Anda di halaman 1dari 240

MODEL INTERNALISASI NILAI-NILAI EKOLITERASI

DALAM MEMBENTUK KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN


PESERTA DIDIK di SD ISLAM FATHIA CIBEUREUM
KOTA SUKABUMI

AENI LATIFAH
7527167619

Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian


Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Doktor

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
MODEL INTERNALISASI NILAI-NILAI EKOLITERASI
DALAM MEMBENTUK KARAKTER PEDULI
LINGGKUNGAN PESERTA DIDIK di SD ISLAM FATHIA
CIBEUREUM
KOTA SUKABUMI

AENI LATIFAH
7527167619

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN TERTUTUP
ATAS HASIL PERBAIKAN UJIAN TERTUTUP DISERTASI

No. Nama Saran Perbaikan Letak Tindak Lanjut Tanda Tangan


Prof. Dr. • Solusi dalam masalah • Solusinya ditindak lanjuti
Nadiroh, M.Pd yang diteliti dengan di hal 139
1. (Ketua Dewan gagasan dari peneliti
Penguji & • Luaran dan Sitasi • Luaran sudah dibuat dan
Promotor) sudah sitasi
• Alasan memilih sekolah • Tercantun di hal 9-12
• Dokumentasi • Photo sekolah ada di
Prof. Dr. Zulela sekolah/photo sekolah lampiran 16 hal 192-202
MS, M.Pd • Penambahan bahan ajar • Contoh RPP dan bahan
2.
(Sekretaris pada RPP ajar hal 203 dst
Dewan Penguji)

• Konsisten dalam • Konsisten dalam


penelitian penulisan
• Menggali keunikan di
SD Islam Fathia • Keunikan SD Islam
Prof. Dr. Syarif • Mengapa sadar Fathia dst di hal 11
3. Sumantri, M.Pd lingkungan • Ditindak lanjuti di hal
(Co Promotor) • Triangulasi 114

• Hal-hal yang tidak lajim • Sudah ditindakanjutidi


hal 72
• Di hal 12
• Lanjut uter

Prof. Dr.
4. Yufiarti, M.Si
(Penguji)

• Proses internalisasi • Solusi proses


pembelajaran yang deep internalisasi melaui
leranling metode lain dst di hal
• Komitmen lembaga 139
yang harus lebih tinggi • Sudah diperbaiki di hal
Dr. Erry Utomo, • Validitas internal dan 101 dst
5.
M.Pd (Penguji) validitas eksterna • Validitas internal dengan
data pendukung dari
inforan lain di luar
informan utama.
Validitas eksternal
penelitia lainnya yang
sejenis

ii
• Apakah triangulasi • Triangulasi proses
teknik pengumpulan dilakukan
data tidak dilakukan
• Setelah integrasi
ditambah ke dalam • Kegiatan pembelajaran
baik ektra-intra dan
• Kata Pengantar diganti kokurikuler dst
Prakata
• Sudah diganti dengan
Prakata dan ucapan
terima kasih
diperuntukkan pada yang
terlibat dalam penelitian

• Peneliti mengambil
• Alasan dua alenia permasalahan lingkungan
terkait ttg pencemaran yang sangat umum dan
lingkungan dilakukan penelitian

• Sudah diperbaiki
• Salah ketik, dan revisi :
ditanamkan

• Dibuat system: • Sudah diperbaiki


Prof. Dr. Sarwi penulisan et al.
6. M.Si
(Penguji Luar) • Singkatan huruf-huruf
• Tercopy ke dalam Titel
besar, jelaskan
mendeley dan sudah
maksudnya
diperbaiki

• 1 kalimat menjadi
• Sudah digabungkan
alenia (tidak lazim),
maka Alenia 2 digabung
dengan alenia 1

• Digabung krn 2 alenia


berkaitan (alas an , • Kurang ketelitian peneliti
alenia hanya 1 kalimat) dan sudah digabungkan

• Dalam KBBI , yang


benar hakikat • Sudah diperbaiki

• Self-concept
• Sudah diperbaiki
• Gunakan strategi saja,
krn pendekatan tidak • Sudah diperbaiki
dibahas

• Berikan penjelasan
maksud perujukan
• Karena konsep Islam

iii
konsep Islam dalam menjadi pedoman dan
sumber pustaka ini dijadikan rujukan dalam
kehidupan umat Islam
• Ditambah subjek
penelitian apa, dan
jumlahnya • Subjek dan objek hal 55

• Teknik dan instrumen


pengumpulan data
• Ditambah dengan
• Triangulasi : waktu, triangulasi proses hal 72
sumber, teknik ….
• Penjelasan verbal dalam • Sudah dijelaskan secara
gambar , tidak terbaca verbal hal 72
dengan baik (terlalu • Menggunakan NVivo 12
kecil, kabur)

• menggunakan
….keterangan kurang
• Sudah diperbaiki ada
• dialamainya kesalahan penulisan

• Sudah diperbaiki
• Faktor penghambat
50% guru kurang
terampil, dan 50%
kurang dukungan orang • Faktor guru perlu
tua pembenahan berkaitan
Bagaimana solusi dst hal 139 dstt
masalah 2 faktor ini
agar pada masa depan
lebih baik

• Strategi apa saja ….dst,


dijelaskan ada 3 yaitu
integrasi (ke dalam)
mata pelajaran, • Keteladanan guru yakni
pemberian teladan , dan dengan mengambil
pembiasaan. Deskripsi sampah yang ditemukan
singkat untuk dst hal 156
pemberian teladan
belum ada

• Pertanyaan apakah
hanya 3 saja atau 3 itu
nilai-nilai yang • Tiga nilai itu saja yang
dominan yang diperoleh dominan dan nilai yang
? perlu dijelaskan dalam lain sudah masuk ke
naskah hasil dan dalam nilai yang lainnya
pembahasan

iv
Judul Disertasi:
Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi Dalam Membentuk Karakter Peduli Lingkungan Peserta Didik Di
SD Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi”
Nama : Aeni Latifah
No. Registrasi : 7527167619
Angkatan : 2016

v
vi
vii
MODEL INTERNALISASI NILAI-NILAI EKOLITERASI DALAM
MEMBENTUK KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK
DI SD ISLAM FATHIA CIBEUREUMKOTA SUKABUMI

Aeni Latifah
Pendidikan Dasar

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk menemukan proses internalisasi nilai-nilai


ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik di SD
Islam Fahtia Cibeureum Kota Sukabumi Jawa Barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Teknis pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi dengan partisipan pesreta didik kelas IV,
kelas V dan kelas VI. Wawancara dilakukan untuk memahami proses
internalisasi, strategi yang digunakan dalam internalisasi dan faktor pendukung
serta penghambat internalisasi. Observasi yang dilakukan terhadap subjek,
perilaku subjek, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap
relevan data diperoleh secara lengkap, sehingga dapat memberikan data tambahan
terhadap hasil wawancara. Dokumen yang diperlukan adalah kurikulum KTSP SD
Islam Fathia Kota Sukabumi Jawa Barat serta perangkat yang digunakan dalam
proses penyelenggaraan sekolah dalam proses belajar mengajar yang tersedia.
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April 2018 sampai dengan
Oktober 2018. Analisis data menggunakan soft were NVivo 12 Plus melalui 3
(tiga) tahapan yaitu reduksi data, display data dan verification penarikan
kesimpulan). Data diolah dengan triangulasi untuk membandingkan data yang
diperoleh waktu, sumber, dan proses berbeda.
Hasil penelitian ini fokus pada penanaman karakter peduli lingkungan
menjelaskan proses internalisasi nilai-nilai karakter melalui proses pembelajaran
di dalam kelas dan di luar kelas seperti outing class dan outbond. Strategi
penanaman nilai diintegrasikan pada mata pelajaran secara tematik, melalui
kegiatan baik intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler dengan mengacu
pada visi dan misi sekolah hasil turunan dari visi dan misi yasanan. Adapun faktor
pendukung adalah komitmen lembaga dan program sekolah yang berbudaya
lingkungan (adiwiyata). Dan nilai-nilai ekoliterasi yang dimiliki adalah sadar
lingkungan, empati terhadap lingkungan, dan menjaga diri sendiri. Adapun
karakter yang ditekankan dalam penelitian ini adalah karakter peduli lingkungan.
Hasil temuan merekomendasikan bahwa internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik dilakukan dengan
pembiasaan yang dimulai dari pendidikan dasar melalui budaya sekolah yang
berdasarkan nilai-nilai islami.

Kata Kunci : Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi, Karakter Peduli Lingkungan

viii
INTERNALIZATION MODEL OF ECOLITERATION VALUES IN
ESTABLISHING CHARACTERS OF ENVIRONMENTAL EDUCATORS AT
ISLAMIC ELEMENTARY SCHOOL, FATHIA CIBEUREUM, SUKABUMI
CITY

Aeni Latifah
Basic Education

ABST RACT

The research objective was to find the internalization process of


ecoliteracy values in shaping the environmental care character of students at SD
Islam Fahtia Cibeureum, Sukabumi City, West Java.
The method used in this research is a qualitative method with a
phenomenological approach. The technique of data collection was carried out by
interviewing, observing and documenting with class IV, class V and class VI
participants. Interviews were conducted to understand the internalization process,
the strategies used in internalization and the supporting factors and obstacles to
internalization. Observations made on the subject, the subject's behavior, the
subject's interaction with the researcher and things that are considered relevant,
the data is obtained in full, so that it can provide additional data on the results of
the interview. The documents needed are the KTSP curriculum at SD Islam
Fathia, Sukabumi City, West Java, and the tools used in the process of school
administration in the available teaching and learning processes.
The research was conducted from April 2018 to October 2018. Data
analysis used softwere NVivo 12 Plus through 3 (three) stages, namely data
reduction, data display and verification of conclusion). The data is processed by
triangulation to compare data obtained from different times, sources, and
processes.
The results of this study focus on cultivating the character of caring for the
environment, explaining the process of internalizing character values through the
learning process in the classroom and outside the classroom such as outing
classes and outbound. The strategy of planting values is integrated in thematic
subjects, through both intracurricular, co-curricular and extracurricular
activities with reference to the vision and mission of the school as a derivative of
the original vision and mission. The supporting factors are the commitment of
school institutions and programs with an environmental culture (Adiwiyata). And
the ecoliteracy values that are owned are environmental awareness, empathy for
the environment, and take care of oneself. The character that is emphasized in this
research is the character of caring for the environment.
The findings recommend that the internalization of ecoliteracy values in
shaping students' environmental care character is carried out with habituation
starting from basic education through school culture based on Islamic values.

Keywords: Internalization of Ecoliteration Values, Character Caring for the


Environment

ix
x
xi
HALAMAN PERNYATAAN COPYRIGHT TRANSFER

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Negeri Jakarta, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Aeni Latifah
No. Registrasi : 7527167619
Program Studi : Pendidikan Dasar
Fakultas : Program Pascasarjana
Jenis Karya : Tesis/Disertasi*
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive
RoyaltyFree Right) atas Tesis/Disertasi* saya yang berjudul :
Model Internalisasi Nilai-Nilai Ekoliterasi Dalam Membentuk Karakter
Peduli Lingkungan Peserta Didik Di SD Islam Fathia Cibeureum Kota
Sukabumi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneklusif ini, Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : Janauri 2021
Yang menyatakan,

(Aeni Latifah)

*Karya Ilmiah : karya akhir, makalah nonseminar, laporan kerja praktik, laporan
magang, karya profesi, dan karya spesialis.

xii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi ini dengan judul “Model Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi Dalam
Membentuk Karakter Peduli Lingkungan Peserta Didik di SD Islam Fathia
Cibeureum Kota Sukabumi”. Shalawat dan salam, tetap terlimpahkan kepada
Rasulullah SAW. yang telah membawa kita dari alam kegelapan dan kebodohan
menuju alam ilmiah yaitu Dinul Islam.
Penulisan disertasi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta untuk meraih gelar Doktoral sebagai wujud partisipasi
penulis dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang telah
penulis peroleh selama di perguruan tinggi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang
sempurna begitu juga dalam penulisan thesis ini yang tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi
penyempurnaan disertasi ini ke depannya.
Akhirnya walaupun banyak kekurangan dan kesalahan, penulis berharap
semoga dengan rahmat dan izin-Nya mudah-mudahan disertasi ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
.
Sukabumi, Juni 2020
Penulis,

Aeni Latifah

xiii
ACKNOWLEDGEMENT

Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas segala kemurahan dan kemudahan


yang telah engkau karuniakan dalam penulisan disertasi ini. Semoga karunia ini
tidak penulis sia-siakan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya
kepada Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd. selaku promotor sekaligus Direktur Pascasarjana
Program Studi Pendidikan Dasar Universitas Negeri Jakarta yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan serta motivasi yang sangat berharga. Terimakasih
pula penulis ucapkan kepada Prof. Dr. M. Syarif Sumantri, M.Pd. selaku Co.
Promotor yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan dalam
penyusunan disertasi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Komarudin, M.Si.
selaku Rektor Universitas Negeri Jakarta. Tak lupa penulis juga menghaturkan
terimakasih kepada Bapak/ibu Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
khususnya pada Program Studi Pendidikan Dasar yang telah memberikan ilmu
yang sangat berharga kepada penulis.
Ucapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kakak-kakak,
tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do’a yang tulus kepada penulis.
Terimakasih yang paling khusus penulis haturkan kepada suami dan anak-anak
tercinta yang selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan disertasi ini.
Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan kepada Kepala Sekolah, Guru
serta Peserta Didik SD Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi yang telah
banyak memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis, sehingga
memungkinkan pelaksanaan penelitian ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih
kepada rekan-rekan mahasiswa S3 Program Studi Pendidikan Dasar angkatan
2016 Khusunya kelas A yang telah memberikan dukungan, kerjasama dan
bantuan yang sangat berharga kepada penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat dan kontribusi kepada semua pihak.

Jakarta, Agustus 2020

xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ii
BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN UJIAN TERTUTUP .....................vi
PERSETUJUAN PANITIA UJIAN DIPERSYARATKAN UNTUK UJIAN
TERBUKA .........................................................................................................vii
ABSTRAK ........................................................................................................viii
ABSTRACT .......................................................................................................ix
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ....................x
PERNYATAAN PUBLIKASI ..........................................................................xi
HALAMAN PERNYATAAN CPYRIGHT TRANSFER ...............................xii
PRAKATA ........................................................................................................xiii
ACKNOWLEDGEMENT ...............................................................................xiv
DAFTAR ISI ......................................................................................................xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................xix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xx
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xxii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1.Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
1.2.Pembatasan Penelitian ..................................................................................12
1.3.Rumusan Masalah ........................................................................................12
1.3.1 Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik di SD Islam
Fathia Kota Sukabumi? ....................................................................12
1.3.2 Strategi apa yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik? ....................13
1.3.3 Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat di dalam
proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi?
...........................................................................................................13
1.3.4 Nilai-nilai ekoliterasi apa saja yang dimiliki peserta didik di SD Islam
Fathia Kota Sukabumi? .....................................................................13

xv
1.4.Tujuan Penelitian .........................................................................................13
1.4.1 Proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan peserta didik .......................................................13
1.4.2 Strategi yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik ..........13
1.4.3 Faktor pendukung dan peghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik
...........................................................................................................13
1.4.4 Nilai-nilai ekolitreasi yang dimiliki peserta didik ............................13
1.5.Kegunaan Penelitian .....................................................................................13
1.5.1 Manfaat secara teoritis .....................................................................13
1.5.2 Manfaat secara praktis ......................................................................14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................15


2.1 Hakikat Internasilasai nilai ekoliterasi .........................................................15
2.2 Internalisiasi .................................................................................................18
2.2.1 Pengertian Internalisasi ...................................................................18
2.2.2 Tahapan Internalisasi .......................................................................19
2.3 Nilai ..............................................................................................................21
2.3.1 Pengertian Nilai ...............................................................................21
2.3.2 Macam-macam nilai .........................................................................23
2.3.3 Strategi penanaman nilai .................................................................24
2.3.4 Memasukkan Pendidikan Karakter ke Dalam Kurikulum ..............33
2.4 Ekoliterasi ...................................................................................................34
2.5 Indikator Nilai-nilai Ekoliterasi ...................................................................40
2.6 Karakter Peduli Lingkungan ........................................................................41
2.7 Konsep Islam tentang Karakter Peduli Lingkungan ....................................47
2.7.1 Lingkungan Diciptakan Allah dengan Tujuan ................................48
2.7.2 Upaya Internalisasi Nilai-Nilai Peduli Lingkungan ........................49
2.7.2.1 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan ..................................49
2.7.2.2 Pemberian Bantuan .........................................................................50
2.7.2.3 Tidak boros dalam memanfaatkan sumber daya alam ....................51
2.8 Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan ......................................................52

xvi
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................54
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................54
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................55
3.2.1 Waktu Penelitian ...........................................................................55
3.2.2 Tempat Penelitian .........................................................................55
3.3 Desain Penelitian ..........................................................................................55
3.4 Latar Penelitian ............................................................................................58
3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...................................................59
3.5.1 Wawancara ....................................................................................59
3.5.2 Observasi ......................................................................................63
3.5.3 Dokumentasi ..................................................................................63
3.6 Pengolahan Data ...........................................................................................64
3.6.1 Reduksi data ..................................................................................65
3.6.1.1 Axial Coding .................................................................................66
3.6.1.2 Open coding ..................................................................................67
3.6.1.3 Selective Coding ...........................................................................68
3.6.2 Display data ..................................................................................69
3.6.3 Kesimpulan/verification ................................................................70
3.6.4 Perangkat Lunak ...........................................................................70
3.7 Pemeriksaan Keabsahan ...............................................................................71

BAB IV LAPORAN HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................73


4.1 Laporan Hasil Penelitian ..............................................................................73
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................................74
4.2.1 Proses Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi ....................................74
4.2.1.1 Belajar Mengajar di Dalam Kelas .................................................75
4.2.1.2 Belajar-Mengajar di Luar Kelas ...................................................79
4.2.2 Strategi Penanaman Nilai ..............................................................83
4.2.2.1 Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan melalui kegiatan
belajar mengajar di SD Islam Fathia Kota Sukabumi ...................85
4.2.2.2 Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan melalui kegiatan
ekstra kurikuler .............................................................................85

xvii
4.2.2.3 Budaya sekolah (Pemberian Teladan, Menumbuhkan rasa malu,
tanggung jawab) di SD Islam Fathia Kota Sukabumi ...................85
4.2.2.4 Perilaku peduli lingkungan siswa SD Islam Fathia Kota Sukabumi
.......................................................................................................87
4.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................99
4.2.3.1 Faktor Pendukung .........................................................................100
4.2.3.2 Faktor Penghambat .......................................................................102
4.2.4 Nilai-nilai Ekoliterasi Yang dimiliki Peserta Didik ......................105
4.2.4.1 Empati ...........................................................................................108
4.2.4.2 Menjaga diri sendiri ......................................................................110
4.2.4.3 Sadar Lingkungan .........................................................................113
4.3 Pembahasan Hasil .......................................................................................114
4.3.1 Proses Internalisasi Nilai-Nilai Ekoliterasi ...................................114
4.3.1.1 Belajar Mengajar di Dalam Kelas .................................................117
4.3.1.2 Belajar Mengajar di luar Kelas ......................................................120
4.3.2 Strategi Penanaman Nilai...............................................................127
4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................133
4.3.3.1 Faktor Pendukung .........................................................................133
4.3.3.2 Faktor Penghambat .......................................................................137
4.3.4 Nilai-Nilai Ekoliterasi Yang dimiliki ...........................................139
4.3.4.1 Empati ...........................................................................................141
4.3.4.2 Menjaga diri sendiri ......................................................................143
4.3.4.3 Sadar lingkungan ..........................................................................145
4.4 Keterbatasan Penelitian ................................................................................151
BAB V PENUTUP ............................................................................................153
5.1 Simpulan ......................................................................................................153
5.2 Saran .............................................................................................................154
5.3 Rekomendasi ................................................................................................155
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................156
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................166
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................217

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Keterkaitan Nilai Peduli Lingkungan dan Indikator untuk SD ..........46

Tabel 3.1. Sistem Pengkodean Wawancara .......................................................60

Tabel 3.2. Tabel Pedoman Wawancara ..............................................................60

Tabel 3.3. Tabel Pedoman Wawancara Siswa ...................................................62

Tabel 3.4. Lembar Observasi Siswa ...................................................................63

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Kerja Penelitian .....................................................................57

Gambar 3.2. SD Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi ................................58

Gambar 3.3. Alur Kegiatan Analisis Data .........................................................64

Gambar 3.4. Tampilan Hasil Import Data Audio ...............................................66

Gambar 3.5. Tampilan Hasil Import Data Video ...............................................66

Gambar 3.6. Tampilan Hasil Axial Coding .......................................................67

Gambar 3.7. Tampilan Hasil Axial Coding .......................................................67

Gambar 3.8. Tampilan Hasil Open Coding ........................................................68

Gambar 3.9. Tampilan Hasil Open Coding ........................................................68

Gambar 3.10. Tampilan Hasil Selective Coding ................................................69

Gambar 4.1. Proses Internalisasi Nilai Ekoliterasi .............................................74

Gambar 4.2. Proses Internalisasi Nilai Ekoliterasi secara umum ......................75

Gambar 4.3. Persentase Cara Belajar-Mengajar di Kelas ..................................76

Gambar 4.4. Skema Siklus Daur Oksigen ..........................................................77

Gambar 4.5. Konteks Penggunaan Visual dan Audio-Visual dalam Belajar


Mengajar .......................................................................................78

Gambar 4.6. Belajar Mengajar di Luar Kelas ....................................................79

Gambar 4.7. Keterkaitan siswa guru dan lingkungan ........................................80

Gambar 4.8. Strategi Penanaman Nilai ..............................................................83

Gambar 4.9. Strategi Penanaman Nilai ..............................................................94

Gambar 4.10 Contoh Strategi Penanaman Nilai ................................................96

xx
Gambar 4.11 Faktor Pendukung dan Penghambat proses internalisasi .............100

Gambar 4.12 Faktor Pendukung proses internalisasi .........................................100

Gambar 4.13 Faktor Penghambat proses internalisasi .......................................103

Gambar 4.14 Nilai-nilai ekoliterasi dalam proses internalisasi nilai .................107

Gambar 4.15 Contoh menumbukan rasa empati siswa di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi ......................................................................................109

Gambar 4.16 Contoh menumbukan rasa Menjaga Diri Sendiri pada siswa di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi .........................................................110

Gambar 4.17 Sadar Lingkungan ........................................................................113

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ........................................................................167

Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian .......................168

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ...........................................169

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Komite Sekolah ...........................................172

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Guru PAI .....................................................174

Lampiran 6 Pedoman Wawancara Guru PLH ....................................................175

Lampiran 7 Pedoman Wawancara Guru Muatan Lokal .....................................176

Lampiran 8 Pedoman Wawancara Guru IPS .....................................................177

Lampiran 9 Pedoman Wawancara WAKA Kurikulum .....................................179

Lampiran 10 Pedoman Wawancara Guru Matematika ......................................180

Lampiran 11 Pedoman Wawancara Guru IPA ...................................................181

Lampiran 12 Pedoman Wawancara Cleaning Service .......................................182

Lampiran 13 Pedoman Wawancara Orang Tua .................................................183

Lampiran 14 Pedoman Wawancara Guru BK ....................................................185

Lampiran 15 Pedoman Wawancara Guru Olahraga............................................186

Lampiran 16 Foto Tempat Penelitian ..................................................................187

Lampiran 17 Rencana Pelaksaanaan Pembelajaran (RPP) .................................198

Lampiran 18 Display Hasil Penelitian ................................................................208

Lampiran 19 Hasil Karya Peserta Didik .............................................................216

Lampiran 20 Riwayat Hidup Lampiran ..............................................................217

xxii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pencemaran udara yang terjadi saat ini, akibat dari adanya industri yang
membuang limbah tidak pada tempatnya dan tidak dikelola dengan baik, sehingga
mengakibatkan pencemaran dimana-mana terutama pada air sungai yang
mengakibatkan sungai menjadi kotor dan menjadi sumber penyakit (Sholikhah,
2017). Selain itu, kebiasaan penduduk yang belum bisa disiplin dalam membuang
sampah limbah rumah tangga yang dipakai tidak ramah lingkungan, hal tersebut
merupakan cerminan dari kondisi atas ketidak pedulian terhadap lingkungan
tempat tinggalnya. Permasalahan lingkungan tersebut hanya dua dari dua belas
kategori permasalahan ekologis (Dan & Wat, 2011).
Manusia dalam proses interaksi dengan lingkungannya seperti air, udara,
tanah merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena mempunyai
ketergantungan yang sangat erat dengan lingkungannya, maka senantiasa harus
selalu dijaga. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan maka akan mengakibatkan
kehancuran suatu peradaban kuno. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
Widianarko Budi (2011) dalam sebuah catatan sejarah negara yang mengalami
kehancuran peradaban kuno diakibatkan dari kerusakan lingkungan dan
eksploitasi sumber daya alam antara lain Maya di Amerika Tengah, Zimbabwe
Raya di Afrika dan Angkor di Kamboja.
Persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapi menjadi tanggung jawab
bersama, sehingga adanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
seperti yang dikemukakan pada KTT (Earth Summit) atau biasa dikenal dengan
United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau
konferensi yang membahas tentang masalah lingkungan dan pembangunan
memberikan kesadaran pada setiap individu pentingnya lingkungan hidup
sehingga memberikan pengaruh terhadap keseimbangan alam.
Salah satu cara yang paling efektif dalam rangka menyadarkan
masyarakat, akan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan sesuai dengan
Piagam Bumi yaitu lewat pendidikan. Hal tersebut diungkapkan oleh R Khan
(2010) pada bab 36 hasil KTT Bumi bahwa melalui pendidikan masyarakat akan
paham dan mengerti tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup, yaitu dalam
pencapaian kesadaran lingkungan, etika, nilai dan sikap secara konsisten untuk
berpartispasi dalam menjaga lingkungannya. Hal ini sesuai penelitian oleh
Supriatna (2016) Developing Green Behavior Through Ecopedagogy in Social
Studies Learning in Elementary Schools in Bandung, Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan perilaku green behavior peserta didik, seperti: (1)
meletakkan sampah atau sampah ke tempat sampah, (2) memisahkan sampah
organik dan anorganik, (3) mengurangi penggunaan produk yang tidak ramah
lingkungan, dan (4) menggunakan kendaraan umum dari pada kendaraan pribadi.
Menjaga lingkungan tentunya diperlukan pengetahuan yang cukup, juga
sikap peduli terhadap lingkungan di sekitarnya, hal ini harus ditanamkan pada
setiap individu sebagai penduduk bumi. Dalam menanamkan karakter peduli
lingkungan pada peserta didik, tentunya harus dimulai sejak dini. Karena peserta
didik boleh dikatakan telah memiliki karakter tersebut bila sudah melakukan
tindakan yang sama pada situasi yang sama dan terjadi berulang-ulang (Degeng
Sudana, 1989). Karakter peduli lingkungan peserta didik akan terus terjaga
dengan baik apabila sudah menjadi pembiasaan (habit) dalam kehidupan sehari-
harinya, baik di lingkungaan sekolah, rumah, maupun di lingkungan masyarakat
yang di tanamkan pada diri peserta didik (Sholikhah, 2017).
Pendidikan lingkungan menurut konvensi UNESCO di Tbilisi (1997)
merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat
dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan peduli terhadap
masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi,
komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun
kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan yang
ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan
hidup baru (Desfandi, 1989).
Goleman D (2010) mengungkapkan bahwa kecerdasan ekologis yaitu,
kemampuan untuk beradaptasi terhadap ceruk (lubang) ekologis tempat kita
berada. Ekologis artinya pemahaman terhadap organisme dan ekosistemnya,
sedangkan kecerdasan adalah kapasitas untuk belajar dari pengalaman dan secara

2
efektif berhadapan dengan lingkungan. Kecerdasan ekologis memadukan
keterampilan kognitif tersebut dengan empati terhadap segala bentuk kehidupan.
Kecerdasan ekologis memperluas kapasitasnya ke dalam seluruh sistem alami.
Artinya manusia harus menunjukkan empati yang ia merasakan juga gejala yang
terjadi atas “penderitaan” bumi, atau ada tekad untuk merasakan segalanya
menjadi lebih baik.
Capra dalam Keraf memaparkan bahwa "ekoliterasi merupakan keadaan
seseorang dalam memahami prinsip-prinsip ekologi serta menjalankan hidupnya
sesuai dengan prinsip ekologi dalam kehidupan sehari-hari untuk menata dan
membangun kehidupan umat manusia di bumi ini (Dewi Amelia Valentine, 2015).
Audrey dan Debra (2012) dalam studinya tentang Teacher’s Revitalizing the
Culture Commons’: An Ecological Imperative for the 21st Century Curriculum,
menyatakan bahwa ilmu lingkungan dan aktivis telah menyuarakan dan
memberikan peringatan bagaimana krisis ekologi ditempa salah satunya oleh ilmu
teknologi barat, pasar memberikan praktik industrial. Praktik ini mengancam
kualitas hidup di bumi untuk semua spesies. Ini dapat menembus praktik di dunia
barat yang telah mengalami penurunan pengetahuan antar generasi dan menuju ke
arah kehilangan dalam bahas/perbedaan budaya diantara orang-orang di dunia.
Diperlukan pengetahuan dan sikap yang tertanam dalam diri individu dan
menjadi karakter untuk menjaga kehidupan yang seimbang dengan alam. Hal
tersebut menjadi tuntutan bagi kehidupan individu (peserta didik) dengan
ecopaedagogy dalam proses penanaman sikap peduli terhadap lingkungan agar
tetap terjaga. Ecopedagogy merupakan pendekatan dan proses pembelajaran
untuk membentuk pengetahuan, sikap, watak, dan keterampilan pada peserta didik
yang selaras dengan gerakan green living. Tentu saja harapan dari proses tersebut
yaitu membentuk peserta didik agar mampu memahami keterbatasan sumber daya
alam dan juga memecahkan masalah yang dihadapi terkait dengan lingkungan
hidup (Supriatna, 2016). Artinya, secara tidak langsung berdasarkan uraian di atas
diperlukan sebuah kemasan pendidikan untuk diterapkan pada peserta didik
dari sejak dini, berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter peduli
terhadap lingkungan.
Jhon A. Cassel dan Thomas Nelson (2010) menyebutkan perlu sebuah

3
kerjasama antara pendidik dan lembaga pemberdayaan lingkungan untuk
bersinergi menjadi pelopor perbaikan dalam pembangunan lingkungan.
Selanjutnya, pemahaman tentang kesadaran lingkungan hidup menjadi
permasalahan utama. Artinya, diperlukan kesadaran pada tiap individu. Kesadaran
lingkungan disebut sebagai ekoliterasi (Capra, 2005). Ekoliterasi atau sering
disebut juga kecerdasan ekologi, berasal dari kata Yunani oikos (habitat) dan
logos (ilmu). Kecerdasan ekologis seseorang didasari atas pengetahuan,
sikap/kesadaran, dan tindakan/perilaku hidup yang selaras dengan lingkungan
alam. Seperti dijelaskan oleh Nana (2016) bahwa kecerdasan ekologis bersifat
kompleks. Kecerdasan tersebut didukung oleh unsur kognitif, afektif (sosial dan
emosi), dan psikomotorik. Hasrat untuk menjaga lingkungan hidup didasari oleh
pengetahuan tentang lingkungan. Kesadaran untuk menyelamatkan lingkungan
yang rusak didasari oleh aspek afektif. Sedangkan tindakan untuk menjaga
kelestraian lingkungan menggambarkan aspek psikomotorik.
Peran pendidikan dalam menciptakan lingkungan yang baik, sangat
diperlukan, yaitu melalui pembiasaan pada peserta didik, karena melalui
pendidikan kepedulian, kesadaran pada setiap individu dapat ditanamkan. Hal
tersebut bisa dimulai dari menciptakan sekolah ramah lingkungan dan konsep
sekolah berbudaya lingkungan (Adiwiyata). Semiawan (1999) menyebutkan
bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu di luar diri individu (eksternal) dan
merupakan sumber informasi yang diperoleh melalui panca inderanya. Maka hal
yang paling memungkinkan dalam membentuk kepribadian peserts didik adalah
di sekolah. Sekolah menjadi lingkungan tempat kegiatan belajar mengajar dan
menanamkan nilai pada setiap individu. Dimulai sejak anak atau peserta didik
berada di lembaga pendidikan dasar. Seperti dikemukakan oleh Suleri dan
Cavagnaro (2016) saat melakukan penelitian kepada 108 guru dari tujuh sekolah
dasar di tiga wilayah berbeda di Friesland Barat Laut, Belanda tahun 2016.
Ditemukan bahwa Studi ini dilakukan dalam tujuh sekolah dasar dan secara
eksklusif dialokasikan untuk hambatan tujuan instruksional khusus guru dan nilai-
nilai pro-lingkungan. Namun, peserta didik tidak mengambil bagian dalam
penelitian ini. Untuk mengetahui pengaruh orientasi nilai pro-lingkungan guru
pada peserta didik, informasi lebih lanjut dapat diperoleh dari peserta didik juga.

4
Studi serupa bisa dilakukan di perguruan tinggi dan universitas. Temuan
dari perguruan tinggi dan universitas mungkin menunjukkan apakah mereka
memiliki masalah yang sama atau berbeda dalam kaitannya dengan hambatan
tujuan instruksional khusus dan orientasi nilai. Selain itu, sebuah studi
perbandingan dapat memberi tahu dan mencerahkan setiap calon untuk
menghadapi hambatan tujuan instruksional khusus ini. Selain itu, hasilnya
mungkin memberikan kesesuaian antara kesulitan yang dialami sekolah dasar dan
kesulitan yang dialami perguruan tinggi dan universitas. Fokus dari penelitian ini
adalah nilai-nilai pro lingkungan dan perilaku pencetakan pro-lingkungan.
Disarankan untuk studi masa depan untuk mengetahui dampak nilai-nilai egoistik
pada perilaku pencetakan dan penggunaan tujuan instruksional khusus. Hal ini
menunjukan perlunya pembiasaan, penanaman nilai-nilai dan sikap positif pada
lingkungan dengan perilaku dan aktivitas dimulai dari guru di sekolah dasar.
Sekolah yang telah mendapatkan predikat adiwiyata dianggap telah berhasil
membentuk karakter peduli terhadap lingkungan dan pentingnya penanaman nilai-
nilai ekoliterasi hingga menjadi karakter bagi peserta didik di sekolah dasar. Hal
ini diketahui dari beberapa penelitian terdahulu, diantaranya yang dilakukan
adalah hasil penelitian Maryono (2015). Temuan penelitian pertama adalah upaya
untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, perilaku dan
wawasan, serta keprihatinan lingkungan dari peserta didik dan masyarakat,
berdasarkan visi, misi dan tujuan yang secara eksplisit termasuk konsep
lingkungan pendidikan sebagai kebijakan yang diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari. Ada empat sekolah yang telah menerapkan pendekatan
komprehensif. Di sini, penerapan nilai-nilai pendidikan lingkungan sebagai subjek
independen. Itu terkandung dalam kurikulum sekolah, sebagai konten lokal. Ini
dimulai dengan memprioritaskan nilai-nilai inti untuk sekolah-sekolah. Kelima
sekolah yang menerapkan "Adiwiyata" berusaha untuk mempersiapkan sumber
daya manusia yang mampu dalam memfasilitasi peserta didik untuk peduli
lingkungan melalui kebijakan kemitraan dengan Departemen Lingkungan,
Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, yang lain "Sekolah Adiwiyata”,
dan pihak terkait untuk kegiatan pelatihan, lokakarya, dan kunjungan studi.
Kedua, pelaksana program pendidikan lingkungan di lima sekolah adalah unsur

5
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, peserta didik, staf administrasi, dan
komite sekolah. Implementasi kebijakan Pendidikan lingkungan didasarkan pada
prinsip partisipatif dan berkelanjutan. Kepala sekolah harus bertanggung jawab
atas implementasi kebijakan pendidikan lingkungan. Semua elemen mendukung
dan bertanggung jawab atas implementasi kebijakan pendidikan lingkungan, salah
satunya melalui “kepemimpinan guru”. Pendidikan karakter peduli lingkungan
melalui proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas
diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran sehingga peserta didik mengenal,
menyadari dan menginternalisasian nilai-nilai karakternya dan menjadi perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan implementasi karakter di Sekolah Dasar, hasil
penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (2016) dijelaskan bahwa penerapan
pendidikan karakter kearifan lokal yang dibebankan pada jenjang pendidikan
dasar di Provinsi Sumatera Selatan secara umum sudah berkinerja baik tetapi
belum maksimal. Mayoritas (76,84%) sekolah telah menerapkan pendidikan
karakter yang dibebani dengan kearifan lokal. Di sekolah menengah pertama telah
melakukan hal yang baik (13,04%) dibandingkan dengan SD (9,92%). Di
Prabumulih, sebagian besar sekolah melakukannya dengan baik (16,67%),
sementara sebagian besar sekolah melakukannya dengan kurang baik di Lahat
(18,42%). Unsur-unsur kearifan lokal yang digunakan adalah puisi, cerita rakyat,
atau kata-kata mutiara khas Sumatera Selatan, pemanfaatan barang bekas,
penggunaan bidang seni khas seperti sarofalanam, tamborin, tikar tenun dan
menjahit atap, membuat konblok, literasi Al Qur'an, dan berkebun (nanas,
mangga, lengkeng). Belum maksimalnya pelaksanaan pendidikan karakter yang
dibebankan kearifan lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor: kurangnya
pemahaman dan komitmen guru dengan kurangnya pelatihan, keterbatasan
infrastruktur sekolah, kurangnya kerjasama orang tua dan masyarakat, dan
kurangnya guru sumber daya manusia.
Hal ini seiring dengan penelitian oleh Desfandi, Maryani dan Disman
(2017), hasil penelitian menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dari
kebijakan sekolah, implementasi kurikulum, budaya sekolah dan manajemen
infrastruktur sekolah secara kolektif terhadap ekoliterasi peserta didik. Hal ini

6
menunjukkan bahwa untuk mencapai hasil maksimal, keempat komponen
Adiwiyata harus dilaksanakan sepenuhnya dan tidak dapat diimplementasikan
secara parsial. Ini bisa diterima karena kebijakan sekolah adalah fondasi utama
bagi sekolah untuk mengimplementasikan komponen lain. Ada pengaruh positif
dan signifikan dari implementasi kurikulum terhadap ekoliterasi siswa. Ini
menunjukkan bahwa untuk membangun ekoliterasi itu tidak hanya dalam kelas,
tetapi juga budaya sekolah yang berakar di semua anggota sekolah perlu
dibangun. Pengaruh positif dan signifikan dari manajemen infrastruktur sekolah
terhadap ekoliterasi peserta didik. Hal ini dapat dipahami karena infrastruktur
adalah komponen utama yang mendukung pembelajaran di sekolah..
Hasil penelitian Desfandi yang menyatakan terdapat pengaruh positif dan
signifikan implementasi kurikulum terhadap ekoliterasi peserta didik tidak
menjadi sebuah jaminan peserta didik dapat menjaga lingkungan yang didasarkan
pada pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang terkandung dikatakan belum optimal
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum di SD Negeri Kota
Surabaya Bagian Barat berkaitan dengan pembelajaran dengan indikator
pengetahuan, sikap, dan keterampilan ekoliterasi secara kuantitatif
dikemukakannya bahwa praktik pembelajaran ekoliterasi berorientasi pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan di SD Negeri tersebut mempunyai kategori
kurang baik dengan presentase 31,7 %. Untuk lengkapnya adalah sebagai berikut:
sangat baik 7,9%, baik 28,6%, cukup baik 27,0%, kurang baik 31,7%, sangat
kurang baik 4,8%. Kemudian masih dari hasil penelitian Try Wahyu
Setyaningrum tentang praktik pembelajaran ekoliterasi berorioentasi pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan di Sekolah Dasar Negeri Surabaya Bagian
Barat pembentukan karakter peserta didik dalam praktik pembelajaran ekoliterasi
berorientasi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di SDN Kota Surabaya
Bagian Barat kategori Kurang baik menduduki angka presentase paling tinggi dari
yang lainnya, yaitu diperoleh angkan sebesar 34,9% (Setyaningrum wahyu T,
2020).
Untuk memperkuat hasil belajar tentang nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peserta didik di SD dapat dilakukan dengan mengembangkan
bahan ajar dan metode pembelajaran yang sesuai. Berkaitan dengan hal ini

7
penelitian yang dilakukan oleh Karlina, Degeng, dan Amirudin (2017) hasil
penelitiannya terbukti bahwa pembelajaran melalui studi kelompok berbasis
outdoor study dapat dijadikan model pembelajaran dalam meningkatkan
ekoliterasi peserta didik baik aspek kognitif, aspek aplikasi, dan aspek sikap. Hasil
penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Rusmawan (2017) bahwa guru
memegang peranan penting dalam menanamkan nilai ekoliterasi peserta didik.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Putu Arga (2018) bahwa melalui kegiatan
urban farming peserta didik mengalami proses peningkatan ekoliterasi yang tidak
hanya diterapkan di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan rumah. Hasil
penelitian lainnya yang dilakukan oleh Putri S, Japar M, dan Bagaskorowati R
(2019) tentang meningkatkan ekoliterasi dan kreativitas peserta didik dalam
pemanfaatan sampah dalam pembelajaran IPS di kelas V Telajung 02 Cikarang
SDN Barat melalui penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa melalui model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan
ekoliterasi dan kreativitas peserta didik.
Dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik pada satuan
lembaga pendidikan tidak bisa dilakukan secara sekaligus, diperlukan suatu
proses yang harus dilalui oleh peserta didik sesuai karakter yang diharapkan.
Dalam tuntunan agama Islam, berdasarkan hasil penelitian Yusuf (2013) bahwa
menurut Al-Quran karakter bisa dibentuk melalui ‘sisi dalam’ (anfus) manusia.
Hal tersebut melalui penananaman nilai dan dilakukan atau diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari agar menjadi karakter yang tertanam dalam setiap individu.
Agar karakter tersebut tertanam maka harus ada penanaman nilai karakter pada
peserta didik dalam upaya menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap lingkungan
alam sekitar (melek lingkungan atau ekoliterasi).
Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter
bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional (Judiani
Sri, 2010). Sumber dari agama didasari bahwa masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang beragama dalam menjalankan kehidupan secara individu
berdasarkan ajaran agama dan kepercayaannya. Sumber dari pancasila artinya
nilai-niali yang terkandung dalam pancasila menjadi dasar dalam mengatur
kehidupan masyarakat sebagai warga Negara. Budaya dijadikan sumber karena

8
kehidupan masyarakat dalam berinteraksi menggunakan nilai-nilai budaya yang
diakui masyarakat tersebut. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki oleh setiap warga negara maka tujuan nasional
menjadi sumber dalam opreasional pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut di atas maka sekolah bebas memilih
nilai karakter yang harus didahulukan, adapun karakter yang diinternalisasikan
adalah karakter peduli lingkungan (Judiani Sri, 2010). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2017). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi pada kegiatan proses
pembelajaran adalah religius, disiplin, tekun, rasa ingin tahu, peduli, dan tanggung
jawab. Sedangkan implementasi nilai-nilai pendidikan karakter pada kegiatan
ekstrakurikuler dilakukan melalui kegiatan kesenian dan olah raga. Sebagai
implikasinya, SD Negeri Mannuruki Makassar lebih meningkatkan implementasi
nilai-nilai pendidikan karakter baik pada proses pembelajaran dalam kegiatan
intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler agar dapat menciptakan generasi
yang berkarakter yang berintegritas moral yang tinggi (Akbar, 2017).
Sementara itu aktivitas internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peserta didik dapat dilakukan melalui pengembangan sikap
green behavior di sekolah. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh
Supriatna (2016) dengan judul Developing Green Behavior Through
Ecopedagogy in Social Studies Learning in Elementary Schools in Bandung,
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan perilaku green behavior
siswa, seperti: (1) meletakkan sampah atau sampah ke tempat sampah, (2)
memisahkan sampah organik dan anorganik, (3) mengurangi penggunaan produk
yang tidak ramah lingkungan, dan (4) menggunakan kendaraan umum dari pada
kendaraan pribadi.
Salah satu sekolah dasar yang berupaya melakukan edukasi terhadap
pentingnya pendidikan karakter khususnya peduli lingkungan sejak dini adalah
SD Islam Fathia Kota Sukabumi. Penulis melakukan studi pendahuluan melalui
wawancara dengan salah satu pendiri menyatakan, bahwa sekolah yang
didirikannya itu mempunyai tema besar yaitu “Community form to muslim

9
Identity” yakni muslim menjadi identitas dengan dimensi bahwa manusia
memiliki identitas dan fungsi yang pertama adalah “‘Abdullah” dan “Khalifah”,
menarik dari dimensi tersebut di SD Islam Fathia cibeurum Kota Sukabumi sudah
didesain untuk disiapkan sejak awal menjadi ‘abdullah. yakni yang taat kepada
aturan Allah dan Rasul-Nya dengan program keagamaan dan menjadi khalifah
yang baik (sebagai wakil Allah) untuk mengurus mentata dan merawat bumi
dengan salah satu programnya yaitu pendidikan lingkungan hidup sebagai sekolah
yang berbudaya lingkungan (adiwiyata) sehingga mereka bisa mencintai,
mengurus alam ini, melindungi, melestrarikan alam dengan dibekali skill, attitude,
dan pengetahuan. Dalam konteks ini adalah bagaimana sekolah menghasilkan
lulusan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan yang ditanamkan kepada
peserta didik agar hidup selaras dan harmonis sejak dini dengan alam.
Internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam pembentukkan karakter peserta
didik di SD Islam Fathia terlihat dari visi dan misi sekolah yang mengacu kepada
visi dan misi dari Yayasan. Adapun visi dan misi tersebut adalah Visi SD Islam
Fathia Kota Sukabumi, adalah “Fathia Islamic School sebagai lembaga pendidikan
yang mampu menjadikan generasi unggul berdasarkan Al-Qur’an dan As
Sunnah”.
Adapun misinya adalah:
1. Membentuk karakter anak yang dapat memahami dan mengaplikasikan nilai
keislaman, cerdas, dinamis dan berwawasan lingkungan
2. Mempersiapkan anak didik dengan pengetahuan dan keterampilan agar
memiliki Basic Skill (kemampuan dasar), Life Skill (kemampuan untuk hidup)
sesuai dengan tantangan jaman, Leadership Skill (kemampuan untuk menjadi
pemimpin) dan Spiritual Skill (kemampuan untuk hidup sesuai dengan aturan
Sang Pencipta).
Warga lembaga pendidikan membuat kurikulum dan perangkat
pembelajaran pada seluruh mata pelajaran baik intra kurikuler, ektra kurikuler dan
ko kurikuler mengacu pada visi dan misi lembaga hasil dari turunan visi dan misi
yayasan dengan menggunakan metode, strategi, sarana prasarana yang sudah ada
yang tentunya disesuaikan dengan pencapaian visi dan misi tersebut.
Internalisasi yang dilakukan di SD Islam Fathia berdasarkan kajian : 1)

10
filosofis yaitu berdasarkan pada ajaran agama Islam khususnya yakni Al Quran
dan Hadits; 2) Azas berdasarkan Pancasila, 3) Yuridis yaitu Undang-undang
Dasar 1945, Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nomor 20 Tahun
2018 tentang penguatan pendidikan karakter, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penataan Hukum Lingkungan,
dan Peraturan Walikota Sukabumi Kepala Daerah Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4) kajian sosiologis
berdasarkan kebutuhan Negara dan masyarakat berkaitan dengan kondisi
lingkungan yang sudah sangat memperihatinkan; 5) kajian empiris bahwa kondisi
sekolah dan lingkungan sekitar perlu dijaga keasrian dan keberadaannya
(lingkungan sekolah sendiri dan lingkungan masyarakat sekitar).
Berdasarkan hasil pengamatan sementara terhadap aktivitas pembelajaran
yang berkaitan dengan ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan
peserta didik, peneliti memperoleh informasi melalui ekoliterasi dapat membentuk
karakter yang secara nyata dan disadari dilaksanakan dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan metode pembiasaan, pemberian keteladanan, dan
terprogram. Pembentukan nilai-nilai karakter peduli lingkungan merupakan proses
yang relatif panjang tersebut akan menjadi pembiasaan perilaku dari apa yang
peserta didik tahu tidak saja tentang apa (pengetahuan), bagaimana (cara
memperoleh pengetahuan) melainkan juga kemengapaan (sikap terhadap
lingkungan alam sekitarnya). Yang menjadi keunikan dari SD Islam Fathia Kota
Sukabumi ini pertama ; satu-satunya sekolah dasar Islam di kota Sukabumi yang
bernuansa alam (sekolah alam) dan konsisten dari awal berdiri sudah
mengimplementasikan pendidikan lingkungan atau sekolah berbudaya lingkungan
sebeum diberikannya predikat sekolah adiwiyata dari Kementrian Lingkungan
Hidup, kedua; ruang belajar di dalam kelas didesain terbuka sehingga oksigen
senantiasa masuk ke dalam kelas dan peserta didik leluasa menghirup udara segar
setiap harinya, ketiga; arena outdoor cukup luas sehingga peserta didik dapat
mengeksplor pembelajaran di luar kelas secara leluasa, dan yang keempat; yaitu
mempunyai kurikulum alam yakni siapapun dapat belajar di luar dari warga
sekolah. Hal-hal yang lain yang membedakan SD Isam Fathia Kota Sukabumi

11
dengan lainnya adalah pertama; diberikannya pembelajaran secara langsung
(learning by doing) kaitannya dengan pedui lingkungan yaitu kegiatan berkebun
dan berternak, dimana pada pembelajaran tersebut peserta didik diberikan
pengetahuan bagaimana membuat kompos atau pupuk dari kotoran hewan dan
bagaimana memanfaatkan lingkungan sekitar rumah yang terbatas dapat ditanami
tanaman dengan menggunakan media limbah plastik. Kedua; peserta didik boleh
tidak menggunakan seragam sekolah dalam satu minggu ada hari-hari dimana
peserta didik tidak menggunakan seram. Ketiga; peserta didik boleh menggunakan
sandal ke sekolah ketika tidak ada pembelajaran outdoor. Keempat; arena outbond
memiliki sendiri.
Permasalahan yang muncul dari hasil observasi di awal yaitu belum
optimalnya proses pembelajaran dalam melaksanakan internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik hal ini
terlihat dalam proses pembelajaran belum sampai pada pembelajaran yang
bermakna (deep learning) akan tetapi baru pada tataran Contextual teaching and
learning (CTL), dan belum optimalnya pembentukan karakter peduli lingkungan
dikarenakan dalam rencana pembelajaran belum dimasukkan secara eskplisit. Atas
dasar uraian di atas, topik yang peneliti angkat menjadi penelitian disertasi dengan
judul: Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi Dalam Membentuk Karakter Peduli
Lingkungan Peserta Didik Di SD Islam Fathia Kota Sukabumi.

