Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

FENOMENA DASAR

OLEH:

1. Ishak Danus (1905531046)


2. Dimas Ariwidiarto (1905531047)
3. Berlian Jimbun Fatahillah (1905531048)
4. Cindy Dwi Meylinda (1905531050)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan “Laporan Praktikum
Fenomena Dasar”, untuk memenuhi tugas dari Praktikum Fenomena Dasar.
Demi kesempurnaan laporan praktikum ini tentunya kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih yang sedalam
dalamnya kepada pembaca.

Bukit Jimbaran, Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. (i)


DAFTAR ISI .............................................................................................................. (ii)
PETUNJUK UMUM PRAKTIKUM
BAB I DEFLEKSI BATANG
1.1 Tujuan ........................................................................................................ 4
1.2 Dasar Teori ................................................................................................ 4
1.3 Alat dan Bahan Praktikum ......................................................................... 6
1.4 Prosedur Praktikum ................................................................................... 6
1.5 Tugas ......................................................................................................... 6
1.6 Dokumentasi

BAB II FLASH POINT & FIRE POINT


2.1Tujuan ......................................................................................................... 14
2.2Dasar Teori ................................................................................................. 14
2.3Peralatan Pengujian .................................................................................... 15
2.4Prosedur Pengujian ..................................................................................... 15
2.5Pengumpulan Data ...................................................................................... 16
2.6Tugas........................................................................................................... 16
2.7 Dokumentasi

BAB III IMPACT JET


3.1Tujuan ......................................................................................................... 17
3.2Dasar Teori ................................................................................................. 17
3.3Perhitungan-Perhitungan ............................................................................ 19
3.4Alat-Alat Praktikum.................................................................................... 20
3.5Prosedur Praktikum .................................................................................... 22
3.6Tugas........................................................................................................... 23
3.7 Dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 25

3
BAB I
DEFLEKSI BATANG
1.1 Tujuan
1. Mengetahui teori dasar defleksi pada batang uji berbentuk rectangular dan
circular.
2. Membandingkan defleksi batang hasil percobaan dengan hasil perhitungan
(secara teoritis).
3. Mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi defleksi pada batang.

1.2 DASAR TEORI


1.2.1 Persamaan Diferensial Kurva Defleksi
Defleksi adalah perubahan yang berupa lendutan yang dihitung dari kondisi awal
tanpa beban sampai batang melendut akibat pembebanan. Penggambaran defleksi
yang terjadi pada batang yang ditumpu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.1. Batang sebelum dan sesudah dibebani.


Penurunan titik C setinggi Y dari titik awal inilah yang disebut defleksi. Besarnya
defleksi Y disetiap jarak X pada batang dapat dihitung. Hubungan ini bisa dituliskan
dalam bentuk persamaan yang sering dinamakan persamaan defleksi.

Gambar 1.2. Kurva Defleksi.


Didalam mendesain suatu poros, perhatian biasanya tidak hanya ditujukan kepada
tegangan-tegangan yang timbul akibat aksi beban, tetapi juga kepada defleksi yang

4
ditimbulkan oleh beban ini. Selanjutnya dibuat ketentuan bahwa defleksi maksimum
tidak boleh melampaui suatu bagian kecil tertentu dari rentang batang.
Misalkan kurva AmB pada gambar diatas merupakan bentuk sumbu batang
setelah lenturan (pembengkokan terjadi). Lenturan terjadi pada bidang simetri oleh
karena gaya-gaya lintang yang bekerja pada bidang-bidang itu. Kurva ini dinamakan
Kurva Defleksi (Deflection Curve).
Untuk mendapatkan persamaan diferensial kurva ini ditarik sumbu-sumbu
koordinat seperti terlihat pada gambar dan anggap bahwa lengkungan kurva defleksi
pada titik manapun, hanya tergantung kepada besarnya momen M di titik itu.
Persamaan tersebut adalah:
d2y
EI. = - Mx
dx 2
dy
EI. = EIӨ = Mdx + C (Persamaan Kurva Kemiringan)
1
dx
EIy = Mdx.dx + C x + C (Persamaan Kurva Elastis)
1 2
Dimana:
x dan y= adalah sistem koordinat
E = modulus elastisitas batang
I = momen inersia penampang batang terhadap sumbu netral.
Mx = momen bending pada jarak x, biasanya merupakan fungsi x.
C1 dan C2 adalah konstanta integrasi yang harus dievaluasi dari kondisi balok
tertentu dan pembebanannya.

