Engine
Management
System
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas limpahan nikmat dan
ridhoNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku tentang teknologi yang berkembang
di bidang otomotif ini. Penyusunan buku ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar
tentang Engine Management System (EMS) bagi para pembaca, sehingga dapat membantu
pembelajaran, baik pada tingkat SMK maupun tingkat lanjut.
Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan semakin ketatnya regulasi
dalam bidang transportasi. Produsen otomotif saling berlomba-lomba untuk menciptakan
kendaraan yang ramah lingkungan, hemat bahan bakar, dan memiliki performa yang tinggi.
Perubahan dan perkembangan yang paling banyak dilakukan oleh para produsen untuk
mewujudkan hal tersebut adalah pada bagian Engine Management System (EMS). Oleh karena
itu bagi para insan otomotif perlu sekali untuk mengetahui dan memahami tentang Engine
Management System (EMS).
Buku ini membahas beberapa konsep dasar tentang Engine Management System (EMS)
dengan penyajian konten yang menarik dan bahasa yang mudah dipahami. Buku ini akan
memberikan pemahaman yang optimal mengenai Engine Management System (EMS) apabila
dibaca secara urut dan cermat,sebab isinya membahas Engine Management System (EMS)
yang berkembang dari sistem yang bersifat konvensional sampai yang terkomputerisasi.
Melalui buku ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan memberikan kontribusi
yang dapat membantu untuk memahami Engine Management System (EMS) yang berkembang
selama ini.
Demikian beberapa patah kata pengantar dari penyusun kepada segenap pembaca
sekalian. Saran, kritik dan masukan sangat kami harapkan demi perbaikan dalam penyusunan
buku ini. Terima kasih dan selamat membaca.
Penyusun
2
PENDAHULUAN
3
BAB I
SISTEM BAHAN BAKAR KONVENSIONAL
Sistem bahan bakar berfungsi untuk menyediakan campuran bahan bakar dan udara dalam
komposisi yang tepat untuk proses pembakaran pada mesin. Sistem bahan bakar yang umum
digunakan pada kendaraan-kendaraan lama adalah sistem bahan bakar
konvensional.komponen dalam sistem bahan bakar konvensional terdiri atas: tangki bahan
bakar, saringan bahan bakar, pompa bahan bakar, dan karburator.Susunan komponen sistem
bahan bakar konvensional dapat dilihat pada gambar 1.
Tangki bahan bakar berfungsi untuk menampung bahan bakarpada sistem bahan bakar
dengan aman dan sebagai tempat alat pengukur jumlah bahan bakar.
Fungsi dari saringan bahan bakar yaitu untuk menyaring bahan bakar dari tangki agar
kotoran tidak masuk ke karburator. Dalam sistem bahan bakar, saringan bahan bakar harus
diperiksa secara berkala untuk memastikan kondisi bahan bakar siap digunakan untuk
mensuplai kebutuhan bahan bakar pada mesin.
4
1.3. POMPA BAHAN BAKAR (POMPA BENSIN)
Fungsi pompa bahan bakar adalah memindahkan bensin dari tempat rendah (tangki)
ketempat yang tinggi (karburator). Macam-macam pompa yang digunakan pada sistem bahan
bakar konvensional yaitu:
1.4. KARBUTOR
1.4.1. Fungsi
Fungsi dari karburator adalah menyediakan campuran bahan bakar dan udara
dengan komposisi dan takaran yang tepat untuk keperluan pembakaran dalam silinder
mesin sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mesin. Bahan bakar yang dikirim kedalam
silinder harus dalam kondisi mudah terbakar/bereaksi dengan oksigen agardapat
menghasilkan efisiensi tenaga yang maksimum. Oleh karena itu, bahan bakar harus
dibuat dalam kondisi kabut agar mudah menguap sehingga mudah terbakar.
Untuk mendapatkan campuran udara dan bahan bakar yang baik, butiran bensin
(droplet) harus bercampur dengan sejumlah udara dengan tepat. Perbandingan udara dan
bahan, bakar dinyatakan dalam satuan massa dari bagian udara dan bahan bakar. Untuk
mendapatkan pembakaran yang optimal, maka diperlukan campuran bahan bakar dan
udara/Air Fuel Ratio (AFR) yang ideal (stoichiometric). Perbandingan udara dan bahan
bakar ideal dalam teorinya adalah 15 : 1, yaitu 15 untuk udara berbanding 1 untuk
bensin. Tetapi pada kenyataannya, mesin menghendaki campuran udara dan bahan bakar
dalam perbandingan yang berbeda-beda tergantung pada temperatur, kecepatan mesin,
beban dan kondisi lainnya.Perbandingan udara dan bahan bakar yang dibutuhkan sesuai
dengan kondisi mesin dapat dilihat pada tabel 1.
5
Tabel 1. AFR yang dibutuhkan pada setiap kondisi mesin.
Perbandingan Udara
Kondisi Kerja Mesin
dan Bahan Bakar
Saat Start Temperatur 0o C Kira-Kira 1:1
Saat Start Temperatur 20o C Kira-Kira 5 : 1
Saat Idling Kira-Kira 11 : 1
Putaran Lambat 12 – 13 : 1
Akselerasi Kira-Kira 8 : 1
Putaran max (beban penuh) 12 – 13 : 1
Putaran sedang (ekonomi) 16 – 18 : 1
6
1.4.3.2. Sistem Stasioner ( Idle )
Sistem idle menyediakan campuran bahan bakar dan udara untuk menjaga
putaran mesin dalam kondisi putaran langsam dan mempertahankan putaran mesin agar
tidak mati. Gambar sistem stasioner dalam karburator dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar di atas menunjukkan bahwa putaran idle terjadi saat katup throttle (gas)
menutup penuh/tidak dioperasikan. Namun pada saat itu juga terjadi suplai bahan bakar
dan udara untuk menjaga agar mesin tetap hidup. Skema aliran bahan bakar saat kondisi
ini dapat dilihat pada gambar di atas. Pembentukan droplet bahan bakar pada campuran
saat kondisi ini dilakukan oleh adanya air bleeder, sehingga butiran bahan bakar lebih
kecil.
7
bahan bakar dengan udara yang sesuai dengan kebutukan mesin. Gambar sistem putaran
lambat dapat dilihat pada gambar 3.
8
Saat katup gas semakin terbuka penuh maka udara yang mengalir melewati venturi
semakin banyak. Akibatnyaterjadi kevakuman yang besar pada daerah venturi sehingga
memungkinkan bahan bakar mengalir dari ruang pelampung menuju ke nosel melalui
spruyer utama melalui air bleeder untuk membentuk butiran bahan bakar (drop let) yang
lebih halus.Dengan demikian udara yang melalui venturi akan bercampur dengan bahan
bakar dalam jumlah yang banyak sesuai yang dibutuhkan oleh mesin sehingga
memungkinkan mesin untuk tetap menghasilkan tenaga sesuai dengan kebutuhan.
9
1.4.3.6. Sistem Percepatan (Acceleration System)
Saat pedal gas diinjak secara tiba-tiba untuk keperluan akselerasi, katup gas
akan membuka secara tiba-tiba pula, sehingga aliran udara akan menjadi lebih cepat.
Sementara bahan bakar mengalir lebih lambat karena berat jenis bahan bakar lebih
rendah dari pada udara sehingga campuran menjadi kurus. Padahal pada keadaan
tersebut dibutuhkan campuran yang kaya untuk mendapatkan torsi mesin yang tinggi.
Untuk itu pada karburator dilengkapi dengan sistem percepatan. Sistem ini bekerja
dengan memompakan sejumlah bahan bakar melalui mekanisme pompa percepatan yang
ada dalam karburator. Mekanisme sistem percepatan pada karburator dapat dilihat pada
gambar 6.
11
1.5. Kelemahan Sistem Bahan Bakar Konvensional
Berdasarkan sistem-sistem dan mekanisme yang ada pada sistem bahan bakar
konvensional, terdapat beberapa kelemahan sistem bahan bakar konvensional dengan
menggunakan karburator diantaranya adalah :
1.5.3. Pembentukan campuran bahan bakar dan udara pada setiap tingkat putaran dan
pembebanan mesin
Teknologi pada karburator belum dapat mengontrol perbandingan bahan bakar dan
udara secara tepat pada semua tingkat putaran dan kondisi mesin. Hal ini dikarenakan
AFR selama perpindahan dari satu sistem ke sistem yang lain dibuat kaya untuk
mencegah terjadinya backfiring dan tersendat yang mungkin dapat terjadi serta untuk
menghindari adanya ketidaksamaan yang lebih besar antar tiap silinder. Hal ini
menyebabkan konsumsi bahan bakar yang kurang efisien dan tenaga mesin yang
dihasilkan tidak optimal.
12
dibandingkan dengan kebutuhan silinder, dimana hal ini akan berpengaruh pada respon
mesin yang kurang baik terhadap perubahan throttle.
1.5.5. Komposisi campuran bahan bakar dan udara yang masih kurang baik
1.5.5.2. Terdapat bahan bakar yang terbuang sia-sia saat terjadi deselerasi
Saat terjadi deselerasi pada mesin yang menggunakan karburator dari putaran
tinggi ke putaran rendah sampai throttle tertutup, volume udara yang masuk akan
berkurang dan kevakuman di intake manifold akan menjadi besar sehingga bahan bakar
yang terhisap ke dalam silinder akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan campuran
bahan bakar dan udara menjadi kaya padahal pada keadaan tersebut campuran bahan
bakar yang kaya tidak dibutuhkan. Campuran bahan bakar yang kaya pada keadaan
tersebut akan menyebabkan meningkatnya emisi HC dalam gas buang dan bahan bakar
terbuang sia-sia.
1.5.6. Venturi pada karburator mengurangi efisiensi pemasukan campuran bahan bakar
dan udara (efisiensi volumetrik)
Venturi pada karburator membatasi aliran udara yang masuk ke dalam silinder.Hal ini
merugikan mesin karena menyebabkan berkurangnya efisiensi volumetrik yang akan
berdampak pada tenaga mesin yang dihasilkan menjadi kurang optimal.
13
BAB II
SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL
2.1. PENDAHULUAN
Pada motor pembakaran dalam (internal combustion engine) tenaga dihasilkan dengan
cara membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Untuk memulai terjadinya
pembakaran, pada motor bensin dilakukan dengan cara memberikan loncatan bunga api pada
elektroda busi. Sedangkan pada motor diesel udara dikompresikan dengan tekanan yang tinggi
sehingga menjadi sangat panas, dan bila bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder akan
terbakar dengan sendirinya. Karena pada motor bensin proses pembakaran dimulai oleh
loncatan bunga api pada elektroda busi, maka diperlukan cara untuk menghasilkan arus
tegangan tinggi yang diperlukan. Sistem pengapian (ignition system) pada kendaraan berfungsi
untuk menaikkan tegangan battery (biasanya antara 9 – 12 V) menjadi 10 - 22 kV yang akan
disalurkan ke busi.
O2 BB
Segitiga
Pembakaran
API
14
Pada motor bensin, agar pembakaran yang terjadi di dalam silinder (ruang bakar)
berlangsung secara sempurna diperlukan beberapa syarat, yaitu : tekanan kompresi yang
tinggi, saat pengapian yang tepat dan bunga api yang kuat serta campuran udara bahan
bakar (bensin) yang tepat. Mengatur saat pengapian yang tepat dan menyediakan
kualitas bunga api yang baik adalah menjadi bagian tugas dari sistem pengapian. Untuk
memenuhi fungsi ini, maka sistem pengapian harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
15
Tekanan pada ruang bakar
16
2.1.1.3. Ketahanan Terhadap Panas dan Getaran
Komponen-komponen dari sistem pengapian harus memiliki ketahanan
terhadap panas dan getaran sehingga dapat bekerja dengan baik pada setiap kondisi
mesin. Hal ini disebabkan karena kita ketahui bahwa motor bensin merupakan salah satu
jenis dari motor bakar yang kerjanya sangat identik dengan panas dan terjadinya getaran.
17
2.2. SISTEM PENGAPIAN BATERAI KONVENSIONAL
Sistem pengapian baterai pada umumnya digunakan pada mobil bensin. Pada mobil,
sistem pengapian ini biasanya terdiri dari battery, ignition coil, distributor, kabel tegangan
tinggi (high tension cord) dan busi (spark plug) seperti diperlihatkan pada gambar 10 di bawah
ini.
18
2.2.1. Komponen Sistem Pengapian Konvensional
2.2.1.1. Battery
Pada sistem pengapian konvensional, baterai berfungsi untuk menyediakan arus
listrik tegangan rendah (biasanya 12V) yang dibutuhkan oleh ignition coil sebagai
sumber energi listrik untuk sistem pengapian.
19
2.2.1.3. Unit Distributor
Secara keseluruhan, unit distributor berfungsi untuk mengatur saat pengapian
(timing ignition) dan untuk mendistribusikan tegangan tinggi yang dihasilkan oleh
ignition coil ke masing-masing busi sesuai dengan urutan pengapiannya (firing order).
Konstruksi dan bagian dari unit distributor diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.
20
Cam (Nok)
Cam (nok) terpasang pada bagian atas poros distributor, dan berfungsi untuk
mengungkit breaker point sehingga breaker point (platina) membuka pada sudut
crankshaft (poros engkol) yang tepat untuk masing-masing silinder. Pada saat cam
membuka breaker point, arus primer terputus.
Breaker Point (Platina)
Breaker point berfungsi untuk memutus hubungkan arus listrik yang mengalir
melalui kumparan primer ignition coil untuk menghasilkan arus listrik tegangan tinggi
pada kumparan sekunder dengan cara induksi magnet listrik (electromagnetic induction).
Induksi terjadi pada saat breaker point diputus atau terbuka. Breaker point terpasang
pada plat dudukan breaker point. Breaker point dalam kerjanya harus dapat
memutushubungkan arus listrik dengan cepat dan tidak menimbulkan adanya percikan
bunga api.
Capasitor / Condensor
Capasitor/condensor berfungsi untuk menyerap loncatan bunga api yang tejadi
pada titik kontak breaker point (platina) pada saat membuka dengan tujuan untuk
menaikkan tegangan secondary coil. Tegangan induksi yang dihasilkan kumparan
sekunder akan semakin besar, jika menghilangnya kemagnetan (self induksi) kumparan
primer berlangsung singkat. Condensor akan mempercepat menghilangnya tegangan
induksi kumparan primer dengan cara menyerap arus induksi tersebut. Dengan cara itu
maka tegangan tinggi kumparan sekunder dapat dihasilkan.
b. Bagian distributor
Bagian ini berfungsi membagi (mendistribusikan) arus tegangan tinggi yang
dihasilkan (dibangkitkan) oleh secondary coil pada ignition coil ke busi pada tiap-tiap
selinder sesuai dengan urutan pengapian (ignition order / forong order). Bagian ini
terdiri dari tutup distributor dan rotor.