1.2 Pembatasan Penelitian


Dalam hal ini penulis membatasi permasalahan penelitian tentang
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan
peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian Latar belakang masalah, fokus di atas maka rumusan
masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk
karakter peduli lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi?

12
1.3.2. Strategi apa yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik?
1.3.3 Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat di dalam proses
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli
lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi?
1.3.4 Nilai-nilai ekoliterasi apa saja yang dimiliki peserta didik di SD Islam Fathia
Kota Sukabumi?

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam:
1.4.1 Proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan peserta didik.
1.4.2 Strategi yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik.
1.4.3 Faktor pendukung dan peghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik.
1.4.4 Nilai-nilai ekolitreasi yang dimiliki peserta didik.

1.5 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan bermanfaat baik untuk keperluan teoretis maupun
praktis sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat secara teoretis
a. Pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian empirik pada
pendidikan dasar khususnya fokus pada internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik SD.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk membantu dalam
pengembangan kebijakan pendidikan dasar dalam internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik
SD.
c. Memberikan kontribusi kepada pengembangan pengetahuan

13
1.5.2 Manfaat secara praktis
a. Masukan bagi pemangku kebijakan pendidikan untuk menentukan
perioritas kebijakan dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan
tinggi dan pertangungjawabannya kepada stakeholders.
b. Mengembangkan alternatif strategi internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah dasar.
c. Peneliti selanjutnya dapat mengembangakan kajiannya dalam bidang
yang relevan sesuai dengan perkembangan ilmu dan praktik layanan
pendidikan dasar.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Internasilasai nilai ekoliterasi


Menurut Masbur (2015) gagasan Maslow tentang internalisasi nilai
didasarkan kepada kodrat manusia (human nature) dan motivasi manusia (human
motivation). Kodrat manusia menurut Maslow (Masbur, 2015) adalah kekuatan-
kekuatan yang ada pada setiap individu yang keadaannya selalu cederung
mengarah kepada kebaikan-kebaikan. Kodrat dalam pembentukannya secara
tersendiri tidak terbentuk oleh yang lainnya. Kodrat manusia sebagai sarana untuk
pertumbuhan dan kemajuan tingkah laku secara psikologis, disamping itu kodrat
sebagi sumber kekuatan akan terus berubah menuju kepada yang lebih baik bila
dipandang dan diberi kesempatan untuk selalu menaikan secara
berkesinambungan menuju aktualisasi diri. Bila kodrat diperluas sampai kepada
aktualisasi diri maka dapat dijadikan sebagai sarana penumbuhan perilaku ideal.
Motivasi manusia, Maslow dalam hal ini mengemukakannya terdapat 5
(lima) lefel motivasi yang ditujukannya untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Adapun level motivasi tersebut adalah motivasi pemenuhan kebutuhan fisiologis,
motivasi kebutuhan akan keselamatan, motivasi kebutuhan akan rasa memiliki
dan cinta, motivasi kebutuhan akan penghargaan, dan motivasi kebutuhan akan
aktualisasi diri. Dari lima level motivasi beserta segala yang ada di dalamnya
terjawantahkan dan terdorong oleh harkat perkembangan yang bersifat instrinsik
dan sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus itu di antaranya adalah: penglihatan
terhadap segala sesuatu secara benar, mandiri, bebas, rasa simpati dan kasih
sayang yang mendalam, hubungan pribadi yang kuat dan lain sebagainya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik, untuk
mengetahui strategi yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik, mengetahui faktor
pendukung dan peghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik, dan nilai-nilai ekolitreasi
yang dimiliki peserta didik.
Pembentukan karakter peserta didik yang peduli terhadap lingkungan adalah
hal penting yang harus ditanamkan sejak dini. Adapun nilai-nilai yang ingin
diinternalisasikan yaitu nilai-nilai ekoliterasi (melek lingkungan).
Manusia terkadang lupa bagaimana memelihara lingkungan, jika hal ini
dibiarkan terus menerus akibatnya seperti yang dirasakan saat ini. Peran manusia
dalam menjaga lingkungan sangat penting, sebab manusia merupakan satu-
satunya mahkluk hidup yang dapat melestarikan alam tersebut, untuk itu perlu
adanya suatu tindakan yang konkret bagaimana alam ini agar tetap terjaga dan
berlangsung secara baik.
Disinilah pentingnya suatu kecerdasan ekoliterasi untuk disampaikan dalam
pembelajaran di sekolah melalui kegiatan farming and gardening, authing
(pembelajaran di luar kelas), daur ulang sampah. Jika ekoliterasi sudah dipupuk
sejak Sekolah Dasar, diharapkan kecerdasan tersebut yang akan menjadi solusi
dari banyaknya permasalahan ekologi yang muncul, yang disebabkan kurangnya
pemahaman tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, agar
keberlangsungan alam dan lingkungan tetap terjaga. Kecerdasan ekoliterasi
merupakan pembelajaran yang melibatkan secara keseluruhan artinya secara
kolektif. Sehingga kecerdasan ekoliterasi yang diharapkan tidak menjadi konsep
semata tetapi menjadi tindakan yang nyata.
Strategi pembelajaran yang disampaikan terhadap peserta didik bagaimana
menjaga lingkungan, menuntut keterlibatan peserta didik serta pendayagunaan
lingkungan sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran merupakan kunci
keberhasilan dari proses pembelajaran yang diharapkan.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan bisa melalui cara-cara,
sebagai berikut:
1. Peserta didik dibawa ke suatu lingkungan dalam proses pembelajaran.
2. Membawa sumber pembelajaran dari lingkungan ke dalam kelas untuk proses
pembelajaran.
3. Lingkungan sebagai media pembelajaran yang dapat diambil keuntungannya.
Adapun keuntungannya sebagai berikut:
a. Menghemat biaya, Sebab bahan-bahannya sudah ada di lingkungan.
b. Praktis dan mudah dilakukan.

16
c. Memberikan pengalaman secara langsung terhdap peserta didik.
d. Benda yang dibutuhkan bersal dari lingkunga sekitar peserta didik, sehingga
akan sesuai karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Hal ini juga sama
dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning).
e. Pelajaran lebih aplikatif, artinya peserta didik mengenal benda-benda yang
disediakan juga dapat diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
f. Media lingkungan memberikan pengalaman secara langsung peserta didik.
Peserta didik dapat berinteraksi secara langsung dengan benda dan peristiwa
dialami secara alamiah.
g. Lebih komunikatif, karena benda dan aktifitas media lingkungan peserta
didik mudah dipahami, dibandingkan dengan media yang dikemas.
Tentunya ada beberapa kekurangan dan kelemahan, biasanya berkisar pada
tataran teknis, misalnya pengaturan waktu dan kegiatan belajar. Contoh dalam
pengaturan waktu yang kurang dipersiapkan sehingga pembelajaran terkesan tidak
serius. Kelemahan tersebut bisa diatasi dengan persiapan yang matang sebelum
kegiatan itu dilaksanakan. Selain itu, biasanya ada anggapan bahwa kegiatan
mempelajari lingkungan terkesan lama, padahal tidak demikian. Dalam proses
pembelajaran lingkungan di sekitar sekolah bisa mempelajari soal air, interaksi
antar makhluk hidup, ekosistem mahkluk hidup, dan lain-lain. Hal tersebut
berjalan tidak membutuhkan waktu yang lama di sekolah. SD Islam Fathia Kota
Sukabumi termasuk kategori yang sarat dengan prestasi, baik tingkat lokal,
regional dan nasional. Sekolah dasar ini pun mendapatkan predikat sebagai
Sekolah Adiwiyata Mandiri pada tahun 2015. Hal ini tentu membanggakan
sekaligus menarik untuk dikaji.
Penelitian dilakukan dan terikat pada konteks internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi, dengan menggunakan metode deskriptif dan
pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini, diharapkan diperoleh temuan yang
lebih bermakna sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar kebijakan bagi
pihak terkait dalam upaya pembentukan karakter melalui internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi di tingkat pendidikan dasar.

17
2.2 Internalisiasi
2.2.1 Pengertian Internalisasi
Proses penanaman nilai tentunya tidak dengan waktu yang sebentar,
artinya, perlu waktu yang lama dan juga terus menerus secara kontinue, agar
nilai yang ditanamkan menjadi kebiasaan dalam kehidupannya. Hal tersebut
akan menjadi perubahan pada perilaku seseorang jika sudah dilakukannya
internalisasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa internalisasi
yaitu penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam, internalisasi
dilakukan melalui pembinaan secara langsung, dan proses bimbingan.
Internalisasi merupakan proses perubahan yang memerlukan waktu
(Poerwadarminta, 1997). Internalisasi (internalization) dapat dipahami
sebagai penyatuan sikap, tingkah laku, selain itu internalisasi prosesnya
berada pada kepribadian (J.P. Chaplin, 2005). Antara perilaku, pendapat dan
kepribadian memiliki keserasian dan kesamaan.
Reber, sebagaimana dikutip Mulyana (2004) internalisasi merupakan
menyatunya nilai pada diri seorang individu. Hal tersebut bisa pada
penyesuaian, sikap, nilai, keyakinan. Artinya, hal tersebut menjelaskan
bahwa internalisasi harus mampu dipraktikan dan berimplikasi pada sikap
seseorang dan bersifat permanen. Sedangkan Ihsan (1997) mengartikan
bahwa internalisasi sebagai upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai–
nilai ke dalam jiwa sehingga menjadi miliknya. Maka, dapat ditarik
kesimpulan bahwa internalisasi merupakan penanaman nilai ke dalam jiwa
seseorang secara sistematis dan dapat ditampakan dalam perilakunya sehari-
hari.
Dari penjelasan para ahli di atas, maka internalisasi merupakan
pendalaman, penghayatan, dan penguasaan terhadap nilai-nilai dan aturan
ke dalam sikap dan pendapat seseorang dalam kepribadiannya dengan cara
memasukkan nilai–nilai ke dalam jiwa setiap individu dengan jangka waktu
yang terus-menerus dan berkelanjutan. Selain itu, dari proses tersebut maka
ada dua hal yang menjadi inti internalisasi, yaitu:
1) Proses penanaman merupakan pemasukan hal baru dari luar diri kedalam

18
diri seseorang.
2) Proses penguatan, yaitu membangun kesadaran dalam dirinya yang
sangat berharga.
2.2.2 Tahapan Internalisasi
Tahapan proses internalisasi nilai kepada peserta didik dapat
dilakukan dengan langkah berikut:
a. Tahapan transformasi nilai. Pada tahap ini, guru sebagai pendidik
memberikan informasi terkait nilai-nilai, termasuk nilai baik atau buruk.
Selain itu, pada proses ini guru hanya menginformasikan saja melalui
komunikasi satu arah. Selanjutnya peserta didik pun belum melakukan
analisisterhadap apa yang disampainkan oleh seorang pendidik.
b. Tahapan transaksi nilai. Pada tahap ini, pendidik mulai menanamkan
nilai melalui komunikasi dua arah, artinya ada timbal balik antara
pendidik dan peserta didik. Selain itu, pada tahap ini hanya komunikasi
secara fisik belum mendalam secara bathin.
c. Tahapan transinternalisasi nilai. Pada tahap ini, pendidik berhadapan
dengan peserta didik, tidak hanya tatap muka secara fisik tetapi pendidik
mulai memasuki sisi bathin peserta didik. Selanjutnya peserta didik juga
merespon kepribadian secara menyeluruh. Pada proses transinternalisasi
terjadi komunikasi batin antara pendidik dengan peserta didik (Munif
Muhammad, 2017)
Dalam tahap ini pendidik harus betul-betul memperhatikan sikap dan
perilakunya agar tidak bertentangan dengan apa yang diberikan kepada
peserta didik. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan peserta didik untuk
meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian gurunya Dari ketiga
tahap proses internalisasi nilai dapat digunakan dengan penyesuaian kondisi
siswa dan sekolah. Karena pada hakikatnya siswa itu akan meniru apa yang
diajarkan atau dilakukan oleh gurunya. Sehingga guru akan menjadi panutan
bagi siswanya (Thoha, 1996)
Masbur menyampaikan (2015) tahapan internalisasi nilai pendidikan
menurut Abraham Maslow terdapat tiga tahapan yaitu being values, higher
values, dan self concept.

19
a. Being Values, pada bagian ini lebih diarahkan kepada peningkatan
pertumbuhan kekuatan psikhis anak yang ditujukan kepada kesadaran
diri untuk setiap saat menyukai perilaku-perilaku yang mulia. Bagian
ini masih merupakan bagian awal dari pengalaman anak di mana ia
mandang hal yang tidak sama terhadap sesuatu yang selama ini telah
ada dan menjadi bagian dari dirinya.
b. Higher Values, setelah melalui being values dan inti ini hanya dapat
diperoleh orang-orang yang mempunyai keutamaan-keutamaan serta
menyukai hal-hal yang bermakna tinggi seperti kebenaran, kebaikan,
keindahan, keadilan, ketentraman, kesederhanaan, kejenakaan yang
sarat penuh makna. Jika bagian ini dapat sungguh-sungguh ditancapkan
pada jiwa anak yang dijadikan dasar sikap seperti yang dijalani oleh
individu-individu yang telah sampai kepada tahapan kemampuan
mengimplementasikan diri maka anak akan lebih baik keadaan jiwanya,
tentram hatinya, serta unggul budi pekertinya. Untuk menyempurnakan
hal ini dibutuhkan bagian berikutnya adalah self concept.
c. Self Concept, pada bagian ini anak telah mempunyai pokok-pokok yang
lebih maju bahkan lebih baik lagi dapat menjadikan pokok-pokok yang
lebih maju tersebut dijadikan pedoman bagi memandang sesuatu yang
lain yang selanjutnya lebih menyeluruh.
Perilaku terbentuk melalui beberapa tahapan. menurut Prochasca dan
D’Clemente perubahan perilaku terdapat lima tahap hingga perilaku tersebut
benar-benar terjadi, yaitu:
a. Procontemplation, dimana seseorang manusia tidak ingin mengubah
perilaku,
b. Contemplation, tahap pertimbangan untuk berubah,
c. Preparation, tahap ada sedikit perubahan ,
d. Action, mulai melakukan perilaku yang baru ia lakukan,
e. Maintenance, tahap mempertahankan kebiasan yang baru.
Artinya dalam merubah perilaku seseorang perlu waktu yang tidak
pendek, perlu waktu yang cukup lama, juga harus dengan kesabaran dan
secara sistematis agar perubahan tersebut tertanam dalam diri seseorang

20
(Widyaningsih, Zamroni, dan Zuchdi, 2014). Maka dengan hal tersebut
peserta didik akan menjadi terbiasa dan menjadi perilaku yang tertanam
dalam diri setiap individu dan menjadi perilaku sehari-hari.

2.3 Nilai
Sesuatu yang disebut baik oleh manusia, benar, indah, itu disebut nilai. Nilai
merupakan tujuan dari kehendak manusia. Nilai bersifat non material. Nilai juga
membuat manusia termotivasi dalam setiap tindakannya. Artinya, manusia selalu
memikirkan apakah tindakan itu benar atau salah, sehingga nilai menjadi landasan
pada setiap tindakannya dan menjadi norma.
Selanjutnya, nilai memberi isi pada kehidupan, nilai juga mengarahkan
manusia untuk lebih baik lagi. Dalam kehidupan nilai kejujuran, kebaikan,
kesetiaan dan sebagainya merupakan nilai yang selalu dijungjung tinggi manusia.
Pertimbangan itu semua, manusia mempunyai hati nurani dalam dirinya, sehingga
sejak lahir manusia mempunya potensi dalam dirinya untuk bersikap sesuatu yang
bernilai kebaikan.
2.3.1 Pengertian Nilai
Nilai dalam diri manusia merupakan esensi yang sangat berarti dalam
kehidupannnya (Thoha, 1996). Nilai merupakan sesuatu tindakan kebaikan
dalam segala hal, nilai juga merupakan hal yang paling berguana bagi
kemanusiaan. (Poerwadarminta, 1997).
Nilai tidak bisa dikongkritkan atau bisa terlihat oleh mata, nilai hanya
bersifat abstrak. Nilai hanya bisa dimengerti oleh penghayatan yang
dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi (Mansur Isna, 2001).
Berikut nilai menurut parah ahli:
a) Menurut Milton Rekeach dan James Bank, nilai adalah kepercayaan
manusia dalam bertindak (H. Una Kartawisastra, 1980).
b) Menurut Louis D. Kattsof yang dikutip (Syamsul Maarif, 2007) nilai
adalah sesuatu yang empiris hanya bisa dirasakan tidak dapat
didefiniskan.
c) Menurut (Thoha, 1996) nilai adalah hal yang sangat melekat pada sesuatu
hal dan menjadi sistem kepercayaan manusia karena didalam ada hal
yang bermafaat dan berguna.

21
d) Filosuf Jerman-Amerika Hans Jonas (Nahdhiyah, 2004) mengemukakan,
"value is Me addressee of a yes. Nilai selalu memilki arti positif yang
melekat dan kita manusia mengakatan “ya” padanya.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan nilai adalah sesuatu
yang baik, benar, indah, itu disebut nilai. Nilai merupakan tujuan dari
kehendak manusia. Nilai bersifat non material. Nilai juga membuat manusia
termotivasi dalam setiap tindakannya. Artinya, manusia selalu memikirkan
apakah tindakan itu benar atau salah, sehingga nilai menjadi landasan pada
setiap tindakannya dan menjadi norma.
Selanjutnya, nilai memberi isi pada kehidupan, nilai juga
mengarahkan manusia untuk lebih baik lagi. Dalam kehidupan nilai
kejujuran, kebaikan, kesetiaan dan sebagainya merupakan nilai yang selalu
dijungjung tinggi manusia. Pertimbangan itu semua, manusia mempunyai
hati nurani dalam dirinya, sehingga sejak lahir manusia mempunya potensi
dalam dirinya untuk bersikap sesuatu yang bernilai kebaikan (Mansur Isna,
2001). Nilai pada diri manusia tidak sama.
Nilai menjadi pendorong pada tindakan seseorang, dalam
kehidupannya manusia menjadi alat ukur. Nilai mempunyai fungsi
intelektual juga emosional, keduanya berkombinasi. Akan menjadi nilai-
nilai apabila menjadi tingkah laku. Dalam diri manusia atau masyarakat
selalu ada norma-norma atau prinsip, hal tersebutlah yang menjadi
kombinasi intelektual dan emosional. (Kaswardi, 2000). Manusia akan
bertindak sesuai dengan norma nilai yang mereka anut, sehingga mereka
menjadi berarti.
Selain itu, nilai berbeda-beda dalam masyarakat, tetapi pada
prinsipnya, manusia mengatur nilai tersebut adalah untuk kebaikan dirinya,
untuk mengatur hidupnya agar tidak kacau. Nilai juga akan selalu
ditanamkan pada penerus kelompoknya. Sehingga sekali lagi nilai berbeda-
beda.
Hakikat nilai menurut Louis O Kattsof dijawabnya melalui tiga cara,
cara yang pertama dikatakan bahwa nilai sepenuhnya berhakekat subyektif.
Berdasarkan hal tersebut nilai adalah respon yang ditunjukkan oleh

22
seseorang dalam tingkah laku yang didasarkan kepada hasil belajar dari
lingkungan kehidupan yang dijalaninya. Fenomena yang demikian disebut
“subyektifitas”. Kedua, Nilai itu merupakan realitas dipandang dari sisi
ontologi, berdasarkan hal tersebut bahwa nilai tidak terikat oleh ruang dan
waktu di samping itu pula nilai merupakan hal-hal pokok yang dinyatakan
benar berdasarkan penalaran dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-
nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan. Artinya
bahwa dalam tingkah laku manusia di dalamnya terdapat yang sebenarnya
dan dibalik itu terdapat realitas lain yang menyertainya yang memiliki
makna sangat tinggi. Hal ini disebut sebagai “obyektifitas metafisik”.
Sementara itu Maslow, berpendapat hakikat nilai dari proses
pembentukkannya bukan hanya bersumberkan kepada Tuhan dan kitab suci
saja yang selama ini berdasarkan pengalaman dan sejarah sebagaimana yang
diketahui, melainkan nilai, lahir terbentuk dari hati terdalam orang-orang
baik yang kemudian menjadi penerang, penunjuk, dan menjadi harapan bagi
semua (Masbur, 2015).
2.3.2 Macam-macam nilai
Nilai terbagi menjadi bermacam-macam, pengklasifikasiannya
adalah sebagai berikut:
1) Dari komponen, terutama agama Islam sekaligus nilai tertinggi. Ulama
membagi menjadi 3 yaitu, nilai keimanan, nilai ibadah dan nilai Ahklak.
2) Dari Sumbernya, terbagi menjadi dua, yaitu yang bersumber dari wahyu
atau berasal dari Allah swt kepada manusia, kedua nilai berasal dari
manusia sendiri yang melembaga di masyarakat (Ramayulis, 2012).
3) Dari analisis teori nilai ada dua jenis:
a) Nilai instrumental meruapakan sesuatu dianggap baik karena bernilai.
b) Nilai instrinsik merupakan nilai yang terkandung yang ada didalam
dirinya tidak diluar dirinya (Nur Syam M, 1986).
c) Nilai instrumental bersifat relatif dan subjektif, dan nilai instrinsik
keduanya lebih tinggi dari pada nilai instrumental.
4) Dari segi sifat nilai dibagi tiga, yaitu:
a) Nilai Subjektif, nilai menjadi subjektif karena tergantung pengalaman

23
masing-masing.
b) Nilai subjektif rasional (logis) merupakan nilai dari objek secara logis
karena diketahui melalui akal.
c) Nilai yang bersifat objektif metafisik merupakan nilai-nilai yang
menyusun agama.

2.3.3 Strategi penanaman nilai


Strategi adalah suatu upaya yang dilakukan dengan mempersiapkan
segala yang ada digunakan secara efektif serta memanfaatkan segala
sumber prasarana yang dipergunakan untuk memaksimalkan pembelajaran.
Strategi adalah rencana totalitas yang berhubungan dengan perwujudan ide,
pendekatan, dan penetapan kegiatan pada suatu ruang lingkup. Pada strategi
yang efektif terdapat komposisi satuan kerja, menempatkan topik,
mengintroduksi komponen penunjang yang seimbang dengan konsep-
konsep implementasi pembentukkan yang praktis, berdaya guna dalam
pembiayaan, dan mempunyai cara meraih cita-cita dengan baik (Salman,
2015).
Selanjutnya Strategi secara luas dapat dikatakan sebagai ketentuan
dalam menjalankan upaya guna meraih tujuan yang ditetapkan. Berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran, Strategi dapat dimaknai menjadi model
secara luas dalam kegiatan interaksi guru dan siswa yang diarahkan kepada
peraihan hasil pembelajaran sebagaimana yang telah ditentukan. Di
samping itu juga dikatakan strategi sebagai metode merencanakan rangkaian
kegiatan dalam pembelajaran yang dimaksudkan guna mencapai arah yang
telah ditetapkan. Jadi strategi pembelajaran itu adalah sebagai suatu cara
yang akan dilakukan oleh guru berkenaan dengan berbagai kegiatan
pembelajaran yang dibangun guna memperoleh hasil optimal sebagaimana
yang telah ditetapkan (Napisah N, 2012).
Strategi internalisasi adalah upaya segala sesuatu yang dikerjakan
yang terssusun secara baik yang di dalamnya terdapat sejumlah rentetan
berbagai upaya yang dibangun menurut prosedur yang sistematis yang
dimasukakkan ke dalam gagasan serta personalitas, pengejawantahan

24
tentang hal-hal yang bermakna tinggi, ukuran-ukuran, gagasan atau
pelaksanaan yang menghendaki perbuatan sebagaimana yang dihharapkan
oleh suatu ketentuan yang membimbing dan mengarahkan kepada suatu
tuntutan ajaran yang diarahkan kepada terciptanya individu muslim yang
memiliki perangai tinggi dengan perilaku yang sesuai dengan keadaan
setempat dengan penguatan, arahan, dan lain sebagainya.
Adapun strategi internalisasi dapat dilakukan dengan strategi
tradisonal, strategi bebas, strategi reflektif, dan strategi transinteral.
a. Strategi Tradisional
Kegiatan ini dilakukan melalui wejangan yang diberikan secara langsung
dengan memberitahukan hal-hal mana yang boleh dilakukan dan mana
yang tidak boleh dilakukan berdasarkan kepada ajaran tertentu.
b. Strategi Bebas
Strategi ini merupakan kebalikan dari yang pertama di mana guru tidak
menginformasikan tentang yang baik dan yang tidak baik, mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan berdasarkan ajaran. Guru
dalam hal ini memberikan keleluasaan atau bebas untuk memilih perilaku
mana yang baik dan buruk atau perilaku yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, hal tersebut disebabkan nalai baik yang dipilih oleh seseorang
belum tentu baik untuk diri sendiri.
c. Strategi Reflektif
Internalisasi nilai pada strategi ini yaitu dengan cara mengulang-ulang
antara teoretis dan empiris pada dan diperlukan ketentuan yang menetap
dalam mengimplementasikan peristiwa-peristiwa yang didasarkan kepada
pengalaman-pengalaman dan dikembalikannya kepada ukuran-ukuran
yang benar di mana hal tersebut dilakukan sebagai kegiatan oprasional
teoretik.
d. Strategi Transinteral
Internalisasi dilakukan dengan membelajar nilai dengan proses
modifikasi nilai yang selanjutnya dilakukan penjelasan dengan
pembelajaran nilai dengan modifikasi tersebut. Pada kegiatan tersebut
guru dan siswa terlibat secara langsung dalam interkasi belajar-mengajar.

25
Guru menyampaikan bahan ajar dengan contoh-contoh yang baik dan
bukan hanya sampai di situ guru juga dalam menyampaikan bahan ajar
dengan hati yang tulus dan ikhlas. Strategi ini dianggap sebagai strategi
yang sesuai untuk mengajarkan tentang nilai ketuhanan dan kemanusiaan
(Ilma Nurul Naviatun Aveka, 2015).
Nilai yang sudah ada, harus dikembangkan agar tidak hanya menjadi
konsep saja. Nilai akan menjadi dorongan bagi manusia, sebab manusia
memerlukan kebutuhan secara fisik untuk berlangsungnya hidup.
Kebutuhan diantara lain, kebutuhan kasih sayang, rasa aman, kebutuhan
penghargaan dan eksistensi diri (Mansur Isna, 2001)
Selain itu, adapun sering terjadi konflik karena perubahan atau
pergeseran nilai di masyarakat, merupakan hal yang sering terjadi. Untuk
itu, perlunya pelaksanaan pendidikan agar nilai-nilai ketika berubah tidak
menjadi konflik di masyarakat.
Terjadinya perubahan nilai, karena manusia mempunyai dorongan
yang wajar, karena sifat ingin berubah agar lebih baik lagi. Untuk itu,
diperlukan strategi yang efektif dan efisien dalam perubahan nilai ini.
Strategi merupakan cara agar memperoleh hasil yang dinginkan secara
efektif dan efisien (Noeng Muhadjir, 2015). Tetunya, dalam mengahadapi
masalah yang nanti akan muncul dimasa yang akan datang menurut Noeng
Muhadjir (2015) nilai akan efektif jika ditanamkan melalui kognitif atau
pengetahuan sehingga dengan pemahaman yang sudah diberikan nantinya
akan menjadi tingkah laku.
Diperlukan pendekatan untuk menanamkan nilai/norma kepada setiap
pribadi manusia (inculcation approach), pendekatan ini yaitu menanamkan
nilai-nilai sosial kepada peserta didik atau manusia secara umum. Agar
secara efektif dapat langsung terlaksana. Pendekatan ini memiliki dua tujuan
yaitu: pertama, harus diterimanya nilai sosial oleh peserta didik; kedua,
perubahan nilai pada setiap peserta didik harus mengakibatkan perubahan
yang lebih baik lagi. Nilai sosial yang diinginkan mengarahkan pada
perubahan yang lebih baik.
Menurut Johansyah (2011) dalam menanamkan pendidikan karakter

26
dalam konsep Islam berkaitan denan aspek pengetahuan (kognitif) melalui
metode pemberian nasehat, dengan cerita, tanya jawab, dan tausiah.
Berkaitan dengan aspek afektif menggunakan dengan perumpamaan,
dengan menyenangi dan hukuman. Berkaitan dengan aspek psikomotor
mengunakan pembiasaan dan contoh yang baik.
Ada beberapa metode penting pendidikan karakter dalam Islam.
Muhammad 'Athiyah al-Brasyi (2003), seorang pakar pendidikan Islam,
menyatakan bahwa setidaknya ada tiga metode pendidikan moral dalam
Islam, yaitu: pertama, pendidikan langsung, yaitu dengan menggunakan
petunjuk, pedoman, saran, sebutkan manfaat dan bahaya sesuatu. Nasihat
dapat diberikan dalam bentuk kata-kata bijak, seperti yang berikut: a) sopan
santun adalah warisan terbaik; b) sopan santun merupakan teman sejati; c)
mencapai konsensus adalah pemimpin terbaik; d) ijtihad merupakan
keuntungan; e) intelek merupakan harta paling berguna; f) musibah paling
besar dalah ketidak tahuan; g) layanan yang adalah konsultasi; dan h) tidak
ada keheningan yang lebih buruk daripada memuliakan diri mereka sendiri.
Kedua, pendidikan moral secara tidak langsung, melalui saran. Seperti
puisi yang didiktekan mengandung hikmah bagi anak-anak, mencegah
mereka dari membaca puisi kosong.
Ketiga, manfaatkan tren dan sifat anak-anak dalam konteks
pendidikan moral. Misalnya, peserta didik selalu meniru apa yang guru
ucapkan, artinya guru harus memiliki moral yang baik dan tidak ada aib
dalam dirinya.
Sementara itu, Quraish Shihab (2011) memberikan empat langkah
praktis dalam membentuk karakter. Pertama, pengelolaan jiwa. Dalam hal
ini adalah mengendalikan nafsu makan, seperti contoh Nabi Muahammad
saw menekan batu di perutnya ketika lapar. Selai itu contoh lain Abu Bakar,
menyelipkan batu kecil dimulutnya agar dia berpikir sebelum berbicara.
Kedua, pembiasaan. Membiasakan diri untuk berubah misalnya
membangun karakter baik. Imam Al-Ghazali menasihati seseorang yang
sombong sehingga terbiasa melakukan kegiatan yang dilakukan oleh mereka
yang tidak bermoral dan dianggap memiliki status sosial yang tinggi.

27
Istilah tentang karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona (1992)
dengan memakai konsep karakter baik. Konsep mengenai karakter baik
(good character) dipopulerkan Thomas Lickona dengan merujuk pada
konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles sebagai berikut “ ...the life of
right conduct—right conduct in relation to other persons and in relation to
oneself” atau kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni
berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan
alam semesta) dan terhadap diri sendiri. Kehidupan yang penuh kebajikan
(the virtuous life) sendiri oleh Lickona (1992) dibagi dalam dua kategori,
yakni kebajikan terhadap diri sendiri (self-oriented virtuous) seperti
pengendalian diri (self control) dan kesabaran (moderation); dan kebajikan
terhadap orang lain (other-oriented virtuous), seperti kesediaan berbagi
(generousity) dan merasakan kebaikan (compassion). Lickona (2004)
menyatakan bahwa secara substantif terdapat tiga unjuk perilaku
(operative’s values, values in action) yang satu sama lain saling berkaitan,
yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Lickona (2004)
menegaskan lebih lanjut bahwa karakter yang baik atau good character
terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good, and
doing the good habit of the mind, habit of the heart, and habit of action.
Thomas Lickona menyebutkan lima pendekatan dalam penanaman
karakter adalah: (1). (inculcation approach), (2) (cognitive moral
development approach), (3) (values analysis approach), (4) (values
clarification approach), dan (5). (action learning approach) (D.P. Superka,
1973).
Pertama, Pendekatan Penanaman Nilai Pendekatan penanaman nilai
(inculcation approach) merupakan titik tekannya adalah pada nilai sosial
pada peserta didik. Superka mengatakan di disertasinya A Typology of
Valuing Theories and Values Education Approaches mengatakan tujuan dari
nilai pendidikan adalah diterimanya nilai sosial oleh peserta didik, selain itu,
berubahnya nilai pada peserta didik dengan nilai yang diinginkan atau yang
sudah ditanamkan.
Kedua, Pendekatan Perkembangan Kognitif, karakteristik dan

28
penenkanan pada pendekatan ini adalah pada wilayah pengetahuan. Selain
itu, agar peserta didik mampu berpikir aktif untuk mendoroh pada masalah
moral. Pendekatan ini,dilihat dari perkembangan berpikir tentang moral ke
arah tingkat yang lebih tinggi tentang moral. Tujuannya adalah tentang
pemahaman. Selain itu ada dua hal utama yang ingin dicapai. Pertama,
diarahkan agar peserta didik dapat memilih moral yang lebih tinggi. Kedua,
peserta didik diharapkan dapat memeberikan alasan tentang pemilihan
moral tersebut, sehingga memilih dengan pengetahuan sadar.
Pada prosesnya, pendekatan ini didasarkan pada moral. Selain itu,
perkembangan kognitif bisa dilakukan dengan kerja kelompok. Sekolah
biasanya mengajarkan tentang bagaimana mengembangan kognitif pada
peserta didik. Peserta didik juga diharapkan menyelesaikan problem dikelas
ketika ada sebuah perbedaan, yang pada akhirnya peserta didik paham
tentang moral baik, atau buruknya. Teori Lawrence Kohlberg pada tahap
perkembangan moral, adalah kemampuan membuat pertimbangan moral,
mendukung, hasil tersebut berdarkan dari kerja empiris yang dialaminya.
Ketiga, Pendekatan Analisis Nilai. Pendekatan analisis nilai (values
analysis approach), pendekatan ini peserta didik ditekankan dalam
menganalisis nilai-nilai sosial secara logis. Salah satu perbedaan pada
perkembangan kognitif adalah pada masalah menganalisis masalah sosial.
Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada
dilema moral yang bersifat perseorangan. Karena itu, pendekatan analisis
lebih memberikan pemahaman pada aspek nilai-nilai moral yang dapat
diterapkan pada kehidupan sosial.
Keempat, Pendekatan Klarifikasi Nilai. Pendekatan klarifikasi nilai
(values clarification approach), pendekatan ini agar peserta didik paham
dengan pengkajian perasaan dan perbuataannya sendiri. Selain itu tujuan
dari pendidikan pendekatan ini ada tiga macam, yaitu: Pertama,
mengeidentifikasi tentang nilai moral dirinya dan orang lain. Kedua, agar
mampu berkomunikasi dengan orang lain berkaitan dengan perbedaan nilai
moral juga terbuka dan secara jujur. Ketiga, peserta didik agar mampu
berfikir logis secara emosional, memahami perasaan, nilai, dan tingkah

29
lakunya. Pendekatan ini agar peserta didik paham akan nilai-nilai moral
yang akan dijalankannya di masyarakat luas dan berhungan dengan yang
lain.
Kelima, Pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan pembelajaran
berbuat (action learning approach), pendekatan ini adalah agar peserta
didik berbuat dan melakukan pada nilai moralnya, baik secara pribadi atau
kelompoknya. Selain itu, ada dua tujuan utama dalam pendekatan
pendidikan ini yaitu: Pertama, peserta didik diberikan kesempatan agar
melakukan perbuatan moral, baik secara pribadi atau kelompok, menurut
yang mereka yakini. Kedua, peserta didik agar paham bahwa mereka adalah
mahkluk individu dan sosial dalam pergaulan. Artinya mereka tidak bebas
begitu saja, ada keterikatan satu sama lain.
Selanjutnya, pembelajaran dengan moral knowing agar banyak belajar
melalui sumber dan nara sumber belajar. Selain itu, Pembelajaran moral
loving pola belajar untuk saling memahami satu sama lain, peserta didik dan
pendidik. Sedangkan pembelajaran dengan moral doing merupakan
pendekatan lebih kepada individu. Melalui pendekatan pendampingan,
pendekatan pemanfaatan potensi, dan peluang. Tiga hal tersebut dirancang
secara baik dan sistematis, agar potensi yang dimiliki peserta didik dapat
berkembang secara maksimal.
Dengan demikian, peserta didik dalam proses pembelajarannya
mampu memahami secara pengetahuan, juga mampu melakukan dalam
kehidupannnya, artinya tidak hanya sebatas pengetahuan saja. Selain itu,
agar memiliki kepribadian keimanan, ketakwaan secara pribadi dengan baik
dalam kehidupannya. Tentunya, perlu pengelolaan yang baik dalam
pembelajaran.
Selain itu, menurut Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan itu
harusnya mengasah pada kecerdasan budi pekerti yang baik. Karena dengan
hal tersebut akan terbangun kepribadian yang kokoh (persoonlijkhheid) dan
karakter (jiwa yang berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi manusia akan
menjadi mahluk yang sempurna dan dapat mengalahkan nafsu buruknya
yaitu, bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan sebagainya (Made Gede

30
Maulana I Gusti Agung, 2019).
Selanjutnya, yang dinamakan “budi pekerti” atau watak atau dalam
bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa
yang “berasas hukum kebatinan” . Manusia memiliki budi pekerti juga
selalu mengkur dan merasakan secara tetap dalam setiap tingkahnya yaitu
melalui kecerdasannya. Budi pekerti, adalah sifat jiwa dalam diri manusia,
yang menimbulkan tenaga (Subekhan & Annisa, 2018).
Dengan budi pekerti, manusia memiliki kemerdekaan secara pribadi,
yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri,
zelfbeheersching). Itulah yang dimaksudkan manusia yang beradab dalam
tujuan pendidikan. Sehingga ini yang dimaksudkan agar pendidikan itu
mampu melenyapkan sifat-sifat buruk yang ada dalam diri manusia, atau
mengurangi tabiat yang jahat secara biologis, karena memang tidak akan
lenyak karena sudah bersatu dengan diri manusia dan itu anugrah dari
Tuhan (Sugiarta, et al., 2019).
Selain itu, Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa, pendidikan
berusaha agar membimbing manusia agar lebih beradab dalam
kehidupannya, lebih maju dalam lahir maupun batin (Sugiarta et al., 2019).
Tentu saja, yang dimaksudkan adab kemanusiaan merupakan hal yang harus
dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Dari definisi pendidikan tersebut
maka dapat ditarik dua hal inti, yaitu, tumbuhnya jiwa raga dan kemajuan
lahir dan batin. Artinya, manusia bereksistensi ragawi dan rokhani.
Selanjutnya, jiwa dalam budaya bangsa adalah, mengerti, merasa dan
melakoni istilah psikologi, sesuia dengan domain kognitif, domain emosi,
dan domain psikomotorik atau konatif.
Selanjutnya, menurut Sugiarta, Mardana, Adiarta dan Artanayasa
(2019) Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa, guru sebagai pembimbing
hanya dapat mengarahkan saja , atau menuntun peserta didik, sebab,
pendidikan merupakan tuntunan dalam perkembangan anak. Karena tumbuh
kembangnya anak diluar dari kehendak pendidik. Perlu dipahami bahwa
peserta didik adalah makhluk hidup, bukan benda mati. Artinya mereka
berkembang sendiri, tetapi memang secara kodrati mereka bisa diarahkan,

31
tetapi atas kesadaran dirinya sendiri.
Maka, dapat disimpulkan dari konsep tersebut, bahwa Ki Hadjar
Dewantara ingin; a) peserta didik harus ditempatkan sebagai pusat
pendidikan, b) pendidkan berkembang secara dinamis dan c) perlu
diutamakan adalah cipta, rasa dan karsa pada peserta didik . Ki Hadjar
Dewantara menegaskan bahwa pendidikan itu bukan hanya trasfer
pengetahuan saja dari pendidik ke peserta didik tapi lebih dari itu, adanya
penanaman nilai di dalamnya (Sugiarta, et al., 2019). Artinya, pendidikan
yang diharapkan adalah terbentuknya manusia secara utuh atau disebut
insan kamil. Pandangan Ki Hadjar Dewantara terkait pendidikan, bahwa
pendidikan itu agar memanusiakan manuisa yang berkarakter. Tetapi hal
tersebut ternyatata masih jauh dari kenyataan, tujuan kita masih bersifat
materialistik.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa nilai adalah
dorongan bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan kasih sayang,
rasa aman, penghargaan dan eksistensi diri. Nilai tersebut dapat berdaya
guna ditanamkan melalui pengetahuan (kognitif) dengan pemahaman yang
diubah menjadi tingkah laku.
Dalam konsep pendidikan Islam penanaman nilai dapat dilakukan
dengan metode cerita, metode ceramah (nasihat dan tausiah), metode suri
tauladan dengan menggunakan pendekatan pengendalian jiwa dan
pendekatan pembiasaan. Konsep ini menjadi penting dan strategis untuk
menumbuhkan dan mengembangkan ekoliteracy, karena nilai agama (Islam)
dijadikan salah satu nilai karakter yang digunakan sebagai sikap dan
perilaku taat dalam menjalankan ajaran agama toleran terhadap agama lain
dan harmonis dalam menjalankan kehidupan. Taat menjalankan perintah
agama beserta nilai-nilainya menjadi karakter kehidupan dan fungsi
fundamental agama dalam kehidupan manusia, agama dapat digunakan
sebagai nilai dasar pendidikan, termasuk pendidikan karakter, sehingga
melahirkan model berbasis agama pendekatan pendidikan (Maharani S, MS
Z, dan Nadiroh, 2019).
Pada konsep lainnya dikemukakan, bahwa penanaman nilai dapat

32
dilakukan dengan pendekatan penanaman nilai sosial kepada peserta didik
dan yang lainnya yaitu dilakukan melalui pendekatan penanaman nilai,
pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan
klarifikasi nilai, dan pendekatan perbuatan belajar.
Strategi dan pendekatan nilai tersebut pada akhirnya bermuara kepada
komptensi dan upaya guru dalam membimbing, mengarahkan, dan
menuntun peserta didik agar menjadi manusia yang beradab dan
bermartabat.

2.3.4 Memasukkan Pendidikan Karakter ke Dalam Kurikulum


Pengetahuan, sikap, keterampilan tentang wawasan lingkungan hidup
menjadi sebuah keniscayaan dalam menjaga kelestarian alam yang
diprediksi para ahli akan mengalami kerusakan parah dan dahsyat. Dalam
hal ini peduli terhadap lingkungan menjadi sebuah karekter yang dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan yang diharapkan mampu mengantisipasi
segala persoalan lingkungan yang ada pada saat ini.
Pendidikan karakter menjadi penting dalam upaya antisipasi dalam
menjaga kelestarian alam. Nasib seseorang ditentukan oleh karakternya
(character is your destiny). Karakter juga membentuk masyarakat secara
umum. Namun, pernyataan apakah karakter tersebut diwarisi atau
dikembangkan masih bisa diperdebatkan. Jawaban sementara adalah bahwa
karakter dapat dikembangkan melalui pendidikan (Utomo Erry, 2010).
Pendidikan sebagai lembaga pelatihan dan pewarisan budaya yang
dapat melahirkan generasi baru mempunyai peran strategis untuk menjaga
kelestarian alam masa sekarang dan masa yang akan datang. Berkaitan
dengan pendidikan karakter menjadi bagian penting yang harus ada dalam
setiap aktivitas pendidikan, oleh karena itu sebagai pengejawantahannya
adalah memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurukulum yang ada
pada setiap satuan Lembaga pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kevin Ryan dan Karen E. Bohlin (2012) dikatakannya bahwa pendidikan
karakter di sekolah hendaknya dimasukkan dan ada pada setiap mata
pelajaran, hal itu penting karena pendidikan berusaha membantu siswa
berkembang sebagai pribadi, pengembangan karakter merupakan bagian tak

33
terpisahkan dari kegiatan pendidikan. Selanjutnya dikemukakan bahwa
mengajar yang menjadi bagian dari kegiatan pendidikan di sekolah
disebutnya sebagai tindakan moral. Pendidikan karakter di sekolah
mengembangkan dua tujuan yaitu perkembangan intelektual dan
perkembangan moral.
Agar pembentukkan karakter terwujud dengan baik di sekolah
aktivitasnya dapat diorganisasikan melalui penataan kurukulum yang
dimasukkan ke dalam setiap mata pelajaran yang ada. Mewujudkan
pendidikan karakter dengan memasukkannya ke dalam kurikulum pada
setiap mata pelajaran sangat memungkinkan, hal ini sesuai dengan pendapat
Erry Utomo (2010). Dalam mengimplementasikan kurikulum saat ini di
Indonesia yang disebut kurikulum berbasis sekolah maka setiap sekolah
memiliki otonomi untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan
standar nasional. Karakter pendidikan bukanlah materi pelajaran; dan nilai-
nilai tidak bisa diajarkan, tetapi diinternalisasikan melalui pembiasaan.
Namun dapat diimplementasikan melalui materi terkait (kurikulum intensif);
kegiatan pengembangan diri seperti memberikan model yang baik,
menerapkan kebiasaan yang baik, pengkondisian; kegiatan ekstrakurikuler
(kurikulum ekstensif); dan konten lokal. Dengan melibatkan seluruh warga
sekolah, maka sekolah bukan hanya tempat untuk mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan, tetapi juga untuk menghasilkan manusia
yang baik.

