ELEKTROMAGNETIKA
HUKUM AMPERE DALAM BENTUK INTEGRAL DAN VEKTOR
POTENSIAL
(Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Elektromagnetika semester ganjil)
Dosen Pengampu : Dr. Dwi Purwantoro Sasongko, M.Si
Disusun oleh :
Muhammad Alex Fadhly (24040121130059)
Syahraini Nafilah (24040122130067)
Nabila Halisa Chairina (24040122130087)
Alhamdulillahirabbil alamiin, segala puji dan syukur selalu terucap kepada Allah
SWT. atas dasar dan kehendak Nya lah kehidupan di dunia ini berjalan. Dengan izin-Nya,
kami kelompok 2 mampu menyelesaikan makalah dengan judul Hukum Ampere dalam
Bentuk Integral dan Vektor Potensial dalam rangka memenuhi mata kuliah
Elektromagnetika. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Elektromagnetika, Dr. Dwi Purwantoro Sasongko, M.Si yang sudah memberikan ilmu
kepada kami untuk mengerjakan makalah ini.
Makalah ini menjelaskan tentang materi Hukum Ampere dan Potensial Vektor. Di
mana, kami akan membahas mengenai penurunan rumus dari hukum Ampere dalam bentuk
integral, beberapa aplikasi dalam bentuk integral, perhitungan rotasi B, dan Potensial Vektor.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan.
Seperti, penjelasan yang kurang lengkap, bahasa yang rumit, materi yang kurang jelas, dan
kalimat yang kurang efektif. Maka dari itu, kami juga menyertakan saran-saran yang akan
kami lakukan untuk kedepannya.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hukum Ampere atau dikenal sebagai Hukum Sirkuit Ampere, adalah
hukum dasar listrik dan magnet yang mengukur hubungan antara medan magnet
dan arus listrik. Nama hukum ini diambil dari nama fisikawan dan matematikawan
Perancis Andre-Marie Ampere, yang mendirikan teori elektromagnetik pada tahun
1825. Hukum Ampere adalah versi formal dari Hukum Biot-Savart, yang juga
menghubungkan medan magnet dan arus yang dapat menghasilkan, integral garis
medan magnet di sekitar jalur yang dipilih secara sewenang-wenang sebanding
dengan arus listrik bersih yang dilingkupi oleh jalur tersebut. Dalam kebanyakan
kasus, bentuk integral digunakan untuk menghitung medan magnet. Medan magnet
ini akan memberikan hasil yang sama jika diperoleh dari Hukum Biot-Savart.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini akan membahas :
1. Bagaimana penurunan persamaan hukum Ampere dalam bentuk integral?
2. Apa saja aplikasi dalam bentuk integral ?
3. Bagaimana perhitungan langsung rotasi B?
4. Apa yang dimaksud dengan potensial vektor?
1.3Tujuan
Dilihat dari rumusan masalah di atas, makalah ini dibuat dengan tujuan :
1. Mengetahui bentuk penurunan persamaan hukum Ampere dalam bentuk
integral.
2. Mengetahui aplikasi dalam bentuk integral.
3. Mengetahui cara perhitungan langsung rotasi B.
4. Mengetahui penjelasan dari potensial vektor.
1
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui bentuk penurunan persamaan hukum Ampere dalam bentuk
integral.
2. Dapat mengetahui aplikasi dalam bentuk integral.
3. Dapat mengetahui cara perhitungan langsung rotasi B.
4. Dapat mengetahui penjelasan dari potensial vektor.
2
BAB II
ISI
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = 𝜇0 𝐼𝑒𝑛𝑐 … (2-2)
Dimana integralnya merupakan lintasan tertutup sembarang C dan 𝐼𝑒𝑛𝑐 adalah arus
total yang melewati luas yang dibatasi oleh kurva C. Lintasan C dapat berupa kurva
tertutup apa pun dan tidak perlu bertepatan dengan lintasan nyata apapun. Persamaan
(2-2) dikenal sebagai bentuk integral dari hukum ampere. Persamaan ini juga disebut
sebagai hukum rangkaian Ampere.
Selanjutnya, beri asumsi bahwa B dihasilkan oleh kawat tunggal yang membawa
arus I' sepanjang lintasan tertutup C’. Sehingga, B dapat dinyatakan dengan persamaan
:
𝜇0
𝑩= 𝐼′ 𝑑𝑠′ x
𝑹̂ …. (2-3)
∮
4𝜋 𝐶′ 𝑅2
𝜇0 𝐼′ 𝑑𝑠. (𝑑𝑠′x
= 4𝜋 ∮ ∮
𝑹̂ )
𝐶 𝑅2
𝐶′
3
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = 𝜇0 𝐼′ (𝑑𝑠 x 𝑑𝑠′) .