Rotor
Rotor berfungsi untuk membagikan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan
oleh ignition coil ke tiap-tiap busi.
21
Gambar 14. Rotor dan Distributor Cap
Distributor Cap
Berfungsi untuk membagi arus listrik tegangan tinggi dari rotor ke kabel
tegangan tinggi untuk masing-masing silinder.
c. Bagian Governoor Advancer
Pada putaran rendah, kontak pemutus menutup dengan waktu yang cukup untuk
menyimpan energi potensial yang penuh, tetapi pada putaran tinggi lamanya kontak
menutup (sudut dwell) semakin pendek waktunya sehingga pemutusan arus primer
terjadi sebelum energi potensial maksimum tersimpan pada kumparan, hal ini
menyebabkan berkurangnya energi tegangan tinggi dari sekunder koil. Pada pengapian
konvensional pemajuan pengapiannya dilakukan mekanik dengan menggunakan
governoor advancer, atau sering juga disebut centrifugal advancer.
Governor advancer berfungsi untuk memajukan saat pengapian sesuai dengan
pertambahan putaran mesin. Bagian ini terdiri dari governor weight dan governor spring
(pegas governor). Saat putaran tinggi bobot sentrifugal mengembang dan mendorong
cam berputar sedikit lebih cepat membuka kontak pemutus. Semakin cepatnya kontak
pemutus membuka berarti semakin maju saat pengapian.
22
Gambar 15. Governor / Centrifugal Advancer
d. Bagian Vacuum Advancer
Saat beban penuh, pedal gas diinjak penuh dan katup gas membuka penuh.
Sejalan dengan naiknya putaran, pengapian dimajukan agar menjaga tekanan
pembakaran pada tingkat yang diperlukan untuk tenaga mesin optimal. Campuran bahan
bakar yang kurus dihasilkan pada bukaan katup sebagian yang mana lebih sulit terbakar.
Karena keadaan ini diperlukan waktu lebih untuk membakar sehingga perlu di picu lebih
awal dengan waktu yang digeser lebih maju.
Maka dari itu pada pengapian baterai konvensional dielngkapi dengan Vacum
Advabcer. Bagian ini berfungsi untuk memundurkan atau memajukan saat pengapian
pada beban mesin bertambah atau berkurang. Bagian ini terdiri dari breaker plate dan
vakum advancer, yang akan bekerja atas dasar kevakuman yang terjadi di dalam intake
manifold.
2.2.1.5. Busi
Busi berfungsi untuk mengeluarkan arus listrik tegangan tinggi menjadi
loncatan bunga api melalui celah electrodanya. Arus listrik tegangan tinggi dari
distributormenimbulkan bunga api dengan temperature tinggi diantara elektroda tengah
dan masa dari busi untuk menyalakan campuran udara bahan bakar yang telah
dikompresikan.
24
2.2.2. Cara Kerja Sistem Pengapian Baterai Konvensional
25
Gambar 18. Dwell Angle Engine 4 Cylinder
Dwell angle yang terlalu besar atau terlalu kecil tidak hanya menyebabkan tidak
tepatnya ignition timing, tetapi juga akan menyebabkan beberapa problem yang lain,
yaitu:
1) Bila dwell angle terlalu kecil pada saat kecepatan tinggi, arus primer tidak mencukupi
sehingga tegangan sekunder turun dan mengakibatkan pembakaran yang tidak baik
(mis-firing).
2) Bila dwell angle terlalu besar, pembukaan titik kontak kecil. Bila celah titik
kontaknya kecil, pada saat titik kontak terbuka cenderung terjadi busur nyala
(arching) pada titik kontak, sehingga arus akan tetap mengalir. Ini berarti tidak ada
pemutusan arus secara tiba-tiba, akibatnya pembangkitan tegangan sekunder tidak
terjadi.
27
BAB III
SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK (ELECTRONIC IGNITION
SISTEM)
28
TR2
31
Keterangan :
2aPembentuk sinyal : Merubah bentuk sinyal dari arus bolak-balik - pulsa berbentuk segi
empat.
2bPengatur dwell : Mengatur lamanya arus primer mengalir sesuai dengan jumlah putaran.
3 Stabilitator tegangan : Menstabilkan tegangan agar kerja dari komponen elektronik tidak
terpengaruh oleh perubahan tegangan.
2cPenguat (Amplifier) : Memperkuat sinyal pengendali sesuai dengan kebutuhan dari
rangkaian darlington.
2dRangkaian Darlington : Menghubung dan memutuskan arus primer.
32
3.1.2.2. Cara Kerja
33
3.1.2.3. Keuntungan dan kerugian sistem pengapian TCI-I :
Keuntungan :
1) Tidak menggunakan kontak pemutus, sehingga dapat mengurangi kerugian mekanis
pada sistem pengapian.
2) Penyetelan saat pengapian hanya saat pertama memasang dan dikontrol waktu servis.
3) Tidak ada gangguan pentalan pegas.
4) Mudah dalam pemeriksaan.
5) Bantalan pada poros distributor tidak terbebani tekanan sehingga keausan terjadi pada
waktu yang lama.
Kekurangan :
1) Pengontrol timing masih mekanis.
2) Sinyal yang dikirim masih dalam bentuk arus bolak-balik, maka pada kontrol unit
elektronik
3) Masih harus dilengkapi dengan pembentuk sinyal segi empat /kotak
4) Memberi informasi hanya pada saat pengapian saja
5) Pemajuan saat pengapian masih mekanis.
3.1.3. Sistem Pengapian Transistor dengan sinyal Hall / Transistorized Ignition Control –
Hall (TCI-H)
Sistem pengapian ini hampir sama dengan tipe TCI-I, namunfungsi pemutusan
digantikan oleh sinyal hall untuk memicu igniter. Proses pemicuan memanfaatan efek
hall untuk membangkitkan tegangan untuk memicu modul pengapian/ECU. Berikut
adalah gambar distributor dengan menggunakan hall generator:
Sumber: coilku.com
Gambar 25. Komponen CDI-AC (coilku.com)
36
3.2.1.1. Komponen Sistem Pengapian AC-CDI
a. Sumber Tegangan, berfungsi sebagai penyedia tegangan yang diperlukan oleh sistem
pengapian. Sumber tegangan sistem pengapian magnet elektronik AC merupakan
sumber tegangan AC (AlternatingCurrent), berupa Alternator (Kumparan
Pembangkit). Alternator berfungsi untuk mengubah energi mekanis yang didapatkan
dari putaran mesin menjadi tenaga listrik arus bolak-balik (AC).
b. Kunci Kontak (Ignition Switch), berfungsi sebagai saklar utama untuk menghubung
dan memutus (On-Off) rangkaian pengapian.
c. Koil pengapian (Ignition Coil), berfungsi untuk menaikkan tegangan yang diterima
dari sumber tegangan menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian.
d. Unit AC-CDI, merupakan serangkaian komponen elektronik yang berfungsi sebagai
saklar rangkaian primer pengapian, menghubungkan dan memutuskan arus listrik
yang dimanfaatkan untuk melakukan pengisian dan pengosongan muatan kapasitor,
kemudian dialirkan melalui kumparan primer koil pengapian untuk memicu
terjadinya induksi pada kumparan koil.Di dalam CDI unit terdapat beberapa bagian
yaitu diode (rectifier), kapasitor, dan thyristor/scr. Berikut adalah diagram blok
bagian-bagian CDI AC:
38
(saat pengapian), arus sinyaldihasilkan oleh signal generator. Arus sinyal pickup coil⇒
Gate (G) Thyristor switch dan mengaktifkanThyristor. Thyristor aktif (kaki Anoda ke
Katoda terhubung) danarus listrik dapat mengalir dari kaki Anoda (A)⇒Katoda (K).Hal
ini akan menyebabkan kapasitor terdischarge (dikosongkanmuatannya) dengan
cepat⇒melalui kumparan primer koilpengapian⇒massa koil.
39
Akibat induksi diri dari kumparan primer, kemudianterjadi induksi dalam
kumparan sekunder dengan tegangansebesar 15 KV sampai 20 KV. Tegangan tinggi
tersebutselanjutnya mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga apiyang akan
membakar campuran bensin dan udara dalamruang bakar.Terjadinya tegangan tinggi
pada koil pengapian adalah saatkoil pulsa dilewati oleh magnet, ini berarti waktu
pengapian(Ignition Timing) ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa,sehingga sistem
pengapian CDI tidak memerlukan penyetelanwaktu pengapian seperti pada sistem
pengapiankonvensional. Pemajuan saat pengapian terjadi secaraotomatis yaitu saat
pengapian dimajukan bersama denganbertambahnya tegangan koil pulsa akibat
kecepatan putaranmotor. Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerjalebih cepat
dari contact breaker dan kapasitormelakukan pengosongan arus sangat cepat,sehingga
kumparan sekunder koil pengapian teriduksi dengancepat dan menghasilkan tegangan
yang tinggi untukmemercikan bunga api pada busi.
40
c. Koil pengapian, berfungsi untuk menaikkan tegangan yang diterima dari sumber
tegangan menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian.
d. Unit DC-CDI, merupakan serangkaian komponen elektronik yang berfungsi sebagai
saklar rangkaian primer pengapian, menghubungkan dan memutuskan arus listrik
yang dimanfaatkan untuk melakukan pengisian dan pengosongan muatan kapasitor,
kemudian dialirkan melalui kumparan primer koil pengapian untuk menghasilkan
arus listrik tegangan tinggi pada kumparan sekunder dengan induksi elektromagnet.
Berikut adalah sirkuit dasar CDI DC:
41
Gambar 31. Skema Sistem Pengapian DC-CDI
a. Saat Kunci Kontak OFF
Hubungan sumber tegangan dengan rangkaian sistem pengapianterputus, sehingga
sistem pengapian tidak bekerja.
b. Saat Kunci Kontak ON
Kunci kontak menghubungkan sumber tegangan dengan rangkaian sistem
pengapian, sehingga arus listrik daribaterai dapat disalurkan ke unit CDI (DC
Conventer). Muatan listrik hasil dari konverter selanjutnya disimpan pada kapasitor.
Ketika rotor alternator berputar, reluctor ikut berputar.Saat reluctor mulai mencapai
lilitan pick up coil, lilitan pick upcoil akan menghasilkan sinyal listrik
untukmengaktifkan transistor (Tr) pada DC Conventer.
Arus sinyalyang dihasilkan oleh signal generator mampumembuka gerbang
SCR sehingga SCR menjadi aktif dan membukahubungan arus listrik dari kaki Anoda
(A) ⇒ Katoda (K).Hal ini akan menyebabkan pengosongan kapasitor dengan cepat ⇒
melalui kumparan primer koilkoilpengapian ⇒ massa koil pengapian. Pada kumparan
primer koilpengapian dihasilkan tegangan induksi sendiri sebesar 200 – 300V.Akhirnya
pada kumparan sekunder koil pengapian akan timbulinduksi tegangan tinggi sebesar ±
20 KVolt ⇒ melaluikabel busi ke busi menjadi percikan api listrik.
42
3.2.2.3. Pengaturan saat pengapian CDI
Pada pengapian CDI saat pengapian diatur secara elektronis didalam unit CDI.
Untuk mengatur saat pengapian terdapat rangkaian timing circuit yang terletak diantara
jalur output pulser dan input gate SCR. Berdasarkan pengaturan saat pengapian terdapat
dua jenis rangkaian, yaitu:
a. Pengaturan rangkaian analog
CDI dengan rangkaian timing circuit analog dikenal dengan CDI analog. Signal
output pulser diolah oleh timing circuit menggunakan rangkaian resistor-kapasitor. Saat
starting, rangkaian timing memproses signal negatif pulser dan meneruskan ke SCR.
Pada saat putaran meningkat, rangkaian memproses signal positif dan meneruskan ke
SCR. Semakin tinggi gelombang pulser semakin cepat pula pembukaan gerbang gate
SCR sehingga terjadi ignition advance.
b. Pengaturan dengan rangkaian digital
CDI dengan timing secara digital dikenal dengan CDI digital. Pengaturan
secara digital menggunakan sebuah IC (integrated circuit) sebagai pengendali utamanya.
Sebelum masuk ke IC, signal output pulser diubah menjadi signal digital dengan
rangkaian ADC (analog to digital converter). Signal tersebut diatur dan menghasilkan
output signal digital untuk memicu gerbang SCR sesuai putaran mesin.
43
3.2.2.4. Kelebihan dan kelemahan sistem pengapian CDI
Kelebihan :
a. Tidak memerlukan penyetelan saat pengapian, karena saat pengapian terjadi secara
otomatis yang diatur secara elektronik.
b. Lebih stabil, karena tidak ada loncatan bunga api seperti yang terjadi pada breaker
point (platina) sistem pengapian konvensional.
c. Mesin mudah distart, karena tidak tergantung pada kondisi platina.
d. Unit CDI dikemas dalam kotak plastik yang dicetak sehingga tahan terhadap air dan
goncangan.
e. Pemeliharaan lebih mudah, karena kemungkinan aus pada titik kontak platina tidak
ada.
Kelemahan
a. Arus yang keluar tergantung putaran mesin jika putaran mesin rendah pengapianya
pun kecil.
b. Sering sekali kawat elmail di spull terbakar karena panas yang berlebihan.
c. Walaupun arus yang dikeluarkan tetap tapi CDI DC sangat sensitif terhadap
konsleting karenaberhubungan dengan aki juga.
d. Jika AKI sudah mulai rusak dan tak mampu mengalirkan arus yang lebih dari 11-12
volt berpengaruh terhadap kinerja CDI.
e. CDI DC membutuhkan arus full DC dari aki.
44
ENGINE
MANAJEMEN SYSTEM
(EMS)
45
BAB IV
SISTEM INDUKSI UDARA
(AIR INDUCTION SYSTEM)
4.1. Pendahuluan
Sistem bahan bakar konvensional tidak memungkinkan udara yang masuk kedalam
silinder diukur, sehingga adanya campuran yang terlalu kaya atau terlalu miskin pada putaran
tertentu mungkin terjadi. Selain itu kualitas udara yang masuk hanya tergantung pada filter
udara. Filter udara yang masih bersih kualitas udara yang masuk ke dalam ruang silinder
kualitasnya baik, sehingga pembakaran pada ruang silinder dapat maksimal dan tenaga yang
dihasilkan juga besar. Apabila saringan udara sudah kotor maka udara yang masuk kualitasnya
juga buruk, jika kualitas udara buruk maka pembakaran dalam silinder tidak maksimal dan
menyisakan emisi gas buang. Dimesin EFI,udara yang masuk kedalam silinder diukur atau
disensor disetiap putaran supaya kualitas campuran antara udara dan bahan bakar tetap ideal
sesuai disetiap putarannya. Diukurnya udara disetiap putaran agar kualitas campuran bahan
bakar dan udara dapat terpenuhi disetiap putaran, dengan kualitas yang terjaga disetiap putaran
dimaksudkan agar tenaga mesin yang dihasilkan pada tiap putaran juga maksimal.