1.2.2 Metode Luas Bidang Momen


Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan defleksi pada suatu titik
tertentu.


t B/A
ØAB

Gambar 1.3. Metode Luas Bidang Momen


Pada gambar di atas sebuah batang AB menerima beban tertentu sehingga
mengalami lendutan. Demikian pula akan terjadi momen lentur. Kita tinjau dua buah
titik D dan E yang setelah melendut mempunyai jarak sejauh ds dan perpotongan
normal dari titik tersebut di O membentuk sudut dӨ dan diagram momennya akan
terbentuk seperti pada gambar yang diarsir. Persamaan yang dihasilkan adalah:
1 M
dӨ = ds = ds
EI
Karena defleksi yang terjadi sangat kecil maka dapat dituliskan ds = dx sehingga:

5
M
dӨ = dx
EI
Persamaan ini kalau ditafsir dari grafis diatas maka dӨ adalah sama dengan luas
bidang elemen Mdx yang diarsir pada diagram momen lentur dibagi dengan
flextural rigidity beam (EI). Persamaan diatas berlaku untuk elemen-elemen yang
kecil sehingga sudut Ө antara garis singgung di titik A dan B akan didapat dengan
menjumlahkan elemen-elemen, sehingga secara integral dapat dituliskan:
B
M
ӨAB = dx
A EI
Sehingga dari persamaan diatas lahir theorema I yaitu:“Besarnya sudut antara
garis singgung yang melalui sembarang titik pada suatu garis eleastisitas adalah
merupakan luasan bidang momen antara titik-titik tersebut dibagi dengan EI
beam“. Sehingga dapat ditulis dalam bentuk:
(Luas) AB
ӨAB =
EI
Jarak vertikal antara garis singgung yang melalui titik D dan E yang berpotongan
dengan garis vertikal yang melelui titik B adalah dt. Setiap segitiga yang terbentuk
ini dianggap sebagai busur lingkaran dengan jari-jari x dan dengan sudut dӨ.
dt = x dӨ
Untuk jarak penyimpangan vertikal titik B adalah merupakan penjumlahan dt dari
setiap elemen-elemen kecil dari titik A sampai titik B sehingga bisa dituliskan
sebagai berikut:
B B
M 1 B
tAB = BB’ = xd = x dx = x(Mdx )
A A
EI EI A
1.2.3 Statis Taktentu Pada Batang Elastis
Suatu batang dikatakan statis tertentu, Gaya reaksi tumpuan batang akibat Gaya
luar yang bekerja pada batang tersebut dapat dihitung dengan persamaan statis yaitu:
ΣFx = 0; ΣFy = 0; ΣM = 0
Suatu batang dikatakan statis tak tentu, Gaya reaksi tumpuan batang akibat Gaya
luar yang bekerja pada batang tidak bisa dihitung dengan persamaan statis saja.
Dalam hal ini perlu ada tambahan persamaan yaitu persamaan akibat deformasi dari
beam.

1.2.4 PEMBEBANAN DENGAN TIPE TUMPUAN ROL - ROL


Pembebanan dengan tipe tumpuan rol-rol menggunakan spesimen 6 mm atau □
6 x 10 mm:

Gambar 1.4. Balok dengan tipe tumpuan rol-rol (dua Perletakan)

6
Rumus Umum δ untuk tipe tumpuan Rol – Rol:
R x3 P ( x a ) R L3 P ( L a )3
3

δ= A
- + A
+ x
6EI 6EI 6LEI 6LEI
1.2.5 PEMBEBANAN DENGAN TIPE TUMPUAN JEPIT-JEPIT
Pembebanan dengan menggunakan tipe tumpuan jepit-jepit menggunakan
spesimen 6 mm atau □ 6 x 10 mm:

Gambar 1.5. Balok dengan tipe tumpuan jepit-jepit


Rumus umum defleksi untuk tipe tumpuan jepit-jepit:
6 A1a1 6 A2b2 = 6EI C C
MA.a + 2MC (a + b) + MB.b + + +
L1 L2 a b
Momen Inersia
bh3
• Bentuk rektangular (spesimen □ 6 x 10 mm) I=
12

• Bentuk circular atau silinder (spesimen 6 mm) I=


(d )
4

64

1.2.6 BAGIAN-BAGIAN UTAMA ALAT UJI LENDUTAN BATANG

Gambar 1.6. Bagian-bagian Utama Alat Uji Lendutan.


1. Rangka Alat Uji Lendutan Batang.
2. Slider beserta tumpuan.
3. Tempat penyimpanan spesimen.
4. Dudukan dial indikator.
1.3 ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
• Alat Uji Lendutan Batang
• Dial Indikator kecermatan 0,01 mm
• Mistar Ukur

7
• Batang uji profil rectanguler dan circuler
Bentuk rektangular adalah spesimen □ 6 x 10 mm
Bentuk circular adalah spesimen ○ 6 mm
Bahan spesimen uji yaitu SS AISI No 301
E spesimen = 1,97 x 106 kg/cm2

1.4 PROSEDUR PRAKTIKUM


1. Siapkan bahan dan alat praktikum
2. Pasang Dial Indikator pada dudukannya, ditengah-tengah batang
3. Pasang batang uji profil tertentu yang akan dilakukan percobaan
4. Lakukan pembebanan dari 230 gram sampai 920 gram (tambahkan setiap
230 gram) pada jarak a = 200 mm.
5. Catat besarnya defleksi yang terjadi pada Dial Indikator
6. Ulangi lagi pada jarak a = 250 dan 300 mm.
1.5 TUGAS
1. Hitung defleksi dengan jarak a pada masing-masing percobaan secara
teoritis?
2. Bandingkan hasilnya, antara defleksi secara teoritis dan hasil percobaan!
3. Buat grafik antara pembebanan Vs defleksi (teoritis dan percobaan) pada
masing-masing a (jarak beban)!

Tabel 5.1 Hasil Defleksi Batang (rektanguler & circular)

VARIASI L E I
P a (mm) (N/mm2) (mm4) δ teoritis δ percobaan
(N) (mm)
290 580 1,97.105 63,585 0,746 0,0275
2.3 210 580 1,97.105 63,585 0,735 0,04
160 580 1,97.105 63,585 0,476 0,11
290 580 1,97.105 63,585 1,493 0,56
4.6 210 580 1,97.105 63,585 1,274 0,09
5
160 580 1,97.10 63,585 0,953 0,23
290 580 1,97.105 63,585 2,24 0,83
6.9 210 580 1,97.105 63,585 1,911 0,18
160 580 1,97.105 63,585 1,43 0,35
290 580 1,97.105 63,585 2,99 1,12
9.2 210 580 1,97.105 63,585 2,548 0,21
160 580 1,97.105 63,585 1,908 0,49

Keterangan:
I = Momen inersia
P= F = m x g = Pembebanan yang terjadi
m = massa (kg)
g = gaya gravitasi (m/s2)
L= Jarak tumpuan (mm)
E= Modulus elastisitas bahan.
δ = Defleksi batang (mm)

8
Jawaban:

9
Jawaban:

Berdasarkan perbandingan dari percobaan defleksi teoritis, dapat disimpulkan


bahwa semakin kecil jarak a dan semakin kecil gaya yang diberikan maka
defleksi yang terjadi juga semakin kecil. Namun terjadi perbedaan nilai defleksi
percobaan dan defleksi teoritis, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :
1. Alat ukur yang berlum terkalibrasi dengan baik
2. Lingkungan terbuka yang memengaruhi hasil dari percobaan sehingga
mengakibatkan penyimpangan, salah satunya adalah pengaruh
temperatur ruangan.
3. Kesalahan pada manusia dalam melakukan percobaan dalam hal
ketelitian, keahlian, serta keterampilan yang berbeda – beda.
4. Posisi saat pengukuran, karena posisi pengukuran tidak berhimbit
dengan garis dimesi objek ukur