∮𝐶 ∮𝐶 ̂𝑹 … (2-4)
4𝜋
′ 𝑅2
Gambar 2.1
Di mana sebuah titik P terletak pada lintasan tertutup C. Kemudian, terdapat lintasan
tertutup C’ yang dialiri oleh sebuah arus I’, di mana titik P membentuk sebuah sudut
dengan lintasan C’ sebesar Ω (omega). Sudut yang terbentuk disebut dengan sudut
padat, yaitu sudut yang terbentuk oleh sebuah titik yang dicakup oleh suatu permukaan
atau bidang.
Setelah itu, titik P akan berpindah sepanjang lintasan tertutup C dengan jarak
perpindahan ds. Setelah titik P berpindah sejauh ds, sudut Ω yang terbentuk juga akan
berubah, sehingga sudut yang dibentuk C’dengan titik P yang lain akan berubah
menjadi Ω' = Ω + dΩ. Jadi, dΩ = perubahan sudut yang dipengaruhi perpindahan P
sebesar ds. Akan tetapi, kita juga dapat memperoleh perubahan relatif yang sama
dengan membayangkan titik P tidak berpindah dan menyebebakan perpindahan titik
pada lintasan tertutup C’ sebesar ds namun berlawanan arah (-ds). Jadi, dapat juga
4
dinyatakan
5
bahwa dΩ = perubahan sudut yang dihasilkan dengan menjaga P tetap diam dan
menggeser setiap titik pada lintasan C’ sebesar (-ds).
Sehingga, dapat dilihat bahwa luas daerah yang diarsir pada gambar 2.1 adalah:
𝜇0 𝐼′ (−𝑑𝑠 x 𝑑𝑠′) . ̂𝑹
∮ 𝑩 . 𝑑𝑠 = 4𝜋 ∮ ∮ 𝑅2
−
𝐶
𝐶 𝐶′
𝜇0 𝐼′ 𝑑𝑎 .
∮
̂𝑹
𝑩 . 𝑑𝑠 = − ∮ ∮ … (2-6)
𝐶 4𝜋 𝐶 𝐶′ 𝑅2
𝑑𝑎 . ̂𝑹 𝑑𝑎 cos 𝜓
𝑅2 = 𝑅2 = 𝑑Ω … (2-7)
Oleh karena itu, ketika kita dilakukan perhitungan integral pada C’ di persamaan 2-6,
kita dapat menjumlahkan semua ds' pada C’, sehingga persamaan 2-6 menjadi :
𝑑𝑎 . ̂𝑹
∮ = 𝑑Ω … (2-8)
𝐶′ 𝑅2
Dimana, dΩ adalah perubahan sudut padat yang teramati di titik P akibat perpindahan
titik P sepanjang ds.Dengan demikian, dapat dihitung integral dari persamaan 2-6
menjadi:
𝜇0 𝐼′
∮ 𝑩 . 𝑑𝑠 = − ∮ 𝑑Ω
𝐶 4𝜋 𝐶
𝜇0 𝐼′
∮ 𝑩 . 𝑑𝑠 = − ∆Ω … (2-9)
𝐶 4𝜋
6
1. Lintasan C tidak mengenai lintasan C'
Gambar 2.2
Jika perpindahan dimulai dari P, ketika kita kembali ke P setelah
menyelesaikan satu putaran pada lintasan tertutup C, sudut akhir memiliki
nilai yang sama dengan nilai awalnya. Sehingga ∆Ω = 0 dan persamaan 2-9
menjadi:
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = 0 … (2-10)
Gambar 2.3
Jalur pengintegrasiannya melingkupi sumber arus. Lebih mudah untuk
melihat perubahan yang akan terjadi jika kita memilih titik awal A tepat di
atas permukaan S' yang dikelilingi oleh C' dan titik akhir A' tepat di bawah
permukaan S’. Kemudian, terdapat batas antara titik A dan A’. Pertama-
tama, kita perhatikan bahwa arah 𝑛̂ normal ke permukaan C'.
a. Pada titik awal A.
