Anda di halaman 1dari 168

Universitas Negeri Yogjakarta

Engine

Management

System

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas limpahan nikmat dan
ridhoNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku tentang teknologi yang berkembang
di bidang otomotif ini. Penyusunan buku ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar
tentang Engine Management System (EMS) bagi para pembaca, sehingga dapat membantu
pembelajaran, baik pada tingkat SMK maupun tingkat lanjut.
Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan semakin ketatnya regulasi
dalam bidang transportasi. Produsen otomotif saling berlomba-lomba untuk menciptakan
kendaraan yang ramah lingkungan, hemat bahan bakar, dan memiliki performa yang tinggi.
Perubahan dan perkembangan yang paling banyak dilakukan oleh para produsen untuk
mewujudkan hal tersebut adalah pada bagian Engine Management System (EMS). Oleh karena
itu bagi para insan otomotif perlu sekali untuk mengetahui dan memahami tentang Engine
Management System (EMS).
Buku ini membahas beberapa konsep dasar tentang Engine Management System (EMS)
dengan penyajian konten yang menarik dan bahasa yang mudah dipahami. Buku ini akan
memberikan pemahaman yang optimal mengenai Engine Management System (EMS) apabila
dibaca secara urut dan cermat,sebab isinya membahas Engine Management System (EMS)
yang berkembang dari sistem yang bersifat konvensional sampai yang terkomputerisasi.
Melalui buku ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan memberikan kontribusi
yang dapat membantu untuk memahami Engine Management System (EMS) yang berkembang
selama ini.
Demikian beberapa patah kata pengantar dari penyusun kepada segenap pembaca
sekalian. Saran, kritik dan masukan sangat kami harapkan demi perbaikan dalam penyusunan
buku ini. Terima kasih dan selamat membaca.

Penyusun

2
PENDAHULUAN

Perkembangan kebutuhan manusia terhadap transportasi yang semakin meningkat


berefek pada meningkatnya kebutuhan energi. Bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui
telah memberi kontribusi energi yang sangat besar selama ini. Mengingat sifat bahan bakar
fosil tersebut, pemerintah telah mencanangkan program hemat energi untuk mengantisipasi
cadangan energi di masa depan. Oleh karena itu, penggunaan motor bakar sebagai mesin
konversi energi yang memanfaatkan bahan bakar tersebut harus seefisien mungkin.
Motor bakar merupakan mesin konversi energi yang sangat bergantung pada bahan
bakar fosil. Hasil pembakaran dari hasil minyak bumi dapat menghasilkan energi panas yang
tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, salah satunya adalah transportasi.
Transportasi adalah sektor yang sangat memberi kontribusi yang besar terhadap perekonomian
negara. Namun, penggunaan bahan bakar fosil pada motor bakar dapat menimbulkan dampak
negatif, sebab pembakaran yang kurang baik dalam motor bakar akan berdampak pada
munculnya gas-gas yang berbahaya terhadap kesehatan seperti gas HC, CO, dan NOx. Selain
itu, gas tersebut dapat memberi kontribusi yang besar pada pemanasan global.Hal ini
merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
otomotif khususnya. Oleh karena itu, motor bakar diupayakan dapat bekerja secara efisien
untuk memperoleh torsi yang besar, hemat bahan bakar, dan tidak menghasilkan gas yang
berbahaya.
Teknologi otomotif saat ini berkembang untuk memperoleh efisiensi bahan bakar yang
optimal. Teknologi yang bersifat konvensional lambat laun digantikan dengan teknologi yang
dikontrol secara elektronik, mengingat akurasi pengontrolannya jauh lebih baik untuk
memperoleh efisiensi motor bakar yang lebih baik. Oleh karena itu, saat ini kinerja motor
bakar dikontrol oleh Engine Management System (EMS). EMS dapat mengontrol berbagai
macam sistem pada engine secara integrasi sehingga dapat diperoleh kontrol yang akurat.
Sistem yang sangat penting untuk keperluan kerja mesin antara lain sistem bahan bakar, sistem
pengapian, sistem kontrol emisi, dan sistem pendukung lainnya. Beberapa sistem-sistem
tersebut dapat dipelajari pada buku ini secara urut dari perkembangan sistem bahan bakar yang
bersifat konvensional, sistem pengapian konvensional, sampai pada sistem bahan bakar,
sistem pengapian, dan sistem kontrol emisi yang dikontrol secara elektronik.

3
BAB I
SISTEM BAHAN BAKAR KONVENSIONAL

Sistem bahan bakar berfungsi untuk menyediakan campuran bahan bakar dan udara dalam
komposisi yang tepat untuk proses pembakaran pada mesin. Sistem bahan bakar yang umum
digunakan pada kendaraan-kendaraan lama adalah sistem bahan bakar
konvensional.komponen dalam sistem bahan bakar konvensional terdiri atas: tangki bahan
bakar, saringan bahan bakar, pompa bahan bakar, dan karburator.Susunan komponen sistem
bahan bakar konvensional dapat dilihat pada gambar 1.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 1. Sistem bahan bakar konvensional motor bensin

1.1. TANGKI BAHAN BAKAR

Tangki bahan bakar berfungsi untuk menampung bahan bakarpada sistem bahan bakar
dengan aman dan sebagai tempat alat pengukur jumlah bahan bakar.

1.2. SARINGAN BAHAN BAKAR

Fungsi dari saringan bahan bakar yaitu untuk menyaring bahan bakar dari tangki agar
kotoran tidak masuk ke karburator. Dalam sistem bahan bakar, saringan bahan bakar harus
diperiksa secara berkala untuk memastikan kondisi bahan bakar siap digunakan untuk
mensuplai kebutuhan bahan bakar pada mesin.
4
1.3. POMPA BAHAN BAKAR (POMPA BENSIN)

Fungsi pompa bahan bakar adalah memindahkan bensin dari tempat rendah (tangki)
ketempat yang tinggi (karburator). Macam-macam pompa yang digunakan pada sistem bahan
bakar konvensional yaitu:

1.3.1. Pompa Bensin Mekanik


Pompa mekanik digerakkan secara mekanis oleh mesin untuk memompa bahan
bakar.Keuntungan pompa mekanik adalah konstruksi sederhana, resiko kebakaran kecil,
dan tidak membutuhkan suplai arus listrik.

1.3.2. Pompa Bensin Listrik


Pompa ini beroperasi menggunakan energi listrik sebagai penggeraknya. Sirkuit
kelistrikannya dihubungkan langsung dengan kunci kontak IG, sehingga bekerja ketika
kunci kontak dihubungkan dan tidak terpengaruh oleh putaran mesin.

1.4. KARBUTOR

1.4.1. Fungsi
Fungsi dari karburator adalah menyediakan campuran bahan bakar dan udara
dengan komposisi dan takaran yang tepat untuk keperluan pembakaran dalam silinder
mesin sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mesin. Bahan bakar yang dikirim kedalam
silinder harus dalam kondisi mudah terbakar/bereaksi dengan oksigen agardapat
menghasilkan efisiensi tenaga yang maksimum. Oleh karena itu, bahan bakar harus
dibuat dalam kondisi kabut agar mudah menguap sehingga mudah terbakar.
Untuk mendapatkan campuran udara dan bahan bakar yang baik, butiran bensin
(droplet) harus bercampur dengan sejumlah udara dengan tepat. Perbandingan udara dan
bahan, bakar dinyatakan dalam satuan massa dari bagian udara dan bahan bakar. Untuk
mendapatkan pembakaran yang optimal, maka diperlukan campuran bahan bakar dan
udara/Air Fuel Ratio (AFR) yang ideal (stoichiometric). Perbandingan udara dan bahan
bakar ideal dalam teorinya adalah 15 : 1, yaitu 15 untuk udara berbanding 1 untuk
bensin. Tetapi pada kenyataannya, mesin menghendaki campuran udara dan bahan bakar
dalam perbandingan yang berbeda-beda tergantung pada temperatur, kecepatan mesin,
beban dan kondisi lainnya.Perbandingan udara dan bahan bakar yang dibutuhkan sesuai
dengan kondisi mesin dapat dilihat pada tabel 1.
5
Tabel 1. AFR yang dibutuhkan pada setiap kondisi mesin.
Perbandingan Udara
Kondisi Kerja Mesin
dan Bahan Bakar
Saat Start Temperatur 0o C Kira-Kira 1:1
Saat Start Temperatur 20o C Kira-Kira 5 : 1
Saat Idling Kira-Kira 11 : 1
Putaran Lambat 12 – 13 : 1
Akselerasi Kira-Kira 8 : 1
Putaran max (beban penuh) 12 – 13 : 1
Putaran sedang (ekonomi) 16 – 18 : 1

1.4.2. Prinsip Kerja Karburator


Karburator bekerja bedasarkan perbedaan tekanan antara ruang dalam silinder
dengan tekanan diluar silinder. Terjadinya perbedaan tekanan ini mengakibatkan
terjadinya aliran udara ke dalam silinder yang apabila aliran udara ini dilewatkan pada
pipa yang disempitkan maka kecepatan aliran udara akan naik atau meningkat dan
akibatnya akan menurunkan tekanan.
Turunnya tekanan (vakum) yang terjadi dimanfaatkan untuk mengeluarkan bahan
bakar dari karburator. Udara tersebut memecah bahan bakar menjadi bagian yang lebih
kecil (droplet), sehingga membentuk droplet yang akan mempermudah dalam
penguapan bahan bakar dalam silinder untuk keperluan pembakaran.

1.4.3. Sistem Pada Karburator

1.4.3.1. Sistem pelampung


Sistem pelampung diperlukan untuk menjaga agar permukaan bahan bakar pada
ruang pelampung selalu konstan, sehingga ketersediaan bahan bakar yang akan
dikabutkan dalam kondisi stabil.

6
1.4.3.2. Sistem Stasioner ( Idle )
Sistem idle menyediakan campuran bahan bakar dan udara untuk menjaga
putaran mesin dalam kondisi putaran langsam dan mempertahankan putaran mesin agar
tidak mati. Gambar sistem stasioner dalam karburator dapat dilihat pada gambar 2.

Sumber:Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 2. Sistem Stasioner

Gambar di atas menunjukkan bahwa putaran idle terjadi saat katup throttle (gas)
menutup penuh/tidak dioperasikan. Namun pada saat itu juga terjadi suplai bahan bakar
dan udara untuk menjaga agar mesin tetap hidup. Skema aliran bahan bakar saat kondisi
ini dapat dilihat pada gambar di atas. Pembentukan droplet bahan bakar pada campuran
saat kondisi ini dilakukan oleh adanya air bleeder, sehingga butiran bahan bakar lebih
kecil.

1.4.3.3. Sistem Putaran Lambat


Sistem putaran lambat berfungsi sebagai untuk menyediakan campuran bahan
bakar dan udara saat katup gas mulai membuka untuk memungkinkan putaran mesin
yang rendah. Dalam sistem ini, saat katup gas mulai terbuka maka lubang kecepatan
rendah akan berhubungan dengan vakum dari silinder melalui manifold. Kevakuman
akan menarik bahan bakar dari ruang melampung melalui lubang idle port ditambah
dengan slow port. Apabila katup gas dibuka semakin lebar maka akan membuat lubang
putaran rendah (slow port) menjadi membuka pula sehingga akan menambah campuran

7
bahan bakar dengan udara yang sesuai dengan kebutukan mesin. Gambar sistem putaran
lambat dapat dilihat pada gambar 3.

Sumber. Wardan Suyanto, 1989


Gambar 3. Sistem putaran lambat sistem bahan bakar konvensional

1.4.3.4. Sistem Putaran Tinggi


Sistem putaran tinggi berfungsi untuk menyediakan campuran bahan bakar dan
udara saat kondisi putaran mesin tinggi, sehingga sistem harus menambah jumlah
campuran bahan bakar dan udara yang lebih banyak untuk memperoleh output mesin
yang tinggi pula. Berikut adalah gambar skema aliran bahan bakar dan udara saat
putaran tinggi pada sistem bahan bakar konvensional :

Sumber. Wardan Suyanto, 1989


Gambar 4. Sistem Putaran Tinggi

8
Saat katup gas semakin terbuka penuh maka udara yang mengalir melewati venturi
semakin banyak. Akibatnyaterjadi kevakuman yang besar pada daerah venturi sehingga
memungkinkan bahan bakar mengalir dari ruang pelampung menuju ke nosel melalui
spruyer utama melalui air bleeder untuk membentuk butiran bahan bakar (drop let) yang
lebih halus.Dengan demikian udara yang melalui venturi akan bercampur dengan bahan
bakar dalam jumlah yang banyak sesuai yang dibutuhkan oleh mesin sehingga
memungkinkan mesin untuk tetap menghasilkan tenaga sesuai dengan kebutuhan.

1.4.3.5. Sistem Tenaga (Power System)


Sistem tenaga berfungsi untuk menyediakan komposisi campuran dan bahan
bakar untuk memenuhi kebutuhan saat terjadi peningkatan pembebanan mesin, mungkin
saat membawa muatan yang berat, tanjakan, maupun sebab lain. Oleh karena itu,
diperlukan suplai bahan bakar tambahan, sebab pada saat ini putaran mesin cenderung
turun yang dapat mengakibatkan kevakuman pada venturi turun, sehingga debit aliran
bahan yang melalui nosel utama menurun. Penambahan jumlah bahan bakar diberikan
melalui katup power yang bekerja berdasarkan kevakuman intake manifold. Berikut
gambar sistem tenaga pada karburator:

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 5.Sistem tenaga

9
1.4.3.6. Sistem Percepatan (Acceleration System)
Saat pedal gas diinjak secara tiba-tiba untuk keperluan akselerasi, katup gas
akan membuka secara tiba-tiba pula, sehingga aliran udara akan menjadi lebih cepat.
Sementara bahan bakar mengalir lebih lambat karena berat jenis bahan bakar lebih
rendah dari pada udara sehingga campuran menjadi kurus. Padahal pada keadaan
tersebut dibutuhkan campuran yang kaya untuk mendapatkan torsi mesin yang tinggi.
Untuk itu pada karburator dilengkapi dengan sistem percepatan. Sistem ini bekerja
dengan memompakan sejumlah bahan bakar melalui mekanisme pompa percepatan yang
ada dalam karburator. Mekanisme sistem percepatan pada karburator dapat dilihat pada
gambar 6.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 6. Sistem Percepatan

1.4.3.7. Sistem Cuk (Choke System)


Saat mesin dingin, bahan bakar tidak akan menguapdengan baik dan sebagian
campuran udara dan bahan bakar yang mengalir akan mengembun pada dinding intake
manifold karena intake manifold dalam keadaan dingin. Keadaan tersebut akan
mengakibatkan campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke silinder menjadi kurus
sehingga mesin sukar hidup. Oleh karena itu diperlukan sistem cuk untuk membuat
campuran udara dan bahan bakar menjadi kaya yang disalurkan ke dalam silinder
apabila mesin masih dingin. Sistem cuk bekerja dengan menutup saluran udara sebelum
melewati nosel utama, sehingga kevakuman yang tinggi akan menghisap bahan bakar
dari nosel utama. Sistem cuk yang biasa digunakan pada karburator adalah tipe manual
dan tipe otomatis. Cuk manual digerakkan oleh pengemudi melalui tuas cuk pada
10
dashboard, sedangkan pada cuk otomatis, katup digerakkan secara otomatis oleh
mekanisme otomatisnya.
Pada sistem cuk manual untuk membuka dan menutup katup cuk digunakan
linkage yang dihubungkan ke ruang kemudi, sedangkan untuk cuk otomatis, gerakan
katup cuk biasanya diatur oleh bimetal yang dipanaskan oleh lilitan pemanas otomatis.

1.4.3.8. Hot Idel Compensator (HIC)


Sistem HIC digunakan untuk menambah suplai udara pada intake manifold saat
terjadi peningkatan temperatur yang dapat meningkatkan jumlah bahan bakar yang
masuk karena penguapan saat kendaraan berjalan lambat sehingga campuran tidak
terlalu kaya. Metodenya menggunakan katup thermostatic dengan bimetal yang
membuka dan menutup berdasarkan perubahan temperatur. Berikut adalah gambar
mekanisme sistem HIC:

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 7.Hot Idel Compensator

1.4.3.9. Anti Dieseling


Anti dieseling adalah solenoid yang digunakan untuk menutup saluran idle port
agar bahan bakar tidak dapat mengalir setelah kunci kontak off sehingga dapat
mencegah terjadinya dieseling.Dieseling di sini adalah berputarnya mesin setelah kunci
kontak dimatikan karena di ruang bakar ada bara api yang bisa menjadi sumber panas
untuk terjadinya pembakaran apabila campuran tetap masuk ke silinder.

11
1.5. Kelemahan Sistem Bahan Bakar Konvensional

Berdasarkan sistem-sistem dan mekanisme yang ada pada sistem bahan bakar
konvensional, terdapat beberapa kelemahan sistem bahan bakar konvensional dengan
menggunakan karburator diantaranya adalah :

1.5.1. Pengabutan bahan bakar


Pengabutan bahan bakar pada karburator tergantung dari aliran udara dan suhu
lingkungan serta kemampuan air bleeder dalam memecah butiran bahan bakar sehingga
droplet (butiran bahan bakar) bahan bakar terlalu besar. Padahal ukuran droplet ini
mempengaruhi kualitas pembakaran, di mana ukuran droplet yang masih terlalu besar
dapat menyebabkan pembakaran yang kurang sempurna.

1.5.2. Homogenitas pembentukan campuran bahan bakar pada setiap silinder


Panjang intake manifold pada mesin yang memiliki lebih dari dua silinder tidak
sama antara satu silinder dengan yang lainnya. Pada mesin yang masih menggunakan
karburator, hal ini akan menyebabkan distribusi campuran bahan bakar dan udara yang
tidak sama pada setiap silindernya. Di mana hal ini akan berpengaruh terhadap tenaga
mesin yang dihasilkan menjadi kurang optimal.

1.5.3. Pembentukan campuran bahan bakar dan udara pada setiap tingkat putaran dan
pembebanan mesin
Teknologi pada karburator belum dapat mengontrol perbandingan bahan bakar dan
udara secara tepat pada semua tingkat putaran dan kondisi mesin. Hal ini dikarenakan
AFR selama perpindahan dari satu sistem ke sistem yang lain dibuat kaya untuk
mencegah terjadinya backfiring dan tersendat yang mungkin dapat terjadi serta untuk
menghindari adanya ketidaksamaan yang lebih besar antar tiap silinder. Hal ini
menyebabkan konsumsi bahan bakar yang kurang efisien dan tenaga mesin yang
dihasilkan tidak optimal.

1.5.4. Respon yang masih kurang dengan perubahan throttle


Pada mesin yang masih menggunakan karburator, jarak antara nozzle ke silinder
agak jauh sehingga saat throttle dibuka secara mendadak terjadi keterlambatan
masuknya campuran ke silinder. Akibatnya campuran yang masuklebih sedikit bila

12
dibandingkan dengan kebutuhan silinder, dimana hal ini akan berpengaruh pada respon
mesin yang kurang baik terhadap perubahan throttle.

1.5.5. Komposisi campuran bahan bakar dan udara yang masih kurang baik

1.5.5.1. Kompensasi pada temperature rendah


Pada sistem bahan bakar konvensional, penambahan bahan bakar pada saat
mesin bertemperatur rendah tidak ditakar dengan baik, sehingga suplai bahan bakar
sangat mungkin berlebihan. Akibatnya, campuran yang dihasilkan sangat gemuk,
sehingga meningkatkan emisi gas HC dan CO dalam gas buang yang berlebihan.

1.5.5.2. Terdapat bahan bakar yang terbuang sia-sia saat terjadi deselerasi
Saat terjadi deselerasi pada mesin yang menggunakan karburator dari putaran
tinggi ke putaran rendah sampai throttle tertutup, volume udara yang masuk akan
berkurang dan kevakuman di intake manifold akan menjadi besar sehingga bahan bakar
yang terhisap ke dalam silinder akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan campuran
bahan bakar dan udara menjadi kaya padahal pada keadaan tersebut campuran bahan
bakar yang kaya tidak dibutuhkan. Campuran bahan bakar yang kaya pada keadaan
tersebut akan menyebabkan meningkatnya emisi HC dalam gas buang dan bahan bakar
terbuang sia-sia.
1.5.6. Venturi pada karburator mengurangi efisiensi pemasukan campuran bahan bakar
dan udara (efisiensi volumetrik)
Venturi pada karburator membatasi aliran udara yang masuk ke dalam silinder.Hal ini
merugikan mesin karena menyebabkan berkurangnya efisiensi volumetrik yang akan
berdampak pada tenaga mesin yang dihasilkan menjadi kurang optimal.

13
BAB II
SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL

2.1. PENDAHULUAN
Pada motor pembakaran dalam (internal combustion engine) tenaga dihasilkan dengan
cara membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Untuk memulai terjadinya
pembakaran, pada motor bensin dilakukan dengan cara memberikan loncatan bunga api pada
elektroda busi. Sedangkan pada motor diesel udara dikompresikan dengan tekanan yang tinggi
sehingga menjadi sangat panas, dan bila bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder akan
terbakar dengan sendirinya. Karena pada motor bensin proses pembakaran dimulai oleh
loncatan bunga api pada elektroda busi, maka diperlukan cara untuk menghasilkan arus
tegangan tinggi yang diperlukan. Sistem pengapian (ignition system) pada kendaraan berfungsi
untuk menaikkan tegangan battery (biasanya antara 9 – 12 V) menjadi 10 - 22 kV yang akan
disalurkan ke busi.

2.1.1. Syarat Terjadinya Pembakaran


Syarat terjadinya pembakaran disebabkan oleh adanya tiga hal yaitu; oksigen,
bahan bakar dan api. dapat dilihat pada segitiga pembakaran di bawah ini:

O2 BB
Segitiga
Pembakaran

API

Gambar 8. Segitiga Pembakaran


Dari proses pembakaran diharapkan dari ketiga unsur tersebut dapat menghasilkan
pembakaran yang sempurna. Karena terjadinya pembakaran yang sempurna akan sangat
menentukan kinerja motor secara keseluruhan.

14
Pada motor bensin, agar pembakaran yang terjadi di dalam silinder (ruang bakar)
berlangsung secara sempurna diperlukan beberapa syarat, yaitu : tekanan kompresi yang
tinggi, saat pengapian yang tepat dan bunga api yang kuat serta campuran udara bahan
bakar (bensin) yang tepat. Mengatur saat pengapian yang tepat dan menyediakan
kualitas bunga api yang baik adalah menjadi bagian tugas dari sistem pengapian. Untuk
memenuhi fungsi ini, maka sistem pengapian harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

2.1.1.1. Bunga Api yang Kuat


Pembakaran campuran udara dan bahan bakar (bensin) dilakukan pada saat
tekanan kompresi di dalam silinder tinggi. Karena tekanan kompresinya tinggi maka
tahanan listriknya juga tinggi. Oleh sebab itu diperlukan tegangan yang tinggi agar pada
elektroda busi dapat terjadi loncatan api yang kuat. Loncatan bunga api yang kuat dan
baik ditandakan dengan loncatan warna biru pada elektroda busi. Untuk menghasilkan
loncatan warna biru pada elektroda busi diperlukan tegangan minimal 18 Kv yang
dihasilkan oleh ignition coil. Daya bakar selain tergantung pada kualitas campuran
(atomisasi bahan bakar dan perbandingan yang sesuai) juga dipengaruhi oleh besarnya
celah busi.

2.1.1.2. Saat Pengapian yang Tepat


Saat pengapian (timing ignition) harus tepat agar terjadi pembakaran yang
efektif. Saat pengapian ini akan selalu berubah mengikuti putaran dan beban motor.
Pada saat putaran rendah waktu yang dibutuhkan untuk membakar campuran bahan
bakar dan udara akan berbeda dengan pada saat putaran tinggi. Waktu yang dibutuhkan
untuk membakar campuran bahan bakar dan udara pada saat beban motor ringan akan
berbeda juga dengan saat beban motor besar.
Kurang lebih diperlukan waktu 2 ms dari mulai dipercikkan api sampai dengan
pembakaran selengkapnya. Pembakaran harus cukup tepat waktu untuk meyakinkan
pembakaran utama dan kenaikan puncak tekanan di dalam silinder terjadi dekat setelah
piston melewati TMA (Titik Mati Atas). Saat pengapian harus disesuaikan sedemikian
rupa sesuai dengan putaran mesin. Berikut merupakan contoh kurva tekanan hasil
pembakaran pada saat pengapian yang tepat, terlalu maju dan terlambat:

15
Tekanan pada ruang bakar

Sudut pemajuan pengapian (0pe)

Gambar 9. Kurva tekanan hasil pembakaran


Keterangan :
1. Saat pengapian tepat
2. Saat pengapian terlalu maju
3. Saat pengapian terlambat
Z = saat pengapian
Apabila saat pengapian sesuai maka kurva tekanan pengapian yang dihasilkan
sesuai kurva 1, dimana tekanan maksimum hasil pembakaran terjadi setelah TMA.
Tetapi apabila saat pengapian terlalu awal tekanan pembakaran maksimal yang timbul
terjadi pada saat TMA atau bahkan sebelum TMA, hal ini berpotensi merusakkan
mekanisme mesin (pada kurva 2). Sebaliknya apabila saat pengapian terlalu lambat
tekanan maksimal hasil pembakaran lemah dan daya mesin rendah.
Saat pengapian yang optimal didefinisikan dengan berbagai parameter. Parameter
terpenting adalah putaran mesin, rancangan mesin, kualitas bahan bakar, dan kondisi-
kondisi kerja mesin (start awal, idle/stasioner, posisi pembukaan katup, dll). Oleh karena
itu pada sistem pengapian harus terdapat sistem pengatur pengajuan pengapian untuk
mendapatkan tekanan maksimal dari hasil pembakaran.

16
2.1.1.3. Ketahanan Terhadap Panas dan Getaran
Komponen-komponen dari sistem pengapian harus memiliki ketahanan
terhadap panas dan getaran sehingga dapat bekerja dengan baik pada setiap kondisi
mesin. Hal ini disebabkan karena kita ketahui bahwa motor bensin merupakan salah satu
jenis dari motor bakar yang kerjanya sangat identik dengan panas dan terjadinya getaran.

2.1.2. Jenis Sistem Pengapian


Sistem pengapian dapat dibedakan menurut sumber tegangannya dan menurut cara
pengendaliannya.

2.1.2.1. Menurut Sumber Tegangannya


Bila dilihat dari sumber tegangannya, ada 2 (dua) jenis sistem pengapian, yaitu
sistem pengapian magnet atau sistem pengapian AC (Alternating Current) dan sistem
pengapian battery atau sistem pengapian DC (Dirrect Current).

2.1.2.2. Menurut Cara Memutus-hubungkan Arus Primer


Arus primer adalah arus yang masuk ke primary coil pada ignation coil. Bila
dilihat dari cara memutus-hubungkan (cara mengendalikan) arus / tegangan primernya,
jenis sistem pengapian ada dua, yaitu dengan cara mekanis (menggunakan breaker point
/ platina) dan cara elektrik (menggunakan perangkat elektronik). Cara yang pertama
(menggunakan breker point) sering disebut sistem pengapian konvensional, baik
pengapian magnet maupun pengapian battery.
Sedangkan yang menggunakan perangkat elektronik sering disebut dengan
sistem pengapian elektronik. Jenis sistem pengapian ini terbagi menjadi dua, yaitu
sistem pengapian capasitor (CDI: Capasitor Discharge Ignition) dan sistem pengapian
transistor (Transistor Ignition).

17
2.2. SISTEM PENGAPIAN BATERAI KONVENSIONAL
Sistem pengapian baterai pada umumnya digunakan pada mobil bensin. Pada mobil,
sistem pengapian ini biasanya terdiri dari battery, ignition coil, distributor, kabel tegangan
tinggi (high tension cord) dan busi (spark plug) seperti diperlihatkan pada gambar 10 di bawah
ini.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 10. Komponen Sistem Pengapian Baterai Konvensional
Secara umum, sistem pengapian battery dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
sistem pengapian konvensional dan sistem pengapian transistor. Pada sistem pengapian
konvensional, pemutus arus / tegangan primernya menggunakan perangkat mekanik berupa
camshaft dan breaker point. Sedangkan pada sistem pengapian transistor (pengapian
elektronik), pemutus arus / tegangan primernya menggunakan perangkat elektronika. Sistem
pengapian transistor dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tipe semi-transistor dan tipe
full-transistor.

18
2.2.1. Komponen Sistem Pengapian Konvensional

2.2.1.1. Battery
Pada sistem pengapian konvensional, baterai berfungsi untuk menyediakan arus
listrik tegangan rendah (biasanya 12V) yang dibutuhkan oleh ignition coil sebagai
sumber energi listrik untuk sistem pengapian.

2.2.1.2. Ignition Coil


Ignition coil adalah komponen sistem pengapian yang berfungsi untuk
membangkitkan arus tegangan tinggi yang dibutuhkan oleh busi. Pada Gambar 11
diperlihatkan konstruksi dan rangkaian kelistrikan dari ignition coil. Ignition coil terdiri
dari inti lilitan (core), kumparan primer (primary coil) dan kumparan sekunder
(secondary coil). Jumlah lilitan primary coil antara 300 – 400 lilitan dengan diameter
yang lebih besar daripada diameter secondary coil. Sedangkan jumlah lilitan secondary
coil berkisar antara 15000 -20000 lilitan.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 11. Sirkuit Kelistrikan Ignition Coil.
Adapun cara kerja ignition coil adalah sebagai berikut : Pada saat arus listrik
mengalir melalui primary coil (saat terminal positif dan terminal negatif coil terhubung
dengan sumber tegangan), maka di sekitar inti coil akan terbentuk medan magnet.
Apabila arus tersebut diputuskan secara tiba-tiba, maka kemagnetan inti coil akan hilang
sehingga menyebabkan terbangkitnya listrik tegangan tinggi pada primary coil karena
induksi sendiri (300 – 400 V) dan tegangan tinggi pada secondary coil (antara 15000-
20000 kV) karena adanya mutual induction.

