, peserta didik bisa diajak untuk
merasakan bagaimana usaha para leluhur dalam mengupayakan kepentingan bangsa
lewat sikap rela berkorban, gigih dan pantang menyerah, serta nasionalisme. Dengan
mempelajari sejarah maknanya kita berusaha membangkitkan memori masa lalu yang
akan memberi pengaruh pada cara pandang kita dalam menghadapi masa yang akan
datang (Susanto, hal. 29, 2014).
Pembelajaran seperti yang telah dijelaskan sebelumnya memainkan peranan
penting dalam proses pendidikan. Pembelajaran sudah selayaknya dapat disebut
sebagai jantung dalam pelaksanaan proses pendidikan. Hal ini karena pembelajaran
menjadi jalur satu-satunya dalam usaha transfer nilai-nilai pendidikan. Selain itu, hal
yang menarik dalam proses pembelajaran yang membuatnya penting adalah adanya
interaksi antara guru sebagai pembawa pesan dan peserta didik sebagai penerima
pesan. Melalui pandangan ini, bisa disebutkan jika pembelajaran merupakan sarana
dalam regenerasi budaya antara generasi yang satu dengan generasi berikutnya. Dalam
lingkup pembelajaran sejarah, proses pembelajaran tidak hanya sekedar transfer pesan
dan ide saja, namun juga sebagai ajang pemahaman identitas, jati diri, dan kepribadian
bangsa lewat pemahaman peristiwa sejarah.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, maka pembelajaran sejarah setidaknya
harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut. Pertama, pembelajaran sejarah harus
adaptif serta mengikuti perkembangan zaman, meskipun pokok bahasan yang ada
dalam pembelajaran sejarah adalah tentang masa lalu. Kedua, pembelajaran sejarah
haruslah berorientasi pada pendekatan nilai, tidak hanya sekedar menceritakan kisah
masa lalu namun juga mengupas fakta yang ada untuk diambil nilai-nilai sikap yang
patut diteladani. Ketiga, strategi pembelajaran yang digunakan haruslah tidak
mematikan kreativitas peserta didik dan tidak hanya berkutat pada pembacaan buku
teks. Melihat prinsip-prinsip diatas, seorang guru sejarah memiliki tantangan yang
cukup berat dalam mengajarkan sejarah. Seorang guru sejarah haruslah mahir dalam
menguasai materi yang dibawakan, mampu mengupas fakta-fakta dalam kisah sejarah
untuk diambil intisari nilai-nilai nya, memiliki tingkat kreativitas yang tinggi, serta
memiliki visi misi yang jelas dalam mengajarkan sejarah (Susanto, hal. 56, 2014).
Pembelajaran sejarah pada intinya bertujuan membentuk kesadaran sejarah. Maka
dari itu dibutuhkan usaha dalam menciptakan situasi yang bisa menumbuhkan
kesadaran sejarah pada siswa. Ada setidaknya lima tujuan dalam pembelajaran sejarah,
(1) membangun kesadaran peserta didik akan pentingnya lokasi dan waktu peristiwa
sejarah. (2) melatih daya pikir kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah. (3)
menumbuhkan apresiasi serta rasa bangga peserta didik terhadap peninggalan sejarah
sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia. (4) menumbuhkan pemahaman peserta
didik mengenai proses terbentuknya sejarah. (5) menumbuhkan kesadaran peserta
didik akan rasa bangga dan cinta tanah air yang bisa diimplemntasikan pada kehidupan
sehari-hari. Tujuan pembelajaran diatas jelas menunjukkan jika pembelajaran sejarah
selain mengembangkan pemahaman kognitif peserta didik, juga berusahan untuk
menanamkan sikap dan nilai-nilai nasionalisme yang berguna dalam kehidupan di
masa yang akan datang.
Pembelajaran sejarah yang ideal dapat dijadikan sebagai alat dalam membentuk
kepribadian bangsa. Penanaman nilai-nilai kebajikan yang terkandung di dalam
peristiwa sejarah harus diajarkan serta ditanamkan kepada peserta didik. Dengan
melihat seberapa besar pengaruh sejarah terhadap kepribadian bangsa, maka maju
mundurnya suatu bangsa bisa dilihat dengan mudah. Hal ini karena maju mundurnya
suatu bangsa tergantung pada pemahaman mereka terhadap sejarah bangsa mereka
sendiri.
Sayangnya, wacana mengenai pembelajaran sejarah seperti yang telah dijelaskan
diatas hanya sekedar angan-angan belaka. Kenyataan yang ada justru mengatakan hal
yang sebaliknya. Pembelajaran sejarah meski mempunyai makna serta tujuan yang
jelas ternyata masih memiliki beragam permasalahan dalam implementasinya.
Pembelajaran sejarah kerap mendapatkan pandangan buruk dan di cap sebagai mata
pelajaran yang membosankan, tidak menarik, dan hanya berisi hapalan saja. Image
mengenai pembelajaran sejarah yang seperti itu telah ada sejak lama, menandakan
bahwa permasalahan ini masih belum menemukan penyelesaian pasti sejak bertahun-
tahun lamanya.
Pembelajaran sejarah yang saat ini ada pada jenjang sekolah dasar dan sekolah
menengah dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan karena hanya berkutat
pada materi menghapal tanggal, tokoh, serta peristiwa sejarah. Selain itu pembelajaran
sejarah juga dianggap tidak mempunyai relevansi dengan kehidupan sehari-hari. Hal
ini membuat pembelajaran sejarah terasa kering, tidak menarik, serta tidak memberi
kesempatan bagi peserta didik dalam menemukan arti dari sebuah peristiwa sejarah
(Hasan, 1994).
Permasalahan yang melibatkan sejarah sebagai mata pelajaran yang membosankan,
tidak menarik, sulit, serta menjemukan menjadi lebih parah dengan adanya
kemampuan guru yang rendah dalam menyampaikan materi. Guru sebagai pemberi
pesan dalam mata pelajaran sejarah, gagal dalam menyampaikan pesan kepada peserta
didik. Hal ini dapat terjadi karena berbagai macam hal, misalnya guru tidak menguasai
materi pelajaran dengan baik, kurangnya media yang bisa digunakan dalam media
pembelajaran, kurangnya buku ajar sebagai sumber referensi, kurangnya guru dalam
memahami tujuan dan kedudukan pendidikan sejarah, serta pembawaan guru dalam
pembelajaran sejarah yang terkesan monoton dan terlalu teoretis (Alfian, 2011).
Permasalahan-permasalahan diatas memberikan perspektif buruk pada
pembelajaran sejarah dimata para peserta didik. Peserta didik menganggap jika
pembelajaran sejarah adalah pembelajaran membosankan yang tidak penting serta
tidak memiliki kaitan langsung dengan kehidupan peserta didik. Perspektif buruk
mengenai pembelajaran sejarah membuat mata pelajaran sejarah hanya dipandang
sebelah mata oleh beragam khalayak.
Gejala pada peserta didik yang tidak tertarik pada mata pelajaran sejarah kerap
ditunjukkan dengan perilaku seperti mengabaikan penjelasan guru, menunjukkan raut
wajah bosan dan tidak tertarik, berbicara dengan teman sekelas saat guru menjelaskan,
bermain dengan gawai, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, membolos, bahkan
tertidur saat pembelajaran sejarah (Budi, 2017).
Selain itu orientasi pada tujuan pembelajaran sejarah juga menjadi permasalahan
