i
BAB VI MOMEN KAPASITAS BALOK ………………………..……... 53
A. Teori Momen Kapasitas ……….…………………………...... 53
B. Overstrength Factor, Ø0 …………..…..................................... 54
C. Momen Kapasitas Pada Momen Negatif …………………...... 56
D. Momen Kapasitas Pada Momen Positif …………………….. 59
E. Contoh Perhitungan Momen Kapasitas ….....……………….. 59
ii
BAB X TULANGAN GESER KOLOM ……..……….…......…..…..... 163
A. Pengertian ……………. ………………………………….... 163
B. Gaya Geser Ultimit Kolom (Vu,k) …..….……..................... 166
C. Desain Tulangan Geser Kolom ……….................................. 167
iii
BAB I
PERENCANAAN STRUKTUR MENURUT
TINGKAT-TINGKAT DAKTILITAS
1
3. Apabila struktur termasuk “gravity load dominated” maka momen akibat beban
gravitasi lebih dominan dari pada momen akibat beban horisontal.
4. Apabila gempa arahnya dari kiri, maka elemen-elemen sebelah kanan lah yang akan
mengalami respon (momen, gaya-lintang) yang lebih besar.
5. Apabila arah gempa dari kiri, maka momen maksimum positif balok akan bergeser ke
kiri.
S
Daktailitas μΔ = Δu/Δy
respon sesungguhnya
(daktail)
So
Si
ideal response
0.8 Si
0.75 S brittle response
Δ Δ
Δ
Gambar 1.3 Grafik Hubungan Beban Horisontal Terhadap Simpangan
2
Diagram melengkung :
1. Leleh baja tarik belum tentu bersamaan dengan leleh baja desak.
2. Leleh balok-balok belum tentu bersamaan
3. Adanya retak-retak yang memperkecil stiffness.
Δ u1
μ Δ1 =
Δ y1
Δu2
U y1 > U y 2 μ Δ2 = > μ Δ1
Δ y2
Δ Δ Δ Δ
Δ
Gambar 1.4. Grafik Daktilitas Simpangan
3
Baik daktilitas lengkung maupun daktilitas simpangan akan menjadi parameter yang
penting pada desain bangunan tahan gempa. Daktilitas kurvatur akan berkaitan dengan
kedaktailan potongan elemen terhadap beban lentur, sedangkan daktilitas simpangan
akan berhubungan dengan kemampuan ”struktur secara keseluruhan” untuk
berdeformasi secara inelastik akibat beban horisontal/gempa.
4
Umumnya telah disepakati tingkatan-tingkatan daktilitas yang dikategorikan
dalam :
1. Perencanaan Elastik
2. Perencanaan dengan Daktilitas Terbatas (Limited Ductility)
3. Perencanaan dengan Daktilitas Penuh (Fully Ductile Structure)
Untuk dapat memahami level-level desain menurut tingkat daktilitas yang
diinginkan maka akan lebih baik apabila dipahami terlebih dahulu jenis-jenis daktilitas
berikut cara-cara memperolehnya serta makna daktilitas dilihat dari beberapa aspek.
1. Jenis/Macam Daktilitas
Barangkali telah disebut sebelumnya bahwa secara umum terdapat 2 macam
daktilitas yang perlu diketahui. Daktilitas-daktilitas itu adalah daktilitas lengkung
(Curvature Ductility) dan daktilitas simpangan (displacement ductility). Pada bahasan
sebelumnya telah disajikan tentang ciri-ciri elemen beton bertulang yang dapat bersifat
daktail. Hal ini terjadi karena daktilitas lengkung akan dipengaruhi oleh properti elemen
(ukuran, jumlah dan distribusi baja tulangan), kualitas bahan (tegangan desak f’c,
tegangan leleh baja fy, dan regangan desak beton εc), dan properti-properti yang lain yaitu
besaran-besaran yang ada pada balok tegangan desak beton (misalnya nilai-nilai β1 dan
k2). Sementara itu daktilitas simpangan akan dipengaruhi oleh properti struktur secara
global dan model pembebanan yang ada.
Daktilitas simpangan μΔ masih dapat dirinci lagi menjadi :
• Single displacement ductility factor (SDDF)
• Cyclic displacement ductility factor (CDDF)
• Accumulatives displacement ductility factor (ADDF)
SDDF diperoleh melalui pembebanan statik akumulatif atau push over analysis.
Sedangkan CDDF dan ADDF diperoleh melalui pembebanan siklik.
Curvature Ductility, μФ = φu
φy
Ductility
Single Displ. Ductility
Displacement Ductility Cyclic Displ. Ductility
Accum.Displ. Ductility
(SDDF = μΔ = Δu )
Δy
5
Δ
S H
Push over P P Δd
a) b) c)
Δa
Analysis Model histeretik loop
Si asli (real)
0.8 Si
Δc
δ δ
Δy Δu Δy
Δy Δu
Δ
real
Δb
Δu Δ+m + Δ−m − Δ y Δa + Δb + Δc + Δd
SDDF = CDDF = ADDF = +1
Δy Δy Δy
7
CDDF dan ADDF yang hanya berorientasi pada elemen struktur. Oleh karena itu sebelum
ada metode baru yang dapat memanfaatkan prinsip CDDF dan ADDF pada struktur secara
utuh, maka konsep SDDF yang berasal dari push over analysis masih dapat dipakai.
• Respon Elastik
Antara linier dan elastik kadang-kadang membuat bingung mahasiswa. Linier
bermakna hubungan lurus, berbangun garis lurus. Sedangkan elastik bermakna kembali ke
jalur/path semula apabila beban dihilangkan. Tentu saja hal ini berhubungan dengan
struktur yang dibebani. Antara linier dan elastik dapat digabungkan yaitu linier-elastik.
Apabila struktur mempunyai respon linier elastik berarti apabila beban bertambah besar
maka simpangan juga membesar. Rasio antara beban dan simpangan umumnya disebut
kekakuan (stiffness). Oleh karena itu struktur berperilaku linier apabila kekakuannya tetap.
P P
a) b)
K
y
y y
H
eβ M
1
T= (tahun) ....................... a)
α1
• Respon Daktail
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa apabila bangunan yang sangat
penting/monumental dikehendaki bertahan dalam kurun waktu yang lama, maka biaya
pembangunannya menjadi sangat mahal. Hal ini terjadi karena pada beban gempa yang
sangat besar struktur masih dikehendaki bersifat elastik. Beban gempa menjadi besar
karena dalam kurun waktu yang lama hanya dikehendaki 1 kali gempa yang
mengakibatkan respon struktur masih elastik maksimum dekat atau terjadi plastis/leleh
awal. Hal itu berarti beban gempa yang bersangkutan mempunyai periode ulang T yang
sangat lama. Secara matematis dapat dimengerti melalui pers. a) dan b).
Namun demikian tidak semua bangunan dikehendaki mempunyai kondisi seperti
di atas. Bangunan biasa umumnya mempunyai umur efektif 50-100 tahun. Hal itu berarti
bahwa bangunan biasa mempunyai/direncanakan dengan umur efektif yang jauh lebih
singkat dari pada bangunan monumental. Dengan memakai analogi yang sama dengan
sebelumnya maka beban gempa rencana untuk bangunan biasa akan jauh lebih kecil dari
pada gempa rencana bangunan monumental.
Apabila rencana untuk bangunan biasa relatif kecil, maka kekuatan yang harus
disediakan juga relatif kecil. Dengan demikian biaya pembangunannya akan lebih murah.
Namun demikian bangunan seperti itu akan mempunyai resiko apabila gempa yang terjadi
lebih besar dari pada gempa rencana. Apabila demikian maka leleh pada elemen-elemen
struktur tidak dapat dihindari.
10
• Struktur Daktail Penuh
Sebelum membahas lebih lanjut struktur daktail, ada baiknya disajikan apa yang
umumnya disebut philosophy of design yang akan disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini.
Agar performance criteria tersebut diatas dapat dicapai (khususnya untuk struktur
daktail) maka bangunan yang direncanakan harus memenuhi kriteria :
1. Konfigurasi Bangunan Harus Baik
a. Denah sederhana, sedapat-dapatnya simetri dalam 2-arah dan bangunan tidak
terlalu panjang.
b. Tampang melintang bangunan berbangun/dekat dengan simetri, rasio antara tinggi
bangunan terhadap lebarnya tidak terlalu besar.
c. Kekakuan struktur utama cukup seragam pada seluruh tingkat yang ada, dan tidak
ada soft story.
d. Massa tingkat cukup seragam baik distribusinya terhadap arah horisontal dan
vertikal.
e. Struktur utama terdistribusi secara merata (misalnya jarak portal dibuat
sama/seragam). Portal adalah struktur utama yang cukup baik.
Dengan adanya konfigurasi bangunan yang baik maka perilaku struktur akibat
gempa dapat diprediksi/diketahui secara baik. Pada bangunan yang konfigurasinya
tidak baik, perilaku bangunan akibat gempa kurang dapat diketahui/diprediksi/dimodel
dalam analisis secara baik.
2. Bangunan didesain dengan prinsip yang jelas, misalnya didesain dengan prinsip
Capacity Design. Di dalam prinsip tersebut prinsip strong column weak beam
11
umumnya dipakai yang mana proses disipasi energi akan/diharapkan dapat
berlangsung secara baik.
3. Sebagai implementasi dari butir-butir di atas, bagian elemen struktur yang
sengaja/diarahkan untuk terjadi sendi plastik harus didetail secara baik (transversal
reinforcement). Detailing yang baik juga dilakukan ditempat yang sengaja tidak boleh
rusak khususnya pada joints.
4. Bangunan harus didesain dengan kekuatan (strength) yang cukup. Hal ini untuk
menghindari adanya kerusakan secara prematur. Kode yang selalu direview/diperbaiki
secara periodik (umumnya setiap ± 10 tahun) akan memungkinkan desain beban yang
lebih proporsional.
5. Spesifikasi, Mutu Bahan dan Pelaksanaan
Agar proses disipasi energi pada sendi-sendi plastik dapat berlangsung secara stabil,
maka potongan elemen harus mempunyai daktilitas kurvatur yang baik. Potongan
yang demikian telah dibahas sebelumnya yang terkait pada spesifikasi (persyaratan ρ’/
ρ misalnya) dan mutu bahan. Sesuatu hal yang tidak kalah penting adalah mutu
pelaksanaan saat bangunan dibangun.
Apabila hal-hal tersebut diatas dapat dipenuhi maka struktur daktail saat terjadinya gempa
akan dapat diwujudkan.
12
→ Bila daktilitas μΔ = 6 = Δu , maka Δu = 6 . Δy = 6 . 2 = 12 cm (Δy = y)
Δy
→ Simpangan ultimit Δu =12 cm
Apabila syarat-syarat untuk terjadinya struktur daktail kurang dapat diyakini maka
struktur dapat didesain dengan “daktilitas terbatas”. Selengkapnya, daktilitas terbatas akan
dipakai apabila :
1. Konfigurasi Bangunan Kurang Baik & Bangunan Tinggi
Denah bangunan agar ruwet/tidak teratur/tidak regular
Adanya banyak struktur dinding yang kurang memungkinkan struktur bersifat
daktail penuh
a) b)
e)
c)
d)
Kekuatan bangunan
Sebagai Cenderung
kompensasi dari lebih mahal harus lebih besar
14
Perbandingan Secara Kualitatif/Kuantitatif antara Daktilitas Penuh dan Daktilitas
Terbatas (Park dkk, 1986, 1988) akan dijabarkan pada Tabel 1.2. berikut ini.
15
BAB II
CAPACITY DESIGN PHILOSOPHY
16
Apabila demikian maka akibat beban siklis luasan hysteretic loops menjadi
besar. Luasan histeretik loop menunjukkan kapasitas elemen dalam melakukan
disipasi energi. Oleh karena itu elemen yang daktail mampu melakukan disipasi
energi secara baik/berkelanjutan. Analogi dan perilaku inelastik elemen daktail pada
prinsip capacity design adalah seperti tampak pada gambar. Elemen dimana sendi
plastik berada, sengaja diperlemah, tetapi didesain secara baik agar bersifat daktail.
Karena elemen-elemen yang lain sengaja diperkuat, maka akibat beban siklis, sendi
plastis daktail akan terisolasi pada bagian yang lemah.
Elemen lokasi sendi
plastis
hysteretic
loops
δ δ
Secara lebih konkrit, struktur daktail akan terjadi pada struktur dengan prinsip
desain ”strong column weak beam” sedangkan prinsip ”strong beam weak column”
akan menghasilkan perilaku struktur yang brittle/getas. Analisis secara kuantitatif atas
dua prinsip desain tersebut akan dibahas secara rinci pada bahasan ”Daktilitas Portal
Terbuka Beton Bertulang Bertingkat Banyak pada Dua Mekanisme Keruntuhan yang
Berbeda”.
17
Sendi Plastis
18
B. DOMINASI BEBAN
Bidang momen (BMD) seperti dibahas di atas adalah kombinasi antara momen
akibat beban mati (DL + LL) dan momen akibat beban gempa. Rasio momen MD+L
dan momen akibat gempa ME akan mempengaruhi bentuk bidang momen. Ada dua
kemungkinan yang membuat/mempengaruhi bentuk akhir bidang momen :
1. Earthquake Load Dominated (ELD)
Earthquake Load Dominated (ELD) adalah suatu kondisi yang mana beban
gempa mendominasi sistem pembebanan. Hal ini terjadi karena ME jauh lebih besar
daripada MD+L. Kondisi seperti itu akan terjadi apabila :
a. Bentang balok relatif pendek.
Apabila demikian, maka momen oleh beban mati akan relatif kecil.
b. Bangunan bertingkat banyak.
Pada bangunan bertingkat banyak maka momen balok akibat gempa
menjadi besar, terutama pada tingkat-tingkat bawah.
c. Bangunan terletak pada daerah gempa yang besar dan terletak diatas tanah
lunak. Apabila demikian maka koefisien gempa dasar C akan menjadi
besar. Akibat yang akan terjadia adalah gaya geser dasar V akan menjadi
besar dan selanjutnya gaya horisontal tingkat menjadi besar.
Apabila ELD terjadi maka seperti tampak pada gambar :
a. Momen negatif M- jauh lebih besar dibanding dengan M+
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi pada ujung balok
c. Sendi-sendi plastis akan terjadi pada ujung-ujung balok
d. Tidak ada gaya lintang = 0.
19
2. Gravity Load Dominated (GLD)
Berlawanan dengan ELD, maka GLD momen oleh beban hidup MD+L lebih besar
daripada ME. Kondisi ini akan terjadi apabila:
a. Bentang balok relatif panjang
Pada kondisi seperti ini momen oleh beban mati dan beban hidup akan
menjadi besar.
b. Bangunan tidak tinggi
Artinya hanya beberapa tingkat sehingga momen balok oleh beban gempa
masih relatif kecil.
c. Bangunan terletak di daerah gempa rendah dan diatas tanah lunak.
Pada kondisi GLD, maka seperti tampak pada gambar bahwa :
a. Momen positif M+ cukup dominan
b. Momen positif maksimum M+maks terjadi dalam bentang balok
c. Sendi-sendi plastis momen positif tidak terjadi pada ujung-ujung balok
d. Butir 2 sebagai akibat dari adanya gaya lintang sama dengan nol.
20
BAB III
REDISTRIBUSI MOMEN
M-D+L
ME
M+
M-
M+D+L
M- >>M+
Redistribusi momen
Pada gambar diatas tampak jelas bahwa untuk ELD akan diperoleh nilai
momen negatif M- yang umumnya jauh lebih besar dari pada momen positif M+.
21
Apabila desain elemen didasarkan pada fakta tersebut maka ukuran balok akan
cukup besar untuk mengakomodasi M- sementara hanya diperlukan balok yang relatif
lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pada momen positif M+. Agar
penghematan dapat diperoleh maka pada prinsip desain bangunan tahan gempa
dimungkinkan adanya ”redistribusi momen”. Redistribusi momen yang dimaksud
adalah dengan mengurangi momen negatif dan menaikkan nilai momen positif.
Secara jelas Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa tujuan
diadakannya redistribusi momen adalah untuk meningkatkan efisiensi desain elemen
dengan :
1. Mengurangi momen maksimum absolut (M-) dan mengkompensasikan ke
uncritical beam momen (M+).
Dengan cara tersebut maka distribusi beam required strength menjadi lebih baik
dan desain menjadi lebih ekonomis. Redistribusi momen ini bahkan
dimungkinkan sampai momen negatif menjadi hampir/sama dengan momen
negatif. Apabila kondisi seperti itu diperoleh maka tulangannya akan simetri
antara momen negatif dan momen positif.
2. Memberikan required strength untuk momen positif minimal 50% required
strength momen negatif elemen balok.
Hal ini dilakukan karena kebutuhan adanya sifat daktail pada lokasi sendi
plastis. Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan analisis
tampang, daktilitas potongan akan semakin besar pada pemakaian tulangan
desak yang semakin besar.
Tulangan desak pada analisis tampang tersebut tidak lain adalah tulangan
momen positif pada kondisi ELD.
3. Mengefisienkan Desain Kolom.
Apabila redistribusi momen negatif ke momen positif telah dilakukan, maka
beam required strength akan mengecil. Karena kolom merupakan partner balok,
maka apabila required strength balok menurun, required strength kolom pada
daerah kritis (M-) juga akan mengecil. Kolom menjadi lebih efisien.
4. Memakai momen balok dan kolom ditepi/ditempat muka pertemuan.
Pada cara konservatif, desain balok didasarkan atas momen di as kolom. Dengan
memakai momen pada muka kolom, maka momen efektif akan lebih kecil
secara signifikan dibanding dengan gross momen (terutama pada M-). Pada
momen positif kejadian sebaliknya dimungkinkan terjadi.
22
sendi plastis
Mef = Momen efektif
Mg = Gross moment
Vj+1
1 2 3 4
Vj+1 Vj+1 Vj+1 Vj+1
F j
1 2 3 4
Vj Vj Vj Vj
Vj
1. Keseimbangan gaya lintang sebelum dan sesudah redistribusi harus tetap dijaga.
V j − F j − V j +1 = ∑ j V − F j − ∑ j +1V
i i
2. Jumlah momen balok sesudah redistribusi momen harus sama dengan jumlah
momen sebelum redistribusi dilakukan.
∑ M + ∑ ΔM b b = ∑ M br = konstan
23
3. Secara praktis redistribusi momen ∆ Mb tidak boleh lebih besar dari 30% momen
aslinya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penurunan kekuatan yang sangat
signifikan. Penurunan kekuatan yang signifikan akan menyebabkan terjadinya
premature failure.
25
24
a)
16
b)
MD+L
c)
MD+L
9.56 12.5
d)
setelah redistribusi
momen
26
D. REDISTRIBUSI MOMEN PADA GRAVITY LOAD DOMINATED
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa pada gravity load dominated
persoalannya berbeda dengan earthquake load dominated, khususnya dalam hal
redistribusi momen. Redistribusi momen khusus untuk gravity load dominated agak
rumit tetapi akan menghasilkan desain yang efisien. Dapat saja dipakai redistribusi
momen dengan cara biasa, tetapi hasilnya kurang efisien. Redistribusi momen pada
tingkat ke-2 dengan cara biasa dan memakai hasil ME pada daerah gempa 3 akan
menghasilkan bidang momen seperti gambar c). Apabila cara tersebut dipertahankan,
maka ada kemungkinan momen positif lapangan akan lebih besar dari pada momen
negatif.
Oleh karena itu redistribusi momen dilakukan sedemikian rupa sehingga M+lap
akan mendekati M-. Pada gambar c) tersebut M+lap = 11,52 tm. Misal diambil ± 20%
redistribusi momen ∆M = 6,5 tm, maka :
M t = 1,532 + 0,526 + 32,526 + 33,532 = 68,116 tm
b)
c)
d)
setelah redistribusi
momen
27
E. MOMEN MUKA KOLOM
Setelah digambar akan tampak seperti pada gambar d). Gambar tersebut
adalah momen pada as kolom. Padahal momen yang dipakai untuk desain adalah
momen balok pada muka kolom. Oleh karena itu momen negatif M- = 38,316 tm
masih akan berkurang cukup signifikan, sedangkan momen positif M+ = 28,376 tm
tidak akan berubah banyak. Cara memperoleh momen balok ditepi muka kolom
adalah :
L
4 fa (l − a ) a
xi = xi' = (M 1 + M 2 )
l2 l
4 fb(l − b) b
xa = xa' = ( M 1 + M 2 )
l2 l
1
Bila : a = 0,3 m l =8m f = Ql 2 = 24 tm
8
b = 0,35 m M 1 = 28,376 tm M 2 = 38,316 tm
4. f .a( L − a) 4. f .b( L − b)
xi = xa =
L2 L2
xi ' =
a
(M 1 + M 2 ) xa ' =
b
(M 1 + M 2 )
L L
28
maka :
4 fa (l − a ) 4.24.0,3(8 − 0,3)
xi = = = 3,465 tm
l2 82
4 fb(l − b) 4.24.0,35(8 − 0,35)
xa = = = 4,0163 tm
l2 82
a 0,3
xi' = (M 1 + M 2 ) = (28,376 + 38,316) = 2,501 tm
l 8
b 0,35
x a' = (M 1 + M 2 ) = (28,376 + 38,316) = 2,918 tm
l 8
M + = M 1 − xi' + xi = 28,376 − 2,501 + 3,465 = 29,4304 tm
Maka : M u− = 31,5047 tm
M u+ = 29,4303 tm
Apabila contoh cara Muto tersebut untuk bangunan biasa, yaitu I = 1 dan terletak di
daerah gempa 3 di atas tanah lunak, maka nilai C = 0,07
sehingga Vt = C . I . K . W = 0,07 . 1 . 1. 275,2 = 19,264 t.
Dengan cara yang sama, maka momen akibat beban gempa adalah seperti pada
Gambar 3.7.
29
Momen balok di tepi muka kolom :
Seperti contoh sebelumnya akan diperoleh
b 0,35
x a' = (M 1 + M 2 ) = (7,032 + 27,032) = 1,490 tm
l 8
4 fb(l − b) 4.24.0,35(8 − 0,35)
xa = = = 4,0163 tm
l2 82
30
BAB IV
PROSES DESAIN MENURUT KONSEP
CAPACITY DESIGN
Penerapan desain kapasitas yang dimaksud dalam hal ini adalah penerapannya
pada portal terbuka (open frame). Dengan memakai prinsip desain kapasitas, maka
hierarki kerusakan struktur akan terkendali sebagaimana terjadi pada konsep “beam
say mechanism”. Disamping itu, proses disipasi energi pada sendi-sendi plastis
diujung-ujung balok akan terjadi secara baik karena tempat-tempat tersebut didetail
secara baik agar berperilaku daktail. Perlu diketahui bahwa disipasi energi pada
konsep ini hanya diperbolehkan pada ”inelastic bending deformation” akibat beban
dinamik bolak-balik.
Urutan proses desain adalah sebagai berikut (Paulay and Priestley, 1992) :
1. Desain Balok Lentur
Langkah-langkah yang telah dibahas pada redistribusi momen adalah dalam
rangka menentukan ”ultimate required beams flexure strength atau Mb,u.
Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa momen yang dipakai sebagai dasar
desain (Mu) adalah momen balok pada tepi muka kolom.
