Abdul Chalim
FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP DAN
TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2021
DAFTAR ISI
Hal.
I Pendahuluan 1
IV Kesimpulan / Penutup
V Pustaka
Ringkasan
Tekanan penduduk berupa pemanfaatan lahan yang melebihi daya dukung, telah
menyebabkan kerusakan dan megakibatkan isolasi dan fragmentasi habitat alami,
sehingga terbentuklah pulau-pulau habitat yang dikelilingi oleh aktivitas manusia atau
lingkungan binaan.
I. PENDAHULUAN
Lingkungan hutan alami memiliki biodiversitas yang tinggi, baik flora, fauna,
maupun biodiversitas organisme di dalam tanah. Biodiversitas yang tinggi mengatur
terjadinya siklus, sehingga fungsi dari ekosistem dan stabilitas tetap terjaga.
Perubahan terhadap distribusi spesies dapat dilihat dengan jelas pada ekosistem
pertanian, dan dampaknya cukup memberikan pelajaran yang berharga. Perubahan
tersebut melalui tahapan-tahapan: penurunan biodiversitas pada lahan budidaya akibat
introduksi jenis-jenis unggul, penggunaan pupuk kimia dan pestisida, munculnnya hama
potensial, hilangnya parasit dan predator, gradasi terhadap lingkungan, dan efek residu
pestisida pada hasil panen.
Sejak intensifikasi diterapkan dengan sistem monokultur secara luas pada lahan
persawahan, terjadi penurunan biodiversitas tanaman bahan pangan. Lahan-lahan
persawahan yang luas hanya didominasi satu atau dua varietas padi unggul baru yang
dihasilkan oleh International Rice Research Instiute ( IRRI ). Padahal menurut
Setjanata dkk. ( 1992 ), pada periode sebelum tahun 1967 lahan sawah di Indonesia
masih didominasi oleh varietas-varietas lokal dan varietas unggul nasional seperti:
Bengawan, Sigadis, Sinta, dan Dewi Tara. Pada umumnya varietas-varietas tersebut
mempunyai kualitas gabah atau beras yang baik. Meskipun lahan-lahan sawah
didominasi padi, akan tetapi terdapat keanekaragaman pada tingkat varietas.
Intensifikasi yang diterapkan pada Revolusi Hijau untuk tanaman padi telah
menimbulkan permasalahan sosial dan ekologi. Adapun dampak yang ditimbulkan
adalah: degradasi lahan, berulang dan munculnya kembali hama dan penyakit,
keracunan, erosi genitik tanaman pangan, erosi sistem pertanian tradisional
berkelanjutan, secara keseluruhan menurunkan daya dukung lingkungan dan
mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian ( KLHRI, 2002 ).
o Dalam ukuran luas yang sama, bentuk kawasan konservasi yang menyatu
akan lebih baik dari pada bentuk yang terpecah atau terfragmentasi.
o Pengaruh dari efek tepi atau edge effect seminimal mungkin, sehingga
bentuk kawasan yang membulat lebih baik dari bentuk yang memanjang.
o Bentuk kawasan yang terpisah memiliki jarak yang sedekat mungkin.
5
Namun demikian berkaitan dengan bentuk dan luas suatu kawasan konservasi,
terdapat pro dan kontra sehingga menimbulkan pembahasan yang menarik dan dikenal
dengan SLOSS debate ( Single Large Or Several Small ). Ukuran kawasan konservasi
sering dipertanyakan, apakah lebih menguntungkan kawasan konservasi yang luas
atau cukup dengan kawasan konservasi yang ukurannnya kecil. Beberapa hal yang
masih merupakan bahan perdebatan antara lain:
Menurut Conway ( 1985 ) dlm. Schultze & Mooney ( 1994 ),sistem yang berkelanjutan
adalah memelihara produktivitas pada ekosistem yang terganggu. Banyak ekosistem
alami yang mengalami kerusakan siklus, dan perbaikan atau recovery merupakan
tanggapan terhadap gangguan kapasitas produksi.
V. PUSTAKA
1. Brown, J.H. & M.V. Lomolino. 1998. Biogeography. Sinauer Associates, Inc.
Publisher, Massachusetts: xii+692p.
2. Daryadi, L. dkk. 2002. Konservasi lansekap,alam,lingkungan, dan pembangunan.
PKBSI, Jakarta:viii+211hal.
3. Higa, T. & J.F. Parr. 1997. Effective microorganisms ( EM ) untuk pertanian dan
lingkungan yang berkelanjutan. Indonesia Kyusei Nature Farming Scieties,
Jakarta:v+45hal.
4. KLHRI, 2002. Dari krisis menuju keberlanjutan,Meniti jalan pembangunan
berkelanjutan di Indonesia, Tinjauan pelaksanaan agenda 21, KLHRI.
Jakarta:viii+78hal.
5. Primack, dkk. 1998. Biologi konservasi. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta:vi+343hal.
6. Rao, N.S. Suba.1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Universitas
Indonesia, Jakarta: xi+353 hlm.
7. Soemarwoto, O. & I.Soemarwoto. 1984. The Javanese rural ecosystem. An
introduction to human ecology research on agricultural system in South east
Asia. Rambo, A.T. & Percy, E.S. ( eds.), Univ. of the Philippines, Los Banos,
Philippines: xiv+327p.
8. Schultze, E.D. & H.A. Mooney (eds ).1994. Biodiversity and ecosystem function .
Springer-Verlag, Berlin Heidelberg:xi+525p.