dalam pelaksanaan pembelaharan itu sendiri. Pada kenyataannya pembelajaran sejarah
hanya berkutat pada penguasaan pengatahuan sesuai dengan SK dan KD yang dituntut.
Seharusnya pembelajaran sejarah bertujuan dalam membentuk sikap serta karakter para
penerus bangsa, namun dikarenakan tuntutan dari SK dan KD membuat para guru
berusaha keras dalam memenuhi tuntutan tersebut (Sayono, 2013).
Jika kita membahas mengenai usaha para guru dalam memenuhi tuntutan KD serta
SK pada pembelajaran sejarah, salah satu yang paling sering dilakukan adalah
pemanfaatan media pembelajaran. Media pembelajaran diyakini sanggup mendorong
kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran sejarah demi
memenuhi SK serta KD yang dituntut. Akan tetapi, media pembelajaran yang sering
digunakan oleh para guru dalam menunjang kegiatan pembelajaran sejarah hanya
sebatas media pembelajaran berwujud cetak seperti modul dan Lembar Kerja Siswa
(LKS).
Penggunaan media pembelajaran memang dapat menjadi salah satu penyelesaian
dalam permasalahan pembelajaran sejarah. Akan tetapi penggunaan media yang
terbatas hanya pada media pembelajaran cetak tidak benar-benar menyelesaikan
permasalahan pada pembelajaran sejarah diatas. Penggunaan media pembelajaran
cetak seperti buku atau modul sudah harus diminimalisir sebab tidak menarik dan tidak
interaktif bagi peserta didik. Proses pembelajaran dengan metode ceramah juga sudah
mulai terasa kuno, karena membuat proses pembelajaran menjadi satu arah saja.
Peserta didik sudah seharusnya dilibatkan secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga terjadi proses pembelajaran dua arah yang membuat kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
Pada era teknologi dan informasi seperti saat ini, dunia pendidikan juga mulai
terkena efek dari kemajuan teknologi dan informasi. Salah satu bukti dari masuknya
teknologi dan informasi ke dalam dunia pendidikan yang paling besar adalah
pemanfaatan smartphone dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahun 2020 lalu, dunia
mengalami pandemi Covid-19 yang meluluhlantahkan berbagai sektor, termasuk
sektor pendidikan. Dunia pendidikan Indonesia pun tidak luput mengalami
kelumpuhan sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Demi menunjang kegiatan
pembelajaran selama pandemi, maka dilakukanlah pembelajaran daring atau
pembelajaran jarak jauh. Salah satu perangkat teknologi yang lumrah digunakan dalam
mendukung pembelajaran jarak jauh adalah smartphone. Selain mudah diakses,
kepemilikan smartphone di Indonesia sudah terbilang merata, baik untuk peserta didik
maupun untuk guru. Pembelajaran jarak jauh menjadi trend baru dalam dunia
pendidikan, karena dirasa efisien, mudah, dan tidak menghabiskan banyak waktu.
Meski demikian, lagi-lagi metode ceramah dan tugas menjadi pilihan guru dalam
pelaksanaan kegiatan belajar jarak jauh, metode sama yang membuat kegiatan
pembelajaran terasa membosankan dan tidak menarik. Meski telah menggunakan
perangkat elektronik seperti smartphone, projector, laptop, dan sejenisnya, namun
kegiatan pembelajaran oleh guru masih terikat pada upaya konvensional seperti
ceramah yang notabenenya cenderung kepada teacher centered. Kegiatan
pembelajaran hanya berjalan satu arah dan peserta didik masih tidak dilibatkan secara
langsung dalam proses pembelajaran. Meski telah memanfaatkan perangkat teknologi
dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik masih merasa jika mata pelajaran sejarah
adalah mata pelajaran yang membosankan dan tidak menarik.
Penggunaan aplikasi berbasis android dapat menjadi jawaban bagi permasalahan
ini. Aplikasi ini berisi media baik berupa video maupun audio yang dapat membantu
peserta didik memahami materi mata pelajaran sejarah dengan lebih menarik. Selain
itu, aplikasi ini juga berisi kuis, ruang diskusi, serta assesmen berdasarkan materi yang
telah dipelajari untuk memancing daya kritis dan pemahaman peserta didik.
Kemampuan untuk berpikir secara kritis sesuai dengan salah satu poin kompetensi 4C
dalam keterampilan abad 21, yakni Critical Thinking. Penggunaan ruang diskusi dapat
membuat pembelajaran sejarah menjadi lebih interaktif karena peserta didik merasa
dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran.
Pemilihan materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan sebagai pokok
penelitian dirasa penting, sebab pasca kemerdekaan ternyata kita masih menemui
masalah-masalah internal yang berkaitan dengan disintegrasi bangsa. Selain itu, materi
upaya disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan juga jarang untuk disinggung dengan
mendalam pada buku pelajaran. Kebanyakan buku pelajaran sejarah akan langsung
berfokus pada masalah politik serta ekonomi yang Indonesia hadapi pasca proklamasi
kemerdekaan.
Pelaksanaan penelitian ini juga didukung dengan kondisi pada sekolah lokasi
penelitian. Setelah wawancara singkat melalui aplikasi WhatsApp dengan guru sejarah
SMA N Karangpandan, didapat hasil bahwa belum ada produk media pembelajaran
yang secara khusus membahas mengenai upaya disintegrasi bangsa pasca
kemerdekaan. Selama ini, guru sejarah hanya memanfaatkan buku pelajaran sebagai
referensi dan juga penggunaan perangkat elektronik seperti projector dan LCD untuk
mendukung proses pembelajaran, akan tetapi belum ada yang membahas dengan
spesifik mengenai upaya disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan.
Dengan demikian materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan berbasis
media aplikasi memiliki posisi penting dan dibutuhkan. Urgensi adanya aplikasi
dengan muatan materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan mendorong
peneliti untuk membuat media tersebut dalam penelitian yang berjudul
“Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Aplikasi dalam Pembelajaran Sejarah
untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca
Kemerdekaan pada Siswa Kelas XI”
2. Rumusan Masalah
1. Apa Saja yang dibutuhkan guru dalam pembelajaran sejarah pada kelas
XI pada materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan?
2. Bagaimana Pemahaman Peserta Didik terhadap Materi Upaya
Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan?
3. Bagaimana Produk aplikasi Materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca
Kemerdekaan dibuat serta tingkat kelayakannya?
4. Bagaimana implementasi aplikasi saat digunakan dalam uji coba
pembelajaran?
5. Bagaimana tingkat efektivitas aplikasi terhadap Pemahaman siswa
terkait Materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan?