19
2.2.1.3. Unit Distributor
Secara keseluruhan, unit distributor berfungsi untuk mengatur saat pengapian
(timing ignition) dan untuk mendistribusikan tegangan tinggi yang dihasilkan oleh
ignition coil ke masing-masing busi sesuai dengan urutan pengapiannya (firing order).
Konstruksi dan bagian dari unit distributor diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 12. Konstruksi Unit Distributor
Fungsi distributor dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu :
a. Bagian Pemutus Arus
Pada bagian ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu breaker point, cam (nok), dan
condensor.

Gambar 13. Bagian Pemutus Arus

20
 Cam (Nok)
Cam (nok) terpasang pada bagian atas poros distributor, dan berfungsi untuk
mengungkit breaker point sehingga breaker point (platina) membuka pada sudut
crankshaft (poros engkol) yang tepat untuk masing-masing silinder. Pada saat cam
membuka breaker point, arus primer terputus.
 Breaker Point (Platina)
Breaker point berfungsi untuk memutus hubungkan arus listrik yang mengalir
melalui kumparan primer ignition coil untuk menghasilkan arus listrik tegangan tinggi
pada kumparan sekunder dengan cara induksi magnet listrik (electromagnetic induction).
Induksi terjadi pada saat breaker point diputus atau terbuka. Breaker point terpasang
pada plat dudukan breaker point. Breaker point dalam kerjanya harus dapat
memutushubungkan arus listrik dengan cepat dan tidak menimbulkan adanya percikan
bunga api.
 Capasitor / Condensor
Capasitor/condensor berfungsi untuk menyerap loncatan bunga api yang tejadi
pada titik kontak breaker point (platina) pada saat membuka dengan tujuan untuk
menaikkan tegangan secondary coil. Tegangan induksi yang dihasilkan kumparan
sekunder akan semakin besar, jika menghilangnya kemagnetan (self induksi) kumparan
primer berlangsung singkat. Condensor akan mempercepat menghilangnya tegangan
induksi kumparan primer dengan cara menyerap arus induksi tersebut. Dengan cara itu
maka tegangan tinggi kumparan sekunder dapat dihasilkan.
b. Bagian distributor
Bagian ini berfungsi membagi (mendistribusikan) arus tegangan tinggi yang
dihasilkan (dibangkitkan) oleh secondary coil pada ignition coil ke busi pada tiap-tiap
selinder sesuai dengan urutan pengapian (ignition order / forong order). Bagian ini
terdiri dari tutup distributor dan rotor.
 Rotor
Rotor berfungsi untuk membagikan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan
oleh ignition coil ke tiap-tiap busi.

21
Gambar 14. Rotor dan Distributor Cap
 Distributor Cap
Berfungsi untuk membagi arus listrik tegangan tinggi dari rotor ke kabel
tegangan tinggi untuk masing-masing silinder.
c. Bagian Governoor Advancer
Pada putaran rendah, kontak pemutus menutup dengan waktu yang cukup untuk
menyimpan energi potensial yang penuh, tetapi pada putaran tinggi lamanya kontak
menutup (sudut dwell) semakin pendek waktunya sehingga pemutusan arus primer
terjadi sebelum energi potensial maksimum tersimpan pada kumparan, hal ini
menyebabkan berkurangnya energi tegangan tinggi dari sekunder koil. Pada pengapian
konvensional pemajuan pengapiannya dilakukan mekanik dengan menggunakan
governoor advancer, atau sering juga disebut centrifugal advancer.
Governor advancer berfungsi untuk memajukan saat pengapian sesuai dengan
pertambahan putaran mesin. Bagian ini terdiri dari governor weight dan governor spring
(pegas governor). Saat putaran tinggi bobot sentrifugal mengembang dan mendorong
cam berputar sedikit lebih cepat membuka kontak pemutus. Semakin cepatnya kontak
pemutus membuka berarti semakin maju saat pengapian.

22
Gambar 15. Governor / Centrifugal Advancer
d. Bagian Vacuum Advancer
Saat beban penuh, pedal gas diinjak penuh dan katup gas membuka penuh.
Sejalan dengan naiknya putaran, pengapian dimajukan agar menjaga tekanan
pembakaran pada tingkat yang diperlukan untuk tenaga mesin optimal. Campuran bahan
bakar yang kurus dihasilkan pada bukaan katup sebagian yang mana lebih sulit terbakar.
Karena keadaan ini diperlukan waktu lebih untuk membakar sehingga perlu di picu lebih
awal dengan waktu yang digeser lebih maju.
Maka dari itu pada pengapian baterai konvensional dielngkapi dengan Vacum
Advabcer. Bagian ini berfungsi untuk memundurkan atau memajukan saat pengapian
pada beban mesin bertambah atau berkurang. Bagian ini terdiri dari breaker plate dan
vakum advancer, yang akan bekerja atas dasar kevakuman yang terjadi di dalam intake
manifold.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 16. Vacum Advancer
23
2.2.1.4. Kabel Tegangan Tinggi (High Tension Cord)
Kabel tegangan tinggi (high tension cord) berfungsi untuk mengalirkan arus
listrik tegangan tinggi dari ignition coil ke busi. Kabel-kabel tegangan tinggi harus
mampu mengalirkan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan di dalam ignition coil
ke busi-busi melalui distributor tanpa adanya kebocoran. Oleh sebab itu penghantar
(core) dibungkus dengan insulator karet yang tebal untuk mencegah terjadinya
kebocoran arus listrik tegangan tinggi. Insulator karet tersebut kemudian dilapisi oleh
pembungkus (sheath).

2.2.1.5. Busi
Busi berfungsi untuk mengeluarkan arus listrik tegangan tinggi menjadi
loncatan bunga api melalui celah electrodanya. Arus listrik tegangan tinggi dari
distributormenimbulkan bunga api dengan temperature tinggi diantara elektroda tengah
dan masa dari busi untuk menyalakan campuran udara bahan bakar yang telah
dikompresikan.

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 17. Konstruksi Busi

24
2.2.2. Cara Kerja Sistem Pengapian Baterai Konvensional

2.2.2.1. Saat Breaker Point Menutup


Pada saat motor distart dan breaker point menutup, arus dari baterai akan
mengalir ke massa melalui primary coil. Pada saat bersamaan sebagian besar arus akan
disimpan oleh condensor. Karena primary coil dialiri arus listrik, maka inti ignition coil
akan menjadi magnet sehingga timbul garis gaya magnet disekitar kumparan.

2.2.2.2. Saat Breaker Point Terbuka


Bila crankshaft memutar camshaft sehingga distributor cam membuka breaker
point, arus yang mengalir melalui primary coil akan terputus. Akibatnya, magnet yang
terbentuk pada inti koil akan hilang secara mendadak (terjadi perubahan fluks garis gaya
magnet), sehingga terjadi induksi pada kumparan. Karena jumlah kumparan sekunder
koil memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibanding dengan kumparan primer koil,
maka tegangan yang timbul pada ujung-ujung kumparan sangat tinggi sampai berpuluh-
puluh kilovolt. Hasil dari induksi ini selanjutnya dimanfaatkan untuk memercikkan
bunga api pada busi untuk memicu pembakaran campuran bahan bakar dna udara pada
ruang bakar.
Dwell
Dwell merupakan istilah lamanya kumparan primer koil dialiri arus listrik untuk
membentuk medan magnet. Pada sistem pengapian baterai konvensional, besarnya dwell
dipengaruhi oleh lamanya platina menutup. Oleh karena itu, dwell ini akan dipengaruhi
oleh besarnya celah platina. Pada sistem pengapian baterai konvensional, besarnya dwell
biasanya dinyatakan dalam satuan derajat, yaitu sudut yang terbentuk pada poros nok
distributor oleh tumit ebonit saat platina menutup (terjadi aliran listrik pada primer koil).
Besarnya dwell akan mempengaruhi besarnya elektromagnet pada inti koil, akibatnya
akan mempengaruhi pula besarnya induksi yang terjadi saat terjadi pemutusan arus
primer koil untuk menginduksi umparan sekunder koil.

25
Gambar 18. Dwell Angle Engine 4 Cylinder
Dwell angle yang terlalu besar atau terlalu kecil tidak hanya menyebabkan tidak
tepatnya ignition timing, tetapi juga akan menyebabkan beberapa problem yang lain,
yaitu:
1) Bila dwell angle terlalu kecil pada saat kecepatan tinggi, arus primer tidak mencukupi
sehingga tegangan sekunder turun dan mengakibatkan pembakaran yang tidak baik
(mis-firing).
2) Bila dwell angle terlalu besar, pembukaan titik kontak kecil. Bila celah titik
kontaknya kecil, pada saat titik kontak terbuka cenderung terjadi busur nyala
(arching) pada titik kontak, sehingga arus akan tetap mengalir. Ini berarti tidak ada
pemutusan arus secara tiba-tiba, akibatnya pembangkitan tegangan sekunder tidak
terjadi.

2.3. KELEMAHAN SISTEM PENGAPIAN KONVENSIONAL


Pada Sistem pengapian baterai konvensional, terdapat beberapa kelemahan diantaranya
sebagai berikut:

2.3.1. Kelemahan Unsur Mekanis


Platina berfungsi untuk memutus dan menghubungkan arus primer pada
rangkaian primer ignition coil. Proses terhubung dan terputusnya listrik pada rangkaian
primer ini adalah karena pergerakan kontak platina yang digerakkan oleh cam pada
poros distributor.Pada putaran rendah, proses terhubungnya sisi positif dan
negatif/massa pada platina akan baik. Namun, pada putaran tinggi akibat pemegasan
pada platina, maka akan timbul tumbukan antara terminal, sehingga akan membuat
hubungan ini menjadi tidak baik dan menghasilkan gerakan yang dikenal dengan
26
pentalan(prelung). Saat putaran tinggi ini, platina akan menyambung dengan kondisi
bergetar sehingga penyambungan pada platina menjadi tertunda.

2.3.2. Penurunan Tegangan Sekunder


Besarnya tegangan sekunder yang dihasilkan oleh rangkaian sekunder pada
sistem pengapian dipengaruhi oleh kecepatan pemutusan arus listrik. Semakin cepat
terjadi pemutusan pada rangkaian primer pengapian maka akan semakin tinggi tegangan
induksi yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan alat pemutus rangkaian yang dapat
bekeria dengan cepat. Pada saat pemutusan arus listrik gerakan platina dalam membuka
tidak langsung dapat memutus arus primer sehingga kondisi ini dapat menunda
pemutusan arus listrik. Pada tegangan yang tinggi, listrik dapat meloncat, apalagi
didukung dengan keterbatasan kemampuan kondensor menyerap arus listrik seperti
dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian, tegangan induksi sekunder yang
diharapkan tinggi akan menjadi berkurang, terutama pada putaran tinggi oleh
kelambatan pemutusan arus listrik pada rangkaian primer.

2.3.3. Pengaturan Pengajuan Pengapian Yang Kurang Sensitive


Pada sistem pengapian mekanik pengaturan pengajuan pengapian masih
menggunakan sistem mekanis yaitu menggunakan centrifugal advancer dan vacuum
advancer. Penggunaan kedua komponen tersebut untuk memajukan pengapian masih
kurang sensitive dan belum dapat melakukan pengajuan pengapian yang benar-benar
sesuai dengan putaran dan kondisi pembebanan mesin. Sehingga hal ini akan
berpengaruh dengan tenaga mesin yang dihasilkan yaitu menjadi kurang optimal.

2.3.4. Tidak Ada Pengaturan Perubahan Sudut Dwell


Dwell diukur dari sudut lamanya pemassaan rangkaian primer pada ignition
coil. Pada sistem pengapian konvensional, besarnya sudut dwell relatif bernilai
tetap.Misalnya untuk mesin 4 silinder bernilai 52o±2o. Putaran mesin kendaraan yang
sangat bervariasi tentunya akan berdampak pada perubahan lamanya pemassaan pada
coil. Dengan ungkapan lain, semakin tinggi putaran maka semakin sedikit waktu untuk
pemassaan ini. Hal ini akan berdampak pada saat putaran tinggi, tegangan tinggi yang
dihasilkan akan menurun. Untuk itu diperlukan sudut dwell yang bervariasi yang dapat
disesuaikan dengan putaran mesin sehingga waktu pemassaan arus primer akan cukup.

27
BAB III
SISTEM PENGAPIAN ELEKTRONIK (ELECTRONIC IGNITION
SISTEM)

Sistem pengapian elektronik dibuat untuk memperbaiki masalah-masalah pada sistem


pengapian konvensional yang dapat merugikan bagi performa mesin termasuk dari segi
ekonomis. Secara garis besar, sistem pengapian elektronik dibagi menjadi sistem pengapian
yang menggunakan transistor dan kapasitor. Sistem pengapian elektronik dalam materi terdiri
atas beberapa jenis, yaitu:
 Sistem Pengapian Transistor dengan kontak pemutus/Transistorized Control Ignition –
Contact (TCI-C)
 Sistem Pengapian Transistor dengan sinyal Induktif/Transistorized Control Ignition –
Inductive (TCI-I)
 Sistem Pengapian Transistor dengan sinyal Hall/Transistorized Ignition Control –
Hall(TCI-H)
 Sistem pengapian Capacitor Discharge Ignition(CDI) AC
 Sistem pengapian Capacitor Discharge Ignition (CDI) DC

3.1. Sistem Pengapian Transistor

3.1.1. Sistem Pengapian Transistor dengan kontak pemutus/semi


transistor/Transistorized Control Ignition – Contact (TCI-C)
Sistem pengapian semi transistor merupakan sistem pengapian elektronik yang
masih menggunakan platina. Sistem pengapian ini biasa juga disebut sistem pengapian
semi transistor. Namun, fungsi dari platina (breaker point) tidak sama persis seperti pada
pengapian konvensional. Aliran arus dari rangkaian primer tidak langsung diputuskan
dan dihubungkan oleh platina, tapi perannya diganti oleh transistor sehingga platina
cenderung lebih awet karena tidak langsung menerima beban arus yang besar dari arus
primer. Platina hanyalah bertugas sebagai switchuntuk mengatur transistor. Percikan
bunga api pada busi terjadi saat transistor off disebabkan oleh arus primer yang terputus,
sehingga terjadi induksi pada koil. Berikut adalah rangkaian sistem pengapian dengan
kontak pemutus:

28
TR2

Gambar 19. Rangkaian Sistem Pengapian Semi-Transistor

3.1.1.1. Cara kerja


Apabila kunci kontak (ignition switch) posisi “ON” dan platina dalam posisi
tertutup, maka arus listrik mengalir dari terminal E pada TR1 ke `terminal B.
Selanjutnya melalui R1 dan platina, arus mengalir ke massa, sehingga TR1 menjadi ON.
Dengan demikianarus dari terminal E TR1 mengalir ke terminal C. Selanjutnya arus
mengalir melalui R2 menuju terminal B terus ke terminal E pada TR2 yang diteruskan
ke massa. Akibat dari kejadian arus listrik yang mengalir dari B ke E pada TR2 yang
diteruskan ke massa tersebut menyebabkan TR2 ON, dan mengalirnya arus listrik dari
kunci kontak ke kumparan primer, terminal C, E pada TR2 terus ke massa. Dengan
mengalirnya arus pada rangkaian primer tersebut, maka terjadi kemagnetan pada inti
koil pengapian.
Apabila platina terbuka maka TR1 akan Off dan TR2 juga akan Off sehingga
timbul induksi pada kumparan koil yang menyebabkan timbulnya tegangan tinggi pada
kumparan sekunder. Induksi pada kumparan sekunder membuat terjadinya percikan
bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara.

3.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pengapian TCI-C


Kelebihan :
1) Arus primer lebih besar ⇒daya pengapian lebih tinggi
2) Kontak pemutus tidak aus lagi ⇒arus pengendali kecil
3) Bila kontrol unit rusak ⇒mudah diganti ke pengapian konvensional
29
Kekurangan :
1) Keausan pada bagian kontak pemutus dengan cam distributor dan keausan poros
distributor tetap terjadi sehingga masih harus sering menyetel celah kontak pemutus.
2) Tumit ebonit masih bisa aus ketika pengapian perlupenyetelanulang (pada waktu
yang cukup lama).
3) Pada putaran tinggi ada pentalan pada breaker point yang mempengaruhi kontrol unit.
4) Kontak pemutus masih sensitif terhadap kotoran.
Pada sistem pengapian yang menggunakan semi-transistor masih dirasakan
kurang sempurna karena pada putaran mesin bertambah, besar tegangan yang dihasilkan
koil juga menurun.Untuk memperbaikinya pada sistem pengapian dikembangkan sistem
pengapian full transistor.

3.1.2. Sistem Pengapian Transistor dengan sinyal Induktif / Transistorized Control


Ignition – Inductive (TCI-I)
Sistem pengapian ini juga disebut sistem pengapian fully transistor. Dalam
beberapa bagian, sistem pengapian transistor dengan sinyal sama dengan pangapian CDI
(bagian 3). Diantaranya adalah tidak terdapatnya bagian-bagian yang bergerak secara
mekanik dan mengandalkan magnetic trigger (magnet pemicu) dan sistem “pick up coil”
untuk memberikan sinyal ke control unit guna menghasilkan percikan bunga api pada
busi, sehingga kontak mekanik pada sistem pengapian dapat dihilangkan. Berikut adalah
gambar sirkuit kelistrikannya:

Gambar 20. Rangkaian sistem pengapian full transistor


30
Sistem pengapian ini tidak menggunakan kontak pemutus, fungsi pemutusan
digantikan dengan sebuah pembangkit sinyal (pulse generator) yang menghasilkan pulsa
tegangan secara magnetik. Tegangan ini akan mengontrol ON dan OFF dari transistor
yang mengendalikan koil pengapian. Selanjutnya pembagian tegangan tinggi menuju
busi-busi diatur oleh distributor yaitu pada bagian rotor dan kabel-kabel tegangan tinggi
busi.Induksi yang dihasilkan oleh pembangkit sinyal ini berupa tegangan bolak
balik/AC. Jumlah gigi/sinyal rotor pada distributor sesuai dengan jumlah silinder mesin.
Pada sistem ini pemajuan saat pengapian masih dengan cara mekanis seperti sistem
pengapian konvensional.
Frekuensi dan amplitudo dari sinyal AC yang dihasilkan pembangkit sinyal
dipengaruhi oleh putaran mesin. Modul pengapian memproses tegangan AC untuk
mengatur pengapian. Ketika poros distributor berputar rotor sinyal ikut berputar, saat
rotor sinyal mendekati kutup stator terjadilah perubahan kekuatan medan magnet pada
inti kumparan sehingga timbul induksi pada kumparan dan sinyal induktif masuk ke
modul pengapian.Sinyal tersebut memberikan informasi agar modul mulaimemutus atau
menghubung arus primer. Modul pengapian memiliki bagian-bagian yang lebih lengkap,
seperti berikut :

Gambar 21. Bagian – Bagian modul sistem pengapian elektronik

31
Keterangan :
2aPembentuk sinyal : Merubah bentuk sinyal dari arus bolak-balik - pulsa berbentuk segi
empat.
2bPengatur dwell : Mengatur lamanya arus primer mengalir sesuai dengan jumlah putaran.
3 Stabilitator tegangan : Menstabilkan tegangan agar kerja dari komponen elektronik tidak
terpengaruh oleh perubahan tegangan.
2cPenguat (Amplifier) : Memperkuat sinyal pengendali sesuai dengan kebutuhan dari
rangkaian darlington.
2dRangkaian Darlington : Menghubung dan memutuskan arus primer.

3.1.2.1. KomponenSistem Pengapian TCL - I


a. Distributor dengan signal generator
Model generator signal berupa signal induktifdikembangkan untuk mengatasi
kelemahan yang masih ada dalam sistem TCL.Signal generator terdiri dari komponen-
komponen :
 Signal rotor adalah rotor yang mempunyai beberapa gigi sesuai dengan jumlah
silinder. Berfungsi sebagai penghantar medan magnet dari medan magnet permanent
ke bracket pick-up coil.
 Pick-up coil berfungsi untuk mengubah fluksi magnet menjadi tegangan induksi.
 Bracket berfungsi sebagai inti besi dari pick-up coil yang nantinya akan menjadi
magnet induksi pada saat terjadi penghantaran medan magnet dari magnet permanent
melalui rotor signal.
 Permanent magnet berfungsi sebagai sumber dari induksi
b. Igniter
Igniter terdiri dari bagian-bagian:
 Sirkuit deteksi (detection circuit) berfungsi untuk mendeteksi signal dari tegangan
pick-up coil yang seterusnya akan mengontrol kerja dari igniter.
 Sirkuit penguat (amplifier circuit) berfungsi untuk memperkuat signal dari sirkuit
deteksi.
 Sirkuit pengontrol (control circuit) berfungsi untuk mengontrol arus listrik yang
mengalir pada kumparan primer ignition coil.

32
3.1.2.2. Cara Kerja

Sumber: Toyota Astra Motor, 2003


Gambar 22. Sirkuit kelistrikan sistem pengapian TCL-I
Ketika kunci kontak di-ON-kan, arus mengalir menuju terminal tahanan (R)
pada unit igniter yang selanjutnya diteruskan ke massa. Selain itu, terdapat potensial
pada terminal C pada igniter, namun pada kumparan primer koil belum dialiri arus listrik
sebab Transistor (Tr) belum ON. Ketikamesin berputar (hidup), rotor sinyal ikut
berputar bersama poros distributor. Ketika saat pengapian telah memberikan sinyal,
sebuah arus akan terinduksi di dalam “pick up coil” dan arus tersebut akan dialirkan ke
terminal B pada Tr terus ke massa. Akibatnya Tr menjadi ON, sehingga arus yang
mengalir dari baterai saat ini disalurkan ke massa melewati terminal C – E pada Tr. Saat
pembangkut pulsa tidak memberikan sinyal, maka Tr akan Off, sehingga arus primer
OFF dan terjadi tegangan induksi pada kumparan primer dan kumparan sekunder koil.
Karena perbandingan kumparan sekunder lebih banyak dibanding kumparan primer,
maka pada kumparan sekunder terjadi induksi yang lebih besar sehingga terjadi percikan
bunga api pada busi untuk memicu pembakaran.

33
3.1.2.3. Keuntungan dan kerugian sistem pengapian TCI-I :
Keuntungan :
1) Tidak menggunakan kontak pemutus, sehingga dapat mengurangi kerugian mekanis
pada sistem pengapian.
2) Penyetelan saat pengapian hanya saat pertama memasang dan dikontrol waktu servis.
3) Tidak ada gangguan pentalan pegas.
4) Mudah dalam pemeriksaan.
5) Bantalan pada poros distributor tidak terbebani tekanan sehingga keausan terjadi pada
waktu yang lama.
Kekurangan :
1) Pengontrol timing masih mekanis.
2) Sinyal yang dikirim masih dalam bentuk arus bolak-balik, maka pada kontrol unit
elektronik
3) Masih harus dilengkapi dengan pembentuk sinyal segi empat /kotak
4) Memberi informasi hanya pada saat pengapian saja
5) Pemajuan saat pengapian masih mekanis.

3.1.3. Sistem Pengapian Transistor dengan sinyal Hall / Transistorized Ignition Control –
Hall (TCI-H)
Sistem pengapian ini hampir sama dengan tipe TCI-I, namunfungsi pemutusan
digantikan oleh sinyal hall untuk memicu igniter. Proses pemicuan memanfaatan efek
hall untuk membangkitkan tegangan untuk memicu modul pengapian/ECU. Berikut
adalah gambar distributor dengan menggunakan hall generator:

Gambar 23. Distributor dengan hall generator


34
Bila rotor sinyal berputar, bilah akan meninggalkan celah, medan magnet
menembus IC hall, sehingga timbul tegangan hall. Dengan berputarnya rotor terus
menurus tegangan hall timbul dan hilang silih berganti.Dengan sebuah pengolah sinyal
(inverter/pembalik) maka saat adategangan hall tegangan sinyal tidak timbul, sebaliknya
saat tidak ada tegangan hall timbullah tegangansinyal yang masuk ke ECU
untukmemutus atau menghubung arusprimer pada koil.

3.1.3.1. Pengatur dwell


Untuk memaksimalkan besarnya pengapian, waktu pengaliran arus primer pada
coil atau besarnya dwell divariasikan berdasarkan pada putaran mesin.Pada saat putaran
rendah, sudut dwell yang besar akan memberikan dampak percepatan pemanasaan koil.
Apabila hal ini terjadi maka kekuatan kemagnetan yang dihasilkan pada coil akan
menurun yang selanjutnya akan menurunkan besarnya tegangan induksi yang dihasilkan
oleh koil. Pengaturan dwell ini dilakukan oleh kontrol unit.
Sebaliknya, pada saat putaran mesin tinggi, diperlukan percikan bunga api yang
tinggi. Pada putaran tinggi, resistansi loncatan bunga api di dalam ruang bakar akan
meningkat bila dibandingkan denagn putaran rendah. Dengan demikian, pengontrol akan
mengatur dwell pada nilai maksimal agar daya percikan besi tetap tinggi yang pada
akhirnya dapat menghasilkan pembakaran sempurna.Adapun pengaturan sudut dwell
berkisar pada nilai ± 18 % sampai dengan 80 %.

3.1.3.2. Pemutus arus dan pembatas putaran maksimum


Untuk mengamankan mesin dari kasus over running dan panasnya ignition coil
pada saat mesin tidak bekerja, kontrol unit mempunyai mekanisme pemutus arus dan
pembatas putaran. Pemutus arus bekerja atas dasar jumlah pulsa yang dikirim pengirim
sinyal. Apabila pengirim signal mengirim signal kurang dari 10 pulsa/menit, maka
pemutus arus akan memberi informasi kepada penguat sehingga rangkaian Darlington di
dalam control unit akan memutus arus primer.

Gambar 24. Skema Pemutus Arus Primer


35
Bila putaran melebihi putaran maksimal yang ditentukan, unit kontrol akan
mematikan pengapian sehingga kelebihan putaran mesin dapat dihindari untuk
mengamankan mesin.

3.2. Sistem Pengapian CDI (Capacitor Discharge Ignition)


Sistem pengapian CDI merupakan pengembanggan dari sistem pengapian magnet
konvensional.Sistem ini menguntungkan dan lebih baik dibanding sistem pengapian
konvensional. Tegangan pengapian yang dihasilkan lebih besar (sekitar 40 KV) dan stabil
sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang makin sempurna.
Dengan menambahkan komponen elektronik pada sistem ini, diperoleh kerja sistem magnet
yang lebih kuat. Model sistem pengapian CDI ini bekerja berdasarkan prinsip pengisian dan
pengosongan kapasitor.

3.2.1. Sistem Pengapian CDI-AC


Sistem CDI-AC pada umumnya terdapat pada sistempengapian elektronik yang
suplai tegangannya berasal dari kumparan generator yang menghasilkan arus listrik AC.
Arus ini akan diterima oleh CDI unit dengan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt
(tergantung putaran mesin). Arus tersebut selanjutnya dirubah menjadi arus setengah
gelombang (menjadi arus searah) oleh diode, kemudian disimpan dalam kondensor
(kapasitor) dalam CDI unit. Kapasitor tidak akan melepas arus sebelum SCR ON.
Bekerjanya SCR apabila telah mendapatkan sinyal pulsa dari kumparan/pulser CDI yang
menandakan saatnya pengapian.

Sumber: coilku.com
Gambar 25. Komponen CDI-AC (coilku.com)
36
3.2.1.1. Komponen Sistem Pengapian AC-CDI
a. Sumber Tegangan, berfungsi sebagai penyedia tegangan yang diperlukan oleh sistem
pengapian. Sumber tegangan sistem pengapian magnet elektronik AC merupakan
sumber tegangan AC (AlternatingCurrent), berupa Alternator (Kumparan
Pembangkit). Alternator berfungsi untuk mengubah energi mekanis yang didapatkan
dari putaran mesin menjadi tenaga listrik arus bolak-balik (AC).
b. Kunci Kontak (Ignition Switch), berfungsi sebagai saklar utama untuk menghubung
dan memutus (On-Off) rangkaian pengapian.
c. Koil pengapian (Ignition Coil), berfungsi untuk menaikkan tegangan yang diterima
dari sumber tegangan menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian.
d. Unit AC-CDI, merupakan serangkaian komponen elektronik yang berfungsi sebagai
saklar rangkaian primer pengapian, menghubungkan dan memutuskan arus listrik
yang dimanfaatkan untuk melakukan pengisian dan pengosongan muatan kapasitor,
kemudian dialirkan melalui kumparan primer koil pengapian untuk memicu
terjadinya induksi pada kumparan koil.Di dalam CDI unit terdapat beberapa bagian
yaitu diode (rectifier), kapasitor, dan thyristor/scr. Berikut adalah diagram blok
bagian-bagian CDI AC:

Gambar 26. Sirkuit dasar CDI AC


Keterangan :
1. Dari Sumber Tegangan (Alternator)
2. Dari Signal Generator (Pick Up Coil)
3. Ke Ignition Coil
4. Massa CDI
37
e. Kumparan Pembangkit Pulsa (Signalgenerator/Pick up coil), bekerja bersama
reluctor sehingga menghasilkan sinyal trigger (pemicu) yang dimanfaatkan oleh
Tyristor untuk membuang seluruh muatan kapasitor. Pick up coil terdiri dari suatu
lilitan kecil yang akan menghasilkan arus listrik AC apabila dilewati oleh perubahan
garis gaya magnet yang dilakukan oleh reluktor yang terpasang pada rotor alternator.
f. Busi (Spark Plug), mengubah arus listrik tegangan tinggi menjadi loncatan bunga api
melalui elektrodanya.

3.2.1.2. Skema Sistem Pengapian Magnet Elektronik (AC-CDI)

Gambar 27. Skema Sistem Pengapian AC-CDI

3.2.1.3. Proses Kerja Sistem Pengapian AC-CDI


a. Saat Kunci Kontak OFF
Kunci kontak dalam posisi terhubung dengan massa. Arus listrik yang dihasilkan
sumber tegangan (Alternator) dibelokkan ke massa melalui kunci kontak, tidak ada arus
yang mengalir ke unit CDI sehingga sistem pengapian tidak bekerja.
b. Saat Kunci Kontak ON
Hubungan ke massa melalui kunci kontak terputus sehinggaarus listrik yang
dihasilkan alternator akan mengalir masuk kesistem pengapian.Ketika rotor alternator
(magnet) berputar, kumparan statormenghasilkan arus listrik⇒disearahkan
dioda⇒mengisikapasitor sehingga muatan kapasitor penuh.Pada saat yang ditentukan

38
(saat pengapian), arus sinyaldihasilkan oleh signal generator. Arus sinyal pickup coil⇒
Gate (G) Thyristor switch dan mengaktifkanThyristor. Thyristor aktif (kaki Anoda ke
Katoda terhubung) danarus listrik dapat mengalir dari kaki Anoda (A)⇒Katoda (K).Hal
ini akan menyebabkan kapasitor terdischarge (dikosongkanmuatannya) dengan
cepat⇒melalui kumparan primer koilpengapian⇒massa koil.

