Anda di halaman 1dari 218

HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Terjemah Kitab Hujjah Ahlus Sunnah

Wal Jamaah

Judul Kitab Asal : ‫حجة أهل السنة و الجماعة‬

Pengarang : KH. Ali Maksum

Penerjemah : Arju Rahmah

Editor : Muhammad Sibawaihi

Sekapur Sirih Penerjemah


‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Dengan menyebut nama Allah SWT, Tuhan semesta alam, dan

segala puji hanya milik-Nya semata, yang mana Dia tiada

henti-hentinya memberikan rohmat-Nya kepada makhluk-Nya,

sedetikpun rohmat itu tak berhenti, sehingga pada saat ini kita

masih bisa merasakan aliran nafas kehidupan.

Sholawat dan kesejahteraan semoga senantiasa tercurahkan

kepada Sang Terpilih, Nabi Muhammad SAW, penutup dari

para nabi dan para rosul. Beliaulah orang yang kita harapkan

syafaatnya kelak pada hari pembalasan.

Selanjutnya, atas rohmat Allah SWT, maka di sini saya

bersyukur telah dapat menyelesaikan terjemahan dari sebuah

kitab dalam haluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, sebagai salah

@PustakaPribadiSibaweih
1
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

www.tedisobandi.blogspot.com
www.tedisobandi.blogspot.com

Terjemah Kitab Hujjah Ahlus Sunnah

Wal Jamaah

Judul Kitab Asal : ‫حجة أهل السنة و الجماعة‬

Pengarang : KH. Ali Maksum

Penerjemah : Arju Rahmah

Editor : Muhammad Sibawaihi

Sekapur Sirih Penerjemah


‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Dengan menyebut nama Allah SWT, Tuhan semesta alam, dan

segala puji hanya milik-Nya semata, yang mana Dia tiada

henti-hentinya memberikan rohmat-Nya kepada makhluk-Nya,

sedetikpun rohmat itu tak berhenti, sehingga pada saat ini kita

masih bisa merasakan aliran nafas kehidupan.

Sholawat dan kesejahteraan semoga senantiasa tercurahkan

kepada Sang Terpilih, Nabi Muhammad SAW, penutup dari

para nabi dan para rosul. Beliaulah orang yang kita harapkan

syafaatnya kelak pada hari pembalasan.

Selanjutnya, atas rohmat Allah SWT, maka di sini saya

bersyukur telah dapat menyelesaikan terjemahan dari sebuah

kitab dalam haluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, sebagai salah

@PustakaPribadiSibaweih
1
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

satu kita pegangan para Nahdliyyin, yaitu Kitab Hujjah Ahlus

Sunnah Wal Jamaah (Landasan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah),

yang ditulis oleh KH. Ali Maksum, Pondok Pesantren Kerapyak

- Yogyakarta. Namun kemudian, ada beberapa penambahan

oleh KH. Ahmad Subki Masyhudi atas izin KH. Ali Maksum

sendiri, sesuai yang tertulis dalam halaman pembuka kitab ini.1

Sedikit harapan saya, semoga terjemahan ini mampu

memberikan manfaat, khususnya bagi penerjemah sendiri dan

umumnya bagi para pembaca. Dan semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan rohmat-Nya kepada kita semua dan

senantiasa menetapkan hati kita tetap pada jalan-Nya, jalan

yang dilewati oleh para nabi, para rosul, para wali, para ulama’,

para kyai, dan jalan dengan haluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Adapun terjemahan Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal

Jamaah saya rangkum sedikit demi sedikit dalam setiap bab

sesuai dengan persoalan-persoalan dalam kitab tersebut, sebagai

mana berikut ini :

Muqoddimah (Pendahuluan)

1
Dalam Kitab Asal yakni Hujjah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
jika disebutkan kalimat “‫ ”ز يادة من الفقير‬maka yang dimaksud adalah
KH. Ahmad Subki Masyhudi.

@PustakaPribadiSibaweih
2
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Persoalan Ke-1, Kebolehan Memberikan Pahala Shodaqoh dan

Bacaan Al-Qur’an Kepada Mayyit dan Sampainya Pahala

Bacaan Al-Qur’an dan Amal-Amal Kebaikan Kepada Mayyit

Persoalan Ke-2, Apakah Sholat Jum’at Memiliki Sunnah

Qobliyyah atau Tidak ?

Persoalan Ke-3, Talqin Kepada Mayyit

Persoalan Ke-4, Sholat Tarawih

Persoalan Ke-5, Penetapan 2 Bulan, Yaitu Bulan Ramadhan dan

Bulan Syawal

Persoalan Ke-6, Apakah Boleh Berziarah Kubur ?

Persoalan Ke-7, Apakah di Dalam Kubur Terdapat Kenikmatan

dan Siksa ?

Persoalan Ke-8, Berziarah Kepada Rosulullah SAW dan

Beratnya Perjalanan Kepadanya

Dan terakhir Persoalan Ke-9, Penjelasan Tentang Tawassul,

Pasal ini adalah tambahan dari Kh. Ahmad Subki Masyhudi

sendiri karena banyaknya orang yang meminta penjelasan

hukum bertawassul kepada para nabi, para wali, dan para orang

sholeh.

Penerjemah

Arju Rahmah

@PustakaPribadiSibaweih
3
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫اتبعوا العلماء فانهم سرج الدنيا ومصابيح الأخرة‬

Ikutilah Ulama’ Karena Mereka Adalah Lentera Dunia dan

Lampu Akhirat

Muqaddimah Pengarang

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, Segala puji hanya bagi Allah yang telah

menurunkan Kitab (Al-Qur’an) sebagai penjelasan atas segala

sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi kaum mukmin. Di dalamnya

ada penglihatan, cahaya, dan obat bagi apa yang ada di dalam

hati, dan tidaklah memikirkannya (Al-Qur’an) kecuali orang-

orang yang kuat, maka bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika

kalian tidak mengerti. Dan Allah berfirman :

‫ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الـهدى و يتبع غير سبيل الـمؤمنين نوله ما‬

‫تولى ونصله جهنم وساءت مصير ًا‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran

baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang

mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah

dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan

Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.

@PustakaPribadiSibaweih
4
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Rohmat dan kesejahteraan semoga tetap terlimpahkan kepada

baginda kita, Nabi Muhammad, yang diutus dengan kesabaran

(kemurahan hati) dan kasih sayang yang luas, yaitu orang yang

bersabda :

‫ ف ِإن لم يكن‬،‫مهما أوتيتم من كتاب الله فالعمل به واجبٌ لا عذر لأحدٍ في تركه‬

‫ ِإن‬،‫ ف ِإن لم يكن في سنة ٍ مني فما قال أصحابي‬،ٌ ‫في كتاب الله فسنة ٌ مني ماضية‬

‫ و اختلاف أصحابي لـكم‬،‫ بأيما أخذتم به اهتديتم‬،‫أصحابي كالنجوم في السماء‬

ٌ ‫رحمة‬

“Bagaimana pun juga, kalian telah diberi kitab Allah (Al-Qur’an),

maka mengamalkannya adalah kewajiban, tiada alasan bagi seorang

pun untuk meninggalkannya. Jika tidak ada di dalam kitab Allah,

maka (bersandarlah kepada) sunnahku yang telah lewat. Jika tidak

ada di dalam sunnahku, maka (bersandarlah kepada) apa yang telah

diucapkan sahabat-sahabaku karena sesungguhnya sahabat-

sahabatku seperti bintang-bintang di langit, manakala kalian

mengambilnya maka kalian telah mendapatkan petunjuk, dan

perbedaan pendapat sabahat-sahabatku bagi kalian adalah rohmat”.

Dan semoga (rohmat dan kesejahteraan) tetap terlimpahkan

kepada keluarga beliau, sahabat beliau, orang-orang yang sabar,

orang-orang yang benar, orang-orang yang patuh (dalam

beribadah), orang-orang yang berinfaq, dan orang-orang yang

@PustakaPribadiSibaweih
5
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

memohon ampun di waktu sahur, yaitu orang-orang yang

mana mereka adalah kepercayaan umat ini yang dijaga dari

ijtima’ (bersepakat) kepada kesalahan dan kesesatan. Dan

semoga (rohmat dan kesejahteraan) terlimpahkan kepada

orang-orang yang mengikuti mereka dengan ikhsan (kebaikan)

dan tidak mengikuti jalan-jalan syetan. Dan sesudah

pendahuluan di atas :

Maka ketika saya (penulis Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal

Jamaah, KH. Ali Maksum) melihat sentuhan kebutuhan

saudara-sudaraku yang menuntut (ilmu) di pondok pesantren

Kerapyak secara khusus dan lainnya dari persolanan orang-

orang yang pendek akalnya (amam) secara umum,

(membutuhkan) atas penjelasan

(Yaitu) persoalan dari masalah-masalah yang tidak selayaknya

menjadikan keingkaran di dalamnya, seperti masalah sholat

sunnah qobliyah jum’at, masalah talqin mayit sesudah

dipendam, dan sebagainya, supaya perasaan was-was dan

keraguan yang bathil tidak menguasai mereka di dalam agama

mereka, syetan serta pengikutnya tidak mengusai mereka

dengan godaan dan kesesatan, dan (syetan) tidak menipu

mereka dengan mengenakan pakaian ahli hawa nasfu meskipun

@PustakaPribadiSibaweih
6
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

telah banyak pendapat yang dikatakan dan pendapat yang

mengatakan. Dan (supaya) mereka mengetahui kebenaran

bahwa sesungguhnya apa yang ada pada ulama’ salaf sholih

ialah kebenaran yang diikuti, tidaklah sesudah kebenaran

kecuali kesesatan.

Saya (penulis Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, KH. Ali

Maksum) mengumpulkan di dalam kitab ini tentang apa yang

tokoh-tokoh ulama yang dunia dan tokoh-tokoh besar islam

katakan. Karena tiada jalan atas persoalan orang yang pendek

akal (awam) di dalam perkara ini kecuali mengumpulkan dan

menukil (mengambil pendapat) dari pelajaran mereka-mereka

(para ulama’) yang mulia dan bergantung kepada mereka.

Meskipun saya sesungguhnya tidak akan menceritakan diri

sendiri tentang beban berat kesulitan ini (saat menulis kitab).

Jika saja Al-Khatib Al-Baghdadi tidak mengeluarkan dalam

Kitab Al-Jami’ dan lainnya bahwa Rosulullah SAW bersabda :

‫ فمن لم يفعل‬،‫ وسب أصحابي فليظهر العالم علمه‬,‫ِإذا ظهرت الفتن او قال البدع‬

‫ لا يقبل الله منه صرفًا ولا عدل ًا‬،‫ذلك فعليه لعنة الله و الملائكة و الناس أجمعين‬

“Jika telah muncul fitnah, atau beliau berkata : bid’ah, dan

sahabatku dicacimaki, maka hendaklah orang yang berilmu (ulama)

menampakkan ilmunya. Barang siapa yang tidak melakukannya,

@PustakaPribadiSibaweih
7
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.

Allah tidak akan menerima darinya, baik ibadah wajib maupun

ibadah sunnah”.

Dan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Hakim dari

Sahabat Ibnu Abbas ra, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad

SAW bersabda :

‫ما ظهر أهل بدعة ٍ ِإلا أظهر الله فيهم حجته على لسان من شاء من خلقه‬

“Tidaklah muncul ahli bid’ah kecuali Allah menampakkan di dalam

mereka hujjah-Nya atas lisan orang yang Dia kehendaki dari

makhluk-Nya”.

Dan di sini saya akan menyebut tentang persoalan yang akan

datang dari 2 macam persoalan yang telah disebutkan

(sebelumnya). Dan hanya Allah, Dzat yang dimintai pertolongan

untuk memperoleh kebenaran, hanya kepada-Nyalah berpasrah

diri, dan hanya kepada-Nyalah tempat kembali.

Persoalan Pertama

Kebolehan Memberikan Pahala Membaca (Al-Qur’an) dan

Shodaqoh Kepada Mayit, dan Sampainya Pahala Membaca

(Al-Qur’an) dan Amal-Amal Kebaikan Kepada Mayit.

Hal itu merupakan permasalahan cabang khilafiyah

(perselisihan pendapat di kalangan umat islam) maka tidak

@PustakaPribadiSibaweih
8
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

boleh atas keadaan itu melakukan fitnah, perbebatan, dan

ingkar kepada orang yang berpendapat dan orang yang

mengamalkannya, dan juga tidak kepada orang yang berbeda

pendapat.

Tidak selayaknya terjadi di antara keduanya (orang yang

berpendapat dan orang yang berbeda pendapat) apa yang tidak

selayaknya terjadi di antara 2 saudara muslim. Jika orang yang

melarang memiliki sandaran (dalil dan alasan) maka

sesungguhnya bagi yang lainnya (orang yang membolehkan)

memiliki sandaran (dalil dan alasan) seperti itu juga.

Imam Ibnu Taimiyah telah benar-benar berpendapat,

“Sesungguhnya seorang mayit bisa mendapatkan kemanfaatan dari

bacaan Al-Qur’an (dari orang yang masih hidup) sama halnya

seperti dia bisa mendapatkan kemanfaatan dari ibadah maliyyah

seperti shodaqoh dan sebagainya". Imam Ibnul Qoyyim

mengatakan dalam Kitab Ar-Ruh, “Hal paling utama yang bisa

dihadiahkan kepada mayyit adalah shodaqoh, istighfar, berdoa

kepadanya, dan menunaikan haji untuknya. Adapun bacaan Al-

Qur’an dan menghadiahkan bacaan Al-Qur’an kepadanya (mayyit)

secara cuma-cuma tanpa mengharapkan pahala (untuk diri sendiri),

maka hal ini pun akan sampai kepadanya (mayyit) seperti halnya

@PustakaPribadiSibaweih
9
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

sampainya pahala puasa dan haji kepadanya (mayyit)”. Imam

Ibnul Qoyyim juga mengatakan di tempat lain dalam kitabnya,

“Hal yang lebih utama adalah menentukan niat ketika

mengamalkannya bahwa pahala tersebut untuk si mayyit, dan

tidaklah disyaratkan untuk melafadzkan niat tersebut”.

Hal itu merupakan pendapat yang dikatakan oleh Imam Ibnu

Taimiyah dan Imam Ibnul Qoyyim, yang mana dari keduanya

(kedua pendapat tokoh tersebut) Syekh Hasanain Muhammad

Mahluf, orang yang memberikan fatwa di Kota Mesir

sebelumnya, menukil pendapat tersebut, kemudian Beliau

berkata, “Para pengikut Madzhab Hanafi berpendapat bahwa

sesungguhnya setiap orang yang melakukan ibadah baik itu berupa

shodaqoh, bacaan Al-Qur’an, atau lainnya yaitu berupa ibadah-

ibadah baik baginya, maka (boleh saja) memberikan pahala dari

ibadah tersebut kepada muslim lain (baik yang sudah meninggal

maupun yang masih hidup) dan pahala tersebut akan sampai

kepadanya”.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Imam Muhibbut Thobari meriwayatkan,

“Akan sampai kepada mayyit setiap ibadah yang dilakukan untuk

@PustakaPribadiSibaweih
10
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

mayyit entah itu berupa ibadah wajib maupun ibadah sunnah”.

(Faidah) dan dari sholat sunnah, sholat 2 rokaat untuk

ketentraman di dalam kubur, - Kitab Nihayatuz Zain, hal 107.

Dan diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, bahwa

sesungguhnya Beliau bersabda :

‫ فمن لم‬،‫ فارحموا بالصدقة من يموت‬،‫لا يأْ تي على الميت اشد من الليلة الاولى‬

‫يجد فليصل ركعتين يقرأ فيها اى فى كل ركعة ٍ منهما فاتحة الكتاب واية الـكرسي‬

: ‫ات و يقول بعد السلام‬


ٍ ‫مرة ً والهاكم التكاثر مرة ً وقل هو الله احدٌ عشر مر‬

‫ اللهم ابعث ثوابها الى قبر فلان ابن‬،‫اللهم اني صليت هذه الصلاة وتعلم ما ار يد‬

‫ فيبعث الله من ساعته الى قبره الف ملكٍ مع كل ملكٍ نور ٌ وهدية ٌ يؤنسونه‬،ٍ‫فلان‬

‫الى يوم ينفح فى الصور‬

“Tidaklah datang kepada mayyit perkara yang lebih berat daripada

pada malam pertama. Maka kasihanilah orang yang sudah

meninggal dengan shodaqoh. Barang siapa yang tidak menemui

(sesuatu untuk dishodaqohkan), maka hendaklah ia melakukan

sholat dua rokaat, ia membaca di dalamnya maksudnya di setiap

rokaat dari kedua rokaat, fatihah kitab (surat Al-Fatihah) sekali,

ayat kursi sekali, surat Alhakumuttaka tsur (surat At-Takatsur)

sekali, surat Qul huwallahu ahad (Surat Al-Ikhlas) sepuluh kali, dan

membaca doa setelah salam “Ya Allah sesungguhnya aku melakukan

@PustakaPribadiSibaweih
11
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

sholat ini dan Engkau mengerti apa yang aku inginkan. Ya Allah

limpahkanlah pahala sholat ini kepada kuburan fulan bin fulan

(sebutkan nama keluarga yang meninggal)”. Maka Allah akan

mengutus seketika itu kepadanya (mayyit) seribu malaikat, di mana

setiap malaikat membawa cahaya dan hadiah untuk

menentramkannya sampai hari ditiupnya sangkakala”.

Dan di dalam hadist (lain), sesungguhnya orang yang

melakukan sholat tersebut (seperti hadist di atas), maka baginya

pahala yang sangat jelas, yaitu dia tidak akan keluar dari dunia

(meninggal) sehingga dia mengetahui tempatnya di surga.

Sebagian ulama’ juga mengatakan, “Maka sangatlah beruntung

bagi hamba yang mau melaksanakan sholat ini (sholat dari hadist di

atas) setiap malam dan menghadiahkan pahala sholatnya kepada

setiap mayyit dari kaum muslimin". Hanya kepada Allahlah

pertolongan, kemudian Syekh (Hasanain Muhammad Mahluf)

mengatakan :

Dan dalam Kitab Fathul Qodir, diriwayatkan dari sahabat Ali,

karromallau wajhah (semoga Allah memuliakan diri beliau),

dari Nabi Muhammad SAW, bahwa Beliau bersabda :

‫من مر على المقابر وقرأ قل هو الله احدٌ احدى عشرة ثم وهب اجرها للاموات‬

‫اعطي من الاجر بعدد الاموات‬

@PustakaPribadiSibaweih
12
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

“Barang siapa melewati kuburan, dan membaca surat qulhuwallahu

ahad (surat Al-Ikhlas) sebanyak 11 kali, kemudian dia memberikan

pahalanya kepada orang-orang yang meninggal, maka pahala itu

akan diberikan kepada sejumlah orang yang meninggal (di kuburan

itu).

Dan dari sahabat Annas bin Malik :

‫ان النبي صلى الله عليه وسلم سئل فقال السائل يا رسول الله انا نتصدق عن‬

‫موتانا ونحج عنهم وندعو لهم هل يصل ذلك اليهم ؟ قال نعم انه ليصل اليهم‬

‫وانهم ليفرحون به كما يفرح احدكم بالطبق اذا اهدي اليهم‬

“Sesungguhnya Nabi SAW pernah ditanyai, kemudian si penanya

berkata : Wahai Rosulullah sesungguhnya kami bershodaqoh kepada

orang-orang mati kami, menunaikan haji untuk mereka, dan berdoa

untuk mereka, apakah hal itu akan sampai kepada mereka ?.

Rosulullah menjawab : Iya, sesungguhnya hal itu (pahalanya) akan

sampai kepada mereka dan mereka akan merasa bahagia karenanya

seperti halnya salah satu dari kamu yang merasa bahagia atas

wadah (berisi makanan) ketika diberikan kepada mereka”.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Dan dalam Kitab Washiyatul Mushthafa,

@PustakaPribadiSibaweih
13
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

(Nabi Muhammad SAW memberikan wasiat kepada Sahabat Ali

bin Abi Thalib) :

‫يا علي تصدق على موتاك فان الله وكل ملائكة ً يحملون صدقات الاحياء اليهم‬

‫فيفرحون بها اشد ما كانوا يفرحون في الدنيا و يقولون اللهم اغفر لمن نور قبرنا‬

‫و بشره بالجنة كما بشرنا بها‬

"Wahai Ali, berilah shodaqoh kepada orang matimu, karena

sesungguhnya Allah memasrahkan kepada para malaikat untuk

membawa shodaqoh orang-orang yang masih hidup kepada mereka,

kemudian mereka merasa bahagia karena shodaqoh itu, lebih

bahagia atas apapun yang ada di dunia dulu, dan mereka berdoa

"Ya Allah ampunilah orang yang telah menerangi kubur kami dan

berilah dia berita gembira dengan surga sebagaimana dia

memberikan kegembiraan kepada kami dengan shodaqoh ini"".

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) semoga Allah memberikan rohmat kepadanya,

berkata :

Madzhab Syafi’i (berpendapat) sesungguhnya shodaqoh bisa

sampai pahalanya kepada mayyit atas kesepakatan. Dan adapun

bacaan (Al-Qur’an) pendapat yang lebih dipilih (lebih unggul)

seperti dalam Syarah Kitab Al-Minhaj yaitu sampainya

pahalanya (membaca Al-Qur’an) kepada mayyit dan penetapan

@PustakaPribadiSibaweih
14
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

atas pendapat itu sudah layak karena sesungguhnya hal itu

adalah doa.

Madzhab Maliki (berpendapat) bahwa sesungguhnya tidak ada

perselisihan di dalam sampainya pahala shodaqoh kepada

mayyit, sedangkan terjadi perselisihan di dalam kebolehan

membaca (Al-Qur’an) untuk mayyit, pendapat asli Madzhab

(Maliki) adalah memakruhkannya. Namun, ulama’-ulama’ akhir

(Madzhab Maliki) berpendapat membolehkannya, dan

kebolehan itu adalah adalah amalan yang telah berlaku maka

pahala membaca Al-Qur’an bisa sampai kepada mayyit. Ibnu

Farahun menukit (mengambil pendapat) bahwa pendapat

tersebut (sampainya pahala membaca Al-Qur’an kepada mayyit)

adalah pendapat yang lebih unggul.

Dan di dalam Kitab Majmuk oleh Imam Nawawi (dijelaskan),

seorang hakim Abu Thoyyib ditanyai tentang mengkhatamkan

Al-Qur’an di dalam beberapa kuburan, beliau mengatakan,

“Pahala adalah milik pembaca, sedangkan mayyit seperti orang-

orang yang hadir, rohmat dan berkah sangat diharapkan baginya

(mayyit)”. (Dari perkataan Abu Thoyyib tersebut menunjukkan

bahwa) disunnahkan membaca Al-Qur’an di beberapa kuburan

@PustakaPribadiSibaweih
15
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dalam makna ini. Juga, doa sesudah membaca (Al-Qur’an) lebih

mendekati pada ijabah (dikabulkannya doa) dan doa dapat

memberikan kemanfaatan kepada mayyit.

Imam Nawawi (Al-Banteni) telah benar-benar menukil

(mengambil pendapat) di dalam Kitab Al-Adzkar dari

perkumpulan sahabat-sahabat Imam Syafi’I bahwa

sesungguhnya pahala membaca (Al-Qur’an) bisa sampai kepada

mayyit seperti halnya Ibnu Hanbali (Imam Hambali) dan

jamaah dari para ulama’ berpendapat tentang hal itu, - IH (ila

akhirihi). Dari Syekh yang memberikan fatwa, yang telah

disebutkan (Syekh Hasanain Muhammad Mahluf).

Dan di dalam Kitab Mizanul Kubro oleh Imam Asy-Sya’roni,

“Perselisihan di dalam sampainya pahala membaca (Al-Qur’an)

kepada mayyit atau tidak adanya tersampainya pahal itu adalah

sesuatu yang sudah masyhur (umum dan dikenal) dan bagi setiap

pendapat dari keduanya memiliki dasar”.

Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah (berpendapat),

sesungguhnya (kebolehan) bagi manusia untuk menjadikan

pahala amalanya kepada manusia lainnya, dan dengan pendapat

@PustakaPribadiSibaweih
16
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

itulah Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali) berpendapat -

IH (ila akhirihi), Kitab Mizan, akhir kitab tentang jenazah.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Imam Muhammad bin Ahmad Al-Marwazi

berkata, “Aku mendengar Imam Ahmad bin Hanbal (Imam

Hambali) berkata, “Ketika kamu memasuki pemakaman, maka

bacalah surat Al-Fatihah, surat Al-Ikhlas, dan surat muawwidzatain

(surat Al-Falaq dan surat An-Nas), kemudian berikanlah pahala

bacaan itu kepada para ahli kubur, niscaya pahalanya akan sampai

kepada mereka. Hal yang lebih utama adalah jika pembaca

mengucapkan setelah menyelesaikannya, "Ya Allah sampaikanlah

pahala atas apa yang sudah aku baca kepada fulan (sebutkan

nama)".

Di dalam Kitab Majmuk Salasi Rosail oleh Al-Allamah

Muhammad ‘Arobi (dijelaskan) : “Sesungguhnya (menghadiahkan)

bacaan Al-Qur'an kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia

adalah boleh, pahalanya pasti akan sampai kepada mereka menurut

@PustakaPribadiSibaweih
17
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

jumhur ulama' fiqih islam, Ahlus sunnah, meskipun dengan

memberikan upah pada kenyataannya”.

Dan dari Sahabat Abu Hurairah ra berkata, Rosulullah SAW

bersabda :

‫ ثم قال‬،‫ ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله احدٌ والهاكم التكاثر‬،‫من دخل المقابر‬

،‫اني جعلت ثواب ما قرأْ ت من كلامك لاهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات‬

‫كانوا شفعاء له الى الله تعالى‬

“Barang siapa memasuki kuburan kemudian dia membaca fatihah

kitab (surat Al-Fatihah), qulhuwallahu ahad (surat Al-Ikhlas), dan

alhakumut takasur (surat At-Takatsur), kemudian dia berkata,

"sesungguhnya aku memberikan pahala atas apa yang sudah aku

baca dari kalam-Mu kepada ah;i kubur dari golongan mukminin

dan mukminat, maka mereka mendapatkan pertolongan karenanya

dari Allah yang Maha Luhur”. - IH (ala akhirihi), Syarakh Kitab

Ash-Shudur.

Dan Hanya Allah yang Lebih Mengetahui,Kemudian, Syekh

(Hasanain Muhammad Mahluf) berkata, semoga Allah

memberikan kemanfaatan kepada kita atas ilmu-ilmu beliau,

Persoalan Kedua

Apakah Sholat Jum’at Memiliki Sunnah Qobliyyah atau

Tidak ?

@PustakaPribadiSibaweih
18
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Ini juga merupakan masalah-masalah cabang ijtihad yang tidak

selayaknya menjadikan keingkaran di dalamnya.