7
Gambar 2.4
Sudut antara da' dan 𝑹̂ adalah 𝜓𝐴 = 900 − 𝛿 dimana 𝛿 sangat kecil
dan bernilai positif. Sudut yang dibentuk oleh da' di A adalah:
𝑑𝑎′ cos 𝜓𝐴
Di mana,
𝜓𝐴 = 900 − 𝛿
Maka sudut yang terbentuk adalah
𝑑𝑎′ cos(900 − 𝛿)
Ketika titik A didekatkan ke permukaan S', maka nilai 𝛿 → 0, sehingga
dari persamaan 2-7 didapatkan :
𝑑𝑎 cos 𝜓
𝑅2 = 𝑑Ω
𝑑𝑎′ cos(900−𝛿)
dΩ = 𝑅2
𝑑𝑎′ cos(900 − 𝛿)
∮ dΩ = ∮
𝐶′ 𝐶′ 𝑅2
𝑑𝑎′
∮ dΩ = cos(90 − 𝛿) ∮ 0
𝐶′ 𝐶′ 𝑅2
2𝜋𝑅2
Ω= 1
𝑅2
Ω𝐴 = Ω𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 = 2𝜋 … (2-11)
b. Di titik akhir A'.
Gambar 2.5
8
Sudut antara da' dan 𝑹̂ adalah 𝜓𝐴 = 900 + 𝜖 dimana 𝜖 positif dan
sangat kecil. Sudut yang dibentuk oleh da' di A adalah: 𝑑𝑎′ cos 𝜓𝐴
Di mana,
𝜓𝐴 = 900 + 𝜖
Maka sudut yang terbentuk adalah
𝑑𝑎′ cos(900 + 𝜖)
Ketika titik A’ didekatkan ke permukaan S', maka nilai 𝜖 → 0,
sehingga dari persamaan 2-7 didapatkan :
𝑑𝑎 cos 𝜓
𝑅2 = 𝑑Ω
𝑑𝑎′ cos(900+ 𝜖)
dΩ = 𝑅2
𝑑𝑎′ cos(900 + 𝜖)
∮ dΩ = ∮
𝐶′ 𝐶′ 𝑅2
𝑑𝑎′
∮ dΩ = cos(90 + 𝜖) ∮ 0
𝐶′ 𝐶′ 𝑅2
2𝜋𝑅2
Ω = −1
𝑅2
Ω𝐴′ = Ω𝐹𝑖𝑛𝑎𝑙 = −2𝜋 … (2-12)
∮ 𝑩 . 𝑑𝑠 = − 𝜇 𝐼′
0
𝐶 (−4𝜋)
4𝜋
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = 𝜇0𝐼′ … (2-13)
Kita juga dapat melihat bahwa jika integral tertutup C dibalik, maka A dan A'
akan ditukar, sehingga 𝛥𝛺 sama dengan +4, dan nilai integralnya adalah -𝜇0I'. Jika I’
searah dengan 𝑛̂ , maka akan bernilai positif. Jika I’ berlawanan arah 𝑛̂ , maka akan
bernilai negatif.
Jika terdapat lebih dari satu arus sumber arus, maka persamaan 2-13 menjadi :
9
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = ∑𝑖=𝑒𝑛𝑐𝑙𝑜𝑠𝑒𝑑 𝜇0𝐼′ = 𝜇0𝐼𝑒𝑛𝑐 … (2-14)
Persamaan 2-14 sama dengan 2-2 yang merupakan persamaan integral dari hukum
Ampere.
Gambar 2.6
𝑩 = 𝑩 𝜑 (𝑝)𝜑̅ … (2-15)
10
Pertimbangan ini sama validnya apakah titik medan berada di
dalam silinder atau di luarnya seperti yang ditunjukkan pada gambar. Jadi,
untuk setiap nilai p, dapat dipilih sebagai jalur integrasi sebuah lingkaran
berjari-jari p dan mengitarinya dalam arti yang sama dengan asumsi arah B.
Persamaan
∮𝐶 𝑩 . 𝑑𝑠 = 𝜇 𝐼 … (2-16)
0 𝑒𝑛𝑐
Akan menjadi,
𝑩𝜑 (𝑝) = 𝜇0 𝐼𝑒𝑛𝑐
… (2-18)
2𝜋 𝑝
a. Diluar Silinder
Dimana 𝑝 > 𝑎, dan C dengan jelas menutup arus total I, dengan
demikian 𝐼𝑒𝑛𝑐 = 𝐼 ,maka persamaannya akan menjadi:
𝑩𝜑 ( ) 𝜇0 𝐼𝑒𝑛𝑐 (p > a) … (2-20)
𝑝 = 2𝜋 𝑝
Dapat dilihat bahwa induksi di luar arus lurus yang panjangnya tak
terhingga. sama seperti jika arus adalah arus filamen sepanjang sumbu
silinder.