2. Desain Tulangan Geser Balok
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa disipasi energi hanya diharapkan pada
”inelastic bending deformation” pada ujung-ujung balok. Hal ini berarti bahwa
pada prinsip desain kapasitas, tidak diperbolehkan mengandalkan disipasi energi
dari ”inelastic shear deformation”. Dengan kata lain balok tidak boleh rusak oleh
gaya geser. Oleh karena itu perlindungan terhadap rusak geser menjadi sangat
penting.
31
P T P
δ δ
Pada non strength degradation flexural dominated element, maka luasan histeretik
loop cukup besar dan tidak terjadi penurunan kekuatan. Pada kondisi ini disipasi
energi berlangsung dengan baik. Sebaliknya pada ”shear dominated element”
luasan histeretik loop relatif kecil, sehingga disipasi energi tidak dapat diandalkan
pada peristiwa ini. Hal tersebut dipertegas bahwa rusak geser umumnya terjadi
secara tiba-tiba.
3. Desain Kolom
Pada konsep desain kapasitas, desain kolom akan bersangkut secara erat dengan
kapasitas balok. Hal ini terjadi karena adanya hierarki kerusakan/kekuatan struktur
agar terjadi ”strong column weak beam”. Pada prinsip tersebut secara hierarki,
kekuatan kolom harus lebih besar dari pada kekuatan balok. Untuk itu kekuatan
maksimum balok harus diketahui terlebih dahulu. Dalam hal ini ”beam
overstrength factor Øo” dipakai sebagai faktor pengali dari ”ultimate required
strength Mu” ke ”strength capacity Mo”.
4. Desain Tulangan Geser Kolom
Pada gambar dibawah tampak bahwa gaya aksial (seperti pada kolom) cenderung
mengakibatkan struktur kurang daktail/mengakibatkan degradasai kekuatan. Pada
kolom tingkat dasar, beban aksialnya maksimum, padahal pada ”strong column
weak beam”, sendi plastis akan terjadi pada ujung bawah kolom tingkat dasar.
Oleh karena itu confinement pada tempat tersebut sangat diperlukan. Diameter
32
sengkang dan jarak sengkang s harus didesain sedemikian rupa sehingga
”buckling” tulangan memanjang tidak terjadi. Apabila demikian sifat daktail pada
sendi-sendi plastis dapat dicapai.
Sendi Plastis
33
Gambar 4.3. Gaya yang Bekerja Pada Joint Balok Kolom
34
BAB V
DESAIN BALOK TULANGAN RANGKAP
“Kuat momen positif disisi muka kolom tidak boleh kurang dari
½ kuat momen disisi negatif pada tempat yang sama”.
Ketentuan tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan daktilitas yang salah
satunya adalah daktilitas suatu potongan akan tinggi apabila kandungan tulangan desak
cukup besar.
ε ε
35
Berdasarkan Gambar, maka akan diperoleh perbandingan,
eb h
=
∈c ∈c + ∈y
∈c
cb = ×h
∈c + ∈y
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal yaitu :
Cc = Ts
0.85 f’c . β1 . Cb . b = ρb . b . h . fy
ρb = 0.85 f ' c . cb .β
1
fy h
Subtitusi nilai Cb kedalam persamaan, akan diperoleh :
1 ∈c β
ρb = . .h. 1
m ∈c + ∈y h
β1 ∈c , m= fy
ρb = .
m ∈c + ∈y 0.85 . f ' c
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal,
Cc = Ts
0.85.f’c . a . b = As . fy
0.85 f’c . a . b = ρ.b.h . fy
a= fy
ρ .h
0 . 85 f ' c
Momen yang dapat dikerahkan oleh gaya-gaya,
Mn = Ts ( h-a/2)
= ρ.b.h.fy ⎧ fy ρ ⎫
⎨h − . .h ⎬
⎩ 0.85 f ' c 2 ⎭
= ρ.b.h.fy.h ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭
= ρ.b.h2.fy ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭
Mn = R.bh2
R = ρ.fy ⎧1 − 1 ρ .m⎫
⎨ ⎬
⎩ 2 ⎭
36
Contoh :
Misalnya dihitung ρb untuk kombinasi f’c = 20 Mpa (205 kg/cm2) dengan mutu baja
fy = 400 Mpa (4080 kg/cm2). Nilai β 1 = 0,85; dan εc = 0,003; Es = 2,1 x 106 kg/cm2.
Penyelesaian :
fy 4080
m= = = 23,4146
0,85 f ' c 0,85 x 205
fy 4080
εy = = = 0,001943
Es 2,1x10 6
0,85 0,003
ρb = . = 0,02203 (2,203 %)
23,4146 0,003 + 0,001943
37
Mulai
Mu dari data
analisis yang sudah
diredistribusi
fy
m=
0,85. f 'c
R n = ρ. f y .(1 − 1 .ρ .m)
2
Mn
d2 =
b.R n
h = d + d'
Tidak
h > 2b
Ya
Mn2 = Mn – Mn1'
M n1 = 0,85. f' c . a.b (d − a/2 )
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan M n2
Mn1 = Rn. b. d2 A s2 =
f y .(d − d' )
0,85. f' c . a. b
A s1 =
fy A s2
n2 =
Aφ
A s1
n1 =
Aφ Tulngan tarik = n1 + n2
A s1.ada . f y Tidak
a' = As ada > 50% A’s.ada
0,85. f'c .b
Ya
Tetapkan hasil
perhitungan tulangan
memanjang balok
(A s.ada - A's.ada ). f y
a=
0,85. f'c .b
ε c .E s .β1d'
aleleh =
ε c .E s − f y
Tidak Ya
Belum leleh a ≥ aleleh Sudah leleh
⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y = A's.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f' c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan : a
c=
β1
M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f y . (d − d' )
c − d'
f 's = ε c .E s
c
M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f 's . (d − d' )
Mn = Mn1 + Mn2
Selesai
39
B. PERHITUNGAN TULANGAN RANGKAP BALOK
Kembali ke hasil redistribusi, misalnya yang akan didesain adalah balok tengah
dengan Mu- = 760 kNm (77,52 tm) dan Mu+ = 548 kNm (56,896 tm).
Dipakai f’c = 22,5 MPa (229,5 Kg/cm2), fy = 400 MPa = 4080 Kg/cm2
Es = 2100000 Kg/cm2, β = 0,85 , εc = 0,003
εy = fy = 0,001943.
Es
fy 4080
m = = = 20,915
0,85 x f ' c 0,85 x 229,5
β εc 0,85 0,003
ρb = x = x = 0,0247
m εc + εy 20,9150 0,003 + 0,001943
40
ρm = 0,75 ρb = 0,75 x 0,0247 = 0,0185
Rb = ρb x fy x (1 - (0.5 x ρb x m))
= 0,0247 x 4080 x (1 – (0,5 x 0,0247 x 20,915))
= 74,67 Kg/cm2
Rm = 0,75 x Rb = 0,75 x 74,67 = 56 Kg/cm
Mn = Rm x b x h2 ; h = 2b
77,52 x10 5
= 56 x b x b2
0,8
9690000 = 224 x b3
b = 3
9690000 = 35,103 cm
224
dipakai :
b = 35 cm
h = 68,75 cm
ht = h + d = 68,75 + 8,75 = 77,50 cm
h’= ht – d’ = 77,5 – 6,25 cm
− b ± (b) 2 − (4.a.c)
a=
2.a
41
137,5 − (137,5) 2 − (4 x 1 x 723,6856)
a= = 5,4817 cm
2 x1
a 5,4817
c= = = 6,449 cm
β1 0,85
As1 9,1732
n1 = = = 1,87 ≈ dipakai 2 buah → 2 D25
Ad 4.908
As1 = 2 x 4,908 = 9,816 cm2
Ts1 = As1 x fy = 9,816 x 4080 = 40049,28 Kg
Ts1 40049,28
Ts1 = Cc = 0,85 f’c .a .b → a = = = 5,865 cm
0,85 f ' c.b 0,85 x 229,5 x35
M1 = Cc.(h-(a/2))
= 0,85 x 229,5 x 5,865 x 35 x (68,75–(5,865 /2)) = 2635897,87 Kg cm
c = a/β = 5,8657/0,85 = 6,90 cm
c − d' 6,9 − 6,25
εs = x εc = x 0,003 = 0,000282 < 0,001943
c 6,9
→ Sekali lagi baja desak belum leleh
M2 7054110
Ts2 = Cs = = = 112865,76 Kg
h − d' 68,75 − 6,25
Ts2 = As2 x fy
42
Ts2 112865,76
As2 = = = 27,6631 cm2
fy 4080
As2 27,6631
n2 = = = 5,6363 buah → dicoba dipakai 6 buah → 6 D25
Ad 4,908
Sehingga :
2 6
8D25
6D25
tul. sebelah tul. rangkap penulangan
rangkap
Karena tulangan desak belum leleh maka dengan susunan tulangan seperti itu
akan dianalisis, apakah dapat menyediakan kuat lentur nominal yang memenuhi
kebutuhan.
ε
ε
43
Keseimbangan gaya-gaya horisontal
Ts1 + Ts2 = Cc + Cs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . fs
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ . εs . Es
(Ast) fy = 0,85 f’c . a . b + As’ x a x β x d' x εc x Es
a
ax0,85 x6,25
(8x4,908)x4080 = (0,85x229,5xax35)+(6x4,908)x x0,003x2100000
a
160197,12 = (0,85x229,5xax35) +
(6 x 4,908 x 0,003 x 2100000) a − (6 x 4,908 x 0,85 x 6,25 x 0,003 x 2100000)
a
185522,4 a − 985587,75
160197,12 = 6827,625 a +
a
6827,625 a + (185522,4 - 160197,12)a – 985587,75 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 3,7092 a – 144,3529 = 0
44
M2 = As’ x fs x h–d’
= (6 x 4,908) x 3051,3448 x (68,75 – 6,25)
= 5616000,104 kg cm
= 56,16 Tm
Momen Tersedia (Momen Nominal), Mn = M1 + M2
= 44,735 + 56,16
=100,8955 tm
Mu = Ф.Mn = 0,8 x 100,8955 = 80,7164 tm > 77,52tm
→ Desain tulangan momen negatif sukses.
ε
ε
ε
dianggap tetap
6,25 cm
ax0,85x8,75
(6x4,908)x4080 =(0,85x229,5xax35)+(8x4,908)x x0,003x2100000
a
120147,84 = (0,85x229,5xax35) a +
(8 x 4,908x0,003x 2100000)a − (8 x 4,908 x0,85 x8,75 x0,003x 2100000)
a
247363,2a − 1839763,8
120147,84 = 6827,625 a +
a
45
6827,625 a + (247363,2 - 120147,84) a – 1839763,8 = 0
Hubungan diatas akan menghasilkan persamaan dalam a kuadrat,
a2 + 18,6324 a – 269,4588 = 0
46
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.
3 4 3 1 2 1 5 6 5
47
Bending Momen Diagram (BMD)
Satuan kN-m
Momen Akibat Beban Mati (MD) Momen Akibat Beban Hidup (ML)
48
483.8 419.4 311.4 435.4
196.2 200.6 187.9 240.7 199.7 207.5 319.4 417.8
39.0 47.0 55.0
70.4
24.7 1.7
197.5
200.7 187.1 197.2 199.9 208.8 109.9 100.2 41.9
370.0
432.6 347.3 376.9 430.1 402.1 119.71 138.4 384.12 341.8 226.2 213.2
496.5
625.4 463.6 511.2 621.3 547.5 267.4 378.6
243.1 547.4 544.8 354.2
Momen Akibat Beban Gempa Kiri (ME) Momen Akibat Beban Kombinasi
1,05 (MD+ML+ME)
49
Hasil Redistribusi Momen
Lantai 2
Momen Awal
Momen Desain
Mu+ =
(773,7 + 730,3 + 267,4 + 243,1) − (2 × 670) = 337 KNm
2
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 760 KNm
Mu+ =
(764,2 + 760,5 + 547,4 + 514,3) − (2 × 760) = 548 KNm
2
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 740 KNm
Mu+ =
(719,4 + 770,1 + 364,2 + 378,6) − (2 × 740) = 371 KNm
2
50
Lantai 5
Momen Awal
Momen Desain
51
Lantai 7
Momen Awal
Momen Desain
280
360 (-25.5%) 360 (-12.3%) 280 360 360
350.4 280.2
127.9 138.4 208.4 274.5
22 22 88.4 88.4
172.6 57.6 131.9
180 180 140.5 140.5 180 180
Mu+ =
(483,8 + (2 × 360) − 70,4 − 24,7 ) = 22,0 KNm < 50% Mu-
2
Dipakai Mu+ = 180 KNm
• Untuk bentang tengah
Diambil Mu- = 280 KNm
840,9 − (2 × 280)
Mu+ = = 140,5 KNm > 50% Mu-
2
• Untuk bentang kanan
Diambil Mu- = 360 KNm
417,8 + 435,4 − (2 × 360)
Mu+ = = 88,4 KNm < 50% Mu-
2
Dipakai Mu+ = 180 KNm
52
BAB VI
MOMEN KAPASITAS BALOK
Sendi Plastis
ε
STORNG COLUMN WEAK BEAM HASIL UJI
BEAM SWAY MECHANISM TEGANGAN-REGANGAN BAJA
Agar kolom dapat direncanakan lebih kuat daripada balok, maka terlebih
dahulu harus diketahui kekuatan balok maksimum. Untuk itu perlu ditinjau kembali
mengenai diagram tegangan-regangan baja tulangan seperti tampak pada gambar.
Sebagaimana diketahui bahwa setelah leleh maka kekuatan baja masih dapat
53
meningkat pada peristiwa yang umumnya disebut strain hardening. Apabila tegangan
saat leleh adalah fy, maka tegangan maksimum fu akan lebih besar lagi (fu > fy).
B. OVERSTRENGTH FACTOR, Ø0
Rasio antara fu terhadap fy diatas kemudian disebut sebagai strain hardening
overstrength factor (Ø1). Selain dari strain hardening effect, maka suatu hal yang
harus diperhatikan adalah kemungkinan lebih tingginya tegangan leleh aktual
terhadap tegangan leleh baja yang dipakai pada saat mendesain (specified yield
stress). Apabila demikian, maka rasio antara keduanya biasa disebut sebagai yield
overstrength factor (Ø2). Dengan demikian overstrength factor (Ø0) adalah,
Ø 0 = Ø1 + Ø 2
Paulay dan Priestley (1992) mengatakan bahwa nilai Ø1 akan bergantung pada
kualitas dan kebiasaan produk suatu negara. Dengan demikian nilai Ø1 akan bersifat
lokal negara. Nilai Ø1 kemungkinan akan berbeda antara negara yang satu dengan
yang lain.
τ
Tipikal diagram tegangan-regangan
500 MPa
Oleh karena itu Paulay dan Priestley (1992) memberikan contoh bahwa :
Untuk fy = 275 MPa, Ø1 = 1,15
Untuk fy = 400 MPa, Ø1 = 1,25
54
Untuk nilai Ø2 juga akan bergantung pada kebiasaan produk suatu negara. Paulay dan
Priestley (1992) memberikan contoh bahwa nilai tersebut atau Ø2 = 1,15 adalah suatu
nilai yang cukup. Walaupun demikian belum ada penelitian yang mendalam tentang
hal itu. Untuk di Indonesia tampaknya nilai Ø2 = 1,15 akan sulit dicapai. Sesuatu yang
dijumpai di lapangan menunjukkan hasil yang cenderung berlawanan, artinya nilai
specified yield strength umumnya tidak dapat dicapai.
Hasil penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999) terhadap baja tulangan yang
beredar di Yogyakarta menunjukkan bahwa nilai Ø1 berkecenderungan menurun
untuk diameter tulangan yang semakin besar. Hubungannya dengan tegangan leleh
menunjukkan bahwa nilai Ø1 = 1,4 dapat dicapai. Nilai Ø1 sementara justru tidak
dipengaruhi oleh tegangan leleh fy. Hal ini tentu saja tidak sama dengan nilai-nilai
yang sama oleh Paulay dan Priestley (1992) dan juga tidak sama dengan SK-SNI
1991.
Hasil penelitian Subagio (2001) terhadap baja tulangan polos (BJTP) juga
menunjukkan hasil yang justru berlawanan dengan SK-SNI 1991. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa Ø1 justru mengecil pada tegangan leleh baja polos yang
semakin tinggi (Ø1 menurun pada fy yang semakin tinggi). Sementara hubungan
antara Ø1 dengan diameter baja tulangan yang diperoleh berbeda dengan hasil
penelitian Rahmanto dan Sriharjo (1999). Nilai Ø1 justru cenderung independen
terhadap diameter tulangan. Kesamaan dari kedua penelitian tersebut adalah bahwa Ø1
cenderung konstan dan bahkan mengecil pada nilai fy yang semakin tinggi. Hal inilah
yang berbeda dengan SK-SNI 1991 sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
55
C. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN NEGATIF
Berdasarkan data dari analisis struktur, momen negatif umumnya lebih besar
dari momen positif. Setelah didesain, misalnya dipakai komposisi tulangan adalah
seperti gambar.
( As − As' ). f yk
ak = fyk = Ø0 . fy nilai ak
0,85. f ' c.b
Kontrol apakah tulangan desak sudah leleh atau belum,
c − d' fy
εc ≥
c Es
⎧ a − d '⎫
⎪ β1 ⎪ fy ⎧ a − β1 . d ' ⎫ fy
⎨ ⎬ε c ≥ Æ ⎨ ⎬εc ≥
⎪ aβ ⎪ Es ⎩ a ⎭ Es
⎩ 1 ⎭
ε
( )
Es a − β1 . d ' ε c ≥ f y . a
ε
(Es.ε c − f y ).a ≥ β1.d '.Es.ε c
dibandingkan
β1 .d '. Es. ε c
a≥ Æ kriteria leleh
Es. ε c − f y
ε s' ≥ ε s Æ leleh
56
M1 = (0,85 . f c' . a k . b ). z Belum leleh Æ ε s' < ε s atau f y' < f y
Mkap,n = M1 + M2 Ts = Tc + Cc
⎛ c − d'⎞
As. f yk = As ' ⎜ ⎟εc . Es + 0,85. f c . a . b
'
kapasitas nominal ⎝ c ⎠
⎛ a − β1 .d ' ⎞
As. f yk = As ' ⎜ ⎟εc . Es + 0,85. f c . a . b
'
⎝ a ⎠
Ada cara praktis untuk Didapat persamaan kuadrat dalam a Æ a diperoleh
menghitung Mkap,n , tetapi cara ⎛ a − β 1 .d ' ⎞
f s' = ⎜ ⎟.εc.Es Æ M1 = (0,85. f c' .a.b ).z
ini lebih pragmatis : ⎝ a ⎠
1. baik untuk teknisi M2 = ( As '. f y' ).( h − d ' )
2. kurang baik untuk mahasiswa
Mkap,n = M1 + M2
kapasitas nominal
57
Mulai
ε c .E s . β1d'
aleleh =
ε c .E s - f y .φ0
Tidak Ya
a ≥ aleleh
⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y = A's.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f' c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
Dengan : a
c=
β1
M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
c − d'
f 's = ε c .E s M n2 = A's.ada . f y . (d − d' )
c
As.ada = A’s.ada
⎛ a − β1d' ⎞
A s.ada . f y .φ0 = A' s.ada .⎜ ⎟ε c .E s + 0,85. f'c . a. b
⎝ a ⎠
Dari persamaan kuadrat didapat hasil a
M n1 = 0,85. f' c . a. b. (d − a 2)
M n2 = A's.ada . f 's . φ0 . (d − d' )
Tidak
50%Mkap-<Mkap+
Ya
Selesai
58
D. MOMEN KAPASITAS PADA MOMEN POSITIF
Pada perencanaan bangunan tahan gempa, terdapat suatu ketentuan bahwa
momen tersedia untuk momen positif harus lebih besar dari setengah momen negatif.
Dengan demikian kurang lebih luasan tulangan desak lebih besar dari setengah luasan
tulangan tarik (As’ ≥ 0,5 As).
Untuk menghitung momen kapasitas pada momen positif, dapat ditempuh cara yang
sama dengan cara menghitung momen kapasitas pada momen negatif, hanya saja
penempatan tulangannya dibalik. Namun demikian dapat dipastikan bahwa tulangan
desak belum mencapai leleh.
= 634778,599 kg cm
= 63,6478 tm
60
M 2 = Cs (h − d ')
= 120147,84 (68,75 − 6,25)
= 7509240 kg cm
= 75,0924 tm
Mkap = M1 + M2
= 63,6478 + 75,0924
= 138,7402 tm
M kap 138,7402
Momen nominal M n = 100,8955 tm Mkap = = = 1,375Mn
Mn 100,8955
ε
ε
61
Karena baja tarik mencapai tegangan ultimit (fu = fy.Øo), maka :
Ts = As.Ø o . f y = 29,448 .1,4.4080 = 168206 ,976 kg
⎛ a − β 1 .d ' ⎞
Cs = As'. fs = As'.ε s E s = As'.⎜ ⎟.ε s .E s
⎝ a ⎠
⎛ a − 0,85.8,75 ⎞
= 39,264⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ a ⎠
247363,20a − 1839763,80
= kg
a
62
Momen Kapasitas yang dapat dikerahkan dapat diperoleh dengan mengambil
momen terhadap garis kerja Ts, sehingga :
⎛ a⎞
M 1 = Cc ⎜ h'− ⎟
⎝ 2⎠
11,6118
= 79281,7 (71,25 − )
2
= 5188519,503 kg cm
= 51,885 tm
M 2 = Cs (h'−d )
= 88925,88 (71,25 - 8,75)
= 5557867,5 kg cm
= 55,578 tm
Mkap = M1 + M2
= 51,885 + 55,578
= 107,463 tm
M kap 107,463
Momen nominal, Mn = 77,684 Mkap = = = 1,383Mn
Mn 77,684
Demikianlah momen kapasitas dihitung dan momen kapasitas untuk tingkat yang
lain dapat dicari dengan cara yang sama. Hasil dari desain balok untuk tingkat ke-
1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 6.1; tingkat ke-4, 5 dan 6 dapat dilihat pada
Tabel 6.2 dan untuk hasil desain balok tingkat ke-7 dan 8 dapat dilihat pada Tabel
6.3.
63
Balok pada bentang-bentang lain dapat didesain dengan cara yang sama dan
hasilnya adalah seperti pada gambar berikut.
3 4 3 1 2 1 5 6 5
Apabila hasil desain balok dirangkum, maka akan terlihat seperti Tabel 6.1. berikut.
64
Tabel 6.2. Hasil Desain Balok Tingkat ke-4, 5 dan 6
No. Balok Bentang Ukuran Momen Tulangan Momen (tm)
b/ht (cm) Ultimit Tersedia Kapasitas
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63
1. Kiri 30 Positif 4 D25 28,56 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -
Negatif 7 D25 57,12 60,38 103,63
2. Tengah 30 Positif 4 D25 35,26 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -
Negatif 7 D25 55,59 60,38 103,63
3. Kanan 30 Positif 4 D25 27,75 35,42 70,86
70
Lapangan - - - -
Untuk bangunan bertingkat banyak dan bentang balok relatif pendek (± 8m) dan
terletak di daerah gempa relatif besar/tinggi, maka momen-momen maksimum
negatif dan positif umumnya terjadi ditepi-tepi atau ujung-ujung balok.