Adapun para pengikut Madzahb Syafi’i, mereka mengatakan,

“Iya, Sholat Jum’at memiliki sunnah qobliyyah seperti sholat

Dhuhur, sesuai hadist di dalamnya”.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) :

Berdasarkan khabar dari Imam Muslim,

‫اذا صلى احدكم الجمعة فليصل قبلها ار بع ًا و بعدها ار بع ًا‬

“Tatkala salah satu dari kalian melaksanakan sholat Jum’at, maka

hendaklah dia sholat sebelumnya sebanyak 4 rokaat dan sesudahnya

sebanyak 4 rokaat”.

Berdasarkan khabar dari Imam Turmudzi,

‫ان ابن مسعودٍ كان يصلي قبل الجمعة ار بع ًا و بعدها ار بع ًا‬

“Sesungguhnya Sahabat Ibnu Mas’ud melaksanakan sholat sebelum

sholat Jum’at sebanyak 4 rokaat dan sesudahnya sebanyak 4

rokaat”.

Dan sebuah hal yang jelas bahwa hal itu (sholat sunnah

qobliyyah Jum’at) adalah berkesesuaian dari (sunnah) Nabi

SAW. IH (ila akhirihi) – Kitab Bajuri.

@PustakaPribadiSibaweih
19
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Syekh Ali Maksum (penulis) berkata, “Imam Kurdi berkata

kepada Syekh Ba Fadhal di dalam bab sholat jum’at, “dan dasar

yang paling kuat yang dijadikan pegangan di dalam

tersyariatkannya 2 rokaat sebelum sholat jum’at adalah hadist yang

dishohihkan oleh Imam Ibnu Hibban dari riwayat Sahabat Abdullah

bin Zubair, berupa hadist marfu’, yaitu :

‫ما من صلاة ٍ الا و بين يديها ركعتان‬

“Tiada satu pun shalat (fardhu) kecuali di depannya (sebelumnya)

ada shalat sunnah dua rokaat”. – Imam Kurdi mengatakannya di

dalam Kitab Fathul Baari”.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Di dalam Kitab Fathul Wahhab, juz pertama

hal 56, khabar dari Imam Syaikhain (2 syekh, yaitu Imam

Bukhari dan Imam Muslim), yaitu :

ٌ ‫بين كل اذنين صلاة‬

“Di antara 2 adzan (adzan dan iqomah) terdapat sholat sunnah”.

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum) berkata, “Imam Kurdi

mengatakan lagi, “Aku melihat pendapat tukilan (pendapat yang

diambil) dalam Syarakh Kitab Al-Misykat oleh Imam Mulla Ali Al-

Qori, yang teksnya yaitu :

@PustakaPribadiSibaweih
20
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫ انه صلى الله عليه وسلم كان يصلي قبلها‬،‫وقد جاء بسندٍ جيدٍ كما قاله العراقي‬

‫ار بع ًا‬

“Dan (hadist tentang sholat sunnah qobliyyah jum’at) telah benar-

benar datang dengan sanad yang kuat, seperti halnya Imam Iraqi

mengatakannya, bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat sunnah

qobliyyah jum’at sebanyak 4 rokaat”.

Dan di dalam Kitab Sunan Turmudzi oleh Imam Ahmad Asy-

Syakiri, di dalam bab Ma Ja’a Ma Yuqrou Bihi Fi Sholatis Subhi

Yaumal Jum’ati (Bacaan yang Dibaca di Dalam Sholat Subuh di

Hari Jum’at), ada dasar yang teksnya yaitu :

‫كان ابن عمر يطيل الصلاة قبل الجمعة و يصلي بعدها ركعتين في بيته و يحدث أن‬

‫رسول الله كان يفعل ذلك‬

“Sahabat Ibnu Umar pernah memanjangkan sholat sunnah sebelum

jum'at dan melaksanakan sholat sunnah sesudahnya sebanyak 2

rokaat di rumah beliau, dan beliau menceritakan bahwa

sesungguhnya Rosulullah juga melaksanakan sholat seperti itu”.

(Menanggapi hadist dari Sahabat Ibnu Umar di atas), penulis

Kitab Aunil Ma’bud mengatakan, “Imam Nawawi mengatakan di

dalam Kitab Khulashoh (hadist di atas) adalah shohih menurut

syarat Imam Bukhari, Imam Iraqi di dalam Kitab Syarakh

Turmudzi mengatakan sanad-sanadnya (hadist di atas) adalah

@PustakaPribadiSibaweih
21
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

shohih dan tidak ada kesalahan, dan Imam Ibnu Hibban

mengeluarkannya di dalam keshohihannya (hadist di atas)”, IH (ila

akhirihi).

(Semua keterangan di atas) dari Kitab Ahkamul Fuqoha’ fi

Muqorroroti Nihayatil Ulama’, juz pertama.

Persoalan Ketiga,

Talqin Mayyit

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Kitab Majmuk

Fatawi beliau [juz pertama], talqin ini yang telah disebutkan

[yakni talqin mayyit sesudah dipendam] telah benar-benar

ditetapkan oleh golongan dari sahabat bahwa mereka

memerintahkannya seperti sahabat Abi Umamah Al-Bahili dan

lainnya.

Dan sebuah hadist diriwayatkan di dalamnya (masalah talqin

mayyit) dari Nabi SAW tetapi termasuk hadist yang tidak

dihukumi dengan keshohihannya dan kebanyakan dari sahabat

tidak melakukan hal itu (talqin mayyit), maka karena inilah

Imam Ahmad (Imam Hambali) dan ulama’ lainnya mengatakan

bahwa sesungguhnya talqin ini tidak apa-apa di dalam

melakukannya, kemudian mereka memurahkannya

(mengizinkannya untuk dilakukan), dan tidak

@PustakaPribadiSibaweih
22
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

memerintahkannya. Golongan dari sahabat Imam Syafi’i dan

Imam Ahmad (Imam Hambali) menyunahkannnya, golongan

dari Imam Maliki dan lainnya memakruhkannnya.

Adapun hadist yang mana dikatakan bahwa hadist itu termasuk

tidak dihukumi dengan keshohihannya, maka inilah lafadznya :

‫ ِإذا انا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسول الله صلى الله عليه‬: ‫قال أبو أمامة الباهلي‬

‫ ِإذا مات أحدٌ من اخوانكم فسو يتم التراب على‬: ‫وسلم أن نصنع بموتانا فقال‬

‫ يا فـلان بن فـلانة ف ِإنه يسمعه و‬: ‫ ثم ليقل‬،‫ فليقم أحدكم على رأْ س قبره‬،‫قبره‬

‫ ولـكن‬،‫ أرشدنا يرحمك الله‬: ‫ يا فلان بن فـلانة ف ِإنه يقول‬: ‫ ثم ليقل‬،‫لا يجيب‬

‫ اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة ان لا اله الا الله‬: ‫ فليقل‬،‫لا تشعرون‬

‫ وأنك رضيت بالله ر ًّبا و بال ِإسلام دين ًا و بمحمدٍ نب ًّيا‬،‫وان محمدًا عبده ورسوله‬

: ‫ ف ِإن منكرًا ونكير ًا يأْ خذ كل واحدٍ منهما بيد صاحبه و يقول‬،‫و بالقرآن امام ًا‬

: ‫ ف ِإن لم نعرف أمه ؟ قال‬،‫ يا رسول الله‬: ‫ل‬


ٌ ‫ فقال رج‬،‫انطلق بنا ما يقعدنا‬

‫ يا فلان بن حواء‬،‫تنسبه الى حواء‬

“Sahabat Abu Umamah Al-Bahili berkata, “Tatkala aku meninggal

dunia maka lakukanlah kalian kepadaku sebagaimana Rosulullah

SAW memerintahkannya kepada kita untuk melakukan kepada

mayit-mayit kita. Rosulullah SAW memerintahkan kepada kita,

kemudian Beliau berkata, “Tatkala salah satu dari saudara-saudara

kalian meninggal dunia maka ratakanlah tanah di atas kuburnya,

kemudian hendaklah salah satu dari kalian berdiri di atas kepala

@PustakaPribadiSibaweih
23
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

kuburnya kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan bin

fulanah”, maka sesungguhnya dia (si mayyit) mendengarkannya dan

tidak menjawabnya. Kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan

bin fulanah”, maka sesungguhnya dia menegakkan tubuhnya sambil

duduk. Kemudian hendaklah dia berkata, “Wahai fulan bin

fulanan”, maka sesungguhnya dia berkata, “Berilah aku petunjuk

semoga Allah merohmatimu !” tetapi kalian tidak menyadarinya.

Kemudian hendaklah dia berkata, “Ingatlah sesuatu di mana kamu

keluar dari dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah

dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya,

dan sesungguhnya kamu ridlo kepada Allah sebagai Tuhan, islam

sebagai agama, Nabi Muhammad sebagai nabi, dan Al-Qur’an

sebagai pemimpin”, maka sesungguhnya malaikat Mungkar dan

Nakir yang mana setiap salah satu dari keduanya mengambil

tangan pemiliknya (si mayyit) dan berkata, “Berangkatlah bersama

kami, kita tidak akan mendudukkan (kamu)!”. Kemudian seseorang

bertanya, “Wahai Rosulullah, jika kita tidak mengetahui ibunya ?”.

Rosulullah SAW menjawab, “Kamu nasabkan dia kepada Ibu Hawa’,

Wahai fulan bin Hawa'.".

(Mananggapi hadist di atas), Imam Syaukani mengatakan,

“Imam Hafidz mengatakan di dalam Kitabnya, At-Talkhis, sanad-

@PustakaPribadiSibaweih
24
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

sanad hadist ini kuat”. Imam Dhiya’ juga menguatkannya (hadist

di atas) di dalam Kitabnya, Al-Mukhtaroh wal Ahkam.

Saya (penulis Kitab Hujja Ahlus Sunnah Wal Jamaah)

mengatakan, “Di dalam talqin terdapat khilafiyah masalah fiqih,

maka hal itu merupakan sesuatu yag layak untuk meniadakan hal-

hal yang menjadikan keingkaran berdasarkan keadaannya, yaitu

meninggalkan kekerasan dan adu otot".

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : dari Dhamrah bin Hubaib ra, salah satu

tabi’in, berkata,

‫كانوا يستحبون اذا سوي على الميت قبره وانصرف الناس عنه ان يقال عند‬

ٌ‫ يا فلان قل ر بي الله وديني الاسلام ونبي محمد‬،‫قبره‬

“Mereka (para sahabat) menyunnahkan, tatkala diratakan di atas

mayyit kuburnya dan orang-orang meninggalkannya, agar

dikatakan di sisi kuburnya, “Wahai fulan, katakan tiada tuhan

selain Allah sebanyak 3 kali, Wahai fulan, katakan Tuhanku

adalah Allah, agamaku adalah islam, dan nabiku adalah Nabi

Muhammad”.

Sa’id bin Manshur meriwayatkannya (hadist Dhamrah) berupa

@PustakaPribadiSibaweih
25
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

hadist mauquf, dan bagi Imam Thabrani seperti hadistnya Abu

Umamah Al-Bahili, berupa hadist mar’fu’ yang dipanjangkan.

Persoalan keempat,

Sholat Tarawih

Jika di sana ada perselisihan maka hal itu merupakan sesuatu

yang layak tidak menjadikan keingkaran dengan keadaanya.

Sholat tarawih menurut kit,a Madzhab Imam Syafi’i, bahkan

juga di dalam Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah 20

rokaat. Dan sholat tarawih adalah sunnah ain lagi muakkad

bagi para laki-laki dan para wanita menurut Madzhab Hanafi,

Syafi’i, Hambali, dan Maliki.

Disunnahkan di dalamnya (sholat tarawih) berjamaah secara

sunnah ain menurut Madzhab Syafi’i dan Mahzhab Hambali.

[Madzhab Maliki berpendapat, “Berjamaah di dalamnya (sholat

tarawih) adalah anjuran (sunnah)”. Madzhab Hanafi

berpendapat, “Berjamaah di dalamnya (sholat tarawih) adalah

sunnah kifayah bagi penduduk hidup (penduduk kampung),

kemudian jika sebagian dari mereka telah mendirikan maka

gugurlah tuntutan dari selebihnya.

Para imam telah benar-benar menetapkan kesunnahan

berdasarkan perbuatan Nabi SAW. Imam Syaikhain (2 Syekh,

@PustakaPribadiSibaweih
26
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim) telah benar-benar

meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah keluar pada

pertengahan malam, pada malam-malam bulan Ramadhan. Dan

malam-malam itu adalah 3 malam yang berbeda-beda, yaitu

malam 23, malam 25, dan malam 27. Nabi SAW melaksanakan

sholat di dalam masjid dan sholatlah orang-orang (para sahabat)

bersamaan dengan sholat beliau di dalamnya (masjid). Nabi

SAW melaksanakan sholat bersama mereka sebanyak 8 rokaat

[maksudnya dengan 4 salaman seperti penjelasan yang akan

datang] dan mereka menyempurnakan selebihnya di dalam

rumah mereka [maksudnya sampai sempurna 20 rokaat seperti

penjelasan yang akan datang]. Mereka (suara bisik sholat

mereka) terdengar seperti lebah, seperti lebah kurma. Dan dari

sinilah sudah jelas bahwa Nabi SAW menyunahkan mereka

sholat tarawih dan berjamaah di dalamnya, tetapi Nabi SAW

tidak melaksanakan sholat sebanyak 20 rokaat sebagaimana

amalan yang telah berlalu pada masa shahabat dan orang-orang

sesudah mereka, sampai sekarang. Dan Nabi SAW tidak keluar

kepada mereka (setelah 3 malam tersebut) karena khawatir

akan difardlukannya sholat tarawih kepada mereka (para

sahabat) seperti penjelasan yang telah dijelaskan dalam sebagian

@PustakaPribadiSibaweih
27
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

riwayat.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Telah sampai riwayat dari Aisyah ra bahwa

Nabi SAW keluar pada pertengahan malam di Bulan Ramadhan

dan melaksanakan sholat di dalam masjid, kemudian orang-

orang (para sahabat) ikut melaksanakan sholat bersama sholat

Beliau. Kemudian mereka menceritakan tentang hal itu (kepada

sahabat lainnya) dan semakin banyak orang-orang (para sahabat

yang ikut sholat) pada malam kedua, Beliau melaksanakan

sholat dan mereka melaksanakan sholat bersama sholat Beliau.

Ketika malam ketiga, orang-orang (para sahabat) semakin

banyak sehingga masjid penuh dengan penghuninya, Beliau

tidak keluar menemui mereka sampai Beliau keluar untuk

sholat Fajar (sholat Subuh). Ketika Beliau melaksanakan sholat

Fajar (sholat Subuh), Beliau menghadap kepada mereka dan

berkata kepada mereka bahwa “Sesungguhnya tidaklah

diringankan atas keadaan kalian pada malam ini tetapi aku

khawatir jika difardukannya sholat malam kepada kalian, maka

lemahkanlah kalian dari sholat itu”, kemudian Rosulullah SAW

@PustakaPribadiSibaweih
28
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

wafat (sebelum menyempati Ramadhan pada tahun berikutnya).

Sedangkan perkara atas sholat tarawih ada pada masa

keholifahan Sahabat Abu Bakar dan pada pertengahan

kekholifahan Sahabat Umar ra, Sahabat Umar mengumpulkan

(menyariatkan sholat tarawih berjamaah) para laki-laki pada

Sahabat Ubay bin Ka’ab dan para wanita pada Sahabat

Sulaiman bin Abi Hastamah. Dan karena hal itulah Sahabat

Ustman dalam masa keholifahannya berkata, “Semoga Allah

menerangi kubur Sahabat Umar sebagaimana dia telah

menerangi masjid-masjid kita”. Kesimpulan dari hadist ini

adalah bahwa Nabi SAW hanya keluar 2 malam semata.

Pendapat umum yang sudah dikenal bahwa Nabi SAW keluar

kepada para sahabat selama 3 malam, yaitu malam 23, malam

25, dan malam 27, Beliau tidak keluar kepada mereka pada

malam ke-29. Nabi SAW tidak keluar secara berturut-turut

karena kasihan kepada mereka. Beliau melaksanakan sholat

sebanyak 8 rokaat tetapi Beliau menyempurnakannya sebanyak

20 rokaat di dalam rumah Beliau dan para sahabat juga

menyempurnakannya seperti itu di dalam rumah mereka

dengan dasar bahwa mereka terdengar seperti suara lebah,

seperti lebah kurma. Beliau tidak menyempurnakan (sholat)

@PustakaPribadiSibaweih
29
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

bersama mereka sebanyak 20 rokaat karena merasa kasihan

kepada mereka, IH (ila akhirihi).

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata, semoga Allah yang Maha Luhur merohmatinya, “Dari

sini juga maka jelaslah bahwa jumlah sholat tarawih tidaklah

pendek (sedikit) sebanyak 8 rokaat, yang mana Nabi SAW

melaksanakannya bersama para sahabat, dengan dasar bahwa

mereka menyempurnakannya di rumah-rumah mereka. Dan

telah benar-benar jelas perbuatan Sahabat Umar ra bahwa

jumlah sholat tarawih adalah 20 rokaat, sekiranya dia

mengumpulkan orang-orang di waktu akhir atas jumlah ini (20

rokaat) di dalam masjid. Para sahabat pun menyetujui atas hal

itu (sholat tarawih berjamaah 20 rokaat) dan tidak ditemui

perselisihan dari orang sesudahnya termasuk Khulafaur

Rasyidin [Mereka melansungkan sholat tarawih berjamaah

sebanyak 20 rokaat]. Nabi SAW telah benar-benar bersabda :

‫ عضوا عليها بالنواجد‬،‫عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين‬

“Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah Khulafaur

Rasyidin yang mendpaatkan petunjuk, gigitlah sunnah itu (sunnah

Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin) dengan gigi geraham”.

@PustakaPribadiSibaweih
30
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Nabi SAW juga bersabda :

‫اقتدوا باللذين من بعدي ابي بكرٍ وعمر‬

“Ikutilah 2 orang sesudahku (setelah wafat) yaitu Abu Bakar dan

Umar” [HR. Imam Ahmad, Imam Turmudzi, dan Imam Ibnu

Hibban].

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Sahabat Umar

memerintahkan Sahabat Ubay dan Sahabat Tamim Ad-Darani

untuk melaksanakan sholat bersama orang-orang sebanyak 20

rokaat. Imam Baihaqi telah benar-benar meriwayatkan dengan

sanad-sanad yang shohih bahwa para sahabat melaksanakan

(sholat tarawih) pada masa Kholifah Umar ra sebanyak 20

rokaat, dan dalam riwayat lain sebanyak 23 rokaat (20 rokaat

tarawih dan 3 rokaat witir). Pada masa kholifah Ustman dan

Kholifah Ali ra, juga seperti itu (riwayat sebanyak 20 rokaat),

maka hal itu menjadi sebuah kesepakatan. Dalam riwayat lain,

bahwa Sahabat Ali ra pernah mengimami para sahabat

sebanyak 20 rokaat tarawih dan 3 rokaat witir.

@PustakaPribadiSibaweih
31
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata, Imam Abu Hanifah telah benar-benar

ditanya tentang apa yang telah diperbuat Sahabat Umar ra,

beliau berkata, “Sholat tarawih adalah sunnah muakkad,

Sahabat Umar tidaklah mengeluarkan berdasarkan

kecenderungan nafsunya, beliau tidaklah melakukan bid’ah di

dalamnya (sholat tarawih 20 rokaat berjamaah), beliau tidak

akan memerintahkannya kecuali berdasarkan pemikiran pokok

dalm dirinya dan pada masa Rosulullah SAW”.

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Sahabat Umar telah menindakkan

kesunnahan ini dan mengumpulkan orang-orang kepada

Sahabat Ubay bin Ka’ab, kemudian dia sholat tarawih secara

berjamaah dan para sahabat melimpah-limpah, termasuk

Sahabat Ustman, Sahabat Ali, Sahabat Ibnu Mas’ud dan

putranya, Sahabat Thalhah, Sahabat Zubair, Sahabat Mu’adz,

Sahabat Ubay, da lain-lainnya dari golongan sahabat Muhajirin

dan sahabat Anshor, semoga Allah meridlohi mereka semua.

@PustakaPribadiSibaweih
32
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Tidak ada seorangpun dari para sahabat yang menolaknya

(sholat tarawih 20 rokaat berjamaah), sebaliknya mereka saling

membantu, saling setuju, dan memerintah hal itu. [Dan kita

wahai golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah mengikuti mereka

(para sahabat) dan meneladani mereka. Nabi SAW bersabda :

‫اصحابي كالنجوم بايهم اقتديتم اهتديتم‬

“Sahabatku seperti bintang-bintang, di manapun kalian mengikuti

mereka maka kalian akan mendapatkan petunjuk”].

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata, “Iya, ditambah di dalam masa Kholifah Umar

bin Abdul Aziz ra [beliau saat itu adalah kholifah di Kota

Madinah], kemudian dijadikan 36 rokaat. Namun, tujuan dari

penambahan ini adalah menyamakan dengan penduduk

Mekkah di dalam fadhilahnya, karena mereka melakukan

thowaf di Baitullah setelah 4 rokaat sekali [Maksudnya sesudah

setiap 2 salam sesuai keterangan yang akan datang]. Beliau

(Kholifah Umar bin Abdul Aziz ra) berinisiatif untuk

melaksanakan sholat [beliau pada waktu itu sedang mengimami

orang-orang] sebagai ganti setiap thowaf pada 4 rokaat

[maksudnya 2 salaman]”.

@PustakaPribadiSibaweih
33
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Tambahan dari Al-Fakir (Orang yang membutuhkan rahmat

Allah, KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan

dalam kitab ini) : Ini merupakan dasar atas keabsahan ijtihad

ulama’ di dalam penambahan terhadap apapun yang telah

tersampaikan terkait ibadah yang disyariatkan, karena tidak

ada keraguan di dalamnya bahwa seseorang dapat

melaksanakan sholat sunnah semampunya di waktu malam dan

siang kecuali di dalam waktu-waktu yang telah

tersampaikannya larangan untuk melaksanakan sholat di

dalamnya.

Syekk (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata, “Sholat tarawih pada saat ini adalah 20 rokaat

menurut kesepakatan, selain sholat witir. [Madzhab Maliki

berpendapat, jumlah sholat tarawih adalah 20 rokaat, selain

rokaat genap dan ganjil (sholat witir, 2 rokaat genap dan 1

rokaat ganjil)]” – dari Kitab Al-Fiqh Alal Madzhabil Arba’ah.

Tambahan (Orang yang membutuhkan rahmat Allah, KH.

Ahmad Subki Masyhudi, penambah keterangan dalam kitab

ini) : Dan di dalam Kitab Al-Mizan oleh Imam Sya’roni, hal

148, Dari situlah pendpat Imam Hanafi, Imam Syafi’I, dan

Imam Ahmad (Imam Hambali) ra, bahwa sholat tarawih di

@PustakaPribadiSibaweih
34
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Bulan Ramadhan adalah 20 rokaat. [Imam Syafi’i berkata, 2o

rokaat para sahabat lebih aku cintai]. Sesungguhnya sholat

tarawih secara berjamaah lebih utama berdasarkan pendapat

Imam Maliki, dan dalam salah satu riwayatnya, bahwa sholat

tarawih adalah 36 rokaat.

Di dalam Kitab Bidayatul Mujtahid oleh Imam Qurthubi, juz

pertama hal 21, “Sesungguhnya sholat tarawih yang mana

Sahabat Umar mengumpulkan orang-orang (para sahabat) lebih

dicintai di dalamnya – sampai Imam Qurthubi mengatakan

(dalam teks Kitab Bidayatul Mujtahid) – Para ulama’ berselisih

pendalat tentang pendapat lebih dipilih (lebih unggul) dari

jumlah rokaat yang mana orang-orang mendirikannya di dalam

Bulan Ramadhan, Imam Maliki memilih dalam salah satu

pendapatnya, (begitu juga) Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i,

dan Imam Ahmad (Imam Hambali) ra, yaitu mendirikan sholat

tarawih 20 rokaat selain sholat witir”.

(KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA) berkata,

Kesimpulannya adalah bahwa para imam empat tersebut

memilih bahwa jumlah rokaat sholat tarawih adalah 20 rokaat

selain sholat witir. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa

jumlah sholat tarawih adalah 8 rokaat adalah pendusta

@PustakaPribadiSibaweih
35
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

terhadap apa yang telah mereka (4 imam) pilih dan orang yang

berselisih dengannya (apa yang sudah 4 imam sepakati). Maka

selayaknya untuk menentang perkataannya, tidak menoleh

kepadanya (ikut-ikutan dengan pendapatnya), dan dia bukanlah

golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu golongan yang

selamat, dan golongan itu adalah golongan yang berpegang

teguh terhadap sunnah Rosulullah SAW dan para sahabanya,

wallahu a’lam.

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata, semoga Allah merohmatinya dan

memberikan manfaat kepada kita atas ilmu-ilmunya, “Tetapi, di

sana ada orang yang mengatakan bahwa sholat tarawih adalah

8 rokaat yang disandarkan pada hadist (yang diriwayatkan) Siti

Aisyah ra, beliau berkata :

‫ما كان رسول الله يز يد في رمضان ولا في غيره على احدى عشرة ركعة ً يصلي‬

‫ ثم‬،‫ار بع ًا (اي بتسليمتين فيما يظهر لما يأْ تي) فلا تسأل عن حسنهن وطولهن‬

،‫ ثم يصلي ثلاثًا‬،‫يصلي ار بع ًا (بتسليمتين كذلك) فلا تسأل عن حسنهن وطولهن‬

‫ يا عائشة ِإن عيني‬: ‫ أتنام قبل ان توتر ؟ قال‬،‫ قلت يا رسول الله‬: ‫قالت عائشة‬

‫ متفق عليه‬- ‫تنامان ولا ينام قلبي‬

“Rosulullah SAW tidaklah menambahi (sholat sunnah) di Bulan

Ramadhan dan tidak di bulan selainnya di atas 11 rokaat, Beliau

@PustakaPribadiSibaweih
36
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

sholat 4 rokaat [maksudnya dengan 2 salaman di dalam apa yang

akan dijelaskan nanti] maka jangan bertanya tentang bagusnya dan

panjangnya, kemudian Beliau sholat 4 rokaat [dengan 2 salaman

seperti di atas] maka jangan bertanya tentang bagusnya dan

panjangnya, kemudian Beliau sholat 3 rokaat. Aisyah berkata, “Aku

bertanya, “Wahai Rosulullah apakah Engkau tidur sebelum Engkau

melakukan sholat witir ?”. Rosulullah SAW menjawab, “Wahai

Aisyah sesungguhnya kedua mataku tertidur sedangkan hatiku

tidaklah tidur”””. Hadist ini disepakati (keshohihannya oleh

Imam Muslim dan Imam Bukhari).