2.4 Ekoliterasi
Ada beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna yang digunakan
untuk peduli terhadap lingkungan. Konsep green behavior telah banyak dikaji
dari beragam disiplin ilmu dan menghasilkan beragam istilah seperti go
green, think green, green life, green school, green architecture, green living,
green city, dan lain-lain. Semua istilah tersebut mengacu pada ecological
competence atau ecological literacy (ecoliteracy). Ecoliteracy memiliki arti
suatu keadaan seseorang yang telah tersadarkan akan pentingnya lingkungan
hidup atau seseorang yang sudah tercerahkan tentang lingkungan hidup.

34
Seseorang yang sudah memahami ekoliterasi sadar akan pentingnya
lingkungan hidup, pentingnya merawat merawat dan menjaga bumi serta
ekosistem, alam sebagai tempat tinggal dan perkembangan kehidupan
makhluk bumi. Cafra (2002) mengemukakan bahwa ekoliterasi merupakan
keterkaitan antara prinsip-prinsip ekosistem dalam menuju masyarakat yang
melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan ekoliterasi adalah terbentuknya pemahan masyarakat tentang
lingkungan sustainable development. Cusman (2012) menuliskan beberapa
contoh green behaviour yang merupakan aplikasi dari Ecopedagogy yang
merupakan perwujudan dari Teaching Sustainability with the Earth Charter
(Pendidikan Berkelanjutan dengan “Piagam Bumi”).
Beberapa contoh tersebut yaitu sebagai berikut.
“Elements constitute green behavior, two things: Do good things
Avoid bad things. 1. Green things to do are: turn lights off when leaving
a room, use daylight whenever possible, take steps, not elevator, recycle
paper, etc. eat low -carbon footprint types of food, reuse cups, plates and
utensils, dry clothes outside on a line, not with an electrical dryer,
purchase energy-star appliances, walk or bike to work; next take public
transportation, draw close window curtains after sunset. 2.
Environmentally damaging things to avoid are: let the water run when
brushing teeth and other water wasteful habits, leave computers and
peripherals “on‟ overnight, open windows when it feels a little too hot,
drink water from individual plastic bottles”.

Uraian di atas menjelaskan bahwa, tindakan-tindakan yang harus


dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Misalnya, mematikan energi yang
tidak terpakai, atau mencoba untuk mengurangi pemakaian energi yang
berlebihan. Misal pemakain listrik, mematikan lampu yang tidak terpakai.
Berjalan kaki lewat tangga tanpa harus pake eskalator. Atau menggunakan
sepeda berangkat ke kantor. Green behavior juga bisa diartikan sebagai
tindakankan untuk berprilaku secara hemat, perilaku tersebut didasari atas
kesadaran dan norma dan nilai peduli terhadap lingkungan.
“Earth Charter” dalam hal ini bisa digunakan dalam pembelajaran di
sekolah untuk memberikan pemahaman terhadap peserta didik bahwa
pentingnya melakukan tindakan yang hemat dan cermat agar lingkungan alam
sekitar terawat, juga memahami bahwa kehidupan ini adalah satu kesatuan

35
untuk saling menjaga satu sama lain. Keinginan melindungi lingkungan
didasarkan pada pengetahuan tentang lingkungan. Kesadaran untuk
menyelamatkan lingkungan yang rusak didasarkan pada aspek afektif.
Sementara tindakan untuk melestarikan lingkungan menggambarkan asepk
psikomotorik. Untuk itu, diperlukan aksi nyata untuk berkembang ekoliterasi
dari sektor pendidikan (Maharani S, et. al., 2019)
Pendidikan mempunyai peran yang tepat untuk memberikan
pemahaman terkait pentingnya lingkungan hidup yang berkelanjutan dalam
proses pembelajaran. Pada tahun 1992 dimunculkan Education for
Sustainable Development (EfSD). Sustainable development, hal tersebut
adalah untuk menjamin pembangunan dan mengurangi kebutuhan manusia
yang berlebihan. Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pengertian yaitu,
1) pemenuhuan kebutuhan hidup tanpa mengorbankan kebutuhan bagi masa
yang akan datang atau tidak menghabiskan untuk hanya sekarang saja 2) tidak
berlebihan sehingga merugikan lingkungan. 3) Memanfaatkan dan tidak
berlebihan anatar kebutuhan dan pemenuhan (S. R. P Sitorus, 2004)
Selain itu, menurut Shantini (2015) pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan merupakan pendidikan yang digunakan dalam mendukung
terlaksanya pembangunan berkelanjutan, yang memberikan penyadaran pada
semua orang agar ikut berperan di dalamnya. Pada akhirnya tujuan
pendidikan itu adalah menjadikan manusia menjadi manusia yang semourna
dan berahklak mulia dari usia dini sampai perguruan tinggi. Hal ini
merupakan tindakan kecil tetapi akan menjadi besar jika dilakukan secara
sitematis (think globally act locally).
Selanjutnya, Stone dan Barlow, dalam mencapai ecoliteracy, tentunya
diperlukan pendidikan yang tidak hanya pada penekanan pengetahuan saja,
tetapi juga harus pada usaha penyatuan pikiran, dan tindakan dengan
kesadaran hati (Cafra, 2005). Green behaviour peserta didik akan berwujud
jika sudah mendapatkan pendidikan di dalam memberikan kesadaran bahwa
mereka merupakan bagian dari alam lingkungan ini, sehingga mereka akan
sama-sama menjaga. Selain itu, pendidikan tentang lingkungan hidup itu
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang akan memberikan pengetahuan

36
bagaimana merawat lingkungan dan memiliki sikap bagaimana menjaga
lingkungan serta memiliki keterampilan untuk menjaga lingkunga.
Ife dan Tesoriero (2006) menyatakan bahwa :
“Education at all levels can shape the world of tomorrow, equipping
individuals and societies with the skills, perspective, knowledge and
values to live and work in a sustainable manner. Education for
sustainable development (ESD) is a vision of education that seeks to
balance human and economic well-being with cultural traditions and
respect for the earth’s natural resources. ESD applies transdisciplinary
educational methods and approaches to develop an ethic for lifelong
learning; fosters respect for human needs that are compatible with
sustainable use of natural resources and the needs of the planet; and
nurtures a sense of global solidarity”.

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab X tentang Hak, Kewajiban dan
Larangan. Pasal 65 ayat 1dan 2 ditulis sebagai berikut.
1. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
sebagai bagian dari hak asasi manusia.
2. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup,
akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Undang-undang tersebut di atas mejelaskan bahwa peserta didik harus
mendapatkan informasi tentang lingkungan. Salah satunya lewat proses
pembelajaran di sekolah. Contohnya melalui pengajaran tentang menghemat
energi, mengkonsumsi barang yang nantinya tidak merusak lingkungan.
Selain itu, ada kegiatan yang bisa memberikan pemahaman dan praktek
secara langsung yaitu. 1) mengajarkan dan memberi pemahan tentang
pentingnya menjaga kebersihan, melalui prakteknya setiap jumat, melakukan
kebersihan bersama juga setiap hari diberikan jadwal piket untuk setiap
masing-masing kelas. Dengan kegiatan tersebut peserta didik akan bergotong
royong dengan teman yang lainnya. 2) memberikan arahan bagaimana
membuang sampah pada tempatnya, 5R atau Reuse, Reduce, Recycle, Replant
dan Replace merupakan solusi dalam mengatasi dan melakukan pengelolaan
berkaitan dengan sampah. Ini merupakan cara dimana individu (peserta didik)
dapat mengolah sampahnya, dengan tidak membuang sampah begitu saja,
akan tetapi harus mampu mengolah sampah tersebut menjadi hal yang

37
bermanfaat misalnya, dipakai untuk pupuk kompos, atau menjadi bahan
kerajinan. Dengan kegiatan tersebut peserta didik akan paham jika membuang
sampah sembarangan dengan akibat yang akan ditimbulkan yaitu melalui
pembelajaran di sekolah.
Selanjunya, Ekologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
hubungan tentang timbal balik mahkluk hidup dan alam sekitarnya
(Poerwadarminta, 1997). Ekologi disusun dari bahasa yunani, oikos, yang
artinya, rumah atau tempat tinggal. Dan logos artinya ilmu. (Pratomo S. dan
Barlia L, 2006).
Menurut Sumaatmadja (2016) Lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada di sekeliling kita, dan berpengaruh terhadap kehidupan mahkluk
hidup. Lingkungan terdiri dari komponen biotik yaitu, tumbuhan, hewan,
manusia, dan mikroorganisme. Juga terdiri dari komponen abiotik terdiri atas
air, udara (oksigen, nitrogen, karbondioksida, dan lain-lain), kelembaban,
tanah, mineral, cahaya, suhu, salinitas, dan topografi. Komponen-komponen
tersebut merupakan saling berinteraksi satu sama lain. Saling interaksi
tersebut disebut menjadi ekosistem dalam kehidupan.
Interaksi tersebut dapat berbentuk: a) simbiosis mutualisme, hubungan
yang saling menguntungkan; b) simbiosis parasitisme, hubungan yang
merugikan salah satu pihak; c) simbiosis komensalisme, hubungan
menguntungkan satu pihak dan tidak memberikan pengaruh pada pihak lain;
d) predatorisme, hubungan saling memangsa; e) netralisme, hubungan yang
tidak saling mempengaruhi; f) kompetisi, perebutan suatu sumber makanan
oleh berbagai organisme. Hal tersebut dikatakan dalam satu kesatuan sebagai
biosfer atau ekosfer.
Lingkungan sangat penting untuk dipelihara, tetapi untuk sebahagian
manusia banyak yang tidak paham bagaimana memelihara lingkungannya.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman bagaimana menjaga lingkungan agar
tetap baik dan berkelanjutan. Seperti yang diungkapkan oleh Cafra (2002)
bahwa pada ahir abad ke 20 masalah lingkungan menjadi topik paling utama.
Banyak permasalahan global yang akan membayakan biosfer, dimana hal
tersebut akan mengakibatkan berbagai kerusakan yang sulit untuk diperbaiki

38
kembali (irreversible).
Dengan demikian, manusia berperan dalam melaksanakan kehidupan
yang dapat mempertahankan kelangsungan kehidupan selanjutnya, dengan
tindakan nyata agar alam bisa lebih baik lagi. Menurut Brown masyarakat
yang memiliki ketahanan hidup adalah yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menjaga keberlangsungan kehidupan generasi di masa yang
akan datang. Artinya jangan sampai menggunakan kekayaan alam melampaui
batas, sehingga alam menjadi rusak oleh tingkah laku manusia sendiri karena
tidak peduli terhadap lingkungannya (Capra, 2002).
Oleh karena itu, kecerdasan ekoliterasi memang harus disampaikan
sejak dini, artinya di sekolah dasar (SD) mereka harus memberikan
pemahaman tentang pentingnya lingkungan hidup. Selain itu
keberlangsungan alam dan lingkungan tidak dapat dilakukan oleh satu orang,
perlu kerja secara kolektif antara sesama manusia, yang pada akhirnya
menjadi suatu tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sunarto (2004) dalam membentuk lingkungan sosial banyak
pengaruh di dalamnya, terutama kehidupan sosio psikologis. Selain itu,
manusia adalah mahkluk sosial yang akan berinteraksi satu sama lain di
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Artinya, perlu penyesuaian dalam melakukan interaksi tersebut dengan
menguasai keterampilan dalam bersosialisasi melalui pembiasaan.
Penguasaan keterampilan pada peserta didik menjadi penting dan
tidak hanya keterampilan akademik saja, berikut keterampilan mental juga
diperlukan (Semiawan, 2009).
Ecological Literacy didukung oleh:
1. Kecerdasan secara pikiran (intelektual)
2. Kecerdasan secara emosi (emosional)
3. Kecerdasan secara sosial (sosial)
4. Kecerdasan secara spiritual (Agama)
5. Memiliki rasa Empati pada semua makhluk hidup
Jadi, kemampuan memahami ekosistem harus dimilik oleh peserta
didik baik berkaitan dengan pengetahuan juga memiliki rasa empati pada

39
semua makhluk hidup yang dilakukan oleh berbagai pihak secara bersama
supaya dapat berdayaguna dengan baik kelangsungan pengetahuan tentang
lingkungan hidup. (Maryani, 2011). Seseorang yang memiliki ekoliterasi
tinggi sudah berada ditingkat tinggi sehingga dia secara teratur mengevaluasi
dampaknya dan mengambil tindakan yang bertujuan untuk memelihara atau
meningkatkan lingkungan sehat. Orang-orang seperti itu menunjukkan
kekuatan dan rasa investasi dan tanggung jawab yang berkelanjutan (Nadiroh,
2019).

2.5 Indikator Nilai-nilai Ekoliterasi


Penanaman sikap ramah lingkungan merupakan sikap yang harus dimiliki
setiap individu. Individu yang memiliki kesadaran mengenai lingkungan akan
dapat menselaraskan perkembangan pembangunan dengan lingkungan, sehingga
tercipta lingkungan yang harmonis antara masyarakat dan lingkungan. Namun,
sikap peduli terhadap lingkungan tidak akan hadir dengan sendirinya, perlu
adanya pengenalan serta pembinaan agar sikap ini dapat mendarah daging pada
diri siswa. Goleman. D (2010) ada lima poin dalam pengembangkan sikap
ecoliteracy yaitu:
a) Develop Empathy for All Forms of Life
Pembelajaran ini memfokuskan pada kesadaran peserta didik, pada
prosesnya seorang guru harus mampu membangun kesadaran empati pada
setiap peserta didik agar kepekaan terbangun melalui kesadaran pada proses
pembelajaran. Sikap empati ini harus terbangun oleh guru ketika masuik
didalam kelas melalui pembelajaran, juga merenungkan melalui proses praktik
yang diarahkan oleh guru terhadap lingkungan, agar mereka dapat memilih
bagaimana berprilaku terhadap lingkungan agar tetap baik.
b) Embrace Sustainability as A Community Practice
Peserta didik perlu adanya pembelajaran kelompok agar mampu
bertanggung jawab setiap peserta didiknya, selain itu pembelajaran kelompok
juga agar tidak membosankan karena ada kesenangan tersendiri pada setiap
individu, selain itu kerja kelompok juga dapat menumbukan kerjasama secara
kolektif. Karena untuk menjaga lingkungan harus dilakukan secara kolektif.

40
c) Make the invisible visible
Peserta didik diarahkan pada pembelajaran secara nyata. Karena melalui
proses tersebut peserta didika dapat menjiwai setiap pembelajaran yang
daiajarkan secara nyata. Sehingga pembelajaran lebih bernilai dan bermakna.
Peserta didik dapat secara langsung bagaimana caranya menjaga lingkungan,
agar nantinya dalam kehidupan sehari-hari bisa diterapkan oleh dirinya sendiri.
d) Anticipate Unintended Consequences
Pada tahap ini, peseta didik diaharapkan mampu bertanggung jawab
terhadap tugasnya. Selain itu, jika ada pengabaian terhadap tugas tersebut maka
akan ada sanksi yang didapat. Artinya, peserta didik mulai belajar untuk
bertanggung jawab secara tidak langsung, juga peserta didik dapat
mengevaluasi hasi dari tugasnya, apakah sudah cukup berhasil atau belum.
e) Understand How Nature Sustains Life
Kegiatan yang selanjutnya yaitu tahap evaluasi. Peserta didik akan
melihat hasil dari apa yang telah dikerjakannnya, mereka bisa melihat
bagaimana jika menjaga lingkungan dengan baik juga sebaliknya jika mereka
tidak menjaga lingkungan dengan baik. Artinya akan dan feedback setiap
pekerjaan yang mereka lakuan secara nyata.

2.6 Karakter Pedui Lingkungan


Istilah karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona (1992) dengan
memakai konsep karakter baik. Konsep mengenai karakter baik (good
character) dipopulerkan Thomas Lickona dengan merujuk pada konsep yang
dikemukakan oleh Aristoteles sebagai berikut “ ...the life of right conduct—
right conduct in relation to other persons and in relation to oneself” atau
kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap
pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam semesta) dan terhadap
diri sendiri. Kehidupan yang penuh kebajikan (the virtuous life) sendiri oleh
Lickona (1992) dibagi dalam dua kategori, yakni kebajikan terhadap diri
sendiri (self-oriented virtuous) seperti pengendalian diri (self control) dan
kesabaran (moderation); dan kebajikan terhadap orang lain (other-oriented
virtuous), seperti kesediaan berbagi (generousity) dan merasakan kebaikan

41
(compassion). Lickona (2004) menyatakan bahwa secara substantif terdapat
tiga unjuk perilaku (operative’s values, values in action) yang satu sama lain
saling berkaitan, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior.
Lickona (2004) menegaskan lebih lanjut bahwa karakter yang baik atau good
character terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good,
and doing the good—habit of the mind, habit of the heart, and habit of action.
Selanjutnya, yang dinamakan “budi pekerti” atau watak atau dalam
bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa
yang “berasas hukum kebatinan” . Manusia memiliki budi pekerti juga selalu
mengkur dan merasakan secara tetap dalam setiap tingkahnya yaitu melalui
kecerdasannya. Budi pekerti, adalah sifat jiwa dalam diri manusia, yang
menimbulkan tenaga (Subekhan & Annisa, 2018). Dengan budi pekerti,
manusia memiliki kemerdekaan secara pribadi, yang dapat memerintah atau
menguasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching). Itulah yang dimaksudkan
manusia yang beradab dalam tujuan pendidikan. Sehingga ini yang
dimaksudkan agar pendidikan itu mampu melenyapkan sifat-sifat buruk yang
ada dalam diri manusia, atau mengurangi tabiat yang jahat secara biologis,
karena memang tidak akan lenyak karena sudah bersatu dengan diri manusia
dan itu anugrah dari Tuhan (Sugiarta et al., 2019).
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati (Sholikhah, 2017). Pendidikan karakter adalah
sebuah sistem yang menanamkan nilai karakter pada peserta didik, yang
mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa,
sehingga akan terwujud insan kamil (Yahya, 2019). Pendidikan karakter tidak
sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak,
tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation)
tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau

42
melakukan yang baik (Sholikhah, 2017). Pendidikan karakter tidaklah bersifat
teoritis (meyakini telah ada konsep yang akan dijadikan rujukan karakter),
tetapi melibatkan penciptaan situasi yang mengkondisikan peserta didik
mencapai pemenuhan karakter utamanya. Penciptaan konteks (komunitas
belajar) yang baik, dan pemahaman akan konteks peserta didik (latar belakang
dan perkembangan psikologi) menjadi bagian dari pendidikan karater
(Sholikhah, 2017).
Pendidikan karakter memiliki fungsi pengembangan, perbaikan, dan
penyaringan. Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah, Pertama,
mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga
negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, Kedua,
mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, Ketiga,
menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi
penerus bangsa, Keempat, mengembangkan kemampuan siswa menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan, dan kelima,
mengembangkan lingkungan hidup sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan (Sulistyowati Endah, 2012).
Selanjutnya, Jamal Ma‟mur Asmani menyatakan bahwa pendidikan
karakter pada tingkat institusi, dalam hal ini sekolah dasar, mengarah pada
pembentukan budaya sekolah (Afriyeni, 2018). Artinya, nilai-nilai yang
diupayakan implementasinya merupakan nilai-nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan, keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh
semua warga sekolah dan masyarakat sekitar. Pendidikan karakter pada
dasarnya merupakan sebuah upaya memberikan bimbingan terhadap perilaku
siswa agar mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan. Dengan kata lain,
fokus pendidikan karakter menunjuk pada tujuan etika melalui proses
pembiasaan.
Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Yahya

43
Slamet, 2019). Jadi, pendidikan karakter peduli lingkungan adalah pendidikan
yang diberikan oleh pendidik kepada siswa tentang sikap peduli terhadap
lingkungan. melalui nasihat, petunjuk, dan pembiasaan. Dengan demikian,
diharapkan sikap peduli lingkungan tersebut dapat mengkarakter pada pribadi
siswa. Siswa tidak hanya diberi pengetahuan tentang materi kepedulian
lingkungan, akan tetapi pendidik harus senantiasa mendorong dan
mengingatkan, memberikan teladan untuk mengamalkan sikap peduli
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari di mana pun ia berada.
Karakter peduli lingkungan menurut Kemendiknas (2010) merupakan
sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya serta mengembangkan upaya–upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi. Karakter peduli lingkungan merupakan
suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memperbaiki dan mengelola
lingkungan secara benar dan bermanfaat sehingga dapat dinikmati secara terus
menerus tanpa merusak keadaannya, ikut serta menjaga dan melestarikan
sehingga ada manfaat yang berkesinambungan (Yahya Slamet, 2019). Nilai
peduli lingkungan yang dideskripsikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi ini juga perlu diupayakan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari
di sekolah. Implementasi nilai peduli lingkungan ini menunjuk pada bimbingan
kepada siswa untuk terbiasa berperilaku baik terhadap lingkungan di sekitarnya
hingga menjadi tabiat yang baik pula.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan bersumber dari agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai karakter tersebut
yaitu 1) religious; 2) jujur; 3) toleransi; 4) disiplin; 5) kerja keras; 6) kreatif; 7)
mandiri; 8) demokratis; 9) rasa ingin tahu; 10) semangat kebangsaan; 11) cinta
tanah air; 12) menghargai prestasi; 13) bersahabat/komunikatif; 14) cinta
damai; 15) gemar membaca; 16) peduli lingkungan; 17) peduli sosial; dan 18)
tanggung jawab (Utomo Prasetyo S, 2019)
Adapun indikator sikap peduli lingkungan dijabarkan yakni dalam upaya
mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya meliputi (1) perawatan

44
lingkungan, pandangan peserta didik dalam menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan rapi (2) pengurangan penggunaan plastik, pandangan peserta didik
mengenai bagaimana mengurangi sampah plastik (3) pengelolaan sampah
sesuai jenisnya, pandangan peserta didik mengenai pentingnya memilah
sampah dan membuang sampah berdasarkan jenisnya di tempat yang benar (4)
pengurangan emisi karbon, pandangan peserta didik mengenai upaya dalam
mengurangi kegiatan yang dapat meningkatkan gas rumah kaca (5)
penghematan energi, pandangan peserta didik mengenai upaya dalam menjaga
ketersediaan air bersih dan penggunaan listrik secara efisien untuk mencegah
meningkatnya pemanasan global. Selanjutnya, dalam upaya memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi meliputi (1) penanaman pohon, pandangan
peserta didik mengenai pentingnya menanam pohon untuk mengurangi emisi
karbon (2) pemanfaatan barang bekas, pandangan peserta didik mengenai
pentingnya mengolah barang bekas maupun sampah plastik menjadi barang
yang berguna dalam rangka mengurangi penumpukan sampah di lingkungan
sekitar (Irfianti D.M, et. al., 2016)
Pelaksanaan pendidikan karakter sebagai suatu program memerlukan
indikator sebagai tolok ukur keberhasilan untuk mengetahui bahwa suatu
sekolah telah melaksanakan proses pendidikan yang mengembangkan budaya
dan karakter maka ditetapkan indikator sekolah dan kelas. Berdasarkan
indikator sekolah dan kelas yang ditetapkan oleh Kemendiknas (2010),
indikator sekolah dan kelas untuk nilai peduli lingkungan. Selanjutnya,
Kemendiknas juga mengemukakan keterkaitan nilai-nilai karakter dengan
indikatornya. Berdasarkan keterkaitan nilai karakter dan indikator yang
ditetapkan oleh Kemendiknas, berikut adalah keterkaitan nilai peduli
lingkungan dan indikator untuk SD.

45
Tabel 2.1
Keterkaitan Nilai Peduli Lingkungan dan Indikator untuk SD
Nilai Indikator Kelas 1- 3 Indikator Kelas 4 - 6
Peduli lingkungan: Buang air besar dan Membersihkan WC
Sikap dan tindakan Air kecil di WC
yang selalu berupaya Membuang sam pah di Membersihkan tempat
mencegah kerusakan tempatnya sampah
lingkungan alam di Membersihkan Membersihkan
sekitarnya dan halaman sekolah lingkungan sekolah
mengembangkan Tidak mememtik Memperindah sekolah
upaya-upaya bunga di taman dan kelas dengan
untuk memperbaiki sekolah tanaman
kerusakan alam yang Tidak menginjak Ikut memelihara taman di
sudah terjadi. rumput ditaman halaman sekolah
sekolah
Menjaga kebersihan Ikut dalam menjaga
kebersihan lingkungan

Berdasarkan tabel tampak bahwa indikator keberhasilan suatu satuan


pendidikan, khususnya sekolah dasar dalam mengimplementasikan nilai peduli
lingkungan terdiri dari indikator sekolah dan kelas. Lebih dari itu, indikator di
tingkat kelas masih dirinci lagi menjadi indikator untuk kelas bawah (kelas 1-
3) dan kelas tinggi (kelas 4-6). Secara umum, indikator sudah mengakomodasi
sikap dan tindakan warga sekolah dalam hal perawatan, pemeliharaan, dan
pelestarian sarana prasarana (fasilitas) serta lingkungan alam yang berada di
lingkungan sekolah.
Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter
bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional
(Judiani Sri, 2010). Sumber dari agama didasari bahwa masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang beragama dalam menjalankan kehidupan secara
individu berdasarkan ajaran agama dan kepercayaannya. Sumber dari pancasila
artinya nilai-niali yang terkandung dalam pancasila menjadi dasar dalam
mengatur kehidupan masyarakat sebagai warga Negara. Budaya dijadikan
sumber karena kehidupan masyarakat dalam berinteraksi menggunakan nilai-
nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Tujuan pendidikan nasional
memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki oleh setiap warga

46
negara maka tujuan nasional menjadi sumber dalam opreasional
pengembangan pendidikan udaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut di atas maka sekolah bebas
memilih nilai karakter yang harus didahulukan, adapun karakter yang
diinternalisasikan adalah karakter peduli lingkungan (Judiani Sri, 2010).

2.7 Konsep Islam tentang Karakter Peduli Lingkungan


Manusia dijadikan sebagai khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi
ini. Oleh karena itu, manusia harus menjaga lingkungan alam sekitarnya
dengan baik. Dalam mengelola alam sekitarnya tentu untuk keberlangsungan
hidup mereka sendiri dengan tidak berlaku semaunya (semena-mena) seperti,
mengeksploitasi alam yang nantinya akan menjadi rusak. Jika terjadi
kesalahan dalam pengelolaan alam bukan hanya mengakibatkan rusaknya
alam saja, akan tetapi dirinya sendiri (manusia) akan ikut musnah. Allah Swt,
sudah mengingatkan bahwa manusia harus menjaga alam ini, dan jangan
sampai merusaknya. Apabila manusia melanggar perintah-Nya, maka Allah
Swt, memberikan balasan (hukuman) berupa bencana yang diakibatkan oleh
perbuatan manusia itu sendiri, sebagaimana yang tercantum dalam QS. al-
An’ām (6):165:
ُ ُ َ ٰ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ٰۤ َ ُ َ َ َ َّ ُ
‫َوه َو ال ِذ ْي جعلك ْم خلىِٕف الا ْر ِض َو َرف َع َبعضك ْم ف ْوق َبع ٍض د َرج ٍت ِلي ْبل َوك ْم ِف ْي َم ٓا‬
ُ َ َ ٗ َّ َ ْ ُ ْ َ َ ََّ َّ ْ ُ ٰ ٰ
١٦٥ ࣖ ‫ابِۖ َواِ نه لغف ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬
ِ ‫اتىكمْۗ ِان ربك س ِريع ال ِع‬
‫ق‬
Artinya : Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-
Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya
dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Secara langsung, Allah Swt, menegaskan bahwa alam ini merupakan
anugrah sekaligus menjadi ujian bagi manusia sebagai khalifah di bumi ini.
Ujian yang dimaksud adalah agar manusia tidak merusak dan harus
menjaganya. Perusakan tersebut bisa seperti, penebangan pohon secara
berlebihan, eksploitasi hasil laut (ikan), pembuangan limbah pabrik yang
tidak dikelola dengan baik, pencemaran udara akibat pembakaran hutan

47
sehingga bencana alam terjadi dimana-mana yang berdampak pada
kehancuran alam ini yang diakibatkan oleh manusia itu sendiri.
Selain itu, perilaku hidup bersih di kalangan umat Islam masih belum
terbentuk dalam dirinya secara menyeluruh, karena masih saja ada atau
bahkan tidak peduli pentingnya menjaga kebersihan dan lingkungan sekitar.
Sudah menjadi tugas bersama bahwa menjaga lingkungan ini adalah hal yang
harus dilakukan oleh siapapun, agar tidak menjadi bencana yang besar dan
menimpa manusia itu sendiri.
Mukminin (2014) menyatakan bahwa karakter peduli lingkungan
bukanlah sepenuhnya talenta maupun instink bawaan, akan tetapi juga
merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dalam arti luas. Salah asuh atau
salah didik terhadap seorang individu bisa jadi akan menghasilkan karakter
yang kurang terpuji tehadap lingkungan. Karena itu karakter yang baik
haruslah dibentuk kepada setiap individu, sehingga setiap individu dapat
menjiwai setiap tindakan dan perilakunya. Karakter Peduli Lingkungan Siswa
Sekolah dasar Peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan
pengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
2.7.1 Lingkungan Diciptakan Allah dengan Tujuan
Alam semesta diciptakan Tuhan bukan tanpa tujuan, atau terbentuk
secara alamiah, akan tetapi alam diciptakan Tuhan dengan adanya tujuan
untuk manusia dan mahkluk lainnya dalam proses perubahan menuju
kesempurnaan penciptaan alam. Sebagaimana tercantum dalam QS. Shād ayat
27 sebagai berikut:
َ ْ َّ ٌ َ َ َ َ ْ َّ َ َ ٰ ً َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ
‫اطلاْۗذ ِلك ظ ُّن ال ِذين كف ُر ْوا ف َو ْيل ِلل ِذين‬
ِ ‫وما خلقنا السماۤء والارض وما بينهما ب‬
َّ ََ
٢٧ ْۗ‫كف ُر ْوا ِم َن الن ِار‬

Artinya : Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan
orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena
mereka akan masuk neraka.

48
Penjelasan ayat di atas agar manusia menjaga lingkungannya, dan
tidak merusaknya. Allah Swt menciptakan alam ini agar makhluk hidup
tumbuh secara seimbang, manusia yang berada di dalamnya menjadi bagian
alam dan memanfaatkan alam ini. Artinya, manusia sebagai khalifah di bumi
mempunyai tugas untuk menjaga dan merawat alam ini, ketika alam ini
dirusak, maka tidak hanya manusia yang akan rugi tetapi makhluk lain yang
berada di dalamnya akan turut merasakan kerugian yang sama.

2.7.2 Upaya Internalisasi Nilai-Nilai Peduli Lingkungan Dalam Konsep


Islam
Dalam upaya melaksanakan internalisasi nilai-nilai peduli lingkungan
dalam konsep Islam menurut Tabrani (2014) dapat digali sumbernya dari
ayat-ayat Al Quran yang mempunyai keterkaitan melalui beberapa hal
berikut yaitu : 1) peningkatan pengetahuan dan keterampilan; 2) pemberian
bantuan; 3) tidak boros dalam memanfaatkan sumber daya alam.
2.7.2.1 Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan
Informasinya dalam surat Al Isra ayat 84 :
ًْ َ ٰ ْ َ َ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ ُّ َ َ َ َ ٰ َ ُ َ ْ َّ ٌّ ُ ْ ُ
٨٤ ࣖ ‫اكل ِتهْۗ فربكم اعلم ِبمن هو اهدى س ِبيلا‬ ِ ‫قل كل يعمل على ش‬

Artinya : Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya


masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang
lebih benar jalanNya.
Kata ‫ شَا ِكلَتِِ ِه‬dalam ayat di atas artinya “cabang pada suatu jalan”.
Thāhir ibn ‘Asyūr memahami memaknai “jalan” atau “kebiasaan”. Sayyid
Quthub memaknai “cara” dan “kecenderungan”. Artinya, manusia
memiliki kecendrungan atau disebeut potensi yang ada dalam diri setiap
individu. Potensi yang dimaksudkan adalah faktor pendorong yang ada
dalam dirinya untuk berkativitas. Ada yang cendrung ibadah, cendrung
belajar, kerja keras dan sebagainya. Disisi lain manusia juga memilki sifat
pemberani juga penakut. Sifat dermawan juga pelit dan sebagainya, artinya
setiap individu memiliki kecendrungan yang berbeda. Selain itu, Allah swt
juga memberikan pilihan bebas pada manusia. Mau berbuat baik silakan,
berbuat jahat juga silahkan. Tetapi setiap perbuatan tersebut akan berakibat

49
pada dirinya sendiri nanti (Shihab, 2000).
Selain itu, kemajuan ilmu pengetahuan saat ini, juga tekhnologi,
merupakan akibat dari perkembangan yang semakin pesat. Namun, dari
kemajuan tersebut banyak sekali kerusakannya, terutama pada alam raya
ini (QS. al-Isra’ : 84). Artinya, harus ada pengetahuan tentang bagaimana
agar ilmu tetap berkembang juga alam ini tetap terjaga dan terawat tidak
dieksploitasi secara berlebihan sehingga merugikan banyak
ekosistem(Muin Salim, 1994).
Dengan demikian pendidikan menjadi solusi dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut. Melalui pendidikan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bagaimana mengelola lingkungan (menjaga lingkungan)
dapat dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Selanjutnya, dalam
pendidikan, guru sebagai pembimbing hanya dapat mengarahkan peserta
didiknya untuk lebih paham akan pentingnya alam ini untuk dijaga, sebab
pendidikan merupakan tuntunan dalam perkembangan anak. Karena
tumbuh kembangnya anak di luar dari kehendak pendidik. Perlu dipahami
bahwa peserta didik adalah makhluk hidup, bukan benda mati. Artinya
mereka berkembang sendiri, tetapi memang secara kodrati mereka bisa
diarahkan, tetapi atas kesadaran dirinya sendiri.
2.7.2.2 Pemberian Bantuan
Mengkaji tentang isi dan makna dari QS. al-Mā’idah :2
ََ َ َ َ ْ ََ َ ْ َ ْ ََ َ َْ
َ َ ْ َّ َ َ ‫ٰٓ َ ُّ َ َّ ْ َ ٰ َ ُ ْ َ ُ ُّ ْ َ َ َ ه‬
‫اّٰلل ولا الشهر الحرام ولا الهدي ولا القلاۤىِٕد ول ٓا‬ ِ ‫تحلوا شع ۤاىِٕر‬ ِ ‫يايها ال ِذين امنوا لا‬
َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ً َ ْ َ ْ َّ ْ ً ْ َ َ ْ َُْ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ ْ ٰۤ
‫ا ِمين البيت الحرام يبتغون فضلا ِمن ر ِب ِهم و ِرضواناْۗواِ ذا حللتم فاصطادواْۗولا‬ َ
ْ َ َ َُْ َََ ْ ُ َ َْ ْ َ
َ َْ ْ َ
ْ َ ْ ُ ْ ُّ َ ْ َ ْ َ ُ ٰ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ
‫ام ان تعتدوْۘا وتعاونوا على ال ِب ِر‬ ِ ‫يج ِرمنكم شنان قو ٍم ان صدوكم ع ِن المس ِج ِد الحر‬
َ ْ ُ ْ َ َ ‫ه َ َّ ه‬ ُ َّ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ٰ ْ َّ َ
٢ ‫اب‬ ِ ‫ْۗان اّٰلل ش ِديد ال ِعق‬
ِ ‫انِۖواتقوا اّٰلل‬ ِ ‫والتقوىِۖ ولا تعاونوا على ال ِاث ِم والعدو‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar


syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-
bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya,
dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila

50
kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.
dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Makna ayat di atas dapat dipahami, bahwa manusia harus saling


membantu satu sama lain. Menjaga alam ini, tentunya tidak hanya oleh
seorang individu saja, tetapi diperlukan kerja kolektif dari seluruh
penduduk bumi. Agama Islam sudah mengajarkan bahwa penting sekali
bekerjasama dalam kebaikan.
2.7.2.3 Tidak boros dalam memanfaatkan sumber daya alam
Ayat berikut ini akan menggali tentang perilaku kita agar tidak
boros, dan harus berhemat QS. al-Isrā’ : 26-27.

ْ‫ اَّن ْال ُم َبذر ْي َن َك ُانوٓا‬٢٦ ‫السب ْيل َو َلا ُت َبذ ْر َت ْبذ ْي ًرا‬ ْ ْ ٰ
َّ ‫َوات َذا ال ُق ْربٰى َحَّق ٗه َوالم ْسك ْي َن َو ْاب َن‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ً ْ ُ َ َ ُ ٰ ْ َّ َ َ َ ْ ٰ َّ َ َ ْ
٢٧ ‫ِاخوان الشي ِطي ِنْۗوكان الشيطن ِلر ِبه كفورا‬

Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan


haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-
saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.

Memaknai berlebihan tentunya banyak sekali contoh yang dapat kita


ambil, misalnya boros dalam mengunakan listrik yang tidak terpakai,
memakai air sebanyak mungkin, padahal cukup seember misalnya dalam
mandi. Selain itu, perilaku yang berlebihan adalah mengeksploitasi alam
secara berlebihan, pohon yang ditebang secara habis, sehingga tidak ada
sumber air lagi, pabrik yang tidak tahu aturan bagaimana mengelola
limbah sehingga membuang begitu saja ke sungai.

51
2.8 Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Kebijakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia didasarkan kepada
kebijakan pembangunan internasional, salah satunya adalah kebijakan yang
dihasilkan dari konferensi lingkungan hidup ke 1 sedunia bulan Juni 1972
yang diselenggaran di Stockholm Swedia. Dari hasil tersebut pemerintah
Indonesia menindaklanjuti dengan konsep pembangunan adiwarna dan
sepanjang masa kemudian diejawantahkannya melalui kebijakan rencana
pembangunan jangka Panjang 2005-2025 dengan menetapkannya berdasarkan
UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang di dalamnya mengemukakan bahwa
penanganan potensi alam hendaknya diarahkan kepada perlindungan terhadap
potensi alam tersebut yang dilakukan guna memelihara keberlangsungannya
dengan melaksanakan kewajiban terhadap segala sumber alam yang ada
(Jazuli, 2015).
Aktivitas pembangunan berkelanjutan dilaksanakan oleh berbagai
instansi hal tersebut dilakukan untuk menjamin keberlangsungan lingkungan
yang dapat memberikan manfaat kepada setiap generasi dari masa-ke masa
dalam berbagai aspeknya. Pembaruan pada segala aspek, terpenting
peningkatan ekonomi bangsa, berangkat dari pembaruan industri, perumahan,
transportasi, pertanian, kelautan dan yang lainnya membutuhkan tempat
dimana manusia dan mahluk lainnya melakukan kewajiban memelihara
lingkungan (Jazuli, 2017).
Implementasi kebijakan pemerintah sebagaimana dikemukakan nampak
pada pelalaksanaan pembangunan Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat) yang menggunakan landasan oprasionalnya kepada UU
Penataan Ruang pasal 1 ayat (1 dan 2) dikemukakanya bahwa pembangunan
hendaknya menjalankan kemampuan kekuatan alam sekitar serta mempunyai
kemampuan untuk mengonversi situasi yang lama kepada situasi yang baru
pada seluruh bagiannya untuk melahirkan bangsa yang makmur (Jazuli, 2017).
Selanjutnya Menteri PUPR periode 2009-2014 dalam melaksanakan
program pembangunan infrastuktur mengenai penerapan program Masterplane
Percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
menurutnya bahwa pembangunan bukan hanya semata untuk pembangunan

52
ekonomi dan pengurangan jumlah orang miskin dan pengusahaan baru
peluang kerja, lebih dari itu menjaga keberlangsungan lingkungan merupakan
aspek penting yang harus terintegrasi pada seluruh program pembangunan.
Aktivitas ekonomi dan pemeliharaan lingkungan mempunyai keterkaitan yang
kuat dan sangat diperlukan demi pengembangan pembangunan berkelanjutan
(sustainable) (Rosana Mira, 2018).
Melalui Peraturan Presiden No 87 tahun 2017 menjadi dasar penguatan
pendidikan karakter yang menjadi tanggung jawab bersama keluarga, satuan
pendidikan, dan juga masayarakat. Di samping peraturan presiden dasar
penguatan pendidikan karakter dituangkan pula dalam peraturan mentri
pendidikan dan kebudayaan no 20 tahun 2018 bahwa pelaksanaan pendidikan
karakter di satuan lembaga pendidikan melalui kegiatan intra, ekstra kurikuler,
dan ko kurikuler. Dengan menerapkan nilai-nilai pancasila yang meliputi nilai-
nilai religious, jujur toleran, disiplin, bekerja keras, mandiri, kreatif,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan bertanggung jawab yang terintegrasi dalam kurikulum dan
pembiasaan yang dilakukan menggunakan prinsip-prinsip : a) berorientasi pada
perkembangan potensi siswa secara menyeluruh dan terpadu; b) memberikan
keteladanan dalam menerapkan pendidikan karakter; c) melalui pembiasaan
dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

53
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III, membahas terkait prosedur penelitian yang akan dilakukan. Data
yang diperoleh dari lapangan akan diterapkan berdasarkan metodologi penelitian
sehingga dapat membantu menjawab rumusan masalah. Pada bab ini akan
dijelaskan; (1) Jenis Penelitian, (2) Waktu dan Tempat Penelitian, (3) Desain
Penelitian, (4) Latar Penelitian, (5) Teknik Pengumpulan Data, (6) Teknik
Analisis Data.

3.1 Jenis Peneitian


Fokus penelitian ini adalah menggali bagaimana proses internalisiasi nilai-
nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan di SD Islam Fathia
Kota Sukabumi, sehinggga perlu melakukan mendeskripsikan secara eksploratif
bagaimana proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan. Strategi yang digunakan melakukan internalisiasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli, lingkungan, faktor pendukung dan
penghambat internalisasi nilai-nilai ekolitarsi dalam membentuk karakter peduli
lingkungan, serta nilai-nilai-nilai ekoliterasi yang dimiliki dengan menggunakan
pendekatan kualitatif .
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan penelitian agar memahami juga
mendapatakan informasi melalui makna dan perilaku individu dan kelompok, juga
dapat memberikan gambaran terkait dengan masalah sosial dan kemanusiaan.
Penelitian kualitatif berhubungan dengan pemahaman seseorang, bisa
diungkapkan melalui pendapat tetapi tidak dapat diukur dengan angka (John W.
Creswell, 2015).
Pendekatan dengan metode fenomenologi agar mendapakat esensi atau
makna dari suatu fenomena yang terjadi yang dialami oleh beberapa individu
(John W. Creswell, 2015). Pendekatan ini merupakan cara yang tepat untuk
mengungkapkan dan memaknai berbagai kegiatan yang saling berkaitan dan
berpengaruh dalam proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk
karakter peduli lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi.
Pendekatan eksplorasi digunakan mencari informasi bagaimana individu
memaknai pengalamannya yang mengalami secara langsung.
Mostakas (1994) menjelaskan bahwa proses penelitian fenomenologi
sebagai berikut:
a. Istilah Epoche, yaitu peneliti tidak melibatkan prasangkanya dalam melihat
fenomena, atau dipikirkan, dibayangkan dan dirasakan sesuai keinginannya.
b. Istilah Reduction; yaitu peneliti mengamati fenomena dan menggambarkan
sesuai dengan fenomena yang terjadi sesuai dengan pengalamannya.
c. Istilah Imaginative variation; Peneliti menggunakan imajinasi dalam
pengungkapan makna.
d. Istilah Syinthetis of meaning and essences; Peneliti mendeskripsikan secara
esensi dari fenomena yang terjadi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2018 sampai dengan Oktober
2018.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Islam Fathia Kota Sukabumi. Alasan
pemilihan lokasi ini adalah karena di lokasi tersebut terdapat masalah yang
relevan dengan penelitian penulis Penelitian ini menggunakan partisipan
(informan) peserta didik kelas IV, kelas V dan kelas VI, unsur pimpinan
sekolah, komite sekolah, guru, wali siswa dan pihak-pihak yang terkait di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi. Untuk penelitian ini menggunakan 6 orang
partisipan, hal ini didasarkan pada tercapainya saturasi data di partisipan ke
enam di mana sudah tidak ditemukan tema baru dan hal ini juga sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Speziale ett all (2003) yang mengemukakan
bahwa pengumpulan data dilakukan sampai peneliti yakin bahwa saturasi data
telah tercapai.

3.3 Desain Penelitian


Desain yang digunakan dalam penelitian ini, untuk mencari fenomena

55
yang terjadi pada subjek penelitian. Selain itu, pendekatannya menggunakan
naturalistik agar hasil yang didapat tidak melalui paksaan atau bisa disebut
secara alamiah dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata (Moleong, 2012).
Selain itu, strategi untuk mendapatkan informasi yang didapat dari
penelitian ini yaitu dengan peneliti mengesampingkan terlebih dahulu
pengalaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat memahami pengalaman-
pengalaman partisipan yang ia teliti (John W. Creswell, 2015).
Langkah-langkah yang hendak diterapkan pada penelitian ini
digambarkan dalam bagan berikut ini.