3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan kebutuhan media pembelajaran sejarah yang


dibutuhkan oleh guru terutama dalam materi Upaya Disintegrasi
Bangsa Pasca Kemerdekaan
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik terkait materi
Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan
3. Untuk mendeskripsikan proses pembuatan aplikasi sebagai media
pembelajaran sejarah dan mengetahui tingkat kelayakan media
pembelajaran berbasis aplikasi
4. Untuk mengetahui implementasi aplikasi ketika dilakukan uji coba
dalam pembelajaran
5. Untuk mengetahui efektivitas aplikasi terhadap tingkat pemahaman
siswa terkait materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bertujuan sebagai referensi untuk penelitian


selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran sejarah
terutama media aplikasi. Penelitian ini juga bertujuan memberikan referensi
bagi penelitian dan pengembangan materi Runtuhnya Hindia Belanda di luar
buku teks pemerintah.

b. Manfaat bagi Guru

Penelitian dan media ini ditujukan untuk digunakan oleh guru sebagai media
pembelajaran sekaligus referensi penunjang materi Upaya Disintegrasi Bangsa
Pasca Kemerdekaan.

c. Manfaat bagi siswa

Media ini bertujuan dalam menambah pengetahuan, wawasan serta perspektif


baru bagi siswa terkait materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan.
Media ini juga mempunyai manfaat dalam mendorong ketertarikan siswa
terhadap pembelajaran sejarah

d. Manfaat untuk Sekolah

Penelitian ini mempunyai manfaat untuk sekolah sebagai referensi yang dapat
menambah wawasan guru maupun masyarakat sekolah dalam pengembangan
media pembelajaran. Media belajar yang dihasilkan juga dapat menambah
referensi dan media pembelajaran yang sudah ada sehingga dapat menambah
mutu siswa dan mutu sekolah
BAB II
Kajian Pustaka
1. Tinjauan Pustaka
Keberadaan penelitian terdahulu memiliki beberapa manfaat bagi
penulisan penelitian ini. Kajian tentang penelitian terdahulu dapat
mengungkapkan celah-celah pada penelitian yang justru dapat menjadi
pembaharuan bagi penelitian terbaru. Selain itu, dengan mengkaji penelitian
terdahulu, kita bisa menambah ragam referensi yang dapat dimasukkan dalam
penelitian kita. Penelitian pertama yang memiliki relevansi dengan penelitian
ini adalah sebuah penelitian berjudul PENGEMBANGAN MEDIA
PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS IT dalam bentuk jurnal. Penelitian ini
ditulis oleh Nunuk Suryani. Penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan
ICT (Information and Communication Technology) sebagai media
pembelajaran guna mendorong tingkat pemahaman peserta didik mengenai
mata pelajaran sejarah. Di dalam penelitian ini dipaparkan tahapan-tahapan
pada pengembangan media pembelajaran sejarah berbasis ICT, diantaranya
tahapan Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation.
Penelitian selanjutnya yang masih memiliki keterkaitan dengan materi
penelitian ini adalah penelitian dengan judul Analisis Kebutuhan
Pengembangan Bahan Ajar Digital Pembelajaran Sejarah Berbasis Aplikasi
Android Di SMA yang ditulis oleh Ridho Bayu Yefterson dan Kevin Fallo. Di
dalam penelitian tersebut, dituliskan mengenai pentingnya kehadiran bahan ajar
berbentuk digital guna meningkatkan daya tarik peserta didik pada mata
pelajaran sejarah. Dengan hadirnya teknologi audio serta visual, pembelajaran
sejarah dapat lebih mudah untuk disampaikan karena teknologi yang ada telah
cukup mumpuni. Selain itu, dengan mengembangkan bahan ajar berbasis
aplikasi, tenaga pendidik dapat mengawasi peserta didik dalam mencari materi
pelajaran di internet karena bahan ajar yang dikembangkan telah sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
Penelitian selanjutnya yang menjadi referensi dalam penulisan penelitian
ini adalah penelitian berjudul E-LEARNING (EDMODO) SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN SEJARAH yang ditulis oleh Yulius Dwi Cahyono dalam
bentuk jurnal. Di dalam penelitian ini, ditulis jika pemanfaatan TI (E-
LEARNING) dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sejarah.
Harapannya, dengan mengimplementasikan TI dalam materi pembelajaran
sejarah, maka materi yang sukar dipahami oleh peserta didik dapat menjadi
lebih mudah untuk dipahami. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan
teknologi audio dan visual yang memainkan peranan kunci dalam
pengembangan bahan ajar berbasis teknologi.
Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai pengembangan bahan
ajar sejarah berbasis aplikasi adalah penelitian berjudul Pengaruh Bahan Ajar
Interaktif Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Sma Di Padang Panjang:
Aplikasi Course Lab 2.4. Penelitian ini ditulis oleh Yosi Oktaviana, dkk dengan
hasil penelitian berbentuk jurnal. Pada penelitian ini, dilaksanakan pretest serta
posttest untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kehadiran bahan ajar
sejarah berbasis aplikasi dalam mendorong tingkat pemahaman peserta didik
mengenai materi mata pelajaran sejarah. Hasilnya, melalui pemanfaatan
aplikasi Course Lab, peserta didik memperoleh hasil peningkatan pemahaman
pada materi pembelajaran sejarah. Hal ini dibuktikan dengan nilai posttest yang
jauh lebih tinggi dibandingkan nilai pretest. Hal ini menjadi bukti jika pengaruh
penerapan bahan ajar ditengah-tengah pembelajaran sejarah memang memiliki
pengaruh yang signifikan bagi pemahaman peserta didik.
Penelitian berikutnya yang memiliki relevansi dengan pengembangan
bahan ajar berbasis aplikasi yakni sebuah penelitian berjudul E-modul Sejarah
sebagai inovasi bahan ajar digital berbasis aplikasi Canva untuk
meningkatkan minat belajar siswa yang ditulis oleh Adinda Fuadila Almahera,
dkk. Melalui penelitian ini, diketemukan jika pemanfaatan aplikasi Canva
sebagai media pembelajaran sejarah ternyata memiliki pengaruh yang cukup
besar. Penggunaan bahan ajar yang kurang bervariasi oleh guru dalam
penelitian terkait memiliki dampak buruk berupa rendahnya minat peserta didik
dalam mempelajari materi tersebut. Kehadiran aplikasi Canva dalam
pembelajaran sejarah menambah angin segar bagi peserta didik karena peserta
didik menginginkan bahan ajar yang memuat konsep audio dan visual. Pada
akhir penelitian, didapatkan persentase yang cukup tinggi pada peserta didik
mengenai ketertarikan pada materi pembelajaran yang diberi bahan ajar berupa
aplikasi.