b. Di dalam silinder
Dimana 𝑝 < 𝑎, dan sekarang C tidak menutup semua arus tetapi hanya
sebagian kecil yang sama dengan luas lingkaran yang dilingkupi oleh C
dibagi dengan luas penampang total silinder, maka persamaannya
menjadi:
𝑩𝜑 (𝑝) = 𝜇0 𝐼 𝑝
(p > a) … (2-21)
2𝜋 𝑎2
Dapat disimpulkan saat diberikan nilai yang sama 𝐵𝜑(𝑎) = 𝜇0𝐼/2𝜋𝑎 pada
permukaan silinder sehingga B kontinu di atasnya. Hal ini sesuai karena
11
B hanya memiliki komponen tangensial dalam kasus ini dan tidak ada
arus permukaan K pada silinder.
Gambar 2.7
Sehingga,
1
𝑩= 𝜇0 𝐾 … (2-23)
2
12
Maka dapat disimpulkan bahwa besarnya B tidak tergantung pada jarak
dari arus lembaran.
Gambar 2.8
𝐾 = 𝑛𝑙 ... (2-24)
13
Sehingga,
𝐵𝑜 = 0
14
Gambar 2.9
curl B diberikan oleh persamaan (2.25) Kita juga bisa mendapatkan hasil yang sama
ini denganberoperasi langsung pada persamaan pendefinisian dasar kita untuk B.
Lebih mudahnya kita gunakan persamaan (2.26) dalam hal distribusi arus yang
berkelanjutan.
... (2-31)
... (2-32)
Di mana kita dapat untuk pergi dari istilah kedua ke ketiga karena batas
integrasi tergantungpada koordinat titik sumber (𝑥′, 𝑦′, 𝑧′), sedangkan ∇ melibatkan
turunan dengan koordinat titik bidang (𝑥, 𝑦, 𝑧).
… (2-33)
15
Pada suku kedua dan ketiga adalah nol karena setiap komponen ∇ beroperasi pada 𝑱′
bernilai nol sejak 𝑱′ hanya bergantung pada komponen 𝒓′.
Kita menggunakan persamaan (1-132) untuk mengubah dari ∇ menjadi ∇′ dalam suku
kedua dari sisi kanan untuk mendapatkan integral yang melibatkan koordinat prima
sehingga kita dapat melakukan integrasi:
.... (2-34)
... (2-35)
Kemudian menghasilkan:
... (2-36)
Kita hanya memperhitungkan arus yang stabil, dengan ∇′. 𝐉′ = 0 dan integral volume
menghilang. Sekarang distribusi arus sumber menempati volume terbatas, akibatnya
permukaan pembatas S′ selalu dapat dibuat cukup besar sehingga J′(r′) = 0 pada semua
titik S′ dan integral permukaan juga lenyap. Jadi, seperti yang kita katakan, integral
dalam persamaan (15-33) adalah nol, dan persamaan (15-32) berkurang menjadi:
... (2-37)
Kemudian komponen x dari sisi kanan tangan persamaan ini memiliki bentuk yang
persis sama dengan (4-23), dengan 𝜇0𝐽𝑥′menggantikan 𝜌⁄𝜀0. Hasil pengintegrasian (4-23)
ditemukan (4-26) sehingga dapat dinyatakan:
......(2-39)
16
Dengan cara yang sama untuk komponen y dan z. Menambahkan hasil inidan
akhirnya menjatuhkan prima pada 𝑱′ untuk menyetujui konvensi notasi standar, kita
mendapatkan:
. ... (2-40)
4𝜋
∮𝐿 ∇ ∙ [ 𝑅2
] … (2-41)
Sementara itu berdasarkan identitas vector dapat dinyatakan bahwa
𝑑𝑠′×𝑅̂
𝑅̂ ′) ′ 𝑅̂ … (2-42)
∇× = 0 … (2-43)
𝑅̂
Sehingga, 𝑟2
∇ ∙ 𝐵 = 0 (𝒕𝒆𝒓𝒃𝒖𝒌𝒕𝒊)
17
= −𝑑𝑠 ×
(
∇ =∇×
𝑅
)− (
𝑅
)=∇×(
𝑅
) … (2-46)
