Anda di halaman 1dari 210

BAHAN KULIAH

STRUKTUR BETON BERTULANG II

Prof. Ir. Widodo, MSCE, Ph.D

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... i

BAB I PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT


TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS ………….………….….... 1
A. Beban dan Pengaruhnya Terhadap Portal Terbuka ....……....... 1
B. Hubungan Antara Beban Horizontal Dengan Simpangan …...... 2
C. Klasifikasi Tingkat Daktilitas Struktur ……………………….. 4

BAB II CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY …………....…………….. 16


A. Pengertian Capacity Design Philosophy …………………....16
B. Dominasi Beban..……………..….……………………...…… 19

BAB III REDISTRIBUSI MOMEN ……...………………..……..……... 21


A. Pengertian Redistribusi Momen ….…………..……………… 21
B. Persyaratan Moment Redistribution……………..................... 23
C. Redistribusi Momen Pada Earthquake Load Dominated ……. 24
D. Redistribusi Momen Pada Gravity Load Dominated …....… 27
E. Momen Muka Kolom ……………………………...………… 28

BAB IV PROSES DESAIN MENURUT


KONSEP CAPACITY DESIGN …….…………….……….…… 31

BAB V DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP ..…….…….…..... 35


A. Teori Desain Balok Tulangan Rangkap .…………………...... 35
B. Perhitungan Tulangan Rangkap Balok …………..................... 40

i
BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK ………………………..……... 53
A. Teori Momen Kapasitas ……….…………………………...... 53
B. Overstrength Factor, Ø0 …………..…..................................... 54
C. Momen Kapasitas Pada Momen Negatif …………………...... 56
D. Momen Kapasitas Pada Momen Positif …………………….. 59
E. Contoh Perhitungan Momen Kapasitas ….....……………….. 59

BAB VII GAYA GESER (SHEAR FORCES) ………....…...……..……... 67


A. Pengertian ………….…………..…………………………...... 67
B. Tegangan Pada Balok ………..……….................................... 68
C. Pola Kerusakan Balok ………….…………………..………... 70
D. Keseimbangan Gaya-gaya …………………………………… 73
E. Penyederhanaan Gaya Geser Internal ……………………...... 75
F. Macam-macam Tulangan Geser .……………........................ 76
G. Kuat Geser Oleh Beton …..… ……………………..………... 78
H. Tulangan Geser Menurut Truss Analogy ……………...…….. 79
I. Desain Tulangan Geser ………………..…………………...... 81
J. Diameter, Jarak dan Bentuk Sengkang …………..................... 82
K. Diagram Gaya Lintang …...………………………..………... 84
L. Tulangan Geser Balok ……………………………………..… 86

BAB VIII MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA AKSIAL KOLOM....94


A. Momen Perlu Kolom ….....…….…………………………...... 94
B. Gaya Aksial Kolom …….……...………................................ 101

BAB IX DESAIN KOLOM …………………...................………..……. 110


A. Desain Kolom Dengan Cara Numerik ……………………... 111
B. Desain Kolom Dengan Cara Grafis (Diagram Mn-Pn) …..... 127
C. Bahasan Kolom Pendek Dengan Cara Analitik ……............. 145
D. Rumus Pn Pendekatan Whitney …………..…...................... 158

ii
BAB X TULANGAN GESER KOLOM ……..……….…......…..…..... 163
A. Pengertian ……………. ………………………………….... 163
B. Gaya Geser Ultimit Kolom (Vu,k) …..….……..................... 166
C. Desain Tulangan Geser Kolom ……….................................. 167

BAB XI BEAM COLUMN JOINT …..………..…………………..…….. 173


A. Pendahuluan ……………………………………………....... 173
B. Fungsi Utama Beam Column Joints …………….………...... 174
C. Problema Yang Ada Pada Joint ………..…..……................. 175
D. Keseimbangan Gaya-gaya Pada Joint … ……....................... 176
E. Gaya Geser dan Tegangan Geser Joint ..………..….............. 178
E. Tulangan Geser Joint ………………………..……................179

BAB XII PONDASI ……………………..…………………………......… 189


A. Pendahuluan ………………………………………......….... 189
B. Jenis Pondasi …………………………..................................190
C. Tekanan Tanah Dibawah Pondasi .……….……....................191
D. Efek Tekanan Tanah Terhadap Pondasi …………….............193

iii
BAB I
PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT
TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS

A. BEBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PORTAL TERBUKA


1. Beban yang dominan pada bangunan
1. Beban Gravitasi → arahnya kebawah
a. Beban mati (dead load)
b. Beban berguna/hidup (live load)
2. Beban Gempa → arahnya horisontal
a. Beban Ekivalen Statik
b. Beban Dinamik
2. Pengaruh beban terhadap portal terbuka
Mengingat beban portal dapat berupa beban gravitasi dan beban gempa maka untuk
memudahkan pembahasan, analisis akibat beban-beban tersebut dipisah dahulu dan
kemudian baru digabungkan. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

Sendi plastis (-) diujung


Sendi plastis (+) ditengah

Gambar 1.1. Gravity Load Dominated

1
3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat beban
gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.
4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang akan
mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.
5. Apabila arah gempa dari kiri, maka momen maksimum positif balok akan bergeser ke
kiri.

Sendi plastis (-) diujung


Sendi plastis (+)diujung

Gambar 1.2. Earthquake Load Dominated

B. HUBUNGAN ANTARA BEBAN HORISONTAL DENGAN SIMPANGAN

S
Daktailitas μΔ = Δu/Δy

respon sesungguhnya
(daktail)
So
Si
ideal response
0.8 Si
0.75 S brittle response

Δ Δ
Δ
Gambar 1.3 Grafik Hubungan Beban Horisontal Terhadap Simpangan

2
Diagram melengkung :
1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak.
2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan
3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.

Beban Monotonic Loading kurang realistik sebab :


1. Beban gravitasi bersifat konstan.
2. Beban gempa bersifat impulsif fluktuatif (non periodic non harmonic).
3. Beban angin juga bersifat non periodik non harmonik.
→ Yang mendekati hanyalah beban akibat ledakan/blasting.

ƒ Daktilitas simpangan (displacement ductility)


Δu simpangan ultimit
µΔ = =
Δy simpangan saat leleh
ƒ Simpangan Ultimit adalah simpangan yang mana kekuatan struktur Su ≥ 80% Si
ƒ Belum tentu elemen yang mempunyai simpangan ultimit Δu yang besar akan
mempunyai daktilitas yang besar.
P
Δ u1 > Δ u 2

Δ u1
μ Δ1 =
Δ y1

Δu2
U y1 > U y 2 μ Δ2 = > μ Δ1
Δ y2

Δ Δ Δ Δ
Δ
Gambar 1.4. Grafik Daktilitas Simpangan

ƒ Daktilitas Lengkung ( Curvature Ductility)


Secara matematis sesuai dengan pembahasan sebelumnya, daktilitas lengkung
dinyatakan dalam :
φu kurvatur ultimit
μφ = =
φy kurvatur saat leleh

3
Baik daktilitas lengkung maupun daktilitas simpangan akan menjadi parameter yang
penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktilitas kurvatur akan berkaitan dengan
kedaktailan potongan elemen terhadap beban lentur, sedangkan daktilitas simpangan
akan berhubungan dengan kemampuan ”struktur secara keseluruhan” untuk
berdeformasi secara inelastik akibat beban horisontal/gempa.

C. KLASIFIKASI TINGKAT DAKTILITAS STRUKTUR


Istilah daktilitas dan definisinya telah disampaikan beberapa kali pada pembahasan
sebelumnya. Pada pembahasan Seismic Design Limit States terdapat beberapa level
pembebanan mulai dari Code Level kemudian Service Ability Limit State dengan batas
atas sampai terjadinya leleh pertama. Pada level beban yang lebih besar adalah damage
ability limit state yang mana elemen struktur sudah leleh secara berkelanjutan, retak-retak
beton sudah cukup lebar sehingga perlu grouting. Paulay dan Priestley (1992) menyatakan
bahwa batas atas level ini adalah sudah tidak ekonomisnya perbaikan struktur. Sedangkan
level pembebanan yang lebih besar lagi adalah Survival Limit State, yaitu beban gempa
menurut umur rencana bangunan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah berapa percepatan tanah akibat gempa
pada level-level beban tersebut diatas. Mengingat performance criteria (leleh pertama,
retak-retak lebar, bangunan sudah rusak, dll) ada yang bersifat kualitatif, maka percepatan
tanah pada level-level beban tersebut tidaklah pasti. Performance bangunan akibat beban
gempa juga dipengaruhi oleh tingkat desain kekuatan (provided strength) dan kualitas
pelaksanaan. Provided strength yang dimaksud misalnya bangunan direncanakan di
daerah gempa yang berbeda-beda sehingga kekuatan relatifnya akan berbeda.
Walaupun masih relatif terbatas, Widodo (2001) telah melakukan investigasi
terhadap percepatan tanah pada level-level beban limit states. Namun demikian studi
tersebut masih terbatas pada struktur beton di daerah gempa-4 yang dianggap terletak
diatas tanah lunak dengan beban gempa El centro, 1940 N-S Component. Untuk daerah
gempa, jenis struktur (baja, beton, open frame, braced frame, frame-walls) dan frekuensi
gempa (frekuensi rendah, menengah dan tinggi) serta tingkat daktilitas yang dipakai masih
diperlukan investigasi lebih lanjut.

4
Umumnya telah disepakati tingkatan-tingkatan daktilitas yang dikategorikan
dalam :
1. Perencanaan Elastik
2. Perencanaan dengan Daktilitas Terbatas (Limited Ductility)
3. Perencanaan dengan Daktilitas Penuh (Fully Ductile Structure)
Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktilitas yang
diinginkan maka akan lebih baik apabila dipahami terlebih dahulu jenis-jenis daktilitas
berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktilitas dilihat dari beberapa aspek.

1. Jenis/Macam Daktilitas
ƒ Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2 macam
daktilitas yang perlu diketahui. Daktilitas-daktilitas itu adalah daktilitas lengkung
(Curvature Ductility) dan daktilitas simpangan (displacement ductility). Pada bahasan
sebelumnya telah disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat
daktail. Hal ini terjadi karena daktilitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen
(ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kualitas bahan (tegangan desak f’c,
tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton εc), dan properti-properti yang lain yaitu
besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya nilai-nilai β1 dan
k2). Sementara itu daktilitas simpangan akan dipengaruhi oleh properti struktur secara
global dan model pembebanan yang ada.
Daktilitas simpangan μΔ masih dapat dirinci lagi menjadi :
• Single displacement ductility factor (SDDF)
• Cyclic displacement ductility factor (CDDF)
• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)
SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis.
Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.
Curvature Ductility, μФ = φu
φy
Ductility
Single Displ. Ductility
Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility
Accum.Displ. Ductility
(SDDF = μΔ = Δu )
Δy
5
Δ

S H
Push over P P Δd
a) b) c)
Δa
Analysis Model histeretik loop
Si asli (real)

0.8 Si
Δc

δ δ
Δy Δu Δy

Δy Δu
Δ
real
Δb

Δu Δ+m + Δ−m − Δ y Δa + Δb + Δc + Δd
SDDF = CDDF = ADDF = +1
Δy Δy Δy

Gambar 1.5. Macam-macam Daktilitas

Push Over Analysis yang menghasilkan Single Displacement Ductility Factor


adalah suatu proses pembebanan satu arah, mulai dari beban yang relatif kecil kemudian
bertambah secara berangsur-angsur sampai struktur mengalami ketidak stabilan/runtuh.
Pembebanan seperti ini sebenarnya dipertanyakan oleh banyak orang, karena beban
seperti ini sangat jarang terjadi. Oleh karenanya hasil yang diperoleh (displacement
ductility) juga kurang begitu realistik.
Disamping mekanisme pembebanannya, maka pada Push Over Analysis masih
mempunyai problem yang lain yaitu pola/bentuk beban. Bentuk beban yang dimaksudkan
apakah berbangun segitiga terbalik, berbangun konstan, berbangun parabolik
cekung/cembung ataukah mempunyai bangun yang lain. Pertanyaan berikutnya adalah
dalam kondisi-kondisi seperti apa kemungkinan bangun beban-beban itu dipakai. Masalah
akan berkembang lagi apakah bangun-bangun beban itu akan sama pada jenis bahan
struktur yang berbeda (beton, baja), pada jenis struktur utama yang berbeda (Open frames,
braced frames, frame-walls) ataupun pada variabel-variabel yang lain (respon elastik,
inelastik, frekuensi sudut struktur).
Mengingat adanya banyak pertanyaan-pertanyaan itu maka Lawson dkk (1994)
mengadakan penelitian tentang Push Over Analysis. Dikatakannya bahwa pemakaian
pembebanan seperti ini tidak ada dasar teoritisnya, artinya sangat jarang atau dikatakan
tidak ada pola/mekanisme pembebanan seperti ini. Empat macam skel MRF (2, 5, 10, 15
tingkat), 3-bentang frame regular dipakai sebagai bahan penelitian. Pola beban statik
6
segitiga terbalik beban konstant dan SRSS tampaknya dipakai pada penelitian tersebut.
Respon (displacement, story ductility ratio, rotasi sendi plastis) non linier static push over
analysis kemudian dibandingkan dengan hasil inelastik time-history analysis yang
memakai 7 rekaman gempa. Hasil penelitiannya adalah :
1. Roof displacement struktur 2-tingkat (stiff. structure) push over mempunyai korelasi
yang baik dengan time history analysis. Namun demikian keduanya mempunyai
korelasi yang jelek untuk struktur 15-tingkat Higher mode effects merupakan
penyebab utama.
2. Struktur fleksibel (15-tingkat) sangat sensitif terhadap pola beban. Beban konstan
menghasilkan displacement yang underestimate, sedangkan beban SRSS
menghasilkan displacement yang overestimate terhadap displacement yang diperoleh
dari time history analysis. Beban segitiga terbalik merupakan pola beban yang
memberikan hasil paling dekat dengan hasil FHA.
3. Interstory driff bangunan 2 & 5-tingkat cukup dekat dengan hasil THA dan korelasi
yang sangat jelek antara keduanya (push over & THA) pada bangunan yang tinggi.
Higher mode effects sekali lagi dicurigai sebagai penyebab utama.
4. Rotasi sendi plastik balok untuk struktur 2 & 5-tingkat pada push over analysis agak
dekat dengan THA. Namun demikian sangat jauh pada tingkat-tingkat atas di
bangunan 10 dan 15-tingkat. Sekali lagi higher mode effects tidak dipunyai pada push
over analysis, padahal hal ini sangat besar pengaruhnya pada tingkat-tingkat atas
bangunan yang cukup fleksibel (10 & 15 tingkat).

Secara umum hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa :


1. Push over analysis masih memberikan manfaat karena adanya informasi-informasi
tambahan dibandingkan dengan analisis statik.
2. Push over analysis akan bermanfaat apabila adanya keraguan atas hasil-hasil analisis
statik, terutama saat bangunan sedang didesain.
3. Push over analysis hanya dapat memberikan informasi yang cukup dekat dengan THA
pada struktur-struktur yang didominasi mode pertama (bangunan cukup kaku).
Pengaruh higher modes sangat dominan pada bangunan-bangunan yang fleksibel.

Walaupun push over analysis yang menghasilkan SDDF mempunyai beberapa


kelemahan, namun metode ini dapat dipakai secara lebih general (struktur utuh) daripada

7
CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen struktur. Oleh karena itu sebelum
ada metode baru yang dapat memanfaatkan prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara
utuh, maka konsep SDDF yang berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.

• Hubungan Gaya – Simpangan Konsep SDDF Pada Level-level Daktilitas


Simpangan
Hubungan antara gaya-simpangan secara umum pada struktur bangunan pada
level-level daktilitas menurut Paulay & Priestley (1992) adalah seperti tampak pada
gambar. S
Δc μΔ = 1 Daerah elastik ideal
A
Daerah utamanya
S EE berespon elastik
B μ= 1,5
Δ Limited Ductility
S EL Response
C
μ=3
Sο Fully Ductile Response
S EF
D μ=8
Δmf Daktailitas yang sudah
ΔyL ΔmE tdk dapat digunakan
Δyf ΔyE ΔmL
Δ
Gambar 1.6. Grafik Hubungan S-∆

• Respon Elastik
Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa. Linier
bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik bermakna kembali ke
jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal ini berhubungan dengan
struktur yang dibebani. Antara linier dan elastik dapat digabungkan yaitu linier-elastik.
Apabila struktur mempunyai respon linier elastik berarti apabila beban bertambah besar
maka simpangan juga membesar. Rasio antara beban dan simpangan umumnya disebut
kekakuan (stiffness). Oleh karena itu struktur berperilaku linier apabila kekakuannya tetap.
P P
a) b)

K
y
y y
H

Linier Non Linier


Gambar 1.7. Grafik Linier dan Non Linier
8
Linier elastik apabila beban bertambah maupun berkurang, hubungan P-y akan
melewati garis lurus. Sebaliknya juga ada istilah non-linier yaitu apabila hubungan antara
p-y tidak berupa garis lurus (gambar b). Oleh karena itu mungkin juga respon struktur
masih berupa linier-elastik maupun non-linier elastik. Respon-respon tersebut akan terjadi
pada beban yang relatif kecil dibanding dengan kekuatan struktur, atau respon struktur
yang tegangan bahannya belum mencapai tegangan leleh.
Beban dinamik seperti beban gempa bumi mempunyai sifat alamiah seperti
fenomena-fenomena alam yang lain misalnya seperti hujan, angin maupun banjir.
Fenomena alam itu mempunyai periode/kala ulang tertentu, artinya kejadian dengan
intensitas tertentu akan terjadi pada periode/setiap waktu tertentu. Gejala alam
menunjukkan bahwa intensitas yang besar akan mempunyai kala ulang yang lama/panjang
dan seterusnya.
Apabila kejadian-kejadian gempa disuatu tempat dianggap independen satu sama
lain, maka menurut metode Nilai Ekstrim Gumbel, hubungan antara ukuran gempa M dan
periode ulang T dinyatakan dalam bentuk,

eβ M
1

T= (tahun) ....................... a)
α1

Sedangkan hubungan antara percepatan tanah dengan periode ulang T dinyatakan


dalam bentuk
ln(T .α 2 )
a= (cm/dt2) ................. b)
β2
Yang mana α1 ≠ α2 dan β1 ≠ β2.
Nilai-nilai α1, α2, β1 dan β2 dapat dicari dengan metode tersebut apabila data
gempa dan persamaan attenuasinya diketahui. Menurut persamaan a), apabila ukuran
gempa M semakin besar maka periode ulang T juga semakin besar. Apabila T besar maka
menurut persamaan b), percepatan tanah yang terjadi juga akan semakin besar.
Bangunan-bangunan yang sangat penting dan monumental umumnya dikehendaki
untuk dapat bertahan dalam periode waktu yang lama bahkan sangat lama (misal 500-
1000 tahun). Pada rentang waktu itu dikehendaki bangunan masih berperilaku elastik agar
bangunan tetap tegak. Apabila paling tidak terjadi 1 kali gempa pada periode
tersebut/periode ulang tersebut, maka tentu saja ukuran gempa M dan percepatan tanah a
menjadi sangat besar. Dengan percepatan tanah yang sangat besar dan bangunan masih
9
berespon elastik, maka kekuatan bangunan harus sangat besar juga. Akibatnya bangunan
menjadi sangat mahal. Hal itu tidak akan menjadi masalah apabila bangunan yang
bersangkutan memang didesain sebagai bangunan yang sangat penting dan monumental.
Oleh karena itu hanya bangunan-bangunan seperti itulah yang dikehendaki masih tetap
berespon elastik pada gempa yang sangat besar.

• Respon Daktail
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang sangat
penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama, maka biaya
pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada beban gempa yang
sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban gempa menjadi besar
karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1 kali gempa yang
mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat atau terjadi plastis/leleh
awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan mempunyai periode ulang T yang
sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti melalui pers. a) dan b).
Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi seperti
di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun. Hal itu berarti
bahwa bangunan biasa mempunyai/direncanakan dengan umur efektif yang jauh lebih
singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai analogi yang sama dengan
sebelumnya maka beban gempa rencana untuk bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari
pada gempa rencana bangunan monumental.
Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang harus
disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya pembangunannya akan lebih murah.
Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko apabila gempa yang terjadi
lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila demikian maka leleh pada elemen-elemen
struktur tidak dapat dihindari.

10
• Struktur Daktail Penuh
Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa yang
umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini.

General Limit states Gempa Magn Performance


Requirements Criteria

Struktur harus Service ability Small < 6,5 Elastik/belum rusak


mempunyai kekuatan Rusak ringan dan
dan kekakuan yang Damage ability Moderate 6,5-7,5 dapat berfungsi
relatif seragam serta sehingga
stabil diperbolehkan
Boleh rusak tapi
Survival Large > 7.5 tidak runtuh

Tabel 1.1. Philosophy of Design

Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk struktur
daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :
1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik
a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan tidak
terlalu panjang.
b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio antara tinggi
bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.
c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada, dan tidak
ada soft story.
d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal dan
vertikal.
e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat
sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.
Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur akibat
gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang konfigurasinya
tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat diketahui/diprediksi/dimodel
dalam analisis secara baik.
2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan prinsip
Capacity Design. Di dalam prinsip tersebut prinsip strong column weak beam

11
umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi akan/diharapkan dapat
berlangsung secara baik.
3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang
sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik (transversal
reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang sengaja tidak boleh
rusak khususnya pada joints.
4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini untuk
menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu direview/diperbaiki
secara periodik (umumnya setiap ± 10 tahun) akan memungkinkan desain beban yang
lebih proporsional.
5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan
Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara stabil,
maka potongan elemen harus mempunyai daktilitas kurvatur yang baik. Potongan
yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada spesifikasi (persyaratan ρ’/
ρ misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak kalah penting adalah mutu
pelaksanaan saat bangunan dibangun.
Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat terjadinya gempa
akan dapat diwujudkan.

• Struktur Daktilitas Terbatas


Struktur yang didesain menurut daktilitas penuh adalah struktur yang sederhana
dan ideal. Struktur ini dapat memenuhi daktilitas simpangan μΔ = 3-8 (Paulay dan
Priestley 1992). Park (1992) mengatakan bahwa struktur daktail dapat melakukan
deformasi inelastik secara stabil dengan tingkat daktilitas μΔ = 5-6.
Untuk dapat membayangkan seberapa besar bangunan telah bergoyang maka akan
diberikan ilustrasi sebagai berikut.
6 EI
y P Mc = y , Mb = Mc
Mb h2
M P Mc
y
ΕΙ Drift Ratio Dr = atau y = Dr.hc
hc sendi plastis hc
M
Terjadi sendi plastis bila Dr ≥ 0,5%
Saat leleh pertama Æ y = Dr.h = 0,05hc
Gambar 1.8. Ilustrasi Goyangan Bila hc = 400 cm Æ y = 0,05 . 400 = 2 cm

12
→ Bila daktilitas μΔ = 6 = Δu , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)
Δy
→ Simpangan ultimit Δu =12 cm

Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat diyakini maka
struktur dapat didesain dengan “daktilitas terbatas”. Selengkapnya, daktilitas terbatas akan
dipakai apabila :
1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi
ƒ Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular
ƒ Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur bersifat
daktail penuh
a) b)

e)

c)

d)

Gambar 1.9. Struktur Daktilitas Terbatas


Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh struktur-struktur yang diperkirakan
sulit berperilaku daktail secara penuh seperti tampak pada gambar a, b, c dan d. Tampak
bahwa struktur tidak regular, pada gambar a kecenderungan bersifat strong beam weak
column. Sedangkan pada gambar e, untuk struktur yang langsing (T >>) dominasi beban
tidak lagi oleh beban gempa tetapi kemungkinan oleh beban angin. Perilaku struktur
kemungkinan tidak seperti akibat beban gempa. Respon inelastik struktur
berkemungkinan tidak sebesar akibat beban gempa. Karena adanya respon inelastik yang
masih terbatas (relatif kecil) itulah maka elemen-elemen struktur tidak perlu didetail
seteliti struktur daktilitas penuh. Dengan perkataan lain struktur seperti gambar e tidak
perlu didesain menurut konsep daktilitas penuh, tetapi cukup dengan daktilitas terbatas
(limited ductility).
13
2. Struktur Dengan Dominasi Beban Gravitasi
Telah disampaikan sebelumnya bahwa akibat kombinasi beban gravitasi dan beban
gempa, sistem pembebanan struktur kemungkinan didominasi oleh beban gravitasi
(Gravity Load Dominated) kemungkinan yang lain adalah dominasi beban gempa
(Earthquake Load Dominated). Kondisi struktur seperti apa yang termasuk kategori-
kategori tersebut telah dibahas di depan. Masing-masing tipe dominasi beban akan
menentukan “Policy” desain struktur yang dapat dilakukan.
Pada Gravity Load Dominated (GLD), beban gravitasi lah yang menentukan
strength demand untuk keperluan desain. Pada pembebanan tersebut kemungkinan adanya
respon inelastik tidak akan sebesar ductile structure akibat dominasi beban gempa. Oleh
karena itu menurut Paulay dan Priestly (1992) bangunan kategori GLD tidak perlu
disediakan sifat daktail secara penuh. Dengan perkataan lain, bangunan kategori GLD
dapat didesain menurut prinsip Limited Ductility atau daktilitas terbatas. Karena daktilitas
struktur relatif terbatas, maka struktur harus didesain dengan kekuatan yang lebih besar.

3. Alasan-alasan Lain Yang Sifatnya Khusus


Alasan-alasan tertentu dapat membuat keputusan struktur dapat/lebih baik didesain
dengan prinsip daktilitas terbatas. Alasan-alasan tertentu dapat digolongkan menjadi
alasan mutlak sedangkan yang lain dapat dikatakan tidak mutlak. Penggolongan alasan-
alasan itu adalah :
1.a Konfigurasi Bangunan Tidak Baik Alasan yang tidak dapat/
b. Bangunan Tinggi/Fleksibel jangan dihindari

2.a Desain bangunan daktilitas terbatas relatif ringan/mudah


b. Kurangnya skill untuk mendesain daktilitas penuh Daktilitas
c. Kurangnya skill dalam menjamin pelaksanaan bangunan yg baik terbatas

d. Struktur dalam kategori “Gravity Load Dominated”

Kekuatan bangunan
Sebagai Cenderung
kompensasi dari lebih mahal harus lebih besar

14
Perbandingan Secara Kualitatif/Kuantitatif antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas
Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2. berikut ini.

Tabel 1.2. Perbandingan Antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas Terbatas


Tingkat Daktilitas
No. Parameter
Struktur Daktilitas Penuh Struktur Daktilitas Terbatas
1. Definisi Adalah struktur frame/wall Adalah struktur frame/ walls
regular yang didesain yang karena keterbatasannya
menurut prinsip “Desain diperkirakan sulit untuk
Kapasitas” sehingga mampu berdeformasi inelastik secara
melakukan disipasi energi baik sehingga perlu didisain
yang baik pada respon dengan kekuatan yang lebih
inelastik, minimum selama besar daripada struktur
4-kali goyangan sempurna. daktail (maks 4-5 tingkat)
2. Tingkat Daktilitas Simpang μΔ = 3 - 8 μΔ = 1.5 - 3
3. Koefisien Jenis Struktur k≥1 k≥2
4. Efektivitas Pemakaian 1. Medium Rise 1. Low Rise Building
Buildings (5-10 tingkat) (3-4-5 tingkat)
2. High Rise Building
(>30 tingkat)
Dominasi Beban Gempa 1. Dominasi Beban Gravitasi
(Earthquake Load 2. Dominasi Beban Angin
Dominated)
5. Prinsip Desain 1.Prinsip Desain Kapasitas 1. Desain kapasitas tidak
dengan hierarki yang tegas diperlukan
2.Detailing dilakukan secara 2. Detailing lebih longgar
teliti / ketat (relax)
3. Lebih rumit 3. Lebih sederhana

15
BAB II
CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY

A. PENGERTIAN CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY


Setelah member action (momen, gaya lintang, gaya normal) telah diperoleh,
maka langkah selanjutnya adalah menentukan design philosophy. Banyak kasus
kerusakan struktur akibat gempa bumi ternyata disebabkan oleh tidak jelasnya prinsip
desain yang dipakai. Apabila demikian maka juga tidak ada hierarki yang jelas
tentang prinsip/urutan-urutan desain.
Capacity Design Philosophy adalah filosofi desain yang dikembangkan di
New Zealand (Paulay and Priestley, 1992) sejak tahun 1970an dan banyak diadopsi
oleh banyak negara termasuk Indonesia. Dalam mengadopsi tersebut, design
philosophy umumnya diadopsi secara prinsip sedangkan prosedur umumnya
dimodifikasi sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Di Indonesia prosedur
desain menurut prinsip ini juga telah dimodifikasi baik tata cara maupun koefisien-
koefisien yang dipakai.
Pada prinsip desain kapasitas, yang pertama adalah salah satu/elemen tertentu
penahan gaya horisontal dipilih untuk didesain secara khusus agar dapat berfungsi
untuk tujuan disipasi energi pada tingkat deformasi inelastik. Tempat kritis dimana
disengaja untuk berdeformasi secara inelastic tersebut umumnya disebut plastic
hinges atau sendi plastis. Tempat-tempat sendi plastis itu didetail secara baik untuk
keperluan deformasi inelastik sehingga tidak terjadi rusak lentur maupun rusak geser.
Detailing yang dimaksud adalah tulangan lentur dan tulangan geser didesain
sedemikan rupa sehingga terjadi sifat daktail pada sendi plastis tersebut. Tata cara
detailing yang dimaksud akan dibicarakan secara khusus.
Prinsip yang kedua adalah bahwa elemen-elemen yang lain diproteksi
sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi kerusakan. Kerusakan sudah dialokasikan
ditempat-tempat tertentu dimana sendi-sendi plastis tersebut berada. Dengan detailing
yang baik maka sendi-sendi akan berperilaku daktail. Sebagaimana pernah disinggung
sebelumnya bahwa daktail terjadi apabila suatu elemen mampu berdeformasi secara
inelastik secara berkelanjutan tanpa adanya pengurangan kekuatan yang berarti.

16
Apabila demikian maka akibat beban siklis luasan hysteretic loops menjadi
besar. Luasan histeretik loop menunjukkan kapasitas elemen dalam melakukan
disipasi energi. Oleh karena itu elemen yang daktail mampu melakukan disipasi
energi secara baik/berkelanjutan. Analogi dan perilaku inelastik elemen daktail pada
prinsip capacity design adalah seperti tampak pada gambar. Elemen dimana sendi
plastik berada, sengaja diperlemah, tetapi didesain secara baik agar bersifat daktail.
Karena elemen-elemen yang lain sengaja diperkuat, maka akibat beban siklis, sendi
plastis daktail akan terisolasi pada bagian yang lemah.
Elemen lokasi sendi
plastis

hysteretic
loops

δ δ

Brittle / Getas Ductile / Ulet

- hysteretis loops luas / besar


- disipasi energi besar

Gambar 2.1. Hyeteretic Loops Elemen

Secara lebih konkrit, struktur daktail akan terjadi pada struktur dengan prinsip
desain ”strong column weak beam” sedangkan prinsip ”strong beam weak column”
akan menghasilkan perilaku struktur yang brittle/getas. Analisis secara kuantitatif atas
dua prinsip desain tersebut akan dibahas secara rinci pada bahasan ”Daktilitas Portal
Terbuka Beton Bertulang Bertingkat Banyak pada Dua Mekanisme Keruntuhan yang
Berbeda”.

17
Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAM STRONG BEAM WEAK COLUMN


BEAM SWAY MECHANISM COLUMN SWAY MECHANISM

Gambar 2.2. Letak Sendi Plastis Elemen

Secara sistematik Paulay dan Pristley (1992) menyatakan bahwa


karakteristik/ciri utama capacity design adalah:
1. Letak kemungkinan terjadinya sendi plastis sudah ditentukan secara jelas. Hal ini
diperoleh dengan memilih pola penggoyangan yang tepat, yaitu ”beam sway
mechanism” yang mana kolom direncanakan lebih kuat daripada balok. Dengan
kondisi seperti itu maka sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok
dan ujung bawah kolom tingkat dasar.
2. Lokasi-lokasi dimana direncanakan sendi-sendi plastis didetail secara baik
sehingga walaupun berdeformasi secara inelastik tetapi tetap daktail. Pada kondisi
tersebut tidak akan terjadi kerusakan secara prematur. Karena elemen daktail
mampu menjaga kestabilan (tidak runtuh) pada deformasi inelastik, maka proses
disipasi energi dapat berlangsung secara baik.
3. Elemen-elemen yang berpotensi brittle dan tidak baik dalam melakukan disipasi
energi sengaja diperkuat sehingga tidak akan terjadi sendi-sendi plastis (pada
kolom). Cara memperkuat elemen tersebut adalah dengan memberikan kekuatan
yang lebih besar daripada ”over-strength” yang ada pada balok. Dengan demikian
elemen kolom senantiasa tetap elastik selama beban gempa berlangsung
(sementara balok boleh berperilaku inelastik).
4. Shear failure pada saat terjadinya deformasi inelastik harus dihindari dengan jalan
memasang lateral confinement yang cukup. Selain itu anchorage failure dan
bentuk-bentuk instabilitas yang lain (beam column joint failure) sangat dihindari
dengan detail elemen yang baik.

18
B. DOMINASI BEBAN
Bidang momen (BMD) seperti dibahas di atas adalah kombinasi antara momen
akibat beban mati (DL + LL) dan momen akibat beban gempa. Rasio momen MD+L
dan momen akibat gempa ME akan mempengaruhi bentuk bidang momen. Ada dua
kemungkinan yang membuat/mempengaruhi bentuk akhir bidang momen :
1. Earthquake Load Dominated (ELD)
Earthquake Load Dominated (ELD) adalah suatu kondisi yang mana beban
gempa mendominasi sistem pembebanan. Hal ini terjadi karena ME jauh lebih besar
daripada MD+L. Kondisi seperti itu akan terjadi apabila :
a. Bentang balok relatif pendek.
Apabila demikian, maka momen oleh beban mati akan relatif kecil.
b. Bangunan bertingkat banyak.
Pada bangunan bertingkat banyak maka momen balok akibat gempa
menjadi besar, terutama pada tingkat-tingkat bawah.
c. Bangunan terletak pada daerah gempa yang besar dan terletak diatas tanah
lunak. Apabila demikian maka koefisien gempa dasar C akan menjadi
besar. Akibat yang akan terjadia adalah gaya geser dasar V akan menjadi
besar dan selanjutnya gaya horisontal tingkat menjadi besar.
Apabila ELD terjadi maka seperti tampak pada gambar :
a. Momen negatif M- jauh lebih besar dibanding dengan M+
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi pada ujung balok
c. Sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok
d. Tidak ada gaya lintang = 0.

Gambar 2.3. Earthquake Load Dominated (ELD)

19
2. Gravity Load Dominated (GLD)
Berlawanan dengan ELD, maka GLD momen oleh beban hidup MD+L lebih besar
daripada ME. Kondisi ini akan terjadi apabila:
a. Bentang balok relatif panjang
Pada kondisi seperti ini momen oleh beban mati dan beban hidup akan
menjadi besar.
b. Bangunan tidak tinggi
Artinya hanya beberapa tingkat sehingga momen balok oleh beban gempa
masih relatif kecil.
c. Bangunan terletak di daerah gempa rendah dan diatas tanah lunak.
Pada kondisi GLD, maka seperti tampak pada gambar bahwa :
a. Momen positif M+ cukup dominan
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi dalam bentang balok
c. Sendi-sendi plastis momen positif tidak terjadi pada ujung-ujung balok
d. Butir 2 sebagai akibat dari adanya gaya lintang sama dengan nol.

Gambar 2.4. Gravity Load Dominated (GLD)

20
BAB III
REDISTRIBUSI MOMEN

A. PENGERTIAN REDISTRIBUSI MOMEN


Pada bahasan Capacity Design Philosophy telah disampaikan bahwa agar
terjadi beam sway mechanism, maka prinsip desain strong column weak beam adalah
design philosophy yang dianggap tepat. Pada prinsip desain tersebut, elemen balok
dirancang sedemikian rupa sehingga lebih lemah daripada kolom. Hierarki yang
pertama pada proses desain bangunan tahan gempa adalah desain balok.
Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan
dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini
maka pokok bahasan akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu
”earthquake load dominated”. Kombinasi/superposisi momen balok oleh beban mati
dan beban gempa adalah sebagai berikut.
q

M-D+L
ME
M+

M-
M+D+L
M- >>M+
Redistribusi momen

Pada gambar diatas tampak jelas bahwa untuk ELD akan diperoleh nilai
momen negatif M- yang umumnya jauh lebih besar dari pada momen positif M+.

21
Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut maka ukuran balok akan
cukup besar untuk mengakomodasi M- sementara hanya diperlukan balok yang relatif
lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif M+. Agar
penghematan dapat diperoleh maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa
dimungkinkan adanya ”redistribusi momen”. Redistribusi momen yang dimaksud
adalah dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.
Secara jelas Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa tujuan
diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen
dengan :
1. Mengurangi momen maksimum absolut (M-) dan mengkompensasikan ke
uncritical beam momen (M+).
Dengan cara tersebut maka distribusi beam required strength menjadi lebih baik
dan desain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi momen ini bahkan
dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir/sama dengan momen
negatif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri
antara momen negatif dan momen positif.
2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required
strength momen negatif elemen balok.
Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat daktail pada lokasi sendi
plastis. Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan analisis
tampang, daktilitas potongan akan semakin besar pada pemakaian tulangan
desak yang semakin besar.
Tulangan desak pada analisis tampang tersebut tidak lain adalah tulangan
momen positif pada kondisi ELD.
3. Mengefisienkan Desain Kolom.
Apabila redistribusi momen negatif ke momen positif telah dilakukan, maka
beam required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok,
maka apabila required strength balok menurun, required strength kolom pada
daerah kritis (M-) juga akan mengecil. Kolom menjadi lebih efisien.
4. Memakai momen balok dan kolom ditepi/ditempat muka pertemuan.
Pada cara konservatif, desain balok didasarkan atas momen di as kolom. Dengan
memakai momen pada muka kolom, maka momen efektif akan lebih kecil
secara signifikan dibanding dengan gross momen (terutama pada M-). Pada
momen positif kejadian sebaliknya dimungkinkan terjadi.
22
sendi plastis
Mef = Momen efektif
Mg = Gross moment

Gambar 3.1. BMD Earthquake Load Dominated

B. PERSYARATAN MOMENT REDISTRIBUTION


Walau bagaimanapun baiknya konsep redistribusi momen, tetapi apabila tidak
terkendali, maka akan memberikan akibat yang tidak baik (buruk). Oleh karena itu
syarat-syarat dalam meredistribusi momen berikut ini harus diperhatikan.

Vj+1
1 2 3 4
Vj+1 Vj+1 Vj+1 Vj+1

F j

1 2 3 4
Vj Vj Vj Vj

Vj
1. Keseimbangan gaya lintang sebelum dan sesudah redistribusi harus tetap dijaga.

V j − F j − V j +1 = ∑ j V − F j − ∑ j +1V
i i

2. Jumlah momen balok sesudah redistribusi momen harus sama dengan jumlah
momen sebelum redistribusi dilakukan.

∑ M + ∑ ΔM b b = ∑ M br = konstan

Mb adalah momen balok, ∆ Mb adalah perubahan momen karena redistribusi dan


Mbr adalah momen setelah redistribusi.

23
3. Secara praktis redistribusi momen ∆ Mb tidak boleh lebih besar dari 30% momen
aslinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan kekuatan yang sangat
signifikan. Penurunan kekuatan yang signifikan akan menyebabkan terjadinya
premature failure.

Contoh : Redistribusi Momen


Untuk dapat melakukan redistribusi momen, maka hasil analisis struktur harus
sudah ada. Agar proses redistribusi momen dapat dipahami secara baik, maka analisis
struktur akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa sebaiknya dilakukan
dengan cara terpisah. Gaya-gaya dalam (internal forces) total yaitu momen, gaya
lintang dan gaya normal diperoleh dengan superposisi atas hasil analisis yang
dilakukan secara terpisah tersebut.
Pada pembahasan di atas telah disampaikan bahwa sebelum dan sesudah
redistribusi maka required strength harus tetap nilainya. Hal ini dapat dimengerti
secara mudah bahwa jangan sampai terdapat loss of strength pada proses redistribusi
momen. Istilah yang dipakai memang redistribusi momen, karena hanya momen lah
yang biasanya dilakukan redistribusi. Apabila tidak terjadi loss of required strength
pada saat redistribusi, maka juga tidak akan terjadi pengurangan gaya lintang.

