FENOMENA DASAR
OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan “Laporan Praktikum
Fenomena Dasar”, untuk memenuhi tugas dari Praktikum Fenomena Dasar.
Demi kesempurnaan laporan praktikum ini tentunya kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih yang sedalam
dalamnya kepada pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
DEFLEKSI BATANG
1.1 Tujuan
1. Mengetahui teori dasar defleksi pada batang uji berbentuk rectangular dan
circular.
2. Membandingkan defleksi batang hasil percobaan dengan hasil perhitungan
(secara teoritis).
3. Mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi defleksi pada batang.
dØ
4
ditimbulkan oleh beban ini. Selanjutnya dibuat ketentuan bahwa defleksi maksimum
tidak boleh melampaui suatu bagian kecil tertentu dari rentang batang.
Misalkan kurva AmB pada gambar diatas merupakan bentuk sumbu batang
setelah lenturan (pembengkokan terjadi). Lenturan terjadi pada bidang simetri oleh
karena gaya-gaya lintang yang bekerja pada bidang-bidang itu. Kurva ini dinamakan
Kurva Defleksi (Deflection Curve).
Untuk mendapatkan persamaan diferensial kurva ini ditarik sumbu-sumbu
koordinat seperti terlihat pada gambar dan anggap bahwa lengkungan kurva defleksi
pada titik manapun, hanya tergantung kepada besarnya momen M di titik itu.
Persamaan tersebut adalah:
d2y
EI. = - Mx
dx 2
dy
EI. = EIӨ = Mdx + C (Persamaan Kurva Kemiringan)
1
dx
EIy = Mdx.dx + C x + C (Persamaan Kurva Elastis)
1 2
Dimana:
x dan y= adalah sistem koordinat
E = modulus elastisitas batang
I = momen inersia penampang batang terhadap sumbu netral.
Mx = momen bending pada jarak x, biasanya merupakan fungsi x.
C1 dan C2 adalah konstanta integrasi yang harus dievaluasi dari kondisi balok
tertentu dan pembebanannya.
dØ
dØ
t B/A
ØAB
5
M
dӨ = dx
EI
Persamaan ini kalau ditafsir dari grafis diatas maka dӨ adalah sama dengan luas
bidang elemen Mdx yang diarsir pada diagram momen lentur dibagi dengan
flextural rigidity beam (EI). Persamaan diatas berlaku untuk elemen-elemen yang
kecil sehingga sudut Ө antara garis singgung di titik A dan B akan didapat dengan
menjumlahkan elemen-elemen, sehingga secara integral dapat dituliskan:
B
M
ӨAB = dx
A EI
Sehingga dari persamaan diatas lahir theorema I yaitu:“Besarnya sudut antara
garis singgung yang melalui sembarang titik pada suatu garis eleastisitas adalah
merupakan luasan bidang momen antara titik-titik tersebut dibagi dengan EI
beam“. Sehingga dapat ditulis dalam bentuk:
(Luas) AB
ӨAB =
EI
Jarak vertikal antara garis singgung yang melalui titik D dan E yang berpotongan
dengan garis vertikal yang melelui titik B adalah dt. Setiap segitiga yang terbentuk
ini dianggap sebagai busur lingkaran dengan jari-jari x dan dengan sudut dӨ.
dt = x dӨ
Untuk jarak penyimpangan vertikal titik B adalah merupakan penjumlahan dt dari
setiap elemen-elemen kecil dari titik A sampai titik B sehingga bisa dituliskan
sebagai berikut:
B B
M 1 B
tAB = BB’ = xd = x dx = x(Mdx )
A A
EI EI A
1.2.3 Statis Taktentu Pada Batang Elastis
Suatu batang dikatakan statis tertentu, Gaya reaksi tumpuan batang akibat Gaya
luar yang bekerja pada batang tersebut dapat dihitung dengan persamaan statis yaitu:
ΣFx = 0; ΣFy = 0; ΣM = 0
Suatu batang dikatakan statis tak tentu, Gaya reaksi tumpuan batang akibat Gaya
luar yang bekerja pada batang tidak bisa dihitung dengan persamaan statis saja.