𝑟2
R
18
Karena ∇ × 𝑑𝑠′ = 0 maka persamaan menjadi:
𝑑𝑠′ × 𝑅̂ ds′
=∇×( )
𝑅2 𝑅
Sehinnga 𝐵⃑` dapat dinyatakan dengan,
𝐵⃑` = 𝜇0 ds′
∫∇ )
4𝜋 𝑅
(
𝜇0 ds′
⃑`
𝐵 = ∇ × ( ∫ ) …(2-47)
4𝜋 𝑅
𝜇0 𝐽(𝑟′)𝑑𝜏′
𝐴` = ∮ 𝑑𝑣
4𝜋 𝑅
𝑣′
𝐴` = 𝜇0 ∮ 𝐾(𝑟 )𝑑𝑎′
′
4𝜋 𝑅
𝑠′
Sementara itu potensial vector yang dihasilkan oleh titik muatan yang
bergerak adalah:
𝜇0𝑣⃑`
𝐴` = … (2-49)
4𝜋𝑅
∇ × ∇ × 𝐴` = 𝜇0𝐽`
Melalui identitas vector dapat dinyatakan:
19
∇. 𝐴` = 𝐵⃑`
∇. 𝐴` = 0
Sehingga kita bisa mendefinisikan bahwa rotasi dari 𝐴` sebanding dengan 𝐵⃑` ,
tetapi jika divergensi dan rotasinya independent kita bisa mengabaikan nilai dari
divergensi
𝐴` , sehingga kita bisa menentukan nilai dari divergensi 𝐴` secara bebas. Dalam hal
ini kita dapat menentukan nilai dari divergensi 𝐴` sama dengan nol. Karena hal itu
kita hanya akan mendapat persamaan:
∇2𝐴` = −𝜇0𝐽`
Dalam koordinat kartesian yang tegak lurus,
∇2𝐴𝑥 = 𝜇0𝐽𝑥 ∇2𝐴𝑦 = 𝜇0𝐽𝑦 ∇2𝐴𝑧 = 𝜇0𝐽𝑧
b) Induksi Uniform
𝛻 ∙ 𝐵⃑` = 0 → 𝐵⃑` = 𝛻 × 𝐴`
Vektor A inilah yang disebut potensial vector. Dari penjelasan dapat kita tahu
bahwa ada beberapa bidang vector yang bisa menghantarkan listrik atau medan
magnet yang sama.
Salah satu contoh kasus sederhana, suatu induksi uniform, 𝑩 = 𝐵𝒛̂, dimana 𝐵 =
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛. Diambil sumbu z menuju B, sehinga di dapatkan :
𝐵𝑥 =
𝜕𝐴𝑧 𝜕𝐴𝑦 = 0
𝜕𝑦 − 𝜕𝑧
𝜕𝐴𝑥 𝜕𝐴𝑧
𝐵 = − =0
𝑦
𝜕𝑧 𝜕𝑥
𝜕𝐴𝑦
𝐵𝑧 = − 𝜕𝐴𝑥 = 𝐵0
𝜕𝑥 𝜕𝑦
Sehingga,
𝐴𝑦 = 𝑥𝐵0 𝐴𝑥 = 0 𝐴𝑧 = 0
𝐴𝑥 = −𝑦𝐵0 𝐴𝑦 = 0 𝐴𝑧 = 0
1 1
𝐴𝑥 = − 𝑦𝐵0 𝐴𝑦 = − 𝑥𝐵0 𝐴𝑧 = 0
2 2
20
Gambar 2.10 Variasi potensial vector dalam induksi uniform yang sama
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi yang ada di Bab II, makalah ini berhasil mencapai tujuan,
yang dapat kami simpulkan:
1. Bentuk persamaan integral dari hukum Ampere adalah
∮ 𝑩 . 𝑑𝑠 = 𝜇0 𝐼𝑒𝑛𝑐
𝐶
B. Saran
Dari kegiatan yang sudah saya lakukan yaitu, menyusun makalah
Elektromagnetika, Hukum Ampere dalam Bentuk Integral dan Vektor Potensial.
Saran-saran yang harus saya penuhi untuk kedapannya adalah :
1. Terus tingkatkan lagi rasa syukur kepada Allah SWT.
2. Intropeksi diri dari kekurangan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
22
3. Jadikan membaca buku sebagi hobi, karena dengan membaca buku kita bisa
menambah wawasan.
4. Buku gudang nya ilmu dan kunci nya adalah dengan membacanya. Jadi, kita
harus perbanyak baca buku untuk menemukan ilmu lebih banyak.
5. Agar lebih memahami tentang hukum ampere dalam bentuk integral dan
potensial vektor dapat mempelajari buku electromagnetic fields roald k.
Wangsness, ataupun rujukan lainnya, baik dari buku maupun internet.
23
DAFTAR PUSTAKA
Wangness, R. K. 1986. Electromagnetic Fields. New York: Jhon Wiley&Sons.
24