C. REDISTRIBUSI MOMEN PADA EARTHQUAKE LOAD DOMINATED


Pada bahasan dominasi beban telah diketahui bahwa ada dua kemungkinan
dominasi beban yang mungkin akan terjadi. Pada bahasan redistribusi momen ini
maka pokok akan berkaitan dengan dominasi beban yang pertama yaitu earthquake
load dominated. Kombinasi superposisi momen balok oleh beban mati, hidup dan
gempa adalah sebagai berikut.

Gambar 3.2. BMD Akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa


Pada gambar di atas tampak bahwa untuk earthquake load dominated akan diperoleh
nilai momen negatif yang umumnya jauh lebih besar daripada momen positif.
24
Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut, maka ukuran balok
akan cukup besar untuk mengakomodasi momen negatif, sementara hanya diperlukan
balok yang relatif kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif.
Agar penghematan dapat dicapai, maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa
dimungkinkan adanya redistribusi momen. Redistribusi momen yang dimaksud
dilakukan dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.
Diambil dari hasil analisis struktur dari metode Muto (1975), misalnya
redistribusi momen tingkat ke-2. Pengalaman dari beberapa analisis struktur
menunjukkan bahwa momen negatif balok hasil analisis akibat beban mati dan beban
hidup nilainya hampir sama dengan momen negatif balok pada elemen jepit-jepit.
Momen positif pada struktur simple
beam adalah,
1
M + = QL2
8
Momen negatif balok jepit-jepit
adalah,
1
M− = QL2
12

Gambar 3.3. BMD Akibat Beban Gravitasi

Momen total adalah superposisi diantaranya (menjadi fixed end moment).


Momen hasil analisis struktur pada prakteknya hampir sama dengan momen
superposisi tersebut. Oleh karena itu momen FEM tersebut dapat dipakai untuk
keperluan redistribusi momen. Apabila intensitas beban terbagi rata Q = 3 t/m dan
1 1
bentang balok L = 8 m, maka M+ = .3.8 2 = 24 tm dan M- = .3.8 2 = 16 tm.
8 12

25
24
a)
16

b)

MD+L

c)

MD+L

9.56 12.5
d)
setelah redistribusi
momen

9.56 47.876 12.5 50.816

Gambar 3.4. Superposisi BMD Earthquake Load Dominated

Pada gambar c) tampak bahwa momen positif maksimum M+ = 18,816 tm,


sementara M- = 50,816 tm. Perbedaan antara keduanya sangat besar, oleh karena itu
kalau tidak dilakukan redistribusi momen maka desain elemen tidak efisien. Total
required strength balok menurut gambar c) adalah,
M t = 18,816 + 47,876 + 15,876 + 50,816 = 133,384 tm

Setelah dilakukan redistribusi momen, maka required strength harus tetap


nilainya, atau Mt = 133,384. Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa redistribusi
momen tidak boleh lebih dari 30%. Batas tersebut berarti bahwa momen maksimum
∆M = 30% x 50,816 = 15,245 tm. Misalnya dipakai ∆M =12,5 tm (24,6% < 30%),
sehingga
M − = 50,812 − 12,5 = 38,316 tm
133,384 − (2 × 38,316)
M+ = = 28,376 tm > 50% M −
2

26
D. REDISTRIBUSI MOMEN PADA GRAVITY LOAD DOMINATED
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada gravity load dominated
persoalannya berbeda dengan earthquake load dominated, khususnya dalam hal
redistribusi momen. Redistribusi momen khusus untuk gravity load dominated agak
rumit tetapi akan menghasilkan desain yang efisien. Dapat saja dipakai redistribusi
momen dengan cara biasa, tetapi hasilnya kurang efisien. Redistribusi momen pada
tingkat ke-2 dengan cara biasa dan memakai hasil ME pada daerah gempa 3 akan
menghasilkan bidang momen seperti gambar c). Apabila cara tersebut dipertahankan,
maka ada kemungkinan momen positif lapangan akan lebih besar dari pada momen
negatif.
Oleh karena itu redistribusi momen dilakukan sedemikian rupa sehingga M+lap
akan mendekati M-. Pada gambar c) tersebut M+lap = 11,52 tm. Misal diambil ± 20%
redistribusi momen ∆M = 6,5 tm, maka :
M t = 1,532 + 0,526 + 32,526 + 33,532 = 68,116 tm

M − = 33,532 − 6,5 = 27,032 tm


68,116 − (2 × 27,032)
M+ = = 7,026 tm << 50% M −
2
Maka diambil momen positif lapangan : M + = 11,52 + 6,5 = 18,02 tm
24 24
a)
16 16

b)

c)

d)
setelah redistribusi
momen

Gambar 3.5. Superposisi BMD Gravity Load Dominated

27
E. MOMEN MUKA KOLOM
Setelah digambar akan tampak seperti pada gambar d). Gambar tersebut
adalah momen pada as kolom. Padahal momen yang dipakai untuk desain adalah
momen balok pada muka kolom. Oleh karena itu momen negatif M- = 38,316 tm
masih akan berkurang cukup signifikan, sedangkan momen positif M+ = 28,376 tm
tidak akan berubah banyak. Cara memperoleh momen balok ditepi muka kolom
adalah :
L

Gambar 3.6. BMD As Kolom

4 fa (l − a ) a
xi = xi' = (M 1 + M 2 )
l2 l
4 fb(l − b) b
xa = xa' = ( M 1 + M 2 )
l2 l
1
Bila : a = 0,3 m l =8m f = Ql 2 = 24 tm
8
b = 0,35 m M 1 = 28,376 tm M 2 = 38,316 tm

4. f .a( L − a) 4. f .b( L − b)
xi = xa =
L2 L2

xi ' =
a
(M 1 + M 2 ) xa ' =
b
(M 1 + M 2 )
L L
28
maka :
4 fa (l − a ) 4.24.0,3(8 − 0,3)
xi = = = 3,465 tm
l2 82
4 fb(l − b) 4.24.0,35(8 − 0,35)
xa = = = 4,0163 tm
l2 82
a 0,3
xi' = (M 1 + M 2 ) = (28,376 + 38,316) = 2,501 tm
l 8
b 0,35
x a' = (M 1 + M 2 ) = (28,376 + 38,316) = 2,918 tm
l 8
M + = M 1 − xi' + xi = 28,376 − 2,501 + 3,465 = 29,4304 tm

M − = M 2 − x a' − x a = 38,316 − 2,918 − 4,0163 = 31,5047 tm

Maka : M u− = 31,5047 tm

M u+ = 29,4303 tm

Apabila contoh cara Muto tersebut untuk bangunan biasa, yaitu I = 1 dan terletak di
daerah gempa 3 di atas tanah lunak, maka nilai C = 0,07
sehingga Vt = C . I . K . W = 0,07 . 1 . 1. 275,2 = 19,264 t.
Dengan cara yang sama, maka momen akibat beban gempa adalah seperti pada
Gambar 3.7.

Gambar 3.7. BMD

29
Momen balok di tepi muka kolom :
Seperti contoh sebelumnya akan diperoleh
b 0,35
x a' = (M 1 + M 2 ) = (7,032 + 27,032) = 1,490 tm
l 8
4 fb(l − b) 4.24.0,35(8 − 0,35)
xa = = = 4,0163 tm
l2 82

M − = 27,032 − 1,49 − 4,0163 = 21,526 tm


+
M lap = 18,02 tm

Sendi-sendi plastik ELD Sendi-sendi plastik GLD

30
BAB IV
PROSES DESAIN MENURUT KONSEP
CAPACITY DESIGN

Penerapan desain kapasitas yang dimaksud dalam hal ini adalah penerapannya
pada portal terbuka (open frame). Dengan memakai prinsip desain kapasitas, maka
hierarki kerusakan struktur akan terkendali sebagaimana terjadi pada konsep “beam
say mechanism”. Disamping itu, proses disipasi energi pada sendi-sendi plastis
diujung-ujung balok akan terjadi secara baik karena tempat-tempat tersebut didetail
secara baik agar berperilaku daktail. Perlu diketahui bahwa disipasi energi pada
konsep ini hanya diperbolehkan pada ”inelastic bending deformation” akibat beban
dinamik bolak-balik.
Urutan proses desain adalah sebagai berikut (Paulay and Priestley, 1992) :
1. Desain Balok Lentur
Langkah-langkah yang telah dibahas pada redistribusi momen adalah dalam
rangka menentukan ”ultimate required beams flexure strength atau Mb,u.
Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa momen yang dipakai sebagai dasar
desain (Mu) adalah momen balok pada tepi muka kolom.
2. Desain Tulangan Geser Balok
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa disipasi energi hanya diharapkan pada
”inelastic bending deformation” pada ujung-ujung balok. Hal ini berarti bahwa
pada prinsip desain kapasitas, tidak diperbolehkan mengandalkan disipasi energi
dari ”inelastic shear deformation”. Dengan kata lain balok tidak boleh rusak oleh
gaya geser. Oleh karena itu perlindungan terhadap rusak geser menjadi sangat
penting.

31
P T P

efek gaya aksial

δ δ

Flexural Dominated Shear Dominated


Strength Degradation Pinching Effect

Gambar 4.1. Histeretic Loops

Pada non strength degradation flexural dominated element, maka luasan histeretik
loop cukup besar dan tidak terjadi penurunan kekuatan. Pada kondisi ini disipasi
energi berlangsung dengan baik. Sebaliknya pada ”shear dominated element”
luasan histeretik loop relatif kecil, sehingga disipasi energi tidak dapat diandalkan
pada peristiwa ini. Hal tersebut dipertegas bahwa rusak geser umumnya terjadi
secara tiba-tiba.
3. Desain Kolom
Pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangkut secara erat dengan
kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hierarki kerusakan/kekuatan struktur
agar terjadi ”strong column weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hierarki,
kekuatan kolom harus lebih besar dari pada kekuatan balok. Untuk itu kekuatan
maksimum balok harus diketahui terlebih dahulu. Dalam hal ini ”beam
overstrength factor Øo” dipakai sebagai faktor pengali dari ”ultimate required
strength Mu” ke ”strength capacity Mo”.
4. Desain Tulangan Geser Kolom
Pada gambar dibawah tampak bahwa gaya aksial (seperti pada kolom) cenderung
mengakibatkan struktur kurang daktail/mengakibatkan degradasai kekuatan. Pada
kolom tingkat dasar, beban aksialnya maksimum, padahal pada ”strong column
weak beam”, sendi plastis akan terjadi pada ujung bawah kolom tingkat dasar.
Oleh karena itu confinement pada tempat tersebut sangat diperlukan. Diameter
32
sengkang dan jarak sengkang s harus didesain sedemikian rupa sehingga
”buckling” tulangan memanjang tidak terjadi. Apabila demikian sifat daktail pada
sendi-sendi plastis dapat dicapai.

Sendi Plastis

STRONG COLUMN WEAK BEAM


”BEAM SWAY MECHANISM”

Gambar 4.2. Pola Sendi Plastis pada Bangunan

5. Desain Beam Column Joint


Diawal pembahasan Reinforce Concrete frame telah disampaikan bahwa sifat
”statically indeterminated structure” akan dapat dipertahankan apabila joint tetap
kaku/monolit selama terjadinya deformasi inelastik pada balok. Pada beam
column joint akan terjadi gaya geser yang besar sebagai akibat dari momen-
momen balok dan kolom. Adanya ”diagonal compression” akibat adanya
momen-momen balok dan kolom akan berusaha memecahkan joint secara
diagonal. Hal ini akan diperparah oleh adanya gaya aksial kolom. Oleh karena itu
tulangan geser horisontal pada joint akan sangat diperlukan untuk menahan gaya
geser tersebut. Sifat penahanan oleh balok kiri dan kanan joint akan berkurang
karena diujung-ujung balok tersebut telah terjadi sendi-sendi plastis.

33
Gambar 4.3. Gaya yang Bekerja Pada Joint Balok Kolom

34
BAB V
DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP

A. TEORI DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP


Desain balok tulangan rangkap yang dimaksud adalah menentukan ukuran balok,
jumlah, komposisi dan penempatan tulangan sedemikian rupa sehingga mampu
menyediakan kekuatan yang lebih besar atau sama dengan kebutuhan kekuatan.
Mengingat pada beban gempa arah beban dapat bolak-balik maka komposisi tulangan
untuk menahan momen negatif dan momen positif harus diatur sedemikian rupa
sehingga memenuhi persyaratan SKSNI-1991 Pasal 13. 14. 3. 2. (2) yaitu :

“Kuat momen positif disisi muka kolom tidak boleh kurang dari
½ kuat momen disisi negatif pada tempat yang sama”.

Ketentuan tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan daktilitas yang salah
satunya adalah daktilitas suatu potongan akan tinggi apabila kandungan tulangan desak
cukup besar.

Review : Kondisi Balance


ε

ε ε

Gambar 5.1. Gaya-gaya Kopel pada Balok

35
Berdasarkan Gambar, maka akan diperoleh perbandingan,
eb h
=
∈c ∈c + ∈y

∈c
cb = ×h
∈c + ∈y
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal yaitu :
Cc = Ts
0.85 f’c . β1 . Cb . b = ρb . b . h . fy
ρb = 0.85 f ' c . cb .β
1
fy h
Subtitusi nilai Cb kedalam persamaan, akan diperoleh :
1 ∈c β
ρb = . .h. 1
m ∈c + ∈y h

β1 ∈c , m= fy
ρb = .
m ∈c + ∈y 0.85 . f ' c
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal,
Cc = Ts
0.85.f’c . a . b = As . fy
0.85 f’c . a . b = ρ.b.h . fy
a= fy
ρ .h
0 . 85 f ' c
Momen yang dapat dikerahkan oleh gaya-gaya,
Mn = Ts ( h-a/2)
= ρ.b.h.fy ⎧ fy ρ ⎫
⎨h − . .h ⎬
⎩ 0.85 f ' c 2 ⎭

= ρ.b.h.fy.h ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭
= ρ.b.h2.fy ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭
Mn = R.bh2
R = ρ.fy ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭

36
Contoh :

Misalnya dihitung ρb untuk kombinasi f’c = 20 Mpa (205 kg/cm2) dengan mutu baja

fy = 400 Mpa (4080 kg/cm2). Nilai β 1 = 0,85; dan εc = 0,003; Es = 2,1 x 106 kg/cm2.
Penyelesaian :
fy 4080
m= = = 23,4146
0,85 f ' c 0,85 x 205
fy 4080
εy = = = 0,001943
Es 2,1x10 6
0,85 0,003
ρb = . = 0,02203 (2,203 %)
23,4146 0,003 + 0,001943

37
Mulai

Mu dari data
analisis yang sudah
diredistribusi

0,85. f' c .β1 ε c .E s ρ max = 0,75. ρ b


ρb = . →
fy ε c .E s + f y 1,4
ρ min =
dengan : fy
f’c < 30 MPa ~ ß1 = 0,85
f’c > 30 MPa ~ ß1 = 0,85-0,008(f’c-30) > 0,65

fy
m=
0,85. f 'c

R n = ρ. f y .(1 − 1 .ρ .m)
2

Mn
d2 =
b.R n
h = d + d'

Tidak
h > 2b
Ya

Rn1 = (0,3 s/d 0,8). Rn

Mn2 = Mn – Mn1'
M n1 = 0,85. f' c . a.b (d − a/2 )
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan M n2
Mn1 = Rn. b. d2 A s2 =
f y .(d − d' )

0,85. f' c . a. b
A s1 =
fy A s2
n2 =

A s1
n1 =
Aφ Tulngan tarik = n1 + n2

A s1.ada = n1 .Aφ Tulngan tekan = n2

A s1.ada . f y Tidak
a' = As ada > 50% A’s.ada
0,85. f'c .b
Ya

M n1 ' = 0,85. f'c. a'. b.(d − a 2) Selesai

Gambar 5.2. Flow chart perhitungan balok bertulangan rangkap


38
Mulai

Tetapkan hasil
perhitungan tulangan
memanjang balok

(A s.ada - A's.ada ). f y
a=
0,85. f'c .b

ε c .E s .β1d'
aleleh =
ε c .E s − f y

Tidak Ya
Belum leleh a ≥ aleleh Sudah leleh

⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y = A's.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f' c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan : a
c=
β1
M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f y . (d − d' )
c − d'
f 's = ε c .E s
c

M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f 's . (d − d' )

Mn = Mn1 + Mn2

Selesai

Gambar 5.3. Flow chart momen tersedia pada balok

39
B. PERHITUNGAN TULANGAN RANGKAP BALOK
Kembali ke hasil redistribusi, misalnya yang akan didesain adalah balok tengah
dengan Mu- = 760 kNm (77,52 tm) dan Mu+ = 548 kNm (56,896 tm).

Gambar 5.4. Potongan dan Gaya-gaya Kopel pada


Balok Tulangan Rangkap

Dipakai f’c = 22,5 MPa (229,5 Kg/cm2), fy = 400 MPa = 4080 Kg/cm2
Es = 2100000 Kg/cm2, β = 0,85 , εc = 0,003

Dipakai tulangan pokok D25, Ad = 1 x π x (D)2 = 1 x π x (2,5)2 = 4,908 cm2,


4 4
Tulangan sengkang P10, selimut beton = 4 cm
d = Pb + Ø tulangan sengkang + Ø tulangan pokok + ½ . jarak antar tulangan
= 4 + 1 + 2.5 + (½ x 2,5) = 8,75 cm ,
d’ = 4 + 1 + (½ x 2,5) = 6,25 cm

εy = fy = 0,001943.
Es

• Mengestimasikan ukuran balok


Mu
= Rm .b.h 2
φ
→ semuanya dapat dilihat di Struktur Beton I

fy 4080
m = = = 20,915
0,85 x f ' c 0,85 x 229,5

β εc 0,85 0,003
ρb = x = x = 0,0247
m εc + εy 20,9150 0,003 + 0,001943

40
ρm = 0,75 ρb = 0,75 x 0,0247 = 0,0185
Rb = ρb x fy x (1 - (0.5 x ρb x m))
= 0,0247 x 4080 x (1 – (0,5 x 0,0247 x 20,915))
= 74,67 Kg/cm2
Rm = 0,75 x Rb = 0,75 x 74,67 = 56 Kg/cm
Mn = Rm x b x h2 ; h = 2b
77,52 x10 5
= 56 x b x b2
0,8
9690000 = 224 x b3
b = 3
9690000 = 35,103 cm
224

dipakai :
b = 35 cm
h = 68,75 cm
ht = h + d = 68,75 + 8,75 = 77,50 cm
h’= ht – d’ = 77,5 – 6,25 cm

1. Komponen Tulangan Sebelah


Karena Mu+ 72% dari Mu-, maka nilai itu jauh melebihi 50% Mu-. Oleh karena
itu dipakai R1 cukup kecil.

Misal dipakai R1 = 0,2 Rb = 0,2 x 74,67 = 14,934 kg/cm2


M1 = R1.b.h2 = 14,934 x 35 x (68,75)2 = 24,7053 tm = 2470526,95 Kg cm
M1= 0,85 f’c .a .b .(h – a/2)
2470526,95 = 0,85 x 229,5 x a x 35 x (68,75 – a/2)
0,85 x 229,5 x 35
2470526,95 = (0,85 x 229,5 x 35 x 68,75) – ( )
2
2470526,95 = 469399,2188 a – 3413,8125 a2
3413,8125 a2 – 469399,2188 a + 2470526,95 = 0
3413,8125 a2 - 469399,2188 a + 2470526,95
3413,8125
a2 -137,5a + 723,6856 = 0

− b ± (b) 2 − (4.a.c)
a=
2.a

41
137,5 − (137,5) 2 − (4 x 1 x 723,6856)
a= = 5,4817 cm
2 x1
a 5,4817
c= = = 6,449 cm
β1 0,85

c − d' 6,449 − 6,25


εs = x εc = x 0,003 = 9,26.10-5 < 0,001943
c 6,449
→ Baja desak belum leleh

Cc = 0,85 x 229,5 x 5,4817 x 35 = 37426,9919 Kg


Ts1 = Cc = As1 x fy

As1 = Cc = 37426.9199 = 9,1732 cm2


fy 4080

As1 9,1732
n1 = = = 1,87 ≈ dipakai 2 buah → 2 D25
Ad 4.908
As1 = 2 x 4,908 = 9,816 cm2
Ts1 = As1 x fy = 9,816 x 4080 = 40049,28 Kg
Ts1 40049,28
Ts1 = Cc = 0,85 f’c .a .b → a = = = 5,865 cm
0,85 f ' c.b 0,85 x 229,5 x35
M1 = Cc.(h-(a/2))
= 0,85 x 229,5 x 5,865 x 35 x (68,75–(5,865 /2)) = 2635897,87 Kg cm
c = a/β = 5,8657/0,85 = 6,90 cm
c − d' 6,9 − 6,25
εs = x εc = x 0,003 = 0,000282 < 0,001943
c 6,9
→ Sekali lagi baja desak belum leleh

2. Komponen Tulangan Rangkap


M2 = Mn – M1 = (96.9 x 105) – (26.3589 x 105) = 7054110 Kg cm
Untuk sementara tulangan desak dianggap leleh dulu, yaitu untuk menentukan
jumlah tulangan rangkap.

M2 7054110
Ts2 = Cs = = = 112865,76 Kg
h − d' 68,75 − 6,25
Ts2 = As2 x fy

42
Ts2 112865,76
As2 = = = 27,6631 cm2
fy 4080
As2 27,6631
n2 = = = 5,6363 buah → dicoba dipakai 6 buah → 6 D25
Ad 4,908
Sehingga :

2 6
8D25

6D25
tul. sebelah tul. rangkap penulangan
rangkap

Kontrol jarak antar tulangan :


b balok − 2 ( Pb + φ sengkang ) − n 1 lapis coba x φ tulangan pokok
S= >2,5
n 1 lapis coba − 1
Misal dipakai n 1 lapis = 4
35 − 2 (4 + 1) − 4 . 2,5 15
S= = = 5 cm > 2,5 cm → Ok!
4 −1 3

Karena tulangan desak belum leleh maka dengan susunan tulangan seperti itu
akan dianalisis, apakah dapat menyediakan kuat lentur nominal yang memenuhi
kebutuhan.

3. Kontrol Kuat Lentur Momen Negatif


Analisis Balok Tulangan Rangkap dengan Baja Desak Belum Leleh

ε
ε

Gambar 5.5. Desain Balok Tulangan Rangkap dan


Gaya-gaya yang Terjadi

43
Keseimbangan gaya-gaya horisontal
Ts1 + Ts2 = Cc + Cs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . fs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . εs . Es
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ x a x β x d' x εc x Es
a

ax0,85 x6,25
(8x4,908)x4080 = (0,85x229,5xax35)+(6x4,908)x x0,003x2100000
a
160197,12 = (0,85x229,5xax35) +
(6 x 4,908 x 0,003 x 2100000) a − (6 x 4,908 x 0,85 x 6,25 x 0,003 x 2100000)
a

185522,4 a − 985587,75
160197,12 = 6827,625 a +
a
6827,625 a + (185522,4 - 160197,12)a – 985587,75 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 3,7092 a – 144,3529 = 0

− 3,7092 + (3,7092) 2 + (4 x 1 x 144,3529)


a= = 10,3023 cm
2 x1
a 10,3023
c= = = 12,1204 cm
β 0,85
c − d' 12,1204 − 6,25
εs = x εc = x 0,003 = 0,00145 < 0,001943 = ɛy
c 12,1204
→ εs = 0,00145 < 0,001943, maka betul “Baja desak belum leleh”
fs = εs x Es = 0,00145 x 2100000 = 3051,3448 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan :


a
M1 = 0,85 x f’c x a x b (h - )
2
10,3023
= 0,85 x 229,5 x 10,3023 x 35 x (68,75–( ))
2
= 4473558,439 kg cm
= 44,735 tm

44
M2 = As’ x fs x h–d’
= (6 x 4,908) x 3051,3448 x (68,75 – 6,25)
= 5616000,104 kg cm
= 56,16 Tm
Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2
= 44,735 + 56,16
=100,8955 tm
Mu = Ф.Mn = 0,8 x 100,8955 = 80,7164 tm > 77,52tm
→ Desain tulangan momen negatif sukses.

4. Kontrol Kuat Lentur Momen Positif


Dalam hal ini 6 D25 akan berfungsi sebagai tulangan tarik dan 8 D25 berganti
posisi menjadi tulangan desak. Kondisinya akan sama dengan diatas yaitu
analisis balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.

ε
ε

Umumnya baja desak


belum leleh

ε
dianggap tetap
6,25 cm

Gambar 5.6. Desain Balok Tulangan Desak Belum Leleh

Keseimbangan gaya-gaya horisontal :


Ts = Cc + Cs
As’ x fy = 0,85 f’c .a .b + As x a x β x d x εc x Es
a

ax0,85x8,75
(6x4,908)x4080 =(0,85x229,5xax35)+(8x4,908)x x0,003x2100000
a
120147,84 = (0,85x229,5xax35) a +
(8 x 4,908x0,003x 2100000)a − (8 x 4,908 x0,85 x8,75 x0,003x 2100000)
a
247363,2a − 1839763,8
120147,84 = 6827,625 a +
a

45
6827,625 a + (247363,2 - 120147,84) a – 1839763,8 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 18,6324 a – 269,4588 = 0

− 18,6324 + (18,6324) 2 + (4 x 1 x 269,4588)


a= = 9,5584 cm
2 x1
a 9,5584
c= = = 11,2451 cm
β 0,85
c−d 11,2451 − 8,75
εs = x εc = x 0,003 = 0,00066 < 0,001943 = ɛy
c 11,2451
→ betul “Baja desak belum leleh”
fs = εs x Es = 0,00066 x 2100000 = 1397,9056 Kg/cm2

Momen nominal yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil


momen terhadap baja tarik.
a
M1 = 0,85 x f’c x a x b (h’- )
2
9,5584
= 0,85 x 229,5 x 9,5584 x 35 x ( 71,25–( ))
2
= 4337962,22 kg cm
= 43,38 tm
M2 = As x fs x h’–d
= (8 x 4,908) x 1397,9056 x (71,25 – 8,75)
= 3430460,34 kg cm
= 34,304 tm
Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2
= 43,38 + 34,304
= 77,684 tm
Mu = Ф x Mn = 0,8 x 77,684 = 62,1473 tm > 56,896 tm
→ Desain tulangan momen positif juga sukses!.
→ Desain balok tulangan rangkap “ SUKSES “

46
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.

8,5 m 5,5 m 7,5 m

3 4 3 1 2 1 5 6 5

Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6

7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25

4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25

47
Bending Momen Diagram (BMD)

Satuan kN-m

Momen Akibat Beban Mati (MD) Momen Akibat Beban Hidup (ML)

Gambar 5.7. BMD Akibat Beban Gravitasi

48
483.8 419.4 311.4 435.4
196.2 200.6 187.9 240.7 199.7 207.5 319.4 417.8
39.0 47.0 55.0
70.4
24.7 1.7
197.5
200.7 187.1 197.2 199.9 208.8 109.9 100.2 41.9

655.8 591.88 630.0


368.6 432.2 348.2 377.5 430.1 401.0 559.9 561.4 565.9
37.0 45.0 53.0

370.0
432.6 347.3 376.9 430.1 402.1 119.71 138.4 384.12 341.8 226.2 213.2

495.0 619.9 464.5 764.2 760.5 770.1


511.7 621.4 546.5 773.7 730.3 719.4
34.0 42.0 50.0

496.5
625.4 463.6 511.2 621.3 547.5 267.4 378.6
243.1 547.4 544.8 354.2

Momen Akibat Beban Gempa Kiri (ME) Momen Akibat Beban Kombinasi
1,05 (MD+ML+ME)

Gambar 5.8. BMD Akibat Beban Gempa dan Kombinasi

49
Hasil Redistribusi Momen

Digunakan kombinasi pembebanan yang kritis, yaitu 1,05 (MD+ML+ME)

Lantai 2

Momen Awal

764.2 760.5 770.1


773.7 730.3 719.4

267.4 243.1 547.4 544.8 354.2 378.6

Momen Desain

670 (-13.4 %) 670 760 (-0.5 %) 760 740 (-4 %) 740


320 320 137.9 136.3 230.4 247.7

337 174.8 337 548 53.4 548 371 134.2 371

• Untuk bentang kiri


Diambil Mu- = 670 KNm

Mu+ =
(773,7 + 730,3 + 267,4 + 243,1) − (2 × 670) = 337 KNm
2
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 760 KNm

Mu+ =
(764,2 + 760,5 + 547,4 + 514,3) − (2 × 760) = 548 KNm
2
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 740 KNm

Mu+ =
(719,4 + 770,1 + 364,2 + 378,6) − (2 × 740) = 371 KNm
2

50
Lantai 5

Momen Awal

655.8 591.88 630.0


559.9 561.4 565.9

119.71 138.4 341.8 226.2 213.2


384.12

Momen Desain

560 (-14.6 %) 560 (-5.4%)


560 560 545 545 (-14%)
339.2 285.6 133.9 138.6 214.0 263.7
192.9 192.9
175.2 54.2 272.2 134.4 272.2
280 280 345.6 345.6

• Untuk bentang kiri


Diambil Mu- = 560 KNm
1505,8 − (2 × 560)
Mu+ = = 192,9 KNm < 50% Mu-
2
Dipakai Mu+ = 280 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 560 KNm
1811,2 − (2 × 560)
Mu+ = = 341,8 KNm > 50% Mu-
2
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 545 KNm
1635,3 − (2 × 545)
Mu+ = = 272,2 KNm > 50% Mu-
2

51
Lantai 7

Momen Awal

483.8 419.4 311.4 435.4


319.4 417.8
70.4
24.7 1.7
109.9 100.2 41.9

Momen Desain

280
360 (-25.5%) 360 (-12.3%) 280 360 360
350.4 280.2
127.9 138.4 208.4 274.5
22 22 88.4 88.4
172.6 57.6 131.9
180 180 140.5 140.5 180 180

• Untuk bentang kiri


Diambil Mu- = 360 KNm

Mu+ =
(483,8 + (2 × 360) − 70,4 − 24,7 ) = 22,0 KNm < 50% Mu-
2
Dipakai Mu+ = 180 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 280 KNm
840,9 − (2 × 280)
Mu+ = = 140,5 KNm > 50% Mu-
2
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 360 KNm
417,8 + 435,4 − (2 × 360)
Mu+ = = 88,4 KNm < 50% Mu-
2
Dipakai Mu+ = 180 KNm

52
BAB VI
MOMEN KAPASITAS BALOK

A. TEORI MOMEN KAPASITAS


Pada tabel diatas beberapa kali tertulis istilah Mkap yang sebenarnya adalah
singkatan dari “Momen Kapasitas”. Momen kapasitas ini diperlukan pada desain
bangunan yang menggunakan prinsip daktilitas penuh. Pada prinsip tersebut proses
desain harus menggunakan capacity design method, yang pengertian maupun urutan-
urutan desainnya telah disampaikan sebelumnya.
Pada desain kapasitas, kekuatan elemen-elemen struktur dikehendaki menurut
hierarki tertentu. Dengan memakai pendekatan strong column weak beam, maka
kolom harus memiliki kekuatan yang lebih besar daripada balok. Pada kondisi seperti
itu maka balok akan mengalami kerusakan (terbentuknya sendi plastis) terlebih
dahulu sebelum sendi plastis pada ujung dasar kolom terbentuk. Proses disipasi energi
dengan terbentuknya sendi-sendi plastis dibalok merupakan mekanisme disipasi
energi yang dikehendaki pada struktur daktail.

Sendi Plastis

ε
STORNG COLUMN WEAK BEAM HASIL UJI
BEAM SWAY MECHANISM TEGANGAN-REGANGAN BAJA

Gambar 6.1. SCWB dan Diagram σ-ε Baja Tulangan

Agar kolom dapat direncanakan lebih kuat daripada balok, maka terlebih
dahulu harus diketahui kekuatan balok maksimum. Untuk itu perlu ditinjau kembali
mengenai diagram tegangan-regangan baja tulangan seperti tampak pada gambar.
Sebagaimana diketahui bahwa setelah leleh maka kekuatan baja masih dapat

53
meningkat pada peristiwa yang umumnya disebut strain hardening. Apabila tegangan
saat leleh adalah fy, maka tegangan maksimum fu akan lebih besar lagi (fu > fy).

B. OVERSTRENGTH FACTOR, Ø0
Rasio antara fu terhadap fy diatas kemudian disebut sebagai strain hardening
overstrength factor (Ø1). Selain dari strain hardening effect, maka suatu hal yang
harus diperhatikan adalah kemungkinan lebih tingginya tegangan leleh aktual
terhadap tegangan leleh baja yang dipakai pada saat mendesain (specified yield
stress). Apabila demikian, maka rasio antara keduanya biasa disebut sebagai yield
overstrength factor (Ø2). Dengan demikian overstrength factor (Ø0) adalah,
Ø 0 = Ø1 + Ø 2
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa nilai Ø1 akan bergantung pada
kualitas dan kebiasaan produk suatu negara. Dengan demikian nilai Ø1 akan bersifat
lokal negara. Nilai Ø1 kemungkinan akan berbeda antara negara yang satu dengan
yang lain.

τ
Tipikal diagram tegangan-regangan
500 MPa

baja tulangan adalah seperti yang


400 MPa
tampak pada gambar disamping.
300 MPa
Semakin tinggi tegangan baja,
maka :
1. Regangan maksimum
semakin besar,
ε 2. Panjang yield plateau
Gambar 6.2. Diagram σ-ε Baja semakin pendek,
3. Nilai Ø1 semakin besar.

Oleh karena itu Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh bahwa :
Untuk fy = 275 MPa, Ø1 = 1,15
Untuk fy = 400 MPa, Ø1 = 1,25

54
Untuk nilai Ø2 juga akan bergantung pada kebiasaan produk suatu negara. Paulay dan
Priestley (1992) memberikan contoh bahwa nilai tersebut atau Ø2 = 1,15 adalah suatu
nilai yang cukup. Walaupun demikian belum ada penelitian yang mendalam tentang
hal itu. Untuk di Indonesia tampaknya nilai Ø2 = 1,15 akan sulit dicapai. Sesuatu yang
dijumpai di lapangan menunjukkan hasil yang cenderung berlawanan, artinya nilai
specified yield strength umumnya tidak dapat dicapai.

Gambar 6.3. Diagram Nilai-nilai Ø1

Hasil penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999) terhadap baja tulangan yang
beredar di Yogyakarta menunjukkan bahwa nilai Ø1 berkecenderungan menurun
untuk diameter tulangan yang semakin besar. Hubungannya dengan tegangan leleh
menunjukkan bahwa nilai Ø1 = 1,4 dapat dicapai. Nilai Ø1 sementara justru tidak
dipengaruhi oleh tegangan leleh fy. Hal ini tentu saja tidak sama dengan nilai-nilai
yang sama oleh Paulay dan Priestley (1992) dan juga tidak sama dengan SK-SNI
1991.
Hasil penelitian Subagio (2001) terhadap baja tulangan polos (BJTP) juga
menunjukkan hasil yang justru berlawanan dengan SK-SNI 1991. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa Ø1 justru mengecil pada tegangan leleh baja polos yang
semakin tinggi (Ø1 menurun pada fy yang semakin tinggi). Sementara hubungan
antara Ø1 dengan diameter baja tulangan yang diperoleh berbeda dengan hasil
penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999). Nilai Ø1 justru cenderung independen
terhadap diameter tulangan. Kesamaan dari kedua penelitian tersebut adalah bahwa Ø1
cenderung konstan dan bahkan mengecil pada nilai fy yang semakin tinggi. Hal inilah
yang berbeda dengan SK-SNI 1991 sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

55
C. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN NEGATIF
Berdasarkan data dari analisis struktur, momen negatif umumnya lebih besar
dari momen positif. Setelah didesain, misalnya dipakai komposisi tulangan adalah
seperti gambar.

Gambar 6.3. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif

Kesetimbangan gaya-gaya dari gambar diatas adalah,


Ts = Tc + Cc
As. f yk = As '. f yk' + 0,85 . f ' c.a k .b dianggap fy’ ≥ fy leleh

( As − As' ). f yk
ak = fyk = Ø0 . fy nilai ak
0,85. f ' c.b
Kontrol apakah tulangan desak sudah leleh atau belum,
c − d' fy
εc ≥
c Es
⎧ a − d '⎫
⎪ β1 ⎪ fy ⎧ a − β1 . d ' ⎫ fy
⎨ ⎬ε c ≥ Æ ⎨ ⎬εc ≥
⎪ aβ ⎪ Es ⎩ a ⎭ Es
⎩ 1 ⎭
ε
( )
Es a − β1 . d ' ε c ≥ f y . a
ε
(Es.ε c − f y ).a ≥ β1.d '.Es.ε c

dibandingkan
β1 .d '. Es. ε c
a≥ Æ kriteria leleh
Es. ε c − f y

ε s' ≥ ε s Æ leleh

56
M1 = (0,85 . f c' . a k . b ). z Belum leleh Æ ε s' < ε s atau f y' < f y

M2 = ( As '. f y' ).( h − d ' ) Kembali ke kesetimbangan gaya-gaya

Mkap,n = M1 + M2 Ts = Tc + Cc
⎛ c − d'⎞
As. f yk = As ' ⎜ ⎟εc . Es + 0,85. f c . a . b
'

kapasitas nominal ⎝ c ⎠
⎛ a − β1 .d ' ⎞
As. f yk = As ' ⎜ ⎟εc . Es + 0,85. f c . a . b
'

⎝ a ⎠
Ada cara praktis untuk Didapat persamaan kuadrat dalam a Æ a diperoleh
menghitung Mkap,n , tetapi cara ⎛ a − β 1 .d ' ⎞
f s' = ⎜ ⎟.εc.Es Æ M1 = (0,85. f c' .a.b ).z
ini lebih pragmatis : ⎝ a ⎠
1. baik untuk teknisi M2 = ( As '. f y' ).( h − d ' )
2. kurang baik untuk mahasiswa
Mkap,n = M1 + M2

kapasitas nominal

57
Mulai

Tetapkan hasil perhitungan


tulangan Memajang balok

φ0 = 1,2 untuk f y < 400 MPa


Tulangan
φ0 = 1,4 untuk f y ≥ 400 MPa Memanjang
Balok Dirubah
(A s.adaφ0 − A's.ada ). f y
a=
0,85. f'c . b

ε c .E s . β1d'
aleleh =
ε c .E s - f y .φ0

Tidak Ya
a ≥ aleleh

⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y = A's.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f' c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan : a
c=
β1

M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
c − d'
f 's = ε c .E s M n2 = A's.ada . f y . (d − d' )
c

M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2) Mkap- = Mn1 + Mn2


M n2 = A's.ada . f 's . (d − d' )

Mkap- = Mn1 + Mn2

As.ada = A’s.ada
⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y .φ0 = A' s.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f'c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a

M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f 's . φ0 . (d − d' )

Mkap+ = Mn1 + Mn2

Tidak
50%Mkap-<Mkap+

Ya

Selesai

Gambar 6.4. Flow chart momen kapasitas balok

58
D. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN POSITIF
Pada perencanaan bangunan tahan gempa, terdapat suatu ketentuan bahwa
momen tersedia untuk momen positif harus lebih besar dari setengah momen negatif.
Dengan demikian kurang lebih luasan tulangan desak lebih besar dari setengah luasan
tulangan tarik (As’ ≥ 0,5 As).

Gambar 6.5. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif

Untuk menghitung momen kapasitas pada momen positif, dapat ditempuh cara yang
sama dengan cara menghitung momen kapasitas pada momen negatif, hanya saja
penempatan tulangannya dibalik. Namun demikian dapat dipastikan bahwa tulangan
desak belum mencapai leleh.