56
Membuat
kesepakatan dengan
Identifikasi lembaga, dan subjek
Persiapan Masalah penelitian

Pemilihan Merancang pedoman


Informan wawancara dan
observasi
Dilakukan selama 4
Proses wawancara,
Pengumpulan bulan karena harus
observasi dan
Data menunggu kesediaan
dokumentasi
lembaga untuk
meluangkan waktu
mengadakan
Trasnkrip hasil penelitian
wawancara, dan
observasi

Open coding, axial Pengelompokkan


coding, dan hasil coding
selective coding berdasarkan tema
Pengolahan (identfyng themes)
Data

Cari pola yang bisa Mencari hubungan


didapat (idetifyng antar tema dan
patterns) antar kode
(identifying
relationship)
Pelaporan Hasil
Penelitian Penarikan
kesimpulan
berdasarkan pola, Triangulasi Data
hubungan, dan tema
(summarizing the
data)

Pelaporan Hasil
Penelitian

Gambar 3.1.
Alur Kerja Penelitian

57
3.4 Latar Penelitian

Gambar 3.2 SD Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi

Sekolah Dasar Islam Fathia Kota Sukabumi didirikan pada tahun 2008
yang dikelola oleh Yayasan Assyukuriah dengan lahan seluas 18.000 m2,
dengan Visi lembaga pendidikan yaitu mampu menjadikan generasi unggul
berdasarkan Al-quran dan Assunnah, dengan Misi membentuk karakter anak
yang dapat memahami dan mengaplikasikan nilai keislaman, cerdas, dinamis
dan berwawasan lingkungan. Serta mempersiapkan anak didik dengan
pengetahuan dan keterampilan agar memiliki Basic Skill, Life Skill and
Spiritual Skill.
Sekolah ditunjang dengan sarana prasarana yang relatif lengkap antara
lainnya: (1) Ruang belajar yang bernuansa alam, (2) Ruang Perpustakaan, (3)
Laboratorium Komputer, (4) Ruang UKS, (5) Lapangan Olahraga, (6)
Mushollah, (6) Kolam Renang, (7) Saung Makan, (8) Ruang TU, (9) Fish
Garden, (10) Gedung Serbaguna, (11) Outbond Zone, (12) Medical Herbs
Area, (13) Camping Ground, (14) Pets Zone, (15) Water Life Zone, (16)
Gazebo, (17) Sands Area, dan (18) Gedung Asrama Bertingkat.
Sekolah Dasar Islam Fathia Kota Sukabumi merupakan sekolah yang
memiliki fasilitas lengkap di daerah Kota tersebut, di sini selain fasilitas Guru
yang lengkap, tidak kalah pula dengan fasilitas yang di peruntukkan untuk
menunjang proses belajar peserta didik, menariknya konsep di desain sebagai
sekolah ramah lingkungan. Keunggulan dari sekolah dasar Islam Fathia sangat

58
dapat dirasakan dari segi dukungan fasilitas yang menarik seperti desain ruang
kelas yang bernuansa lingkungan begitupun dalam pembelajaran di luar kelas
dilengkapi dengan fasilitas seperti Outbond Zone, Camping Ground, Pets Zone,
Water Life Zone, Sands Area, Gazebo dan lain sebagainya (CW. 01.02).
Selain itu, dalam mengembangan kurikulum yang berbasis karakter, SD
Islam Fathia menanamkan nilai-nilai Fathia kepada peserta didiknya sejak dini,
adapun nilai-nilai Fathia sebagai berikut: (1) Faith /Spiritual yaitu Cinta Allah,
Rosul, Alqur’an, (2) Akhlaq yaitu Jujur, Santun, Cinta Lingkungan, (3)
Trust/Amanah yaitu Tanggung Jawab, Memimpin, Amanah, (4)
Helpful/Penolong yaitu berbagi, empati, (5) Advance yaitu Cerdas, Dinamis,
Non Stop Learning (CW. 03).

3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Peneliti dalam mengumpulkan sejumlah data penelitian, menggunakan
teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Teknik pengumpulan data dapat disajikan
sebagai berikut:
3.5.1 Wawancara
Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti melakukan
wawancara terhadap informan yang dianggap menguasai dan mampu
memberikan informasi akurat yang berfokus pada penelitian ini
(Moleong, 2012). Wawancara mendalam atau indepth interview adalah
tanya jawab terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati
partisipan, tentang kejadian penting dalam hidup mereka secara
mendalam (Satori & Komariah, 2010)
Metode ini, peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi dari
kepala sekolah, waka kurikulum, guru, ketua komite, peserta didik,
petugas kebersihan, orang tua melalui pertanyaan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu secara teliti dan sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
apa yang menjadi fokus penelitian ini dapat terjawab.
Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti bersifat terbuka
tetapi tetap fokus pada tujuan penelitian, dengan pendekatan personal

59
kepada sumber data. Wawancara ini dapat dilakukan berulang-ulang,
sehingga informasi yang terkumpul dapat dianggap cukup untuk
mendapatkan gambaran dan jawaban terhadap pertanyaan penelitian.
Tabel 3.1
Sistem Pengkodean Wawancara

No Responden Kode U
1 Unsur Pimpinan Kode : P CW-XX
Sekolah dalam hal ini
diwakili oleh Kepala
Sekolah/Waka
Kurikulum/
2 Komite Sekolah Kode : KS CW-XX
3 Guru Kode : G CW-XX
4 Wali Siswa Kode : WS CW-XX
5 Pihak-pihak yang Kode : T CW-XX
terkait dengan
pengelolaan,
pelaksanaan di
sekolah

Tabel 3.2
Tabel Pedoman Wawancara
Informasi Pertanyaan Validasi
Kepala Sekolah 1. Bagaimana sistem penanaman karakter ✓
yang dilakukan di SD Islam Fathia ?
2. Bagaimana penanaman nilai lingkungan ✓
ekoliterasi di sekolah ini ?
3. Kurikulum seperti apa yang ✓
diberlakukan di SD Islam Fathia ?
4. Bagaimana cara menginformasikan ✓
nilai-nilai yang baik dan buruk pada

60
siswa ?
5. Bagaimana keterlibatan warga sekolah ✓
terhadap Program adiwiyata ?
6. Nilai ekoliterasi apasaja yang harus ✓
dimiliki peserta didik ?
7. Bagaimana relevansi program ✓
adiwiyata dengan proses penerapan
internalisasi nilai-nilai yang sudah
diterapkan di SD Islam Fathia ?
Komite Sekolah 1. Bagaimana sistem penanaman karakter ✓
yang dilakukan di SD Islam Fathia?
2. Bagaimana penanaman nilai lingkungan ✓
ekoliterasi di sekolah ini ?
3. Bagaimana keterlibatan warga sekolah ✓
terhadap program adiwiyata ?
Guru PAI 1. Kurikulum seperti apa yang ✓
diberlakukan di SD Islam Fathia ?
2. Bagaimana proses penggunaan media ✓
pembelajaran di dalam kelas ?
Guru PLH 1. Bagaimana proses penggunaan media ✓
pembelajaran di dalam kelas ?
Guru Muatan 1. Bagaimana proses penggunaan media ✓
Lokal pembelajaran di dalam kelas ?
Guru IPS 1. Kurikulum seperti apa yang ✓
diberlakukan di SD Islam Fathiyah ?
2. Bagaimana proses penggunaan media ✓
pembelajaran di dalam kelas ?
Bagian 1. Kurikulum seperti apa yang ✓
Kurikulum diberlakukan di SD Islam Fathia ?
2. Bagaimana penanaman nilai linkungan ✓
ekoliterasi di sekolah ini ?
Guru Matematika 1. Bagaimana proses penggunaan media ✓

61
pembelajaran di dalam kelas ?
Guru IPA 1. Bagaimana cara menginformasikan nilai- ✓
nilai yang baik dan buruk pada siswa ?
Cleaning Service 1. Bagaimana cara menginformasikan nilai- ✓
nilai yang baik dan buruk pada siswa ?
Orang Tua Siswa 1. Bagaimana Relevansi program ✓
adiwiyata dengan proses penerapan
internalisasi nilai-nilai yang sudah
diterapkan di SD Islam Fathia ?
2. Bagaimana keterlibatan warga sekolah ✓
terhadap Program adiwiyata ?
Guru BK 1. Bagaimana penanaman nilai linkungan ✓
ekoliterasi di sekolah ini ?
2. Bagaimana Relevansi program ✓
adiwiyata dengan proses penerapan
internalisasi nilai-nilai yang sudah
diterapkan di SD Islam Fathia ?
Guru Olah Raga 1. Bagaimana penanaman nilai lingkungan ✓
ekoliterasi di sekolah ini ?

Tabel 3.3
Tabel Pedoman Wawancara Siswa
No Pertanyaan
1 Bagaimana perasaan kamu ketika melihat makhluk hidup disakiti ?
2 Bagaimana menurut pendapat kamu apakah lingkungan ini perlu
kita jaga ?
3 Mengapa dalam mempelajari lingkungan hidup kamu perlu
merasakan secara langsung
4 Bagaimana menurut pendapat kamu mempelajari lingkungan agar
lebih baik ?
5 Bagaimana cara kamu menjaga lingkungan ?

62
3.5.2 Observasi
Observasi yang dilakukan terhadap subjek, perilaku subjek,
interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan,
sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Subjek observasi di SD Islam Fathia Kota Sukabumi. Adapun yang di
observasi adalah peserta didik itu sendiri.
Tabel 3.4
Lembar Observasi Siswa
Variabel Indikator Validasi
1. Membuang sampah pada
tempatnya
2. Memilah-milah sampah
organik dan non organik
3. Mengurangi penggunaan
Karakter Peduli
plastik
Lingkungan
4. Mengelola sampah
5. Buang air besar dan kecil di
WC
6. Tidak memetik bunga di
taman sekolah

3.5.3 Dokumentasi
Peneliti dalam penelitian kualitatif bertindak sebagai instrumen
utama, digunakan untuk memperoleh data yang didokumentasi berupa
perilaku, perkataan/pernyataan siswa terkait ecoliteracy. Dokumen yang
dibutuhkan dalam studi dokumen ini adalah kurikulum, RPP, Bahan ajar,
program sekolah, latar belakang, visi-misi dan tujuan, struktur organisasi,
tenaga pendidik dan kependidikan, keadaan peserta didik, serta keadaan
sarana dan prasarana yang tersedia. Oleh karena itu, peneliti
memanfaatkan sumber-sumber lain berupa catatan dan dokumen (non
human resources). Catatan dan dokumen ini dimanfaatkan sebagai saksi
dari kejadian tertentu (Guba, 1989).

63
3.6 Pengolahan Data
Dalam penelitian kualitatif deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian
yang diperoleh ketika kegiatan di lapangan berlangsung. Karenanya, antara
kegiatan pengumpulan data dan analisis data tidak mungkin dipisahkan satu
sama lain.
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden melalui hasil
wawancara, obeservasi dan studi dokumentasi di lapangan untuk selanjutnya
dideskripsikan dalam bentuk laporan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data
dilakukan pada awal proses penelitian serta pada akhir penelitian.
Creswell (2018) mengungkapkan teknik analisis data dalam penelitian
fenomenologi sebagai berikut :
a. Peneliti mendeskripsikan seluruh pengalamannnya.
b. Peneliti menilai pernyataan dalam wawancara secara sistematis
c. Peneliti mengelompokan data sesuai unit
d. Peneliti membangun bagaimana gejala itu terjadi secara imajinatif, agar
makna secara keseluruhan terungkap.
e. Peneliti menjelaskan seluruh isi pengalamannnya.
Miles dan Huberman (2007) menjelaskan analisis data kualitatif terdiri
atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan/verification (Rijali Ahmad, 2018).

Pengumpulan Penyajian data


data

Reduksi data Kesimpulan-kesimpulan:


Penarikan/Verifikasi

Gambar 3.3 Alur Kegiatan Analisis Data

Analisis data yang penulis lakukan dengan menggunakan bantuan


Computer Assisted Qualitative Data Analysis Software (CAQDAS) yaitu

64
aplikasi Software NVivo 12 Plus agar mudah mengatur data yang didapatkan
tersusun dengan baik sebelum dilakukan analisis. Adapun informasi yang
sudah diperoleh dari lapangan kemudian diberi kata kunci (koding) dalam
memudahkan analisis data, kemudian dikumpulkan kembali konsep atau
klasidifasi data tersebut apabila memiliki keterkaitan dengan yang lainnya
sehingga muncul konsep baru (Agustinus, 2019).
Langkah-langkah analisis data menggunakan software Nvivo 12 Plus
adalah sebagai berikut :

3.6.1 Reduksi data


Reduksi data adalah proses analisis data yang dilakukan untuk
mereduksi dan merangkum hasil-hasil penelitian dengan menitikberatkan
pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Reduksi data bertujuan
untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul
sehingga data yang direduksi memberikan gambaran lebih rinci.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan tentunya
sangat banyak, oleh karena itu data yang diperoleh tersebut perlu dicatat dan
di lakukan perincian secara mendetail. Untuk melaksanakan itu perlu
dilakukan pereduksian data. Reduksi data adalah mencatat atau mengetik
kembali dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Reduksi data sangat
membantu analisis data sejak awal penelitian dilakukan.
Hasil wawancara ditranskrip dan melakukan uji keabsahannya
dengan memberikan coding pada masing-masing data sesuai dengan
kategori permasalahan dan .pola jawaban. Menurut Agustinus (2019)
tujuan pemberian kata kunci (coding) tersebut dalam penelitian kualitatif
adalah untuk membuat katagori utama yang baru dari sumber data yang
telah dikumpulkan.

65
Gambar 3.4 Tampilan Hasil Import Data Audio

Gambar 3.5 Tampilan Hasil Import Data Video

Analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini melalui


NVivo Queries. Karena melalui NVivo queries ini dapat membantu peneliti
dalam pendalaman data-data yang sudah diberi coding (Agustinus, 2019).
Peneliti akan melakukan identifikasi pola sehingga menemukan jawaban
dari setiap rumusan masalah dengan 3 tahapan coding, yaitu open coding,
axial coding dan selective coding.
3.6.1.1 Axial Coding
Axial coding merupakan langkah yang di dalamnya terdapat
beberapa tema yang akan mewadahi beberapa kode yang sudah dibuat

66
dalam open coding
Pada tahapan ini peneliti menyoroti ulang tema-tema yang umum,
kemudian mengelompokkan kembali kategori awal ke dalam bentuk
yang baru sehingga muncul kategori utamayang pada akhirnya diberikan
label kembali.

Gambar 3.6. Tampilan Hasil Axial Coding

Gambar 3.7 Tampilan Hasil Axial Coding

3.6.1.2 Open coding


Pada tahapan ini peneliti melakukan pengujian data dan masing-
masing data diberi label, bila ada gagasan yang sama maka akan diberi
label yang sama. Open coding adalah memberikan tanda (dengan garis,
bawah, lingkaran atau penanda yang lain) pada kata-kata atau frasa yang

67
dianggap mewakili suatu konsep penting dalam suatu gugus data.

Gambar 3.8 Tampilan Hasil Open Coding

Gambar 3.9 Tampilan Hasil Open Coding

3.6.1.3 Selective Coding


Dalam selective coding peneliti dapat menemukan intisari dari
sebuah riset yang kemudian menggabungkan semua unsur teori yang
muncul termasuk gagasan-gagasan yang paling signifikan bagi informan.

68
Gambar 3.10 Tampilan Hasil Selective Coding

3.6.2 Display data


Display data adalah data hasil penelitian yang sudah tersusun secara
terperinci untuk memberikan gambaran penelitian secara utuh. Data yang
terkumpul secara terperinci dan menyeluruh selanjutnya dicari pola
hubungannya untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Penyajian data
selanjutnya disusun dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan hasil
penelitian yang diperoleh. Proses penyajian data dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadikannya
dalam satu kategori, berupa data berkelompok yang disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian dan fokus masalah. Masing-masing kategori dapat
berupa urutan-urutan atau prioritas kejadian.
Data yang sudah di coding kemudian dilakukan pembuatan peta
kategori permasalahan dan pola jawaban partisipan wawancara untuk
melihat visualisasi kategori permasalahan dan pola jawaban. Selain itu,
digunakan juga framework matrik untuk membantu peneliti dalam penulisan
pengutipan dan mengkroscek (mencocokkan) sumber ketika menyajikan
data penelitian.
Adapun hasil dari pengelompokkan data (Node) yang digunakan
oleh peneliti dalam menganalisis data dengan bantuan QSR NVivo 12
adalah model concept map, model Chat, model hirarki, model text search

69
queries, dan model word frequency queries.

3.6.3 Kesimpulan/verification
Kesimpulan merupakan tahap akhir dalam proses penelitian
untuk memberikan makna terhadap data yang telah dianalisis. Proses
pengolahan data dimulai dengan pencatatan data lapangan (data mentah),
kemudian direduksi dalam bentuk unifikasi dan kategorisasi data.
Dengan demikian secara umum proses pengolahan data yang dimulai
dari pencatatan data lapangan, kemudian ditulis kembali dalam bentuk
unifikasi dan kategorisasi data, setelah data dirangkum, direduksi dan
disesuaikan dengan fokus masalah penelitian. Selanjutnya data dianalisis
dan diperiksa keabsahannya.
Adapun kesimpulan yang dilakukan peneliti yaitu dengan
menginterpretasikan hasil dari display data sehingga menjadi sebuah
kesimpulan.

3.6.4 Perangkat Lunak


Peneliti melakukan pengolahan data hasil temuan dengan bantuan
perangkat lunak (softwere) agar memberikan kemudahan dalam melakukan
pengolahan data pada penelitian kualitatif ini. Banyak perangkat lunak yang
dapat digunakan dalam mengolah data kualitatif seperti Hyper Research,
QSR NVIVO, ATLAS TI, dan NU*DIST. Perangkat tersebut dapat
membantu peneliti dalam melakukan import data, proses pengcodingan,
pembuatan thema, membuat model penyajian data dalam melakukan laporan
data.
Peneliti memilih pengolahan data kualitatif dengan bantuan QSR
NVivo 12 Plus, dengan alasan bahwa perangkat tersebut menurut Jorgensen
dan Jensen (Permana Budi, 2013) merupakan softwere yang sudah teruji dan
handal dalam mengelola data dan informasi pada penelitian kualitatif, juga
sangat tepat digunakan dalam mengolah data untuk informasi yang tidak
terstruktur.

70
3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data
Konsep validitas dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan
adalah kredibilitas. Kredibilitas menjadi suatu hal yang penting ketika
mempertanyakan kualitas hasil suatu penelitian kualitatif. Standar kredibilitas
ini identik dengan standar validitas internal dalam penelitian kuantitatif.
Suatu hasil penelitian kualitatif dikatakan memiliki tingkat kredibilitas yang
tinggi terletak pada keberhasilan studi tersebut mencapai tujuannya
mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok
sosial atau pola interaksi yang majemuk/kompleks. Tingkat kredibilitas yang
tinggi juga dapat dicapai jika para partisipan yang terlibat dalam penelitian
tersebut mengenali benar tentang berbagai hal yang telah diceritakannya
(Guba, 1989).
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan peneliti untuk memperoleh
tingkat kredibilitas yang tinggi antara lain :
1. Memperpanjang waktu penelitian. dimana keterlibatan peneliti dalam
kehidupan partisipan dalam waktu yang relatif lama dan berupaya
melakukan konfimasi dan klarifikasi data yang diperoleh dengan para
partisipan.
2. Melakukan observasi (pengamatan) secara mendalam dilakukan sehingga
peneliti dapat memotret sebaik mungkin fenomena sosial yang diteliti
seperti adanya. Hall dan Stevens (1991) mengungkapkan hal yang sama
bahwa untuk memperoleh validitas internal/ kredibilitas yang tinggi
terhadap data yang dihasilkan, peneliti harus melakukan aktivitas-aktivitas
antara lain membina hubungan/rapport yang mendalam, mengakrabkan
diri dengan setting penelitian, dan memiliki sensitivitas yang kuat terhadap
bahasa dan gaya hidup partisipannya. Dengan melakukan aktivitas-
aktivitas tersebut, data yang diperoleh akan menggambarkan dengan tepat
tentang pengalaman hidup partisipan, yang dapat dikenali oleh partisipan
itu sendiri dan akan memiliki kredibilitas yang tinggi. Selanjutnya, penulis
harus menuliskan laporan hasil temuannya dengan penjelasan mendalam
tentang aspek-aspek dengan variabel dalam penelitian kulititatif yang
saling berkaitan dan interaksi dari berbagai aspek lainnya. Penyusunan

71
laporan tersebut menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian
kualitatif.
3. Member checks (kembali mendatangi partisipan setelah analisis data).
Dengan tujuan mengetahui sejauh mana data yang diperoleh peneliti sesuai
dengan informasi yang diberikan oleh informan (sumber data). Jika data
sudah sesuai maka data tersebut valid sehingga semakin dipercaya
(kredibel)
4. Triangulasi. Moleong berpendapat triangulasi dalam upaya pengujian
kredibilitas ini dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Moleong, 2012). Dalam
konteks penelitian ini, peneliti melakukan validiasi temuan sebanyak 3
proses yaitu :
a. Triangulasi sumber, dilakukan dengan membandingkan data yang
diperoleh pada beberapa sumber dalam waktu dan sumber berbeda.
b. Triangulasi proses, dilakukan dengan mengecek kembali data yang
diperoleh dari sumber data dengan cara atau proses yang berbeda.
c. Triangulasi waktu, ini perlu dilakukan karena akan mempengaruhi
kredibilitas data. Hal ini dilakukan dalam waktu dan situasi yang
berbeda karena informasi yang diberikan informan melalui wawancara
pada waktu pagi dan sore hari bisa berbeda dipengaruhi oleh suasana,
situasi dan kondisi informan itu sendiri. .

72
BAB IV
LAPORAN HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Laporan Hasil Penelitian


Program Adiwiyata merupakan program sekolah yang mewujudkan
sekolah berwawasan dan peduli lingkungan. Sekolah Adiwiyata atau sekolah
peduli lingkungan dan berbudaya lingkungan merupakan program yang dikelola
oleh kementerian lingkungan hidup saat ini. Selain itu, dalam mewujudkan
pengembangan pendidikan lingkungan hidup agar terciptanya pengetahuan dan
kesadaran warga sekolah, tentunya agar warga sekolah memiliki pemahan tentang
pelestarian lingkungan hidup yang jangkauannya lebih besar lagi ketika sudah
tertanam. Artinya, tidak hanya nanti akan dilakukan di sekolah saja tetapi juga
ketika menjalankan kehidupan dengan masyarakat luas. Penanaman karakter
melalui pembelajaran dalam memahami peduli lingkungan hidup merupakan
program dalam pendidikan karakter. Agar peserta didik mempunyai sikap
pengertian, sikap kesadaran, dan perilaku rasional dan bertanggung jawab
terhadap lingkungan alam sekitar. Cara membentuk karakter tersebut hanya satu
yaitu lewat pendidikan (Uno, 2013). Kepala sekolah menjelaskan bahwa sebagai
bentuk dari kepedulian terhadap lingkungan, SD Islam Fathia menanamkan
kepada peserta didik sejak dini untuk hidup selaras dan harmonis dengan keadaan
alam (CW. 01).
Pemaparan di atas disimpulkan bahwa dengan internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi sejak dini akan memberikan dampak dalam pembentukan karakter
peserta didik sebagai suatu upaya mencapai sebuah goals pendidikan. Maka
sangat tidak salah jika SD Fathia salah satu sekolah yang mendapatkan
penghargaan sekolah Adwiyata Nasional.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Proses Internalisasi Nilai-nilai Ekoliterasi

Gambar 4.1
Proses Internalisasi Nilai Ekoliterasi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap Data Lapangan menggunakan software
Nvivo (2020)

Pemaparan dalam bagian ini terdiri dari 3 (tiga) nodes (tema utama).
Semua nodes dalam peta analisis yang telah terbentuk dengan bantuan Nvivo
telah dijabarkan menjadi tema dalam narasi laporan ini. . Dipaparkan menjadi
tema secara narasi dalam narasi laporan ini. Adapun koding awal diperoleh
lebih dari 100 nodes untuk 4 rumusan masalah dalam penelitian ini yang telah
dianalisis jumlah tersebut merupakan jumlah keseluruhan dari awal penelitian
yang kemudian peneliti telaah kembali pada waktu proses penelitian dan
ternyata ditemukan beberapa tema yang bermakna sama, sampai pada tahap
akhir membuat narasi peneliti menyimpulkan tema mengenai Proses
Internalisasi Nilai-Nilai Ekoliterasi terdiri dari 3 nodes pokok yaitu (1)
Bagaimana proses internalisasi nilai ekoliterasi pada program Adiwiyata SD
Islam Fathia Kota Sukabumi; (2) Bagaimana proses belajar mengajar di kelas;
(3) Bagaimana belajar mengajar di luar kelas yang kemudian dijabarkan lagi.
Berikut ini adalah hasil analisis Nvivo tentang proses internalisasi nili-
nilai ekoliterasi

74
Gambar 4.2
Proses Internalisasi Nilai Ekoliterasi secara umum
Sumber: Olahan Peneliti terhadap Data Lapangan menggunakan software
Nvivo (2020)

Secara umum, hasil dari wawancara, studi dokumentasi dan


observasi diketahui bahwa dalam proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
di SD Islam Fathia Kota Sukabumi dilakukan melalui proses pembelajaran di
dalam kelas dan di luar kelas. Berikut penjelasan mengenai proses internalisasi
nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peserta didik di SD Islam
Fathia Kota Sukabumi melalui pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.
4.2.1.1 Belajar Mengajar di Dalam Kelas
Proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi yang dilakukan di dalam
kelas dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui penjelasan guru
dengan menggunakan media pembelajaran baik visual maupun audio
visual. Hal itu dapat dilihat pada tampilan NVivo berikut.

75
Visual
17%

Penjelasan
Audio Guru
Visual 58%
25%

Gambar 4.3
Persentase Cara Belajar-Mengajar di Kelas
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.3 di atas menjelaskan tentang penggunaan cara belajar-


mengajar untuk internalisasi nilai ekoliterasi di sekolah pada peserta didik.
Pada gambar tersebut ditemukan, penjelasan guru mendominasi dalam
proses belajar-mengajar tersebut, yakni sebanyaknya 58%. Dengan kata
lain, informan lebih banyak mendapatkan penjelasan guru dari pada
penggunaan media pembelajaran seperti visual (17%) dan audiovisual
(25%).
Maksud dari penjelasan guru disini adalah pemberian informasi
tentang bagaimana siklus kehidupan makhluk hidup satu sama lain saling
bergantung. Dan pentingnya menjaga lingkungan khususnya tumbuhan,
baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah karena manusia
memerlukan oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tumbuhan
melakukan fotosintesis dengan menyerap CO2 dan menghasil O2 yang
dilepas di atmosfer dan dimanfaatkan oleh hewan dan bakteri untuk
proses respirasi. Tumbuhan, hewan dan bakteri mengahsil CO2 yang mana
dari senyawanya menghasilkan energi. Hal tersebut diperjelas melalui
media visual agar peserta didik bisa memahami. Media visual yang
digunakan oleh guru dapat terlihat pada gambar 4.4 di bawah ini.

76
Gambar 4.4
Skema Siklus Daur Oksigen
Hal itu terjadi karena guru masih mempercayai penjelasan langsung
ke peserta didik lebih tepat sasaran dari pada menggunakan media
pembalajaran lainnya mengingat usia anak sekolah dasar memang masih
harus pendampingan. Penjelasan guru biasanya bersifat satu arah. Poin
penjelasan adalah tentang nilai dan sikap terhadap diri sendiri dan
lingkungan sekitar. Hal itu dibenarkan oleh salah seorang guru kelas,
“penyampaian pada awal pembelajaran diinformasikan tentang nilai dan
sikap, bahkan guru memberikan penjelasan untuk memulai kegiatan
dengan berdoa yang siswanya tak luput dari pandangan guru secara
seksama (CW 01).
Adapun penggunaan media pembelajaran seperti visual atau audio
visual dalam proses belajar-mengajar lebih mengarah kepada penguatan
penjelasan guru supaya dapat dipahami oleh peserta didik. Pada intinya,
guru masih memegang kendali dalam proses belajar-mengajar tersebut.
Konteks penggunaan media pelajaran tersebut dapat dilihat pada presentasi
NVivo berikut.

77
Gambar 4.5
Konteks Penggunaan Visual dan Audio-Visual
dalam Belajar Mengajar
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.4 di atas menjelaskan tentang konteks penggunaan media


pembelajaran berupa visual dan audio-visual dalam belajar mengajar.
Adapun alur penggunaan media pembelajaran tersebut diceritakan oleh
salah seorang guru Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), sebagai contoh
“Proses penginformasian yang pertama dari dokumentasi foto
dipresentasikan kepada anak-anak. Kedua diputarkan video biar siswa
menganalisis video dan foto tersebut. Setelah pesan dari media tersebut
sampai ke siswa, guru memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai nilai-
nilai kebaikan ekoliterasi.” Media sangat membantunya dalam
penyampaian materi praktik sholat kepada peserta didik, peserta didik
lebih semangat karena ada variasi seperti gambar dan suara dan hal
tersebut sangat meningkatkan motivasi siswa, pada akhirnya proses
pembelajaran tercapai sesuai kompetensi dasar yang ditetapkan, walaupun
dalam penggunaan media menuntut guru untuk bekerja lebih ekstra
perhatian kepada anak-anak mengingat usia sekolah dasar yang memiliki
rasa penasaran tinggi akan benda yang dilihatnya (CW 03.04). Itulah
sebabnya dalam pembelajaran hanya beberapa mata pelajaran yag lebih
intens menggunakan alat bantu pembelajaran, hal ini juga dipengaruhi
dengan kesiapan mental seorang guru dalam mensukseskan proses
belajar mengajar.
Hal tersebut juga dibenarkan juga oleh guru mata pelajaran muatan
lokal, bahwa dalam pembelajaran kerajinan tangan, atau pun kesenian
lainnya, sebenarnya menuntut kita untuk menggunakan alat bantu
pembelajaran namun tidak dapat dipungkiri bahwa guru harus super ekstra

78
dalam pengawasan seperti siswa yang berebut ingin duduk di barisan
depan, ada beberapa siswa yang kemudian fokusnya hanya pada meihat
layar dan mengabaikan apa yang harus dikerjakan. Itu sebabnya seorang
guru harus selalu belajar. Terlepas dari kendala tersebut seorang guru tetap
merasa terbantu dengan media tersebut minimal untuk menarik perhatian
awal siswa walaupun pada akhirnya arahan guru yang akan lebih dominan,
mengingat dalam pembelajaran motivasi belajarlah yang utama harus
ditumbuhkan (CW 05), pembelajaran akan dianggap gagal jika tidak ada
dorongan keinginan belajar dari siswa. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan media pembelajaran siswa akan miliki
motivasi yang lebih tingi. Tinggal bagaimana guru harus bekerja ekstra
dalam pendampingan.
4.2.1.2 Belajar-Mengajar di Luar Kelas

Penjelasann
Outing dan Guru
Outbond 45%
55%

Gambar 4.6
Belajar Mengajar di Luar Kelas
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.5 menjelaskan tentang proses internalisasi nilai-nilai


ekoliterasi melalui proses belajar mengajar di luar kelas SD Islam Fathia
Kota Sukabumi. Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumentasi dan
observasi, diketahui bahwa proses pembelajaran di luar kelas bentuknya
adalah penjelasan guru, outing class serta out bound.
Diketahui bahwa aktivitas yang dilakukan oleh guru saat
melaksanakan pembelajaran di luar kelas dengan memanfaatkan alam
sekitar atau lingkungan sekolah sebagai bahan pembelajaran. Hal ini

79
menurut guru PAI SD Islam Fathia Kota Sukabumi dapat memberikan
pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya manusia
memperlakukan alam. Siswa memiliki rasa hormat kepada alam (respect to
the nature) dengan menjaga dan merawat lingkungan, pembelajaran di luar
kelas ini memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman kepada siswa
agar siswa memiliki sikap yang baik terhadap alam, tidak merusak dan
selalu melihat alam sebagai bagian dari hidupnya di alam sekitar. Hal
tersebut, banyak diungkapkan oleh siswa. pada gambar hasil analisis
menggunakan software Nvivo, diketahui bahwa siswa sangat sering
berbicara tentang Lingkungan. Ini menunjukkan bahwa siswa tahu dan
paham tempat lingkungan di mana ia tinggal dan apa yang seharusnya ia
lakukan untuk menjaganya.
Seiring perkembangan zaman sekarang ini guru dituntut untuk
banyak melakukan inovasi-inovasi dalam pendidikan, selain dari guru
harus mampu memahami kondisi siswa, guru juga dituntut untuk kreatif
dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan sebab
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, tidak semua peserta didik
mampu mengikuti pembelajaran dengan baik.

Gambar 4.7
Keterkaitan siswa guru dan lingkungan
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Dalam mencapai tujuan perlu adanya keterkaitan antara guru,


materi, metode, peserta didik, dan strategi pembelajaran. Semua komponen
tersebut harus saling terkait satu sama lain dan juga saling mendukung

80
demi tercapainya tujuan pendidikan. Tercapainya tujuan pendidikan bisa di
ukur dengan hasil belajar yang meningkat dimana hal itu tidak terlepas
dari motivasi peserta didik maupun kreativitas guru dalam penyajian
pengajaran secara maksimal, dimana pembelajaran tidak harus dalam
situasi kelas (indor), karena sesungguhnya peserta didik dalam hal ini
sekolah dasar juga membutuhkan ruang gerak untuk bebas berekspresi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan dalam
kehidupan ini harus didesain agar bisa mendukung secara positif proses
belajar mengajar, dengan alasan sederhana bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan yang sangat cepat dan tentunya hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut.
Menurut Sapriya (2017) bahwa salah satu contoh mengintegrasi
pembelajaran lingkungan hidup dalam proses belajar mengajar bisa
melalui pembelajaran IPS yang dilakukan di luar kelas tema materinya
dapat mengkaji isu-isu permasalahan sosial, dalam pembelajaran IPS
terdapat isu lingkungan hidup misalnya yang berkaitan dengan eksploitasi
sumber daya manusia dan pengelolaan kekayaan bumi, tanah hutan dan
unsur lainnya, permasalahan tersebut seperti sampah, banjir, polusi udara,
dan pemanasan global. Dengan tema seperti ini akan mudah di temukan
oleh siswa di lingkungan sekitarnya dan dalam penyelesaiannya boleh
didampingi oleh keluarga, hal ini dapat memberi suasana berbeda kepada
siswa dan lebih dapat mengeksplor diri tanpa adanya rasa canggung berada
didekat guru, dan akan meningkatkan kedekatan peserta didik dengan
keluarga (CW. 06).
Dari pendapat tersebut dapat kita tarik benang merahnya bahwa
seorang guru haruslah banyak melakukan inovasi-inovasi dalam dunia
pendidikan, guru juga harus kreatif dalam menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan dan penuh semangat, guru harus mampu melihat
kondisi didalam kelas, apabila suasana kelas terlihat membosankan karena
pembelajaran yang dilakukan kebanyakan melalui metode ceramah maka
seorang guru harus di tuntut untuk memberika metode lainnya seperti
menggunakan gambar atau video, namun jika guru merasa hal tersebut

81
masih kurang maka bisa dengan karya wisata atau yang popular di kenal
dengan outing class, pembelajaran outing class dimaksudkan agar siswa
tidak merasa bosan dalam pembelajaran karena pembelajaran bisa
dilakukan di luar kelas (CW. 06).
Strategi outing class salah satunya bisa memberikan kesempatan
kepada peserta didik dalam penguasan materi dan pengalaman langsung
dalam rangka penguasaan materi sebanyak-banyaknya. Secara sadar atau
tidak pembelajaran di luar kelas memberi stimulus dalam menggali potensi
kecerdasan intelektual, spiritual dan kecerdasan emosional tentunya
dengan pendampingan dan pengarahan guru yang ketat (CW 01.03).
Pembelajaran tematik juga diajarkan di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi, dari hasil observasi awal di SD Islam Fathia Kota Sukabumi
sudah memberlakukan strategi belajar mengajar yang bervariasi salah
satunya menggunakan pembelajaran outing class, strategi untuk meng-
efektifkan dan meningkatkan semangat belajar kepada perserta didik
sehingga gurupun selalu di beri himbauan untuk lebih semangat dalam
berkreasi khususnya dalam hal proses belajar mengajar (CW. 01.07).
Guru matematika mengungkapkan bahwa dalam mindset masyarakat
umum begitupun peserta didik bahwa pelajaran matematika terkait
hitungan adalah salah satu mata pelajaran tersulit dan banyak ditakuti,
maka dari itu guru bidang studi matematika dituntut untuk membuat
suasana belajar menjadi lebih nyaman dengan berbagai metode sesuai
dengan umur peserta didik untuk kelas pemula berhitung bisa dimulai
dengan menyediakan media pembelajaran bermain congklak dengan
bermain congklak mindset peserta didik diarahkan ke permainan dan
pembelajaran berhitung secara tidak sadar akan terkesan menyenangkan
(CW. 08).
Kepala sekolah menjelaskan bahwa pada hari-hari besar seperti Hari
Anak Internasional peserta didik SD Islam Fathia Kota Sukabumi
melakukan kegiatan outing class kegiatan tersebut didesain sedemikian
rupa agar peserta didik dapat menerapkan beberapa perilaku yang baik
untuk pembentukan karakter positif, beriman, perilaku hidup sehat, dan

82
diselingi dengan permainan, menumbuhkan cinta tanah air dengan
meperkenalkan permainan tradisional, dan yang terpenting mendorong
sekolah menjadi sekolah ramah anak (CW 01).
Dari penjelasan di atas bahwa keberhasilan pembelajaran tidak harus
menuntut sekolah memiliki fasilitas yang lengkap. Dengan adanya metode
outing class guru bisa memanfaatkan lingkungan sekitar, tentunya tingkat
keberhasilannya ditentukan sejauh mana kreativitas guru dalam menguasai
dan proses belajar mengajar karena sepenuhnya menjadi tanggung jawab
seorang guru.

4.2.2 Strategi Penanaman Nilai

Gambar 4.8
Strategi Penanaman Nilai
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan
menggunakan Nvivo (2020)

Gambar 4.7 di atas menjelaskan bahwa strategi penanaman nilai


terbagi atas tiga bagian yaitu melalui integrasi mata pelajaran (5%),
pemberian teladan (11%) dan Pembiasaan (84%). Dalam penelitian ini
menjelaskan bagaimana pentingnya pembiasaan, penanaman nilai dan
habit. Pembiasaan perlu sekali dilakukan agar karakter peduli lingkungan
melekat dalam diri peserta didik karena pembiasaan juga merupakan ujung
tombak dari pendidikan karakter. Jika itu sudah terjadi maka di dalam
memelihara lingkungan menjadi sebuah kesadaran dengan sendirinya
karena disamping sudah tahu betapa pentingnya menjaga lingkungan juga

83
melakukan suatu perbuatan menjaga lingkungan salah satu contohnya
adalah seperti membuang sampah pada tempatnya dengan menempatkan
antara sampah organik dan non organik.
Pendidikan karakter adalah suatu istilah yang memberikan
penjelasan mengenai berbagai aspek pembelajaran bagi perkembangan
personal, yang meliputi penalaran moral atau pengembangan kognitif,
pembelajaran sosial dan emosional, dan pendidikan keterampilan hidup
yang dimulai dari pembelajaran di kelas, oleh karena itu SD Islam Fathia
sangat mengedepankan seorang guru harus menjadi teladan yang baik
untuk peserta didik karena apa yang didengar, dibaca, dan dilihat dalam
keseharian seseorang pasti akan memberi pengaruh, begitupun dalam
interaksi guru dan peserta didik.
Mengingat guru dipandang sebagai orang tua yang lebih dewasa oleh
para peserta didiknya, artinya peserta didik menilai guru sebagai contoh
dalam bertindak dan berperilaku, hal ini menuntut guru harus pandai
dalam menjaga sikap dan perilaku guna memberikan contoh yang baik.
Dengan konsep tersebut maka guru akan lebih berhati-hati dalam bersikap,
sehingga lebih bijak dari setiap tindakan yang akan diambil, hal ini berlaku
baik dalam proses belajar mengajar di kelas dan pembelajaran secara tidak
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Karena tidak jarang guru menemui
peserta didik yang bersikap tidak sopan hanya karena sebenarnya peserta
didik tidak mengetahuinya, atau bahkan mungkin mencontoh sikap yang
selama ini lumrah terjadi di sekolah. Selain memberi contoh perilaku yang
baik, sebagai guru kita juga perlu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menjadi seorang pemimpin. Contoh sederhanya bisa dengan
membuat tugas kelompok dan memastikan setiap anggota memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi ketua kelompok, sehingga semua
peserta didik bisa belajar jadi seorang pemimpin, tapi dengan catatan guru
harus melakukan pengawasan yang ketat dan mengevaluasi hal positif
yang bisa jadi pembelajaran siswa untuk memimpin lebih baik lagi, tidak
lupa memberi masukan yang sifatnya memotivasi untuk lebih
meningkatkan lagi kepercayaan diri siswa (CW. 01).

84
Strategi pembentukan karakter peduli lingkungan di SD Islam Fathia
Kotam Sukabumi melalui kegiatan belajar mengajar, kegiatan
ekstrakulikuler, budaya sekolah.
4.2.2.1 Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan melalui
kegiatan belajar mengajar di SD Islam Fathia Kota Sukabumi
Strategi terbagi menjadi dua pola, yaitu sebagai berikut:
a. Pertama, strategi pembentukkan karakter di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi peduli lingkungan, melalui muatan lokal pendidikan
lingkungan hidup (PLH) dan menjadi muatan lokal wajib dari kelas I
sampai kelas VI, dua jam pelajaran setiap minggu.
b. Kedua, strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi melalui pengintegrasian pada setiap
mata pelajaran dengan tematik, hal ini terlihat dalam rencana
pembelajaran (RPP).
4.2.2.2 Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan melalui
kegiatan ekstra kurikuler
Strategi pembentukan karakter melalui kegiatan pramuka dan
outbond di luar jam sekolah tentunya dalam rangka agar terbentuk karakter
peduli lingkungan melalui kegiatan tersebut.

4.2.2.3 Budaya sekolah (Pemberian Teladan, Menumbuhkan rasa malu,


tanggung jawab) di SD Islam Fathia Kota Sukabumi
Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan di SD Islam
Fathia Kota Sukabumi dengan budaya sekolah dilakukan melalui
kegiatan secara rutin sebagai bagian dari proses pembiasaan, keteladanan
kepala sekolah dan dewan guru, kegiatan spontan, serta pengkondisian
lingkungan.
a. Kegiatan rutin, pada proses penanaman dan pembentukan karakter
pada diri siswa melalui kegiatan pembiasaan atau rutin, bisa setiap
hari, mingguan, atau bulanan. Kegiatan rutin harian yang
dilaksanakan di SD Islam Fathia Kota Sukabumi yaitu piket harian
dikelas yang wajib dilakukan oleh peserta didik, agar tujuannya
menjaga dan membersihkan ruangan dan lingkungan kelas, serta

85
taman yang berada didepan kelasnya masing-masing. Selain itu,
kegiatan rutin mingguan, Jum’at bersih, kegiatan yang dilakukan
setiap hari Jum’at, biasanya jumat kedua atau ke empat. Kegiatan
rutin yang bersifat isidentil, kegiatan rutin yang biasa dilakukan dan
menyesuaikan waktu pada peringatan hari lingkungan hidup.
b. Kepala sekolah dan dewan guru harus menjadi teladan atau contoh
dalam membentuk karakter peduli lingkungan di SD Islam Fathia
Kota Sukabumi sebagai strategi.
c. Adanya sanksi yang diterima jika peserta didik tidak menjaga
lingkungan, misalnya ketika membuang sampah sembarangan yaitu
berupa denda.
d. Ajakan yang spontan yang dilakukan oleh kepala sekolah maupun
dewan guru sebagai suatu kebudayaan di sekolah, agar tetap menjaga
kebersiha di dalam lingkungan sekolah. Selain itu adanya perhatian
berupa larangan atau teguran dari kepala sekolah atau tenaga pendidik
ketika ada perilaku yang mencemari di lingkungan sekolah yang
mengotori atau merusak.
e. Menciptakan suatu kondisi yang menjadi budaya karakter peduli
lingkungan di SD Islam Fathia Kota Sukabumi meliputi, adanyan
sarana prasarana yang terdiri dari penyediaan tempat sampah, (daun,
kertas, dan plastik), adanya tempat cuci tangan di setiap kelas,
penyediaan toilet yang sesuai aturan jumlah siswa dan adanya air bersih
cukup, selain itu, peringatan penghematan energi lewat tulisan di dekat
sakelar listik, keran air dan sumber energi lainnya, adanya alat
kebersihan yang cukup dan tersedia di setiap kelas, ketersediaan
cadangan air, tempat komposing, majalah dinding terkait lingkungan
hidup, dan tulisan berupa baligho atau famplate yang berisikan ajakan
untuk menjaga lingkungan dan mencintai lingkungan di sekitar
lingkungan sekolah.
f. Pertemuan dengan orang tua ketika pembagain raport sebagai upaya
penguatan menjaga lingkungan tidak hanya pada peserta didik saja
tetapi orang tua di rumah perlu juga menjaga lingkungan agar peserta

86
didik tidak hanya menjaga lingkungan di sekolah saja tetapi ketika
berada di lingkungan rumah mereka juga.

4.2.2.4 Perilaku peduli lingkungan siswa SD Islam Fathia Kota Sukabumi


Perilaku peduli lingkungan yang tampak pada siswa SD Islam Fathia
Kota Sukabumi adalah suatu cerminan. Adapaun hal yang dapat diketahui
dari perilaku peduli lingkungan peserta didik oleh peneliti hasil dari
wawancara dan observasi yaitu:
a. Perilaku menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada
tempatnya yang nampak dan telah membudaya di lingkungannya.
Perilaku tersebut didukung oleh fasilitas yang telah disediakan oleh
sekolah seperti tempat sampah yang terbuat dari limbah yaitu tong
sampah bekas drum yang diperoleh dari para orangtua peserta didik
mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan air minum dalam
kemasan. Tempat sampah yang terbuat dari drum tersebut di tempatkan
di berbagai tempat di lingkungan sekolah hal itu dimaksudkan agar
setiap perserta didik dalam berinteraksi baik dengan sesama, maupun
dengan lingkungan atau alam yang ada di sekolah dan sekitarnya dapat
dengan mudah membuang sampah pada tempatnya. Hal yang
menggembirakan peserta didik SD Islam Fathia Kota Sukabumi
ternyata mereka bukan saja terbiasa membuang sampah di sekolah saja,
akan tetapi peserta didik sudah terbiasa membuang sampah pada
tempatnya di mana mereka berada seperti di rumah, di tempat mereka
bermain dengan teman-teman sebayanya di luar rumah, di mall ketika
peserta didik diajak berbelanja dan jalan-jalan oleh orangtuanya, dan di
tempat-tempat wisata ketika mereka mengadakan kegiataan study tour.
b. Perilaku memilah sampah organik dan non organik
Peserta didik SD Islam Fathia Kota Sukabumi selain telah memiliki
kebiasaan membuang sampah pada tempatnya baik di sekolah maupun
di luar sekolah, mereka juga terbiasa dalam memilih dan memilah
sampah organik dan non organik.
Sampah organik yang sudah terpisah pada tempatnya oleh peserta
didik dengan bimbingan guru dibuat menjadi pupuk organik yang

87
kemudian dimanfaatkan untuk memupuk tanaman yang ada di
sekolah terutama kebun, sawah. Di SD Islam Fathia tentang peduli
lingkungan bukan hanya peserta didiknya saja yang diberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku peduli terhadap
lingkungan, orangtuapun diberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang hal tersebut yang dimaksudkan agar pembelajaran lingkungan
hidup dapat berkesinambungan. Ada pun cara yang dilakukan oleh
sekolah terhadap orang tua peserta didik yaitu melalui kegiatan hasta
karya yang melibatkan orang tua dilaksanakan di tempat khusus yaitu
tempat yang disebut bank sampah sebagai tempat berkarya peserta
didik. Sedangkan untuk sampah non organik di tempat bank sampah
seperti sampah botol minuman yang terbuat dari plastik dibuakan
untuk media menanam tumbuhan seperti tumbuhan sayur dan bunga,
selain itu juga dibuatkan hasta karya ecobreak yaitu dalam bentuk
kursi dan meja yang terbuat dari kumpulan bekas botol minuman
yang kemudian digunakan oleh peserta didik dan guru yang
ditempatkan di taman-taman sekolah sebagai tempat beritirahat bagi
orangtua peserta didik dan tamu yang berkunjung ke sekolah.
c. Mengurangi penggunaan plastik
Penggunaan plastik sebagai tempat atau wadah memang sudah
saatnya dikurangi bahkan tidak digunakan lagi sebagai tempat atau
wadah. Di SD Islam Fathia Kota Sukabumi dalam hal ini para peserta
didiknya tidak diperkenankan membawa makanan dengan
menggunakan tempat atau wadah yang terbuat dari plastik sekali
pakai. Peserta didik terbiasa membawa makanan khususnya dari
rumah dengan menggunakan tempat atau wadah sekalipun dari bahan
plastik namun dapat digunakan secara berulang-ulang, dan yang
menarik penggunaan bahan plastik yang dapat digunakan secara
berulang-ulang sebagai tempat atau wadah makanan yang dibawa
peserta didik ke sekolah ini terbuat dari bahan plastik yang
mempunyai kualitas baik dan ramah lingkungan. Pengetahuan ini
diperoleh peserta didik dan orang tua dari sekolah, yaitu sekolah

88
memberikan pengetahuan tentang penggunaan bahan plastik yang
berbahaya dan tidak berbahaya sebagai tempat atau wadah minuman
dan makanan. Dalam hal ini pihak sekolah mewajibkan kepada guru
PLH untuk memberikan pencerahan kepada setiap orangtua peserta
didik terutama bagi orangtua yang baru memasukkan anaknya sebagai
peserta didik baru di SD Islam Fathia Sukabumi. Ada pun cara yang
dilakukan oleh sekolah untuk memberikan pencerahan tentang peduli
lingkungan hidup kepada para orangtua peserta didik baru dilakukan
pada saat acara rapat dan silaturahim sekolah dan orangtua. Adapun
bahan informasi yang disampaikannya seperti mengenalkan kode atau
simbol yang terdapat pada tempat atau wadah minuman dan makan
yang dapat digunakannya. Kode atau simbol tersebut seperti:

1. PET atau PETE (Polyethylene Etilen Terephalate)


Biasa dipakai untuk botol plastik, berwarna jernih/
transparan/tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus,
wadah makanan dan hampir semua botol minuman lainnya. Botol
jenis PET/PETE ini direkomendasikan hanya sekali pakai. Bila
terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air
hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada
botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker) dalam jangka panjang.
2. HDPE (High Density Polyethylene)
Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu,
tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan lain-lain. Botol
plastik jenis HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras,
buram dan lebih tahan lama terhadap suhu tinggi. Merupakan salah

89
satu bahan plastik yang aman untuk digunakan karena kemampuan
untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan
HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya. Sama seperti
PET, HDPE juga direkomendasikan hanya sekali pakai pemakaian
karena pelepasan senyawa anti monitrioksida terus meningkat
seiring waktu. Jenis ini juga dapat digunakan kembali untuk bahan
lantai ubin, drainase, botol HDPE baru, pipa, dan lain-lain.
3. PVC (Polyvinyl Chloride)
Ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-
botol. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang
dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati
dan berat badan. Bahan ini mengandung klorin dan akan
mengeluarkan racun jika dibakar. PVC tidak boleh digunakan dalam
menyiapkan makanan atau kemasan makanan. Bahan ini juga dapat
diolah kembali menjadi mudflaps, panel, tikar, dan lain-lain.PVC
mengandung DEHA (diethylhydroxylamine) yang berbahaya bagi
tubuh, biasanya bahan ini bereaksi dengan makanan yang dikemas
dengan plastik berbahan PVC ini. DEHA ini bisa lumer pada suhu–
15°C.
4. LDPE (Low Density Polyethylene)
LDPE (low density polyethylene) yaitu plastik tipe cokelat
(thermoplastic/dibuat dari minyak bumi), biasa dipakai untuk tempat
makanan, plastik kemasan, botol-botol yang lembek, pakaian, mebel,
dan lain-lain. Sifat mekanis jenis LDPE ini adalah kuat, tembus
pandang, Fleksibel dan permukaan agak berlemak, pada suhu 60
derajat sangat resisten terhadap reaksi kimia, daya proteksi terhadap
uap air tergolong baik, dapat didaur ulang serta baik untuk barang-
barang yang memerlukan fleksibelitas tapi kuat. Barang berbahan
LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang
dikemas dengan bahan ini. LDPE, dapat didaur ulang dengan banyak
cara.