Momen Negatif Ultimit
Momen Lapangan
Momen Positif
65
Bangunan-bangunan seperti itu adalah bangunan kategori Earthquake Proses redistribusi momen untuk kedua kategori bangunan tersebut
Load Dominated (ELD), atau bangunan kategori ”dominasi beban agak sedikit berbeda, misalnya pada bentang balok di kiri dan kanan
gempa”. Kondisi yang sebaliknya adalah bangunan kategori Gravity contoh di atas. Untuk momen lapangan umumnya yang menentukan
Load Dominated (ELD) atau bangunan kategori ”dominasi beban adalah kombinasi beban U = 1,2 D + 1,6 L.
gravitasi”.
3 4 3 1 2 1 5 6 5
3 D 25 4 D 25 4 D 25
7 D 25 8 D 25 8 D 25
6 D 25
4 D 25 3 D 25 4 D 25 3 D 25 4 D 25
Ld Ld 8 D 25 8 D 25 8 D 25 8 D 25
7 D 25 7 D 25
3 D 25 4 D 25 4 D 25
3 D 25 4 D 25 3 D 25 4 D 25
4 D 25 4 D 25 4 D 25
Ld Ld 6 D 25 6 D 25
66
BAB VII
GAYA GESER BALOK
A. PENGERTIAN
Menurut mekanika, terdapat beberapa macam gaya-gaya dalam yang mungkin
terjadi pada balok. Gaya-gaya dalam (internal forces) yang dimaksud adalah gaya
lentur (flexure) yang mengakibatkan elemen menjadi melengkung/melentur,
kemudian gaya geser atau gaya lintang (shear), gaya aksial yaitu gaya yang sejajar
dengan sumbu batang dan puntir yaitu gaya yang memuntir suatu elemen.
Tidak seperti lentur yang mana suatu elemen akan terlihat melengkung atau
melentur, maka deformasi akibat gaya geser tidak begitu tampak. Oleh karena itu
rusak akibat gaya geser umumnya akan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya tanda-
tanda atau peringatan dini sebagaimana pada rusak lentur. Mengingat sifatnya seperti
itu, maka rusak geser menjadi jenis kerusakan elemen yang menakutkan dan oleh
sebab itu rusak geser sangatlah dihindari.
Pola kerusakan balok apakah rusak lentur ataukah rusak geser, selain
dipengaruhi oleh beban yang ada juga dipengaruhi oleh kelangsingan elemen. Elemen
yang langsing umumnya akan berdeformasi menurut flexural mode atau deformasi
yang didominasi oleh lentur. Sebaliknya pada elemen yang gemuk, deformasi elemen
akan didominasi oleh shear mode atau berdeformasi menurut geser. Rusak lentur oleh
momen lentur maksimum akan terjadi pada titik yang mana gaya-lintang/gaya
gesernya sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa rusak lentur hanya oleh tegangan
lentur, baik tegangan tarik maupun tegangan desak. Dilain pihak, rusak geser dapat
terjadi oleh tegangan geser saja maupun kombinasi antara tegangan geser dan
tegangan lentur.
Walaupun tidak terjadi tegangan geser pada balok susun, namun demikian tetap
terjadi tegangan lentur pada balok Gambar 7.2.a. Tegangan lentur σ dapat dihitung
dengan formula sederhana.
My
σ= .................................... 7.1
Ix
Sedangkan tegangan geser pada balok Gambar 7.2.b dihitung dengan,
V .Q
τ = .................................... 7.2
I x .b
Yang mana y adalah jarak dari garis netral sampai serat yang ditinjau, Ix adalah
momen inersia, Q adalah statik momen luasan yang ditinjau terhadap garis netral, b
adalah lebar balok, M adalah momen lentur dan V adalah gaya geser/lintang.
Q
a)
σ m aks
σ=0
L
L/2
V m aks b)
V V = 0
τ m aks τ=0
M =0 L/2
M c)
M m aks τ m aks
1
σ m aks
2
3
L/2
σ σ2
f = ± +τ 2 ...................... 7.3.a.
2 4
2τ
2α = tan −1 ............................. 7.3.b.
σ
Dengan memakai rumus tersebut, maka tegangan bidang pada tiap-tiap elemen dapat
dihitung. Untuk mengetahui tegangan bidang yang terjadi dibeberapa elemen pada
balok, misalnya diambil elemen-elemen seperti tampak pada Gambar 7.4.
1
2
3
τ τ
f1
f2
σ τ σ f1
τ
1 τ
1' τ 2 σ 2'α 3 σ
3' f1
45°
τ f2 f1
τ α=0
f1 = σ
tarik
desak
69
diperlukan untuk menghasilkan menahan gaya tarik tersebut, sehingga idealnya
bentuk tulangan adalah seperti tensile stress trajectories, yaitu garis-garis utuh pada
Gambar 7.4.
Balok tinggi adalah balok yang apabila rasio antara a ≤ 1, yang mana a
h
adalah shear span dan h adalah tinggi efektif balok. Shear span adalah jarak dari
beban terpusat P sampai dengan dukungan. Letak beban terpusat umumnya
diambil standar, yaitu ditengah bentang. Balok tinggi dan pola kerusakannya
adalah seperti tampak pada Gambar 7.5. berikut ini.
P P
a
4 1. Anchorage failure
2 2. Bearing Failure
h
3. Bending Failure
desak (C) 1 3
4. Arc/Truss Failure
R
a) Arch/ Truss Action b) Pola Kerusakan
Wang dan Salmon (1979) mengatakan bahwa pada deep beam, tegangan
geser menjadi sangat dominan. Karena bentang L relatif pendek terhadap h, maka
momen lentur relatif kecil walaupun beban P cukup besar. Dengan beban P yang
70
cukup besar maka gaya geser akan menjadi besar (gaya lintang besar) dan
tegangan geser akan menjadi besar pula.
Tegangan geser yang besar selanjutnya akan mengakibatkan crack arah
miring/diagonal pada masing-masing ujung balok dekat dukungan. Keseimbangan
gaya-gaya, yaitu antara gaya desak C, gaya tarik T dan reaksi dukungan R
kemudian membentuk arch/truss action. Yang pertama-tama terjadi adalah
lepasnya/slip baja tarik dengan beton diatas dukungan (1). Selanjutnya rusaknya
beton desak di daerah dukungan (2). Dilanjutkan dengan retak lentur (bending
failure) (3), dan terakhir adalah retak/rusaknya beton akibat arch/truss action.
Short Beam atau balok pendek adalah balok dengan besaran nilai 1,0 < a
h
< 2,5 (Wang dan Salmon, 1979). Balok pendek ini mempunyai perilaku/pola
kerusakan yang hampir mirip dengan deep beam. Mana kala ultimate shear
capacity sudah dilampaui oleh shear stress pada daerah diagonal dekat dukungan,
maka diagonal crack tidak dapat dihindari.
P
a
compression
failure
4 shear compression
failure
h
2
1 3
bond failure
due to crack
Kerusakan diawali dengan bond failure atau rusaknya lekatan antara baja
tulangan dengan beton di daerah dukungan (1), lalu rusak desak di daerah
dukungan (2), retak-retak lentur (3) dan rusak geser secara diagonal (shear
compression failure).
71
Shear compression failure akan terjadi secara tiba-tiba apabila disertai
dengan rusak/remuknya beton desak di bawah beban P (compression failure).
Rusak secara tiba-tiba sangat dihindari pada bangunan tahan gempa.
3. Intermediate Beam
Wang dan Salmon (1979) membuat kategori sebagai intermediate beam
apabila 2,5 < a < 6,0. Selanjutnya dikatakan bahwa pada intermediate beam,
h
maka retak yang pertama kalinya adalah retak lentur (flexural crack), kemudian
baru diikuti dengan retak diagonal (inclined flexural-shear crack).
P
a
h
2
2 1
1,5 h
Balok panjang adalah balok dengan besaran nilai a > 6,0. Pada balok
h
seperti ini kerusakan balok dimulai dengan lelehnya tulangan tarik dan
remuk/rusaknya beton desak pada momen maksimum. Pada balok tipe ini
tegangan yang dominan adalah tegangan lentur, sedangkan tegangan geser relatif
tidak dominan. Pada retak yang lebih lebar, maka regangan tarik baja akan
bertambah, kemudian balok mengalami lendutan yang cukup besar. Hal ini
sekaligus sebagai warning atau peringatan sebelum balok mengalami keruntuhan.
72
P
a
2
h 1
73
P
a
C
Vci
h Vi
Vd
RA V
T
V
C 1) Vd
Vci
2)
Vi 2) Vi
1)
T
Vd Vci
C
Tr
V
V
2)
Cr
1)
Tr
e) Truss Analogy
Gambar 7.9.a). adalah pola retak suatu balok yang dibebani oleh beban ke
pusat P. Dari reaksi dukungan RA sampai beban P mempunyai gaya lintang V yang
konstan, yaitu :
V = RA − P ............................. 7.4.
Gambar 7.9.b). adalah gaya-gaya yang bekerja pada elemen balok yang patah akibat
kombinasi tegangan lentur dan geser. Pada gambar tersebut T adalah gaya tarik
tulangan lentur. Vd adalah dowel effect, yaitu kemampuan tulangan lentur untuk
melawan gaya lintang. V adalah gaya lintang eksternal menurut persamaan 7.4.
C adalah kekuatan/gaya desak beton desak, Vci adalah gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton pada bagian yang tidak retak dan Vi adalah gaya geser oleh
suatu ”interlock” atau ikatan/hambatan suatu material (pasir dan kerikil/kricak).
Gaya-gaya tersebut kemudian dimodelkan seperti yang tampak pada Gambar 7.9.c).
74
Gambar 7.9.d). adalah free body diagram dari gaya-gaya yang bekerja pada
model patahan (Gambar 7.9.c). Apabila diperhatikan, maka resultante antara T dengan
Vd akan menghasilkan gaya Tr. Sedangkan gaya-gaya C, Vci dan Vi akan
menghasilkan gaya Cr seperti yang tampak pada gambar tersebut. Gaya Tr akan
bekerja pada garis kerja 1), sedangkan Cr akan bekerja pada garis kerja 2),
sebagaimana disajikan oleh Park dan Paulay (1975).
Akhirnya antara gaya lintang eksternal V, gaya desak Cr dan gaya tarik Tr
akan membentuk keseimbangan sebagai truss analogy seperti yang tampak pada
Gambar 7.9.e). Gaya-gaya yang bekerja pada model patahan balok tersebut adalah
gaya-gaya secara teoritik. Dengan memperhatikan free body diagram (Gambar
7.9.d)), maka persamaan keseimbangan gaya-gaya lintang eksternal V dan gaya-gaya
dalamnya adalah,
V = Vci + Viy + Vd ...................... 7.5.
Yang mana Viy adalah komponen vertikal dari interlock forces Vi. Nilson dan Winter
(1996) mengatakan bahwa gaya-gaya internal Vc, Viy dan Vd secara individual tidak
dapat diketahui/digeneralisasikan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan
penyederhanaan didalam memperhitungkan gaya geser internal yang dapat dikerahkan
oleh bahan beton.
75
Vci adalah gaya geser pada
beton desak, Vd adalah dowel
Shear resistance
Vd
dikerahkan oleh tulangan
Viy
Vc
Vs stirrup yield
geser dan Vc adalah gaya
Vs
geser yang dapat dikerahkan
Vc
inclined crack
forms oleh balok beton secara
Apllied shear
praktis.
Vc = Vci + Viy + Vd …. 7.6.
Gambar 7.10. Redistribusi Internal Shear Forces
F
Persamaan 7.6 adalah penyederhanaan gaya geser yang dapat dikerahkan oleh
balok beton dan efek dowel. Dalam desain praktis maka bukan Vci, Viy dan Vd yang
dicari, tetapi melalui uji laboratorium nilai-nilai ketiganya dijumlahkan dan diganti
dengan Vc. Hasil-hasil uji laboratorium tersebut menuju pada rumus-rumus empiris
tentang Vc. Rumus-rumus empiris tersebut telah ditulis dalam banyak publikasi
penelitian atau buku-buku referensi.
Nilson dan Winter (1996) mengatakan bahwa nilai Vc dapat diambil konstan
sebagaimana tampak pada Gambar 7.10. Namun demikian nilai Vc akan dipengaruhi
oleh rasio antara gaya lintang Vu dan momen Mu. Didalam SK-SNI 1991 dapat
dipakai nilai Vc yang konstan maupun nilai Vc yang berubah menurut Vu/Mu. Pada
Gambar 7.11. setelah inclined crack dan Vc mencapai maksimum, maka segera
diperlukan kekuatan sengkang (Vs).
76
maka secara teoritik balok tidak memerlukan tulangan geser. Namun demikian gaya
geser yang terjadi umumnya cukup besar (apalagi balok tinggi), sehingga tambahan
gaya/kekuatan geser dari baja tulangan pada umumnya tetap diperlukan.
45°
ο
a) Pola Retak Balok b) Tulangan Geser Miring α = 45
90°
ο
c) Tulangan Geser Tegak α = 90
Pada Gambar 7.11.a) pola retak balok kemudian diperbesar menjadi Gambar
7.11.b) dan Gambar 7.11.c). Gambar 7.11.b) adalah jenis tulangan geser miring,
sedangkan Gambar 7.11.c) adalah jenis tulangan geser tegak atau sengkang tegak
(stirrups). Kedua jenis tulangan geser tersebut adalah dalam rangka
melawan/memotong tegangan tarik yang mengakibatkan crack sebagaimana tampak
pada Gambar 7.11.d) dan Gambar 7.11.e).
Nawy (1996) menyampaikan bahwa fungsi utama tulangan geser adalah :
Vu
1. Menahan sebagian besar gaya geser (Vs) atas gaya geser eksternal ( ),
φ
2. Menahan berlanjutnya crack,
3. Memegang tulangan pokok (tulangan desak dan tarik) agar tetap pada tempatnya,
4. Membentuk sistim pengekangan confinement pada beton agar tidak terjadi retak-
retak,
5. Menahan tulangan pokok desak agar tidak buckling,
6. Meningkatkan/ memelihara daktilitas potongan.
77
G. KUAT GESER OLEH BETON (Vc)
Menyambung yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa balok beton dan
tulangan tarik balok mampu mengerahkan kekuatan geser sebesar Vc. Nilai Vc
diperoleh melalui uji laboratorium balok beton dan kemudian dirumuskan secara
empiris menjadi Vc. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa nilai Vc boleh
diambil konstan, namun demikian dapat dihitung secara lebih teliti dengan
Vu
memperhatikan rasio .
Mu
Menurut SK-SNI 1991, kuat geser Vc yang dianggap konstan dapat dihitung
dengan,
1. Untuk komponen yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.1).(1))
1
Vc = . f ' c . bw. h ............................... ............................. 7.7.
6
2. Untuk komponen yang dibebani oleh gaya aksial desak (pasal 3.4.3.1).(2))
⎛ Nu ⎞1
Vc = 2⎜1 + ⎟ f c' . bw. h ………….......................... 7.8.
⎜ 14 A ⎟6
⎝ g ⎠
Apabila kuat geser Vc tidak dianggap konstan, yaitu berubah-ubah dan dipengaruhi
Vu
oleh , maka kuat geser Vc adalah,
Mu
1. Elemen struktur yang dibebani oleh lentur dan geser (pasal 3.4.3.2).(1))
⎡1 ⎧ V .h ⎫⎤
Vc = ⎢ ⎨ f c' + 120 ρ w u ⎬⎥bw. h ≤ 0,3 f c' bw. h ……………….......7.9.
⎣7 ⎩ M u ⎭⎦
Vu .h
Dengan catatan, ≤ 1 ...………………………………………….........
Mu
....7.10.
2. Elemen yang dibebani gaya aksial desak (pasal 3.4.3.2).(2))
⎡1 ⎧ V .h ⎫⎤ 0,3 N u
Vc = ⎢ ⎨ f c' + 120 ρ w u ⎬⎥bw. h ≤ 0,3 f c' bw. h 1 + …........7.11.
⎣7 ⎩ M m ⎭⎦ Ag
⎛ 4ht − h ⎞
M m = M u − Nu ⎜ ⎟ …………………………………................7.12.
⎝ 8 ⎠
Vu .h
Dan nilai boleh lebih dari 1,0.
Mm
78
Setelah nilai Vc ditentukan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung Vs. Apabila
Shear resistance
Vc
Vs
Vc
Shear
Gambar Vc dan Vs
Force
7.12.
a) Ts Vs b)
c
c
1
Cc Ts
2 h Vs
β α b β α
a
d Tb
s s h cotg β h cotg α
h cotg β h cotg α
S1
ad
cot β = Æ ad = h. cot β ; db = h. cot α
h
Gambar 7.13. Truss Analogy
79
Pada Gambar 7.13.b) akan diperoleh hubungan,
−
cd Vs
sin α = =
Ts Ts
Vs
Vs = Ts. sin α ; Ts = ................................................. ..... ....7.13.
sin α
Yang mana Ts adalah kekuatan tarik tulangan geser miring (sudut α), Vs adalah
komponen vertikal tulangan geser tersebut atau kuat tarik tulangan geser/sengkang
vertikal. Dengan cara yang sama, maka :
Vs = Cc. sin β ................................................. ....7.14.
−
Jarak ab pada truss analogy adalah wilayah/daerah yang mana sejumlah tulangan
−
geser n akan melawan/memotong gaya desak Cc atau garis retak ac . Apabila jarak
tulangan geser adalah s, maka :
S1 = ab = n.s .......................................................7.15.
Menurut Gambar 7.13.b) adalah,
ns = S1 = h(cot α + cot β ) .............................. ....7.16.
Kekuatan tulangan geser Ts adalah menempati daerah sepanjang S1, sehingga
kekuatan tulangan geser Ts per unit panjang menjadi,
Ts Ts Vs
= = ......................................... ....7.17.
S1 ns sin α .ns
Dengan mempertimbangkan persamaan 7.16 maka persamaan 7.17 akan menjadi kuat
tarik tiap sengkang,
Ts Vs
= ............................ ....7.18.
ns sin α .h(cot α + cot β )
Apabila dipakai tulangan geser arah vertikal atau sengkang vertikal, maka apabila luas
potongan sengkang adalah Av (luas 2 potongan/2 kaki), gaya atau kekuatan tarik
sengkang vertikal Ts sepanjang daerah S1 adalah,
Ts = n. Av . f ys .................................................. ....7.19.
Yang mana Av adalah luas dua potongan sengkang dan fys adalah tegangan tarik leleh
sengkang. Dari persamaan 7.19 akan diperoleh,
Ts
n. Av = ..................................................... ....7.20.
f ys
80
Dengan memperhatikan nilai Ts dari persamaan 7.18 maka persamaan 7.20 akan
menjadi,
n.s.Vs
n. Av =
sin α .h(cot α + cot β ). f ys
Av . f ys .h
Vs = sin α (cot α + cot β ) ............. ..........7.21.
s
Retak geser umumnya dapat dianggap membentuk sudut 45o atau nilai β = 45o,
sehingga persamaan 7.21 akan menjadi,
Av . f ys .h
Vs = sin α (1 + cot α ) .................... ..........7.22.
s
Persamaan 7.22 dapat disederhanakan menjadi,
Av . f ys .h ⎛ cos α ⎞
Vs = ⎜ sin α + sin α ⎟
s ⎝ sin α ⎠
Av . f ys .h
Vs = (sin α + cos α )
s
Av . f ys .h
s= (sin α + cos α ) ...................... ..........7.23.
Vs
Persamaan 7.23 adalah persamaan jarak sengkang miring dengan sudut sebesar α.
Apabila dipakai sengkang vertikal, maka nilai α = 90o sehingga jarak sengkang
vertikal menjadi,
Av . f ys .h
s= ............................................. ..... ....7.24.
Vs
Persamaan 7.25 pada hakekatnya adalah hubungan antara suply dan demand, padahal
Vt = φ Vn dengan demikian,
φ Vn > Vu .............................................................7.26.
81
Yang mana Vn adalah gaya lintang nominal dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Di depan telah disampaikan bahwa gaya geser total yang dapat dikerahkan
oleh balok adalah jumlah dari gaya geser yang dapat dikerahkan oleh beton Vc dan
gaya geser yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser Vs. Dengan demikian
persamaan 7.26 menjadi,
φ (Vc + Vs ) ≥ Vu
φ Vc + φVs ≥ Vu
Vu
Vc + V s ≥ ................................................. ....7.27.
φ
Apabila balok hanya dibebani oleh lentur dan geser, dan gaya geser yang dapat
dikerahkan oleh beton dianggap konstan, maka dengan memperhatikan persamaan 7.7
dan persamaan 7.24, maka persamaan 7.27 menjadi,
1 Av . f ys .h
φ f c' b. h + φ ≥ Vu ........................ ..........7.28.
6 s
Persamaan 7.28 adalah apabila dipakai sengkang vertikal, sedangkan apabila
dipakai sengkang miring dengan sudut α, maka
1 Av . f ys .h
φ f c' b. h + φ (sin α + cosα ) ≥ Vu .................. .....7.29
6 s
Yang mana Av adalah luas potongan tulangan geser. Apabila dipakai sengkang, maka
Av adalah luas potongan 2 kaki sengkang, fys adalah tegangan leleh sengkang, s adalah
jarak sengkang.
s ≤ 20 cm
s≤h
2
s ≤ 10 cm
s ≤ 48d s
83
Selain itu secara teoritis terdapat bermacam-macam kemungkinan bentuk
sengkang vertikal. Bentuk-bentuk itu mulai dari sengkang pengikat (1 kaki), sengkang
terbuka 2 kaki dan sengkang tertutup 2 kaki. Sengkang tertutup akan berfungsi lebih
baik daripada sengkang-sengkang yang lain.
Kait
84
Apabila arah gaya gempa dari arah kanan, maka : - +
− +
M kap + M kap
R A = R A1 + R A 2 = R A1 +
Lb
− +
M kap + M kap
RB = RB1 − RB 2 = R A1 −
Lb Lb = bentang bersih balok
Dimana Lb adalah bentang bersih balok.
M kap- M kap+
R A1 +
=
Lb
-
M kap- M kap- R B1
R A2 L L R B2
M kap+ M kap+
L L
R A1
RA + - R B2
R A2
RB = - R B1
RA
RB = +
gaya geser
ditahan oleh
beton +
2ht
-
dipakai jarak
sengkang maks.
Tengah Bentang
85
L. TULANGAN GESER BALOK
Pada desain bangunan tahan gempa, tulangan geser mempunyai peran yang
sangat penting, yaitu :
1. Menahan balok beton agar tidak retak/rusak geser
2. Menjaga tulangan lentur terhadap bahaya tekuk (buckling)
3. Berfungsi sebagai pengekang (confinement)
4. Secara fungsional tulangan geser mengikat tulangan-tulangan lentur.
Menurut mekanika, gaya geser terkait langsung dengan momen lentur yaitu
M
V = , yang mana V adalah gaya geser, M adalah momen dan L adalah panjang
L
bentang elemen. Oleh karena itu gaya geser V akan besar apabila momen M besar
atau panjang bentang elemen kecil. Apabila ditinjau balok dengan bentang L tertentu,
maka gaya geser V akan bergantung pada momen lentur M.