E. CONTOH PERHITUNGAN MOMEN KAPASITAS

1. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Negatif


Momen kapasitas didasarkan atas tegangan tarik baja ultimit fo = fy.Øo, yang
mana Øo adalah overstrength factor. Untuk itu akan dihitung momen kapasitas balok
seperti berikut ini.
ε

Gambar 6.6. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Negatif


59
As = n x Ad = 8 x 4,908 = 39,264 cm 2

As' = n x Ad = 6 x 4,908 = 29,448 cm2

Diasumsikan tulangan desak sudah leleh, maka berdasarkan kesetimbangan gaya-


gaya horisontal :
Ts = Cs + Cc
As.Ø o . f y = As '. f y + 0,85 . f c' .a.b

39,264.1,4.4080 = 29,448.4080 + 0,85.229,5.a.35


(39,264.1,4.4080) − ( 29,448.4080)
a=
0,85.229,5.35
224275,968 − 120147 ,84
a= = 15,251 cm
0,85.229,5.35
a
c= = 17,9424 cm
β1
c − d' 17,9424 − 6,25
ε s' = εc = .0,003 = 0,001955 > 0,001943 = ε y
c 17,9424
baja desak sudah leleh
Cc = 0,85 x f’c x a x b
= 0,85x 229,5 x 15,251 x 35
= 104128,109 kg
Cs = As’ x fy
= 29,448 x x4080
= 120147,84 kg

Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil


momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :
⎛ a⎞
M 1 = Cc ⎜ h − ⎟
⎝ 2⎠
15,251
= 104128,109 (68,75 − )
2

= 634778,599 kg cm

= 63,6478 tm

60
M 2 = Cs (h − d ')
= 120147,84 (68,75 − 6,25)
= 7509240 kg cm
= 75,0924 tm
Mkap = M1 + M2

= 63,6478 + 75,0924

= 138,7402 tm
M kap 138,7402
Momen nominal M n = 100,8955 tm Mkap = = = 1,375Mn
Mn 100,8955

2. Momen Kapasitas (Mkap) Momen Positif


Momen kapasitas momen positif dapat dihitung dengan cara yang sama
dengan penempatan tulangan yang dibalik, yaitu As’ = 39,264 cm2 dan As =
29,448 cm2. Hal ini terjadi karena tulangan bawah (6 D 25) berganti posisinya
menjadi tulangan tarik dan tulangan atas (8 D 25) menjadi tulangan desak. Pada
kondisi demikian, tulangan desak umumnya belum leleh.

ε
ε

Gambar 6.7. Gaya-gaya Pada Momen Kapasitas Positif

61
Karena baja tarik mencapai tegangan ultimit (fu = fy.Øo), maka :
Ts = As.Ø o . f y = 29,448 .1,4.4080 = 168206 ,976 kg

Cc = 0,85 . f c' .a.b = 0,85 .229 ,5.a.35 = 6827 ,625 .a kg

⎛ a − β 1 .d ' ⎞
Cs = As'. fs = As'.ε s E s = As'.⎜ ⎟.ε s .E s
⎝ a ⎠

⎛ a − 0,85.8,75 ⎞
= 39,264⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ a ⎠
247363,20a − 1839763,80
= kg
a

Persamaan kesetimbangan gaya-gaya horisontal,


Ts = Cs + Cc
247363,20a − 1839763,80
168206,976 = + 6827,625a
a
6827,625 a + (247363,20 – 168206,976) a – 1839763,8 = 0
6827,625a 2 + 79156,224a − 1839763,8 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 11,5935 a – 269,4588 = 0

− 11,5935 + (11,5935) 2 + (4 x 1 x 269,4588)


a= = 11,6118 cm
2 x 1
a 11,6118
c= = = 13,661 cm
β 0,85
c−d 13,661 − 8,75
ɛs = x εc = 0,003 = 0,001078 < < 0,001943 = ɛy
c 13,661
→ “Baja desak belum leleh”
fs = ɛs x Es = 0,001078 x 2100000 = 2264,78 kg/cm2
Cc = 6827,625 . a = 6827,625 x 11,6118 = 79281,7 kg
Cs = As’ x fs = 39,264 x 2264,78 = 88925,88 kg

62
Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil
momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :
⎛ a⎞
M 1 = Cc ⎜ h'− ⎟
⎝ 2⎠
11,6118
= 79281,7 (71,25 − )
2

= 5188519,503 kg cm

= 51,885 tm
M 2 = Cs (h'−d )
= 88925,88 (71,25 - 8,75)
= 5557867,5 kg cm
= 55,578 tm
Mkap = M1 + M2

= 51,885 + 55,578

= 107,463 tm
M kap 107,463
Momen nominal, Mn = 77,684 Mkap = = = 1,383Mn
Mn 77,684

Demikianlah momen kapasitas dihitung dan momen kapasitas untuk tingkat yang
lain dapat dicari dengan cara yang sama. Hasil dari desain balok untuk tingkat ke-
1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 6.1; tingkat ke-4, 5 dan 6 dapat dilihat pada
Tabel 6.2 dan untuk hasil desain balok tingkat ke-7 dan 8 dapat dilihat pada Tabel
6.3.

63
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.

8,5 m 5,5 m 7,5 m

3 4 3 1 2 1 5 6 5

Pot-3 Pot-4 Pot-1 Pot-2 Pot-5 Pot-6

7 D25 3 D25 8 D25 4 D25 8 D25 4 D25

4 D25 3 D25 6D25 4 D25 4 D25 3 D25

Gambar 6.8. Potongan Balok

Apabila hasil desain balok dirangkum, maka akan terlihat seperti Tabel 6.1. berikut.

Tabel 6.1. Hasil Desain Balok Tingkat ke-1, 2 dan 3


Ukuran Momen (tm)
No Balok Bentang b/ht (cm) Momen Tulangan Ultimit Tersedia Kapasitas
Negatif 7 D25 68,34 69,2 119,99
1 Kiri 35 Positif 4 D25 34,374 40,52 79,66
77,5
Lapangan 3 D25 - - -
Negatif 8 D25 77,52 80,7164 138,7402
2 Tengah 35 Positif 6 D25 56,896 62,1473 107,463
77,5
Lapangan 4 D25 - - -
Negatif 8 D25 75,48 78,5 133,91
3 Kanan 35 Positif 4 D25 37,84 40,51 76,67
77,5
Lapangan 3 D25 - - -

64
Tabel 6.2. Hasil Desain Balok Tingkat ke-4, 5 dan 6
No. Balok Bentang Ukuran Momen Tulangan Momen (tm)
b/ht (cm) Ultimit Tersedia Kapasitas
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63
1. Kiri 30 Positif 4 D25 28,56 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63
2. Tengah 30 Positif 4 D25 35,26 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -
Negatif 7 D25 55,59 60,38 103,63
3. Kanan 30 Positif 4 D25 27,75 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -

Tabel 6.3. Hasil Desain Balok Tingkat ke-7 dan 8


No. Balok Bentang Ukuran Momen Tulangan Momen (tm)
b/ht (cm) Ultimit Tersedia Kapasitas
Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53
1. Kiri 27 ,5 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14
60
Lapangan - - - -
Negatif 4 D25 28,56 31,08 52,76
2. Tengah 27 ,5 Positif 2 D25 14,34 16,04 27,67
60
Lapangan - - - -
Negatif 6 D25 36,72 42,18 71,53
3. Kanan 27 ,5 Positif 3 D25 18,36 22,05 45,14
60
Lapangan - - - -

Untuk bangunan bertingkat banyak dan bentang balok relatif pendek (± 8m) dan
terletak di daerah gempa relatif besar/tinggi, maka momen-momen maksimum
negatif dan positif umumnya terjadi ditepi-tepi atau ujung-ujung balok.
Momen Negatif Ultimit

Momen Lapangan
Momen Positif
65
Bangunan-bangunan seperti itu adalah bangunan kategori Earthquake Proses redistribusi momen untuk kedua kategori bangunan tersebut
Load Dominated (ELD), atau bangunan kategori ”dominasi beban agak sedikit berbeda, misalnya pada bentang balok di kiri dan kanan
gempa”. Kondisi yang sebaliknya adalah bangunan kategori Gravity contoh di atas. Untuk momen lapangan umumnya yang menentukan
Load Dominated (ELD) atau bangunan kategori ”dominasi beban adalah kombinasi beban U = 1,2 D + 1,6 L.
gravitasi”.

1/4 L1 1/4 L1 1/4 L2 1/4 L2 1/4 L3 1/4 L3

1/3 L1 1/3 L1 1/3 L2 1/3 L2 1/3 L2 1/3 L2

3 4 3 1 2 1 5 6 5
3 D 25 4 D 25 4 D 25
7 D 25 8 D 25 8 D 25

6 D 25
4 D 25 3 D 25 4 D 25 3 D 25 4 D 25

POT - 3 POT - 4 POT - 1 POT - 2 POT - 6 POT - 5

Ld Ld 8 D 25 8 D 25 8 D 25 8 D 25
7 D 25 7 D 25
3 D 25 4 D 25 4 D 25

3 D 25 4 D 25 3 D 25 4 D 25
4 D 25 4 D 25 4 D 25
Ld Ld 6 D 25 6 D 25

66
BAB VII
GAYA GESER BALOK

A. PENGERTIAN
Menurut mekanika, terdapat beberapa macam gaya-gaya dalam yang mungkin
terjadi pada balok. Gaya-gaya dalam (internal forces) yang dimaksud adalah gaya
lentur (flexure) yang mengakibatkan elemen menjadi melengkung/melentur,
kemudian gaya geser atau gaya lintang (shear), gaya aksial yaitu gaya yang sejajar
dengan sumbu batang dan puntir yaitu gaya yang memuntir suatu elemen.
Tidak seperti lentur yang mana suatu elemen akan terlihat melengkung atau
melentur, maka deformasi akibat gaya geser tidak begitu tampak. Oleh karena itu
rusak akibat gaya geser umumnya akan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya tanda-
tanda atau peringatan dini sebagaimana pada rusak lentur. Mengingat sifatnya seperti
itu, maka rusak geser menjadi jenis kerusakan elemen yang menakutkan dan oleh
sebab itu rusak geser sangatlah dihindari.
Pola kerusakan balok apakah rusak lentur ataukah rusak geser, selain
dipengaruhi oleh beban yang ada juga dipengaruhi oleh kelangsingan elemen. Elemen
yang langsing umumnya akan berdeformasi menurut flexural mode atau deformasi
yang didominasi oleh lentur. Sebaliknya pada elemen yang gemuk, deformasi elemen
akan didominasi oleh shear mode atau berdeformasi menurut geser. Rusak lentur oleh
momen lentur maksimum akan terjadi pada titik yang mana gaya-lintang/gaya
gesernya sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa rusak lentur hanya oleh tegangan
lentur, baik tegangan tarik maupun tegangan desak. Dilain pihak, rusak geser dapat
terjadi oleh tegangan geser saja maupun kombinasi antara tegangan geser dan
tegangan lentur.

Elemen langsing berdeformasi menurut


flexural mode

Elemen gemuk berdeformasi menurut


shear mode

Gambar 7.1. Deformation Modes 67


B. TEGANGAN PADA BALOK
Tegangan yang paling sering terjadi pada balok umumnya adalah tegangan
lentur dan tegangan geser. Tegangan-tegangan tersebut dapat diketahui dengan
mengambil model struktur seperti tampak pada Gambar 7.2. Gambar 7.2.a adalah
deformasi balok susun yang tidak disatukan. Kedua balok saling menggeser satu sama
lain, karena diantara keduanya tidak disatukan.

a. Balok Tidak Menyatu b. Balok menyatu


Gambar 7.2. Tegangan Geser pada Balok

Walaupun tidak terjadi tegangan geser pada balok susun, namun demikian tetap
terjadi tegangan lentur pada balok Gambar 7.2.a. Tegangan lentur σ dapat dihitung
dengan formula sederhana.
My
σ= .................................... 7.1
Ix
Sedangkan tegangan geser pada balok Gambar 7.2.b dihitung dengan,
V .Q
τ = .................................... 7.2
I x .b
Yang mana y adalah jarak dari garis netral sampai serat yang ditinjau, Ix adalah
momen inersia, Q adalah statik momen luasan yang ditinjau terhadap garis netral, b
adalah lebar balok, M adalah momen lentur dan V adalah gaya geser/lintang.
Q
a)
σ m aks

σ=0

L
L/2

V m aks b)
V V = 0

τ m aks τ=0

M =0 L/2

M c)
M m aks τ m aks
1
σ m aks
2
3

L/2

Gambar 7. 3. Gaya Geser dan Lentur


68
Gambar 7.3.a) adalah gambar gaya lintang (V) dan bidang momen (M). Pada gambar
tersebut ketika V maksimum, maka M = 0 dan pada saat momen mencapai
maksimum, maka V = 0. Pada suatu titik tertentu terdapat V ≠ 0 dan M ≠ 0. Menurut
persamaan 7.1. ketika momen mencapai Mmaks (tengah bentang), maka ditempat
tersebut mencapai σmaks. Sedangkan menurut persamaan 7.2. pada saat gaya lintang
mencapai Vmaks (di dukungan) maka tegangan geser mencapai τmaks. Distribusi
tegangan lentur dan tegangan geser adalah seperti Gambar 7.3.b).
Apabila diambil suatu elemen seperti tampak pada Gambar 7.3.c) yang mana
bekerja pada elemen tersebut suatu tegangan lentur σ dan tegangan geser τ, maka
menurut mekanika tegangan bidang f dapat dihitung melalui persamaan,

σ σ2
f = ± +τ 2 ...................... 7.3.a.
2 4

2α = tan −1 ............................. 7.3.b.
σ
Dengan memakai rumus tersebut, maka tegangan bidang pada tiap-tiap elemen dapat
dihitung. Untuk mengetahui tegangan bidang yang terjadi dibeberapa elemen pada
balok, misalnya diambil elemen-elemen seperti tampak pada Gambar 7.4.

1
2
3

τ τ
f1
f2
σ τ σ f1
τ
1 τ
1' τ 2 σ 2'α 3 σ
3' f1
45°
τ f2 f1
τ α=0
f1 = σ

tarik
desak

Gambar 7.4. Stress Trajoctories

Dengan menggunakan persamaan 7.3. maka tegangan-tegangan bidang elemen 1,2


dan 3 adalah seperti pada Gambar 7.4. Apabila secara keseluruhan digambar, maka
akan menghasilkan stress trajectories seperti tampak pada Gambar 7.4. Tulangan

69
diperlukan untuk menghasilkan menahan gaya tarik tersebut, sehingga idealnya
bentuk tulangan adalah seperti tensile stress trajectories, yaitu garis-garis utuh pada
Gambar 7.4.

C. POLA KERUSAKAN BALOK (BEAM MODES OF FAILURE)


Yang dimaksud dalam hal ini adalah pola/jenis kerusakan balok beton yang
utamanya tidak diperkuat oleh tulangan (plain concrete). Apabila balok yang tidak
ada tulangannya kemudian dibebani, maka akan terdapat pola-pola kerusakan yang
sifatnya khusus/spesifik yang umumnya akan bergantung pada dimensi/proporsi
ukuran balok. Untuk membahas hal itu maka diambil model-model balok sebagai
berikut.

1. Balok Tinggi (Deep Beam)

Balok tinggi adalah balok yang apabila rasio antara a ≤ 1, yang mana a
h
adalah shear span dan h adalah tinggi efektif balok. Shear span adalah jarak dari
beban terpusat P sampai dengan dukungan. Letak beban terpusat umumnya
diambil standar, yaitu ditengah bentang. Balok tinggi dan pola kerusakannya
adalah seperti tampak pada Gambar 7.5. berikut ini.

P P
a

4 1. Anchorage failure
2 2. Bearing Failure
h
3. Bending Failure
desak (C) 1 3
4. Arc/Truss Failure

gaya tarik (T)


L

R
a) Arch/ Truss Action b) Pola Kerusakan

Gambar 7.5. Pola Kerusakan pada Deep Beam

Wang dan Salmon (1979) mengatakan bahwa pada deep beam, tegangan
geser menjadi sangat dominan. Karena bentang L relatif pendek terhadap h, maka
momen lentur relatif kecil walaupun beban P cukup besar. Dengan beban P yang

70
cukup besar maka gaya geser akan menjadi besar (gaya lintang besar) dan
tegangan geser akan menjadi besar pula.
Tegangan geser yang besar selanjutnya akan mengakibatkan crack arah
miring/diagonal pada masing-masing ujung balok dekat dukungan. Keseimbangan
gaya-gaya, yaitu antara gaya desak C, gaya tarik T dan reaksi dukungan R
kemudian membentuk arch/truss action. Yang pertama-tama terjadi adalah
lepasnya/slip baja tarik dengan beton diatas dukungan (1). Selanjutnya rusaknya
beton desak di daerah dukungan (2). Dilanjutkan dengan retak lentur (bending
failure) (3), dan terakhir adalah retak/rusaknya beton akibat arch/truss action.

2. Balok Pendek (Short Beam)

Short Beam atau balok pendek adalah balok dengan besaran nilai 1,0 < a
h
< 2,5 (Wang dan Salmon, 1979). Balok pendek ini mempunyai perilaku/pola
kerusakan yang hampir mirip dengan deep beam. Mana kala ultimate shear
capacity sudah dilampaui oleh shear stress pada daerah diagonal dekat dukungan,
maka diagonal crack tidak dapat dihindari.

P
a

compression
failure
4 shear compression
failure
h
2
1 3

bond failure
due to crack

Gambar 7.6. Shear failure pada Short Beam

Kerusakan diawali dengan bond failure atau rusaknya lekatan antara baja
tulangan dengan beton di daerah dukungan (1), lalu rusak desak di daerah
dukungan (2), retak-retak lentur (3) dan rusak geser secara diagonal (shear
compression failure).

71
Shear compression failure akan terjadi secara tiba-tiba apabila disertai
dengan rusak/remuknya beton desak di bawah beban P (compression failure).
Rusak secara tiba-tiba sangat dihindari pada bangunan tahan gempa.

3. Intermediate Beam
Wang dan Salmon (1979) membuat kategori sebagai intermediate beam

apabila 2,5 < a < 6,0. Selanjutnya dikatakan bahwa pada intermediate beam,
h
maka retak yang pertama kalinya adalah retak lentur (flexural crack), kemudian
baru diikuti dengan retak diagonal (inclined flexural-shear crack).
P
a

h
2
2 1

1,5 h

Gambar 7.7. Shear failure pada Intermediate Beam

Namun demikian Nawy (1996) mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi


adalah flexural crack, kemudian diikuti dengan bond failure pada tulangan lentur
diatas dukungan. Selanjutnya baru diikuti dengan diagonal crack yang
kejadiannya relatif tiba-tiba.

4. Balok Panjang (Long Beam)

Balok panjang adalah balok dengan besaran nilai a > 6,0. Pada balok
h
seperti ini kerusakan balok dimulai dengan lelehnya tulangan tarik dan
remuk/rusaknya beton desak pada momen maksimum. Pada balok tipe ini
tegangan yang dominan adalah tegangan lentur, sedangkan tegangan geser relatif
tidak dominan. Pada retak yang lebih lebar, maka regangan tarik baja akan
bertambah, kemudian balok mengalami lendutan yang cukup besar. Hal ini
sekaligus sebagai warning atau peringatan sebelum balok mengalami keruntuhan.

72
P
a

2
h 1

Gambar 7.8. Flexural Failure

D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA (EQUILIBRIUM OF FORCES)


Sebelumnya telah disampaikan bahwa pola kerusakan balok akan sangat
dipengaruhi oleh ukuran/proporsi balok. Hal tersebut juga sering disebut sebagai size
effect. Balok yang tinggi/gemuk akan berdeformasi menurut shear mode, sedangkan
balok yang panjang/langsing akan berdeformasi menurut flexural mode. Retaknya
beton baik pada shear mode maupun flexural mode akan terjadi apabila concrete
tensile strength sudah dilampaui baik oleh tegangan yang didominasi oleh geser
maupun tegangan yang didominasi oleh lentur, atau oleh kombinasi antara keduanya.
Menurut teori kombinasi tegangan, apabila retaknya beton diakibatkan oleh
dominasi tegangan lentur, maka arah retak akan tegak lurus terhadap sumbu
memanjang balok. Sebaliknya apabila retaknya beton diakibatkan oleh dominasi
tegangan geser (shear mode beam), maka arah retak akan membentuk sudut ± 45o.
Apabila suatu balok retak/rusak karena kombinasi tegangan geser dan
tegangan lentur, maka keseimbangan antara gaya-gaya dalam dan gaya-gaya luar
adalah seperti yang tampak pada Gambar 7.9. Pada gambar tersebut balok dianggap
hanya memiliki tulangan sebelah. Disamping itu gaya lintang eksternal yang bekerja
pada balok dianggap konstan.

73
P
a

C
Vci
h Vi

Vd
RA V

a) Pola Retak b) Gaya-gaya pada Potongan

T
V
C 1) Vd
Vci
2)
Vi 2) Vi
1)
T
Vd Vci
C
Tr
V

c) Model Patahan dan Gaya-gaya d) Free Body Diagram

V
2)

Cr
1)

Tr

e) Truss Analogy

Gambar 7.9. Keseimbangan Gaya-gaya

Gambar 7.9.a). adalah pola retak suatu balok yang dibebani oleh beban ke
pusat P. Dari reaksi dukungan RA sampai beban P mempunyai gaya lintang V yang
konstan, yaitu :
V = RA − P ............................. 7.4.
Gambar 7.9.b). adalah gaya-gaya yang bekerja pada elemen balok yang patah akibat
kombinasi tegangan lentur dan geser. Pada gambar tersebut T adalah gaya tarik
tulangan lentur. Vd adalah dowel effect, yaitu kemampuan tulangan lentur untuk
melawan gaya lintang. V adalah gaya lintang eksternal menurut persamaan 7.4.
C adalah kekuatan/gaya desak beton desak, Vci adalah gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton pada bagian yang tidak retak dan Vi adalah gaya geser oleh
suatu ”interlock” atau ikatan/hambatan suatu material (pasir dan kerikil/kricak).
Gaya-gaya tersebut kemudian dimodelkan seperti yang tampak pada Gambar 7.9.c).

74
Gambar 7.9.d). adalah free body diagram dari gaya-gaya yang bekerja pada
model patahan (Gambar 7.9.c). Apabila diperhatikan, maka resultante antara T dengan
Vd akan menghasilkan gaya Tr. Sedangkan gaya-gaya C, Vci dan Vi akan
menghasilkan gaya Cr seperti yang tampak pada gambar tersebut. Gaya Tr akan
bekerja pada garis kerja 1), sedangkan Cr akan bekerja pada garis kerja 2),
sebagaimana disajikan oleh Park dan Paulay (1975).
Akhirnya antara gaya lintang eksternal V, gaya desak Cr dan gaya tarik Tr
akan membentuk keseimbangan sebagai truss analogy seperti yang tampak pada
Gambar 7.9.e). Gaya-gaya yang bekerja pada model patahan balok tersebut adalah
gaya-gaya secara teoritik. Dengan memperhatikan free body diagram (Gambar
7.9.d)), maka persamaan keseimbangan gaya-gaya lintang eksternal V dan gaya-gaya
dalamnya adalah,
V = Vci + Viy + Vd ...................... 7.5.

Yang mana Viy adalah komponen vertikal dari interlock forces Vi. Nilson dan Winter
(1996) mengatakan bahwa gaya-gaya internal Vc, Viy dan Vd secara individual tidak
dapat diketahui/digeneralisasikan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan
penyederhanaan didalam memperhitungkan gaya geser internal yang dapat dikerahkan
oleh bahan beton.

E. PENYEDERHANAAN GAYA GESER INTERNAL


(INTERNAL SHEAR FORCES SIMPLIFICATION)
Telah dibahas sebelumnya bahwa gaya-gaya internal yang dapat dikerahkan
oleh bahan-bahan yaitu Vci, Viy dan Vd umumnya sulit untuk digeneralisasikan secara
pasti nilai-nilainya. Oleh karena itu ketiga kekuatan internal tersebut kemudian
disederhanakan menjadi satu yaitu menjadi Vc. Dengan demikian Vc secara
keseluruhan adalah kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh balok beton dan dowel
action. Selanjutnya Nilson dan Winter (1996) dan Wong dan Salmon (1979)
menyajikan hubungan antara applied shear lawan shear resistance, seperti tampak
pada Gambar 7.10.

75
Vci adalah gaya geser pada
beton desak, Vd adalah dowel
Shear resistance

Vs force, Viy adalah aggregate


interlock effect, Vs adalah
loss of
interlock effect gaya tarik yang dapat
Vci

Vd
dikerahkan oleh tulangan
Viy
Vc
Vs stirrup yield
geser dan Vc adalah gaya
Vs
geser yang dapat dikerahkan
Vc
inclined crack
forms oleh balok beton secara
Apllied shear
praktis.
Vc = Vci + Viy + Vd …. 7.6.
Gambar 7.10. Redistribusi Internal Shear Forces
F
Persamaan 7.6 adalah penyederhanaan gaya geser yang dapat dikerahkan oleh
balok beton dan efek dowel. Dalam desain praktis maka bukan Vci, Viy dan Vd yang
dicari, tetapi melalui uji laboratorium nilai-nilai ketiganya dijumlahkan dan diganti
dengan Vc. Hasil-hasil uji laboratorium tersebut menuju pada rumus-rumus empiris
tentang Vc. Rumus-rumus empiris tersebut telah ditulis dalam banyak publikasi
penelitian atau buku-buku referensi.
Nilson dan Winter (1996) mengatakan bahwa nilai Vc dapat diambil konstan
sebagaimana tampak pada Gambar 7.10. Namun demikian nilai Vc akan dipengaruhi
oleh rasio antara gaya lintang Vu dan momen Mu. Didalam SK-SNI 1991 dapat
dipakai nilai Vc yang konstan maupun nilai Vc yang berubah menurut Vu/Mu. Pada
Gambar 7.11. setelah inclined crack dan Vc mencapai maksimum, maka segera
diperlukan kekuatan sengkang (Vs).

F. MACAM-MACAM TULANGAN GESER


Pada pembahasan sebelumnya telah diadakan penyederhanaan gaya/kekuatan
geser internal balok hanya menjadi satu besaran yaitu Vc. Artinya tanpa tulangan
geser tambahan, sebetulnya balok beton dan tulangan lentur telah mampu
Vu
mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Apabila gaya geser yang terjadi < Vc,
φ

76
maka secara teoritik balok tidak memerlukan tulangan geser. Namun demikian gaya
geser yang terjadi umumnya cukup besar (apalagi balok tinggi), sehingga tambahan
gaya/kekuatan geser dari baja tulangan pada umumnya tetap diperlukan.

45°

ο
a) Pola Retak Balok b) Tulangan Geser Miring α = 45

90°

ο
c) Tulangan Geser Tegak α = 90

d) Cross Action Tulangan Miring

e) Cross Action Tulangan Tegak

Gambar 7.11. Macam-macam Tulangan Geser

Pada Gambar 7.11.a) pola retak balok kemudian diperbesar menjadi Gambar
7.11.b) dan Gambar 7.11.c). Gambar 7.11.b) adalah jenis tulangan geser miring,
sedangkan Gambar 7.11.c) adalah jenis tulangan geser tegak atau sengkang tegak
(stirrups). Kedua jenis tulangan geser tersebut adalah dalam rangka
melawan/memotong tegangan tarik yang mengakibatkan crack sebagaimana tampak
pada Gambar 7.11.d) dan Gambar 7.11.e).
Nawy (1996) menyampaikan bahwa fungsi utama tulangan geser adalah :
Vu
1. Menahan sebagian besar gaya geser (Vs) atas gaya geser eksternal ( ),
φ
2. Menahan berlanjutnya crack,
3. Memegang tulangan pokok (tulangan desak dan tarik) agar tetap pada tempatnya,
4. Membentuk sistim pengekangan confinement pada beton agar tidak terjadi retak-
retak,
5. Menahan tulangan pokok desak agar tidak buckling,
6. Meningkatkan/ memelihara daktilitas potongan.

77
G. KUAT GESER OLEH BETON (Vc)
Menyambung yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa balok beton dan
tulangan tarik balok mampu mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Nilai Vc
diperoleh melalui uji laboratorium balok beton dan kemudian dirumuskan secara
empiris menjadi Vc. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa nilai Vc boleh
diambil konstan, namun demikian dapat dihitung secara lebih teliti dengan
Vu
memperhatikan rasio .
Mu
Menurut SK-SNI 1991, kuat geser Vc yang dianggap konstan dapat dihitung
dengan,
1. Untuk komponen yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.1).(1))
1
Vc = . f ' c . bw. h ............................... ............................. 7.7.
6
2. Untuk komponen yang dibebani oleh gaya aksial desak (pasal 3.4.3.1).(2))
⎛ Nu ⎞1
Vc = 2⎜1 + ⎟ f c' . bw. h ………….......................... 7.8.
⎜ 14 A ⎟6
⎝ g ⎠
Apabila kuat geser Vc tidak dianggap konstan, yaitu berubah-ubah dan dipengaruhi
Vu
oleh , maka kuat geser Vc adalah,
Mu
1. Elemen struktur yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.2).(1))
⎡1 ⎧ V .h ⎫⎤
Vc = ⎢ ⎨ f c' + 120 ρ w u ⎬⎥bw. h ≤ 0,3 f c' bw. h ……………….......7.9.
⎣7 ⎩ M u ⎭⎦

Vu .h
Dengan catatan, ≤ 1 ...………………………………………….........
Mu
....7.10.
2. Elemen yang dibebani gaya aksial desak (pasal 3.4.3.2).(2))
⎡1 ⎧ V .h ⎫⎤ 0,3 N u
Vc = ⎢ ⎨ f c' + 120 ρ w u ⎬⎥bw. h ≤ 0,3 f c' bw. h 1 + …........7.11.
⎣7 ⎩ M m ⎭⎦ Ag

⎛ 4ht − h ⎞
M m = M u − Nu ⎜ ⎟ …………………………………................7.12.
⎝ 8 ⎠
Vu .h
Dan nilai boleh lebih dari 1,0.
Mm

78
Setelah nilai Vc ditentukan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung Vs. Apabila
Shear resistance

gaya geser oleh sengkang Vs telah diperoleh,


maka langkah selanjutnya adalah
Vc

menentukan jarak sengkang (s).

Vc
Vs

Vc

Shear
Gambar Vc dan Vs
Force
7.12.

H. TULANGAN GESER MENURUT TRUSS ANALOGY


Pada pola retak geser, kekuatan tulangan geser dan kekuatan tarik tulangan
lentur dapat membentuk keseimbangan terpadu. Dengan adanya keseimbangan
tersebut maka retak geser yang berkelanjutan yang dapat mengakibatkan rusak geser
dapat dicegah. Rusak geser akan sangat berbahaya karena akan terjadi secara tiba-tiba
tanpa adanya peringatan dini. Oleh karena itu penulangan geser menjadi hal yang
sangat penting.
Keseimbangan antara gaya yang membuat retak geser Cc, kekuatan tulangan
geser Ts dan kekuatan tarik tulangan lentur Tb adalah mirip dengan pola kerja rangka
atau truss. Oleh karena itu analogi pola kerja keseimbangan gaya-gaya tersebut
disebut Truss Analogy. Berdasarkan pada analogi tersebut, tulangan geser dapat
direncanakan. Untuk membahas hal ini maka diambil model truss analogy yang
terjadi pada balok seperti yang tampak pada Gambar 7.13.

a) Ts Vs b)
c
c
1
Cc Ts
2 h Vs
β α b β α
a
d Tb

s s h cotg β h cotg α

h cotg β h cotg α
S1

ad
cot β = Æ ad = h. cot β ; db = h. cot α
h
Gambar 7.13. Truss Analogy

79
Pada Gambar 7.13.b) akan diperoleh hubungan,

cd Vs
sin α = =
Ts Ts
Vs
Vs = Ts. sin α ; Ts = ................................................. ..... ....7.13.
sin α
Yang mana Ts adalah kekuatan tarik tulangan geser miring (sudut α), Vs adalah
komponen vertikal tulangan geser tersebut atau kuat tarik tulangan geser/sengkang
vertikal. Dengan cara yang sama, maka :
Vs = Cc. sin β ................................................. ....7.14.

Jarak ab pada truss analogy adalah wilayah/daerah yang mana sejumlah tulangan

geser n akan melawan/memotong gaya desak Cc atau garis retak ac . Apabila jarak
tulangan geser adalah s, maka :
S1 = ab = n.s .......................................................7.15.
Menurut Gambar 7.13.b) adalah,
ns = S1 = h(cot α + cot β ) .............................. ....7.16.
Kekuatan tulangan geser Ts adalah menempati daerah sepanjang S1, sehingga
kekuatan tulangan geser Ts per unit panjang menjadi,
Ts Ts Vs
= = ......................................... ....7.17.
S1 ns sin α .ns
Dengan mempertimbangkan persamaan 7.16 maka persamaan 7.17 akan menjadi kuat
tarik tiap sengkang,
Ts Vs
= ............................ ....7.18.
ns sin α .h(cot α + cot β )
Apabila dipakai tulangan geser arah vertikal atau sengkang vertikal, maka apabila luas
potongan sengkang adalah Av (luas 2 potongan/2 kaki), gaya atau kekuatan tarik
sengkang vertikal Ts sepanjang daerah S1 adalah,
Ts = n. Av . f ys .................................................. ....7.19.

Yang mana Av adalah luas dua potongan sengkang dan fys adalah tegangan tarik leleh
sengkang. Dari persamaan 7.19 akan diperoleh,
Ts
n. Av = ..................................................... ....7.20.
f ys

80
Dengan memperhatikan nilai Ts dari persamaan 7.18 maka persamaan 7.20 akan
menjadi,
n.s.Vs
n. Av =
sin α .h(cot α + cot β ). f ys

Av . f ys .h
Vs = sin α (cot α + cot β ) ............. ..........7.21.
s
Retak geser umumnya dapat dianggap membentuk sudut 45o atau nilai β = 45o,
sehingga persamaan 7.21 akan menjadi,
Av . f ys .h
Vs = sin α (1 + cot α ) .................... ..........7.22.
s
Persamaan 7.22 dapat disederhanakan menjadi,
Av . f ys .h ⎛ cos α ⎞
Vs = ⎜ sin α + sin α ⎟
s ⎝ sin α ⎠
Av . f ys .h
Vs = (sin α + cos α )
s
Av . f ys .h
s= (sin α + cos α ) ...................... ..........7.23.
Vs
Persamaan 7.23 adalah persamaan jarak sengkang miring dengan sudut sebesar α.
Apabila dipakai sengkang vertikal, maka nilai α = 90o sehingga jarak sengkang
vertikal menjadi,
Av . f ys .h
s= ............................................. ..... ....7.24.
Vs

I. DESAIN TULANGAN GESER


Untuk keperluan desain, maka akan berlaku kaidah hubungan antara desain
dan analisis sebagaimana dibahas sebelumnya. Apabila Vu adalah gaya lintang ultimit
balok yang diperoleh dari analisis struktur dan Vt adalah gaya lintang tersedia oleh
beton maupun oleh sengkang, maka antara keduanya mempunyai hubungan,
Vt > Vu ................................................................7.25.

Persamaan 7.25 pada hakekatnya adalah hubungan antara suply dan demand, padahal
Vt = φ Vn dengan demikian,

φ Vn > Vu .............................................................7.26.

81
Yang mana Vn adalah gaya lintang nominal dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Di depan telah disampaikan bahwa gaya geser total yang dapat dikerahkan
oleh balok adalah jumlah dari gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton Vc dan
gaya geser yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser Vs. Dengan demikian
persamaan 7.26 menjadi,
φ (Vc + Vs ) ≥ Vu

φ Vc + φVs ≥ Vu
Vu
Vc + V s ≥ ................................................. ....7.27.
φ
Apabila balok hanya dibebani oleh lentur dan geser, dan gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton dianggap konstan, maka dengan memperhatikan persamaan 7.7
dan persamaan 7.24, maka persamaan 7.27 menjadi,
1 Av . f ys .h
φ f c' b. h + φ ≥ Vu ........................ ..........7.28.
6 s
Persamaan 7.28 adalah apabila dipakai sengkang vertikal, sedangkan apabila
dipakai sengkang miring dengan sudut α, maka
1 Av . f ys .h
φ f c' b. h + φ (sin α + cosα ) ≥ Vu .................. .....7.29
6 s
Yang mana Av adalah luas potongan tulangan geser. Apabila dipakai sengkang, maka
Av adalah luas potongan 2 kaki sengkang, fys adalah tegangan leleh sengkang, s adalah
jarak sengkang.

J. DIAMETER, JARAK DAN BENTUK SENGKANG


Tulangan geser miring umumnya dipasang degan cara membelokkan tulangan
tarik positif keatas. Dalam hal ini luas potongan tulangan cukup besar, tetapi tulangan
geser miring ini dirasa kurang atau tidak praktis sehingga sekarang ini jarang dipakai.
Apabila demikian maka tulangan geser yang dipakai adalah sengkang (stirrups)
vertikal. Diameter sengkang yang akan dipakai bergantung pada ukuran balok yang
dipakai atau gaya lintang yang ada (umumnya P8, P10 dan kalau balok besar dapat
digunakan D10, D13 bahkan D16).
Sebagaimana pada tulangan lentur, sengkang vertikal juga mempunyai batasan
jarak, terutama adalah jarak maksimum. Batasan tentang jarak maksimum sengkang
82
tersebut diatur secara jelas di Codes atau Peraturan-peraturan. Jarak sengkang
maksimum pada kolom berbeda dengan balok, sehubungan dengan adanya
kemungkinan tekuk/buckling terhadap tulangan pokok akibat adanya gaya aksial pada
kolom.
Dihindarinya buckling terhadap tulangan pokok juga harus diperhatikan pada
daerah-daerah sendi plastis (plastic hinges) pada balok. Hal ini terjadi karena tulangan
yang buckle akan menurunkan daktilitas potongan. Untuk itu perlu ada jarak
maksimum sengkang.
1. Jarak maksimum sengkang pada balok
a. Daerah sendi Plastis
Menurut pasal 3.14.3.3).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :

s≤h h : tinggi efektif balok


4
s ≤ 8d l dl : diameter tulangan lentur

s ≤ 24d s ds : diameter tulangan sengkang

s ≤ 20 cm

b. Daerah luar sendi Plastis

s≤h
2

2. Jarak maksimum sengkang pada Kolom


a. Daerah sendi Plastis
Menurut pasal 3.14.4.4).(2) SK-SNI 1991, jarak sengkang (s) adalah :
bc
s≤ bc : lebar/ukuran terkecil kolom
4
s ≤ 8d l

s ≤ 10 cm

b. Daerah luar sendi Plastis


Menurut pasal 3.16.10.5).(2) SK-SNI 1991
s ≤ 16d l

s ≤ 48d s

s ≤ ukuran terkecil komponen struktur tersebut

83
Selain itu secara teoritis terdapat bermacam-macam kemungkinan bentuk
sengkang vertikal. Bentuk-bentuk itu mulai dari sengkang pengikat (1 kaki), sengkang
terbuka 2 kaki dan sengkang tertutup 2 kaki. Sengkang tertutup akan berfungsi lebih
baik daripada sengkang-sengkang yang lain.
Kait

a) Sengkang b) Sengkang c) Sengkang d) Sengkang


Terbuka 2 kaki Terbuka 2 kaki Tertutup 2 kaki Tertutup 2 kaki
(lebih baik) (lebih baik)

Gambar 7.14. Macam-macam Tulangan Sengkang

K. DIAGRAM GAYA LINTANG


Telah dibahas sebelumnya bahwa rusak geser yang berupa retak miring akan
terjadi pada daerah 1h-1,5h dari dukungan. Daerah diatas dukungan justru tidak
mengalami retak geser. Berdasarkan pada hal tersebut maka diagram gaya lintang
untuk menghitung jarak sengkang terdapat sedikit pengurangan di daerah sepanjang h
dari dukungan.
Tidak ada beban
terpusat P didaerah ini
Pasal 3.4.1.2).(1) SK-SNI 1991 :
”Untuk komponen struktur non
pratekan, penampang yang jaraknya
h
kurang dari h dari muka tumpuan
boleh direncanakan terhadap gaya
geser Vu yang sama dengan yang
Vu
φ
didapat pada titik sejarak h dari muka
kolom tersebut.”

Gambar 7.15. Diagram Gaya Lintang

84
Apabila arah gaya gempa dari arah kanan, maka : - +
− +
M kap + M kap
R A = R A1 + R A 2 = R A1 +
Lb
− +
M kap + M kap
RB = RB1 − RB 2 = R A1 −
Lb Lb = bentang bersih balok
Dimana Lb adalah bentang bersih balok.

M kap- M kap+

R A1 +
=
Lb
-
M kap- M kap- R B1
R A2 L L R B2
M kap+ M kap+
L L

R A1
RA + - R B2
R A2
RB = - R B1

RA

RB = +

Semua gaya geser


ditahan oleh sengkang

Gaya geser ditahan


oleh sengkang

gaya geser
ditahan oleh
beton +

2ht
-
dipakai jarak
sengkang maks.
Tengah Bentang

Gambar 7.16. Gaya Geser Balok

85
L. TULANGAN GESER BALOK
Pada desain bangunan tahan gempa, tulangan geser mempunyai peran yang
sangat penting, yaitu :
1. Menahan balok beton agar tidak retak/rusak geser
2. Menjaga tulangan lentur terhadap bahaya tekuk (buckling)
3. Berfungsi sebagai pengekang (confinement)
4. Secara fungsional tulangan geser mengikat tulangan-tulangan lentur.
Menurut mekanika, gaya geser terkait langsung dengan momen lentur yaitu
M
V = , yang mana V adalah gaya geser, M adalah momen dan L adalah panjang
L
bentang elemen. Oleh karena itu gaya geser V akan besar apabila momen M besar
atau panjang bentang elemen kecil. Apabila ditinjau balok dengan bentang L tertentu,
maka gaya geser V akan bergantung pada momen lentur M.
Pada prinsip desain kapasitas (capacity design), konsep strong column weak
beam mengisyaratkan adanya pengaruh overstrength pada balok sehingga dipakailah
momen kapasitas. Momen kapasitas seterusnya akan berpengaruh terhadap gaya-gaya
geser maupun desain momen pada kolom (Mu,k). Sebelum desain tulangan geser maka
perlu ditinjau kembali tentang prinsip-prinsip menghitung gaya geser/lintang.