90
5. PP (polypropylene)
Karakteristik bahan plastik ini adalah biasa botol transparan yang
tidak jernih atau berawan. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan
daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak,
stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Jenis PP
(polypropylene) ini adalah pilihan bahan plastik terbaik, terutama
untuk tempat makanan dan minuman seperti tempat menyimpan
makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
Disarankan kepada orangtua untuk memperhatikan dan
menggunakan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik
untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman. PP
dapat diolah kembali menjadi garpu, sapu, nampan, dan lain-lain.
6. PS (Polystyrene)
Biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum
sekali pakai, dan lain-lain. Polystyrene merupakan polimer aromatik
yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika
makanan tersebut bersentuhan. Selain tempat makanan, styrene juga
bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan dan bahan
konstruksi gedung.
Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan
otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat
pada masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, juga
karena bahan ini sulit didaur ulang. Pun bila didaur ulang, bahan ini
memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. Bahan ini dapat
dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka
tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara
dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar,
bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan
meninggalkan jelaga. Mengandung benzene, suatu zat penyebab
kanker dan tidak boleh dibakar. Bahan ini diolah kembali menjadi
isolasi, kemasan, pabrik tempat tidur, dan lain-lain.
7. OTHER (Polycarbonate)

91
Bahan untuk jenis plastik 7 Other ini ada 4 macam, yaitu:
1) SAN, styreneacrylonitrile, 2) ABS, acrylonitrile butadiene
styrene, 3) PC, polycarbonate, 4) Nylon. Dapat ditemukan pada
tempat makanan dan minuman seperti botol minum olahraga, suku
cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat
elektronik, dan plastik kemasan.
SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia
dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah
ditingkatkan. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus
termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan
ABS biasanya digunakan sebagai bahan mainan lego dan pipa.
Merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk
digunakan dalam kemasan makanan ataupun minuman. PC atau
nama Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas
anak batita (sippy cup), botol minum polikarbonat, dan kaleng
kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. PC
Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam
makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon,
kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma, dan
mengubah fungsi imunitas. Dianjurkan tidak digunakan untuk
tempat makanan ataupun minuman.
Dengan menyampaikan informasi seperti di atas kepada orangtua
peserta didik dengan demikian usaha sekolah untuk mengurangi
penggunaan bahan plastik dapat diminalisisr bahkan ditiadakan atau
tidak digunakan khususnya untuk menuman dan makanan yang
dibawa ke sekolah.
d. Perilaku merawat tumbuhan yang berada di sekitar lingkungan SD
Islam Fathia Kota Sukabumi, merupakan perilaku peduli terhadap
lingkungan.
e. Kebiasan buang hajat kecil atau besar di toilet sebagai bagian dari
perilaku para siswa SD Islam Fathia Kota Sukabumi dalam
menjaga kebersihan.

92
f. Kebiasaan mengerjakan piket harian yang sudah terjadwal pada
setiap individu peserta didik agar tetap menjaga lingkungan
sekolah juga di dalam kelasnya agar mereka belajar nyaman dan
indah.
g. Penggunaan energi secukupnya, misalnya menggunakan air, listrik
dengan hemat di SD Islam Fathia Kota Sukabumi.
Hasil temuan memberikan penjelasan bahwa strategi penanaman
nilai dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi, ternyata dapat dilaksanakan dengan murah,
meriah namun efisien dalam implementasinya. Pembiasaan atas sesuatu
akan melahirkan persepsi yang ringan terhadap satu pekerjaan atau atau
tugas yang dibebankan kepada siswa. Artinya membetuk karakter positif
tertentu, haruslah diawali dengan sesuatu yang kecil namun sering diulang
untuk dilaksanakan.
SD Islam Fathia Kota Sukabumi juga memiliki kebiasaan harian
yang disebut daily writing. Yaitu dimana peserta didik menuliskan
kegiatan yang dialaminya sehari-hari. Selain dapat mengeksplor
pikirannya juga dalam melatih berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kegiatan di luar kelas lainnya yang dilakukan di SD Islam Fathia
Kota Sukabumi adalah farming (bertani). Tujuan dari kegiatan farming
adalah supaya peserta didik mencitai lingkungannya dengan cara merawat
lingkungan dan rasa memiliki dengan baik.
Pendidikan karakter menjelasan mengenai berbagai aspek
pembelajaran bagi perkembangan setiap individu, melalui penalaran atau
kognitif, pembelajaran sosial dan emosional, dan pendidikan keterampilan
hidup yang dimulai dari pembelajaran di kelas, oleh karena itu SD Islam
Fathia Kota Sukabumi sangat mengedepankan seorang guru harus menjadi
teladan yang baik untuk peserta didik karena apa yang didengar, dibaca,
dan dilihat dalam keseharian seseorang pasti akan memberi pengaruh,
begitupun dalam interaksi guru dan peserta didik hal ini bisa dilihat dalam
gambar di bawah ini.

93
Gambar 4.9
Strategi Penanaman Nilai
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
NVivo 12 (2020)

Gambar 4.8 merupakan diagram hirakis atau disebut juga Tree Map,
dapat dilihat sikap partisipan yang paling dominan terhadap internalisasi
nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan di SD
Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi. Internalisasi dibagi ke dalam
proses internalisasi nilai-nilai melalui proses pembelajaran di dalam kelas
dengan arahan (penjelasan) guru menggunakan media audio visual dan
media visual dan pembelajaran di luar kelas dengan metode pebelajaran
outbond dan outing class yang tidak lepas dengan arahan (penjelasan)
guru; strategi internalisasi nilai melalui pengintegrasian mata pelajaran,
pembiasaan, pemberian teladan; faktor pendukung dari komitmen
lembaga dan program adiwiyata (sekolah berbudaya lingkungan) dan
faktor penghambat yaitu kurangnya kemampuan guru dalam teknis dan
dukungan orang orang tua; serta nilai-nilai ekoliterasi yang dimiliki yaitu
empati, sadar lingkungan, menjaga diri melalui budaya Islami
Mengingat guru dipandang sebagai orang tua yang lebih dewasa oleh
para peserta didiknya, artinya guru dinilai sebagai contoh dalam setiap
perilakunya. Hal tersebut menjadi tuntutan bagi guru untuk terus berbuat
baik agar menjadi tauladan bagi peserta didik. Selain memberi contoh
perilaku yang baik, sebagai guru juga perlu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menjadi seorang pemimpin. Contoh paling
sederhana memastikan setiap anggota memiliki kesempatan yang sama

94
untuk menjadi ketua kelompok, sehingga semua siswa bisa belajar jadi
seorang pemimpin, dengan catatan guru harus melakukan pengawasan
yang ketat dan mengevaluasi hal positif yang bisa jadi pembelajaran siswa
untuk memimpin lebih baik lagi, tidak lupa memberi masukan yang
sifatnya memotivasi untuk lebih meningkatkan lagi kepercayaan diri siswa
(CW. 04).
Beliau selalu mengingatkan kepada peserta didiknya bahwa
lingkungan yang bersih akan melahirkan jiwa-jiwa yang sehat. Dalam
agama pun sudah diajarkan, kebersihan sebagian dari iman. Namun tetap
saja sejumlah siswa ada tidak acuh atau masa bodoh dalam menjaga
lingkungannya. Mereka tak peduli bahwasannya tindakan membuang
sampah sembarangan sangatlah tidak terpuji. Bisa dilihat dampaknya,
lingkungan menjadi kotor, tak enak dipandang, tidak mungkin menjadi
biang penyakit. Diharapkan, saat guru memberi contoh yang baik, maka
siswa akan malu jika tidak mengikutinya. Penumbuhan rasa malu ini akan
mengantarkan siswa pada kesadaran bahwa lingkungan bersih adalah
kebutuhan bersama (CW. 04).
Strategi internalisasi nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan peserta didik SD Islam Fathia Kota Sukabumi
dilaksanakan melalui proses pembudayaan sebagaimana yang telah
digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional
yang berlangsung yaitu: (1) sekolah, (2) keluarga, dan (3) masyarakat.
Proses pembudayaan tersebut dilaksanakan dengan mengacu kepada 4
pilar pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yaitu belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan (learning to do),
belajar menjadi (learning to be), dan belajar dengan bekerjasama (learning
to live together) melalui pendekatan yang digunakan yakni intervensi
(penjelasan) guru dan pembiasaan (habituasi).
Penjelasan dan pembiasaan yang baik ini diharapkan akan membawa
kesadaran bersama bahwa siswa yang tidak memahami penjelasan guru
dengan tidak terbiasa hidup bersih, akan merasa risih atau gelisah, dan

95
berujung malu jika masih memiliki kebiasaan yang buruk dalam menjaga
lingkungan
Dalam pembelajaran dikembangkan sesuai dengan rancangan yang
telah terstruktur untuk mencapai pembentukan karakter seperti
pembentukan karakter peduli lingkungan melalui pelajaran muatan lokal
PLH dan wajib diajarkan dari kelas satu (I) sampai enam (VI) dengan
alokasi waktu 2 jam tiap minggunya. Diciptakannya situasi dan kondisi
rasa malu untuk peduli lingkungan, yang memungkinkan peserta didik di
sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat, terbiasa dalam menjaga
lingkungannya.

Gambar 4.10
Contoh Strategi Penanaman Nilai
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.9 di atas menjelaskan bagaimana cara menjaga lingkungan


dengan baik dan benar di antaranya ialah melakukan pembiasaan
membuang sampah pada tempatnya, tidak menyakiti hewan, tidak merusak
tanaman, dan berusaha melestarikannya dengan penanaman ulang, hal
tersebut bisa di kaitkan langsung dengan mata pelajaran.
Senada dengan itu guru bidang studi IPA memaparkan bahwa di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi menerapkan pendidikan lingkungan hidup,
untuk kelas III diajarkan bagaiman membedakan sampah organik dan non
organik, untuk kelas IV dan V bagaimana bisa membuat sampah plastik
menjadi kerajinan tangan bekerjasama dengan guru muatan lokal, peserta
diidk kelas VI juga diharapkan sudah mampu membedakan plastik,
manfaatnya dampak buruk plastik secara luas, dan ketika ada hari-hari

96
besar terkait dengan lingkungan maka peserta didik dibuatkan program
agar bisa turut berpartisipasi pada moment tersebut misalnya pada hari
HMPI (Hari Menanam Pohon Indonesia), peserta didik terlibat secara
langsung di sekolah melakukan perawatan dan penanaman pohon dalam
skala kecil, dan hal ini bisa dikaitkan dengan mata pelajaran IPA (CW 09).
Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik, sekolah
juga membentuk duta atau perwakilan dari tiap-tiap kelas untuk menjadi
duta sampah. Hal senada juga disampaikan oleh petugas Cleaning Service
yang menyatakan bahwa dengan adanya pengelolaan sampah yang tepat
bisa membentuk karakter siswa cinta akan kebersihan, meningkatkan rasa
malu dan tanggung jawab minimal dengan sampah dari bekas jajan peserta
didik sendiri sudah ditempatkan pada tempatnya (CW 10).
Dari beberapa hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
guru bidang studi dan stakeholder lainnya saling bekerjasama demi
mewujudkan peserta didik yang cerdas dari segi keilmuan dan juga
kepribadian, misalnya dengan tema sampah pada mata pelajaran IPA
peserta didik bisa membedakan plastik sampai pada manfaatnya, pada
pelajaran muatan lokal peserta didik diajarkan kerajinan tangan, dan pada
pembelajaran Agama peserta didik bisa mengimplementasi mengenai tori
“bersih sebagaian dari iman” dan meningkatkan rasa malu dan tanggung
jawab atas sampah yang telah dibuatnya. Namun hal tersebut tidak akan
berhasil jika gurunya tidak menanamkannya pada kehidupan sehari-hari
guru tersebut. Karena sebuah habit itu terbentuk dari seberapa besar
tingkat keseringannya melakukan hal yang sama.
Guru berfungsi sebagai penggerak pertama dan memberikan
penjelasan pada para peserta didik untuk melakukan pembiasaan-
pembiasaan secara rutin dan terus menerus sesuai program sekolah yang
sedang dijalankan. Agar peserta didik disiplin dan malu jika tidak peduli
lingkungan, dalam menjalankan segala pembiasaan baik yang diajarkan
oleh guru maka sebagai pendidik harus berperan secara aktif dalam
mewujudkan hal tersebut.

97
Dalam menanamkan nilai peduli lingkungan para guru juga
membudayakan kegiatan rutin harian yaitu piket kelas, kegiatan mingguan
yaitu Jum’at bersih, serta kegiatan setiap tahun peringatan HPSN. Peran
guru dalam hal ini memberikan dorongan serta mendisiplinkan peserta
didik agar terus membudayakan budaya sekolah tersebut agar tertanamkan
dalam diri karakter peduli lingkungan.
Guru senantiasa memberikan sikap keteladanan yang dapat dicontoh
oleh peserta didiknya. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah SD
Islam Fathia Kota Sukabumi bahwa strategi yang digunakan itu tidaklah
sama antara guru 1 dengan guru yang lainnya. Menurut beliau yang paling
efektif selama ini dengan menggunakan metode keteladanan, bukan hanya
perintah dan himbauan akan tetapi melalui contoh secara nyata (CW 01).
Sehingga melalui keteladanan peserta didik tidak merasa dipaksa oleh guru
untuk melakukan suatu hal yang guru inginkan. Peserta diidk dapat secara
langsung mencontoh tindakan guru secara nyata melalui keteladanan
tersebut. Seperti hasil observasi peneliti saat di lapangan ketika terdapat
sebuah sampah di depan ruang UKS saat pendidik melihat, langsung
bertindak mengambil sampah tersebut. Hal tersebut dapat menjadi contoh
kepada para peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan sekitar.
Selain pembiasaan dan keteladanan, juga ada hukuman/ sanksi
(punishment) yang dilakukan sekolah untuk menumbuhan rasa malu
kepada peserta didik, pemberian sanksi yang memberikan edukasi
contohnya seperti kalau membuang sampah sembarangan atau sisa
makanan jatuh berceceran di lantai maka tempat tersebut menjadi kotor
jadi kita menyuruh siswa tersebut membersihkan tempat yang dikotorinya
itu tadi (CW01).
Tak hanya hal tersebut di atas saja yang dilakukan oleh guru
dalam menanamkan nilai kepedulian pada lingkungan. Diungkap oleh bu
Siti Nurjanah sebagai guru kelas V Al Hawarizmi bahwa ada kesepakatan
hasil pemikiran dengan peserta di kelas berkaitan ketidak disiplinan
peserta didik di dalam kelas, yakni adanya sangsi berupa uang denda yang

98
dikumpulan yang akan dipergunakan untuk keperluan kelas itu sendiri
seperti photo copi lembar kerja siswa .
Pernyataan guru di atas adalah merupakan salah satu bentuk
menerapkan suatu peraturan yang dibuat untuk skala kelas yang dibuat dan
disepakati oleh pendidik dan peserta didik yang sifatnya untuk
mendisiplinkan agar peserta didik bisa mematuhi tata tertib yang sudah
disepakati.
Dikarenakan SD Islam Fathia Kota Sukabumi merupakan sekolah
Adiwiyata, dalam hal ini mengelola sarana pendukung sekolah ramah
lingkungan senantiasa memanfaatkan sampah-sampah anorganik yang
terkumpul di sekolah untuk didaur ulang seperti botol plastik yang
difungsikan menjadi botol pot gantung untuk tanaman. Hal ini sangat
terlihat penumbuhan rasa malu dan rasa tanggung jawab akan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki karakter peduli terhadap
lingkungan.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa strategi yang digunakan di
SD Islam Fathia dalam menanamkan pendidikan karakter peduli
lingkungan pada peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar, budaya
sekolah, keteladanan dan pembiasaan, menggunakan metode reward dan
punishment, peraturan yang dibuat untuk skala kelas, serta mengajak
peserta didik untuk melakukan kegiatan 3R yakni reduce (mengurangi
sampah), reuse (menggunakan kembali), dan recyle (mendaur ulang
sampah).

4.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat


Proses penanaman nilai ekoliterasi untuk membentuk karakter
peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi tidak terlepas dari faktor
pendukung dan penghambat. Gambaran umum hasil analisis software
Nvivo terhadap faktor pendukung dan penghambat ini, berikut gambarnya.

99
Gambar 4.11
Faktor Pendukung dan Penghambat proses internalisasi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan Nvivo
(2020)

Secara rinci, uraiannya dibahas pada penjelasan di bawah ini.


4.2.3.1 Faktor Pendukung

Program
Adiwiyata
25%

Komitmen
75%

Gambar 4.12
Faktor Pendukung proses internalisasi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Dari gambar di atas bisa dipahami bahwa dengan adanya visi dan
misi sekolah serta program adiwiyata sangat mendukung dalam upaya
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi kepada peserta didik dalam pembentukan
karakter peduli lingkungan. Faktor pendukung yakni komitmen lembaga
didalamnya ada visi dan misi sekolah sebesar 75% dan program adiwiyata
sebesar 25%.

100
Faktor pendukung di antaranya visi dan misi sekolah SD Islam
Fathia yakni lembaga pendidikan yang mampu menjadikan generasi unggul
berdasarkan Al-quran dan Assunnah, dengan Misi membentuk karakter anak
yang dapat memahami dan mengaplikasikan nilai keislaman, cerdas,
dinamis dan berwawasan lingkungan. Serta mempersiapkan anak didik
dengan pengetahuan dan keterampilan agar memiliki Basic Skill, Life Skill
and Spiritual Skill, serta program adiwiyata dari Kementerian Lingkungan
Hidup yang terus melakukan pendampingan untuk melibatkan seluruh
stakeholder dapat bekerjasama dengan baik dan didukung dengan fasilitas
dan lingkungan sekolah sebagai wadah belajar mengajar yang cukup
lengkap di antaranya: (1) Ruang belajar yang bernuansa alam, (2) Ruang
Perpustakaan, (3) Lab Komputer, (4) Ruang UKS, (5) Lapangan Olahraga,
(6) Mushollah, (6) Kolam Renang, (7) Saung Makan, (8) Ruang TU, (9)
Fish Gardeb, (10) Gedung Serbaguna, (11) Outbond Zone, (12) Medical
Herbs Area, (13) Camping Ground, (14) Pets Zone, (15) Water Life Zone,
(16) Gazebo, (17) Sands Area, dan (18) Garden dan (19) rice fields (CW
01).
Seperti yang kita ketahui program Adiwiyata (berbudaya
lingkungan) merupakan program kementrian negara lingkungan hidup yang
memiliki tujuan terciptanya pengetahuan serta kesadaran warga sekolah
dalam pelestarian lingkungan hidup. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 pada tahun 2013, menyatakan bahwa sekolah
adiwiyata merupakan sekolah yang peduli serta berbudaya lingkungan
(Permen LH, 2013). Sekolah adiwiyata merupakan program pemerintah
untuk mewujudkan kepedulian dan budaya lingkungan seluruh warga
sekolah. Untuk mewujudkan sekolah adiwiyata yang berbudaya lingkungan
diperlukan beberapa aspek yakni pengembangan kebijakan, kurikulum,
sarana prasarana yang berbasis lingkungan.
Komite Sekolah bahwa Sekolah Alam Fathia Kota Sukabumi
merupakan sekolah yang memiliki fasilitas lengkap di daerah Kota tersebut,
di sini selain fasilitas Guru yang lengkap, tidak kalah pula dengan fasilitas
yang diperuntukkan untuk menunjang proses belajar peserta didik tentunya

101
hal ini, menariknya konsepnya di desain sebagai sekolah ramah lingkungan
tentunya hal ini didukung dari adiwiyata sebagai program pemerintah baik
dari gagasan maupun finansial, dan sebagai sekolah adiwiyata kita memiliki
tujuan secara umum mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli serta juga
berbudaya dalam lingkungan hidup dengan menciptakan kondisi yang lebih
baik agar sekolah menjadi wadah pembelajaran serta juga penyadaran untuk
seluruh stakeholder sekolah, diantanya: peserta didik, guru, orang tua/wali
murid, dan juga masyarakat demi terciptanya pelestarian lingkungan hidup
baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat. selain dari
fasilitas yang lengkap terdapat juga juknis yang jelas dalam pelaksanaan
program adiwiyata yang mudah dipahami dan terkontrol dari atas sampai
kebawah begitupun dalam pengevaluasian program adiwiyata (CW. 02. 07).
Senada dengan hal tersebut, Komite sekolah SD Fathia memaparkan
bahwa keunggulan dari sekolah Fathia sangat dapat dirasakan dari segi
dukungan fasilitas yang menarik seperti desain ruang kelas yang bernuansa
lingkungan begitupun dalam pembelajaran di luar kelas dilengkapi dengan
fasilitas seperti Outbond Zone, Camping Ground, Pets Zone, Water Life
Zone, Sands Area, Gazebo dan lain sebagainya (CW. 02).
Adapun dalam pengembangan kurikulum berbasis karakter, SD
Islam Fathia menanamkan nilai-nilai Fathia kepada peserta didiknya seperti
yang di jelaskan Ibu NR bahwa ada nilai-nilai Fathia yang sejak dini
berusaha ditanamkan kepada peserta didik sebagai berikut: (1) Faith
/Spiritual yaitu Cinta Allah, Rosul, Alqur’an, (2) Akhlaq yaitu Jujur,
Santun, Cinta Lingkungan, (3) Trust/Amanah yaitu Tanggung Jawab,
Memimpin, Amanah, (4) Helpful/Penolong yaitu berbagi, empati, (5)
Advance yaitu Cerdas, Dinamis, Non Stop Learning (CW. 03).

4.2.3.2 Faktor Penghambat


Dalam rangka pelestarian lingkungan, diperlukan keterlibatan oleh
semua komponen masyarakat, agar bisa mewujudkan sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan, tentunya warga sekolah dan masyarakat sekitar
perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup

102
dan melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi
warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya.

Guru
Kurangnya
kurang
Dukungan
Terampil
Orangtua
50%
50%

Gambar 4.13
Faktor Penghambat proses internalisasi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Dari gambar 4.11 di atas dapat dipahami bahwa pada sekolah SD


Islam Fathiah masih ada 50 % guru dari jumlah keseluruhan yang kurang
terampil terkait juknis sekolah, begitupun mengenai keterlibatan orang tua
masih ada 50% orangtua yang belum memahami akan tugas dan tanggung
jawabnya dalam menyukseskan program sekolah.
Berkaitan dengan faktor kendala guru, dikarenakan banyaknya guru
yang belum paham teknis melakukan internalisiasi nilai-nilai ekoliterasi
pada siswa sehingga dapat terlihat 50% guru menjadi kendala dalam
melakukan internalisasi nilai-nilai ekoliterasi. Hal itu terjadi, pertama; guru-
guru sangat terpaku pada target pencapaian kurikukum, kurangnya
pengetahuan dan pemahaman, sikap, juga tanggung jawab dalam
mengimplementasikan pendidikan lingkungan hidup yang sudah
dimasukkan ke dalam setiap mata pelajaran. Untuk menyelesaikan
permasalahan itu tentunya perlu pembenahan berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Pengintegrasian pendidikan karakter pada
seluruh mata pelajaran merupakan sebuah inovasi yang langsung
bersentuhan dengan peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah

103
yang akan dilaksanakan oleh guru mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Kaitannya dengan faktor penghambat kurangnya dukungan orang tua
sebesar 50% menurut Pak AN berdasarkan hasil wawancara, beliau selalu
menghimbau secara terus menerus, juga senantiasa mensosialisasikan
kegiatan yang berkaitan program adiwiyata (sekolah berbudaya
lingkungan), dan mengajak orang tua untuk bekerjasama dalam memberikan
contoh peduli lingkungan di lingkungan keluarga (rumah). Begitupun
dengan pendekatan pada siswa penting dilakukan guna mendapatkan
support dari semua pihak, agar adanya kesepakatan bahwa sekolah tersebut
benar-benar sekolah yang berwawasan lingkungan tidak hanya sekedar
program yang bersampul (CW. 02). Dengan adanya dukungan dan peran
aktif keterlibatan orang tua dalam membantu melaksaksanakan pendidikan
di lingkungan keluarga tentunya akan mewujudkan tujuan pembelajaran
pendidikan karakter berkaitan dengan peduli lingkungan khususnya.
Agar lingkungan tetap terjaga dan lestari, tentunya harus ada
kerjasama dari berbagai pihak demi tewujudnya lingkungan hidup yang
baik. Artinya ada banyak komponen yang harus terlibat, baik peserta didik,
guru, warga sekolah juga masyarkat. Hal tersebut sebagai upaya support
dari semua pihak agar adanya kesepakatan bahwa sekolah tersebut
berwawasan lingkungan.
Program Adiwiyata bertujuan untuk menciptakan kondisi lebih baik
yang di mana guru, siswa dan masyarakat serta seluruh anggota stakeholder
sekolah memahami bahwa sekolah selain menjadi tempat belajar mengajar
dan penyadaran akan rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk upaya
penyelamatan lingkungan khususnya lingkungan sekolah dan sekitarnya.
Berdasarkan wawancara, studi dokumentasi dan observasi,
ditemukan bahwa ada dua faktor besar yang menjadi penghambat
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peserta didik
di SD Islam Fathia Kota Sukabumi. Hal tersebut terlihat dalam gambar 4.11,
adalah guru yang kompeten dan kurangnya dukungan orang tua. Hasil
tersebut didapatkan setelah peneliti melakukan analisis data dengan

104
menggunakan software Nvivo.
1. Guru yang kompeten.
Untuk mempertahankan sekolah berbasis lingkungan hidup tentunya guru
harus memberikan secara lebih tenaga dan pikiran bagaimana menjaga
lingkungan sekolah, membangun dan mempertahankan kinerja komite
sekolah dalam menyukseskan terwujudnya sekolah ramah lingkungan.
Kepala sekolah sebagai ujung tombak harus memikirkan solusi agar para
pendidik terus memiliki semangat dan dorongan untuk terus kreatif
dalam proses pembalajaran di mana selain mengajar pendidik juga
memiliki beberapa pekerjaan administrasi yang harus diselesaikan, dan
yang kedua tidak semua orang tua murid memiliki kesadaran dan ilmu
yang cukup akan pentingnya melibatkan anak. Maka dapat dipahami
bahwa keberadaan pendidik yang kompeten dalam mengajarkan nilai-
nilai ekoliterasi melalui pembelajaran, baik di dalam atau di luar kelas
menjadi penting.
2. Dukungan masyarakat dan instansi lainnya yang masih dianggap kurang.
Perlu dipahami bahwa sekolah adiwiyata bukanlah sebuah ajang
perlombaan, melainkan penghargaan. Seharusnya Adiwiyata diberikan
kepada sekolah yang mampu menjaga lingkungannya.
Senada dengan itu Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa kita yang
berprofesi dalam dunia pendidikan tidak dapat dipungkiri, bahwa sekolah
SD Islam Fathia Kota Sukabumi memang telah mendapatkan penghargaan
Adiwiyata namun bukan berarti hanya sampai di situ, justru kita punya PR
tambahan yang terpenting yaitu bagaimana mempertahan semangat seluruh
stakeholder sekolah, dan membangun semangat masyarakat dan itu adalah
bukan tantangan yang mudah (CW 01).

4.2.4 Nilai-nilai Ekoliterasi Yang dimiliki Peserta didik


Proses internalisasi dimulai dari tahap tranformasi nilai diperoleh
siswa ketika mereka mendengar secara langsung guru mereka
menginformasikan kebaikan dari nilai-nilai karakter dan keburukannya
apabila tidak memiliki nilai-nilai katakter tersebut. Berdasarkan hasil

105
wawancara yang dilakukan kepada responden (informan) menunjukkan
bahwa secara berbeda-beda memaknai nilai-nilai karakter yang disampaikan
oleh guru mereka. Adapun nilai-nilai karakter yang sering disampaikan oleh
guru mereka yaitu nilai disiplin, jujur, gemar membaca, peduli lingkungan,
toleransi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Selanjutnya setelah tahapan transformasi nilai yaitu tahap transaksi
nilai. Dalam tahap ini terjadi komunikasi dua arah atau komunikasi antar
peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal balik. Dalam
tahap ini antara responden satu dengan yang lain memberikan makna yang
berbeda-beda dari kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti selama ini.
Nilai-nilai karakter, seperti dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa intenalisasi nilai-nilai karakter melalui pembelajaran
tematik melalui praktik langsung dalam memperoleh pengalaman belajar
melalui model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi
pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara model pembelajaran yang digunakan
oleh guru dimaknai oleh peserta didik sebagai komunikasi dua arah yang
mengandung nilai-nilai karakter bersahabat/ komunikatif melalui kerjasama,
tanggung jawab, dan toleransi. Metode pembelajaran yang dipakai oleh guru
berdasarkan hasil wawancara oleh peserta didik yaitu metode ceramah,
diskusi dan Role Playing, metode ceramah digunakan untuk menyampaikan
informasi tentang nilai-nilai karakter sedangkan metode diskusi dan Role
Playing digunakan untuk menanamkan nilai bersahabat/ komunikatif
melalui kerjasama, tanggung jawab, dan toleransi. Bahan ajar dalam proses
transaksi nilai karakter sebagai media menanamkan nilai peduli lingkungan
yang dilakukan secara rutin sebelum pembelajaran dimulai. Sedangkan
evaluasi pembelajaran untuk menanamkan nilai peduli lingkunga yang harus
diselesaikan secara individu yaitu kebersihkan kelas.
Tahap terakhir dari proses internalisasi nilai-nilai karakter yaitu tahap
transinternalisasi. Tahap ini tidak hanya dilakukan dengan komunikasi
verbal tetapi juga dengan sikap mental dan kepribadian. Dalam tahap ini
masing-masing responden mempunyai kesamaan dalam proses

106
transinternalisasi yaitu melalui komunikasi kepribadian yang melibatkan
guru sebagai teladan bagi siswa dalam proses internalisasi selanjutnya.
Komunikasi kepribadian diwujudkan dalam melihat secarang langsung
kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter secara konsisten.
Proses komunikasi kepribadian yang dilakukan dengan melihat secara
langsung kepribadian guru dan mendengar nasehat berupa kebaikan nilai-
nilai karakter dan keburukan jika tidak/ kurang memiliki nilai-nilai karakter
tersebut munculah kesadaran dalam diri siswa tentang kebaikan nilai-nilai
karakter tersebut. Selanjutnya dari kesadaran diri yang terbentuk pada
peserta didik munculah upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai karakter
tersebut ke dalam diri mereka untuk menjadi bagian dalam diri mereka yang
akhirnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Ekoliterasi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, dan melek akan
bagaimana memanfaatkan dan menjaga lingkungan Di bawah ini dijabarkan
bagaimana NVivo menggambarkan nilai-nilai ekoliterasi pada peserta didik
terbagi menjadi tiga poin.

Gambar 4.14
Nilai-nilai ekoliterasi dalam proses internalisasi nilai
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan Nvivo
(2020)

Pada gambar di atas dilihat rata-rata nilai ekoliterasi dapat dibagi tiga
garis besar diantaranya, pada poin sadar lingkungan sebesar 43%, Pada poin
empati terhadap lingkungan sebesar 24%, dan pada poin menjaga diri sendiri

107
sebanyak 33%. Secara garis besar nilai-nilai ekoliterasi dapat dinilai dari
peserta didik dari beberapa indikator yang tercapai diantaranya:
1. Peserta didik mampu memahami konsep tentang kehidupan masayarakat
dan juga pemahaman tentang konsep menjaga lingkungan.
2. Mampu berpikir kritis logis, ingin tahu dan memecahakan masalah, dengan
contoh kecil serang anak yang duduk dibangku sekolah dasar kelas 1 SD
sadar bahwa sampah bekas jajanan harus diletakkan di tempat sampah,
dengan keterangan gambar yng telah disediakan pihak sekolah agar peserta
didik yang belum mampu membaca bisa menandai dengan gambar.
3. Mempunyai kesadaran terhadap nilai kemanusiaan.
4. Mampu berkomunikasi, kerjasama, dalam masyarakat.
Seorang siswa kelas sekolah dasar yang duduk dibangku kelas 4-6 mampu
mengemban tugas duta sampah dengan job-desk yang telah di ajarkan dan
dibimbing oleh guru pendamping duta wisata (CW 01).
4.2.4.1 Empati
Berdasarkan gambar 4.11, diketahui bahwa salah satu nilai
ekoliterasi yang lahir dari penerapan atau internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
dalam pembentukan karakter di SD Islam Fathia Kota Sukabumi adalah
empati terhadap lingkungan.
Seorang peserta didik yang memiliki rasa rasa empati bisa menjadi
pribadi yang disukai dan diterima di lingkungannya. Peserta didik yang
memiliki rasa empati yang tinggi mampu menempatkan diri pada posisi
orang lain juga, seorang anak kecil sebenarnya sudah mempunya fondasi
awal mengenai rasa empati, seperti ketika anak berada pada sesuatu yang
tidak disukai maka anak akan memberika respon yang negative dengan
menangis atau marah, begitupun ketika dia merasa bahagia maka akan
memberi respon minimal raut wajah terlihat senyum. Tinggal bagaimana
lingkungan membangun rasa empati tersebut bahwa ketika saya tidak suka
berada pada situasi yang tidak sesuai keinginanku, maka akupun tak boleh
melakukannya kepada orang lain.
Untuk penanaman rasa empati untuk anak sekolah dasar harus lebih
ditekankan kepada orang tua karena bagaimanapun rumah dan orang tua

108
adalah madrasah pertama seorang anak, sekolah adalah madrasah kedua
yang bertugas membantu (CW 02).
Kesimpulannya komite sekolah harus aktif ikut andil dalam
membangun komunikasi yang baik mengenai perkembangan anak di
sekolah, orang tua siswa SD Islam Fathia Kota Sukabumi dihimbau untuk
melibatkan peserta didik dalam berbagai service learning sebagai contoh
bekerja bakti di lingkungan rumah dengan menyediakan alat siram tanaman
yang mudah digunakan anak, niatnya bukan untuk meringankan pekerjaan
melainkan menumbuhkan rasa ingin membantu pada anak.
Berikut bagaimana Nvivo menggambarkan rasa empati pada peserta
didik

Gambar 4.15
Contoh menumbukan rasa empati siswa di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.12 di atas menjelaskan bagaimana perasaan peserta didik


jika melihat hewan yang di sakiti diantaranya:
1) Peserta didik akan merasa sedih dan kasihan ketika melihat mahluk hidup
disakiti,.
2) Peserta didik akan merasa kesal terhadap yang menyakiti mahluk.
Senada dengan itu Ibu IC selaku orang tua siswa kelas 2 SD
mengungkapkan bahwa rasa empati anaknya semakin lebih baik, terlihat
ketika sedang makan dan ada kucing yang menghampirinya, dulunya ketika
kucing menghampiri selalu dianggap kucinya nakal, sekarang anaknya bisa
berbagi dengan memberikan sedikit makananya kepada kucing (CW. 11).
Guru Bimbingan Konseling SD Islam Fathian Kota Sukabumi
mengungkapkan pengalamannya selama bekerja. Beliau memiliki data
mengenai bagaimana kehidupan keluarga anak-anak yang kurang dalam
rasa empati, seperti kurang dalam berbagi, menolong, dan lebih eksklusif.

109
Tentunya hal tersebut harus ada penangan khusus, ada beberapa yang harus
lebih jauh melibatkan orang tua, dan ada beberapa yang cukup diberikan
pendampingan dan pengajaran khusus selama di sekolah, missal dengan
perhatian yang lebih dipusatkan kepada anak tersebut, memberikan contoh
ketika anak tersebut jatuh ibu guru menolongnya dan tak lupa
menyampaikan kepada anak ibu sedih meilihat kamu kesakitan, secara tidak
sadar anak akan tau mengenai arti sebuah rasa sedih dan kasih sayang yang
diberikan ibu guru tersebut (CW 012).
4.2.4.2 Menjaga Diri Sendiri
Berdasarkan analisis Software Nvivo terhadap pertanyaan penelitian
nilai-nilai ekoliterasi apa saja yang dimiliki peserta didik di SD Islam Fathia
Kota Sukabumi, maka didapat jawaban salah satunya adalah menjaga diri
sendiri. Adapun bentuknya seperti nampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.16
Contoh menumbukan rasa Menjaga Diri Sendiri pada siswa di SD
Islam Fathia Kota Sukabumi
Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020)

Gambar 4.13 menunjukkan nilai-nilai ekoliterasi dalam diri sendiri,


untuk menjaga dan melestarikan sekolah yang berwawasan lingkungan
hidup, penting untuk menanamkan nilai kebersihan pada peserta didik.
Artinya Pendidikan masih dipercaya sebagai salah satu media untuk
membangun kecerdasan dan kepribadian manusia menjadi lebih baik.
Salah satu misi adiwiyata ialah penanaman nilai kebersihan sejak
kecil, anak akan sadar serta terbiasa untuk menjaga kebersihan hingga
dewasa nanti, tak hanya itu mengajak anak dalam hal ini peserta didik untuk
belajar menjaga kebersihan dapat menjauhkannnya dari berbagai macam
penyakit (CW. 01).

110
Anak-anak yang sudah terbiasa membuang sampah pada tempatnya
itu berarti dia mengerti apa arti dari sebuah bersih dan bagaimana
manfaatnya untuk diri sendiri, sebagai contoh anak yang dihimbau menjaga
kebersihan kelas tidak akan meninggalkan sampah di kelas, tidak mencoret
meja dan dinding, begitupun dengan pakainnya, maka anak akan merasa
bangga melihat pakaiannya yang rapih dan bersih dan tak perlu lagi
khawatir akan di panggil oleh guru BK (CW. 02). Penting untuk
menanamkan nilai kebersihan pada peserta didik. Seperti yang kita ketahui
bahwa anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang akan menggantikan
kita nanti, sejak dini anak-anak harus memahami bahwa menjaga kebersihan
bukanlah hanya tugas orang tua melainkan anak harus belajar bertanggung
jawab untuk kebersihan lingkungan juga yang dimulai dari menjaga diri
sendiri.
Dengan meningkatkan kesadaran akan kebersihan maka secara
otomatis akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak bagi tumbuh
kembangnya. Namun untuk menyukseskan anak agar bisa tumbuh rasa
cintanya pada lingkungan orang tua terutama ibu mempunyai peran penting.
Senada dengan itu Ibu Mus orang tua peserta didik teladan SD Islam
Fathia Kota Sukabumi mengungkapkan bahwa untuk mendukung program
adiwiyata setidaknya orang tua memiliki beberapa tugas di antaranya,
1. Meningkatkan kesadaran diri sendiri anak.
Orang tua memberi pemahaman kepada anak melalui pola kehidupan
sehari-hari, bahwa kebersihan berpengaruh pada kesehatan, dengan
beberapa contoh kasus yang sering terjadi dirumah seperti,
membersihkan tempat tidur sebelum tidur aka membuat tempat tidur
enak dipandang.
2. Jaga Pola Makan.
Contoh kecil yang mungkin sring tidak kita sadari manfaatnya yaitu
menjaga pola makan anak, akan lebih baik jika kita menjelaskan kepa
anak-anak manfaat apa yang terkandung dalam gizi makanan tersebut.
Hal ini selain memberi pengetahuan baru kepada anak, juga akan

111
menumbuhkan kesadaran pada diri anak untuk tidak jajan sembarangan
di sekolah.
3. Ajarkan buang sampah pada tempatnya.
Mengajarkan anak untuk cinta lingkungan bisa dimulai dengan
mengajarkan membuang sampah pada tempatnya. Lebih baik jika orang
tua mengerti konsep reduce, reuse, dan recycle, agar nantinya anak
mudah memahami cara mengurangi sampah dan membedakan jenis
samah yang mungkin bisa didaur ulang.
4. Melibatkan anak dalam membersihkan rumah.
Hal kecil yang bisa diajarkan sejak dini ialah, memberi tanggung jawab
kepada anak untuk membersihkan mainannya yang telah digunakan.
Dengan hal kecil seperti ini selain itu terbantu yang utama ialah
meningkatkan rasa tanggung jawab kepada anak. dan penilaian akan
kerapian akan muncul dengan sendirinya ketika suatu saat anak melihat
barang yang tidak pada tempatnya.
5. Memberi ruang bebas gerak.
Mengajak anak ke tempat-tempat umum, seperti alam bebas, selai agar
anak tidak jenuh, dan bisa menghirup udara segar, anak juga bisa
mengaplikasikan kebiasaan yang dirumah seperti membuang sampah
pada tempatnya sekalipun ditempat umum dan bisa mendapat ilmu
sambil bermain (CW 11) .
SD Islam Fathia Kota Sukabumi memiliki program baris berbaris
sebelum masuk kelas dengan melakukan pengecekan kelengkapan dan
kebersihan diri peserta didik, mulai dari kelengkapan seragam yang juga
harus bersih, begitupun dengan kuku, jika ada siswa yang melanggar maka
akan diberi sanksi yaitu menulis essay alasan kenapa tidak boleh melanggar
aturan misal kenapa tidak boleh memanjangkan kuku, siswa akan diberi
tugas untuk menulis essay mengenai manfaat dan dampak buruk jika
memanjangkan kuku baik bagi diri sendiri dan lingkungan. dengan seperti
ini secara tidak sadar siswa akan mendapatkan ilmu baru, dan paham bahwa
kesehatannya ke depannya.

112
4.2.4.3 Sadar Lingkungan
Pada Gambar 4.17 di bawah ini menjelaskan bahwa salah satu nilai

sadar lingkungan yaitu membuang sampah pada tempatnya, membuang

sampah pada tempatnya berarti menjaga lingkungan agar tetap terlihat asri

dan bersih, dan juga terhidar dari banjir.

Gambar 4.17. Sadar Lingkungan


Sumber: Olahan Peneliti terhadap output data lapangan menggunakan
Nvivo (2020
Menumbuhkan rasa sadar lingkungan harus dimulai dari rumah
sendiri, seperti yang dikatakan sebelumya bahwa rumah dan orang tua
adalah madrasah pertama untuk anak. Orang yang sudah tersadarkan akan
pentingnya lingkungan hidup tidak hanya sadar lingkungan saja, tetapi
mereka paham bagaimana cara menjaga dan merawat agar alam sekitar
menjadi lestari dan berkelanjutan. Karakter peduli lingkungan peserta didik
akan terus terjaga dengan baik apabila sudah menjadi pembiasaan (habit)
dalam kehidupan sehari-harinya, baik di lingkungaan sekolah, rumah,
maupun di lingkungan masyarakat yang di tanamkan pada diri peserta didik.
Orang tua siswa kelas 3 mengungkapkan menanamkan sadar
lingkungan harus dimulai dari rumah bisa dimulai dengan kegiatan yang
menyenangkan seperti dengan berkumpul di halaman rumah sambil
menikmati makanan ringan, kemudian bercerita kepada anak apakah kamu
bisa merasakan rumah kita sangat segar udaranya dan nyaman dikarenakan
suburnya tamanan hijau di pekarangan ini, ini adalah hasil dari kamu
membantu ibu menyiramnya kemarin, kamu lihat tanaman mawar disana dia

113
dapat menikmati sinar matahari tadi pagi itu juga karena kamu membantu
ibu membersihkan rumputnya hari ahad kemarin. Dan lain sebagainya hal
kecil seperti ini di rumah akan memberikan dampak besar di sekolah. Anak
bisa menjadi suri tauladan untuk teman lainnya (CW 11).
Selaku orang tua siswa mengungkapkan bahwa dengan adanya
program green behavior di sekolah, anaknya lebih taat membuang sampah
sisa bekas sarapannya langsung ke tempat sampah. Senada dengan itu Ir
mengungkapkan bahwa adi anaknya kelas 1 SD sekarang lebih disiplin
sudah bisa mengetahui beberapa jenis sisa sampah makanan yang bisa
diberikan kepada ikan peliharaan ayahnya di halam belakang rumah (CW.
11).