Tetapi, sandaran ini tidaklah sah menurutku karena

sesungguhnya tempat hadist ini ada di dalam bab yang sudah

jelas yaitu bab sholat witir. Dan apa yang sudah kita ketahui

bahwa (jumlah) sholat witir paling sedikit adalah 1 rokaat dan

paling banyak adalah 11 rokaat, maka Rosulullah SAW pada

waktu itu melaksanakan sholat (witir) sesudah tidur sebanyak 4

rokaat dengan 2 salaman secara berturut-turut, kemudian 4

rokaat lain dengan 2 salaman secara berturut-turut, kemudian

3 rokaat dengan 2 salaman seperti itu (berturut-turut). Hal itu

menunjukkan bahwa sholat itu adalah sholat witir.

@PustakaPribadiSibaweih
37
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

1. Pertama, perkataan Siti Aisyah ra kepada Rosulullah

SAW, “Apakah Engkau tidur sebelum Engkau

melakukan sholat witir ?”. (Berbeda) karena

sesungguhnya sholat tarawih sholat witir dilakukan

setelah sholat Isya’ dan sebelum tidur.

2. Kedua, bahwa sholat tarawih tidak ditemui di dalam

selain Bulan Ramadhan (sedangkan hadist di atas

menyebutkan kata-kata “di Bulan Ramadhan dan tidak

di bulan selainnya”).

3. Ketiga, bahwa Imam Bukhari meletakkan hadist

tersebut di dalam bab sholat witir.

Dengan demikian, hilanglah pertentangan dengan hal itu

(ketiga alasan di atas) dan sempurnalah kumpulan di antara

dasar-dasar”.

Al-Allamah (ulama’ yang sangat alim) Syekh Qasthalani

mengatakan di dalam Kitab Irsyadus Sari Lisyarhi Shohihil

Bukhari, “Hal yang diketahui yang mana jumhur ulama’

(mayoritas ulama’) berpendapat bahwa jumlah sholat

[maksudnya jumah sholat tarawih] adalah 20 rokaat dengan 10

salaman. Hal itu terdiri dari 5 istirahat, setiap istirahat terdiri

@PustakaPribadiSibaweih
38
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dari 4 rokaat dengan 2 salaman, selain sholat witir yaitu 3

rokaat”.

Di dalam Kitab Sunanut Turmudzi dengan sanad-sanad yang

shohih, sebagaimana Imam Ibnu Iraqi mengatakan di dalam

Kitab Syarhit Taqrib, dari Sa’ib bin Yazid ra, berkata, “Orang-

orang mendirikan (sholat tarawih) pada masa Kholifah Umar

bin Khattab ra di Bulan Ramadhan dengan 20 rokaat”.

Imam Malik meriwayatkan di dalam Kitab AL-Muwattho’ dari

Yazid bin Rouman berkata, “Orang-orang mendirikan (sholat

tarawih) pada zaman Kholifah Umar bin Khattab ra dengan 23

rokaat”. Imam Baihaqi mengumpulkan dari keduanya (riwayat

Sa’ib bin Yazid dan riwayat Yazid bin Rouman) bahwa mereka

(para sahabat) melaksanakan sholat witir sebanyak 3 rokaat.

Dan mereka menghitung (memandang) apa yang telah terjadi

pada zaman Kholifah Umar ra adalah seperti ijma’.

Dan ketahuilah, bahwa sholat tarawih adalah 2 rokaat 1

salaman, 2 salaman 1 salaman, di dalam Madzhab Ahlus

Sunnah Wal Jamaah dan Madzhab Syafi’i. Mereka berpendapat,

“Wajib untuk melakukan salam dari setiap 2 rokaat, maka

@PustakaPribadiSibaweih
39
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

tatkala melaksanakan sholat tarawih (sekaligus 20 rokaat)

dengan satu salaman maka sholat itu tidak sah”.

Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, dan Madzhab Hanbali

berpendapat, “Dianjurkan untuk melakukan salam di dalam

akhir setiap 2 rokaat. Jika melakukan sholat tarawih (sekaligus

20 rokaat) dengan satu salaman dan melakukan duduk (duduk

takhiyat) di pokok setiap 2 rokaat maka sholatnya sah bersama

kemakruhan. Adapun ketika tidak melakukan duduk (takhiyat)

pada pokok setiap 2 rokaat, maka di dalam masalah ini

terdapat perselisihan pendapat para madzhab”.

Adapun Madzhab Imam Syafi’i berpendapat, “wajib untuk

melakukan salam dari setiap 2 rokaat, maka tatkala

melaksanakan sholat tarawih (sekaligus 20 rokaat) dengan satu

salaman maka sholat itu tidak sah, baik melakukan duduk

(takhiyat) atau tidak melakukan duduk (takhiyat) pada setiap

pokok 2 rokaat.

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Maka sebuah keharusan menurut

mereka (Madzhab Syafi’i) untuk melakukan sholat tarawih 2

rokaat 2 rokaat, dan melakukan salam pada pokok setiap 2

rokaat.

@PustakaPribadiSibaweih
40
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata, “Tatkala melakukan sholat (tarawih) 4 rokaat dengan

satu salaman, maka 4 rokaat tersebut sudah menggantikan

(mewakili) dari 2 rokaat secara ittifak (kesepakatan). Dan

tatkala melakukan sholat (tarawih) lebih banyak dari 4 rokaat

dengan satu salaman maka keabsahannya masih diperselisihkan.

Dikatakan (dalam sebuah pendapat ulama’) dianjurkan (untuk

salam) pada rokaat genap pada sholat tarawih, dan dikatakan

(dalam pendapat lain) bahwa hal itu rusak (batal)”.

Adapun Madzhab Hambali berpendapat, “(Sholat tarawih

sekaligus 20 rokaat dan tidak melakukan duduk takhiyat pada

setiap 2 rokaat) Sah bersama dengan kemakruhan dan masih

terhitung 20 rokaat”.

Adapun Madzhab Maliki berpendapat, “(Sholat tarawih

sekaligus 20 rokaat dan tidak melakukan duduk takhiyat pada

setiap 2 rokaat) Sah bersama dengan kemakruhan dan masih

terhitung 20 rokaat, dia meninggalkan kesunnahan tasyahhud

dan kesunnahan salam pada setiap 2 rokaat, dan hal itu

dimakruhkan”.

Rosulullah SAW bersabda :

@PustakaPribadiSibaweih
41
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫صلاة الليل مثنى مثنى ف ِإذا خشي احدكم الصبح صلى ركعة ً واحدة ً توتر له ما قد‬

‫صلى‬

“Sholat malam 2 rokaat 1 salaman, 2 rokaat 1 salaman, tatkala

salah satu dari kalian khawatir waktu masuk subuh maka dia boleh

sholat 1 rokaat yang diganjilkan baginya atas sholat yang telah

dilaksanakan”. [HR. Imam Bukhori dari Shabat Abdullah bin

Umar].

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : (Dari keterangan panjang di atas)

Telah benar-benar menunjukkan bahwa jumlah sholat tarawih

adalah 20 rokaat selain keterangan yang disebutkan.

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hamid dan Imam

Thabrani, dari jalan Ibinu Tusaibah bin Ustman dari Imam

Hakim dari Muqsim dari Ibnu Abbas, ra, :

‫ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلى في رمضان عشر ين ركعة ً والوتر‬

“Sesungguhnya Rosulullah SAW melaksanakan sholat di Bulan

Ramadhan sebanyak 20 rokaat dan melaksanakan sholat witir”.

Walluhu a’lam.

Persoalan Kelima,

Penetapan 2 Bulan, Yaitu Bulan Ramadhan dan Bulan

Syawal,

@PustakaPribadiSibaweih
42
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Pada zaman ini, tepatnya sejak mendekati pertengahan abad, di

Negara Indonesia umpamanya, telah menyebar perdebatan dan

bantahan di antara kaum muslimin terkait penetapan 2 bulan,

yaitu Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal dalam menentukan

awal Bulan Ramadhan untuk mengawali puasa dan Bulan

Syawal untuk melaksanakan hari raya idul fitri.

Kami memberikan nasehat kepada orang yang ahli di

bidangnya untuk menjelaskan permasalahan dnegan merujuk

kepada Kitab AL-Qur’an dan As-Sunnah serta berpegangan

kepada tali Allah secara keseluruhan, dan menjauhi perpecahan

karena sesungguhnya puasa dan hari raya idul fitri merupakan

syiar-syiar Allah yang Maha Luhur dan simbol penyatuan

kalimat di atas kalimat tauhid (La ilaha Illallah). Di sini ada

beberapa kajian ilmiah yang bersifat syar’i yang telah

dirumuskan oleh para ulama’ dunia, yang mana kita bisa

mengetahui kesimpulannya :

1. Sesungguhnya para imam madzhab empat telah

bersepakat bahwa Bulan Ramadhan tidaklah ditetapkan

kecuali dengan salah satu dari 2 perkara, yaitu ruqyatul

hilal (melihat bulan) atau menyempurnakan Bulan

Sya’ban menjadi 30 hari jika di sana terdapat hal yang

@PustakaPribadiSibaweih
43
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

bisa mencegah ruqyatul hilal (melihat bulan) baik

berupa mendung, awan, debu, ataupun lainnya.

2. Sesungguhnya mereka (para imam madzhab empat)

juga bersepakat bahwa masuknya Bulan Syawal

ditetapkan seperti itu, yaitu dengan ruqyatul hilal

(melihat bulan). Jika bulan pada Bulan Syawal tidak

bisa dilihat maka wajib menyempurnakan Bulan

Ramadhan menjadi 30 hari.

3. Sesungguhnya perjalanan kaum muslimin secara

keseluruhan adalah berdasarkan hal tersebut (ruqyatul

hilan atau istikmal) tanpa pengecualian, karena kami

tidak melihat jejak adanya perselisihan perdapat dari

Ahlul Qiblat (orang islam) di luar Golongan Ahlus

Sunnah Wal Jamaah sebelum tampaknya perselisihan

pada zaman akhir.

4. Sesungguhnya Golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah

dan lainnya, semuanya telah bersepakat atas

ketidakbolehan menggunakan metode hisab.

(Tambahan : Karena syariat tidak memerintahkan

dengan menggunakan metode hisab) ini dinisbatkan

kepada orang umum. Adapun jika dinisbatkan kepada

@PustakaPribadiSibaweih
44
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

hasib (orang yang mengunakan metode hisab) sendiri

dan murid-muridnya (pengikutnya) maka hanya Imam

Syafi’i saja yang telah benar-benar membolehkannya.

Dan adapun imam-imam lainnya, dari golongan Ahlus

Sunnah Wal Jama’ah dan lainnya, maka mereka

berpendapat menolak secara mutlak (menggunakan

metode hisab), baik untuk orang umum maupun

khusus.

5. Dan sesungguhnya ibrah di dalam penetapan 2 bulan,

yaitu Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal, adalah

dengan rukyatul hilal (melihat bulan), tidak dengan

wujudnya hilal dengan melakukan praktek di dalam

sesuatu yang terjadi yang mana (sesuatu itu) terkadang

dapat diketahui melalui metode hisab. Lima

kesimpulan ini dapat diketahui melalui kajian-kajian

yang akan datang (dijelaskan).

Di dalam Kitab “Al-Madzahib Al-Arba’ah” dijelaskan,

menetapkan Bulan Ramadan adalah dengan salah satu dari 2

perkara :

@PustakaPribadiSibaweih
45
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Pertama, rukyatul hilal (melihat bulan) jika langit tersepikan

dari apa saja yang bisa mencegah penglihatan seperti mendung,

awan, debu, dan sebagainya.

Kedua, menyempurnakan Bulan Sya’ban menjadi 30 hari jika

langit tidak tersepikan dari sesuatu yang telah dijelaskan

sebagaimana sabda Nabi SAW :

‫ رواه‬- ‫ ف ِإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين‬،‫صوموا لرؤ يته وافطروا لرؤ يته‬

‫البخاري عن أبي هريرة‬

“Berpuasalah kalian karena melihat bulan dan berbukalah kalian

(Idul Fitri) karena melihat bulan, dan jika kalian terhalang

mendung maka sempurnakanlah bilangan Bulan Sya’ban menjadi

30 hari” [HR. Bukhori dari sahabat Abu Huroiroh].

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini): Makna hadist – Jika di langit

terdapat mendung maka hari yang dikembalikan pada saat itu

adalah masih terdapat pada Bulan Sya’an, dengan artian kita

menyempurnakannya menjadi 30 hari, sekiranya jika ada hari

yang berkurang di dalam perhitungan kita maka kita bisa

mengabaikan hari yang kurang itu. Dan jika hari itu sudah

sempurna, maka wajib berpuasa. Ini adalah kaidah yang telah

diletakkan oleh syariat yang mana syariat mengehendakinya.

@PustakaPribadiSibaweih
46
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata : Dan di dalam sabda Nabi SAW :

‫ف ِإن غم عليكم‬

“Dan jika kalian terhalang mendung”

Kami menemukan Madzhab Hambali sangat berhati-hati,

mereka berpendapat bahwa ketika Bulan terhalangi di saat

tenggelam pada hari ke-29 Bulan Sya’ban, maka tidaklah wajib

menyempurnakan Bulan Sya’ban menjadi 30 hari, wajib

menginapkan niat, dan berpuasa pada hari berikutnya pada

malam itu (hari setelah 29 Sya’ban). Sama halnya di dalam apa

yang terjadi di Bulan Sya’ban atau di Bulan Ramadhan,

meniatkannya di Bulan Ramadhan. Namun jika sudah jelas di

pertengahan Bulan Ramadhan bahwa hari itu (hari setelah

tanggal 29 Sya’ban, yang mana tidak wajib menyempurnakan

30 sya’ban) adalah masih termasuk Bulan Sya’ban maka tidak

wajib menyempurnakan Bulan Ramadhan (menjadi 30 hari).

Pendapat mereka ini dengan dinisbatkannya pada (penetapan)

awal Bulan Ramadhan.

Adapun dengan dinisbatkannya pada akhir Bulan Ramadhan

maka sesungguhnya mereka seperti Madzhab Syafi’i, Madzhab

@PustakaPribadiSibaweih
47
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Hanafi, dan Madzhab Maliki di dalam pendapatnya dengan

wajibnya menyempurnakan Bulan Ramadhan menjadi 30 hari

ketika mereka terhalangi mendung. Semua itu merupakan

amaliyah berdasarkan kehati-hatian dalam beribadah.

Seperti inilah para madzhab empat bersepakat pada rukyatul

hilal (melihat bulan) atau menyempurnakan (menjadi 30 hari)

saja, maka tidak ada metode lain bagi mereka (madzhab empat)

selain itu (selain rukyatul hilal atau istikmal), dan itulah

praktek atas hadist yang telah disebutkan.

Maka tidak ada ibroh atas pendapat para ahli perbintangan

alias ahli hisab bagi mereka (para madzhab), tidaklah wajib

berpuasa bagi mereka (para madzhab) atas diri mereka [dengan

metode hisab mereka] : [dan juga tidak] kepada orang yang

mempercayai mereka [maksudnya pendapat mereka]. Kecuali,

Imam Syafi’i dan Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa pendapat

ahli perbintangan boleh diambil ibroh di dalam hak dirinya dan

hak orang yang membenarkannya (boleh berpuasa dengan

metode hisab khusus baginya dan orang yang

membenarkannya) dan tidak wajib bagi (berpuasa atau berbuka

@PustakaPribadiSibaweih
48
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

idul fitri) bagi orang-orang umum berdasarkan pendapat yang

lebih unggul.

Para ulama’ yang menolak (metode hisab) menjadikan hujjah

(dasar) bahwa sesungguhnya syariat telah menggantungkan

puasa pada fenomena alam yang tetap, tidak berubah

selamanya, yaitu rukyatul hilal [maksudnya rembulan di Bulan

Ramadhan] atau menyempurnakan bilangan menjadi 30 hari

[maksudnya dari melihat rembulan di Bulan Sya’ban].

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Siti Aisyah ra berkata :

‫كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يتحفظ من شعبان مالا يتحفظ من غيره‬

“Rosulullah SAW sangat memperhatikan Bulan Sya’ban yang mana

beliau tidak melebihi perhatiannya di bulan selainnya” (1).

Catatn (1) :

(Dalam Kitab Hujjah Aswaja menggunakan huruf "fi" tetapi di

sini saya ganti dengan huruf "min karena referensi dari hadist

lengkapnya menggunakan huruf "min")

Ini merupakan bukti bahwa menyempurnakan Bulan Sya’ban

menjadi 30 hari sebab dari melihat bulan bukan dari metode

hisab.

@PustakaPribadiSibaweih
49
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata : dari sahabat Ibnu Umar ra berkata :

‫ فصام وأمر‬،‫ترائ الناس الهلال فأخبرت النبي صلى الله عليه وسلم أني رأيته‬

‫ رواه أبو داود وصححه ابن حبان والحاكم‬- ‫الناس بصيامه‬

"Orang-orang melihat bulan kemudian aku mengabarkannya

kepada Nabi SAW bahwa sesungguhnya aku melihat bulan,

kemudian Beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang (untuk

berpuasa) sebab puasa beliau". [HR. Abu Dawud, dinilai shohih

oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Hakim].

Dan dari sahabat Ibnu Abbas ra :

‫ فقال‬،‫ فقال اني رايت الهلال‬،‫ان اعرب ًّيا جاء الى النبي صلى الله عليه وسلم‬

‫ قال‬،‫ قال نعم‬،‫ قال اتشهد ان محمدًا رسول الله‬،‫ قال نعم‬،‫اتشهد ان لا اله الا الله‬

‫ رواه الخمسة وصححه ابن خز يمة وابن‬- ‫فاذن في الناس يابلال ان يصوموا غدًا‬

‫حبان‬

"Sesungguhnya orang A'robi datang kepada Nabi SAW kemudian

dia berkata, "Sesungguhnya aku telah melihat bulan". Kemudian

Beliau bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan

selain Alah ?". Dia menjawab, "Iya". Beliau bertanya, "Apakah kamu

bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah ?". Dia

menjawab, "Iya". Beliau berkata, "Maka izinkanlah orang-orang

wahai Bilal, untuk berpuasa besok"". [HR. Imam Lima (2), dinilai

@PustakaPribadiSibaweih
50
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

shohih oleh Imam Ibnu Huzaimah dan Imam Hakim].

Catatan (2) :

Imam Khomsah atau Imam Lima adalah Imam Ahmad bin

Hambal (Imam Hambali), Imam Abu Dawud, Imam Nasa'i,

Imam Ibnu Majah, dan Imam Turmudzi.

Aku (penulis Kitab Hujjah Aswaja, KH. Ali Maksum) berkata ...

dari sini kita bisa memahami bahwa ibroh (dalam penetapan

awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal) adalah dengan

rukyatul hilal (melihat bulan), tidak dengan wujudnya bulan

dan juga tidak dengan ilmu tentang wujudnya bulan dari

metode hisab. Dan hadist-hadist ini menafsiri makna firman-

Nya yang Maha Luhur :

‫فمن شهد منكـم الشهر فليصمه‬

"Dan barang siapa di antara kalian menyaksikan bulan itu, maka

hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" (QS. Al-Baqarah : 185).

Artinya barang siapa di antara kalian menyaksikan masuknya

bulan (Ramadhan dan Syawal) dengan melihat bulan, maka

wajib bagi setiap orang yang melihatnya atau penglihatan orang

lain telah menetap di sisinya (mendengar orang lain telah

melihat bulan) untuk berpuasa. [Merujuklah pada Kitab Tasir

Jalalain dan Kitab Hasyiyatus Showy].

@PustakaPribadiSibaweih
51
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Dan ini adalah beberapa hujjah (dasar) yang bisa menguatkan

pendapat bahwa ibroh di dalam penetapan 2 bulan, yaitu Bulan

Ramadhan dan Bulan Syawal adalah dengan rukyatul hilal

(melihat bulan) tidak dengan wujudnya yang mana kadang

diketahui dari metode hisab. Atau, menyempurnakan Bulan

Sya'ban untuk berpuasa atau (menyempurnakan) Bulan

Ramadhan untuk hari raya menjadi 30 hari.

Adapun pendapat ahli perbintangan, meskipun itu dibangun

dari kaidah-kaidah yang rumit maka kami melihat mereka

saling berselisih pendapat, di dalam banyak kasus. Kemudian,

sesungguhnya hadist yang telah disebutkan bisa dipahami

tentang tidak adanya ibroh metode hisab, karena metode hisab

membatasi wilayah-wiayah di dalam rukyatul hilal dan istikmal,

dan metode hisab kadang-kadang bisa merusak istikmal.

Dan menetapkan Bulan Syawal juga seperti apa yang telah

ditetapkan di Bulan Ramadhan menurut kesepakatan di antara

para madzhab empat dan lainnya yang bukan termasuk

golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kemudian, (saya akan

memaparkan) kepadamu saat ini tentang perkataan Sayyid

Ibnul Qosim Al-Khou'i, beliau berasal dari ulama' Syi'ah

Imamiyah.

@PustakaPribadiSibaweih
52
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Beliau berkata :

‫ولا عبرة بغير ما ذكرنا (اى رؤ ية هلال رمضان او مضي ثلاثين يوم ًا من‬

‫شعبان) من قول المنجم ونحو ذلك‬

"Tidak ada ibroh dengan selain apa yang telah kami sebutkan

[maksudnya, melihat rembulan di Bulan Ramadhan atau

terlewatinya 30 hari Bulan Sya'ban] dari pendapat ahli

perbintangan dan sebagainya"

sampai beliau berkata :

‫ل من تحقيق احد الامور المقدمة(يعني رؤ ية الهلال‬


ٍ ‫لابد في ثبوت هلال شوا‬

‫وشهادة عدلين او اكمال العدة ثلاثين) فلو لم يثبت شيء ٌ منها لم يجز الافطار‬

"Wajib di dalam penetapan rembulan di Bulan Syawal dari realisasi

salah satu dua perkara yang telah dijelaskan" [maksudnya melihat

bulan dan penyaksian 2 orang adil atau menyempurnakan bilangan

30 hari]. maka jika tidak ditetapkan sesuatu dariya maka tidak

diperbolehkan berbuka (idul fitri).". [Kitab Al-Masail Al-

Mutanajjiyah, oleh Imam AL-Khou'i cetakan kedua, percetakan

Al-Adab di Najaf, tahun 1382 H, hal. 149}.

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Ketika hari Jum'at bertepatan

dengan hari Id (hari raya) maka madzhab kita berpendapat

@PustakaPribadiSibaweih
53
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

bahwa hal itu tidak menggugurkan (kewajiban) sholat Jum'at

karena (sudah melaksanakan) sholat Id dari penduduk sebuah

negara. Sholat Jum'at masih wajib bagi mereka berbeda (dengan

kasus) penduduk beberapa desa dan penduduk Badui (sesuai

dengan hadist yang menjelaskan gugurnya sholat jum'at jika

sudah melaksanakan sholat Id, Fitri dan Adha).

Ketika mereka (penduduk Badui) sudah menghadiri sholat Id

dan keluar dari Kota (tempat yang sama untuk melaksanakan)

sholat Jum'at sebelum tergelincirnya matahari maka

sesungguhnya gugurlah sholat Jum'at bagi mereka (penduduk

Badui) dan boleh bagi mereka meninggalkan sholat Jum'at dan

melaksanakan (menggantinya dengan) sholat Dhuhur.

Sedangkan Madzhab Abu Hanifah (berpendapat) bahwa hal itu

tidak menggugurkan sholat Jum'at dari sebagian orang, maka

tetaplah wajib melaksanakan sholat Jum'at baginya secara

mutlaq. (3). IH (ila akhirihi).

Catatan (3) :

Berbeda dengan keadaan zaman dulu bahwa masjid satu negara

hanya ada satu tempat, sehingga orang-orang Badui merasa

berat mendatangi masjid 2 kali untuk sholat Id dan sholat

Jum'at karena terkendala jarak. Namun, saat ini bahkan di

@PustakaPribadiSibaweih
54
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

setiap daerah memiliki masjid tersendiri, jadi sholat Jum'at

tetaplah wajib hukumnya bagi laki-laki islam, baligh, berakal,

dan mukim.

[Tempat di mana dilaksanakan sholat Id di dalamnya]

Melaksanakan sholat Id di dalam masjid lebih utama jika

masjid itu luas, karena masjid adalah tempat yang lebih utama,

lebih mulia, lebih bersih dari selainnya, dapat terlasanakannya

dilaksanakan sholat 2 rokaat Takhiyatul Masjid, dan beri'tikaf.

Dan karena sesungguhnya para imam melaksanakan sholat Id

di Kota Mekkah di dalam masjid, wallahu a'lam.

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata (lanjut pada persoalan ke-enam pada posting

berikutnya).

Persoalan Keenam

Apakah Boleh Berziarah Kubur ?


Ziarah kubur diperbolehkan oleh semua madzhab kaum

muslimin dan jelaslah adabnya bagi penziarah.

Tambahan : Bahkan ziarah kubur disunnahkan sebagai ittiadz

(pengambilan pelajaran) dan pengingat akhirat, maka ziarah

@PustakaPribadiSibaweih
55
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

kubur dilakukan dengan melihat kuburan tanpa mengetahui

pemiliknya (orang yang dikubur di dalam). Atau sebagai

pengantar doa, maka ziarah kubur disunnahkan bagi setiap

muslim. Atau sebagai bentuk tabarruk (mengambil barokah),

maka ziarah kubur disunnahkan menziarahi para ahli kebaikan

karena sesungguhnya bagi mereka di dalam alam barzahnya

terdapat beberapa kemanfaatan dan barokah yang tidak bisa

dihitung seberapa panjang. Atau untuk memenuhi hak seperti

(hak kepada) teman dan orangtua, Imam Al-Hakim telah

bernar-benar meriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah ra :

‫من زار قبر والديه او احدهما في كل جمعة ٍ غفر الله له وكان ب ًّارا بوالديه‬

“Barang siapa menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah

satunya pada setiap hari Jum’at, maka Allah akan mengampuninya

(dosanya) dan dia termasuk orang yang berbuat baik kepada kedua

orangtuanya”.

Dalam riwayat yang lain :

‫من زار قبر والديه او احدهما فقرأ عنده يس والقران الحكيم غفر له بعدد ذلك‬

‫اية ً وحرفًا‬

“Barang siapa menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah

satunya, kemudian dia membaca "Yasiin - Demi Al-Qur'an yang

@PustakaPribadiSibaweih
56
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

mulia" (Surat Yasin) di sisinya, maka diampuni (dosa) baginya

sejumlah ayat dan huruf itu”.

Dan dalam riwayat yang lain :

ٍ ‫من زار قبر والديه او احدهما كان كحجة‬

“Barang siapa menziarahi kuburan kedua orangtuanya atau salah

satunya, maka dia seperti menunaikan ibadah haji”.

Syekh (Hasanain Muhammad Makhluf, mufti Mesir

sebelumnya) berkata : Dan ziarah kubur adalah sunnah

Rosulullah SAW, maka Beliau sendiri telah berziarah kubur dan

mengajarkan kepada para sahabat Beliau bagaimana berziarah

kubur dalam pelaksanaannya semasa Beliau SAW masih hidup

di dunia.