2. Landasan Teori
2.1 Pengertian Belajar
Belajar bisa diartikan sebagai usaha seseorang dalam berubah menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Belajar juga bisa diartikan sebagai aktivitas
pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri
belajar di bawah bimbingan pengajar.
Belajar merupakan sebuah proses sadar dari seorang individu untuk
memperoleh perubahan dari dalam dirinya. Perubahan dari yang awalnya tidak
tahu menjadi tahu, perubahan dari yang awalnya tidak paham menjadi paham,
dan perubahan yang dari awalnya tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar
merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusisa. Melalui belajar,
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah
lakunya berkembang. Semua aktivitas serta prestasi hidup manusia tidak lain
merupakan output dari belajar. Belajar itu tidak hanya sekedar pengalaman.
Belajar merupakan sebuah proses, serta bukan suatu hasil. Maka dari itu belajar
terjadi secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan guna meraih sebuah tujuan.
Dalam proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan esensi dari
pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri. Tujuan utama dari bersekolah itu
sendiri adalah memperoleh pendidikan yang diajarkan oleh sekolah tersebut.
Hal ini menjadi penting karena tujuan pendidikan menjadi sorotan utama
berbagai pihak. Hal ini dapat dipahami karena berhasil atau tidaknya tujuan
pendidikan adalah dominan bergantung pada bagaimana proses belajar
mengajar itu berlangsung. Akan tetapi, sejatinya belajar tidak hanya sekedar
proses transfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, namun segala
hal di dunia ini yang membuat seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu
sudah bisa disebut sebagai belajar.
Dengan merujuk pada definisi diatas, maka perlu diperhatikan jika belajar
tidak hanya sekedar perubahan perilaku saja, akan tetapi juga terdapat
perubahan kemampuan, pengetahuan, serta cara berpikir. Hal ini dapat terjadi
karena sejatinya konsep belajar memuat segala macam aktivitas yang
berhubungan dengan keterampilan, pengetahuan, serta wawasan. Aktivitas-
aktivitas ini bertujuan untuk melatih aspek psikomotorik, kognitif, serta afektif.
Harapannya dengan pelaksanaan aktivitas ini akan menghasilkan luaran
(output) yang baik.

2.2 Pengertian Pembelajaran


Setelah penjelasan mengenai pengertian belajar, maka beriringan dengan
hal tersebut akan muncul juga istilah pembelajaran (learning). Jika sebelumnya
belajar dimaknai sebagai upaya seorang individu dalam berubah dan
bertransformasi menuju ke arah yang lebih baik, maka pada konsep
pembelajaran dapat kita artikan sebagai usaha seorang guru atau tenaga
pendidik dalam merubah dan mengarahkan peserta didik ke arah yang lebih
baik. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mengatakan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Beberapa ahli juga mengatakan hal
senada mengenai pengertian konsep pembelajaran. Seperti Dimyati dan
Mudjiono (1999) mengartikan pembelajaran sebagai kegiatan yang ditunjukkan
untuk membelajarkan siswa. Lalu Sardiman (1990) mengartikan pembelajaran
sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Hal berbeda justru diungkapkan
Tilaar, dimana ia mengartikan jika pembelajaran adalah sarana dan cara
bagaimana suatu generasi belajar; dengan kata lain, bagaimana sarana belajar
itu secara efektif digunakan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka bisa kita artikan jika
pembelajaran memerlukan koneksi antara guru sebagai teacher of teaching
dengan peserta didik sebagai student of learning. Pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan,
sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dan tugas guru
adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha
sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan minatnya. Di sini pendidik berperan sebagai fasilitator
yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Guru sebagai fasilitator juga bertanggung jawab untuk membangkitkan
keaktifan jiwa belajar pada peserta didik. Karena jika hanya fisik peserta didik
saja yang aktif, sedangkan jiwa atau mentalnya ada pada kondisi pasif, maka
besar kemungkinan jika tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Hal ini serupa
dengan peserta didik tidak belajar, karena pada dasarnya dengan jiwa yang
tidak aktif belajar, maka peserta didik tidak dapat merasakan perubahan yang
terjadi dalam dirinya.