Elektronic Fuel Injection (EFI) merupakan bagian dari Engine Manajemen System
(EMS) yang secara umum dibagi menjadi tiga sistem fungsi utama pada mesin. Tiga sistem
utama tersebut adalah sistem induksi udara (Air Induction system), sistem bahan bakar (Fuel
system), dan sistem kontrol elektronik (electronic control system). Sistem induksi udara
merupakan sistem yang berguna dalam mengambil atau menyerap oksigen sebagai salah satu
faktor dalam terjadinya proses pembakaran di dalam silinder. Sistem bahan bakar merupakan
sistem yang berfungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki sampai ke dalam silinder. Sistem
ketiga adalah sistem kontrol elektronik, sistem ini berfungsi menerima sinyal dari sensor dan
mengolahnya kemudian perubahan sinyal tersebut direspon dan dikerjakan oleh aktuator.
Ketiga sistem tersebut pada proses kerjanya saling mendukung, adanya kerusakan pada salah
satu komponendari salah satu sistem maka kerja mesin menjadi terganggu. Hubungan antara
sensor dan aktuator juga tidak langsung, tetapi semua sensor dan aktuator saling mendukung
menjadi sebuah sistem.
46
Bab ini akan membahas tentang sistem induksi udara yang tersusunatas beberapa
komponen termasuk komponen sensor dan aktuator sistem injeksi bahan bakar. Sistem induksi
terdapat perbedaan cara pengukuran udara yang masuk ke dalam silinder yang membedakan
jenis mesin EFI sesuai pengukuran udara. Perbedaan pengukuran udara pada sistem induksi
membagi sistem EFI menjadi dua tipe yaitu L-EFI mengukur aliran udara, kode L berasal dari
bahasa Jerman Luft yang berarti udara. D-EFI mengukur tekanan udara, kode D berasal dari
kata Drunk pada bahasa Jerman yang berarti tekanan.
Sistem induksi berfungsi untuk menyalurkan udara segar dari luar untuk proses
pembakaran dalam silinder. Mengukur jumlah (L-EFI) atau tekanan (D-EFI) udara yang
masuk, dan diubah oleh sensor pada sistem induksi menjadi sinyal yang dikirim ke ECU untuk
menambah atau mengurangi jumlah penginjeksian bahan bakar sesuai dengan kondisi beban.
Disisi lain sistem induksi bekerja untuk mengatur posisiidle dan kebutuhan udara serta
indikator masukan untuk suplai bahan bakar pada putaran tinggi maupun beban penuh.
Perbedaan engine tipe L-EFI dan D-EFI hanya terdapat pada sensor pengukuran udara
yang masuk, padakomponen sensor maupun aktuator lain kedua tipe mesin EFI tetap sama.
Sistem aliran udara dimulai dari aliran udara masuk dari filter udara dengan menyaring
kotorandan debu, air metering (Air Temperatur Sensor danAir flow sensor pada L-EFI),
menuju trottle body, intake manifold berupa sensor (Manifold Air Pressure pada D-EFI), dan
ke ruang bakar. Skema aliran udara terlihat pada gambar dibawah ini.
1. Skema aliran sistem induksi tipe L-EFI
Fungsi sistem induksi adalah untuk menyalurkan udara segar ke dalam silinder, dari
fungsi tersebut dapat kita ketahui bahwa sistem induksi berada pada saluran masuk udara
kedalam silinder. Letak komponen sistem induksi lebih jelasnya terlihat pada gambar dibawah
ini :
49
4.4.1. Filter Udara
Udara bebas yang diserap bukan hanya terdiri dari oksigen tetapi terdapat
kandungan udara yang lain dan kotoran atau debu, sedangkan kebutuhan udara yang
dibutuhkan untuk pembakaran adalah udara bersih lebih spesifiknya oksigen. Udara
yang masuk kedalam ruang bakar harus udara yang bersih, kotoran yang ikut masuk ke
dalam ruang bakar menyebabkan pembakaran tidak sempurna. Alasan tersebut
menjelaskan bahwa sistem induksi yang berfungsi mengalirkan udara kedalam ruang
silinder juga harus bisa membersihkan udara yang masuk.
Filter udara merupakan permulaan dimana udara luar masuk ke dalam sistem
induksi. Filter udara berfungsi menyaring udara luar yang masuk ke dalam sistem
induksi, adanya filter udara diharapkan udara yang masuk ke ruang bakar adalah udara
yang bersih. Kotoran yang masuk dalam silinder tidak hanya mengotori ruang bakar tapi
dapat membuat dinding silinder dan piston aus tergores debu yang masuk, jika dinding
silinder sudah aus kotoran yang masuk dalam silinder akan menyebabkan oli kotor.
Bahan yang digunakan untuk filter udara pada mobil ada beberapa seperti filter
udara dengan bahan kertas (dry element) dan filter udara dengan bahan kertas oli (wet
element). Kotoran atau debu yang tersaring pada filter udara akan terhenti dan filter
udara menjadi kotor. Filter udara berbahan dry elementterbuat dari bahan kertas kering
sehingga sangat mudah dalam perawatan, pembersihannya dengan menyemprotkan
udara dari arah yang berlawanan. Filter udara berbahan wet elementterbuat dari kertas
yang dilapisi oli untuk memperhalus penyaringan udara yang masuk, sehingga
diharapkan udara yang melalui filter udara adalah udara yang benar-benar bersih. Filter
jenis ini lebih baik dalam menyaring kotoran, filter jenis ini juga bebas perawatan hanya
pada jarak tertentu filter udara harus diganti.
50
(a) (b)
Sumber: autozone.com dan Hyundai Motor Company
Gambar 37. IAT Sensor pada D-EFI (a) Penempatan, (b) konstruksi
IAT Sensor menggunakan thermistor sebagai pendeteksi temperatur udara,
besar kecilnya tahanan pada thermistor berubah-ubah sesuai tingginya temperatur udara.
Resistansi antara temperatur dan tahanan pada IAT sensor adalah berbanding terbalik.
Semakin tinggi temperatur udara yang masuk ke intake manifold tahanan thermistornya
semakin rendah, dan sebaliknya.
Gambar dibawah diperlihatkan rangkaian kelistrikan IAT sensor, ECU
memberikan sinyal tegangan sebesar 5 volt ke sensor melalui internal resistor. Nilai
tegangan tersebut akan berubah sesuai dengan kondisi temperatur udara yang masuk ke
dalam intake manifold. Fluktuasi tegangan yang ditimbulkan oleh IAT sensor akan
dideteksi ECU sebagai perubahan temperatur pada sensor dan menjadi sinyal input
ECU.
52
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar39. Air flow sensor tipe Vane
Desain rangkaian kelistrikan air flow sensor memiliki dua jenis yaitudesain
generasi pertama dan desain generasi kedua. Desain kelistrikan generasi pertama
memvariasikan sinyal dengan tegangan rendah ketika volume udara rendah dan
tegangannya tinggi ketika volume udara juga tinggi, perubahan tegangan pada jenis
pertama antara tegangan dengan volume udara berbanding lurus. Tegangan yang
digunakan memanfaatkan tegangan baterai langsung sebesar 12 volt, pada pendeteksian
sinyal output ECU membutuhkan tegangan tetap sebagai tegangan referensi. Terminal
yang digunakan pada air flow sensor sensor jenis pertama sebanyak empat terminal
kabel yaitu tegangan baterai (Vb), Tegangan tetap (Vc), Tegangan sinyal output (Vs),
dan massa (E2). Desain kelistrikan generasi kedua memilki karekter yang berkebalikan
dengan generasi pertama, pada desain ini ketika volume udara rendah tegangan output
sinyal tinggi dan tegangan akan menurun jika volume udara yang masuk semakin
meningkat atau semakin panas. Tegangan yang digunakan pada rangkaian kelistrikan
tipe kedua ini maksimal 5 volt, dan tidak menggunakan tegangan referensi dalam
penentuan pengukuran sinyalnya. Tidak membutuhkannya tegangan referensi
menjadikan rangkaian kelistrikan tipe ini lebih simpel, hanya menggunakan tiga terminal
kabel yaitu tegangan sinyal input sensor yang menyatu dengan tegangan kontrol pada
ECU (Vcc), tegangan sinyal output (Vs), dan massa (E2). Gambar di bawah
diperlihatkan rangkaian kelistrikan air flow sensor desain pertama dan desain kedua,
serta perbandingan naik turun volatase terhadap pembukaan katup.
53
Gambar40. Rangkaian kelistrikan AFS sensor desain pertama
Tipe mirror ini mengandalkan prinsip kerja listrik dimana sinyal elektrik akan
dihasilkan pada saat cahaya terpancar dari LED yang ditempatkan pada sisi atas mirror
yang dipantulkan oleh cermin dan kemudian dipancarkan ke photo transistor. Pada saat
cerminnya bergetar oleh adanya perubahan tekanan, tingkat keterangan cahayanya akan
berubah mengikuti sudut pantulnya, dan kemudian dipantulkan sebagai arus untuk
selanjutnya dirubah ke dalam bentuk sinyal digital. Berikut adalah gambarnya:
57
Sumber: Hyundai Motor Company
Gambar 45. Metode pengukuran K/V AFS tipe mirror
59
Sumber: Hyundai Motor Company
Gambar 47. AFS tipe Hot film
60
4.4.4. Sensor Kevakuman D-EFI (Manifold Absolute PressureSensor)
Tekanan hisap (vakum) udara didalam intake manifold berbeda-beda sesuai
dengan pembebanan pada mesin. Ketika mesin mati tekanan didalam intake manifold
sama dengan tekanan diluar (tekanan atmosfir). Kevakuman besar terjadi ketika mesin
hidup dan posisi throttle tertutup, sebagai contoh saat mesin deselerasi atau ketika terjadi
pengereman. Kevakuman pada intake manifold akan menurun seiring katup throttle
membuka semakin besar. Kevakuman dalam intake manifold ini diukur dengan
menggunakan manifold absolute pressure sensor atau sering disebut MAP sensor. Sinyal
output MAP sensor digunakan ECM untuk menentukan jumlah injeksi dan saat
pengapian. MAP sensor dalam pengukuran jumlah udara yang masuk tidak terpengaruh
terhadap kebocoran pada manifold dan perubahan tekanan udara luar dan komponen
mekanis untuk mengukur jumlah udara lebih sedikit, sehingga lebih baik bila
dibandingkan dengan air flow sensor.
MAP sensor merupakan ciri khas yang ada pada sistem D-EFI. MAP sensor
memiliki beberapa macam jenis, yaitu:
MAP sensor dengan variasi tegangan
Pada MAP sensor tipe ini sensor mendapat tegangan 5 volt ECU. Variasi tekanan akan
mengakibatkan diafragma berbelok/berubah. Gerakan ini akan mengubah resistansi pada
sirkuit jembatan pada sensor dan mengakibatkan output listriknya sebanding dengan
perubahan kevakuman tersebut.
Tipe variasi kapasitansi
Perubahan kevakuman intake manifold akan mengubah kapasitas pelat kapasitor yang
dipasang. Akibatkan akan mempengaruhi frekuensi sinyal output sensor. Perubahan
frekuensi sinyal tersebut selanjutnya dikirim ke ECU.
Tipe variasi induktansi
Pada tipe ini, perubahan kevakuman pada intake manifold akan mengubah induktansi
pada MAP sensor. Akibatnya, juga akan mengubah frekuensi gelombang kotak/digital
pada outputnya. Gelombang output selanjutnya dikirim ke ECU.
MAP sensor dengan variasi tegangan sering digunakan dalam sistem EFI.
Sensor inimenggunakan piezoresistive silicon chip sebagai komponen utama pendeteksi
perubahan tekanan hisap pada intake manifold. Voltase output sinyal berubah akibat
61
perubahan nilai tahanan yang disebabkan perubahan tekanan pada intake manifold yang
diolah oleh Integrated Circuit (IC) didalam MAP sensor. MAP sensor dihubungkan
dengan intake manifold menggunakan selang. Konstruksi dan perubahan output
tegangan dapat kita lihat pada gambar di bawah.
63
satu cara mengatur putaran idlepada throttle body dengan idle adjusting screwhanya
dengan memutar skrup penyetel searah jarum jam untuk memperkecil saluran by-pass
sehingga jumlah udara yang masuk ke dalam intake manifold semakin sedikit. Semakin
sedikit jumlah udara yang masuk maka putaran idle mesin semakin rendah. Sebaliknya,
ketika kita memutar baut penyetel berlawanan arah jarum jam maka saluran udara by-
pas semakin besar. Semakin besar saluran, udara yang masuk semakin banyak sehingga
putaran idle mesin meningkat. Untuk memperjelas, gambar di bawah ini
memperlihatkan lokasi throttle valve dan saluran by-pass.
64
1) Engine mode ketika posisi throttle menutup(idle), setengah membuka, dan membuka
penuh.
2) Kontrol emisi saat posisi throttle terbuka penuh dan saat switch AC mati.
3) Koreksi perbandingan campuran udara dan bahan bakar.
4) Koreksi peningkatan power pada mesin.
5) Mengontrol penghentian bahan bakar ketika deselerasi.
Adanya informasi yang didapat ECM seperti yang disebutkan di atas,
diharapkan kerja mesin dapat dimaksimalkan. Ciri dari sensor TPS adalah selalu berada
disamping throtle valve.Perubahan besarnya sinyal voltase output sensor tergantung dari
posisi throttle valve. TPS yang sering dipakai adalah model variabel resistor dan kontak
point.
1) TPS model Variabel Resistor
TPS model ini menggunakan resistor sebagai perubah besarnya sinyal output sensor,
sensor ini menggunakan tiga kabel voltase input(VC), voltase output(VTA), dan
massa(E2). Tegangan yang digunakan sensor ini menggunakan tegangan dari ECM
sebesar 5 volt. Perbandingan antara bukaan throttle dengan besarnya voltase adalah
berbanding lurus, dan perbandingan antara bukaan throttle dengan resistansi
berbanding terbalik. Ketika posisi idle tegangan yang dikeluarkan sensor antara 0,6 -
0,9 volt, dan ketika throttle valve terbuka sampai maksimal tegangan yang
dikeluarkan sensor antara 3,5 – 4,7 volt. Untuk memperjelas, diagram kelistrikan TPS
model variabel resistor dapat dilihat pada gambar di bawah.