Dalam hal ini perlu ada tambahan persamaan yaitu persamaan akibat deformasi dari
beam.
6
Rumus Umum δ untuk tipe tumpuan Rol – Rol:
R x3 P ( x a ) R L3 P ( L a )3
3
δ= A
- + A
+ x
6EI 6EI 6LEI 6LEI
1.2.5 PEMBEBANAN DENGAN TIPE TUMPUAN JEPIT-JEPIT
Pembebanan dengan menggunakan tipe tumpuan jepit-jepit menggunakan
spesimen 6 mm atau □ 6 x 10 mm:
64
7
• Batang uji profil rectanguler dan circuler
Bentuk rektangular adalah spesimen □ 6 x 10 mm
Bentuk circular adalah spesimen ○ 6 mm
Bahan spesimen uji yaitu SS AISI No 301
E spesimen = 1,97 x 106 kg/cm2
VARIASI L E I
P a (mm) (N/mm2) (mm4) δ teoritis δ percobaan
(N) (mm)
290 580 1,97.105 63,585 0,746 0,0275
2.3 210 580 1,97.105 63,585 0,735 0,04
160 580 1,97.105 63,585 0,476 0,11
290 580 1,97.105 63,585 1,493 0,56
4.6 210 580 1,97.105 63,585 1,274 0,09
5
160 580 1,97.10 63,585 0,953 0,23
290 580 1,97.105 63,585 2,24 0,83
6.9 210 580 1,97.105 63,585 1,911 0,18
160 580 1,97.105 63,585 1,43 0,35
290 580 1,97.105 63,585 2,99 1,12
9.2 210 580 1,97.105 63,585 2,548 0,21
160 580 1,97.105 63,585 1,908 0,49
Keterangan:
I = Momen inersia
P= F = m x g = Pembebanan yang terjadi
m = massa (kg)
g = gaya gravitasi (m/s2)
L= Jarak tumpuan (mm)
E= Modulus elastisitas bahan.
δ = Defleksi batang (mm)
8
Jawaban:
9
Jawaban:
10
Jawaban:
δ (mm)
2 Teoritis 6.9
1.5 Teoritis 9.2
1 Percobaan 3.2
0.5 Percobaan 4.6
0 Percobaan 6.9
350 300 250 200 150 100 50 0
Percobaan 9.2
a (mm)
2 Teoritis 210
1.5 Teoritis 160
1 Percobaan 290
0 Percobaan 160
0 2 4 6 8 10
Beban (N)
11
1.6 Dokumentasi
12
BAB II
FLAST POINT DAN FIRE POINT
2.1Tujuan
• Mengetahui titik nyala (Flast Point) dan titik bakar (Fire Point) dari bahan
bakar
• Mengetahui pengaruh aditif atau campuran lain terhadap titik nyala dan titik
bakar.
2.2Dasar Teori
Secara umum bahan bakar dibedakan menjadi:
• Bahan Bakar padat, antara lain: batu bara, kayu dan ampas.
• Bahan bakar cair, antara lain: bensin, solar, minyak tanah.
• Bahan bakar gas antara lain: natural gas, petroleum gas, biogas
Bahan bakar cair merupakan hydrokarbon komponen yang didapat dari sumber alam
maupun secara buatan. Beberapa keunggulan bahan bakar cair dibandingkan bahan
bakar padat antara lain:
➢ Handlingnya yang mudah
➢ Menggunakan alat bakar yang lebih kompak
➢ Keberhasilan dari hasil pembakarannya.
Salah satu kekurangan adalah harus melalui proses pemurnian yang cukup komplek.
Dalam suatu bahan bakar cair, karakteristik yang perlu diperhatikan adalah besarnya
flast point dan fire point.
• Flast Point adalah temperatur pada keadaan dimana uap diatas bahan bakar
akan terbakar dengan cepat (meledak) apabila nyala api didekatkan padanya.