Adapun ziarah kubur yang dilakukan Rosulullah SAW, maka

hal itu ditunjukkan pada hadist yang diriwayatkan Sahabat

Malik dari Siti Aisyah ra :

‫ ِإن ر بك يأْ مرك ان‬: ‫ فقال له‬،‫أنه صلى الله عليه وسلم اخبرها ان جبر يل جاءه‬

‫ وانه صلى الله عليه وسلم جاء البقيع فقام وأطال‬،‫تأْ تي اهل البقيع فتستغفر لهم‬

‫ كـيف اقول‬: ‫ وانها رضي الله عنها قالت له‬،‫ات‬


ٍ ‫ ثم رفع يديه ثلاث مر‬،‫القيام‬

‫ و يرحم الله‬،‫ قولي السلام عليكم اهل الديار من المؤمنين والمسلمين‬: ‫لهم ؟ فقال‬

‫ وانا ِإن شاء الله بكم لاحقون‬،‫المستقدمين منكم والمستأْ خرين‬

@PustakaPribadiSibaweih
57
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

“Sesungguhnya Rosulullah SAW memberikan kabar kepadanya (Siti

Aisyah ra) bahwa Malaikat Jibril mendatangi Beliau, kemudian

Malaikat Jibril berkata kepada Beliau, “Sesungguhnya Tuhanmu

telah memerintahkanmu untuk mendatangi penduduk (kuburan)

Baqi’, kemudian kamu memohonkan ampun kepada mereka”.

Sesungguhnya Rosululah SAW mendatangi kuburan Baqi’, Beliau

berdoa dan berdiri lama kemudian mengangkat kedua tangan Beliau

tiga kali. Dan sesungguhnya Siti Aisyah ra bertanya kepada Beliau,

“Bagaimana aku berkata (berdoa) kepada mereka ?”. Beliau

menjawab, “Katakan, semoga kesejahteraan tetap terlimpahkan

kepada penghuni kubur, dari golongan mukmin dan golongan

muslim. Semoga Allah memberikan rohmat kepada orang-orang

yang mendahului (orang yang sudah meninggal) dari kalian semua

dan orang-orang yang akhir (masih hidup). Sesungguhnya kami jika

Allah menghendaki akan menyusul kalian”.

Bahkan Siti Aisyah ra meriwayatkan bahwa menziarahi

kuburan Baqi’ adalah kebiasaan Nabi SAW, dan berikut ini

adalah lafadznya :

‫كان رسول الله صلى الله عليه وسلم كلما كانت ليلتها من رسول الله صلى الله‬

،‫ السلام عليكم دار قوم مؤمنين‬: ‫ فيقول‬،‫عليه وسلم يخرج اخر الليل الى البقيع‬

@PustakaPribadiSibaweih
58
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫ اللهم اغفر‬،‫وانا ِإن شاء الله بكم لاحقون‬،‫واتاكم ما توعدون غدًا مؤجلون‬

‫ رواه مسلم‬- ‫لأهل بقيع الغرقد‬

“Rosulullah SAW ketika mendapati malam giliran Siti Aisyah dari

Rosulullah SAW, beliau keluar pada akhir malam menuju kuburan

Baqi’. Kemudian Beliau berdoa, “Semoga kesejahteraan tetap

terlimpahkan kepada kalian wahai rumah kaum mukminin. Telah

datang apa yang dijanjikan kepada kalian, besok saat tiba masanya.

Sesungguhnya kami jika Allah menghendaki akan menyusul kalian.

Ya Allah, ampunilah para penduduk (kuburan) Baqi’ Al-Ghorqod”

[HR. Muslim].

Adapun berziarah kubur orang-orang mukmin pada masa

Rosulullah SAW dan pengajaran Beliau kepada mereka (para

sahabat) bagaimana mereka berziarah, maka dengarkanlah

hadist-hadist yang menunjukkan akan hal itu.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadist di mana

seorang wanita menziarahi anaknya dan dia menangis,

kemudian Rosulullah SAW tidak melarangnya untuk

menziarahinya. Justru Beliau berkata kepada wanita itu :

‫اتقي واصبري‬

“Bertaqwalah dan bersabarlah”

Dan Beliau juga berkata :

@PustakaPribadiSibaweih
59
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫الصبر عند صدمة الاولى‬

“Sabar adalah ketika dalam musibah pertama”

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW

mengajarkan para sahabat tatkala mereka keluar mengunjungi

kuburan untuk mengucapkan :

‫ وانا ِإن شاء الله‬،‫السلام عليكم اهل الديار من المؤمنين والمسلمين والمسلمات‬

‫بكم لاحقون‬

"Semoga kesejahteraan tetap terlimpahkan kepada kalian, wahai

penghuni kubur, dari golongan kaum mukmin, kaum muslim laki-

laki, dan kaum muslim perempuan. Sesungguhnya kami jika Allah

menghendaki akan menyusul kalian".

Aku (penulis Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, KH. Ali

Maksum) memohon kesehatan kepada Allah untuk kami dan

untuk kalian.

Memang benar berziarah kubur dilarang pada masa

pertengahan islam dan orang-orang masih mendekati zaman

Jahiliyyah. Kemudian, larangan itu dirombak dengan sabda dan

perbuatan Rosulullah SAW.

Adapun perbuatan Rosulullah SAW maka kamu telah benar-

benar mendengarnya (seperti hadist-hadist di atas). Dan

Adapun sabda beliau, maka itu (seperti di bawah ini) :

@PustakaPribadiSibaweih
60
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫ فقد اذن لمحمدٍ في ز يارة قبر امه‬- ‫كنت نهيتكم عن ز يارة القبور فزوروها‬

‫ اخرجه مسلم وابو داود والترمذي وابن حبان‬- ‫فزوروها فانها تذكر الاخرة‬

‫والحاكم‬

"Aku telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka berziarah

kuburlah - Maka telah benar-benar diizinkan kepada Nabi

Muhammad di dalam berziarah kubur ibunya, maka berziarah

kuburlah karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan

akhirat". - Hadist dikeluarkan (diriwayatkan) oleh Imam

Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Turmudzi, Imam Ibnu

Hibban, dan Imam Hakim)

Dan di dalam hadist lain yang dikeluarkan (diriwayatkan) oleh

Imam Hakim :

‫فزورو القبور فانها تذكر الاخرة‬

"Maka berziarah kuburlah kalian karena sesungguhnya ziarah

kubur dapat mengingatkan akhirat".

Rosulullah SAW menziarahi kuburan para syuhada' perang

Uhud dan kuburan penduduk Baqi'. Beliau mengucapkan salam

kepada mereka dan mendoakan kepada mereka seperti

keterangan yang telah dijelaskan. HR. Imam Muslim, Imam

Ahmad, dan Imam Ibnu Majah.

@PustakaPribadiSibaweih
61
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Dan diperselisihkan di dalam masalah ziarah wanita ke

kuburan. Golongan Ahlul Ilmi (orang-orang yang memiliki

ilmu) berpendapat memakruhkannya, berupa makruh tahrim

atau nanzih (1), sesuai hadist yang diriwayatkan oleh sahabat

Abu Hurairah :

‫ رواه احمد وابن ماجه‬- ‫ان رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن زوارات القبور‬

‫والترمذى‬

"Rsoululah SAW melaknati wanita-wanita yang berziarah kubur"

[HR. Imam Ahmad, Imam Ibnu Majah, dan Imam Turmudzi].

Catatan (1) :

Makruh Tahrim adalah makruh yang mendekati haram dan

dianggap dosa bagi yang melakukan, sedangkan makruh tanzih

adalah makruh secara umum dan dianggap tidak berdosa bagi

yang melakukan.

Sedangkan kebanyakan ulama' berpendapat untuk

membolehkannya jika aman dari fitnah, dan menyandarkan

dalil berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

dari Siti Aisyah, "dia berkata : "Bagaimana aku berkata (berdoa)

kepada mereka ?”. Beliau menjawab, “Katakan, semoga

kesejahteraan tetap terlimpahkan kepada penghuni kubur, dari

@PustakaPribadiSibaweih
62
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

golongan mukmin dan golongan muslim. Semoga Allah memberikan

rohmat kepada orang-orang yang mendahului (orang yang sudah

meninggal) dari kalian semua dan orang-orang yang akhir (masih

hidup). Sesungguhnya kami jika Allah menghendaki akan menyusul

kalian”" (lihat hadist di atas, riwayat Imam Muslim dari Siti

Aisyah).

Dan berdasarkan hadist yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari

bahwa sesungguhnya Nabi SAW bertemu wanita yang

menangis di sisi kubur anaknya, kemudian beliau berkata,

"Bertaqwalah dan bersabarlah" (Al-Hadist). Nabi SAW tidak

mengingkari (melarang) kepadanya atas ziarah itu.

Dan berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Hakim :

ٍ ‫ان فاطمة كانت تزور قبر عمها حمزة كل جمعة‬

"Sesungguhnya Siti Fatimah menziarahi kubur pamannya, Hamzah,

setiap hari Jum'at".

Dan berdasarkan hadist Abdullah bin Abi Mulaikah :

‫ يا ام المؤمنين من اين اقبلت ؟‬: ‫ان عائشة اقبلت ذات يو ٍم الى المقابر فقلت لها‬

‫ اليس كان نهى رسول الله صلى الله‬: ‫ فقلت لها‬،‫فقالت من قبر اخي عبد الرحمن‬

‫ كان نهى عن ز يارة القبور ثم امر‬،‫ نعم‬: ‫عليه وسلم عن ز يارة القبور ؟ قالت‬

‫بز يارتها‬

@PustakaPribadiSibaweih
63
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Sesungguhnya Siti Aisyah suatu hari mendatangi pemakaman,

kemudian aku berkata kepadanya, "Wahai Ibu kaum mukminin,

dari mana kamu datang ?". Dia menjawab, "Dari kubur saudaraku,

Abdur Rahman". Kemudian aku berkata, "Bukankah Rosulullah

SAW telah melarang berziarah kubur ?". Dia menjawab, "Iya, Beliau

telah melarang ziarah kubur kemudian Beliau memerintahkan

untuk berziarah kubur".

Dari sini bisa diketahui jawabannya mengenai hadist Abu

Hurairah (mengenai larangan wanita berziarah) dan dijawab

juga mengenai hadist itu bahwa jawaban itu memuat penjelasan

tentang ziarah yang disertai fitnah dan perkara haram, seperti

meratapi mayit dan sebagainya. Atau termuatnya kebanyakan

wanita yang berziarah pada hal yang mendatangkan Sighot

Mubalaghoh (2) (Az-Zawwarot - wanita-wanita yang sangat

suka berziarah), mungkin disebabkan karena sesuatu yang

memunculkan hal itu termasuk menyia-nyiakan hak suami,

berdandan, dan hal-hal yang menumbuhkannya baik berupa

menjerit (meratapi mayit) dan sebagainya, kemudian tatkala hal

seperti itu teramankan maka tidak ada masalah mengenai

ziarah wanita karena kebutuhan mereka pada mengingat

@PustakaPribadiSibaweih
64
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

akhirat, seperti halnya para pria. [Ditukil dengan singkat dan

jelas dari Kitab Goutsil 'Ibad oleh Syekh Musthafa Al-Hamami

dan Kitab Fatawinya Syekh Hasanain Muhammad Makhluf].

Catatan (2) :

Shighot Mubalaghah adalah susunan kalimat yang bermakna

melebih-lebihkan, contoh "jamilun" artinya orang yang tampan,

kalau menggunakan shighot mubalaghoh "jammalun" maka

artinya orang yang sangat tampan. Begitu juga lafadz "Zairotun"

artinya wanita yang berziarah, kalau "Zawwarotun" artinya

wanita yang sangat suka berziarah.

Dan di dalam Kitab Fatawi tersebut (Kitab Fatawinya Syekh

Hasanain Muhammad Makhluf), kesepakatan ulama' menyakini

bahwa ziarah kubur bagi pria adalah kesunnahan setelah ziarah

kubur dilarang pada pertengahan islam - sampai Syekh Hasanai

Muhammad Makhluf berkata - dan para ahli fiqih madzhab

Syafi'i telah benar-benar menghukumi hadist secara dhohir saja

[yakni hadist la'ana zawwaratil qubur]. Mereka berpendapat

bahwa ziarah kubur bagi wanit adalaha haram dan makruh,

yaitu makruh tahrim. Imam Nawawi dalam Kitab Majmuk

mengkritiknya (pendapat ahli fiqih madzhab Syafi'i) bahwa itu

@PustakaPribadiSibaweih
65
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

adalah pendapat yang cacat di dalam madzhab-madzhab dan

merupakan pendapat yang mana diputus (ditentang) oleh

jumhur ulama' bahwa (jumhur ulama' berpendapat) ziarah

kubur adalah boleh bersamaan dengan hukum makrih tanzih.

Imam Nawawi menukil dari penulis Kitab Al-Bahri mengenai

dua macam pendapat madzhab Syafi'i :

1. Salah satunya adalah makruh seperti pendapat jumhur

ulama'

2. Pendapat yang lain adalah tidak makruh. Dan Imam

Nawawi berpendapat bahwa lebih khusus menurutku

ketika aman dari fitnah-fitnah.

Iya, terkadang di sana terdapat sesuatu yang merupakan bahaya

dari ziarah kubur, yaitu manusia keluar untuk berziarah dalam

sebagian sisi dengan prilaku yang meniadakan agama,

(misalnya) pria bercampur dengan wanita baik di jalan-jalan

maupun di pemakaman yang mana tidak diridloi oleh akal dan

agama. Di atas pemakaman, mereka makan, minum, tidur,

berdandan, dan melakukan perbuatan yang mana pena pun

turut malu menggarisbawahinya (perbuatan memalukan). Maka

ziarah dengan prilaku seperti ini tidak diperbolehkan karena

prilaku yang tampak bukan karena ziarahnya.

@PustakaPribadiSibaweih
66
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Dan setelah hal itu, maka kami mengatakan kepada mereka,

orang-orang yang melarang berziarah kubur : Kami berharap

kepada kalian untuk membaca tulisan ini agar kalian sendiri

mengetahui bahwa kalian berada di sebuah jurang sedangkan

islam berada di jurang lainnya. Dan mudah-mudahan ketika

kalian melihatnya (menyadarinya) maka kalian akan mencopot

pandangan di mana kalian menetapinya, berupa

mengharamkan ziarah kubur dengan sangat mengharamkannya

dan memandang orang yang membolehkannya atau orang yang

melakukannya (ziarah kubur) dengan pandangan merendahkan,

menghina, dan menyebutnya "tukang kuburan". Maka tiada

daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah yang Maha

Luhur lagi Maha Agung.

Kemudian alangkah begitu bodohnya kalian terhadap seluruh

madzhab kaum muslimin, padahal madzhab-madzhab itu

memperbolehkan berziarah dan menjelaskan bagi penziarah

tentang adab-adabnya. (Alangkah begitu) bodohnya

kalian terhadap sunnah Rosulullah SAW, padahal beliau SAW

sendiri melakukan ziarah kubur dan mengajarkan para sahabat

beliau bagaimana melakukan ziarah kubur sebagaimana yang

@PustakaPribadiSibaweih
67
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

kalian ketahui. Dan seluruh umat ini mengikuti mereka untuk

berziarah kubur dari masa mereka sampai hari ini.

Dan ini adalah kitab-kitab (susunan) ulama' Madzhab Hanafi,

Madzhab Maliki, Madzhab Syafi'i, Madzhab Hambali, dan

madzhab lainnya, yang mana di dalamnya menjelaskan tentang

ziarah kubur. Demikian juga halnya, (kitab ini adalah) catatan-

catatan sunnah kenabian yang dipenuhi dengan penjelasan

kebolehan, anjuran, dan bagaimana melakukan ziarah kubur.

Dan orang yang melihat semua ini (isi kitab ini) kemudian dia

mengingkarinya, maka tiada daya bagi kami di dalamnya, dan

perkara dia (kami serahkan) kepada Tuhannya. Wallahu A'lam.

Persoalan Ketujuh

Apakah di Dalam Alam Kubur Terdapat Nikmat dan Siksa

Beberapa orang yang menasabkan diri kepada agama islam

mengingkari adanya siksa dan nikmat kubur, padahal

keingkaran mereka ini menunjukkan kebodohan yang keji

terhadap agama mereka. Karena sesungguhnya Al-Kitab (Al-

Qur’an) dan As-Sunnah, keduanya membicarakan tentang apa

yang ada di dalam kubur baik berupa kenikmatan maupun

@PustakaPribadiSibaweih
68
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

siksa, yang mana seorang muslim tidak akan berani untuk

mengingkarinya. (Berikut ini) penjelasan untukmu, Tuhan kita

yang Maha Luhur lagi Maha Agung berfirman dalam kitab-Nya

‫النار يعرضون عليها غد ًّوا وعش ًّيا ۖ و يوم تقوم الساعة أ دخلوا آل فرعون أشد‬

‫العذاب‬

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan

pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat):

"Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat

keras" (Al-Mukmin ayat 46).

Kita memahami ayat ini bahwa Fir’aun dan kaumnya

ditampakkan neraka (siksa) di waktu pagi dan petang. Dan “Al-

'Ardzu” (ditampakkannya siksa) ini tidaklah tersepikan (atas 3

penafsiran), adakalanya di dalam dunia, atau di dalam alam

kubur, atau di dalam nereka.

Adapun di dalam dunia, maka hal itu (ditampakkannya siksa)

tidaklah terjadi secara pasti (karena Fir’aun tidak disiksa di

waktu pagi dan petang di dunia).

@PustakaPribadiSibaweih
69
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Adapun di dalam akhirat, maka ayat yang mengatakan dengan

jelas, menjelaskan tentang keadaan mereka di sana (yaitu pada

ayat) :

‫و يوم تقوم الساعة أدخلوا آل فرعون أشد العذاب‬

"(Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya

ke dalam azab yang sangat keras”.

Demikianlah, “Al-'Ardzu” (ditampakkanya siksa) ini tidaklah

terjadi di dalam akhirat, dan ketika hal itu tidak terjadi di

dalam dunia dan akhirat, maka jelaslah bahwa hal itu (Al-Ardzu

– ditampakkannya disksa) terjadi di dalam alam kubur. Dan ini

merupakan dalil Al-Kitab (Al-Qur’an) atas apa yang kita

katakan.

Dan adapun sunnah yang shohih maka telah sampai darinya

sesuatu (penjelasan) yang banyak, yang menunjukkan maknanya

(makna nikmat dan siksa kubur). Imam Syaikhon, yaitu Imam

Bukhari dan Imam Muslim, dan juga Imam Nasa’i telah

meriwayatkan :

‫ان رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج بعد ما غربت الشمس فسمع صوتًا‬

‫ يهود تعذب في قبرها‬: ‫فقال‬

@PustakaPribadiSibaweih
70
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

“Sesungguhnya Rosulullah SAW keluar setelah terbenamnya

matahari, Beliau mendengar suara kemudian Beliau berkata,

“Orang yahudi telah disiksa di dalam kuburnya””.

Imam Nasa'i dan Imam Muslim telah meriwayatkan bahwa

Rosulullah SAW bersabda :

‫لولا ان تدافنوا لدعوت الله ان يسمعكم عذاب القبر‬

"Jika saja kalian tidak saling dikubur, niscaya aku akan berdoa

kepada Allah agar Dia memberikan pendengaran kepada kalian

tentang siksa kubur".

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Imam Muslim meriwayatkan :

،‫ان النبي صلى الله عليه وسلم بينما هو في حائطٍ لبنى النجار على بغلته ونحن معه‬

‫ من يعرف‬: ‫ فقال صلى الله عليه وسلم‬،ٌ ‫اذ حادت به فكادت تلقيه واذ ًا قبور‬

: ‫ فقالوا‬،‫ فمتى مات هؤلاء ؟‬: ‫ فقال‬،‫ انا‬: ‫ل‬


ٌ ‫ فقال رج‬،‫اصحاب هذه القبور ؟‬

‫ ان هذه الامة تبتلى في قبورها‬: ‫ فقال صلى الله عليه وسلم‬،‫ماتوا فى الاشراك‬

‫ الخ‬،‫فلولا ان تدافنوا لدعوت الله ان يسمعكم عذاب القبر الذي اسمع‬

"Sesungguhnya Nabi SAW suatu ketika Beliau berada di tembok

Bani Najar mengendarai keledainya sedangkan kita bersama Beliau,

tiba-tiba keledai itu memberontak dan hampir menjatuhkan Beliau,

ketika itu berada di kuburan. Kemudian Nabi SAW bertanya,

@PustakaPribadiSibaweih
71
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Siapa yang mengetahui para penghuni kubur ini ?". Seseorang

berkata, "Saya". Kemudian Nabi SAW bertanya, "Bagaimana mereka

meninggal dunia ?". Para sahabat menjawab, "Mereka mati dalam

keadaan musyrik". Nabi SAW pun berkata, "Sesungguhnya umat ini

telah diuji (disiksa) di dalam kuburnya, maka jika saja kalian tidak

saling dikubur, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar Dia

memberikan pendengaran kepada kalian tentang siksa kubur, yang

mana aku telah mendengarnya - ila akhirihi".

Hadist ini merupakan penguat dari hadist sebelumnya.

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata : dan Imam Syaikhon (Imam Bukhari dan Imam

Muslim), Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, dan Imam Abu Dawud

meriwayatkan :

‫انهما ليعذبان وما يعذبان في كبي ٍر‬: ‫انه صلى الله عليه وسلم مر على قبر ين فقال‬

‫ اما احدهما فكان يمشى بالنميمة واما الاخر فكان لا يستتر‬،)‫(اى في نظر الناس‬

‫ب فشقه اثنين فغرس على هذا واحدًا وعلى هذا‬


ٍ ‫ب رط‬
ٍ ‫ ثم دعا بعسي‬،‫من بوله‬

‫ لعله يخفف عنهما مالم ييبسا‬: ‫ ثم قال‬،‫واحدًا‬

"Sesungguhnya Rosulullah SAW melewati dua kuburan, kemudian

Beliau berkata, "Sesungguhnya keduanya di siksa, dan keduanya

tidaklah disiksa dalam masalah yang besar [Maksudnya dalam

penglihatan manusia]. Adapun salah satu dari keduanya maka dia

@PustakaPribadiSibaweih
72
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

(disiksa karena) berjalan dengan namimah (adu domba), sedangkan

yang lainnya maka dia (disiksa karena) tidak menutupi kencingnya.

Kemudian Rosulullah SAW mengambil kayu basah, Beliau

memotongnya menjadi dua, Beliau menamcapkan pada ini (kuburan

satu) dengan satu (potong kayu basah itu) dan pada ini (kuburan

lainnya) dengan satu (potong kayu basah lainnya). Kemudian

Rosulullah SAW berkata, "Semoga diringankan dari keduanya

selama kedua kayu ini tidak kering"".

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Hanik, pelayan Sayyidina

Ustman bin Affan ra :

‫ قيل‬،‫ان سيدنا عثمان رضى الله عنه كان اذا وقف على قب ٍر بكى حتى بل لحيته‬

‫ اني سمعت رسول الله‬: ‫ اتذكر الجنة والنار ولا تبكى وتذكر القبر فتبكى ؟ فقال‬: ‫له‬

‫ فان نجا منه فما‬،‫ل من منازل الاخرة‬


ٍ ‫ القبر اول منز‬: ‫صلى الله عليه وسلم يقول‬

‫ ما رايت منظرًا‬: ‫ وسمعته يقول‬،‫بعده ايسر منه وان لم ينج منه فما بعده اشد منه‬

‫قط الا والقبر افظع منه‬

"Sesungguhnya tuan kami, Ustman ra, ketika dia berhenti di atas

kubur maka dia menangis sehingga jenggotnya basah. Dikatakan

kepadanya : "Mengapa kamu mengingat surga dan neraka tetapi

kamu tidak menangis, sedangkan kamu mengingat kubur kemudian

kamu menangis ?". Kemudian dia menjawab, "Sesungguhnya aku

mendengar Rosulullah SAW bersabda, "Alam kubur adalah tempat

@PustakaPribadiSibaweih
73
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

awal dari tempat-tempat akhirat. Maka jika seseorang selamat dari

alam kubur, maka apa yang sesudahnya lebih mudah daripadanya.

Dan jika seseorang tidak selamat dari alam kubur, maka apa yang

sesudahnya lebih kejam daripadanya". Dan aku mendengar Beliau

bersabda, "Aku tidak pernah melihat pemandangan apapun kecuali

alam kubur lebih mengerikan"".

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Imam Ibnu Majah dan lainnnya

meriwayatkan, Sahabat Ustman bin Affan ra ketika seseorang

yang mana orang-orang menurunkannya ke dalam kubur,

beliau bernyanyi :

‫ والا فاني لا اخالك ناجيًا‬- ٍ ‫فان تنج منها تنج من ذي عظيمة‬

"Jika kamu selamat dari alam kubur, maka kamu selamat dari

perkara yang besar - Dan jika tidak, maka sesungguhnya aku tidak

nyangka bahwa kamu adalah orang yang selamat".

Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari sahabat Anas dari sahabat

Baro' bin 'Azib ra, berkata :

‫كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في جنازة ٍ فجلس ف ي شفير القبر و بكى وابكى‬

‫ اخواني لمثل هذا فاعدوا‬: ‫ وقال‬،‫حتى بل الثرى‬

"Kami bersama Nabi SAW dalam masalah jenazah, kemudian

Beliau duduk di pinggir kubur dan menangis, ikutlah menangis para

@PustakaPribadiSibaweih
74
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

sahabat, sehingga tanah menjadi basah. Beliau bersabda, "Wahai

saudara-saudaraku, seperti halnya ini (penghuni kubur) maka

persiapkanlah diri kalian"".

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan

Imam Nasa'i meriwayatkan bahwa :

‫ ان العبد ِإذا وضع في قبره وتولى عنه أصحابه انه‬: ‫انه صلى الله عليه وسلم قال‬

‫ ما‬: ‫ اذا انصرفوا عنه أتاه ملكان فيقعدانه فيقولان له‬،‫ليسمع خفق قرع نعالهم‬

‫ أشهد أنه عبد الله‬: ‫كنت تقول في هذا الرجل محمدٍ ؟ فاما المؤمن فيقول‬

،‫ انظر ِإلى مقعدك من النار أبدلك الله به مقعدًا من الجنة‬: ‫ فيقال‬،‫ورسوله‬

‫ لا أدري كنت أقول ما يقول‬: ‫ فيقول‬،‫ وأما الكافر والمنافق‬، ‫فيراهما جميع ًا‬

‫ ثم يضرب بمطرقة ٍ من حديدٍ ضر بة ً بين‬، ‫ لا در يت ولا تليت‬: ‫ فيقال‬،‫الناس فيه‬

‫أذنيه فيصيح صيحة ً يسمعها من يليه ِإلا الثقلين‬

"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba

tatkala diletakkan di dalam kuburnya, sahabat-sahabatnya

berpaling, sehingga dia mendengar suara sandal mereka, ketika

mereka meninggalkannya maka datanglah dua malaikat dan

mendudukkannya, kemudian keduanya bertanya kepadanya : "Apa

yang kamu katakan tentang orang ini, yaitu Muhammad SAW ?.