66
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar54. Aliran udara pada air valve
Air valve tidak dikontrol oleh ECM melainkan dari kondisi panas mesin. Air
valve memiliki dua tipe yaitu tipe bi-metal dan tipe coolant heated wax.
1) Air valve tipe bi-metal
Air valve tipe ini menggunakan prinsip keseimbangan yang memanfaatkan
lempengan bi-metal dan pegas. Bi-metal dipanaskan oleh heater coil yang terhubung
dengan fuel pump. Ketika masih dingin bi-metal kuat menahan tarikan pegas
sehingga plat penutup katup tetap terbuka dan udara dapat melewati saluran by-pass,
dengan bertambahnya udara maka ECM akan meningkatkan jumlah pengijeksian
bahan bakar sehingga RPM mesin meningkat. Heater coil yang semakin panas
mengakibatkan bi-metal melengkung sehingga plat penutup semakin menutup oleh
tarikan pegas sampai akhirnya menutup. Saluran by-pass yang semakin menutup
maka udara yang masuk ke dalam intake manifold semakin sedikit dan ECM akan
mengurangi jumlah pengijeksian bahan bakar, sehingga RPM mesin semakin
menurun dan kembali pada RPM idle normal. Keterangan diatas diperjelas oleh
gambar dibawah ini.
67
Heat coil
panas
69
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar58. Konstruksi dan lokasi penempatan ISC valve
ECM dalam mengontrol dan menggerakan ISC valve terbagi menjadi empat
jenis yaitu stepper motor, rotary selenoid, duty control, dan vacum switching valve
(VSV) control.
1) Stepper motor
ISC valve tipe ini memanfaatkan motor stepper yang dikontrol ECM untuk mengatur
volume udara yang masuk ke dalam intake manifold melalui saluran by-pass. Ketika
putaran idle dan mesin mendapat beban ECM akan mengirim sinyal sinyal ke Stepper
motor untuk membuka by-pass valve dengan cara memutarkan rotor pada motor,
sehingga batang katup tertarik dan saluran membuka udara. Semakin banyak jumlah
udara yang masuk maka ECM akan menambah jumlah penginjeksian bahan bakar
dan RPM mesin akan meningkat. Ketika kerja mesin dapat mengimbangi beban pada
kendaraan maka katup ISC akan memperkecil saluran by-pass sehingga udara yang
masuk sedikit dan injeksi bahan bakar berkurang dan RPM mesin akan menurun. ISC
valve dengan motor stepper dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
70
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar59. ISC tipe stepper motor
2) Rotary Selenoid control
ISC tipe ini prinsip kerjanya sama dengan stepper motor, hanya komponen yang
digunakan untuk mengatur besanya saluran by-pass adalah rotary dan selenoid.
Selenoid difungsikan untuk membangkitkan kemagnetan sehingga rotary dapat
berputar, rotary ketika berputar berfungsi untuk mengatur saluran by-pass yang
dibantu plat bimetal yang difungsikan sebagai penyeimbang dan pegas pengembali.
ISC tipe ini bentuknya lebih kecil dan lebih baik dalam mengontrol udara yang masuk
melalui saluran by-pass ketika throttle tertutup.
72
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar62. ISC tipe VSV kontrol
Intake
Manifold
Intake Air
Chamber
74
panjangnya jarak jalur masuk udara, dan yang terbaru perubahan panjang intake
manifold juga sudah dikontrol oleh ECM.
1) Variabel Intake manifold tipe katup
Penggunaan katup sebagai perubah jarak model pertama yaitu model by-pass, dengan
menggunakan satu saluran masuk yang diberi katup dan hanya hanya mengontrol jarak
saluran masuk udara pada kecepatan rendah dan tinggi. Model ini diperjelas oleh gambar
65 di bawah.
75
2) Variabel intake manifold tipe kontrol ECM
Variable intake manifold yang ketiga menggunakan kontrol langsung dari ECM. Pada
model ini jarak saluran masuk disesuaikan panjangnya dengan tingginya RPM mesin
sehingga kekurangan suplai udara dan bahan bakar sangat diminimalisir. Perubahan
panjang intake manifold digerakan oleh motor DC yang pergerakkannya dikontrol
langsung oleh ECM, kelebihan variable intake manifold model ini adalah respon yang
cepat disegala putaran mesin sehingga output power mesin selalu terjaga. Cara kerja
variable intake manifolddalam berbagai rpm mesin dapat dilihat pada gambar
67dibawah ini.
76
BAB V
SISTEM INJEKSI BAHAN BAKAR
5.1. Pendahuluan
Pembatasan emisi, performa dan peningkatan efisiensi konsumsi bahan bakar menjadi
salah satu alasan yang menyebabkan selalu berkembangnya teknologi di otomotif khususnya
pada system bahan bakar. Penggunaan karburator dalam system bahan bakar konvensional
ternyata tidak mampu untuk terus memenuhi semakin meningkatnya batasan emisi dan
tuntutan untuk meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar. Selain itu dengan naiknya BBM
masyarakat pengguna kendaraan bermotor akan lebih memilih kendaraan dengan konsumsi
bahan bakar yang efisien, powernya besar dan rendah emisinya. Maka dengan adanya tuntutan
tersebut teknologi sistem bahan bakar beralih ke EFI (Electronic Fuel Injection). Sistem EFI
mampu memenuhi kekurangan-kekurangan sistem bahan bakar konvensional. Berikut
merupakan keunggulan EFI dibandingkan dengan karburator:
77
Perbandingan bahan bakar dan udara dapat diperoleh pada semua tingkat rpm
mesin
Teknologi pada karburator masih belum dapat mengontrol perbandingan bahan bakar
dan udara secara tepat pada semua tingkat putaran mesin, jadi pengontrolannya dibagi menjadi
slow system, first high speed system, second high speed system dan lain-lain. Di mana
campuran bahan bakar dan udara selama perpindahan dari satu system ke system yang lain
dibuat kaya untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan (backfiring dan tersendat) yang
mungkin dapat terjadi selama proses perubahan dan juga untuk menghindari adanya
ketidaksamaan yang lebih besar antartiap silinder. Dengan EFI, pengaturan campuran bahan
bakar dan udara diatur oleh ECU berdasarkan kebutuhan mesin sehingga perbandingan
campuran bahan bakar dan udara yang dibutuhkan mesin dapat diperoleh pada semua tingkat
rpm mesin.
Respon yang baik sesuai dengan perubahan throttle
Pada mesin yang menggunakan karburator, jarak antara nozzle ke silinder agak jauh
sehingga saat throttle dibuka secara mendadak karena perbedaan berat jenis yang besar antara
bahan bakar dan udara. Hal ini mengakibatkan bahan bakar yang masuk ke dalam silinder
sedikit apabila dihubungkan dengan perubahan volume udara yang masuk, dimana hal ini akan
berpengaruh pada respon mesin terhadap perubahan bukaan throttle. Berbeda dengan EFI,
injektor diletakkan dekat dengan silinder dan setiap silinder memiliki satu injektor selain itu
bahan bakar yang diijeksikan disesuaikan dengan kebutuhan mesin dan berubah sesuai dengan
perubahan massa udara yang masuk sehingga responnya lebih baik.
Koreksi campuran bahan bakar dan udara yang lebih baik
Kompensasi pada temperature rendah
Pada EFI, kemampuan untuk menghidupkan mesin pada temperatur rendah lebih baik
jika dibandingkan dengan karburator, dikarenakan pada pada EFI terdapat adanya coldstart
injector yang akan menginjeksikan bahan bakar selama mesin distarter. Selain itu juga
dikarenakan adanya udara yang dialirkan melalui air valve cukup, sehingga memungkinkan
kendaraan dapat dihidupkan dengan lebih mudah.
Penghentian injeksi bahan bakar
Saat terjadi deselerasi pada mesin yang menggunakan karburator dari putaran tinggi ke
putaran rendah sampai throttle tertutup, volume udara yang masuk akan berkurang dan
78
kevakuman di intake manifold akan menjadi besar sehingga bahan bakar yang terhisap ke
dalam silinder akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan campuran bahan bakar dan
udara menjadi kaya padahal pada keadaan tersebut campuran bahan bakar yang kaya tidak
dibutuhkan. Campuran bahan bakar yang kaya pada keadaan tersebut akan menyebabkan
meningkatnya emisi HC dalam gas buang dan bahan bakar terbuang sia-sia. Pada system
EFI terdapat system fuel cut off yang dapat menghentikan penginjeksian bahan bakar
sementara sampai batas rpm tertentu saat deselerasi sehingga dapat mengurangi HC pada
gas buang dan akan menghemat konsumsi bahan bakar.
Efisiensi pemasukan campuran bahan bakar dan udara
Venturi pada karburator membatasi aliran udara yang masuk ke dalam silinder dan hal
ini merugikan mesin. Sedangkan pada EFI tidak memerlukan venturi sehingga pada EFI intake
manifold dapat dibuat lebih besar sehingga meningkatkan efisiensi volumetrik dan tenaga
yang dihasilkan lebih besar.
79
Sumber: Robert Bosch, 2000
Gambar 68. Sistem bahan bakar K-Jetronik
b. Kontrol Elektronik (Electronic Fuel Injection/EFI)
Aplikasi teknologi kontrol elektronik memungkinkan pengontrolan injeksi bahan
bakar lebih akurat sehingga sistem injeksi motor bensin dengan kontrol elektronik pada
saat ini paling banyak digunakan. Sistem injeksi kontrol elektronik (EFI) berdasarkan
bagaimana teknik untuk mengetahui massa udara yang masuk secara umum
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) L Jetronic
Pada EFI L Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic
Control Unit (ECU) berdasarkan volume udara sebagai referensi untuk mengetahui
massa udara yang masuk. Sensor untuk mengukur volume udara yang masuk ke
dalam silinder menggunakan Air Flow Meter (AFM)
80
Gambar 69. Diagram sistem injeksi L-Jetronik
2) D Jetronic
Pada EFI D Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic
Control Unit (ECU) berdasarkan tekanan pada intake manifold sebagai referensi
untuk mengetahui massa udara yang masuk. Sensor yang digunakan untuk
mengetahui tekanan pada intake manifold adalah Manifold Absolute Pressure Sensor
(MAP Sensor).
85
b. Relief valve
Relief valve berfungsi untuk mencegah naiknya tekanan dari batas yang telah
ditentukan. Relief valve terbuka bila tekanan bahan bakar yang dikeluarkan mencapai
3,5-6,0 kg/cm2 dan tekanan bahan bakar yang tinggi langsung dikembalikan ke tangki
bahan bakar.
c. Check valve
Check valve berfungsi untuk mencegah bahan bakar kembali ke pompa saat pompa
bahan bakar berhenti sehingga tekanan pada saluran bahan bakar akan tetap. Dengan
demikian mesin lebih mudah dihidupkan kembali.
86
Pompa terdiri dari rotor yang diputar oleh motor, pumpspacer bertindak
sebagai batas luar dan roller-roller sebagai seal antara rotor dan pump spacer. Saat
motor berputar rotor akan berputar, maka roller akan terlempar keluar karena
adanya gaya sentrifugal dan terus berputar di dalam pump spacer. Pergerakan ini
akan menyebabkan adanya perubahan besarnya ruangan pada bagian inlet dan
outlet, pada bagian inlet akan membesar sehingga menimbulkan gaya hisap dan
pada bagian outlet akan menyempit sehingga akan menekan bahan bakar. Bahan
bakar mengalir melalui unit motor menekan check valve dan mengalir melalui
silencer. Silencer berfungsi untuk menyerap tekanan bahan bakar yang dibentuk
pompa dan mengurangi suara bising.
87
5.2.2.4. Pulsation Damper
Tekanan bahan bakar dipertahankan pada tekanan 2,55-2,9 kg/cm2, sesuai
kevakuman intake manifold dan pressure regulator. Oleh karena itu terdapat sedikit
variasi pada saluran bahan bakar dikarenakan adanya perubahan volume injeksi bahan
bakar. Pulsation damper berfungsi untuk menyerap variasi tekanan ini.
88
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 80. Pressure Regulator
Tekanan bahan bakar yang berasal dari pompa bahan bakar disetting untuk
kebutuhan tekanan dan debit bahan bakar saat penginjeksian pada posisi beban penuh
dan kecepatan tinggi. Sehingga tekanan bahan bakar tersebut perlu diatur sesuai dengan
saat putaran dan beban mesin yang lebih rendah agar tekanan injeksinya tidak menjadi
lebih tinggi karena pada beban dan kecepatan yang lebih rendah bahan bakar yang
diinjeksikan lebih sedikit. Di mana tekanan injeksi yang lebih tinggi akan berpengaruh
pada volume bahan bakar yang diinjeksikan. Cara yang digunakan untuk menjaga
tekanan pada delivery pipe adalah dengan menjaga rentang tekanan antara tekanan bahan
bakar pada delivery pipe dengan tekanan intake manifold.
Saat putaran rendah, kevakuman pada intake manifold tinggi sehingga akan
membantu melemahkan kekuatan pegas dan hal ini akan menyebabkan valve pada
pressureregulator lebih lebar. Hal ini akan membuat tekanan bahan bakar pada
delivarypipe tidak menjadi berlebihan dan tetap terjaga tekanannya. Hal ini akan
berpengaruh pada volume injeksi, jadi pada saat satu kali bukaan injektor dengan durasi
injeksi yang sama baik pada putaran tinggi maupun putaran rendah volume injeksinya
akan sama. Bila pressureregulator tidak berfungsi seperti karena adanya benda asing
yang menempel pada valve, ini akan menyebabkan menurunnya tekanan bahan bakar
sehingga mesin susah dihidupkan, idle kasar, dan tenaga lemah.
89
Tabel1. Hubungan tekanan intake manifold dan tekanan bahan bakar
Tekanan Bahan Rendah Tinggi
Bakar
Vakum Intake Tinggi (Tekanan Rendah (Tekanan
Manifold Rendah) Tinggi)
Volume Injeksi Sama Sama
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
5.2.2.7. Injektor
Injektor adalah nosel elektromagnet yang akan menginjeksikan bahan bakar
sesuai dengan signal dari ECU, dimana bahan bakar yang keluar dari injektor berbentuk
kabut. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan tergantung dari tekanan bahan bakar, besar
lubang injektor dan lama injektor membuka. Pembukaan injektor dilakukan secara
electromagnet, yaitu dengan mengalirkan listrik pada lilitan injektor, saat listrik
mengalir ke lilitan maka lilitan menjadi magnet, dan magnet menarik katup jarum pada
injektor, lubang injektor terbuka dan injektor menginjeksikan bahan bakar. Pengaturan
kapan dan lama listrik dialirkan ke injektor dilakukan oleh ECU berdasarkan kondisi
kerja mesin dari masukan sensor-sensor yang ada.