10
Jawaban:

Perbandingan Teoritis dan Percoban


pada masing-masing a
3.5
3 Teoritis 2.3

2.5 Teoritis 4.6

δ (mm)
2 Teoritis 6.9
1.5 Teoritis 9.2
1 Percobaan 3.2
0.5 Percobaan 4.6
0 Percobaan 6.9
350 300 250 200 150 100 50 0
Percobaan 9.2
a (mm)

Hubungan Defleksi dan Pembebanan


3.5
3
2.5 Teoritis 290
δ (mm)

2 Teoritis 210
1.5 Teoritis 160

1 Percobaan 290

0.5 Percobaan 210

0 Percobaan 160
0 2 4 6 8 10
Beban (N)

11
1.6 Dokumentasi

Gambar 1.6 Proses Pengukuran Gambar 1.7 Proses Pengambilan


Data

Gambar 1.8 Proses Kalibrasi

12
BAB II
FLAST POINT DAN FIRE POINT

2.1Tujuan
• Mengetahui titik nyala (Flast Point) dan titik bakar (Fire Point) dari bahan
bakar
• Mengetahui pengaruh aditif atau campuran lain terhadap titik nyala dan titik
bakar.

2.2Dasar Teori
Secara umum bahan bakar dibedakan menjadi:
• Bahan Bakar padat, antara lain: batu bara, kayu dan ampas.
• Bahan bakar cair, antara lain: bensin, solar, minyak tanah.
• Bahan bakar gas antara lain: natural gas, petroleum gas, biogas
Bahan bakar cair merupakan hydrokarbon komponen yang didapat dari sumber alam
maupun secara buatan. Beberapa keunggulan bahan bakar cair dibandingkan bahan
bakar padat antara lain:
➢ Handlingnya yang mudah
➢ Menggunakan alat bakar yang lebih kompak
➢ Keberhasilan dari hasil pembakarannya.
Salah satu kekurangan adalah harus melalui proses pemurnian yang cukup komplek.
Dalam suatu bahan bakar cair, karakteristik yang perlu diperhatikan adalah besarnya
flast point dan fire point.
• Flast Point adalah temperatur pada keadaan dimana uap diatas bahan bakar
akan terbakar dengan cepat (meledak) apabila nyala api didekatkan padanya.
• Fire Point adalah temperatur pada keadaan dimana uap diatas permukaan
bahan bakar secara kontinyu apabila nyala api didekatkan padanya.
Flast point dan fire point penting untuk mengetahui karakteristik kestabilan bahan
bakar terhadap kemungkinan menyala/terbakar. Juga untuk mempertimbangkan cara
penanganan serta deliveri yang aman.

2.3PERALATAN PRAKTIKUM
• Flash point tester, dengan asesoris: 1 test inset with cover & cup, 1
termometer, 1 stirrer coupling, 1 dripping vessel, 1 holder.
• Bahan bakar solar
• Aditif, menggunakan Diesel Fuel Treatment & Injection Cleaner Fights
Injector & Pump Cleaner 8 FL 0Z (236 ml)