Gambar 28.Cara kerja CDI – AC


Dengan aktifnya SCR tersebut, menyebabkan kapasitormelepaskan arus
(discharge) dengan cepat. Kemudian arusmengalir ke kumparan primer koil
pengapianuntuk menghasilkan medan magnet pada inti koil untuk menginduksi
kumparan koil.

Gambar 29.Cara kerja CDI – AC

39
Akibat induksi diri dari kumparan primer, kemudianterjadi induksi dalam
kumparan sekunder dengan tegangansebesar 15 KV sampai 20 KV. Tegangan tinggi
tersebutselanjutnya mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga apiyang akan
membakar campuran bensin dan udara dalamruang bakar.Terjadinya tegangan tinggi
pada koil pengapian adalah saatkoil pulsa dilewati oleh magnet, ini berarti waktu
pengapian(Ignition Timing) ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa,sehingga sistem
pengapian CDI tidak memerlukan penyetelanwaktu pengapian seperti pada sistem
pengapiankonvensional. Pemajuan saat pengapian terjadi secaraotomatis yaitu saat
pengapian dimajukan bersama denganbertambahnya tegangan koil pulsa akibat
kecepatan putaranmotor. Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerjalebih cepat
dari contact breaker dan kapasitormelakukan pengosongan arus sangat cepat,sehingga
kumparan sekunder koil pengapian teriduksi dengancepat dan menghasilkan tegangan
yang tinggi untukmemercikan bunga api pada busi.

3.2.2. Sistem Pengapian CDI-DC


Sistem pengapian CDI ini menggunakan energi yang bersumber dari baterai.
Baterai memberikan suplai tegangan 12V ke sebuah inverter (bagian dari unit CDI).
Kemudian inverter akan menaikkan tegangan baterai 12 volt menjadi sekitar 350V.
Tegangan 350V ini selanjutnya akan mengisi kondensor/kapasitor. Ketika dibutuhkan
percikan bunga api busi, pick-up coil akan memberikan sinyal elektronik ke switch
(saklar) untuk menutup. Ketika saklar telah menutup, kondensor akan mengosongkan
muatannya dengan cepat melalui kumparan primer koil pengapian, sehingga terjadilah
induksi pada kedua kumparan koil pengapian tersebut.

3.2.2.1. Komponen Sistem Pengapian DC-CDI


a. Sumber tegangan DC (Direct Current), berupa baterai yang didukung oleh sistem
pengisian (Kumparan Pengisian, Magnet dan Rectifier/Regulator), berfungsi untuk
menyediakan teganganDC yang diperlukan oleh sistem pengapian.
b. Kunci kontak (pengendali positif).
Kunci kontak pada sistem pengapian dengan CDI DC berfungsi untuk memutus dan
menghubungkan arus listrik yang menuju CDI. Tepatnya bagian converternya,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengONkan dan mengOFFkan sistem pengapian.

40
c. Koil pengapian, berfungsi untuk menaikkan tegangan yang diterima dari sumber
tegangan menjadi tegangan tinggi yang diperlukan untuk pengapian.
d. Unit DC-CDI, merupakan serangkaian komponen elektronik yang berfungsi sebagai
saklar rangkaian primer pengapian, menghubungkan dan memutuskan arus listrik
yang dimanfaatkan untuk melakukan pengisian dan pengosongan muatan kapasitor,
kemudian dialirkan melalui kumparan primer koil pengapian untuk menghasilkan
arus listrik tegangan tinggi pada kumparan sekunder dengan induksi elektromagnet.
Berikut adalah sirkuit dasar CDI DC:

Gambar 30. Sirkuit dasar CDI DC


Keterangan:
1. Dari sumber tegangan (battery)
2. Dari sinyal generator (pick up coil)
3. Ke koil pengapian
4. Massa CDI

3.2.2.2. Prinsip Kerja


DC-CDIsebenarnya secara prinsip sama dengan AC CDI, namun muatan listrik
yang disimpan sementara pada kapasitor berasal dari tegangan baterai yang dinaikkan
oleh DC conventer.Berikut adalah rangkaian kelistrikan sistem pengapian dengan CDI
DC:

41
Gambar 31. Skema Sistem Pengapian DC-CDI
a. Saat Kunci Kontak OFF
Hubungan sumber tegangan dengan rangkaian sistem pengapianterputus, sehingga
sistem pengapian tidak bekerja.
b. Saat Kunci Kontak ON
Kunci kontak menghubungkan sumber tegangan dengan rangkaian sistem
pengapian, sehingga arus listrik daribaterai dapat disalurkan ke unit CDI (DC
Conventer). Muatan listrik hasil dari konverter selanjutnya disimpan pada kapasitor.
Ketika rotor alternator berputar, reluctor ikut berputar.Saat reluctor mulai mencapai
lilitan pick up coil, lilitan pick upcoil akan menghasilkan sinyal listrik
untukmengaktifkan transistor (Tr) pada DC Conventer.
Arus sinyalyang dihasilkan oleh signal generator mampumembuka gerbang
SCR sehingga SCR menjadi aktif dan membukahubungan arus listrik dari kaki Anoda
(A) ⇒ Katoda (K).Hal ini akan menyebabkan pengosongan kapasitor dengan cepat ⇒
melalui kumparan primer koilkoilpengapian ⇒ massa koil pengapian. Pada kumparan
primer koilpengapian dihasilkan tegangan induksi sendiri sebesar 200 – 300V.Akhirnya
pada kumparan sekunder koil pengapian akan timbulinduksi tegangan tinggi sebesar ±
20 KVolt ⇒ melaluikabel busi ke busi menjadi percikan api listrik.

42
3.2.2.3. Pengaturan saat pengapian CDI
Pada pengapian CDI saat pengapian diatur secara elektronis didalam unit CDI.
Untuk mengatur saat pengapian terdapat rangkaian timing circuit yang terletak diantara
jalur output pulser dan input gate SCR. Berdasarkan pengaturan saat pengapian terdapat
dua jenis rangkaian, yaitu:
a. Pengaturan rangkaian analog
CDI dengan rangkaian timing circuit analog dikenal dengan CDI analog. Signal
output pulser diolah oleh timing circuit menggunakan rangkaian resistor-kapasitor. Saat
starting, rangkaian timing memproses signal negatif pulser dan meneruskan ke SCR.
Pada saat putaran meningkat, rangkaian memproses signal positif dan meneruskan ke
SCR. Semakin tinggi gelombang pulser semakin cepat pula pembukaan gerbang gate
SCR sehingga terjadi ignition advance.
b. Pengaturan dengan rangkaian digital
CDI dengan timing secara digital dikenal dengan CDI digital. Pengaturan
secara digital menggunakan sebuah IC (integrated circuit) sebagai pengendali utamanya.
Sebelum masuk ke IC, signal output pulser diubah menjadi signal digital dengan
rangkaian ADC (analog to digital converter). Signal tersebut diatur dan menghasilkan
output signal digital untuk memicu gerbang SCR sesuai putaran mesin.

Gambar 32. sirkuit timing CDI digital (sistem pengapian elektronik)


Saat starting dan putaran idle, IC diprogram membaca signal bawah digital dan
meneruskan ke SCR. Pada peningkatan putaran mesin (>1500 rpm), IC membaca signal
atas digital, menunda dan meneruskan ke SCR.

43
3.2.2.4. Kelebihan dan kelemahan sistem pengapian CDI
Kelebihan :
a. Tidak memerlukan penyetelan saat pengapian, karena saat pengapian terjadi secara
otomatis yang diatur secara elektronik.
b. Lebih stabil, karena tidak ada loncatan bunga api seperti yang terjadi pada breaker
point (platina) sistem pengapian konvensional.
c. Mesin mudah distart, karena tidak tergantung pada kondisi platina.
d. Unit CDI dikemas dalam kotak plastik yang dicetak sehingga tahan terhadap air dan
goncangan.
e. Pemeliharaan lebih mudah, karena kemungkinan aus pada titik kontak platina tidak
ada.
Kelemahan
a. Arus yang keluar tergantung putaran mesin jika putaran mesin rendah pengapianya
pun kecil.
b. Sering sekali kawat elmail di spull terbakar karena panas yang berlebihan.
c. Walaupun arus yang dikeluarkan tetap tapi CDI DC sangat sensitif terhadap
konsleting karenaberhubungan dengan aki juga.
d. Jika AKI sudah mulai rusak dan tak mampu mengalirkan arus yang lebih dari 11-12
volt berpengaruh terhadap kinerja CDI.
e. CDI DC membutuhkan arus full DC dari aki.

44
ENGINE
MANAJEMEN SYSTEM
(EMS)

 SISTEM INDUKSI UDARA (AIR INDUCTION SYSTEM)

 SISTEM INJEKSI BAHAN BAKAR (FUEL INJECTION SYSTEM)

 SISTEM PENGAPIAN EMS (EMS IGNITION SYSTEM)

 SISTEM KONTROL EMISI (EMISSION CONTROL SYSTEM)

 TEKNOLOGI DIESEL COMMON RAIL (COMMON RAIL INJECTION


SYSTEM)

45
BAB IV
SISTEM INDUKSI UDARA
(AIR INDUCTION SYSTEM)

4.1. Pendahuluan

Sistem bahan bakar konvensional tidak memungkinkan udara yang masuk kedalam
silinder diukur, sehingga adanya campuran yang terlalu kaya atau terlalu miskin pada putaran
tertentu mungkin terjadi. Selain itu kualitas udara yang masuk hanya tergantung pada filter
udara. Filter udara yang masih bersih kualitas udara yang masuk ke dalam ruang silinder
kualitasnya baik, sehingga pembakaran pada ruang silinder dapat maksimal dan tenaga yang
dihasilkan juga besar. Apabila saringan udara sudah kotor maka udara yang masuk kualitasnya
juga buruk, jika kualitas udara buruk maka pembakaran dalam silinder tidak maksimal dan
menyisakan emisi gas buang. Dimesin EFI,udara yang masuk kedalam silinder diukur atau
disensor disetiap putaran supaya kualitas campuran antara udara dan bahan bakar tetap ideal
sesuai disetiap putarannya. Diukurnya udara disetiap putaran agar kualitas campuran bahan
bakar dan udara dapat terpenuhi disetiap putaran, dengan kualitas yang terjaga disetiap putaran
dimaksudkan agar tenaga mesin yang dihasilkan pada tiap putaran juga maksimal.
Elektronic Fuel Injection (EFI) merupakan bagian dari Engine Manajemen System
(EMS) yang secara umum dibagi menjadi tiga sistem fungsi utama pada mesin. Tiga sistem
utama tersebut adalah sistem induksi udara (Air Induction system), sistem bahan bakar (Fuel
system), dan sistem kontrol elektronik (electronic control system). Sistem induksi udara
merupakan sistem yang berguna dalam mengambil atau menyerap oksigen sebagai salah satu
faktor dalam terjadinya proses pembakaran di dalam silinder. Sistem bahan bakar merupakan
sistem yang berfungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki sampai ke dalam silinder. Sistem
ketiga adalah sistem kontrol elektronik, sistem ini berfungsi menerima sinyal dari sensor dan
mengolahnya kemudian perubahan sinyal tersebut direspon dan dikerjakan oleh aktuator.
Ketiga sistem tersebut pada proses kerjanya saling mendukung, adanya kerusakan pada salah
satu komponendari salah satu sistem maka kerja mesin menjadi terganggu. Hubungan antara
sensor dan aktuator juga tidak langsung, tetapi semua sensor dan aktuator saling mendukung
menjadi sebuah sistem.

46
Bab ini akan membahas tentang sistem induksi udara yang tersusunatas beberapa
komponen termasuk komponen sensor dan aktuator sistem injeksi bahan bakar. Sistem induksi
terdapat perbedaan cara pengukuran udara yang masuk ke dalam silinder yang membedakan
jenis mesin EFI sesuai pengukuran udara. Perbedaan pengukuran udara pada sistem induksi
membagi sistem EFI menjadi dua tipe yaitu L-EFI mengukur aliran udara, kode L berasal dari
bahasa Jerman Luft yang berarti udara. D-EFI mengukur tekanan udara, kode D berasal dari
kata Drunk pada bahasa Jerman yang berarti tekanan.

4.2. Fungsi Sistem Induksi

Sistem induksi berfungsi untuk menyalurkan udara segar dari luar untuk proses
pembakaran dalam silinder. Mengukur jumlah (L-EFI) atau tekanan (D-EFI) udara yang
masuk, dan diubah oleh sensor pada sistem induksi menjadi sinyal yang dikirim ke ECU untuk
menambah atau mengurangi jumlah penginjeksian bahan bakar sesuai dengan kondisi beban.
Disisi lain sistem induksi bekerja untuk mengatur posisiidle dan kebutuhan udara serta
indikator masukan untuk suplai bahan bakar pada putaran tinggi maupun beban penuh.

4.3. Skema Aliran Sistem Induksi

Perbedaan engine tipe L-EFI dan D-EFI hanya terdapat pada sensor pengukuran udara
yang masuk, padakomponen sensor maupun aktuator lain kedua tipe mesin EFI tetap sama.
Sistem aliran udara dimulai dari aliran udara masuk dari filter udara dengan menyaring
kotorandan debu, air metering (Air Temperatur Sensor danAir flow sensor pada L-EFI),
menuju trottle body, intake manifold berupa sensor (Manifold Air Pressure pada D-EFI), dan
ke ruang bakar. Skema aliran udara terlihat pada gambar dibawah ini.
1. Skema aliran sistem induksi tipe L-EFI

Gambar 33. Skema aliran udara pada L-EFI


47
2. Skema aliran sistem induksi tipe D-EFI

Gambar34. Skema aliran udara pada D-EFI

4.4. Komponen Sistem Induksi

Fungsi sistem induksi adalah untuk menyalurkan udara segar ke dalam silinder, dari
fungsi tersebut dapat kita ketahui bahwa sistem induksi berada pada saluran masuk udara
kedalam silinder. Letak komponen sistem induksi lebih jelasnya terlihat pada gambar dibawah
ini :

Sumber: M. Solikin, 2005


Gambar 35. Lokasi sistem komponen induksi L-EFI
Komponen sistem injeksi udara mesin EFI membedakan dua tipe EFI yaitu tipe L-EFI
dan D-EFI. Sensor yang terdapat pada sistem induksi berfungsi untuk memonitor keadaan
termperatur udara, aliran udara yang masuk atau tekanan kevakuman intake manifold, dan
sensor posisi throttle. Sinyal dari sensor tersebut berguna untuk memasukan sinyal input ke
48
ECU yang nantinya diolah dan digunakan kondisikan kerja aktuator. Berikut ini adalah
komponen-komponen sistem induksi kedua tipe EFI :
1. Filter udara (Air Filter).
2. Sensor temperatur udara (Air Temperatur Sensor).
3. Sensor aliran udara (Air flow sensor Sensor) untuk L-EFI.
4. Sensor Kevakuman (Manifold Air Pressure Sensor) untuk D-EFI.
5. Throttle body.
6. Intake Manifold.
Perbedaan sensor pada L-EFI dan D-EFI juga berbeda lokasi penempatan komponennya,
terlihat pada gambar dibawah:

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 36. Tipe Sistem Induksi EFI

49
4.4.1. Filter Udara
Udara bebas yang diserap bukan hanya terdiri dari oksigen tetapi terdapat
kandungan udara yang lain dan kotoran atau debu, sedangkan kebutuhan udara yang
dibutuhkan untuk pembakaran adalah udara bersih lebih spesifiknya oksigen. Udara
yang masuk kedalam ruang bakar harus udara yang bersih, kotoran yang ikut masuk ke
dalam ruang bakar menyebabkan pembakaran tidak sempurna. Alasan tersebut
menjelaskan bahwa sistem induksi yang berfungsi mengalirkan udara kedalam ruang
silinder juga harus bisa membersihkan udara yang masuk.
Filter udara merupakan permulaan dimana udara luar masuk ke dalam sistem
induksi. Filter udara berfungsi menyaring udara luar yang masuk ke dalam sistem
induksi, adanya filter udara diharapkan udara yang masuk ke ruang bakar adalah udara
yang bersih. Kotoran yang masuk dalam silinder tidak hanya mengotori ruang bakar tapi
dapat membuat dinding silinder dan piston aus tergores debu yang masuk, jika dinding
silinder sudah aus kotoran yang masuk dalam silinder akan menyebabkan oli kotor.
Bahan yang digunakan untuk filter udara pada mobil ada beberapa seperti filter
udara dengan bahan kertas (dry element) dan filter udara dengan bahan kertas oli (wet
element). Kotoran atau debu yang tersaring pada filter udara akan terhenti dan filter
udara menjadi kotor. Filter udara berbahan dry elementterbuat dari bahan kertas kering
sehingga sangat mudah dalam perawatan, pembersihannya dengan menyemprotkan
udara dari arah yang berlawanan. Filter udara berbahan wet elementterbuat dari kertas
yang dilapisi oli untuk memperhalus penyaringan udara yang masuk, sehingga
diharapkan udara yang melalui filter udara adalah udara yang benar-benar bersih. Filter
jenis ini lebih baik dalam menyaring kotoran, filter jenis ini juga bebas perawatan hanya
pada jarak tertentu filter udara harus diganti.

4.4.2. Sensor Temperatur Udara (Intake Air Temperature Sensor)


Intake air temperatur sensor (IAT sensor) berfungsi untuk mengukur
temperatur udara yang masuk ke intake manifold, sinyal dari temperatur digunakan ECU
salah satunya untuk mengatur jumlah penyemprotan bahan bakar di injektor. IAT Sensor
pada mesin L-EFI menyatu dengan Air flow sensor Sensor dan berada disaluran antara
filter udara dan throttle body, sedangkan pada mesin D-EFI sensor ini berada di
belakang air filter. Lokasi IAT sensor dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

50
(a) (b)
Sumber: autozone.com dan Hyundai Motor Company
Gambar 37. IAT Sensor pada D-EFI (a) Penempatan, (b) konstruksi
IAT Sensor menggunakan thermistor sebagai pendeteksi temperatur udara,
besar kecilnya tahanan pada thermistor berubah-ubah sesuai tingginya temperatur udara.
Resistansi antara temperatur dan tahanan pada IAT sensor adalah berbanding terbalik.
Semakin tinggi temperatur udara yang masuk ke intake manifold tahanan thermistornya
semakin rendah, dan sebaliknya.
Gambar dibawah diperlihatkan rangkaian kelistrikan IAT sensor, ECU
memberikan sinyal tegangan sebesar 5 volt ke sensor melalui internal resistor. Nilai
tegangan tersebut akan berubah sesuai dengan kondisi temperatur udara yang masuk ke
dalam intake manifold. Fluktuasi tegangan yang ditimbulkan oleh IAT sensor akan
dideteksi ECU sebagai perubahan temperatur pada sensor dan menjadi sinyal input
ECU.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 38. Rangkaian kelistrikan IAT sensor
51
4.4.3. Sensor Aliran Udara L-EFI (Air Flow Sensor)
Sensor ini berada di antara filter udara dan throttle body, Air flow sensor sensor
berfungsi untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam ruang silinder. Perubahan
jumlah udara ini seiring dengan perubahan pembukaan throttle valve, perubahan jumlah
aliran udara yang masuk juga merubah besarnya sinyal output air flow sensor ke ECU.
Sensor air flow sensor memanfaatkan tahanan yang berubah-ubah untuk merubah
tegangan output sesuai banyaknya aliran udara yang masuk. Air flow sensor sensor
merupakan komponen vital untuk mesin L-EFI sehingga harus memiliki kriteria sebagai
berikut :
 Respon akurat terhadap berbagai aliran udara yang masuk.
 Respon cepat terhadap berbagai perubahan aliran udara.
 Proses sinyal mudah.
Air flow sensor memilki dua tipe deteksi udara yaitu tipe deteksi langsung dan
tipe deteksi tidak langsung. Tipe deteksi langsung memiliki varian pendeteksi aliran
udara yaitu vane type air flow sensor dan karman vortek air flow sensor, serta
pendeteksi berat udara yaitu hot wire type dan hot file type. Dan tipe deteksi tidak
langsung memilki varian speed density type dan throttle speed type. Kedua tipe ini hanya
berbeda pada komponen pengukuran jumlah udara masuk sebagai sinyal input.

4.4.3.1. Vane Type Air flow sensor


Sensor ini terdiri dari plat pengukur, pegas pengembali dan potensiometer.
Disensor ini terdapat juga idle mixture adjusting screw, fuel pump switch, dan intake air
temperature sensor. Udara yang masuk ke intake air chamber akan dideteksi dengan
gerakan membuka dan menutupnya plat pengukur. Plat pengukur ini ditahan oleh sebuah
pegas pengembali. Plat pengukur dan potensiometer terhubung dan bergerak pada poros
yang sama, sehingga sudut membukanya plat pengukur akan merubah nilai tahanan
potensiometer. Perubahan nilai tahanan potensiometer akan mengubah besarnya
tegangan output air flow sensor, perubahan tegangan digunakan ECU salah satunya
untuk menambah atau mengurangi jumlah pengijeksian bahan bakar. Komponen-
komponen vane type air flow sensor dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

52
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar39. Air flow sensor tipe Vane
Desain rangkaian kelistrikan air flow sensor memiliki dua jenis yaitudesain
generasi pertama dan desain generasi kedua. Desain kelistrikan generasi pertama
memvariasikan sinyal dengan tegangan rendah ketika volume udara rendah dan
tegangannya tinggi ketika volume udara juga tinggi, perubahan tegangan pada jenis
pertama antara tegangan dengan volume udara berbanding lurus. Tegangan yang
digunakan memanfaatkan tegangan baterai langsung sebesar 12 volt, pada pendeteksian
sinyal output ECU membutuhkan tegangan tetap sebagai tegangan referensi. Terminal
yang digunakan pada air flow sensor sensor jenis pertama sebanyak empat terminal
kabel yaitu tegangan baterai (Vb), Tegangan tetap (Vc), Tegangan sinyal output (Vs),
dan massa (E2). Desain kelistrikan generasi kedua memilki karekter yang berkebalikan
dengan generasi pertama, pada desain ini ketika volume udara rendah tegangan output
sinyal tinggi dan tegangan akan menurun jika volume udara yang masuk semakin
meningkat atau semakin panas. Tegangan yang digunakan pada rangkaian kelistrikan
tipe kedua ini maksimal 5 volt, dan tidak menggunakan tegangan referensi dalam
penentuan pengukuran sinyalnya. Tidak membutuhkannya tegangan referensi
menjadikan rangkaian kelistrikan tipe ini lebih simpel, hanya menggunakan tiga terminal
kabel yaitu tegangan sinyal input sensor yang menyatu dengan tegangan kontrol pada
ECU (Vcc), tegangan sinyal output (Vs), dan massa (E2). Gambar di bawah
diperlihatkan rangkaian kelistrikan air flow sensor desain pertama dan desain kedua,
serta perbandingan naik turun volatase terhadap pembukaan katup.
53
Gambar40. Rangkaian kelistrikan AFS sensor desain pertama

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar41. Rangkaian kelistrikan dan perbandingan AFS sensor desain kedua
54
4.4.3.2. Karman vortex Air flow sensor
Berbeda dengan vane type air flow sensor, karman vortex type air flow sensor
(K/V type)komponennya tidak menggunakan komponen bergerak dalam pengukuran
jumlah udara yang masuk. Karman vortek type air flow sensor ini memiliki beberapa
tipe sesuai dengan komponen yang digunakan, yaitu ultrasonik type, mirror type, dan
pressure sensing type. Rangkaian kelistrikan sensor ini sama seperti rangkaian
kelistrikan vane type air flow sensor desain kedua dan menggunakan tegangan 5 volt,
tegangan kerja yang rendah akan memaksimalakan kerja dari sensor walaupun baterai
dalam keadaan drop-voltage. karman vortex type air flow sensor memiliki tiga tipe
sesuai dengan proses pengukuran udara masuk, yaitu ultrasonic type, mirror type, dan
pressure sensing type.
1) Tipe Ultrasonik
Air flow sensor tipe ini memiliki dua saluran masukan udara yaitu saluran
utama dan saluran by-pass. Saluran utama digunakan untuk mendeteksi jumlah udara
yang masuk (tempat sensor aliran udara), dan mengatur putaran mesin supaya tetap
konstan. Saluran by-pass digunakan untuk mengatur aliran udara yang dibutuhkan mesin
dengan cara memperbesar/memperkecil salurannya, tanpa mengubah saluran
utama.Sensor ini dapat dilihat dibawah ini.

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar 42. Penampang K/V AFS tipe ultrasonik
55
Gambar di atas juga memperlihatkan komponen yang terdapat dalam K/V AFS,
komponen yang akan kita bahas sekilas meliputi ultrasonik transmiter, sirkuit kontrol,
dan thermistor sensor. Ultrasonik transmiter akan memancarkan gelombang ultrasonik
yang akan melewati swirl (lingkar) ke receiver, gelombang ultrasonik akandimodulasi
secara bertahap oleh swirl yang dibuat. Sirkuit kontrol mendeteksi perbedaan potensial
gelombang ultrasonik yang melalui K/V AFS, dan menghasilkan pulsa elektronik yang
sebanding dengan kecepatan aliran udara, diluar dari gelombang yang lewat melalui
filter. Thermistor disini berfungsi untuk mendeteksi temperatur udara yang masuk
sebagai kompensasi kelembaban udara yang masuk, dengan kata lain termistor sensor
berfungsi menggantikan Intake Air Temperature sensor. Prinsip kerja AFS tipe ini
adalah dengan menggunakan prisma segitiga yang berada ditengah K/V AFS udara yang
masuk akan terpecah setelah melewati prisma dan alirannya menjadi berputar atau
melingkar. Sensor mendeteksi putaran angin menggunakan gelombang ultrasonik dan
merubahnya kedalam sinyal pulsa elektrik sebagai sinyal masukan ke dalam ECM.
Prinsip pengukuran udara dapat kita lihat pada gambar dibawah.

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar43. Prinsip pengukuran K/V AFS tipe ultrasonik
56
2) Mirror type dan Pressure sensing type
AFS tipe ini juga menggunakan gelombang ultrasonik untuk mendeteksi jumlah
udara yang masuk, yaitu dideteksi dari tekanan melalui putaran angin yang dibangkitkan
dari kedua ujung swirling pillar, melalui bukaan lubang tekanan (inlet), kemudian
mendeteksi tekanan yang ada melalui getaran putar balik (mirror type) atau sensor
tekanan (pressure sensing type), dan terakhir merubahnya menjadi sinyal elektrik. AFS
yang menggunakan sensor tekanan akan mendeteksi jumlah aliran udara yang masuk ke
intake manifold dengan cara memonitoring kecepatan udara masuk menggunakan sesor
tekanan, gambar dibawah menjelasakan prinsip kerja K/V AFS pressure sensing type.

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar44. Prinsip pengukuran K/V AFS tipe pressure sensing

Tipe mirror ini mengandalkan prinsip kerja listrik dimana sinyal elektrik akan
dihasilkan pada saat cahaya terpancar dari LED yang ditempatkan pada sisi atas mirror
yang dipantulkan oleh cermin dan kemudian dipancarkan ke photo transistor. Pada saat
cerminnya bergetar oleh adanya perubahan tekanan, tingkat keterangan cahayanya akan
berubah mengikuti sudut pantulnya, dan kemudian dipantulkan sebagai arus untuk
selanjutnya dirubah ke dalam bentuk sinyal digital. Berikut adalah gambarnya:

57
Sumber: Hyundai Motor Company
Gambar 45. Metode pengukuran K/V AFS tipe mirror

4.4.3.3. Tipe Hot Wire dan Tipe Hot File


1. Hot Wire Type

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar 46. Komponen AFS tipe hot wire
58
AFS tipe ini menggunakan kabel yang diberi arus yang menciptakan panas pada
kabel, panas akan didinginkan oleh aliran udara yang masuk ke saluran intake. Sensor
tipe hot wire menggunakan prinsip kerja tansfer panas antara objek panas dan udara.
Ketika temperatur tahanan sensor panas maka nilai tahanannya tinggi, arus yang keluar
dari sensor ini kecil. Ketika saluran intake dialiri udara temperatur tahanan sensor panas
menjadi lebih dingin, dengan menurunnya suhu pada tahanan menurun sehingga arus
yang keluar dari sensor semakin besar. Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah udara
yang masuk semakin besar kenaikan tegangan. Tipe ini mendeteksi berat udara dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan kelembaban udara. Oleh karena itu ECU tidak
memerlukan lagi kompensasi terhadap temperatur dan udara.
2. Tipe Hot film
Cara kerja AFS tipe hot film ini sama dengan hot wire hanya terdapat beberapa
penyempurnaan sebagai berikut :
a) Desain lebih sederhana dengan mengurangi panjang kabel sensor dan koneksi dengan
throttle body lebih baik.
b) Biaya perawatan lebih murah.
c) Debu halus yang masuk pada saluran intake tidak ada yang menempel pada sensor.
d) Respon lebih cepat.
Bagian-bagian AFS tipe Hot Fim dapat di pelajari pada gambar dibawah ini.

59
Sumber: Hyundai Motor Company
Gambar 47. AFS tipe Hot film

4.4.3.4. Tipe speed density


AFS tipe ini terdiri dari dua sistem utama sebagai sensor yaitu pressure sensor
dan intake air temperature sensor. Pressure Sensor mendeteksi perubahan tekanan
intake manifold begitu juga terhadap perubahan tegangan. Pressure sensor ini
merupakan susunan elemen dan komponen sirkuit yang melakukan proses konversi
sinyal output. Output dan sensor ini akan berbanding sama dengan tekanan vacum dari
intake manifold, dengan kata lain semakin besar kevakuman output teganan dari sensor
tersebut akan semakin meningkat. Intake air temperature sensor fungsinya adalah
mendeteksi temperatur udara yang masuk, untuk tipe speed density sensornya bisa
dipasang pada surge-tank untuk mendeteksi temperatur udara masuk di komponen
induksi tekanan.