Adapun jika seorang mukmin, maka dia menjawab, "Aku bersaksi

bahwa dia adalah hamba Allah dan rosul-Nya". Maka dikatakan,

@PustakaPribadiSibaweih
75
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Lihatlah tempatmu dari neraka yang telah digantikan Allah dengan

tempat dari surga". Kemudian dia melihat kedua (tempat) itu

bersamaan. Dan adapun orang kafir dan orang munafik, maka dia

berkata, "Aku tidak tahu, aku berkata apa yang dikatakan oleh

orang-orang". Maka dikatakan, "Kamu tidak mengetahui dan tidak

membaca, kemudian dia dipukul dengan palu dari besi di antara

kedua telinganya, maka dia menjerit yang mana makhluk di

sekitarnya mendengarkannya (jeritan itu),kecuali jin dan manusia".

Hadist ini menetapkan sesuatu lain selain tujuan terjemahan

(selain masalah adzab dan siksa kubur), yaitu pertanyaan kubur.

Dan pertanyaan tentang siapa Tuhan kita yang Maha Luhur

lagi Maha Mulia dan agama kita telah sampai di dalam hadist-

hadist lain, sebagai tambahan pertanyaan tentang siapa nabi

kita. Dan pertanyaan ini merupakan ftnah kubur yang mana

Allah yang Maha Luhur berfirman di dalamnya :

‫يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت فى الحياة الدنيا وفى الآخرة ۖ و يضل الله‬

‫الظالمين ۚ و يفعل الله ما يشاء‬

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan

ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat,

@PustakaPribadiSibaweih
76
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan berbuat apa

yang Dia kehendaki". (QS. Ibrahim : 27).

Dan di dalam perkiraan ini merupakan kecuupan di atas

kecukupan bagi seorang muslim yang menginginkan sampai

pada kebenaran dari jalannya. Dan hanya Allahlah yang Maha

Pemberi Pertolongan pada jalan yang paling lurus, maka kami

meminta kepada-Nya yang Maha Luhur untuk mendapatkan

pertolongan yang baik, petunjuk, kesehatan, dan khusnul

khatimah, amiin.

Persoalan Kedelapan,

Ziarah Rosulullah SAW dan Beratnya Perjalanan

Kepadanya

Al-Qodhi Iyadh berkata dalam kitabnya, yaitu Kitab Asy-Syifa

bi Ta'rifi Huquqil Mushthofa, "Berziarah ke makam Rosulullah

SAW termasuk kesunatan kaum muslim yang telah disepakati dan

memiliki fadhilah yang dianjurkan di dalamnya",

Kemudian beliau meriwayatkan dengan sanadnya yang

sambung dari Sahabat Ibnu Umar ra, berkata, Rosulullah SAW

bersabda :

‫من زارني فى المدينة محتسبًا كان في جواري وكنت شفيع ًا له يوم القيامة‬

@PustakaPribadiSibaweih
77
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Barang siapa yang berziarah kepadaku di Kota Madinah semata-

mata untuk mencari ridlo Allah, maka dia ada di dalam

perlindunganku dan aku pemberi syafa'at baginya pada hari

kiamat".

Dalam hadist lain :

‫من زارني بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي‬

"Barang siapa yang berziarah kepadaku sesudah aku meninggal

dunia, maka dia seperti berziarah kepadaku di waktu hidupku".

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Rosulullah SAW bersabda,

‫المدينة فيها قبري و بها بيتي وتر بتي وحق على كل مسل ٍم ز يارتها‬

"Kota Madinah di dalamnya adalah kuburku, rumahku, tanahku,

dan hak bagi setiap muslim untuk menziarahinya (Kota Madinah)".

[Hadist dikeluarkan oleh Imam Thobroni].

Nabi SAW bersada :

‫من زار قبري وجبت له شفاعتي‬

"Barang siapa yang menziarahi kuburku, maka wajib baginya

syafa'atku".

Seorang penyair berkata :

"Barang siapa yang berziarah makam Nabi Muhammad - Maka dia

akan memperoleh syafa'at pada hari esok.

@PustakaPribadiSibaweih
78
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Atas pertolongan Allah, diulang-ulangi menyebut nama beliau -

Dan hadistnya, wahai pujaanku.

Jadikan sholawatmu selama-lamanya - Dengan suara lantang

kepada beliau, maka kamu akan memperoleh petunjuk.

Maka beliau adalah seorang utusan yang terpilih - Yang memiliki

kedermawaan dan kecukupan yang didermawannkan.

Dan beliau adalah yang memberikan syafa'at kepada makhluk -

dari kesulitan pada hari yang dijanjikan.

Semoga Tuhan kami memberikan rohmat kepada beliau - selama

bintang kutub utara masih bersinar.".

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata : dan dalam fasal yang menguatkannya di

dalam kekhususan Nabi SAW dengan tersampaikannya

sholawat seseorang dari semua manusia yang membaca

sholawat kepada beliau atau bacaan salam, yaitu hadist yang

diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah ra, berkata, Rosulullah

SAW bersabda :

‫ ومن صلى نائب ًا بلغته‬،‫من صلى علي عند قبري سمعته‬

"Barang siapa membaca sholawat kepadaku di sisi kuburku, maka

aku mendengarnya. Dan barang siapa yang membaca sholawat dari

tempat yang jauh, maka hal itu akan tersampaikan padaku".

@PustakaPribadiSibaweih
79
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Dan dari Sahabat Ibnu Mas'ud, Nabi SAW bersabda :

‫ان لله ملائكة ً سياحين يبلغوني عن امتى السلام‬

"Sesungguhnya Allah memiliki Malaikat Sayyahin (malaikat yang

melalang buana mengelilingi jagat), yang mana mereka

menyampaikan kepadaku bacaan salam dari umatku". Kurang

lebih seperti itulah hadistnya.

Dari Sahabat Abu Hurairah, dari Sahabat Ibnu Umar, ra :

‫ان احدًا لا يصلى علي الا عرضت صلاته علي حين يفرغ منها‬

"Sesungguhnya tidaklah seseorang membaca sholawat kepadaku

kecuali akan ditampakkan bacaan sholawat itu kepadaku ketika dia

selesai membacanya".

Maka Ya Allah limpahkanlah rohmat kepada tuan dan pemberi

syafaat kami, Rosulullah, dengan keluhuran rohmat yang

Engkau ridloi, diridloi oleh beliau, dan kami pun turut ridlo

atas rohmat itu, wahai Tuhan Semesta Alam.

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Imam Bukhari meriwayatkan :

‫من صلى علي عند قبري وكل الله بها ملك ًا يبلغني وكفي امر دنياه واخرته وكنت‬

‫له شفيع ًا او شهيدًا يوم القيامة‬

@PustakaPribadiSibaweih
80
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Barang siapa membaca sholawat kepadaku di sisi kuburku, maka

Allah mewakilkan atas bacaan sholawat itu kepada malaikat yang

akan dia sampaikan kepadaku, dia dicukupi urusan dunia dan

urusan akhiratnya, dan aku akan menjadi penolong atau saksi

baginya pada hari kiamat".

Akan tetapi di sana ada segelintir manusia, dan mereka adalah

orang-orang yang telah mengisahkan kepada kita tentang

melarang berziarah kubur, mereka melarang berziarah kepada

(makam) Rosulullah SAW, mereka mengarang beberapa

karangan tentang masalah ini, dan mengeluarkan fatwa-fatwa

yang berfahamkan ahlul islam bahwa memberatkan perjalanan

untuk berziarah kepada Rosulullah SAW tidaklah

diperbolehkan. Adapun jika memberatkan perjalanannya untuk

berziarah kepada masjid Rosulullah SAW untuk melaksanakan

sholat di dalamnya maka hal itu diperbolehkan. Satu dalil yang

mereka menjadikannya di dalam setiap karangan mereka, yaitu

sabda Rosulullah SAW :

‫ المسجد الحرام ومسجدي هذا والمسجد‬: ‫لا تشد الرحال الا الى ثلاثة مساجد‬

‫الاقصى‬

"Tidak diperbolehkan memberatkan perjalanan kecuali pada tiga

masjid, yaitu Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan

@PustakaPribadiSibaweih
81
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Masjidil Aqsha". [HR. Imam Syaikhoni, yaitu Imam Bukhari dan

Imam Muslim, dan lainnya].

Imam Ghozali berkata dalam Kitab Ihya' Ulumuddin, di bawah

judul, "Fadhilatil Madinatil Munawwaroti ala Sairil Biladi -

Keutamaan Kota Madinah Al-Munawwaroh melebihi semua kota".

(yaitu sebagai berikut ini :)

Sebagian ulama' telah berpendapat untuk menjadikan dalil

dengan hadist ini [Tidak diperbolehkan memberatkan

perjalanan kecuali pada tiga masjid] di dalam melarang

perjalanan untuk berziarah ke makam-makam, kubur ulama',

dan (kubur) orang-orang yang sholeh, dan apapun yang telah

jelas bagiku bahwa perkara memang seperti itu (dilarang),

padahal berziarah diperintahkan, Rosulullah SAW bersabda :

‫كنت نهيتكم عن ز يارة القبور فزوروها ولا تقولوا هجرًا‬

"Aku telah melarang kalian berziarah kubur, maka berziarah

kuburlah dan jangan kalian berkata kotor".

Sedangkan hadist yang berkaitan dengan masalah masjid-

masjid, maknanya tidaklah tentang makam-makam, karena

sesungguhnya masjid selain 3 masjid itu (sesuai hadist di atas)

memiliki derajat yang sama. Dan tidaklah dalam sebuah negara

@PustakaPribadiSibaweih
82
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

kecuali ada masjid di dalamnya, maka tidak ada makna untuk

melakukan perjalanan ke masjid lain (selain 3 masjid itu).

Adapun makam-makam (semua makam di dunia), maka tidak

memiliki kesamaan, tetapi berkah berziarah ke makam

tergantung pada derajat orang-orang yang dimakamkan di sisi

Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.

Kemudian (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata : Seandainya anggapanku adalah apakah orang yang

mengatakan ini juga melarang memberatkan perjalanan ke

makam-makam para nabi as, seperti Nabi Ibrahim.

Maka larangan itu merupakan perkara yang mustahil. Nah, jika

hal itu (berziarah ke makam para nabi) saja diperbolehkan,

maka berziarah ke makam-makam para wali, ulama', dan

orang-orang yang sholeh juga memiliki makna yang sama

(diperbolehkan), karena tidak jauh (berbeda) hal itu juga

merupakan tujuan perjalanan sebagaimana mengunjungi ulama'

dari waktu hidup juga merupakan tujuan.

Dan sungguh aku heran seheran-herannya bahwa seorang yang

memiliki akal dapat memahami larangan menziarahi Rosulullah

SAW dari hadist ini (hadist la tusyaddur rihal di atas)

@PustakaPribadiSibaweih
83
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

bersamaan dengan pemahaman tentang kebolehan

memberatkan perjalanan ke Kota Madinah Al-Munawwaroh

(yang bercahaya) berkat cahaya-cahaya Nabi SAW untuk

melaksanakan sholat di dalam masjid Nabi SAW. Dan sungguh

aku heran seheran-herannya dari pemahaman itu kerena

sesungguhnya Kota Madinah Al-Munawwaroh (yang bercahaya)

berkat cahaya-cahaya Nabi SAW merupakan kota yang tidak

memiliki nilai di antara kota-kota lainnya sebelum hijrah Nabi

SAW (Artinya, Kota Madinah menjadi kota yang bernilai

berfadhilah karena hijrah Nabi SAW). Dan masjid ini (Masjid

Nabawi) adalah masjid Nabi SAW, jika tidak disandarkan

kepada Nabi SAW maka masjid itu seperti semua masjid-

masjid, tidak memiliki keutamaan baginya melebihi masjid-

masjid lain di dunia.

Masjid (Nabawi) memiliki keagungan ini dan menjadikan

sholat di dalamnya seperti 1000 sholat di masjid-masjid

selainnya karena masjid (Nabawi) adalah masjid yang dipilih

oleh Nabi SAW, masjid yang dibangun oleh Nabi SAW, masjid

yang mana Nabi SAW memuliakannya dengan melaksanakan

sholat di dalamnya, masjid yang di dalamnya mengalir rohmat

dan berkah-berkah disebabkan pribadi Nabi SAW bertempat di

@PustakaPribadiSibaweih
84
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

masjid itu. Jika demikian, apakah logis jika dikatakan

"Sesungguhnya masjid ini (Masjid Nabawi) memiliki berkah-berkah

yang kembali kepada orang yang mengunjunginya, oleh sebab itu

maka boleh memberatkan ziarah kepadanya. Sedangkan Rosulullah

yang mana masjid ini menjadi agung karena dinisbatkan kepada

Beliau, maka tidaklah memiliki berkah yang kembali kepada orang

yang berziarah kepada Beliau, maka dari itulah tidak diperbolehkan

memberatkan perjalanan untuk berziarah kepada Beliau" ?.

Sesungguhnya ini merupakan perkataan orang-orang gila yang

tidak sadar apa yang mereka katakan, atau perkataan musuh

islam dan musuh rosul islam (Rosulullah SAW).

Adapun orang mukmin yang memiliki bagian dari akal sehat

maka tidak mungkin tersirat di hatinya makna yang lemah ini.

Hadist yang disandarkan oleh orang-orang yang menginginkan

untuk menghalangi hubungan antara Nabi SAW dan antara

umat Nabi SAW di satu sisi (makna) dan mereka tidak akan

pergi di sisi yang lain, maka sesungguhnya hadist itu berbicara

tentang masjid-masjid secara khususnya (yaitu keutamaan 3

masjid melebihi masjid lainnya seperti di atas, itu saja, bukan

berbicara tentang larangan ziarah kepada Nabi SAW).

@PustakaPribadiSibaweih
85
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Hadist itu (seolah) mengatakan kepada manusia : "Kalian adalah

orang-orang yang berakal sehat, maka wajib menjaga amal-amal

kalian dari perbuatan sia-sia yang tidak memiliki faedah di

dalamnya, aku berwasiat kepada kalian agar kalian tidak bepergian

dan menanggung susah payah dan kesulitan perjalanan hanya

untuk melakukan sholat di salah satu masjid di dunia (kecuali 3

masjid di atas), dengan memahami bahwa tidak ada keutamaan di

dalamnya melebihi masjid lainnya, maka jangan melakukan hal itu

karena kalian akan bersusah payah di dalam perjalanan kalian

tanpa faedah yang kembali kepada kalian. Ini dikarenakan semua

masjid-masjid memiliki nilai yang sama, tidak ada keutamaan bagi

sebagian masjid dengan sebagian masjid lainnya. Namun jangan

kalian fahami bahwa itu adalah secara umumnya, tetapi di dunia

ada 3 masjid yang memiliki keistimewaan melebihi masjid-masjid

lainnya, yaitu Masjidil Haram di Kota Mekkah, Masjid Nabawi di

Kota Madinah, dan Masjidil Aqsha di Kota Syam (Yerussalem,

Palestina). Hanya masjid-masjid ini saja, jika kalian memberatkan

perjalanan maka tidak akan tersia-siakan susah payah kalian,

tetapi akan kembali kepada kalian pahala karena dilipatkannya

pahala melaksanakan sholat di dalamnya yang menjadikan sepadan

@PustakaPribadiSibaweih
86
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

susah payah kalian dan ziarah itu".

Ketiga masjid ini memiliki keistimewaan :

1. Karena Masjidil Haram diperintahkan (oleh Allh SWT)

untuk membangunnya, kemudian Baginda kita, Nabi

Ibrahim as, Sang Kekasih Tuhan yang Maha Pengasih,

membangunnya. Dalam pembangunannya, Beliau

dibantu oleh Baginda kita, Nabi Ismail as, yang

kemudian masjid itu berada di samping Baitullah Al-

Haram (Ka'bah) sebagai qiblat seluruh alam. Karena

itulah, bangunan (Masjidil Haram) dan Bangunan di

sampingnya yang luhur ini (Ka'bah) memperoleh

kemuliaan, sekiranya Allah SWT menjadikan pahala

mengerjakan sholat di dalamnya dengan pahala

100.000 sholat di masjid-masjid selainnya.

2. Adapun Masjid Nabi SAW (Masjid Nabawi), maka

keagungannya sudah kami jelaskan sebelumnya,

kemudian Masjid Nabi SAW berada di samping rumah

Nabi SAW. Dan seorang mukmin tidak akan ragu

bahwa meskipun rumah Nabi SAW luhur

kemuliaannya dan agung derajatnya, maka tidak akan

pernah sampai melebihi rumah Tuhan semesta alam

@PustakaPribadiSibaweih
87
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

(Baitullah/Rumah Allah SWT/Ka'bah). Karena inilah,

melaksanakan sholat di dalam Masjid Nabi SAW

pahalanya sama dengan melaksanakan 1000 sholat di

masjid selainnya agar menunjukkan isyarat tentang

perbedaan besarnya pahala kepada perbedaan

kemuliaan yang ada di sampingnya. (Maksudnya,

Masjidil Haram menjadi ikut termuliakan karena

berada di samping rumah Allah SWT atau Baitullah,

begitu pula Masjid Nabawi ikut termuliakan karena

berada di samping rumah Nabi SAW).

3. Adapun Masjidil Aqsha, maka dibangun oleh Baginda

kita, Nabi Ya'qub as setelah kakek Beliau yaitu Baginda

kita, Nabi Ibrahim as, membangun Masjidil Haram

dalam selisih waktu 40 tahun seperti yang sudah

dijelaskan dalam hadist. Kemudian, masjid ini menjadi

tempat sholat bagi para nabi Bani Israil as. Dan

Masjidil Aqsha berada di samping rumah dan taman-

taman para nabi Bani Israil, setelah mereka berpindah

pada Teman yang luhur (wafat). Tidaklah samar lagi

Masjidil Haram berdampingan dengan para nabi,

meskipun derajat keluhurannya begitu besar tetapi

@PustakaPribadiSibaweih
88
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

tidak akan sampai melebihi derajat mulia yang ada di

samping Nabi SAW (Masjid Nabawi), Karena inilah,

melaksanakan sholat di dalam Masjidil Aqsha seperti

melaksanakan 500 sholat di masjid selainnya, seperti

halnya penjelasan yang telah dikuatkan di dalam setiap

bab di dalam hadist, yang diriwayatkan oleh Imam

Baihaqi di dalam Kitab Syu'abul Iman.

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Rosulullah SAW bersabda :

ٍ‫الصلاة في المسجد الحرام بمائة الف صلاةٍ والصلاة في مسجدي بالف صلاة‬

‫ رواه الطبراني‬- ٍ ‫والصلاة في البيت المقدس بخمسمائة صلاة‬

"Sholat di dalam Masjidil Haram seperti melaksanakan 100.000

sholat, sholat di dalam masjidku (Masjid Nabawi) seperti

melaksanakan 1000 sholat, dan sholat di dalam Baitul Maqdis

(Masjidil Aqsha) seperti melaksanakan 500 sholat" (HR. Imam

Thobroni).

Kemudian Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) berkata : Ini merupakan hal yang harus mampu

dipahami oleh manusia terkait rahasia perbedaan di antara 3

@PustakaPribadiSibaweih
89
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

masjid-masjid ini dan di antara masjid lainnya, serta masalah

perbedaan pahala di dalamnya.

Nah, mari kita kembali kepada pendapat orang-orang yang

melarang berziarah kepada Nabi SAW, maka kita bisa

mengatakan, jika kita memahami bahwa larangan tentang

memberatkan perjalanan yang didasarkan pada hadist tersebut

(hadist la tusyaddur rihal di atas) adalah hadist yang umum

digunakan di dalam setiap perjalanan kecuali 3 masjid ini,

maka pastilah :

1. Kita tidak diperbolehkan bepergian di dalam bumi dalam

rangka i'tibar (mengambil pelajaran) dan nasehat, sedangkan

Tuhan yang Maha Mulia lagi Maha Agung telah memerintah

kita dengan melakukan perjalanan ini di dalam kitab-Nya, serta

menganjurkan kita (untuk melakukannya) di ayat lain dari

kitab-Nya.

2. Kita tidak boleh bepergian untuk melakukan silaturrahim

kepada kerabat-kerabat kita jika mereka berada di daerah-

daerah yang jauh, sedangkan Tuhan kita telah memerintahkan

hal ini dan sangat menganjurkan kepada kita untuk

melakukannya, Dia memberikan janji kepada orang yang

melakukannya dengan menyambung rahmat-Nya serta

@PustakaPribadiSibaweih
90
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

memberikan peringatan kepada orang yang merusak

silaturrahim dengan memutuskan rahmat-Nya.

3. Kita tidak boleh bepergian untuk melakukan jihad,

menyampaikan syiar syariat, dan memberikan putusan di

antara manusia dengan adil

4. Kita tidak diperbolehkan bepergian untuk berdagang dan ke

tempat-tempat yang dituju terkait urusan-urusan dunia di

manapun daerah-daerah yang ada di bumi.

5. Tidak diperbolehkan memberatkan perjalanan menziarahi

Nabi SAW di waktu hidup Beliau. Padahal, banyak orang

datang dari pelosok bumi untuk menemui Nabi SAW, mereka

tidak terdorong melakukan hal itu kecuali karena rasa cinta

untuk menemui dan mengunjungi Nabi SAW, serta mengambil

berkah atas wujud dari kehadiran manusia yang mulia,

sedangkan Nabi SAW mengetahui ini dan menetapkannya

(tidak melarang), justru Nabi SAW menganjurkan

melakukannya dengan janji memberikan pahala bagi orang-

orang berupa ganjaran-ganjaran yang diberikan kepada mereka.

Saat ini Nabi SAW berada di dalam taman yang mulia (telah

wafat), seperti halnya Nabi SAW hidup dalam kesempurnaan

(saat ini). Maka saat ini menziarahi Nabi SAW tidak berbeda

@PustakaPribadiSibaweih
91
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dari mengunjungi sebelum Nabi SAW wafat, selamanya.

Bahkan Nabi SAW menegaskan hal itu dalam sabda Beliau :

‫من حج فزار قبري بعد وفاتي فكانما زارني في حياتي‬

"Barang siapa menunaikan haji, kemudian menziarahi kuburku

setelah wafatku, maka dia seperti mengunjungiku di waktu hidupku"

- Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab sunannya,

Imam Baikhaqi, Imam Ibnu Asakir, Imam Thabrani di dalam

Kitab Mu'jamul Kabir dan Mu'jamus Shaghir.

6. Jika demikian, maka tetaplah (jelaslah) ulama' islam, mulai

awal umat ini sampai hari ini, berada dalam kesalahan yang

besar, sekiranya mereka telah meyakini di dalam kitab-kitab

agama mereka tentang bab-bab dan fasal-fasal yang di

dalamnya menjelaskan ziarah Nabi SAW dan hal-hal yang

terkait dengan ziarah Nabi SAW baik berupa anjuran maupun

adab yang selayaknya dijaga di dalam melakukan ziarah Nabi

SAW.

Dan sesungguhnya aku (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) ... atas julukan "Kyai" yang aku sandang, aku

memerintahkan dan bersikeras di dalam perkara setiap

mukmin untuk memberatkan perjalanan untuk melakukan

@PustakaPribadiSibaweih
92
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

ziarah Nabi SAW. Dan (dasar) bagi setiap mukmin atas hal itu

adalah apa yang disabdakan oleh Nabi SAW :

‫من زار قبري وجبت له شفاعتي‬

"Barang siapa menziarahi kuburku, maka wajib baginya syafa'atku"

(HR. Imam Daruquthni, Imam Baihaqi, dan lainnya)

Nabi SAW bersabda :

‫من جاءني زائر ًا لا يحمله حاجة ٌ الا ز يارتي كان ح ًّقا ان اكون له شفيع ًا يوم‬

‫القيامة‬

"Barang siapa mendatangiku sebagai penziarah, tidak didorong

olehnya sebuah hajat kecuali menziarahiku, maka telah hak (pasti)

bahwa aku akan menjadi pemberi syafaat baginya di hari kiamat"

(HR. Imam Thabrani di dalam Kitab Mu'jamul Kabir, Imam

Daruquthni di dalam Kitab Amalihnya, Imam Muqri di dalam

Kitab Mu'jamnya, dan lain-lain).

Nabi SAW bersabda :

‫من زارني متعمدًا كان في جواري يوم القيامة‬

"Barang siapa menziarahiku secara sengaja, maka dia ada di

sampingku di hari kiamat" (HR. Imam Aqili, dan lainnya).

Hadist-hadist itu merupakan sesuatu yang tidak didengar oleh

seorang mukmin, dan menjadikan hati tentram baginya

sehingga ia ingin mendapatkan kemuliaan dengan sowan di

@PustakaPribadiSibaweih
93
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

hadapan Nabi SAW.

Apakah aku sudah gila sehingga perintahku dikeluarkan kepada

kaum mukmin untuk tidak menziarahi rosul mereka, orang

yang menguasai nikmat mereka (menjadikan mereka

mendapatkan nikmat) yang mana bagi Beliau di leher setiap

mukmin adalah anugerah yang mustahil untuk tetap disyukuri,

orang yang mampu mencukupi seseorang (umat beliau) dengan

mengeluarkannya dari neraka abadi menuju kenikmatan abadi

?.

Sesungguhnya orang yang memerintahkan untuk tidak

menziarahi Sayyidul Wujud (tuan semua hal yang wujud) dan

Shofwatul Kholqi (makhluk yang bersih) [maksudnya adalah

Nabi SAW], dia tidak mengerti bahwa apa yang dia lakukan

bisa menghalangi antara hamba-hamba Allah dan rohmat Allah

karena sesungguhnya Nabi SAW adalah rohmat bagi seluruh

alam. Maka hendaknya orang-orang yang melarang ziarah Nabi

SAW itu mengerti tentang hal itu, agar mereka mengetahui di

mana tempat mereka berdiam diri.

Dan sungguh aku (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah

ASWAJA) senang jika pembaca mukmin bisa mengetahui bahwa

@PustakaPribadiSibaweih
94
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

kesepakatan ulama' mengenai tuntutan menziarahi Nabi SAW

merupakan tuntutan kuat (sangat dianjurkan), yang mana

tuntutan itu tidak dibedakan dalam menziarahi Nabi SAW,

tidak orang alim, tidak orang bodoh, tidak orang kulit hitam,

tidak orang kulit putih, tidak pria, tidak pula wanita, bahkan

sebagian penunjuk umat (para ulama') menjelaskan bahwa

hukum ziarah Nabi SAW ini adalah wajib sebagai bentuk

pelarian dari sifat kasar yang mana Nabi SAW pernah

menyinggungnya untuk orang yang tidak mau menziarahi

Beliau. Nabi SAW bersabda di dalam hadist yang diriwayatkan

oleh Ibnu Najar :

‫من لم يزرني فقد جفاني‬

"Barang siapa yang tidak mau menziarahiku, maka dia telah benar-

benar berbuat kasar kepadaku".