Pada prinsip desain kapasitas (capacity design), konsep strong column weak
beam mengisyaratkan adanya pengaruh overstrength pada balok sehingga dipakailah
momen kapasitas. Momen kapasitas seterusnya akan berpengaruh terhadap gaya-gaya
geser maupun desain momen pada kolom (Mu,k). Sebelum desain tulangan geser maka
perlu ditinjau kembali tentang prinsip-prinsip menghitung gaya geser/lintang.
86
geser pada kolom. Secara umum rusak geser lebih berbahaya, karena kerusakan akan
terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan/tanda secara dini. Rusak lentur
misalnya selalu diikuti dengan adanya lendutan/simpangan secara siknifikan sehingga
dapat diidentifikasi secara visual.
Kerusakan geser pada kolom akan sangat berbahaya. Hal ini terjadi karena
pada kolom terdapat gaya aksial (disamping momen). Kerusakan terhadap tulangan
geser akan mengakibatkan tekuk (buckling) pada tulangan kolom. Kalau sudah
demikian maka kerusakan kolom tidak dapat dihindarkan. Kerusakan tulangan geser
pada balok tidak sefatal pada kolom karena gaya aksial balok relatif kecil. Namun
demikian, kedua hal tersebut harus dihindari.
+
RA2
( MM Kap+/L
Kap-/Lb
MKap+/Lb
MKap-/Lb ) RB
2
q +qD L
RA = -
atau
RA = -
M /Lb
1 M /Lb
1
M /Lb
2 M /Lb
2
87
Berdasarkan prinsip-prinsip analisis struktur tersebut maka secara umum gaya
geser total merupakan penjumlahan dari gaya geser akibat beban gravitasi dan gaya
geser akibat beban gempa. Dalam SK-SNI 1991 pasal 3:14.7.1.(1), maka prinsip
tersebut merujuk pada desain gaya geser ultimit balok (Vu,b) :
⎛ M kap ,i + M kap ,a ⎞
Vu ,b = 1,05(VD + VL ) ± 0,7⎜⎜ ⎟⎟
⎝ L ⎠
Dalam segala hal, desain gaya geser Vu,b tidak perlu lebih besar dari,
⎛ 4 ⎞
Vu ,b = 1,05⎜V D + V L + V E ⎟
⎝ K ⎠
Yang mana VD dan VL masing-masing adalah gaya geser akibat beban mati (dead
load) dan beban hidup (live load). VE adalah gaya geser akibat beban gempa dan K
adalah faktor jenis struktur.
Untuk struktur dengan daktilitas penuh, nilai K = 1. Mkap,i dan Mkap,a adalah
momen kapasitas balok ujung kiri dan ujung kanan. Selanjutnya hubungan antara
suplai gaya geser dan kebutuhan gaya geser menurut SK-SNI 1991, pasal 3.4.1.(1) :
Vt > Vu
ØVn > Vu
Vu
Vn >
Ø
Yang mana Vt adalah gaya/kuat geser tersedia. Vu adalah kebutuhan gaya geser, Vn
adalah gaya/kuat geser nominal potongan balok dan Ø adalah faktor reduksi kekuatan
untuk geser.
Padahal kuat geser nominal Vn balok merupakan gabungan antara kuat geser
bahan beton Vcn dan kuat geser nominal yang dapat dikerahkan oleh tulangan geser
Vu
Vsn, sehingga, Vcn + Vsn >
Ø
Vu
Vsn = − Vcn
Ø
Pada struktur bangunan tahan gempa, ujung-ujung balok dimungkinkan terjadi
sendi plastis. Hal ini berarti bahwa beton dianggap sudah rusak dan berarti Vcn = 0.
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.3.1).(1), untuk balok lentur kuat geser nominal yang
dapat dikerahkan oleh bahan beton adalah :
88
⎛ f 'c ⎞
Vcn = ⎜ ⎟.bw.h
⎜ 6 ⎟⎠
⎝
Yang mana Vcn dalam N, f’c dalam MPa, bw dan h adalah lebar dan tinggi efektif
balok dalam mm. Namun demikian gaya geser yang harus ditahan oleh baja tidak
boleh lebih dari :
2
Vsn ≤ f ' c .bw.h
3
Apabila tidak dipenuhi, maka ukuran balok harus diperbesar. Secara skematis desain
tulangan geser adalah :
Vcn
2ht
SFD
Selanjutnya untuk sengkang vertikal, gaya geser yang dapat dikerahkan oleh sengkang
adalah (SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.6.(2))
Av. f y .h
Vsn =
s
Yang mana Av adalah luas potongan sengkang dan s adalah jarak sengkang vertikal.
89
Mulai
Ukuran
Ditetapkan b d h Vu f’c fy balok
diperbesar
M kap + M'kap
Vu = 0,7. + 1,05.(VD + VL )
ln
⎛ 4 ⎞
Vu = 1,05.⎜ VD + VL + .VE ⎟
⎝ K ⎠
Diambil Vu yang terkecil
Syarat Vu > (1,2 VD + 1,6VL)
1 2
Vc = f' c .b.d Vs,maks = . f'c .b.d
6 3
Daerah sendi plastis (2h)
Vu
Vs1 =
φ Ya
Daerah luar sendi plastis Vs > Vs,maks
Vu2 Tidak
Vs2 = − Vc
φ
Pilih jumlah n kaki
Ya Vs1 – tengah,
Vc > Vs1
dipakai smaks n.Aφ . f y .d
s=
Tidak Vs
Tidak Ya
Vc didalam ½
bentang
Kontrol jarak sengkang s
- Sepanjang 2h dari muka kolom
Dari Vs2 – Vc dipakai: s<d/4 s<24dp s<8D s<200 mm
Dari Vs2-Vc dipakai: - Sepanjang daerah diluar 2h
Vs3= Vs2 - Vc Vs3 = Vs2 – Vc
s<d/2 s<200 mm
Dari Vc – tengah
bentang, dipakai smaks
Selesai
90
Berikut adalah contoh perhitungan tulangan geser pada balok.
M kap,a
M kap,i
Dari analisis struktur diperoleh :
VD1 = 127,38 kN VL1 = 58,05 kN
5,5
VD2 = 125,39 kN VL2 = 57,15 kN
V1 + VE = 175,15 kN
-
V2
Vg = 1,05 (VD + VL )
91
V g1 194,7 Vg 2 191,7
= = 324,5 kN = 33099 kg ; = = 319,5 KN = 32589 Kg
φ 0,6 φ 0,6
VU 36282,5
= = 60470,84 kg
φ 0,6
4
Vu,m = 1,05 (VD + VL + VE )
k
⎛ 4 ⎞
Vu ,m = 1,05 ⎜127,38 + 58,05 + .175,15 ⎟
⎝ 1 ⎠
= 930,33 kN = 930331,5 N = 94893,82 kg
9581,,3 71968,4
33099
52564,86
93569,84
32589
60470,84
27881,84
19403,54
2ht=1,55 m 1,65 m
Tengah Bentang
Vg1 VU
Vu = + = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg ≤ Vu,m = 94893,82 kg
φ φ
Karena Vu ≤ Vu,m, maka digunakan nilai Vu.
1 1
Vcn = . f ' c .bw.h = . 22,5.350.687,5 = 190230,76 N = 19403,54 kg
6 6
92
• Daerah Sendi Plastis
1 1
Dipakai sengkang P10, Ad = .π .D 2 = .π .12 = 0,785 cm2
4 4
Dipakai sengkang 2 kaki Æ Av = 2 x Ad = 2 x 0,785 = 1,57 cm2
Besarnya nilai gaya geser yang boleh direduksi sebesar h :
1 Ln
2 h
=
Vg1 x
φ
1 .475
2 68,75
=
33099 x
68,75.33099
x= = 9581,3 kg
237,5
Vg1 VU
Vu = + = 33099 + 60470,84 = 93569,84 kg
φ φ
93
BAB VIII
MOMEN PERLU KOLOM DAN GAYA
AKSIAL KOLOM
a) b)
lb
hk' lb' (Mcap, i)
hk
Mcap, a
EI
Mu, k
Mcap, i Mcap, a Mcap, i lb
(Mcap, i)
lb'
lb
Mu, k
lb'
EI
c)
Mu, kb
Mu, kb = α . Φ . { lb'
lb
(Mcap, i) + lb
lb' (Mcap, a) }
Pada Gambar 8.1.a), momen kapasitas balok sebelah kanan (M-) dan momen kapasitas
kiri (M+) harus dilawan oleh momen-momen kolom. Sesuai dengan prinsip mekanika,
maka jumlah momen kolom harus sama dan berlawanan arah dengan jumlah momen-
momen balok. Terdapat prinsip didalam mekanika bahwa keseimbangan gaya-gaya
94
harus selalu dipertahankan. Dengan demikian momen ultimit kolom atas Mu,ka dan
momen ultimit kolom bawah Mu,kb adalah,
⎧ lba lbi ⎫
Mu , ka = α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
⎩ lba ' lbi ' ⎭
⎧ lba lbi ⎫
Mu , kb = α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
⎩ lba ' lbi ' ⎭
Momen-momen tersebut adalah momen kolom di as balok. Momen kolom yang akan
dipakai untuk desain adalah momen kolom di tepi muka balok. Di samping itu
momen-momen kapasitas balok tersebut diperoleh dari analisis statik ekivalen.
Sebagaimana didiskusikan sebelumnya bahwa akibat beban dinamik, telah disepakati
adanya koefisien dynamic magnification factor ω pada desain kolom. Dengan
demikian momen kolom di tepi muka balok adalah,
hka ' ⎧ lba lbi ⎫
Mu , ka = ω.α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
hka ⎩ lba ' lbi ' ⎭
hkb' ⎧ lba lbi ⎫
Mu , kb = ω.α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬
hkb ⎩ lba ' lbi ' ⎭
ω adalah dynamic magnification factor, α adalah faktor distribusi, Ø adalah faktor
reduksi kekuatan mengingat Mkap adalah momen kapasitas balok nominal.
Sebagai contoh akan dihitung momen ultimit kolom Mu,k untuk kolom Ba
dan kolom Bb seperti yang tampak dalam Gambar 8.2. Mengingat struktur yang tidak
simetri dan momen kapasitas balok berbeda-beda, maka Mu,k kolom tersebut akan
dihitung berdasarkan beban gempa arah kiri dan arah kanan.
95
27,5/60 27,5/60 27,5/60
50/50 50/50 50/50 50/50
45,14 27,67 45,14 45,14 27,67 45,14
I J K L I' J' K' L'
27,5/60 27,5/60 27,5/60
71,53
50/50 71,53 50/50 52,76 50/50 71,53 50/50 52,76 71,53
c
30/70 30/70 30/70
50/55 60/70 60/70 50/50
b b'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
50/60 60/80 60/70 50/55
79,66 107,463 76,67 79,66 107,463 76,67
A B C D A' B' C' D'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
119,99
50/60 119,99 60/80 138,74 60/70 133,91 50/55 138,74 133,91
a a'
35/77,5 35/77,5 35/77,5
50/60 60/80 60/70 50/55
96
1. Berdasarkan Beban Gempa Dari Arah Kiri
Contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri
Berdasarkan rumus Mu,K kolom di atas maka,
EIa
hka ' ⎧ lba lbi ⎫ h' a
Mu , ka = ω.α a .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬ , αa =
hka ⎩ lba ' lbi ' ⎭ EIa + EIb
h' a h' b
EIb
hkb' ⎧ lba lbi ⎫ h' b
Mu , kb = ω.α b .φ .⎨ .Mkap, a + .Mkap, i ⎬ , αb =
hkb ⎩ lba ' lbi ' ⎭ EIa + EIb
h' a h' b
hk’ = tinggi kolom bersih αb = faktor distribusi momen ke
lb’ = bentang balok bersih kolom bawah
αa = faktor distribusi momen ω = dynamic magnification factor
ke kolom atas (faktor pembesar dinamik)
Ø = faktor reduksi kekuatan
Kolom Ba dan Bb ukurannya sama 60/80 cm, tinggi kolom juga sama, maka
EIa = EIb yang mana ha dan hb adalah tinggi tingkat atas dan tinggi tingkat
ha hb
bawah. Ia dan Ib adalah momen inersia kolom atas dan bawah. Dengan demikian
αa = αb = 0,5. untuk struktur portal terbuka menurut SK-SNI pasal 3.14.4.2).(2),
maka faktor pembesar dinamik ω = 1,3 , sedangkan nilai Ø = 0,70.
97
Sementara dari hasil desain balok diperoleh :
Mu-,bi = 68,34 tm dan Mu+,ba = 56,896 tm,
ΣMu,b = Mu-,bi + Mu+,ba = 68,34 + 56,896 = 125,23 tm
ΣMu,k = Mu,ka + Mu,kb = 93,616 + 93,616 = 187,232 tm
ΣMu, k 187,232
= = 1,495 atau ΣMu,k = 1,495 ΣMu,b.
ΣMu, b 125,23
Inilah yang dimaknai kolom lebih kuat daripada balok atau strong column
weak beam. Kontrol Mu,k maks dari gempa kiri ,
⎧ 4 ⎫ ⎧ 4 ⎫
Mu,k maks = 1,05⎨M Di + M Li + M Ei ⎬ = 1,05⎨42,06 + 19,16 + 562⎬
⎩ K ⎭ ⎩ 1 ⎭
= 2424,68 KNm
= 247,32 tm > 93,616 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 93,616 tm
⎧ 4 ⎫ ⎧ 4 ⎫
Mu,k maks = 1,05⎨M Di + M Li + M Ei ⎬ = 1,05⎨42,06 + 19,16 + 561,3⎬
⎩ K ⎭ ⎩ 1 ⎭
= 2421,74 KNm
= 247 tm > 90,78 tm
Maka yang dipakai adalah Mu,k = 90,78 tm
98
Berdasarkan hasil-hasil diatas, maka yang menentukan hitungan untuk kolom Ba dan
kolom Bb adalah apabila ada gempa dari arah kiri, dengan Mu,k = 93,616 tm.
kolom aB , demikian juga dengan tinggi kolom/tingkat. Hal ini berarti bahwa αao =
αaB. Dengan demikian,
(Mu, k )ab = (Mu, k )ao = (Mu, k )Ba = 93,616 tm
(hk ')cb ( ) ( )
= 4 − 1 .0,775 − 1 .0,7 = 3,2625 m
2 2
99
1 6 4 I cb 1,715.10 6 cm 4
Icb = 3
.60.70 = 1,715 . 10 cm , = = 4287,5 cm3
12 L 400 cm
I cF 1,08.10 6 cm 4
IcF = 1 .60.60 3 = 1,08 . 106 cm4, = = 2700 cm3
12 L 400 cm
I cb
L 4287,5
α cb = = = 0,6136
I cb
+
I cF 4287,5 + 2700
L L
I cF
L 4287,5
α cF = = = 0,3864
I cb
+
I cF 4287,5 + 2700
L L
Karena ukuran kolom diatas dan dibawah join C berbeda, maka akan dipakai ukuran
rata-rata.
⎛ 0,55 + 0,50 ⎞ ⎛ 1 0,70 + 0,60 ⎞
lbi = 8,5 − ⎜ 1 ( )⎟ − ⎜ ( .) ⎟ = 8,5 − 0,2625 − 0,325 = 7,9125 m
⎝ 2 2 ⎠ ⎝ 2 2 ⎠
⎛ 0,70 + 0,60 ⎞ ⎛ 1 0,70 + 0,60 ⎞
lba = 5,5 − ⎜ 1 ( )⎟ − ⎜ ( ) ⎟ = 5,5 – 0,325 – 0,325 = 4,85 m
⎝ 2 2 ⎠ ⎝ 2 2 ⎠
100
B. GAYA AKSIAL KOLOM
Setelah momen ultimit kolom Mu,k maka untuk keperluan desain kolom,
besaran yang harus diketahui berikutnya adalah gaya aksial yang bekerja pada kolom.
Terdapat dua cara untuk menentukan gaya aksial kolom, yaitu berdasarkan pada gaya
lintang balok pada kondisi kapasitas (gaya lintang balok menjadi gaya aksial kolom)
dan gaya aksial kolom hasil analisis struktur. Untuk membahas masalah ini, maka
diambil model struktur seperti pada Gambar 8.3.
+ - + -
M1 M2 M3 M4
n
M1 M1 M3 M3
La La La La
M2 M2 M4 M4
La La La La
+ - + -
M1 M2 M3 M4
2
M1 M1 M3 M3
La La La La
M2 M2 M4 M4
La La La La
+ - + -
M1 M2 M3 M4
1
M1 M1 M3 M3
La La La La
M2 M2 M4 M4
La La La La
Li La
101
2. Dari Analisis Struktur
Namun demikian nilai tersebut tidak perlu lebih besar dari,
⎧ 4 ⎫
Nu,k ≤ 1,05 ⎨ N g ,k + N E ,k ⎬ ..........................................................2
⎩ K ⎭
(Batas atas Nu,k)
NE,k adalah gaya aksial akibat beban gempa.
Rv merupakan suatu faktor untuk memperhitungkan kemungkinan tidak bersama-
samanya kejadian sendi plastis diseluruh tingkat.
Rv = 1 Æ1<n≤4
Rv = 1,1 – 0,025 n Æ 4 < n ≤ 20
Rv = 0,6 Æ n > 20
n = Jumlah lantai bangunan
102
Gempa Kiri
45,14 71,53 27,67 52,76 45,14 71,53
R
9,54 9,54 9,6 9,6 8,42 8,42
J
13,85 13,85 18,84 18,84 12,19 12,19
b
17,85 17,85 25,22 25,22 14,12 14,12
103
Gempa Kanan
71,53 45,14 52,76 27,67 71,53 45,14
R
8,42 8,42 9,6 9,6 9,54 9,54
J
12,19 12,19 18,84 18,84 13,85 13,85
b
14,12 14,12 25,22 25,22 17,85 17,85
104
Gaya Aksial Hasil Analisis Struktur Gaya Aksial
Keterangan : Karena satuan gaya aksial adalah Ton, maka akan dikonversi
dengan mengalikan 9,804.
(Nu, k )
oa = 0,9.0,7.{100,26.9,804} + 1,05.(1993 + 739,9 ) = 619,25 + 2869,55
(Nu, k )
aB = 0,9.0,7.{78,64.9,804} + 1,05.(1740,3 + 645,8) = 485,72 + 2505,4
(Nu, k )
Bb = 0,9.0,7.{57,02.9,804} + 1,05.(1489,5 + 552,8) = 352,185 + 2144,4
(Nu, k )
bc = 0,9.0,7.{35,4.9,804} + 1,05.(1240,1 + 459,9 ) = 218,65 + 1785
(Nu, k )
cF = 0,9.0,7.{24,2.9,804} + 1,05.(991,6 + 367,8) = 149,5 + 1427,37
(Nu, k )
FJ = 0,9.0,7.{13.9,804} + 1,05.(744,0 + 275,9) = 80,3 + 1070,9
(Nu, k )
JM = 0,9.0,7.{1,8.9,804} + 1,05.(497,1 + 184,7 ) = 11,12 + 715,9
(Nu, k )
MR = 0,9.0,7.{0,9.9,804} + 1,05.(251,3 + 93,5) = 5,55 + 362,04
106
Hitungan gaya aksial untuk gempa kiri.
Demikianlah contoh perhitungan untuk kolom tengah kiri. Dengan cara yang sama
dapat dicari Mu,k dan Nu,k untuk kolom tepi kiri, kolom tengah kanan dan kolom tepi
kanan.
107
Apabila contoh hitungan yang dipakai adalah gempa kanan, lalu digambar, maka
hasilnya adalah sebagai berikut.
62,78
Lantai 8
43,69 37,5
43,69
Lantai 7
43,69 74,155
43,69
Lantai 6
55,31 117,42
55,31
Lantai 5
54,34 160,84
87,44
Lantai 4
75,07 204,37
112,15
Lantai 3
93,616 254,65
93,616
Lantai 2
93,616 305,1
93,616
Lantai 1
82,88 355,85
Mu,k Nu,k
Karena hasil diatas adalah momen kolom dan gaya aksial kolom dalam bentuk ultimit,
maka akan dirubah ke nilai nominal, dengan cara membagi dengan nilai reduksi ø
yaitu 0,8 untuk Mu,k dan dan 0,65 untuk kolom bersengkang atau 0,7 untuk kolom
berspiral untuk Nu,k sesuai dengan SK-SNI 1991, pasal 3.2.3.2).
Kolom yang dihitung menggunakan sengkang, sehingga untuk Nu,k digunakan ø =
0,65.
108
Sehingga didapat hasil :
78,48
Lantai 8
54,62 57,7
54,62
Lantai 7
54,62 114,08
54,62
Lantai 6
69,14 180,65
69,14
Lantai 5
67,93 247,44
109,3
Lantai 4
93,84 314,42
140,18
Lantai 3
117,02 391,77
117,02
Lantai 2
117,02 469,38
117,02
Lantai 1
103,6 547,46
Mn,k Nn,k
109
BAB IX
DESAIN KOLOM
Desain kolom adalah menentukan ukuran kolom dan menentukan luas dan
penempatan tulangan sehingga memenuhi kebutuhan gaya aksial Pn dan momen
lentur Mn. Pada desain balok proses desain bersifat unique, artinya proses desain
menempuh suatu rute dalam rangka hanya memenuhi kebutuhan momen lentur atau
hanya satu persyaratan. Pada desain kolom karena terdapat dua persyaratan yang
harus dipenuhi sekaligus, maka tidak ada cara langsung yang stright forward, hal
yang umumnya dilakukan adalah dengan cara coba-coba, yaitu dicoba ukuran kolom
dan jumlah tulangan, kemudian dikontrol apakah hasilnya akan memenuhi syarat.
Secara umum desain kolom dapat dilakukan dengan :
1. Cara Numerik
Yaitu menggunakan persamaan keseimbangan gaya-gaya.
2. Cara Grafis atau Diagram Interaksi Mn-Pn
3. Cara Analitik
Yaitu menggunakan rumus eksplisit (closed form formula).
Pada cara analitik walaupun agak sedikit panjang, namun nilai-nilai Pn dan
Mn yang dapat dikerahkan oleh suatu potongan kolom dapat diketahui secara
pasti/eksak. Pada cara grafis, sebaliknya proses desain dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah tetapi harus menyiapkan diagram interaksi Mn-Pn terlebih dahulu.
Disamping itu nilai Pn dan Mn yang tersedia kalau tidak dihitung secara analitik,
nilai-nilai yang diperoleh hanya bersifat perkiraan.
Pada desain balok lentur, efisiensi desain dapat dicapai setinggi-tingginya,
artinya momen tersedia Mt nilainya dapat didekatkan sedekat-dekatnya dengan
momen perlu Mu sehingga Mt ≥ Mu. Ini adalah hasil dari sifat desain yang bersifat
unique seperti yang dikatakan sebelumnya. Pada desain kolom hal ini agak sulit
dilakukan. Pada suatu ukuran kolom dan luas tulangan tertentu mungkin gaya aksial
nominal tersedia Pn nilainya agak jauh lebih besar dari gaya aksial nominal yang
diperlukan, sementara nilai Mn tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn yang
diperlukan, dan sebaliknya.
110
Agar baik Pn dan Mn yang tersedia hanya sedikit lebih besar daripada Mn dan
Pn yang diperlukan, umumnya diperlukan banyak coba-coba. Hal ini tentu saja tidak
praktis. Oleh karena itu hasil desain seperti pada kondisi yang disebut sebelumnya,
umumnya masih dapat diterima.