2.3 Pengertian Media Pembelajaran


Media sendiri berasal dari Bahasa latin medius yang artinya adalah
‘tengah’, ‘perantara’, dan ‘pengantar’. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
kita simpulkan jika media sendiri bermakna sebagai sebuah sarana atau
perantara. Menurut (Bovee, 1997), media bermakna sebagai sebuah alat yang
mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Sedangkan John D. Latuheru
menyatakan bahwa media mempunyai fungsi edukatif yaitu media tersebut
memberikan informasi yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Merujuk pada
pendapat-pendapat dan pengertian tersebut, maka bisa kita tarik kesimpulan
jika media adalahh alat atau sarana yang berfungsi dalam menyampaikan pesan
atau informasi.
Media pembelajaran sendiri memainkan peranan yang penting dalam
proses pembelajaran. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembelajaran
merupakan proses transfer pengetahuan antara guru dengan peserta didik.
Dalam menyampaikan pengetahuan tersebut tentunya dibutuhkan komunikasi
antara guru dan peserta didik. Akan tetapi adakalanya materi yang dijelaskan
oleh guru terlalu abstrak dan tidak dapat dicerna dengan mudah oleh peserta
didik. Hal ini akan membuat proses transfer pengetahuan menjadi terganggu
dan capaian pembelajaran menjadi tidak tuntas. Maka dari itu muncul lah media
pembelajaran sebagai sarana yang berfungsi dalam mempermudah
penyampaian informasi dari guru untuk peserta didik.

2.4 Pengertian Pembelajaran Sejarah


Sejarah merupakan ilmu yang penting dan berguna dalam kehidupan
manusia, dibuktikan dengan terus adanya penulisan dan penyebaran narasi
sejarah yang berkembang di masyarakat. Kuntowijoyo menyebut kegunaan
sejarah mencakup dua hal, yaitu kegunaan intrinsic dan ekstrinsik. Menurut
Kuntowijoyo, kegunaan sejarah secara ekstrinsik mencakup kegunaan sejarah
sebagai sarana Pendidikan misalnya Pendidikan di sekolah umum dan
Pendidikan moral. Sejarah sebagai Pendidikan memiliki kaitan erat dengan
pembelajaran sehingga memunculkan istilah pembelajaran sejarah. Sejarah
dalam ranah Pendidikan dan pembelajaran memiliki peranan penting bagi
peserta didik untuk mengembangkan kreativitas, pemahaman dan ketekunan
terutama dalam mencari literatur dan sumber-sumber sejarah.
Pembelajaran Sejarah sebagai salah satu rumpun ilmu sosial merupakan
kegiatan yang dirancang dan diatur untuk menumbuhkan motivas belajar dan
pengembangan peserta didik. Pembelajaran sejarah juga memiliki pengaruh
terhadap perkembangan dan perubahan peserta didik baik perubahan kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (gerak fisik). Pembelajaran
sejarah dapat juga membantu peserta didik dalam memahami masa lampau
dengan baik dan menjadikan masa lampau tersebut lebih bermakna bagi peserta
didik. Pembelajaran sejarah sayangnya pada realitasnya terjebak pada proses
pembelajaran yang monoton, dimana pembelajaran sejarah hhanya diisi dengan
hafalan tanggal atau nama tokoh tertentu. Padahal pembelajaran sejarah
memiliki makna yang mendalam apabila diajarkan dengan keseriusan karena
pembelajaran sejarah berarti berinteraksi dengan masa lalu

BAB III
Metode Penelitian
3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian
3.1.1 Model dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan model pengembangan media pembelajaran
bertujuan untuk membantu pembelajaran sejarah di SMA N Karangpandan
pada siswa kelas XI. Secara desain, penelitian ini menggunakan desain
penelitian Research and Development atau desain penelitian pengembangan
yang memiliki output untuk menciptakan suatu produk baik modul atau sistem.
Desain penelitian atau metode penelitian Research and Development (R&D)
juga digunakan untuk menguji tingkat efektivitas suatu produk yang telah
dihasilkan. Metode R&D menjadi metode yang dianggap mampu
meningkatkan mutu Pendidikan karena R&D tidak hanya sebatas menghasilkan
produk, melainkan juga memperlihatkan proses-proses selama produk tersebut
dibuat.

3.1.2 Desain Penelitian

3.1.3 Pengertian Desain Penelitian Pengembangan (Research and


Development)

Penelitian Pengembangan atau R&D menurut L.R. Gay merupakan


desain penelitian yang berupaya menghasilkan suatu produk terutama bagi
dunia Pendidikan serta menguji validitas dan efektivitas produk tersebut dengan
penilaian oleh para ahli. Borg dan Gall memberikan pengertian yang senada
dengan pendapat L.R. Gay, bahwasanya penelitian pengembangan berorientasi
pada pengembangan dan proses validasi produk yang dihasilkan.

3.1.4 Ciri dan Karakteristik Desain Penelitian Pengembangan

Borg and Gall memberikan empat ciri penelitian R&D yaitu:

1. Melakukan penelitian pendahuluan atau penelitian awal untuk


menemukan dan menganalisis temuan-temuan awal

2. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap temuan awal,


maka ditindaklanjuti dengan membuat produk
3. Melakukan pengujian terhadap produk yang sudah dibuat

4. Melakukan perbaikan-perbaikan terhadap produk yang sudah diuji di


lapangan

3.1.5 Prosedur Penelitian


3.1.5.1 Tahapan Penelitian Pengembangan Secara Umum
Secara umum penelitian pengembangan memiliki tiga tahapan inti yaitu
Research yang meliputi identifikasi masalah, pembatasan penelitian dan
pembuatan skema penelitian dan pengembangan produk. Tahapan kedua adalah
Development yaitu proses mencari referensi atau rujukan mengenai produk
yang akan dikembangkan serta mulai membuat produk berdasarkan identifikasi
masalah. Tahapan ketiga adalah Diffusion yaitu melakukan perancangan
mekanisme uji coba lapangan, melakukan uji coba lapangan, meminta pendapat
para ahli dan kemudian melakukan evaluasi serta revisi produk.