Nabi SAW bersabda :

ٌ ‫ما من احدٍ من امتي له سعة ٌ ثم لم يزرني فليس له عذر‬

"Tidaklah seseorang dari umatku yang memiliki keluangan (baik

dana, waktu, tenaga, dll) kemudian dia tidak menziarahiku, maka

tidak ada alasan baginya"

@PustakaPribadiSibaweih
95
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Tambahan (dari KH. Ahmad Subki Masyhudi, penambah

keterangan dalam kitab ini) : Rosulullah SAW bersabda :

‫من حج ولم يزرني فقد جفاني‬

"Barang siapa menunaikan ibadah haji dan dia tidak mau

menziarahiku, maka dia telah benar-benar berbuat kasar kepadaku".

Syekh (KH. Ali Maksum, Penulis Kitab Hujjah ASWAJA)

berkata : Ini (hadist-hadist di atas) merupakan sesuatu yang

bisa membuat takut orang-orang yang beriman. Ya, tidak ada

manusia yang melihat dan mendengar seorang pun yang

memperselisihkan permasalahan tuntutan berziarah kubur yang

mulia ini sejak masa Nabi SAW sampai masa ini yang mana

kita di dalamnya sekarang, kecuali orang ini, yaikni Ibnu

Taimiyyah dan orang-orang yang tertipu dengan pendapatnya

sejak masanya sampai hari ini, mereka adalah golongan yang

bisa dihitung dengan jari-jari di antara umat jika dibandingkan

dengan ratusan juta umat. Ziarah ini dilakukan setelah

menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun

islam.

Dan jika orang-orang yang melarang ziarah Nabi SAW itu

mempunyai akal sehat, maka mereka pasti diam dari

menggembor-gemborkan pertentangan ini. Mereka akan

@PustakaPribadiSibaweih
96
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

mengetahui hamba-hamba Allah yang Maha Luhur yang

terhitung ribuan bahkan jutaan orang, yang mana mereka

terdorong rindu yang menggelisahkan kepada Nabi SAW,

mereka meninggalkan tanah air, orang-orang yang dicintai, dan

harta mereka demi bersusah payah dalam perjalanan siang dan

malam, mereka berdoa meminta-minta kepada Tuhan mereka

agar dipanjangkan ajalnya untuk bisa sampai kepada Nabi

SAW, ketika mereka sampai maka jangan tanya tentang

sampainya sesuatu yang mereka dapatkan yaitu berupa

kebahagiaan lalu kebahagiaan, karena sesungguhnya hal itu

merupakan sesuatu yang hanya diketahui oleh orang alim yang

mengetahui (orang alim yang mampu memahami kondisi dan

perasaan orang-orang yang rindu bertemu Nabi SAW secara

teliti). Dan barang siapa yang mampu membaca (memahami)

ibrah tentang orang-orang yang rindu kepada makam Nabi

SAW yang mulia, maka dia pasti mengetahui bahwa orang-

orang mukmin berada dalam satu alam sedangkan mereka

orang-orang yang melarang ziarah Nabi SAW berada di alam

yang lain. (Selesai, dari Kitab Ghoutsul Ibad).

Terkait tentang penjelasan tawassul kepada para nabi, para

wali, dan para orang sholeh karena banyaknya orang yang

@PustakaPribadiSibaweih
97
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

meminta menjelaskannya. Tambahan dari Al-Fakir (orang yang

membutuhkan rohmat Allah SWT, KH. Ahmad Subki

Masyhudi, penambah keterangan dalam kitab ini), beliau

mengatakan berdasarkan apa yang telah Allah buka pada hati

beliau.

Persoalan Ke Sembilan

Penjelasan Tentang Tawassul

Ketahuilah bahwa tawassul kepada Nabi SAW dan lainnya, baik

kepada para nabi, para wali, dan orang-orang yang sholeh

adalah sesuatu yang diperbolehkan bahkan disunnahkan.

Tawassul memiliki makna doa dan memohon kepada Allah

yang Maha Luhur melalui perantara derajat mereka di sisi-Nya

dan menghadap kepada Allah melalui perantara hormat kepada

mereka di sisi-Nya. Seperti halnya apa yang didawuhkan oleh

syekh kita, Syekh Abdullah Zaini Adz-Dzimawi, semoga Allah

mengampuni dan merohmati beliau :

(Dawuh Syekh Abdullah Zaini Adz-Dzimawi) Al-Allamah

(orang yang sangat alim) Syekh Subki, semoga Allah merohmati

beliau dan memberikan kemanfaatan kepada kita atas ilmu-

@PustakaPribadiSibaweih
98
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

ilmu beliau, adalah sebuah kebaikan bertawassul melalui Nabi

SAW (ketika berdoa) kepada Tuhan Beliau.

Kebolehan dan kebaikan melakukan tawassul dari perkara-

perkara yang sudah diketahui pada setiap urusan agama yang

baik merupakan perbuatan para nabi dan para rosul, lelaku

salafus sholeh, para ulama', dan orang-orang awam dari

kalangan muslimin. Tidak ada seorang pun yang

mengingkarinya baik dari ulama' salaf maupun ulama' kholaf

dari ahli-ahli agama. Dan tidak terdengar tentang pengikaran

tawassul di dalam beberapa zaman kecuali Ibnu Taimiyah, dia

mengingkarinya dan keingkarannya pada tawassul merupakan

pendapat yang tidak pernah diucapkan oleh orang alim

sebelumnya.

Banyak ulama' besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang telah

mengarang tentang kebolehan bertawassul di dalam kitab-kitab

karya sendiri dan membeberkan di dalamnya dalil-dalil.

(Dengan bertawassul) Kita sebagai golongan Ahlus Sunnah Wal

Jamaah tidak meyakini adanya pengaruh (baik maupun buruk),

tidak menciptakan, tidak mewujudkan, tidak meniadakan, tidak

memberikan manfaat, tidak pula memberikan bahaya kecuali

@PustakaPribadiSibaweih
99
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

atas kehendak Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

(Dengan bertawassul) Kita juga tidak meyakini adanya

pengaruh (baik mapun buruk), tidak memberikan manfaat dan

tidak pula memberikan bahaya kepada Nabi SAW dan lainnya,

baik dari golongan orang-orang yang masih hidup maupun

orang-orang yang sudah meninggal.

Maka tidak ada perbedaan antara bertawassul melalui Nabi

SAW dan lainnya, baik para nabi maupun para rosul, semoga

rohmat-rohmat dan kesejahteraan Allah senantiasa

terlimpahkan kepada Nabi SAW dan mereka semua. Begitu

juga tidak ada perbedaan bertawassul melalui para wali dan

orang-orang sholeh.

Dan juga tidak ada perbedaan di antara mereka semua (para

wali dan orang-orang sholeh), baik mereka yang masih hidup

maupun yang sudah meninggal karena mereka semua tidak

mampu menciptakan sesuatu dan tidak pula memberi pengaruh

(baik mapun buruk) di dalam sesuatu. Hanya saja mereka

diambil berkahnya karena mereka adalah orang-orang yang

dicintai Allah yang Maha Luhur.

@PustakaPribadiSibaweih
100
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Adapun yang mampu menciptakan, mewujudkan, meniadakan,

memberikan manfaat, dan memberikan bahaya, maka

sesungguhnya hanya Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Allah

adalah Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Secara hakekat,

Dzat yang mampu memberikan pengaruh (baik maupun buruk)

dan mewujudkan (sesuatu) adalah Allah yang Maha Luhur.

Dengan demikian, tetaplah bahwa tawassul melalui para nabi

dan para wali merupakan perkara yang disunnahkan, tiada

jalan untuk mengingkarinya, karena sesungguhnya Dzat yang

dituju doa dan dimintai adalah Allah yang Maha Luhur, tiada

perbuatan dan tiada tindakan bagi orang ditawassuli.

Dan sesungguhnya tawassul merupakan upaya meminta belas

kasih dan doa kepada Allah, menghadapkan diri kepada-Nya

melalui derajat serta berkah hamba yang dekat dengan Allah

yang mana dia merupakan orang-orang yang dicintai dan

kekasih-kekasih-Nya. Jadi, tawassul bukan merupakan ibadah

kepada selain Allah di dalam sesuatu.

Kemudian, ketahuilah bahwa tawassul melalui Nabi SAW

diperbolehkan di dalam setiap keadaan, yaitu

1. sebelum penciptaan Nabi SAW

@PustakaPribadiSibaweih
101
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

2. setelah penciptaan Nabi SAW di masa hidup Beliau di

dunia

3. setelah wafatnya Nabi SAW di masa alam barzah dan

setelah hari kebangkitan di lapangan-lapangan kiamat

dan surga.

Bertawassul kepada Nabi ada 3 macam (seperti di atas).

Jenis pertama yaitu bertawassul kepada Nabi SAW dalam

makna bahwa sesungguhnya mencari sebuah hajat adalah

dengan memohon kepada Allah yang Maha Luhur melalui

derajat luhur atau berkah Nabi SAW, maka boleh bertawassul

jenis pertama ini di dalam 3 keadaan (seperti di atas). Dan telah

sampai khobar yang shohih di dalam masing-masing dari

ketiganya.

Adapun keadaan pertama yaitu sebelum diciptakannya Nabi

SAW, maka hal itu dituntukkan pada apa yang sudah jelas bagi

kita keshohihannya yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Al-

Hakim Abu Abdillah di dalam Kitab Al-Mustadrok dari hadist

yang diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab ra berkata,

Rosulullah SAW bersabda :

: ‫ فقال الله‬،‫ يارب اسألك بحق محمدٍ لما غفرت لي‬: ‫ قال‬،‫لما اقترف ادم الخطيئة‬

‫ يارب لانك لما خلقتني بيدك‬: ‫يا ادم وكيف عرفت محمدًا ولم اخلقه ؟ قال‬

@PustakaPribadiSibaweih
102
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫ونفخت في من روحك رفعت رأْ سي فرأيت على قوائم العرش مكتو بًا لا اله الا‬

،‫الله محمدٌ رسول الله وعرفت انك لم تضف الى اسمك الا احب الخلق اليك‬

‫فقال الله صدقت ياادم انه لاحب الخلق الي ان سألتني بحقه فقد غفرتك ولولا‬

‫محمدٌ ما خلقتك‬

"Ketika Nabi Adam mengakui kesalahan, dia berkata "Wahai

Tuhanku, aku memohon kepadamu demi hak Muhammad ketika

Engkau mengampuniku". Kemudian Allah berkata, "Wahai Adam,

dan bagaimana kamu mengetahui Muhammad sedangkan Aku

belum menciptakannya ?". Nabi Adam menjawab, "Wahai Tuhanku,

karena sesungguhnya ketika Engkau menciptakanku dengan

kekuasaan-Mu dan Engkau meniupkan di dalam diriku ruh-Mu,

maka aku mengangkat kepalaku kemudian aku melihat di dalam

tiang-tiang penyangga Arsy tertulis - Tiada Tuhan selain Allah,

Nabi Muhammad adalah utusan Allah - aku mengetahui bahwa

sesungguhnya Engkau tidak akan menyandarkan pada nama-Mu

kecuali makhluk yang paling Engkau cintai". Kemudian Allah

berkata, "Kamu benar wahai Adam, dia adalah makhluk yang

paling aku cintai, jika kamu memohon kepada-Ku dengan perantara

haknya maka Aku telah benar-benar mengampunimu. Dan jika

tidak kerena Muhammad maka aku tidak akan menciptakanmu".

@PustakaPribadiSibaweih
103
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Imam Hakim mengatakan bahwa hadist ini sanad-sanadnya

shohih. Imam Thabrani juga menyebutkannya dan menambahi

di dalamnya :

‫وهو اخر الانبياء من ذر يتك‬

"Dan dia adalah nabi terakhir dari keturunanmu".

Keadaan kedua : Bertawassul melalui Nabi SAW pada jenis itu

(jenis pertama) setelah penciptaan Beliau di masa hidup Beliau,

maka hal itu ditunjukkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam

Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Bukhari, Imam Hakim, dan

Imam Ahmad (bin Hambali) dari sahabat Ustman bin Hanif :

،‫ ادع الله ان يعافيني‬: ‫ان رجلًا ضر ير البصر اتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال‬

‫ قال‬،‫ فادعه‬: ‫ قال‬،‫ ان شئت دعوت وان شئت صبرت فهو خير ٌ لك‬: ‫فقال‬

‫ اللهم اني اسألك واتوجه‬: ‫فامره ان يتوضأ فيحسن وضوءه و يدعو بهذا الدعاء‬

،‫اليك بنبيك محمدٍ نبي الرحمة اني توجهت بك الى ر بي في حاجتي هذه ليقضى لي‬

‫اللهم شفعه في‬

"Sesungguhnya ada seorang yang buta mata datang kepada Nabi

SAW, kemudian dia berkata, "Doakanlah kepada Allah agar Dia

memberikan kesembuhan kepadaku". Nabi SAW berkata, "Jika kamu

mau maka berdoalah, dan jika kamu mau maka maka bersabarlah

karena sabar lebih baik bagimu". Orang itu berkata, "Maka doakan

saja kepada-Nya". Rowi berkata, kemudian Nabi SAW

@PustakaPribadiSibaweih
104
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

memerintahkannya untuk berwudhu, melakukan wudlu dengan

baik, dan berdoa dengan doa ini : Ya Allah, sesungguhnya aku

memohon dan menghadap kepadamu, demi nabi-Mu, Nabi

Muhammad, nabi pembawa rohmat, sesungguhnya aku menghadap

demi Engkau (Nabi Muhammad) kepada Tuhanku di dalam hajatku

ini agar didatangkan kepadaku. Ya Allah, sembuhkanlah mataku".

Ini adalah hadist hasan yang shohih lagi ghorib, kecuali dari

arah riwayat ini, (yaitu) Imam Baihaqi menshohihkannya dan

menambahkan :

‫فقام وقد ابصر‬

"Kemudian orang itu berdiri dan telah benar-benar bisa melihat".

Dan di dalam riwayat yang lain (ada tambahan) :

‫ففعل الرجل فبرئ للحال‬

"Kemudian orang itu melakukannya dan sembuh seketika".

Di dalam hadist ini ada dalil yang jelas atas kebolehan

bertawassul dan menghadap kepada Nabi SAW sekiranya

Beliau mengajarkan doa itu kepada orang buta tersebut dan

Beliau memerintahkannya untuk melakukannya.

Keadaan ketiga : tawassul melalui Nabi SAW setelah beliau

wafat, maka hal itu ditunjukkan khobar yang diriwayatkan oleh

@PustakaPribadiSibaweih
105
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Imam Thabrani di dalam Kitab Mu'jamul Kabir dan Mu'jamus

Shoghir

‫ن رضي الله عنه في ح اجة ٍ له فكان عثمان لا‬


ٍ ‫ان رجلًا يختلف الى عثمان بن عفا‬

‫ فقال له‬- ‫ف فشكا ذلك اليه‬


ٍ ‫يلتفت اليه ولا ينظر في حاجته فلقي عثمان بن حني‬

‫ ائت الميضاة فيتوضأْ ثم ائت المسجد فصل عليه ركعتين ثم‬: ‫ف‬
ٍ ‫عثمان بن حني‬

‫ اللهم اني اسألك واتوجه اليك بنبينا محمدٍ صلى الله عليه وسلم فيقضى‬: ‫قل‬

‫ الخ‬... ‫حاجتي‬

"Sesungguhnya ada seseorang yang berselisih kepada Sahabat

Ustman bin Affan ra di dalam sebuah hajat baginya, sedangkan

Sahabat Ustman tidak menghiraukannya dan juga tidak

memperhatikan di dalam hajatnya, kemudian dia bertemu dengan

Sahabat Ustman bin Hanif, dia mengeluh tentang hal itu

kepadanya. Sahabat Ustman bin Hanif pun berkata kepadanya,

"Datanglah ke wadah wudlu, berwudlulah, kemudian datanglah ke

masjid dan sholatlah 2 rokaat di dalamnya, kemudian berdoalah :

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan menghadap kepada-Mu

demi nabi kami, Nabi Muhammad SAW, nabi pembawa rohmat.

Wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada

Tuhanku dengan perantara Engkau maka semoga Dia

mendatangkan hajatku.....sampai akhir"

@PustakaPribadiSibaweih
106
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Imam Baihaqi dan Imam Ibnu Syaibah meriwayatkan dengan

sanad-sanad yang shohih :

‫ فجاء بلال بن الحرث‬،‫ط في خلافة عمر رضي الله عنه‬


ٌ ‫ان الناس اصابهم قح‬

‫رضي الله عنه الى قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقال استسق لامتك فانهم‬

‫ فاتاه رسول الله فى المنام واخبره انهم يسقون‬،‫هلـكوا‬

"Sesungguhnya orang-orang di masa pemerintahan Umar bin

Khattab ra dilanda kemarau panjang. Kemudian sahabat Bilal bin

Harst ra datang ke makam Nabi SAW dan berkata, "Turunkanlah

hujan kepada umatmu karena sesungguhnya mereka rusak

(menderita)". Kemudian Rosulullah mendatanginya di dalam mimpi

dan mengabarkan bahwa mereka akan dihujani".

Adapun kebolehan bertawassul melalui selain Nabi SAW, baik

dari para wali dan orang-orang yang sholeh, maka hal itu

ditunjukkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

di dalam kitab Shohih Bukhari, dari Sahabat Anas bin Malik ra,

dari Sahabat Umar bin Khattab :

‫ اللهم انا كنا نتوسل اليك‬: ‫ فقال‬،‫كان اذا قحطوا استسقى بالعباس بن المطلب‬

‫ فيسقون‬: ‫ قال‬،‫بنبينا فتسقينا وانا نتوسل اليك بعم نبينا فاسقنا‬

"Ketika orang-orang dilanda kemarau panjang, maka Sahabat Umar

bin Khattab meminta hujan dengan perantara Sahabat Abbas bin

Abdul Muthalib. dia berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya kami

@PustakaPribadiSibaweih
107
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

(memohon dan) menjadikan perantara kepada-Mu melalui nabi

kami, maka turunkanlah hujan kepada kami. Dan sesungguhnya

kami (memohon dan) menjadikan perantara kepada-Mu melalui

paman nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami". Rowi

berkata, "kemudian mereka diturunkan hujan"".

Sahabat Umar bin Khattab ra mengatakan ketika beliau

meminta hujan dengan perantara Sahabat Abbas bin Abdul

Muthalib ra :

‫يآيها الناس ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يرى للعباس ما يرى الولد‬

‫للوالد فاقتدوا به في عمه العباس واتخذوه وسيلة ً الى الله‬

"Wahai manusia, sesungguhnya Rosulullah SAW melihat Sahabat

Abbas apa yang dilihat oleh anak kepada ayahnya, maka ikutilah

Beliau di dalam masalah paman beliau, Sahabat Abbas, dan

jadikanlah Sahabat Abbas washilah (perantara doa) kepada Allah" -

sampai akhir, Kitab Al-Mawahibud Diniyyah oleh Imam

Qoshtholani.

Perbuatan Sahabat Umar bin Khattab ra adalah dasar pada

sabda Nabi SAW :

‫ان الله جعل الحق على لسان عمر‬

@PustakaPribadiSibaweih
108
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

"Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran melalui lisan Umar" -

HR. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Tirmidzi.

Dan Nabi SAW juga bersabda di dalam hak Sahabat Umar bin

Khattab :

‫لو كان بعدي نبي لكان عمر‬

"Jika saja sesudahku ada nabi, maka dia adalah Umar". HR. Imam

Ahmad bin Hambal, Imam Tirmidzi, dan Imam Al-Hakim di

dalam Kitab Al-Mustadrok, dari Sahabat 'Uqbah bin Amir Al-

Juhani ra.

Sesungguhnya Rosulullah SAW juga bersabda :

‫اقتدوا باللذين من بعدي ابي بكرٍ وعمر فانهما حبل الله الممدود ومن تمسك بهما‬

‫فقد تمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها‬

"Ikutilah 2 orang sesudahku (sesudah wafatku) yaitu Abu Bakar dan

Umar bin Khattab, karena sesungguhnya keduanya adalah tali

Allah yang dipanjangkan. Dan barang siapa yang berpegangan

dengan keduanya, maka dia benar-benar telah berpegangan dengan

tali yang kokoh yang tak akan putus".

Sahabat Umar bin Khattab ra memohon hujan dengan

perantara Sahabat Abbas ra dan beliau tidak memohon hujan

@PustakaPribadiSibaweih
109
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dengan perantara Nabi SAW saja adalah untuk menjelaskan

kepada orang-orang tentang kebolehan memohon hujan

melalui perantara selain Nabi SAW, dan hal itu tidaklah

masalah.

Dan dalil tentang kebolehan tawassul selain Nabi SAW lagi

adalah apa yang dijelaskan di dalam Kitab Al-Ajwibah Al-

Makiyyah yang dinukil dari Kitab Minhajus Sa'adah, dikatakan,

Rosulullah SAW bersabda :

‫ل بي و باهل بيتي الى الله‬


ٌ ‫توسلوا بي و باهل بيتي الى الله فانه لا يرد متوس‬

"Bertawasullah melalui aku dan ahli baitku kepada Allah, karena

sesungguhnya tidaklah ditolak (doanya) orang yang mau bertawasul

melalui aku dan ahli baitku kepada Allah".

Syekh Ibnu Maimun menukil di dalam kitabnya, Unsil

Muhadloroh, dari Syekh Ali bin Maimun berkata, "Aku

mendengar Imam Syafi'i ra berkata bahwa sesungguhnya aku

mengambil berkah (bertawassul) melalui Abu Hanifah (Imam

Hanafi) dan aku datang berziarah ke makam beliau setiap hari.

Ketika aku ditampakkan bagiku (mendapati) sebuah hajat, maka

aku melaksanakan sholat 2 rokaat, aku datang (ke makam beliau),

@PustakaPribadiSibaweih
110
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

dan aku memohon kepada Allah hajat di sampingnya. Lalu, tidaklah

jauh dariku sehingga didatangkan hajat itu" ... sampai akhir.

Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Kitab Al-Khoirot Al-

Hisan, "Imam Syafi'i ra pernah berada di Kota Bagdad selama

beberapa hari. Beliau bertawasul melalui Imam Abu Hanifah ra,

beliau datang ke makam Imam Abu Hanifah, mengucapkan salam,

dan bertawassul kepada Allah melalui Imam Abu Hanifah di dalam

mendatangkan hajat beliau" ... sampai akhir.

Imam Ahmad bin Hambal juga bertawassul melalui imam kita,

Imam Syafi'i. Dan dikhabarkan juga bahwa penduduk Maghrib

di mana saat mereka mempunyai hajat, mereka bertawassul

kepada Allah melalui Imam Maliki, Imam Syafi'i tidak

mengingkarinya justru beliau membenarkan mereka di dalam

masalah tawassul itu.

Imam Abu Hasan Asy-Syadzili, semoga Allah mensucikan ruh

beliau, berkata :

‫من كانت له الى الله حاجة ٌ واراد قضاءها فليتوسل الى الله تعالى بالامام الغزالى‬

‫رضي الله عنه‬

"Barang siapa memiliki sebuah hajat baginya kepada Allah dan dia

ingin mendatangkan hajatnya, maka hendaklah dia bertawassul

kepada Allah yang Maha Luhur melalui Imam Ghozali ra".

@PustakaPribadiSibaweih
111
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Imam Ghozali, semoga Allah merohmati beliau dan

memberikan manfaat ilmu-ilmunya kepada kita, pun berkata :

‫من يتوسل و يتبرك في حياته يتوسل و يتبرك به بعد مماته‬

"Barang siapa dijadikan tawassul dan diaharapkan berkahnya di

dalam hidupnya, maka dia pun dijadikan tawassul dan diharapkan

berkahnya setelah wafatnya".

Disebutkan dari orang yang ma'rifat kepada Allah, seorang wali

kutub di suatu daerah, Syekh Abdul Wahab Asy-Sya'roni ra :

‫ان الله يوكل بقبر كل ول ٍي ملك ًا يقضي حوائج من توسل بهم كما وقع ذلك للامام‬

‫الشافعى والسيدة نفيسة والسيد احمد البدوى رضي الله عنهم اجمعين‬

"Sesungguhnya sebagian dari syekh-syekh beliau mengatakan bahwa

sesunggunya Allah yang Maha Luhur memasrahkan seorang

malaikat di dalam kubur setiap wali Allah yang mana malaikat

tersebut mendatangkan hajat-hajat orang yang bertawassul melalui

mereka, seperti halnya itu terjadi pada Imam Syafi'i, Sayyidah

Nafisah, dan Sayyid Ahmad Al-Badawi, semoga Allah meridlohi

mereka semua".

Dan diriwayatkan dari Ibnu Sunni dari Sahabat Ibnu Mas'ud ra,

berkata, Rosulullah SAW bersabda :

@PustakaPribadiSibaweih
112
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

‫ فان لله عباد ًا‬،‫ عباد الله احبسوا‬: ‫اذا انفلتت دابة احدكم بارض فلاة ٍ فليناد‬

‫ يا عباد الله اغيثوني اغيثوني‬: ‫ واذا اضل واراد عونًا فليقل‬،‫يجيبونه‬

"Ketika hewan melata (ternak) salah satu dari kalian terlepas di

bumi yang tandus, maka hendaklah dia memanggil (bertawassul),

"Wahai hamba-hamba Allah, jagalah (hewan ternaku)" maka

sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang menjawab

doanya. Dan tatkala dia tersesat dan menginginkan pertolongan,

maka hendaklah dia berkata, "Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah

aku, tolonglah aku" - HR. Thabrani.

Di dalam yang sudah disebutkan adalah dalil yang jelas

mengenai kebolehan tawassul melalui para wali dan orang-

orang sholeh, sekiranya Nabi SAW sendiri melakukannya dan

memerintahkan para sahabat untuk melakukannya.

Orang yang ma'rifat kepada Allah, Habib Abdullah bin Alwi Al-

Hadad ra, semoga Allah memberikan ridlo kepada beliau dan

memberikan manfaat kepada kita atas ilmu-ilmu beliau, amiin,

beliau berkata, "Sudah selayaknya (dilakukan) bagi para

peziarah ketika dia menziarahi makam orang-orang sholeh

untuk menenangkan hati di sisi mereka, memperbanyak

istighfar, mendoakan mereka, berbelas kasih kepada mereka,

@PustakaPribadiSibaweih
113
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

membaca ayat-ayat mudah dalam Al-Qur'an, dan

menghadiahkan pahalanya kepada mereka. Kemudian,

hendaklah memperbanyak doa di samping mereka karena

sesungguhnya di antara mereka (para wali) ada seseorang (wali)

yang doanya terkabulkan (jika berdoa) di sekitar makamnya.

Hal tersebut telah teruji coba sehingga penduduk Bagdad

menamakan makam Sayyid Imam Musa Al-Kadhim bin Imam

Ja'far Ash-Shodiq dengan sebutan "Tiryaqul Mujarrob (Obat yang

mujarab)", maksudnya adalah karena terijabahnya doa-doa dan

dihilangkannya keprihatinan. Begitu pula dengan Makam

Syekh Ma'ruf Al-Kurkhi dinamakan dengan sebutan Tiryaqul

Mujarrob yang mana makam beliau juga berada di Baghdad.