Data Pu Mu b h
Ukuran dirubah
f’c fy ec Es
Pu Mu
Pna = ; M na =
φ φ
M
e = na
Pna
Ya Tidak
Compresion Controls Agc < Ag Tension Controls
(Patah Desak) (Patah Tarik)
Tidak
Pn > Pna
ya
111
A
Kontrol Status
~ cb = 0,6.h
~ es’ = c − d' .ε
c
c
~ C cb = 0,85.f’c.ab.b
~ C sb = A’s.(fy-0,85.f’c)
~ Tsb = As.fy
~ P b = C cb+C sb-T sb
Pb < Pn Pb > Pn
Asumsi Kolom Asumsi Kolom
Patah Desak Patah Tarik
~ C c = 0,85.f’c.ß1.c.b
~ C c = 0,85.f’c.ß1.c.b
~ T s = A s . fy
~ T s = A s. f y
~ C s = A’s.(fy-0,85 .f’c)
~ C s = A’s.fy
~ Pn = Cc + Cs – Ts
Statik Momen Terhadap Garis Kerja Pn
~
~ ⎧ β1.c ⎛ ht ⎞⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫ ⎧ ⎛ d − d' ⎞ ⎫ ⎧ a⎫
Cc ⎨ − ⎜ − e ⎟ ⎬ − C s ⎨⎜ − e ⎟ − d'⎬ − Ts ⎨⎜ − d ⎟ + e ⎬ Pn ⎨e + ⎜ ⎟ ⎬ = C c ⎨ h − ⎬ + C s {h − d'}
⎩ 2 ⎝ 2 ⎠⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭ ⎩ ⎝ 2 ⎠⎭ ⎩ 2⎭
Didapatkan Pers c 2, sehingga didapat
Didapatkan Pers. c 3, sehingga didapat nilai c
nilai c
~ Pn = Cc + Cs – Ts
~ P n > P na ~ Memenuhi Syarat
~ Pn > P na ~ Memenuhi Syarat
Selesai
Mu = 93,616 tm
Mb,Pb
Mn
112
Mu 93,616
Mna = = = 117,02 tm
φ 0,8
Pu 355,85
Pna = = = 547,46 ton
φ 0,65
Mn 117,02
Eksentrisitas beban e = = = 0,21375 m = 21,375 cm
Pn 547,46
Terdapat beberapa langkah pada proses desain, yaitu :
b/2
Pada kondisi balance, maka :
As As ' b εc 0,003
cb = h= h
b/2 εc + εs 0,003 + 0,001943
= 0,6069 h
ht/2 ht/2
ht Pb = Cc + Cs – Ts
e
= 0,85.f’c.β1.cb.b + As’.fy – As.fy
Es Pb
= 0,85 . 255 . 0,85 . 0,6069h . b
Es'
Ec (0,003) = 111,8137 b.h
Apabila diambil asumsi h = 0,9 ht, maka :
c
a Pb = 111,8137 . b . 0,9 ht
= 100,6323 b . ht = 100,6323 Ag
Ts Padahal Pb = Pn = 547,46 t , maka :
d'
Cc Cs
547,46.10 3 kg 2
Gambar 9.4 Gaya-gaya Pada Ag = cm = 5440,2 cm2
100,6323kg
Kondisi Balance
113
(ukuran kolom besar). Pada kondisi demikian akan terjadi tension controle dan
sebaliknya. Artinya :
1. Bila Agc > Ag, akan terjadi tension controle
2. Bila Agc > Ag, akan terjadi compression controle
Yang mana Ag adalah kebutuhan luas potongan kolom bila Pn = Pb dan Agc
adalah luas potongan yang dipakai.
Misalnya akan didesain kolom dalam kondisi compression controle,
maka artinya Agc < Ag. Misal dicoba ukuran kolom 45x70, maka Agc = 45.70
= 3150 cm2 ± 72 % Ag. Dipakai baja tulangan D25 (AØ = 4,906 cm2) dengan
jumlah tulangan sebanyak 7 buah tiap sisi, maka luas tulangan As = As’ =
9.4,906 = 44,154 cm2, d = 4 + 1 + ½.2,5 = 6,25 cm.
b. Estimasi Kuat Desak Pn
Untuk keperluan estimasi kuat desak Pn
b/2
dipakai rumus pendekatan Whitney, yaitu :
As As ' 45
f ' c.b.ht As'. fy
b/2 Pn = +
3.ht.e e
+ 1,18 + 0,5
h 2
h − d'
70
63,75 255.45.70 44,154.4080
d e
= +
3.70.21,375 21,375
+ 1,18 + 0,5
Es <Ey Pb 63,75 2
63,75 − 6,25
Ts
Pn = 558,27 t > Pna = 547,46 t
d'
Cc Cs Estimasi ukuran dan jumlah tulangan
Gambar 9.5 Gaya-gaya Pada diperkirakan memenuhi syarat.
Kondisi Patah Desak
114
Ccb = 0,85 . f’c . ab . b = 0,85 . 255 . (0,85 . 38,6898) . 45 = 320765,0 kg
Csb = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 44,154 (4080 – 0,85 . 255) = 170577,95 kg
Tsb = As . fy = 44,154 . 4080 = 180148,32 kg
Pb = Ccb + Csb - Tsb = 320765,0 + 170577,95 - 180148,32 = 311174,63 kg
= 311,174 t < Pna = 547,46 t
Betul kolom dalam keadaan patah desak (compression controle).
115
8290,6875.c{0,425.c − 13,625} − 170577,95{13,625 − 6,25}
−
(17733350,25 − 278170,2.c ) 50,125 = 0
c
3523,5425c 3 − 73123,863c 2 + 11543761,7c − 757652656,3 = 0
116
Tabel 9.1 Beberapa Alternatif Tulangan Kolom
Berat Harga
Ukuran Tulangan Volume (Rp.) Harga
Pn Mn Tul Keterangan
Kolom Per m’ Kolom Total
(ton) (tm) D25
(cm) kolom (m3) Tulangan Beton (Rp.)
(kg)
45 D25 = 3,85 kg/m
70 585,13 141,85 2x9 69,3 0,315 377685 121275 498960 D22 = 2,98 kg/m
D19 = 2,23 kg/m
45 595,4 140,3 2 x 11 87,4 0,292 476330 112612 588942 Beton =
65 Rp. 385000/m
Tulangan =
45 590,2 124,6 2 x 12 92,4 0,270 503580 103950 607530 Rp. 5450/kg
60
117
700
Pada Gambar 9.6 tampak jelas bahwa
Thousands 600
harga baja tulangan jauh lebih mahal
500
Beton
400 daripada harga cor beton. Desain
Harga
Tulangan
300
200 Strk. elemen beton dapat dikombinasikan
Beton
100 antara fungsional, estetika dan harga
0
55 60 65 70 75 sedemikian rupa sehingga aman,
ht kolom
nyaman dan ekonomis.
Gambar 9.6 Perbandingan Harga
Untuk proses desain selanjutnya, nilai Mna dan Pna yang dihitung adalah
114,5625 tm dan 437,77 ton. Dianggap nilai-nilai tersebut bekerja pada kolom
yang didesain.
Mna = 114,5625 tm
Mna
e= = 26,197 cm Æ Bila dipakai 70 x 70
Pna
2 Agc = 70.70 = 4900 cm2 > 4350,20 cm2
Ag = 4350,20 cm
akan terjadi patah tarik, tetapi luas baja
Agc = 45.70 = 3150 cm2 < Ag
tulangan yang diperlukan akan kecil
Tulangan 2 x 7D25
yaitu As = As ' = 5,96 cm2.
Pb = 343,34 ton < Pna
1,4
Pn = 463,904 ton ~ 327,77 ton Hanya 0,24 % < = 0,35 %
400
Æ Patah desak (batas tulangan minimum)
Æ Desain OK
Hasil desain di atas sementara juga dapat disimpulkan menurut tabel berikut.
118
Di dalam mengestimasi ukuran kolom, sebenarnya juga dapat menggunakan
persamaan berikut ini,
⎡ ⎤
⎢ ρ g . fy ⎥⎥
f 'c h h − d' As + As'
Pn = Ag ⎢ + ξ= ; γ = ; ρg =
⎢⎛ 3 ⎞⎛ e ⎞ ⎛ 2 ⎞⎛ e ⎞ ⎥ ht h Ag
⎢ ⎜⎜ 2 ⎟⎟⎜ ⎟ + 1,18 ⎜⎜ ⎟⎟⎜ ⎟ + 1⎥
⎢⎣ ⎝ ξ ⎠⎝ ht ⎠ ⎝ γ ⎠⎝ ht ⎠ ⎥⎦
Misalnya dipakai :
e 26,179
ρ g = 2,15 %, ξ = 0,9 , γ = 0,9 , ≈ ≈ 0,374 maka
ht ht
⎡ ⎤
⎢ ⎥
255 0,0215.4080 ⎥
437770 = Ag ⎢ + = Ag {98,408 + 47,905}
⎢⎛ 3 ⎞ ⎛ 2 ⎞ ⎥
⎢ ⎜⎜ 2 ⎟⎟(0,374) + 1,18 ⎜ ⎟(0,374) + 1⎥
⎣ ⎝ 0,9 ⎠ ⎝ 0,9 ⎠ ⎦
437770
Ag = = 2971 cm2 Æ dekat dengan ukuran 45/60 , Ag = 2925 cm2.
147,313
119
Contoh : Untuk memenuhi persyaratan kondisi patah tarik, maka diambil kolom
tingkat paling atas pada analisis sebelumnya. Pada analisis tersebut,
yaitu akibat kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kiri maka
diperoleh Mu = 82,32 tm dan Pu = 36,83 ton. Sama seperti contoh
sebelumnya dipakai f’c = 25 Mpa = 255 kg/cm2, baja tulangan dengan fy
= 400 Mpa = 4080 kg/cm2, D25 untuk tulangan pokok dengan Ad =
4,906 cm2, εc = 0,003 dan Es = 2100000 kg/cm2.
b/2
As As ' b
b/2
Mu 82,32
ht/2 ht/2 Mna = = = 102,9 tm
h
φ 0,8
~e~ Pu 36,83
Pna = = = 56,66 tm
Pu
φ 0,65
Ec (0,003) Mn 102,9
Es' e= = = 181,61 cm
Pn 56,66
c
a
0,85 f'c
Ts
d'
Cc Cs
Sebagaimana pada patah desak, kolom patah tarik ini akan melalui beberapa
tahapan berikut ini.
a. Menentukan Ukuran kolom
Terdapat dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan ukuran
kolom. Cara yang pertama sama dengan cara yang dipakai pada patah desak
yaitu Pna dianggap sama atau disamakan dengan Pb. Pada langkah ini akan
diperoleh luas potongan kolom Ag. Sesuai dengan yang dikatakan
sebelumnya, apabila luas potongan kolom yang dipakai Agc lebih besar dari
Ag, maka akan terjadi patah tarik. Yang menjadi persoalan adalah seberapa
lebih besar Agc terhadap Ag. Oleh karena itu dapat dipakai cara kedua, yaitu
120
melalui rumus pendekatan Pn yang berdasar pada patah tarik (dengan
anggapan baja desak sudah leleh), yaitu :
⎧⎪ e ⎛ e⎞
2
⎡ ⎛ d ' ⎞ e ⎤ ⎫⎪
1. Pn = 0,85 f ' c.b.h ⎨− ρ + 1 − + ⎜1 − ⎟ + 2 ρ ⎢(m − 1)⎜1 − ⎟ + ⎥ ⎬
⎪⎩ h ⎝ h⎠ ⎣ ⎝ h ⎠ h⎦⎪
⎭
Dalam hal ini :
fy 4080 e
m= = = 18,8235 , Asumsi ρ = 1,49 %, = 4,58 ,
0,85. f ' c 0,85.255 h
d'
= 0,143 .
h
⎧⎪ (1 − 4,58) + 2.0,0149
2 ⎫⎪
56660 = 0,85.255. Ag ⎨− 0,0149 + 1 − 4,58 + ⎬
⎪⎩ [(18,8235 − 1)(1 − 0,143) + 4,58]⎪⎭
56660
Ag = = 3898,7 cm2 (kalau baja desak sudah leleh)
(216,75)0,067
2. Berdasar Pn = Pb (seperti cara sebelumnya)
Pn = 0,85. f ' c.β1 .C b .b + As '. fy − As. fy
εc 0,003
cb = h= h = 0,6069 h ~ 0,6069.0,9ht = 0,5462 ht
εc + εs 0,003 + 0,001943
Pn = 0,85.255.0,85.0,5462 .b.ht
56660
Ag = cm 2 = 562,86 cm2
0,85.255.0,85.0,5462
Hasilnya sangat jauh dengan cara pertama.
121
Cs = As’ (fy – 0,85 . f’c) = 29,4375 (4080 – 0,85 . 255) = 1137724,42 kg
Ts = As . fy = 29,4375 . 4080 = 120105 kg
Pb = Cc + Cs - Ts = 220146,51 + 1137724,42 - 120105
= 213,766 t > Pna = 56,66 t
Betul kolom dalam keadaan patah tarik (tension controle).
Cc Cs
d'
=
(185456,3.c − 1153102 ) kg
Gambar 9.8 Gaya-gaya Pada c
Kondisi Patah Tarik
122
Statik momen gaya-gaya terhadap garis kerja Pn.
⎧ ⎛ ht β .c ⎞⎫ ⎧ ⎛ ht ⎞⎫ ⎧⎛ ht ⎞ ⎫
Cc ⎨e − ⎜ − 1 ⎟⎬ + Cs ⎨e − ⎜ − d ' ⎟⎬ − Ts ⎨⎜ − d ⎟ + e⎬ = 0
⎩ ⎝2 2 ⎠⎭ ⎩ ⎝2 ⎠⎭ ⎩⎝ 2 ⎠ ⎭
123
Pada kolom-kolom tingkat di bawahnya umumnya gaya aksial Pu akan
semakin besar, namun momen lenturnya juga sedikit membesar. Pada kondisi
seperti ini maka kolom mungkin masih dalam kondisi patah tarik tetapi baja
desaknya kemungkinan sudah leleh. Dengan demikian cara patah dengan status
regangan baja desak tampaknya berhubungan dengan konfigurasi / ketinggian /
letak kolom / tingkat.
Contoh : Untuk membahas desain kolom pada kondisi ini dipakai hasil analisis
struktur terdahulu. Misalnya kolom tingkat ke-6 akibat kombinasi beban
gravitasi dan gempa kiri diperoleh Pu = 108,2 t dan Mu = 91,38 tm
(bandingkan dengan Pu dan Mu contoh sebelumnya). Mutu beton dan
baja tulangan masih sama dengan contoh sebelumnya.
Mu 91,38
Mna = = = 108,20 tm
φ 0,8
Pu 108,2
Pna = = = 166,4615 tm
φ 0,65
Mn 108,20
e= = = 68,619 cm
Pn 166,4615
Æ lebih kecil daripada e pada contoh sebelumnya
124
a. Menentukan Ukuran kolom
Senada dengan cara-cara sebelumnya, pertama diasumsikan Pn = Pb
dengan catatan bahwa displaced concrete diabaikan.
Pn = 0,85. f ' c.β1 .C b .b + As '. fy − As. fy
Pn = 0,85.255.0,85.cb .b.h
εc 0,003
padahal cb = h= h = 0,6069 h
εc + εs 0,003 + 0,001943
dan diasumsikan h = 0,9 ht , maka
Pn = 0,85.255.0,85.0,6069 .b.0,9.ht = 100,6324 Ag
166461,5
Ag = = 1654,056 cm2 Æ diperkirakan ht = 65 cm dan ρ = 0,0180
100,6324
Æ Agar patah tarik maka Agc > Ag
Berdasarkan rumus eksplisit untuk Pn
⎧⎪ e ⎛ e⎞
2
⎡ ⎛ d'⎞ e ⎤ ⎫⎪
Pn = 0,85. f ' c.b.0,9ht ⎨− ρ + 1 − + ⎜1 − ⎟ + 2 ρ ⎢(m − 1)⎜1 − ⎟ + ⎬
⎪⎩ h ⎝ h⎠ ⎣ ⎝ h⎠ h ⎥⎦ ⎪
⎭
e
Dalam hal ini m = fy = 18,8285 ; ρ ≈ 0,0180 ; ≈ 1,615 , maka
0,85. f ' c h
⎧ (1 − 1,615)2 + 2.0,018 ⎫
⎪⎪ ⎪⎪
166461,5 = 0,85.255.0,9.b.ht ⎨− 0,018 + 1 − 1,615 + ⎡ ⎛ 6,25' ⎞ ⎤⎬
⎪ ⎢(18,8285 − 1)⎜1 − ⎟ + 1,615⎥ ⎪
⎪⎩ ⎣ ⎝ 58,75 ⎠ ⎦ ⎪⎭
diperoleh b . ht = 2990,89 cm2
Æ dicoba b = 45 cm, ht = 65 cm, h = 65-6,25 = 58,75 cm
⎧ a a ⎫
= As. fy ⎨h − + − d '⎬
⎩ 2 2 ⎭
⎧ ⎛ ht a ⎞⎫
Pn⎨e − ⎜ − ⎟⎬
As = ⎩ ⎝ 2 2 ⎠⎭
fy (h − d ')
126
166461,5{68,619 − (32,5 − 6,25)}
As =
4080(58,75 − 6,25')
As = 34,70 cm2 ~ 34,342 cm2
Æ dipakai 7D25, As = 34,342 cm2
Mulai
Diagram Interaksi
B
Mulai
C
D
E
Mn
127
1. Kolom Pendek Dengan Beban Sentris
Kuat desak nominal (Pno) suatu kolom pendek adalah kuat desak
nominal/teoritik suatu kolom akibat beban sentris (beban aksial tepat berada pada titik
berat potongan). Walaupun kondisi seperti ini sangat jarang terjadi, namun demikian
kondisi ini merupakan bagian dari bahasan kolom beton secara keseluruhan.
Sedangkan istilah ultimit yang dimaksud adalah kondisi yang mana tegangan bahan
baik baja tulangan maupun beton mencapai tegangan ultimit (baja tulangan mencapai
tegangan leleh, tegangan desak beton mencapai tegangan maksimum) akibat adanya
beban maksimum Pno.
Park dan Paulay (1975) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu (Richard dan Brown 1934, Hognestad, 1951) tegangan desak beton
maksimum dapat diambil sebesar 0,85 f’c. Karena beban desak bersifat sentris, maka
baik baja desak maupun baja tarik dianggap secara bersama-sama mencapai tegangan
leleh fy. Pada hitungan kolom, luasan beton yang ditempati baja tulangan (displaced
concrete) ada yang diperhitungkan (lebih teliti) namun ada juga yang
mengabaikannya.
ht = 60 Pada Gambar 9.12.a) potongan
suatu kolom dibebani oleh beban
titik secara sentris. Gambar
9.12.b) adalah potongan vertikal
b = 40
dan letak beban. Gambar 9.12.c)
adalah tegangan-tegangan yang
terjadi. Karena beban bersifat
Pn0
sentris, maka tegangan desak
beton menjadi terbagi rata.
Menurut keseimbangan gaya-
gaya vertikal, maka diperoleh :
Pno = Cc + Cs1 + Cs 2 ........... 9.1
0,85 f’c
Cs1 Cc Cs2
Gambar 9.12 Potongan Kolom
128
Sedangkan,
Cc = 0,85. f ' c.b.ht ............. 9.2.a
Cs1 = As1 ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.2.b
Contoh : Misalnya kolom seperti Gambar 9.12 memiliki lebar ht = 60 cm, tebal kolom
b = 40 cm. Kolom memiliki 6D25 dimasing-masing sisi dengan tegangan
leleh fy = 400 MPa. Dipakai mutu beton f’c = 25 Mpa. Akan dihitung nilai
Pno.
⎛1 ⎞
As1 = As 2' = 6.⎜ .π .2,5 2 ⎟ = 6.4,906 = 29,4524 cm2
⎝4 ⎠
fy = 400 Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2
f ' c = 25 Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2
Pno ( )
= 0,85. f ' c.b.ht + As1 + As 2' ( fy − 0,85. f ' c )
129
2. Kolom Pendek Dengan Beban Eksentris Satu Arah
(eccentrically loaded short column with uniaxial bending)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, kolom pendek dengan beban sentris
sangat jarang terjadi. Sesuatu yang sangat umum adalah kolom pendek dengan beban
eksentris, yaitu beban yang mempunyai eksentrisitas e terhadap pusat berat potongan
kolom. Letak beban eksentris itu dapat diperoleh dengan memakai hubungan M = P.e,
yangmana M adalah momen.
Ar ah Gempa Pu Pu
Mu e
Kol om
Pu
Ar ah Gempa
ex
Gambar 9.13.a) adalah denah struktur bangunan. Akibat beban gravitasi dan
beban gempa. Kolom A misalnya harus mendukung gaya aksial Pu dan momen Mu
sebagaimana yang tampak pada Gambar 9.13.b). Mengingat adanya hubungan M =
P.e, maka beban aksial Pu yang bekerja secara sentris dan Mu dapat
ditransformasikan menjadi beban aksial Pu yang bekerja dengan eksentrisitas e. Hal
ini seperti yang tampak pada Gambar 9.13.c).
130
Pada Gambar 9.13.c) walaupun Pu bekerja dengan eksentrisitas sebesar ex,
namun demikian tetap uniaksial karena ey = 0. dengan perkataan lain momen hanya
bekerja pada satu arah yaitu arah x, Mx. Mengingat yang ditinjau adalah momen pada
arah sumbu x, maka letak tulangan juga hanya dikonsentrasikan ditepi-tepi luar atau
sisi-sisi luar arah x.
a
dibahas sebelumnya. Pada kondisi
tersebut akan terjadi rusak desak
0,85 f'c
(compression controle), karena semua
Ts
bahan mengalami tegangan desak.
Cc Cs
Gambar 9.14 Potongan Kolom Kondisi seperti ini umumnya terjadi pada
131
beban Pn yang cukup besar sedangkan momennya relatif kecil.
Pada kondisi sebaliknya, yaitu pada eksentrisitas yang besar maka lentur
menjadi dominan. Pola kerusakan yang terjadi adalah rusak tarik (tension controle).
Kondisi seperti ini terjadi apabila momen yang terjadi cukup besar tetapi beban
desaknya relatif kecil. Diantara kedua ekstrem tersebut akan terjadi kondisi berimbang
(balance condition). Kondisi berimbang yaitu kondisi yangmana saat regangan desak
beton mencapai regangan ultimit εcu, maka pada saat yang sama baja tarik mulai leleh.