4.3 Pembahasan Hasil


Pada pembahasan ini, peneliti akan melakukan pembahasan hasil
penelitian. Pembahasan dilakukan terhadap seluruh subfokus dengan tujuan
penelitian yang telah ditetapjkan pada Bab 1. Pembahasan dilakukan untuk
mengkaji lebih dalam terhadap hasil penelitian dimaksudkan agar penelitian ini
benar-benar bermanfaat, tidak hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk pihak-
pihak lainnya yang berkepentingan, terkhusus untuk peneliti dalam bidang
yang sama. Dalam menuangkan pembahsan, peneliti berupaya menggali lebih
dalam mengenai kebermanfaatan data hasil penelitian, kemudian melakukan
konfirmasi dan elaborasi dengan teori-teori yang relevan serta penelitian lain
yang dianggap ada kaitannya dengan penelitian ini. Adapun masing-masing
pembahasan subfokus selengkapnya diuraikan sebagai berikut.
4.3.1 Proses Internalisasi Nilai-Nilai Ekoliterasi
Komponen konteks yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian
ini berkaitan dengan proses internalisasi dari nilai-nilai ekoliterasi dalam
membentuk karakter peserta didik.
Pendidikan merupakan suatu proses sadar yang dilakukan kepada
peserta didik guna menumbuhkan dan mengembangkan baik jasmani
maupun rohani secara optimal untuk mencapai tingkat kedewasaan.
Diskursus tentang pendidikan senantiasa dikaitkan dengan upaya
pembentukan karakter. Pada sisi lain, karakter akan terbentuk oleh

114
berbagai faktor yang ada, dan di antaranya adalah prinsip, desain, strategi,
dan model belajar yang dipengaruhi lingkungannya (Muhammad Ali
Ramdhani, 2014).
Daniel Goleman (2010) mengungkapkan Kecerdasan ekologis
merupakan sebuah kemampuan atau kompetensi yang dimiliki peserta
didik mengenai bagaimana dia dalam merespon keadaan yang terjadi di
lingkungan sekitarnya. Gardner (2013) menyebutkan kecerdasan ekologis
dengan istilah kecerdasan naturalis dengan maksud bahwa kecerdasan
naturalis merupakan kemampuan manusia dalam memahami gejala-gejala
alam dengan memperlihatkan kesadaran ekologis dan pastinya
menunjukkan kepekaan terhadap bentukan-bentukan alam yang terjadi.
Senada dengan itu Widiyaningsih (2014) dalam penelitiannya
“Internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai karakter pada siswa bahwa
Internalisasi nilai-nilai karakter dapat dimulai dengan mengidentifikasikan
nilai-nilai yang akan diinternalisasikan, kemudian menentukan pendekatan
yang akan digunakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai tersebut pada
diri siswa, selanjutnya menyusun perencanaan program jangka pendek,
menengah dan panjang untuk menginternalisasi dan mengaktualisasi nilai-
nilai tersebut. Berdasarkan program tersebut kemudian disusun rencana
aksi untuk melaksanakan program-prog.ram yang telah disusun. Setelah
program-progran tersebut dilaksanakan kemudian dilakukan monitoring
dan evaluasi untuk mengetahui ketercapaian program. Hasil evaluasi
digunakan untuk tindak lanjut. Demikian tahapan-tahapan tersebut diulang
secara terus- menerus sehingga tercapai indikator keber-hasilan yang telah
ditetapkan.
Hines dalam (Muhaimin, 2015), mengidentifikasi empat elemen pokok
yang harus ada dalam kompetensi ekologis yaitu: 1) Pengetahuan tentang
isu-isu lingkungan 2) Pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus
untuk ditetapkan pada isu-isu lingkungan 3) Kemampuan untuk bertindak
terhadap isu-isu lingkungan 4) Memiliki kualitas dalam menyikapi serta
sikap personalitas yang baik.

115
Syukri Hamzah (2013) mengatakan bahwa karakter peduli lingkungan
bukan merupakan bawaan (talenta), akan tetapi hasil dari sebuah proses
pendidikan dalam arti yang luas.
Berdasarkan hasil penelitian di SD Islam Fathiah kota sukabumi yang
telah dilakukan peneliti terlihat kondisi lingkungan yang cukup memadai
didukung dengan kecakapann guru dalam memanfaatkan lingkungan
sekitar, hal ini dapat dilihat dari proses pembalajaran dengan
memanfaatkan lingkungan sekolah, atau ketempat wisata dan wahana alam
yang sesuai dengan materi. Hal ini senada dengan penelitian (Arifin,
2016), Strategi Guru Untuk Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Pada Peserta Didik bahwa dalam perencanaan penananamn nilai-nilai
pendidikan karakter pada pesera didik berupa perencanaan penanaman
nilai-nilai pendidikan karakter pada pesera didik guru menganalisis SK
dan KD yang sesuai dengan materi dan nilai-nilai yang akan di tanamkan
dan guru menyesuaikan dengan jadwal mingguan agenda pembelajaran
baik pembelajaran di dalam dan di luar kelas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
proses belajar mengajar tidak harus menuntut sekolah memiliki fasilitas
yang lengkap, dengan adanya metode outing class guru bisa
memanfaatkan lingkungan sekitar, tentunya tingkat keberhasilannya di
tentukan sejauh mana kreativitas guru dalam proses belajar mengajar
karena guru yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam kesuksesan
pembelajaran.
Dari hasil penilitan, peneliti dapat menggambarkan mengenai desain
pembelajaran pada SD Islam Fathiah yaitu:
1) Merencang desain pembelajaran dimulai dengan menentukan tujuan
pembelajarannya.
2) Menyusun rencana pembelajaran yang akan dilakukan, dimulai dari
menentukan materi dengan KD (Kompetensi Dasar),
3) Dari KD kemudian diturunkan menjadi indicator-indikator untuk
mengukur keberhasilan pembelajaran.

116
4) Setelah itu menentuka metode yang akan digunakan untuk tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5) Langkah terakhir melakukan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar
siswa.
6) Indikator untuk mengukur keberhasilan peningkatan kecerdasan
ekologis dengan memodifikasi dari Center For Ecoliteracy. Setelah itu
guru yang berangkutan menetapkan metode untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut.
Berdasarkan hasil Observasi, studi dokumen dan Wawancara yang
peneliti tuliskan dalam temuan hasil penelitian, rumusan proses
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi di SD Islam Fathia Kota Sukabumi
menunjukkan bahwa guru memiliki peran penting, tetapi guru harus
memperhatikan komponen pembelajaran agar dapat tercapai. Komponen
pembelajaran itu terdiri dari tujuan pembelajaran, guru, siswa, model,
materi, media, sumber belajar dan evaluasi, dari ke semua komponen
tersebut satu sama lain saling mendukung dalam mencapai keberhasilan
pembelajaran. Selain itu ada juga sumber belajar yang di dalamnya dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran, salahsatu contoh sumber
belajara adalah lingkungan Menurut Sugiarto (2014) (alam-fisik dan
sosial-budaya) memberikan outcome peserta didik.
Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Suharsmi (2008)
merupakan sebagai objek kajian sumber belajar, sehingga lingkungan
membantu para siswa memahami dalam proses pembelajaran, selain itu
lingkungan sebagai sumber belajar adalah untuk menekankan kesadaran
bahwa ada mahkluk hidup yang berada di sekitarnya.
Dalam proses belajar mengajar pada SD Islam Fathia terbagi dua
seperti sekolah pada umumnya yaitu di dalam kelas dan di luar kelas.
4.3.1.1 Belajar Mengajar di Dalam Kelas
Proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
pesert didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi tidak terjadi di ruang
hampa. Di dalamnya terdapat interaksi yang komunikatif antara guru dan
siswa di ruangan kelas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mulyasa (2014)

117
bahwa Guru menjadi ujung tombak berhasil atau tidaknya penanaman
karakter kepada peserta didik di Sekolah. Pendidikan karakter bagi siswa
tidak tumbuh dengan kebetulan. Guru harus melakukan perencanaan
sebelum pembelajaran dimulai dengan matang. Dalam menanamkan
karakter peduli lingkungan pada peserta didik dalam pembelajaran guru
membuat rancangan pembelajaran kontekstual artinya peserta didik
mengamati dan mengalami langsung sebab dan akibat dari kegiatan
manusia.
Karakter adalah pelekatan terhadap kepribadian seseorang melalui
perilakunya. Manusia sejak lahir memiliki potensi yang ada dalam dirinya,
misalnya potensi karakter kemampuan kognitif dan sifat bawaan ketika
lahir. Selain itu karakter dapat berkembang seiring adanya informasi yang
masuk, lingkungan keluarga menjadi hal paling utama dalam membentuk
karakter peserta didik sampai dewasa. Karakter akan terbentuk terus
menerus dan stabil ketika menjadi dewasa.
Sekolah tidak hanya memperhatikan pada aspek kognitif dan
psikomotorik peserta didik saja, tetapi harus memperhatikan kepribadian
atau mental supaya berahklak mulia. Sekolah menjadi proses yang terus
menerus dan konsisten serta berkesinambungan. Pada proses pendidikan
ini tentunya tidak hanya membentuk insan yang cerdas, tetapi harus
melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang
palipurna. Di lembaga pendidikan formal (sekolah), guru memiliki
peran/tugas yakni mendidik yang dapat dilakukan dalam bentuk memberi
contoh, membiasakan, dan mengajar termasuk untuk mengajarkan
pendidikan karakter peduli lingkungan kepada peserta didiknya (Tafsir,
2008).
Selanjutnya, pada proses internalisasi pendidikan karakter di sekolah
tentunya, agar pembelajaran lebih efektif juga dalam menanamkan nilai
dan karakter pada peserta didik, selain itu juga pengembangan terhadap
nilai ketuhanan, proses kesadaran dalam dirinya, juga kesadaran pada
lingkungan sekitar, sehingga akan menjadi manusia insan kamil. Dalam
proses pembelajaran guru diharapkan agar lebih serius dan kreatif

118
memasimalkan potensi dan kesempatan selama berada di kelas. Materi
pelajaran yang disampaikan haruslah mengacu pada tujuan pembelajaran,
RPP yang dibuat pembelajaran yang terukur dan dapat
dioperasionalisasikan oleh guru dengan tepat.
Uraian dalam temuan penelitian menunjukkan bahwa dalam
membentuk karakter peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi
terdiri dari penjelasan guru, audio visual dan visual. Guru berperan penting
dalam pengelolahan kelas dan penataan pembelajaran untuk menciptakan
suatu pendidikan. Pekerjaan sebagai guru telah mendapat penghargaan
sebagai suatu profesi yang mulia, menjadi sumber terang kebaikan kepada
siapapun yang ditemui. Guru menjadi sumber ilmu pengetahuan yang
dapat disalurkan kepada kepada peserta didik untuk menambahkan
pengalaman dan perilaku peserta didik.
Selain itu, pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup harus
dilaksanakan dalam usaha membina keterampilan dan sikap dalam
memahami antar sesama manusia atau mahkluk hidup serta kebudayaan
dan lingkungan fisik. Hal tersebut karena sangat penting untuk membentuk
kepedulian terhadap lingkungan, pengethauan tentang penyebab, efek, dan
strategi yang selalu berubah ketika ada masalah yang muncul dalam
lingkungan.
Proses pengembangannya terhadap masyarakat untuk peduli
terhadap lingkungan, untuk mengefektifkan agar pendidikan di lingkungan
sekolah juga terjaga. Selain itu sekolah mempunyai peran khusus yaitu
membentuk peserta didiknya dalam memberikan pembelajaran dan
pemahaman terkait dengan menjaga lingkungan hidup. Sri Anitah (2014)
mengemukakan dua pendekatan utama dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada aktivitas guru (teacher cemtered), dan
pendekatan yang berpusat pada aktivitas siswa (students centered).
Proses belajar mengajar pada SD Islam Fathia dalam kelas
menggunakan alat bantu visual maupun audio visual, namun dari hasil
penelitian ditemukan bahwa dalam proses belajar mengajar arahan guru
lebih mendominasi yakni sebanyak 58%, dengan kata lain peserta didik

119
sebagai informan pembelajaran lebih banyak mendapatkan arahan guru
daripada penggunaan media pembelajaran seperti visual yang dari
presentasinya hanya (17%) dan audio visual sebanyak (25%), Hal itu
terjadi karena guru masih mempercayai arahan langsung ke siswa lebih
tepat sasaran dari pada mennggunakan media pembalajaran lainnya
mengigat usia anak sekolah dasar memang masih harus full
pendampingan, namun tidak bisa dipungkiri pula faktor lain seperti
kurangnya kemampuan guru dalam mengelola media pembelajaran.
Senada dengan Malia (2014), the research “Voices of student teachers in
their teaching practice” bahwa: penggunaan media pembelajaran kerap
kali medapatkan kendala seperti terbatasnya jumlah media dan
kemampuan memaksimalkan pemanfaatan media.
4.3.1.2 Belajar Mengajar di luar Kelas
Dalam menemukan teknik pembelajaran yang cocok di
Sekolah Dasar diperlukan pemikiran tersendiri. Karena peserta didik harus
menyenangkan, secara psikologi peserta didik akan lebih paham dan tidak
membosankan apabila pembelajaran itu menyenangkan. Selain itu
pembelajaran harus dilaksanakan secara optimal agar hasil yang
diinginkan tujuannya tercapai. Artinya, keberhasilan pada proses
pembelajaran tergantung pada peran guru di dalam kelas sebagai penuntun
juga fasilitator kepada peserta didik (Mustari, 2014).
Selanjutnya, pembelajaran juga tidak dipaksaan, artinya peserta
didik belajar dengan penuh kesadarannya. Mereka dengan sukarela belajar
di dalam kelas, dan mengikuti apa saja yang dintruksikan gurunya.
Apabila guru terampil maka sudah dapat dipastikan peserta didik tidak
terpaksa dalam mengikuti pembelajaran selain mendapat pemahan juga
mereka tidak bosan ketika masuk kelas.
Selain itu, kerjasama guru dan murid harus menjadi karakter yang
terbentuk dalam keseaharian, agar hal tersebut menjadi biasa. Juga saling
menghormati satu sama lain. Yang terpenting adalah sikap saling
menghormati dan toleransi. Semua dilakukan dengan komitmen bersama-

120
sama, komunikasi setiap saat, dan pembiasaan yang akan menguatkan
pendidikan karakter siswa.
Menggunakan seting di luar kelas sebagai situasi pembelajaran,
berbagai permainan sebagai media transformasi konsep-konsep dapat
disampaikan dalam pembelajaran. Pembelajaran di
luar kelas menggunakan beberapa metode seperti, penugasan, tanya jawab,
dan belajar sambil melakukan atau mempraktekkan situasi belajar sambil
bermain:
1. Motivasi dalam belajar. Ketika pembelajaran di luar kelas, maka ada
suasana baru yang mereka lihat, adanya lingkungan yang mereka harus
sadari.
2. Guru mengekplorasi kegitan belajar, kegiatan pemeblajaran tidak
terfokus hanya pada materi teks saa, tetapi mereka belajar melalui
lngkungan alam sekitar, juga bermain sambil belajar.
3. Pembelajaran di lingkungan alam, adalam pembelajaran secara ril, karena
mereka langsung bersentuhan secara langsung.
4. Pembelajaran di lingkungan luar kelas, mereka dituntut untuk praktik
secara langsung dan juga secara fisik mereka bergerak, yang
mengakibatkan mereka menjadi sehat dan kreatif.
Meskipun perhatian guru tetap harus fokus., namun guru akan
merasa puas hati dan puas badan. Puas hati karena mengadakan
pembelajaran kongkrit. Puas badan karena secara fisik bergerak semua,
mengeluarkan keringat, membakar lemak.
Kecerdasan ekologis merupakan kesadaran terdalam yaitu
memahami bahwa ada hubungan manusia antara mahkluk hidup, sehingga
memberikan sikap empati agar mereka tetap menjaga alam sekitar dan
merawatnya seperti pada mahkluk hidup lainnya (Heidokolb, 2014).
Goleman maupun Jung mengartikan bahwa pentingnya berempati pada
mahkluk hidup yang ada disekitarnya..
Untuk itu, diperlukan metode yang tepat tentunya dalam
penyampaian pembelajaran yang tepat untuk mencapai kecerdasan
ekologis. Smaldino, dkk dalam (Pribadi, 2009) selain itu, pembelajaran

121
dengan menggunakan metode yang tepat agar mampu mencapai dan
memudahkan dalam pembelajaran. Maka pembelajaran dengan metode
pengalaman langsung (outdoor education) merupakan pembelajaran yang
tepat. Karena mampu mencerdasan kecerdasan ekologis. Peserta didik
diajak langsung untuk mengamati secara langsung lingkungan yang
mereka lihat.
Outdoor education didefinisikan sebagai proses pengalaman
belajar dengan melakukan (langsung), yang mengambil tempat terutama
melalui paparan di luar ruangan dengan menekankan subjek pembelajaran
pada hubungan antara orang dan sumber daya alam (Friest, 1986). Definisi
Friest tersebut, mengandung dua hal utama yang saling berkaitan dalam
pembelajaran outdoor education yaitu pembelajaran pengalaman langsung
(experiential learning) dan pendidikan lingkungan (environmental
education). Association on Experiential Education (AEE) mendefinisikan
experiential learning sebagai “proses di mana peserta didik membangun
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai melalui pengalaman langsung.”
(Bunting, 2006). Sedang UNESCO-UNEP (Adkins & Carol Simmons,
2002) dengan mengadopsi Deklarasi Tbilisi mendefinisikan pendidikan
lingkungan adalah untuk membantu individu dan masyarakat memahami
sifat kompleks dari alam dan bangun lingkungan yang dihasilkan dari
interaksi antara aspek biologi, fisik, sosial, ekonomi, dan budaya, dan
memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan keterampilan praktis
untuk berpartisipasi secara bertanggung jawab dan efektif dalam
mengantisipasi dan memecahkan masalah lingkungan dan dalam
pengelolaan kualitas lingkungan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan
outdoor education terbukti efektif. Penelitian (Cengelci, 2013) dengan
partisipan lima belas guru IPS SD di Turki hasilnya menyatakan guru IPS
percaya bahwa pembelajaran di luar ruangan cocok untuk materi pelajaran
IPS. Penelitian dari (Martin, 2003) dengan sampel siswa SD juga hasilnya
menyatakan bahwa pembelajaran outdoor education dengan menggunakan

122
halaman sekolah berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan
perilaku lingkungan siswa.
Pendidikan yang baik itu seharusnya dapat mengantar peserta
didiknya dapat berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tergantung kepada orang
lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur diri sendiri (vrijheid,
zelfbeschikking) (Muhammad Nur Wangid, 2009). Jadi pendidikan
seharusnya memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa bukan
hanya transfer Knowledge saja tetapi sekaligus pendidikan merupakan
transfer nilai atau transfer Value.
Pendidikan karakter dapat dilakukan secara terintegrasi di dalam
proses pembelajaran melalui pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai
ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada
semua mata pelajaran. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter menurut
kamus dalam pusat bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Generasi peserta didik abad 21 merupakan generasi era milenial.
Ciri-ciri generasi ini adalah mereka bersekolah dengan waktu yang
terbatas, mempunyai gaya hidup Happyness, suka traveling,
mandiri, fashionable, suka berkolaborasi, serta menguasai teknologi
digital. Banyak fakta di lapangan yang mengindikasikan siswa zaman
sekarang memiliki gaya belajar yang berbeda. Tidak sedikit dari mereka
yang merasa boring sementara gurunya mengajar di kelas. Ujung-
ujungnya mereka meminta izin keluar dan tak pernah kembali alias bolos

123
dan mengunjungi dunia mereka yang menurutnya lebih menantang
daripada kelas dan guru mereka yang membosankan.
Untuk menyiapkan kemampuan atau kompetensi peserta didik di
era milenial ini maka tanggung-jawab guru semakin bertambah berat.
Guru di era abad milenial ini harus seanntiasa inovatif dan kreatif dalam
mendesain proses pembelajaran di sekolah. Salah satu proses
pembelajaran yang digunakan untuk mencapai kompetensi diatas adalah
melalui pembelajaran di luar kelas (Out Door).
Pembelajaran di luar kelas atau out door merupakan cara mengajar
guru dengan jalan membimbing siswa di lapangan atau pembelajaran yang
menggunakan sumber belajar berupa alam sekitar dan bisa memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri, kemudian mentransfer
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dimiliki, diterjemahkan dan
dikembangkan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pembelajaran out
door merupakan proses mengasah aktivitas fisik dan sosial (kerja sama)
serta kemampuan berkreasi.
Pembelajaran Out door juga metode untuk meningkatkan kapasitas
belajar anak. Anak dapat belajar secara lebih mendalam melalui objek-
objek yang dihadapi dari pada jika belajar di dalam kelas yang memiliki
banyak keterbatasan. Lebih lanjut, belajar di luar kelas dapat menolong
anak untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu,
pembelajaran di luar kelas lebih menantang bagi siswa dan menjembatani
antara teori di dalam buku dan kenyataan yang ada di lapangan. Kualitas
pembelajaran dalam situasi yang nyata akan memberikan peningkatan
kapasitas pencapaian belajar melalui objek yang dipelajari serta dapat
membangun ketrampilan sosial dan personal yang lebih baik.
Pembelajaran out door dapat dilakukan kapan pun sesuai dengan
rancangan program yang dibuat oleh guru. Pembelajaran out door dapat
dilakukan waktu pembelajaran normal, sebelum kegiatan pembelajaran di
sekolah atau sesudahnya, dan saat-saat liburan sekolah.
Berbagai lokasi dapat digunakan untuk pembelajaran outdoor
antara lain Lingkungan di sekitar sekolah dan di luar sekolah. Lingkungan

124
sekolah kaya akan sumber belajar yang dapat dilakukan secara formal
maupun non formal. Sedangkan Lingkungan sekitar di luar sekolah
memperkaya kurikulum. Berbagai lingkungan yang dapat digunakan untuk
sumber belajar antara lain persawahan, taman, kebun binatang, museum,
kerja proyek, dan sebagainya. Pembelajaran di luar kelas dapat
menggunakan tiga pendekatan pembelajaran yaitu: (1) Studi lapangan atau
kunjungan lapangan; (2) Pendidikan menjelajah lingkungan; (3) Sekolah
proyek komunitas.
Seiring perkembangan zaman sekarang ini guru dituntut untuk
banyak melakukan inovasi-inovasi dalam pendidikan, selain dari guru
harus mampu memahami kondisi siswa, guru juga dituntut untuk kreatif
dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan sebab
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, tidak semua peserta didik
mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. (Karwono, 2018) Belajar
dan Pembelajaran sebagai perangkat acara peristiwa eksternal yang
dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar (Sunhaji,
2013). Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh guru dengan
tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan yang akan mendukung dan
satu sama lain ada kaitannya untuk kemajuan belajar peserta didik.
Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang akan dicapai oleh
seorang guru. Menurut Bloom, tujuan instruksional ada tiga aspek, yaitu:
a) aspek kognitif, aspek ini menitik beratkan pada kemampuan berfikir,
seperti kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta, b) Psikomotor yaitu kemampuan yang
menitik beratkan pada kemampuan gerak fisik, seperti kemampuan meniru
melakukan suatu gerak, memanipulasi gerak, melakukan gerakan dengan
tepat, c) Afektif yaitu kemampuan menitik beratkan pada sikap (Imam,
Gunawan, 2012).
Tercapainya tujuan pendidikan bisa diukur dengan hasil belajar
yang meningkat di mana hal itu tidak terlepas dari motivasi siswa maupun
kreativitasi guru dalam penyajian pengajaran secara maksimal, di mana
pembelajaran tidak harus dalam situasi kelas (in door), karena

125
sesungguhnya peserta didik dalam hal ini sekolah dasar juga
membutuhkan ruang gerak untuk bebas berekspresi. Tak dapat dipungkiri
lingkungan memiliki peran besar dan penting pengaruhnya terhadap
motivasi belajar. Lebih lanjut (Uno, 2013b) menjelaskan bahwa hakekat
motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya
dengan beberapa indiaktor meliputi: (1) adanya hasrat dan keinginan
berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya
harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar,
(5) adanya lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang
siswa dapat belajar dengan baik. dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa lingkungan dalam kehidupan ini harus didesain agar bisa
mendukung secara positif proses belajar mengajar, dengan alasan
sederhana bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat dan
tentunya hal tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang
ada di sekolah tersebut.
Seorang guru haruslah banyak melakukan inovasi-inovasi dalam
dunia pendidikan, guru juga harus kreatif dalam menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan penuh semangat, guru harus mampu
melihat kondisi didalam kelas, apabila suasana kelas terlihat
membosankan karena pembelajaran yang dilakukan kebanyakan melalui
metode ceramah maka seorang guru harus dituntut untuk memberika
metode lainnya seperti menggunakan gambar atau video, namun jika guru
merasa hal tersebut masih kurang maka bisa dengan karya wisata atau
yang popular di kenal dengan outing class, pembelajaran oiting class
dimaksudkan agar siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran karena
pembelajaran bisa dilakukan di luar kelas.
Untuk dapat mengajarkan kecerdasan ekologis kepada siswa
diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Smaldino, dkk dalam
(Pribadi, 2009) mengatakan pemilihan metode pembelajaran yang tepat
dapat membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran atau melakukan
internalisasi terhadap isi atau materi pembelajaran. Pembelajaran dengan

126
menggunakan pengalaman langsung (outdoor education) adalah metode
tepat untuk meningkatkan kecerdasan ekologis. Dalam pembelajaran
dengan metode outdoor education siswa langsung mengamati tempat-
tempat yang akan terkena dampak buruk dari pembangunan pabrik semen.
Dengan pembelajaran outdoor education siswa belajar dengan
menghadapi kenyataan apa yang sedang dipelajari. Siswa langsung
berinteraksi dengan apa yang dipelajari. Siswa bersentuhan dan merasakan
langsung dengan tempat-tempat yang akan rusak terkena dampak buruk
pabrik semen. Pembelajaran dengan pengalaman langsung akan lebih
menimbulkan kesan yang mendalam pada siswa.
Taufiq (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perlunya
selalu menjaga dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPA yang
bermuatan karakter peduli lingkungan, karena berdasarkan penelitian ini
terdapat korelasi kualitas pembelajaran dengan pembentukan sikap siswa
untuk peduli lingkungan. Karena pemahaman siswa tentang lingkungan
dapat menciptakan generasi muda yang peduli lingkungan, maka perlu
membekali siswa dengan pengetahuan tentang lingkungan hidup, terlebih
baik itu dalam mata pelajaran IPA atau pelajaran yang lainnya. Perlu
adanya pembinaan kepada siswa yang memiliki hasil belajar rendah,
karena semakin baik hasil belajar kognitif siswa maka sikap siswa untuk
peduli lingkungan akan semakin positif pula. Hal ini menunjukkan, bahwa
guru harus memperhatikan proses pembelajaran agar internalisasi nilai
dapat berjalan dengan baik.
Penanaman nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli
lingkungan terhadap peserta didik dapat dimulai dari hal sederhana yang
terjadi dalam proses pembelajaran yang efektif baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.

4.3.2 Strategi Penanaman Nilai


Dalam kompleksitas problematika kehidupan saat ini, permasalahan
lingkungan hidup memberikan landasan kepada peserta didik untuk
menyikapi dan merespon dengan positif. Sikap inilah yang akan menuntun

127
siswa untuk memiliki moral ekologis, yang memberikan gambaran tentang
diri yang sesuai dengan kenyataan dirinya (real self). Sikap bukanlah suatu
bentuk yang statis, melainkan selalu berkembang secara dinamis dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk itulah sikap yang berkenaan dengan
moralitas lingkungan perlu dibentuk secara terus-menerus sehingga
terbentuk kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan (Muhaimin, 2015).
Green behaviour atau perilaku menjaga lingkungan di SD Islam
Fathia dilakukan karena adanya kesadaran dan tanggung jawab atas
kelestarian alam semesta. Perlu dipahami bahwa pada dasarnya seorang
manusia dalam hal ini seorang anak mempunyai rasa memiliki dan
menyukai tempat dirinya hidup selama ini, jadi sudah seharusnya orang tua
di rumah dan orang tua di sekolah dalam hal ini seluruh stakeholder sekolah
sadar akan pondasi nilai yang sudah dimiliki peserta didik, tugas orang tua
dibantu guru membangun pondasi nilai tersebut menjadi sebuah rasa cinta
lingkungan dengan menanamkan rasa kepemilikan kepada seorang anak
dengan demikian anak beljar bertanggung jawab dalam menjaga
lingkungan.
Pembentukan karakter yang berkualitas harus dibangun dan
dikembangkan secara sadar melalui suatu proses panjang yang dilakukan
sejak usia dini dengan melibatkan berbagai elemen, baik orangtua, guru
maupun lingkungan masyarakat. Salah satu kritikan yang banyak disoroti
terkait pembentukan karakter adalah sistem pendidikan. Dari hasil penelitian
di SD Islam Fathia menunjukan bahwa strategi penanaman nilai terbagi atas
tiga bagian diantaranya integrasi mata pelajaran (5%), pemberian teladan
(11%) dan Pembiasaan (habbit) (84%) dari hasil penelitian ini dapat kita
tarik benang merah bahwa dalam strategi penanaman nilai kepada peserta
didik untuk usia sekolah dasar pembiasaan (Habbit) lah yang memberi
pengaruh paling besar, dan pembiasaan tersebut didapatkan di sekolah dan
lingkungan keluarga karena pendidikan pertama untuk seorang anak adalah
keluarga.
Seperti yang dijelaskan Nunu Nurfirdaus (2018) dalam penelitian
“peran lingkungan sekolah dan pembentukan perilaku sosial siswa” Habitus

128
adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan
dengan dunia sosial. Orang akan dibekali dengan serangkaian skema
terinternalisasi yang mereka gunakan untuk mempersepsi, memahami,
mengapresiasi, dan mengevaluasinya, secara dealektif habitus adalah produk
dari internalisasi struktur dunia sosial, habitus diperoleh sebagai akibat dari
ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang.
Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga
peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah,
mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan
tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan
perilaku yang baik (moral action).
Dengan landasan tersebut SD Islam Fathia Kota Sukabumi
mengintegrasikan nilai-nilai ekoliterasi dengan pendidikan moral, budi
pekerti, watak dan nilai dalam pendidikan karakter. Idealnya, pendidikan
karakter memerlukan multi pendekatan yang komprehensif (Zuchdi, 2011).
Di dalamnya harus komprehensif, yaitu semua permasalahn yang terkait
dengan nilai kepridian, misalnya memilih hal baik melalui kesadarannya.
Termasuk juga penananam nilai ke dalam setiap individu, agar mampu
bertanggung jawab secara baik dan benar. Juga keteladan yang diberikan
merupakan hal yang harus dilakukan ketika melakukan penanaman nilai.
Penanaman karakter peduli lingkungan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai strategi, di antaranya strategi cheerleading, strategi
pujian dan hadiah, strategi define-and-drill, strategi forced formality, dan
strategi traits of the month (Sholikhah, 2017). Artinya, harus ada
pembiasaan dan keteladan dalam pengembangan strategi pengembangan

129
taught curriculum. Dalam penelitian ini terungkap bahwa kognisi, afektif
dan perilaku peserta didik yang tampak, mulai dari persiapan, proses dan
setelah pembelajaran. .
Pendidikan pada jenjang ini yang efektif adalah model pendidikan
karakter yang menggunakan pendekatan komprehensif. Pendekatan
pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi. Metode
dan strategi yang digunakan bervariasi sedapat mungkin mencakup
menanamkan keteladanan, fasilitasi nilai dan pengembangan soft skills
(seperti: berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi efektif, dan dapat mengatasi
masalah). Semua warga sekolah: kepala sekolah, guru, peserta didik, staf
administrasi, penjaga sekolah, pengelola warung sekolah, orang tua peserta
didik dan pemuka masyarakat perlu bekerja secara kolaboratif dalam
melaksanakan program pendidikan karakter. Tempat pelaksanaan
pendidikan karakter baik di kelas maupun di luar kelas dalam berbagai
kegiatan sekolah (Widyaningsih et al., 2014).
Menurut Hamzah (2013) bahwa karakter bukanlah semata-mata
talenta bawaan individu, akan tetapi merupakan hasil bentukan manusia dan
lingkungan tempat ia tinggal, hidup dan besarkan. Dan cara membentuk
karakter tersebut hanya satu yaitu melalui pendidikan. Von Humbold dan
Whorf (1941) bahwa bahasa dapat menentukan pikiran seseorang sampai
kadang bisa membahayakan diri sendiri, sebagai contoh whorf yang bekas
anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong” bekas minyak
bisa meledak. Kata kosong digunakan dengan pengertian tidak ada minyak
di dalamnya, padahal sebenarnya ada cukup feel-lepas (after effect) pada
kaleng bekas minyak yang bisa meledak jika terkena panas. seperti itulah
analogi seorang guru yang harus berhati-hati dalam bersikap mengingat role
model untuk peserta didiknya (Abdul Khoer, 2003).
Adapun strategi internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk
karakter peserta didik pada SD Islam Fathiyah kota sukabumi dilaksanakan
melalui proses pembudayaan sebagaimana yang telah digariskan sebagai
salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional yang berlangsung
dalam 3 pilar pendidikan yaitu (1) sekolah, (2) keluarga, (3) masyarakat,

130
dalam masing-masing pilar pendidikan tersebut ada dua pendekatan yang
digunakan, yang pertama intervensi dalam hal ini arahan guru lebih
dominan dan yang kedua habituasi. Dalam intervensi pembelajaran
dikembangkan suasi dengan rancangan yang telah terstruktur untuk mecapai
pembentukan karakter seperti pembentukan karakter peduli lingkungan
melalui pelajaran muatan lokal PLH dan wajib diajarkan dari kelas satu
sampai enam dengan alokasi waktu 2 jam tiap minggunya, begitupun dalam
setiap mata pelajaran selalu ditanamkan cinta lingkungan. Sementara dalam
proses habituasi, diciptakannya situasi dan kondisi yang memungkinkan
peserta didik di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat, untuk
membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah
diinternalisasi melalui proses intervensi, dalam proses habituasi inilah
sangat diperlukan kesadaran orangtua untuk melibatkan anak dalam
pekerjaan sehari-hari dan kegiatan sosial di lingkungan sekitar.
Dari penjelasan diatas maka dapat kita pahami bahwa sinergitas
orang tua dan seluruh stakeholder dapat mempengaruhi pembentukan
karakter peserta didik, orang tua dan seluruh pihak sekolah perlu
membangun komunikasi aktif dan berkaloborasi, selain dari itu orang tua
peserta didik perlu dengan baik memahami tugas dan tanggung jawabnya
sebagai bagian dari sekolah, orang tua harus memiliki kesadaran bahwa
sekolah adalah milik bersama dimana kesuksesan sekolah dalam mencapai
tujuannya adalah tanggung jawab bersama, bukan memandang sekolah
sebagai tempat penitipan anak. ada beberapa hal yang perlu diperahatikan
orang tua dan seluruh pihak sekolah yang dapat berpengaruh dalam
penumbuhan nilai karakter peserta didik diantaranya:
a) Semangat pihak sekolah harus terus untuk memberikan pemahaman
kepada orang tua mengenai rasa kepemilikan sekolah, jika orang tua
siswa merasa memiliki sekolah maka rasa tanggung jawab akan lahir
dengan sendirinya untuk bagaimana mencapai tujuan pendidikan, senada
dengan Bujang Rahma dalam penelitiannya mengenai “kemitraan orang
tua dengan sekolah dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa”
kepercayaan yang dibangun antara sekolah dan masyarakat, sangat

131
penting pengaruhnya bagi kontruksi peran orang tua disekolah, kontruksi
peran orang tua tersebut dibentuk oleh harapan kelompok sosial yang
berkaitan dan keyakinan individu orang tuan yang relevan yang terbentuk
secara sosial (Bujang Rahman, 2014). Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan dapat dibagi
dalam beberapa pola yang berbeda, (1) kerjasama orang tua dan
anaknya, misalnya orang tua memberikan tanggungjawab kepada anak
dalam pekerjaan rumah seperti membersihkan tempat tidur dan lain
sebagainya, (2) melibatkan seorang anak dalam pekerjaan luar rumah
seperti pekerjaan menyiram tanaman di kebun, memetik buah, (3)
melibatkan siswa dalam kegiatan sosial seperti gotong royong
membersihkan taman bermain umum, membersihkan jalan, dengan hal
seperti ini diharapkan agar anak memahami bahwa untuk lingkungan
sekitar tetap indah perlu adanya pembersihan dan perawatan. Sehingga
disekolah nanti guru akan lebih mudah memberi pemahaman kepada
peserta didik mengenai materi menjaga lingkungan. (4) Memfasilitasi
anak tanaman yang harus dia tanam dan rawat sampai besar atau
berbuah. Dengan seperti ini seorang anak akan belajar banyak hal seperti,
belajar mengenali jenis tanaman, belajar bersabah dalam menunggu
perkembangan tanaman, memiliki pengetahuan bahwa apa yang kita
tanam dan rawat dengan baik akan menghasilkan yang baik pula.
b) Sekolah bukan tempat penitipan anak. Orang tuan harus memahami
bahwa apapun yang terjadi kepada peserta didik disekolah merupakan
tanggung jawab bersama.
c) Orang tua harus sadar bahwa madrasah pertama berada dirumah atau
lingkungan keluarga. orang tua harus sadar akan tugas dan tanggung
jawabnya memberi pendidikan kepada anak, sadar atau tidak interaksi
seorang peserta didik lebih banyak diluar sekolah.
d) Orang tua harus menanamkan kepada peserta didk bahwa keberhasilan
dalam pembelajaran itu bagaimana seorang anak bisa memahami
pelajaran dan mengaplikasikannya bukan pada nilai rangking.

132
e) Orang tua harus memiliki ilmu mengenai bagaimana mengenali dan
mengontrol kondisi psikologis peserta didik termasuk dalam pemberian
reword dan fanismen. Salah satu contoh pemberian reword kepada anak
yang pada umumnya mungkin dengan memberikan mainan baru, bisa
diganti dengan memberikan tanaman baru, seperti yang dikatakan di atas
minat peserta didik perluterus didukung oleh orang tua.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ekoliterasi merupakan refleksi dari rasa tanggung jawab serta kepedulian
terhadap lingkungan yang harus ada dan dimiliki oleh setiap manusia,
pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungan berhubungan dengan
sikap dan nilai dan hal tersebut muncul karena adanya pondasi nilai dalam
diri setiap manusia, pondasi nilai tersebut pertumbuhannya dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar, orang tua dibantu oleh guru memiliki peran penting
dalam menumbuhkan rasa mencintai lingkungan sebagai kebutuhan hidup
peserta didik.

4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat


Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumentasi dan observasi yang
peneliti lakukan, setelah dilakukan melalui analisis software Nvivo,
diketahui bahwa faktor pendukung yang secara dominan memengaruhi
peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi adalah adanya program
adiwiyata (25%) dan komitmen lembaga (75%). Sedangkan faktor
penghambat internalisasi nilai-nilai ekoluterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan di SD Islam Fathia Kota Sukabumi adalah kurangnya
guru yang berkompeten dan kurangnya dukungan orang tua siswa.
4.3.3.1 Faktor Pendukung
Dari hasil penelitian adanya program adiwiyata dan komitmen
lembaga sangat mendukung dalam upaya internalisasi nilai-nilai ekoliterasi
kepada peserta didik dalam pembentukan karakter.. Komitmen lembaga
memiliki peran dalam menentukan keberhasilan internalisasi nilai-nilai
karakter peduli lingkungan, hal ini bisa terlihat dari visi dan misi yayasan
yang kemudian diturunkan ke visi dan misi lembaga, dan pada akhirnya

133
akan diturunkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat dan
dilaksanakan oleh guru. Adapun visi dari SD Islam Fathia Kota Sukabumi,
adalah “Fathia Islamic School sebagai lembaga pendidikan yang mampu
menjadikan generasi unggul berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah”.
Adapun misinya adalah: 1) Membentuk karakter anak yang dapat
memahami dan mengaplikasikan nilai keislaman, cerdas, dinamis dan
berwawasan lingkunga; 2) Mempersiapkan anak didik dengan pengetahuan
dan keterampilan agar memiliki Basic Skill (kemampuan dasar), Life
Skill (kemampuan untuk hidup) sesuai dengan tantangan jaman, Leadership
Skill (kemampuan untuk menjadi pemimpin) dan Spiritual
Skill (kemampuan untuk hidup sesuai dengan aturan Sang Pencipta).
Keberhasilan internalisasi nilai-nilai sangat ditentukan oleh visi dan
misi yang dibuat dan dilaksanakan oleh kepala sekolah yang senantiasa
melihat ke depan nasib dari lingkungan yang tidak dijaga, juga peserta didik
yang dibekali pendidikan karakter peduli lingkungan sedini mungkin. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Warren Bennis (1994) pemimpin
yang menjalankan visi dan misi sekolah senantiasa melihat ke depan dan
menunjukkan segala kekuatannya. Sedangkan program adiwiyata
merupakan realisasi dari tujuan, visi dan misi dari SD Islam Fathia
Cibeureum Kota Sukabumi.
SD Islam Fathia memiliki fasilitas yang lengkap untuk belajar baik
fasilitas dalam kelas maupun di luar kelas, dengan didukung oleh juknis
adiwiyata yang mudah dipahami dan dijalankan, berikut Flow chart
mekanisme pelaksanaan program adiwiyata tingkat sekolah

134
Pembentukan Tim Adiwiyata di Sekolah

Pengkajian kondsi lingkungan hidup sekolah, kebijakan sekolah,


kurikulum, kegiatan, dan sarana pendukung PLH

Penyusunan Rencana Kerja dan Alokasi Anggaran Adiwiyata di


sekolah

Melaksanakan Rencana Kerja Program Adiwiyata di sekolah

Sosialisasi Program Adiwiyata pada warga sekolah


Pembinaan
Implementasi terhadap kebijakan sekolah, kurikulum,
kegiatan, dan sarana pendukung PLH

Melaksanakan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan


Pencapaian Adiwiyata
Evaluasi
keberhasilan
adiwiyata Menyampaikan laporan Adiwiyata kepada Kepala
sekolah tembusan BLH dan Dinas pendidikan
Kabupaten/ Kota

Belum memenuhi
Memenuhi persyaratan
persyaratan
Adiwiyata
Adiwiyata

UsulanPenghargaan Adiwiyata
tingkat Kabupaten/ Kota

Untuk mendukung pelaksanaan adiwiyata dengan baik terdapat flow


chart mekanisme pembinaan adiwiyata mulai dari tingkat nasional, provinsi,
kab/kota sampai kepada tingkat sekolah, dimana juknisnya benar-benar
terstrukutr dan mudah di pahami, begitupun dalam tahap evaluaisi dalam

135
program tersebut. Seperti yang tertuang pada kode etik tim adiwiyata
(Kabupaten/kota, Provinsi, dan Pusat) meliputi:
1) Melakukan pembinaan dan evaluasi secara obyektif dan independen
sesuai fakta di lapangan
2) Menaati semua ketentua mekanisme pembinaan dan evaluasi
3) Tidak menerima dan/atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu dalam
bentuk apapun yang berhubungan dengan pembinaan dan evaluasi.
4) Berkomunikasi secara sopan dan professional dalam melaksanakan
pembinaan dan evaluasi
5) Menjaga rahasia hasil evaluasi sesuai ketentuan yang berlaku
6) Pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi berupa
pemberhentian sebagai tim adiwiyata.
7) Pemberhentian tim adiwiyata dilakukan pada tingkat Kabupaten/Kota
oleh bupati/Walikota, Tingkat Provinsi Oleh Gubernur, dan tingkat
Nasional oleh Menteri Lingkungan Hidup.
Penghargaan adiwiyata merupakan pemberian insentif yang
diberikan kepada sekolah yang telah berhasil memenuhi beberapa
komponen adiwiyata.bentuk insentif yang diberikan dapat berupa piagam,
piala dan atau bentuk lainnya. Adapun tujuan pemberian penghargaan
adiwiyata:
1) Sebagai wujud apresiasi atas usaha yang telah dilakukan sekolah dalam
upaya melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam
proses pembelajaran.
2) Sebagai tanda bahwa suatu sekolah telah melaksanakan 4 komponen
sekolah adiwiyata
3) Sebagai dasar untuk pelaksanaan pembinaan program adiwiyata yang
harus dilaksanakan oleh pihak kabupaten/kota, provinsi, dan pusat
(Panduan Adiwiyata, n.d.).
Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan karakter peduli
lingkungan peserta didik yakni kegiatan pembelajaran didukung oleh
fasilitas lainnya yang ada di sekolah. Fasilitas itu seperti pembentukan
kelompok piket pada masing-masing kelas untuk menjaga kebersihan kelas

136
dan penempatan tempat sampah organik dan anorganik di setiap kelas, juga
sering mengadakan program penanaman pohon untuk membiasakan peserta
didik peduli terhadap lingkungan.
4.3.3.2 Faktor Penghambat
Dalam pelaksanaannya sebagai sekolah adiwiyata SD Islam
Fathia Cibeureum masih memiliki beberapa hambatan berkaitan dengan
faktor guru, dan kurangnya dukungan orang tua.
Guru sangat terpaku pada target pencapaian kurikukum, kurangnya
pengetahuan dan pemahaman, sikap, juga tanggung jawab dalam
mengimplementasikan pendidikan lingkungan hidup yang sudah
diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Model integrasi adalah model
yang mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran
dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter (character
educator). Semua mata pelajaran diasumsikan memiliki misi moral dalam
membentuk karakter positif peserta didik, pendidikan karakter menjadi
tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah. Guru dituntut
melakukan kreativitas dengan berbagai metode pembelajaran dan
keberanian dalam mengembangkan, menyusun silabus dan rencana
pembelajaran (RPP) yang dikembangkan dan dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari (Sukadari, 2018). Kegiatan pembelajaran selain untuk
menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan,
juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari/peduli, dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dan
menjadikannya perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter
di sekolah merupakan pendidikan karakter pada konteks mikro, difokuskan
pada sekolah (Sulistyowati Endah, 2012).
Solusi dalam mengahadapi hambatan pada guru dalam proses
pembelajaran yaitu menggunakan model pembelajaran Experiential
Learning. Model experiential learning merupakan model pembelajaran
yang menekankan pada proses untuk mengalami dan merasakan apa yang
dipelajari sehingga memberikan pengalaman yang mampu mengembangkan
karakter seseorang (Silberman, 2014). Pada model experiential learning,

137
peserta didik terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Peserta
didik tidak hanya memahami dan mengerti materi tetapi juga belajar untuk
mendapatkan makna dari setiap materi yang dipelajari. Proses tersebut
mampu memberi pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan,
sehingga peserta didik mampu membentuk karakter peduli lingkungan. Ada
empat aspek dalam pembelajaran experiential learning menurut Kolb (1984:
30) yakni (1) concrete experience, merupakan tahap belajar melalui intuisi
dengan menekankan pengalaman personal, mengalami dan merasakan. (2)
Reflective observation, mengamati lingkungan dari berbagai perspektif yang
berbeda untuk memperoleh suatu makna sebelum membuat suatu keputusan.
(3) Abstract conceptualization, merupakan tahap belajar membuat konsep
dengan mengintegrasikan pengamatan dan teori yang ada untuk menstruktur
dan menyusun kerangka fenomena. (4) Active experimentation, tahap
belajar menggunakan teori–teori yang ada untuk membuat keputusan dan
memecahkan masalah (Kolb, 1984). Peningkatan pemahaman konsep ini
dikarenakan pembelajaran dengan model experiential learning mengajak
peserta didik memahami permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari dan lingkungan di sekitar tempat tinggal. Hal ini sesuai pendapat
Stevenson (2011) bahwa mengenalkan tempat di sekitar tempat tinggal
menjadi dasar timbulnya emosional dan pemahaman seseorang.
Pendidikan karakter yang telah diajarkan dan dibiasakan di sekolah
perlu didukung dan diperkuat di lingkungan keluarga. Sebab keluarga
memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak.
Karenanya keluarga harus selalu ikut memberikan contoh yang positif
kepada anak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tujuan sebuah
pendidikan tidak selesai hanya dengan kata lulus. Tapi pendidikan memiliki
tujuan jangka panjang dalam pembentukan kepribadian manusia agar
menjadi insan kamil, manusia yang berkepribadian. Begitu juga dengan
pembelajaran di sekolah tidak hanya selesai ketika jam pembelajaran
berakhir, atau materi-materi telah diselesaikan. Lain dari itu tujuan sebuah
pendidikan mengharapkan setiap peserta didik mampu menjadi manusia
yang memiliki kepribadian yang baik, baik di sekolah, di rumah dan di

138
masyarakat. Usaha yang dilakukan guru untuk mengawal karakter peduli
lingkungan pada peserta didik di rumah dengan memberikan penugasan
kepada peserta didik, misalnya; untuk menanam pohon di sekitar rumah,
menyirami tanaman di sekitar rumah pagi dan sore, membantu orangtua
membersihkan rumah, agar terlihat keterlibatan orang tua dalam mendukung
keberhasilan pendiidkan karakter peduli lingungan (Yahya Slamet, 2019).