4.4.3.5. Tipe trottle speed


Tipe ini mendeteksi besar udara intake dengan cara memperkirakan jumlah
udara intake yang masuk ke mesin per siklus berdasarkan sudut bukaan dan putaran
mesin, kemudian menghitung banyaknya bensin yang disemprotkan. Namun demikian
penghitungan rata-rata udaranya sangat rumit banyak korelasi yang terlibat, dan
akibatnya adalah proses pendeteksian jumlah udara tidaklah mudah. Oleh sebab itu
kendaraan yang dibuat sekarang tidak menggunakan tipe ini lagi.

60
4.4.4. Sensor Kevakuman D-EFI (Manifold Absolute PressureSensor)
Tekanan hisap (vakum) udara didalam intake manifold berbeda-beda sesuai
dengan pembebanan pada mesin. Ketika mesin mati tekanan didalam intake manifold
sama dengan tekanan diluar (tekanan atmosfir). Kevakuman besar terjadi ketika mesin
hidup dan posisi throttle tertutup, sebagai contoh saat mesin deselerasi atau ketika terjadi
pengereman. Kevakuman pada intake manifold akan menurun seiring katup throttle
membuka semakin besar. Kevakuman dalam intake manifold ini diukur dengan
menggunakan manifold absolute pressure sensor atau sering disebut MAP sensor. Sinyal
output MAP sensor digunakan ECM untuk menentukan jumlah injeksi dan saat
pengapian. MAP sensor dalam pengukuran jumlah udara yang masuk tidak terpengaruh
terhadap kebocoran pada manifold dan perubahan tekanan udara luar dan komponen
mekanis untuk mengukur jumlah udara lebih sedikit, sehingga lebih baik bila
dibandingkan dengan air flow sensor.
MAP sensor merupakan ciri khas yang ada pada sistem D-EFI. MAP sensor
memiliki beberapa macam jenis, yaitu:
 MAP sensor dengan variasi tegangan
Pada MAP sensor tipe ini sensor mendapat tegangan 5 volt ECU. Variasi tekanan akan
mengakibatkan diafragma berbelok/berubah. Gerakan ini akan mengubah resistansi pada
sirkuit jembatan pada sensor dan mengakibatkan output listriknya sebanding dengan
perubahan kevakuman tersebut.
 Tipe variasi kapasitansi
Perubahan kevakuman intake manifold akan mengubah kapasitas pelat kapasitor yang
dipasang. Akibatkan akan mempengaruhi frekuensi sinyal output sensor. Perubahan
frekuensi sinyal tersebut selanjutnya dikirim ke ECU.
 Tipe variasi induktansi
Pada tipe ini, perubahan kevakuman pada intake manifold akan mengubah induktansi
pada MAP sensor. Akibatnya, juga akan mengubah frekuensi gelombang kotak/digital
pada outputnya. Gelombang output selanjutnya dikirim ke ECU.
MAP sensor dengan variasi tegangan sering digunakan dalam sistem EFI.
Sensor inimenggunakan piezoresistive silicon chip sebagai komponen utama pendeteksi
perubahan tekanan hisap pada intake manifold. Voltase output sinyal berubah akibat

61
perubahan nilai tahanan yang disebabkan perubahan tekanan pada intake manifold yang
diolah oleh Integrated Circuit (IC) didalam MAP sensor. MAP sensor dihubungkan
dengan intake manifold menggunakan selang. Konstruksi dan perubahan output
tegangan dapat kita lihat pada gambar di bawah.

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 48. Konstruksi MAP sensor dan perbandingan perubahan tegangan dengan
kenaikan kevakuman
MAP sensor menggunakan tiga terminal kabel untuk mendeteksi perubahan
tekanan pada intake manifold. Terminal kabel tersebut berupa teminal input voltase
untuk sensor yang berasal dari ECM (Vc), terminal massa atau ground yang berasal dari
ECM (E2), dan terminal sinyal output dari sensor menuju ECM (PIM). Tegangan pada
sensor maksimal 5 volt untuk mengantisipasi supaya ketika terjadi drop baterai sensor
masih bekerja maksimal dalam mendeteksi kevakuman pada intake manifold. Diagram
kelistrikan untuk MAP sensor dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 49. Diagram kelistrikan MAP sensor
62
4.4.5. Throttle Body
Throttle body pada mesin EFI berfungsi untuk mengatur besarnya jumlah udar
yang masuk ke dalam silinder sesuai pembukaan throttle dan beban kendaraan. Throttle
body bukan merupakan satu komponen tetapi gabungan dari beberapa komponen
menjadi satu sistem. Throttle body terdiri dari beberapa bagian yaitu throttle valve
(katup throttle), skrup penyetel putaran idle, throttle position sensor,air valve,dashport
dan idle speed control. Komponen tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 50. Throttle body

4.4.5.1. Throttle valvedanidle speed adjusting screw


Throttle valve berfungsi mengatur besarnya udara yang masuk kedalam intake
manifold berdasarkan besarnya penekanan pada pedal gas yang dikendalikan oleh
pengemudi. Saluran udara throttle merupakan saluran utama untuk menyuplai udara ke
dalam silinder. Ketika throttle valve menutup dan mesin menyala udara tidak dapat
melewati saluran utama, sehingga mesin dipastikan mesin akan mati. Untuk mencegah
terjadinya mesin mati maka diperlukan saluran udara langsung ke dalam intake manifold
tanpa melewati throttle valve ketika menutup, atau dengan nama lain idle air by-pass.
Idle air by-pass berfungsi untuk menjaga putaran mesin ketika kondisi idle atau
saat throttle valve menutup. Saluran udara by-pass ini juga terdapat idle speed adjusting
screw (skrup penyetel putaran idle). Idle speed adjusting screw difungsikan sebagai
pengatur besanya jumlah udara yang masuk ke dalam intake manifold melalui saluran
by-pass. Saluran by-pass hanya berfungsi ketika throttle valve menutup penuh. Salah

63
satu cara mengatur putaran idlepada throttle body dengan idle adjusting screwhanya
dengan memutar skrup penyetel searah jarum jam untuk memperkecil saluran by-pass
sehingga jumlah udara yang masuk ke dalam intake manifold semakin sedikit. Semakin
sedikit jumlah udara yang masuk maka putaran idle mesin semakin rendah. Sebaliknya,
ketika kita memutar baut penyetel berlawanan arah jarum jam maka saluran udara by-
pas semakin besar. Semakin besar saluran, udara yang masuk semakin banyak sehingga
putaran idle mesin meningkat. Untuk memperjelas, gambar di bawah ini
memperlihatkan lokasi throttle valve dan saluran by-pass.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 51. Throttle valve dan saluran by-pass
Perkembangan yang terjadi sekarang, idle adjusting screw pada mesin EFI tidak
digunakan lagi sebagai pengatur putaran idle. Putaran idle dikontrol oleh idle speed
control (ISC) yang dapat berfungsi sebagai choke ketika mesin dingin. Pengaturan ini
dilakukan berdasarkan perintah dari ECM sehingga tidak membutuhkan pengaturan
secara manual dan kondisi putaran idle mesin lebih stabil dan terkontrol.

4.4.5.2. Throttle Position Sensor(TPS)


Throttle Position Sensor (TPS) terpasang pada throttle body dan selalu
berhubungan dengan throttle valve. TPS berfungsi untuk mendeteksi perubahan posisi
throttle dan merubahnya menjadi sinyal elektrik yang dikirim ke ECM sebagai salah
satu sinyal masukan. Selain fungsi utama tersebut, ECM memfungsikan TPS untuk
memberikan informasi tentang :

64
1) Engine mode ketika posisi throttle menutup(idle), setengah membuka, dan membuka
penuh.
2) Kontrol emisi saat posisi throttle terbuka penuh dan saat switch AC mati.
3) Koreksi perbandingan campuran udara dan bahan bakar.
4) Koreksi peningkatan power pada mesin.
5) Mengontrol penghentian bahan bakar ketika deselerasi.
Adanya informasi yang didapat ECM seperti yang disebutkan di atas,
diharapkan kerja mesin dapat dimaksimalkan. Ciri dari sensor TPS adalah selalu berada
disamping throtle valve.Perubahan besarnya sinyal voltase output sensor tergantung dari
posisi throttle valve. TPS yang sering dipakai adalah model variabel resistor dan kontak
point.
1) TPS model Variabel Resistor
TPS model ini menggunakan resistor sebagai perubah besarnya sinyal output sensor,
sensor ini menggunakan tiga kabel voltase input(VC), voltase output(VTA), dan
massa(E2). Tegangan yang digunakan sensor ini menggunakan tegangan dari ECM
sebesar 5 volt. Perbandingan antara bukaan throttle dengan besarnya voltase adalah
berbanding lurus, dan perbandingan antara bukaan throttle dengan resistansi
berbanding terbalik. Ketika posisi idle tegangan yang dikeluarkan sensor antara 0,6 -
0,9 volt, dan ketika throttle valve terbuka sampai maksimal tegangan yang
dikeluarkan sensor antara 3,5 – 4,7 volt. Untuk memperjelas, diagram kelistrikan TPS
model variabel resistor dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 52. TPS model Resistor
65
2) TPS model Kontak Point
TPS berfungsi sebagai pendeteksi perubahan bukaan throttle. Terminal yang
digunakan juga sama dengan tiga kabel yaitu terminal IDL, PSW, dan E1.
Pendeteksian hanya dilakukan pada throttle ketika posisi 0 – 50 sebagai posisi idle
dan terminal kabel yang berhubungan adalah IDL dengan E1 sebagai posisi putaran
idle dan saat deselerasi. Ketika posisi throttle antara 6 – 490 kontak point pada TPS
tidak terhubung, ECM akan mendeteksi posisi ini sebagai putaran menengah. Dan
ketika throttle membuka dari 500 sampai terbuka penuh terminal kontak point PSW
dan E1 kembali terhubung, ECM akan mendeteksi posisi ini sebagai putaran tinggi
atau full load. Berikut adalah diagram kelistrikan TPS:

Sumber: M. Solikin, 2005


Gambar 53. TPS model Kontak Point

4.4.5.3. Air Valve


Air valve berfungsi sebagai chooke pada mesin EFI, yaitu dengan memberikan
tambahan udara yang masuk ke dalam intake manifold ketika mesin dingin atau baru
saja dihidupkan melalui saluran udara tersendiri tanpa melewati throttle. Dengan
bertambahnya udara yang masuk maka ECM akan mendeteksi tambahan suplai udara
dan RPM mesin akan meningkat. Kerja Air Valve berbeda dengan idle speed control,
jika mesin sudah mencapai temperatur kerja air valve akan menutup. Masuknya udara
melalui air valve ditunjukan pada gambar dibawah ini.

66
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar54. Aliran udara pada air valve

Air valve tidak dikontrol oleh ECM melainkan dari kondisi panas mesin. Air
valve memiliki dua tipe yaitu tipe bi-metal dan tipe coolant heated wax.
1) Air valve tipe bi-metal
Air valve tipe ini menggunakan prinsip keseimbangan yang memanfaatkan
lempengan bi-metal dan pegas. Bi-metal dipanaskan oleh heater coil yang terhubung
dengan fuel pump. Ketika masih dingin bi-metal kuat menahan tarikan pegas
sehingga plat penutup katup tetap terbuka dan udara dapat melewati saluran by-pass,
dengan bertambahnya udara maka ECM akan meningkatkan jumlah pengijeksian
bahan bakar sehingga RPM mesin meningkat. Heater coil yang semakin panas
mengakibatkan bi-metal melengkung sehingga plat penutup semakin menutup oleh
tarikan pegas sampai akhirnya menutup. Saluran by-pass yang semakin menutup
maka udara yang masuk ke dalam intake manifold semakin sedikit dan ECM akan
mengurangi jumlah pengijeksian bahan bakar, sehingga RPM mesin semakin
menurun dan kembali pada RPM idle normal. Keterangan diatas diperjelas oleh
gambar dibawah ini.

67
Heat coil
panas

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar55. Air Valve tipe bi-metal

2) Air valve tipe coolant heated wax


Air valve tipe ini menyat dengan throttle body, hanya by-pass udara masuk melalui
saluran depan throttle dan langsung masuk ke intake manifold. Komponen pada Air
valve terdiri dari pegas A yang berguna membantu mendorong thermo valve agar
terbuka, pegas B berguna membantu mendorong thermovalve agar tertutup, dan
thermovalve yang bekerja membuka dan menutup saluran by-pass udara. Komponen
tersebut diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar56. Air valve tipe wax
68
Kerja Air valve ini memanfaatkan panas dari air pendingin mesin. Ketika mesin
dingin dan panas dari air pendingin belum mampu memanaskan thermovalve
sehingga batang katup tidak mampu menutup saluran by-pass dan pegas B
mempertahakan supaya saluran tetap terbuka, dan udara yang masuk banyak sehingga
ECM menambah jumlah penginjeksian bahan bakar. Saat air pendingin mulai panas
thermo valve semakin memuai dan mampu mendorong batang katup sehingga saluran
udara by-pass semakin kecil sampai akhirnya menutup pada suhu air pendingin 800,
dan putaran idle semakin menurun hingga ke putaran normal. Kerja air valve dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar57. Kerja air valve tipe wax

4.4.5.4. Idle Speed Control


Idle Speed Control (ISC) berfungsi untuk mengatur volume udara yang masuk
ke dalam intake manifold melalui saluran by-pass yang dikontrol oleh ECM. Sekilas
sama dengan air valve dan menggunakan saluran air valve tetapi yang membedakan
antara ISC valve dan air valve adalah mekanisme pengontrolan, air valve tidak dikontrol
oleh ECM dan hanya memanfaatkan beberapa komponen dalam sistem dimesin
sedangkan kerja ISC valve sepenuhnya diatur oleh ECM. Air valve hanya berfungsi
sebagai chooke dan ISC valve untuk meningkatkan dan menurunkan putaran idle ketika
mesin mendapat beban seperti beban dari sistem AC, beban dari transmisi otomatis,
ataupun beban kelistrikan yang lain dan juga ada yang dapat berfungsi sebagai chooke
elektrik. Tanpa adanya ISC valve mesin yang mendapat beban saat putaran idle akan
mati. Konstruksi dari lokasi penempatan ISC valve dapat dilihat pada diagram gambar
58 di bawah ini.

69
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar58. Konstruksi dan lokasi penempatan ISC valve

ECM dalam mengontrol dan menggerakan ISC valve terbagi menjadi empat
jenis yaitu stepper motor, rotary selenoid, duty control, dan vacum switching valve
(VSV) control.
1) Stepper motor
ISC valve tipe ini memanfaatkan motor stepper yang dikontrol ECM untuk mengatur
volume udara yang masuk ke dalam intake manifold melalui saluran by-pass. Ketika
putaran idle dan mesin mendapat beban ECM akan mengirim sinyal sinyal ke Stepper
motor untuk membuka by-pass valve dengan cara memutarkan rotor pada motor,
sehingga batang katup tertarik dan saluran membuka udara. Semakin banyak jumlah
udara yang masuk maka ECM akan menambah jumlah penginjeksian bahan bakar
dan RPM mesin akan meningkat. Ketika kerja mesin dapat mengimbangi beban pada
kendaraan maka katup ISC akan memperkecil saluran by-pass sehingga udara yang
masuk sedikit dan injeksi bahan bakar berkurang dan RPM mesin akan menurun. ISC
valve dengan motor stepper dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

70
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar59. ISC tipe stepper motor
2) Rotary Selenoid control
ISC tipe ini prinsip kerjanya sama dengan stepper motor, hanya komponen yang
digunakan untuk mengatur besanya saluran by-pass adalah rotary dan selenoid.
Selenoid difungsikan untuk membangkitkan kemagnetan sehingga rotary dapat
berputar, rotary ketika berputar berfungsi untuk mengatur saluran by-pass yang
dibantu plat bimetal yang difungsikan sebagai penyeimbang dan pegas pengembali.
ISC tipe ini bentuknya lebih kecil dan lebih baik dalam mengontrol udara yang masuk
melalui saluran by-pass ketika throttle tertutup.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar60. ISC tipe rotary selenoid
71
3) Duty Control
ISC tipe duty control menggunakan selenoid sebagai pembangkit kemagnetan dan
katup saluran by-pass dan pegas pengembali. Karakter ISC tipe ini ketika normal
menutup (normaly closed) dan akan bekerja ketika mendapat sinyal dari ECM. ISC
tipe ini tidak dapat difungsikan sebagai choke elektrik untuk membantu pemanasan
mesin ataupun saat mesin distarter, ISC hanya bekerja ketika mesin mendapat beban
seperti saat AC pertama dihidupkan atau beban kelistrikan lain. Saat mesin mendapat
beban ECM akan mengirim sinyal ke selenoid, sinyal pada selenoid akan diubah
menjadi kemagneten sehingga selenoid dapat menarik katup penutup saluran by-pass.
Apabila putaran mesin sudah kambali stabil kemagnetan akan semakin hilang seiring
dengan berkurangnya sinyal dari ECM, katup akan kembali mentupdibantu oleh
pegas pengembali.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar61. ISC tipe duty control
4) VSV kontrol
ISC tipe ini komponen dan cara pengontrolan saluran by-pass sama dengan ISC tipe
duty control, hanya perbedaannya adalah sinyal input dari ECM yang digunakan
untuk mendeteksi pembukaan katup ISC. Sinyal yang diolah ECM untuk mengatur
pembukaan katup ISC mengambil dari kevakuman di intake manifold, ISC tipe ini
tidak dapat berfungsi sebagai choke elektrik.

72
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar62. ISC tipe VSV kontrol

4.4.6. Intake Manifold


Intake manifold merupakan saluran masuk udara kedalam masing-masing
silinder, jumlah intake manifold sama dengan banyaknya silinder pada engine. Intake
manifold terdapat dua jenis yaitu intake manifold tetap dan variable intake manifold.
Pada intake manifold terdapat ruang pengumpul udara supaya tidak terjadi fluktuasi
aliran ketika langkah hisap yang menyebabakan getaran yang semakin besar pada mesin.
Ruang penyetabil aliran udara ini disebut dengan intake air chamber, komponen ini
berada pada diantara intake manifold dan throttle body. Posisi intake air chamber pada
mesin dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.

Intake
Manifold

Intake Air
Chamber

Gambar63. Lokasi Intake Chamber dan Intake Manifold


73
4.4.6.1. Intake manifold tetap
Intake manifoldpertama pada mesin EFI adalah intake manifold tetap. Intake
manifold jenis ini terbagi menjadi dua model, yaitu separated type dan integrated type.
Separated type merupakan model intake manifold dan intake chamber yang terpisah,
ketika ingin melepas intake chamber tidak perlu intake manifold. Sedangkan pada intake
manifold integrated type antara intake manifold dan intake air chamber menyatu,
sehingga tidak dapat dibongkar sendiri-sendiri. Keterangan tersebut diperjelas dengan
gambar 64 di bawah ini.

Integrated type Separate type


Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar64. Intake manifold model integrated dan separated

4.4.6.2. Variabel intake manifold


Intake manifold sekarang dikembangkan menjadi variabel intake manifold.
Perkembangan ini dibuat karena dengan panjang intake manifold tetap ketika putaran
rendah suplai udara dan bahan bakar memenuhi, sehingga torsi yang didapat pada
putaran rendah dan menengah cepat tercapai. Tetapi ketika diputaran tinggi suplai udara
dan bahan bakar yang masuk ke ruang silinder kurang memenuhi, sehingga tercapainya
torsi pada putaran tinggi sangat lama. Variable intake manifold sistem dirancang untuk
memenuhi kebutuhan udara dan bahan bakar disetiap putaran. Saat putaran rendah
intake manifold dibuat panjang sehingga aliran udara turbulen dapat dihasilkan dan
campuran udara bahan bakar yang masuk ke ruang silinder homogen. Ketika putaran
menengah intake manifold dibuat lebih pendek sehingga kebutuhan suplai udara tetap
terpenuhi, sedangkan ketika putaran tinggi suplai udara sangat cepat sehingga
dibutuhkan saluran yang paling pendek untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perubahan
jarak intake manifold dibeberapa tipe kendaraan menggunakan katup sebagai perubah

74
panjangnya jarak jalur masuk udara, dan yang terbaru perubahan panjang intake
manifold juga sudah dikontrol oleh ECM.
1) Variabel Intake manifold tipe katup
Penggunaan katup sebagai perubah jarak model pertama yaitu model by-pass, dengan
menggunakan satu saluran masuk yang diberi katup dan hanya hanya mengontrol jarak
saluran masuk udara pada kecepatan rendah dan tinggi. Model ini diperjelas oleh gambar
65 di bawah.

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar65. Variable intake manifold model by-pass
Model kedua variable intake manifold dengan katup adalah dengan menggabungkan
dua saluran masuk yang terpisah menjadi satu. Model ini dapat mensuplai udara pada
kecepatan rendah, menengah dan tinggi sehingga kabutuhan udara dapat terpenuhi pada
segala kecepatan. Prinsipnya sama dengan variable model pertama hanya saat putaran
rendah dan menengah intake manifold yang dipakai hanya satu yang jaraknya panjang,
dan ketika putaran mesin tinggi intake manifold yang dipakai kedua-duanya. Model
kedua diperjelas dengan gambar dibawah ini.

Sumber: Hyundai Motor Company


Gambar66. Variable intake manifold model gabungan dua saluran masuk

75
2) Variabel intake manifold tipe kontrol ECM
Variable intake manifold yang ketiga menggunakan kontrol langsung dari ECM. Pada
model ini jarak saluran masuk disesuaikan panjangnya dengan tingginya RPM mesin
sehingga kekurangan suplai udara dan bahan bakar sangat diminimalisir. Perubahan
panjang intake manifold digerakan oleh motor DC yang pergerakkannya dikontrol
langsung oleh ECM, kelebihan variable intake manifold model ini adalah respon yang
cepat disegala putaran mesin sehingga output power mesin selalu terjaga. Cara kerja
variable intake manifolddalam berbagai rpm mesin dapat dilihat pada gambar
67dibawah ini.

Sumber: Kolbenschmidt Pierburg Group,


Gambar67. Variable intake manifold model kontrol ECM

76
BAB V
SISTEM INJEKSI BAHAN BAKAR

5.1. Pendahuluan

Pembatasan emisi, performa dan peningkatan efisiensi konsumsi bahan bakar menjadi
salah satu alasan yang menyebabkan selalu berkembangnya teknologi di otomotif khususnya
pada system bahan bakar. Penggunaan karburator dalam system bahan bakar konvensional
ternyata tidak mampu untuk terus memenuhi semakin meningkatnya batasan emisi dan
tuntutan untuk meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar. Selain itu dengan naiknya BBM
masyarakat pengguna kendaraan bermotor akan lebih memilih kendaraan dengan konsumsi
bahan bakar yang efisien, powernya besar dan rendah emisinya. Maka dengan adanya tuntutan
tersebut teknologi sistem bahan bakar beralih ke EFI (Electronic Fuel Injection). Sistem EFI
mampu memenuhi kekurangan-kekurangan sistem bahan bakar konvensional. Berikut
merupakan keunggulan EFI dibandingkan dengan karburator:

 Pengabutan bahan bakar lebih baik


Pengabutan bahan bakar pada karburator tergantung dari aliran udara dan suhu
lingkungan sehingga ukuran droplet(butiran bahan bakar) bahan bakar masih terlalu besar.
Padahal ukuran droplet ini akan berpengaruh pada kualitas pembakaran. Pada EFI bahan bakar
dikabutkan oleh injektor dengan tekanan tertentu sehingga butiran bahan bakar atau droplet
yang terjadi lebih halus sehingga memudahkan bercampurnya antara udara dan bahan bakar.
Sehingga pembakaran yang terjadi akan lebih sempurna.
 Pembentukan campuran bahan bakar yang lebih homogen pada setiap silinder
Panjang intake manifold pada mesin yang memiliki lebih dari dua silinder adalah tidak
sama antara satu silinder dengan yang lainnya, apabila mesin masih menggunakan karburator
maka hal ini akan menyebabkan distribusi campuran bahan bakar dan udara yang tidak sama
pada setiap silindernya. Permasalahan ini dapat di atasi oleh sistem Multi Point Injection
(MPI) dan Gasoline Direct Injection (GDI) karena setiap silinder mempunyai satu injektor
sehingga distribusi campuran bahan bakar dan udara pada setiap silindernya lebih homogen.
Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan dan tenaga mesin yang lebih baik.

77
 Perbandingan bahan bakar dan udara dapat diperoleh pada semua tingkat rpm
mesin
Teknologi pada karburator masih belum dapat mengontrol perbandingan bahan bakar
dan udara secara tepat pada semua tingkat putaran mesin, jadi pengontrolannya dibagi menjadi
slow system, first high speed system, second high speed system dan lain-lain. Di mana
campuran bahan bakar dan udara selama perpindahan dari satu system ke system yang lain
dibuat kaya untuk mencegah terjadinya ketidaknormalan (backfiring dan tersendat) yang
mungkin dapat terjadi selama proses perubahan dan juga untuk menghindari adanya
ketidaksamaan yang lebih besar antartiap silinder. Dengan EFI, pengaturan campuran bahan
bakar dan udara diatur oleh ECU berdasarkan kebutuhan mesin sehingga perbandingan
campuran bahan bakar dan udara yang dibutuhkan mesin dapat diperoleh pada semua tingkat
rpm mesin.
 Respon yang baik sesuai dengan perubahan throttle
Pada mesin yang menggunakan karburator, jarak antara nozzle ke silinder agak jauh
sehingga saat throttle dibuka secara mendadak karena perbedaan berat jenis yang besar antara
bahan bakar dan udara. Hal ini mengakibatkan bahan bakar yang masuk ke dalam silinder
sedikit apabila dihubungkan dengan perubahan volume udara yang masuk, dimana hal ini akan
berpengaruh pada respon mesin terhadap perubahan bukaan throttle. Berbeda dengan EFI,
injektor diletakkan dekat dengan silinder dan setiap silinder memiliki satu injektor selain itu
bahan bakar yang diijeksikan disesuaikan dengan kebutuhan mesin dan berubah sesuai dengan
perubahan massa udara yang masuk sehingga responnya lebih baik.
 Koreksi campuran bahan bakar dan udara yang lebih baik
 Kompensasi pada temperature rendah
Pada EFI, kemampuan untuk menghidupkan mesin pada temperatur rendah lebih baik
jika dibandingkan dengan karburator, dikarenakan pada pada EFI terdapat adanya coldstart
injector yang akan menginjeksikan bahan bakar selama mesin distarter. Selain itu juga
dikarenakan adanya udara yang dialirkan melalui air valve cukup, sehingga memungkinkan
kendaraan dapat dihidupkan dengan lebih mudah.
 Penghentian injeksi bahan bakar
Saat terjadi deselerasi pada mesin yang menggunakan karburator dari putaran tinggi ke
putaran rendah sampai throttle tertutup, volume udara yang masuk akan berkurang dan
78
kevakuman di intake manifold akan menjadi besar sehingga bahan bakar yang terhisap ke
dalam silinder akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan campuran bahan bakar dan
udara menjadi kaya padahal pada keadaan tersebut campuran bahan bakar yang kaya tidak
dibutuhkan. Campuran bahan bakar yang kaya pada keadaan tersebut akan menyebabkan
meningkatnya emisi HC dalam gas buang dan bahan bakar terbuang sia-sia. Pada system
EFI terdapat system fuel cut off yang dapat menghentikan penginjeksian bahan bakar
sementara sampai batas rpm tertentu saat deselerasi sehingga dapat mengurangi HC pada
gas buang dan akan menghemat konsumsi bahan bakar.
 Efisiensi pemasukan campuran bahan bakar dan udara
Venturi pada karburator membatasi aliran udara yang masuk ke dalam silinder dan hal
ini merugikan mesin. Sedangkan pada EFI tidak memerlukan venturi sehingga pada EFI intake
manifold dapat dibuat lebih besar sehingga meningkatkan efisiensi volumetrik dan tenaga
yang dihasilkan lebih besar.

5.1.1. Jenis-jenis Sistem Injeksi Berdasarkan Sistem Kontrolnya


a. Kontrol mekanik (K Jetronik)
Sistem injeksi bahan bakar motor bensin tipe K Jetronic merupakan system injeksi
kontrol mekanik. Pada sistem ini injektor menyemprotkan bensin secara terus-menerus
dalam setiap saluran masuk silinder. Pengontrolan jumlah injeksi bahan bakar ke setiap
saluran masuk ditakar oleh plunyer pengontrol (control plunger) yang terletak di
distributor bahan bakar dan pengontrolan udara dilakukan oleh air flow sensor. Sistem
ini masih belum bisa akurat untuk mengatur injeksi bahan bakar sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan mesin. Oleh karena itu sistem ini sudah tidak dipakai lagi dan sekarang
beralih ke sistem kontrol elektronik.

79
Sumber: Robert Bosch, 2000
Gambar 68. Sistem bahan bakar K-Jetronik
b. Kontrol Elektronik (Electronic Fuel Injection/EFI)
Aplikasi teknologi kontrol elektronik memungkinkan pengontrolan injeksi bahan
bakar lebih akurat sehingga sistem injeksi motor bensin dengan kontrol elektronik pada
saat ini paling banyak digunakan. Sistem injeksi kontrol elektronik (EFI) berdasarkan
bagaimana teknik untuk mengetahui massa udara yang masuk secara umum
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1) L Jetronic
Pada EFI L Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic
Control Unit (ECU) berdasarkan volume udara sebagai referensi untuk mengetahui
massa udara yang masuk. Sensor untuk mengukur volume udara yang masuk ke
dalam silinder menggunakan Air Flow Meter (AFM)

80
Gambar 69. Diagram sistem injeksi L-Jetronik
2) D Jetronic
Pada EFI D Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic
Control Unit (ECU) berdasarkan tekanan pada intake manifold sebagai referensi
untuk mengetahui massa udara yang masuk. Sensor yang digunakan untuk
mengetahui tekanan pada intake manifold adalah Manifold Absolute Pressure Sensor
(MAP Sensor).