Gambar 7.17. Gaya Geser Balok Akibat Beban


Gravitasi dan Beban Gempa

Pada perancangan struktur bangunan tahan gempa, betapa pentingnya


perancangan geser, baik balok maupun kolom. Pengalaman dari kerusakan struktur
akibat gempa menunjukkan bahwa rusak geser telah berakibat fatal, terutama rusak

86
geser pada kolom. Secara umum rusak geser lebih berbahaya, karena kerusakan akan
terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan/tanda secara dini. Rusak lentur
misalnya selalu diikuti dengan adanya lendutan/simpangan secara siknifikan sehingga
dapat diidentifikasi secara visual.
Kerusakan geser pada kolom akan sangat berbahaya. Hal ini terjadi karena
pada kolom terdapat gaya aksial (disamping momen). Kerusakan terhadap tulangan
geser akan mengakibatkan tekuk (buckling) pada tulangan kolom. Kalau sudah
demikian maka kerusakan kolom tidak dapat dihindarkan. Kerusakan tulangan geser
pada balok tidak sefatal pada kolom karena gaya aksial balok relatif kecil. Namun
demikian, kedua hal tersebut harus dihindari.
+

q +qD L MKap+ MKap-

RA2
( MM Kap+/L
Kap-/Lb
MKap+/Lb
MKap-/Lb ) RB
2

q +qD L

RA=RA -RA =RA -(MKap+ + MKap-)/Lb


1 2 1

RB=RB -RB =RB -(MKap+ + MKap-)/Lb


1 2 1

RA = -

atau

RA = -

M /Lb
1 M /Lb
1

M /Lb
2 M /Lb
2

RA=12q.Lb+M /Lb - M /Lb ==> RA


1 2 1

RA=12q.Lb-M /Lb + M /Lb ==> RB


1 2 1

Gambar 7.18. Gaya Geser

87
Berdasarkan prinsip-prinsip analisis struktur tersebut maka secara umum gaya
geser total merupakan penjumlahan dari gaya geser akibat beban gravitasi dan gaya
geser akibat beban gempa. Dalam SK-SNI 1991 pasal 3:14.7.1.(1), maka prinsip
tersebut merujuk pada desain gaya geser ultimit balok (Vu,b) :
⎛ M kap ,i + M kap ,a ⎞
Vu ,b = 1,05(VD + VL ) ± 0,7⎜⎜ ⎟⎟
⎝ L ⎠
Dalam segala hal, desain gaya geser Vu,b tidak perlu lebih besar dari,
⎛ 4 ⎞
Vu ,b = 1,05⎜V D + V L + V E ⎟
⎝ K ⎠
Yang mana VD dan VL masing-masing adalah gaya geser akibat beban mati (dead
load) dan beban hidup (live load). VE adalah gaya geser akibat beban gempa dan K
adalah faktor jenis struktur.
Untuk struktur dengan daktilitas penuh, nilai K = 1. Mkap,i dan Mkap,a adalah
momen kapasitas balok ujung kiri dan ujung kanan. Selanjutnya hubungan antara
suplai gaya geser dan kebutuhan gaya geser menurut SK-SNI 1991, pasal 3.4.1.(1) :
Vt > Vu

ØVn > Vu

Vu
Vn >
Ø
Yang mana Vt adalah gaya/kuat geser tersedia. Vu adalah kebutuhan gaya geser, Vn
adalah gaya/kuat geser nominal potongan balok dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Padahal kuat geser nominal Vn balok merupakan gabungan antara kuat geser
bahan beton Vcn dan kuat geser nominal yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser
Vu
Vsn, sehingga, Vcn + Vsn >
Ø
Vu
Vsn = − Vcn
Ø
Pada struktur bangunan tahan gempa, ujung-ujung balok dimungkinkan terjadi
sendi plastis. Hal ini berarti bahwa beton dianggap sudah rusak dan berarti Vcn = 0.
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.3.1).(1), untuk balok lentur kuat geser nominal yang
dapat dikerahkan oleh bahan beton adalah :

88
⎛ f 'c ⎞
Vcn = ⎜ ⎟.bw.h
⎜ 6 ⎟⎠

Yang mana Vcn dalam N, f’c dalam MPa, bw dan h adalah lebar dan tinggi efektif
balok dalam mm. Namun demikian gaya geser yang harus ditahan oleh baja tidak
boleh lebih dari :
2
Vsn ≤ f ' c .bw.h
3
Apabila tidak dipenuhi, maka ukuran balok harus diperbesar. Secara skematis desain
tulangan geser adalah :

h gaya geser ditahan


sengkang (Vsn)

Vcn

2ht

Daerah sendi Daerah jarak


plastis sengkang maksimum

SFD

Gambar 7.19. Gaya Geser Balok Yang Harus


Ditahan Oleh Sengkang dan Beton

Selanjutnya untuk sengkang vertikal, gaya geser yang dapat dikerahkan oleh sengkang
adalah (SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.6.(2))
Av. f y .h
Vsn =
s
Yang mana Av adalah luas potongan sengkang dan s adalah jarak sengkang vertikal.

89
Mulai

Ukuran
Ditetapkan b d h Vu f’c fy balok
diperbesar

M kap + M'kap
Vu = 0,7. + 1,05.(VD + VL )
ln
⎛ 4 ⎞
Vu = 1,05.⎜ VD + VL + .VE ⎟
⎝ K ⎠
Diambil Vu yang terkecil
Syarat Vu > (1,2 VD + 1,6VL)

1 2
Vc = f' c .b.d Vs,maks = . f'c .b.d
6 3
Daerah sendi plastis (2h)
Vu
Vs1 =
φ Ya
Daerah luar sendi plastis Vs > Vs,maks

Vu2 Tidak
Vs2 = − Vc
φ
Pilih jumlah n kaki

Ya Vs1 – tengah,
Vc > Vs1
dipakai smaks n.Aφ . f y .d
s=
Tidak Vs
Tidak Ya
Vc didalam ½
bentang
Kontrol jarak sengkang s
- Sepanjang 2h dari muka kolom
Dari Vs2 – Vc dipakai: s<d/4 s<24dp s<8D s<200 mm
Dari Vs2-Vc dipakai: - Sepanjang daerah diluar 2h
Vs3= Vs2 - Vc Vs3 = Vs2 – Vc
s<d/2 s<200 mm
Dari Vc – tengah
bentang, dipakai smaks

Selesai

Gambar 7.20. Flow chart penulangan geser balok

90
Berikut adalah contoh perhitungan tulangan geser pada balok.

M kap,a
M kap,i
Dari analisis struktur diperoleh :
VD1 = 127,38 kN VL1 = 58,05 kN
5,5
VD2 = 125,39 kN VL2 = 57,15 kN
V1 + VE = 175,15 kN
-
V2

Dari hasil desain balok (balok tengah) diperoleh :


b = 35 cm
ht = 77,5 cm
h = ht-d = 77,5 – 8,75 = 68,75 cm
Mkap,a = Mkap+ = 107,463 Tm
Mkap,i = Mkap- = 138,7402 Tm
f’c = 22,5 MPa
fy = 400 MPa = 4080 kg/cm2

dimensi kolom kanan = 60 cm


70

dimensi kolom kiri = 60 cm


80
L = 5,5 m = 550 cm
Ln = L – (½.kolom kanan) - (½.kolom kiri)
= 550 – (½.70) - (½.80)
= 475 cm = 4,75 m

Vg = 1,05 (VD + VL )

Vg1 = 1,05 (127,38 + 58,05) = 194,7 kN

Vg 2 = 1,05 (125,39 + 57,15) = 191,7 kN

M kap ,a + M kap ,i 107,463 + 138,7402


VU = 0,7 = 0,7
Ln 4,75
= 36,2825 Ton = 36282,5 kg

91
V g1 194,7 Vg 2 191,7
= = 324,5 kN = 33099 kg ; = = 319,5 KN = 32589 Kg
φ 0,6 φ 0,6
VU 36282,5
= = 60470,84 kg
φ 0,6
4
Vu,m = 1,05 (VD + VL + VE )
k
⎛ 4 ⎞
Vu ,m = 1,05 ⎜127,38 + 58,05 + .175,15 ⎟
⎝ 1 ⎠
= 930,33 kN = 930331,5 N = 94893,82 kg

Maka gambar SFD nya adalah :

9581,,3 71968,4

33099

52564,86
93569,84

32589
60470,84
27881,84
19403,54

2ht=1,55 m 1,65 m
Tengah Bentang

Vg1 VU
Vu = + = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg ≤ Vu,m = 94893,82 kg
φ φ
Karena Vu ≤ Vu,m, maka digunakan nilai Vu.
1 1
Vcn = . f ' c .bw.h = . 22,5.350.687,5 = 190230,76 N = 19403,54 kg
6 6

92
• Daerah Sendi Plastis
1 1
Dipakai sengkang P10, Ad = .π .D 2 = .π .12 = 0,785 cm2
4 4
Dipakai sengkang 2 kaki Æ Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2
Besarnya nilai gaya geser yang boleh direduksi sebesar h :
1 Ln
2 h
=
Vg1 x
φ
1 .475
2 68,75
=
33099 x
68,75.33099
x= = 9581,3 kg
237,5
Vg1 VU
Vu = + = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg
φ φ

Vsn = Vu – x = 93569,84 – 9581,3 = 83988,54 kg


Av . f y .h 1,57.4080.68,75
s= = = 5,24 cm Æ dipakai s = 5 cm
Vsn 83988,54
Pakai P10 - 50

• Daerah Luar Sendi Plastis


1 1
Dipakai sengkang P10, Ad = .π .D 2 = .π .12 = 0,785 cm2
4 4
Dipakai sengkang 2 kaki Æ Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2
Besarnya gaya geser sejauh 2.ht :
V g1
(2.ht ).
φ (2.77,5).33099
x= = = 21601,45 kg
1 Ln 237,5
2
Vs = Vu – x = 93569,84 – 21601,45 = 71968,4 kg
Besarnya gaya geser yang harus ditahan tulangan sengkang :
Vsn = Vs – Vcn = 71968,4 – 19403,54 = 52564,86 kg
Av . f y .h 1,57.4080.68,75
s= = = 8,38 cm Æ dipakai s = 8 cm
Vsn 52564,86
Pakai P10 - 80

93
BAB VIII
MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA
AKSIAL KOLOM

A. MOMEN PERLU KOLOM


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hierarki kekuatan prinsip struktur
daktail adalah kolom harus lebih kuat daripada balok. Dengan dihitungnya momen
kapasitas balok berarti momen maksimum yang dapat ditahan oleh balok sudah
diperoleh. Sesuatu yang perlu diketahui bahwa momen kapasitas balok tersebut adalah
momen kapasitas balok ditepi muka kolom.

a) b)
lb
hk' lb' (Mcap, i)
hk
Mcap, a

EI
Mu, k
Mcap, i Mcap, a Mcap, i lb
(Mcap, i)
lb'

lb
Mu, k
lb'
EI

c)

Mu, kb

Mu, kb = α . Φ . { lb'
lb
(Mcap, i) + lb
lb' (Mcap, a) }

Gambar 8.1. Momen Ultimit Kolom

Pada Gambar 8.1.a), momen kapasitas balok sebelah kanan (M-) dan momen kapasitas
kiri (M+) harus dilawan oleh momen-momen kolom. Sesuai dengan prinsip mekanika,
maka jumlah momen kolom harus sama dan berlawanan arah dengan jumlah momen-
momen balok. Terdapat prinsip didalam mekanika bahwa keseimbangan gaya-gaya

94
harus selalu dipertahankan. Dengan demikian momen ultimit kolom atas Mu,ka dan
momen ultimit kolom bawah Mu,kb adalah,
⎧ lba lbi ⎫
Mu , ka = α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
⎩ lba ' lbi ' ⎭
⎧ lba lbi ⎫
Mu , kb = α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
⎩ lba ' lbi ' ⎭
Momen-momen tersebut adalah momen kolom di as balok. Momen kolom yang akan
dipakai untuk desain adalah momen kolom di tepi muka balok. Di samping itu
momen-momen kapasitas balok tersebut diperoleh dari analisis statik ekivalen.
Sebagaimana didiskusikan sebelumnya bahwa akibat beban dinamik, telah disepakati
adanya koefisien dynamic magnification factor ω pada desain kolom. Dengan
demikian momen kolom di tepi muka balok adalah,
hka ' ⎧ lba lbi ⎫
Mu , ka = ω.α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
hka ⎩ lba ' lbi ' ⎭
hkb' ⎧ lba lbi ⎫
Mu , kb = ω.α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
hkb ⎩ lba ' lbi ' ⎭
ω adalah dynamic magnification factor, α adalah faktor distribusi, Ø adalah faktor
reduksi kekuatan mengingat Mkap adalah momen kapasitas balok nominal.

Terdapat perbedaan nilai α yang harus diambil, yaitu :


hk,a EI,a

Mb 1. α tergantung dari kekuatan relatif kekakuan


Ma 2. α bergantung pada momen kolom hasil analisis
hk,b EI,b statik ekivalen.

Sebagai contoh akan dihitung momen ultimit kolom Mu,k untuk kolom Ba

dan kolom Bb seperti yang tampak dalam Gambar 8.2. Mengingat struktur yang tidak
simetri dan momen kapasitas balok berbeda-beda, maka Mu,k kolom tersebut akan
dihitung berdasarkan beban gempa arah kiri dan arah kanan.

95
27,5/60 27,5/60 27,5/60
50/50 50/50 50/50 50/50
45,14 27,67 45,14 45,14 27,67 45,14
I J K L I' J' K' L'
27,5/60 27,5/60 27,5/60
71,53
50/50 71,53 50/50 52,76 50/50 71,53 50/50 52,76 71,53

30/70 30/70 30/70


50/50 60/60 60/60 50/50
70,86 70,86 70,86 70,86 70,86 70,86
E F G H E' F' G' H'
30/70 30/70 30/70
103,63
50/50 103,63 60/60 103,63 60/60 103,63 50/50 103,63 103,63

c
30/70 30/70 30/70
50/55 60/70 60/70 50/50

b b'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
50/60 60/80 60/70 50/55
79,66 107,463 76,67 79,66 107,463 76,67
A B C D A' B' C' D'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
119,99
50/60 119,99 60/80 138,74 60/70 133,91 50/55 138,74 133,91

a a'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
50/60 60/80 60/70 50/55

8,5 5,5 7,5 8,5 5,5 7,5

Momen Kapasitas Balok Momen Kapasitas Balok


Akibat Gempa Dari Arah Kiri Akibat Gempa Dari Arah Kanan

Gambar 8.2. Momen Kapasitas Balok

96
1. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kiri
Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri
Berdasarkan rumus Mu,K kolom di atas maka,
EIa
hka ' ⎧ lba lbi ⎫ h' a
Mu , ka = ω.α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬ , αa =
hka ⎩ lba ' lbi ' ⎭ EIa + EIb
h' a h' b
EIb
hkb' ⎧ lba lbi ⎫ h' b
Mu , kb = ω.α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬ , αb =
hkb ⎩ lba ' lbi ' ⎭ EIa + EIb
h' a h' b
hk’ = tinggi kolom bersih αb = faktor distribusi momen ke
lb’ = bentang balok bersih kolom bawah
αa = faktor distribusi momen ω = dynamic magnification factor
ke kolom atas (faktor pembesar dinamik)
Ø = faktor reduksi kekuatan

Kolom Ba dan Bb ukurannya sama 60/80 cm, tinggi kolom juga sama, maka
EIa = EIb yang mana ha dan hb adalah tinggi tingkat atas dan tinggi tingkat
ha hb
bawah. Ia dan Ib adalah momen inersia kolom atas dan bawah. Dengan demikian
αa = αb = 0,5. untuk struktur portal terbuka menurut SK-SNI pasal 3.14.4.2).(2),
maka faktor pembesar dinamik ω = 1,3 , sedangkan nilai Ø = 0,70.

Tinggi bersih tingkat hk’ ( ) ( )


= 4 − 1 .0,775 − 1 .0,775 = 3,225 m
2 2

Bentang bersih balok kiri lbi’ = 8,5 − (1 .0,6 ) − (1 .0,8) = 7,80 m


2 2

Bentang bersih balok kanan lba’ = 5,5 − (1 .0,8) − (1 .0,7 ) = 4,75 m


2 2
Dengan demikian,
3,225 ⎧ 8,5 5,5 ⎫
Mu, ka = 1,3.0,5.0,7.⎨ .119,99 + .107,463⎬ = 93,616 tm (kolom Bb )
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭
3,225 ⎧ 8,5 5,5 ⎫
Mu, kb = 1,3.0,5.0,7.⎨ .119,99 + .107,463⎬ = 93,616 tm (kolom Ba )
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭

97
Sementara dari hasil desain balok diperoleh :
Mu-,bi = 68,34 tm dan Mu+,ba = 56,896 tm,
ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 68,34 + 56,896 = 125,23 tm
ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 93,616 + 93,616 = 187,232 tm
ΣMu, k 187,232
= = 1,495 atau ΣMu,k = 1,495 ΣMu,b.
ΣMu, b 125,23
Inilah yang dimaknai kolom lebih kuat daripada balok atau strong column
weak beam. Kontrol Mu,k maks dari gempa kiri ,
⎧ 4 ⎫ ⎧ 4 ⎫
Mu,k maks = 1,05⎨M Di + M Li + M Ei ⎬ = 1,05⎨42,06 + 19,16 + 562⎬
⎩ K ⎭ ⎩ 1 ⎭
= 2424,68 KNm
= 247,32 tm > 93,616 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 93,616 tm

2. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kanan


Senada dengan cara sebelumnya, maka akan diperoleh
3,225 ⎧ 8,5 5,5 ⎫
Mu, ka = 1,3.0,5.0,7.⎨ .79,66 + .138,7402⎬ = 90,78 tm < 93,616 tm
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭
3,225 ⎧ 8,5 5,5 ⎫
Mu, kb = 1,3.0,5.0,7.⎨ .79,66 + .138,7402⎬ = 90,78 tm < 93,616 tm
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭
Sementara dari hasil desain balok diperoleh :
Mu-,bi = 34,374 tm dan Mu+,ba = 77,52 tm,
ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 34,374 + 77,52 = 111,9 tm
ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 90,78 + 90,78 = 181,56 tm
ΣMu, k 181,56
= = 1,622 atau ΣMu,k = 1,622 ΣMu,b.
ΣMu, b 111,9

⎧ 4 ⎫ ⎧ 4 ⎫
Mu,k maks = 1,05⎨M Di + M Li + M Ei ⎬ = 1,05⎨42,06 + 19,16 + 561,3⎬
⎩ K ⎭ ⎩ 1 ⎭
= 2421,74 KNm
= 247 tm > 90,78 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 90,78 tm

98
Berdasarkan hasil-hasil diatas, maka yang menentukan hitungan untuk kolom Ba dan

kolom Bb adalah apabila ada gempa dari arah kiri, dengan Mu,k = 93,616 tm.

Kolom ao dan aB (join a) Æ hanya ditinjau gempa dari arah kiri.


Balok di kiri dan kanan join a memiliki ukuran dan momen kapasitas yang sama
dengan balok-balok di kiri dan kanan join B. Ukuran kolom ao juga sama dengan

kolom aB , demikian juga dengan tinggi kolom/tingkat. Hal ini berarti bahwa αao =
αaB. Dengan demikian,
(Mu, k )ab = (Mu, k )ao = (Mu, k )Ba = 93,616 tm

Kolom bB dan bc (join b).


I 2,56.10 6 cm 4
IbB = 1 .60.80 3 = 2,56 . 106 cm4, bB = = 6400 cm3
12 L 400 cm
(L = hk = tinggi tingkat)
I 1,715.10 6 cm 4
Ibc = 1 .60.70 3 = 1,715 . 106 cm4, bc = = 4287,5 cm3
12 L 400 cm
I bc
L 4287,5
α bc = = = 0,401
I bc
+
I bB 4287,5 + 6400
L L
I bB
L 6400
α bB = = = 0,599 Æ αbc + αbB = 0,401 + 0,599 = 1
I bc
+
I bB 4287,5 + 6400
L L

(Mu, k )bc = 3,225 1,3.0,401.0,7.⎧⎨ 8,5 .119,99 + 5,5 ⎫


.107,463⎬ = 75,07 tm
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭

(Mu, k )bB = 3,225 1,3.0,599.0,7.⎧⎨ 8,5 .119,99 + 5,5 ⎫


.107,463⎬ = 112,15 tm
4 ⎩ 7,8 4,75 ⎭

Kolom cb dan cF (join c).


Balok di kiri dan kanan join c memiliki ukuran 30/70. Dengan demikian

(hk ')cb ( ) ( )
= 4 − 1 .0,775 − 1 .0,7 = 3,2625 m
2 2

(hk ')cF = 4 − (1 .0,7 )(1 .0,7 ) = 3,3 m


2 2

99
1 6 4 I cb 1,715.10 6 cm 4
Icb = 3
.60.70 = 1,715 . 10 cm , = = 4287,5 cm3
12 L 400 cm
I cF 1,08.10 6 cm 4
IcF = 1 .60.60 3 = 1,08 . 106 cm4, = = 2700 cm3
12 L 400 cm
I cb
L 4287,5
α cb = = = 0,6136
I cb
+
I cF 4287,5 + 2700
L L
I cF
L 4287,5
α cF = = = 0,3864
I cb
+
I cF 4287,5 + 2700
L L
Karena ukuran kolom diatas dan dibawah join C berbeda, maka akan dipakai ukuran
rata-rata.
⎛ 0,55 + 0,50 ⎞ ⎛ 1 0,70 + 0,60 ⎞
lbi = 8,5 − ⎜ 1 ( )⎟ − ⎜ ( .) ⎟ = 8,5 − 0,2625 − 0,325 = 7,9125 m
⎝ 2 2 ⎠ ⎝ 2 2 ⎠
⎛ 0,70 + 0,60 ⎞ ⎛ 1 0,70 + 0,60 ⎞
lba = 5,5 − ⎜ 1 ( )⎟ − ⎜ ( ) ⎟ = 5,5 – 0,325 – 0,325 = 4,85 m
⎝ 2 2 ⎠ ⎝ 2 2 ⎠

(Mu, k )cb = 3,225 1,3.0,6136.0,7.⎧⎨ 8,5


.103,63 +
5,5 ⎫
.70,86⎬ = 87,44 tm
4 ⎩ 7,9125 4,85 ⎭

(Mu, k )cF = 3,225 1,3.0,3864.0,7.⎧⎨ 8,5


.103,63 +
5,5 ⎫
.70,86⎬ = 54,34 tm
4 ⎩ 7,9125 4,85 ⎭
Kolom-kolom di atasnya dapat dikerjakan dengan cara yang sama.

Kolom tingkat dasar (kolom oa ) di join o.


Join o tidak diapit oleh balok-balok. Oleh karena itu hitungan momen ultimit kolom
tidak dapat dilakukan seperti cara diatas. Oleh karena itu momen ultimit kolom dapat
dihitung berdasarkan pada hasil analisis struktur.
Menurut hasil analisis struktur kolom tingkat dasar atau kolom oa diperoleh,
MD = 17,42 kNm ; ML = 7,94 kNm
MEi = 748,5 kNm ; MEa = 747,8 kNm
Mu , oa = 1,05 {M D + M L + M E } = 1,05 {17,42 + 7,94 + 748,5}
= 812,55 kNm = 82,88 tm

100
B. GAYA AKSIAL KOLOM
Setelah momen ultimit kolom Mu,k maka untuk keperluan desain kolom,
besaran yang harus diketahui berikutnya adalah gaya aksial yang bekerja pada kolom.
Terdapat dua cara untuk menentukan gaya aksial kolom, yaitu berdasarkan pada gaya
lintang balok pada kondisi kapasitas (gaya lintang balok menjadi gaya aksial kolom)
dan gaya aksial kolom hasil analisis struktur. Untuk membahas masalah ini, maka
diambil model struktur seperti pada Gambar 8.3.

+ - + -
M1 M2 M3 M4
n

M1 M1 M3 M3
La La La La

M2 M2 M4 M4
La La La La

+ - + -
M1 M2 M3 M4
2

M1 M1 M3 M3
La La La La

M2 M2 M4 M4
La La La La

+ - + -
M1 M2 M3 M4
1

M1 M1 M3 M3
La La La La

M2 M2 M4 M4
La La La La

Li La

Gambar 8.3 Gaya Aksial Kolom

Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.2).(3),


1. Dari Kapasitas Balok
n ⎧
⎪ ∑ Mkap, i ∑ Mkap, a ⎫⎪
Nu,ki = Rv.0,7.∑ ⎨ + ⎬ + 1,05 Ng , k ...................................1
i =i ⎪
⎩ li la ⎪⎭

Gaya lintang Gaya lintang Gaya aksial


balok dari balok dari kolom akibat
bentang kiri bentang kanan beban gravitasi

101
2. Dari Analisis Struktur
Namun demikian nilai tersebut tidak perlu lebih besar dari,
⎧ 4 ⎫
Nu,k ≤ 1,05 ⎨ N g ,k + N E ,k ⎬ ..........................................................2
⎩ K ⎭
(Batas atas Nu,k)
NE,k adalah gaya aksial akibat beban gempa.
Rv merupakan suatu faktor untuk memperhitungkan kemungkinan tidak bersama-
samanya kejadian sendi plastis diseluruh tingkat.
Rv = 1 Æ1<n≤4
Rv = 1,1 – 0,025 n Æ 4 < n ≤ 20
Rv = 0,6 Æ n > 20
n = Jumlah lantai bangunan

102
Gempa Kiri
45,14 71,53 27,67 52,76 45,14 71,53

R
9,54 9,54 9,6 9,6 8,42 8,42

6,02 6,02 5,03 5,03 5,31 5,31

70,86 103,63 70,86 103,63 70,86 103,63

J
13,85 13,85 18,84 18,84 12,19 12,19

9,45 9,45 12,88 12,88 8,33 8,33

76,67 133,91 107,463 138,7402 79,66 119,99

b
17,85 17,85 25,22 25,22 14,12 14,12

10,22 10,22 19,54 19,54 9,02 9,02

Gambar 8.4 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kiri

103
Gempa Kanan
71,53 45,14 52,76 27,67 71,53 45,14

R
8,42 8,42 9,6 9,6 9,54 9,54

5,31 5,31 5,03 5,03 6,02 6,02

103,63 70,86 103,63 70,86 103,63 70,86

J
12,19 12,19 18,84 18,84 13,85 13,85

8,33 8,33 12,88 12,88 9,45 9,45

119,99 79,66 138,7402 107,463 133,91 76,67

b
14,12 14,12 25,22 25,22 17,85 17,85

9,02 9,02 19,54 19,54 10,22 10,22

8,5 m o 5,5 m 7,5 m

Gambar 8.5 Gaya Aksial Kolom Akibat Beban Gempa Kanan

104
Gaya Aksial Hasil Analisis Struktur Gaya Aksial

173,6 251,3 233,8 134,9 13,73 0,9 0,93 - 15,56

58,1 93,5 85,5 50,9 13,73 0,9 0,93 - 15,56

350,7 497,1 465,8 319,7 13,73 0,9 0,93 - 15,56

117,7 184,7 170,2 103,6 27,46 1,8 1,86 - 31,12

527,3 744,0 647,8 480,7 20,52 11,2 - 8,42 -23,3

177,1 275,9 254,9 155,9 47,98 13 - 6,56 - 54,42

703,3 991,6 930,4 641,1 20,52 11,2 - 8,42 -23,3

236,4 367,8 339,8 208,0 68,5 24,2 - 14,98 - 77,72

878,7 1240,1 1163,5 800,9 20,52 11,2 - 8,42 -23,3

295,3 459,9 425,0 259,8 89,02 35,4 - 23,4 - 101,02

1053,3 1489,5 1397,0 960,0 23,14 21,62 - 16,7 - 28,07

353,8 552,8 510,4 311,2 112,16 57,02 - 40,1 - 129,09

1226,9 1740,3 1631,3 1118,1 23,14 21,62 - 16,7 - 28,07

411,8 645,8 596,2 362,2 135,36 78,64 - 56,8 - 157,16

PD 1399,0 1993,0 1866,4 1274,6 23,14 21,62 - 16,7 - 28,07

PL 469,2 739,9 682,2 412,5 158,44 100,26 - 73,5 - 185,23

Satuan kNm Satuan Ton

Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri,


Dari hasil perhitungan balok didapat
Balok bentang kiri, MKap+ = 45,14 tm dan MKap- = 71,53 tm
Balok bentang kanan, MKap+ = 27,67 tm dan MKap- = 52,76 tm
M Kap + 45,14
Reaksi gaya aksial balok kiri, = = 5,31 Ton
L 8,5
M Kap − 71,53
= = 8,42 Ton
L 8,5
M Kap + 27,67
Reaksi gaya aksial kiri, = = 5,03 Ton
L 5,5
M Kap − 52,76
= = 9,6 Ton
L 5,5
Maka gaya aksial:
(9,6 + 5,03) – (8,42+5,31) = 0,9 Ton
Dengan cara yang sama didapat hasil seperti diatas.
105
Berikut adalah hitungan gaya aksial untuk gempa kanan.
Jumlah lantai = 8
Rv = 1,1 – (0,025 n) = 1,1 – (0,025 x 8) = 0,9
n ⎧
⎪ ∑ Mkap, i ∑ Mkap, a ⎫⎪
Nu,k = Rv.0,7.∑ ⎨ + ⎬ + 1,05 Ng , k
i =i ⎪
⎩ li la ⎪⎭

Keterangan : Karena satuan gaya aksial adalah Ton, maka akan dikonversi
dengan mengalikan 9,804.

(Nu, k )
oa = 0,9.0,7.{100,26.9,804} + 1,05.(1993 + 739,9 ) = 619,25 + 2869,55

= 3488,8 kNm = 355,85 Ton

(Nu, k )
aB = 0,9.0,7.{78,64.9,804} + 1,05.(1740,3 + 645,8) = 485,72 + 2505,4

= 2991,12 kNm = 305,1 Ton

(Nu, k )
Bb = 0,9.0,7.{57,02.9,804} + 1,05.(1489,5 + 552,8) = 352,185 + 2144,4

= 2496,58 kNm = 254,65 Ton

(Nu, k )
bc = 0,9.0,7.{35,4.9,804} + 1,05.(1240,1 + 459,9 ) = 218,65 + 1785

= 2003,65 kNm = 204,37 Ton

(Nu, k )
cF = 0,9.0,7.{24,2.9,804} + 1,05.(991,6 + 367,8) = 149,5 + 1427,37

= 1576,87 kNm = 160,84 Ton

(Nu, k )
FJ = 0,9.0,7.{13.9,804} + 1,05.(744,0 + 275,9) = 80,3 + 1070,9

= 1151,2 kNm = 117,42 Ton

(Nu, k )
JM = 0,9.0,7.{1,8.9,804} + 1,05.(497,1 + 184,7 ) = 11,12 + 715,9

= 727,01 kNm = 74,155 Ton

(Nu, k )
MR = 0,9.0,7.{0,9.9,804} + 1,05.(251,3 + 93,5) = 5,55 + 362,04

= 367,6 kNm = 37,5 Ton

106
Hitungan gaya aksial untuk gempa kiri.

(Nu, k ) oa = 0,9.0,7.{− 100,26.9,804} + 1,05.(1993 + 739,9 ) = −619,25 + 2869,55

= 2250,3 kNm = 229,53 Ton

(Nu, k ) aB = 0,9.0,7.{− 78,64.9,804} + 1,05.(1740,3 + 645,8) = −485,72 + 2505,4

= 2019,68 kNm = 206 Ton

(Nu, k ) Bb = 0,9.0,7.{− 57,02.9,804} + 1,05.(1489,5 + 552,8) = −352,185 + 2144,4

= 1792,21 kNm = 182,8 Ton

(Nu, k ) bc = 0,9.0,7.{− 35,4.9,804} + 1,05.(1240,1 + 459,9 ) = −218,65 + 1785

= 1566,35 kNm = 159,76 Ton

(Nu, k ) cF = 0,9.0,7.{− 24,2.9,804} + 1,05.(991,6 + 367,8) = −149,5 + 1427,37

= 1277,87 kNm = 130,34 Ton

(Nu, k ) FJ = 0,9.0,7.{− 13.9,804} + 1,05.(744,0 + 275,9 ) = −80,3 + 1070,9

= 990,6 kNm = 101,04 Ton

(Nu, k ) JM = 0,9.0,7.{− 1,8.9,804} + 1,05.(497,1 + 184,7 ) = −11,12 + 715,9

= 704,78 kNm = 71,88 Ton

(Nu, k ) MR = 0,9.0,7.{− 0,9.9,804} + 1,05.(251,3 + 93,5) = −5,55 + 362,04

= 356,5 kNm = 36,36 Ton

Demikianlah contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri. Dengan cara yang sama
dapat dicari Mu,k dan Nu,k untuk kolom tepi kiri, kolom tengah kanan dan kolom tepi
kanan.

107
Apabila contoh hitungan yang dipakai adalah gempa kanan, lalu digambar, maka
hasilnya adalah sebagai berikut.

62,78
Lantai 8
43,69 37,5
43,69
Lantai 7
43,69 74,155
43,69
Lantai 6
55,31 117,42
55,31
Lantai 5
54,34 160,84
87,44
Lantai 4
75,07 204,37
112,15
Lantai 3
93,616 254,65
93,616
Lantai 2
93,616 305,1
93,616
Lantai 1
82,88 355,85

Mu,k Nu,k

Gambar 8.6 Hasil Hitungan Mu,k dan Nu,k

Karena hasil diatas adalah momen kolom dan gaya aksial kolom dalam bentuk ultimit,
maka akan dirubah ke nilai nominal, dengan cara membagi dengan nilai reduksi ø
yaitu 0,8 untuk Mu,k dan dan 0,65 untuk kolom bersengkang atau 0,7 untuk kolom
berspiral untuk Nu,k sesuai dengan SK-SNI 1991, pasal 3.2.3.2).
Kolom yang dihitung menggunakan sengkang, sehingga untuk Nu,k digunakan ø =
0,65.

108
Sehingga didapat hasil :

78,48
Lantai 8
54,62 57,7
54,62
Lantai 7
54,62 114,08
54,62
Lantai 6
69,14 180,65
69,14
Lantai 5
67,93 247,44
109,3
Lantai 4
93,84 314,42
140,18
Lantai 3
117,02 391,77
117,02
Lantai 2
117,02 469,38
117,02
Lantai 1
103,6 547,46

Mn,k Nn,k

Gambar 8.7 Hasil Hitungan Mn,k dan Nn,k

109
BAB IX
DESAIN KOLOM

Desain kolom adalah menentukan ukuran kolom dan menentukan luas dan
penempatan tulangan sehingga memenuhi kebutuhan gaya aksial Pn dan momen
lentur Mn. Pada desain balok proses desain bersifat unique, artinya proses desain
menempuh suatu rute dalam rangka hanya memenuhi kebutuhan momen lentur atau
hanya satu persyaratan. Pada desain kolom karena terdapat dua persyaratan yang
harus dipenuhi sekaligus, maka tidak ada cara langsung yang stright forward, hal
yang umumnya dilakukan adalah dengan cara coba-coba, yaitu dicoba ukuran kolom
dan jumlah tulangan, kemudian dikontrol apakah hasilnya akan memenuhi syarat.
Secara umum desain kolom dapat dilakukan dengan :
1. Cara Numerik
Yaitu menggunakan persamaan keseimbangan gaya-gaya.
2. Cara Grafis atau Diagram Interaksi Mn-Pn
3. Cara Analitik
Yaitu menggunakan rumus eksplisit (closed form formula).
Pada cara analitik walaupun agak sedikit panjang, namun nilai-nilai Pn dan
Mn yang dapat dikerahkan oleh suatu potongan kolom dapat diketahui secara
pasti/eksak. Pada cara grafis, sebaliknya proses desain dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah tetapi harus menyiapkan diagram interaksi Mn-Pn terlebih dahulu.
Disamping itu nilai Pn dan Mn yang tersedia kalau tidak dihitung secara analitik,
nilai-nilai yang diperoleh hanya bersifat perkiraan.
Pada desain balok lentur, efisiensi desain dapat dicapai setinggi-tingginya,
artinya momen tersedia Mt nilainya dapat didekatkan sedekat-dekatnya dengan
momen perlu Mu sehingga Mt ≥ Mu. Ini adalah hasil dari sifat desain yang bersifat
unique seperti yang dikatakan sebelumnya. Pada desain kolom hal ini agak sulit
dilakukan. Pada suatu ukuran kolom dan luas tulangan tertentu mungkin gaya aksial
nominal tersedia Pn nilainya agak jauh lebih besar dari gaya aksial nominal yang
diperlukan, sementara nilai Mn tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn yang
diperlukan, dan sebaliknya.

110
Agar baik Pn dan Mn yang tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn dan
Pn yang diperlukan, umumnya diperlukan banyak coba-coba. Hal ini tentu saja tidak
praktis. Oleh karena itu hasil desain seperti pada kondisi yang disebut sebelumnya,
umumnya masih dapat diterima.

A. DESAIN KOLOM DENGAN CARA NUMERIK


Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan
gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Tahapan analisisnya dapat dilihat pada
Gambar 9.1 dan Gambar 9.2.
Mulai

Data Pu Mu b h
Ukuran dirubah
f’c fy ec Es

Pu Mu
Pna = ; M na =
φ φ
M
e = na
Pna

Menentukan Ukuran Kolom


Pada kondisi balance (Pna = Pnb)
εc
cb = h
εc + εs
Pb = Cc+Cs-Ts
= 0,85.f’c.ß1.cb.b+A’s.fy-As.fy
Didapat Ag = b.ht ~ h = 0,9.ht

Ya Tidak
Compresion Controls Agc < Ag Tension Controls
(Patah Desak) (Patah Tarik)

Rumus Whitney : Rumus Pendekatan Pn Yang Berdasarkan Pada Patah Tarik :


f' c .b.ht A's . f y ⎧⎪ ⎛ e⎞ ⎛ e⎞
2
⎡ ⎛ d' ⎞ e ⎤ ⎫⎪
Pn = + Pn = 0,85. f'c .b.h⎨− ρ + ⎜1 − ⎟ + ⎜1 − ⎟ + 2. ρ ⎢(m − 1)⎜1 − ⎟ + ⎥ ⎬
3.ht.e e
+ 1,18 + 0,5 ⎪⎩ ⎝ h⎠ ⎝ h⎠ ⎣ ⎝ h ⎠ h ⎦ ⎪⎭
h2 h.d'

Tidak
Pn > Pna

ya

Gambar 9. 1 Flow chart penulangan kolom bagian 1.

111
A

Kontrol Status
~ cb = 0,6.h
~ es’ = c − d' .ε
c
c
~ C cb = 0,85.f’c.ab.b
~ C sb = A’s.(fy-0,85.f’c)
~ Tsb = As.fy
~ P b = C cb+C sb-T sb

Pb < Pn Pb > Pn
Asumsi Kolom Asumsi Kolom
Patah Desak Patah Tarik

Analisis Kolom Patah Desak Analisis Kolom Patah Tarik

~ C c = 0,85.f’c.ß1.c.b
~ C c = 0,85.f’c.ß1.c.b
~ T s = A s . fy
~ T s = A s. f y
~ C s = A’s.(fy-0,85 .f’c)
~ C s = A’s.fy
~ Pn = Cc + Cs – Ts
Statik Momen Terhadap Garis Kerja Pn
~
~ ⎧ β1.c ⎛ ht ⎞⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫ ⎧ ⎛ d − d' ⎞ ⎫ ⎧ a⎫
Cc ⎨ − ⎜ − e ⎟ ⎬ − C s ⎨⎜ − e ⎟ − d'⎬ − Ts ⎨⎜ − d ⎟ + e ⎬ Pn ⎨e + ⎜ ⎟ ⎬ = C c ⎨ h − ⎬ + C s {h − d'}
⎩ 2 ⎝ 2 ⎠⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭ ⎩ ⎝ 2 ⎠⎭ ⎩ 2⎭
Didapatkan Pers c 2, sehingga didapat
Didapatkan Pers. c 3, sehingga didapat nilai c
nilai c
~ Pn = Cc + Cs – Ts
~ P n > P na ~ Memenuhi Syarat
~ Pn > P na ~ Memenuhi Syarat

Momen lentur dengan mengambil momen terhadap titik berat


potongan
⎧ ht a ⎫ ⎧ ht ⎫ ⎧ ht ⎫
M n = C c ⎨ − ⎬ + C s ⎨ − d'⎬ + Ts ⎨ − d ⎬
⎩ 2 2⎭ ⎩2 ⎭ ⎩2 ⎭
M n > M na ~ Memenuhi Syarat

Selesai

Gambar 9.2 Flow chart penulangan kolom bagian 2.