90
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 82. Konstruksi injektor
Jenis injector secara umum dibedakan menjadi dua yaitu hole type injector dan
pintle type injector. Pintle type injector merupakan bentuk awal dari injector yang
digunakan pada sistem injeksi konvensional dan EFI. Nama dari injektor ini diperoleh
dari tipe katup yang digunakan untuk mengontrol atomisasi dan aliran bahan bakar.
Injector jenis ini memiliki kelebihan yaitu atomisasi bahan bakar yang baik tetapi
kekurangannya adalah rentan untuk terbentuknya deposit pada pintle valve. Di mana
deposit tersebut dapat menyebabkan berkurangnya volume bahan bakar yang
diinjeksikan dan berpengaruh terhadap bentuk semprotan atau pengabutan bahan bakar.
Sedangkan untuk hole type injector merupakan bentuk terbaru dari injector pada EFI
untuk mengatasi kelemahan dari bentuk pintle type injector. Injektor jenis ini dapat
mengurangi terbentuknya deposit yang dapat mempengaruhi volume dan bentuk
semprotan atau pengabutan bahan bakar.
91
Pengontrolan dapat dilakukan dengan cepat, sebab memanfaatkan kecepatan aliran
listrik.
Pengontrolan dilakukan dengan sangat akurat, sebab dapat menghindari segala
kerugian mekanis.
Pengontrolan dapat dilakukan secara integrasi pada semua variabel, sebab melibatkan
sinyal digital yang dapat diolah datanya secara elektronik dengan akurat.
Ringkas, sebab menggunakan kabel sebagai pemindah energi listrik baik sebagai
piranti input maupun pengontrol.
Lebih mudah perawatannya.
5.2.4.1. Sensor
Sensor merupakan bagian input/masukan data dari sistem EFI. Sensor
merupakan piranti yang dipasangkan pada sistem kontrol EFI yang bertugas mendeteksi
kondisi mesin dan perubahan kondisi mesin. Sensor pada sistem EFI adalah komponen
yang mengkonversi energi dari pengukuran suatu besaran/variabel menjadi sinyal
elektronik. Sensor selalu memonitor kondisi engine, saat mesin start, kondisi dingin,
panas, akselerasi, deselerasi, percepatan, stasioner, kecepatan rendah, menengah, tinggi,
beban mesin tinggi, stasioner maupun tanpa beban. Sensor memberikan data masukan
kepada control unit dalam bentuk sinyal elektronik untuk selanjutnya diolah oleh ECU.
Beberapa besaran yang perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi mesin
yaitu:
Aliran massa udara
Tekanan udara yang masuk
Posisi katup throttle
Posisi sudut engkol/RPM
92
Temperatur cairan pendingin
Temperatur udara masuk
Konsentrasi oksigen pada gas buang
Kecepatan kendaraan
Posisi gigi transmisi
Selain besaran-besaran di atas, ada beberapa pengukuran tambahan agar keakurasian
operasi engine lebih baik, yaitu:
Kondisi pengaktifan kopling magnet Air Conditioner (AC)
Kondisi pengereman (On/Off)
Kondisi pembukaan penuh katup throttle
Kondisi katup throttle tertutup penuh.
Sinyal dari besaran-besaran di atas selanjutnya dideteksi oleh sensor, switch, maupun
perangkat lain. Berikut adalah sensor-sensor yang digunakan pada sistem MPI:
a. AirFlowMeter/Sensor
Pengukuran jumlah udara yang masuk diperlukan untuk mengetahui jumlah
kebutuhan bahan bakar yang perlu diinjeksikan. Pengukuran terhadap volume udara
yang masuk ini dilakukan oleh sensor air flow meter. Umumnya airflowmeter yang
digunakan adalah jenis flap yang memanfaatkan prinsip potentialdivider
(potensiometer).
b. Manifold Absolute Pressure (MAP) Sensor
Tekanan yang ada pada intake manifold diketahui sebagai tekanan absolut. Artinya,
tekanan tersebut diukur dari kondisi 0 tekanan atau kevakuman sempurna. Massa
udara yang masuk ke silinder harus diukur dengan akurat, sehingga dapat diperoleh
injeksi bahan bakar yang pas untuk pembakaran yang sempurna. Pengukuran tekanan
udara yang masuk dilakukan oleh MAP sensor. MAP sensor mendeteksi tekanan
yang ada pada intake manifold sebagai dasar pengukuran jumlah udara yang bisa
masuk ke silinder sesuai kebutuhan. Perhitungan massa udara yang masuk dalam
silinder dikalkulasi dari MAP sensor, putaran engine, dan temperatur udara masuk.
MAP sensor merupakan ciri yang ada pada sistem D-EFI.
93
c. Throttle Position Sensor
Sensor posisi katup throttle biasa juga disebut dengan throttle angle sensor. Sensor
ini mendeteksi posisi katup throttle sesuai kondisi pengendaraan. TPS harus bisa
mendeteksi kapan posisi putaran idle, beban tinggi, maupun posisi lain. Ketika
putaran idle, pembilasan gas buang pada silinder tidak berlangsung dengan baik. Hal
ini akan mempengaruhi pembakaran. Dengan adanya TPS, maka kondisi katup gas
terdeteksi, sehingga akan menyesuaikan jumlah injeksi yang diperlukan. Dengan ini,
maka putaran idle dapat berputar dengan lembut. Begitu juga ketika putaran tinggi
atau beban tinggi harus terdeteksi, sehingga bahan bakar yang diinjeksikan harus
ditambah.
d. Sensor Posisi Engkol (Crankshaft Position/CKP Sensor)
Putaran mesin, kondisi TMA, dan sudut engkol pada sistem EFI harus selalu
diketahui untuk menentukan waktu penginjeksian dan timing pengapian. Untuk
mengetahui kondisi ini, perlu dipasang sensor putaran mesin dan sudut engkol yaitu
CKP sensor. CKP sensor ini dipasang berdekatan pada fly wheel, puli depan, atau
ditempatkan pada distributor. Terdapat beberapa macam metode, bentuk dan
pemasangan sensor putaran dan sudut engkol ini. Beberapa model, CKP sensor
dipasang dekat dengan puli poros engkol atau di dekat fly wheel untuk mendeteksi
putaran mesin secara langsung ditambah Camshaft Position Sensor (CMP) yang
dipasang pada sumbu nok. Jenis lain kedua sensor ini dipasang bersama dalam
distributor yang mengukur posisi dan putaran mesin dengan pengukuran sumbu nok.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk membangkitkan sinyal ini, yaitu
dengan reluktansi magnet, efek medan (hall effect), dan sensor optik (photodiode/
phototransistor dan LED inframerah). Pada CKP yang menggunakan metode
reluktansi magnet menggunakan magnet, reluktor, dan kepingan kutup, sebuah
piringan reluktor dipasang pada fly wheel. Magnet permanen, kepingan kutup dan
kumparan dipasang pada blok silinder. Ketika setiap segmen reluktor melewati
kepingan kutup pada sensor, maka akan terjadi induksi elektromagnet yang akan
membangkitkan tegangan pada sensor. Sinyal ini kemudian dikirim ke ECU sebagai
sinyal putaran mesin dan sudut engkol.
94
Pada pembangkitan sinyal menggunakan efek medan, terdapat kepingan semi
konduktor sebagai hall element dan magnet yang dimanfaatkan untuk
membangkitkan efek medan pada hall element. Sinyal ini selanjutnya dikirimkan ke
ECU sebagai masukan untuk putaran mesin dan sudut engkol.
Pembangkitan sinyal optik memanfaatkan LED dan photodiode/phototransistor
sebagai sensor yang mendeteksi putaran mesin dan sudut engkol. Cahaya LED akan
mempengaruhi ON dan OFFnya photodiode/phototransistor. Adanya kepingan yang
berlubang akan menghambat dan meneruskan cahaya LED, yang mengakibatkan On
dan OFFnya photodiode/phototransistor. Berikut adalah gambar pemasangan CKP
sensor berdekatan dengan fly wheel dan sensor dengan metode optik:
95
tinggi temperatur maka tahanan pada thermistor justru semakin rendah. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada bagian sistem induksi udara.
f. Water Temperature Sensor (WTS)
Sensor ini digunakan untuk memberi informasi tentang temperatur mesin
melalui cairan pendingin mesin. Sensor ini biasa juga disebut dengan Engine Coolant
Temperature sensor (ECT sensor). Sensor ini ditempatkan di jalur cairan pendingin
mesin. WTS juga memanfaatkan karakteristik dari thermistor jenis NTC. Berikut
adalah karakter resistansi WTS terhadap temperatur cairan pendingin mesin:
97
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 87. Hubungan AFR dan konsentrasi oksigen gas buang
Terdapat dua macam oksigen sensor yang biasa dipakai, yaitu VoltaicType
EGO sensor dan Resistive Type EGO sensor.
Voltaic Type EGO Sensor
Pada tipe ini, oksigen sensor yang digunakan menggunakan efek voltaic. Sensor
dapar membangkitkan tegangan yang nilainya berubah-ubah sesuai dengan
konsentrasi O2 yang ada pada gas buang.Elemen yang digunakan adalah
zirconia (ZrO2). Konsep kerja sensor ini memanfaatkan perbedaan tekanan
parsial oksigen pada udara bebas dengan tekanan parsial oksigen pada gas
buang. Dengan kata lain, konsentrasi gas oksigen dapat terdeteksi dengan cara
ini. Konsentrasi gas oksigen pada permukaan laut adalah 21% dalam satuan
massa. Tekanan parsialnya kurang lebih 0,2 bar. Sedangkan konsentrasi gas
oksigen pada gas buang berkisar 0% pada campuran kaya dan 10% pada
campuran yang miskin, sehingga tekanan parsialnya sekitar 0,1 bar. Perbedaan
tekanan parsial ini memberikan efek pada ZrO2 untuk menghasilkan tegangan.
Tegangan yang dihasilkan dari pengukuran besarnya gas O2 ini dikirimkan ke
ECU, untuk selanjutnya ECU mempertahankan dan menyesuaikan agar
penginjeksian bahan bakar selalu dalam campuran stoichiometriy. Berikut
adalah gambar O2 sensor tipe voltaic:
98
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 88. EGO sensor tipe Voltaic
Kinerja oksigen sensor dipengaruhi oleh temperatur. Oksigen sensor dapat
bekerja dengan optimal pada suhu sekitar 2500C. Oleh karena itu, ada tipe
oksigen sensor yang dilengkapi dengan pemanas, sehingga oksigen sensor dapat
bekerja dengan optimal. Oksigen sensor ini sering disebut Heated Exhaust Gas
Oksigen (HEGO) sensor. Berikut adalah gambar dari HEGO sensor:
99
gas buang. Sensor jenis ini memiliki kepekaan yang lebih baik daripada yang
tipe voltaic. Sensor ini juga memanfaatkan perbedaan tekanan parsial antara
oksigen di udara bebas dengan oksigen pada gas buang. Perbedaan tekanan ini
akan mengubah nilai tahanan listrik pada sensor, sehingga akan mempengaruhi
besarnya arus listrik yang mengalir dan yang dikirimkan ke ECU. ECU
menerima sinyal ini, kemudian mempertahankan AFR pada kondisi ideal
berdasarkan sinyal ini. berikut adalah gambar konstruksi Oksigen sensor tipe
resistive:
100
electric. Saat terjadi knocking, maka diafragma akan bergetar dan memberi efek
pada elemen sehingga elemen menghasilkan tegangan listrik. Besarnya
tegangan yang dihasilkan sebanding dengan intensitas getaran yang terjadi.
Knock sensor ditempatkan pada blok silinder tepatnya pada dinding blok.
Untuk engine dengan 4 silinder, penempatan sensor ini biasanya pada bagian
dekat silinder 3, sebab pada posisi ini merupakan tempat yang terbaik untuk
mendeteksi getaran akibat ketukan pembakaran pada semua silinder. Berikut
adalah lokasi penempatan knock sensor dan konstruksinya:
Memori
Clock
102
memiliki kapasitas yang besar. RAM digunakan untuk menyimpan data sementara
selama CPU bekerja. Menempatkan data pada RAM disebut sebagai menulis,
sedangkan memproses atau menggunakan data ini disebut sebagai membaca.
d. Program
Program yang terdapat pada ECU digunakan untuk melakukan perhitungan-
perhitungan data secara digital, memanipulasi, serta mengatur setiap kerja sistem
digital pada ECU.
e. Clock
Clock digunakan untuk keperluan-keperluan pewaktuan dalam kerja ECU.
5.2.4.3. Aktuator
Aktuator merupakan komponen yang digunakan untuk mengkonversi sinyal
elektrik yang dihasikan ECU menjadi gerakan makanis, melakukan efek thermis
maupun efek magnetik. Dalam EMS secara keseluruhan, semua aktuator pada engine
dikontrol oleh ECU. Aktuator-aktuator tersebut adalah fuel injector, ignitioncoil, electric
fuel pump, EGR valve, fuel-vapor retention valve, dan fan motor. Namun, yang akan
dalam bab ini hanya aktuator yang berhubungan dengan sistem EFI saja, yaitu fuel
injector dan Idle speed control valve saja. Pada dasarnya, konsep kerja aktuator sistem
EFI menggunakan solenoid dan motor elektrik yang dikontrol oleh adanya sinyal dari
ECU.
a. Solenoid
Solenoid merupakan aktuator yang digunakan pada EMS khususnya pada sistem EFI.
Prinsip solenoid digunakan injektor untuk menginjeksikan bahan bakar. Solenoid
bekerja berdasarkan perintah ECU sesuai waktu dan porsi yang ditentukan. Sebagai
contoh, jika kondisi beban berat, maka ECU akan memerintahkan injektor untuk
membuka dengan durasi lebih lama.
Untuk mengatur kerja dari solenoid sebagai aktuator, pengontrolan kerja solenoid
pada aktuator sistem EFI umumnya menggunakan metode duty cycle dan metode
Pulse Width Modulation (PWM). Dalam metode duty cycle, pengaturan solenoid
berdasarkan lama ONnya solenoid terhadap waktu. Lamanya solenoid aktif dihitung
dalam persentase. Di sisi lain, penggunaan metode PWM memanfaatkan besarnya
frekuensi sinyal dari ECU untuk mengoperasikan aktuator tersebut. Aktuator sistem
103
EFI yang menggunakan prinsip solenoid adalah injektor bahan bakar, idle speed
control, dan vacum switch valve.