Gambar 70. Diagram sistem injeksi D-Jetronik


81
5.1.2. Jenis sistem injeksi bahan bakar berdasarkan lokasi injektor
a. Port Fuel Injection
 Single Point Injection
Pada tipe ini injektor berada di throttle body atau venturi dengan jumlah
injektor satu buah, karena penempatn injector di throttle body maka sistem injeksi
tipe ini juga disebut Throttle Body Injection (TBI). Sistem injeksi tipe ini merupakan
konsep awal aplikasi sistem injeksi pada motor bensin.

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 71. Single point injection
 Multi Point Injection (MPI)
Pada tipe ini injektor dipasang pada manifold mengarah ke katup masuk,
jumlah injektor sejumlah silinder. Pada saat ini hampir semua system injeksi
menggunakan konsep MPI.

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 72. Multi point injection
82
5.2. Multi Point Injection (MPI)

5.2.1. Prinsip kerja sistem bahan bakar MPI


Sistem bahan bakar berfungsi untuk mensuplay bahan bakar dengan tekanan
tertentu dan menjaganya pada tekanan konstan pada pipa deliveri sehingga siap
diinjeksikan. Komponen sistem bahan bakar antara lain: Tangki bahan bakar (fuel tank),
pompa bahan bakar (fuel pump), pipa bahan bakar (fuel pipe), saringan bahan bakar (fuel
filter), damper pulsa (pulsation damper), pipa deliveri (delivery pipe), regulator tekanan
(pressure regulator), pipa pengembali (return pipe). Tata letak komponen dapat dilihat
pada gambar di bawah.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 73. Tata letak komponen sistem bahan bakar EFI
Prinsip kerja sistem bahan bakar adalah sebagai berikut: saat mesin distarter
atau mesin hidup maka pompa bahan bakar (fuel pump) bekerja menghisap bahan bakar
dari tangki (fuel tank) dan menekan ke pipa deliveri (delivery pipe) dengan terlebih
dahulu disaring oleh saringan bahan bakar (fuel filter). Bila tekanan bahan bakar
melebihi batas yang ditentukan maka regulator akan membuka dan bahan bakar akan
mengalir ke tangki melalui saluran pengembali (return pipe). Injektor dihubungkan ke
pipa deliveri sehingga saat jarum injektor membuka maka injektor akan mengabutkan
bakan bakar ke arah katup hisap dan masuk ke dalam silinder. Untuk lebih jelasnya
aliran bahan bakar dapat digambarkan sebagai berikut:
83
Gambar 74. Aliran bahan bakar pada sistem MPI

5.2.2. Komponen Sistem Bahan Bakar MPI

5.2.2.1. Tangki bahan bakar


Tangki bahan bakar berfungsi sebagai penampung bahan bakar di mana
kapasitas tangki bahan bakar tergantung dari jenis kendaraannya. Posisi tangki bahan
bakar biasanya diletakkan pada bagian belakang kendaraan untuk mencegah terjadinya
bocornya bensin ketika terjadi benturan sehingga dapat meminimalisir terjadinya
kebakaran saat terjadi kecelakaan. Pada tangki bahan bakar dilengkapi dengan separator
(sekat pemisah) untuk mencegah perubahan permukaan bahan bakar saat kendaraan
bergerak.

5.2.2.2. Pompa bahan bakar


Pompa bahan bakar berfungsi untuk menghisap bahan bakar dari tangki dan
menekannya ke pipa deliveri. Ada dua tipe pompa bahan bakar yaitu pompa yang
terpasang di dalam tangki (in-tank type) dan pompa yang terpasang di luar tangki (inline
type). Kedua tipe pompa ini termasuk pada wet type (tipe basah).
In tank type fuel pump
Pompa jenis ini diletakkan atau dipasang di dalam tangki bahan bakar sehingga posisi
pompa terendam bahan bakar, kelebihan dari jenis pompa ini adalah pendinginannya
lebih baik karena pompa terendam cairan bahan bakar. Pompa ini menggunakan
turbine pump yang memiliki keistimewaan getaran yang terjadi di dalam pompa
kecil.
84
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 75. Pompa bahan bakar in tank type
Komponen dari pompa jenis ini terdiri dari:
a. Turbine pump
Turbine pump terdiri dari satu atau dua impeller yang diputar oleh motor. Apabila
motor berputar maka impeller juga akan berputar. Blade pada bagian luar impeller
menghisap bahan bakar dari inlet port dan menekan bahan keluar melalui outlet port
(saluran keluar). Bahan bakar dikeluarkan dari outlet port melalui sekitar motor dan
keluar dari pompa lewat check valve.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 76. Turbine pump

85
b. Relief valve
Relief valve berfungsi untuk mencegah naiknya tekanan dari batas yang telah
ditentukan. Relief valve terbuka bila tekanan bahan bakar yang dikeluarkan mencapai
3,5-6,0 kg/cm2 dan tekanan bahan bakar yang tinggi langsung dikembalikan ke tangki
bahan bakar.
c. Check valve
Check valve berfungsi untuk mencegah bahan bakar kembali ke pompa saat pompa
bahan bakar berhenti sehingga tekanan pada saluran bahan bakar akan tetap. Dengan
demikian mesin lebih mudah dihidupkan kembali.

In line type fuel pump


Tipepompa ini dipasang di luar tangki bahan bakar, jenis pompa ini sudah jarang
digunakan. Konstruksi pompa terdiri dari 5 bagian yaitu:
 Motor listrik
 Pompa menggunakan roller
 Pengaman yaitu check valve dan relief valve
 Saringan (filter)
 Silencer untuk meredam suara bisisng pompa saat bekerja.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 77. Konstruksi pompa dengan roller

86
Pompa terdiri dari rotor yang diputar oleh motor, pumpspacer bertindak
sebagai batas luar dan roller-roller sebagai seal antara rotor dan pump spacer. Saat
motor berputar rotor akan berputar, maka roller akan terlempar keluar karena
adanya gaya sentrifugal dan terus berputar di dalam pump spacer. Pergerakan ini
akan menyebabkan adanya perubahan besarnya ruangan pada bagian inlet dan
outlet, pada bagian inlet akan membesar sehingga menimbulkan gaya hisap dan
pada bagian outlet akan menyempit sehingga akan menekan bahan bakar. Bahan
bakar mengalir melalui unit motor menekan check valve dan mengalir melalui
silencer. Silencer berfungsi untuk menyerap tekanan bahan bakar yang dibentuk
pompa dan mengurangi suara bising.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 78. Pompa bahan bakar in line type

5.2.2.3. Saringan Bahan Bakar (Fuel Filter)


Saringan bahan bakar berfungsi untuk menyaring kotoran dan partikel-partikel
asing lainnya agar tidak menyumbat saluran bahan bakar. Saringan bahan bakar
dipasang pada saluran tekanan tinggi dari pompa bahan bakar. Komponen ini perlu
dibersihkan atau dilakukan penggantian sesuai dengan ketentuan pabrikan.

87
5.2.2.4. Pulsation Damper
Tekanan bahan bakar dipertahankan pada tekanan 2,55-2,9 kg/cm2, sesuai
kevakuman intake manifold dan pressure regulator. Oleh karena itu terdapat sedikit
variasi pada saluran bahan bakar dikarenakan adanya perubahan volume injeksi bahan
bakar. Pulsation damper berfungsi untuk menyerap variasi tekanan ini.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 79. Pulsation Damper

5.2.2.5. Regulator Tekanan (Pressure Regulator)


Regulator tekanan berfungsi untuk mengatur tekanan bahan bakar pada pipa
deliveri agar tekanan tetap stabil. Besar tekanan bahan bakar diatur sebesar 2,55-2,9
kg/cm2. Bila tekanan melebihi batas yang ditentukan maka katup (valve) regulator
tekanan akan membuka dan bahan bakar dialirkan ke tangki kembali.

88
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 80. Pressure Regulator
Tekanan bahan bakar yang berasal dari pompa bahan bakar disetting untuk
kebutuhan tekanan dan debit bahan bakar saat penginjeksian pada posisi beban penuh
dan kecepatan tinggi. Sehingga tekanan bahan bakar tersebut perlu diatur sesuai dengan
saat putaran dan beban mesin yang lebih rendah agar tekanan injeksinya tidak menjadi
lebih tinggi karena pada beban dan kecepatan yang lebih rendah bahan bakar yang
diinjeksikan lebih sedikit. Di mana tekanan injeksi yang lebih tinggi akan berpengaruh
pada volume bahan bakar yang diinjeksikan. Cara yang digunakan untuk menjaga
tekanan pada delivery pipe adalah dengan menjaga rentang tekanan antara tekanan bahan
bakar pada delivery pipe dengan tekanan intake manifold.
Saat putaran rendah, kevakuman pada intake manifold tinggi sehingga akan
membantu melemahkan kekuatan pegas dan hal ini akan menyebabkan valve pada
pressureregulator lebih lebar. Hal ini akan membuat tekanan bahan bakar pada
delivarypipe tidak menjadi berlebihan dan tetap terjaga tekanannya. Hal ini akan
berpengaruh pada volume injeksi, jadi pada saat satu kali bukaan injektor dengan durasi
injeksi yang sama baik pada putaran tinggi maupun putaran rendah volume injeksinya
akan sama. Bila pressureregulator tidak berfungsi seperti karena adanya benda asing
yang menempel pada valve, ini akan menyebabkan menurunnya tekanan bahan bakar
sehingga mesin susah dihidupkan, idle kasar, dan tenaga lemah.
89
Tabel1. Hubungan tekanan intake manifold dan tekanan bahan bakar
Tekanan Bahan Rendah Tinggi
Bakar
Vakum Intake Tinggi (Tekanan Rendah (Tekanan
Manifold Rendah) Tinggi)
Volume Injeksi Sama Sama
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004

5.2.2.6. Pipa Deliveri (Delivery pipe)


Pipa deliveri merupakan pipa yang berhubungan dengan injektor, berfungsi
sebagai penampung bahan bakar tekanan tinggi bagi injektor. Pada bagian pipa yang
berhubungan dengan injektor sering bocor sehingga mesin boros, kebocoran disebabkan
oleh mengerasnya seal injektor dan pemasangan yang miring.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 81. Delivery pipe

5.2.2.7. Injektor
Injektor adalah nosel elektromagnet yang akan menginjeksikan bahan bakar
sesuai dengan signal dari ECU, dimana bahan bakar yang keluar dari injektor berbentuk
kabut. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan tergantung dari tekanan bahan bakar, besar
lubang injektor dan lama injektor membuka. Pembukaan injektor dilakukan secara
electromagnet, yaitu dengan mengalirkan listrik pada lilitan injektor, saat listrik
mengalir ke lilitan maka lilitan menjadi magnet, dan magnet menarik katup jarum pada
injektor, lubang injektor terbuka dan injektor menginjeksikan bahan bakar. Pengaturan
kapan dan lama listrik dialirkan ke injektor dilakukan oleh ECU berdasarkan kondisi
kerja mesin dari masukan sensor-sensor yang ada.
90
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 82. Konstruksi injektor
Jenis injector secara umum dibedakan menjadi dua yaitu hole type injector dan
pintle type injector. Pintle type injector merupakan bentuk awal dari injector yang
digunakan pada sistem injeksi konvensional dan EFI. Nama dari injektor ini diperoleh
dari tipe katup yang digunakan untuk mengontrol atomisasi dan aliran bahan bakar.
Injector jenis ini memiliki kelebihan yaitu atomisasi bahan bakar yang baik tetapi
kekurangannya adalah rentan untuk terbentuknya deposit pada pintle valve. Di mana
deposit tersebut dapat menyebabkan berkurangnya volume bahan bakar yang
diinjeksikan dan berpengaruh terhadap bentuk semprotan atau pengabutan bahan bakar.
Sedangkan untuk hole type injector merupakan bentuk terbaru dari injector pada EFI
untuk mengatasi kelemahan dari bentuk pintle type injector. Injektor jenis ini dapat
mengurangi terbentuknya deposit yang dapat mempengaruhi volume dan bentuk
semprotan atau pengabutan bahan bakar.

5.2.3. Sistem Kontrol Elektronik MPI


Sistem kontrol elektronik dalam EFI sangat berperan penting untuk
mendapatkan emisi kendaraan yang rendah dan penggunaan bahan bakar yang
ekonomis. Sistem kontrol elektronik EFI berfungsi untuk mengatur jumlah injeksi bahan
bakar dan saat pengapian sesuai dengan kondisi kerja dan kebutuhan mesin yang
bervariasi. Pengontrolan melalui sistem elektronik memiliki beberapa keuntungan yaitu:

91
 Pengontrolan dapat dilakukan dengan cepat, sebab memanfaatkan kecepatan aliran
listrik.
 Pengontrolan dilakukan dengan sangat akurat, sebab dapat menghindari segala
kerugian mekanis.
 Pengontrolan dapat dilakukan secara integrasi pada semua variabel, sebab melibatkan
sinyal digital yang dapat diolah datanya secara elektronik dengan akurat.
 Ringkas, sebab menggunakan kabel sebagai pemindah energi listrik baik sebagai
piranti input maupun pengontrol.
 Lebih mudah perawatannya.

5.2.4. Komponen Sistem Kontrol Elektronik EFI


Sistem kontrol elektronik pada sistem EFI terdiri dari 3 bagian seperti bagan berikut:

Input Prosesor Output


(Sensor-sensor) (ECU) (aktuator)

Gambar 83. Bagian utama sistem kontrol elektronik EFI

5.2.4.1. Sensor
Sensor merupakan bagian input/masukan data dari sistem EFI. Sensor
merupakan piranti yang dipasangkan pada sistem kontrol EFI yang bertugas mendeteksi
kondisi mesin dan perubahan kondisi mesin. Sensor pada sistem EFI adalah komponen
yang mengkonversi energi dari pengukuran suatu besaran/variabel menjadi sinyal
elektronik. Sensor selalu memonitor kondisi engine, saat mesin start, kondisi dingin,
panas, akselerasi, deselerasi, percepatan, stasioner, kecepatan rendah, menengah, tinggi,
beban mesin tinggi, stasioner maupun tanpa beban. Sensor memberikan data masukan
kepada control unit dalam bentuk sinyal elektronik untuk selanjutnya diolah oleh ECU.
Beberapa besaran yang perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi mesin
yaitu:
 Aliran massa udara
 Tekanan udara yang masuk
 Posisi katup throttle
 Posisi sudut engkol/RPM
92
 Temperatur cairan pendingin
 Temperatur udara masuk
 Konsentrasi oksigen pada gas buang
 Kecepatan kendaraan
 Posisi gigi transmisi
Selain besaran-besaran di atas, ada beberapa pengukuran tambahan agar keakurasian
operasi engine lebih baik, yaitu:
 Kondisi pengaktifan kopling magnet Air Conditioner (AC)
 Kondisi pengereman (On/Off)
 Kondisi pembukaan penuh katup throttle
 Kondisi katup throttle tertutup penuh.
Sinyal dari besaran-besaran di atas selanjutnya dideteksi oleh sensor, switch, maupun
perangkat lain. Berikut adalah sensor-sensor yang digunakan pada sistem MPI:
a. AirFlowMeter/Sensor
Pengukuran jumlah udara yang masuk diperlukan untuk mengetahui jumlah
kebutuhan bahan bakar yang perlu diinjeksikan. Pengukuran terhadap volume udara
yang masuk ini dilakukan oleh sensor air flow meter. Umumnya airflowmeter yang
digunakan adalah jenis flap yang memanfaatkan prinsip potentialdivider
(potensiometer).
b. Manifold Absolute Pressure (MAP) Sensor
Tekanan yang ada pada intake manifold diketahui sebagai tekanan absolut. Artinya,
tekanan tersebut diukur dari kondisi 0 tekanan atau kevakuman sempurna. Massa
udara yang masuk ke silinder harus diukur dengan akurat, sehingga dapat diperoleh
injeksi bahan bakar yang pas untuk pembakaran yang sempurna. Pengukuran tekanan
udara yang masuk dilakukan oleh MAP sensor. MAP sensor mendeteksi tekanan
yang ada pada intake manifold sebagai dasar pengukuran jumlah udara yang bisa
masuk ke silinder sesuai kebutuhan. Perhitungan massa udara yang masuk dalam
silinder dikalkulasi dari MAP sensor, putaran engine, dan temperatur udara masuk.
MAP sensor merupakan ciri yang ada pada sistem D-EFI.

93
c. Throttle Position Sensor
Sensor posisi katup throttle biasa juga disebut dengan throttle angle sensor. Sensor
ini mendeteksi posisi katup throttle sesuai kondisi pengendaraan. TPS harus bisa
mendeteksi kapan posisi putaran idle, beban tinggi, maupun posisi lain. Ketika
putaran idle, pembilasan gas buang pada silinder tidak berlangsung dengan baik. Hal
ini akan mempengaruhi pembakaran. Dengan adanya TPS, maka kondisi katup gas
terdeteksi, sehingga akan menyesuaikan jumlah injeksi yang diperlukan. Dengan ini,
maka putaran idle dapat berputar dengan lembut. Begitu juga ketika putaran tinggi
atau beban tinggi harus terdeteksi, sehingga bahan bakar yang diinjeksikan harus
ditambah.
d. Sensor Posisi Engkol (Crankshaft Position/CKP Sensor)
Putaran mesin, kondisi TMA, dan sudut engkol pada sistem EFI harus selalu
diketahui untuk menentukan waktu penginjeksian dan timing pengapian. Untuk
mengetahui kondisi ini, perlu dipasang sensor putaran mesin dan sudut engkol yaitu
CKP sensor. CKP sensor ini dipasang berdekatan pada fly wheel, puli depan, atau
ditempatkan pada distributor. Terdapat beberapa macam metode, bentuk dan
pemasangan sensor putaran dan sudut engkol ini. Beberapa model, CKP sensor
dipasang dekat dengan puli poros engkol atau di dekat fly wheel untuk mendeteksi
putaran mesin secara langsung ditambah Camshaft Position Sensor (CMP) yang
dipasang pada sumbu nok. Jenis lain kedua sensor ini dipasang bersama dalam
distributor yang mengukur posisi dan putaran mesin dengan pengukuran sumbu nok.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk membangkitkan sinyal ini, yaitu
dengan reluktansi magnet, efek medan (hall effect), dan sensor optik (photodiode/
phototransistor dan LED inframerah). Pada CKP yang menggunakan metode
reluktansi magnet menggunakan magnet, reluktor, dan kepingan kutup, sebuah
piringan reluktor dipasang pada fly wheel. Magnet permanen, kepingan kutup dan
kumparan dipasang pada blok silinder. Ketika setiap segmen reluktor melewati
kepingan kutup pada sensor, maka akan terjadi induksi elektromagnet yang akan
membangkitkan tegangan pada sensor. Sinyal ini kemudian dikirim ke ECU sebagai
sinyal putaran mesin dan sudut engkol.

94
Pada pembangkitan sinyal menggunakan efek medan, terdapat kepingan semi
konduktor sebagai hall element dan magnet yang dimanfaatkan untuk
membangkitkan efek medan pada hall element. Sinyal ini selanjutnya dikirimkan ke
ECU sebagai masukan untuk putaran mesin dan sudut engkol.
Pembangkitan sinyal optik memanfaatkan LED dan photodiode/phototransistor
sebagai sensor yang mendeteksi putaran mesin dan sudut engkol. Cahaya LED akan
mempengaruhi ON dan OFFnya photodiode/phototransistor. Adanya kepingan yang
berlubang akan menghambat dan meneruskan cahaya LED, yang mengakibatkan On
dan OFFnya photodiode/phototransistor. Berikut adalah gambar pemasangan CKP
sensor berdekatan dengan fly wheel dan sensor dengan metode optik:

Gambar 84. Penempatan CKP Sensor

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 85. Sensor dengan media optik
e. Intake Air Temperature Sensor (IATS)
IATS adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi temperatur udara masuk
ke dalam silinder. Sensor ini memanfaatkan prinsip dari thermistor, yaitu resistor
yang dapat berubah nilai tahanannya sesuai perubahan temperatur. Jenis thermistor
yang digunakan adalah tipe Negative Temperature Coeficient (NTC), yaitu semakin

95
tinggi temperatur maka tahanan pada thermistor justru semakin rendah. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada bagian sistem induksi udara.
f. Water Temperature Sensor (WTS)
Sensor ini digunakan untuk memberi informasi tentang temperatur mesin
melalui cairan pendingin mesin. Sensor ini biasa juga disebut dengan Engine Coolant
Temperature sensor (ECT sensor). Sensor ini ditempatkan di jalur cairan pendingin
mesin. WTS juga memanfaatkan karakteristik dari thermistor jenis NTC. Berikut
adalah karakter resistansi WTS terhadap temperatur cairan pendingin mesin:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 86. WTS dan karakteristiknya
WTS memberi sinyal kepada ECU untuk mengetahui temperatur mesin. Data ini
dimanfaatkan untuk penyesuaian injeksi saat mesin dingin untuk mengaktifkan cold
start dan warm-up enrichment, sehingga campuran cenderung lebih gemuk.
g. Speed Sensor
Speed sensor digunakan untuk mengetahui kecepatan kendaraan sehingga
informasi tentang kendaraan secara lengkap dapat terdeteksi oleh ECU untuk
menentukan aktuasi penyemprotan injektor yang sesuai. Informasi dari MAP sensor,
TPS, CKP sensor dan speed sensor, maka ECU dapat mengetahui kondisi kendaraan
pada saat itu, percepatan, perlambatan, beban berat, maupun saat idle. Sensor ini
dipasang dalam tempat yang berbeda-beda tergantung dari merk kendaraan. Ada yang
dipasang pada meter kombinasi analog dengan metode switch magnet maupun secara
optik, dipasang pada poros output transmisi dengan pick up elektromagnet maupun
dengan magnetic resistance element.
96
h. Sensor Untuk Pengontrolan Feed back
 Oksigen Sensor
Campuran ideal bahan bakar dan udara (15:1) harus selalu dipertahankan agar
diperoleh output yang sesuai dan emisi gas buang yang rendah. Oleh karena itu,
ECU memerlukan masukan dari sensor yang mengoreksi hasil pembakaran.
Oksigen sensor mengoreksi hasil pembakaran dengan mendeteksi konsentrasi
oksigen pada gas buang, sehingga dapat diketahui apakah campuran bahan
bakarnya tepat, kurus, atau gemuk, sehingga diketahui hasil dari pembakaran di
dalam silinder. Oksigen sensor bisa juga disebut dengan lambda sensor. Sensor
ini digunakan pada kendaraan yang menggunakan catalitik converter dan
dipasang pada saluran gas buang.
Oksigen Sensor disebut juga lambda sensor atau Exhaust Gas Oksigen (EGO)
sensor. Oksigen sensor merupakan sensor yang dipasang pada engine dengan
operasi kontrol Close Loop Mode. EGO memberikan feed back terhadap ECU
agar ECU selalu menjaga campuran tetap stoichiometry/ideal. Melalui
pengukuran konsentrasi oksigen pada gas buang, maka akan diketahui AFRnya.
EGO sensor harus memiliki karakteristik yang baik. Karakteristik yang harus
dipenuhi EGO sensor adalah:
 Dapat mengubah sinyal tegangan dengan cepat pada campuran stoichiometry
 Dapat mengubah tegangan output sebagai efek dari perubahan konsentrasi
gas oksigen
 Memiliki perbedaan tegangan yang luas/jauh pada sensor di antara kondisi
campuran yang kaya dan campuran miskin.
 Tegangan yang dihasilkan stabil dan tidak terpengaruh perubahan temperatur
gas buang.
Berikut adalah grafik hubungan antara AFR dan persentase oksigen dalam gas
buang :

97
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 87. Hubungan AFR dan konsentrasi oksigen gas buang
Terdapat dua macam oksigen sensor yang biasa dipakai, yaitu VoltaicType
EGO sensor dan Resistive Type EGO sensor.
 Voltaic Type EGO Sensor
Pada tipe ini, oksigen sensor yang digunakan menggunakan efek voltaic. Sensor
dapar membangkitkan tegangan yang nilainya berubah-ubah sesuai dengan
konsentrasi O2 yang ada pada gas buang.Elemen yang digunakan adalah
zirconia (ZrO2). Konsep kerja sensor ini memanfaatkan perbedaan tekanan
parsial oksigen pada udara bebas dengan tekanan parsial oksigen pada gas
buang. Dengan kata lain, konsentrasi gas oksigen dapat terdeteksi dengan cara
ini. Konsentrasi gas oksigen pada permukaan laut adalah 21% dalam satuan
massa. Tekanan parsialnya kurang lebih 0,2 bar. Sedangkan konsentrasi gas
oksigen pada gas buang berkisar 0% pada campuran kaya dan 10% pada
campuran yang miskin, sehingga tekanan parsialnya sekitar 0,1 bar. Perbedaan
tekanan parsial ini memberikan efek pada ZrO2 untuk menghasilkan tegangan.
Tegangan yang dihasilkan dari pengukuran besarnya gas O2 ini dikirimkan ke
ECU, untuk selanjutnya ECU mempertahankan dan menyesuaikan agar
penginjeksian bahan bakar selalu dalam campuran stoichiometriy. Berikut
adalah gambar O2 sensor tipe voltaic:

98
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 88. EGO sensor tipe Voltaic
Kinerja oksigen sensor dipengaruhi oleh temperatur. Oksigen sensor dapat
bekerja dengan optimal pada suhu sekitar 2500C. Oleh karena itu, ada tipe
oksigen sensor yang dilengkapi dengan pemanas, sehingga oksigen sensor dapat
bekerja dengan optimal. Oksigen sensor ini sering disebut Heated Exhaust Gas
Oksigen (HEGO) sensor. Berikut adalah gambar dari HEGO sensor:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 89. HEGO sensor
 Resistive Type Oksigen Sensor
Tipe lain dari oksigen sensor adalah tipe resistor. Sensor ini menggunakan
titanium dioksida untuk mendeteksi perubahan konsentrasi gas oksigen dalam

99
gas buang. Sensor jenis ini memiliki kepekaan yang lebih baik daripada yang
tipe voltaic. Sensor ini juga memanfaatkan perbedaan tekanan parsial antara
oksigen di udara bebas dengan oksigen pada gas buang. Perbedaan tekanan ini
akan mengubah nilai tahanan listrik pada sensor, sehingga akan mempengaruhi
besarnya arus listrik yang mengalir dan yang dikirimkan ke ECU. ECU
menerima sinyal ini, kemudian mempertahankan AFR pada kondisi ideal
berdasarkan sinyal ini. berikut adalah gambar konstruksi Oksigen sensor tipe
resistive:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 90. EGO sensor tipe resistor
 Combustion knock sensors
Selain Oksigen sensor, ada sensor lain yang digunakan untuk operasi closed
loop/koreksi dari kinerja engine. Sensor tersebut adalah knock sensor. Knock
sensor digunakan untuk mengetahui terjadinya ketukan/knocking dengan
mendeteksi getaran yang terjadi pada blok silinder yang dapat merusak engine.
Knock sensor yang biasa digunakan memanfaatkan efek Magnetostriction dan
efek dari piezo-electric. Magnetostriction adalah efek terjadinya tegangan
induksi oleh adanya perubahan garis gaya magnet akibat gerakangetaran engine
yang mempengaruhi lilitan. Mesarnya tegangan yang dihasilkan tergantung dari
besarnya ketukan yang terjadi pada engine. Pada piezo-electric, material yang
digunakan adalah quartz dan beberapa keramik seperti PZT (campuran
platinum, zirconium, dan titanium) yang sangat efektif untuk aplikasi piezo

100
electric. Saat terjadi knocking, maka diafragma akan bergetar dan memberi efek
pada elemen sehingga elemen menghasilkan tegangan listrik. Besarnya
tegangan yang dihasilkan sebanding dengan intensitas getaran yang terjadi.
Knock sensor ditempatkan pada blok silinder tepatnya pada dinding blok.
Untuk engine dengan 4 silinder, penempatan sensor ini biasanya pada bagian
dekat silinder 3, sebab pada posisi ini merupakan tempat yang terbaik untuk
mendeteksi getaran akibat ketukan pembakaran pada semua silinder. Berikut
adalah lokasi penempatan knock sensor dan konstruksinya:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 91. Lokasi knock sensor dan konstruksinya
Sinyal yang dihasilkan oleh knok sensor kemudian dikirim ke ECU untuk
diolah dan digunakan dasar untuk penyesuaian timing pengapian. Apabila
knocking sudah tidak terjadi setelah timing pengapian diubah, maka timing
dikembalikan ke posisi semula secara bertahap.

5.2.4.2. Prosesor/Control Unit


Prosesor merupakan bagian dari sistem kontrol elektronik pada sistem EFI
yang digunakan untuk melakukan kalkulasi dan memproses data-data yang diperoleh
dari piranti input, kemudian menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya
dilakukan aktuator. Prosesor/control unit pada kendaraan juga disebut Electronik
Control Unit (ECU).Untuk sistem kontrol engine yang diintegrasikan dengan sistem
kontrol pemindah tenaga disebut sebagai Powertrain Control Module (PCM). Berikut
adalah skema susunan sistem kontrol elektronik EFI dan control unit di dalamnya:
101
Program

Memori

Sensor- Input Output Aktuators


CPU
sensor interface interface

Clock

Gambar 92. Gambaran sederhana sistem kontrol elektronik EFI


Ket. Cetak tebal: bagian-bagian ECU
a. Central procesing unit (CPU)
CPU digunakan untuk melakukan kalkulasi maupun perhitungan terhadap semua
besaran yang diukur oleh sensor untuk menentukan aksi yang perlu dilakukan oleh
aktuator, baik oleh injektor, Idle speed control, maupun untuk pengontrolan Exhaust
Gas Recirculation System (EGR). CPU melakukan manipulasi yang pengolahan data
yang dikontrol oleh clock.
b. Perangkat input dan output (I/O)
Bagian ini sebagai tempat masuk dan keluarnya data ke dan dari ECU. Bagian ini
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian input interface dan output interface.
Inputinterface merupakan sirkuit elektronik yang menyediakan tenaga listrik untuk
sensor-sensor dan switch yang berhubungan dengan ECU. Bagian ini juga terdapat
konverter yang digunakan untuk mengubah sinyal dari sensor yang berbentuk sinyal
analog menjadi sinyal digital sehingga dapat diolah oleh prosesor. Output interface
pada sistem kontrol elektronik EFI terdiri dari transistor power yang mensaklarkan
secara elektronik untuk mengoperasikan aktuator.
c. Memori
Memori digunakan untuk menyimpan program utama dan menyimpan sementara data
yang digunakan untuk mengoperasikan sistem kontrol elektronik EMS. Memori pada
ECU terdiri dari 2 bagian, yaitu Read Only Memory (ROM) dan Randon Access
Memory (RAM). ROM digunakan untuk menyimpan program yang terdiri dari sirkuit
elektronik yang mengantisipasi output berdasarkan nilai dari input/masukan. ROM

102
memiliki kapasitas yang besar. RAM digunakan untuk menyimpan data sementara
selama CPU bekerja. Menempatkan data pada RAM disebut sebagai menulis,
sedangkan memproses atau menggunakan data ini disebut sebagai membaca.
d. Program
Program yang terdapat pada ECU digunakan untuk melakukan perhitungan-
perhitungan data secara digital, memanipulasi, serta mengatur setiap kerja sistem
digital pada ECU.
e. Clock
Clock digunakan untuk keperluan-keperluan pewaktuan dalam kerja ECU.