1. Desain Kolom Dengan Cara Numerik Patah Desak


Cara numerik yang akan dipakai adalah dengan cara memakai keseimbangan
gaya-gaya yang bekerja pada potongan kolom. Sebagai bahan kajian dipakai
momen ultimit kolom Mu dan gaya aksial kolom Pu hasil analisis sebelumnya
seperti yang tampak pada Gambar 9.3.
Pu = 355,85 Pn

Mu = 93,616 tm

Mb,Pb
Mn

Gambar 9.3 Pu dan Mu kolom

112
Mu 93,616
Mna = = = 117,02 tm
φ 0,8
Pu 355,85
Pna = = = 547,46 ton
φ 0,65
Mn 117,02
Eksentrisitas beban e = = = 0,21375 m = 21,375 cm
Pn 547,46
Terdapat beberapa langkah pada proses desain, yaitu :

a. Menentukan Ukuran kolom


Wang dan Salmon (1997) mengatakan bahwa untuk menentukan
ukuran kolom dapat dipakai asumsi awal, yaitu nilai Pn dianggap sementara
sama dengan Pb. Asumsi yang lain adalah pengaruh displaced concrete
diabaikan dan regangan baja desak sudah mencapai regangan leleh. Dipakai Es
= 2100000 kg/cm2 , fy = 400 MPa, f’c = 25 MPa = 255 kg/cm2.

b/2
Pada kondisi balance, maka :
As As ' b εc 0,003
cb = h= h
b/2 εc + εs 0,003 + 0,001943
= 0,6069 h
ht/2 ht/2

ht Pb = Cc + Cs – Ts
e
= 0,85.f’c.β1.cb.b + As’.fy – As.fy
Es Pb
= 0,85 . 255 . 0,85 . 0,6069h . b
Es'
Ec (0,003) = 111,8137 b.h
Apabila diambil asumsi h = 0,9 ht, maka :
c
a Pb = 111,8137 . b . 0,9 ht
= 100,6323 b . ht = 100,6323 Ag
Ts Padahal Pb = Pn = 547,46 t , maka :
d'
Cc Cs
547,46.10 3 kg 2
Gambar 9.4 Gaya-gaya Pada Ag = cm = 5440,2 cm2
100,6323kg
Kondisi Balance

Selanjutnya Wang dan Salmon (1977) mengatakan bahwa apabila


dipakai Agc > Ag maka kolom yang dipakai cukup besar. Akibatnya hanya
diperlukan tebal beton desak yang relatif kecil atau Pn < Pb dan masih
memenuhi kebutuhan momen Mn karena eksentrisitasnya e cukup besar

113
(ukuran kolom besar). Pada kondisi demikian akan terjadi tension controle dan
sebaliknya. Artinya :
1. Bila Agc > Ag, akan terjadi tension controle
2. Bila Agc > Ag, akan terjadi compression controle
Yang mana Ag adalah kebutuhan luas potongan kolom bila Pn = Pb dan Agc
adalah luas potongan yang dipakai.
Misalnya akan didesain kolom dalam kondisi compression controle,
maka artinya Agc < Ag. Misal dicoba ukuran kolom 45x70, maka Agc = 45.70
= 3150 cm2 ± 72 % Ag. Dipakai baja tulangan D25 (AØ = 4,906 cm2) dengan
jumlah tulangan sebanyak 7 buah tiap sisi, maka luas tulangan As = As’ =
9.4,906 = 44,154 cm2, d = 4 + 1 + ½.2,5 = 6,25 cm.
b. Estimasi Kuat Desak Pn
Untuk keperluan estimasi kuat desak Pn
b/2
dipakai rumus pendekatan Whitney, yaitu :
As As ' 45
f ' c.b.ht As'. fy
b/2 Pn = +
3.ht.e e
+ 1,18 + 0,5
h 2
h − d'
70
63,75 255.45.70 44,154.4080
d e
= +
3.70.21,375 21,375
+ 1,18 + 0,5
Es <Ey Pb 63,75 2
63,75 − 6,25

Es' 803250 180148,32


Ec (0,003) = +
2,2845 0,8717
c
a = 351608,66 + 206663,2
= 558271,87 kg = 558,27 t

Ts
Pn = 558,27 t > Pna = 547,46 t
d'
Cc Cs Estimasi ukuran dan jumlah tulangan
Gambar 9.5 Gaya-gaya Pada diperkirakan memenuhi syarat.
Kondisi Patah Desak

c. Kontrol Status Patah Desak


Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :
cb = 0,6069 . 63,75 = 38,6898 cm ( lihat Gambar 9.4)
c − d' 38,6898 − 6,25
εs’ = εc = 0,003 = 0,002515 > 0,001943
c 38,6898
(baja desak sudah leleh)

114
Ccb = 0,85 . f’c . ab . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 38,6898) . 45 = 320765,0 kg
Csb = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255) = 170577,95 kg
Tsb = As . fy = 44,154 . 4080 = 180148,32 kg
Pb = Ccb + Csb - Tsb = 320765,0 + 170577,95 - 180148,32 = 311174,63 kg
= 311,174 t < Pna = 547,46 t
Betul kolom dalam keadaan patah desak (compression controle).

d. Analisis Kolom Patah Desak Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui


Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
70 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 9D25 pada
masing-masing sisi. Akan dianalisis apakah kolom dengan penulangan
tersebut mampu mengerahkan Mna = 117,02 tm dan Pna = 547,46 t.
Lihat Gambar 9.5. Dalam hal ini e = 21,375 cm, yang akan dicari pertama kali
adalah nilai c.
Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b = 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45
= 8290,6875 c
Patah desak umumnya baja desak sudah leleh, maka
Cs = As’ (fy – 0,85 f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255)
= 170577,95 kg
Pada kondisi patah desak baja tarik belum leleh, maka
⎛h−c⎞
Ts = As .fs = As . εs . Es = As⎜ ⎟ε c .E s
⎝ c ⎠
⎛ 63,75 − c ⎞
= 44,154⎜
(17733350,25 − 278170,2.c ) kg
⎟0,003.2100000 =
⎝ c ⎠ c
Dalam hal ini Pn belum diketahui nilainya (yang sudah dihitung adalah Pn dari
pendekatan Withney) dan demikian juga nilai c. Dengan demikian ada dua
nilai yang belum diketahui. Untuk itu harus diadakan eliminasi, yaitu dengan
mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Pn.

ΣM terhadap garis kerja Pn (asumsi e = eksentrisitas awal)


⎧ β .c ⎛ ht ⎞⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫
Cc ⎨ 1 − ⎜ − e ⎟⎬ − Cs ⎨⎜ − e ⎟ − d '⎬ − Ts ⎨⎜ − d ⎟ + e⎬ = 0
⎩ 2 ⎝2 ⎠⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭

115
8290,6875.c{0,425.c − 13,625} − 170577,95{13,625 − 6,25}


(17733350,25 − 278170,2.c ) 50,125 = 0
c
3523,5425c 3 − 73123,863c 2 + 11543761,7c − 757652656,3 = 0

c 3 − 20,75294c 2 + 3276,18c − 215025,85 = 0


Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 50,2 cm
a = 40,91 cm
Dengan demikian,
Cc = 0,85 . 255 . 50,2 . 45 = 489638,25 kg
Cs = 170577,95 kg
h−c 63,75 − 50,2
εs = εc = 0,003 = 0,000809
c 50,2
fs = εs . Es = 0,000809 . 2100000 = 1700,5 kg/cm2 < 4080 kg/cm2
Ts = As . fs = 44,154 . 1700,5 = 75083,78 kg
Pn = Cc + Cs – Ts = 489638,25 + 170577,95 - 75083,78
= 585132,42 kg = 585,13 t > 547,46 t Æ Pn > Pna (memenuhi syarat).
Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen
terhadap titik berat potongan.
⎛ ht a ⎞ ⎛ ht ⎞ ⎛ ht ⎞
Mn = Cc⎜ − ⎟ + Cs⎜ − d ' ⎟ + Ts⎜ − d ⎟
⎝ 2 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝2 ⎠
= (489638,25 . 14,545) + (170577,95 . 28,75) + (75083,78 . 28,75)
= 7121788,34 + 4904116,35 + 2158658,675
= 14184563,37 kg cm
= 141,85 tm > 117,02 tm (memenuhi syarat)
Desain kolom sukses!

Ada kemungkinan beberapa ukuran kolom yang dapat dipakai. Apabila


ukuran kolom yang dipakai lebih kecil dari ukuran diatas (45x70cm), maka
konsekuensinya akan diperlukan baja tulangan uang lebih banyak. Misalnya
dalam hal ini agak sedikit dipaksakan (ht balok diperkecil), As dan As’
bertambah, momen nominal sangat mepet, bahkan kurang sedikit) maka hasilnya
adalah seperti yang tampak pada Tabel 9.1.

116
Tabel 9.1 Beberapa Alternatif Tulangan Kolom
Berat Harga
Ukuran Tulangan Volume (Rp.) Harga
Pn Mn Tul Keterangan
Kolom Per m’ Kolom Total
(ton) (tm) D25
(cm) kolom (m3) Tulangan Beton (Rp.)
(kg)
45 D25 = 3,85 kg/m
70 585,13 141,85 2x9 69,3 0,315 377685 121275 498960 D22 = 2,98 kg/m
D19 = 2,23 kg/m
45 595,4 140,3 2 x 11 87,4 0,292 476330 112612 588942 Beton =
65 Rp. 385000/m
Tulangan =
45 590,2 124,6 2 x 12 92,4 0,270 503580 103950 607530 Rp. 5450/kg
60

Berdasarkan tabel di atas, maka dapatlah dimengerti bahwa :


1. Ketersediaan Pn dan Mn
Pada kondisi patah desak, karena ukuran kolom relatif kecil maka diperlukan
tebal beton desak c yang relatif besar. Pada kondisi ini lengan momen
komponen Cc terhadap titik berat potongan menjadi relatif kecil. Akibatnya
momen yang dapat dikerahkan oleh komponen Cc menjadi relatif kecil atau
mengecil, padahal kontribusi komponen Cc terhadap penyediaan momen
umumnya paling besar dibandingkan dengan kontribusi Cs dan Ts. Oleh karena
itu pada kondisi compression controle pemenuhan kebutuhan momen relatif
lebih sulit daripada pemenuhan kebutuhan gaya aksial (Mn nilainya sangat
mepet terhadap Mna).
2. Harga Beton
Pada tabel di atas tampak jelas bahwa semakin kecil ukuran kolom, maka
kebutuhan tulangannya As dan As’ akan semakin besar. Juga tampak bahwa
harga tulangan dapat mencapai 3 sampai 4 kali dari harga cor beton. Semakin
kecil kolom, maka rasio tersebut akan semakin besar dan harga totalnya juga
semakin mahal. Oleh karena itu ukuran kolom yang relatif kecil secara estetika
mungkin terlihat ramping dan enak dilihat, tetapi secara finansial sebenarnya
struktur tersebut lebih mahal. Gambaran atau contoh di atas dapat dilihat secara
visual seperti yang tampak pada Gambar 9.6.

117
700
Pada Gambar 9.6 tampak jelas bahwa
Thousands 600
harga baja tulangan jauh lebih mahal
500
Beton
400 daripada harga cor beton. Desain
Harga

Tulangan
300
200 Strk. elemen beton dapat dikombinasikan
Beton
100 antara fungsional, estetika dan harga
0
55 60 65 70 75 sedemikian rupa sehingga aman,
ht kolom
nyaman dan ekonomis.
Gambar 9.6 Perbandingan Harga

Untuk proses desain selanjutnya, nilai Mna dan Pna yang dihitung adalah
114,5625 tm dan 437,77 ton. Dianggap nilai-nilai tersebut bekerja pada kolom
yang didesain.
Mna = 114,5625 tm

Pna = 437,77 ton

Mna
e= = 26,197 cm Æ Bila dipakai 70 x 70
Pna
2 Agc = 70.70 = 4900 cm2 > 4350,20 cm2
Ag = 4350,20 cm
akan terjadi patah tarik, tetapi luas baja
Agc = 45.70 = 3150 cm2 < Ag
tulangan yang diperlukan akan kecil
Tulangan 2 x 7D25
yaitu As = As ' = 5,96 cm2.
Pb = 343,34 ton < Pna
1,4
Pn = 463,904 ton ~ 327,77 ton Hanya 0,24 % < = 0,35 %
400
Æ Patah desak (batas tulangan minimum)
Æ Desain OK

Hasil desain di atas sementara juga dapat disimpulkan menurut tabel berikut.

Tabel 9.2 Hasil Desain Kolom


Ukuran Ast
Kolom Ag Tulangan Pu ρ= Agc
Alternatif Ag
(cm2) φ . f ' c. Ag Ag
b h n luas
1 45 70 3150 2x7 68,684 0,545 2,15 % 72,4 %
2 45 65 2925 2x9 89,308 0,587 3,02 % 67,2 %
3 45 60 2700 2 x 11 107,932 0,636 4,00 % 62,0 %

118
Di dalam mengestimasi ukuran kolom, sebenarnya juga dapat menggunakan
persamaan berikut ini,
⎡ ⎤
⎢ ρ g . fy ⎥⎥
f 'c h h − d' As + As'
Pn = Ag ⎢ + ξ= ; γ = ; ρg =
⎢⎛ 3 ⎞⎛ e ⎞ ⎛ 2 ⎞⎛ e ⎞ ⎥ ht h Ag
⎢ ⎜⎜ 2 ⎟⎟⎜ ⎟ + 1,18 ⎜⎜ ⎟⎟⎜ ⎟ + 1⎥
⎢⎣ ⎝ ξ ⎠⎝ ht ⎠ ⎝ γ ⎠⎝ ht ⎠ ⎥⎦
Misalnya dipakai :
e 26,179
ρ g = 2,15 %, ξ = 0,9 , γ = 0,9 , ≈ ≈ 0,374 maka
ht ht
⎡ ⎤
⎢ ⎥
255 0,0215.4080 ⎥
437770 = Ag ⎢ + = Ag {98,408 + 47,905}
⎢⎛ 3 ⎞ ⎛ 2 ⎞ ⎥
⎢ ⎜⎜ 2 ⎟⎟(0,374) + 1,18 ⎜ ⎟(0,374) + 1⎥
⎣ ⎝ 0,9 ⎠ ⎝ 0,9 ⎠ ⎦
437770
Ag = = 2971 cm2 Æ dekat dengan ukuran 45/60 , Ag = 2925 cm2.
147,313

2. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Belum Leleh


Kriteria patah tarik dan patah desak sudah dibahas dan dipakai pada contoh
sebelumnya. Pada desain kolom persoalannya sedikit berbeda, yaitu apakah kolom
akan didesain dengan ukuran tertentu sehingga masuk dalam kategori patah desak
atau patah tarik. Persoalan akan sedikit membingungkan pada masa transisi antara
keduanya.
Pada kondisi yang ekstrim patah desak (compression controle) akan dijumpai
apabila gaya aksial Pn cukup-sangat besar sedangkan momen lentur nominalnya
Mn relatif kecil. Sebaliknya pada momen nominal yang relatif besar dan gaya
aksial Pn yang relatif kecil maka umumnya akan terjadi patah tarik (tension
controle). Pada umumnya kolom-kolom tingkat bawah akan mengalami patah
desak, sedangkat tingkat-tingkat paling atas kolomnya akan mengalami patah
tarik. Antara patah desak dan patah tarik pada kondisi ekstrim bukanlah
merupakan pilihan dalam desain. Artinya pada patah desak tidak dapat atau tidak
efisien jika dipaksakan menjadi patah tarik dan sebaliknya.

119
Contoh : Untuk memenuhi persyaratan kondisi patah tarik, maka diambil kolom
tingkat paling atas pada analisis sebelumnya. Pada analisis tersebut,
yaitu akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kiri maka
diperoleh Mu = 82,32 tm dan Pu = 36,83 ton. Sama seperti contoh
sebelumnya dipakai f’c = 25 Mpa = 255 kg/cm2, baja tulangan dengan fy
= 400 Mpa = 4080 kg/cm2, D25 untuk tulangan pokok dengan Ad =
4,906 cm2, εc = 0,003 dan Es = 2100000 kg/cm2.

b/2

As As ' b

b/2

Mu 82,32
ht/2 ht/2 Mna = = = 102,9 tm
h
φ 0,8

~e~ Pu 36,83
Pna = = = 56,66 tm
Pu
φ 0,65
Ec (0,003) Mn 102,9
Es' e= = = 181,61 cm
Pn 56,66
c
a

0,85 f'c

Ts
d'
Cc Cs

Gambar 9.7 Gaya-gaya Pada


Kondisi Patah Tarik

Sebagaimana pada patah desak, kolom patah tarik ini akan melalui beberapa
tahapan berikut ini.
a. Menentukan Ukuran kolom
Terdapat dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan ukuran
kolom. Cara yang pertama sama dengan cara yang dipakai pada patah desak
yaitu Pna dianggap sama atau disamakan dengan Pb. Pada langkah ini akan
diperoleh luas potongan kolom Ag. Sesuai dengan yang dikatakan
sebelumnya, apabila luas potongan kolom yang dipakai Agc lebih besar dari
Ag, maka akan terjadi patah tarik. Yang menjadi persoalan adalah seberapa
lebih besar Agc terhadap Ag. Oleh karena itu dapat dipakai cara kedua, yaitu

120
melalui rumus pendekatan Pn yang berdasar pada patah tarik (dengan
anggapan baja desak sudah leleh), yaitu :
⎧⎪ e ⎛ e⎞
2
⎡ ⎛ d ' ⎞ e ⎤ ⎫⎪
1. Pn = 0,85 f ' c.b.h ⎨− ρ + 1 − + ⎜1 − ⎟ + 2 ρ ⎢(m − 1)⎜1 − ⎟ + ⎥ ⎬
⎪⎩ h ⎝ h⎠ ⎣ ⎝ h ⎠ h⎦⎪

Dalam hal ini :
fy 4080 e
m= = = 18,8235 , Asumsi ρ = 1,49 %, = 4,58 ,
0,85. f ' c 0,85.255 h
d'
= 0,143 .
h
⎧⎪ (1 − 4,58) + 2.0,0149
2 ⎫⎪
56660 = 0,85.255. Ag ⎨− 0,0149 + 1 − 4,58 + ⎬
⎪⎩ [(18,8235 − 1)(1 − 0,143) + 4,58]⎪⎭
56660
Ag = = 3898,7 cm2 (kalau baja desak sudah leleh)
(216,75)0,067
2. Berdasar Pn = Pb (seperti cara sebelumnya)
Pn = 0,85. f ' c.β1 .C b .b + As '. fy − As. fy

εc 0,003
cb = h= h = 0,6069 h ~ 0,6069.0,9ht = 0,5462 ht
εc + εs 0,003 + 0,001943
Pn = 0,85.255.0,85.0,5462 .b.ht
56660
Ag = cm 2 = 562,86 cm2
0,85.255.0,85.0,5462
Hasilnya sangat jauh dengan cara pertama.

Diambil jalan tengah : b = 45 cm Agc = 45.50 = 2250 cm2


ht = 50 cm (kira-kira 4 x 562,86 cm2)
Dipakai As = 6D25 Æ As = As’ = 6.4,906 = 29,4375 cm2

b. Kontrol Status Patah Tarik


Pada hitungan sebelumnya diperoleh cb = 0,6069 h, maka :
cb = 0,6069 . (50-6,25) = 26,558 cm Æ h = ht-d = 50-6.25 = 43,75 cm
c − d' 26,558 − 6,25
εs’ = εc = 0,003 = 0,00229 > 0,001943
c 26,558
(baja desak sudah leleh)
Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 26,558) . 45 = 220146,51 kg

121
Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 29,4375 (4080 – 0,85 . 255) = 1137724,42 kg
Ts = As . fy = 29,4375 . 4080 = 120105 kg
Pb = Cc + Cs - Ts = 220146,51 + 1137724,42 - 120105
= 213,766 t > Pna = 56,66 t
Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).

c. Kontrol Status Regangan Baja Desak


Ada dua jalur penjajakan, yaitu dicoba baja desak sudah leleh dan baja
desak belum leleh (dengan menggunakan program komputer). Setelah dicoba-
coba ternyata baja desak belum leleh. Hal ini terjadi karena begitu besarnya
eksentrisitas beban e yang mencapai 181,61 cm. Hal ini sekaligus dapat
dipakai sebagai justifikasi bahwa apabila eksentrisitas beban sangat besar,
maka besar kemungkinan kolom patah tarik dengan baja desak belum leleh.

d. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui


Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
50 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 6D25 pada
masing-masing sisi.

As As ' 45 Cc = 0,85 . f’c . 0,85 . c . b


= 0,85 . 255 . 0,85 . c . 45
= 8290,6875 c
50
Ts = As (fy – 0,85 f’c)
~e~ = 29,4375 (4080 – 0,85 . 255)
Pn = 120105 kg
Ec (0,003) Cs = As’ .fs = As . εs . Es
Es'
⎛h−c⎞
c
= As⎜ ⎟ε c .E s
a ⎝ c ⎠
⎛ c − 6,25 ⎞ 6
0,85 f'c = 29,437 ⎜ ⎟0,003.2,1.10
⎝ c ⎠
Ts

Cc Cs
d'
=
(185456,3.c − 1153102 ) kg
Gambar 9.8 Gaya-gaya Pada c
Kondisi Patah Tarik

122
Statik momen gaya-gaya terhadap garis kerja Pn.
⎧ ⎛ ht β .c ⎞⎫ ⎧ ⎛ ht ⎞⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫
Cc ⎨e − ⎜ − 1 ⎟⎬ + Cs ⎨e − ⎜ − d ' ⎟⎬ − Ts ⎨⎜ − d ⎟ + e⎬ = 0
⎩ ⎝2 2 ⎠⎭ ⎩ ⎝2 ⎠⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭

⎧ ⎛ 0,85.c ⎞⎫ (185456,3.c − 1159102)


8290,6875.c ⎨181,61 − ⎜ 25 − ⎟⎬ + {181,61 − (25 − 6,25)}
⎩ ⎝ 2 ⎠⎭ c
− 120105{(25 − 6,25) + 181,61} = 0

3523,5425c 3 + 1298769,3c 2 − 5391385,8c − 239532965 = 0

c 3 + 368,597c 2 − 1530,104c − 67980,73 = 0


Melalui penyelesaian persamaan pangkat 3 diperoleh c = 11,5112 cm
Dengan demikian,
Cc = 8290,6875. 11,5112 = 95435,76 kg
c−d 11,5112 − 6,25
εs = εc = 0,003 = 0,001371
c 11,5112
fs = εs . Es = 0,001371 . 2100000 = 2879,418 kg/cm2 < 4080 kg/cm2
Betul baja desak belum leleh
Cs = 29,4375 . 2879,418 kg = 84762,876 kg
Ts = 120105 kg
Pn = Cc + Cs – Ts = 95435,76 + 84762,876 - 120105
= 60093,636 kg = 60,09 t > 56,66 t Æ Pn > Pna (memenuhi syarat).
Momen lentur yang dapat ditahan dapat diperoleh dengan mengambil momen
terhadap titik berat potongan.
Mn = Pn . e
= 60,09 . 1,816
= 109,16 tm > 102,9 tm (memenuhi syarat)
Desain kolom patah tarik sukses!

3. Desain Kolom Patah Tarik Dengan Baja Desak Sudah Leleh


Sebagaimana dikatakan sebelumnya, apabila eksentrisitas beban e demikian
besar maka ada kemungkinan kolom akan patah tarik dengan baja desak belum
leleh. Kondisi itu adalah kondisi yang mana momen lentur Mu cukup besar tetapi
gaya aksial Pu relatif kecil. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada kolom-kolom
tingkat teratas.

123
Pada kolom-kolom tingkat di bawahnya umumnya gaya aksial Pu akan
semakin besar, namun momen lenturnya juga sedikit membesar. Pada kondisi
seperti ini maka kolom mungkin masih dalam kondisi patah tarik tetapi baja
desaknya kemungkinan sudah leleh. Dengan demikian cara patah dengan status
regangan baja desak tampaknya berhubungan dengan konfigurasi / ketinggian /
letak kolom / tingkat.

zona patah tarik Mu relatif besar


e sangat besar
denganbaja desak Pu relatif kecil
belum leleh

zona patah tarik Mu relatif membesar


e mengecil
dengan baja desak Pu relatif besar
sudah leleh

zona patah desak


dengan baja tarik belum Mu cukup besar
e sangat kecil
leleh dan baja desak Pu sangat besar
sudah leleh

Gambar 9.9 Zona-zona Status Patah

Contoh : Untuk membahas desain kolom pada kondisi ini dipakai hasil analisis
struktur terdahulu. Misalnya kolom tingkat ke-6 akibat kombinasi beban
gravitasi dan gempa kiri diperoleh Pu = 108,2 t dan Mu = 91,38 tm
(bandingkan dengan Pu dan Mu contoh sebelumnya). Mutu beton dan
baja tulangan masih sama dengan contoh sebelumnya.

Mu 91,38
Mna = = = 108,20 tm
φ 0,8
Pu 108,2
Pna = = = 166,4615 tm
φ 0,65
Mn 108,20
e= = = 68,619 cm
Pn 166,4615
Æ lebih kecil daripada e pada contoh sebelumnya

124
a. Menentukan Ukuran kolom
Senada dengan cara-cara sebelumnya, pertama diasumsikan Pn = Pb
dengan catatan bahwa displaced concrete diabaikan.
Pn = 0,85. f ' c.β1 .C b .b + As '. fy − As. fy

Pn = 0,85.255.0,85.cb .b.h

εc 0,003
padahal cb = h= h = 0,6069 h
εc + εs 0,003 + 0,001943
dan diasumsikan h = 0,9 ht , maka
Pn = 0,85.255.0,85.0,6069 .b.0,9.ht = 100,6324 Ag
166461,5
Ag = = 1654,056 cm2 Æ diperkirakan ht = 65 cm dan ρ = 0,0180
100,6324
Æ Agar patah tarik maka Agc > Ag
Berdasarkan rumus eksplisit untuk Pn
⎧⎪ e ⎛ e⎞
2
⎡ ⎛ d'⎞ e ⎤ ⎫⎪
Pn = 0,85. f ' c.b.0,9ht ⎨− ρ + 1 − + ⎜1 − ⎟ + 2 ρ ⎢(m − 1)⎜1 − ⎟ + ⎬
⎪⎩ h ⎝ h⎠ ⎣ ⎝ h⎠ h ⎥⎦ ⎪

e
Dalam hal ini m = fy = 18,8285 ; ρ ≈ 0,0180 ; ≈ 1,615 , maka
0,85. f ' c h
⎧ (1 − 1,615)2 + 2.0,018 ⎫
⎪⎪ ⎪⎪
166461,5 = 0,85.255.0,9.b.ht ⎨− 0,018 + 1 − 1,615 + ⎡ ⎛ 6,25' ⎞ ⎤⎬
⎪ ⎢(18,8285 − 1)⎜1 − ⎟ + 1,615⎥ ⎪
⎪⎩ ⎣ ⎝ 58,75 ⎠ ⎦ ⎪⎭
diperoleh b . ht = 2990,89 cm2
Æ dicoba b = 45 cm, ht = 65 cm, h = 65-6,25 = 58,75 cm

b. Kontrol Status Patah Tarik


Pertama-tama dengan ukuran estimasi b = 45 cm, ht = 65 cm dan baja
tulangan 7D25 akan dicari Pb (Pna < Pb akan terjadi patah tarik).
εc 0,003
cb = h= 58,75 = 35,6575 cm
εc + εs 0,003 + 0,001943
c − d' 35,6575 − 6,25
εs’ = εc = 0,003 = 0,002474 > 0,001943
c 35,6575
(baja desak sudah leleh)
Cc = 0,85 . f’c . a . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 35,6575) . 45 = 295625,31 kg
Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 34,342 (4080 – 0,85 . 255) = 136678,4 kg
125
Ts = As . fy = 34,342. 4080 = 140125,5 kg
Pb = Cc + Cs - Ts = 295625,31 + 136678,4 - 140125,5
= 288,18 t > Pna = 166,46 t
Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).

c. Analisis Kolom Patah Tarik Dengan Eksentrisitas Beban e Diketahui


Dalam hal ini ukuran kolom sudah diperoleh, yaitu b = 45 cm dan ht =
65 cm. Tulangan kolom juga sudah diestimasi yaitu dipakai 7D25 pada
masing-masing sisi.
Diperkirakan baja desak sudah leleh
apabila displacesd concrete diabaikan
As As ' 45
Pn = Cc + Cs − Ts
Pn = 0,85. f ' c.a.b + As '. fy − As. fy
Pn 166461,5
58,75 a = =
0,85. f ' c.b 0,85.255.45
~e~ = 17,0664 cm
Es > Ey
Pn
a 17,0664
c = = = 20,0781 cm
Es'
Ec (0,003)
β1 0,85

c−d 20,0781 − 6,25


c εs’ = εc = 0,003
a c 20,0781
0,85 f'c = 0,002066 > 0,001943
Ts Æ Betul baja desak sudah leleh
d'
Cc Cs

Gambar 9.10 Keseimbangan Gaya-gaya

Sebagaimana telah ditulis sebelumnya dengan mengambil statik momen gaya-


gaya terhadap garis kerja Cc maka,
⎧ ⎛ ht a ⎞⎫ ⎛a ⎞ ⎛ a⎞
Pn⎨e − ⎜ − ⎟⎬ = As '. fy.⎜ − d ' ⎟ + As. fy.⎜ h − ⎟
⎩ ⎝ 2 2 ⎠⎭ ⎝2 ⎠ ⎝ 2⎠

⎧ a a ⎫
= As. fy ⎨h − + − d '⎬
⎩ 2 2 ⎭

⎧ ⎛ ht a ⎞⎫
Pn⎨e − ⎜ − ⎟⎬
As = ⎩ ⎝ 2 2 ⎠⎭
fy (h − d ')

126
166461,5{68,619 − (32,5 − 6,25)}
As =
4080(58,75 − 6,25')
As = 34,70 cm2 ~ 34,342 cm2
Æ dipakai 7D25, As = 34,342 cm2

B. DESAIN KOLOM DENGAN CARA GRAFIS (DIAGRAM Mn-Pn)


Pada desain kolom dengan cara grafis atau menggunakan diagram Mn-Pn,
tahapan analisisnya dapat dilihat pada Gambar 9.11.

Mulai

Data (y = ht/2) fy f’c b h ρ Ag

Kondisi lentur murni (titik E)


Kondisi P max (titik A) C c + C s − Ts = 0 Kondisi patah tarik (titik D)
Pmak = 0,8{0,85. f'c (A g − A st ) + f y .A st } f's =
c − d'
.E s .ε c x < xb
c x − d'
C c = 0,85. f' c .0,85c.b f's = .E s .ε c
x
C s = f 's .A s d−x
Ts = f y .A s fs = .E s .ε c
x
⎛ 0,85c ⎞ C c = 0,85. f'c .a.b
M n = Cc ⎜ y − ⎟ + C s (y − d' ) + Ts (d − y )
⎝ 2 ⎠ C s = A s .(f's −0,85. f' c )
Ts = A s .f s
Pn = C c + C s − Ts
⎛ a⎞
M n = C c ⎜ y − ⎟ + C s (y − d') + Ts (d − y )
⎝ 2⎠

Kondisi seimbang (titik C) Kondisi patah desak (titik B)


ε c .E s x > xb
xb = .d
ε c Es + f y x − d'
f's = .E s .ε c
x
a = 0,85.x b
d−x
Pn = Cc + Cs − Ts fs = .E s .ε c
x
⎛ a⎞ C c = 0,85. f' c .a.b
M n = C c .⎜ y − ⎟ + Cs (t − d') + Ts (d − y ) Cs = A's .(f's −0,85. f' c )
⎝ 2⎠
Ts = A s .f s
Pn = C c + Cs − Ts
⎛ a⎞
M n = C c ⎜ y − ⎟ + Cs (y − d') + Ts (d − y )
Pn ⎝ 2⎠

Diagram Interaksi

B
Mulai
C

D
E
Mn

Gambar 9.11 Flow chart Diagram Interaksi Mn-Pn

127
1. Kolom Pendek Dengan Beban Sentris
Kuat desak nominal (Pno) suatu kolom pendek adalah kuat desak
nominal/teoritik suatu kolom akibat beban sentris (beban aksial tepat berada pada titik
berat potongan). Walaupun kondisi seperti ini sangat jarang terjadi, namun demikian
kondisi ini merupakan bagian dari bahasan kolom beton secara keseluruhan.
Sedangkan istilah ultimit yang dimaksud adalah kondisi yang mana tegangan bahan
baik baja tulangan maupun beton mencapai tegangan ultimit (baja tulangan mencapai
tegangan leleh, tegangan desak beton mencapai tegangan maksimum) akibat adanya
beban maksimum Pno.
Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu (Richard dan Brown 1934, Hognestad, 1951) tegangan desak beton
maksimum dapat diambil sebesar 0,85 f’c. Karena beban desak bersifat sentris, maka
baik baja desak maupun baja tarik dianggap secara bersama-sama mencapai tegangan
leleh fy. Pada hitungan kolom, luasan beton yang ditempati baja tulangan (displaced
concrete) ada yang diperhitungkan (lebih teliti) namun ada juga yang
mengabaikannya.
ht = 60 Pada Gambar 9.12.a) potongan
suatu kolom dibebani oleh beban
titik secara sentris. Gambar
9.12.b) adalah potongan vertikal
b = 40
dan letak beban. Gambar 9.12.c)
adalah tegangan-tegangan yang
terjadi. Karena beban bersifat
Pn0
sentris, maka tegangan desak
beton menjadi terbagi rata.
Menurut keseimbangan gaya-
gaya vertikal, maka diperoleh :
Pno = Cc + Cs1 + Cs 2 ........... 9.1

0,85 f’c

Cs1 Cc Cs2
Gambar 9.12 Potongan Kolom

128
Sedangkan,
Cc = 0,85. f ' c.b.ht ............. 9.2.a
Cs1 = As1 ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.2.b

Cs = As 2' ( fy − 0 ,85 . f ' c ) ............. 9.2.c


Subtitusi persamaan 9.2 ke dalam persamaan 9.1 akan diperoleh,
( )
Pn o = 0,85. f ' c.b.ht + As1 + As 2' ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.3
Yangmana ht adalah lebar kolom, b adalah tebal kolom, As1 dan As’2 adalah luasan
baja tulangan kiri dan kanan.

Contoh : Misalnya kolom seperti Gambar 9.12 memiliki lebar ht = 60 cm, tebal kolom
b = 40 cm. Kolom memiliki 6D25 dimasing-masing sisi dengan tegangan
leleh fy = 400 MPa. Dipakai mutu beton f’c = 25 Mpa. Akan dihitung nilai
Pno.

⎛1 ⎞
As1 = As 2' = 6.⎜ .π .2,5 2 ⎟ = 6.4,906 = 29,4524 cm2
⎝4 ⎠
fy = 400 Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2
f ' c = 25 Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2

Pno ( )
= 0,85. f ' c.b.ht + As1 + As 2' ( fy − 0,85. f ' c )

= 0,85.255.40.60 + (29,4624 + 29,4624)(4080 − 0,85.255)


= 520500 ,0 + 227563,9686 = 747763,9686 kgf
Pno = 747,7639 tf
Di dalam gambar Pno = 747,7639 tf dan Mno = 0 (beban senttris) ditunjukkan oleh
titik A.
Latihan :
Untuk mengetahui pengaruh mutu material terhadap kuat desak nominal ultimit suatu
kolom, maka dapat diplot dalam grafik :
a. Hubungan antara f’c (variabel bebas) dengan Pno
b. Hubungan antara Ast (variabel bebas) dengan Pno
c. Hubungan antara fy teoritik lawan Pno
Diskusikan hasilnya.

129
2. Kolom Pendek Dengan Beban Eksentris Satu Arah
(eccentrically loaded short column with uniaxial bending)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, kolom pendek dengan beban sentris
sangat jarang terjadi. Sesuatu yang sangat umum adalah kolom pendek dengan beban
eksentris, yaitu beban yang mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat potongan
kolom. Letak beban eksentris itu dapat diperoleh dengan memakai hubungan M = P.e,
yangmana M adalah momen.

Ar ah Gempa Pu Pu
Mu e

Kol om

Pu

Ar ah Gempa

ex

a. Denah b. Beban Kol om c. Beban eks ent r i s


Uni aks i al
Gambar 9.13 Kolom Eksentris Uniaksial

Gambar 9.13.a) adalah denah struktur bangunan. Akibat beban gravitasi dan
beban gempa. Kolom A misalnya harus mendukung gaya aksial Pu dan momen Mu
sebagaimana yang tampak pada Gambar 9.13.b). Mengingat adanya hubungan M =
P.e, maka beban aksial Pu yang bekerja secara sentris dan Mu dapat
ditransformasikan menjadi beban aksial Pu yang bekerja dengan eksentrisitas e. Hal
ini seperti yang tampak pada Gambar 9.13.c).

130
Pada Gambar 9.13.c) walaupun Pu bekerja dengan eksentrisitas sebesar ex,
namun demikian tetap uniaksial karena ey = 0. dengan perkataan lain momen hanya
bekerja pada satu arah yaitu arah x, Mx. Mengingat yang ditinjau adalah momen pada
arah sumbu x, maka letak tulangan juga hanya dikonsentrasikan ditepi-tepi luar atau
sisi-sisi luar arah x.

Analisis Kolom Persegi


Analisis kolom yang dimaksud adalah menghitung dan mendiskusikan kuat
desak nominal Pn apabila ukuran, mutu bahan dan eksentrisitas beban e diketahui.
Cara lain dalam analisis kolom adalah mencari nilai eksentrisitas e dan momen
nominal Mn apabila kuat desak nominal Pn, ukuran kolom dan kuantitas serta kualitas
bahan diketahui. Cara yang pertama agak sedikit panjang karena akan menuju
persamaan pangkat tiga yang penyelesaiannya kurang praktis. Oleh karena itu cara
yang kedua umumnya banyak dipakai karena leih sederhana, yaitu menuju pada
persamaan kwadrat.
Untuk memulai analisis, maka dipakai model potongan kolom seperti yang
tampak pada Gambar 9.14. Pada umumnya tulangan kolom merupakan tulangan
kembar atau simetri, artinya luas tulangan salah satu sisi sama banyak/luasnya dengan
tulangan disisi lain. Apabila demikian, maka titik berat potongan (plastic centroid)
akan berada di tengah-tengah.
Gambar 9.14.a) adalah kolom
persegi yang dibebani dengan beban
As As ' b
nominal Pn. Dengan memakai hukum-
hukum keseimbangan maka beban
ht nominal Pn akan mempunyai
h
d z z d’
eksentrisitas e tertentu.
~e~
Es Apabila e sangat kecil maka
c Pn
persoalannya akan mendekati sifat kolom
Ec
Es'
pendek dengan beban sentris seperti

a
dibahas sebelumnya. Pada kondisi
tersebut akan terjadi rusak desak
0,85 f'c
(compression controle), karena semua
Ts
bahan mengalami tegangan desak.
Cc Cs
Gambar 9.14 Potongan Kolom Kondisi seperti ini umumnya terjadi pada
131
beban Pn yang cukup besar sedangkan momennya relatif kecil.
Pada kondisi sebaliknya, yaitu pada eksentrisitas yang besar maka lentur
menjadi dominan. Pola kerusakan yang terjadi adalah rusak tarik (tension controle).
Kondisi seperti ini terjadi apabila momen yang terjadi cukup besar tetapi beban
desaknya relatif kecil. Diantara kedua ekstrem tersebut akan terjadi kondisi berimbang
(balance condition). Kondisi berimbang yaitu kondisi yangmana saat regangan desak
beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai leleh.
Pada compression controle umumnya tebal beton desak c pada Gambar
9.14.b) cukup besar. Pada kondisi tersebut umumnya baja desak sudah leleh dengan
tegangan leleh fy, namun demikian baja tarik belum leleh, dengan tegangan sebesar
fs. Pada kondisi tersebut berarti bahwa,
Cc = 0,85. f ' c.a.b ............. 9.4.a
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.4.b
Ts = As. fs ............. 9.4.c

Oleh karena itu keseimbangan gaya-gaya vertikal akan menghasilkan,


Pno = Cc + Cs − Ts

( )
Pn o = 0,85. f ' c.b.ht + As1 + As 2' ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.5
Yangmana nilai fs adalah,
fs = ε s .E s

⎛h−c⎞
fs = ⎜ ⎟ε c .E s ............. 9.6
⎝ c ⎠
Dengan mengambil momen terhadap plastic centroid maka
⎛1 a⎞ ⎛1 ⎞ ⎛1 ⎞
Pn.e = Cc⎜ ht − ⎟ + Cs ⎜ ht − d ' ⎟ + Ts ⎜ ht − d ⎟ ............. 9.7
⎝2 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝2 ⎠
Pada kondisi tension controle umumnya Pn relatif kecil, e cukup besar
sehingga tebal beton desak c relatif kecil. Pada kondisi tersebut baja tarik pasti leleh
dengan tegangan fy, sedangkan baja desak masih ada 2 kemungkinan, mungkin sudah
leleh, mungkin belum leleh. Hal ini akan bergantung pada nilai c. Sebagaimana pada
balok, pergeseran nilai c akan berakibat pada status kerusakan (rusak desak atau rusak
tarik).