Injektor
Injektor bahan bakar digunakan untuk menginjeksikan bahan bakar pada sistem
EFI. Pada model single point injection, injektor ditempatkan pada throttle bodi dan
berjumlah 1 buah. Pada model MPI, injektor berjumlah sejumlah silinder mesin.
injektor ini dipasang pada intake manifold. Pada model Direct Injection, injektor
dipasang pada masing-masing silinder dan ditempatkan tepat di ruang bakar
mesin.
Injektor merupakan katup yang dikendalikan secara elektronik dengan prinsip
kerja solenoid biasa. Namun, konstruksi injektor yang digunakan pada sistem TBI,
MPI dan GDI berbeda. Pada sistem GDI, injektor harus tahan terhadap tekanan
tinggi, sebab tekanan bahan bakar yang disalurkan mencapai lebih dari 200 bar,
atau sekitar 50 kali lipat dari tekanan bahan bakar pada jenis MPI.
Injektor bahan bakar bekerja berdasarkan adanya pulsa dari ECU. Apabila ECU
memberikan pulsa negatif (-), maka akan terjadi aliran arus listrik pada coil di
injektor yang mengakibatkan adanya medan magnet. Medan magnet ini membuka
katup pada injektor, sehingga bahan bakar dengan tekanan tertentu akan
menyemprot/teratomisasi keluar. Banyaknya bahan bakar yang dikeluarkan
tergantung dari lamanya injektor membuka/durasi injektor ON. Selain injektor
utama, beberapa model menggunakan injektor tambahan yaitu cold start injektor
yang bekerja saat mesin masih dingin.
Idle Speed Control (ISC)
ISC digunakan untuk mengontrol putaran idle mesin, baik dalam kondisi tanpa
beban, maupun dengan adanya beban tambahan seperti AC, power steering, beban
kelistrikan, juga mempertahankan putaran idle pada saat mesin masih dalam
kondisi dingin dan kondisi-kondisi lainnya. Metode yang digunakan dalam
pengaturan putaran idle pada umumnya adalah memberikan udara tambahan yang
masuk pada intake manifold tanpa melewati throttle valve. Berikut adalah ISC
yang menggunakan solenoid sebagai katup untuk mengontrol penambahan udara
di intake manifold:
104
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 93. ISC dengan solenoid
Keterangan: 1. Armature spring
2. Armature
3. Solenoid coil
4. Valve
5. Spring
b. Motor Stepper
Selain penggunaan solenoid, sistem EFI juga menggunakan motor stepper dan
penggunaan motor DC yang dapat berputar bolak-balik sebagai aktuator. Motor
stepper merupakan motor listrik yang dapat berputar dengan langkah yang bertingkat,
sehingga dapat memungkinkan gerakan yang lembut dan penyimpangan yang kecil.
Beberapa motor stepper mampu berotasi dengan besar 7.50 dalam satu tingkat
gerakan. Oleh karena itu, dalam satu putaran penuh 3600, motor stepper mampu
bergerak sebanyak 48 langkah.
Motor stepper dapat bergerak maju maupun mundur untuk menutup dan membuka
katup dengan berbagai langkah sesuai dengan jumlah pulsa yang diberikan. Dengan
demikian, maka akurasi pengontrolannya lebih baik. Motor stepper banyak digunakan
sebagai pengontrol putaran idle (ISC valve). Besarnya pembukaan katup oleh motor
stepper tergantung dari pulsa yang diberikan oleh ECU berdasarkan kondisi kerja
mesin yang didapat dari masukan sensor-sensor. Pulsa yang diberikan oleh ECU
mempengaruhi jumlah step/langkah motor, sehingga mempengaruhi besarnya
pembukaan katup.
105
5.2.4.4. Kontrol Durasi Injeksi dan Mode Pengontrolan ECM
Besarnya AFR selalu dijaga sesuai dengan kondisi kerja mesin. AFR
dipengaruhi oleh banyaknya udara yang masuk dan jumlah bahan bakar yang
diinjeksikan. Jumlah udara yang masuk dikontrol oleh throttle valve, dan banyaknya
diukur oleh air flow sensor atau MAP sensor. Namun, banyaknya injeksi bahan bakar
dipengaruhi oleh tekanan bakan bakar, besar lubang injektor, dan lama membukanya
injektor. Tekanan bahan bakar diatur agar selalu tetap, begitu juga dengan lubang
injektor dibuat tetap. Namun, lain halnya dengan lamanya/durasi pembukaan injektor
diatur oleh ECU untuk menjaga dan menentukan perubahan AFR pada saat dibutuhkan.
Secara umum, terdapat beberapa kondisi kerja mesin yang mempengaruhi AFR
dan durasi injeksi bahan bakar. Kondisi tersebut adalah kondisi starting, warming up,
open-loop kontrol, close-loop kontrol, akselerasi dan beban tinggi, deselerasi, dan
putaran idle.
1. Kondisi Starting
Kondisi starting merupakan kondisi dimana diperlukan campuran yang lebih kaya,
yaitu dengan AFR berkisar 2:1 sampai 12:1 bergantung pada temperatur engine.
Apabila temperatur mesin rendah, permukaan droplet yang dapat terbakar menjadi
berkurang, sebab bahan bakar sulit terbakar. Oleh karena itu, diperlukan campuran
yang lebih kaya. Dalam kondisi ini, sistem kontrol yang diaktifkan adalah pada mode
warm-up mode.
2. Kondisi Warm-up
Kondisi warm-up merupakan kondisi dimana dibutuhkan AFR yang masih kaya
untuk menjamin putaran yang halus dan mempercepat pemanasan engine. Dalam
kondisi ini, AFR diatur dengan menambah durasi injeksi, sehingga pembukaan
injektor lebih lama. Durasi injeksi disesuaikan terhadap perubahan temperatur mesin.
Masukan dari oksigen sensor belum diolah, sebab konsumsi bahan bakar dan emisi
pada saat ini bukan menjadi pokok.
3. Kondisi Open Loop Control
Kondisi open loop control berjalan selama pemanasan engine atau terjadi kegagalan
pada oksigen sensor. Pengontrolan ini memanfaatkan input dari sensor-sensor yang
ada untuk menjamin durasi injeksi yang memungkinkan campuran yang
106
stoichiometry, bahan bakar tetap ekonomis, dan emisi gas buang yang rendah tanpa
koreksi hasil pembakaran. Pengontrolan ini belum memanfaatkan masukan dari
oksigen sensor sebagai koreksi pembakaran sebab kerja oksigen sensor belum
optimal dalam kondisi temperatur yang masih rendah.
4. Kondisi Close Loop Control
Kondisi ini berjalan setelah temperatur mesin sesuai temperatur kerja dan oksigen
sensor sudah bekerja. Kondisi ini memanfaatkan oksigen sensor sebagai korektor
terhadap pembakaran untuk menentukan apakah campuran yang disediakan terlalu
kurus, gemuk, sehingga campuran dipertahankan dan dijaga dalam kondisi ideal
dalam kondisi kecepatan rendah, menengah, tingi, maupun dengan beban mesin yang
berubah-ubah.
5. AccelerationEnrichment
Dalam kondisi ini, diperlukan campuran yang kaya, sehingga torsi mesin akan
bertambah untuk beban yang berat. Kondisi ini mengabaikan pemakaian bahan bakar
dan emisi gas buang, sebab hanya dalam waktu yang sesaat. AFR pada saat ini sekitar
12:1. Kondisi pembebanan mesin ditentukan oleh komputer berdasarkan sinyal dari
TPS saat berada pada posisi membuka lebar, sehingga komputer akan menambah
durasi injeksi dan suplai bahan bakar.
6. Deceleration Leaning
Saat kondisi deselerasi dari putaran mesin tinggi ke rendah secara tiba-tiba, AFR
harus dibuat miskin untuk mengurangi/meminimalisir gas HC dan CO. ECU
mengurangi suplai bahan bakar dengan mengurangi durasi injeksi oleh injektor.
Kondisi deselerasi ini dideteksi dari sinyal penutupan TPS secara tiba-tiba dan
kondisi kendaraan lainnya seperti kecepatan kendaraan. Selain pengurangan jumlah
bahan bakar, apabila dilakukan deselerasi yang mendadak, terjadi pula penghentian
suplai bahan bakar (fuel cut off).
7. Idle Speed Control
Kondisi putaran idle harus dijaga agar mesin tetap berputar dalam putaran sangat
rendah namun tetap menyala meski diberikan beban tambahan seperti AC dan beban
kelistrikan lainnya. Dalam kondisi ini kondisi katup throttle menutup penuh, sehingga
udara dilewatkan pada saluran selain throttle valve, yaitu throttle bypass valve.
107
Mekanisme yang biasa digunakan untuk membuka katup ini adalah penggunaan
motor stepper seperti yang dijelaskan pada bagian aktuator di atas.
8. Battery Voltage Correction
Sinyal tegangan baterai juga digunakan oleh ECU untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan tegangan baterai terutama pada saat baterai lemah. Saat baterai lemah,
maka kinerja injektor dan pompa bahan bakar akan menurun. Akibatnya bahan bakar
yang diinjeksikan berkurang. Untuk mengantisipasi ini, maka saat tegangan baterai
lemah, maka ECU memerintahkan penambahan durasi injeksi kepada injektor.
00 360 7200
0
Sudut Engkol
111
maka hal ini juga dapat mengurangi emisi CO2 yang dapat menyebabkan efek rumah
kaca dan pemanasan global. GDI juga sangat cocok untuk penggunaan turbocharger, di
mana penggunaan turbocharger dengan ukuran mesin yang sama tenaga dan torsi mesin
yang dihasilkan akan lebih besar sehingga konsumsi bahan bakarnya juga dapat lebih
hemat. Contoh perbedaan konsumsi bahan bakar dan tenaga mesin antara GDI yang
menggunakan TSI (Twin Charge Stratified Injection) dan PFI (Port Fuel Injection)
dapat dilihat pada tabel di bawah. Di mana TSI pada dasarnya adalah penggabungan
penggunaan turbocharger dan supercharger. Turbocharger digunakan pada saat putaran
tinggi sedangkan supercharger digunakan pada saat putaran rendah. Supercharger
memiliki fungsi yang sama dengan turbocharger tetapi perbedaannya adalah
supercharger digerakkan oleh cranksaft pada mesin.
Tabel 2. Perbandingan konsumsi bahan bakar dan tenaga mesin antara GDI dan PFI
112
Sumber: Daniela Siano, 2010
Gambar 100. Perbandingan karburator, PFI dan GDI
Pada PFI bahan bakar diinjeksikan melalui suatu saluran atau intake manifold
sedangkan pada GDI, bahan bakar langsung diinjeksikan ke silinder dengan tekanan
tinggi. Selama langkah hisap hanya udara yang mengalir melalui intake manifold dan
masuk ke dalam silinder. Hal ini menjamin pengontrolan yang lebih baik dari proses
injeksi dan dapat menyediakan injeksi dari bahan bakar selama proses atau langkah
kompresi saat katup hisap tertutup dan inilah yang tidak dapat dilakukan oleh PFI.
PFI memiliki keunggulan adanya waktu yang lebih banyak untuk penguapan
bahan bakar karena bahan bakar diinjeksikan pada intake manifold. Pada GDI bahan
bakar diinjeksikan langsung ke silinder sehingga dibutuhkan tekanan yang sangat tinggi
untuk membantu proses atomisasi dan penguapan bahan bakar. Selain itu pada GDI
membutuhkan kepresisian timing dan durasi injeksi yang lebih tinggi karena apabila
durasi injeksi ditambah maka akan menyebabkan piston basah dan memperlambat waktu
injeksi maka akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pencampuran bahan bakar
dan udara.
Pada PFI film bahan bakar akan terbentuk pada intake manifold dan area katub
hisap yang dapat menyebabkan tertundanya proses penguapan bahan bakar. Khususnya
pada saat menghidupkan mesin pada suhu dingin terbentuknya film bahan bakar pasti
akan terjadi. Oleh karena itu pada PFI sangat perlu untuk menambah volume injeksi
bahan bakar pada kondisi tersebut untuk mendapatkan campuran yang ideal. Di mana
113
resiko dari penambahan volume injeksi adalah dapat menyebabkan meningkatnya polusi
HC. Masalah ini dapat di atasi oleh GDI yaitu dengan menginjeksikan bahan bakar
langsung ke dalam silinder untuk mengatasi meningkatnya emisi HC dan pemberian
bahan bakar yang terlalu berlebihan kepada mesin.
114
pada saat langkah hisap untuk memperoleh atau menyediakan campuran yang homogen.
Pada mode homogenous dengan campuran yang kurus, throttle juga akan dibuka penuh
seperti pada mode stratified dengan campuran yang kurus. Di mana mode homogenous
dengan campuran yang kurus diaktifkan pada kondisi beban menengah.
5.3.4. Sistem Bahan Bakar dan Engine Management System pada GDI
116
Tangki bahan bakar digunakan untuk menampung dan menyimpan bahan bakar.
Pompa bahan bakar elektrik (fuel pump electric) berfungsi untuk menekan atau
menyalurkan bahan bakar dari tangki ke pompa tekanan tinggi (high pressure pump).
Sebelum masuk ke pompa tekanan tinggi, bahan bakar disaring oleh saringan bahan
bakar (fuel filter). Pompa tekanan tinggi digerakkan oleh camshaft untuk meningkatkan
tekanan bahan bakar hingga 13 MPa yang kemudian disalurkan ke pipa deliveri (fuel
rail). Di mana fuel pressure sensor digunakan untuk menyensor tekanan bahan bakar
pada pipa deliveri karena tekanan bahan bakar sangat berpengaruh penting terhadap
tenaga mesin dan emisi gas buang. Tekanan bahan bakar yang berlebihan akan diatur
oleh pressure relief valve dengan mengembalikannya ke tangki bahan bakar. Di mana
injektor merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem injeksi.
117
High Pressure Pump (Pompa Tekanan Tinggi)
Pompa tekanan tinggi digerakkan oleh camshaft untuk meningkatkan tekanan bahan
bakar hingga 13 MPa yang kemudian disalurkan ke pipa deliveri (fuel rail). Pompa
bahan bakar terdiri dari plunger, spill control valve dan check valve. Pulsation
damper juga dipasang pada saluran masuk pompa. Plunger akan bergerak naik turun
dengan adanya nok dari camshaft. Di mana camshaft memiliki tiga buah nok yang
berjarak 120 derajat antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya tiga buah nok
ini akan menyebabkan terjadinya 3 langkah tekan pada pompa setiap satu putaran
poros nok. Spill control valve digunakan untuk mengatur tekanan output pompa.
Komponen ini diletakkan pada saluran masuk pompa, spill control valve
digerakkan oleh Electronic Driver Unit (EDU) berdasarkan perintah dari ECU. Check
valve diletakkan pada saluran keluar dari pompa, saat tekanan bahan bakar dari pompa
meningkat maka akan dapat mendorong check valve sehingga bahan bakar dapat
mengalir ke pipa delivery.