Pada compression controle umumnya tebal beton desak c pada Gambar
9.14.b) cukup besar. Pada kondisi tersebut umumnya baja desak sudah leleh dengan
tegangan leleh fy, namun demikian baja tarik belum leleh, dengan tegangan sebesar
fs. Pada kondisi tersebut berarti bahwa,
Cc = 0,85. f ' c.a.b ............. 9.4.a
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.4.b
Ts = As. fs ............. 9.4.c
( )
Pn o = 0,85. f ' c.b.ht + As1 + As 2' ( fy − 0,85. f ' c ) ............. 9.5
Yangmana nilai fs adalah,
fs = ε s .E s
⎛h−c⎞
fs = ⎜ ⎟ε c .E s ............. 9.6
⎝ c ⎠
Dengan mengambil momen terhadap plastic centroid maka
⎛1 a⎞ ⎛1 ⎞ ⎛1 ⎞
Pn.e = Cc⎜ ht − ⎟ + Cs ⎜ ht − d ' ⎟ + Ts ⎜ ht − d ⎟ ............. 9.7
⎝2 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝2 ⎠
Pada kondisi tension controle umumnya Pn relatif kecil, e cukup besar
sehingga tebal beton desak c relatif kecil. Pada kondisi tersebut baja tarik pasti leleh
dengan tegangan fy, sedangkan baja desak masih ada 2 kemungkinan, mungkin sudah
leleh, mungkin belum leleh. Hal ini akan bergantung pada nilai c. Sebagaimana pada
balok, pergeseran nilai c akan berakibat pada status kerusakan (rusak desak atau rusak
tarik).
132
Pada Gambar 9.15 tampak jelas
Tension Failure
c < cb, Pn < Pb, e > eb, ɛs > ɛy bahwa nilai c > cb maka εs < εy dan
ɛy
cb sebaliknya.
ɛs
ɛs’ ɛcu
Compression Failure
c > cb, Pn > Pb, e < eb, ɛs < ɛy
eP
s
c
Pno A c
Compression c> c b , P n > P b , e < e b
PT
D
As As'
d h = 53,75 cm
d'
Pb
a b
Ey cb Ey
Es Ec
Ec c
Pb
eb
Ts
Cc Cs
Gambar 9.17 Kolom Pendek Kondisi
Balance
134
Ad = 1 .π .2,54 2 = 4,9087 cm2
4
f ' c = 25 Mpa = 25.10,2 kg/cm2 = 255 kg/cm2
fy = 400 Mpa = 400.10,2 kg/cm2 = 4080 kg/cm2
135
Maka menurut persamaan 9.11
Pb = 0,85.255.27,598.40 + 29,4524(4080 − 0,85.255) − 29,4524.4080
= 240,8485 t + 113,7819 t – 120,1679 t = 234,4647 t
Eksentrisitas beban eb dapat dicari dengan menggunakan persamaan 9.12.
⎧1 0,2759 ⎫ ⎧1 ⎫ ⎧1 ⎫
Pb .eb = 240,8485⎨ 0,6 − ⎬ + 113,7819 ⎨ 0,6 − 0,0625⎬ + 120,1679 s ⎨ 0,6 − 0,0625⎬
⎩2 2 ⎭ ⎩2 ⎭ ⎩2 ⎭
= 39,0295 + 27,0232 + 28,539 = 94,5925 tm
M b = Pb .eb
Mb 94,5925
eb = = = 0,4034 m = 40,3440 cm dari titik berat kolom.
Pb 234,4647
Mb = 94,5925 tm dan Pb = 234,4647 membentuk suatu koordinat kondisi balance
yang ditunjukkan oleh titik B pada Gambar 9.16.
136
= 0,85.255.0,85.c.40 = 7369,5 c kg
Cs = As' ( fy − 0,85. f ' c ) Æ baja desak sudah leleh
⎛h−c⎞ ⎛ 53,75 − c ⎞
= As⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ c ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ c ⎠
ht = 60 cm
b = 40 cm
As A s'
d h = 5 3 ,7 5 c m
d'
e Pn
5 3 ,7 5 - c
E s c
E s' E c
Pn
5 3 ,7 5 - c 2 2 ,5 7 ,5
6 ,2 5
Ts
Cc Cs
a = ß 1 .c
Dalam hal ini beban Pn belum diketahui dan tebal beton desak c juga belum diketahui.
Untuk itu harus ada eliminasi. Untuk tujuan eliminasi maka diambil momen terhadap
kedudukan Pn.
137
⎛ β .c ⎞
Cc⎜ 1 − 7,5 ⎟ − Cs (7,5 − 6,25) − Ts (23,75 + 22,5) = 0
⎝ 2 ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
7369,5c(0,425c − 7,5) − 113724,442(1,25) − ⎜ ⎟46,25 = 0
⎝ c ⎠
3132,0375c 3 − 55271,25c 2 − 142155,5275c − 461032646,5 + 8577351,563 = 0
c 3 − 17,6470c 2 + 2693,1976c − 147198,9548 = 0
Melalui penyelesaian persamaan pangkat tiga diperoleh c = 40,6033 cm,
a = 34,5128 cm.
Dengan diperolehnya c, maka :
Cc = 0,85. f ' c.β1 .c.b
= 7369,5 . 40,6033 = 299266,02 kg
Cs = 113724 ,4219 kg
53,75 − 40,6033
εs = 0,003 = 0,00097
40,6033
fs = 0,00091 .2100000 = 2039,839 kg/cm2
Ts = As. fs = 29,4375 .2039,839 = 60047 ,772 kg
Pn = Cc + Cs − Ts = 299266 ,02 + 113724 ,4219 − 60047 ,772 = 352,9026 ton
Mn = Pn.e = 352,9206 .0,225 = 79,4031 tm
Nilai Mn juga dapat diperoleh dengan menghitung momen gaya-gaya internal yang
bekerja terhadap titik berat potongan.
⎛ 34,5128 ⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) − Ts (23,75) = 79,4031 tm
⎝ 2 ⎠
Nilai Pn = 352,906 ton
Mn = 79,4031 tm
138
= 29,4375 (4080 − 0,85.255) = 113724,4219 kg
Ts = As. fs = As.ε s .E s
⎛h−c⎞ ⎛ 53,75 − c ⎞
= As⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ c ⎠
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ c ⎠
Keseimbangan gaya-gaya vertikal maka :
Pn = Cc + Cs − Ts
⎛ 9968273,438 − 185456,25c ⎞
352,9026 = Cc + Cs − Ts = 7369,5c + 113724,4219 − ⎜ ⎟
⎝ c ⎠
7369,5c 2 − 53722,328c − 9968273,438 = 0
139
fs = 0,00091 .2100000 = 2039,839 kg/cm2
Ts = As. fs = 29,4375 .2039,839 = 60047 ,772 kg
Keseimbangan gaya vertikal :
Pn = Cc + Cs – Ts
= 299226,02 + 113724,422 - 60047,7694 = 352902,6 kg
⎛ 34,5128 ⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) + Ts (23,75) = 79,4031 tm
⎝ 2 ⎠ Sama dengan
cara sebelumnya
e = Mn / Pn = 79,4031 / 352,9026 = 0,225 m = 22,5 cm
140
Cs = As'. fs = As.ε s .E s
⎛ c − d'⎞ ⎛ a − β1 .d ' ⎞
= As' ⎜ ⎟ε c .E s = 29,4375⎜ ⎟0,003.2100000
⎝ c ⎠ ⎝ a ⎠
⎛ 185456,25a − 985236,3281 ⎞
=⎜ ⎟ kg
⎝ a ⎠
Keseimbangan gaya-gaya horizontal
Cc + Cs – Ts = 0
185456,25a − 985236,3281
8670a + - 120105 = 0
a
8670a 2 + 65351,25a – 120105 = 0
a 2 + 7,5376 a – 113,637 = 0
⎛ 8,8681 − 6,25 ⎞
εs’ =⎜ ⎟ .0,003 = 0,0008856 < εy = 0,001943
⎝ 8,8681 ⎠
fs = εs . Es = 0,0008856 x 2,1.106 = 1859,9408 kg / cm2 < 4080 kg / cm2
Cc = 8670 . 7,5379 = 65353,593 kg
Ts = 29,4375 . 1859,9408 = 54752,007 kg
⎛ a⎞
Mn = Cc⎜ h − ⎟ + Ts (h − d ') = 32,6644 + 26,1072 = 58,6751 tm
⎝ 2⎠
Pn = 0 → e = Mn/Pn = ∞
141
ht = 60 cm
b = 40 cm
As A s'
6 ,2 5 2 3 ,7 5 2 3 ,7 5 6 ,2 5
e Pn
E s c=25
5 3 ,7 5 - c E c
E s'
e Pn
6 ,2 5
Ts
Cc Cs
142
⎛ a⎞
Mn = Cc⎜ 30 − ⎟ + Cs (30 − 6,25) + Ts (30 − 6,25 )
⎝ 2⎠
= 3569601,5625 + 2700955,0201 + 2852493,75 = 9123050,3326 kg cm
= 91,230 tm
e = Mn / Pn = 91,230 / 177,856 = 0,5129 m = 51,29 cm
143
ht
1400
1300 b As A's
1200
epsi s c
1100
epsi c
1000
a
900
Pn
3,
800
2,5 Ts Cc Cs
700 2,0
1,5
Pn (ton)
600
500
Pn = 547,46 1
400
1,1
300
200
Mn = 117,02
100
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
-100
-200
-300
Mn (tm)
145
ht
As A s'
b
d h d'
e Pn
E s c
E c
E s'
e Pn
Ts
Cc Cs
Gambar 9.22 Kolom Pendek Patah TarikDengan Tulangan Desak Sudah Leleh
⎛ ht a ⎞ ⎛ a a ⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As . fy ⎜ h + − − d ' ⎟
⎝ n 2⎠ ⎝ 2 2 ⎠
= As . fy (h -d’)
146
⎛ ht a ⎞
Pn ⎜ e − + ⎟
⎝ 2 2⎠
As = …………………..... 9.15
fy(h − d' )
Apabila Pn, ukuran dan properti material diketahui, maka tebal beton desak ekivalen a
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.14.b). Selanjutnya luasan baja
tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 9.15.
As A s'
b
d h d'
e Pn
E s c
E cu
E s '< E y
e Pn
Ts
Cc Cs
Gambar 9.23 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Belum Leleh
147
Cs = As . fy = As. εs . Ε s ....…9.16.c
⎛ a − β1 .d' ⎞
= (0,85 f’c . a . b) + As . ⎜ ⎟ ε c . Ε s - (As . fy)
⎝ a ⎠
⎛ ht a ⎞ ⎡ ⎛ a⎞ ⎛a ⎞⎤
a. Pn ⎜ e − + ⎟ = As ⎢a. fy⎜ h − 2 ⎟ + (ε c .Es.a − ε c .Es.β1 .d ' )⎜ 2 − d ' ⎟⎥
⎝ n 2⎠ ⎣ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎦
Apabila diperhatikan maka persamaan 9.17 sama dengan persamaan 9.18 maka,
ht a
2.a.Pn(e + − )
a(Pn − 0,85.f' c.a.b) 2 2
=
(ε c .E s − fy)a − ε c .E s .β1 .d' (ε c .E s − fy)a2 + {2(fy.h − ε c .E s .d' ) − ε c .E s .β1 .d'}a + 2ε c .E s .β1 .d' 2
……………..……… 9.19
Persamaan 9.19 mengandung pembilang dalam a baik ruas kiri dan ruas kanan
sehingga saling dapat dieliminasi. Selanjutnya persamaan tersebut akan menghasilkan
148
persamaan a dalam pangkat tiga. Koefisien a3 sekaligus sebagai pembagian bagi suku-
suku yang lain adalah (ɛcEs-fy) 0,85f’cb. Apabila koefisien tersebut diberi notasi K1
maka koefisien a3 adalah K1a3 dengan K1 = 1. Apabila koefisien a2 adalah K2, maka
berdasar persamaan 9.19 nilai K2 adalah
( 2 ( fyh − εcEsd ' ) − εcEsβ1d ' )0,85 f ' cb ⎡ 2( fyh − εcEsd ' ) − εcEsβ1d ' ⎤
K2 = = ⎢ ⎥ …. 9.20
(εcEs − fy ) 0,85 f ' cb ⎣ (εcEs − fy ) ⎦
Apabila koefisien a adalah K3, maka berdasar persamaan 9.19 K3 adalah
ht
−2 ( fyh−εcEsd' )Pn+εcEsβ1d' Pn−εcEsβ1d' Pn+(2ε0ESβ1d2)0,85fcb+2Pn(e− )(εcEs−ht)
K3 = 2
(εcEs− fy)0,85f ' cb
⎡ (εcEsβ1d ) Pn ⎤
K4 =- ⎢ (2e − ht + 2d )⎥ …. 9.22
⎣ (εcEs − fy ) 0,85 f ' cb ⎦
Dari persamaan 9.23 tersebut dihitung nilai a. Setelah nilai a diperoleh maka
disubstitusikan ke persamaan.
149
kecil. Walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi namun kebutuhan tulangan tetap
harus dihitung.
ht
As A s'
b
d h d'
e Pn
E s>> E y
c=d'
E cu
E s'< E y
e Pn
Ts
Cc
Gambar 9.24 Kolom Pendek Patah Tarik Dengan Tulangan Desak Tidak Berfungsi
Pada kondisi ini baja tarik mengalami regangan yang sangat besar atau Es >> ey.
Komponen-komponen gaya pada potongan
Cc = 0,85f’c.a.b. ………. 9.24.a
Ts = As.fy ………. 9.24.b
Cs = 0 ………. 9.24.c
Kesembangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc – Ts
= 0,85f’c a.b – As.fy
− Pn + 0,85 f ' c.a.b
As = ………. 9.25
fy
Dengan mengambil jumlah momen terhadap garis kerja Cc, maka
⎛ ht a ⎞ ⎛ a⎞
Pn ⎜ e − + ⎟ = As.fy ⎜ h − ⎟
⎝ z z⎠ ⎝ 2⎠
⎧ ⎛ fy ⎞⎫
= As ⎨ fyh − ⎜ ⎟⎬
⎩ ⎝ 2 ⎠⎭
150
⎛ ht a ⎞
2 Pn ⎜ e − + ⎟ = As {2 fyh – fy.a}
⎝ z z⎠
ht a
2 Pn (e − +
As = 2 2 ……… 9.26
2 fyh − fy.a
Dengan memperhatikan persamaan 9.25 dan persamaan 9.26, maka
ht a
2 Pn(e − + )
0,85 f ' ca.b − Pn 2 2
= ……… 9.27
fy 2 fyh − fy.a
Persamaan 9.27 akan menghasilkan persamaan kuadrat dalam a dengan
K1 = 1 adalah koefisien a2, dan K2 adalah koefisien a,
− ( 2 fyh )0,85 f ' cb
K2 = = −2 h ……… 9.28
fy 0,85 f ' cb
K3 = Pn (2 e – ht + 2h) fy ……… 9.29
2
Persamaan kwadrat K1a + K2.a + K3 = 0
A s A s'
b
d h
d '
e P n
E s< E y c
E c
E s '> E y
P n
e
6 ,2 5
T s
C c C s
Gambar 9.25 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Baja Desak Sudah Leleh
151
Angapan-angapan dalam kondisi ini
1. Displaced concrete diabaikan
2. Tulangan bersifat simetri, As = As’
3. Baja desak sudah leleh, εs’ > εy
Gaya-gaya yang bekerja adalah
Cc = 0,85 f ΄c.a.b ……….. 9.30.a
Cs = As. Fy ……….. 9.30.b
⎛h−c⎞ ⎛β h −a ⎞
Ts = As ⎜ ⎟ εs Es = As ⎜ 1 ⎟ ……….. 9.30.c
⎝ c ⎠ ⎝ a ⎠
⎛ ht a ⎞ ⎧ ( εcEsβ1h)a ⎛ εcEs⎞ 2 ⎛ fy ⎞ 2 ⎫
Pn ⎜ ε − + ⎟ = As ⎨εcEsβ1h − − ( εcEsh)a+ ⎜ ⎟a + ⎜ ⎟a ....(fyd)a⎬
2
⎝ 2 2⎠ ⎩ 2 ⎝ 2 ⎠ ⎝2⎠ ⎭
⎧⎛ εcEs+ fy ⎞ 2 ⎛ εcEcβ1h ⎞ ⎫
= As ⎨⎜ ⎟a − ⎜ + εcEsh+ fyd⎟a + εcEcβ1h 2 ⎬
⎩⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠ ⎭
⎛ ht a ⎞
2aPn ⎜ e − + ⎟
⎝ 2 2⎠
As = ….. 9.32
(ε c E s + fy)a − (ε c E s β 1 h + 2ε c E s h + 2fyd)a + 2ε c E s β 1 h 2
2
Senada dengan bahasan sebelumnya, persamaan adalah sama dengan persamaan oleh
karena itu,
152
⎛ ht a ⎞
2aPn⎜ e − + ⎟
a(Pn − 0,85f'c.a.b) ⎝ 2 2⎠
= ...….. 9.33
(ε c Es + fy)ε c Esβ1h (ε c Es + fy)a − (ε c Esβ1h + 2ε c Es h + 2fyd)a+ 2ε c Esβ1h 2
2
⎡ εcEsβ1 h Pn ⎤
K4 = ⎢ − (2e − ht + 2h )⎥ ...….. 9.36
⎣ εcEs + fy 0,85f' cb ⎦
Persamaan pangkat 3 yang dimaksud adalah
K4a3 + K2a2 + K3a + K4 = 0 ...….. 9.37
Yang mana f1=1, K2, K3 dan K4 masing-masing adalah ditunjukkan oleh persamaan
9.34, pers 9.35 dan pers 9.36. Nilai tebal beton desak a dicari dari persamaan tersebut.
Selanjutnya substitusi nilai a kedalam persamaan 9.32 selanjutnya akan diperoleh luas
tulangan AS.
153
kondisi desak. Pada umumnya tulangan desak kanan sudah leleh tetapi tulangan desak
kiri belum leleh.
ht
As A s'
b
d h
d'
e Pn
E s '1
E c
E s '2> E y
e Pn
C s1 Cc C s2
Gambar 9.26 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Dua-duanya Tulangan Desak
⎛ a − β1h ⎞
= As ⎜ ⎟ εcEs …… 9.38.c
⎝ a ⎠
154
Persamaan keseimbangan gaya-gaya vertical
Pn = Cc + Cs1 + Cs2
⎛ a − β1h ⎞
= 0,85 f’c.a.b + As ⎜ ⎟ εcEs + Asfy
⎝ a ⎠
a ( Pn – 0,85f’c.a.b) = As (εcEsa- εcEsβ1h+ fy.a)
= As { (εcEs + fy) a - εcEsβ1h)}
a(Pn − 0,85f' c.a.b)
As = ...….. 9.39
( εcEs + fy)a − εcEsβ 1 h
Dengan mengambil jumlah momen terhadap pusat kolom maka akan diperoleh
⎛ ht a ⎞ ⎛ ht ⎞ ⎛ εcEs.a − εcEsβ1 h ⎞⎛ ht ⎞
Pn (e) = Cc ⎜ − ⎟ + Asfy⎜ − d ⎟ − As⎜ ⎟⎜ − d ⎟
⎝ 2 2⎠ ⎝2 ⎠ ⎝ a ⎠⎝ 2 ⎠
⎛ ht a ⎞ ⎧ εcEs(a − β1 h) ⎫⎛ ht ⎞
= 0,85f’c.a.b ⎜ − ⎟ + As⎨fy − ⎬⎜ − d ⎟
⎝ 2 2⎠ ⎩ a ⎭⎝ 2 ⎠
⎛ ht ⎞
a [Pn.e = 0,425f' ca.b(ht − a)] = As{εcEsβ 1 h − (cEsβ1 h)a}⎜ − d ⎟
⎝2 ⎠
a{Pn.e − 0,425f' c.a.b(ht − a)}
As = ...….. 9.40
{ }
⎛ ht
εcEsβ1 h − (εεcE − fy) a ⎜ − d ⎟
⎞
⎝2 ⎠
155
K2 = d – εcEs-fy)(0,85f’c.b)-ht(εcEs-fy)0,425f’cb – ht (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(0,425f’cb) (εcEs +fy) (0,425f’cb)( εcEs + fy)
(εcEsβ1h)(0,425f’cb) = (εcEs-fy)(2d-ht) – ht – (εcEsβ1h)
(0,425f’cb)(εcEs + fy) εcEs + fy (εcEs + fy)
156
ht
As A s'
b d h
d'
e<< Pn
E s =E y E s'
E c
Pn
C s1 Cc C s2
Gambar 9.27 Kolom Pendek Patah Desak Dengan Tulanga Kiri dan Kanan Sudah
Leleh
Mengingat eksentrisitas beban e sangat kecil maka kondisi ini dapat dianggap menjadi
kolom dengan beban sentris.
Angapan-angapan selengkapnya menjadi :
1. Displaced concrete diabaikan
2. Kedua sisi tulangan sudah leleh
3. kedua sisi tul merupakan tul simetri atau As = As’ (Ast = As + As’)
Mengingat beban kolom merupakan beban sentries maka
Po = 0,85 f’c.b.ht + Ast.fy ……… 9.47
Beban nominal Pn yang diijinkan menurut SKSNI pasal 3.3.3.5) adalah
Pn = øPo = ø 0,85f’c.b.ht + Ast (fy) ……… 9.48
Apabila displaced concrete diperhitungkan maka
Pn = ø 0,85f’cb.ht + Ast (fy – 0,85f’c) ……… 9.49
157
Persamaan 9.49. akan memberikan
Pn − Φ.0,85f' c.b.ht
Ast =
(fy − 0,85f' c)
Pn − Φ.0,85f' c.b.ht
As = 0,5 Ast = ……… 9.50
2 (fy − 0,85f' k)
A s A s'
b
d h
( h - d ') / 2 d'
e P n
E s c
E s' E c
e P n
T s
C c C s
158
Asumsi pertama yang diambil oleh Whitney adalah bahwa nilai a ~ 0,54 h. Nilai ini
sebenarnya kekecilan karena patah desak c>cb. Pada kondisi balance bila fy = 400
MPa dengan Es=2,1.106 kg/cm2. nilai cb=0,0609 h, dengan a=0,85 cb. Maka a =
0,516 h. Tetapi karena patah desak c>cb, maka a akan berkemungkinan > 0,54 h. Pada
kondisi itu,
Cc=0,85fc’.a.b = 0,85 fc’.0,54 h.b = 0,459 fc’ bh ……… 9.52
⎛ a⎞ ⎛ 0,54h ⎞ 1
Sehingga , Cc ⎜ h − ⎟ = 0,459 fc ' bh⎜ h − ⎟ = . fc '.bh
2
……… 9.53
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠ 3
Cs = As . fy ……… 9.54
Substitusi persamaan 9.53 dan 9.54 kedalam persamaan 9.51 akan diperoleh ,
⎛ h − d'⎞ 1
Pn ⎜ e + ⎟ = . fc '.bh + As '. fy (h − d ')
2
……… 9.55
⎝ 2 ⎠ 3
Selanjutnya persamaan 9.55 dapat ditrasformasikan menjadi :
1
fc ' bh 2
3 As. fy (h − d ')
Pn = +
h − d' h − d'
e+ e+
2 2
fc' bh 2 As. fy (h − d ')
= + ……… 9.56
3 e 1
3c + (h − d ' ) +
2 h − d' 2
ht h 2
Apabila persamaan 9.56 ruas pertama dikalikan . maka akan menjadi,
h 2 ht
ht
fc' bh 2
h2 As. fy
Pn = +
3ht.e 3 e 1
+ 2 (h − d ' )ht +
h 2
2h h − d' 2
159
fc ' bht
Po = Pn = + 2 Asfy ……… 9.59
3(h − d ' )ht
2h 2
Persamaan 9.58.b sama dengan persamaan 9.59 itu berarti bahwa
1
0,85 =
3(h − d ' )ht
2h 2
3(h − d ' )ht 1
2
= = 1,18 ……… 9.60
2h 0,85
Substitusi persamaan 9.60 kedalam persamaan 9.57 akan menjadi
fc' bht As'. fy
Pn = + ……… 9.61
3ht.e e
+ 1,18 + 0,5
1,2 h − d'
Yangmana h adalah lebar efektif kolom, ht adalah lebar kolom total, dan e adalah
eksentrisitas beban.