5.2.4.3. Aktuator
Aktuator merupakan komponen yang digunakan untuk mengkonversi sinyal
elektrik yang dihasikan ECU menjadi gerakan makanis, melakukan efek thermis
maupun efek magnetik. Dalam EMS secara keseluruhan, semua aktuator pada engine
dikontrol oleh ECU. Aktuator-aktuator tersebut adalah fuel injector, ignitioncoil, electric
fuel pump, EGR valve, fuel-vapor retention valve, dan fan motor. Namun, yang akan
dalam bab ini hanya aktuator yang berhubungan dengan sistem EFI saja, yaitu fuel
injector dan Idle speed control valve saja. Pada dasarnya, konsep kerja aktuator sistem
EFI menggunakan solenoid dan motor elektrik yang dikontrol oleh adanya sinyal dari
ECU.
a. Solenoid
Solenoid merupakan aktuator yang digunakan pada EMS khususnya pada sistem EFI.
Prinsip solenoid digunakan injektor untuk menginjeksikan bahan bakar. Solenoid
bekerja berdasarkan perintah ECU sesuai waktu dan porsi yang ditentukan. Sebagai
contoh, jika kondisi beban berat, maka ECU akan memerintahkan injektor untuk
membuka dengan durasi lebih lama.
Untuk mengatur kerja dari solenoid sebagai aktuator, pengontrolan kerja solenoid
pada aktuator sistem EFI umumnya menggunakan metode duty cycle dan metode
Pulse Width Modulation (PWM). Dalam metode duty cycle, pengaturan solenoid
berdasarkan lama ONnya solenoid terhadap waktu. Lamanya solenoid aktif dihitung
dalam persentase. Di sisi lain, penggunaan metode PWM memanfaatkan besarnya
frekuensi sinyal dari ECU untuk mengoperasikan aktuator tersebut. Aktuator sistem
103
EFI yang menggunakan prinsip solenoid adalah injektor bahan bakar, idle speed
control, dan vacum switch valve.
 Injektor
Injektor bahan bakar digunakan untuk menginjeksikan bahan bakar pada sistem
EFI. Pada model single point injection, injektor ditempatkan pada throttle bodi dan
berjumlah 1 buah. Pada model MPI, injektor berjumlah sejumlah silinder mesin.
injektor ini dipasang pada intake manifold. Pada model Direct Injection, injektor
dipasang pada masing-masing silinder dan ditempatkan tepat di ruang bakar
mesin.
Injektor merupakan katup yang dikendalikan secara elektronik dengan prinsip
kerja solenoid biasa. Namun, konstruksi injektor yang digunakan pada sistem TBI,
MPI dan GDI berbeda. Pada sistem GDI, injektor harus tahan terhadap tekanan
tinggi, sebab tekanan bahan bakar yang disalurkan mencapai lebih dari 200 bar,
atau sekitar 50 kali lipat dari tekanan bahan bakar pada jenis MPI.
Injektor bahan bakar bekerja berdasarkan adanya pulsa dari ECU. Apabila ECU
memberikan pulsa negatif (-), maka akan terjadi aliran arus listrik pada coil di
injektor yang mengakibatkan adanya medan magnet. Medan magnet ini membuka
katup pada injektor, sehingga bahan bakar dengan tekanan tertentu akan
menyemprot/teratomisasi keluar. Banyaknya bahan bakar yang dikeluarkan
tergantung dari lamanya injektor membuka/durasi injektor ON. Selain injektor
utama, beberapa model menggunakan injektor tambahan yaitu cold start injektor
yang bekerja saat mesin masih dingin.
 Idle Speed Control (ISC)
ISC digunakan untuk mengontrol putaran idle mesin, baik dalam kondisi tanpa
beban, maupun dengan adanya beban tambahan seperti AC, power steering, beban
kelistrikan, juga mempertahankan putaran idle pada saat mesin masih dalam
kondisi dingin dan kondisi-kondisi lainnya. Metode yang digunakan dalam
pengaturan putaran idle pada umumnya adalah memberikan udara tambahan yang
masuk pada intake manifold tanpa melewati throttle valve. Berikut adalah ISC
yang menggunakan solenoid sebagai katup untuk mengontrol penambahan udara
di intake manifold:

104
Sumber: Allan Bonnick, 2001
Gambar 93. ISC dengan solenoid
Keterangan: 1. Armature spring
2. Armature
3. Solenoid coil
4. Valve
5. Spring
b. Motor Stepper
Selain penggunaan solenoid, sistem EFI juga menggunakan motor stepper dan
penggunaan motor DC yang dapat berputar bolak-balik sebagai aktuator. Motor
stepper merupakan motor listrik yang dapat berputar dengan langkah yang bertingkat,
sehingga dapat memungkinkan gerakan yang lembut dan penyimpangan yang kecil.
Beberapa motor stepper mampu berotasi dengan besar 7.50 dalam satu tingkat
gerakan. Oleh karena itu, dalam satu putaran penuh 3600, motor stepper mampu
bergerak sebanyak 48 langkah.
Motor stepper dapat bergerak maju maupun mundur untuk menutup dan membuka
katup dengan berbagai langkah sesuai dengan jumlah pulsa yang diberikan. Dengan
demikian, maka akurasi pengontrolannya lebih baik. Motor stepper banyak digunakan
sebagai pengontrol putaran idle (ISC valve). Besarnya pembukaan katup oleh motor
stepper tergantung dari pulsa yang diberikan oleh ECU berdasarkan kondisi kerja
mesin yang didapat dari masukan sensor-sensor. Pulsa yang diberikan oleh ECU
mempengaruhi jumlah step/langkah motor, sehingga mempengaruhi besarnya
pembukaan katup.

105
5.2.4.4. Kontrol Durasi Injeksi dan Mode Pengontrolan ECM
Besarnya AFR selalu dijaga sesuai dengan kondisi kerja mesin. AFR
dipengaruhi oleh banyaknya udara yang masuk dan jumlah bahan bakar yang
diinjeksikan. Jumlah udara yang masuk dikontrol oleh throttle valve, dan banyaknya
diukur oleh air flow sensor atau MAP sensor. Namun, banyaknya injeksi bahan bakar
dipengaruhi oleh tekanan bakan bakar, besar lubang injektor, dan lama membukanya
injektor. Tekanan bahan bakar diatur agar selalu tetap, begitu juga dengan lubang
injektor dibuat tetap. Namun, lain halnya dengan lamanya/durasi pembukaan injektor
diatur oleh ECU untuk menjaga dan menentukan perubahan AFR pada saat dibutuhkan.
Secara umum, terdapat beberapa kondisi kerja mesin yang mempengaruhi AFR
dan durasi injeksi bahan bakar. Kondisi tersebut adalah kondisi starting, warming up,
open-loop kontrol, close-loop kontrol, akselerasi dan beban tinggi, deselerasi, dan
putaran idle.
1. Kondisi Starting
Kondisi starting merupakan kondisi dimana diperlukan campuran yang lebih kaya,
yaitu dengan AFR berkisar 2:1 sampai 12:1 bergantung pada temperatur engine.
Apabila temperatur mesin rendah, permukaan droplet yang dapat terbakar menjadi
berkurang, sebab bahan bakar sulit terbakar. Oleh karena itu, diperlukan campuran
yang lebih kaya. Dalam kondisi ini, sistem kontrol yang diaktifkan adalah pada mode
warm-up mode.
2. Kondisi Warm-up
Kondisi warm-up merupakan kondisi dimana dibutuhkan AFR yang masih kaya
untuk menjamin putaran yang halus dan mempercepat pemanasan engine. Dalam
kondisi ini, AFR diatur dengan menambah durasi injeksi, sehingga pembukaan
injektor lebih lama. Durasi injeksi disesuaikan terhadap perubahan temperatur mesin.
Masukan dari oksigen sensor belum diolah, sebab konsumsi bahan bakar dan emisi
pada saat ini bukan menjadi pokok.
3. Kondisi Open Loop Control
Kondisi open loop control berjalan selama pemanasan engine atau terjadi kegagalan
pada oksigen sensor. Pengontrolan ini memanfaatkan input dari sensor-sensor yang
ada untuk menjamin durasi injeksi yang memungkinkan campuran yang

106
stoichiometry, bahan bakar tetap ekonomis, dan emisi gas buang yang rendah tanpa
koreksi hasil pembakaran. Pengontrolan ini belum memanfaatkan masukan dari
oksigen sensor sebagai koreksi pembakaran sebab kerja oksigen sensor belum
optimal dalam kondisi temperatur yang masih rendah.
4. Kondisi Close Loop Control
Kondisi ini berjalan setelah temperatur mesin sesuai temperatur kerja dan oksigen
sensor sudah bekerja. Kondisi ini memanfaatkan oksigen sensor sebagai korektor
terhadap pembakaran untuk menentukan apakah campuran yang disediakan terlalu
kurus, gemuk, sehingga campuran dipertahankan dan dijaga dalam kondisi ideal
dalam kondisi kecepatan rendah, menengah, tingi, maupun dengan beban mesin yang
berubah-ubah.
5. AccelerationEnrichment
Dalam kondisi ini, diperlukan campuran yang kaya, sehingga torsi mesin akan
bertambah untuk beban yang berat. Kondisi ini mengabaikan pemakaian bahan bakar
dan emisi gas buang, sebab hanya dalam waktu yang sesaat. AFR pada saat ini sekitar
12:1. Kondisi pembebanan mesin ditentukan oleh komputer berdasarkan sinyal dari
TPS saat berada pada posisi membuka lebar, sehingga komputer akan menambah
durasi injeksi dan suplai bahan bakar.
6. Deceleration Leaning
Saat kondisi deselerasi dari putaran mesin tinggi ke rendah secara tiba-tiba, AFR
harus dibuat miskin untuk mengurangi/meminimalisir gas HC dan CO. ECU
mengurangi suplai bahan bakar dengan mengurangi durasi injeksi oleh injektor.
Kondisi deselerasi ini dideteksi dari sinyal penutupan TPS secara tiba-tiba dan
kondisi kendaraan lainnya seperti kecepatan kendaraan. Selain pengurangan jumlah
bahan bakar, apabila dilakukan deselerasi yang mendadak, terjadi pula penghentian
suplai bahan bakar (fuel cut off).
7. Idle Speed Control
Kondisi putaran idle harus dijaga agar mesin tetap berputar dalam putaran sangat
rendah namun tetap menyala meski diberikan beban tambahan seperti AC dan beban
kelistrikan lainnya. Dalam kondisi ini kondisi katup throttle menutup penuh, sehingga
udara dilewatkan pada saluran selain throttle valve, yaitu throttle bypass valve.

107
Mekanisme yang biasa digunakan untuk membuka katup ini adalah penggunaan
motor stepper seperti yang dijelaskan pada bagian aktuator di atas.
8. Battery Voltage Correction
Sinyal tegangan baterai juga digunakan oleh ECU untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan tegangan baterai terutama pada saat baterai lemah. Saat baterai lemah,
maka kinerja injektor dan pompa bahan bakar akan menurun. Akibatnya bahan bakar
yang diinjeksikan berkurang. Untuk mengantisipasi ini, maka saat tegangan baterai
lemah, maka ECU memerintahkan penambahan durasi injeksi kepada injektor.

5.2.4.5. Pola dan timing injeksi


Penginjeksian bahan bakar pada sistem EFI memiliki beberapa jenis yang biasa
diterapkan pada kendaraan. Setiap varian engine menggunakan pola injeksi yang tidak
sama. Selain pola injeksi, timing penginjeksian tidak selalu sama tergantung dari
pengotrolan ECUnya.Beberapa pola injeksi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
model, yaitu:
1. Pola serentak
Pada pola injeksi ini, penginjeksian bahan bakar dilakukan secara bersama-sama oleh
injektor pada semua silinder. Penginjeksian ini dilakukan sebanyak dua kali dalam
setiap siklus kerja engine. Berikut adalah gambaran penginjeksian bahan bakar pada
pola serentak:

00 360 7200
0
Sudut Engkol

Sumber: Toyota Astra Motor


Gambar 94. Diagram Penginjeksian Pola Serentak
108
2. Pola grup
Pada pola injeksi ini, penginjeksian bahan bakar oleh injektor dilakukan secara
berpasangan (grouping) secara bergantian dengan pasangan silinder yang lain.
Berikut adalah pola injeksi 2. 3, dan 4 grup yang diaplikasikan pada engine dengan 6
dan 8 silinder:

Gambar 95. Diagram Penginjeksian 2 group

Gambar 96. Diagram Penginjeksian 3 group

Sumber: Toyota Astra Motor


Gambar 97. Diagram Penginjeksian 4 group
109
3. Pola independent/individual
Pada pola injeksi ini, timing injeksi dilayani secara individual pada masing-masing
injektor sesuai perintah ECU. Injeksi dilakukan pada saat akhir langkah buang sampai
awal langkah hisap sesuai kontrol durasi injeksi yang ditentukan ECU. Berikut adalah
diagram penginjeksian pada pola individual/independent:

Sumber: Toyota Astra Motor


Gambar 98. Diagram penginjeksian pola independent

5.3. Gasoline Direct Injection (GDI)

5.3.1. Performa dari GDI


Pada tipe ini injektor dipasang di kepala silinder, injektor menyemprotkan bahan
bakar langsung ke ruang bakar, di mana banyaknya injektor adalah sejumlah silinder.
GDI juga disebut dengan lean engine karena sistem ini beroperasi pada campuran yang
kurus (lean). GDI merupakan penyempurnaan dari port fuel injection (PFI) yang masih
memiliki kelemahan untuk dapat mengimbangi meningkatnya kebutuhan tentang
performa, batasan emisi dan efisiensi konsumsi bahan bakar.

Sumber: Robert Bosch, 2000


Gambar 99. Gasoline direct injection
110
Parameter yang memiliki pengaruh besar terhadap efisiensi konsumsi bahan
bakar adalah rasio kompresi dan AFR. Akibat dari menaikkan rasio kompresi adalah
meningkatnya power output dan konsumsi bahan bakar akan menjadi lebih hemat. Pada
mesin dengan teknologi PFI rasio kompresi hanya sekitar 1 : 10 dan rasio kompresi
tidak dinaikan lagi untuk mencegah terjadinya knocking. Pada GDI rasio kompresi dapat
mencapai 12:1. Knocking pada mesin tidak terjadi karena hanya udara yang
dikompresikan saat beban rendah dan menengah. Saat beban penuh bahan bakar
diinjeksikan pada langkah hisap, karena bahan bakar diinjeksikan langsung ke silinder
sehingga hal ini dapat mendinginkan silinder dan mengurangi kecenderungan terjadinya
knocking.
Efisiensi maksimum terjadi dengan campuran yang kurus. Oleh karena pada
PFI bekerja pada campuran stoichiometric maka sangat tidak mungkin untuk
meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar. Sedangkan GDI beroperasi pada
campuran yang kurus pada kondisi beban rendah dan menengah, dan hal ini
meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar yang sangat signifikan. Dan pada posisi
beban penuh GDI bekerja dengan campuran stoichiometric atau sedikit kaya sehingga
mesin bisa memberikan power atau tenaga yang lebih baik. Pada GDI, bahan bakar
diinjeksikan ke silinder sebelum busi memercikkan api pada beban rendah dan medium.
Pada kondisi ini AFR di dalam silinder berbeda-beda, campuran di depan busi kaya dan
ditempat lain kurus di mana AFR pada GDI bisa mencapai 40:1. Pada saat beban penuh
bahan bakar mulai diinjeksikan saat langkah hisap. Bahan bakar yang diinjeksikan pada
saat langkah hisap akan menguap di silinder. Penguapan ini akan menyebabkan suhu di
silinder lebih dingin sehingga akan menyebabkan rasio kompresi meningkat dan
meningkatnya efisiensi volumetrik sehingga torsi yang lebih tinggi akan dapat diperoleh.
Di mana untuk ukuran mesin yang sama, menaikkan efisiensi volumetrik juga
meningkatkan tenaga mesin.
Kendaraan yang digunakan pada lalu lintas yang padat akan menyebabkan
efisiensi mesin berkurang dan konsumsi bahan bakar meningkat. Dan pada saat macet
atau lalu lintas yang padat biasanya kendaraan bekerja pada posisi beban rendah atau
medium dan pada GDI bekerja dengan campuran kurus sehingga lebih menghemat
konsumsi bahan bakar. Selain itu dengan semakin hemat pemakaian bahan bakarnya

111
maka hal ini juga dapat mengurangi emisi CO2 yang dapat menyebabkan efek rumah
kaca dan pemanasan global. GDI juga sangat cocok untuk penggunaan turbocharger, di
mana penggunaan turbocharger dengan ukuran mesin yang sama tenaga dan torsi mesin
yang dihasilkan akan lebih besar sehingga konsumsi bahan bakarnya juga dapat lebih
hemat. Contoh perbedaan konsumsi bahan bakar dan tenaga mesin antara GDI yang
menggunakan TSI (Twin Charge Stratified Injection) dan PFI (Port Fuel Injection)
dapat dilihat pada tabel di bawah. Di mana TSI pada dasarnya adalah penggabungan
penggunaan turbocharger dan supercharger. Turbocharger digunakan pada saat putaran
tinggi sedangkan supercharger digunakan pada saat putaran rendah. Supercharger
memiliki fungsi yang sama dengan turbocharger tetapi perbedaannya adalah
supercharger digerakkan oleh cranksaft pada mesin.
Tabel 2. Perbandingan konsumsi bahan bakar dan tenaga mesin antara GDI dan PFI

Sumber: Siano Daniela, 2010

5.3.2. Pembentukan Campuran (The Mixture Formation)


Campuran bahan bakar dan udara pada mesin bensin dapat disiapkan di dalam
silinder dan di luar silinder. Mesin yang mengaplikasikan karburator dan port fuel
injection (PFI), campuran bahan bakar dan udaranya disiapkan di luar silinder
sedangkan pada gasoline direct injection (GDI) pencampuran bahan bakar dan udara
dilakukan di dalam silinder. Hal ini bisa dilihat dari gambar dibawah.

112
Sumber: Daniela Siano, 2010
Gambar 100. Perbandingan karburator, PFI dan GDI
Pada PFI bahan bakar diinjeksikan melalui suatu saluran atau intake manifold
sedangkan pada GDI, bahan bakar langsung diinjeksikan ke silinder dengan tekanan
tinggi. Selama langkah hisap hanya udara yang mengalir melalui intake manifold dan
masuk ke dalam silinder. Hal ini menjamin pengontrolan yang lebih baik dari proses
injeksi dan dapat menyediakan injeksi dari bahan bakar selama proses atau langkah
kompresi saat katup hisap tertutup dan inilah yang tidak dapat dilakukan oleh PFI.
PFI memiliki keunggulan adanya waktu yang lebih banyak untuk penguapan
bahan bakar karena bahan bakar diinjeksikan pada intake manifold. Pada GDI bahan
bakar diinjeksikan langsung ke silinder sehingga dibutuhkan tekanan yang sangat tinggi
untuk membantu proses atomisasi dan penguapan bahan bakar. Selain itu pada GDI
membutuhkan kepresisian timing dan durasi injeksi yang lebih tinggi karena apabila
durasi injeksi ditambah maka akan menyebabkan piston basah dan memperlambat waktu
injeksi maka akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pencampuran bahan bakar
dan udara.
Pada PFI film bahan bakar akan terbentuk pada intake manifold dan area katub
hisap yang dapat menyebabkan tertundanya proses penguapan bahan bakar. Khususnya
pada saat menghidupkan mesin pada suhu dingin terbentuknya film bahan bakar pasti
akan terjadi. Oleh karena itu pada PFI sangat perlu untuk menambah volume injeksi
bahan bakar pada kondisi tersebut untuk mendapatkan campuran yang ideal. Di mana

113
resiko dari penambahan volume injeksi adalah dapat menyebabkan meningkatnya polusi
HC. Masalah ini dapat di atasi oleh GDI yaitu dengan menginjeksikan bahan bakar
langsung ke dalam silinder untuk mengatasi meningkatnya emisi HC dan pemberian
bahan bakar yang terlalu berlebihan kepada mesin.

5.3.3. Mode Kerja


Mode kerja dari GDI berbeda berdasarkan dengan beban dan putaran mesin.
Engine Control Unit (ECU) setiap saat akan memilih mode kerja, di mana mode kerja
tersebut akan menentukan campuran bahan bakar dengan udara (AFR) yang digunakan.
Pada dasarnya GDI memiliki beberapa mode kerja yaitu sebagai berikut:

5.3.3.1. Mode stratified dengan campuran yang kurus


Mode stratified digunakan untuk beban ringan, saat kecepatan rendah, saat
kecepatan konstan atau pada saat mesin tidak membutuhkan akselerasi. Pada mode ini
throttle akan dibuka penuh (untrottle), hal ini bertujuan untuk memasukkan udara
sebanyak-banyaknya ke dalam silinder. Hal inilah yang membedakan dengan PFI
dimana bukaan throttle akan sesuai dengan besar kita menginjak pedal gas. Pada GDI
bukaan throttle diatur oleh ECU sesuai dengan mode kerja yang digunakan. Bahan bakar
pada mode ini akan diinjeksikan sesaat sebelum busi memercikkan bunga api atau saat
pengapian. Sehingga campuran bahan bakar dan udara yang terjadi akan terkonsentrasi
dekat dengan busi. Cara ini memungkinkan pemakaian ultra lean mixture dengan
perbandingan campuran bahan bakar dan udara yang sangat tinggi dan hal ini tidak
mungkin dilakukan pada mesin yang masih menggunakan karburator atau pada port fuel
injection (PFI). Campuran stoichiometric pada mesin bensin adalah 14,7:1 sedangkan
ultra lean mode atau mode stratified dapat mencapai 65:1. Campuran ini sangat kurus
dan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar dengan signifikan. Pada mode ini akan
terjadi peningkatan emisi NOx dan pada mode ini EGR akan diaktifkan untuk
mengurangi emisi NOx.

5.3.3.2. Mode homogenous dengan campuran yang kurus


Apabila pada beban yang lebih besar maka mode homogenous akan digunakan
untuk mendapatkan tenaga yang lebih besar dan emisi yang lebih rendah. Mode
homogenous adalah mode di mana proses penginjeksian bahan bakar yang dilakukan

114
pada saat langkah hisap untuk memperoleh atau menyediakan campuran yang homogen.
Pada mode homogenous dengan campuran yang kurus, throttle juga akan dibuka penuh
seperti pada mode stratified dengan campuran yang kurus. Di mana mode homogenous
dengan campuran yang kurus diaktifkan pada kondisi beban menengah.

Sumber: Daniela Siano, 2010


Gambar 101. Mode penginjeksian pada GDI

5.3.3.3. Mode homogenous-stratified


Mode homogenous-stratified digunakan saat akselerasi ketika adanya
perubahan dari mode stratified ke mode homogenous. Pada mode ini dilakukan dua
tahap penginjeksian bahan bakar. Injeksi primer dilakukan pada saat langkah hisap dan
sebagian besar bahan bakar diinjeksikan, sedangkan sisanya diinjeksikan saat injeksi
sekunder yaitu saat langkah kompresi. Penginjeksian dua tahap ini dilakukan untuk
mengurangi emisi jelaga atau partikulat saat dilakukan akselerasi. Selain itu
penginjeksian dua tahap juga digunakan untuk mempercepat pemanasan catalisator.

5.3.3.4. Mode homogenous dengan campuran yang stoichiometric


Mode homogenenous digunakan untuk akselerasi, beban penuh dan saat
kecepatan tinggi. AFR pada mode ini dibuat homogen dan rasionya stoichiometric atau
sedikit lebih kaya dari stoichiometric, di mana pada mode ini besarnya bukaan throttle
akan diatur oleh ECU untuk mendapatkan campuran yang stoichiometric sesuai dengan
kebutuhan mesin. Dengan penginjeksian yang dilakukan pada saat langkah hisap maka
memberikan waktu yang cukup untuk terbentuknya campuran bahan bakar dan udara
yang homogen. Pada mode ini mesin beroperasi dengan campuran stoichiometric
115
sehingga emisi NOx berkurang dan maka dari itu EGR tidak diaktifkan. Saat kecepatan
rendah dengan beban tinggi, durasi pembakaran akan lebih panjang dan temperature
akan tinggi. Oleh karena itu mesin cenderung untuk terjadi knocking dengan
menggunakan dua tahap penginjeksian bahan bakar, knocking pada mesin bisa dicegah.

5.3.4. Sistem Bahan Bakar dan Engine Management System pada GDI

5.3.4.1. Sistem bahan bakar


Sistem bahan bakar pada GDI membutuhkan level tekanan bahan bakar yang
tinggi. Tekanan injeksi bahan bakar yang dibutuhkan adalah sekitar 4 sampai 13 MPa,
ini lebih tinggi dari sistem PFI yang hanya 0,25 sampai 0, 45 MPa. Tekanan bahan bakar
yang tinggi dibutuhkan untuk mendapatkan penetrasi yang lebih tinggi dan atomisasi
yang lebih baik karena pada GDI injeksi bahan bakar langsung ke dalam silinder. Sistem
bahan bakar dibedakan menjadi dua saluran yaitu saluran tekanan tinggi dan saluran
tekanan rendah. Tekanan bahan bakar pada saluran tekanan rendah adalah berkisar 0-5
bar, sedangkan pada saluran tekanan tinggi tekanannya bisa mencapai 4-13 MPa.

Sumber: globaldenso.com, 2001


Gambar 102. Sistem Bahan Bakar pada Gasoline Direct Injection

116
Tangki bahan bakar digunakan untuk menampung dan menyimpan bahan bakar.
Pompa bahan bakar elektrik (fuel pump electric) berfungsi untuk menekan atau
menyalurkan bahan bakar dari tangki ke pompa tekanan tinggi (high pressure pump).
Sebelum masuk ke pompa tekanan tinggi, bahan bakar disaring oleh saringan bahan
bakar (fuel filter). Pompa tekanan tinggi digerakkan oleh camshaft untuk meningkatkan
tekanan bahan bakar hingga 13 MPa yang kemudian disalurkan ke pipa deliveri (fuel
rail). Di mana fuel pressure sensor digunakan untuk menyensor tekanan bahan bakar
pada pipa deliveri karena tekanan bahan bakar sangat berpengaruh penting terhadap
tenaga mesin dan emisi gas buang. Tekanan bahan bakar yang berlebihan akan diatur
oleh pressure relief valve dengan mengembalikannya ke tangki bahan bakar. Di mana
injektor merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem injeksi.

Sumber: Autodata, 2010


Gambar 103. Aliran bahan bakar pada gasoline direct injection
Berikut merupakan penjelasan mengenai komponen-komponen sistem bahan
bakar pada gasoline direct injection:
 Low Pressure Pump (Pompa Tekanan Rendah)
Low pressure pump berfungsi untuk menekan bahan bakar dari tangki bahan bakar ke
pompa tekanan tinggi (high pump pressure). Pompa ini berupa pompa elektrik yang
biasanya diletakkan dekat atau dalam tangki bahan bakar.

117
 High Pressure Pump (Pompa Tekanan Tinggi)
Pompa tekanan tinggi digerakkan oleh camshaft untuk meningkatkan tekanan bahan
bakar hingga 13 MPa yang kemudian disalurkan ke pipa deliveri (fuel rail). Pompa
bahan bakar terdiri dari plunger, spill control valve dan check valve. Pulsation
damper juga dipasang pada saluran masuk pompa. Plunger akan bergerak naik turun
dengan adanya nok dari camshaft. Di mana camshaft memiliki tiga buah nok yang
berjarak 120 derajat antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya tiga buah nok
ini akan menyebabkan terjadinya 3 langkah tekan pada pompa setiap satu putaran
poros nok. Spill control valve digunakan untuk mengatur tekanan output pompa.

Sumber: Autodata, 2010


Gambar 104. Pompa Tekanan Tinggi

Komponen ini diletakkan pada saluran masuk pompa, spill control valve
digerakkan oleh Electronic Driver Unit (EDU) berdasarkan perintah dari ECU. Check
valve diletakkan pada saluran keluar dari pompa, saat tekanan bahan bakar dari pompa
meningkat maka akan dapat mendorong check valve sehingga bahan bakar dapat
mengalir ke pipa delivery.

118
Sumber: Autodata, 2010
Gambar 105. Diagram Kerja Pengontrolan Tekanan Bahan Bakar
 Spill Control Valve Operation:
Saat posisi pemasukan (intake) posisi plunger bergerak ke bawah, karena adanya
tekanan pegas. Ini menyebabkan bahan bakar masuk ke dalam silinder pompa. Jika
spill control valve tidak ditutup saat plunger bergerak ke atas karena adanya tekanan
nok camshaft maka bahan bakar akan kembali ke saluran masuk pompa. Maka dari
itu saat plunger bergerak ke atas agar dapat menekan bahan bakar ke pipa delivery
maka spill control valve harus ditutup. Untuk menutup spill control valve maka ECU
akan mengirim sinyal melalui EDU untuk menutup spill control valve. ECU akan
menghitung atau mengkalkulasikan target dari tekanan bahan bakar sesuai dengan
kondisi pengendaraan. Dimana ECU dapat mengontrol tekanan bahan bakar dengan
mengatur pengoperasian spill control valve melalui EDU. Timing atau waktu dan
durasi menutupnya spill control valve divariasikan untuk dapat menyesuaikan
tekanan pompa dengan target tekanan yang telah ditentukan.