4.3.4 Nilai-Nilai Ekoliterasi Yang dimiliki


Dari hasil penelitian ditemukan bahwa seorang anak sudah memiliki
pondasi mengenai rasa suka akan lingkungan sekitarnya, selanjutnya
bagaimana orang tua dan pihak sekolah berkolaborasi membangun rasa
tersebut menjadi cinta pada lingkungan. Kesadaran cinta pada lingkungan
memang akan muncul dan menjadi kebiasaan apabila orang tua, dan seluruh
stakeholder sekolah berkerjasama dalam mendampingi tumbuh kembang anak.
Pada pasal 65 poin ke empat UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa, setiap orang berhak untuk
berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Undang-Undang RI, 2009). Kaitannya dengan
hal ini, institusi pendidikan turut serta mengambil peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup tersebut, sekolah dijadikan wadah yang tepat untuk
menumbuhkan kepedulian lingkungan anak sejak dini dimulai dari diri sendiri
dengan tahu arti kebersihan diri sendiri.
Pembentukan karakter peduli lingkungan bisa dilihat dari kondisi
lingkungan sekolah di SD Islam Fathia Kota Sukabumi ada beberapa kegiatan
yang dilakukan di sekolah, Pertama, memiliki tenaga kebersihan yang bertugas
membersihkan lingkungan sekolah; Kedua, membuat jadwal piket kelas.
Jadwal ini dibuat oleh seksi kebersihan kelas setiap awal tahun. Peserta didik
diberi penguatan tentang pentingnya lingkungan yang bersih. Ketiga,
mengelola sampah dengan baik dan benar. SDIT Fathia membudayakan untuk
mengurangi pemakaian plastik karena sampah plastik susah terurai, membuang
sampah pada tempatnya, membagi sampah sesuai dengan kategorinya, sampah
kering dan sampah basah, sampah yang bisa didaur ulang dan sampah yang

139
tidak bisa didaur ulang dan membudayakan memungut sampah yang
berserakan di jalan; Keempat, Hemat Energi. Langkah nyata yang dilakukan di
SD Islam Fathia Kota Sukabumi membiasakan pemakaian listrik seperlunya,
menggunakan air sesuai kebutuhan. Kelima outdoor study. Outdoor study
merupakan kegiatan pembelajaran di luar kelas dengan mengunjungi tempat-
tempat yang berkaitan dengan kenampakan alam, anak belajar tentang air,
manfaat air, dan akibat yang terjadi apabila air tercemar, sehingga mereka
berusaha untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan air.
Adiwiyata merupakan sekolah yang berwawasan lingkungan yang
bukan hanya pada tampilan fisik sekolah yang hijau dan rindang, tetapi
merupakan wujud sekolah yang memiliki program dan aktivitas pendidikan
mengarah kepada kesadaran dan kearifan terhadap lingkungan sekitar, dengan
ciri mengimplementasikan kurikulum berwawasan lingkungan, melakukan hal-
hal yang berkaitan dengan menjaga lingkungan seperti : pengurangan
pemakaian listrik, air, ATK dan tentunya selalu menjaga kebersihan.
SD Islam Fathiyah menanamkan persepsi bahwa manusia perlu
menjaga kebersihan lingkungan dan diri agar sehat, sehingga tidak
menimbulkan penyakit dan penularan penyakit bagi diri sendiri maupun orang
lain. Ada banyak cara untuk menjaga kebersihan lingkungan dimulai dari
mendisiplinkan diri sendiri. Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan
status kesehatan, upaya pemeliharaan kebersihan diri mencakup tentang
kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut kaki dan seluruh anggota tubuh
lainnya. Dalam upaya pemeliharaan kebersihan diri, pengetahuan akan
pentingnya kebersihan diri tersebut sangat diperlukan. Karena pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Dalam agama Islam juga diajarkan mengenai kebersihan
diri sendiri, kebersihan makan, kebersihan minum, kebersihan pakaian, sumber
air, pekarangan dan seluruh kebersihan lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil wawancara, studi dokumentasi dan observasi yang
peneliti lakukan, diketahui bahwa nilai ekoiterasi yang muncul dalam peserta
didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi adalah empati, menjaga diri sendiri
dan sadar lingkungan.

140
4.3.4.1 Empati
Kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan
karakter sehingga menjadi tonggak awal banyaknya kasus degradasi
moral anak dan remaja, seperti dilansir dalam Berita Satu Online
Pemerhati Perilaku Remaja, (Rahmawati Habie, 2017) saat ini Indonesia
mengalami krisis kecerdasan emosional. Aspek dari kecerdasan
emosional adalah adanya kontrol emosi pada diri seseorang, kemampuan
tersebut ditunjukan dengan sikap empati, bertanggung jawab juga saling
membantu dan menjaga satu sama lain (Rahmawati Habie, 2017). Selain
itu setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda satu sama lain dan
mempunyai karakteristik yang berbeda pula. Maka dalam hal ini untuk
mengembangan kecerdasan emosi tersebut perlu adanya pembimbing
untuk mengarahkan hal tersebut, guru menjadi hal yang harus paling
dominan ketika mengajarkan di sekolah pendidikan dasar (Putri W, 2014).
Empati sangat perlu dimiliki setiap individu, karena manusia
sebagai mahkluk sosial nantinya akan berdampingan satu sama lain,
artinya mereka harus saling menghargai satu sama lain. Perbedaan yang
ada akan menjadikan mereka lebih paham bahwa mereka hidup
berdampingan anatar manusia dan lingkungan alam sekitar. Empati
berasal dari bahasa Yunani, yaitu “empatheia” yang berarti “ikut
merasakan” (Goleman, 1996). Istilah ini pada awalnya digunakan oleh
para teoritikus bidang estetika untuk menjelaskan tentang kemampuan
memahami pengalaman subjektif orang lain. Menurut Goleman (1996),
empati merupaka saling menghargai satu sama lain, menurt pandangan
yang tertanam dalam diri mereka masing-masing.
Baron Cohen, S dan Weelwright (2004) menyatakan bahwa
“Empathy allows individuals to understand the intentions of others,
predict their behavior and experience emotions triggered by their
emotions.” Selain itu menurut Duan dan Hill (1996) juga berpendapat
mengenai empati dalam penelitiannya, yakni “As in aesthetics, empathy
has been seen as a way of knowing and understanding another person or
an object”. Artinya mereka harus memahami satu sama lain dan saling

141
menghargai.
Ada ciri-ciri seseorang telah memiliki sifat empati, seperti sikap
yang ditunjukan seperti sikap toleransi, tanggung jawab, kasih sayang satu
sama lain, menghargai orang lain, dan saling membantu kepada orang
lain. Hal tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya usia
seseorang (Michele Borba, 2008). Empati merupakan bentuk pengalaman
yang seolah-oleh dia mengalaminya, padahal itu adalah bentuk dari saling
merasa, terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Ini merupakan
bentuk emosional yang ada dalam diri manusia (Lickona, 2012). Empati
merupakan salah satu sikap yang perlu dikembangkan, seiring dengan
pengetahuan dan kemajuan teknologi membawa dampak menurunnya
empati peserta didik hal ini disebabkan dengan adanya pengabaian sosial
dan rasa tidak peduli terhadap sesama (Fidrayani, Malang, 2015). Pada
usia anak-anak, mereka lebih menunjukkan empati terhadap ibu mereka
dibandingkan dengan orang asing lainnya, menjadi model perilaku empati
terhadap anak serta penuh dengan kasih sayang merupakan faktor yang
sangat kuat dalam mengembangkan dan perilaku prosisal anak (McDevitt,
1991). Empati merupakan keterampilan hidup yang penting dimiliki oleh
agar seseorang terhubung dengan orang lainnya. Jika seseorang
kehilangan empati maka perilakunya menjadi tidak terkontrol dan
mengalami kondisi bawaan yang aneh (Dweck, 2006). Empati merupakan
salah satu sikap yang perlu dikembangkan. Seiring dengan dengan
kemajuan pengetahuan dan teknologi membawa dampak menurunnya
empati siswa. Hal ini disebabkan dengan adanya pengabaian sosial dan
rasa tidak peduli terhadap sesama. Pengembangan empati salah satunya
dapat dapat dilakukan melalui integrasi mata pelajaran yang diajarkan
oleh guru (Firdayani, 2015)
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-
nilai ekoliterasi pada peserta didik, komite sekolah berperan aktif ikut
andil dalam membangun komunikasi yang baik mengenai perkembangan
peserta didik di sekolah, orang tua peserta didik dihimbau untuk
melibatkan peserta didik dalam berbagai service learnig sebagai contoh

142
mengikut sertakan anak dalam bekerja bakti di lingkungan rumah dengan
menyediakan alat siram tanaman yang mudah digunakan, niatnya bukan
untuk meringankan pekerjaan melainkan menumbuhkan rasa ingin
membantu pada anak. Orang tua dan keluarganya yang dekat dengan anak
akan sangat mempengaruhi terhadap rasa empati seorang anak, karena
rasa empati terbangun dari hubbit. Anak yang dekat dengan keluarga akan
terbiasa melihat kegiatan orang tua akan mengikutinya, seiring
berjalannya waktu anak akan paham manfaat dari kegiatan tersebut, oleh
karena itu keluarga perlu berhati-hati dalam mendampingi tumbuh
kembang anak jangan sampai kehilangan moment untuk menjelaskan
terkait manfaat dan dampak buruk apa yang dilakukannya.
Senada dengan itu Hincey dan Gavalek (1982) dalam penelitiannya
“Empatik responding in children of battered mothers, child abuse and
neglect “anak-anak yang berasal dari keluarga yang dimana ayahnya
melakukan kekerasan fisik terhadap ibunya, maka anak tersebut akan
memiliki empati yang rendah, bahkan anak tidak akan dapat mengenali
emosi orang lain dan kurang mampu menyesuaikan respon terhadap
emosi tersebut.
4.3.4.2 Menjaga Diri Sendiri
Dalam temuan penelitian disebutkan bahwa salah satu nilai
ekoliterasi dalam pembentukan karakter di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi adalah menjaga diri sendiri.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan sangat bergantung dengan
alam, apabila kita membiarkan kerusakan terjadi secara terus menerus
maka kita akan kehilangan sumber kehidupan. Untuk membentuk generasi
yang sadar tentang arti penting untuk keberlangsungan kehidupan manusia
maka perlu adanya usaha yang dilakukan untuk memiliki jiwa yang peduli
dan mencintai lingkungan alam sekitar dan hal tersebut harus dimulai dari
diri sendiri. Penyelesaian masalah lingkungan saat ini dan akan datang
tidak hanya bisa dilakukan melaui pendekatan kritis tapi justru yang
terpenting pendidikan moral, penananm karakter dan peduli lingkungan
sejak dini dianggap mampu menjadi solusi untuk pencegahan, perusakan

143
lingkungan dikemudian hari.
Kesadaran cinta pada lingkungan memang akan muncul dan menjadi
kebiasaan apabila orang tua, dan seluruh stakeholder sekolah kompak
dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Pada pasal 65 poin ke empat
disebutkan bahwa, setiap orang bereperan penting dalam menjaga dan
melindungi lingkungan hidup (Undang-undang No 32 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009). Lembaga
pendidikan dalam hal ini tentunya harus berperan dalam menjaga dan
melindungi lingkungan hidup. Agar tercapainya lingkungan yang baik dan
berkelanjutan.
Adiwiyata merupakan sekolah yang berwawasan lingkungan yang
bukan hanya pada sekolah yang hijau dan rindang, akan tetapi memiliki
program sekolah yang berjalan dalam menjalankan aktifitas kepada peserta
didiknya untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya lingkungan
hidup.
Dalam internalisasi nilai ekoliterasi dalam pembentukan karakter di
SD Islam Fathia Kota Sukabumi dilakukan proses penananaman presepsi
bahwa perlunya menjga lingkungan agar tetap bersih supaya tidak
merugikan diri sendiri dan orang lain, selain itu cara yang paling efektif
adalah mendisiplikan diri sendiri untuk tetap menjaga agar lingkungan
bersih dan nyaman.
Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan,
dalam upaya tersebut seperti misalnya menjaga kebersihan pada tubuh
sendiri agar tetap bersih, dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki.
Selain tiu penting juga cara bagaimana menjaga kebersihan diri agar tetap
sehat, misal melalui juga asupan makanan yang bersih dan higenis, juga
pakaian yang kita pakai untuk selalu bersih dari kotoran agar tidak
menimbulkan penyakit. Dalam agama Islam tentu saja ini merupakan
anjuran yang sering ungkapkan oleh Nabi Muhamad saw. Yaitu menjaga
kebersihan adalah bagian dari Imannya seseorang (Waskitoningtyas,
Permatasari, & Prasetya, 2018).
Selanjutnya, jika kesadaran dalam diri peserta didik sudah tertanam

144
akan pentingnya kebersihan dalam dirinya, juga menjaga agar tetap bersih
dan menjaga lingkungan maka itu akan menjadi karakter yang terus
mereka lakukan. Paling tida, mereka akan menularkan kebiasaan tersebut
kepada orang tua mereka dirumah, dan pada akhirnya orang tua pun akan
sadar untuk selalu menjaga kebersihan.
4.3.4.3 Sadar Lingkungan
Pendidikan memilki tujuan yang ingin dicapai, ada beberapa unsur
yang yang terlibat di dalamya, yaitu sebagai berikut:
a. Peserta didik, sebagai yang dibimbing
b. Pendidik
c. Adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Nteraksi
d. Tujuan pendidikan yang diarahkan oleh pendidik
e. Materi
f. Alat atau metode
g. Lingkungan atau tempat terjadinya pendidikan secara fisik (Dwi
Siswoyo, 2013).
Maka, seperti yang dijelaskan di atas lingkungan menjadi unsur yang
harus ada dalam pendidikan atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
Lingkungan tidak dapat dipisahkan atau tidak bisa ditiadakan karena
memang harus ada dalam unsur pendidikan (Arif Rohman, 2009)
Menurut bulletin para navigator dalam (Amos Neolaka, 2008)
kesadaran akan kemajuan merupakan modal yang harus ada pada jiwa
individu agar mampu berkomunikasi dan menafisrkan apa yang perlu
dikembangakan. Selanjutnya, (Mohamad, 2011) penanaman kesadran akan
menjaga lingkungan harus ditanamkan mulai sejak dini atau melalui
pendidikan dasar atau sekolah Dasar. Karena pada usia tersebutlah mereka
akan terus ingat dan akan menjadi kebiasaaan sampai mereka dewasa.
Tujuannya yaitu untuk menjaga alam supaya tetap lestari dan
berkelanjutan (Uyoh Sadulloh, 2010).
Sekolah harus menjadi wadah bagi para peserta didik agar mereka
paham bagaimana mereka menjaga lingkungan hidup, hal tersebut melalui
kurikulum yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Karakter untuk selalu

145
menjaga lingkungan merupakan karakter yang terbentuk dari penanaman
nilai di sekolah. Menurut Cahya, Heri dan Ayu (2019) mengemukakan
penanaman pendidikan karakter peduli lingkungan melalui integrasi
pengembangan kurikulum sekolah dan pengembangan sikap dalam proses
pembelajaran. Cara untuk menanamkan karakter peduli lingkungan salah
satunya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yakni melalui kesehatan lingkungan sekolah. Selain itu, dalam
mewujudkan pengembangan pendidikan lingkungan hidup agar
terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah, tentunya warga
sekolah memiliki pemahamann tentang pelestarian lingkungan hidup yang
jangakauannya lebih besar lagi ketika sudah tertanam. Tidak hanya nanti
akan dilakukan di sekolah saja tetapi juga ketika menjalankan kehidupan
dengan masyarakat luas (Rahmawati & Suwanda, 2015). Artinya, sekolah
menjadi ujung tombak dalam penanaman karakter peserta didik khususnya
dalam pemahaman peduli lingkungan.
Penanaman karakter yang ditanamkan terhadap peserta didik seperti
membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, peserta didik
dibiasakan untuk membersihkan lingkungan sekolah, tempat umum di
sekolah juga didalam kelasnya masing-masing melalui kerja piket.
Contohnya menjaga kebersihan kamar mandi. Juga belajar bagaimana cara
mengolah sampah agar bermanfaat. Selain itu sekolah juga memiliki
program setiap minggu, contohnya membersihkan taman sekolah, kolam,
dan tanaman dlingkungan sekolah agar tetap terjaga dengan baik.
Gerakan ekoliterasi dengan mengintegrasikan pada kurikulum.
Gerakan ekoliterasi lebih terfokus pada bagaimana siswa membiasakan
diri untuk peduli pada lingkungan. Ekoliterasi merupakan kegiatan untuk
menjaga alam supaya tetap terjaga dan lestari. Capra menjelaskan
ekoliterasi atau melek lingkungan merupakan kesadaran terhadap
pentingnya lingkungan hidup (Capra, 2002). Kesadaran terhadap
lingkungan hidup dilakukan dengan mengajak siswa untuk bisa membuka
pola pikir (open mindset) dan mengaktualisasikan peran preventif dalam

146
mengurangi masalah degradasi lingkungan. Di samping itu, ekoliterasi
diberikan agar siswa mampu berperan aktif agar sama-sama menjga
lingkungan agar tetap terjaga. Hal yang harus ditanamkan adalah nilai
sikap, komitmen agar menjaga lingkungan. Perilaku peserta didik
memberikan pemahaman bahwa mereka merupakan bagian dari
lingkungan tersebut.
Goleman mengemukakan lima poin untuk mengembangkan sikap
ekoliterasi (Goleman, Bennett, & Barlow, 2012):
a. Develop Empathy for All Forms of Life. Fokus pembelajaran pada
kesadaran, artinya seorang guru ketika melakukan kegiatan
pembelajaran dikelas harus mnegarahkan peserta didiknya pada
kesadaran empati atau kepekaan terhadapn lingkungan sekitar.
b. Embrace Sustainability as A Community Practice, Pentingnya
pembelajaran kelompok, peserta didik diarahkan untuk bekerja sama
satu sama lain, agar dapat tumbuh rasa percaya diri dan saling
berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, kerja kelompok juga akan
menumbuhkan sikap senang dalam pembelajan karena bergabung
dengan yang lain tidak sendirian.
c. Make the invisible visible, Pembelajaran secara nyata. Pembelajaran
ini diarahkan agar peserta didik belajar secara langsung dengan ikut
memperhatikan, merasakan keadaan sekitarnya. Hal ini akan terus
mereka ingat karena mereka merasakannya secara langsung.
d. Anticipate Unintended Consequences, Peserta didik diharpkan agar
mampu bertanggung jawab terhadap lingkungannya.
e. Understand How Nature Sustains Life, selanjutnya peserta didika
diharpakan agar dapat menilai sendiri dari apa yang telah
dikerjakannya atau bisa disebut evaluasi kegiatan.
Pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan lingkungan tempat
tinggal peserta didik atau terkait dengan situasi nyata dunia sekitar peserta
didik akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna (Zuchdi, 2011).
Berdasarkan analisis peneliti tentang internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam pembentukan karakter di SD Islam Fathia Kota

147
Sukabumi adalah bahwa nilai ekoliterasi yang berupa empati, menjaga diri
sendiri dan sadar terhadap lingkungan, muncul dan hadir pada siswa ketika
dimunculkan perasaan dan rasa malu. Perasaan dan rasa malu ini diduga
mengalahkan rasa takut akan ancaman dan motivasi terhadap reward.
Hal ini dapat dilihat dalam hasil penelitian ini, berdasarkan
wawancara dan observasi, bahwa siswa memiliki karakter baik melalui
internalisasi nilai-nilai ekoliterasi didasari pada perasaan dan rasa malu
jika manusia justru merusak alam. Padahal alam lingkingan ini telah
memberikan banyak kebaikan pada manusia. Justru kitalah sebagai
manusia yang seharusnya berterima kasih sehingga mau merawat ala mini
untuk diri manusia itu sendiri.
Rasa malu merupak sifat emosional yang ada pada setiap individu,
rasa malu biasanya karena sebuah kesalahan yang tidak menyenangkan
sehingga membuat dirinya merasa kurang (Eisenberg, 2000).
Tumbuh kembang anak sangat cepat, untuk itu sekolah dasar
menjadi pendidkan yang sangat fundamental, karena anak mulai tumbuh
pada berfikirnya, selain itu bahasa, fisik juga lagi berkembang secara
pesat. Artinya pendidikan sekolah dasar menjadi hal yang penting demi
mengarahkan agar peserta didik tumbuh dengan sempurna. Selain itu,
lingkungan yang kondusif juga menjadi sayarat pentinya terlaksana
pendikan pada anak (Desmita, 2015).
Pendidikan sekolah dasar yang berbasis lingkungan adalah konsep
pendidikan berpusat pada anak, konsep tersebut disebut sebagai ekoliterasi
pendidikan sekolah dasar. Tujuan dari pendidikan ini adalah agar peserta
didik peduli akan lingkungan, tujuan lulusannya agar menyadari bahwa
betapa pentingnya lingkungan. Mereka akan tumbuh menjadi genarasi
yang peduli terhadap lingkungan, terbentuk secara fisik dan peduli
terhadap pembangunan berkelanjutan. Peserta didik sejak dini harus
diajarkan tentang tanggung jawab dan peduli lingkungan (Essa, 2008). Jika
sudah sejak dini sudah diajarkan, maka akan menjadi agen perubahan dan
penerus generasi yang mencintai lingkungannya, selain itu mereka juga
akan menyadarkan lingkungan sekitarnya.

148
Pendidikan yang sudah menerapkan konsep ekoliterasi merupakan
orang yang sudah tersadarkan akan pentingnya lingkungan hidup, selain
itu, konsep ekoliterasi tidak hanya sadar lingkungan saja, tetapi mereka
paham bagaimana cara menjaga dan merawat agar alam sekitar menjadi
lestari dan berkelanjutan (Keraf, 2014).
Pentinganya pendidikan lingkungan hidup atau ekoliterasi harus
sudah diajarkan sejak dini pada peserta didik, agar lebih memaknai bahwa
hidup dimuka bumi ini, mereka tidak berdiri sendiri tetapi ada lingkungan
yang mesti mereka jaga sebagai sesama mahkluk hidup yang
berdampingan. Oleh manusialah lingkungan alam tetap terjaga dan
terawat, dan melalui pendidikanlah manusia paham bagaimana memiliki
kesadaran tersebut. Pemahaman ini harus selalu ditanamkan guna
terciptanya sustainable society.
Menurut analisis peneliti, konsep ekoliterasi merupakan konsep
yang sangat cocok akan perkembangan anak, melalui perkembangan fisik,
kognitif dan sosial anak. Pembelajaran ini juga berpusat pada anak, selain
itu pemebelajaran juga sangat menyenangkan dan pembelajaran bisa
dilakukan oleh peserta didik sacara langsung dan mudah dipahami.
Teknik pembelajaran ekoliterasi yang diterapkan pada peserta didik
secara filosofi tidak hanya membentuk anak secara holistirk dan
terintegrasi, akan tetapi pembelajaran ekoliterasi ini juga kegiatan belajar
yang koheren sesuai dengan pengalaman peserta didik. Selain itu
pencapaian dari pembelajaran ini sangat memungkinkan secara efektif.
Santrock memberikan penekanan diletakkan pada proses belajar
dibandingkan pada apa yang dipelajari. Lebih lanjut, Santrock juga
menjabarkan ada tiga prinsip dasar pendidikan berpusat pada anak yaitu;
(1) Peserta didik pada sekolah dasar memiliki perkembangan yang unik
dan berbeda satu sama lain, (2) peserta didik belajar secara langsung dan
mengalami langsung materi, (3) dan peserta didik juga bermain sambil
belajar agar menyenangkan dalam prosesnya (Santrock, 2011).
Berkesperimen, bereksplorasi, menemukan, mencoba, melakukan
restrukturisasi, berbicara dan mendengarkan, aktivitas-aktivitas tersebut

149
dapat mendasari pada konsep ekoliterasi pada pendidikan sekolah dasar.
Selain itu, maka diperlukan fasilitas-fasilitas agar menujang proses
kegiatan pembelajaran tersebut, seperti ruang terbuka, lapangan kosong,
tempat bermain anak, alat-alat motorik, pengadaaa rumah pohon dan lain-
lain yang mendukung terkait dengan pembelajaran di lingkungan alam.
Selanjutnya, peserta didik diajarkan untuk mengobservasi mahkluk
hidup lainnya tidak hanya pada alam saja, tetap pada hewan-hewan dan
tumbuhan yang ada di sekitarnya, mulai dari yang terkecil sampai yang
terlihat oleh mata. Selain itu pembelajaran juga mengajarkan pada peserta
didik tentang fungsi, nilai estetik dan lain-lain. Selain itu juga disisipkan
tentang pesan agama bahwa alam ini pun sama mahkluk hidup yang saling
membutuhkan satu sama lain, bagaikan satu ekosistem yang tidak dapat
dipisahkan.
Guru sebagai pengarah menjelaskan juga pada proses pembelajaran
dengan menggunakan media tumbuhan, misalnya biji-bijian dalam
berhitung, atau membuat tumbuhan sebagai seni gambar dan lain-lain.
Selain itu, peserta didik juga diajarkan bagaimana cara mendaur ulang
sampah menjadi bermanfaat, diajak pula mereka cara menanam tumbuhan,
dan bercocok tanam untuk lingkungan yang baik. Peserta didik dalam hal
ini diajarkan secara langsung pada alam sekitar. Ini menjadi aspek nilai
lebih agar mereka paham apa yang disampaikan oleh guru.
Konsep ekoliterasi di luar lingkungan kelas tentunya harus lebih
besar, karena mereka akan bersosialisasi dengan anak yang lainnya, selain
itu, peserta didik juga bisa bermain sambil belajar. Disamping itu,
perkembangan melalui motorik akan cepat meningkat dan berkembang,
guru sebagai pengarahnya juga bisa mengajarkan dan secara langsung
bagaimana misalnya mengenalkan tumbuh-tumbuhan melalui story telling,
atau misalnya membuat barang-barang bekas menjadi bermanfaat. Artinya
mereka diajak untuk menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar
yang dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Selain itu, konsep
pembelajaran ini bisa dilakukan dimanapun, karena menyesuaikan dengan
keadaan alam sekitarnya, artinya pembelajaran ekoliterasi tidak terpaku

150
pada ruang kelas saja, dana, atau bangunan sarana-prasarana yang mewah.
Ini akan menjadi solusi bagi pendidikan sekolah dasar, ada stimulasi pada
anak agar anak mau belajar dan memahami dengan baik tujuan
pembelajarannya.
Implementasi kurikulum 2013 dalam menerapkan konsep
pembelajaran yang bermuara pada ekoliterasi sudah sesuai dengan
pembelajaran abad 21 yaitu multi-inter-intra dan transdisipliner melalui
pembelajaran contextual teaching learning (CTL) berbasis pada peserta
didik dengan mengkolaborasi melalui pendekatan belajar problem based
learning (PBL), project based learning (PJBL). Untuk memperkuat
keterampilan berfikir melalui pembelajaran higher other thinking skill
(HOTS) peserta didik dapat membuat sebuah keputusan bagaimana
menjaga lingkungan sehingga pembelajaran memberikan makna pada
peserta didik melalui pembiasaan akan memberikan pemahaman bahwa
belajar untuk mencari tahu mengapa lingkungan perlu dijaga dengan
media lingkungan sekitar.
Melalui konsep ekoliterasi inilah peserta didik diarahkan untuk
menemukan fitrahnya secara utuh. Dalam hal ini manusia yang seutuhnya
adalah manusia yang paham dan peduli terhadap lingkungan alam, sosial
dan peduli terhadap pembangunan berkelanjutan. Selain itu, pembelajaran
yang menyenangkan karena mereka belajar secara langsung terhadap alam
sekitar agar dapat dipahami. Ada banyak manfaat yang didapat oleh
peserta didik dan pembelajaran menjadi bermakna dan menjadi perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.

4.4 Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan dan keterbatasan
peneliti. Penggunaan Nvivo sebagai alat analisis pada penelitian ini menjadi
kendala yang cukup berarti. Pelaksanaan penelitian yang dilakukan terkendala
dengan agenda sekolah, persiapan ujian sekolah dan libur keagamaan. Hal
tersebut membuat peneliti tidak dapat terus menerus mengikuti kegiatan
pembelajaran di kelas. Hal ini juga memengaruhi alur wawancara dengan

151
responden. Sebagaimana diuraikan dalam metode penelitian, alur wawancara
dengan responden diawali mulai dari kepala sekolah, guru kelas, kemudian
siswa. Pada pelaksanaannya, wawancara dimulai dari kepala sekolah sebagai key
informan, selanjutnya wawancara dengan responden siswa secara acak yang
mewakili, kemudian wawancara dengan guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Selain itu, kekurangan lainya, dalam penelitian ini peneliti hanya pada
proses internalisasi yang tertuju pembinaan nilai pada peserta didik, dan juga
langkah tahapan transformasi nilai. Peneliti belum sampai pada tahap transaksi
nilai dan transinternalisasi nilai karena diperlukan waktu yang sangat lama.

152
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Tujuan penelitian ini untuk menemukan : Proses internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik. Strategi
yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk
karakter peduli lingkungan peserta didik. Faktor pendukung dan penghambat
dalam proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter peduli
lingkungan peserta didik. Dan nilai-nilai ekolitreasi yang dimiliki peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

5.1.1 Proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter


peduli lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Cibeureum Kota
Sukabumi dilakukan melalui proses pembelajaran di dalam kelas dengan
menggunakan media visual dan audio visual melalui penjelasan guru
karena guru masih mempercayai penjelasan langsung ke peserta didik
lebih tepat sasaran dari pada mennggunakan media pembalajaran lainnya
mengingat usia anak sekolah dasar harus full pendampingan.. Proses
pembelajaran di luar kelas bentuknya adalah outing class dan out bound.
Pelaksanakan pembelajaran di luar kelas dengan memanfaatkan alam
sekitar atau lingkungan sekolah sebagai bahan pembelajaran. Strategi
outing class salah satunya bisa memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam penguasan materi dengan pengalaman langsung dalam rangka
penguasaan materi sebanyak-banyaknya. Pembelajaran di luar kelas
memberi stimulus dalam menggali potensi kecerdasan intelektual, spiritual
dan kecerdasan emosional tentunya dengan pendampingan dan pengarahan
guru.

5.1.2 Strategi yang digunakan dalam internalisasi nilai-nilai ekoliterasi


membentuk karakter peduli lingkungan peserta didik melalui kegiatan
belajar mengajar yang diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya secara
tematik, serta melalui kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan outbond
di luar jam sekolah tentunya dalam rangka agar terbentuk karakter peduli
lingkungan. Strategi pembentukkan karakter peduli lingkungan di SD Islam
Fathia Kota Sukabumi melalui budaya sekolah yang dilakukan secara rutin
sebagai bagian dari proses pembiasaan dan keteladanan. Pembiasaan
dilakukan agar terbentuk karakter peduli lingkungan adalah seperti
membuang sampah pada tempatnya dengan menempatkan antara sampah
organik dan non organik, mengurangi penggunaan plastik. sehingga menjadi
suatu budaya baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Keteladanan guru
yakni dengan mengambil sampah yang ditemukan dimanapun, dan
membawa botol minum dari rumah.

5.1.3 Faktor pendukungnya adalah komitmen lembaga yang tertuang dalam visi,
misi sekolah yang diimplementasikan guru dalam proses pembelajan
tertuang dalam rencana pembelajaran (RPP). Adapun faktor penghambat di
dalam proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi dalam membentuk karakter
peduli lingkungan peserta didik di SD Islam Fathia Kota Sukabumi masih
ada guru yang kurang memahami terkait petunjuk teknis implementasi
pembelajaran dan kurangnya dukungan orang tua yang belum memahami
akan tugasdan tanggung jawabnya dalam turyr serta mensukseskan program
sekolah .

5.1.3 Nilai-nilai ekoliterasi yang dimiliki peserta didik di SD Islam Fathia Kota
Sukabumi yaitu empati, sadar lingkungan dan menjaga diri sendiri.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan di lokasi penelitian,
diperoleh pemahaman bahwa untuk mewujudkan internalisasi nilai-nilai
ekoliterasi dalam membentuk karakter peserta didik di SD Islam Fathia
Cibeureum Kota Sukabumi yang baik, berhasil dan sesuai dengan tujuan, maka
tidak terlepas dari peran pengelola lembaga, sumber daya manusia, sarana
prasarana, komitmen seluruh stakeholder, dan strategi yang efisien dan efektif.
Adapun saranyang sangat mendasar yaitu:

5.2.1 Perlunya membangun komitmen seluruh stakeholder sekolah dalam


jangka panjang untuk kesinambungan pengembangan dan pembentukan
karakter siswa melalui proses internalisasi nilai-nilai ekoliterasi.

154
Komitmen ini berkaitan erat dengan kebijakan alokasi anggaran atau
budget yang memadai dalam pengembangan sekolah adiwiyata di masa
yang akan datang;

5.2.2 Guru dapat lebih berinovasi dan meningkatkan mutu dalam proses
belajar mengajar dengan model pembelajaran inquiry scientific in-
outdoor learning dalam menanamkan pendidikan karakter.

5.3 Rekomendasi

5.3.1 Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan


pertimbangan oleh peneliti lain untuk dilakukan pengembangan lebih
lanjut berkaitan dengan pendidikan karakter peduli lingkungan.

155
DAFTAR PUSTAKA

Al Abrasy Atiyah., M. (2003). Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam. Bandung:


Pustaka Setia.

Adkins, Carol, dan Simmons, B. (2002). Outdoor, Experiential, and


Environmental Education: Converging or Diverging Approaches?. RIC
Clearinghouse on Rural Education and Small Schools Charleston WV.

Agustinus, B. (2019). Penelitian Kualitatif Studi Multi-Disiplin Keilmuan dengan


NVivo 12 Plus. Bogor: Mitra Wacana Media.

Akbar. (2017). Peneguhan Pendidikan Karakter di Pesantren : Implementasinya di


Majlis al-Qurra wal-Huffazh As‟adiyah Sengkang Kabupaten Wajo.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.

Arifin, M. M. (2016). Strategi Guru Untuk Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan


Karakter Pada Peserta Didik. 16(1), 173.

Baron Cohen, S & Wheelwright, S. (2004). The Empathy Quotient: An


Investigation of Adults with Asperger Syndrome or High Functioning
Autism, and Normal Sex Differences. Journal of Autism and Developmental
Disorders, volume 34.

Bennis, W. (1994). On Becoming a Leader. New York: Addison Wesley.

Bujang Rahman. (2014). Kemitraan orang tua dengan sekolah dan pengaruhnya
terhadap hasil belajar siswa. Jurnal Pendidikan Progresif, 4(2), 131–134.

Bunting, C, (2006). Interdisciplinary Teaching Through Outdoor Education.

Cafra, F, (2005). Ecological Literacy: Educating our Children for a Sustainable


world (S. Club, Ed.).

Cahya, ett all. (2019). Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Peduli
lingkunga Melalui Pembelajaran Tematik Di Kelas IV SD 1 Sewon.
Prosiding Seminar Nasional PGSD, ISBN 978-602-6258-11-3.

Capra, (2005). Ecological Literacy: Educating our Children for a Sustainable


world (S. C. Books, Ed.).

Capra, Fritjof. (2002). Jaring-jaring Kehidupan. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Cengelci, T. (2013). Social Studies Teachers‘ Views on Learning Outside The


classroom.

Chotimah, U. (2016). Implementation of Character Education Local Wisdom


Charged in Basic Education evel in South Sumatera. Sriwijaya University
Learning and Education International Conference, 2(1), 1221–1238.

Creswell. (2018). Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memulih Di antara Lima
Pedekatan (Cetakan II; Saifuddin & L. Lazuardi, Eds.).

Cushman, R. (2012). Green Behavior (Homo Ecologicus. Retrieved from


https://engineering.dartmouth.edu/~d30345d/courses/engs44/GreenBehavior

D.P. Superka. (1973). A Typology of Valuing Theories and Values Education


Approaches. California: University of California, Berkeley.

Degeng Sudana. (1989). Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dentith & Debra. (2012). Teacher‘s Revitalizing the Culture Common. In An


Ecological Imperative for the 21st Century Curriculum. University of Texas
San Antonio.

Desmita. (2015). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya.

Dewi Amelia Valentine. (2015). Peningkatan Ecoliteracy Siswa dalam


pemanfaatan Kebun Karet Sebagai Sumber Pembelajaran IPS. Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 24 No. 2

Duan, C., & Hill, C. (1996). The current state of empathy research. Journal of
Counselling Psychology.

Dweck, C. (2006). Mindset: The new psychology of success. Random House.

Dwi Siswoyo, D. (2013). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:UNY Pres.

Maryani, E. (2011). Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk


Peningkatan Keterampilan Sosial. Bandung: Alfabeta.

Eisenberg, N. (2000). Emotion, Regulation, and Moral Development. Annual


Review of Psychology, 51, 665–697.

Essa, E. L. (2008). Introduction to Early Childhood Education. Canada: Delmar


Learning.

Firdayani. (2015). Pengembangan Empati Pada Anak Usia Sekolah Dasar.


Malang: Psikologi Forum.

Friest, S. (1986). Redefining Outdoor Education: a atter of any Relationships.


Journal of Environmental, Vol 3 Edisi(17)13-15.

Fuad Ihsan. (1997). Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta:Rineka Cipta.

157
Gardner, H. (2013). Multiple Intelligence: Kecerdasan Majemuk: Teori dalam
Praktek. Batam: Interaksara.

Goleman, D. (2010). Ecological Intelligence: Mengungkap Rahasia Di Balik


Produk-Produk yang Kita Beli. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D, Bennet L, & Barlow, Z,. (2012). Ecoliterate: How Educators are
Cultivating Emotional, Social, and Ecological Intelligence. San Franscsico:
Jossey-Bass.

Guba, & Lincoln. (1989). Fourth Generation Evaluation. Newbury Park: Sage
Publications.

Hall, J. & Stevens, P. (1991). Rigor in Feminist Research. Advances in Nursing


Science, Vol. 12 (3).

Hamzah, S. (2013). Pendidikan Lingkungan: Sekelumit Wawasan Pengantar.


Bandung: Refika Aditama.

Heidokolb. (2014). In Climate Change 2013-The Physical Science Basis: Working


Group I Contribution to the Fifth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. In Cambridge University Pres
(pp. 1–30). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Hinchey and Gavalek. (1982). Empatik responding in children of battered


mothers, child abuse and neglect,. 395–401.

Ife dan Tesoriero. (2006). , Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era.


Globalisasi: Community Development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ilma Nurul Naviatun Aveka. (2015). Strategi Internalisasi Nilai-nilai Spriritual


Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di SMP Islam Pronojiwo Kecamatan
Pronojiwo Kabupaten Lumajang. Http://Etheses.Uin-Malang.Ac.Id/2987/.

Imam, Gunawan, (2012). Taksonoi Bloom – Revisi Ranah Kognitif: Kerangka


Landasan Untuk Pembelajajaran, Pengajaran, dan Peniaian. Jurnal
Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran, Vol 2 No 2, 2528–5173.

J.P. Chaplin. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jazuli, A. (2015). Dinamika Hukum Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Rechts Vinding,
Volume 4, No 2.

Jazuli, A. (2017a). Media Pembinaan Hukum Nasional. Jurnal Rechts Vinding,


Volume 6, No 2.

Jazuli, A. (2017b). Penegakan Hukum Penataan Ruang Dalam Rangka

158
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Rechts Vinding, Volume
6, No 2.

Johansyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam; Kajian dari Aspek


Metodologis. Jurnla Ilmiah Islam Futura, Volume XI.

John A. Cassel and Thomas Nelson. (2010). Visions Lost and Dream Forgotten:
Environmental Education, Systems Thinking, and Possible Future in
America Public School. California.

Judiani Sri. (2010). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar melalui


Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendiidkan Dan Kebudayaan, 16
(Edisi Khusus).

Karlina F, Gegeng I, & Amirudin., (2017). Ecoliteracy Siswa SD Dalam Kegiatan


Pengelolaan Sampah Melalui Group Investigation Berbasis Outdoor Study.
Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, Volume: 2.

Kartawisastra Una. (1980). Strategi Klarifikasi Nilai. Jakarta: P3G Depdikbud.

Karwono, dan Mularsih H. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Raja


Grafindo Persada

Kaswardi. (2000). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia.

Keraf, S. (2014). Filsafat Lingkungan Hidup: Alam Sebagai Sebuah Sistem


Kehidupan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kevin, & Bohin. (2012). Buliding Characterh in School Practical Ways To Bring
Moral Instruction To Life. Jossey-Bass: A Wiley Imprint.

Lickona, T. (1992). Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility. New York: Simon & Schuster, Inc.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.


(n.d.). Panduan Adiwiyata Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan,

Khoer Abdul . (2003). Psykolinguistic, Kajian Teoritik. Jakarta:RinekaCipta

Lickona, T. (2004). Character Matters: How to Help Our Children DevelopGood


Judgment, Integrity, and Other Essential Virtues. New York: Simon &
Schusters, Inc.

Lickona, T. (2012). Educating for Character (Terj. Mendidik untuk Membentuk


Karakter: Bagaimana Sekolah dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap
Hemat dan Bertanggung Jawab). Jakarta: Bumi Aksara.

Made Gede Maulana I Gusti Agung. (2019). Membangun Karakter Daam

159
Perspektif Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Filsafat
Indonesia, 2 No 2, E-ISSN 2620-7982.

Maharani S, MS Z, & Nadiroh. (2019). Tranformation of The Value of Religious


Characteers in Civic Education Learning in Elementary Scholls.
International Journal of Muliticultural and Multireligious
Understandin, 6(2), 295–302.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.18415/ijmmu.v6i2.683

Maila, M. . (2014). Voices of Student Teachers in Their Teaching Practice: Key to


Quality Learning. Maditerranean. Journal of Social Scinces, 5(2), 569–577.

Mansur Isna. (2001). Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka


Utama.

Martin, S. (2003). The influence of Outdoor Schoolyard Experiences on Students‘


Environmental Knowledge, Attitudes, Behaviors, and Comport evel. Journal
of Elementary Science Education.

Maryono. (2015). The Implementation of the Environmental Education


at―Adiwiyata‖ Schools in Pacitan Regency (An Analysis of the
Implementation of Grindle Model Policy). Journal of Education and Practice,
6(17), 31–42.

Masbur. (2015). Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Perspektif Abraham Maslow.


Jurnal Ilmiah Edukasi, Volume 1, No 1.

McDevitt, ett all (1991). Adolescents‘ Perceptions of Mothers‘ and Fathers‘


Prosocial Actions and Empathic Responses. 22 N 3.

Michele Borba. (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta.

Mirza Desfandi. (2015). Mewujudkan Masyarakat Berkarakter Peduli


Lingkungan Melalui Program Adiwiyata. In Jurnal. Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh.

Mirza D, Maryani E, & Disman. (2017). Building Ecoliteracy Through


Adiwiyata Program (Study at Adiwiyata School in Banda Aceh). Indonesian.
Journal of Geography, Vol. 49, N.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22146/ijg.11230

Mohammad Nur Syam. (1986). Pendidikan Filasafat dan Dasar Filsafat


Pendidikan. Surabaya: Usaha Nsional.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Moustakas C. (1994). Phenomenological Research Methods. Sage Pub.

160
Muhaimin. (2015). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Lokal
dalam Mengembangkan Kompetensi Ekologis pada Pembelajaran IPS.
Sosio didaktika. Social Science Educational Journal, 1(2).

Muhammad Ali Ramdhani. (2014). Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi


Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Universitas Garut, 8(1), 35.

Muhammad Nur Wangid. (2009). Sistem Among Pada Masa Kini : Kajian Konsep
Dan Praktik Pendidikan. Jurnal Kependidikan, XXXIX No 2.

Muin Salim, A. (1994). Pokok-pokok Pikiran tentang Laut dan Kehidupan Bahari
dalam Alquran. Ujung Pandang.

Mukminin Amirul Al Anwari. (2014). Strategi Pembentukan Karakter Peduli


Lingkungan di Sekolah Adiwiyata Mandiri. Jurnal Ta‘dib, Volume 19, No 2.

Mulyana. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Mulyasa, E. (2014). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: BumiAksara.

Munif Muhammad. (2017). Strategi Internalisasi Nilai-Nilai PAI dalam


Membentuk Karakter Siswa. Edureligia, Volume 01, 2579–5694.
https://doi.org/https://doi.org/10.33650/edureligia.v1i2.49

Mustari, M. (2014). Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Nadiroh, Hasanah U. & Zulfah F (2019). Behavioral Geography: an Ecolitarcy


Perpective and Critical Thinking Skill is Men an Women. Indonesian Jurnal
of Geography, 51(2), 115–122.
https://doi.org/http://dz.doi.org/10.22146/ijg.36784

Nahdhiyah. (2004). Spiritual Values in Khalil Gibran‘s The Prophet. In Thesis.


UNM.

Napisah N. (2012). Penerapan Strategi Internalisasi Nilai-nilai Akhlak Dalam


Pembelajaran Agama Islam.
Http://Digilib.Uinsgd.Ac.Id/17920/4/4_BAB%20I.Pdf.

Neolaka Amos. (2008). Kesadaran Lingkungan. Jakarta:Rineka Cipta

Noeng Muhadjir. (2015). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori
Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nunu Nurfirdaus dan Hodija N. (2018). Peran Lingkungan Sekolah dan


Pembentukan Perilaku Sosial Siswa. Jurnal Penelitian, 17.

161
Permana Budi. (2013). Sistem Manajemen Akademik Perguruan Tinggi.
Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia.

Permen LH. (2013). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia


Nomor 5 pada tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Adiwiyata.

Poerwadarminta. (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pratomo S. dan Barlia L. (2006). Basic Pendidikan Lingkungan. Bandung: UPI


Press.

Pribadi, B. . (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta.

Putri S, Jafar M, & Bagaskorowati R. (2019). Increasing ecoliteracy and student


creativity in waste utilization. International Journal of Evaluation and
Research in Education, 8(2), 255–264.

Putri W, I. (2014). Melatih Empati pada Anak. Surabaya.

Putu, A. (2018). Application Of Project Based Learnin Models To Improve


Ecoliteracy Of Elementary School Students Through Urban Farming
Activities. Journal of Primary Education, 2(2), 95.

R. Khan. (2010). Critical Pedagogy,Ecoliteracy, & Planetary Crisi, The


Ecopedadogy Movement. In Critical Pedagogy,Ecoliteracy, & Planetary
Crisi, The Ecopedadogy Movement. New York.

Rahmawati & Suwanda. (2015). Upaya Pembentukan Perilaku Peduli


Lingkungan Peserta didik Melalui Sekolah Adiwiyata Di SMP Negeri 28
Surabaya. Jurnal Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, Vol.1 No.3.