132
Pada Gambar 9.15 tampak jelas
Tension Failure
c < cb, Pn < Pb, e > eb, ɛs > ɛy bahwa nilai c > cb maka εs < εy dan
ɛy
cb sebaliknya.
ɛs

ɛs’ ɛcu
Compression Failure
c > cb, Pn > Pb, e < eb, ɛs < ɛy

Gambar 9.15 Diagram failure

eP

s
c
Pno A c
Compression c> c b , P n > P b , e < e b

Pn, maks Failure


y
cb
e=0
Compression c
B Failure
Pb s> y
(Pb,Mb) c
c
b
e=e
c<cb, Pn<Pb, e>eb
e= Mb M
Mo

PT
D

Gambar 9.16 Kondisi-kondisi Pada Diagram Interaksi Mn-Pn

Apabila kondisi-kondisi kerusakan tersebut digambar, maka yang terjadi


adalah diagram interaksi seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Titik A adalah titik
yang menunjukkan kuat desak nominal ultimit Pno dengan eksentrisitas e = 0 atau
beban sentris. Pada kondisi tersebut tidak terjadi momen pada kolom atau M = 0. Titik
B adalah titik yang merupakan koordinat kondisi berimbang (balance) dengan gaya
aksial dan momen masing-masing adalah Pb dan Mb. Sedangkan titik C adalah
133
kebalikan dari titik A, yaitu tidak adanya gaya aksial atau Pn = 0 tetapi ada kuat lentur
sebesar Mo. Selanjutnya titik D adalah titik yangmana seluruh kolom dalam keadaan
tarik, sehingga PT adalah kuat tarik kolom
Daerah A-B adalah daerah compression failure atau daerah rusak desak.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, pada daerah ini gaya aksial Pn cukup besar,
sehingga memerlukan daerah beton desak c yang lebih besar. Dalam hal ini c > cb
karena Pn > Pb. Akibatnya baja tarik belum mencapai tegangan leleh εs < εy.
Sementara itu daerah B-C adalah daerah yang gaya aksial Pn relatif kecil dengan
momen yang cukup besar. Dalam hal ini Pn < Pb dan c < cb, sehingga regangan baja
tarik jelas sudah leleh atau εs > εy.

3. Kondisi Balance Pada Kolom Pendek


Perlu diingat bahwa kondisi balance adalah kondisi yangmana saat regangan
desak beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai
leleh. Untuk membahas masalah ini maka dipakai kolom dengan ukuran yang sama
dengan contoh terdahulu dengan f’c = 25 Mpa. Tegangan leleh baja tulangan fy = 400
MPa dengan modulus elastik Es = 2100000 kg/cm2. Regangan desak baja εcu = 0,003.
ht = 60 cm
b = 40 cm

As As'

d h = 53,75 cm
d'

Pb

a b
Ey cb Ey

Es Ec

Ec c
Pb
eb

Ts
Cc Cs
Gambar 9.17 Kolom Pendek Kondisi
Balance

134
Ad = 1 .π .2,54 2 = 4,9087 cm2
4
f ' c = 25 Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2
fy = 400 Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2

As = As ' = 6.4,908 = 29,4524 cm2


d = d ' = 4 + 1 + 1,25 = 6,25 cm
4080
εs = = 0,001943
2100000

Berdasarkan Gambar 9.17, maka dengan memperhatikan Δ abc :


cb h
=
εc εc + εs
εc
cb = h ........... 9.8
εc + εs
Dengan memperhatikan keseimbangan gaya-gaya vertikal, maka :
Pb = Cc + Cs − Ts ........... 9.9
Yangmana,
Cc = 0,85. f ' c.ab .b ............. 9.10.a

Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c ) ............ 9.10.b


Ts = As. fy ............. 9.10.c

Subtitusi persamaan 9.10 ke dalam persamaan 9.9, maka akan diperoleh :


Pb = 0,85. f ' c.ab .b + As( fy − 0,85. f ' c ) − As. fy ............. 9.11
Eksentrisitas eb dapat diperoleh dengan mengambil jumlah momen terhadap titik berat
potongan.
⎧1 a⎫ ⎧1 ⎫ ⎧1 ⎫
Pb .eb = Cc ⎨ ht − ⎬ + Cs ⎨ ht − d '⎬ + Ts ⎨ ht − d ⎬ ............. 9.12
⎩2 2⎭ ⎩2 ⎭ ⎩2 ⎭
Menurut persamaan 9.8, maka :
0,003
cb = 53,5 = 0,6069.53,5 = 32,4691 cm
0,003 + 0,001943
ab = 0,85.cb = 0,85.32,4691 = 27,598 cm

c−d 32,4691 − 6,25


εs’ = εc = 0,003 = 0,00242 > 0,001943 Æ baja desak leleh
c 32,4691

135
Maka menurut persamaan 9.11
Pb = 0,85.255.27,598.40 + 29,4524(4080 − 0,85.255) − 29,4524.4080
= 240,8485 t + 113,7819 t – 120,1679 t = 234,4647 t
Eksentrisitas beban eb dapat dicari dengan menggunakan persamaan 9.12.
⎧1 0,2759 ⎫ ⎧1 ⎫ ⎧1 ⎫
Pb .eb = 240,8485⎨ 0,6 − ⎬ + 113,7819 ⎨ 0,6 − 0,0625⎬ + 120,1679 s ⎨ 0,6 − 0,0625⎬
⎩2 2 ⎭ ⎩2 ⎭ ⎩2 ⎭
= 39,0295 + 27,0232 + 28,539 = 94,5925 tm
M b = Pb .eb

Mb 94,5925
eb = = = 0,4034 m = 40,3440 cm dari titik berat kolom.
Pb 234,4647
Mb = 94,5925 tm dan Pb = 234,4647 membentuk suatu koordinat kondisi balance
yang ditunjukkan oleh titik B pada Gambar 9.16.

4. Kondisi Patah Desak Bila Eksentrisitas Beban Diketahui


Untuk menentukan jenis patah ada 3 kriteria yang dapat dipakai. Kriteria yang
dimaksud adalah beban/gaya aksial Pn, eksentrisitas beban e dan tebal beton desak c.
Untuk jenis patah desak, maka berarti bahwa :
• P > Pb
• e < eb
• c > cb
Hal tersebut sangat jelas dapat dilihat pada diagram interaksi Mn-Pn pada kolom
seperti yang tampak pada Gambar 9.16. Kriteria yang mana yang akan dipakai
bergantung pada kondisi yang diberikan. Dari kriteria-kriteria di atas maka akan
diketahui kriteria yang mana yang paling mudah dipakai. Berikut ini akan
disampaikan contoh pemakaian dari ketiganya.
Pada perhitungan kolom patah desak dengan eksentrisitas beban diketahui ini
dipakai potongan kolom, mutu bahan dan luas tulangan sama seperti contoh
sebelumnya. Misalnya dalam hal ini eksentrisitas beban aksial e = 22,5 cm.
Pada bahasan sebelumnya eb = 40,34 cm. Berarti bila e < eb, maka akan terjadi
patah desak. Pada patah desak tebal beton desak cukup besar sehingga c > cb. Hal ini
berarti baja tarik belum leleh.
Komponen-komponen gaya yang bekerja pada potongan :
Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b

136
= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c ) Æ baja desak sudah leleh

= 29,4375 (4080 − 0,85.255) = 113724,4219 kg


Ts = As. fs = As.ε s .E s

⎛h−c⎞ ⎛ 53,75 − c ⎞
= As⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ c ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ c ⎠
ht = 60 cm
b = 40 cm

As A s'

d h = 5 3 ,7 5 c m
d'
e Pn

5 3 ,7 5 - c

E s c

E s' E c

Pn
5 3 ,7 5 - c 2 2 ,5 7 ,5

6 ,2 5
Ts
Cc Cs
a = ß 1 .c

Gambar 9.18 Kolom Pendek Kondisi Patah Desak

Dalam hal ini beban Pn belum diketahui dan tebal beton desak c juga belum diketahui.
Untuk itu harus ada eliminasi. Untuk tujuan eliminasi maka diambil momen terhadap
kedudukan Pn.

137
⎛ β .c ⎞
Cc⎜ 1 − 7,5 ⎟ − Cs (7,5 − 6,25) − Ts (23,75 + 22,5) = 0
⎝ 2 ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
7369,5c(0,425c − 7,5) − 113724,442(1,25) − ⎜ ⎟46,25 = 0
⎝ c ⎠
3132,0375c 3 − 55271,25c 2 − 142155,5275c − 461032646,5 + 8577351,563 = 0
c 3 − 17,6470c 2 + 2693,1976c − 147198,9548 = 0
Melalui penyelesaian persamaan pangkat tiga diperoleh c = 40,6033 cm,
a = 34,5128 cm.
Dengan diperolehnya c, maka :
Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b
= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg
Cs = 113724 ,4219 kg
53,75 − 40,6033
εs = 0,003 = 0,00097
40,6033
fs = 0,00091 .2100000 = 2039,839 kg/cm2
Ts = As. fs = 29,4375 .2039,839 = 60047 ,772 kg
Pn = Cc + Cs − Ts = 299266 ,02 + 113724 ,4219 − 60047 ,772 = 352,9026 ton
Mn = Pn.e = 352,9206 .0,225 = 79,4031 tm

Nilai Mn juga dapat diperoleh dengan menghitung momen gaya-gaya internal yang
bekerja terhadap titik berat potongan.
⎛ 34,5128 ⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) − Ts (23,75) = 79,4031 tm
⎝ 2 ⎠
Nilai Pn = 352,906 ton
Mn = 79,4031 tm

Hitungan juga dapat dilakukan bila yang diketahui adalah Pn.


Misalnya Pn = 352,906 ton > Pb, maka akan terjadi patah desak. Sama seperti contoh
sebelumnya baja tarik belum leleh. Dengan memakai gambar/diagram gaya-gaya
seperti contoh sebelumnya, maka :
Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b
= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c )

138
= 29,4375 (4080 − 0,85.255) = 113724,4219 kg
Ts = As. fs = As.ε s .E s

⎛h−c⎞ ⎛ 53,75 − c ⎞
= As⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ c ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ c ⎠
Keseimbangan gaya-gaya vertikal maka :
Pn = Cc + Cs − Ts
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
352,9026 = Cc + Cs − Ts = 7369,5c + 113724,4219 − ⎜ ⎟
⎝ c ⎠
7369,5c 2 − 53722,328c − 9968273,438 = 0

7,2898 + 7,2898 2 + 4.1.1352,639


c 2 − 7,2898c − 1352,639 = 0 Æ c =
2
c = 40,6033 cm ; a = 0,85.c = 34,5128 cm

Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b


= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg
Cs = 113724 ,4219 kg
53,75 − 40,6033
εs = 0,003 = 0,00097
40,6033
fs = 0,00091 .2100000 = 2039,839 kg/cm2
Ts = As. fs = 29,4375 .2039,839 = 60047 ,772 kg
Pn = Cc + Cs − Ts = 299266 ,02 + 113724 ,4219 − 60047 ,772 = 352,9026 ton
Mn = Pn.e = 352,9206 .0,225 = 79,4031 tm
Bila estimasi nilai c yang dilakukan
Unttk keperluan analisis, nilai c kadang–kadang diestimasi terlebih dahulu, baru Mn,
Pn, dan e dicari. Misal diestimasikan nilai c = 40,6033 cm, maka :
Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b
= 0,85.255.0,85.40,6033.40 = 299226,02 kg
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c )
= 29,4375 (4080 − 0,85.255) = 113724,4219 kg
53,75 − 40,6033
εs = 0,003 = 0,00097
40,6033

139
fs = 0,00091 .2100000 = 2039,839 kg/cm2
Ts = As. fs = 29,4375 .2039,839 = 60047 ,772 kg
Keseimbangan gaya vertikal :
Pn = Cc + Cs – Ts
= 299226,02 + 113724,422 - 60047,7694 = 352902,6 kg
⎛ 34,5128 ⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) + Ts (23,75) = 79,4031 tm
⎝ 2 ⎠ Sama dengan
cara sebelumnya
e = Mn / Pn = 79,4031 / 352,9026 = 0,225 m = 22,5 cm

Berdasar hasil–hasil diatas ternyata diperoleh hasil bahwa :


1. Bila eksentrisitas beban e yang diketahui, maka analisis akan melalui
persamaan dalam c pangkat – tiga.
2. Bila yang diketahui / eksentrisitas adalah Pn, maka analisis akan melalui
persamaan dalam c pangkat – dua.
3. Namun apabila yang diketahui / eksentrisitas adalah c, maka tidak ada
persamaan yang harus diselesaikan.

5. Kondisi Lentur Murni (Pn=0)


Pada kondisi lentur murni, kolom yang dibahas akan berperilaku sebagaimana
lentur murni pada balok. Karena tulangan yang dipasang adalah tulangan simetri
maka baja desak jelas belum leleh. Oleh karena itu analisis sama seperti pada analisis
balok tulangan rangkap dengan tulangan desak belum leleh.
b
ɛc
ɛs’ Cs
As’ c a= β1c As = As’ = 29,4375 cm
Cc
b = 40 cm
h h = 53,75 cm
baja tarik → leleh
As baja desak → belum leleh
ɛy Ts

Gambar 9.19 Kolom Pendek Kondisi


Lentur Murni
Cc = 0,85. f ' c.a.b = 0,85.255.a.40 = 8670a kg
Ts = As. fy = 29,4375 .4080 = 120105 kg

140
Cs = As'. fs = As.ε s .E s

⎛ c − d'⎞ ⎛ a − β1 .d ' ⎞
= As' ⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ a ⎠
⎛ 185456,25a − 985236,3281 ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ a ⎠
Keseimbangan gaya-gaya horizontal
Cc + Cs – Ts = 0
185456,25a − 985236,3281
8670a + - 120105 = 0
a
8670a 2 + 65351,25a – 120105 = 0

a 2 + 7,5376 a – 113,637 = 0

− 7,5376 + 7,5376 2 + 4.1.113,637


a =
2
= 7,5379 cm
a
c = = 8,8681 cm
β1

⎛ 8,8681 − 6,25 ⎞
εs’ =⎜ ⎟ .0,003 = 0,0008856 < εy = 0,001943
⎝ 8,8681 ⎠
fs = εs . Es = 0,0008856 x 2,1.106 = 1859,9408 kg / cm2 < 4080 kg / cm2
Cc = 8670 . 7,5379 = 65353,593 kg
Ts = 29,4375 . 1859,9408 = 54752,007 kg
⎛ a⎞
Mn = Cc⎜ h − ⎟ + Ts (h − d ') = 32,6644 + 26,1072 = 58,6751 tm
⎝ 2⎠
Pn = 0 → e = Mn/Pn = ∞

6. Kondisi Patah Tarik (Tension Failure)


Pada kondisi ini, beban aksial yang bekerja Pn relatif kecil, tetapi dengan
eksentrisitas yang besar. Akibatnya tebal beton desak c relatif kecil dan mungkin saja
baja desak belum leleh, namun baja tarik jelas sudah leleh. Sekali lagi kondisi patah
tarik (tension failure) apabila Pn < Pb, e > eb atau c < cb.
Sebagaimana contoh sebelumnya, analisis akan lebih mudah apabila bilangan
yang diketahui adalah tebal beton desak c. Untuk itu dipakai bahasan kolom yang
sama seperti contoh sebelumnya.

141
ht = 60 cm

b = 40 cm
As A s'

6 ,2 5 2 3 ,7 5 2 3 ,7 5 6 ,2 5
e Pn

E s c=25

5 3 ,7 5 - c E c
E s'

e Pn

6 ,2 5
Ts
Cc Cs

Gambar 9.20 Kolom Pendek Kondisi Patah Tarik

Misal ditinjau c = 25 cm, a = 21,25 cm.


⎛ 25 − 6,25 ⎞
εs’= ⎜ ⎟ .0,003 = 0,00225 > εy
⎝ 25 ⎠
Æ Baja desak sudah leleh
⎛ 53,75 − 25 ⎞
εs = ⎜ ⎟ .0,003 = 0,00345 >> εy
⎝ 25 ⎠
Æ Baja tarik sudah leleh
Cc = 0,85. f ' c.a.b = 0,85.255 .0,85.25.40
= 184237,5 kg
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c )
= 29,4375 (4080 − 0,85.255)
= 113724 ,4219 kg
Ts = As. fy = 29,4375 .4080 = 120105 kg
Pn = Cc + Cs – Ts
= 184237,5 + 113724 ,4219 - 120105 = 177856,9219 kg
= 177,856 ton

142
⎛ a⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) + Ts (30 − 6,25 )
⎝ 2⎠
= 3569601,5625 + 2700955,0201 + 2852493,75 = 9123050,3326 kg cm
= 91,230 tm
e = Mn / Pn = 91,230 / 177,856 = 0,5129 m = 51,29 cm

143
ht
1400

1300 b As A's
1200

epsi s c
1100
epsi c
1000
a
900
Pn
3,
800
2,5 Ts Cc Cs
700 2,0
1,5
Pn (ton)

600

500
Pn = 547,46 1

400
1,1
300

200
Mn = 117,02
100

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
-100

-200

-300

Mn (tm)

Gambar 9.21 Diagram Interaksi Mn-Pn

Diketahui : Pn = 547,46 ton


Mn = 117,02 tm
Diagram Interaksi seperti Gambar 9.21 (untuk ukuran kolom 45/70 cm, f’c = 25
kg/cm2, fy = 400 Mpa , εc = 0,003, Es = 2100000 kg/cm2)
Diminta : Baja Tulangan yang diperlukan
Penyelesaian :
1. Diperkirakan Pn = 547,46 t di sb.-y, kemudian tarik garis ke kanan
2. Diperkirakan Mn = 117,02 tm di sb-x, kemudian di tarik ke atas
3. Diperkirakan kadar tulangan Rho = As/bh dipertemuan kedua garis tsb, diperoleh
Rho = 1,35 % As = 0,0135. 45 . 68,75 = 41,765 cm2
Dipakai 9D25 As = 44,154 cm2 > 41,765 cm2
144
C. BAHASAN KOLOM PENDEK DENGAN CARA ANALITIK
Bahasan kolom yang dimaksud adalah membahas hal-hal yang berkaitan
dengan persoalan kolom, misalnya penentuan luas tulangan ataupun penentuan beban
nominal Pn suatu kolom. Kolom pendek adalah kolom yang kekuatannya tidak
dipengaruhi oleh kelangsingan atau slenderness ratio. Sedangkan cara analitik yang
dimaksud adalah bahasan yang dilakukan berdasarkan simbol-simbol matematik yang
digunakan pada persoalan kolom. Cara analitik ini bersifat eksak, teliti, namun agak
sedikit kompleks.
Dengan memakai cara analitik, perhitungan-perhitungan dapat lebih straight
forward atau lebih langsung menuju hasil dibandingkan dengan cara numerik. Namun
demikian cara analitik ini mempunyai resiko/bahaya yang sangat menghawatirkan,
yaitu kemungkinan hilang/tidak diketahuinya mekanisme kerja gaya-gaya yang
bekerja pada kolom. Hal ini terjadi karena yang dipakai langsung adalah rumus jadi
atau closed form formula, tidak melalui tahapan-tahapan penyelesaian yang
berdasarkan pada kesetimbangan gaya-gaya. Oleh karena itu cara analitik ini hanya
disarankan untuk dipakai bagi yang benar-benar telah menguasai struktur beton.
Untuk tujuan belajar cara numerik lebih baik dipakai karena penyelesaian persoalan
kolom akan melalui tahapan keseimbangan gaya-gaya.
Terdapat banyak kemungkinan bahasan yang dapat dilakukan yang
berhubungan dengan persoalan kolom. Kemungkinan-kemungkinan itu adalah sebagai
berikut :
1. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak sudah leleh
2. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak belum leleh
3. Kondisi kolom patah tarik dengan tulangan desak tak berfungsi
4. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan tarik belum leleh
5. Kondisi kolom patah desak dengan dua-duanya tulangan desak
6. Kondisi kolom patah desak dengan tulangan desak dan tarik leleh.

1. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Sudah Leleh


Sebagaimana bahasan sebelumnya, pada kolom patah tarik ini, tulangan tarik
jelas sudah leleh. Pada kondisi ini tulangan desak dianggap sudah leleh. Kondisi
seperti ini akan dicapai apabila tebal beton desak c > cb , namun nilai c masih relatif
besar.

145
ht

As A s'

b
d h d'
e Pn

E s c

E c
E s'

e Pn

Ts
Cc Cs

Gambar 9.22 Kolom Pendek Patah TarikDengan Tulangan Desak Sudah Leleh

Anggapan pada kondisi ini adalah :


1. baja desak dianggap sudah leleh
2. tulangan kolom bersifat simetri, As' = As
Pada kondisi tersebut berarti bahwa
Cc = 0,85 f’c .a .b ....… 9.13.a
Cs = As.fy
(displaced concrete diabaikan) …. 9.13.b Ts = As . fy ...… 9.13.c
Persamaan keseimbangan :
Pn = Cc + Cs - Ts
= (0,85 f’c . a . b) + (As.fy) - (As.fy)
Pn = 0,85 f’c . a . b ....... 9.14.a
Pn
a= ....... 9.14.b
0,85. f ' c × b
Diambil momen terhadap garis kerja Cc, maka
⎛ ht a ⎞ ⎛a ⎞ ⎛ a⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As’. fy ⎜ − d ' ⎟ + As ⎜ h − ⎟ fy
⎝ n 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝ 2⎠

⎛ ht a ⎞ ⎛ a a ⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As . fy ⎜ h + − − d ' ⎟
⎝ n 2⎠ ⎝ 2 2 ⎠
= As . fy (h -d’)

146
⎛ ht a ⎞
Pn ⎜ e − + ⎟
⎝ 2 2⎠
As = …………………..... 9.15
fy(h − d' )
Apabila Pn, ukuran dan properti material diketahui, maka tebal beton desak ekivalen a
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.14.b). Selanjutnya luasan baja
tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.15.

2. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh


Pada kondisi ini nilai C relatif kecil sehingga beton desak belum leleh. Wang
dan Salmon (1979) mengatakan bahwa bila ukuran kolom terlalu besar (lebih besar
dari kebutuhan pada kondisi balance) maka kolom akan terjadi patah tarik. Oleh
karena itu kebutuhan ukuran beton pada kondisi balance menjadi referensi saat
menentukan ukuran kolom.
ht

As A s'
b

d h d'
e Pn

E s c

E cu
E s '< E y

e Pn

Ts
Cc Cs

Gambar 9.23 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh

Anggapan yang di ambil adalah :


1. baja desak dianggap belum leleh
2. tulangan kolom bersifat simetri, As' = As
Senada dengan sebelumnya :
Cc = 0,85 f’c . a . b ....… 9.16.a
Ts = As . fy ....… 9.16.b

147
Cs = As . fy = As. εs . Ε s ....…9.16.c

Persamaan keseimbangan gaya-gaya :


Pn = Cc + Cs - Ts
= (0,85 f’c . a . b) + (As . ε c . Ε s)- (As . fy)

⎛ a − β1 .d' ⎞
= (0,85 f’c . a . b) + As . ⎜ ⎟ ε c . Ε s - (As . fy)
⎝ a ⎠

⎛ a.. ε c .Εs − ε c .Εs.β1 .d '− fy.a ⎞


Pn - 0,85 f’c . a . b = As ⎜ ⎟
⎝ a ⎠
a ( Pn − 0,85. f ' c.a.b
As = …………………….......… 9.17
(ε c .Εs − fy ) a − ε c .Εs..β 1 .d '
Dengan mengambil momen terhadap garis kerja Cc maka akan diperoleh,
⎛ ht a ⎞ ⎛ a⎞ ⎛ a − β1 .d' ⎞ ⎛a ⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As . fy ⎜ h − ⎟ + As . ⎜ ⎟ ε c . Ε s. ⎜ − d ' ⎟
⎝ n 2⎠ ⎝ 2⎠ ⎝ a ⎠ ⎝2 ⎠

⎛ ht a ⎞ ⎡ ⎛ a⎞ ⎛a ⎞⎤
a. Pn ⎜ e − + ⎟ = As ⎢a. fy⎜ h − 2 ⎟ + (ε c .Es.a − ε c .Es.β1 .d ' )⎜ 2 − d ' ⎟⎥
⎝ n 2⎠ ⎣ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎦

⎡ a 2 . fy a 2 .ε c .Es ε .Es.β 1 .d '.a ⎤


= As ⎢a. fy.h − + ε c .Es.a.d '− c + ε c .Es.β1 .d ' 2 ⎥
⎣ 2 2 2 ⎦
⎡⎛ ε .Es − fy ⎞ 2 ⎛ ε .Es − fy ⎞ ⎤
= As ⎢⎜ c ⎟a + ⎜ fy.h − ε c .Es.d '− c ⎟a + ε c .Es.β1 .d ' 2 ⎥
⎣⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠ ⎦
⎛ ht a ⎞
[
Pn ⎜ e − + ⎟ = As (ε c Es − fy ) a 2 + {2 ( fyh − ε c Esd ' ) − ε c Esβ1d '}a + ε c Esβ1d ' 2 .2
z z⎠
]

⎛ ht a ⎞
2.a.Pn⎜ ε − + ⎟
As = ⎝ 2 2⎠
………. 9.18
(ε c .E s − fy )a + {2( fy.h − ε c .E s .d ' ) − ε c .E s .β1 .d '}a + 2ε c .E s .β1 .d '2
2

Apabila diperhatikan maka persamaan 9.17 sama dengan persamaan 9.18 maka,
ht a
2.a.Pn(e + − )
a(Pn − 0,85.f' c.a.b) 2 2
=
(ε c .E s − fy)a − ε c .E s .β1 .d' (ε c .E s − fy)a2 + {2(fy.h − ε c .E s .d' ) − ε c .E s .β1 .d'}a + 2ε c .E s .β1 .d' 2

……………..……… 9.19

Persamaan 9.19 mengandung pembilang dalam a baik ruas kiri dan ruas kanan
sehingga saling dapat dieliminasi. Selanjutnya persamaan tersebut akan menghasilkan

148
persamaan a dalam pangkat tiga. Koefisien a3 sekaligus sebagai pembagian bagi suku-
suku yang lain adalah (ɛcEs-fy) 0,85f’cb. Apabila koefisien tersebut diberi notasi K1
maka koefisien a3 adalah K1a3 dengan K1 = 1. Apabila koefisien a2 adalah K2, maka
berdasar persamaan 9.19 nilai K2 adalah

( 2 ( fyh − εcEsd ' ) − εcEsβ1d ' )0,85 f ' cb ⎡ 2( fyh − εcEsd ' ) − εcEsβ1d ' ⎤
K2 = = ⎢ ⎥ …. 9.20
(εcEs − fy ) 0,85 f ' cb ⎣ (εcEs − fy ) ⎦
Apabila koefisien a adalah K3, maka berdasar persamaan 9.19 K3 adalah
ht
−2 ( fyh−εcEsd' )Pn+εcEsβ1d' Pn−εcEsβ1d' Pn+(2ε0ESβ1d2)0,85fcb+2Pn(e− )(εcEs−ht)
K3 = 2
(εcEs− fy)0,85f ' cb

⎡ − 2( fyh − εcEsd ' ) Pn Pn (2e − ht ) 2εcEsβ1d 2 ⎤


K3 = ⎢ + + ⎥ …. 9.21
⎣ (εcEs − fy ) 0,85 f ' cb 0,85 f ' cb (εcEs − fy ) ⎦

Akhirnya adalah konstanta K4 yaitu dari persamaan 9.19


− (2εcEsβ1d 2 ) Pn − Pn (2ε − ht )(εcEsβ1d )
K4 =
(εcEs − fy )0,85 f ' c.b

− (2εcEsβ1d 2 ) Pn − Pn (2ε − ht )(εcEsβ1d )


=
(εcEs − fy )0,85 f ' c.b

⎡ (εcEsβ1d ) Pn ⎤
K4 =- ⎢ (2e − ht + 2d )⎥ …. 9.22
⎣ (εcEs − fy ) 0,85 f ' cb ⎦

Dengan demikian persamaan yang dimaksud adalah

K1.a3 + K2.a2 + K3.a + K4 = 0 …. 9.23

Dari persamaan 9.23 tersebut dihitung nilai a. Setelah nilai a diperoleh maka
disubstitusikan ke persamaan.

3. Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi


Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral tepat jatuh pada
posisi tulangan desak. Pada kondisi yang demikian regangan baja desak Es’ = 0,
sehingga tegangan baja desak fs = 0. Akibatnya tulangan desak tidak dapat berfungsi
atau tidak dapat mengerahkan kekuatan. Kondisi seperti ini terjadi apabila
eksentrisitas beban C sudah sedemikian besar, sebaliknya beban nominal Pn relatif

149
kecil. Walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi namun kebutuhan tulangan tetap
harus dihitung.
ht

As A s'
b

d h d'
e Pn

E s>> E y
c=d'

E cu
E s'< E y
e Pn

Ts
Cc

Gambar 9.24 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi

Pada kondisi ini baja tarik mengalami regangan yang sangat besar atau Es >> ey.
Komponen-komponen gaya pada potongan
Cc = 0,85f’c.a.b. ………. 9.24.a
Ts = As.fy ………. 9.24.b
Cs = 0 ………. 9.24.c
Kesembangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc – Ts
= 0,85f’c a.b – As.fy
− Pn + 0,85 f ' c.a.b
As = ………. 9.25
fy
Dengan mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Cc, maka
⎛ ht a ⎞ ⎛ a⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As.fy ⎜ h − ⎟
⎝ z z⎠ ⎝ 2⎠

⎧ ⎛ fy ⎞⎫
= As ⎨ fyh − ⎜ ⎟⎬
⎩ ⎝ 2 ⎠⎭

150
⎛ ht a ⎞
2 Pn ⎜ e − + ⎟ = As {2 fyh – fy.a}
⎝ z z⎠
ht a
2 Pn (e − +
As = 2 2 ……… 9.26
2 fyh − fy.a
Dengan memperhatikan persamaan 9.25 dan persamaan 9.26, maka
ht a
2 Pn(e − + )
0,85 f ' ca.b − Pn 2 2
= ……… 9.27
fy 2 fyh − fy.a
Persamaan 9.27 akan menghasilkan persamaan kuadrat dalam a dengan
K1 = 1 adalah koefisien a2, dan K2 adalah koefisien a,
− ( 2 fyh )0,85 f ' cb
K2 = = −2 h ……… 9.28
fy 0,85 f ' cb
K3 = Pn (2 e – ht + 2h) fy ……… 9.29
2
Persamaan kwadrat K1a + K2.a + K3 = 0

4. Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh


Pada kolom patah desak, tebal beton desak cukup besar sehingga baja tarik
jelas belum leleh atau εs < εy. Pada umumnya baja desak sudah leleh atau εs’ > εy,
karena beton desak c cukup besar. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa apabila
ukuran kolom yang diambil lebih kecil daripada kebutuhan ukuran dalam kondisi
balans, maka umumnya kolom akan mengalami patah desak.
h t

A s A s'
b

d h
d '
e P n

E s< E y c

E c

E s '> E y
P n
e

6 ,2 5
T s
C c C s

Gambar 9.25 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh

151
Angapan-angapan dalam kondisi ini
1. Displaced concrete diabaikan
2. Tulangan bersifat simetri, As = As’
3. Baja desak sudah leleh, εs’ > εy
Gaya-gaya yang bekerja adalah
Cc = 0,85 f ΄c.a.b ……….. 9.30.a
Cs = As. Fy ……….. 9.30.b
⎛h−c⎞ ⎛β h −a ⎞
Ts = As ⎜ ⎟ εs Es = As ⎜ 1 ⎟ ……….. 9.30.c
⎝ c ⎠ ⎝ a ⎠

Persamaan keseimbangan statika


Pn = Cc + Cs –Ts
⎛β h −a ⎞
= 0,85 f’c.a.b + As.fy - As ⎜ 1 ⎟ εs Ec
⎝ a ⎠
a ( Pn – 0,85 f’c.a.b) = As {( εsEc + fy) a - εs Esβ1h}
a (Pn − 0,85f' c.a.b)
As = ……….. 9.31
( εcEs + fy)a − εcEsβ 1 h
Senada dengan bahasan sebelumnya yaitu dengan mengambil jumlah momen terhadap
garis kerja Cc akan diperoleh
⎛ ht a ⎞ ⎧⎛ εcEsβ1h − εsEca ⎞ ⎛ a⎞ ⎛a ⎞⎫
Pn ⎜ ε − + ⎟ = As ⎨⎜ ⎟ ⎜ h − ⎟ + As.fy⎜ − d' ⎟⎬
⎝ 2 2⎠ ⎩⎝ a ⎠⎝ 2⎠ ⎝2 ⎠⎭

⎛ ht a ⎞ ⎧ ( εcEsβ1h)a ⎛ εcEs⎞ 2 ⎛ fy ⎞ 2 ⎫
Pn ⎜ ε − + ⎟ = As ⎨εcEsβ1h − − ( εcEsh)a+ ⎜ ⎟a + ⎜ ⎟a ....(fyd)a⎬
2

⎝ 2 2⎠ ⎩ 2 ⎝ 2 ⎠ ⎝2⎠ ⎭
⎧⎛ εcEs+ fy ⎞ 2 ⎛ εcEcβ1h ⎞ ⎫
= As ⎨⎜ ⎟a − ⎜ + εcEsh+ fyd⎟a + εcEcβ1h 2 ⎬
⎩⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠ ⎭

Pn ⎜ ε − + ⎟ = As {(ε c E s + fy) a 2 − (ε c E s β 1 h + 2 ε c E s h + 2 fyd) a + 2 ε c E s β 1 h 2 }


⎛ ht a ⎞
⎝ 2 2⎠

⎛ ht a ⎞
2aPn ⎜ e − + ⎟
⎝ 2 2⎠
As = ….. 9.32
(ε c E s + fy)a − (ε c E s β 1 h + 2ε c E s h + 2fyd)a + 2ε c E s β 1 h 2
2

Senada dengan bahasan sebelumnya, persamaan adalah sama dengan persamaan oleh
karena itu,

152
⎛ ht a ⎞
2aPn⎜ e − + ⎟
a(Pn − 0,85f'c.a.b) ⎝ 2 2⎠
= ...….. 9.33
(ε c Es + fy)ε c Esβ1h (ε c Es + fy)a − (ε c Esβ1h + 2ε c Es h + 2fyd)a+ 2ε c Esβ1h 2
2

Persamaan 9.33 tersebut akan menghasilkan persamaan pangkat-3 dalam a. Senada


dengan bahasan sebelumnya, koefisien a3 sekaligus sebagai pemukaan lagi koefisien
berikutnya adalah (εcEs + fy) 0,85f’c.a.b. Apabila koefisien tersebut diberi notasi a2
adalah K2 maka berdasar persamaan 22), nilai K2 adalah,
(εεcEs 1 h + 2εεcEs + 2fyd)0,85f' c.a.b. ⎡ ( εcEsβ1 h + 2εεcEs + 2fyd) ⎤
K2 = − = -⎢ ⎥ .. 9.34
(εεcE + fy)0,85f' c.b ⎣ ( εcEs + fy) ⎦
Selanjutnya apabila koefisien dari a adalah K3, maka berdasar pers. 9.33 K3 adalah
2 εcEsβ1 h 2 (εcEsβ1 h)Pn + (2ε2εcE + 2fyh)Pn
K3 = +
εcEs + fy ( εcEs + fy)0,85f'cb

⎡ 2 εcEsβ1 h 2 Pn(2e − ht) (2 εcEsh + 2fyh) Pn ⎤


K3 = ⎢ + + ⎥ ...….. 9.35
⎣ εcEs + fy 0,85f' cb ( εcEs + fy) 0,85f' cb ⎦

Akhirnya konstanta yang dapat diperoleh dari pers 9.33 adalah


− (2 εcEsβ1 h 2 )Pn − ( εcEsβ1 h)(2e− ht)Pn − (2h)(εcEsβ1 h)Pn− ( εcEsβ1 h)Pn(2e− ht)
K4 = =
( εcEs+ fy) 0,85f'c.b ( εcEs+ fy) 0,85f'c.b

⎡ εcEsβ1 h Pn ⎤
K4 = ⎢ − (2e − ht + 2h )⎥ ...….. 9.36
⎣ εcEs + fy 0,85f' cb ⎦
Persamaan pangkat 3 yang dimaksud adalah
K4a3 + K2a2 + K3a + K4 = 0 ...….. 9.37
Yang mana f1=1, K2, K3 dan K4 masing-masing adalah ditunjukkan oleh persamaan
9.34, pers 9.35 dan pers 9.36. Nilai tebal beton desak a dicari dari persamaan tersebut.
Selanjutnya substitusi nilai a kedalam persamaan 9.32 selanjutnya akan diperoleh luas
tulangan AS.

5. Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak


Kondisi yang dimaksud adalah kondisi yang mana garis netral jatuh diluar
tulangan sebelah kiri atau tebal beton desak c meliputi seluruh potongan kolom.
Kondisi seperti ini akan terjadi apabila eksentrisitas beban c sangat / relatif kecil
dengan beban nominal Pn yang besar. Pada kondisi ini tulangan kiri dan tulangan
kanan dua-duanya berupa tulangan desak dan memang seluruh potongan kolom dalam

153
kondisi desak. Pada umumnya tulangan desak kanan sudah leleh tetapi tulangan desak
kiri belum leleh.

ht

As A s'
b

d h
d'
e Pn

E s '1
E c

E s '2> E y

e Pn

C s1 Cc C s2

Gambar 9.26 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak

Asumsi yang diambil adalah


1. Displaced concrete diabaikan
2. Tulangan bersifat simetri, As = As’
3. Baja desak kanan sudah leleh
Gaya-gaya yang bekerja pada potongan
Cc = 0,85 f’c.a.b. ……… 9.38.a
Cs2 = As. fy ……… 9.38.b
⎛c−h⎞
Cs1 = As.fs = As ⎜ ⎟ εcEs
⎝ c ⎠

⎛ a − β1h ⎞
= As ⎜ ⎟ εcEs …… 9.38.c
⎝ a ⎠

154
Persamaan keseimbangan gaya-gaya vertical
Pn = Cc + Cs1 + Cs2
⎛ a − β1h ⎞
= 0,85 f’c.a.b + As ⎜ ⎟ εcEs + Asfy
⎝ a ⎠
a ( Pn – 0,85f’c.a.b) = As (εcEsa- εcEsβ1h+ fy.a)
= As { (εcEs + fy) a - εcEsβ1h)}
a(Pn − 0,85f' c.a.b)
As = ...….. 9.39
( εcEs + fy)a − εcEsβ 1 h
Dengan mengambil jumlah momen terhadap pusat kolom maka akan diperoleh
⎛ ht a ⎞ ⎛ ht ⎞ ⎛ εcEs.a − εcEsβ1 h ⎞⎛ ht ⎞
Pn (e) = Cc ⎜ − ⎟ + Asfy⎜ − d ⎟ − As⎜ ⎟⎜ − d ⎟
⎝ 2 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝ a ⎠⎝ 2 ⎠

⎛ ht a ⎞ ⎧ εcEs(a − β1 h) ⎫⎛ ht ⎞
= 0,85f’c.a.b ⎜ − ⎟ + As⎨fy − ⎬⎜ − d ⎟
⎝ 2 2⎠ ⎩ a ⎭⎝ 2 ⎠

⎛ ht ⎞
a [Pn.e = 0,425f' ca.b(ht − a)] = As{εcEsβ 1 h − (cEsβ1 h)a}⎜ − d ⎟
⎝2 ⎠
a{Pn.e − 0,425f' c.a.b(ht − a)}
As = ...….. 9.40
{ }
⎛ ht
εcEsβ1 h − (εεcE − fy) a ⎜ − d ⎟

⎝2 ⎠

Dengan memperhatikan pers 9.39 dan pers 9.40 maka


a( Pn − 0,85 f ' ca.b) a{Pn.ε − 0,425 f ' c.a.b(ht − a)}
= ...….. 9.41
(εcEs + fy ) a − εcEsβ 1 h
{εcEcβ 1h − (εcEs − fy )a}⎛⎜ ht − d ⎞⎟
⎝2 ⎠
Persamaan 9.41 berarti bahwa
⎛ ht ⎞
Pn = a (Pn-0,85f’c.a.b) {(εcEsβ1h-(εcEs-fy)a} ⎜ −d⎟+a{Pn.e−0,425f ' c.a.b(ht−a)}(εcEs+ fy)a
⎝2 ⎠
……….. 9.42

Persamaan 9.42 setelah disusun akan menghasilkan persamaan a dalam pangkat 3.