Gambar 2.1. alat uji


13
2.4PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Sebelum melakukan percobaan, semua komponen peralatan ada dalam
keadaan bersih (cup/cawan, stirrer).
2. Bahan bakar yang akan diuji dimasukkan kedalam cawan/cup sesuai dengan
ukuran yang ada pada cup/cawan. Tutup dari cup/cawan tidak boleh basah.
3. Cawan diletakkan pada alat, kemudian dipasang tutupnya. Stirrer
dihubungkan kemotor pengaduk (stirring motor), termometer harus dipasang
dengan baik.
4. Setelah alat-alat dengan baik terpasang lalu saklar stirrer dipasang.
5. Nyala api pemandu (pilot flame) dinyalakan dari aliran bahan bakar gas
dengan panjang nyala ± 4 mm dan disiapkan di mulut penutup celah
(shutter).
6. Nyalakan pemanas penutup sehingga suhu bahan bakar naik tidak lebih dari
5 0C/menit. (Prediksi terlebih dahulu karakter bahan bakar).
7. Operasikan alat penutup celah (shutter) sehingga api pemandu turun/masuk
kedalam cawan/cup. Dan biarkan ± 1 detik, setelah itu kembalikan shutter
pada posisi semula. Cara mengoperasikan shutter adalah dengan memuntir
knop hitam searah jarum jam ± 150
8. Apabila saat api pemandu masuk kedalam uap bahan bakar “tersulut” maka
suhu yang terbaca pada termometer adalah flash point bahan bakar uji.
9. Prosedur nomor 7 diatas dilakukan lagi untuk setiap kenaikan suhu
40C/menit hingga titik nyala tercapai.
10. Apabila flash point yang tercapai pada prosedur nomor 7 diatas dilanjutkan
hingga tercapai fire point (suhu pada mana uap bahan bakar akan
terbakar/nyala secara tetap).
11. Hentikan pemanasan (heater dimatikan) dan prosedur nomer 7 dilakukan lagi
untuk penambahan aditif, hingga tercatat kembali, fire point dan flash point.
12. Pengujian dilakukan berkali-kali, minimum 3 kali untuk satu bahan bakar.
13. Pengujian selesai, padamkan api pemandu, bersihkan semua alat hingga benar-
benar kering.

Gambar 2.2. Gambar Skematik

14
2.5 PENGUMPULAN DATA
Data yang dicatat dalam pengujian

Tabel 3.1 Data Hasil Pengujian


Campuran Bahan Bakar Temperatur (0 C)
Solar (ml) Aditif (ml) Flash Point Fire Point
66 0 26 69

66 4 38 81

66 12 39 50

2.6 Tugas
1. Buatlah grafik hubungan jumlah zat aditif dan temperatur untuk flash point
dan fire point!
2. Berilah penjelasan/analisa hasil pengujian!

15
Jawaban :
Grafik hubungan jumlah zat aditif dan temperatur untuk flash pointdan fire point :

Hubungan Zat Adiktif dengan Flash


Point dan Fire Point
100

80
Temperatur (ᵒC)

60

40 Fire Point
Flash point
20

0
0 5 10 15 20
Zat adiktif (ml)

Secara teoritis dengan menambahkan zat adiktif ke dalam bahan bakar, dapat
mempercepat atau menurunkan temperature flash point dan fire point bahan bakar
yang dalam percobaan ini adalah solar. Hal ini disebabkan oleh susunan rantai karbon
yang panjang yang dimiliki zat adiktif sehingg membuat bahan bakar semakin mudah
dan cepat untuk terbakar.
Berdasarkan data spesifikasi bahan bakar oleh Pertamina, solar memiliki fire
point pada 52ᵒC. Sedangkan data yang diperoleh saat percobaan, didapati bahwa fire
point solar murni terjadi pada temperaatur 69C. selain itu pada grafik dapat dilihat
hubungan antara temperatur dan zat adiktif dimana flash point dan fire point
mengalami perubahan seiring perubahan zat adiktif. Namun perubahan yang terjadi
tidak sesuai dengan teori yang ada, dimana pada percobaan penambahan 5 ml zat
adiktif memiliki flash point dan fire point yang lebih tinggi dari flash poin dan fire
point solar murni. Pada percobaan penambahan 15 ml zat adiktif memiliki flash point
lebih tinggi dari flash point solar murni akan tetapi memiliki fire point lebih rendah
dari fire point solar murni.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu. :
1. Flash point tester tidak dikalibrasi atau kurang kalibrasi.
2. Lingkungan, yaitu saat melakukan percobaan tidak di ruang yang terisolasi
secara sempurna, dimana saat percobaan berlangsung terdapat angin yang lumayan
kencang.
3. Manusia, yaitu ketika membuka atu menutup katup kurang sempurna akan
menyebabkan tidak validnya perolehan data.