119
Sumber: Autodata, 2010
Gambar 106. Kerja dari Spill Control Valve
 Delivery pipe (Pipa Delivery)
Pipa delivery dibuat dari aluminium alloy, untuk menampung bahan bakar bertekanan
sebelum diinjeksikan oleh injektor. Pipa delivery juga digunakan sebagai tempat
dipasangnya fuel pressure sensor (sensor tekanan bahan bakar), pressure relief valve
dan injektor.

Sumber: Autodata, 2010


Gambar 107. Pipa Delivery

120
 Fuel pressure sensor
Fuel pressure sensor yang dipasang ada pipa delivery berfungsi mengirim sinyal ke
ECU untuk mengetahui besarnya tekanan bahan bakar pada pipa delivery sehingga
ECU dapat melakukan tindakan untuk menyetabilkan dan mencapai tekanan yang
dibutuhkan.

Sumber: Autodata, 2010


Gambar 108. Fuel Pressure Sensor
 Pressure relief valve
Pressure relief valve berfungsi untuk mencegah terjadinya tekanan berlebih, cara
kerjanya yaitu saat tekanan bahan bakar pada pipa delivery melebihi 15,3 MPa. Relief
valve akan membuka dan mengembalikan bahan bakar ke tangki bahan bakar.

Sumber: Autodata, 2010


Gambar 109. Pressure Relief Valve
121
 Injektor
Injektor tekanan tinggi dipasang pada sistem GDI. Injektor ini berfungsi untuk
mengabutkan bahan bakar. Injektor pada GDI dirancang khusus agar dapat tahan
terhadap panas dan tekanan yang tinggi hal ini disebabkan karena pada GDI injektor
dipasang langsung menghadap ke ruang bakar.

Sumber: Daniela Siano, 2010


Gambar 110. Injektor pada GDI
Injektor pada sistem GDI memerlukan jenis injektor yang memiliki respon dan
kecepatan membuka dan menutup yang sangat cepat karena pada GDI berbeda
dengan injektor yang digunakan pada PFI yang hanya sekali melakukan injeksi bahan
bakar tiap satu siklus pembakaran. Pada GDI sekali siklus pembakaran dapat
berlangsung dua kali proses injeksi bahkan lebih. Injektor yang menggunaka solenoid
masih banyak kelemahan untuk melayani apa yang dibutuhkan pada sistem GDI.
Oleh karena itu sekarang dikembangkan jenis injektor yang terbaru yang tidak
menggunakan solenoid untuk membuka dan menutup valve pada injektor. Jenis
injektor terbaru ini menggunakan keramik piezo untuk membuka dan menutup valve
pada injektor. Di mana keramik piezo memiliki karakter yang akan mengembang
pada saat diberikan arus listrik.
122
Sumber: VolksWagon
Gambar 111. Karakteristik keramik Piezo
Dengan penggunaan piezo injektor ini kepresisian timing injeksi menjadi lebih baik
dan jenis injektor ini mampu melakukan injeksi sebanyak enam sampai sepuluh kali
injeksi selama satu siklus pembakaran. Hal ini akan berpengaruh terhadap naiknya
performa mesin dan berkurangnya emisi yang dihasilkan.

Sumber: VolksWagon
Gambar 112. Piezo Electric Injector
123
5.3.4.2. EMS pada GDI
EMS terdiri dari Electronic Control Unit (ECU), sensor dan aktuator. ECU
secara terus menerus memilih mode kerja berdasarkan posisi kerja kendaraan dan
masukan data dari sensor-sensor. Semua actuator akan diatur oleh ECU yang meliputi
injeksi bahan bakar, timing pengapian, pengaturan putaran idle, sistem EGR, sistem
penyimpanan dan pengaturan uap bahan bakar (fuel-vapor retention system valve),
pompa bahan bakar elektrik, dan mengatur fungsi sistem lainnya. Jadi bisa dikatakan
bahwa ECU merupakan otak dari sistem GDI ini. Gambar di bawah merupakan skema
kerja dari EMS pada GDI:

Gambar 113. Skema EMS pada GDI


124
EMS pada GDI hampir sama dengan EMS pada MPI, hanya saja pada GDI
terdapat beberapa tambahan sensor dan actuator yang berhubungan dengan perubahan
mode kerja dan pengontrolan emisi. Pada EMS GDI beban mesin diketahui dari hot film
air mass flow sensor. Penentuan kerja EGR ditentukan berdasarkan manifold pressure
sensor. Campuran bahan bakar dan udara (AFR) diketahui berdasarkan masukan dari
lamda sensor upstream of primary catalytic converter dan sistem katalisator didiagnosis
dengan dua titik lamda sensor dan sebuah exhaust temperature sensor (sensor
temperature gas buang). Komponen penting lainnya adalah perangkat throttle elektronik
untuk mengatur kerja beberapa mode kerja. Berikut merupakan contoh EMS pada GDI
Bosch MED-Motronic System.

125
1. Activated 10. High pressure 21. CAN interface
charcoal fuel rail 22. Fault indicator
canister 11. Camshaft lamp
2. Regeneration phase sensor 23. Diagnostics
valve 12. Lamda sensor interface
3. High-pressure upstream of 24. Interface with
pump with primary immobilizer
integrated fuel- catalytic ECU
quantity control converter 25. Accelerator
valve 13. Exhaust gas pedal module
4. Actuators and recirculation with pedal
sensors for valve travel sensor
variable valve 14. High pressure 26. Fuel tank
timing fuel injector 27. In-tank unit
5. Ignition coil 15. Knock sensor comprising
and spark plug 16. Engine electric fuel
6. Hot film air temperature pump, fuel
mass meter sensor filter, an fuel
with 17. Primary pressure
integrated catalytic regulator
temperature converter 28. Exhaust gas
sensor (three-way temperature
7. Throttle device catalytic sensor
(electronic converter) 29. Main catalytic
throttle control 18. Lamda sensor converter
EGAS with downstream (NOx
position sensor) of primary accumulator
8. Intake manifold catalytic plus three-way
pressure sensor converter catalytic
9. Fuel pressure (optional) converter)
sensor 19. Speed sensor 30. Lamda sensor
20. Engine ECU downstream of
min catalytic
converter
Sumber: Daniela Siano, 2010
Gambar 114. Sistem EMS pada GDI

126
BAB VI
SISTEM PENGAPIAN EMS
(ENGINE MANAGEMENT IGNITION SYSTEM)

6.1. Pendahuluan

Sistem pengapian konvensinal dan elektronikmasih memiliki beberapa kelemahan, oleh


karena itu untuk memenuhi batasan emisi, peningkatan efisiensi bahan bakar dan kebutuhan
akan performa maka diperlukan penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan
mengontrol sistem kerja mesin secara terpadu dengan menggunakan teknologi mikrokontroler
atau sering disebut dengan EMS (Engine Management System).Sistem pengapian yang sudah
menerapkan EMS pengontrolannya dilakukan secara elektronik,di mana pengontrolannya
dilakukan oleh ECM berdasarkan masukan dari sensor-sensor sehingga kualitas besarnya
percikan api pada busi menjadi lebih baik dan timing pengapiannya lebih sesuai dengan
putaran dan besarnya pembebanan pada mesin.

6.2. Prinsip Kerja Sistem Pengapian pada EMS

Terdapat tiga sistem yang bekerja pada EMS yaitu sensor, control unit, dan
aktuator/penggerak. Kelompok sensor bekerja untuk mendeteksi mesin, seperti pada putaran
mesin, temperatur air pendingin, posisi pembukaan katup throotle, knocking, tekanan udara,
dan lain-lain. ECM atau sistem kontrol memiliki database untuk bekerja dan menerima data-
data dari sensor, yang selanjutnya diolah untuk menentukan bekerjanya aktuator. Aktuator
adalah sebagai output yang bertugas untuk melaksanakan perintah dari ECM, seperti contoh
penginjeksian bahan bakar, memulai pengapian, kontrol udara pada putaran idle, dan lain-lain.

INPUT Proses OUTPUT


sensor ECM actuator

Gambar 115. Alur kerja pada mesin dengan EMS

127
Besar kecil dwell dan timing pengapian sistem pengapian pada EMS dapat
bervariasi sesuai dengan kebutuhan mesin. Dwell divariasikan sesuai dengan putaran
dan beban mesin. Sistem pengapian bekerja dengan cara memberikan arus pemicu
kepada modul pengapian (igniter) sehingga modul akan memberi kesempatan bagi
rangkaian primer ignition coil untuk membentuk rangkaian tertutup dan menghasilkan
induksi. Dengan demikian, prinsip kerja dari pengapian tersebut hampir sama dengan
sistem pengapian konvensional, akan tetapi perbedaan waktu pembentukan medan
magnet pada coil dikontrol oleh ECM. Dari ECM tersebut dapat menentukan timing
berdasarkan sensor yang ada sesuai dengan kebutuhan untuk kalkulasi data yang tepat
bagi pengapian. Secara sederhana, konsep pengaturan pengapian dapat digambarkan
dengan data seperti pada skema berikut ini:

Gambar 116. Skema Kerja Sistem Pengapian Pada EMS

128
6.3. Sensor Sistem Pengapian pada EMS
Sensor-sensor berfungsi memberikan data tentang kondisi mesin kepada ECM untuk
menentukan waktu pengapian serta pengaturan lamanya igniter mengONkan kumparan primer
kool/dwell. Sensor untuk keperluan sistem pengapian dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu sensor utama sebagai dasar utama penentuan timing pengapian, serta sensor
koreksi untuk menjamin keakurasian sistem pengapian. Sensor yang termasuk sensor utama
untuk sistem pengapian adalah sensor untuk mengetahui putaran mesin dan posisi sudut
engkol termasuk posisi TOP silinder 1 yang dijalankan oleh Crankshaft position sensor dan
camshaft position sensor.Sedangkan sensor koreksi untuk sistem pengapian antara lain MAP
sensor, engine coolant temperature sensor, throttle position sensor, knock sensor.
1. Crankshaft Position Sensor (CKP) dan Camshaft Position Sensor (CMP)
Sensor ini digunakan untuk memperoleh signal data posisi engkoldan kecepatan putaran
mesin melalui deteksi posisi camshaft dan crankshaft. Pada umumnya jenis signal yang
diaplikasikan pada sensor ini adalah jenis induktif dan jenis optic. Model signal induktif
terdiri dari dua signal, yaitu menggunakan G signal dan NE signal.
 G signal berfungsi sebagai informasi posisi TOP silinder, sehingga dalam satu siklus
mesin akan mengirimkan data sejumlah silinder mesin.
 NE signal memberikan informasi posisi camshaft dan putaran mesin. Dengan
mengkombinasikan model signal induktif tersebut ECM dapat menentukan TOP
kompresi setiap silinder.

Gambar117.Rangkaian sistem pengapian menggunakan G dan NE signal


129
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui posisi sudut engkol dan putaran mesin pada
EMS. Setiap varian kendaraan tidak selalu memiliki metode yang sama. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat di Bab V tentang sistem kontrol elektronik EFI.
2. Manifold Absolute Presure Sensor (MAP)
MAP sensor berfungsi sebagai pemberi data jumlah udara yang masuk ke dalam silinder.
Dalam hubungannnya dengan sistem pengapian, sinyal dari MAP sensor memberikan
informasi tentang pembebanan mesin yang nantinya akan mempengaruhi penyesuaian
timing pengapian.
3. Engine Coolant Temperature Sensor
Signal dari sensor temperatur pendingin digunakan untuk mengetahui temperatur kerja
mesin guna mengoreksi timing pengapian. Mulai dari saat starter, pemanasan mesin, hingga
mesin mencapai temperatur kerja. Variasi timing tersebut selalu disesuaikan dengan
kebutuhan mesin agar memperoleh unjuk kerja yang optimal.
4. Throttle Position Sensor (TPS)
Sensor ini digunakan untuk memperoleh data sensor posisi throttleyang dimanfaatkan
untuk menentukan saat pengapian pada saat mesin bekerja pada putaran idle, akselerasi,
maupun deselerasi.
5. Knock Sensor
Detonasi yang terjadi pada mesin dapat diketahui oleh ECM melalui laporan yang diberikan
sensor knock. Signal tersebut bermanfaat bagi ECM untuk memundurkan saat pengapian
apabila terjadi knocking pada mesin. Sensor knock tersebut mengkonversikan getaran yang
dihasilkan oleh ketukan pada mesin menjadi tegangan sinyal tegangan dan akan
mengirimkannya ke ECM mesin. Didalam knock sensor terdapat elemen piezoelektrik yang
mampu menghasilkan tegangan apabila terjadi tekanan ataupun getaran pada tempat sensor
terpasang. Semakin besar ketukan maka semakin besar pula tegangan yang dihasilkan dan
terkirim ke ECM. Pada saat ketukan kuat, maka waktu pengapian banyak diundurkan,
begitu sebaliknya pada saat ketukan lemah maka waktu pengapian diundurkan sedikit.

130
Gambar 118. Posisi pemasangan knock sensor pada blok silinder
Lebih jelasnya mengenai sensor-sensor pada sistem pengapian ini dapat dilihat pada sistem
kontrol elektronik EFI di Bab V.
Dalam aplikasinya, sistem pengapian pada EMS dikembangkan beberapa teknologi yaitu
ESA (Elektronic Spark Advancer) dan sistem DIS (Distributorless Ignition System). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut:

6.3.1. ESA (Elektronic Spark Advancer)


ESA (Elektronic Spark Advancer) adalah teknologi yang digunakan untuk
mengontrol pengajuan saat pengapian, sebab saat pengapian yang dibutuhkan tidak
bersifat kontinyu, namun harus memperhatikan berbagai macam variabel pada mesin.
berikut adalah saat pengapian yang tersimpan pada memori ECU:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 119. Grafik Saat pengapian yang tersimpan di ECU
131
Adanya kebutuhan saat pengapian mesin yang tidak kontinyu seperti di atas,
maka pengontrolan saat pengapian tidak dapat dilakukan tanpa adanya pengolahan data
secara akurat. Oleh karena itu, pada sistem pengapian konvensional tidak dapat
melakukan hal ini, sehingga performa mesinpun tidak maksimal. Saat pengapian pada
sistem pengapian konvensional hanya dapat menyesuaikan seperti pada grafik berikut:

Sumber: Allan Bonnick, 2001


Gambar 120. Grafik Pemajuan saat pengapian pada sistem pengapian konvensional
Pada teknologi ESA menggunakan ECM untuk menentukan waktu pengapian
berdasarkan sinyal dari berbagai sensor yang telah dibahas di atas.Tekanan maksimum
dari hasil proses pembakaran harus terjadi pada waktu yang tepat untuk menghasilkan
torsi yang maksimum. Tekanan maksimum yang diharapkan terjadi pada 100 - 200
setelah TMA. Saat putaran mesin bertambah maka mengakibatkan pengurangan waktu
bagi campuran untuk dapat terbakar dengan baik, sebagai akibat dari bertambahnya
kecepatan piston. Untuk itu ECM terprogram supaya menyesuaikan perubahan waktu
pengapian, baik dimajukan maupun dimundurkan sesuai dengan kebutuhan mesin.
Berikut merupakan koreksi timing pengapian berdasarkan kondisi mesin:
a. Kondisi Start
Pada kondisi start putaran mesin masih rendah ±300 rpm dan pada kondisi tersebut
temperatur mesin hasil kompresi masih rendah. Agar tekanan pembakaran terjadi
pada saat yang diinginkan dan tidak terjadi knocking serta mesin lebih cepat untuk
dihidupkan maka saat pengapian dimundurkan bahkan bisa mencapai posisi 0𝑜 atau
tepat pada Titik Mati Atas (TMA).

132
b. Warm-up correction
Saat suhu dingin/rendah untuk proses pembakaran pembentukan campuran bahan
bakar dan udara memerlukan waktu yang lebih lama. Pada kondisi ini campuran
bahan bakar dibutuhkan lebih banyak agar proses awal pembakaran dapat berjalan
dengan normal. Sudut waktu pengapian dimajukan kira-kira 15o, koreksi tersebut
berfungsi pada saat kondisi mesin dingin.

Gambar 121. Pengajuan saat pengapian pada pemanasan mesin


c. Over temperature correction
Pada saat temperatur mesin terlalu tinggi, ECM akan memundurkan saat pengapian
untuk mencegah terjadinya knocking dan overheating. Sudut waktu pengapian
tersebut dikoreksi dengan diundurkan pengapiannya hingga ke maksimal 5o.

Gambar 122. Pemunduran saat pengapian pada temperatur tinggi

133
d. Kondisi saat terjadi knocking
Ketika terjadi knocking sensor ini akan memberikan informasi menuju ECM dan saat
pengapian akan dimundurkan beberapa derajat sampai tidak terjadi knocking lagi dan
diberi jeda sebelum kembali ke saat pengapian yang tepat.
Terdapat beberapa model mesin yang menambahkan koreksi lain ke dalam
sistem ESA untuk lebih tepat dan akurat dalam mengontrol waktu pengapian. Saat
putaran idle tidak stabil atau fluktuatif, ECU akan melakukan penyesuaian supaya mesin
dapat berputar stabil. ECU akan mengkalkulasi putaran rata-rata mesindan memberikan
derajat timing pengapian yang tepat untuk putaran tersebut. Jika masih terjadi penurunan
putaran dari putaran rerata, timing akan dimajukan sehingga putaran akan naik, begitu
juga sebaliknya. Demikian akan terjadi terus menerus sehingga diperoleh putaran yang
stabil. Sinyal sensor yang berperan dalam koreksi timing ini adalah signal putaran
mesin, throttle position sensor, dan vehicle speed sensor.
Pengaturan Dwell
Dwell adalah lamanya kumparan primer koil dialiri arus listrik dalam sistem
pengapian. Oleh karena itu, besarnya dwell ini berpengaruh terhadap induksi
elektromagnet pada koil yang akan berpengaruh pada besarnya tegangan listrik yang
diproduksi kumparan sekunder koil. Dalam ESA, Selain pengaturan timinguntuk
mengoptimalkan output mesin juga dilakukan penyesuaian dwell pada EMS. Pada
putaran rendah, besarnya dwell diperkecil guna menghindari pemanasan pada koil.
Sebaliknya, pada putaran tinggi dwell dirancang lebih besar supaya memproduksi
tegangan pengapian yang lebih besar, mengingat jumlah campuran udara dan bahan
bakar yang lebih banyak, semakin tingginya temperatur di dalam ruang bakar dan waktu
pengapian yang lebih sedikit.
Lama kumparan primer coil ignition mendapat aliran arus akan mempengaruhi
kualitas tegangan yang dihasilkan sehingga membutuhkan pengontrolan waktu dan
besarnya arus yang mengalir. Waktu pengaliran arus listrik tersebut dikalkulasi ECU dan
penyalurannya berdasarkan signal putaran mesin (RPM) dan tegangan baterai.

134
6.3.2. Sistem Pengapian Tanpa Distributor (Distributorless Ignition System/DIS)
Pada umumnya kendaraan roda empat masih menggunakan komponen
distributor sebagai pembagi tegangan sekunder ke sejumlah silinder mesin. Sistem ini
masih menggunakan komponen mekanis untuk membagi arus sekunder koil ke masing-
masing busi sesuai dengan timing yang ditentukan. Hal ini dapat mengakibatkan
kerugian berupa keausan pada komponen bergerak (moving parts) serta kerugian
tegangan yang disebabkan adanya kabel busi karena tegangan sekunder tidak dapat
tersalurkan langsung ke busi melainkan harus melewati rotor, cap antara rotor dan
elektroda karbon pada distributor cap dan juga kabel busi dengan nilai resistensi
tertentu, sehingga rute pengapian menjadi relatif panjang. Kondisi ini dapat mengurangi
daya pengapian, gangguan pada firing order sehingga kemampuan sistem pengapian
tidak optimal.
Adanya kelemahan-kelemahan pada sistem pengapian distributor tersebut,
maka muncul teknologi sistem pengapian tanpa distributor/Distributorless Ignition
System (DIS). Pada sistem ini ignition coil langsung menyalurkan tegangan sekunder ke
busi sehingga kerugian tegangan dapat diatasi. Sistem pengapian tanpa ditributor sering
disebut Direct Ignition System (DIS). Sistem inimempergunakan sebuah ignition coil
untuk setiap busi atau dua buah busi. Ignition coil ini diatur oleh igniter untuk memicu
induksi pada sekunder koil untuk menghasilkan tegangan sekunder. Kerja igniter diatur
oleh ECU berdasarkan sinyal-sinyal masukan dari sensor-sensor yang sudah dijelaskan
di atas.Dengan adanyapengurangan komponen yang bergerak, maka kemungkinan
ganggguan pada komponen - komponen akan lebih sedikit.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 123. Jenis coil pengapian yang menyatu dengan igniter
135
Pada sistem pengapian DIS, kinerja pengaturan timing dan dwell pengapian
sama dengan sistem pengapian dengan distributor. Timing pengapian diatur oleh ESA
yang memungkinkan pengaturan timing secara akurat. Pengaturan dwell juga dilakukan
oleh ECU untuk memungkinkan pengaturan dwell secara tepat untuk menjamin kualitas
pengapian yang baik. Konstruksi diagram pada sistem pengapian DIS dapat dilihat pada
gambar berikut ini:

Gambar 124. Sistem Konstruksi DIS


Sistem pengapian DIS memiliki dua metode/jenis dalam konstruksinya, yaitu
jenis independen atau individual (Tipe1) dan jenis simultaneous (Tipe2). Pada sistem
individual, setiap koil melayani satu busi yang diatur secara individu oleh ECU,
sedangkan pada sistem simultan, dua buah busi dilayani oleh satu koil yang diatur oleh
ECU. Berikut diagram sistem pengapian DIS:

Gambar 125. Pengapian pada DIS jenis independen dan simultan


136
6.3.2.1. Pengapian tanpa distributor jenis independent atau individual
Pengapian tanpa distributor jenis independent masing-masing ignition coil
melayani sebuah silinder. Pada sistem pengapian jenis independent urutan pengapian
sama dengan sistem pengapian konvensional sesuai dengan FO (Firing Order) yang
telah ditentukan.

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 126. Sirkuit pengapian independen dengan 6 silinder

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 127. Pemasangan coil jenis independent
137
6.3.2.2. Pengapian tanpa distributor jenis simultan
Pada sistem pengapian simultan, koil melayani dua buah silinder atau lebih.
Pada sistem ini, koil terpasang berdekatan dengan busi pada silinder mesin, sedangkan
busi lain dihubungkan melalui kabel busi. Percikan bunga api pada kedua busi ini
belangsung secara bersama-sama/simultan. Berikut adalah gambar sistem pengapian DIS
tipe simultan:

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 128. Sirkuit pengapian jenis simultan

138
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 129. Pemasangan coil pengapian jenis simultan 6 silinder

Dalam sistem pengapian DIS tipe simultan,penentuan pasangan silinder


berdasarkan urutan pengapian firing order/ FO. Berikut adalah FO untuk beberapa
konfigurasi mesin:
Tabel 3. Firing order pengapian kendaraan

139
Pada mesin 4 silinder dengan FO 1-3-4-2, maka pasangan pistonnya adalah silinder 1
dengan silinder 4, serta silinder 2 dengan silinder 3.
Silinder 1 Kompresi Buang
Silinder 3 Kompresi Buang
Silinder 4 Buang Kompresi
Silinder 2 Buang Kompresi
Gambar 130. Pengapian DLI
simultan 4 silinder
Pada mesin jenis V 6 silinder dengan FO 1-2-3-4-5-6, Pasangan pengapiannya
adalah silinder 1 dengan silinder 4, silinder 2 dengan silinder 5, dan silinder 3 dengan
silinder 6. Piston silinder 2 dan 5 secara bersamaan berada pada TMA maupun TMB,
tetapi menjalankan siklus pada langkah yang berbeda. Apabila silinder 2 pada langkah
kompresi, maka silinder 5 akan berada pada langkah buang. Berikut adalah diagram saat
pengapian pada sistem DIS tipe simultan yang diaplikasikan pada mesin V 6 dengan FO
1-2-3-4-5-6

Gambar 131. Tabel pengapian simultan 6 silinder


Pada sistem ini, pasangan silinder secara bersama akan mendapatkan percikan
bunga api pada busi pada langkah yang berbeda. Pengaliran tegangan tinggi dari
kumparan sekundercoil secara langsung diteruskan ke pasangan busi. Pada busi 1 arah
percikan bunga api bergerak dari elektroda tengah ke elektroda samping. Sedang pada
busi pasangannya, arah percikan adalah sebaliknya, yaitu dari elektroda samping menuju
elektroda tengah. Agar diperoleh karakteristik pengapian yang stabil maka jenis busi
menentukan kualitas pengapian. Untuk sistem pengapian ini jenis yang digunakan
adalah jenis platinum.
140
Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004
Gambar 132. Arah aliran arus skunder coil pada pasangan busi

Besarnya tegangan yang dibutuhkan agar terjadi lompatan bunga api ditentukan
oleh besarnya gap busi dan tekanan kompresi silinder. Tegangan tinggi dari coil terbagi
sesuai dengan besarnya tekanan relatif pada masing-masing silinder. Silinder yang
berada pada langkah kompresi akan membutuhkan tegangan yang lebih dibandingkan
dengan dengan silinder pada saat langkah buang. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan tekanan pada silinder pada saat langkah buang, dimana tekanannya lebih
mendekati tekanan atmosfer dan resistansi loncatan bunga api pada businya lebih
rendah. Dengan demikian, tegangan yang dibutuhkan akan lebih rendah.
Kerugian tegangan yang disebabkan oleh pengaliran arus listrik pada busi
dengan langkah buang untuk sistem pengapian DIS simultan secara total hampir sama
rugi tegangan yang terjadi pada sistem pengapian distributor. Rugi tegangan pada DIS
simultan terjadi pada busi yang melakukan langkah buang. Sementara pada sistem
pengapian dengan distributor, rugi tegangan terjadi di dalam distributor yaitu pada saat
pengaliran arus listrik dari rotor ke terminal pada tutup distributor.

6.3.2.3. Keuntungan pada sistem pengapian tanpa distributor


Pada pengapian DIS, pemakaian komponen mekanis dalam sistem pengapian
dapat dihilangkan, sehingga besarnya tegangan yang dihasilkan dapat tersalur
sepenuhnya. Adapun keuntungan penggunaan DIS sebagai berikut:
141
 Pengaturan timing pengapian lebih akurat
 Dapat dimungkinkan terjadinya pengaturan dwell pada setiap kondisi kerja mesin
untuk menjamin kualitas pengapian yang baik.
 Pengontrolan yang lebih baik untuk pembentukan percikan bunga api pada busi di
dalam silinder. Dengan pengapian ini, kebutuhan waktu pembentukan medan magnet
di dalam coil menjadi lebih tepat sesuai dengan kebutuhan sehingga mengurangi
misfire pada masing-masing silinder mesin.
 Pada pengapian DIS gangguan kelistrikan dapat dihindari, karena koil dipasang
berdekatan dengan busi.
 Pada pengapian dengan distributor apabila saat pengapian terjadi pengajuan
pengapian yang tinggimemungkinkan kesalahan arah pengaliran arus listrik, yaitu
rotor dapat mengarahkan listrik ke silinder. Sedangkan pada pengapian DIS saat
pengapian dapat dikontrol langsung oleh ECU.
 Kemungkinan terjadinya kebocoran arus listrik pada kabel tegangan tinggi dapat
dihindari.

142
BAB VII
TEKNOLOGI KENDALI EMISI
(EMISSION CONTROL TECHNOLOGY)

7.1. Pendahuluan

Pembakaran dalam mesin diharapkan dapat berlangsung secara sempurna, sehingga akan
menghasilkan CO2 dan H2O. Namun adanya berbagai kondisi yang tidak ideal yang terjadi
pada mesin, seperti durasi pembakaran yang singkat serta komposisi bahan bakar dan oksigen
yang tidak dapat dikontrol dengan ideal sepenuhnya, berakibat pada adanya gas-gas emisi
beracun yang dapat mencemari udara. Oleh karena itu, diperlukan teknologi untuk
meminimalisir kandungan gas-gas beracun ini seperti HC, CO, dan NOx. Terdapat beberapa
teknologi yang diterapkan pada mesin dengan EMS, seperti sistem Exhaust Gas Recirculation
(EGR) dan pengontrol evaporasi bahan bakar.

7.2. Exhaust Gas Recirculation (EGR)

Teknologi ini diterapkan pada mesin untuk meminimalisir terjadinya gas NOx dalam gas
buang yang dapat mencemari udara. Gas ini dapat terjadi akibat terjadinya reaksi gas Nitrogen
di udara dengan Oksigen pada temperatur pembakaran yang sangat tinggi (18000C).
Temperatur pembakaran yang tinggi dapat terjadi saat beban mesin tinggi maupun saat
akselerasi. Oleh karena itu, cara untuk mencegah terjadinya reaksi antara Nitrogen dan
Oksigen yang dapat menghasilkan gas NOx yang berbahaya adalah dengan menjaga suhu
pembakaran selalu dalam kondisi yang normal (tidak terlalu tinggi).
Sistem EGR bekerja dengan mensirkulasikan sebagian kecil gas buang kembali ke
sistem induksi udara melalui intake manifold di belakang katup throttle. Melalui cara ini,
maka oksigen pada udara masuk akan berkurang, sehingga temperatur pada saat terjadi
pembakaran dapat berkurang.
EGR tidak beroperasi secara terus-menerus pada setiap kondisi mesin, sebab dapat
mengurangi performa mesin. Untuk mencegah terjadinya penurunan output mesin karena
sirkulasi gas buang ini, maka EGR tidak beroperasi pada saat mesin dingin dan saat kondisi
beban mesin penuh. Dengan adanya sistem EGR ini, emisi NOx dapat dikurangi kira-kira
mencapai 30%. Gambar sistem EGR dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
143
Sumber : Allan Bonnick, 2001
Gambar 133. Sistem EGR

Katup solenoid pada sistem EGR dikontrol oleh ECU untuk menentukan besar dan
lamanya pembukaan katup. Sinyal dari ECU untuk EGR didasarkan pada kondisi kerja mesin
serta data yang diperoleh dari sensor perbedaan tekanan antara exhaust manifold dan intake
manifold (Different Pressure Sensor).Katup solenoid mengontrol pembukaan katup kontrol
EGR untuk mengatur jumlah gas buang yang akan disirkulasikan. Pembukaan katup solenoid
EGR dikontrol dengan prinsip duty cycle oleh ECU, yaitu pengaturan lama dan besar
pembukaan katup melalui besarnya perbandingan sinyal ON dan Off pada sinyal digital ECU.