Rahmawati Habie. (2017). Pemerhati: Dunia Pendidikan Krisis Kecerdasan


Emosional, https://investor.id/archive/pemerhati-dunia-pendidikan-krisis-
kecerdasan-emosional

Ramayulis. (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Rijali Ahmad. (2018). Analisis Data Kualitatif. Jurnal Alhadharah, Vol 17, No 33.

Rohman Arif. (2009). Memahami Pendidikan Dan Ilmu Pendidikan.


Yogyakarta:CV Aswaja Pressindo.

Rosana Mira. (2018). Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan


Lingkungan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial, Volume 1, No 1.

Rusmawan. (2017). Ecoliteracy Dalam Konteks Pendidikan IPS. Sosio Didaktika


: Social Science Education, 4(2), 39–50.

162
S. R. P Sitorus. (2004). Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan.
Jakarta: Rineka Cipta.

Salman. (2015). Strategi Internalisasi Nilai-nilai Al Quran. Jurnal Mudarrisuna,


Volume 5, No 1.

Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development (13th ed.). New York, New York,
USA: McGraw-Hill.

Sapriya. (2017). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung:


Rosdakarya.

Satori, D., & Komariah, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.

Semiawan, C. R. (2009). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:


Depdikbud.

Setyaningrum wahyu T. (2020). Praktik Pembelajaran Ekoliterasi Berorientasi


Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Di Sekolah Dasar Negeri
Kota Surabaya Bagian Barat. JPGSD, 8 (2), 375–384.

Shantini. (2015). Penyelenggaraan EfSD Dalam Jalur Pendidikan Di Indonesia.


Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 13 No, E. ISSN 2579-7700.

Shihab, M. Q. (2000). Tafsir Al Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran.


Jakarta: Lentera Hati

Shihab, M. Q. (2011). Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Membumikan;


Mizan, Ed.). Bandung.

Sholikhah, I. (2017). Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan (Studi Kasus di


Sekolah Menegah Assalihiyah, Thailand). Jurnal Attarbiyah, Volume 27,
19–42. https://doi.org/DOI: 10.18326/attarbiyah.v27.19-42

Speziale, ett all. (2003). Qualitative research in nursing. Third Editionth Edition
Philadelphia: Williams & Wilkings Co.

Sri Anitah, dkk. (2014). Strategi Pembelajaran di SD, Buku Materi Pokok
Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas Terbuka.

Subekhan, & Annisa, (2018). Eksistensi Keteladanan Pendidikan Karakter


Dalam Perspektif Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Genealogi PAI, Vol. 5

Sugiarta I, Mardana, &Adiarta W (2019). Filsafat Pendidikan Ki Hadjar


Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3, ISSN: E-
ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990.

163
Sugiarto, E. (2014). Ekpresi Visual Anak : Representasi Interaksi Anak Dengan
Lingkungan Dalam Konteks Ekologi Budaya. Mimbar Sekolah Dasar,
Volumen 1. Retrieved from http://jurnal.upi.edu/mimbar-sekolah-dasar/

Suharsimi Arikunto, Suhardjono. & Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas.


Jakarta:Bumi Aksara.

Sukadari. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter Mellaui Budaya Sekolah (I).


Yogjakarta: Kanwa Publisher.

Suleri, J., & Cavagnaro, E. (2016). Promoting pro-environmental printing


behavior: The role of ICT barriers and sustainable values. International
Journal of Education and Development Using Information and
Communication Technology, 12(2), 158–174.

Sulistyowati Endah. (2012). Implementasi Kurikulum Pendidikan


Karakter.Yogjakarta: PT Citra Aji Parama.

Sumaatmadja Nursid. (2016). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi


Aksara.

Sunarto. (2004). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Depdikbud.

Sunhaji. (2013). Pembelajaran Tematik Integrative Pendidikan Agama Islam


Dengan Sains. Purwokerto.

Supriatna, N. (2016). Ecopedagogi: Membangun Kecerdasan Ekologis dalam


Pembelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syamsul Maarif. (2007). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tabrani Yusam Ahmad. (2014). Internalisasi Nilai-nilai Kesadaran Lingkungan


Melalui Pendidikan (Perfektif Al Quran dan Hadits). Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 02, 32–51.

Taufiq M, Dewi NR, & Widiyatmoko A. (2014). Pengembangan Media


Pembelajaran IPA Terpadu Berkarakter Peduli Lingkungan Tea
“Konservasi” Berpendekatan Science- Edutainment. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, JPII 3 (2), 140–145.

Thoha, M. C. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Undang-undang No 32 (2009), Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Undang-Undang RI. (2009). Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


No. 32.

164
Uno. dan Nurdin. (2011). Belajar Dengan Pendekatan PAIKEM. Jakarta: Bumi
Aksara

Uno, Hamzah. (2013a). Landasan Pendidikan : Sebuah Pemikiran Kompreshensif


Landasan Pendidikan Berbasis Karakter Di Indonesia. Gorontalo: Ideas
Publishing.

Uno, Hamzah. (2013b). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta. Bumi


Aksara

Utomo Erry. (2010). The Development of Character Education and Its‘s


Implementation at Educational Unit in Indonesia. International APEC
Collaborative Education (IACE) ALCoB Conference. Busan: South Korea.

Uyoh Sadulloh. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung.

Waskitoningtyas, Permatasari B, & Prasetya K (2018). Penyuluhan Kebersihan


Diri Melalui Program Cuci Tangan Sebagai Bentuk Kesadaran Siswa Pada
SD N 014 Balikpapan Barat. Jurnal Terapan Abdimas, 3(1), 44.
https://doi.org/10.25273/jta.v3i1.2167

Widianarko Budi. (2011). Hambatan Politik, Ecoliteracy dan Kepemimpinan


Lingkungan. 5(I), 1–5.

Widyaningsih, ett.all. (2014). Internalisasi Dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter


Pada Siswa Smp Dalam Perspektif Fenomenologis. Jurnal Pembangunan
Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2(2), 181–195.
https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i2.2658

Yahya Slamet. (2019). Integrasi Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Dalam


Kegiatan Pembelajaran Di SDIT Imam Syafi‟i Petanahan Kebumen. Insania,
24(2).

Yusuf, M. (2013). Membentuk Karakter Melalui Pendidikan Berbasis Nilai.


Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-Studi Islam. Jurnal Al-Ulum (Jurnal Studi-
Studi Islam, Vol 13 (1) 5

Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.


Yogyakarta: UNY Press.

165
LAMPIRAN - LAMPIRAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PASCASARJANA
Kampus Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220
Telp. (021) 4721340, Fax (021) 4897047, website: http://pps.unj.ac.id,
e-mail: tu.pps@unj.ac.id

Nomor : 2359/UN39.6.Ps/LT/2020 Jakarta, 31 April 2020


Lamp. : --
Hal : Izin Penelitian

Kepada Yth.
Kepala SD Islam Fathia Cibeureum
Kota Sukabumi
Di
Tempat

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Prof. Dr. Ir. Ivan Hanafi, M.Pd.
NIP : 19600523 198703 1 001
Jabatan : Wakil Direktur I Pascasarjana UNJ
Alamat Instansi : Gedung Bung Hatta Universitas Negeri Jakarta
Jalan Rawamangun Muka
dengan ini menerangkan bahwa,
Nama : Aeni Latifah
NIM : 7527167619
Program Studi : Pendidikan Dasar
Program : Doktor
Angkatan : 2016/2017
No. HP : 0852 1678 9740

untuk dapat memperoleh bantuan pengambilan data di instansi/Lembaga Bapak/Ibu dalam rangka
penyusunan tugas akhir/Disertasi yang berjudul :

“INTERNALISASI NILAI-NILAI EKOLITERASI DALAM MEMBENTUK


KARAKTER PESERTA DIDIK DI SD ISLAM FATHIA CIBEUREUM,
KOTA SUKABUMI”
Demikianlah permohonan ini disampaikan untuk mendapatkan pertimbangan dan terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan.

Tembusan :
1. Direktur Pascasarjana UNJ (sebagai laporan)
2. Koordinator Program Studi
3. Kasubang TU/Akademik
4. Pertinggal
Lampiran 2
Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA KEPALA SEKOLAH


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 01
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Kepala Sekolah
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : ............. (Peneliti)

1. Bagaimana sistem penanaman karakter yang dilakukan di SD Islam


Fathiyah?
Uraian Jawaban:
Sesuai dengan Visi lembaga pendidikan yaitu mampu menjadikan generasi
unggul berdasarkan Al-quran dan Assunnah, dengan Misi membentuk karakter
anak yang dapat memahami dan mengaplikasikan nilai keislaman, cerdas,
dinamis dan berwawasan lingkungan. Serta mempersiapkan anak didik dengan
pengetahuan dan keterampilan agar memiliki Basic Skill, Life Skill and
Spiritual Skill yang ditunjang dengan sarana prasarana yang cukup lengkap.
Pada hari-hari besar seperti Hari Anak Internasional peserta didik SD Fathiyah
melakukan kegiatan outing class kegiatan tersebut di desain sedemikian rupa
agar peserta didik dapat menerapkan beberapa perilaku yang baik untuk
pembentukan karakter positif, beriman, perilaku hidup sehat, dan di selingi
dengan permainan, menumbuhkan cinta tanah air dengan meperkenalkan
permainan tradisional, dan yang terpenting mendorong sekolah menjadi
sekolah ramah anak.

2. Bagaimana penanaman nilai linkungan ekoliterasi di sekolah ini?

169
Uraian Jawaban:
SD Islam Fathia menanamkan kepada peserta didik sejak dini untuk hidup
selaras dan harmonis dengan keadaan alam. Dalam penanaman internalisasi nilai-
nilai ekoliterasi kepada peserta didik tentunya ada faktor pendukung dan penghambat,
faktor pendukung diantaranya program adiwiyata dari Kementrian Lingkungan Hidup
terus dilakukan pendampingaan untuk melibatkan seluruh stakeholder untuk dapat
bekerjasama dengan baik dan didukung dengan fasilitas dan lingkungan sekolah
sebagai wadah belajar mengajar yang cukup lengkap

3. Kurikulum seperti apa yang diberlakukan di SD Islam Fathiyah?


Uraian Jawaban:
Pola pendidikan lingkungan hidup dilaksanakan dengan mengintegrasikan pada
setiap mata pembelajaran sesuai dengan apa yang tertuang dalam kurikulum
SD Islam Fathiyah. Ketika memulai kegiatan belajar mengajar guru
menginformasikan tentang nilai dan sikap, bahkan guru memberikan
pengarahan untuk memulai kegiatan dengan berdoa yang siswanya tak luput
dari pandangan guru secara seksama. strategi pemebelajaran outing class juga
bisa mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan kesempatan seluas-luasnya
memperoleh pengalaman langsung dalam rangka penguasaan terhadap
beberapa materi pembelajaran. Secara sadar atau tidak pembelajaran diluar
kelas memberi stimulus dalam menggali potensi kecerdasan intelektual,
spiritual dan kecerdasan emosional tentunya dengan pendampingan dan
pengarahan guru yang ketat.

4. Bagaimana cara menginformasikan nilai-nilai yang baik dan buruk pada


siswa?
Uraian Jawaban:
Mengingat guru dipandang sebagai orang tua yang lebih dewasa oleh para
siswanya, itu artinya siswa menilai guru sebagai contoh dalam bertindak dan
berperilaku, hal ini menuntut guru harus pandai dalam menjaga sikap dan
perilaku guna memberikan contoh yang baik. Dengan konsep sebagai berikut
maka guru akan lebih berhati-hati dalam bersikap, sehingga lebih bijak dari
setiap tindakan yang akan diambil, hal ini berlaku baik dalam proses belajar

170
mengajar di kelas dan pembelajaran secara tidak langsung dalam kehidupan
sehari-hari.

5. Bagaimana keterlibatan warga sekolah terhadap Program adiwiyata?


Uraian Jawaban:
Kita yang berprofesi dalam dunia pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah
SD Fathiyah memang telah mendapatkan pengharga Adiwiyata namun bukan berarti
hanya sampai disitu, justru kita punya PR tambahan yang terpenting yaitu bagaimana
mempertahan semangat seluruh stakeholder sekolah, dan membangun semangat juga
pada masyarakat dan itu adalah bukan tantangan yang mudah.

6. Nilai ekoliterasi apasaja yang harus dimiliki peserta didik?


Uraian Jawaban:
Secara garis besar nilai-nila ekoliterasi dapat dinilai dari Peserta didik
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya, Memiliki kemampuan dasar berfikirt krits logis, Memiliki
kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan, Memiliki kemampuan
berkomunikasi, kerjasama, dalam masyarakat.

7. BagaimanaRelevansi program adiwiyata dengan proses penerapan


internalisasi nilai-nilai yang sudah diterapkan di SDI Fathia?
Uraian Jawaban:
Salah satu misi adiwiyata ialah penanaman nilai kebersihan sejak kecil, anak
akan sadar serta terbiasa untuk menjaga kebersihan hingga dewasa nanti, tak
hanya itu mengajak anak dalam hal ini peserta didik untuk belajar menjaga
kebersihan dapat menjauhkannnya dari berbagai macam penyakit.

171
Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA KOMITE SEKOLAH


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 02
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Komite Sekolah
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : ............. (Peneliti)

1. Bagaimana sistem penanaman karakter yang dilakukan di SD Islam


Fathiyah?
Uraian Jawaban:
Kami berupaya semaksimal mungkin untuk mendidik anak-anak yang
berkarakter Al Quran dengan mengerahkan semua stake holder yang
berkecimpung di dalamnya. Di samping itu, Keunggulan dari sekolah Fathia
sangat dapat dirasakan dari segi dukungan fasilitas yang menarik seperti desain
ruang kelas yang bernuansa lingkungan begitupun dalam pembelajaran di luar
kelas dilengkapi dengan fasilitas seperti Outbond Zone, Camping Ground, Pets
Zone, Water Life Zone, Sands Area, Gazebo dan lain sebagainya

2. Bagaimana penanaman nilai linkungan ekoliterasi di sekolah ini?


Uraian Jawaban:
Di sini selain fasilitas Guru yang lengkap, tidak kalah pula dengan fasilitas yang di
peruntukkan untuk menunjang proses belajar peserta didik tentunya hal ini,
menariknya konsepnya di desain sebagai sekolah ramah lingkungan tentunya hal ini
didukung dari adiwiyata sebagai program pemerintah baik dari gagasan maupun
financsial, dan sebagai sekolah adiwiyata kita memiliki tujuan secara umum
mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli serta juga berbudaya dalam lingkungan

172
hidup dengan menciptakan kondisi yang lebih baik agar sekolah menjadi wadah
pembelajaran serta juga penyadaran untuk seluruh stakeholder sekolah. Untuk
penanam rasa empati untuk anak sekolah dasar harus lebih ditekankan kepada
orang tua karena bagaimanapun rumah dan orang tua adalah madrasah pertama
seorang anak, sekolah adalah madrasah kedua yang bertugas membantu.

3. Bagaimana keterlibatan warga sekolah terhadap Program adiwiyata?


Uraian Jawaban:
Dalam rangka pelestarian lingkungan, diperlukan keterlibatan oleh semua komponen
masyarakat, agar bisa mewujudkan sekolah peduli dan berbudaya lingkungan,
tentunya warga sekolah dan masyarakat sekitar perlu dilibatkan dalam berbagai
aktivitas pembelajaran lingkungan hidup dan melakukan berbagai kegiatan yang
memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya,
serta terus menerus mensosialisasikan kegiatan, begitupun dengan pendekatan pada
siswa penting dilakukan guna mendapatkan support dari semua pihak, agar adanya
kesepakatan bahwa sekolah tersebut benar-benar sekolah yang berwawasan
lingkungan tidak hanya sekedar program yang bersampul.

173
Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA GURU PAI


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUI

Kode : CW. 03
Hari/Tanggal : Kamis, 10 Oktober 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru PAI
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Kurikulum seperti apa yang diberlakukan di SD Islam Fathiyah?


Uraian Jawaban:
Adapun dalam pengembangan kurikulum berbasis karakter, SD Islam Fathia
menanamkan nilai-nilai Fathia kepada peserta didiknya sejak dini, adapun
nilai-nilai Fathia sebagai berikut: (1) Faith /Spiritual yaitu Cinta Allah, Rosul,
Alqur’an, (2) Akhlaq yaitu Jujur, Santun, Cinta Lingkungan, (3)
Trust/Amanah yaitu Tanggung Jawab, Memimpin, Amanah, (4)
Helpful/Penolong yaitu berbagi, empati, (5) Advance yaitu Cerdas, Dinamis,
Non Stop Learning.

2. Bagaimana proses penggunaan media pembelajaran di dalam kelas?


Uraian Jawaban:
Media sangat membantunya dalam penyampaian materi praktik sholat kepada
peserta didik, peserta didik lebih semangat karena ada variasi seperti gambar
dan suara dan hal tersebut sangat meningkatkan motivasi siswa sehingga proses
belajar mengajar dapat berhasil sesuai dengan SKD yang di tetapkan, walaupun
dalam penggunaan media menuntut guru untuk bekerja lebih ekstra perhatian
kepada anak-anak mengingat usia sekolah dasar yang memiliki rasa penasaran
tinggi akan benda yang dilihatnya.

174
Lampiran 6
PEDOMAN WAWANCARA GURU PLH
SD ISLAM FAHTIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 04
Hari/Tanggal : Rabu, 11 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru PLH
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana proses penggunaan media pembelajaran di dalam kelas?


Uraian Jawaban:
Proses penginformasian yang pertama dari dokumentasi photo dipresentasikan
kepada anak-anak. Kedua diputarkan vidio biar siswa menganalisis vidio dan
photo tersebut. Setelah pesan dari media tersebut sampai ke siswa, guru
memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai nilai-nilai kebaikan ekoliterasi.

175
Lampiran 7

PEDOMAN WAWANCARA GURU MUATAN LOKAL


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 05
Hari/Tanggal : Rabu, 11 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru Muatan Lokal
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana proses penggunaan media pembelajaran di dalam kelas?


Uraian Jawaban:
Dalam pembelajaran kerajinan tangan, atau pun kesenian lainnya, sebenarnya
menuntut kita untuk menggunakan alat bantu pembelajaran namun tidak dapat
dipungkiri bahwa guru harus super ekstra dalam pengawasan seperti siswa
yang berebut ingin duduk di barisan depan, ada beberapa siswa yang kemudian
fokusnya hanya pada meihat layar dan mengabaikan apa yang harus
dikerjakan. Itu sebabnya seorang guru harus selalu belajar. Terlepas dari
kendala tersebut seorang guru tetap merasa terbantu dengan media tersebut
minimal untuk menarik perhatian awal siswa walaupun pada akhirnya arahan
guru yang akan lebih dminan, mengingat dalam pembelajaran motivasi
belajarlah yang utama harus ditumbuhkan

176
Lampiran 8

PEDOMAN WAWANCARA GURU IPS


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 06
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru IPS
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Kurikulum seperti apa yang diberlakukan di SD Islam Fathiyah?


Uraian Jawaban:
Salah satu contoh mengintegrasi pembelajaran lingkungan hidup dalam proses
belajar mengajar bisa melalui pembalajaran IPS yang dilakukan diluar kelas
tema materinya dapat mengkaji isu-isu permasalahan sosial, dalam
pembelajaran IPS terdapat isu lingkungan hidup misalnya yang berkaitan
dengan eksploitasi sumber daya manusia dan pengelolaan kekayaan bumi,
tanah hutan dan usnsur lainnya, permasalahan tersebut seperti sampah, banjir,
polusi udara, dan pemanasan global. Dengan tema seperti ini akan mudah di
temukan oleh siswa dilingkungan sekitarnya dan dalam penyelesaiannya boleh
didampingi oleh keluarga, hal ini dapat memberi suasana berbeda kepada siswa
dan lebih dapat mengekspor diri tanpa adanya rasa canggung berada didekat
guru, dan akan meningkatkan kedekatan peserta diidik dengan keluarga.

2. Bagaimana proses penggunaan media pembelajaran di dalam kelas?


Uraian Jawaban:
Guru haruslah banyak melakukan inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan,
guru juga harus kreatif dalam menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan penuh semangat, guru harus mampu melihat kondisi
didalam kelas, apabila suasana kelas terlihat membosankan karena

177
pembelajaran yang dilakukan kebanyakan melalui metode ceramah maka
seorang guru harus di tuntut untuk memberika metode lainnya seperti
menggunakan gambar atau video, namun jika guru merasa hal tersebut masih
kurang maka bisa dengan karya wisata atau yang popular di kenal dengan
outing class, pembelajaran oiting class dimaksudkan agar siswa tidak merasa
bosan dalam pembelajaran karena pembelajaran bisa dilakukan diluar kelas.

178
Lampiran 9

PEDOMAN WAWANCARA WAKA KURIKULUM


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 07
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Bagian Kurikulum
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Kurikulum seperti apa yang diberlakukan di SD Islam Fathiyah?


Uraian Jawaban:
SD Fathiyah sudah memberlakukan strategi belaajar mengajar yang bervariasi
salah satunya menggunakan pembelajaran outing class, strategi pembelajaran
ini dinilai efektif untuk meningkatkan semangat belajar kepaa siswa sehingga
gurupun selalu di beri himbauan untuk lebih semangat dalam berkreasi
khususnya dalam hal proses belajar mengajar

2. Bagaimana penanaman nilai linkungan ekoliterasi di sekolah ini?


Uraian Jawaban:
Selain dari fasilitas yang lengkap terdapat juga juknis yang jelas dalam pelaksanaan
program adiwiyata yang mudah dipahami dan terkontrol dari atas sampai kebawah
begitupun dalam pengevaluasian program adiwiyata.

179
Lampiran 10

PEDOMAN WAWANCARA GURU MATEMATIKA


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 08
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru Matematika
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana proses penggunaan media pembelajaran di dalam kelas?


Uraian Jawaban:
Mindset masyarakat umum begitupun siswa bahwa pelajaran matematika
terkait hitungan adalah salah satu mata pelajaran tersulit dan banyak ditakuti,
maka dari itu guru bidang studi matematika dituntut untuk membuat suasana
belajar menjadi lebih nyaman dengan berbagai metode sesuai dengan umur
siswa untuk kelas pemula berhitung bisa dimulai dengan menyediakan media
pembelajaran bermain congkak dengan bermain congkak mindset siswa
diarahkan ke permainan dan pembelajaran berhitung secara tidak sadar akan
terkesan menyenangkan.

180
Lampiran 11

PEDOMAN WAWANCARA GURU IPA


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 09
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru IPA
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana cara menginformasikan nilai-nilai yang baik dan buruk pada


siswa?
Uraian Jawaban:
SD Islam Fathiyah menerapkan pendidikan lingkungan hidup, untuk kelas 3 di
ajarkan bagaiman membedakan sampah organic dan non organic, untuk kelas 4
dan 5 bagaimana bisa membuat sampah plastic menjadi kerajinan tangan
bekerjasama dengan guru muatan local, kelas 6 siswa juga diharapkan sudah
mampu membedakan kelas-kelas plastic, manfaatnya yang misalnya bisa
digunakan sebagai pupuk dan dampak buruk plastic secara luas, dan ketika ada
hari-hari besar terkait dengan lingkungan maka siswa akan dibuatkan program
agar bisa turut berpartisipasi pada moment tersebut misal pada hai HMPI (Hari
Menanam Pohon Indonesia) maka siswa yang tidak bisa terlibat
langsung,setidaknya di sekolah siswa akan melakukan perawatan dan
penanaman pohon dalam skala kecil disekolah, dan hal ini bisa dikaitkan
dengan mata pelajaran IPA.

181
Lampiran 12

WAWANCARA CLEANING SERVIS


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 10
Hari/Tanggal : Senin, 09 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Cleaning Service
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana cara menginformasikan nilai-nilai yang baik dan buruk pada


siswa?
Uraian Jawaban:
Untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa maka sekolah juga di bentuk
duta atau perwakilan dari tiap-tiap kelas untuk menjadi duta sampah. dengan
adanya pengelolaan sampah yang tepat bisa membentuk karakter siswa yang
cinta akan kebersihan, meningkatkan rasa tanggung jawab minimal dengan
sampah dari bekas jajan peserta didik sendiri sudah di tempatkan pada
tempatnya.

182
Lampiran 13

PEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 11
Hari/Tanggal : Selasa, 10 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Orang Tua Siswa
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. BagaimanaRelevansi program adiwiyata dengan proses penerapan


internalisasi nilai-nilai yang sudah diterapkan di SDI Fathia?
Uraian Jawaban:
Orang Tua 01
Menanamkan sadar lingkungan harus dimulai dari rumah bisa dimulai dengan
kegiatan yang menyenagkan seperti dengan berkumpul dihalaman rumah
sembari menikmati makanan ringan.
Orang Tua 02
Dengan adanya program green behavior di sekolah, anaknya lebih taat
membuang sampah sisah bekas sarapannya langsung ketempat sampah
Orang Tua 03
Sekarang lebih disiplin sudah bisa mengetahui beberapa jenis sisah sampah
makanan yang bisa diberikan kepada ikan peliharaan ayahnya di halam
belakang rumah.
Orang Tua 04
Rasa empati anaknya semakin lebih baik, terlihat ketika sedang makan dan ada
kucing yang menghampirinya, dulunya ketika kucing menghampiri selalu
dianggap kucinya nakal, sekarang anaknya bisa berbagi dengan memberikan
sedikit makananya kepada kucing

183
2. Bagaimana keterlibatan warga sekolah terhadap Program adiwiyata?
Uraian Jawaban:
Untuk mendukung program adiwiyata setidaknya orang tua memilih beberapa
tugas diantaranya, Meningkatkan kesadaran diri sendiri, Jaga Pola Makan,
Ajarkan buang sampah pada tempatnya, Melibatkan anak dalam membersihkan
rumah, dan Memberi ruang bebas gerak.

184
Lampiran 14

PEDOMANWAWANCARA GURU BK
SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 12
Hari/Tanggal : Jumat, 13 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru BK
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana penanaman nilai linkungan ekoliterasi di sekolah ini?


Uraian Jawaban:
Anak-anak yang sudah terbiasa membuang sampah pada tempatnya itu berarti
dia mengerti apa arti dari sebuah bersih dan bagaimana manfaatnya untuk diri
sendiri, sebagai contoh anak yang dihimbau menjaga kebersihan kelas tidak
akan meninggalkan sampah di kelas, tidak mencoret meja dan dinding,
begitupun dengan pakainnya, maka anak akan merasa bangga melihat
pakaiannya yang rapih dan bersih dan tak perlu lagi khawatir akan di panggil
oleh guru BK.

2. BagaimanaRelevansi program adiwiyata dengan proses penerapan


internalisasi nilai-nilai yang sudah diterapkan di SDI Fathia?
Uraian Jawaban:
Anak-anak yang kurang dalam rasa empati, seperti kurang dalam berbagi,
menolong, dan lebih eksklusif diberikan pendampingan khusus serta
melibatkan peran orang tua sehingga antara sekolah dan lingkungan keluarga
bisa bersinergi dalam menumbuhkan rasa empati.

185
Lampiran 15

PEDOMAN WAWANCARA GURU OLAHRAGA


SD ISLAM FATHIA KOTA SUKABUMI

Kode : CW. 13
Hari/Tanggal : Rabu, 11 September 2019
Waktu : Pukul 08.00-selesai
Tempat : Lingkungan Sekolah
Informan : Guru Olahraga
Kebutuhan Data : Isi latar penelitian
Interviewer : .............. (Peneliti)

1. Bagaimana penanaman nilai linkungan ekoliterasi di sekolah ini?


Uraian Jawaban:
SD Islam Fathiyah memiliki program baris berbaris sebelum masuk kelas
dengan melakukan pengecekan kelengkapan dan kebersihan diri peserta didik,
mulai dari kelengkapan seragam yang juga harus bersih, begitupun dengan
kuku, jika ada siswa yang melanggar aturan kebersihan maka siswa akan diberi
punishmen berupa menulis essay alasan kenapa tidak boleh melanggar aturan
misal kenapa tidak boleh memanjangkan kuku, siswa akan diberi tugas untuk
menulis essay mengenai manfaat dan dampak buruk jika memanjangkan kuku
baik bagi diri sendiri dan lingkungan. dengan seperti ini secara tidak sadar
siswa akan mendapatkan ilmu baru, dan akan mengerti apa yang harus
dilakukan untuk menjaga kesehatannya kedepannya.

186
Lampiran.16
SD ISLAM FATHIA CIBEUREUM SUKABUMI

1.1 Ruang Belajar Dalam Ruangan dan Ruang Belajar Terbuka

187
188
189
1.2 Ruang Perpustakaan

1.2 Lapangan Olahraga

190
1.3 Saung Makan

191
1.4 Ruang Tata Usaha

1.5 Mesjid

1.6 Outbond Zone

192
1.7 Camping Ground

193
1.8 Pets Zone

194
195
1.9. Area Berkebun

196
2.1 Saung Seni

197
Lampiran 17
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan : SD ISLAM FATHIA


Kelas / Semester : IV / 2
Tema 8 : Tempat Tinggalku
Subtema 1 : Lingkungan Tempat Tinggalku
Pembelajaran : 1
Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan (6 x 35 menit)

A. KOMPETENSI INTI (KI)


KI 1 : Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya.
KI 3 : Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat,
membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di
rumah, sekolah, dan tempat bermain.
KI 4 : Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis,
dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan
dalam tindakan yang mencerminkan peri-laku anak beriman dan berakhlak mulia.

B. KOMPETENSI DASAR (KD) & INDIKATOR


IPS
Kompetensi Dasar (KD)
3.3 Memahami manusia dalam hubungannya dengan kondisi geografis di sekitarnya
4.3 Menceritakan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan geografis tempat
tinggalnya
Indikator :
 Mampu menjelaskan keadaan alam Wamena
 Menjelaskan dampak keadaan dengan penduduk

Matematika
Kompetensi Dasar (KD)
4.8 Membuat peta posisi suatu tempat/benda tanpa menggunakan skala dengan
memperhatikan arah mata angin
Indikator :
 Menyebutkan arah utara, selatan, timur, dan barat suatu tempat
 Menjeaskan letak suatu tempat berdasarkan arah mata angin
 Berkreasi menjelaskan keadaan alam Wamena

198
SBdP
Kompetensi Dasar (KD)
3.3 Mebedakan panjang-pendek bunyi, dan tinggi-rendah nada dengan gerak tangan
4.6 Menyanyikan solmisasi lagu wajib dan lagu daerah yang harus dikenal
Indikator :
 Membedakan panjang pendek nada
 Menyanyikan lagu daerah dengan tangga nada yang benar.

Bahasa Indonesia
Kompetensi Dasar (KD)
3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi
panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia
lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku
4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang
gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis
dengan memilih dan memilah kosakata baku
Indikator :
 Menjawab pertanyaan berdasarkan teks
 Menyimpulkan isi teks yang disajikan

C. TUJUAN PEMBELAJARAN:
 Setelah bereksplorasi, siswa mampu menjelaskan arah U, S, T, dan B dengan benar.
 Setelah bereksplorasi, siswa mampu menjelaskan posisi suatu tempat berdasarkan arah
mata angin dengan benar.
 Setelah bereksplorasi, siswa mampu membuat pulau impian yang dilengkapi dengan
legenda, arah mata angin, batas-batas wilayah, dan pertanyaan dengan benar.
 Setelah membaca teks siswa mampu menjelaskan keadaan alam dari Wamena dengan
benar.
 Setelah membaca teks siswa mampu menjelaskan hubungan keadaan alam dengan
masyarakat Kota Wamena dengan benar.
 Setelah membaca teks, siswa mampu menjawab pertanyaan berdasarkan teks dengan
benar.
 Setelah membaca teks, siswa mampu menyimpulkan isi teks dengan benar.
 Setelah mendengarkan guru, siswa mampu membedakan panjang pendek bunyi
 Setelah memperhatikan notasi, siswa mampu menyanyikan lagu Apuse dengan tinggi
rendah nada yang benar.

D. MATERI PEMBELAJARAN
 Mengenal batas wilayah Papua.
 Bereksplorasi tentang arah mata angin.
 Mengenal kenampakan alam Wamena.
 Menyanyikan lagu Apuse

199
E. METODE PEMBELAJARAN
 Pendekatan : Saintifik
 Metode : Permainan/simulasi, diskusi, tanya jawab, penugasan dan
ceramah

F. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu

Pendahuluan  Guru memberikan salam dan mengajak semua siswa 10 menit


berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing.
 Guru mengecek kesiapan diri dengan mengisi lembar
kehadiran dan memeriksa kerapihan pakaian, posisi dan
tempat duduk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
 Menginformasikan tema yang akan dibelajarkan yaitu
tentang ”Tempat Tinggalku”.
 Guru menyampaikan tahapan kegiatan yang meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi,
mengomunikasikan dan menyimpulkan.

Inti  Guru menunjukkan peta Indonesia. (Mengkomunikasikan) 150 menit


 Guru bertanya kepada siswa: di manakah letak Pulau
Papua? (Menanya)
 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab di kertas kecil-kecil yang telah guru siapkan.
Guru menempel jawaban siswa di papan tulis.
(Mengasosiasi)
 Siswa duduk secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 5 siswa. Secara individu siswa mengamati peta Pulau
Papua yang ada di buku siswa. (Mengekplorasi)
 Siswa menjawab pertanyaan tersebut di satu kertas secara
individu. (Menanya)
 Siswa mengamati gambar peta yang ada di buku siswa dan
membaca teks bacaannya. (Mengamati)
 Secara individu siswa menuliskan batas-batas Pulau Papua
di buku siswa. (Mengasosiasi)
 Selain itu, siswa juga memberikan arah barat = A, arah
timur = B, arah utara = C, dan arah selatan=D!
(Mengekplorasi)
 Siswa mendiskusikan jawaban dalam kelompoknya.
(Mengekplorasi)
 Guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan jawaban
 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok
terdiri dari 5 siswa
 Siswa bereksplorasi mengenai arah (utara, selatan, timur,

200
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
dan barat). (Mengekplorasi)
 Guru membawa kompas ke dalam kelas. (Jika tidak
mempunyai kompas, guru bisa meminta siswa melihat
gambar kompas di buku siswa).
 Guru menunjukkan posisi benda sesuai dengan arah mata
angin. Jika tidak mempunyai kompas guru bisa
menggunakan cara berikut!
Siswa menuliskan benda-benda yang ada di arah Utara,
Selatan, Timur, dan Barat dari posisinya. Siswa menulis
hasil pekerjaannya pada tabel yang ada di buku siswa.
(Mengkomunikasikan)
 Siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.
Pada saat mempresentasikan, siswa bisa memperagakan
dengan cara membentangkan tangan. (Mengkomunikasikan)
 Siswa lain memberi masukan.
 Siswa mengamati gambar Pulau Papua di buku siswa.
 Siswa mencari Kota Wamena dan melingkarinya.
 Siswa menuliskan batas-batas dari Kota Wamena.
(Mengasosiasi)
 Siswa juga menjawab pertanyaan di buku siswa mengenai
posisi Kota Wamena
 Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang legenda pada
peta yang dibaca.
 Siswa mengamati peta dan legendanya dengan cermat.
(Mengamati)
 Siswa mengamati posisi tempat yang ada di peta.
 Siswa membuat pulau impian mereka. Pulau yang dibuat
dilengkapi dengan: (Mengekplorasi)
- gunung, kota dan pantai.
- dengan legenda
- arah mata angin
- batas-batas wilayah.
 Siswa membuat tiga pertanyaan tentang posisi tempat dari
pulau impian yang dibuatnya. (Menanya)
 Siswa membaca teks tentang kehidupan masyarakat Kota
Wamena dengan membaca dalam hati. Siswa memberikan
tanda khusus (garis bawah) pada informasi penting dari teks
yang dibacanya. (Mengamati)
 Siswa menjawab pertanyaan berdasarkan teks: (Menanya)
- Bagaimana kondisi lingkungan di Wamena?
- Hasil bumi apa saja yang dihasilkan oleh penduduk di
Wamena?
- Di manakah penduduk menjual hasil buminya?

201
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
- Bagaimana cara penduduk Wamena memasak
makanan?
 Setelah menjawab pertanyan tersebut, siswa menyimpulkan
hal-hal berikut: (Mengkomunikasikan)
- Kondisi alam Wamena.
- Dampak kondisi alam dengan kehidupan masyarakat
Wamena.
 Siswa mempresentasikan hasil kesimpulannya di depan
kelas. Hal ini akan dinilai dengan menggunakan lembar
penilaian 2 (Mengkomunikasikan)
 Siswa dibagi menjadi lima kelompok. Satu kelompok
terdiri dari 5 siswa. (Mengekplorasi)
 Siswa menceritakan lingkungan tempat tinggalnya. Hal-hal
yang harus ada dalam cerita tersebut ialah batas wilayah,
mata pencaharian, hasil bumi,lagu, kebiasaan, atau hal
lainnya. (Mengkomunikasikan)
 Siswa menceritakannya kepada kelompoknya.
 Teman dalam kelompok mengomentari cerita yang
disampaikan oleh siswa
 Siswa menyanyikan lagu dari Papua yaitu lagu Apuse.
 Awalnya siswa membaca teks terlebih dahulu mengenai
makna dari lagu tersebut.
 Siswa membaca notasi angka dan mempelajari panjang
pendek nada. (Mengamati)
 Guru mengawali kegiatan dengan memberikan contoh nada
lagunya. (Mengkomunikasikan)
 Siswa bersama-sama menyanyikan lagu tersebut.
 Lagu Apuse adalah salah satu lagu daerah yang berasal dari
daerah Papua.
Lirik/syair lagu Apuse :
Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Arafabye aswarakwar
Arafabye aswarakwar

Makna/arti dari lagu Apuse :


Kakek-nenek aku mau pergi ke negeri seberang,
Teluk Doreri Pegang saputangan dan melambaikan

202
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
tangan Kakek/nenek aku mau pergi ke negeri seberang,
Teluk Doreri Pegang saputangan dan melambaikan
tangan Kasihan aku, selamat jalan cucuku Kasihan
aku, selamat jalan cucuku

Penutup  Bersama-sama siswa membuat kesimpulan / rangkuman 15 menit


hasil belajar selama sehari
 Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk
mengetahui hasil ketercapaian materi)
 Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menyampaikan pendapatnya tentang pembelajaran yang
telah diikuti.
 Melakukan penilaian hasil belajar
 Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan
keyakinan masing-masing (untuk mengakhiri kegiatan
pembelajaran)

G. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN


 Buku Pedoman Guru Tema : Tempat Tinggalku Kelas 4 (Buku Tematik Terpadu
Kurikulum 2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
 Buku Siswa Tema : Tempat Tinggalku Kelas 4 (Buku Tematik Terpadu Kurikulum
2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
 Peta Pulau Papua

H. PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR


1. Matematika: Pulau Impian

Kriteria YA Tidak

Membuat pulau impian dengan dilengkapi (gunung, kota,


pantai)

Peta dilengkapi dengan legenda

Menuliskan batas-batas pulau impian (Utara, Selatan,


Timur, dan Barat)

Membuat pertanyaan tentang posisi suatu tempat


berdasarkan pulau impian yang dibuat

203
2. Bahasa Indonesia dan IPS : Teks Kota Wamena

Kriteria YA Tidak

Menjawab pertanyaan berdasarkan teks

Menuliskan kesimpulan mengenai kondisi keadaan alam


Wamena dengan benar

Menuliskan kesimpulan mengenai dampak keadaan alam


dengan masyarakat

3. SBdP : Bernyanyi

Kriteria YA Tidak

Membaca notasi lagu dengan benar

Menyanyikan lagu dengan panjang pendek nada yang


benar

4. Penilaian sikap (cinta lingkungan dan menghargai).


Penilaian Sikap

Belum Mulai Mulai ber- Membu-


No Sikap ket
terlihat terlihat kembang daya

1 Teliti

2 Bertanggung jawab

Mengetahui Fasilitator Kelas4


Kepala Sekolah

(Dede Zaenudin, S.Pd.I) (Eneng Sholihat, S.Pd)


NUPTK : 8749761662200022

204
BAHAN AJAR

IPS

Kota Wamena Wamena adalah sebuah kota di Kabupaten Jayawijaya,


Provinsi Papua, Indonesia. Wamena merupakan satu-satunya kota terbesar yang
terletak di pedalaman tengah Papua. Wamena berasal dari bahasa Dani yang
terdiri dari dua kata “Wa” dan “Mena”, yang berarti babi Jinak. Berbeda dengan
kota-kota besar lainnya di Papua, seperti Timika, Jayapura, Sorong, dan Merauke,
Wamena merupakan surga dan mutiara yang belum banyak tersentuh di
pedalaman pegunungan tengah Papua. Kota yang terletak di lembah Baliem dan
dialiri oleh sungai Baliem serta diapit pegunungan Jayawijaya di selatannya
memiliki ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Kota Wamena
masih memiliki udara yang segar dan jauh dari polusi udara seperti kotakota besar
lainnya di Indonesia. Sebagaimana kebanyakan kota-kota di pedalaman Papua,
kota ini berkembang sesuai dengan pola perkembangan sekitar bandar udara. Kota
yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara ini sangatlah
indah dan masih asri alamnya. Terutama pada musim penyelenggaraan pesta
budaya Papua, yang diselenggarakan di distrik Kurulu. Kota ini dibanjiri oleh para
wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Materi SBdP
Tempo dan Tangga Nada
Tempo adalah cepat lambatnya lagu yang dinyanyikan. Tempo dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu tempo cepat, tempo sedang, dan tempo lambat. Pemilihan
tempo dalam suatu lagu harus disesuaikan dengan isi lagu. Sebagai contoh, lagu
yang menggambarkan keriangan biasanya menggunakan tempo cepat. Lagu untuk
menidurkan bayi biasanya menggunakan tempo sedang ataupun tempo lambat.
Sementara itu, tinggi rendah nada merupakan cara menyanyikan lagu sehingga
menghasilkan nada tinggi ataupun nada rendah sesuai dengan notasi lagu. Berikut
urutan tinggi rendah nada yang disebut tangga nada dengan notasi angka dan
notasi balok.

205
Semakin ke kanan, nada semakin tinggi. Sebaliknya, semakin ke kiri, nada
semakin rendah. Nada bertitik di bawah berarti nada rendah, nada tidak bertitik
berarti nada sedang, dan nada bertitik di atas berarti nada tinggi. Nada-nada yang
bertitik di bawah disebut tangga nada oktaf rendah, nada-nada yang tidak bertitik
disebut tangga nada oktaf sedang, dan nada-nada yang bertitik di atas disebut
tangga nada oktaf tinggi. Tangga nada adalah urutan nada yang disusun secara
berjenjang. Susunan nada yang berurutan naik atau turun disebut tangga nada.

Lirik/syair lagu Apuse :


Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Arafabye aswarakwar

206
Arafabye aswarakwar
Makna/arti dari lagu Apuse :
Kakek-nenek aku mau pergi ke negeri seberang,
Teluk Doreri Pegang saputangan dan melambaikan tangan
Kakek/nenek aku mau pergi ke negeri seberang,
Teluk Doreri Pegang saputangan dan melambaikan tangan
Kasihan aku, selamat jalan cucuku
Kasihan aku, selamat jalan cucuku

Materi Matematika

Mengenal Arah Mata Angin


Mata angin adalah petunjuk. Untuk mengetahui letak tempat, maka kita dapat
melihat arah mata angin. Berikut adalah delapan arah mata angin:

207
Lampiran 18

DISPLAY DATA HASIL PENELITIAN


MODEL CONCEPT MAP

PROSES INTERNALISASI

208
MODEL HIRARKI

PROSES INTERNALISASI NILAI EKOLITARSI SECARA UMUM

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

209
PROSENTASE SUMBER DATA MODEL CHART

BELAJAR MENGAJAR DI DALAM KELAS

BELAJAR MENGAJAR DI LUAR KELAS

210
STRATEGI PENANAMAN NILAI

FAKTOR PENDUKUNG

Program
Adiwiyata
25%

Komitmen
75%

211
FAKTOR PENGHAMBAT

NILAI-NILAI EKOLITERASI

212
MODEL TEXT SEACRH QUERIES

KONTEKS PENGGUNAAN VISUAL DAN AUDIO VISUAL DALAM


BELAJAR MENGAJAR

STRATEGI PENANAMAN NILAI

MENUMBUHKAN RASA EMPATI

213
MENJAGA DIRI SENDIRI

214
MODEL WORD FREUENSY QUERIES

SADAR LINGKUNGAN

215
Lampiran 19

Hasil Karyawa Peserta Didik 3 R ( Reuse, Reduce and Recyle)

216
RIWAYAT HIDUP

Aeni Latifah, lahir pada tanggal 17 Desemberi 1969 di


Cikampek Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat. Anak
terakhir dari tujuh bersaudara, pasangan bapak H.
Abdurahman (Alm) dan ibu Hj. St. Ropiah (Alm). Penulis
berstatus menikah dengan Drs.H. Dadang Sahroni, M.Pd dan
telah dikarunia dua orang putra bernama Muhamad Ridwan
Naufal, S.M dan Faiz Yusro Zein.
Pendidikan formal dari sekoah dasar sampai sekolah menengah pertama
ditempuh di Kabupaten Karawang tepatnya di SDN 7 Cikampek lulus 1982,
Madrasah Ibtidaiyah “Miftahul “Ulum Cikampek lulus 1982, Madrasah
Tsanawiyah Al Ahliyah Babakan Maja Cikampek lulus 1985.Kemudian
melanjutkan ke sekolah menengah atas di Sukabumi tepatnya di Madrasah Aliyah
Syamsul Ulum Kota Sukabumi lulus 1988. Penulis melanjutkan pendidikan
Sarjana di Institut Agama Islam Negeri “Sunan Gunung Djati” Bandung Fakultas
Tarbiyah lulus 1992, penulis menempuh pendidikan magister di Program Studi
Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
lulus 2014, selanjutnya pada tahun 2016 mendapatkan beasiswa 5000 Doktor
Mora Scolarship Kementrian Agama RI untuk melanjutkan pendidikan doktor
pada Program Studi Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
sampai saat ini .
Penulis mulai berkarir pada tahun 2004 mengajar di Sekolah Tinggi Agama
Islam Sukabumi dan menjadi Dosen Tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam
Sukabumi pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini sampai
sekarang.
Penelitian disertasi yang dilakukan berjudul Model Internalisasi Nilai-nilai
Ekoliterasi Dalam Membentuk Karakter Peduli Lingkungan Peserta Didik di SD
Islam Fathia Cibeureum Kota Sukabumi. Sebagian materi disertasi telah
diseminarkan pada Sciences, Technology, Enggineering and Matematics
Education International Forum di Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada
tanggal 25 April 2019, 8 dan telah dipublikasikan pada Journal of Critical
Reviews vol 7 ISSUE 12 (2020) dengan judul “Internalization of Eco-Literacy
Values for Studens in Islamic Elementer School Fathia Cibeureum Sukabumi
City. Karya tulis lain yang pernah dibuat : Privat Islamic Higher Education in
Asean Economic Community (AEC) Era tahun 2014 (Jurnal Pendidikan Islam
UIN SGD Bandung), Analisis Perilaku Belajar Siswa Dalam Perpektif
Neuropsikologi di PAUD Pelita Gunung Puyuh Kota Sukabumi Jawa Barat tahun
2018 (Jurnal PAUD AGAPEDIA UPI Bandung), Digital Tranformation in
Islamic Higher Education : Opportunities, Challenger, and It Imapacts tahun
2018 (International Conference on Islamic Education (ICIE). Buku Pendidikan
Agama Islam (Bagian Ibadah, Muamalah, Munakahat) diterbitkan oleh Wafi
Media tama di Tanggerang Selatan ISBN:978-602-1146-73-6.

217

Anda mungkin juga menyukai