• Fire Point adalah temperatur pada keadaan dimana uap diatas permukaan
bahan bakar secara kontinyu apabila nyala api didekatkan padanya.
Flast point dan fire point penting untuk mengetahui karakteristik kestabilan bahan
bakar terhadap kemungkinan menyala/terbakar. Juga untuk mempertimbangkan cara
penanganan serta deliveri yang aman.
2.3PERALATAN PRAKTIKUM
• Flash point tester, dengan asesoris: 1 test inset with cover & cup, 1
termometer, 1 stirrer coupling, 1 dripping vessel, 1 holder.
• Bahan bakar solar
• Aditif, menggunakan Diesel Fuel Treatment & Injection Cleaner Fights
Injector & Pump Cleaner 8 FL 0Z (236 ml)
14
2.5 PENGUMPULAN DATA
Data yang dicatat dalam pengujian
66 4 38 81
66 12 39 50
2.6 Tugas
1. Buatlah grafik hubungan jumlah zat aditif dan temperatur untuk flash point
dan fire point!
2. Berilah penjelasan/analisa hasil pengujian!
15
Jawaban :
Grafik hubungan jumlah zat aditif dan temperatur untuk flash pointdan fire point :
80
Temperatur (ᵒC)
60
40 Fire Point
Flash point
20
0
0 5 10 15 20
Zat adiktif (ml)
Secara teoritis dengan menambahkan zat adiktif ke dalam bahan bakar, dapat
mempercepat atau menurunkan temperature flash point dan fire point bahan bakar
yang dalam percobaan ini adalah solar. Hal ini disebabkan oleh susunan rantai karbon
yang panjang yang dimiliki zat adiktif sehingg membuat bahan bakar semakin mudah
dan cepat untuk terbakar.
Berdasarkan data spesifikasi bahan bakar oleh Pertamina, solar memiliki fire
point pada 52ᵒC. Sedangkan data yang diperoleh saat percobaan, didapati bahwa fire
point solar murni terjadi pada temperaatur 69C. selain itu pada grafik dapat dilihat
hubungan antara temperatur dan zat adiktif dimana flash point dan fire point
mengalami perubahan seiring perubahan zat adiktif. Namun perubahan yang terjadi
tidak sesuai dengan teori yang ada, dimana pada percobaan penambahan 5 ml zat
adiktif memiliki flash point dan fire point yang lebih tinggi dari flash poin dan fire
point solar murni. Pada percobaan penambahan 15 ml zat adiktif memiliki flash point
lebih tinggi dari flash point solar murni akan tetapi memiliki fire point lebih rendah
dari fire point solar murni.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu. :
1. Flash point tester tidak dikalibrasi atau kurang kalibrasi.
2. Lingkungan, yaitu saat melakukan percobaan tidak di ruang yang terisolasi
secara sempurna, dimana saat percobaan berlangsung terdapat angin yang lumayan
kencang.
3. Manusia, yaitu ketika membuka atu menutup katup kurang sempurna akan
menyebabkan tidak validnya perolehan data.
16
2.6 Dokumentasi
Gambar 2.3 Proses Penuangan ZatGambar 2.4 Proses PencampuranGambar 2.5 Proses Penuangan Solar
Adiktif pada Cawan Solar dengan Zat Adiktif
Gambar 2.6 Proses Pengukuran Zat Gambar 2.6 Proses Fire Point
Adiktif
17
BAB III
IMPACT JET
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui gaya yang dihasilkan oleh sebuah jet air yang menumbuk
permukaan sebuah pelat atau pembelok yang merupakan laju perubahan
momentum.
2. Mengetahui perbedaan gaya yang dihasilkan dengan pembelok yang berbeda.
3. Menambah pengetahuan cara kerja alat dan pengoprasian alat uji.
4. Membandingkan sekaligus membuktikan teori-teori yang didapat dibangku
kuliah, dengan kenyataan dilapangan.