16
2.6 Dokumentasi

Gambar 2.3 Proses Penuangan ZatGambar 2.4 Proses PencampuranGambar 2.5 Proses Penuangan Solar
Adiktif pada Cawan Solar dengan Zat Adiktif

Gambar 2.6 Proses Pengukuran Zat Gambar 2.6 Proses Fire Point
Adiktif

17
BAB III
IMPACT JET

3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui gaya yang dihasilkan oleh sebuah jet air yang menumbuk
permukaan sebuah pelat atau pembelok yang merupakan laju perubahan
momentum.
2. Mengetahui perbedaan gaya yang dihasilkan dengan pembelok yang berbeda.
3. Menambah pengetahuan cara kerja alat dan pengoprasian alat uji.
4. Membandingkan sekaligus membuktikan teori-teori yang didapat dibangku
kuliah, dengan kenyataan dilapangan.

Gambar 3.1. Alat uji

3.2 Dasar Teori


Impect Jet digunakan untuk mengetahui gaya yang dihasilkan oleh sebuah jet
air yang menumbuk permukaan sebuah pelat atau pembelok. Perubahan kecepatan
fluida akibat pembelok mengakibatkan laju perubahan momentum, dimana oleh
Newton dikatakan sebagai Hukum Newton II tentang gerakan.
Daftar Simbol yang Digunakan:
A = Luasan penampang melintang dari jet (m2)
F = Gaya normal diatas permukaan bidang tumbukan (Newton)
S = Gaya reaksi pada permukaan bidang tumbukan (Newton)
m = Laju aliran massa (kg/dt)
n = Konstanta
V = Kecepatan jet (m/dt)
P = Kerapatan massa jet air (kg/m2)
θ = Sudut antara arah jet dengan permukaan bidang tumbukan.

3.2.1 BIDANG TUMBUK PELAT DATAR


(Diameter Nozzle adalah 5 mm dan 8 mm)Gaya
teoritis di atas bidang tumbuk:
F = ρ A V2
Dimana:
ρ = kerapatan fluida (untuk air ρ = 1000 kg/m3)
A1 = 1,9634 x 10-5 m2 (untuk diameter nozzle 5 mm)
V = kecepatan fluida (m/dt)

18
Bila k = ρ A dan n = 2 (untuk kedua nozzle)
Maka akan diperoleh:
a. Untuk nozzle 8 mm maka k = 0,0502
b. Untuk nozzle 5 mm maka k = 0,0196

3.2.2 BIDANG TUMBUK CONICAL


Gaya teoritis diatas bidang tumbuk
F= m V sin θ
Dimana:
m=ρAV
sin θ = 0,707
Komponen vertikal searah jet (tumbukan) S:
S = F sin θ
= m V sin θ sin θ
= m V sin2 θ
Maka
S = ρ A V2 sin2θ
Sehingga k = ρ A sin2θ dan n = 2 (untuk ke dua nozzle)

3.2.3 BIDANG TUMBUK HEMISPHERICAL


Hubungan antara F dan V adalah sebagai berikut:
n
F=kV
Dimana k dan n adalah konstanta
sehingga log F = log k + n log V
Perubahan dalam kecepatan = V – (-V) = 2V


Perubahan dalam momentum = m 2V
Gaya dalam arah jet air F = 2 =ρAV
m V, dimana m
Maka
F = 2 ρ A V2
Dengan k = 2 ρ A dan n = 2 (untuk 2 nozzle)

3.3 PERHITUNGAN-PERHITUNGAN
a). Bidang Tumbuk Datar
Secara Teoritis:
Dengan perhitungan, F = ρ A V2 Newton

2
Nozzle 5 mm, F = V
50,9
2
Nozzle 8 mm, F = V
19,9
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 2,53 + log C
- 1 = m 1,44 + log C
Maka diperoleh m = 1,83 sehingga log C = - 3,6299