A s A s'
b
d h d'
e> eb Pn
A s A s'
E y c
E c
E s '> E y
e> eb Pn
Ts
Cc Cs
160
Karena tulangan desak dianggap sudah leleh maka :
Cs = As’ (fy-0,85fc’) ……… 9.62.a
Ts = As fy ……… 9.62.b
Cc = 0,85 fc’ β1. c.b ……… 9.62.c
Keseimbangan gaya-gaya vertikal
Pn = Cc + Cs – Ts
Pn = 0,85 fc’ β1. c.b + As’ (fy-0,85fc’) – Asfy ……… 9.63
Pn = 0,85fc’[β1cb+p’(m-1) bh – p mbh]
β 1c
= 0,85fc’[ β1c+p’(m-1) bh – p mbh] ……… 9.64
h
Dengan menggunakan persamaan 9.63 dan diambil momen terhadap garis kerja
tulangan tarik maka :
⎛ β 1.c ⎞
Pn.e = 0,85 fc β 1c.b⎜ h − ⎟ + As ' ( fy − 0,85 fc ').(h − d ' ) ……… 9.65
⎝ 2 ⎠
Senada dengan penurunan persamaan 9.64 maka persamaan 9.65 akan menjadi
⎛ β 1.c ⎞ ⎛ fy 0,85 fc ⎞
Pn.e = 0,85 fc β 1c.b⎜ h − ⎟ + p' bh⎜⎜ − ' ⎟⎟.0,85 fc' (h − d ' )
⎝ 2 ⎠ ⎝ 0,85 fc' 0,85 fc' ⎠
⎡⎛ β 1.c 2 ⎞ ⎤
= 0,85 fc ⎢⎜⎜ β 1c.bh − bh ⎟⎟ + p ' (m − 1)bh(h − d ' )⎥
⎣⎝ 2h ⎠ ⎦
⎡⎛ β 1.c 2 ⎞ ⎤
Pn.e = 0,85 fc ⎢⎜⎜ β 1c. − ⎟⎟ + p ' (m − 1).(h − d ' )⎥ ……… 9.66
⎣⎝ 2h ⎠ ⎦
Apabila persamaan 9.64 dikalikan dengan eksentrisitas e maka hasilnya adalah
momen Mn = Pn.e. Karena koefisien pengali ruas karena persamaan sama dengan
koefisien pengali ruas kanan persamaan 9.66 maka hal itu berarti bahwa :
⎧ β 1c ⎫ ⎧ ( β 1c) 2 ⎫
e⎨ + p' (m − 1) − pm⎬ = ⎨β 1c − + p' (m − 1)(h − d ' )⎬ ……… 9.67
⎩ h ⎭ ⎩ 2h ⎭
161
persamaan 9.67 adalah persamaan kuadrat dalam c, sehingga kalau disubstitusi akan
menjadi,
β 12 c 2
⎛ β 1e ⎞
+⎜ − β 1⎟c + ep' (m − 1) − epm − p' (m − 1)(h − d ' )
2h ⎝ h ⎠
⎛ 2 β 1e 2β 1h ⎞ em( p'− p) − ep'− p' (m − 1)(h − d ' )
c 2 + ⎜⎜ − ⎟c + .2h = 0 ……… 9.68
⎝ β1
2
β 12 ⎟⎠ β 12
……… 9.71
Persamaan 9.72 adalah rumus pendekatan karena baja desak dianggap sudah leleh,
walaupun sesungguhnya belum tentu demikian.
162
BAB X
TULANGAN GESER KOLOM
A. PENGERTIAN
Setelah desain tulangan lentur kolom, maka langkah selanjutnya adalah desain
tulangan geser/sengkang kolom. Pada elemen yang selain momen lentur tetapi juga
ada gaya aksial seperti pada kolom, maka peran/fungsi tulangan geser/sengkang
sangatlah penting. Diantara fungsi-fungsi utama sengkang kolom itu adalah sebagai
berikut.
M Kap+
d)
M Kap-
M Kap+/L M Kap+/Lb e)
M Kap-/Lb M Kap-/Lb
- f)
- g)
163
Gambar 10.1.a) adalah balok dengan beban gravitasi dengan intensitas q dan pada
ujung-ujungnya terdapat momen MKap+ dan MKap-. Balok tersebut dapat
didekomposisi seperti Gambar 10.1.b) dan 10.1.d), yang gaya lintangnya masing-
masing adalah Gambar 10.1.c) dan 10.1.f). Superposisi atau gabungan dari keduanya
adalah Gambar 10.1.g) yang merupakan gaya lintang balok.
Gaya lintang kolom adalah seperti tampak pada Gambar 10.2.c). Tata cara
menghitungnya adalah seperti pada Gambar 10.2.b) yaitu sama seperti pada balok.
Karena pada kolom tidak terdapat beban langsung, maka bentuk gambar gaya
lintangnya merata/sama sepanjang tinggi kolom. Gaya lintang inilah yang akan
mengakibatkan tegangan geser yang harus ditahan oleh sengkang.
Pu Pu
c) Inti/core
d)
a) b)
164
Perubahan volumetrik elemen desak adalah seperti tampak pada Gambar
10.3.a). Agar kolom tidak pecah akibat gaya desak, maka sengkang harus
mengikatnya sebagaimana tampak pada Gambar 10.3.b). Dengan demikian sengkang
akan mengalami gaya tarik atau tegangan tarik. Pada beban siklik maka kolom lama-
kelamaan akan mengalami spalling atau mengelupas selimut betonnya pada sekeliling
kolom dan bahkan dapat masuk kedalam seperti yang tampak pada Gambar 10.3.c).
Semakin jauh jarak tulangan kolom, maka akan semakin kecil luasan inti (core) yang
tersisa dan sebaliknya. Dengan demikian selain sengkang, efektivitas pengekangan
masih dipengaruhi oleh jarak tulangan kolom. Sistim pengekangan yang terbaik
adalah sengkang spiral, kemudian diikuti oleh sengkang lingkaran dan kemudian baru
sengkang persegi.
165
4. Sengkang Sebagai Pengikat Tulangan Pokok
Fungsi ini adalah fungsi teknis yang paling praktis, yaitu untuk mengikat
tulangan pokok agar tempat, jarak dan posisinya dalam kondisi yang benar. Selain
daripada itu dengan adanya pengikat dari sengkang maka pemasangan tulangan
menjadi rapi. Tempat, jarak dan posisi tulangan harus dalam kondisi benar, baik
selama pemakaian tulangan maupun selama cor beton dilakukan.
166
C. DESAIN TULANGAN GESER KOLOM
Berdasarkan nilai-nilai gaya geser ultimit kolom Vu,k seperti pada persamaan
10.1 dan persamaan 10.3 tulangan geser akan didesain. Pada kolom tingkat-tingkat
atas tidak akan terjadi sendi plastis pada ujung-ujung kolom. Dengan demikian gaya
geser yang dapat dikerahkan adalah gaya geser oleh tulangan geser dan gaya geser
oleh bahan beton Vc. Sedangkan pada sendi plastis kolom tingkat dasar, beton sudah
rusak pada saat sendi plastis terjadi. Oleh karena itu semua gaya geser akan ditahan
hanya oleh sengkang.
di t ahan ol eh
sengkang
Mu , k a oleh Vc
bet on lo lo
Mu , k b Vc lo
Vu, k lo Vu , k
b
h
a) K o l o m - k o l o m t i n g k a t a t a s b) K o l o m t i n g k a t d a s a r
Vu, k
Pada Gambar 10.5.a) gaya geser sebesar sebagian akan ditahan oleh
φ
kemampuan beton dalam menahan gaya geser Vc berdasarkan SK-SNI 1991 pasal
3.4.3.1).(2) yaitu,
⎧ Nu , k ⎫ 1
Vc = ⎨1 + ⎬ . f ' c .b.h ............................ 10.4
⎩ 14. Ag ⎭ 6
Nu, k
Dengan Ag adalah luasan bruto potongan kolom, f’c dalam MPa dan juga
Ag
dalam MPa (1 MPa = 10,2 kg/cm2).
167
Sebagaimana pada desain geser pada balok , b dan h pada persamaan 10.4
dinyatakan dalam mm dan Vc dinyatakan dalam N. Dengan demikian gaya geser yang
harus ditahan oleh sengkang Vsn adalah,
Vu, k
Vsn = − Vc ……………............................ 10.5
φ
dengan ø adalah faktor reduksi kekuatan untuk geser.
Pada daerah sendi plastis, yaitu diujung bawah kolom tingkat dasar seperti
tampak pada Gambar 10.5.b) seluruh gaya geser harus ditahan oleh sengkang. Dengan
demikian,
Vu, k
Vsn = ……………............................ 10.6
φ
Proses-proses atau tahapan desain penulangan geser kolom dapat dilihat pada
Gambar 10.6 di bawah ini.
168
Mulai
Data : b h d d’
Selesai
169
Contoh 1 :
Akan didesain tulangan geser untuk tingkat ke-2 dengan ukuran balok, kolom dan
Mu,ka ; Mu,kb seperti tampak pada Gambar 10.7. Kualitas bahan sama dengan contoh
sebelumnya, yaitu f’c = 25 MPa (255 kg/cm2). Dipakai tegangan leleh sengkang fsy =
400 MPa (4080 kg/cm2). Nu,k lantai 2 = 305,1 ton. Ukuran kolom 45 cm.
70
1 1
35/77,5 hn = 4 − .0,775 − .0,775 = 3,225 m
2 2
Menurut persamaan 10.1,
93,616 93,636 + 93,616
Vu , k = = 58,056 ton
45/70 3,225
Dari hasil analisis struktur diperoleh
Nu,k = 305,1 t
93,616 VD = 2,438 t, VL = 1,111 t dan
35/77,5 ⎛ 4 ⎞
Vu , k maks = 1,05⎜ 2,438 + 1,111 + 29,683 ⎟
⎝ K ⎠
170
Dicoba dipakai sengkang 4 kaki, maka jarak sengkang s adalah
As. fy.h 4.0,785.4080.63,75 cm 2 kg
s= = cm = 14,63 cm, dipakai s = 14 cm.
Vsn 55837 kg cm 2
Pakai 2 D10-140
Kontrol jarak sengkang (untuk sengkang 2 kaki) SK-SNI 1991, pasal 3.14.4.4).(2) :
s ≤ 8 dl = 8 . 2,5 = 20 cm
Dipakai s = 10 cm Æ memenuhi syarat
s ≤ 1 .bc = 1 .45 = 11,25 cm
4 4 Dipakai s = 14 cm Æ memenuhi syarat
s ≤ 10 cm
Menurut SK-SNI 1991 pasal 3.14.4.4).(4), panjang lo yaitu panjang rentang sengkang
dengan jarak s = 10 cm harus dipasang, dengan lo adalah
lo ≥ 1,5 h = 1,5 . 70 = 105 cm
s = 10 cm dipasang sepanjang lo = 105 cm
lo ≥ 1 .hn = 1 .322,5 = 53,75 cm
6 6 diujung bawah dan ujung atas kolom
lo ≥ 45 cm
Diluar daerah tersebut (diantara dua lo) maka menurut SK-SNI 1991 pasal 3.4.5.4).(1)
jarak sengkang s tidak boleh diambil lebih besar dari,
Contoh 2 :
Pada desain kolom sebelumnya adalah desain
93,636
tingkat ke-1, ke-6 dan tingkat teratas akibat
beban gravitasi dan beban gempa kiri. Untuk
93,636 gempa kanan maka hasil desain harus
93,636
dikontrol apakah hasil desain dalam keadaan
aman. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh,
Mn,k act
= 141,85 tm momen nominal aktual Mn, k act = 141,85 tm.
171
Dari analisis struktur diperoleh ME = 76,34 tm, VE= 27,09 ton dan momen kapasitas
kolom Mc, kap
Mc, kap = φ o .Mn, k act = 1,4.141,85 = 198,59 tm
3 50 /7 75
1,5D10-100
lo=1050
D10-250
lo=1125
4 5 0 /7 00
1,5D10-100
lo=1050
3 50 /7 75
1,5D10-100
1 ,5 D 1 0 -10 0
lo=1050
4 5 0 /7 00
D10-250
lo=1125
2 D 1 0-7 0
2D10-70
lo=1050
172
BAB XI
BEAM COLUMN JOINT
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa prinsip desain yang dianjurkan
pada bangunan gedung adalah strong column weak beam. Prinsip desain tersebut akan
membentuk perilaku goyangan menurut beam sway mechanism. Pada pola goyangan
seperti itu sendi-sendi plastis akan diharapkan terjadi pada ujung-ujung balok
khususnya pada tipe struktur earthquake load dominated. Mekanisme goyangan
seperti itu akan mampu melakukan disipasi energi secara stabil mengingat elemen-
elemen struktur mampu berperilaku daktail. Sebagaimana dibahas sebelumnya,
kebutuhan daktilitas kurvatur (required curvature ductility) masih dapat dipenuhi
secara relatif mudah oleh potongan elemen struktur.
Pada bahasan sebelumnya telah diperoleh bahwa untuk pola goyangan yang
dimaksud diatas, kebutuhan daktilitas kurvatur untuk balok berkisar antara μφ = 15 –
20 untuk bangunan gedung 5 – 25 tingkat. Sementara itu Watson dkk (1992)
melaporkan bahwa hasil laboratorium menunjukkan adanya variasi daktailitas
kurvatur mulai μφ = 8 – 30. Hasil itu adalah hasil uji kolom untuk nilai
Pu ~ 0,1 – 0,50. Sementara itu kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom
f ' c. Ag
tingkat dasar μφ justru lebih kecil daripada balok. Pada contoh bahasan yang sama
kebutuhan daktilitas kurvatur untuk kolom tingkat dasar μφ = 10 – 18. Axial load ratio
Pu untuk kolom bawah bangunan bertingkat banyak dapat mencapai 0,3 –
f ' c. Ag
0,50. Hasil penelitian yang lain juga disampaikan oleh Zahn dkk (1986). Hasil
penelitian yang komprehensif kemudian dituangkan dalam bentuk chart atau grafik
sebagaimana yang tampak pada Gambar 11.1. Pada gambar tersebut tampak bahwa
untuk balok (dengan Pu < 0,1) daktilitas kurvatur yang dapat disediakan
f ' c. Ag
cukup besar (μφ > 30).
Apabila elemen balok dan kolom telah menunjukkan perilaku daktail seperti
yang diharapkan, maka perhatian akan beralih pada elemen-elemen yang lain. Elemen
yang dimaksud terutama adalah ”beam column joints” yaitu joint yang merupakan
173
pertemuan antara balok dan kolom. Sebagaimana pada balok dan kolom, maka joint
ini harus mampu berfungsi seperti yang diharapkan.
c) d)
a) b)
Sendi Plastik Sendi Plastik
Joint rusak
(momen ujung balok = 0)
174
Gambar11.1.b) adalah pola goyangan portal akibat beban horisontal. Apabila
dibuat detail, maka goyangan tingkat, momen-momen balok dan kolom adalah seperti
yang tampak pada Gambar 11.1.c) untuk beban dari arah kiri dan Gambar 11.1.d)
untuk beban dari arah kanan. Walaupun joint mengalami rotasi, tetapi hubungan
antara balok dengan kolom tetap siku-siku atau joint masih dalam keadaan elastik.
Gambar 11.1.e) adalah apabila telah terjadi kerusakan pada joint. Momen ujung
balok menjadi nol. Redistribusi momen kearah momen positif akan segera terjadi dan
balok seolah-olah menjadi ditumpu oleh sendi-rol. Sendi plastis di momen positif
akan segera terjadi, karena kapasitas momen positif akan terlampaui oleh momen
positif dukungan sendi-rol.
Apabila joint bersifat kaku/elastik/monolit dengan balok dan kolom, maka joint
tersebut mampu mengadakan pengekangan terhadap deformasi lentur yang terjadi
pada balok ataupun kolom. Pada kondisi demikian struktur masih stabil dan proses
disipasi energi pada sendi-sendi plastis dapat berlangsung secara berkelanjutan
(karena joint tidak rusak).
175
D. KESEIMBANGAN GAYA-GAYA PADA JOINT
Sebagaimana diketahui bahwa joint adalah salah satu elemen penting di dalam
sistim struktur. Secara geometris joint merupakan bagian dari kolom maupun balok.
Perilaku yang ideal suatu joint telah dibahas secara jelas sebelumnya. Sesuatu hal
lebih lanjut yang harus diketahui adalah gaya-gaya yang bekerja pada joint. Prinsip-
prinsip mekanika akan dipakai didalam menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada
joint.
N u
in fle c t.
p o in t V col
M +
a) V -
M - M +
b) M -
in fle c t. V +
p o in t V col
V -
M +
c) N u
M - d)
V +
Momen yang tampak pada Gambar 11.2.a) adalah momen balok akibat beban
gempa. Momen-momen seperti itu akan mengakibatkan gaya lintang seperti tampak
pada Gambar 11.2.b). Apabila momen dan gaya lintang digabungkan maka akan
tampak seperti pada Gambar 11.2.c). Secara umum dapat diartikan bahwa arah gaya
lintang adalah arah yang mengakibatkan momen seperti pada pasangannya. Dengan
memakai prinsip seperti itu maka free body diagram gaya-gaya yang bekerja pada
joint dan di infection points adalah yang tampak pada Gambar 11.2.d).
h c
V co l V co l
b c
(T s a + C c i)
T sa C ci
h c z
T sa T si
V b
(T s a + C c i-V c o l)
V co l V co l
N u
a) b ) S F D c) B M D
2(Ts.z ) + Vb .bc
Vcol =
hc
177
E. GAYA GESER DAN TEGANGAN GESER JOINT
Melalui keseimbangan gaya-gaya pada joint akan dapat diketahui betapa akan
terdapat gaya geser yang sangat besar. Gaya geser tersebut dapat diketahui melalui
Gambar 11.4 berikut.
Vjv
Retak/crack Vjv Vcol Vjh
Ts Cc
zi Vb Vb
Cc Ts
Retak/crack Vcol Vjh
Vjh=Ts+Cc-Vcol
Diagonal Strut
Sebagai hasil resultan dari gaya-gaya desak yang ditimbulkan oleh momen balok
dan momen kolom, maka akan terdapat gaya desak diagonal yang terjadi pada joint.
Gaya desak diagonal tersebut dapat mengakibtkan retak/pecahnya joint sebagaimana
tampak pada Gambar 11.4.a). Akibat momen lentur pada balok juga memungkinkan
retaknya balok ditepi muka kolom terutama pada daerah tarik. Karena beban bersifat
bolak-balik, maka retaknya balok ditepi muka kolom dapat terjadi pada kedua sisi
(sisi atas dan sisi bawah balok).
Pada Gambar 11.4.b), adanya gaya geser Vjh dan Vjv semakin terlihat sebagai
suatu konsekuensi dari keseimbangan gaya-gaya pada joint. Adanya gaya geser Vjh
juga terlihat pada SFD yang ditunjukkan oleh Gambar 11.4.c). Dengan cara yang
sama juga dapat diidentifikasi gaya geser Vjv. Dengan memakai keseimbangan gaya-
gaya, maka
V jh = Ts + Cc − Vcol
⎛h ⎞
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh
⎝ hc ⎠
Yangmana hb adalah tinggi balok dan hc adalah tinggi kolom.
178
0,7.Mkap, i
Ts =
zi
0,7.Mkap, a
Cc =
za
Mengapa terdapat koefisien 0,7 ? Karena sebagaimana disampaikan sebelumnya Mkap
adalah momen kapasitas nominal. Vjh dan Vjv pada persamaan di atas adalah gaya-
gaya lintang (gaya geser) yang harus dikendalikan (baik oleh kekuatan geser beton
maupun oleh tulangan geser joint). Menurut SK-SNI 1991, tegangan geser yang
terjadi pada joint harus dikendalikan melalui tegangan geser maksimum τjh,
V jh
τ jh = < 1,5 f ' c
hb .bb
Apabila batas maksimum tegangan tersebut tidak dipenuhi, maka ukuran buhul joint
harus diperbesar.
179
Sh
Nu , k
Bila < 0,1. f ' c
Ag
2 Nu , k
• Vch = − 0,1. f ' c .bc .hb
3 Ag
Nu , k
Bila > 0,1. f ' c
Ag
Selanjutnya kekuatan geser yang harus ditahan oleh tulangan geser Vsh adalah,
Vsh = V jh − Vch
Apabila sengkang mempunyai tegangan sebesar fysh maka luasan potongan sengkang
yang diperlukan sebesar,
Vsh
Ash =
fy sh
Apabila luasan potongan sengkang yang diperlukan Ash sudah diperoleh, maka
dengan memakai diameter sengkang dsh tertentu jarak sengkang horisontal join sh
dapat ditentukan.
180
2. Tulangan Geser Vertikal
Disamping tulangan geser horisontal, maka secara teoritik pada joint juga
diperlukan tulangan geser vertikal. Sebagaimana diketahui bahwa pada joint sudah
rapat/padat dengan tulangan-tulangan, mulai dari tulangan kolom, tulangan balok
membujur dan tulangan balok melintang. Setelah itu ada tulangan geser horisontal dan
kemudian tulangan geser vertikal. Oleh karena itu pada joint sudah penuh dengan
macam-macam tulangan yang saling menyilang secara 3 dimensi. Apabila tidak
diperhatikan secara khusus hal tersebut (tulangan-tulangan) dapat mengakibatkan
mutu cor beton di joint menjadi kurang baik. Padahal menurut analisis struktur, joint
harus tetap kuat/elastik saat terjadi gempa. Oleh karena itu joint perlu memperoleh
perhatian khusus.
Intermediate
bars
181
Kekuatan geser vertikal yang dapat dikerahkan oleh beton,
As k' ⎧ Nu , k ⎫
• Vcv = V jh ⎨0,6 + ⎬
As k ⎩ Ag. f ' c ⎭
Selanjutnya,
Vsv
As v =
fy sv
Tulangan geser vertikal dapat ditahan oleh :
1. Tulangan intermediate bars Æ bila Ask + As’k > Asv
2. Tulangan sengkang vertikal
3. Tulangan khusus
Tahapan desain atau proses perencanaan joint balok kolom (beam column joint)
ini dapat dilihat pada Gambar 11.7 di bawah ini.
182
Mulai
Vjh Tidak
τ jh = < 1,5 f'c
h c .b b.a
ya
Geser Horizontal Geser Vertikal
Vsh Vsv
A sh = A sv =
fy fy
A sh A sv
Jmltul = Jml tul =
n.Aφ n. Aφ
Selesai
183
Contoh : Akan dihitung tulangan geser joint dengan memakai hasil-hasil desain balok
sebelumnya. Misalnya momen-momen kapasitas Mkap+ dan Mkap- yang
terjadi pada kiri dan kanan joint seperti tampak pada Gambar 11.8. Mutu
bahan yang dipakai f’c = 25 Mpa (255 kg/cm2) dan fy = 400 Mpa (4080
kg/cm2).