(Sebagaimana halnya Tiryaqul Mujarrob) banyak pula yang

dimiliki penduduk muslimin Jawa, yang mana doa mereka

mustajabah (terkabulkan jika berdoa) di sekitar makam

sebagian para wali yang dikebumikan di Jawa, maka Allah

Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan cukup kiranya sampai di

sini.

Hanya Allah yang mampu memberi pertolongan dan petunjuk.

@PustakaPribadiSibaweih
114
HUJJAH AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

Ya Allah, melalui perantara derajat luhur nabi-Mu, Nabi

Muhammad SAW, berilah kepada kami, keluarga kami, dan

anak-anak kami keberkahan di dalam rizki, umur, kesehatan,

kehidupan yang baik, keberuntungan, penyaksian, dan khusnul

khotimah, Ya Allah kabulkanlah doa kami.

Dan semoga Allah senantiasa melimpahkan rohmat ta'dhim dan

kesejahteraan kepada baginda kami, Nabi Muhammad, beserta

keluarga, dan para sahabat Beliau, selama orang-orang yang

berdzikir mengingatnya dan orang-orang yang lupa sudah lupa

mengingatnya. Dan segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta

alam.

Kitab ini diselesaikan tepat pada tanggal 22 Jumadil Akhir

1403 H atau 6 Maret 1983 M.

‫والله أعلم بالصواب‬

@PustakaPribadiSibaweih
115
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah


(Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah wal
Jama'ah)
Terjemah dan uraiannya

Oleh Abdul Aziz Jazuli Lc.

~1~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah


(Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah wal
Jama'ah)
Terjemah dan uraiannya

Oleh Abdul Aziz Jazuli Lc.

www.tedisobandi.blogspot.com

~1~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Buku ini khusus aku hadiahkan kepada


istriku tercinta di hari ulang tahunnya yang
ke 25. Semoga istriku selalu diberi kesehatan
oleh Allah dan dipenuhi keberkahan ilmu,
amal dan kehidupannya. Amiin.

Abdul Aziz Jazuli

~2~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

(Surat Kh. Ali Ma'shum kepada Kh. M Subki)

Bismillaahir-rohmanirrohim
Ini adalah surat dari al-mukarrom KH. Ali maksum Jogja:

“Kepada yang terhormat KH. Subki


As-salamu alaikum Warohmatullahi wa barokatuh
Saya beritahukan kepadamu:
Pertama: saya telah telaah dan saya baca dengan teliti apa yang telah
engkau tambahkan di dalam kitabku “Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama‟ah”
dari penambahan-penambahan urgen yang engkau tulis di sela-sela kajian-
kajian yang berhubungan dengannya, sehingga tujuan penulisan tersebut
menjadi jelas dan paparannya menjadi gamblang. Maka semoga Allah
membalasmu dengan sebaik-baiknya balasan kepada hamba-hambanya
yang ikhlas.
Kedua: saya telah memberikan izin kepada saudara untuk mencetak
dan mempublikasikan kitab ini, semoga kitab tersebut menjadi (amal)
simpananku dan bermanfaat. Amin.

Tertanda:

KH. Ali Ma‟shum

~3~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

“Ikutilah para ulama; karena sesungguhnya mereka adalah lentera dunia dan
akhirat.”1

Bismillahir-rohmanir-rohim

Segala pujian bagi Allah yang menurunkan al-quran sebagai penjelasan


bagi semua hal dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Di dalamnya mengandung wawasan, cahaya dan obat untuk segala yang
ada di dalam hati. Tak memahaminya kecuali mereka yang memiliki ilmu
yang sangat dalam.
]43 : [ })43( {
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak
mengetahui” [QS. An-Nahl : 43]

Dan Allah berfirman:


{
]115 : [ })115(
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
danmengikutijalan yang bukanjalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. An-Nisa‟: 115]
Sholawat serta Salam selalu tercurahkan kepada pemimpin kita Nabi
Muhammad saw. Yang diutus dengan membawa kelembutan dan kasih
sayang yang begitu luas.Beliau bersabda:
, , «
, , ,
»
“Bagaimanapun kalian didatangi oleh Kitab Allah (Al-Qur’an), maka wajib
mengamalkannya, tak ada halangan sedikitpun bagi seseorang untuk meninggalkannya.

1 - HR. Ad-Dailami di Musnad Al-Firdaus. Al-Hafidh Ibn Hajar al-Asqollani berkomentar: di


dalamnya ada salah satu perowi yang dhoif. Kasyful Khofa’ (1:44)
~4~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Jika tidak terdapat di dalamnya, maka Sunnahku telah ada. Jika tidak ada di dalam
Sunnah, maka dengan pendapat sahabatku; karena sahabat-sahabatku layaknya
bintang-bintang di langit, manapun yang kalian ambil, maka kalian akan mendapatkan
petunjuk.” [HR. Al-Hakim di dalamkitab Al-Kifayah Fi Ilmi-r-Riwayah dan
Al-Baihaqi di dalam al-Madkhol.2]
Dan sholawat serta salam juga tercurahkan kepada para sahabatnya
yang penyabar, jujur, menghambakan diri, lagi selalu meminta ampunan
kepada Allah swt di malam hari. Mereka adalah amanah umat ini, yang
terjaga dari kesalahan untuk sepakat dalam hal kesalahan lagi penyesatan.
Juga dihadiahkan kepada orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan dan menghindari langkah-langkah setan.
Waba’du, ketika saya melihat kebutuhan para sahabatku yang belajar di
Pon-pesKrapyak secara khusus, dan selain mereka secara umum dari
kalangan yang keilmuannya terbatas seperti diri saya, untuk menjelaskan:
contoh-contoh dari masalah-masalah yang seyogyanya tidak boleh
diingkari, seperti:
a. Qabliyyatul Jumat
b. masalah talqin mayyit setelah mengebumikannya.
Atau masalah serupa, agar di dalam agama mereka tidak dikuasai oleh
rasa was-was dan khayalan-khayalan yang salah, tidak ditundukkan oleh
syetan dan pengikut-pengikutnya dengan meniupkan godaan dan
penyesatan. Serta agar mereka tidak tertipu dengan tipuan para pengikut
hawa nafsu walaupun mereka banyak omongan. Dan agar mereka benar-
benar mengetahui bahwa apa yang ada di kalangan as-salafus sholeh
adalah kebenaran yang diikuti,
]32 : [ } {
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan.”
Di dalam buku ini, saya kumpulkan perkataan para ulama besar yang
memiliki kadar keilmuan yang tinggi, dan pembesar-pembesar dari tokoh-
tokoh Islam; karena tidak ada jalan bagi saya yang memiliki keterbatasan
dalam hal ini kecuali mengumpulkan dan mengutip dari ungkapan-
ungkapan mereka para ulama yang mulia, bersandar kepada mereka.
Padahal saya tidak akan berdialog dengan diri saya untuk memaksakan
diri dengan kepayahan ini, jika bukan karena Imam al-Khotib Al-Baghdadi

2 - Al-Kifayah Fi IlmiAr-Riwayah, Al-Hakim, hal 48 dan Al-Madkhol, Al-Baihaqi, hal 48.


~5~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

meriwayatkan di dalam kitab Al-Jami‟ dan lainnya: bahwa Rasulullah saw.


Bersabda:
: «
»
“jika fitnah/bid’ah-bid’ah telah bermunculan, dan sahabat-sabatku dicaci-maki,
maka sudah seharusnya orang yang alim menampakkan ilmunya. Dan yang tidak mau
menampakkan ilmunya, maka dia akan mendapatkan laknat Allah, para Malaikat, dan
manusia semuanya. Serta Allah tidak menerima ibadah wajib dan sunnahnya”3
Dan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari Ibnu Abbas
bahwa Nabi saw. bersabda:
» «
“Tidaklah muncul orang-orang yang melakukan bid’ah kecuali Allah akan
menampakkan hujjahnya (argumennya) di lisan makhluk yang Ia kehendaki”4
Dan inilah saya akan menyebutkan beberapa contoh dari dua hal yang
disebutkan tadi. Dan Allah-lah yang saya mintai pertolongan untuk
mendapatkan kebenaran, kepadanya lah ketawakalan dan hanya
kepadanyalah tempat kembali.

Penyusun:

Al-faqir KH. Ali Ma‟shum al-Jokjawi


Di Jawa Tengah.

3 - Al-Jami’ Li Akhlaqi Ar-Rawi Was Sami’, Al-Khotib Al-Baghdadi (2/118)


4- Kanzul Ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi (1/120) no (1105)
~6~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Penjelasan:

Makna ( ):
Merekaadalah para ulama yang memiliki tingkat keilmuan yang dalam
seperti lautan dan memiliki ketetapan ilmu yang kuat bagaikan pohon
yang menancap kuat di dalam tanah yang tak goyah diterpa angin dan
topan. Dan ilmu yang mereka miliki ada di dalam hati mereka.5
Ayat: ( )
Ayat ini menjadi salah satu argumen Imam Syafii dalam penetapan
ijma‟ (konsensus) Ummat Islam, yaitu argumen ketiga di dalam sumber
hukum Islam. Pada mulanya, ada orang tuayang berdialog dengan Imam
Syafii tentang argumen penetapan sumber-sumber hukum Islam. Untuk
yang pertama dan kedua (Al-Qur‟an dan As-Sunnah), tentunya sudah jelas
argumennya; karena begitu banyaknya ayat dan hadist yang menjadi
acuannya. Ketika, sampai pada Ijma‟, Imam Syafii pun kewalahan; karena
belum menemukan argumennya. Maka, orang tua itu pun memberikan
kesempatan kepada Imam Syafii selama 3 hari untuk mencarinya. Selama
tiga hari itu, Imam Syafii bersusah payah memikirkannya, bahkan
mengulang-ulang bacaan al-quran 3 kali sehari semalam. Sampai di hari
ketiga, barulah beliau temukan, dan disampaikannya kepada orang badui
itu dengan mengatakan: Dalil atau argumen Ijma‟ adalah ayat 113 surat an-
nisa‟ yang tertera di atas.
{
]115 : [ })115(
Di ayat tersebut ada penegasan bahwa “yang menentang Rasul akan
dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam” tidaklah Allah akan memasukkan ke
neraka dengan tidak menentang (kesepakatan) para Muslimin kecuali
(kesepakatan itu) adalah sesuatu yang wajib, maka Ijma‟ diambil dari ayat
ini.6
Lebih jelasnya demikian, Imam Syafii menyamakan kedudukan antara
kesepakatan semua Muslimin dengan kekuatan argumentasi hadist. Jika

5- Al-ain, Imam Kholil bin Ahmad al-Farohidi, (4/196)


6- Thobaqot Al-Syafiiyah Al-Kubro, Tajuddin Al-Subki (2/244) ketika menyebutkan
biografi Al-Firyabi (54)
~7~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

seseorang menentang kesepakatan semua muslimin, maka sama halnya


dengan menentang Rasulullah saw, dan akibatnya adalah dapat terjerumus
ke dalam neraka.
Tajuddin as-subki memandang bahwa sanad kisah ini shohih, dan
beliau meraba-raba bahwa yang bertanya adalah Nabi Hidzir, lantaran
Imam Syafii memahami dengan diundurnya jawaban selama 3 hari, serta
tunduknya beliau kepada orang tua itu.7

Apa ma‟na ( ) ??
Kata as-salaf dalam bahasa adalah pendahulu, maka as-salafus sholeh
berarti pendahulu-pendahulu kita yang memiliki tingkat kesholehan yang
tinggi. Habib Ahmad bin Hasan Al-Attos(salah satu ulama Hadromaut,
dan Murid dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan) menafsirkanya dengan:
“mereka adalah tokoh-tokoh yang dipuji oleh orang baik dan orang bejat,
yang telah Allah tanamkan kecintaannya dalam diri mereka, tidak keluar
dari keistiqomahan, mengamalkan kitab dan sunnah, serta berakhlak
dengan akhlak yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.8

Apa Makna ( )??


Ibnul Jauzi di dalam kitabnya “Kasf Al-Musykil Min Hadist Al-
Shohihain” menyebutkan bahwa dua kata tersebut: “ ” dan “ ”
memiliki tiga penafsiran:
1. yang pertama berarti taubat, dan yang kedua adalah fidyah
(penebusan), sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Anbari (salah satu
pakar bahasa).
2. “ ” berarti ibadah yang Sunnah, sementara “ ” berarti ibadah
yang wajib, penafsiran ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri.
3. “ ” adalah perolehan (iktisab) dan “ ” adalah fidyah
(penebusan).9
Dan makna penebusan dalam hadist di atas adalah dia tidak
menemukan sesuatu yang bisa menebus dirinya semua kesalahan yang dia
perbuat.

7- Ibid
8 - Tadzkirunnas, Habib Ahmad bin Hasan Al-Attos, hal 20.
9 -Kasyf Musykil Hadist Shohihain, Ibnul Jauzi, (1/195), Syarah Shohih Muslim, Imam An-
Nawawi (9/141)
~8~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh Yang Pertama

"Boleh menghibakan pahala membaca dan sedekah untuk mayit


Dan pahala membaca yang dihadiahkan serta amal baik sampai kepada si
mayit."

Ini termasuk permasalah-permasalahan furuiyah (cabang fiqih) yang


masih diperselisihkan (al-khilafiyah); maka tidak diperkenankan menebar
fitnah, perselisihan serta ingkar kepada yang berpendapat dan
pengamalnya, juga tidak diperkenankan kepada yang berbeda dengan
pendapatnya. Juga tidak boleh terjadi hal-hal yang tidak diperkenankan
antara kedua saudara sesama muslim. Walaupun, jika bagi yang tidak
memperbolehkannya memiliki argumen-argumennya, maka yang
memperbolehkannya juga memiliki argument-argumen yang lain.
IbnuTaimiyyahberkata:
“Sesungguhnya mayyit dapat mengambil manfaat dari bacaan al-Quran,
sebagaimana mayyit tersebut dapat mengambil manfaat dari ibadah-ibadah yang
bersifat materi berupa sedekah, atau lainnya”.10
Ibnul Qoyyim di dalam kitab Al-Ruh, berkata:
“Paling utamanya sesuatu (amal) yang dihadiahkan kepada mayyit adalah
sedekah, istighfar, doa dan haji untuknya. Adapun bacaan al-Quran dan
menghadiahkan untuknya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya sampai
kepadanya, sebagaimana pahala puasa dan haji sampai kepadanya”. 11
Di bagian lain dari kitab Ar-Ruh, beliau juga menuliskan:
“Dan yang lebih bagusnya adalah dengan berniat ketika mengerjakan bahwa
bacaan tersebut untuk si mayyit, dan tidak disyaratkan untuk mengucapkannya”. 12
Kutipan dari Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim disebutkan oleh
asy-Syeh al-„Allamah Hasanain Muhammad Makhluf, Mantan Mufti
Negara Mesir.
Kemudian beliau berkata:
“Para pengikut madzhab Abu Hanifah berpendapat bahwa setiap orang yang

10- Al-Fatawa Al-Kubro, Ibnu Taimiyyah (1/51)


11- Ar-Ruh, IbnulQoyyim, hal 142.
12- Ar-Ruh, IbnulQoyyim, hal 141.

~9~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

mendatangi ibadah –baik yang berupa sedekah, membaca al-Quran atau lainnya dari
amal-amal kebaikan, maka dia boleh untuk menjadikan pahalanya untuk orang lain,
dan pahalanya sampai kepadanya”.

Tambahan dari KH. Subki Masyhadi:


Imam Al-Muhib At-Tobari meriwayatkan bahwa pahala ibadah yang dilakukan
untuk mayyit, baik ibadah yang sunnah atau pun wajib, sampai kepadanya.

Faidah: Diantara sholat sunnah adalah sholat dua rokaat dengan


tujuan ketenangan (mayyit) di dalam kubur.
Diriwayatkan dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:
“Tidak ada yang mendatangi seorang mayyit yang lebih menakutkan
dari pada malam pertama, maka kasihanilah orang mati dengan bersedekah
untuknya, jika tidak menemukan sesuatu untuk disedekahkan, maka
hendaknya dia sholat dua rokaat dan membaca di setiap rokaatnya Fatihah
al-Quran sekali, ayat kursi sekali, (surat) al-hakumut-takatsur sekali, dan
(surat) qulhuwallah-huahad sepuluh kali.
Dan setelah salam berdoa:
Ya Allah, sesungguhnya aku melaksanakan sholat ini dengan suatu
tujuan, sementara engkau sudah mengetahuinya. Ya Allah, kirimlah
pahalanya ke kuburan si fulan bin fulan, maka Allah langsung mengirim
seribu malaikat. Dan setiap malaikat membawa cahaya dan hadiah yang
dapat menghibur si mayit, sampai hari ditiupnya terompet (HariKiamat)”.
Di dalam sebuah hadist:
“bahwa yang melakukan hal tersebut, akan mendapatkan pahala
yang sangat besar. Diantaranya: tidaklah dia keluar dari dunia (meninggal)
kecuali dia akan melihat tempatnya di surga”.
Berkata sebagian ulama:
“beruntunglah bagi seorang hamba yang rajin melaksanakan sholat
ini setiap malamnya dan yang menghadiahkan pahalanya kepada setiap
mayyit yang muslim.” Dan hanyalah kepada Allah taufiqi tu.13
Kemudianasy-Syeh (SyehHasanain Muhammad Makhluf) berkata:
Di dalam kitab Fathul Qodir:
Diriwayatkan dari sayyidina Ali Karromallahu wajhahu, dari Nabi
Saw bahwa beliau bersabda: "Barang siapa yang melewati kuburan-kuburan, dan

13- Nihayatuz Zen, Syeh Nawawi Al-Banteni, hal 107.


~ 10 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

membaca (surat) Qul Huwallahu Ahad sebelah kali, kemudian menghadiahkan


pahalanya untuk orang-orang mati, maka dia diberi pahala sebanyak jumlah mayyit
yang dia beri hadiah."
Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik Ra. Bahwa Rasulullah saw.
Ditanya. Sang penanya berkata: Wahai Rasulullah saw, kita bersedekah
untuk mayit, berhaji, dan berdoa untuk mayit kita. Apakah pahalanya
sampai kepada mereka?. Rasulullah saw menjawab:

“iya, sungguh sampai kepada mereka, dan alangkah gembiranya mereka,


sebagaimana gembirannya salah satu dari kalian jika mendapatkan hadiah satu
nampan makanan”.

Tambahan KH. Ahmad Subki:


Dan di dalam kitabWashiyyatulMushtofha:
“Wahai Ali, bersedekahlah untuk mayit-mayitmu; karena
sesungguhnya Allah swt telah mewakilkan para malaikatnya untuk
membawa sedekah-sedekahnya orang hidup kepada mereka; kamudian
mereka merasa lebih senang -karena hadiah itu-melebihi senangnya
mereka sewaktu di dunia. Dan mereka berkata: Ya Allah, ampunilah orang-
orang yang menyinari kuburan-kuburan kita, dan berilah mereka berita
gembira sebagaimana engkau memberikannya kepada kami”.14

Kemudian asy-syeh (Syeh Hasanain Muhammad Makhluf) berkata:


Menurut madzhab Syafi'i, pahala sedekah sampai kepada mayyit
menurut kesepakatan.
Adapun bacaan, maka pendapat yang dipiih –sebagaimana di dalam
Syarah Minhaj- pahalanya sampai kepada mayyit. Dan sudah semestinya
untuk dipastikan (kebenaran pendapat tersebut); karena itu adalah doa.
Dan menurut madzhab maliki, tiada perbedaan pendapat mengenai
sampainya pahala sedekah kepada mayyit, akan tetapi bacaan Al-Qur'an
(kepada mayyit) diperselisihkan kebolehannya. Menurut ushul madzhab
maliki, makruh hukumnya. Sementara dari kalangan muta'akhirun mereka
memperbolehkannya, dan ini yang diamalkan, maka pahala bacaan pun
sampau kepada mayit. Dan Imam Ibnu Farhun mengutip kuatnya

14 - Washiyyatul Mushtofa, Abu Bakar Attos Al-Habsyi, hal


~ 11 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

pendapat ini.

Di dalam kitab Al-Majmu' karya al-Imam al-Nawawi, beliau


mengungkapkan:
"Al-Qodhi Abu Thoyyib ditanya tentang mengkatamkan Al-Qur'an di kuburan ?
beliau menjawab: pahalanya adalah untuk pembaca, sementara mayyit adalah seperti
hadirin yang diharapkan rahmat dan keberkahannya. Disunnahkannya membaca al-
qur'an di kuburan lantaran alasan seperti ini. Begitu pula dengan doa yang dibaca
setelah pembacaan al-quran itu lebih mendekati ijabah, dan doa dapat memberi
kemanfaatan kepada mayit"15.

Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar juga mengutip


pendapat segolongan dari pengikut madzhab syafi'i, bahwa pahala bacaan
Al-Qur'an sampai kepada mayyit, sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal
juga berpendapat demikian dan segolongan para ulama16 selesailah
pengutipan dari syeh mufti tersebut (Syeh Hasanain Muhammad
Makhluf).

Di dalam kitab Al-Mizan Al-Kubro karya Imam Asy-Sya'roni:


"Perselisihan pendapat mengenai sampainya pahala bacaan Al-Quran untuk
mayyit atau tidak sampainya pahala tersebut adalah perselisihan yang yang sudah
terkenal, dan keduanya memiliki argumen masing-masing. Menurut pandangan
Madzhab Ahlus Sunnah, bahwa boleh bagi seseorang untuk menjadikan pahala amalnya
untuk orang lain, dan ini merupakan pandangan Imam Ahmad bin Hanbal".17

Tambahan dari KH. Ahmad Subki:


Berkata Imam Muhammad bin Ahmad al-Marwazi: saya mendengar
imam Ahmad bin Hambal mengatakan: "Jika kalian masuk kuburan, maka
bacalah Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah), Surat Al-Ikhlas dan Al-Mu'awwidzatain
(surat Al-Falaq dan An-Nass). Jadikanlah pahalanya untuk penduduk kubur, karena itu
sampai pada mereka, maka lebih bagus adalah pembaca setelah menyelesaikan
bacaannya hendaknya berkata: Ya Allah sampaikanlah pahala yang saya baca kepada

15- Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Al-Imam An-Nawawi (5/235)


16- Al-Adzkar, Imam Nawawi, hal 293.
17 - Al-Mizan Al-Kubro, Abdul Wahhab Asy-Sya'roni (1/228)

~ 12 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

si fulan."

Di dalam ki Majmu' Tsalats Rosail (Himpunan Tiga Risalah) karya


Al-'Allamah Muhammad Al-Aroby:
"Pembacaan Al-Quran (yang dihadiahkan) kepada orang-orang yang telah
meninggal adalah boleh, pahalanya sampai kepada mereka menurut mayoritas para
pakar fiqih islam Ahlus Sunnah, walaupun membacanya dengan memberi upah, menurut
pendapat yang kuat".18
Diriwayatkan dari Abu Hurairoh beliau berkata: Rasulullah saw
bersabda:
:

"Barang siapa yang memasuki kuburan, kemudian membaca Al-Fatehah, Qul


Huwallahu Ahad, dan Al-Hakumut Takatsur, dan mengatakan setelahnya: sesunggunya
aku menjadikan pahala firmanmu yang telah aku baca untuk penduduk kubur dari
kalangan mukminin dan mukminat, maka mereka akan memberikan syafaat kepadanya
sampai hari kiamat". Selesai kutipan dari Syarhush Shudur.19
Allahu A'lam.

Keterangan:
1) Biografi Ibnu Taimiyyah.
Beliau adalah Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Syihabuddin Abdul
halim bin Abil Qosim bin Taimiyyah al-Harroni. Lahir pada 10 Robi'ul
Awwal tahun 661 H/1263 M. Beliau seorang tokoh besar dari madzhab
Ahmad bin Hanbal dan banyak menyelami ilmu filsafat, ahli dalam bidang
tafsir, fiqih dan ushul fiqh. Ibnu Hajar al-Asqollani menceritakan: "beliau
banyak berdebat dengan ulama, memiliki kemampuan beristidlal
(menggali hukum), pakar dalam berbagai bidang ilmu dan tafsir." Memang
dalam berbagai kajian beliau dipandang sesat dan berbahaya. Terutama
dalam kajian akidahm, banyak ulama yang mengomentari bahwa faham-
faham yang beliau bawa adalah faham-faham yang sesat. Tapi, jika kita

18- Is'aful Muslimin Wal Muslimat, Syeh Muhammad Al-Arobi, hal 1.


19- Syarhus Sudhur, Imam As-Suyuthi, hal 312. Imam suyuthi menyebutkan bahwa hadist
ini diriwayatkan oleh Abul Qosim Al-Zanjani Di Al-Fawaid.
~ 13 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

telusuri karya-karyanya, terutama al-fatawa al-kubro, maka kita akan kita


temukan beberapa pandangan-pandangan yang tidak bertolak belakang
dengan faham ahlussunnah wal Jamaah. Dan pandangannya banyak
dikutip di dalam kitab Hujjah ahlussunnah ini dan juga Sayyid Muhammad
Alwi Al-Maliki juga sangat sering mengutip faham-faham beliau yang
seirama dengan faham Ahlussunnah wal Jama'ah. Beliau memiliki banyak
karya. Diantaranya adalah: al-Fatawa al-Kubro, As-Siyasah Al-Syar'iyyah,
Al-Muswaddah (dalam bidang ushul fiqh), dll.20 Ibnu Taimiyyah wafat
pada tahun 728 H/1328.

2) Biografi Ibnul Qoyyim.


Syamsuddin Ibnul Qoyyim, Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub.
Lahir pada tahun 691 H/1292 M. Beliau adalah pengikut setia Ibnu
Taimiyyah, yang selalu menemani gurunya di segala keadaan, bahkan
ketika dipenjara ia pun ikut dipenjara. Kemampuannya dalam ilmu hadist
sangat tinggi, banyak karyanya tentang ilmu hadist dan fiqih itu menjadi
saksi akan kepakaran beliau. Seperti: Al-Manarul Munif, I'lamul
Muwaqqi'in, Zadul Ma'ad, Al-Wabilus Shoyyib, Al-Furusiyyah, Al-
Fawaid, Ath-Thibbun Nabawi, dll. Beliau wafat pada tahun 751 H/1350 H.
Pandangan beliau tak jauh berbeda dengan pandangan gurunya. Bahkan
beliau berusaha untuk membela dan melestarikan pandangan-pandangan
gurunya. Tapi, kita harus obyektif dalam menilai. Seperti yang diuraikan
sebelumnya. Ambil yang baik, dan buang jauh-jauh yang buruk.