3.1.6.2 Model Penelitian

Model Penelitian Research and Development yang dipakai dalam


penelitian ini adalah model ADDIE. Model ADDIE terdiri dari Analyze,
Design, Development, Implementation, dan Evaluation, sedangkan dalam
bentuk modifikasinya menjadi sebatas Analyze, Design, Development, dan
Implementation. Berikut penjelasan secara detail mengenai setiap tahapan dari
model AADIE

A. Analyze (Tahap Analisis)

Analyze atau Tahapan Analisis menjadi tahapan awal dalam model AADIE.
Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data seperti masalah atau
kendala pada pembelajaran. Berdasarkan data yang telah diambil dan
dianalisis kemudian menjadi patokan dalam menentukan produk yang akan
dibuat atau dikembangkan.

B. Design (Desain)

Tahapan Design atau perancangan berisi mengenai rancangan produk yang


akan dikembangkan, rancangan ini ditulis secara sistematis dan terperinci
serta disesuaikan dengan kebutuhan atau sesuai dengan yang dihasilkan dari
tahapan Analyze.

C. Development

Tahapan pengembangan atau Development merupakan kelanjutan dari


tahapan perencangan produk. Pada tahapan ini produk yang sudah dirancang
lalu dikembangkan disesuaikan dengan alat, bahan dan hasil rancangan yang
ada. Pada tahapan ini ditujukan untuk menghasilkan produk dengan
melewati proses validasi oleh para ahli baik ahli materi maupun media.

D. Implementation

Tahap implementasi atau tahap Implementation merupakan hasil akhir dari


tahap sebelumnya. Saat produk telah berhasil dibuat sesuai dengan
kebutuhan dari tahap analisis, maka pada tahap ini produk akan
diimplementasikan pada permasalahan yang dianalisis sebelumnya untuk
memperbaiki dan menyelesaikan masalah yang ditemui.

3.3 Populasi dan Sample

a. Populasi

Populasi merupakan segala keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti.


Menurut Sugiyono, populasi merupakan keseluruhan objek dan subjek
penelitian baik berupa mahluk hidup maupun wilayah yang memiliki
karakteristik tertentu dan ditetapkan oleh peneliti (Rahmadi, 2011; Sugiyono,
2019). Populasi yang dijadikan subjek penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas XI IPS SMA N Karangpandan yang mengikuti pembelajaran sejarah
materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan.

b. Sampel

Sampel secara sederhana menurut Sugiyono diartikan sebagai bagian dari


jumlah populasi penelitian. Sampel digunakan dalam penelitian apabila
seorang peneliti mengalami keterbatasan dalam meneliti keseluruhan
populasi. Pada penelitian ini Teknik pengambilan sampe menggunakan
Teknik Sampling Purposive. Teknik Sampling Purposive merupakan Teknik
sampling yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu, dalam
penelitian ini pertimbangan tersebut didasarkan pada arahan dan
pertimbangan guru mapel. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah
peserta didik kelas XI IPS 4.

3.5. Sumber Data


Sumber Data disebut juga sumber penelitian merupakan subjek dimana
suatu data atau informasi diperoleh. Sumber data dapat berupa manusia maupun
benda yang terdapat pada tempat penelitian. Terdapat tiga jenis sumber data
yaitu manusia/person, tempat atau place dan dokumen atau paper, ketiganya
umum dikenal menjadi 3P.

a. Responden

Responden atau disebut juga informan adalah yang memberikan respon


berupa informasi baik secara lisan maupun tulisan. Responden yang menjadi
sumber data pada penelitian ini meliputi Kepala Sekolah, Guru Sejarah, dan
siswa kelas XI SMA N Karangpandan.

b. Fenomena di Kelas

fenomena di kelas merupakan sumber data yang didapat dari kegiatan


mengamati atau observasi di kelas. Fenomena di kelas dalam penelitian ini
adalah proses pembelajaran sejarah di kelas, dalam hal ini pembelajaran pada
kelas XI. Peneliti melakukan pengamatan langsung pada proses pembelajaran
sejarah di kelas XI SMA N Karangpandan.

c. Dokumen

Dokumen merupakan sumber data tertulis yang merepresentasikan kegiatan


atau aktivitas tertentu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi Silabus, RPP, Perangkat Pembelajaran, daftar peserta didik, daftar
nilai dan visi-misi sekolah. Dokumen lain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah berbagai referensi yang terkait dengan materi Upaya Disintegrasi
Bangsa Pasca Kemerdekaan

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data digunakan dengan tujuan supaya data yang diperoleh
merupakan data yang terstruktur. Teknik pengumpulan data juga digunakan
dengan tujuan supaya data yang ada sesuai dengan konteks penelitian. Terdapat
beberapa Teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumen,
catatan lapangan, angket/kuesioner dan penelusuran online.

a. Wawancara

Wawancara merupakan Teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara


berinteraksi langsung dengan narasumber. Teknik wawancara saat ini tidak lagi
harus dilakukan secara tatap muka, melainkan juga secara daring lewat gadget.
Teknik wawancara dilakukan dengan cara menggali informasi seperti
melayangkan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber atau responden.
Jawaban dari narasumber kemudian akan disusun dan dikaji oleh peneliti.
Penelitian ini menggunakan responden wakil kepala sekolah untuk mengetahui
informasi tekait kurikulum dan pengajaran yang berlaku, Guru Sejarah untuk
mengetahui informasi terkait pembelajaran sejarah dan bahan ajar serta peserta
didik mengenai respon pembelajaran.