MKap+=107,463 tm MKap+=76,7 tm
MKap-=120 tm MKap-=138,7 tm
MKap+=138,7 tm MKap+=133,9 tm
MKap-=79,9 tm MKap-=107,463 tm
Penyelesaian :
1. Menghitung Vcol
a. Kolom dalam (kiri)
⎧ lb lb ⎫ ⎧ 8,5 5,5 ⎫
0,7⎨ i' Mkap, i + a' Mkap, a ⎬ 0,7⎨ 120 + 107,463⎬
→
V col = ⎩ lbi lba ⎭= ⎩ 7,8 4,75 ⎭ = 44,66 t
1 1
(ha + hb ) (4 + 4)
2 2
⎧ 8,5 5,5 ⎫
0,7⎨ 79,7 + 138,7⎬
←
V col = ⎩ 7,8 4,75 ⎭ = 43,30 t < 44,66 t
1
(4 + 4)
2
184
b. Kolom dalam (kanan)
⎧ 5,5 7,5 ⎫
0,7⎨ 138,7 + 76,7⎬
→
V col = ⎩ 4,75 6,875 ⎭ = 42,74 t
1
(4 + 4)
2
⎧ 5,5 7,5 ⎫
0,7⎨ 107,463 + 133,9⎬
←
V col = ⎩ 4,75 6,875 ⎭ = 47,34 t > 42,74 t
1
(4 + 4)
2
Vjh
Vkol Vjv
C ki T ka
0,70 Mkap.ki Vjh
Z ki Vjv Z ka bj
0,70 Mkap.ka
T ki C ka
Vkol
hc
• Kolom dalam kiri yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari kiri.
• Kolom dalam kanan yang menentukan hitungan adalah bila gempa dari
kanan.
⎛h ⎞ 0,7.Mkap, a
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh ; Ts a = Cc a =
⎝ hc ⎠ za
Karena Vcol bertanda negatif maka agar Vjh nilainya terbesar, yang menentukan
hitungan adalah apabila Vcol terkecil. Untuk kolom dalam kiri, maka yang
menentukan hitungan adalah apabila gempa berasal dari kanan (Mkap+i =79,7 tm
dan Mkap-a =138,7 tm).
185
45/70
35/77,5
Mkap+ = 79,7 tm Mkap- = 138,7 tm
h = 68,75 cm h = 68,75 cm
a = 9,26 cm a = 15,25 cm
hc = 63,75 cm
bc = 45 cm
0,7.Mkap, i
Ts = Cc = , z = h − 0,5.a
z
0,7.79,70
Ts i = Cci = = 87,01 t
(0,6875 − 0,5.0,0926)
0,7.138,7
Ts a = Cc a = = 158,84 t
(0,6875 − 0,5.0,1525)
V jh = 87,01 + 158,84 − 43,3 = 202,55 t
Kontrol :
V jh
τ jh = < 1,5 f ' c
hb .bb
202,55.10 3 kg
= 2
= 73,34 kg/cm2
70.40 cm
τ jh maks = 1,5 f ' c = 1,5 25 = 7,5 Mpa = 76,5 kg/cm2
τjh < τjh maks Æ ukuran joint / kolom tidak perlu diperbesar.
35
77,5
Tampak Atas
35 b.ba 45
70
186
3. Menghitung Gaya Geser oleh Beton Vc
Karena joint tetap elastik/tidak rusak maka beton masih utuh sehingga beton dapat
2 Nu , k 2 2991200,4
Vch = − 0,1. f ' c .bc .hb = − 0,1.25.450.700 = 555446,8 N
3 Ag 3 450.700
= 56655,57 kg = 56,655 t47,2 t (1N = 0,102 kg)
4. Gaya Geser yang Ditahan oleh Sengkang (Vs) dan Jarak Sengkang Horisontal (sh)
Vsh = V jh − Vch = 202,55 − 56,655 = 145,9 t
Bila dipakai sengkang ø 12 mm, Asd = 1,1309 cm2 dan dipakai 4 kaki, maka
As = 4.1,1309 = 4,52389 cm2
Banyaknya sengkang,
12,5
A 35,76
n = sh = = 7,9 ≈ 8 buah
As 4,52389 8 buah 57,5
187
5. Sengkang Vertikal
• Gaya geser vertikal, Vjv
⎛h ⎞ ⎛ 77,5 ⎞
V jv = ⎜⎜ b ⎟⎟V jh = ⎜ ⎟202,55 = 224,25 t
⎝ hc ⎠ ⎝ 70 ⎠
188
BAB XII
PONDASI
A. PENDAHULUAN
Struktur bangunan gedung terletak sepenuhnya diatas tanah pendukung
melalui sistem pondasi. Dengan demikian sistem pondasi merupakan bagian yang
sangat penting dari bangunan gedung secara keseluruhan. Secara garis besar,
bangunan gedung terdiri atas dua bagian pokok, yaitu struktur atas (upperstructure /
superstucture) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas adalah bagian
bangunan yang secara langsung menahan beban, baik beban gravitasi maupun beban
angin atau gempa. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan pada pondasi oleh
kolom-kolom dan selanjutnya oleh pondasi beban disalurkan ke dalam tanah
pendukung.
Apabila diperhatikan maka hierarki angka keamanan yang terbesar justru
harus terletak pada tujuan akhir penyaluran beban yaitu tanah pendukung. Angka
keamanan antara 2 – 3 sering dipakai pada daya dukung tanah (Bowles, 1988). Angka
keamanan yang dimaksud adalah rasio antara kuat batas atau maksimum tegangan
bahan (tanah) terhadap tegangan yang diijinkan akibat beban. Angka keamanan yang
relatif tinggi pada tanah dipakai dengan alasan-alasan (Bowles, 1988) :
1. Sulitnya sistem kontrol kondisi / kekuatan tanah setelah bangunan selesai
2. Adanya ketidaktahuan secara 100% terhadap tanah-tanah dibawahnya
3. Ketidaksempurnaan dalam menentukan properti tanah
4. Begitu kompleksnya lapisan tanah (lapisan, properti, kondisi, jenis dll)
5. Ketidakakuratannya model matematik interaksi antara tanah dan fondasi
6. Banyaknya ketidakpastian yang mungkin terjadi
7. Tanah sebagai pendukung akhir beban harus tidak boleh gagal dalam menahan
semua beban.
Setelah tanah maka hierarki kerusakan dibawahnya adalah pondasi. Dengan
demikian pondasi harus mempunyai angka keamanan yang cukup agar dapat
meneruskan beban dengan baik. Angka keamanan untuk pondasi harus lebih besar
dari pada kolom atau pun struktur atas, walaupun lebih kecil dari tanah. Sudah
menjadi kebiasaan didalam desain, bahwa penghematan atau penekanan biaya yang
189
berlebih pada pondasi umumnya tidak dianjurkan. Dengan perkataan lain biaya untuk
pondasi tidak perlu dihemat dan bahkan cenderung diamankan atau sedikit berlebih
demi keamanan.
B. JENIS PONDASI
Pondasi pada umumnya diklasifikasikan menurut jenis dimana beban harus
didukung oleh tanah, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundationi)
Pondasi dangkal adalah sistem pondasi sedemikian rupa sehingga beban masih
dapat ditahan oleh lapisan tanah sehingga kedalamannya (muka/level dasar
fondasi) tidak lebih dari lebar fondasi atau D ≤ 1 . Pada pondasi jenis ini
B
umumnya kondisi tanah cukup baik sehingga dapat mengerahkan daya dukung
yang cukup. Selain hal tersebut, pondasi dangkal umumnya dipakai pada kolom
yang beban vertikalnya tidak terlalu besar, misalnya pada bangunan-bangunan
bertingkat yang tidak terlalu tinggi.
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Pondasi dalam adalah pondasi yang mana bebannya sudah tidak lagi mampu
didukung oleh lapisan atas suatu tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
tanah atau daya dukung tanah yang tidak baik ataupun beban kolom yang
demikian besar. Pengalaman menunjukan bahwa pondasi dalam jauh lebih mahal
dari pada pondasi dangkal. Mahalnya pondasi dalam tidak saja karena nilai
materialnya, tetapi juga waktu pembuatannya maupun teknologi, sistem dan alat-
alat yang dipakai.
P P
γ,ø,c,PI
D
Tanah lunak
D
b).Pondasi D alam
190
C. TEKANAN TANAH DIBAWAH PONDASI
Tekanan tanah dibawah pondasi dapat dikenali dengan mengambil asumsi
bahwa kaki pondasi dianggap kaku semuprna, ataupun tidak kaku sempurna. Bentuk
tekanan tanah tersebut berbeda untuk jenis tanah yang berbeda. Bentuk tekanan tanah
dibawah pondasi adalah seperti yang tampak pada Gambar 12.2.
P P
T a n a h N o n -K o h e s if
P P P
T a n a h K o h e s if A sum si
Pada Gambar 12.2.a) tekanan tanah dibawah pondasi tersebut adalah tekanan
tanah untuk jenis tanah non-kohesif (pasir). Sedangkan gambar 12.2.a) bawah adalah
tekanan tanah untuk jenis tanah lempung dan kedua-duanya adalah untuk footing yang
dianggap kaku sempurna (infinitely rigid). Sedangkan Gambar 12.2.b) adalah bentuk
tekanan tanah apabila footing tidak kaku sempurna.
Terhadap struktur pondasi bentuk-bentuk tekanan tanah tersebut akan
menyulitkan didalam analisis struktur. Oleh karana itu sangat lazim bentuk tekanan
tanah tersebut disederhanakan menjadi Gambar 12.2.c).
191
M M
P P
T e k . T a n a h a k ib a t P T e k . T a n a h a k ib a t M T ek. T anah
Pada Gambar 12.3.a) adalah tekanan tanah akibat beban gravitasi, sedangkan
Gambar 12.3.b) adalah tekanan tanah akibat momen guling M. Kombinasi antara
beban P dan M akan mengakibatkan tekanan tanah total seperti tampak pada Gambar
12.3.c). dalam hal ini dipakai anggapan bahwa tekanan tanah yang sifatnya desak
maka tekanan tanah tersebut bertanda positif dan bertanda negatif untuk kondisi
sebaliknya. Material tanah dapat menahan tegangan desak, tetapi sebaliknya tidak
mampu menahan tegangan tarik. Apabila terdapat tegangan tarik berarti pondasi atau
salah satu kaki pondasi akan terangkat (uplift). Kondisi seperti ini pada umumnya
tidak diperbolehkan.
ex
b d b d b d
ex
B/6 ey p
B B B/6 B
Teras
ex L/6 L/6
a c a c a c
L L L
192
Pada Gambar 12.4.a) beban P hanya mempunyai eksentrisitas ex. Apabila
beban masih ada didalam teras potongan maka tidak ada tegangan tarik pada seluruh
ruasan pondasi. Pada kondisi tersebut, maka :
P (P.e x ) 2
L
σa = σb = −
A Iy
P (P.e x ) 2
L
σc =σd = +
A Iy
Dengan A = L.B adalah luas pondasi, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu y atau
Iy = 1 . B . L3.
12
Pada Gambar 12.4.b) beban P mempunyai eksentrisitas ex dan ey tetapi masih
ada didalam teras. Pada kondisi tersebut seluruh pondasi masih dalam keadaan desak.
Tegangan yang terjadi pada ujung-ujung pondasi adalah,
P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σa = − −
A Iy Ix
P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σb = − +
A Iy Ix
P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σc = + −
A Iy Ix
P (P.e x ) 2 (P.e y ) 2
L B
σd = + +
A Iy Ix
193
pondasi yaitu efek lentur dan efek geser. Peristiwa seperti ini sebenarnya mirip pada
plat kantilever dua sisi akibat beban gravitasi pada struktur atas.
P P
efek geser
M+
quit
Tegangan tanah yang diijinkan qa = , umumnya SF = 2-3
sF
• Tegangan tanah ultimit qult berdasar data lab.
Qult = CNcSc + q Nq + 0,5 ∂ N∂.S∂ (Terzaghi) perlu properti tanah dari uji lab
194
Contoh : Pondasi setempat (kolom paling kiri)
Dari analisis struktur diperoleh PD = 1399 kN, PL = 469,2 kN, kemudian MD
= 34,34 kNm, ML = 15,65 kNm. Setelah diadakan penyelidikan tanah
misalnya tegangan ijin τi = 2,5 kg/cm2 dapat dipakai pada kedalaman
3,75 m. Momen akibat beban gempa ME = 643,25 kNm.
0,00 P
1,5 m
-1,5 qt M1 M2
-2,25
0,75 m P1 P2
1,5 m Tidak ada gempa Ada gempa
2
-3,75 1
Beton Siklop Perbaikan tanah
4,5 m
0,75 m 3m 0,75 m
0,75 m
2m
0,75 m
39,05 + 43,55
- + 0,571
14,63 + 16,3
195
Saat tidak ada gempa
Pada saat itu beban hanya beban gravitasi,maka
P1 = 1 PD + 1 PL
= 1399 + 469,2 = 1868,2 kN
= 190,55 ton
M1 = 1 MD + 1 M L
= 34,34 + 15,65 = 49,99 kN
= 5,098 tm
• Akibat berat tanah
Qt = 1,5 . 1,8 = 2,7 t/m2
• Akibat berat footplate ( ± 0,75 m)
Qs = 0,75 . 2,4 = 1,8 t/m2
• Akibat berat sikloop
Qb = 1,5 . 2,2 = 3,3 t/m2
• Ukuran dasar beton sikloop diperkirakan 4,5 x 3,5 m dengan tebal sikloop 1,5 m
• Tegangan ijin tanah netto
τt = 25 – 2,7 – 1,8 – 3,3 = 17,2 t/m2
• Tegangan tanah yang terjadi
1
5,098. .4,5
P M 1 y 190,55 2
τt1 = + = +
A Ix 4,5.3,5 1
.3,5.4,5 3
12
= 12,098 + 0,431 = 12,529 t/m2
Tegangan tanah yang terjadi didasar sikloop τt1= 12,529 t/m2 < τt = 17,2 t/m2
berarti ukuran fondasi tersebut dapat dipakai.
τt2 = 12,098 – 0,431 = 11,667 t/m2 > 0 Î OK
Dengan ukuran dasar sikloop 4,5 x 3,5 m dan tebal sikloop 1,5 m, maka dengan
prinsip penyebaran beban 2 : 1 maka ukuran plat fondasi
l = 4,5 – 2 . 0,75 = 3 m, b = 3,5 – 2. 0,75 = 2 m Î plat fondasi 3 x 2 m.
Tegangan dimuka beton sikloop
1
P M 1 2 l 190,55 5,098.1,5
τb1 = + = + = 31,758 + 1,699 = 33,457 t/m2
A Ix 3 .2 1 .2 .3 3
12
τb2 = 31,758 – 1,699 = 30,059 t/m2
196
1. Kalau ada gempa
Hasil dari analisis struktur didepan diperoleh
P2 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 108,20 + 1961,6 = 2069,8 KN
P2 = 211,12 t
M2 = 1,05 (MD + ML + ME)
= 1,05 (34,34 + 15,65 + 643,25) = 727,90 KNm = 74,25 tm
211,12t 74,25.2,25
τt1 = + = 13,40 + 6,28 = 19,68 t/m2 < (2 s.d 3) . 17,2 t/m2
4,5.3,5 26,579
τt2 = 13,4 – 6,28 = 7,12 t/m2 > 0
Akibat gempa tegangan tanah tidak dilampaui ~ OK
Tegangan dibawah pondasi
211,12 74,25.1,5
τb1 = + 3
= 35,18 + 24,75 = 59,93 t/m2 ~ 60 t/m2
3 .2 1 / 12.2.3
τb2 = 435,18 – 24,75 = 10,43 t/m2 > 0
0,6
M2
P2
1,2 1,2
+ 35,18
-
+ 24,75
Apabila diambil rata-rata, maka tegangan/ tekanan keatas terhadap plat fondasi
⎛ 60 + 40,17 ⎞ 2
τa = ⎜ ⎟ = 50 t/m
⎝ 2 ⎠
untuk tiap m’ fondasi (tegak lurus gambar)
Vu = 1,2 . 50 = 70 ton
Mu = ½ . 50. 1,22 = 36 ton
197
Vu 70
Vn = = = 116,67 t
φ 0,6
Mu 36
Mn = = = 45 ton
φ 0,8
1 ,2
hp
0 ,5 0 ,4 Vu
sb = 7 cm 4 1 ,3 2 t/m 2
0 ,8 3 2 5
hc+hp
bc+hp 4 5 /6 0 2
hc
3 m
Diperkirakan tebal plat dalam 0,50 m, dan sisi luar 0,40 Î rata-rata 0,45 m
d = 7 + 1,25 = 8,25 cm = 0,0825 m
hp = 0,45 – 0,0825 = 0,3675 m
lebar beban one way action
u = 1,2 – h = 1,2 – 0,3675 = 0,8325 m
⎛ t ⎞
Vu1 = ⎜ 31,758 2 ⎟ . 0,8325 . 2 = 52,877 ton
⎝ m ⎠
Vu 52,877
Vn1 = = = 88,128 ton
ϕ 0,6
Tegangan geser
Vn1 88,128
τ1 = = = 119,902 t/m2 = 11,990 kg/cm2
0,3675.2 0,735
198
τmaks = 2 f ' c = 2 25 = 10 Mpa = 102 kg/cm2
⎧ A⎫ ⎧ 4 ⎫ 2
τmaks,1 = ⎨2 + ⎬ f ' c = ⎨2 + ⎬ 25 = 25 Mpa = 255 kg/cm
⎩ β c ⎭ ⎩ 0, 6 / 0, 45 ⎭
⎧αs.hp ⎫ ⎧ 30.0,3675 ⎫
τmaks,2 = ⎨ + 2⎬ f ' c = ⎨ + 2⎬ 25 = 25,44 Mpa = 259,5 kg/cm2
⎩ K ⎭ ⎩ 3,57 ⎭
c a Cc
36,75 M
Ts
8,25
199
= 0,85 . 255 . a. 100 (36,75 – a/2)
= 21675a (36,75 – a/2)
10837,5a2 - 796556,25a + 45.105 = 0
a2 – 73,5a + 415,225 = 0
100.Asd 100.4,906 cm 2
s= = cm = 13 cm
As 32,76 cm 2
100.4,906
dipakai s = 12,5 cm Î As = 39,248 cm2 > 32,76 cm2
12,5
Pondasi Menerus
Ada kemungkinan pemakaian jenis-jenis pondasi yang dapat dipakai. Hal ini
akan banyak bergantung pada daya dukung tanah yang tersedia. Pada contoh
sebelumnya dipakai pondasi setempat (individual footing) dengan perbaikan tanah
yaitu dengan memakai beton sikloop. Pada contoh berikut misalnya dipakai pondasi
menerus (continous footing). Sebelum sampai pada proses desain, maka akan dibahas
terlebih dahulu tentang analisis strukturnya.
Pada contoh sebelumnya, pengaruh momen kolom pada tegangan tanah
ternyata relatif kecil, terutama pada beban gravitasi. Pengaruh momen kolom dapat
berakibat langsung pada tegangan tanah. Pada pondasi menerus, pengaruh momen
kolom terhadap tegangan tanah menjadi lebih kompleks. Akan dilihat terlebih dahulu
pada kombinasi pembebanan mana yang lebih menentukan.
a. Gaya Aksial Kolom Tingkat Dasar Akibat Beban Gravitasi
Berdasarkan analisis struktur maka, gaya-gaya aksial kolom tingkat dasar
adalalah,
Nu1= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1399 + 1,6 . 469,2 = 2429,5 kN = 247 t
200
Nu2= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1993 + 1,6 . 739,9 = 3575,4 kN = 364,7 t (kolom
dalam kiri)
Nu3= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1866,4 + 1,6 . 682,2 = 3331,2 kN = 339,8 t (kolom
dalam kanan)
Nu4= 1,2 PD + 1,6 PL =1,2 . 1274,6 + 1,6 . 412,5 = 2189,6 kN = 2234 t (kolom
kanan)
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 1175,7 t
b. Gaya Aksial Kolom Akibat Kombinasi Beban Gravitasi dan Gempa
Berdasarkan analisis struktur, maka akan diperoleh
Nu1 = 0,9 . 0,7 (171,75) + 1,05 (1399 + 469,2) = 2069,8 kN = 211,2 t
Nu2 = 0,9 . 0,7 (126,74) + 1,05 (1993 + 739,9) = 2949,4 kN = 300,8 t
Nu3 = 0,9 . 0,7 (-100,5) + 1,05 (1866,4 + 682,2) = 2612,7 kN = 266,5 t
Nu4 = 0,9 . 0,7 (-200,5) + 1,05 (1274,6 + 412,5) = 1645,2 kN = 167,8 t
Jumlah total beban kolom ke pondasi = 946,3 t < 1175,7 t
Dengan hasil tersebut maka gaya aksial akibat gravitasi lebih besar daripada gaya
aksial akibat beban kombinasi. Oleh karena itu desain pondasi akan ditentukan
oleh beban gravitasi saja, apalagi pengaruh beban gempa.
25,5
1,5
201
M
1,5 m
202
Model 1
q=50 t/m
A B C D
8,5 5,5 7,5 1,25
Model 2
q=50 t/m
A B C D
Model 3
q=50 t/m
A B C D
203
q=50 t/m
209 351,6
451,6 292,5
⎛ 39.4,85 + 242,25.3,65 ⎞
Mmaks 1 = 212,5.3,65 − 1 .50.3,65 2 − ⎜ ⎟ = +316,3 tm
2 ⎝ 8,5 ⎠
⎛ 39.4,398 + 209.3,102 ⎞
Mmaks 2 = 187,5.3,102 − 1 .50.3,102 2 − ⎜ ⎟ = +231,7 tm
2 ⎝ 7,5 ⎠
q = 5 0 t/m
A B C D
4
1 ,2 5 8 ,5 5 ,5 7 ,5 1 ,2 5
2 0 3 ,9
1 9 2 ,5 1 4 8 ,8
6 2 ,5
+ + +
6 2 ,5
- - -
3 ,8 5 3 ,4 3
1 2 6 ,2 1 7 1 ,1
2 3 2 ,5
-9 3 -7 0 - 5 0 ,9 + 5 6 ,6
+ 3 9 ,5
1 3 2 ,5 2 3 0 ,4 - 1 6 8 ,8 - 9 6 ,1
- 3 0 0 ,4 2 1 9 ,2
4 6 ,5 209
-3 5
204
⎛ 132,5.4,65 + 300,4.3,85 ⎞
Mmaks 1 = 212,5.3,85 − 1 .50.3,85 2 − ⎜ ⎟ = +295,4 tm
2 ⎝ 8,5 ⎠
⎛ 219,2.3,43 + 96,1.4,07 ⎞
Mmaks 2 = 187,5.3,43 − 1 .50.3,43 2 − ⎜ ⎟ = +196,6 tm
2 ⎝ 7,5 ⎠
x2=0,3 x1=0,35
a'
2,5 a
Mf ' M=300,4
f
Mf
451,5
205
M 300,4
= = 1,35 tm ≈ ω
Mf 222,2
M ' 132,5
= = 1,72 tm > ω = 1,3
Mf 76,93
206