118
Sumber: Autodata, 2010
Gambar 105. Diagram Kerja Pengontrolan Tekanan Bahan Bakar
Spill Control Valve Operation:
Saat posisi pemasukan (intake) posisi plunger bergerak ke bawah, karena adanya
tekanan pegas. Ini menyebabkan bahan bakar masuk ke dalam silinder pompa. Jika
spill control valve tidak ditutup saat plunger bergerak ke atas karena adanya tekanan
nok camshaft maka bahan bakar akan kembali ke saluran masuk pompa. Maka dari
itu saat plunger bergerak ke atas agar dapat menekan bahan bakar ke pipa delivery
maka spill control valve harus ditutup. Untuk menutup spill control valve maka ECU
akan mengirim sinyal melalui EDU untuk menutup spill control valve. ECU akan
menghitung atau mengkalkulasikan target dari tekanan bahan bakar sesuai dengan
kondisi pengendaraan. Dimana ECU dapat mengontrol tekanan bahan bakar dengan
mengatur pengoperasian spill control valve melalui EDU. Timing atau waktu dan
durasi menutupnya spill control valve divariasikan untuk dapat menyesuaikan
tekanan pompa dengan target tekanan yang telah ditentukan.
119
Sumber: Autodata, 2010
Gambar 106. Kerja dari Spill Control Valve
Delivery pipe (Pipa Delivery)
Pipa delivery dibuat dari aluminium alloy, untuk menampung bahan bakar bertekanan
sebelum diinjeksikan oleh injektor. Pipa delivery juga digunakan sebagai tempat
dipasangnya fuel pressure sensor (sensor tekanan bahan bakar), pressure relief valve
dan injektor.
120
Fuel pressure sensor
Fuel pressure sensor yang dipasang ada pipa delivery berfungsi mengirim sinyal ke
ECU untuk mengetahui besarnya tekanan bahan bakar pada pipa delivery sehingga
ECU dapat melakukan tindakan untuk menyetabilkan dan mencapai tekanan yang
dibutuhkan.
Sumber: VolksWagon
Gambar 112. Piezo Electric Injector
123
5.3.4.2. EMS pada GDI
EMS terdiri dari Electronic Control Unit (ECU), sensor dan aktuator. ECU
secara terus menerus memilih mode kerja berdasarkan posisi kerja kendaraan dan
masukan data dari sensor-sensor. Semua actuator akan diatur oleh ECU yang meliputi
injeksi bahan bakar, timing pengapian, pengaturan putaran idle, sistem EGR, sistem
penyimpanan dan pengaturan uap bahan bakar (fuel-vapor retention system valve),
pompa bahan bakar elektrik, dan mengatur fungsi sistem lainnya. Jadi bisa dikatakan
bahwa ECU merupakan otak dari sistem GDI ini. Gambar di bawah merupakan skema
kerja dari EMS pada GDI:
125
1. Activated 10. High pressure 21. CAN interface
charcoal fuel rail 22. Fault indicator
canister 11. Camshaft lamp
2. Regeneration phase sensor 23. Diagnostics
valve 12. Lamda sensor interface
3. High-pressure upstream of 24. Interface with
pump with primary immobilizer
integrated fuel- catalytic ECU
quantity control converter 25. Accelerator
valve 13. Exhaust gas pedal module
4. Actuators and recirculation with pedal
sensors for valve travel sensor
variable valve 14. High pressure 26. Fuel tank
timing fuel injector 27. In-tank unit
5. Ignition coil 15. Knock sensor comprising
and spark plug 16. Engine electric fuel
6. Hot film air temperature pump, fuel
mass meter sensor filter, an fuel
with 17. Primary pressure
integrated catalytic regulator
temperature converter 28. Exhaust gas
sensor (three-way temperature
7. Throttle device catalytic sensor
(electronic converter) 29. Main catalytic
throttle control 18. Lamda sensor converter
EGAS with downstream (NOx
position sensor) of primary accumulator
8. Intake manifold catalytic plus three-way
pressure sensor converter catalytic
9. Fuel pressure (optional) converter)
sensor 19. Speed sensor 30. Lamda sensor
20. Engine ECU downstream of
min catalytic
converter
Sumber: Daniela Siano, 2010
Gambar 114. Sistem EMS pada GDI
126
BAB VI
SISTEM PENGAPIAN EMS
(ENGINE MANAGEMENT IGNITION SYSTEM)
6.1. Pendahuluan
Terdapat tiga sistem yang bekerja pada EMS yaitu sensor, control unit, dan
aktuator/penggerak. Kelompok sensor bekerja untuk mendeteksi mesin, seperti pada putaran
mesin, temperatur air pendingin, posisi pembukaan katup throotle, knocking, tekanan udara,
dan lain-lain. ECM atau sistem kontrol memiliki database untuk bekerja dan menerima data-
data dari sensor, yang selanjutnya diolah untuk menentukan bekerjanya aktuator. Aktuator
adalah sebagai output yang bertugas untuk melaksanakan perintah dari ECM, seperti contoh
penginjeksian bahan bakar, memulai pengapian, kontrol udara pada putaran idle, dan lain-lain.
127
Besar kecil dwell dan timing pengapian sistem pengapian pada EMS dapat
bervariasi sesuai dengan kebutuhan mesin. Dwell divariasikan sesuai dengan putaran
dan beban mesin. Sistem pengapian bekerja dengan cara memberikan arus pemicu
kepada modul pengapian (igniter) sehingga modul akan memberi kesempatan bagi
rangkaian primer ignition coil untuk membentuk rangkaian tertutup dan menghasilkan
induksi. Dengan demikian, prinsip kerja dari pengapian tersebut hampir sama dengan
sistem pengapian konvensional, akan tetapi perbedaan waktu pembentukan medan
magnet pada coil dikontrol oleh ECM. Dari ECM tersebut dapat menentukan timing
berdasarkan sensor yang ada sesuai dengan kebutuhan untuk kalkulasi data yang tepat
bagi pengapian. Secara sederhana, konsep pengaturan pengapian dapat digambarkan
dengan data seperti pada skema berikut ini:
128
6.3. Sensor Sistem Pengapian pada EMS
Sensor-sensor berfungsi memberikan data tentang kondisi mesin kepada ECM untuk
menentukan waktu pengapian serta pengaturan lamanya igniter mengONkan kumparan primer
kool/dwell. Sensor untuk keperluan sistem pengapian dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu sensor utama sebagai dasar utama penentuan timing pengapian, serta sensor
koreksi untuk menjamin keakurasian sistem pengapian. Sensor yang termasuk sensor utama
untuk sistem pengapian adalah sensor untuk mengetahui putaran mesin dan posisi sudut
engkol termasuk posisi TOP silinder 1 yang dijalankan oleh Crankshaft position sensor dan
camshaft position sensor.Sedangkan sensor koreksi untuk sistem pengapian antara lain MAP
sensor, engine coolant temperature sensor, throttle position sensor, knock sensor.
1. Crankshaft Position Sensor (CKP) dan Camshaft Position Sensor (CMP)
Sensor ini digunakan untuk memperoleh signal data posisi engkoldan kecepatan putaran
mesin melalui deteksi posisi camshaft dan crankshaft. Pada umumnya jenis signal yang
diaplikasikan pada sensor ini adalah jenis induktif dan jenis optic. Model signal induktif
terdiri dari dua signal, yaitu menggunakan G signal dan NE signal.
G signal berfungsi sebagai informasi posisi TOP silinder, sehingga dalam satu siklus
mesin akan mengirimkan data sejumlah silinder mesin.
NE signal memberikan informasi posisi camshaft dan putaran mesin. Dengan
mengkombinasikan model signal induktif tersebut ECM dapat menentukan TOP
kompresi setiap silinder.
130
Gambar 118. Posisi pemasangan knock sensor pada blok silinder
Lebih jelasnya mengenai sensor-sensor pada sistem pengapian ini dapat dilihat pada sistem
kontrol elektronik EFI di Bab V.
Dalam aplikasinya, sistem pengapian pada EMS dikembangkan beberapa teknologi yaitu
ESA (Elektronic Spark Advancer) dan sistem DIS (Distributorless Ignition System). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut:
132
b. Warm-up correction
Saat suhu dingin/rendah untuk proses pembakaran pembentukan campuran bahan
bakar dan udara memerlukan waktu yang lebih lama. Pada kondisi ini campuran
bahan bakar dibutuhkan lebih banyak agar proses awal pembakaran dapat berjalan
dengan normal. Sudut waktu pengapian dimajukan kira-kira 15o, koreksi tersebut
berfungsi pada saat kondisi mesin dingin.
133
d. Kondisi saat terjadi knocking
Ketika terjadi knocking sensor ini akan memberikan informasi menuju ECM dan saat
pengapian akan dimundurkan beberapa derajat sampai tidak terjadi knocking lagi dan
diberi jeda sebelum kembali ke saat pengapian yang tepat.
Terdapat beberapa model mesin yang menambahkan koreksi lain ke dalam
sistem ESA untuk lebih tepat dan akurat dalam mengontrol waktu pengapian. Saat
putaran idle tidak stabil atau fluktuatif, ECU akan melakukan penyesuaian supaya mesin
dapat berputar stabil. ECU akan mengkalkulasi putaran rata-rata mesindan memberikan
derajat timing pengapian yang tepat untuk putaran tersebut. Jika masih terjadi penurunan
putaran dari putaran rerata, timing akan dimajukan sehingga putaran akan naik, begitu
juga sebaliknya. Demikian akan terjadi terus menerus sehingga diperoleh putaran yang
stabil. Sinyal sensor yang berperan dalam koreksi timing ini adalah signal putaran
mesin, throttle position sensor, dan vehicle speed sensor.
Pengaturan Dwell
Dwell adalah lamanya kumparan primer koil dialiri arus listrik dalam sistem
pengapian. Oleh karena itu, besarnya dwell ini berpengaruh terhadap induksi
elektromagnet pada koil yang akan berpengaruh pada besarnya tegangan listrik yang
diproduksi kumparan sekunder koil. Dalam ESA, Selain pengaturan timinguntuk
mengoptimalkan output mesin juga dilakukan penyesuaian dwell pada EMS. Pada
putaran rendah, besarnya dwell diperkecil guna menghindari pemanasan pada koil.
Sebaliknya, pada putaran tinggi dwell dirancang lebih besar supaya memproduksi
tegangan pengapian yang lebih besar, mengingat jumlah campuran udara dan bahan
bakar yang lebih banyak, semakin tingginya temperatur di dalam ruang bakar dan waktu
pengapian yang lebih sedikit.
Lama kumparan primer coil ignition mendapat aliran arus akan mempengaruhi
kualitas tegangan yang dihasilkan sehingga membutuhkan pengontrolan waktu dan
besarnya arus yang mengalir. Waktu pengaliran arus listrik tersebut dikalkulasi ECU dan
penyalurannya berdasarkan signal putaran mesin (RPM) dan tegangan baterai.
134
6.3.2. Sistem Pengapian Tanpa Distributor (Distributorless Ignition System/DIS)
Pada umumnya kendaraan roda empat masih menggunakan komponen
distributor sebagai pembagi tegangan sekunder ke sejumlah silinder mesin. Sistem ini
masih menggunakan komponen mekanis untuk membagi arus sekunder koil ke masing-
masing busi sesuai dengan timing yang ditentukan. Hal ini dapat mengakibatkan
kerugian berupa keausan pada komponen bergerak (moving parts) serta kerugian
tegangan yang disebabkan adanya kabel busi karena tegangan sekunder tidak dapat
tersalurkan langsung ke busi melainkan harus melewati rotor, cap antara rotor dan
elektroda karbon pada distributor cap dan juga kabel busi dengan nilai resistensi
tertentu, sehingga rute pengapian menjadi relatif panjang. Kondisi ini dapat mengurangi
daya pengapian, gangguan pada firing order sehingga kemampuan sistem pengapian
tidak optimal.
Adanya kelemahan-kelemahan pada sistem pengapian distributor tersebut,
maka muncul teknologi sistem pengapian tanpa distributor/Distributorless Ignition
System (DIS). Pada sistem ini ignition coil langsung menyalurkan tegangan sekunder ke
busi sehingga kerugian tegangan dapat diatasi. Sistem pengapian tanpa ditributor sering
disebut Direct Ignition System (DIS). Sistem inimempergunakan sebuah ignition coil
untuk setiap busi atau dua buah busi. Ignition coil ini diatur oleh igniter untuk memicu
induksi pada sekunder koil untuk menghasilkan tegangan sekunder. Kerja igniter diatur
oleh ECU berdasarkan sinyal-sinyal masukan dari sensor-sensor yang sudah dijelaskan
di atas.Dengan adanyapengurangan komponen yang bergerak, maka kemungkinan
ganggguan pada komponen - komponen akan lebih sedikit.
138
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 129. Pemasangan coil pengapian jenis simultan 6 silinder
139
Pada mesin 4 silinder dengan FO 1-3-4-2, maka pasangan pistonnya adalah silinder 1
dengan silinder 4, serta silinder 2 dengan silinder 3.
Silinder 1 Kompresi Buang
Silinder 3 Kompresi Buang
Silinder 4 Buang Kompresi
Silinder 2 Buang Kompresi
Gambar 130. Pengapian DLI
simultan 4 silinder
Pada mesin jenis V 6 silinder dengan FO 1-2-3-4-5-6, Pasangan pengapiannya
adalah silinder 1 dengan silinder 4, silinder 2 dengan silinder 5, dan silinder 3 dengan
silinder 6. Piston silinder 2 dan 5 secara bersamaan berada pada TMA maupun TMB,
tetapi menjalankan siklus pada langkah yang berbeda. Apabila silinder 2 pada langkah
kompresi, maka silinder 5 akan berada pada langkah buang. Berikut adalah diagram saat
pengapian pada sistem DIS tipe simultan yang diaplikasikan pada mesin V 6 dengan FO
1-2-3-4-5-6
Besarnya tegangan yang dibutuhkan agar terjadi lompatan bunga api ditentukan
oleh besarnya gap busi dan tekanan kompresi silinder. Tegangan tinggi dari coil terbagi
sesuai dengan besarnya tekanan relatif pada masing-masing silinder. Silinder yang
berada pada langkah kompresi akan membutuhkan tegangan yang lebih dibandingkan
dengan dengan silinder pada saat langkah buang. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan tekanan pada silinder pada saat langkah buang, dimana tekanannya lebih
mendekati tekanan atmosfer dan resistansi loncatan bunga api pada businya lebih
rendah. Dengan demikian, tegangan yang dibutuhkan akan lebih rendah.