b. Observasi

Observasi merupakan Teknik pengambilan data dengan melakukan


pengamatan-pengamatan secara sistematis kemudian hasil pengamatan tersebut
ditulis. Observasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengamatan langsung
dan pengamatan tidak langsung. Pada penelitian ini observasi yang dilakukan
termasuk observasi langsung dimana peneliti melakukan observasi terkait
kondisi di sekolah dan kondisi pembelajaran Ketika sedang berlangsung. Hasil
observasi kemudian akan menjadi bahan untuk diteliti.

c. Studi Dokumen

Studi Dokumen merupakan cara pengumpulan data melalui pengumpulan


sumber-sumber tertulis yang didokumentasikan. Dokumen yang diteliti dapat
berupa dokumen pribadi maupun resmi, pendapat lain bahkan mengkategorikan
rekaman sebagai dokumen. Pada penelitian ini dokumen yang diambil sebagai
bahan penelitian meliputi perangkat mengajar (Silabus dan RPP), daftar peserta
didik dan daftar nilai. Dokumen lain yang digunakan adalah referensi-referensi
terkait isi materi Upaya Disintegrasi Bangsa Pasca Kemerdekaan.

d. Kuesioner/Angket

Teknik Kuesioner merupakan Teknik pengumpulan data menggunakan


pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara sistematis dan mendapatkan respon
atau jawaban dari responden. Angket yang digunakan pada penelitian ini berupa
angket kebutuhan produk yang ditujukan untuk guru dan peserta didik dan
angket yang bertujuan mendapatkan validasi dari para ahli dengan skala
tertentu. Para ahli yang menjadi validator dan menjadi responden angket
meliputi ahli media, ahli materi dan ahli praktisi.

c. Tes Pemahaman Materi

Tes pemahaman materi digunakan untuk mengukur dan mengetahui dampak


dari media pembelajaran aplikasi yang dikembangkan terhadap pemahaman
peserta didik. Pengukuran pemahaman menggunakan alat tes Pre Test dan Post
Test Sistem penilaiannya berupa uraian dengan skor maksimal 5 dan skor
terendah 0, pemberian skor disesuaikan dengan tingkat kebenaran jawaban
peserta didik.

3.7 Uji Keabsahan Data


Uji Keabsahan Data sering disebut juga sebagai uji validitas data, yaitu
menguji ketepatan antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan kondisi
sebenarnya dari objek penelitian. Data dikatakan valid apabila tidak terjadi
perbedaan dengan objek yang diteliti. Terdapat beberapa cara dalam melakukan
uji validitas atau keabsahan data seperti perpanjangan pengamatan, triangulasi,
melakukan pengecekan terhadap pemberi data dan meningkatkan ketekunan.
Penelitian ini menggunakan uji keabsahan data Triangulasi, yaitu Teknik
mengecek validitas data dengan berbagai cara, waktu dan sumber. Pada
penelitian ini menggunakan dua Teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber
dan triangulasi Teknik.

a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber merupakan Teknik pengecekan validitas data dengan cara
mencari dan membandingkan sesuatu dengan banyak sumber. Data yang
didapat dari berbagai sumber tersebut kemudian dianalisis, disimpulan dan
dimintakan kesepakatan terhadap masing-masing sumber. Pada penelitian ini
triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap sumber-
sumber (narasumber) yang berbeda meliputi guru sejarahh dan peserta didik di
SMA N Karangpandan.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi Teknik merupakan Teknik menguji validitas data dengan cara


menggunakan berbagai Teknik yang berbeda terhadap sumber yang sama,
misalnya memberikan beberapa Teknik (wawancara, observasi dan kuesioner)
terhadap satu sumber. Pada penelitian ini trianngulasi Teknik yang diberikan
adalah wawancara, kuesioner, observasi dan dokumentasi. Hasil dari setiap
Teknik tersebut kemudian dianalisis dan disimpulkan.

3.8 Teknik Analisis Data


Analisis Data merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan penelitian yang
berupa kegiatan berkelanjutan dan membutuhkan refleksi secara terus menerus
terhadap data yang sudah diperoleh. Analisis data juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk proses penyusunan secara sistematis data yang ada yang
kemudian diolah dan diorganisasikan guna mendapatka kesimpulan. Analisis
data menjadi langkah yang penting dalam penelitian karena dengan
menganalisis data secara benar akan didapat kesimpulan yang bermanfaat
(Sugiyono, 2019; Sidiq&Miftachul, 2019). Pada penelitian ini menggunakan
dua Teknik analisis berdasarkan jenis data nya, yaitu data kualitatif yang berupa
hasil-hasil wawancara, observasi serta angket dan yang kedua data kuantitatif
berupa simbol dan angka yang bertujuan menguji hipotesis.

A. Analisis Data Kualitatif

Pada penelitian ini menggunkan model Miles dan Hubberman dalam


melakukan Teknik analisis data. Miles dan Hubberman berpendapat bahwa
analisis data kualitatif sebenarnya telah dilakukan sejak pengambilan data
berlangsung, misalnya dalam pengambilan data wawancara maka seorang
peneliti telah menganalisis jawaban dari responden. Miles dan Hubberman juga
berpendapat bahwa analisis data kualitatif dilakukan dengan memetakan
sumber dan sebab akibat data tersebut. Aktivitas menganalisis data berdasarkan
model Miles dan Hubberman merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus hingga data tersebut menjadi jenuh. Teknik analisis data berdasarkan
model Miles dan Hubberman terdiri dari empat langkah, yaitu pengumpulan
data, reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan.