19
Jadi
V1,83
F=
37,7
V1,90
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm, didapat F =
15,7
b). Bidang Tumbuk Conical
Dengan perhitungan, F = ρ A V2 sin θ
2
V
Nozzle 5 mm, F =
72
V2
Nozzle 8 mm, F =
28
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 3,15 + log C
- 1 = m 1,95 + log C
Maka diperoleh m = 1,67 sehingga log C = - 4,2605
V1,67
Sehingga F =
71
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm adalah;
V 1,82
F=
44
c). Bidang Tumbuk Hemispherical
Dengan perhitungan, F = 2 ρ A V2
V2
Nozzle 5 mm, F =
25,25
V2
Nozzle 8 mm, F =
9,9
Hasil percobaan (dari kertas grafik)
Nozzle 5 mm, log F = m log V + C
Bila log F = +1 dan log F = -1 maka:
1 = m 2,32 + log C
- 1 = m 1,24 + log C
Maka diperoleh m = 1,85 sehingga log C = - 3,2963
V1,85
Sehingga F =
27
Cara yang sama untuk nozzle 8 mm adalah;
V 1,92
F=
10,2

20
3.4 ALAT-ALAT PRAKTIKUM
a. Vane type : Flat, Conical, hemispherical
b. Nosel : 5 mm dan 8 mm
c. Massa : 3,0 kgm
d. Impact jet : Panjang 225 mm, Lebar 160 mm dan tinggi 450 mm
e. Stop watch

Gambar 4.2 Skematik Alat Percobaan Impect Jet


Keterangan:
1. Beban pembalans berupa butiran-butiran timah
2. Bidang tumbuk yang dapat diganti-ganti (datar dan hemispherical)
3. Nozzle yang dapat diganti-ganti (diameter 5 mm dan 8 mm)
4. Bak penampung air yang jatuh dari nozzle
5. Tabung kaca yang berisi skala untuk membaca jumlah air yang keluar dari
nozzle yang ditampung di bak penampungan (liter)
6. Bak sumber air
7. Inlet (bar)
8. Pompa
9. Outlet (bar)
10. Tabung kaca
11. Tiang penyeimbang antara semprotan air dengan beban pembalans
12. Katup berupa kran.

(a) (b) (c)

21
Keterangan
a) Bidang tumbuk datar yang ditumbuk oleh gaya sebesar F.
b) Bidang tumbuk hemispherical yang ditumbuk oleh gaya yang sama.
c) Nozzle dengan diameter 5 mm dan 8 mm.

3.5 PROSEDUR PERAKTIKUM


a. Susunlah peralatan dengan Nozzele 5 mm dan pembelok normal (pelat datar)
yang telah dilengkapi talam yang berisi massa yang telah
ditentukan/ditimbang (mengikuti petunjuk teknis). Jarak antara nozzel
dengan permukaan bidang tumbuk diatur sedemikian rupa pada posisi
pengambilan data.
b. Hidupkan pompa
c. Bukalah katup pengontrol aliran hingga terbuka penuh.
d. Aturlah katup pengontrol aliran sehingga diperoleh kondisi kesetimbangan
(balans) antara gaya aksi jet air dengan gaya reaksi massa pemberat diatas
talam.
e. Perhatikan bentuk dari jet air yang dibelokkan diatas permukaan bidang
tumbuk.
f. Catat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume 10 liter air.
g. Kurangi massa diatas talam, atur kembali katup pengontrol aliran, lakukan
kembali kegiatan (d sampai dengan f).
h. Kegiatan (g) diulangi untuk 8 ulangan pengambilan data.
i. Tutuplah katup pengontrol, matikan pompa dan percobaan dapat dilanjutkan
untuk percobaan nozzele 8 mm.
j. Gantilah nozzele 5 mm dengan nozzele 8 mm.
k. Ulangi kegiatan a sampai dengan i.
l. Ulangi percobaan diatas untuk bidang tumbuk conical dan hemispherical.

3.6 TUGAS
3.6.1 Buatlah tabel hasil-hasil percobaan
3.6.2 Buatlah grafik hubungan F dengan V untuk masing-
masing bidangtumbukan
3.6.3 Buatlah tabel hasil-hasil perhitungan
3.6.4 Analisalah hasil pecobaan dan perhitungan yang telah diperoleh!