7.3. Pengontrol Evaporasi Bahan Bakar (Evap System)

Teknologi ini diterapkan untuk mengantisipasi terjadinya polusi gas HC akibat


penguapan bahan bakar (bensin) di tangki bahan bakar. Apabila uap bahan bakar pada tangki
keluar ke udara bebas, maka hal ini dapat mencemari udara serta bersifat racun. Gas HC dapat
merusak saluran pernapasan, mata pedih, serta keracunan bagi manusia, bahkan dapat memicu
timbulnya kanker.

144
Teknologi ini diterapkan pada EMS dengan menyalurkan uap bahan bakar ke sistem
induksi udara mesin, sehingga uap bahan bakar ini terbakar bersama campuran bahan bakar
dan udara di ruang bakar. Uap bahan bakar ini ditampung terlebih dahulu pada carbon
canister, kemudian akan disalurkan ke intake manifold sesuai dengan perintah ECU. Berikut
adalah gambar dari sistem pengontrol evaporasi bahan bakar:

Sumber: Kevin Sullivan’s, 2004


Gambar 134. Evap System
Penutupan dan pembukaan Vacum Switch Valve (VSV) digunakan untuk mengatur
aliran baik udara segar maupun aliran uap bahan bakar. VSV dikontrol oleh ECU berdasarkan
kondisi mesin. Uap bahan bakar ditampung sementara pada charcoal canister. Canister
mengandung zat karbon aktif yang dapat mengikat zat racun pada uap bahan bakar menjadi
molekul-molekul hidrokarbon. Saat VSV evap membuka, maka molekul tersebut akan
mengalir ke sistem induksi dan dibakar pada ruang bakar. Pada beberapa tipe kendaraan,
untuk mengurangi penguapan bahan bakar, tangki bahan bakar dibuat dari bahan resin yang
dilindungi plat baja pada bagian luarnya untuk memungkinkan terjadinya pengembangan dan
penyusutan volume tangki bahan bakar tergantung dari kuantitas bahan bakar, sehingga
mengurangi ruangan untuk penguapan bahan bakar.

145
BAB VIII
TEKNOLOGI DIESEL COMMON RAIL
(COMMON RAIL INJECTION SYSTEM)

8.1. PENDAHULUAN

Standar emisi gas buang Euro IV merupakan tantangan bagi pabrikan kendaran. Oleh
karena itu pabrikan mobil mengembangkan mesin diesel berteknologi canggih. Mesin ini
memakai sistem injeksi bahan bakar bertekanan tinggi yang mampu meningkatkan proses
pembakaran, sehingga gas buang pun menjadi ramah lingkungan.Pembakaran yang sempurna
membutuhkan udara sebanyak-banyaknya, disisi lain membutuhkan tekanan penginjeksian
bahan bakar yang tinggi dengan timing (saat membuka dan lamanya) penginjeksian yang
tepat.

Pada sistem konvensional hal tersebut diatur secara mekanis dalam pompa injeksi
dengan governor dan injektor yang menginjeksikan bahan bakar sehingga pada sistem ini
belum dapat memenuhi apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembakaran yang sempurna
di atas. Oleh karena itu diciptakanlah sistem injeksi common rail untuk dapat mengatasi
kelemahan yang terjadi pada sistem konvensional. Di mana dengan sistem injeksi ini
pengaturan penginjeksian menjadi lebih akurat sehingga akan menjamin terjadinya proses
pembakaran yang lebih sempurna dengan tingkat emisi yang lebih rendah dibanding sistem
yang konvensional.

Sumber : Bosch, 2002


Gambar 134. Sistem injeksi commonrail
146
8.2. SISTEM INJEKSI COMMONRAIL

Common rail direct fuel injection merupakan varian dari sistem injeksi langsung yang
modern pada mesin diesel. Tekanan injeksi yang dihasilkan sangat tinggi yaitu mencapai 1000
bar. Generasi ketiga common rail saat ini menggunakan injektor piezoelectric untuk
meningkatkan akurasi injeksinya, dengan tekanan bahan bakar mencapai 180 MPa/1800 bar.
Sistem common rail pada mesin diesel yang dikembangkan saat ini telah mencapai BME
Euro 6. Generasi ketiga common rail ini dapat menghasilkan emisi gas buang yang lebih
bersih, konsumsi bahan bakar yang lebih irit, lebih bertenaga dan lebih lembut.

8.2.1. Bagian-bagian Sistem Bahan Bakar Sistem Injeksi Common Rail


Sistem bahan bakar pada sistem injeksi common rail secara umum dapat dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu saluran tekanan rendah, saluran tekanan tinggi dan saluran
pengembali. Gambar di bawah merupakan salah satu contoh sistem bahan bakar dari
sistem injeksi common rail (Bosch EDC 16).

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 135. Sistem bahan bakar common rail

147
8.2.1.1. Saluran tekanan rendah
Saluran tekanan rendah dimulai dari tangki bahan bakar sampai dengan pompa
tekanan tinggi. Supply pump dipasangkan untuk menyuplai bahan bakar dari tangki
bahan bakar untuk pompa tekanan tinggi, dimana bahan bakar dari tangki akan disaring
terlebih dahulu oleh filter bahan bakar untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada
bahan bakar. Pada beberapa jenis kendaraan, kerja dari supply pump dibantu oleh pompa
elektrik yang diletakkan di dalam tangki bahan bakar. Dari supply pump bahan bakar
akan disalurkan ke pompa tekanan tinggi dimana sebelum masuk ke pompa tekanan
tinggi, volume bahan bakar yang akan dipompakan jumlahnya diatur terlebih dahulu
oleh fuel metering control valve berdasarkan perintah dari ECU. Pada beberapa produk
kendaraan yang khususnya untuk daerah yang mengalami musim dingin dilengkapi
dengan pemanas bahan bakar yang dipasang sebelum filter bahan bakar.

8.2.1.2. Saluran tekanan tinggi


Saluran tekanan tinggi pada sistem bahan bakar common rail memiliki tugas
untuk menyediakan dan mengatur tekanan bahan bakar sesuai dengan kebutuhan
penginjeksian. Pompa tekanan tinggi bertugas memompakan bahan bakar ke dalam rail
sesuai dengan putaran mesin. Kemudian bahan bakar dialirkan ke masing-masing
injektor melalui pipa tekanan tinggi. Tekanan bahan bakar di dalam rail diatur oleh fuel
rail pressure control valve (katup pengatur tekanan bahan bakar) dengan memvariasikan
ukuran saluran pengeluaran dari rail ke tangki bahan bakar. Kerja dari fuel rail pressure
control valve ini diatur oleh ECU. ECU mengetahui besarnya tekanan bahan bakar pada
rail berdasarkan informasi dari fuel rail pressure sensor yang terdapat pada rail.

8.2.1.3. Saluran Pengembali


Saluran pengembali berfungsi untuk mengembalikan kelebihan bahan bakar
yang berasal dari injektor, fuel metering control valve, dan fuel rail pressure control
valve ke tangki bahan bakar. Pada beberapa merek kendaraan khususnya pada kendaraan
yang digunakan pada tempat yang memiliki empat musim biasanya dilengkapi
denganpendingin bahan bakar yang dipasang sebelum tangki bahan bakar untuk
mendinginkan bahan bakar yang melalui saluran pengembali.

148
8.2.2. Komponen sistem bahan bakar common rail

8.2.2.1. Pemanas awal bahan bakar


Pemanas bahan bakar biasanya diaplikasikan pada kendaraan yang memiliki
musim dingin, di mana fungsi dari komponen ini adalah untuk memanaskan bahan bakar
untuk mencegah terjadinya gangguan saat musim dingin dimana suhunya dapat
mencapai –25oC. Prinsip kerja dari komponen ini adalah memanaskan bahan bakar
dengan menggunakan panas yang didapat dari air pendingin mesin dan dinding blok
mesin.

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 136. Skema sistem aliran pemanasan bahan bakar

8.2.2.2. Filter bahan bakar


Filter digunakan untuk menyaring kotoran-kotoran yang terdapat pada bahan
bakar. Filter bahan bakar terbuat dari elemen kertas dengan rata-rata lubang pori-porinya
adalah 5µm.

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 137. Filter bahan bakar
149
8.2.2.3. Supply Pump (Pompa Suplay)
Pompa suplay berfungsi untuk menyuplai bahan bakar ke pompa tekanan
tinggi. Pompa suplay bahan bakar bekerja dengan mengisap bahan bakar dari tangki
melalui filter bahan bakar dan kemudian menekannya ke pompa tekanan tinggi yang
sebelumnya akan melewati komponen fuel matering control valve.

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 138. Pompa suplay bahan bakar

8.2.2.4. Fuel metering control valve


Komponen ini berfungsi untuk mengatur volume bahan bakar yang masuk ke
pompa tekanan tinggi berdasarkan perintah ECU. Fuel metering control valve bekerja
dengan frekuensi yang dapat mencapai 180 Hz. Di mana apabila solenoid pada valve ini
dialiri arus listrik (ON) maka saluran pada valve ini akan terbuka dan akan lebih banyak
bahan bakar yang dikembalikan ke tangki bahan bakar. Apabila solenoid pada valve ini
OFF maka valve akan tertutup dan bahan bakar akan banyak yang dikirim ke pompa
tekanan tinggi.

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 139.Fuel metering control valve
150
8.2.2.5. Pendingin bahan bakar
Pendingin bahan bakar berfungsi untuk mendinginkan bahan bakar pada saluran
pengembali untuk menjamin tersedianya bahan bakar dengan kondisi yang dingin
sebelum disuplai kembali ke pompa tekanan tinggi. Bahan bakar setelah ditekan atau
dinaikkan tekanannya oleh pompa tekanan tinggi suhunya juga akan naik sehingga perlu
didinginkan, karena apabila suhunya terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
komponen-komponen pada sistem bahan bakar. Pendinginan bahan bakar dilakukan
dengan menggunakan air pendingin radiator. Di mana setelah bahan bakar didinginkan
suhunya dapat turun sampai dengan 40oC.

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 140. Pendingin bahan bakar

8.2.2.6. High pressure pump (Pompa tekanan tinggi)


Komponen ini memberikan tekanan kepada bahan bakar yang cukup tinggi
pada rail. Pompa tekanan tinggi merupakan pompa piston radial dengan tiga piston yang
masing-masing membentuk sudut 120o untuk membangkitkan tekanan tinggi pada bahan
bakar. Pompa tekanan tinggi diputar kira-kira 1,3 kali putaran poros nok. Biasanya
pompa ini digerakkan oleh timing gear mesin, dimana nantinya akan memutar nok
eksentrik pada pompa sehingga akan menyebabkan terjadinya gerakan bolak balik dari
piston pada pompa yang dapat menekan bahan bakar ke rail.

151
Sumber : Tony Kitchen
Gambar 141. Pompa tekanan tinggi

8.2.2.7. Rail
Rail merupakan penampung bahan bakar bertekanan tinggi yang dihasilkan
oleh pompa tekanan tinggi, rail ini dihubungkan dengan pipa-pipa tekanan tinggi ke
injektor. Terdapat beberapa komponen yang menyatu dengan rail yaitu katup pengatur
tekanan, sensor tekanan, pipa tekanan tinggi dan pipa saluran balik.

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 142. Rail

152
8.2.2.8. Rail Pressure Limiter Valve
Rail pressure limiter valveberfungsi sebagai pengaman apabila terjadi
ketidaknormalan yang menyebabkan tekanan bahan bakar meningkat menjadi sangat
tinggi. Komponen ini akan membebaskan tekanan pada rail apabila tekanan bahan bakar
mencapai 230 MPa (2300 bar) sehingga kelebihan bahan bakar tersebut akan
dikembalikan ke tangki bahan bakar.

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 143. Rail pressure limiter valve

8.2.2.9. Injektor (Nozzle)


Injektor berfungsi sebagai pengabut bahan bakar, sehingga bahan bakar menjadi
mudah bercampur dengan udara dan memudahkan terjadinya proses pembakaran.
Besarnya jumlah injeksi bahan bakar tergantung dari lamanya pengendalian selenoid,
lamanya membuka dan menutup jarum nozzle, aliran bahan bakar pada nozzle,
membukanya jarum nozzle dan tekanan bahan bakar pada rail. Beberapa jenis kendaraan
telah menggunakan injektor piezoelectric yang memiliki akurasi penginjeksian yang
lebih tinggi dan kemampuan untuk melakukan penginjeksian berkali-kali dalam satu
siklus pembakaran. Keramik piezo pada jenis injektor ini berfungsi untuk menggantikan
fungsi solenoid sebagai pembuka valve pada injektor. Keramik piezo akan mengembang
apabila dialiri arus listrik.

153
Sumber : Tony Kitchen
Gambar 144. Konstruksi injektor

8.2.2.10. Rail pressure control valve


Rail pressure control valve yang terletak dibagian belakang rail merupakan
komponen yang berperan untuk mengontrol tekanan bahan bakar pada rail dan
mempertahankan tekanan pada rail. Di manakerja dari komponen ini diatur oleh kontrol
unit mesin (ECU).

Sumber : Tony Kitchen


Gambar 145. Katup pengatur tekanan bahan bakar

154
ECU mengatur besarnya arus yang melalui solenoid pada komponen ini untuk
mengatur besarnya medan magnet yang dihasilkan. Apabila medan magnet
dibangkitkan maka katup akan tertutup, sedangkan saat tidak dialiri listrik maka katup
akan terbuka dan bahan bakar akan dialirkan ke tangki bahan bakar melalui saluran
pengembali. Dengan diatur seperti itu maka tekanan bahan bakar dapat dijaga sesuai
dengan yang dibutuhkan. Saat mesin dimatikan maka katup akan tertutup karena adanya
tekanan dari pegas, sehingga tekanan bahan bakar pada rail tidak akan turun secara
drastis saat mesin dimatikan.

8.2.2.11. Sensor tekanan bahan bakar


Sensor tekanan bahan bakar berperan untuk memberikan infomasi tekanan
bahan bakar pada rail kepada ECU. Tekanan bahan bakar yang berubah-ubah akan
merubah posisi diafragma pada sensor tekanan dan perubahan posisi diafragma tersebut
akan merubah tahanan elektrik sensor tersebut. Hal tersebut akan merubah besarnya
tegangan yang melewati sensor tersebut dan perubahan tegangan inilah yang akan
menjadi referensi bagi kontrol unit untuk mengetahui besarnya tekanan pada rail.

Sumber: Tony Kitchen


Gambar 146. Sensor tekanan rail

8.2.3. EMS pada Sistem Injeksi Common Rail


EMS pada sistem injeksi common rail memiliki sistem yang hampir sama
dengan sistem injeksi elektronis pada mesin bensin yang dikenal dengan Electronic Fuel
Injection (EFI), volume penginjeksian bahan bakar dikontrol secara elektronis. Kerja
injektor dalam menginjeksikan bahan bakar diatur oleh sebuah Electronic Control Unit
(ECU), perangkat pengontrol elektronis ini menerima beberapa masukan dari sensor-
sensor sehingga volume penginjeksian bahan bakar bisa disesuaikan secara tepat
berdasarkan berbagai masukan/input yang diterima oleh ECU tersebut.
155
Sumber : Denso Corporation, 2003
Gambar 147. Skema sistem kontrol

8.2.3.1. Sensor pada sistem injeksi common rail


a. Water Temperature Sensor
Sensor ini memiliki peran untuk mendeteksi temperatur air pendingin dan
mengirimkannya ke kontrol unit. Sensor ini merupakan thermistor yang bersifat
NTC(Negative Temperature Coefficient) yaitu apabila temperatur air pendingin naik
maka tahanannya menjadi turun. Perubahan tahanan pada sensor ini akan merubah
tegangan yang melaluinya dan perubahan tegangan inilah yang dijadikan referensi
kontrol unit untuk mengetahui berapa suhu air pendingin.

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 148. Sensor temperatur air pendingin

156
b. Intake Air Temperature Sensor
Sensor ini berperan untuk mengetahui temperatur udara masuk dan mengirimkan
informasinya berupa signal ke kontrol unit. Signal yang diterima digunakan untuk
mengkakulasi massa udara yang masuk. Penghitungan dilakukan untuk mengatur
volumepenginjeksian bahan bakar, mengontrol katup EGR (Exhaust Gas
Recirculation), dan mematikan EGR sesuai yang di perintahkan oleh kontrol unit.

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 149. Sensor temperatur udara masuk
c. Crankshaft sensor (Ne)
Sensor ini berfungsi untuk mengetahui putaran poros engkol dan putaran mesin.
Sensor ini menggunakan metode reluktansi magnet dan sebuah piringan reluktoryang
dipasang pada fly wheel. Sensor poros engkol ini dipasang pada blok silinder. Ketika
setiap segmen reluktor melewati kepingan kutup pada sensor, maka akan terjadi
induksi elektromagnet yang akan membangkitkan tegangan pada sensor. Penempatan
dan konsep kerja sensor ini sama seperti CKP sensor pada motor bensin dengan
sistem injeksi elektronik.
d. Cylinder recognition position sensor (G)
ECU mengetahui posisi TDC silinder dari signal yang diberikan oleh cylinder
recognition position sensor. Informasi ini digunakan oleh ECU sebagai salah satu
pertimbangan untuk menentukan waktu penginjeksian bahan bakar. Prinsip kerja dari
cylinder recognition position sensor adalah sensor ini akan mengalirkan atau
memutuskan tegangan berdasarkan ada atau tidaknya medan magnet. Jadi pada sensor
tersebut telah diberi signal tegangan 11 - 14 V ("high") dan saat segment piringan
poros nok berhadapan dengan sensor hall poros nok, signal tegangan yang terjadi
adalah 0 V (low). Signal 0 V ini digunakan oleh ECU untuk mengetahui TDC pada
silinder No. 1.
157
Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000
Gambar 150.cylinder recognition position sensor
e. Fuel Temperature Sensor
Sensor ini berfungsi untuk memberikan informasi kepada ECU mengenai
temperatur bahan bakar. Sensor ini menggunakan termistor NTC, dimana tahanannya
akan semakin turun apabila temperatur dari bahan bakar meningkat.

Sumber: Denso Corporation, 2003


Gambar 151. Fuel Temperature Sensor
158
f. Accelerator Position Sensor (Sensor Posisi Pedal Gas)
Accelerator position sensor berfungsi untuk memberikan informasi kepada ECU
mengenai posisi pedal gas. Tahanan dari sensor ini akan berubah seiring dengan
perubahan posisi pedal gas. Hal ini akan menyebabkan tegangan yang melewati
sensor tersebut berubah, dan perubahan tegangan inilah yang digunakan ECU untuk
menentukan posisi pedal gas.
g. Manifold Absolute Pressure Sensor
Sensor ini terletak pada bagian engine yang dihubungkan dengan slang vacuum ke
saluran intake manifold. Bagian ini berperan untuk mendeteksi tekanan intake
manifold dan mengirim signalnya ke kontrol unit. Apabila tekanan pada intake
manifol berubah, maka membran akan merubah nilai tahanan pada piezo resistor pada
sensor. Sehingga hal ini akan menyebabkan perubahan tegangan yang melewati
sensor tersebut dan perubahan tegangan inilah yang digunakan sebagai referensi
kontrol unit untuk menentukan tekanan intake manifold. Informasi ini digunakan oleh
kontrol unit sebagai pertimbangan untuk melakukan pembatas jumlah penginjeksian
saat beban penuh, pengaturan kerja EGR, menghitung jumlah massa udara yang
masuk. Kerja sensor ini mirip dengan kerja MAP sensor pada sistem injeksi
elektronik pada motor bensin,

Sumber : DaimlerCrhrysler, 2000


Gambar 152.Manifold Absolute Pressure Sensor

159
h. Turbo Pressure Sensor
Sensor ini termasuk dalam sensor tekanan semi konduktor. Sensor ini
memilikisifat tahanannya akan berubah saat terjadi perubahan tekanan. Karena satu
sensor digunakan untuk mengukur dua hal yaitu turbo pressure (tekanan intake
manifold saat turbocharger atau supercharger aktif) dan tekanan atmosfer maka
digunakanlah VSV.Kerja dari sensor ini adalah sebagai berikut:
 Pengukuran kondisi tekanan atmosfer
VSV diaktifkan selama 150 msec untuk mendeteksi tekanan atmosfer ketika
saat salah satu hal di bawah terjadi:
 Putaran mesin= 0 rpm
 Starter On
 Putaran idle stabil
 Pengukuran Turbo Pressure
VSV tidak diaktifkan untuk mendeteksi turbo pressure jika pengukuran tekanan
atmosfer dalam kondisi tidak aktif.

Sumber: Denso Corporation, 2003


Gambar 153.Manifold Absolute Pressure Sensor
160
8.2.3.2. Pengontrolan Injeksi dan sistem koreksi
a. Fuel Injection Quantity Control
Metode pengkalkulasian jumlah bahan bakar yang diinjeksikan didapat dari
perbandingan diantara dua hal dibawah, dimana yang menghasilkan kuantitas
penginjeksian yang paling kecillah yang digunakan.
 Kuantitas dasar penginjeksian bahan bakar didapat dari kalkulasi antara data posisi
pedal gas dengan putaran mesin.
 Kuantitas penginjeksian bahan bakar didapat dengan menambahkan beberapa
koreksi penginjeksian kepada kuantitas penginjeksian maksimum yang diperoleh
dari putaran mesin.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 154. Fuel Injection Quantity Control
Basic Injection Quantity
Metode ini ditentukan oleh putaran mesin dan posisi bukaan pedal gas. Di mana
saat putaran mesin konstan tetapi bukaan pedal gas bertambah maka kuantitas
penginjeksian akan ditambah. Saat bukaan pedal gas konstan, tetapi putaran mesin
bertambah maka kuantitas penginjeksian bahan bakar akan dikurangi.

161
Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)
Gambar 155. Grafik referensi basic injection quantity
Maximum Injection Quantity
Kuantitas penginjeksian maksimum didasarkan pada putaran mesin dan
ditambahkan dengan koreksi dari sensor tekanan intake manifold.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 156. Grafik referensi maximum injection quantity

Starting Injection Quantity


Ketika switch starter ON, kuantitas penginjeksian dikalkulasikan berdasarkan
pada data penginjeksian untuk starting yang sudah tersimpan pada ECU. Di mana
penambahan dan pengurangan kuantitas dasar penginjeksian pada saat starting
tergantung dari data yang diberikan oleh water temperature sensor dan putaran
mesin saat start.

162
Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)
Gambar 157. Grafik referensi maximum injection quantity
b. Pengatur Putaran Idle (Idle Speed Control/ISC) Sistem
ISC system mengontrol putaran idle dengan cara mengontrol kuantitas injeksi
untuk memastikan putaran mesin yang sebenarnya dapat mencapai target putaran
yang sudah dikalkulasikan oleh ECU. Di mana target putaran dikalkulasikan
berdasarkan temperatur air pendingin, On/Off nya Air Conditioner dan posisi gigi
transmisi.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 158. Proses sistem pengontrolan putaran idle
163
c. Kontrol Pengurang Getaran Idle (Idle Vibration Reduction Control)
Untuk mengurangi getaran ketika putaran idle atau putaran stasioner, maka
putaran sudut setiap silinder harus dibuat sama. Oleh karena itu putaran setiap silinder
selalu dimonitor dan apabila terdapat perbedaan yang cukup signifikan maka hal
tersebut harus segera di atasi dengan cara mengatur kuantitas penginjeksian bahan
bakar secara individual untuk setiap silindernya. Sehingga nantinya putaran idle
mesin yang terjadi akan lebih halus.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 159. Pengoreksian putaran idle terhadap getaran
d. Kontrol Waktu Penginjeksian (Fuel Injection Timing Control)
Waktu penginjeksian bahan bakar dikontrol dengan mengatur saat arus listrik
mengalir ke injektor. Sistem pinjeksi common rail terdapat dua macam penginjeksian
yaitu main injection dan pilot injection. Pengaturan ke dua macam penginjeksian
tersebut adalah sebagai berikut:
 Main injection timing
ECU mengkalkulasikan waktu penginjeksian dasar berdasarkan pada putaran
mesin dan kuantitas penginjeksian bahan bakar, dan menambahkan beberapa
koreksi penginjeksian bahan bakar untuk mendapatkan waktu penginjeksian utama
yang optimal.
 Pilot injection timing
Timing penginjeksian ini dikontrol dengan menambahkan pilot interval (jarak
waktu pilot injection dan main injection) kepada timing penginjeksian utama. Pilot
interval dikalkulasikan berdasarkan input dari kuantitas penginjeksian bahan
bakar, putaran mesin, temperatur cairan pendingin dan koreksi tekanan udara
masuk. Saat mesin dihidupkan pilot interval dikalkulasikan berdasarkan
temperatur air pendingin dan putaran mesin saat start.
164
Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)
Gambar 160. Pengontrolan waktu penginjeksian

8.2.3.3. Kontrol Lamanya Penginjeksian (Fuel Injection Rate Control)


Ketika lama waktu penginjeksian ditambah dengan keadaan tekanan
penginjeksian yang tinggi maka akan menyebabkan pembakaran menjadi terlambat.
Karena injection delay dan kuantitas bahan bakar yang diinjeksikan sampai terjadinya
pembakaran utama meningkat maka menyebabkan terjadinya knocking pada mesin
diesel dan meningkatnya emisi NOx. Karena alasan tersebut, pilot injection disediakan
untuk meminimalisir terjadinya knocking.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 161. Grafik Pilot Injection
165
8.2.3.4. Kontrol Tekanan Injeksi (Fuel Injection Pressure Control)
Tekanan penginjeksian bahan bakar diatur berdasarkan data kuantitas
penginjeksian bahan bakar, temperature air pendingin dan putaran mesin. Saat start,
tekanan penginjeksian bahan bakar ditentukan berdasarkan temperatur air pendingin dan
tekanan atmosfer.

Sumber: Denso International Thailand Co. (2005)


Gambar 162. Grafik pengontrolan tekanan injeksi

166
DAFTAR PUSTAKA
Allan Bonnick. (2001). Automotive Computer Controlled System. Madras, India: PT
Garamond.
Anonim. Toyota Computer Controlled System. Jakarta: Toyota Astra Motor.
. (2010). Gasoline Direct Injection. Ukraina: Autodata.
.Component for Gasoline Direct Injection System.
http://www.globaldenso.com/TECHNOLOGY/tec-report/2001/pdf/T2001_S10-
11.pdf.
. (2003). New Step 1 Training Manual. Jakarta: PT. TOYOTAASTRA MOTOR.
. Step 2 Engine Sensor. Jakarta: Hyundai Motor Company.
. Step 2 Engine Actuator. Jakarta: Hyundai Motor Company.
. (2000). Step 2 Ignition System. Jakarta: Toyota Astra Motor.
.(2006). EMS & Troubleshooting. Jakarta: Training Support & Development Hyundai Motor
Company.
.Ignition #3 - Distributor and Distributorless Types. USA: Toyota Motor Sales.
_______.(2008). Sistem Pengapian Elektronik. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan.
Auto Data. (2004). Technical data tuning Emmision Service Diagnosis Procedure Repair
Conditions. England : Auto data limited.
Bosch, Robert. (2000). Gasoline Fuel-Injection System K-Jetronic. Stuttgard: Department for
Automotive Services, Technical Publications (KH/PDI2).
.(2000).Diesel In-Line Fuel-Injection Pumps, Technical Instruction, 3rd Edition.
Germany:Robert Bosch GmBH.
DaimlerChrysler.(2000).Common Rail Diesel Injection (CDI), Systim Injeksi Bahan Bakar
Diesel, Edisi 1.Jakarta: PT. DaimlerChrysler Distribution Indonesia.
Denso Corporation. (2003). Common Rail System for NissanService ManualOperationYD1-K2
Type Engine. Japan: Denso Corporation.
Denso International Thailand Co. (2005). Common Rail System (HP3)for Mitsubishi
Triton4D56/4M41 Engine. Thailand: Denso International Thailand Co.
Kolbenschmidt Pierburg Group. Drive Module for Variable Intake Manifold BMW V8.
Neuenstadt : Germany.

167
Moch. Solikin.(2005). Sistem Injeksi Bahan Bakar Motor Bensin. Yogyakarta : PD Hidayat.
Siano, Daniela. (2010). Fuel Injection. Kroasia: Sciyo.
Stotsky, Alexander A. (2009). Automotive Engine control, Estimation, Statistical detection.
Denmark : Aalborg University.
Sullivan, Kevin R.. (2004). EFI #3-Fuel Delivery & Injection Control. www.
Autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Air Flow Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). EFI#2 - Air Induction System. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Engine Control Part#3 – Idle Speed Control. http://
www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Engine Controls – Input Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Pressure Sensors. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Sensors and Actuators. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Position Sensors. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Air Flow Sensor. http:// www.autoshop101.com.
Sullivan, Kevin R. (2004). Fuel and Evap System. http:// www.autoshop101.com.
Sutiman. (2011). Sistem Pengapian Elektronik. Yogyakarta: Citra Aji Pratama.
Tony Kitchen. Common Rail Diesel Fuel Systems. Ukraina: AK Training (Motor Industry
Professional Training and Development).
VolksWagon. Unit Injectors with Piezo Valves.
http://www.volkspage.net/technik/ssp/ssp/SSP_352.pdf
Wardan Suyanto. (1989). Teori Motor Bensin. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan
William B. Ribbens. (1998). Understanding Automotive Electronics. Boston: Butterworth–
Heinemann

168

Anda mungkin juga menyukai