Kerugian tegangan yang disebabkan oleh pengaliran arus listrik pada busi
dengan langkah buang untuk sistem pengapian DIS simultan secara total hampir sama
rugi tegangan yang terjadi pada sistem pengapian distributor. Rugi tegangan pada DIS
simultan terjadi pada busi yang melakukan langkah buang. Sementara pada sistem
pengapian dengan distributor, rugi tegangan terjadi di dalam distributor yaitu pada saat
pengaliran arus listrik dari rotor ke terminal pada tutup distributor.
142
BAB VII
TEKNOLOGI KENDALI EMISI
(EMISSION CONTROL TECHNOLOGY)
7.1. Pendahuluan
Pembakaran dalam mesin diharapkan dapat berlangsung secara sempurna, sehingga akan
menghasilkan CO2 dan H2O. Namun adanya berbagai kondisi yang tidak ideal yang terjadi
pada mesin, seperti durasi pembakaran yang singkat serta komposisi bahan bakar dan oksigen
yang tidak dapat dikontrol dengan ideal sepenuhnya, berakibat pada adanya gas-gas emisi
beracun yang dapat mencemari udara. Oleh karena itu, diperlukan teknologi untuk
meminimalisir kandungan gas-gas beracun ini seperti HC, CO, dan NOx. Terdapat beberapa
teknologi yang diterapkan pada mesin dengan EMS, seperti sistem Exhaust Gas Recirculation
(EGR) dan pengontrol evaporasi bahan bakar.
Teknologi ini diterapkan pada mesin untuk meminimalisir terjadinya gas NOx dalam gas
buang yang dapat mencemari udara. Gas ini dapat terjadi akibat terjadinya reaksi gas Nitrogen
di udara dengan Oksigen pada temperatur pembakaran yang sangat tinggi (18000C).
Temperatur pembakaran yang tinggi dapat terjadi saat beban mesin tinggi maupun saat
akselerasi. Oleh karena itu, cara untuk mencegah terjadinya reaksi antara Nitrogen dan
Oksigen yang dapat menghasilkan gas NOx yang berbahaya adalah dengan menjaga suhu
pembakaran selalu dalam kondisi yang normal (tidak terlalu tinggi).
Sistem EGR bekerja dengan mensirkulasikan sebagian kecil gas buang kembali ke
sistem induksi udara melalui intake manifold di belakang katup throttle. Melalui cara ini,
maka oksigen pada udara masuk akan berkurang, sehingga temperatur pada saat terjadi
pembakaran dapat berkurang.
EGR tidak beroperasi secara terus-menerus pada setiap kondisi mesin, sebab dapat
mengurangi performa mesin. Untuk mencegah terjadinya penurunan output mesin karena
sirkulasi gas buang ini, maka EGR tidak beroperasi pada saat mesin dingin dan saat kondisi
beban mesin penuh. Dengan adanya sistem EGR ini, emisi NOx dapat dikurangi kira-kira
mencapai 30%. Gambar sistem EGR dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
143
Sumber : Allan Bonnick, 2001
Gambar 133. Sistem EGR
Katup solenoid pada sistem EGR dikontrol oleh ECU untuk menentukan besar dan
lamanya pembukaan katup. Sinyal dari ECU untuk EGR didasarkan pada kondisi kerja mesin
serta data yang diperoleh dari sensor perbedaan tekanan antara exhaust manifold dan intake
manifold (Different Pressure Sensor).Katup solenoid mengontrol pembukaan katup kontrol
EGR untuk mengatur jumlah gas buang yang akan disirkulasikan. Pembukaan katup solenoid
EGR dikontrol dengan prinsip duty cycle oleh ECU, yaitu pengaturan lama dan besar
pembukaan katup melalui besarnya perbandingan sinyal ON dan Off pada sinyal digital ECU.
144
Teknologi ini diterapkan pada EMS dengan menyalurkan uap bahan bakar ke sistem
induksi udara mesin, sehingga uap bahan bakar ini terbakar bersama campuran bahan bakar
dan udara di ruang bakar. Uap bahan bakar ini ditampung terlebih dahulu pada carbon
canister, kemudian akan disalurkan ke intake manifold sesuai dengan perintah ECU. Berikut
adalah gambar dari sistem pengontrol evaporasi bahan bakar:
145
BAB VIII
TEKNOLOGI DIESEL COMMON RAIL
(COMMON RAIL INJECTION SYSTEM)
8.1. PENDAHULUAN
Standar emisi gas buang Euro IV merupakan tantangan bagi pabrikan kendaran. Oleh
karena itu pabrikan mobil mengembangkan mesin diesel berteknologi canggih. Mesin ini
memakai sistem injeksi bahan bakar bertekanan tinggi yang mampu meningkatkan proses
pembakaran, sehingga gas buang pun menjadi ramah lingkungan.Pembakaran yang sempurna
membutuhkan udara sebanyak-banyaknya, disisi lain membutuhkan tekanan penginjeksian
bahan bakar yang tinggi dengan timing (saat membuka dan lamanya) penginjeksian yang
tepat.
Pada sistem konvensional hal tersebut diatur secara mekanis dalam pompa injeksi
dengan governor dan injektor yang menginjeksikan bahan bakar sehingga pada sistem ini
belum dapat memenuhi apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembakaran yang sempurna
di atas. Oleh karena itu diciptakanlah sistem injeksi common rail untuk dapat mengatasi
kelemahan yang terjadi pada sistem konvensional. Di mana dengan sistem injeksi ini
pengaturan penginjeksian menjadi lebih akurat sehingga akan menjamin terjadinya proses
pembakaran yang lebih sempurna dengan tingkat emisi yang lebih rendah dibanding sistem
yang konvensional.
Common rail direct fuel injection merupakan varian dari sistem injeksi langsung yang
modern pada mesin diesel. Tekanan injeksi yang dihasilkan sangat tinggi yaitu mencapai 1000
bar. Generasi ketiga common rail saat ini menggunakan injektor piezoelectric untuk
meningkatkan akurasi injeksinya, dengan tekanan bahan bakar mencapai 180 MPa/1800 bar.
Sistem common rail pada mesin diesel yang dikembangkan saat ini telah mencapai BME
Euro 6. Generasi ketiga common rail ini dapat menghasilkan emisi gas buang yang lebih
bersih, konsumsi bahan bakar yang lebih irit, lebih bertenaga dan lebih lembut.
147
8.2.1.1. Saluran tekanan rendah
Saluran tekanan rendah dimulai dari tangki bahan bakar sampai dengan pompa
tekanan tinggi. Supply pump dipasangkan untuk menyuplai bahan bakar dari tangki
bahan bakar untuk pompa tekanan tinggi, dimana bahan bakar dari tangki akan disaring
terlebih dahulu oleh filter bahan bakar untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada
bahan bakar. Pada beberapa jenis kendaraan, kerja dari supply pump dibantu oleh pompa
elektrik yang diletakkan di dalam tangki bahan bakar. Dari supply pump bahan bakar
akan disalurkan ke pompa tekanan tinggi dimana sebelum masuk ke pompa tekanan
tinggi, volume bahan bakar yang akan dipompakan jumlahnya diatur terlebih dahulu
oleh fuel metering control valve berdasarkan perintah dari ECU. Pada beberapa produk
kendaraan yang khususnya untuk daerah yang mengalami musim dingin dilengkapi
dengan pemanas bahan bakar yang dipasang sebelum filter bahan bakar.
148
8.2.2. Komponen sistem bahan bakar common rail
151
Sumber : Tony Kitchen
Gambar 141. Pompa tekanan tinggi
8.2.2.7. Rail
Rail merupakan penampung bahan bakar bertekanan tinggi yang dihasilkan
oleh pompa tekanan tinggi, rail ini dihubungkan dengan pipa-pipa tekanan tinggi ke
injektor. Terdapat beberapa komponen yang menyatu dengan rail yaitu katup pengatur
tekanan, sensor tekanan, pipa tekanan tinggi dan pipa saluran balik.
152
8.2.2.8. Rail Pressure Limiter Valve
Rail pressure limiter valveberfungsi sebagai pengaman apabila terjadi
ketidaknormalan yang menyebabkan tekanan bahan bakar meningkat menjadi sangat
tinggi. Komponen ini akan membebaskan tekanan pada rail apabila tekanan bahan bakar
mencapai 230 MPa (2300 bar) sehingga kelebihan bahan bakar tersebut akan
dikembalikan ke tangki bahan bakar.
153
Sumber : Tony Kitchen
Gambar 144. Konstruksi injektor
154
ECU mengatur besarnya arus yang melalui solenoid pada komponen ini untuk
mengatur besarnya medan magnet yang dihasilkan. Apabila medan magnet
dibangkitkan maka katup akan tertutup, sedangkan saat tidak dialiri listrik maka katup
akan terbuka dan bahan bakar akan dialirkan ke tangki bahan bakar melalui saluran
pengembali. Dengan diatur seperti itu maka tekanan bahan bakar dapat dijaga sesuai
dengan yang dibutuhkan. Saat mesin dimatikan maka katup akan tertutup karena adanya
tekanan dari pegas, sehingga tekanan bahan bakar pada rail tidak akan turun secara
drastis saat mesin dimatikan.
156
b. Intake Air Temperature Sensor
Sensor ini berperan untuk mengetahui temperatur udara masuk dan mengirimkan
informasinya berupa signal ke kontrol unit. Signal yang diterima digunakan untuk
mengkakulasi massa udara yang masuk. Penghitungan dilakukan untuk mengatur
volumepenginjeksian bahan bakar, mengontrol katup EGR (Exhaust Gas
Recirculation), dan mematikan EGR sesuai yang di perintahkan oleh kontrol unit.
159
h. Turbo Pressure Sensor
Sensor ini termasuk dalam sensor tekanan semi konduktor. Sensor ini
memilikisifat tahanannya akan berubah saat terjadi perubahan tekanan. Karena satu
sensor digunakan untuk mengukur dua hal yaitu turbo pressure (tekanan intake
manifold saat turbocharger atau supercharger aktif) dan tekanan atmosfer maka
digunakanlah VSV.Kerja dari sensor ini adalah sebagai berikut:
Pengukuran kondisi tekanan atmosfer
VSV diaktifkan selama 150 msec untuk mendeteksi tekanan atmosfer ketika
saat salah satu hal di bawah terjadi:
Putaran mesin= 0 rpm
Starter On
Putaran idle stabil
Pengukuran Turbo Pressure
VSV tidak diaktifkan untuk mendeteksi turbo pressure jika pengukuran tekanan
atmosfer dalam kondisi tidak aktif.
161
Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)
Gambar 155. Grafik referensi basic injection quantity
Maximum Injection Quantity
Kuantitas penginjeksian maksimum didasarkan pada putaran mesin dan
ditambahkan dengan koreksi dari sensor tekanan intake manifold.
162
Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)
Gambar 157. Grafik referensi maximum injection quantity
b. Pengatur Putaran Idle (Idle Speed Control/ISC) Sistem
ISC system mengontrol putaran idle dengan cara mengontrol kuantitas injeksi
untuk memastikan putaran mesin yang sebenarnya dapat mencapai target putaran
yang sudah dikalkulasikan oleh ECU. Di mana target putaran dikalkulasikan
berdasarkan temperatur air pendingin, On/Off nya Air Conditioner dan posisi gigi
transmisi.
166
DAFTAR PUSTAKA
Allan Bonnick. (2001). Automotive Computer Controlled System. Madras, India: PT
Garamond.
Anonim. Toyota Computer Controlled System. Jakarta: Toyota Astra Motor.
. (2010). Gasoline Direct Injection. Ukraina: Autodata.
.Component for Gasoline Direct Injection System.
http://www.globaldenso.com/TECHNOLOGY/tec-report/2001/pdf/T2001_S10-
11.pdf.
. (2003). New Step 1 Training Manual. Jakarta: PT. TOYOTAASTRA MOTOR.
. Step 2 Engine Sensor. Jakarta: Hyundai Motor Company.
. Step 2 Engine Actuator. Jakarta: Hyundai Motor Company.
. (2000). Step 2 Ignition System. Jakarta: Toyota Astra Motor.
.(2006). EMS & Troubleshooting. Jakarta: Training Support & Development Hyundai Motor
Company.
.Ignition #3 - Distributor and Distributorless Types. USA: Toyota Motor Sales.
_______.(2008). Sistem Pengapian Elektronik. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Auto Data. (2004). Technical data tuning Emmision Service Diagnosis Procedure Repair
Conditions. England : Auto data limited.
Bosch, Robert. (2000). Gasoline Fuel-Injection System K-Jetronic. Stuttgard: Department for
Automotive Services, Technical Publications (KH/PDI2).
.(2000).Diesel In-Line Fuel-Injection Pumps, Technical Instruction, 3rd Edition.
Germany:Robert Bosch GmBH.
DaimlerChrysler.(2000).Common Rail Diesel Injection (CDI), Systim Injeksi Bahan Bakar
Diesel, Edisi 1.Jakarta: PT. DaimlerChrysler Distribution Indonesia.
Denso Corporation. (2003). Common Rail System for NissanService ManualOperationYD1-K2
Type Engine. Japan: Denso Corporation.
Denso International Thailand Co. (2005). Common Rail System (HP3)for Mitsubishi
Triton4D56/4M41 Engine. Thailand: Denso International Thailand Co.
Kolbenschmidt Pierburg Group. Drive Module for Variable Intake Manifold BMW V8.
Neuenstadt : Germany.
167
Moch. Solikin.(2005). Sistem Injeksi Bahan Bakar Motor Bensin. Yogyakarta : PD Hidayat.
Siano, Daniela. (2010). Fuel Injection. Kroasia: Sciyo.
Stotsky, Alexander A. (2009). Automotive Engine control, Estimation, Statistical detection.
Denmark : Aalborg University.
Sullivan, Kevin R.. (2004). EFI #3-Fuel Delivery & Injection Control. www.
Autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Air Flow Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). EFI#2 - Air Induction System. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Engine Control Part#3 – Idle Speed Control. http://
www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Engine Controls – Input Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Pressure Sensors. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Sensors and Actuators. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Position Sensors. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Air Flow Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Fuel and Evap System. http:// www.autoshop101.com.
Sutiman. (2011). Sistem Pengapian Elektronik. Yogyakarta: Citra Aji Pratama.
Tony Kitchen. Common Rail Diesel Fuel Systems. Ukraina: AK Training (Motor Industry
Professional Training and Development).
VolksWagon. Unit Injectors with Piezo Valves.
http://www.volkspage.net/technik/ssp/ssp/SSP_352.pdf
Wardan Suyanto. (1989). Teori Motor Bensin. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan
William B. Ribbens. (1998). Understanding Automotive Electronics. Boston: Butterworth–
Heinemann
168