Senada dengan cara-cara sebelumnya koefisien a3 berdasarkan pers 9.42 adalah (0,425
f’c.b) (εcEs + fy) dan koefisien tersebut sebagai pembagi bagi suku yang lain oleh
karena itu koefisien a3 kemudian menjadi Ka3 dengan K1a. Apabila koefisien a2
adalah K2 maka berdasarkan persamaan 9.42 K2 adalah

155
K2 = d – εcEs-fy)(0,85f’c.b)-ht(εcEs-fy)0,425f’cb – ht (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(0,425f’cb) (εcEs +fy) (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(εcEsβ1h)(0,425f’cb) = (εcEs-fy)(2d-ht) – ht – (εcEsβ1h)
(0,425f’cb)(εcEs + fy) εcEs + fy (εcEs + fy)

⎡ (εcEs − fy )(ht − 2d ) (εcEsβ 1 h) ⎤


K2 = −⎢ + ht + ……….. 9.43
⎣ εcEs + fy (εcEs + fy ) ⎥⎦
Selanjutnya apabila K3 adalah koefisien dari a, maka berdasarkan pers.9.42. koefisien
K3 adalah
Pn.e( εcEs + fy) ( εcEsβ1 h)ht (0,425f' cb) ( εcEsβ1h.0,85f' cb)d
+ −
0,425f' cb( εcEs + fy) 0,425f' cb( εcEs + fy) 0,425f' c( εcEs + fy)
K3 = ⎛ Ht ⎞
Pn( εcEs − fy⎜ ⎟
+ ⎝ 2 ⎠ − pn( εcEs − fy)d + ht( εcEsβ1 h).0,425f' c.b
0,425f' cb( εcEs + fy) 0,425f' cb ( εcEs + fy) 0,425f' cb ( εcEs + fy)

⎡ 2Pn.e εcEsβ 1 h Pn (εεcE − fy) ⎤


⎢ 0,85f' cb + (εεcE + fy) − (ht − 2d) + 0,85f' cb εcEs + fy (ht − 2d) ⎥
K3 = ⎢ ⎥ ……….. 9.44
⎢ εcEsβ1ht.d ⎥
⎢+ εcEs + fy ⎥
⎣ ⎦
Akhirnya apabila K4 adalah suatu konstanta, maka dari pers 9.42 akan diperoleh
⎡ Pn.e εc Esβ1 h + Pn ht2 ( εcEsβ1h) − Pn.d( εcEsβ1 h) ⎤
K4 = - ⎢ ⎥
⎣ 0,425f' c.b( εcEs + fy) ⎦
⎡ Pn εcEsβ1 h ⎤
K4 = - ⎢ (ht − 2d + 2e)⎥ ……….. 9.45
⎣ − 0,35f' cb εcEs + fy ⎦
Persamaan selengkapnya menjadi K1a3 + K2a2 + K3a + K4 ……….. 9.46
Apabila nilai a telah diketahui maka As menurut persamaan 9.40 dapat dihitung

6. Patah Desak Dengan Tulangan Kiri dan Kanan Sudah Leleh


Kondisi ini adalah kondisi yang mana baik tulangan kiri maupun tulangan
kanan kedua-duanya sudah leleh. Kondisi seperti ini sangat mendekati kolom dengan
beban aksial sentris atau pada kolom dengan beban betul-betul sentris. Pada kondisi
ini garis netral jatuh diluar potongan dengan beton desak meliputi seluruh potongan
kolom.

156
ht

As A s'

b d h
d'
e<< Pn

E s =E y E s'
E c

Pn

C s1 Cc C s2

Gambar 9.27 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Tulanga Kiri dan Kanan Sudah
Leleh

Mengingat eksentrisitas beban e sangat kecil maka kondisi ini dapat dianggap menjadi
kolom dengan beban sentris.
Angapan-angapan selengkapnya menjadi :
1. Displaced concrete diabaikan
2. Kedua sisi tulangan sudah leleh
3. kedua sisi tul merupakan tul simetri atau As = As’ (Ast = As + As’)
Mengingat beban kolom merupakan beban sentries maka
Po = 0,85 f’c.b.ht + Ast.fy ……… 9.47
Beban nominal Pn yang diijinkan menurut SKSNI pasal 3.3.3.5) adalah
Pn = øPo = ø 0,85f’c.b.ht + Ast (fy) ……… 9.48
Apabila displaced concrete diperhitungkan maka
Pn = ø 0,85f’cb.ht + Ast (fy – 0,85f’c) ……… 9.49

157
Persamaan 9.49. akan memberikan
Pn − Φ.0,85f' c.b.ht
Ast =
(fy − 0,85f' c)
Pn − Φ.0,85f' c.b.ht
As = 0,5 Ast = ……… 9.50
2 (fy − 0,85f' k)

D. RUMUS Pn PENDEKATAN WHITNEY


Pada bahasan didepan telah diketahui bahwa nilai Pn dapat dihitung apabila
nilai eksentrisitas e ataupun tebal beton desak c diketahui. Proses hitungan cukup
panjang terutama bila yang diketahui adalah eksentrisitas beban e, yaitu adanya
persamaan c pangkat 3. Dalam hal-hal tertentu rumus pendekatan untuk menghitung
Pn juga bermanfaat. Pendekatan yang dimaksud adalah dengan diambilnya asumsi-
asumsi pada penurunan rumus. Rumus untuk menghitung Pn pendekatan “Whitney”
adalah sebagai berikut.

1. Patah Desak Pendekatan Whitney


Sebagaimana dibahas sebelumnya patah desak berarti c>cb ,P>Pb, e<eb dan
baja desak umumnya sudah leleh. Apabila diambil momen terhadap garis kerja baja
⎛ h − d'⎞ ⎛ a⎞
tarik Ts, maka : Pn ⎜ e + ⎟ = Cc⎜ h − ⎟ + Cs (h − d ') ……… 9.51
⎝ 2 ⎠ ⎝ 2⎠
ht

A s A s'
b

d h
( h - d ') / 2 d'
e P n

E s c

E s' E c

e P n

T s
C c C s

Gambar 9.28 Kolom Pendek Patah Desak Pendekatan Whitney

158
Asumsi pertama yang diambil oleh Whitney adalah bahwa nilai a ~ 0,54 h. Nilai ini
sebenarnya kekecilan karena patah desak c>cb. Pada kondisi balance bila fy = 400
MPa dengan Es=2,1.106 kg/cm2. nilai cb=0,0609 h, dengan a=0,85 cb. Maka a =
0,516 h. Tetapi karena patah desak c>cb, maka a akan berkemungkinan > 0,54 h. Pada
kondisi itu,
Cc=0,85fc’.a.b = 0,85 fc’.0,54 h.b = 0,459 fc’ bh ……… 9.52

⎛ a⎞ ⎛ 0,54h ⎞ 1
Sehingga , Cc ⎜ h − ⎟ = 0,459 fc ' bh⎜ h − ⎟ = . fc '.bh
2
……… 9.53
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠ 3
Cs = As . fy ……… 9.54
Substitusi persamaan 9.53 dan 9.54 kedalam persamaan 9.51 akan diperoleh ,
⎛ h − d'⎞ 1
Pn ⎜ e + ⎟ = . fc '.bh + As '. fy (h − d ')
2
……… 9.55
⎝ 2 ⎠ 3
Selanjutnya persamaan 9.55 dapat ditrasformasikan menjadi :
1
fc ' bh 2
3 As. fy (h − d ')
Pn = +
h − d' h − d'
e+ e+
2 2
fc' bh 2 As. fy (h − d ')
= + ……… 9.56
3 e 1
3c + (h − d ' ) +
2 h − d' 2
ht h 2
Apabila persamaan 9.56 ruas pertama dikalikan . maka akan menjadi,
h 2 ht
ht
fc' bh 2
h2 As. fy
Pn = +
3ht.e 3 e 1
+ 2 (h − d ' )ht +
h 2
2h h − d' 2

fc' bht As '. fy


Pn = + ……… 9.57
3ht.e 3(h − d ' )ht e 1
+ +
h 2
2h 2
h − d' 2
Apabila c = 0 maka,
Pn = Po ……… 9.58.a
Pn = 0,85 fc’.b.ht+As.fy.2 ……… 9.58.b
Kalau c=0, maka persamaan 9.57 akan sama dengan pers. 9.58.b karena persamaan
9.57 akan menjadi :

159
fc ' bht
Po = Pn = + 2 Asfy ……… 9.59
3(h − d ' )ht
2h 2
Persamaan 9.58.b sama dengan persamaan 9.59 itu berarti bahwa
1
0,85 =
3(h − d ' )ht
2h 2
3(h − d ' )ht 1
2
= = 1,18 ……… 9.60
2h 0,85
Substitusi persamaan 9.60 kedalam persamaan 9.57 akan menjadi
fc' bht As'. fy
Pn = + ……… 9.61
3ht.e e
+ 1,18 + 0,5
1,2 h − d'
Yangmana h adalah lebar efektif kolom, ht adalah lebar kolom total, dan e adalah
eksentrisitas beban.

2. Patah Tarik Pendekatan Whitney


Didepan telah dibahas rumus pendekatan Pn untuk patah desak. Pada patah
tarik, baja tarik jelas sudah leleh sedangkan baja desak belum tentu. Namun demikian
pada pendekatan ini baja desak dianggap sudah leleh. Hal ini adalah untuk
penyederhanaan karena tidak perlu menghitung fs (fs dianggap sama dengan fy atau fs
= fy).
ht

A s A s'
b

d h d'
e> eb Pn

A s A s'

E y c

E c
E s '> E y

e> eb Pn

Ts
Cc Cs

Gambar 9.29 Kolom Pendek Patah Tarik Pendekatan Whitney

160
Karena tulangan desak dianggap sudah leleh maka :
Cs = As’ (fy-0,85fc’) ……… 9.62.a
Ts = As fy ……… 9.62.b
Cc = 0,85 fc’ β1. c.b ……… 9.62.c
Keseimbangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc + Cs – Ts
Pn = 0,85 fc’ β1. c.b + As’ (fy-0,85fc’) – Asfy ……… 9.63

Diambil notasi notasi seperti biasanya yaitu


fy Asy As '
m= , p= , p' = , maka persamaan 9.63 menjadi :
0,85 fc ' bh bh'

⎛ fy 0,85 fc' ⎞ 0,85 fc'


Pn = 0,85 fc β 1c.b + pi.b.h⎜⎜ − ⎟⎟.0,85 fc − p.b.hfy.
⎝ 0,85 fc' 0,85 fc ⎠ 0,85 fc'

Pn = 0,85fc’[β1cb+p’(m-1) bh – p mbh]
β 1c
= 0,85fc’[ β1c+p’(m-1) bh – p mbh] ……… 9.64
h
Dengan menggunakan persamaan 9.63 dan diambil momen terhadap garis kerja
tulangan tarik maka :
⎛ β 1.c ⎞
Pn.e = 0,85 fc β 1c.b⎜ h − ⎟ + As ' ( fy − 0,85 fc ').(h − d ' ) ……… 9.65
⎝ 2 ⎠
Senada dengan penurunan persamaan 9.64 maka persamaan 9.65 akan menjadi

⎛ β 1.c ⎞ ⎛ fy 0,85 fc ⎞
Pn.e = 0,85 fc β 1c.b⎜ h − ⎟ + p' bh⎜⎜ − ' ⎟⎟.0,85 fc' (h − d ' )
⎝ 2 ⎠ ⎝ 0,85 fc' 0,85 fc' ⎠

⎡⎛ β 1.c 2 ⎞ ⎤
= 0,85 fc ⎢⎜⎜ β 1c.bh − bh ⎟⎟ + p ' (m − 1)bh(h − d ' )⎥
⎣⎝ 2h ⎠ ⎦

⎡⎛ β 1.c 2 ⎞ ⎤
Pn.e = 0,85 fc ⎢⎜⎜ β 1c. − ⎟⎟ + p ' (m − 1).(h − d ' )⎥ ……… 9.66
⎣⎝ 2h ⎠ ⎦
Apabila persamaan 9.64 dikalikan dengan eksentrisitas e maka hasilnya adalah
momen Mn = Pn.e. Karena koefisien pengali ruas karena persamaan sama dengan
koefisien pengali ruas kanan persamaan 9.66 maka hal itu berarti bahwa :

⎧ β 1c ⎫ ⎧ ( β 1c) 2 ⎫
e⎨ + p' (m − 1) − pm⎬ = ⎨β 1c − + p' (m − 1)(h − d ' )⎬ ……… 9.67
⎩ h ⎭ ⎩ 2h ⎭

161
persamaan 9.67 adalah persamaan kuadrat dalam c, sehingga kalau disubstitusi akan
menjadi,
β 12 c 2
⎛ β 1e ⎞
+⎜ − β 1⎟c + ep' (m − 1) − epm − p' (m − 1)(h − d ' )
2h ⎝ h ⎠
⎛ 2 β 1e 2β 1h ⎞ em( p'− p) − ep'− p' (m − 1)(h − d ' )
c 2 + ⎜⎜ − ⎟c + .2h = 0 ……… 9.68
⎝ β1
2
β 12 ⎟⎠ β 12

Dengan menggunakan rumus abc, maka akan diperoleh :


2
h−e ⎛ h − e ⎞ 2hp(m − 1)(h − d ' ) + ep'+em( p − p' )
c= + ⎜⎜ 2 ⎟⎟ + ……… 9.69
β1 ⎝ β1 ⎠ β 12

Wang dan Salmon (1979) kemudian mentransformasi persamaan 9.69 menjadi :


2
e ⎛ e⎞ d' e e
1− ⎜ 1 − ⎟ 2 p ' (m − 1)(1 − ) + p' + m( p − p' )
c h + ⎜ h⎟ + h h h
= ……… 9.70
h β1 ⎜ β1 ⎟ β12
⎜ ⎟
⎝ ⎠
Substitusi persamaan 9.70 kedalam persamaan 9.64 akan diperoleh,
⎡ e ⎛ e ⎞
2
⎛e d ⎞⎤

Pn = 0,85 fc ' bh 1 − + p ' ( m − 1) − pm + ⎜1 − ⎟ + 2⎜ .( pm − p ' m + p ' ) + p ' ( m − 1)(1 − ⎟ ⎥
⎢ β1 ⎝ h ⎠ ⎝h h ⎠⎥
⎣ ⎦

……… 9.71

untuk tulangan simetri yaitu p = p’ maka persamaan 9.71 menjadi :


⎡ e ⎛ e ⎞
2
⎛ d ⎞ e⎤
Pn = 0,85 fc ' bh ⎢− p + 1 − + ⎜1 − ⎟ + 2 p⎜ ( m − 1)(1 − ⎟ + ⎥ ……… 9.72
⎢ h ⎝ h ⎠ ⎝ h ⎠ h⎥
⎣ ⎦

Persamaan 9.72 adalah rumus pendekatan karena baja desak dianggap sudah leleh,
walaupun sesungguhnya belum tentu demikian.

162
BAB X
TULANGAN GESER KOLOM

A. PENGERTIAN
Setelah desain tulangan lentur kolom, maka langkah selanjutnya adalah desain
tulangan geser/sengkang kolom. Pada elemen yang selain momen lentur tetapi juga
ada gaya aksial seperti pada kolom, maka peran/fungsi tulangan geser/sengkang
sangatlah penting. Diantara fungsi-fungsi utama sengkang kolom itu adalah sebagai
berikut.

1. Sengkang Sebagai Penahan Tegangan Geser


Sebagaimana pada balok, pada kolom juga terdapat gaya geser. Kedua-duanya
hampir sama. Kalau pada balok, gaya geser terjadi akibat adanya beban gravitasi dan
momen ujung, sedangkan pada kolom gaya geser hanya terjadi akibat momen ujung
aja.
MKap + q
a) Mk,ua Mk,ub/L Mk,ua/L
MKap -
a) b) c) +

b) Mk,ub Mk,ub/L Mk,ua/L

Gambar 10.2 Gaya Lintang Kolom


+
- c)

M Kap+
d)
M Kap-

M Kap+/L M Kap+/Lb e)
M Kap-/Lb M Kap-/Lb

- f)

- g)

Gambar 10.1 Gaya Lintang Balok

163
Gambar 10.1.a) adalah balok dengan beban gravitasi dengan intensitas q dan pada
ujung-ujungnya terdapat momen MKap+ dan MKap-. Balok tersebut dapat
didekomposisi seperti Gambar 10.1.b) dan 10.1.d), yang gaya lintangnya masing-
masing adalah Gambar 10.1.c) dan 10.1.f). Superposisi atau gabungan dari keduanya
adalah Gambar 10.1.g) yang merupakan gaya lintang balok.
Gaya lintang kolom adalah seperti tampak pada Gambar 10.2.c). Tata cara
menghitungnya adalah seperti pada Gambar 10.2.b) yaitu sama seperti pada balok.
Karena pada kolom tidak terdapat beban langsung, maka bentuk gambar gaya
lintangnya merata/sama sepanjang tinggi kolom. Gaya lintang inilah yang akan
mengakibatkan tegangan geser yang harus ditahan oleh sengkang.

2. Sengkang Sebagai Confinement


Confinement yang dimaksud adalah sebagai pengekang agar akibat gaya aksial
suatu kolom tetap menyatu tidak pecah. Sebagaimana diketahui bahwa akibat gaya
aksial, kolom disatu sisi akan mengalami pemendekan tetapi disisi lain, kolom akan
mengembang kearah samping. Tugas sengkang adalah mengikat kolom agar beton
kolomnya tidak pecah.

Pu Pu

c) Inti/core

d)
a) b)

Gambar 10.3 Confinement Pada Kolom

164
Perubahan volumetrik elemen desak adalah seperti tampak pada Gambar
10.3.a). Agar kolom tidak pecah akibat gaya desak, maka sengkang harus
mengikatnya sebagaimana tampak pada Gambar 10.3.b). Dengan demikian sengkang
akan mengalami gaya tarik atau tegangan tarik. Pada beban siklik maka kolom lama-
kelamaan akan mengalami spalling atau mengelupas selimut betonnya pada sekeliling
kolom dan bahkan dapat masuk kedalam seperti yang tampak pada Gambar 10.3.c).
Semakin jauh jarak tulangan kolom, maka akan semakin kecil luasan inti (core) yang
tersisa dan sebaliknya. Dengan demikian selain sengkang, efektivitas pengekangan
masih dipengaruhi oleh jarak tulangan kolom. Sistim pengekangan yang terbaik
adalah sengkang spiral, kemudian diikuti oleh sengkang lingkaran dan kemudian baru
sengkang persegi.

3. Sengkang Sebagai Penahan Buckling


Pada saat beton mengelupas atau spalling maka baja tulangan berkemungkinan
lepas dengan betonnya. Pada kondisi tersebut baja tulangan akan berfungsi sebagai
batang desak yang rawan terhadap bahaya tekuk (buckling). Menurut teori kestabilan,
bahaya tekuk akan dipengaruhi oleh kelangsingan.
Pu Pu Pada sengkang kolom,
kelangsingan tulangan pokok akan
bergantung pada :
1. Diameter tulangan pokok
S2 2. Jarak sengkang ( s )
Tekuk

Gambar 10.4 Buckling Pada Kolom

Dengan demikian selain diameter sengkang dan tegangan lelehnya, jarak


sengkang s memegang peran yang sangat penting. Pada desain tulangan geser
diameter, tegangan leleh dan jumlah potongan umumnya diketahui atau ditentukan
dan jarak sengakang s yang dihitung. Jarak sengkang s juga dapat dikorelasikan
dengan diameter tulangan pokok.

165
4. Sengkang Sebagai Pengikat Tulangan Pokok
Fungsi ini adalah fungsi teknis yang paling praktis, yaitu untuk mengikat
tulangan pokok agar tempat, jarak dan posisinya dalam kondisi yang benar. Selain
daripada itu dengan adanya pengikat dari sengkang maka pemasangan tulangan
menjadi rapi. Tempat, jarak dan posisi tulangan harus dalam kondisi benar, baik
selama pemakaian tulangan maupun selama cor beton dilakukan.

B. GAYA GESER ULTIMIT KOLOM (Vu,k)


Sebagaimana dikatakan sebelumnya, gaya geser yang terjadi pada suatu
elemen akan bergantung salah satunya pada momen-momen ujung yang bekerja pada
elemen tersebut. Pada kolom, karena tidak terdapat beban langsung, maka gaya geser
kolom hanya akan dipengaruhi oleh Mu,ka dan Mu,kb. Sebagaimana tampak pada
Gambar 10.2, maka gaya geser ultimit kolom Vu,k berdasarkan SK-SNI 1991 pasal
3.14.7.1).(2) adalah
Mu , ka + Mu , kb
Vu , k = .................................... 10.1
hk
Persamaan 10.1 adalah gaya geser kolom yang dihitung dari momen ultimit
kolom Mu,k. Sebelumnya Mu,k dihitung dari momen kapasitas balok, yaitu suatu cara
dalam rangka memenuhi prinsip strong column weak beam. Apabila dikaitkan dengan
analisis struktur, maka gaya geser ultimit kolom tidak perlu diambil lebih besar dari
(SK-SNI 1991) pasal 3.14.7.1).(2) :
⎛ 4 ⎞
Vu , k maks = 1,05⎜V D , K + V L , K + V E , K ⎟ ............ 10.2
⎝ K ⎠
Yangmana hk adalah tinggi bersih kolom, VD,K , VL,K dan VE,K berturut-turut adalah
gaya geser kolom akibat beban mati, beban hidup dan beban gempa yang kesemuanya
diambil dari hasil analisis struktur.
Persamaan 10.1 adalah gaya geser ultimit kolom Vu,k pada tingkat ke-2
sampai tingkat teratas. Pada prinsip strong column weak beam, kolom-kolom
ditingkat-tingkat tersebut tidak direncanakan terjadinya sendi-sendi plastis. Namun
demikian akan terjadi sendi-sendi plastis pada ujung bawah kolom tingkat dasar
(tingkat ke-1). Untuk itu maka terdapat sedikit modifikasi gaya geser ultimit kolom
pada ujung bawah tingkat dasar Vu,kd berdasarkan SK-SNI 1991 pasal 3.14.7.1).(2)
Mc, kap
yaitu, Vu , kd = ω.0,7 .V E ................................................. 10.3
ME

166
C. DESAIN TULANGAN GESER KOLOM
Berdasarkan nilai-nilai gaya geser ultimit kolom Vu,k seperti pada persamaan
10.1 dan persamaan 10.3 tulangan geser akan didesain. Pada kolom tingkat-tingkat
atas tidak akan terjadi sendi plastis pada ujung-ujung kolom. Dengan demikian gaya
geser yang dapat dikerahkan adalah gaya geser oleh tulangan geser dan gaya geser
oleh bahan beton Vc. Sedangkan pada sendi plastis kolom tingkat dasar, beton sudah
rusak pada saat sendi plastis terjadi. Oleh karena itu semua gaya geser akan ditahan
hanya oleh sengkang.

di t ahan ol eh
sengkang

Mu , k a oleh Vc
bet on lo lo

Mu , k b Vc lo
Vu, k lo Vu , k

b
h

a) K o l o m - k o l o m t i n g k a t a t a s b) K o l o m t i n g k a t d a s a r

Gambar 10.5 Gaya Geser dan Desain Tulangan Geser

Vu, k
Pada Gambar 10.5.a) gaya geser sebesar sebagian akan ditahan oleh
φ
kemampuan beton dalam menahan gaya geser Vc berdasarkan SK-SNI 1991 pasal
3.4.3.1).(2) yaitu,
⎧ Nu , k ⎫ 1
Vc = ⎨1 + ⎬ . f ' c .b.h ............................ 10.4
⎩ 14. Ag ⎭ 6
Nu, k
Dengan Ag adalah luasan bruto potongan kolom, f’c dalam MPa dan juga
Ag
dalam MPa (1 MPa = 10,2 kg/cm2).

167
Sebagaimana pada desain geser pada balok , b dan h pada persamaan 10.4
dinyatakan dalam mm dan Vc dinyatakan dalam N. Dengan demikian gaya geser yang
harus ditahan oleh sengkang Vsn adalah,
Vu, k
Vsn = − Vc ……………............................ 10.5
φ
dengan ø adalah faktor reduksi kekuatan untuk geser.
Pada daerah sendi plastis, yaitu diujung bawah kolom tingkat dasar seperti
tampak pada Gambar 10.5.b) seluruh gaya geser harus ditahan oleh sengkang. Dengan
demikian,
Vu, k
Vsn = ……………............................ 10.6
φ
Proses-proses atau tahapan desain penulangan geser kolom dapat dilihat pada
Gambar 10.6 di bawah ini.

168
Mulai

Data : b h d d’

Hitung gaya geser kolom (Vu,k) dipilih yang terkecil


M u,atas + M u,bawah
Vu,k =
ln
⎛ 4 ⎞
Vu,k = 1,05⎜ VD, k + VL, k + .VE, k ⎟
⎝ K ⎠
Syarat Vu,k > (1,2. VD,k + 1,6VL,k)
Pada ujung kolom adalah sendi plastis, maka Mu,k
diganti dengan Mkap,k

Hitung gaya geser yang diterima tulangan


Untuk daerah sepanjang lo
Vu
Vs1 =
φ
Untuk daerah diluar lo
Vu2
Vs 2 = − Vc
φ
⎡ P ⎛1 ⎞ ⎤
Vc = ⎢1 + u.k ⎜ f 'c ⎟.b.d⎥
⎢⎣ 14.Ag ⎝6 ⎠ ⎥⎦
Dengan panjang lo
- lo = h kolom ; Pu,k < 0,3 Ag.f’c
- lo = 1,5 h kolom ; Pu,k > 0,3 Ag.f’c

Hitung jarak tulangan sengkang, pilih yang kecil


Jarak tulangan sepanjang lo : Jarak tulangan diluar lo :
n.Aφ . f y .d n.Aφ . f y .d
s= s=
Vs1 Vs2
s < b/4 s < 48.d
s < 8.D s < 16.D
s < 100 mm s < 600 mm

Selesai

Gambar 10.6 Flow Chart Penulangan Geser Kolom

169
Contoh 1 :
Akan didesain tulangan geser untuk tingkat ke-2 dengan ukuran balok, kolom dan
Mu,ka ; Mu,kb seperti tampak pada Gambar 10.7. Kualitas bahan sama dengan contoh
sebelumnya, yaitu f’c = 25 MPa (255 kg/cm2). Dipakai tegangan leleh sengkang fsy =

400 MPa (4080 kg/cm2). Nu,k lantai 2 = 305,1 ton. Ukuran kolom 45 cm.
70

1 1
35/77,5 hn = 4 − .0,775 − .0,775 = 3,225 m
2 2
Menurut persamaan 10.1,
93,616 93,636 + 93,616
Vu , k = = 58,056 ton
45/70 3,225
Dari hasil analisis struktur diperoleh
Nu,k = 305,1 t
93,616 VD = 2,438 t, VL = 1,111 t dan

VE = 29,683 t, dengan demikian

35/77,5 ⎛ 4 ⎞
Vu , k maks = 1,05⎜ 2,438 + 1,111 + 29,683 ⎟
⎝ K ⎠

= 128,39 ton > Vu,k


Gambar 10.7 GayaGeser Kolom Maka dipakai Vu,k = 58,056 ton

Nu,k = 305,1 ton = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N


⎧ Nu , k ⎫ 1 ⎧ 2991200,4 ⎫ 1
Vc = ⎨1 + ⎬ . f ' c .b.h = ⎨1 + ⎬ . 25.450.637,5
⎩ 14. Ag ⎭ 6 ⎩ 14.450.700 ⎭ 6
= 1,6782 x 239062,5 =401213,03 N ( 1 N = 0,102 kg)
= 40,923 kg = 40,923 ton
1 1
Dipakai sengkang D10, As = Ad = .π .D 2 = .π .12 = 0,785 cm2.
4 4
Menurut persamaan 10.5, maka gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang adalah,
Vu, k 58,056
Vsn = − Vc = − 40,923 = 55,837 ton = 55837 kg
φ 0,60
Dicoba dipakai sengkang 3 kaki, maka jarak sengkang s adalah
As. fy.h 3.0,785.4080.63,75 cm 2 kg
s= = cm = 10,97 cm, dipakai s = 10 cm.
Vsn 55837 kg cm 2
Pakai 1,5 D10-100.

170
Dicoba dipakai sengkang 4 kaki, maka jarak sengkang s adalah
As. fy.h 4.0,785.4080.63,75 cm 2 kg
s= = cm = 14,63 cm, dipakai s = 14 cm.
Vsn 55837 kg cm 2
Pakai 2 D10-140

Kontrol jarak sengkang (untuk sengkang 2 kaki) SK-SNI 1991, pasal 3.14.4.4).(2) :
s ≤ 8 dl = 8 . 2,5 = 20 cm
Dipakai s = 10 cm Æ memenuhi syarat
s ≤ 1 .bc = 1 .45 = 11,25 cm
4 4 Dipakai s = 14 cm Æ memenuhi syarat
s ≤ 10 cm

Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.4).(4), panjang lo yaitu panjang rentang sengkang
dengan jarak s = 10 cm harus dipasang, dengan lo adalah
lo ≥ 1,5 h = 1,5 . 70 = 105 cm
s = 10 cm dipasang sepanjang lo = 105 cm
lo ≥ 1 .hn = 1 .322,5 = 53,75 cm
6 6 diujung bawah dan ujung atas kolom
lo ≥ 45 cm

Diluar daerah tersebut (diantara dua lo) maka menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.4).(1)
jarak sengkang s tidak boleh diambil lebih besar dari,

s < d = 63,75 = 31,875 cm Dalam hal ini misalnya


2 2
dipakai s = 25 cm, D10-250
s < 60 cm

Contoh 2 :
Pada desain kolom sebelumnya adalah desain
93,636
tingkat ke-1, ke-6 dan tingkat teratas akibat
beban gravitasi dan beban gempa kiri. Untuk
93,636 gempa kanan maka hasil desain harus
93,636
dikontrol apakah hasil desain dalam keadaan
aman. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh,
Mn,k act
= 141,85 tm momen nominal aktual Mn, k act = 141,85 tm.

171
Dari analisis struktur diperoleh ME = 76,34 tm, VE= 27,09 ton dan momen kapasitas
kolom Mc, kap
Mc, kap = φ o .Mn, k act = 1,4.141,85 = 198,59 tm

Dengan demikian, berdasarkan persamaan 10.3,


Mc, kap 198,59
Vu , kd = ω.0,7 .V E = 1,3.0,7 .27,09 = 64,13 tm
ME 76,34
Vu, kd 64,13
Vn = = = 106,882 ton
φ 0,60
1 1
Dipakai sengkang D10, As = Ad = .π .D 2 = .π .12 = 0,785 cm2.
4 4
Pakai 4 kaki sehingga,
As. fy.h 4.0,785.4080.63,75
s= = = 7,64 cm Æ dipakai s = 7 cm
Vsn 106882
Pakai 2 D10-70

3 50 /7 75
1,5D10-100
lo=1050
D10-250
lo=1125

4 5 0 /7 00
1,5D10-100
lo=1050

3 50 /7 75
1,5D10-100

1 ,5 D 1 0 -10 0
lo=1050

4 5 0 /7 00
D10-250
lo=1125

2 D 1 0-7 0
2D10-70
lo=1050

Gambar 10.8 Penempatan Sengkang Kolom

172
BAB XI
BEAM COLUMN JOINT

A. PENDAHULUAN
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa prinsip desain yang dianjurkan
pada bangunan gedung adalah strong column weak beam. Prinsip desain tersebut akan
membentuk perilaku goyangan menurut beam sway mechanism. Pada pola goyangan
seperti itu sendi-sendi plastis akan diharapkan terjadi pada ujung-ujung balok
khususnya pada tipe struktur earthquake load dominated. Mekanisme goyangan
seperti itu akan mampu melakukan disipasi energi secara stabil mengingat elemen-
elemen struktur mampu berperilaku daktail. Sebagaimana dibahas sebelumnya,
kebutuhan daktilitas kurvatur (required curvature ductility) masih dapat dipenuhi
secara relatif mudah oleh potongan elemen struktur.
Pada bahasan sebelumnya telah diperoleh bahwa untuk pola goyangan yang
dimaksud diatas, kebutuhan daktilitas kurvatur untuk balok berkisar antara μφ = 15 –
20 untuk bangunan gedung 5 – 25 tingkat. Sementara itu Watson dkk (1992)
melaporkan bahwa hasil laboratorium menunjukkan adanya variasi daktailitas
kurvatur mulai μφ = 8 – 30. Hasil itu adalah hasil uji kolom untuk nilai
Pu ~ 0,1 – 0,50. Sementara itu kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom
f ' c. Ag
tingkat dasar μφ justru lebih kecil daripada balok. Pada contoh bahasan yang sama
kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom tingkat dasar μφ = 10 – 18. Axial load ratio
Pu untuk kolom bawah bangunan bertingkat banyak dapat mencapai 0,3 –
f ' c. Ag
0,50. Hasil penelitian yang lain juga disampaikan oleh Zahn dkk (1986). Hasil
penelitian yang komprehensif kemudian dituangkan dalam bentuk chart atau grafik
sebagaimana yang tampak pada Gambar 11.1. Pada gambar tersebut tampak bahwa

untuk balok (dengan Pu < 0,1) daktilitas kurvatur yang dapat disediakan
f ' c. Ag
cukup besar (μφ > 30).
Apabila elemen balok dan kolom telah menunjukkan perilaku daktail seperti
yang diharapkan, maka perhatian akan beralih pada elemen-elemen yang lain. Elemen
yang dimaksud terutama adalah ”beam column joints” yaitu joint yang merupakan

173
pertemuan antara balok dan kolom. Sebagaimana pada balok dan kolom, maka joint
ini harus mampu berfungsi seperti yang diharapkan.

B. FUNGSI UTAMA BEAM COLUMN JOINTS


Bersama-sama dengan balok dan kolom, beam column joints merupakan
menjadi elemen yang sangat vital bagi kestabilan struktur. Sebagai mana dipakai pada
analisis struktur, joint dibolehkan terjadi rotasi tetapi joint harus tetap utuh, elastik
(tidak rusak), sehingga mampu menghubungkan balok dan kolom dalam hubungan
yang tetap siku. Dengan perkataan lain joint harus dapat berfungsi sebagai jepit elastik
yang sempurna untuk balok maupun kolom (walaupun joint mengalami rotasi).
Dengan demikian joint harus masih tetap mampu menimbulkan pengekangan terhadap
balok dan kolom.

Gempa Kiri Joints sebagai


elemen jepit elastik

c) d)

a) b)
Sendi Plastik Sendi Plastik

Joint rusak
(momen ujung balok = 0)

Joint yang kaku, mampu mengadakan pengekangan terhadap


deformasi lentur balok e)

Gambar 11.1 Gambar Fungsi Joint

174
Gambar11.1.b) adalah pola goyangan portal akibat beban horisontal. Apabila
dibuat detail, maka goyangan tingkat, momen-momen balok dan kolom adalah seperti
yang tampak pada Gambar 11.1.c) untuk beban dari arah kiri dan Gambar 11.1.d)
untuk beban dari arah kanan. Walaupun joint mengalami rotasi, tetapi hubungan
antara balok dengan kolom tetap siku-siku atau joint masih dalam keadaan elastik.
Gambar 11.1.e) adalah apabila telah terjadi kerusakan pada joint. Momen ujung
balok menjadi nol. Redistribusi momen kearah momen positif akan segera terjadi dan
balok seolah-olah menjadi ditumpu oleh sendi-rol. Sendi plastis di momen positif
akan segera terjadi, karena kapasitas momen positif akan terlampaui oleh momen
positif dukungan sendi-rol.
Apabila joint bersifat kaku/elastik/monolit dengan balok dan kolom, maka joint
tersebut mampu mengadakan pengekangan terhadap deformasi lentur yang terjadi
pada balok ataupun kolom. Pada kondisi demikian struktur masih stabil dan proses
disipasi energi pada sendi-sendi plastis dapat berlangsung secara berkelanjutan
(karena joint tidak rusak).

C. PROBLEMA YANG ADA PADA JOINTS


Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada masa-masa lalu perhatian
designer terhadap joint masih memprihatinkan. Hal ini terjadi karena masa-masa yang
lalu belum ada bukti yang meyakinkan adanya keruntuhan struktur akibat beam
column joint failure. Namun demikian setelah gempa-gempa besar, misalnya gempa
Mexico (1985) dan gempa lainnya, keruntuhan struktur akibat joint failures semakin
jelas. Sekarang ini disadari betul fungsi penting joint dan selalu diusahakan agar joint
tidak menjadi weak links pada sistem struktur daktail.
Lebih lanjut Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa problem utama
yang ada pada joint adalah adanya gaya geser (shear force) dan problem lekatan
antara tulangan dengan beton (bond). Oleh karena itu dua problem tersebut perlu
dibahas secara lebih rinci. Bahasan akan dilanjutkan pada pengatasan masalah.

175
D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA PADA JOINT
Sebagaimana diketahui bahwa joint adalah salah satu elemen penting di dalam
sistim struktur. Secara geometris joint merupakan bagian dari kolom maupun balok.
Perilaku yang ideal suatu joint telah dibahas secara jelas sebelumnya. Sesuatu hal
lebih lanjut yang harus diketahui adalah gaya-gaya yang bekerja pada joint. Prinsip-
prinsip mekanika akan dipakai didalam menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada
joint.

N u
in fle c t.
p o in t V col
M +
a) V -
M - M +

b) M -
in fle c t. V +
p o in t V col
V -
M +
c) N u
M - d)
V +

Gambar 11.2 Gaya-gaya Pada Joint

Momen yang tampak pada Gambar 11.2.a) adalah momen balok akibat beban
gempa. Momen-momen seperti itu akan mengakibatkan gaya lintang seperti tampak
pada Gambar 11.2.b). Apabila momen dan gaya lintang digabungkan maka akan
tampak seperti pada Gambar 11.2.c). Secara umum dapat diartikan bahwa arah gaya
lintang adalah arah yang mengakibatkan momen seperti pada pasangannya. Dengan
memakai prinsip seperti itu maka free body diagram gaya-gaya yang bekerja pada
joint dan di infection points adalah yang tampak pada Gambar 11.2.d).
h c
V co l V co l

b c
(T s a + C c i)
T sa C ci
h c z
T sa T si
V b
(T s a + C c i-V c o l)

V co l V co l

N u
a) b ) S F D c) B M D

Gambar 11.3 Gambar SFD dan BMD pada Joint


176
Menurut Gambar 11.3.a),
2(Ts.z ) + Vb .bc = Vcol .hc

2(Ts.z ) + Vb .bc
Vcol =
hc

(Mkap, a + Mkaap, i ) + Vb .bc


Vcol =
hc
Pada SK-SNI 1991 diambil kebijakan,
⎛ lb lb ⎞
0,7⎜⎜ Mkap, a + Mkaap, i ⎟⎟
Vcol = ⎝ lbn lbn ⎠
1 (hca + hcb )
2
Persamaan diatas dipakai dengan mengabaikan pengaruh Vb dan momen balok
adalah momen pada as kolom. Faktor 0,7 adalah faktor reduksi kekuatan atau ø = 0,7
(geser). Sebagaimana dibahas didalam hitungan momen kapasitas bahwa momen
kapasitas yang dihitung adalah momen kapasitas nominal (Mkap,n). Oleh karena itu
required strength yang dihitung dari momen kapasitas selalu dikalikan dengan
strength reduction factor ø, misalnya :
Mu,b = ø. Mn,b
Mu,k = ø. Mn,k
Vu,b = ø. Vn,b
Dalam tingkat kapasitas,
Mkap,u = ø. Mkap,n
Faktor reduksi kekuatan ø = 0,7 oleh karenanya tampak pada Vcol diatas dan akan
selalu tampak pada required strength yang lain pada Mu,k.