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses bagi peneliti untuk mengumpulkan data


sebanyak mungkin melalui observai, wawancara yang mendalam dan
dokumentasi yang lengkap. Proses pengumpulan data memerlukan waktu tidak
sebentar, bisa berhari-hari maupun berbulan-bulan. Pada tahapan ini seorang
peneliti akan mencatat semua hasil temuannya di lapangan.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan tahapan yang berisi kegiatan merangkum dan


memilah-milah data yang dikumpulkan berdasarkan fokus atau tujuan tertentu.
Proses Reduksi data kemudian akan memunculkan temuan yang diinginkan
peneliti dan temuan asing yang dapat diteliti kembali. Adanya reduksi data
maka akan mempermudah peneliti dalam menemukan gambaran hingga
membantu untuk mencari data tambahan selanjutnya bilamana diperlukan.

c. Penyajian Data

Penyajian data merupakan langkah selanjutnya setelah seorang peneliti


melakukan reduksi data. Pada tahapan ini, data yang telah direduksi kemudian
ditampilkan dengan memberikan uraian singkat maupun hubungan antar data.
Cara penyajian data kualitatif pada umumnya menggunakan narasi dengan
penyajian yang terstruktur sehingga mudah dipahami. Dalam penyajian data
juga ditampilkan hubungan-hubungan antar data sehingga dapat dianalisis lebih
lanjut.

d. Penarikan Kesimpulan
Penarikan Kesimpulan merupakan tahapan dimana seorang peneliti akan
menarik kesimpulan berdasarkan hasil olah dan analisis data. Kesimpulan yang
disajikan pada awalnya merupakan kesimpulan awal yang pada umumnya
validitasnya belum maksimal dalam menjawab rumusan masalah. Kesimpulan
awal kemudian didukung dengan data-data tambahan akan menghasilkan
kesimpulan yang kredibel dan mampu menjawab rumusan masalah yang ada.
Pada tahapan ini, kesimpulan disajikan dengan cara yang mudah dipahami
(lugas).

B. Analisis Data Kuantitatif

Analisis Data Kuantitatif pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis


hasil kuisioner validasi para ahli (ahli media, materi dan praktisi) serta
kuisioner yang berkaitan dengan penggunaan media aplikasi terhadap siswa.

a. Analisis Penilaian Produk dari Para Pakar

Analisa dari para ahli meliputi ahli media dan ahli materi dengan langkahh-
langkah sebagai berikut:

1. Analisis data dari validasi ahli media dan ahli materi

a. melakukan pengelompokkan data berdasarkan data yang telah


ditentukan

b. menghitung rata-rata pengelompokkan data menggunakan rumus


berikut ini:

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Presentase Skor = × 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

2. Menentukan Skor Maksimum (Ideal) menggunakan rumus berikut:


Σ𝑖𝑡𝑒𝑚Σ𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛Σ𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Presentase Skor = Σ𝑖𝑡𝑒𝑚Σ𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖Σ𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 x 100%

- Presentase Skor maksimal untuk ahli materi


30𝑥1𝑥4
= 30𝑥1𝑥4 𝑥 100%
120
= 120 𝑥100%
= 100%
- Presentase Skor Maksimal untuk ahli media
24𝑥1𝑥4
= 24𝑥1𝑥4 𝑥100%
96
= 96 𝑥100%

= 100%
- Presentase Skor maksimal untuk ahli praktisi
10𝑥1𝑥4
= 10𝑥1𝑥4 𝑥100%
40
= 40 𝑥100%

= 100%
- Presentase Skor Maksimal untuk Respon Peserta Didik
8𝑥20𝑥4
= 8𝑥20𝑥4 𝑥100%
640
= 640 𝑥100%

= 100%
3. Menentukan Skor Minimum (terendah) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Σ𝑖𝑡𝑒𝑚Σ𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛Σ𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
Presentase Skor = Σ𝑖𝑡𝑒𝑚Σ𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛Σ𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 x100%

- Presentase skor minimal untuk ahli materi


30𝑥1𝑥1
= 30𝑥1𝑥4 𝑥100%
30
= 120 𝑥100%

= 25%
- Presentas skor minimal untuk ahli media
24𝑥1𝑥1
= 𝑥100%
24𝑥1𝑥4
24
= 96 𝑥100%

= 25%
- Skor minimal untuk ahli praktisi
10𝑥1𝑥1
= 10𝑥1𝑥4 𝑥100%
10
= 40 𝑥100%

= 25%
- Skor Minimal Respon Peserta Didik
8𝑥20𝑥1
= 8𝑥20𝑥4 𝑥100%
160
= 640 𝑥100%

= 25%
4. Menenukan interval kelas dari empat komponen yang ada (sangat
baik, baik, cukup, kurang baik)
5. Menentukan Panjang kelas dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
%𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−%𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
= 𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑒ℎ𝑒𝑛𝑑𝑎𝑘𝑖

- Panjang kelas data validasi ahli materi


100−25
= 𝑥100%
4
75
= 𝑥100%
4

= 18,75%
- Panjang kelas data validasi ahli media
100−25
= 𝑥100%
4
75
= 𝑥100%
4

= 18,75%
- Panjang kelas data validasi ahli praktisi
100−25
= 𝑥100%
4
75
= 𝑥100%
4

= 18,75%
- Panjang kelas data respon peserta didik
100−25
= 𝑥100%
4
75
= 100%
4
= 18,75%
Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dilakukan, maka data kemudian
dikelompokkan dan diklasifikasikan sesuai dengan Panjang kelasnya. Berikut
tabel yang menunjukkan hal tersebut:

Rentang Presentase Kriteria Kelayakan


81,25% ≤ Γ11 ≤100% Sangat Baik
62,50% ≤ Γ11 ≤81,25% Baik
43,75% ≤ Γ11 ≤ 62, 50% Cukup
25% ≤ Γ11 ≤ 43,75% Kurang Baik

b. Analisis Dampak Media Pembelajaran


1. Perhitungan Hasil Belajar Peserta Didik dengan N-Gain
Perhitungan hasil Pre Test dan Post Test menggunakan perhitungan N-Gain
guna menganalisis peningkatan pemahaman peserta didik. Berikut tabel
rentang penilaian N-Gain

Skor N-Gain Kategori


g ≥ 0.7 Tinggi
0.3 ≤ g < 0.7 Sedang
0 < g < 0.3 Rendah

Sedangkan rumus perhitungan N-Gain sebagai berikut:

Keterangan:
Spos = Skor Post Test
Spre = Skor Pre Test
Smaks = Skor Maksimal
2. Perhitungan Uji T One Sample
Perhitungan Uji T One Sample digunakan untuk menghitung dan
mengukur efektivitas media pembelajaran aplikasi terhadap pemahaman
peserta didik setelah dilakukan evaluasi belajar berupa tes

Anda mungkin juga menyukai