18
Bila k = ρ A dan n = 2 (untuk kedua nozzle)
Maka akan diperoleh:
a. Untuk nozzle 8 mm maka k = 0,0502
b. Untuk nozzle 5 mm maka k = 0,0196
•
Perubahan dalam momentum = m 2V
Gaya dalam arah jet air F = 2 =ρAV
m V, dimana m
Maka
F = 2 ρ A V2
Dengan k = 2 ρ A dan n = 2 (untuk 2 nozzle)
3.3 PERHITUNGAN-PERHITUNGAN
a). Bidang Tumbuk Datar
Secara Teoritis:
Dengan perhitungan, F = ρ A V2 Newton
2
Nozzle 5 mm, F = V
50,9
2
Nozzle 8 mm, F = V
19,9
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 2,53 + log C
- 1 = m 1,44 + log C
Maka diperoleh m = 1,83 sehingga log C = - 3,6299
19
Jadi
V1,83
F=
37,7
V1,90
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm, didapat F =
15,7
b). Bidang Tumbuk Conical
Dengan perhitungan, F = ρ A V2 sin θ
2
V
Nozzle 5 mm, F =
72
V2
Nozzle 8 mm, F =
28
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 3,15 + log C
- 1 = m 1,95 + log C
Maka diperoleh m = 1,67 sehingga log C = - 4,2605
V1,67
Sehingga F =
71
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm adalah;
V 1,82
F=
44
c). Bidang Tumbuk Hemispherical
Dengan perhitungan, F = 2 ρ A V2
V2
Nozzle 5 mm, F =
25,25
V2
Nozzle 8 mm, F =
9,9
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 2,32 + log C
- 1 = m 1,24 + log C
Maka diperoleh m = 1,85 sehingga log C = - 3,2963
V1,85
Sehingga F =
27
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm adalah;
V 1,92
F=
10,2
20
3.4 ALAT-ALAT PRAKTIKUM
a. Vane type : Flat, Conical, hemispherical
b. Nosel : 5 mm dan 8 mm
c. Massa : 3,0 kgm
d. Impact jet : Panjang 225 mm, Lebar 160 mm dan tinggi 450 mm
e. Stop watch
21
Keterangan
a) Bidang tumbuk datar yang ditumbuk oleh gaya sebesar F.
b) Bidang tumbuk hemispherical yang ditumbuk oleh gaya yang sama.
c) Nozzle dengan diameter 5 mm dan 8 mm.
3.6 TUGAS
3.6.1 Buatlah tabel hasil-hasil percobaan
3.6.2 Buatlah grafik hubungan F dengan V untuk masing-
masing bidangtumbukan
3.6.3 Buatlah tabel hasil-hasil perhitungan
3.6.4 Analisalah hasil pecobaan dan perhitungan yang telah diperoleh!
22
Tabel 4.2 Hasil perhitungan percobaan
No Balance Pressure Debit Kecepatan Gaya F
Weight (bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1
23
Jawaban
24
Jawaban
Grafik hubungan F dengan V untuk masing-masing bidangtumbukan
Hubungan F dan V
4
3.5
3 Nozzle 5 mm - datar
2.5
F (N)
2 Nozzle 8 mm - datar
1.5
Nozzle 5 mm -
1
Hemispherical
0.5
Nozzle 8 mm -
0 Hemispherical
0 5 10 15
V (m/s)
25
Jawaban
Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,44 0,13 6,9 1,87
Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,28 0,24 4,83 2,34
Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,61 0,24 4,83 1,629
Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,38 0,293 5,82 1,702
26
Jawaban
27
Jawaban
28
Jawaban
29
Jawaban
Dari data percobaan yang ada dan hasil perhitungan yang didapat maka dapat
disimpulkan bahwa
1. Besar debit aliran mempengaruhi laju dari kecepatan aliran dimana semakin besar
debit air maka semakin besar juga kecepatan aliran
2.luas penampang dan kecepatan aliran mempengaruhi besar gaya tumbuk pada
bidang dimana luas penampang yang besar dan kecepatan aliran yang semakin besar
maka akan menghasilkan gaya yang lebih besar juga.
30
3.6 Dokumentasi
31