177
E. GAYA GESER DAN TEGANGAN GESER JOINT
Melalui keseimbangan gaya-gaya pada joint akan dapat diketahui betapa akan
terdapat gaya geser yang sangat besar. Gaya geser tersebut dapat diketahui melalui
Gambar 11.4 berikut.

Vjv
Retak/crack Vjv Vcol Vjh

Ts Cc
zi Vb Vb
Cc Ts
Retak/crack Vcol Vjh
Vjh=Ts+Cc-Vcol

Diagonal Strut

Gambar 11.4 Gaya Geser pada Joint

Sebagai hasil resultan dari gaya-gaya desak yang ditimbulkan oleh momen balok
dan momen kolom, maka akan terdapat gaya desak diagonal yang terjadi pada joint.
Gaya desak diagonal tersebut dapat mengakibtkan retak/pecahnya joint sebagaimana
tampak pada Gambar 11.4.a). Akibat momen lentur pada balok juga memungkinkan
retaknya balok ditepi muka kolom terutama pada daerah tarik. Karena beban bersifat
bolak-balik, maka retaknya balok ditepi muka kolom dapat terjadi pada kedua sisi
(sisi atas dan sisi bawah balok).
Pada Gambar 11.4.b), adanya gaya geser Vjh dan Vjv semakin terlihat sebagai
suatu konsekuensi dari keseimbangan gaya-gaya pada joint. Adanya gaya geser Vjh
juga terlihat pada SFD yang ditunjukkan oleh Gambar 11.4.c). Dengan cara yang
sama juga dapat diidentifikasi gaya geser Vjv. Dengan memakai keseimbangan gaya-
gaya, maka
V jh = Ts + Cc − Vcol

⎛h ⎞
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh
⎝ hc ⎠
Yangmana hb adalah tinggi balok dan hc adalah tinggi kolom.

178
0,7.Mkap, i
Ts =
zi

0,7.Mkap, a
Cc =
za
Mengapa terdapat koefisien 0,7 ? Karena sebagaimana disampaikan sebelumnya Mkap
adalah momen kapasitas nominal. Vjh dan Vjv pada persamaan di atas adalah gaya-
gaya lintang (gaya geser) yang harus dikendalikan (baik oleh kekuatan geser beton
maupun oleh tulangan geser joint). Menurut SK-SNI 1991, tegangan geser yang
terjadi pada joint harus dikendalikan melalui tegangan geser maksimum τjh,
V jh
τ jh = < 1,5 f ' c
hb .bb
Apabila batas maksimum tegangan tersebut tidak dipenuhi, maka ukuran buhul joint
harus diperbesar.

F. TULANGAN GESER JOINT


Gaya geser horizontal Vjh dan gaya geser vertikal Vjv belum tentu dapat ditahan
secara aman oleh beton didalam joint. Secara teoritik beton mampu menahan
tegangan geser dengan batas tertentu. Apabila masih terdapat kelebihan tegangan
geser, maka kelebihan tegangan tersebut harus ditahan oleh tulangan geser.
Mengingat terdapat 2 arah tegangan geser, maka hal tersebut akan dibahas satu-
persatu.

1. Tulangan Geser Horisontal


Tegangan geser horisontal Vjh akan ditahan secara bersama-sama oleh beton
dan tulangan geser (kalau diperlukan). Kadang-kadang sering terdapat pertanyaan,
bukankah pada arah horisontal tersebut juga ada balok, sehingga dapat menahan
tegangan geser joint? Jawabannya adalah bahwa pada saat balok melentur mencapai
kekuatan kapasitas (Mkap), bagian tegangan tarik balok sudah retak-retak lebar.
Mengingat beban/lenturan balok bersifat bolak-balik maka balok beton ditepi muka
kolom sudah rusak. Kerusakan akan diperbesar oleh terjadinya sendi plastis balok.

179
Sh

Gambar 11.5 Tulangan Geser Horisontal

Kekuatan geser yang dapat dikerahkan oleh beton,


• Vch = 0

Nu , k
Bila < 0,1. f ' c
Ag

2 Nu , k
• Vch = − 0,1. f ' c .bc .hb
3 Ag

Nu , k
Bila > 0,1. f ' c
Ag
Selanjutnya kekuatan geser yang harus ditahan oleh tulangan geser Vsh adalah,
Vsh = V jh − Vch

Apabila sengkang mempunyai tegangan sebesar fysh maka luasan potongan sengkang
yang diperlukan sebesar,
Vsh
Ash =
fy sh
Apabila luasan potongan sengkang yang diperlukan Ash sudah diperoleh, maka
dengan memakai diameter sengkang dsh tertentu jarak sengkang horisontal join sh
dapat ditentukan.

180
2. Tulangan Geser Vertikal
Disamping tulangan geser horisontal, maka secara teoritik pada joint juga
diperlukan tulangan geser vertikal. Sebagaimana diketahui bahwa pada joint sudah
rapat/padat dengan tulangan-tulangan, mulai dari tulangan kolom, tulangan balok
membujur dan tulangan balok melintang. Setelah itu ada tulangan geser horisontal dan
kemudian tulangan geser vertikal. Oleh karena itu pada joint sudah penuh dengan
macam-macam tulangan yang saling menyilang secara 3 dimensi. Apabila tidak
diperhatikan secara khusus hal tersebut (tulangan-tulangan) dapat mengakibatkan
mutu cor beton di joint menjadi kurang baik. Padahal menurut analisis struktur, joint
harus tetap kuat/elastik saat terjadi gempa. Oleh karena itu joint perlu memperoleh
perhatian khusus.

Intermediate
bars

Gambar 11.6 Gambar Tulangan Geser Vertikal Joint

181
Kekuatan geser vertikal yang dapat dikerahkan oleh beton,

• Vcv = 0 Æ untuk ujung kolom dasar

As k' ⎧ Nu , k ⎫
• Vcv = V jh ⎨0,6 + ⎬
As k ⎩ Ag. f ' c ⎭

As k' = luas tulangan desak kolom

As k = luas tulangan tarik kolom


Kekuatan yang harus dikerahkan oleh tulangan geser vertikal,
V sv = V jv − Vcv

Selanjutnya,
Vsv
As v =
fy sv
Tulangan geser vertikal dapat ditahan oleh :
1. Tulangan intermediate bars Æ bila Ask + As’k > Asv
2. Tulangan sengkang vertikal
3. Tulangan khusus

Tahapan desain atau proses perencanaan joint balok kolom (beam column joint)
ini dapat dilihat pada Gambar 11.7 di bawah ini.

182
Mulai

Data : hc bb Ukuran dirubah

Hitung gaya geser horizontal join :


Vjh = C ki + Tka − Vkol
0,7.M kap.ki
C ki = Tki =
Zki
0,7.M kap.ka
C ka = Tka =
Z ka
Hitung Vkolom dan dipilih yang terkecil :
⎛ l l ⎞
0,7⎜⎜ .M kap.ki + .M kap.ka ⎟⎟
Vkolom = ⎝ l ki l ka ⎠
1 (l ka + l ki )
2
⎛ 4 ⎞
Vkolom = 1,05⎜ VDk + VLk + VEk ⎟
⎝ k ⎠

Hitung tegangan vertikal join


hb
Vjv = .Vjh
bc

Vjh Tidak
τ jh = < 1,5 f'c
h c .b b.a

ya
Geser Horizontal Geser Vertikal

Vsh + Vch = Vjh Vsv + Vcv = Vjv


Dengan : ⎛P ⎞ Dengan
Vch = 0 bila ⎜ uk ⎟ < 0,1 f' c
⎜A ⎟ Vcv = 0 untuk ujung kolom dasar
⎝ g⎠
⎛ ⎞
2⎛ P ⎞ ⎛P ⎞ Vcv = Vjh .
A s'k ⎜ 0,6 + Puk ⎟
Vch = .⎜ u.k − 0,1. f 'c ⎟.b b.a .h c bila ⎜ uk ⎟ > 0,1 f' c ⎜ ⎟
3 ⎜⎝ A g ⎟ ⎜A ⎟ A sk ⎝ A . f' c ⎠
⎠ ⎝ g⎠ g

Vsh Vsv
A sh = A sv =
fy fy

A sh A sv
Jmltul = Jml tul =
n.Aφ n. Aφ

Selesai

Gambar 11.7 Flow Chart Penulangan Beam Column Joint

183
Contoh : Akan dihitung tulangan geser joint dengan memakai hasil-hasil desain balok
sebelumnya. Misalnya momen-momen kapasitas Mkap+ dan Mkap- yang
terjadi pada kiri dan kanan joint seperti tampak pada Gambar 11.8. Mutu
bahan yang dipakai f’c = 25 Mpa (255 kg/cm2) dan fy = 400 Mpa (4080
kg/cm2).

MKap+=107,463 tm MKap+=76,7 tm
MKap-=120 tm MKap-=138,7 tm

MKap+=138,7 tm MKap+=133,9 tm
MKap-=79,9 tm MKap-=107,463 tm

lb=8,5 m lb=5,5 m lb=7,5 m


lb'=7,8 m lb'=4,75 m lb'=6,875 m

Gambar 11.8 Momen Kapasitas Balok

Penyelesaian :
1. Menghitung Vcol
a. Kolom dalam (kiri)
⎧ lb lb ⎫ ⎧ 8,5 5,5 ⎫
0,7⎨ i' Mkap, i + a' Mkap, a ⎬ 0,7⎨ 120 + 107,463⎬

V col = ⎩ lbi lba ⎭= ⎩ 7,8 4,75 ⎭ = 44,66 t
1 1
(ha + hb ) (4 + 4)
2 2
⎧ 8,5 5,5 ⎫
0,7⎨ 79,7 + 138,7⎬

V col = ⎩ 7,8 4,75 ⎭ = 43,30 t < 44,66 t
1
(4 + 4)
2

184
b. Kolom dalam (kanan)
⎧ 5,5 7,5 ⎫
0,7⎨ 138,7 + 76,7⎬

V col = ⎩ 4,75 6,875 ⎭ = 42,74 t
1
(4 + 4)
2
⎧ 5,5 7,5 ⎫
0,7⎨ 107,463 + 133,9⎬

V col = ⎩ 4,75 6,875 ⎭ = 47,34 t > 42,74 t
1
(4 + 4)
2
Vjh
Vkol Vjv

C ki T ka
0,70 Mkap.ki Vjh

Z ki Vjv Z ka bj

0,70 Mkap.ka
T ki C ka

Vkol

hc

• Kolom dalam kiri yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari kiri.
• Kolom dalam kanan yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari
kanan.

2. Menghitung Vjh dan Vjv untuk kolom dalam kiri


0,7.Mkap, i
V jh = Ts + Cc − Vcol ; Ts i = Cc i =
zi

⎛h ⎞ 0,7.Mkap, a
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh ; Ts a = Cc a =
⎝ hc ⎠ za

Karena Vcol bertanda negatif maka agar Vjh nilainya terbesar, yang menentukan
hitungan adalah apabila Vcol terkecil. Untuk kolom dalam kiri, maka yang
menentukan hitungan adalah apabila gempa berasal dari kanan (Mkap+i =79,7 tm
dan Mkap-a =138,7 tm).

185
45/70
35/77,5
Mkap+ = 79,7 tm Mkap- = 138,7 tm
h = 68,75 cm h = 68,75 cm
a = 9,26 cm a = 15,25 cm

hc = 63,75 cm
bc = 45 cm

0,7.Mkap, i
Ts = Cc = , z = h − 0,5.a
z
0,7.79,70
Ts i = Cci = = 87,01 t
(0,6875 − 0,5.0,0926)
0,7.138,7
Ts a = Cc a = = 158,84 t
(0,6875 − 0,5.0,1525)
V jh = 87,01 + 158,84 − 43,3 = 202,55 t

Kontrol :
V jh
τ jh = < 1,5 f ' c
hb .bb

202,55.10 3 kg
= 2
= 73,34 kg/cm2
70.40 cm
τ jh maks = 1,5 f ' c = 1,5 25 = 7,5 Mpa = 76,5 kg/cm2

τjh < τjh maks Æ ukuran joint / kolom tidak perlu diperbesar.

35
77,5

Tampak Atas
35 b.ba 45

70

186
3. Menghitung Gaya Geser oleh Beton Vc
Karena joint tetap elastik/tidak rusak maka beton masih utuh sehingga beton dapat

mengerahkan kekuatan gesernya. Pada kolom-kolom tingkat bawah Nu, k


Ag
>0,1.f’c, misalnya dalam hal ini Nu,k = 305,1 t, bc = 45 cm dan hc = 70 cm,
dengan demikian
Nu , k 305100 kg
= 2
= 96,85 kg/cm2 > 0,1.f’c = 25,5 kg/cm2
Ag 45.70 cm
Dengan demikian berlaku,
Nu,k = 305,1 t = 305,1 x 9804 = 2991200,4 N

2 Nu , k 2 2991200,4
Vch = − 0,1. f ' c .bc .hb = − 0,1.25.450.700 = 555446,8 N
3 Ag 3 450.700
= 56655,57 kg = 56,655 t47,2 t (1N = 0,102 kg)

4. Gaya Geser yang Ditahan oleh Sengkang (Vs) dan Jarak Sengkang Horisontal (sh)
Vsh = V jh − Vch = 202,55 − 56,655 = 145,9 t

Jarak sengkang horisontal,


Vsh 145900 kg 2
Ash = = cm = 35,76 cm2
fy sh 4080 kg

Bila dipakai sengkang ø 12 mm, Asd = 1,1309 cm2 dan dipakai 4 kaki, maka
As = 4.1,1309 = 4,52389 cm2
Banyaknya sengkang,
12,5
A 35,76
n = sh = = 7,9 ≈ 8 buah
As 4,52389 8 buah 57,5

77,5 − 12,5 − 7,5 7,5


sh = = 8,2 ≈ 8 cm
8 −1
Intermediate bars

187
5. Sengkang Vertikal
• Gaya geser vertikal, Vjv
⎛h ⎞ ⎛ 77,5 ⎞
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh = ⎜ ⎟202,55 = 224,25 t
⎝ hc ⎠ ⎝ 70 ⎠

• Gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton


As k' ⎧ Nu , k ⎫ ⎧ 305100 ⎫
Vcv = V jh ⎨0,6 + ⎬ = 202,55.1⎨0,6 + ⎬ = 198,46 t
As k ⎩ Ag. f ' c ⎭ ⎩ 45.70.255 ⎭

• Gaya geser yang harus ditahan oleh sengkang vertikal


V sv = V jv − Vcv = 224,25 − 198,46 = 25,785 t

• Luasan tulangan yang diperlukan


Vsv 25785 kg 2
As v = = cm = 6,32 cm2
fy sv 4080 kg
Ada 4D25 tulangan tengah (intermediate bars) As = 4. 4,906 = 19,62 cm2
As = 19,62 cm2 > Asv = 6,32 cm2 Æ OK

Maka tidak diperlukan sengkang vertikal.

188
BAB XII
PONDASI

A. PENDAHULUAN
Struktur bangunan gedung terletak sepenuhnya diatas tanah pendukung
melalui sistem pondasi. Dengan demikian sistem pondasi merupakan bagian yang
sangat penting dari bangunan gedung secara keseluruhan. Secara garis besar,
bangunan gedung terdiri atas dua bagian pokok, yaitu struktur atas (upperstructure /
superstucture) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas adalah bagian
bangunan yang secara langsung menahan beban, baik beban gravitasi maupun beban
angin atau gempa. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan pada pondasi oleh
kolom-kolom dan selanjutnya oleh pondasi beban disalurkan ke dalam tanah
pendukung.
Apabila diperhatikan maka hierarki angka keamanan yang terbesar justru
harus terletak pada tujuan akhir penyaluran beban yaitu tanah pendukung. Angka
keamanan antara 2 – 3 sering dipakai pada daya dukung tanah (Bowles, 1988). Angka
keamanan yang dimaksud adalah rasio antara kuat batas atau maksimum tegangan
bahan (tanah) terhadap tegangan yang diijinkan akibat beban. Angka keamanan yang
relatif tinggi pada tanah dipakai dengan alasan-alasan (Bowles, 1988) :
1. Sulitnya sistem kontrol kondisi / kekuatan tanah setelah bangunan selesai
2. Adanya ketidaktahuan secara 100% terhadap tanah-tanah dibawahnya
3. Ketidaksempurnaan dalam menentukan properti tanah
4. Begitu kompleksnya lapisan tanah (lapisan, properti, kondisi, jenis dll)
5. Ketidakakuratannya model matematik interaksi antara tanah dan fondasi
6. Banyaknya ketidakpastian yang mungkin terjadi
7. Tanah sebagai pendukung akhir beban harus tidak boleh gagal dalam menahan
semua beban.
Setelah tanah maka hierarki kerusakan dibawahnya adalah pondasi. Dengan
demikian pondasi harus mempunyai angka keamanan yang cukup agar dapat
meneruskan beban dengan baik. Angka keamanan untuk pondasi harus lebih besar
dari pada kolom atau pun struktur atas, walaupun lebih kecil dari tanah. Sudah
menjadi kebiasaan didalam desain, bahwa penghematan atau penekanan biaya yang

189
berlebih pada pondasi umumnya tidak dianjurkan. Dengan perkataan lain biaya untuk
pondasi tidak perlu dihemat dan bahkan cenderung diamankan atau sedikit berlebih
demi keamanan.

B. JENIS PONDASI
Pondasi pada umumnya diklasifikasikan menurut jenis dimana beban harus
didukung oleh tanah, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundationi)
Pondasi dangkal adalah sistem pondasi sedemikian rupa sehingga beban masih
dapat ditahan oleh lapisan tanah sehingga kedalamannya (muka/level dasar

fondasi) tidak lebih dari lebar fondasi atau D ≤ 1 . Pada pondasi jenis ini
B
umumnya kondisi tanah cukup baik sehingga dapat mengerahkan daya dukung
yang cukup. Selain hal tersebut, pondasi dangkal umumnya dipakai pada kolom
yang beban vertikalnya tidak terlalu besar, misalnya pada bangunan-bangunan
bertingkat yang tidak terlalu tinggi.
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Pondasi dalam adalah pondasi yang mana bebannya sudah tidak lagi mampu
didukung oleh lapisan atas suatu tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
tanah atau daya dukung tanah yang tidak baik ataupun beban kolom yang
demikian besar. Pengalaman menunjukan bahwa pondasi dalam jauh lebih mahal
dari pada pondasi dangkal. Mahalnya pondasi dalam tidak saja karena nilai
materialnya, tetapi juga waktu pembuatannya maupun teknologi, sistem dan alat-
alat yang dipakai.

P P

γ,ø,c,PI
D

Tanah lunak
D

a).Pondasi D angkal Lapis Tanah keras

b).Pondasi D alam

Gambar 12.1 Jenis Pondasi

190
C. TEKANAN TANAH DIBAWAH PONDASI
Tekanan tanah dibawah pondasi dapat dikenali dengan mengambil asumsi
bahwa kaki pondasi dianggap kaku semuprna, ataupun tidak kaku sempurna. Bentuk
tekanan tanah tersebut berbeda untuk jenis tanah yang berbeda. Bentuk tekanan tanah
dibawah pondasi adalah seperti yang tampak pada Gambar 12.2.

P P

T a n a h N o n -K o h e s if

P P P

T a n a h K o h e s if A sum si

a )In f. R ig id F o o tin g b )N o n In f. R ig id F o o tin g c )P e n y e d e rh a n a a n

Gambar 12.2 Tekanan Tanah dibawah Fondasi

Pada Gambar 12.2.a) tekanan tanah dibawah pondasi tersebut adalah tekanan
tanah untuk jenis tanah non-kohesif (pasir). Sedangkan gambar 12.2.a) bawah adalah
tekanan tanah untuk jenis tanah lempung dan kedua-duanya adalah untuk footing yang
dianggap kaku sempurna (infinitely rigid). Sedangkan Gambar 12.2.b) adalah bentuk
tekanan tanah apabila footing tidak kaku sempurna.
Terhadap struktur pondasi bentuk-bentuk tekanan tanah tersebut akan
menyulitkan didalam analisis struktur. Oleh karana itu sangat lazim bentuk tekanan
tanah tersebut disederhanakan menjadi Gambar 12.2.c).

191
M M
P P

T e k . T a n a h a k ib a t P T e k . T a n a h a k ib a t M T ek. T anah

Gambar 12.3 Tekanan Tanah Akibat P dan M

Pada Gambar 12.3.a) adalah tekanan tanah akibat beban gravitasi, sedangkan
Gambar 12.3.b) adalah tekanan tanah akibat momen guling M. Kombinasi antara
beban P dan M akan mengakibatkan tekanan tanah total seperti tampak pada Gambar
12.3.c). dalam hal ini dipakai anggapan bahwa tekanan tanah yang sifatnya desak
maka tekanan tanah tersebut bertanda positif dan bertanda negatif untuk kondisi
sebaliknya. Material tanah dapat menahan tegangan desak, tetapi sebaliknya tidak
mampu menahan tegangan tarik. Apabila terdapat tegangan tarik berarti pondasi atau
salah satu kaki pondasi akan terangkat (uplift). Kondisi seperti ini pada umumnya
tidak diperbolehkan.
ex

b d b d b d
ex
B/6 ey p
B B B/6 B
Teras
ex L/6 L/6

a c a c a c
L L L

a)Eksentris 1 arah a)Eksentris 2 arah a)Eksentris diluar teras

Gambar 12.4 Tekanan Tanah dibawah Fondasi

192
Pada Gambar 12.4.a) beban P hanya mempunyai eksentrisitas ex. Apabila
beban masih ada didalam teras potongan maka tidak ada tegangan tarik pada seluruh
ruasan pondasi. Pada kondisi tersebut, maka :

P (P.e x ) 2
L
σa = σb = −
A Iy

P (P.e x ) 2
L
σc =σd = +
A Iy

Dengan A = L.B adalah luas pondasi, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu y atau

Iy = 1 . B . L3.
12
Pada Gambar 12.4.b) beban P mempunyai eksentrisitas ex dan ey tetapi masih
ada didalam teras. Pada kondisi tersebut seluruh pondasi masih dalam keadaan desak.
Tegangan yang terjadi pada ujung-ujung pondasi adalah,

P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σa = − −
A Iy Ix

P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σb = − +
A Iy Ix

P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σc = + −
A Iy Ix

P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σd = + +
A Iy Ix

Berdasarkan rumus-rumus diatas, maka tegangan tanah diujung pondasi a atau


σa akan menjadi tegangan terkecil dan tegangan tanah di ujung pondasi d atau σb akan
menjadi tegangan terbesar. Pada Gambar 12.4.c) beban P sudah berada diluar teras,
maka sebagian tanah akan mengalami tegangan tarik.

D. EFEK TEKAN TANAH TERHADAP PONDASI


Beban gravitasi kolom P umumnya didistribusikan secara merata pada seluruh
luasan pondasi bila letak kolom berada ditengah pondasi secara simetri. Pada kondisi
tersebut reaksi tekanan tanah secara vertikal akan menekan kaki pondasi ke atas.
Reaksi vertikal tekanan tanah yang merata tersebut akan mempunyai efek kepada

193
pondasi yaitu efek lentur dan efek geser. Peristiwa seperti ini sebenarnya mirip pada
plat kantilever dua sisi akibat beban gravitasi pada struktur atas.

P P
efek geser

M+

efek & tul lentur M- M-

quit
Tegangan tanah yang diijinkan qa = , umumnya SF = 2-3
sF
• Tegangan tanah ultimit qult berdasar data lab.
Qult = CNcSc + q Nq + 0,5 ∂ N∂.S∂ (Terzaghi) perlu properti tanah dari uji lab

∂ , φ, C, Nc, Nq, N∂ dari tabel


• Tegangan tanah ultimit dari uji lapangan (SPT, CPT)
Qult = KN- (SPT, cohessimless soil), N = No of blows count / 1 ft
qc
Qa ~ (CPT, clay soils)
30 − 50

194
Contoh : Pondasi setempat (kolom paling kiri)
Dari analisis struktur diperoleh PD = 1399 kN, PL = 469,2 kN, kemudian MD
= 34,34 kNm, ML = 15,65 kNm. Setelah diadakan penyelidikan tanah
misalnya tegangan ijin τi = 2,5 kg/cm2 dapat dipakai pada kedalaman
3,75 m. Momen akibat beban gempa ME = 643,25 kNm.

0,00 P

1,5 m
-1,5 qt M1 M2
-2,25
0,75 m P1 P2
1,5 m Tidak ada gempa Ada gempa
2
-3,75 1
Beton Siklop Perbaikan tanah
4,5 m
0,75 m 3m 0,75 m

0,75 m

2m

0,75 m

Tegangan beton 41,3


+
siklop
-
+ 2,25

39,05 + 43,55

Tegangan tanah + 15,73

- + 0,571

14,63 + 16,3

195
Saat tidak ada gempa
Pada saat itu beban hanya beban gravitasi,maka
P1 = 1 PD + 1 PL
= 1399 + 469,2 = 1868,2 kN
= 190,55 ton
M1 = 1 MD + 1 M L
= 34,34 + 15,65 = 49,99 kN
= 5,098 tm
• Akibat berat tanah
Qt = 1,5 . 1,8 = 2,7 t/m2
• Akibat berat footplate ( ± 0,75 m)
Qs = 0,75 . 2,4 = 1,8 t/m2
• Akibat berat sikloop
Qb = 1,5 . 2,2 = 3,3 t/m2
• Ukuran dasar beton sikloop diperkirakan 4,5 x 3,5 m dengan tebal sikloop 1,5 m
• Tegangan ijin tanah netto
τt = 25 – 2,7 – 1,8 – 3,3 = 17,2 t/m2
• Tegangan tanah yang terjadi
1
5,098. .4,5
P M 1 y 190,55 2
τt1 = + = +
A Ix 4,5.3,5 1
.3,5.4,5 3
12
= 12,098 + 0,431 = 12,529 t/m2
Tegangan tanah yang terjadi didasar sikloop τt1= 12,529 t/m2 < τt = 17,2 t/m2
berarti ukuran fondasi tersebut dapat dipakai.
τt2 = 12,098 – 0,431 = 11,667 t/m2 > 0 Î OK
Dengan ukuran dasar sikloop 4,5 x 3,5 m dan tebal sikloop 1,5 m, maka dengan
prinsip penyebaran beban 2 : 1 maka ukuran plat fondasi
l = 4,5 – 2 . 0,75 = 3 m, b = 3,5 – 2. 0,75 = 2 m Î plat fondasi 3 x 2 m.
Tegangan dimuka beton sikloop
1
P M 1 2 l 190,55 5,098.1,5
τb1 = + = + = 31,758 + 1,699 = 33,457 t/m2
A Ix 3 .2 1 .2 .3 3
12
τb2 = 31,758 – 1,699 = 30,059 t/m2

196
1. Kalau ada gempa
Hasil dari analisis struktur didepan diperoleh
P2 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 108,20 + 1961,6 = 2069,8 KN
P2 = 211,12 t
M2 = 1,05 (MD + ML + ME)
= 1,05 (34,34 + 15,65 + 643,25) = 727,90 KNm = 74,25 tm
211,12t 74,25.2,25
τt1 = + = 13,40 + 6,28 = 19,68 t/m2 < (2 s.d 3) . 17,2 t/m2
4,5.3,5 26,579
τt2 = 13,4 – 6,28 = 7,12 t/m2 > 0
Akibat gempa tegangan tanah tidak dilampaui ~ OK
Tegangan dibawah pondasi
211,12 74,25.1,5
τb1 = + 3
= 35,18 + 24,75 = 59,93 t/m2 ~ 60 t/m2
3 .2 1 / 12.2.3
τb2 = 435,18 – 24,75 = 10,43 t/m2 > 0
0,6

M2

P2
1,2 1,2

+ 35,18

-
+ 24,75

10,43 40,17 60,0

Apabila diambil rata-rata, maka tegangan/ tekanan keatas terhadap plat fondasi
⎛ 60 + 40,17 ⎞ 2
τa = ⎜ ⎟ = 50 t/m
⎝ 2 ⎠
untuk tiap m’ fondasi (tegak lurus gambar)
Vu = 1,2 . 50 = 70 ton
Mu = ½ . 50. 1,22 = 36 ton

197
Vu 70
Vn = = = 116,67 t
φ 0,6
Mu 36
Mn = = = 45 ton
φ 0,8

2. Tebal plat pondasi dan kontrol geser akibat service load


Desain didepan baru terbatas pada desain ukuran denah pondasi dan kontrol
tegangan-tegangan yang terjadi. Desain berikutnya adalah estimasi tebal pondasi dan
kontrol tegangan-tegangan geser yang terjadi pada plat pondasi.

1 ,2
hp

0 ,5 0 ,4 Vu
sb = 7 cm 4 1 ,3 2 t/m 2
0 ,8 3 2 5

hc+hp
bc+hp 4 5 /6 0 2
hc
3 m

Diperkirakan tebal plat dalam 0,50 m, dan sisi luar 0,40 Î rata-rata 0,45 m
d = 7 + 1,25 = 8,25 cm = 0,0825 m
hp = 0,45 – 0,0825 = 0,3675 m
lebar beban one way action
u = 1,2 – h = 1,2 – 0,3675 = 0,8325 m
⎛ t ⎞
Vu1 = ⎜ 31,758 2 ⎟ . 0,8325 . 2 = 52,877 ton
⎝ m ⎠
Vu 52,877
Vn1 = = = 88,128 ton
ϕ 0,6
Tegangan geser
Vn1 88,128
τ1 = = = 119,902 t/m2 = 11,990 kg/cm2
0,3675.2 0,735

198
τmaks = 2 f ' c = 2 25 = 10 Mpa = 102 kg/cm2

τ1 < τmaks Î geser one way Î aman !


Geser two ways action
S1= hc + hp = 0,60 + 0,3675 = 0,9675 m
S2 = bc + hp = 0,45 + 0,3675 = 0,8175 m
a = S1 . S2 = 0,9675 . 0,8175 = 0,791 m2
K = 2 (0,9675 + 0,8175) = 3,57 m’
hp = 0,3675 m
Vu2 = ( 3.2 – a ) . 31,758 = ( 6 – 0,791 ). 31,758 = 165,427 ton
Vu 2 165,427
Vn2 = = = 275,712 ton
ϕ 0,6
Vn 2 275,712
τ2 = = = 210,150 t/m2 = 21,015 kg/cm2
k .hp 3,57.0,3675

⎧ A⎫ ⎧ 4 ⎫ 2
τmaks,1 = ⎨2 + ⎬ f ' c = ⎨2 + ⎬ 25 = 25 Mpa = 255 kg/cm
⎩ β c ⎭ ⎩ 0, 6 / 0, 45 ⎭

⎧αs.hp ⎫ ⎧ 30.0,3675 ⎫
τmaks,2 = ⎨ + 2⎬ f ' c = ⎨ + 2⎬ 25 = 25,44 Mpa = 259,5 kg/cm2
⎩ K ⎭ ⎩ 3,57 ⎭

τmaks,3 =4 f ' c = 4 25 = 20 Mpa = 204 kg/cm2

τ2 = 21,015 kg/cm2 < 204 kg/cm2 Î geser two ways Î Aman


~ plat fondasi mempunyai ketebalan yang cukup aman terhadap bahaya geser.

3. Desain tulangan lentur plat


Sesuai dengan hitungan sebelumnya, untuk tiap m’ (100 cm) plat fondasi
momen lentur nominal Mn = 45 tm. Tebal efektif plat pondasi h = 36,75 cm.

c a Cc
36,75 M

Ts
8,25

Desain plat tulangan sebelah


Mn = Cc ( h – a/2 )
45.105 = 0,85 . f’c. a.100 (36,75 – a/2 )

199
= 0,85 . 255 . a. 100 (36,75 – a/2)
= 21675a (36,75 – a/2)
10837,5a2 - 796556,25a + 45.105 = 0
a2 – 73,5a + 415,225 = 0

73,5 − 73,52 − 4.1.415,225


a =
2
a = 6,1667 cm
Cc = Ts = 0,85 . 225 . 6,1667. 100 = 133663,45 kg
Ts 133663,45
As = = = 32,76 cm2 dipakai tul.D25, Asd = 4,906 cm2
fy 4080

100.Asd 100.4,906 cm 2
s= = cm = 13 cm
As 32,76 cm 2
100.4,906
dipakai s = 12,5 cm Î As = 39,248 cm2 > 32,76 cm2
12,5

Pondasi Menerus

Ada kemungkinan pemakaian jenis-jenis pondasi yang dapat dipakai. Hal ini
akan banyak bergantung pada daya dukung tanah yang tersedia. Pada contoh
sebelumnya dipakai pondasi setempat (individual footing) dengan perbaikan tanah
yaitu dengan memakai beton sikloop. Pada contoh berikut misalnya dipakai pondasi
menerus (continous footing). Sebelum sampai pada proses desain, maka akan dibahas
terlebih dahulu tentang analisis strukturnya.
Pada contoh sebelumnya, pengaruh momen kolom pada tegangan tanah
ternyata relatif kecil, terutama pada beban gravitasi. Pengaruh momen kolom dapat
berakibat langsung pada tegangan tanah. Pada pondasi menerus, pengaruh momen
kolom terhadap tegangan tanah menjadi lebih kompleks. Akan dilihat terlebih dahulu
pada kombinasi pembebanan mana yang lebih menentukan.
a. Gaya Aksial Kolom Tingkat Dasar Akibat Beban Gravitasi
Berdasarkan analisis struktur maka, gaya-gaya aksial kolom tingkat dasar
adalalah,
Nu1= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1399 + 1,6 . 469,2 = 2429,5 kN = 247 t

200
Nu2= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1993 + 1,6 . 739,9 = 3575,4 kN = 364,7 t (kolom
dalam kiri)
Nu3= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1866,4 + 1,6 . 682,2 = 3331,2 kN = 339,8 t (kolom
dalam kanan)
Nu4= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1274,6 + 1,6 . 412,5 = 2189,6 kN = 2234 t (kolom
kanan)
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 1175,7 t
b. Gaya Aksial Kolom Akibat Kombinasi Beban Gravitasi dan Gempa
Berdasarkan analisis struktur, maka akan diperoleh
Nu1 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 2069,8 kN = 211,2 t
Nu2 = 0,9 . 0,7 (126,74) + 1,05 (1993 + 739,9) = 2949,4 kN = 300,8 t
Nu3 = 0,9 . 0,7 (-100,5) + 1,05 (1866,4 + 682,2) = 2612,7 kN = 266,5 t
Nu4 = 0,9 . 0,7 (-200,5) + 1,05 (1274,6 + 412,5) = 1645,2 kN = 167,8 t
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 946,3 t < 1175,7 t

Dengan hasil tersebut maka gaya aksial akibat gravitasi lebih besar daripada gaya
aksial akibat beban kombinasi. Oleh karena itu desain pondasi akan ditentukan
oleh beban gravitasi saja, apalagi pengaruh beban gempa.

1,25 8,5 5,5 7,5 1,25

25,5

1,5

201
M

1,5 m

0,75 1,5 0,75


3

1. Tegangan tanah dibawah sikloop,


Luas dasar sikloop, A = 3 . 25,5 = 76,5 m2
Tegangan tanah τt = 17,2 t/m2
Ntotal 1175,7
τt = = = 15,37 t/m2 < 17,2 t/m2
A 76,5

2. Tegangan dibawah footing τb


Ntotal 1175,7
τb = = = 32,65 t/m2
A 1,5.24

τb = 32,65 t/m2 <10 MPa = 102 t/m2


3. Beban terbagi rata balok
Untuk selebar plat 1,5 m, maka beban terbagi rata balok,
qb = τb . L = 32,65 . 1,5 = ~ 50 t/m
4. Model-model analisis
Terdapat bermacam-macam model analisis balok pondasi yang dapat dipakai.
Masing-masing model analisis didasarkan atas asumsi-asumsi dan kelebihan serta
kekurangannya masing-masing.

202
Model 1
q=50 t/m

A B C D
8,5 5,5 7,5 1,25

Model 2
q=50 t/m

A B C D

Model 3
q=50 t/m

A B C D

Pada model 1, asumsinya semua dukungan dianggap sendi/rol dengan


mengabaikan peran kolom. Pada model ini momen negatif di A da D menjadi sangat
kecil dan sebaliknya momen positif bentang A-B dan C-D menjadi relatif besar.
Dalam hal ini momen negatif di A dan D akan underestimate/kekecilan dan momen
positifnya cukup aman. Proses analisis menjadi paling mudah.
Pada model 2, asumsinya peran kolom tetap diabaikan dan dukungan A dan D
dianggap jepit-jepit, dukungan yang lain dianggap rol. Yang terjadi adalah bahwa
momen negatif di A dan D akan overestimate/kebesaran. Akibatnya momen positif
bentang A-b dan C-D menjadi underestimate/kekecilan. Proses analisis hampir sama
dengan pada model 1 diatas.
Model analisis yang ketiga adalah model yang paling rasional, walaupun
kolom yang diperhitungkan hanya 1-tingkat. Pada model analisis ini peran kolom
tetap diperhitungkan (walaupun hanya 1-tingkat). Momen negatif dan positif yang
terjadi akan sesuai dengan fakta, walaupun model strukturnya juga belum sempurna.
Proses analisis lebih panjang. Oleh karena itu bagi perencana harus dapat
menempatkan pilihan serasional mungkin, walaupun untuk itu diperlukan proses
analisis struktur yang lebih panjang. Pada contoh ini dipakai 2-pendekatan yang
ektrim yaitu model 1 dan model 3. Untuk model ke-2 dapat dihitung dengan cara yang
senada.

203
q=50 t/m

1,25 8,5 5,5 7,5 1,25


210,7
182,5 152,5
62,5
+ + +
- - -
-62,5 122,4 155,1
-242,25

189,1 Mmaks 39,5


39,5 Mmaks

209 351,6
451,6 292,5

⎛ 39.4,85 + 242,25.3,65 ⎞
Mmaks 1 = 212,5.3,65 − 1 .50.3,65 2 − ⎜ ⎟ = +316,3 tm
2 ⎝ 8,5 ⎠

⎛ 39.4,398 + 209.3,102 ⎞
Mmaks 2 = 187,5.3,102 − 1 .50.3,102 2 − ⎜ ⎟ = +231,7 tm
2 ⎝ 7,5 ⎠

q = 5 0 t/m

A B C D
4

1 ,2 5 8 ,5 5 ,5 7 ,5 1 ,2 5

2 0 3 ,9
1 9 2 ,5 1 4 8 ,8
6 2 ,5
+ + +

6 2 ,5
- - -
3 ,8 5 3 ,4 3
1 2 6 ,2 1 7 1 ,1
2 3 2 ,5

-9 3 -7 0 - 5 0 ,9 + 5 6 ,6
+ 3 9 ,5
1 3 2 ,5 2 3 0 ,4 - 1 6 8 ,8 - 9 6 ,1
- 3 0 0 ,4 2 1 9 ,2

4 6 ,5 209
-3 5

204
⎛ 132,5.4,65 + 300,4.3,85 ⎞
Mmaks 1 = 212,5.3,85 − 1 .50.3,85 2 − ⎜ ⎟ = +295,4 tm
2 ⎝ 8,5 ⎠

⎛ 219,2.3,43 + 96,1.4,07 ⎞
Mmaks 2 = 187,5.3,43 − 1 .50.3,43 2 − ⎜ ⎟ = +196,6 tm
2 ⎝ 7,5 ⎠

Berdasarkan hasil analisis struktur tersebut dapat diperoleh bahwa momen


negatif dititik A pada model 1, MA = 39,5 tm, sedangkan pada model 2 MA = 132,5
tm. Benar yang dikatakan sebelumnya MA model 1 akan underestimate. Sebaliknya
momen positif bentang A-B untuk model ke-1, M+ = 316,3 tm, sedangkan model ke-2,
M+ =295,4 tm.

x2=0,3 x1=0,35

a'
2,5 a
Mf ' M=300,4
f
Mf

451,5

4. f .x1 .( L − .x1 ) 4.4,51,5.0,35(8,5 − 0,35)


a= = = 71,3 tm
l2 8,5 2
4. f .x1 .( L − .x1 ) 4.4,51,5.0,3(8,5 − 0,3)
a’ = = = 61,49 tm
l2 8,5 2
0,35
b= (300,4 − 132,5) = 6,91 tm
8,5
0,3
b’ = (300,4 − 132,5) = 5,92 tm
8,5
Mf = 300,4 - 71,3 – 6,91 = 222,2 tm
Mf’ = 132,5 – 61,49 + 5,92 = 76,93 tm

205
M 300,4
= = 1,35 tm ≈ ω
Mf 222,2
M ' 132,5
= = 1,72 tm > ω = 1,3
Mf 76,93

Desain momen ultimit balok pondasi Mu dapat dipakai.


Momen pada as kolom sudah 1,35 x momen tepi kolom.

Edited by R.M 123

206

Anda mungkin juga menyukai