Tabel 4.1 Data percobaan Nozzle (5 mm/8 mm) – (datar/hemispherical/conical)


No Massa pembalan Waktu untuk Tekanan
(gram) 10 liter (detik) Inlet (bar) Outlet (bar)
1

22
Tabel 4.2 Hasil perhitungan percobaan
No Balance Pressure Debit Kecepatan Gaya F
Weight (bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1

23
Jawaban

Data percobaan Nozzle (5 mm) – (hemispherical)


Massa pembalan Waktu untuk Tekanan
No
(gram) 10 liter (detik) Inlet (bar) Outlet (bar)
1 20,29 73,78 0 0,44

2 55,88 62,03 0 0,59

3 86, 07 57,92 0 0,6

Data percobaan Nozzle (8 mm) – (hemispherical)


Massa pembalan Waktu untuk Tekanan
No
(gram) 10 liter (detik) Inlet (bar) Outlet (bar)
1 20,29 41,15 0 0,28

2 55,88 36,83 0 0,3

3 86, 07 34,32 0 0,31

Data percobaan Nozzle (5 mm) – (datar)


Massa pembalan Waktu untuk Tekanan
No
(gram) 10 liter (detik) Inlet (bar) Outlet (bar)
1 20,29 55,85 0 0,61

2 55,88 49,04 0 0,78

3 86, 07 44,82 0 0,81

Data percobaan Nozzle (8 mm) – (datar)


Massa pembalan Waktu untuk Tekanan
No
(gram) 10 liter (detik) Inlet (bar) Outlet (bar)
1 20,29 34,1 0 0,38

2 55,88 30,16 0 0,4

3 86, 07 27,93 0 0,41

24
Jawaban
Grafik hubungan F dengan V untuk masing-masing bidangtumbukan

Hubungan F dan V
4
3.5
3 Nozzle 5 mm - datar
2.5
F (N)

2 Nozzle 8 mm - datar

1.5
Nozzle 5 mm -
1
Hemispherical
0.5
Nozzle 8 mm -
0 Hemispherical
0 5 10 15
V (m/s)

25
Jawaban

Data percobaan Nozzle (5 mm) – (hemispherical)

Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,44 0,13 6,9 1,87

2 55,88 0,59 0,16 8,2 2,64

3 86, 07 0,6 0,17 8,78 3,03

Data percobaan Nozzle (8 mm) – (hemispherical)

Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,28 0,24 4,83 2,34

2 55,88 0,3 0,27 5,39 2,93

3 86, 07 0,31 0,29 5,79 3,37

Data percobaan Nozzle (5 mm) – (Datar)

Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,61 0,24 4,83 1,629

2 55,88 0,78 0,27 5,39 1,963

3 86, 07 0,81 0,29 5,79 2,506

Data percobaan Nozzle (8 mm) – (Datar)

Balance
Pressure Debit Kecepatan Gaya F
No Weight
(bar) (liter/min) jet (m/s) (N)
(gram)
1 20,29 0,38 0,293 5,82 1,702

2 55,88 0,4 0,331 6,58 2,176

3 86, 07 0,41 0,358 7,12 2,547

26
Jawaban

27
Jawaban

28
Jawaban

29
Jawaban

Dari data percobaan yang ada dan hasil perhitungan yang didapat maka dapat
disimpulkan bahwa
1. Besar debit aliran mempengaruhi laju dari kecepatan aliran dimana semakin besar
debit air maka semakin besar juga kecepatan aliran
2.luas penampang dan kecepatan aliran mempengaruhi besar gaya tumbuk pada
bidang dimana luas penampang yang besar dan kecepatan aliran yang semakin besar
maka akan menghasilkan gaya yang lebih besar juga.

30
3.6 Dokumentasi

Gambar 3.2 Proses Penyeimbangan Gambar 3.3 Proses Penyeimbangan


Impact Jet Gambar 3.4 Proses Penyeimbangan
Impact Jet
Impact Jet

Gambar 3.5 Proses Penyeimbangan Gambar 3.6 Impact Jet Seimbang


Impact Jet

31

Anda mungkin juga menyukai