3) Pendapat empat madzhab tentang bacaan al-Qur'an untuk


mayyit.
KH. Ali Ma'shum di dalam kitab ini sedikit mengutip tentang
beberapa pendapat ulama dari berbagai madzhab fiqh, dari madzhab syafii,
hanafi, hanbali dan maliki. Dan di dalam lembaran-lembaran ini, saya akan
ta,bahkan kutipan-kutipan dari berbagai madzhab, guna melengkapi apa
yang sudah disebutkan oleh beliau sebelumnya.

Madzhab Syafii:
a.Imam Abul Qosim ar-Rofi'i di dalam Al-Syarhul Kabir [vol 5/ hal

20 - Al'a'lam, Zirikli, 1/144


~ 14 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

249]21, dan ungkapannya sama seperti ungkapan al-Imam An-Nawawi di


dalam kitabnya al-Majmu', sebagaimana dikutip oleh KH. Ali Ma'shum
sebelumnya. Dan boleh jadi, ungkapan Ar-Rofii ini oleh An-Nawawi beliau
kutip di dalam kitab Al-Majmu', tanpa menyebutkan bahwa kutipan ini
berasal dari Ar-Rofii.
Beliau mengungkapkan dalam kitab yang sama, bahwa di dalam
permasalahan ini ada dua pendapat:
(Pertama) setelah membaca Al-Alquran diselingi dengan doa kepada
mayit; karena doa sampai kepada mayyit, apalagi doa yang dilantunkan
setelah membaca lebih mendekati pengkabulan dan lebih banyak
berkahnya.
(Kedua) Syeh Abdullah As-Salusi menyebutkan jika pembaca
berniat bahwa pahala bacaan tersebut adalah untuk mayyit, maka tidak
sampai kepada mayyit. Tetapi, jika dia membaca al-quran dan menjadikan
pahala yang didapat adalah untuk mayyit, maka sebenarnya itu adalah doa
agar pahala sampai dan si mayit akan mendapatkan manfaatnya.22
Dari dua pendapat ini, bisa disimpulkan bahwa doa memiliki
peranan penting tentang sampainya pahala bacaan kepada si mayyit. Baik
kita mengambil pendapat yang sampai atau tidak, lebih baiknya adalah
dengan keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) para ulama. Mereka telah
mencetuskan suatu kaidah yang sudah seharusnya di amalkan. Yaitu
kaidah "al-khuruj minal khilaf sunnah" keluar dari perbedaan pendapat ulama
adalah sunnah. Dalam arti kita bersikap tengah-tengah terhadap
perbedaan pendapat yang ada dengan tidak meninggalkan dua pendapat
tersebut, khususnya dalam masalah ini. Yaitu dengan mengambil sikap
dengan berdoa setelah membaca al-qura'n agar Allah menyampaikan
pahalanya sampai kepada si mayyit. Dan inilah yang menjadi tradisi NU
ketika membaca al-quran yang dihadiahkan kepada Mayyit.
b. di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir, salah satu literatur madzhhab
syafii yang ditulis jauh sebelum imam Nawawi, karya al-Mawardi. Beliau
mencatat:
"sebagian pakar fiqh memandang bahwa terkadang mayyit mendapatkan pahala
yang dilakukan oleh orang lain... karena di dalam ayat:
..

21 - Asy-Syarhul Kabir, Ar-rofii,vol V, hal 249.


22- Ibid, vol XII, hal 217.
~ 15 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bersholawat kepada nabi..


Allah di dalam ayat tersebut telah memerintahkan untuk sholawat kepada
nabinya, dan tidak boleh memerintahkan berdoa yang tidak diterima olehnya.
Juga di dalam ayat:
﴾ ﴿
"wahai tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang
mendahului kami dalam keimanan" jika doa ini tidak memiliki pengaruh,
maka allah tidak akan memperbolehkan doa seperti ini."23
Al-mawardi juga menyebutkan beberapa ayat dan hadist yang
berkaitan tentang masalah ini, dan dapat ditelaah di dalam kitab tersebut.
Dan hadist-hadist terkait masalah ini, akan saya kumpulkan setelah
pengutipan pendapat-pendapat para ulama dari empat madzhab.

c. Imam al-'Amroni di dalam Al-Bayan, ketika beliau mengomentari


hadist "Semua amal mayit menjadi terputus kecuali tiga hal..." beliau menjelaskan:
"Adapun selain tiga hal tersebut dari ibadah-ibada yang bisa mendekatkan diri
kepada Allah seperti solat, bacaan dan dzikir, maka mayit tidak mendapatkan
pahalanya dengan pekerjaan orang lain untuknya. Berkata para ulama kita: kecuali jika
al-quran dibaca disamping makam atau mayyit; maka pahala bacaannya adalah untuk
pembaca, tetapi rahmat Allah turun dimanapun al-quran di baca, maka diharapkan
rahmat itu menyebar kepada sang mayyit; karena dia seakan-akan duduk diantara
mereka (para pembaca). Dan ini adalah madzhab kita".24

d.Imam As-Suyuthi, di dalam kitab Syarhush Shudur, beliau


mengungkapkan:
"Berkata Imam Za'faroni –salah satu murid Imam Syafi'i ketika di Iraq-: aku
bertanya kepada Imam Asy-Syafii tentang membaca Al-Qur'an di samping makam.
Beliau menjawab: Boleh"25

Dan masih banyak ulama-ulama pengikut madzhab lain yang


sependapat dengan yang dipaparkan disini.

23- Al-Hawi Al-Kabir, Al-Mawardi, vol III, hal 298.


24-al-bayan,al-amroni, vol VIII, hal 317.
25 - Syarhush Sudhur, Al-Suyuthi, hal 113.

~ 16 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Madzhab Malik:
Al-imam Al-Qorofi –beliau termasuk seniornya ulama madzhab
Malik- di dalam Syarah Muslim, ketika beliau mengimentari hadist al-
jaridatain, beliau menyatakan:
"Para ulama mengambil kesimpulan dari hadist ini akan sunnahnya membaca
Al-Qur'an kepada mayyit; karena ketika mayyit mendapatkan keringanan dengan sebab
tasbihnya pelepah kurma –sementara pelepah kurma adalah benda mati-, maka
pembacaan Al-Qur'an adalahlebih berguna (karena yang membaca adalah
makhluk hidup)"26.
Juga dengan salah satu tokoh madzhab ini, yaitu al-qorofi. Beliau
mengungkapkan:
"Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bahwa pahala bacaan al-Qur'an
bisa didapatkan oleh mayyit, jika dibaca di samping kuburan maka mayyit
mendapatkan pahala mendengarkan al-Qur'an. Dan pendapat yang paling kuat adalah
dengan mengatakan: sesuatu yang tidak ada perselisihan pendapat adalah mereka
semua mendapatkan keberkahan Al-Qur'an bukan pahalanya. Sebagaiman mereka
mendapatkan keberkahan seorang yang sholeh yang dikuburkan diantara mereka. Dan
yang seharusnya diperhatikan adalah pahala membaca al-quran sampai kepada
mereka"27.

Madzhab Ahmad bin Hanbal:


Yang paling mengingkari masalah ini adalah mereka-mereka yang
mengaku sebagai pengikut dari imam Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi,
imam mereka sendiri dan juga pengikut-pengikutnya justru berpandangan
sebaliknya. Yaitu dengan sampainya pahala bacaan al-quran kepada
mayyit.
Diantara ulama madzhab Hanbali adala muwaffaquddin Ibnu
Qudamah beliau mengungkapkan:
"hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah apapun itu, jika
dilakukan dan menjadikan pahalanya kepada mayyit, maka hal itu bisa
memberi menfaat kepada mayyit. Adapun doa istighfar dan sedekan saya
tidak tmengetahui adanya perbedaan pendapat."
Kemudian beliau menyebutkan beberapa hadist pendukung, dan
mengomentarinya dengan:

26- Qodhi Iyadh, Syarh Muslim, hal... vol...


27- al-qorofi, al-furuq, hal 192, vol 3.
~ 17 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"ini adalah hadist-hadist shohih yang menunjukkan bahwa mayyit dapan


mendapatkan kemanfaatan dari segala macam pendekatan diri kepada Allah; karena
puasa, haji, doa dan istighfar adalah ibadah badan, sementara Allah telah
menyampaikan pahalanya kepada mayyit. Maka dengan ibadah-ibadah lainnya pun
tidak berbeda jauh."28.
Begitu juga dengan ulama senior dalam madzhab hambali juga
mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda dengan Ibnu Qudamah,
beliau memaparkan di dalam kitabnya Al-Mubdi':
"Dan ibadah apapun yang dilakukan berupa doa, istighfar, sholat, puasa, haji
dan pembacaan al-quran, serta menjadikan pahalanya kepada mayyit yang muslim,
maka hal itu bisa bermanfaat untuk mayyit.29"

Dan yang terakhir adalah Madzhab Abu Hanifah.


Ulama madzhab ini juga tidak berbeda dengan pendapat serta
pandangan-pandangan dari ulama lainnya. Mungkin saya hanya akan
mengutip dari beberapa tokih saja. Yaitu:
Imam Al-Arghinani, beliau berkata:
"hukum asal bagi seorang manusia adalah boleh menjadikan pahala
amalnya untuk orang lain. Baik yang berupa sholat, puasa, sedekah, atau
yang lainnya menurut pandangan ahlus sunnah wal jama'ah."
Kemudian berliau menyebutkan hadist-hadist yang berhubungan
dengan masalah ini. Yang sudah dikumpulkan dalam pembahasan
sebelumnya.
Kemudian dilanjutkan oleh Kamaluddin Ibnul Humam (beliau
adalah maha guru dari Syaikhul Islam Zakaria al-Anshori) yang
mengomentari dan memberikan catatan kaki atas pernyataan diatas.
"Pengikut faham muktazilah menyatakan tidak sampainya segala
macam pahala yang dihadiahkan kepada orang lain. Tapi hal ini bisa
dijawab: dengan banyak hadist-hadist yang menunjukkan sampainya
pahala kepada mayyit. Dan dengan hadist-hadist ini dan atsar-astar ini
menyimpulkan bahwa seseorang yang menjadikan amal baiknya untuk
orang lain, hal itu busa bermanfaat bagi mayyit, dan hal ini termasuk dalam
kategori mutawatir.30 "

28- Ibnu Qudamah, al-mughni, hal 425, vol 2.


29- Ibnu Muflih, al-mubdi', hal 45, vol 2.
30- kamaluddin Ibnul Humam, Fathul Qodir, hal 82, vol 2.

~ 18 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

4) Hadist-hadist pendukung yang diriwayatkan dari Nabi


Muhammad saw tentang sampainya pahala bacaan Al-Qur'an kepada
mayyit.
Diantaranya hadist:
‫اقرءوا يس عىل موتاكم‬

"Bacalah surat Yasin atas mayit-mayit kalian" [HR. Ahmad, Abi Daud,
Nasa'i dan Ibnu Hibban]
Imam Nawawi mengomentari hadits ini:
"Ulama dari kalangan pakar hadist, fiqih dan lainnya mengatakan: boleh dan
disunnahkan mengamalkan di dalam keutamaan (sebuah amalan), motifasi, dan
ancaman dengan menggunakan hadist yang lemah, selagi tidak palsu"31
Oleh karenanya, boleh bagi kita untuk berargumen dengan hadist di
atas; karena ini masih dalam ranah keutamaan sebuah amalan (fadho'ilul
a'mal). Dan banyak kita temui para ulama yang mengamalkan hadist-hadist
yang lemah. Bahkan, Imam At-Tirmidzi secara khusus menyebutkan dan
mengulang-ulangi hadist yang divonisnya lemah, dan ia komentari dengan:
"Dan suatu kaum dari ulama mengamalkan hadist yang lemah ini"32
Di dalam hadist yang lain, Rasulullah bersabda:
‫ واقرأوها عىل موتاكم‬،‫يس قلب الؼرآن ٓ يؼرأها رجل يريد اهلل والدار أخرة ّإٓ غػر له‬

"Surat yasin adalah inti Al-Quran, tidaklah seorang laki-laki membacanya


dengan mengharapkan Allah dan persinggahan terakhir kecuali ia diampuni, dan
bacakanlah surat Yasin kepada mayit-mayit kalian" [HR. Ibnu Hibban]
Memang tidak banyak hadist yang menuturkan bahwa Rasulullah
saw sering melakukan bacaan Al-Quran kepada mayyit, tapi para sahabat
sudah mengamalkannya. Diantaranya adalah Abu Darda' yang mengatakan:
ّ ‫عز‬
‫وجل علوه‬ ّ ٓ‫رأ عنده يس ّإ‬
ّ ‫هون اهلل‬ ‫ما من موت ق‬

"Tidaklah seorang yang yang dibacakan surat Yasin di sisinya kecuali Allah
ringankan atasnya" [HR. Ad-Dailami]
Dan ini menunjukkan –paling tidak- pembacaan al-Quran yang
dihadiahkan kepada mayyit adalah hal yang lumrah terjadi di kalangan
sahabat dan generasi selanjutnya. Itu berarti hal ini tidaklah masuk dalam

31 - al-Adzkar, Imam Nawawi, hal....


32 - Tahqiqul Amal, Sayyid Muhammad Al-Maliki, hal 21.
~ 19 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

kategori hal yang mungkar. Sehingga tidak boleh diingkari.


***

~ 20 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh yang kedua:


Apakah di dalam Sholat jumat
terdapat Sholat Sunnah Qobliyyah atau Tidak ?

ini juga merupakan permasalahan-permasalahan cabang-cabang


yang berdasarkan atas ijtihad yang tidak boleh saling mengingkari satu
sama lain.
Ulama Madzhab Syafii menyatakan: iya, Sholat Jumat memiliki
sholat Sunnah Qobliyyah seperti Sholat Dhuhur; karena ada keterangannya
di dalam sebuah hadist.
Tambahan keterangan dari KH. Ahmad Subki:
Yaitu sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
»‫«إرا صىل أحذهم اًظمعح فٌٌصٍ ةعذها كتٌها أسةها وةعذها أسةعا‬
"Jika salah satu dari kalian melaksanakan sholat Jum'at maka sholatlah
sebelumnya empat rokaat, dan setelahnya empat rokaat" [HR. Muslim]33
Dan hadist At-Tirmidzi:
‫أ ّن اةن مععىد هان ًصًل كتٍ اًظمعح أسةعا وةعذها أسةعا‬
"Sesungguhnya Ibnu Masud sholat sebelum Jumat empat rokaat dan
setelah Jumat empat rokaat" [HR. At-Tirmidzi]
Secara Dhohir Ibnu Masud melakukan itu karena ada ajaran dari
Nabi Muhammad saw. Bajuri.34
Berkata Kyai Ali Maksum:
Syeh Al-Kurdi berkata (di dalam Hasyiyah atas) Bafadhol di dalam
bab Sholat Jum'at: "dan argumentasi yang paling kuat dalam
disyariatkannya dua rokaat sebelum Jumat adalah hadist yang divonis
shohih oleh Ibnu Hibban dari Hadist Abdullah bin Zubair dalam keadaan
marfu':
‫إّل وةني ًذًها سهعذان‬
ّ ‫ما من صالج‬
"tidaklah satu sholatpun kecuali sebelumnya (disunnahkan) dua
rokaat". Dikatakan di dalam Fathul Bari.35

33 - Begitulah redaksi yang ditulis oleh KH. Ahmad Subki, tapi penerjemah tidak
menemukan tambahan "sebelum jumat empat rokaat" di dalam shohih Muslim.
34 - Hasyiyah Al-Baijuri ala Ibni Qosim, (1/487)
35 - Al-Hawasyi Al-Madaniyyah, Muhammad Sulaiman Al-Kurdi, hal 276.

~ 21 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Tambahan dari KH. Subki:


Dan di dalam Fathul Wahhab [juz 1, hal 56]: "Hadist Bukhori dan
Muslim:
‫بين كل أذانين صالة‬
"Di antara dua adzan (disunnahkan) sholat Sunnah" [HR. Bukhori
dan Muslim]36
Berkata KH. Ali Mashum:
Dan al-Kurdi berkata lagi: dan aku lihat kutipan dari Syarah al-
Misykah karya Mulla al-Qori bunyi teksnya: "Dan telah datang dengan sanad
yang bagus sebagaimana perkataan al-Iroqi: bahwa Rasulullah saw sholat sebelum
Jumat dua rokaat." Selesai kutipan dari AL-Kurdi.
Dan di dalam Sunan Tirmidzi (tahqiq) Ahmad Muhammad Syakir di
bab yang menjelaskan hal yang dibaca pada sholat subuh hari Jumat:
"Ibnu Umar telah memanjangkan sholat sebelum jum'at, dan setelah Jumat ia
sholat dua rokaat di rumahnya. Ia menceritakan bahwa Rasulullah saw juga
mengerjakannya".
[Beberapa hadist tersebut di atas memberikan satu pemahaman
bahwa pada dasarnya amalan sunnah qobliyyah Jum'ah yang sering
diperbincangkan ramai adalah mempunyai sumber-sumber dasar yang
patut untuk dijadikan sebagai pegangan. Meskipun nilai sumber tersebut
tidak mencapai tingkat yang mutawatir; karena persoalannya berkisar
pada sesuatu yang tidak prinsipil menurut pandangan agama. Hadist-
hadist di atas secara tegas menggambarkan, bahwa Rasulullah dan para
sahabatnya telah mengerjakan sholat sunnah Qobliyyah Jumah. Hal ini
sesuai dengan penegasan sahabat Ibnu Umar sebagaimana yang dikatakan
di dalam hadist tersebut. Kenyataan-kenyataan inilah yang seyogyanya
tidak perlu lagi untuk diingkar. Apalagi kalau dilihat masih banyak sekali
keterangan-keterangan yang menguatkan persoalan dalam contoh kedua
ini.]37
Berkata di dalam kitab Aunul Ma'bud:
"Imam Nawawi berkata di dalam kitab al-Khulashoh: hadist itu
shohih menurut ketentuan yang dipakai oleh Imam Bukhori. Dan Imam
AL-Iroqi di dalam Syarah At-Tirmidzi menambahkan: sanadnya Shohih,

36 - Fathul Wahhab, Zakaria Al-Anshori, 1/56.


37 - Tambahan penjelasan ini hanya terdapat di dalam terjemah hujjah Ahlussunnah yang
diterjemahkan oleh KH. Ahmad Subki, dan di dalam redaksi arabnya tidak ada.
~ 22 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

tidak ada masalah. Dan juga Imam Ibnu Hibban meriwayatkannya di


dalam Shohihnya" selesai kutipan dari Aunul Ma'bud.
Keterangan ini dikutip dari Ahkamul Fuqoha dalam ketetapan-
ketetapan NU.
***

Penjelasan:

Pertama: Bagaimana penjelasan hadist riwayat Imam Muslim di


dalam Shohihnya yang dikutip di atas?
Seperti yang penulis komentari sebelumnya bahwa tambahan
redakasi dengan penambahan: "qoblaha arba'an wa ba'daha arba'an" tidak ada
dalam redaksi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Sehingga,
berargumen dengan hadist riwayat ini tidak pada tempatnya; karena tidak
sesuai dengan redaksi asli yang menunjukkan pada pokok permasalahan.
Bahkan, Imam Nawawi di dalam Syarahnya, sama sekali tidak
menyebutkan kesunnahan sholat dua rokaat sebelum Jumat. Yang ada
hanyalah keterangan tentang kesunahan sholat dua rokaat minimal dan
maksimal empat rokaat setelah melaksanakan Sholat Jumat.38
Pada dasarnya Imam Bukhori telah menuliskan sub bab di dalam
Shohihnya dengan judul: "Sholat Setelah sholat Jumat Dan Sebelumnya",
sebagaimana yang ditulis oleh Imam Abdurrozzaq As-Shon'ani begitu juga
dengan Imam Tirmidzi. Hanya saja, beliau berdua hanya menyebutkan
atsar mauquf39 dan tidak menyebutkan hadist yang marfu'40 kepada Nabi
Muhammad saw. Sementara Imam Bukhori sengaja tidak menyebutkan
hadistnya; karena hadist yang marfu' tidak memenuhi kriteria persyaratan
hadist shohih menurutnya; karena ada hadist yang marfu' dalam bahasan
ini akan tetapi di dalam sanadnya ada praduga kesalahan, atau karena yang
ada dalam permasalahan ini hanyalah mauquf.
Terdapat beberapa atsar penguat yang diriwayatkan oleh Imam
Thohawi bahwa Ibnu Umar melakukan sholat sebelum Jumat sebanyak

38- Syarah Muslim, Imam Nawawi, 6/169.


39 - Mauquf adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat nabi, bukan yang
disandarkan kepada nabi.
40 - marfu' adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw baik ucapan,

perbuatan atau pengakuan. Dikatakan sebagai: marfu (yang diangkat); karena dengan
dinisbatkan kepada nabi maka statusnya terangkat dan tinggi jika dibandingkan dengan
perkataan orang lain.
~ 23 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

empat rokaat, yang tidak dipisah dengan salam. Juga dengan Ibnu Abi
Khoitsamah di dalam Tarikhnya: dari An-Nakho'i (salah seorang tabi'in) ia
berkata: "Apa yang aku katakan: mereka (para sahabat) mensunnahkan artinya
adalah hal yang menjadi konsensus".41 Sehingga, bisa disimpulkan bahwa ini
adalah konsensus (Ijma) para sahabat.

Kedua: Siapa sajakan ulama yang menyatakan kesunahan sholat


Qobliyah Jumat?
Kesunnahan sholat Qobliyah Jumat merupakan pendapat sahabat
Ibnu Mas'ud, Ibnul Mubarok, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq
bin Rohawaih, An-Nakho'i, Abu Bakar Al-Atsrom (murid dari Imam
Ahmad bin Hanbal), dan Hubaib bin Abi Tsabit dan Ibnu Abbas42

41 - Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori, Ibnu Rojab, 8/328-330.


42 - Kasyful Musykil min Ahadist Ash-Shohihain, Ibnul Jauzi, 2/482. Dan Fathul Bari Syarah
Shohih Bukhori, Ibnu Rojab, 8/328-330.
~ 24 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh ketiga:
Tentang Menalqin Mayyit

Ibnu Taimiyah berkata di dalam fatwanya (juz pertama):


"talqin yang telah disebutkan sebelumnya (yaitu talqin setelah
menguburkan mayit) telah ditetapkan oleh golongan sahabat bahwa
mereka memerintahkannya. Seperti Abu Umamah Al-Bahili, dan yang lain.
Ada sebuah hadist dari Nabi saw yang diriwayatkan dalam hal ini, tetapi ia
termasuk hadist yang tidak memiliki status shohih. Dan tidak banyak
sahabat yang melakukan. Sehingga, Imam Ahmad dan ulama lainnya
berkomentar: talqin ini boleh-boleh saja. Mereka memberikan keringanan
dalam talqin, tapi tidak memerintahkannya. Dan ada juga golongan yang
mensunnahkan talqin dari pengikut Imam Syafii dan Ahmad. Dan
golongan yang lain dari pengikut Imam Malik menyatakan kemakruhan
talqin"43
Adapun hadist yang dikatakan bahwa ia tidak termasuk dalam
katogeri shohih, maka inilah lafalnya.
ُ ‫ أَ َم َشنَا َس ُظ‬،‫نصنَ َع ِبِ َ ْىد َانَا‬
‫ىي‬ ْ ‫هللا َعٌٌَْ ِه َو َظٌى َم أَ ْن‬
ُ ‫ص ىىل‬ ِ ‫ىي‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫َاصنَ ُعىا ِِب ه ٌََل أَ َم َشنَا َس ُظ‬ ُّ ‫إِرَا أَنَا ُم‬
ْ ‫ ف‬،‫ر‬
َ َ‫ فٌَْ ٌَ ُل ْم أ‬،‫َْب ِه‬
‫ح ُذهُ ْم َع َىل‬ ِ ْ ‫اب َع َىل ك‬َ ُّ ِ‫ ف ََع ىىًْذُم‬،‫خ َىانِ ُو ْم‬
َ ‫اًُّت‬ َ َ‫ " إِرَا َماخَ أ‬:‫َاي‬
ْ ِ‫ح ٌذ ِم ْن إ‬ َ ‫هللا َعٌَ ٌْ ِه َو َظٌى َم فَل‬
ُ ‫ص ىىل‬ ِ
َ ‫هللا‬
‫ فَ ِئنى ُه ًَ ْعذَىِي‬،َ‫ ًَا ف َُال َن ةْ َن ف َُالنَح‬:‫ُىي‬ ُ ‫ فَ ِئنى ُه ًَ ْع َم ُع ُه َوّلَ ًُظ‬،َ‫ ًَا ف َُال َن ةْ َن ف َُالنَح‬:ٍُْ ‫ س ُ ىم ًِ ٌَل‬،‫َْب ِه‬
ُ ‫ س ُ ىم ًَل‬،‫ٌِث‬ ِ ْ‫َسأ‬
ِْ ‫طك‬

ُ ‫ أَ ْس ِ ْذنَا َس ِح َم َى‬:‫ُىي‬
‫ ا ْرهُ ْش َما‬:ٍُْ ‫ فٌٌََْل‬.‫ َوًَ ِو ْن ّلَ د َ ْ ُع ُشو َن‬،‫هللا‬ ُ ‫ س ُ ىم ًَل‬،‫كَا ِع ًدذا‬
ُ ‫ فَ ِئنى ُه ًَل‬،َ‫ ًَا ف َُال َن ةْ َن ف َُالنَح‬:‫ُىي‬
ِ ‫ٌر ةِا‬
،‫هلل َسةًّا‬ َ ‫ض‬ِ ‫ َوأَن َىى َس‬،ُ‫ح ىم ًدذا َعتْ ُذ ُه َو َس ُظىًُه‬
َ ‫ َوأَ ىن ُم‬،‫هللا‬
ُ ‫ر َعٌٌَْ ِه ِم َن اً ُّذنٌَْا َ َها َد َج أَ ْن ّلَ إًَِ َه إِّلى‬
َ ‫ط‬
ْ ‫خ َش‬
َ
ِ ‫ص‬
ُ ‫اح ِت ِه َوًَل‬
:‫ُىي‬ َ ‫اح ٌذ ِم ْن ُه ٌْل ِة ٌَ ِذ‬ ُ ْ ًَ ‫ فَ ِئ ىن ُم ْن َو ًدشا َونَ ِو ًدا‬،‫ َوةِاًْ ُل ْش نِ إِ َما ًدما‬،‫ح ىم ٍدذ نَ ِت ًٌّا‬
ِ ‫خ ُز َو‬ َ ُ ِ‫ َوِب‬،‫َوةِااْ ِ ْظ َالَِ ِدً ًدنا‬
ِ ‫ىي‬
‫ فَ ِئ ْن ًَ ْم‬،‫هللا‬ َ ‫ ًَا َس ُظ‬:ٌٍ ‫ط‬ َ ‫ فَل‬." ‫ظ ُه ُدونَ ُه ٌَل‬
ُ ‫َاي َس‬ َ ٌِ‫حظ‬ ُ ‫ فَ ٌَوُى ُن‬،ُ‫ظذَه‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫انْطٌَِ ْم ِةنَا َما نَ ْل ُع ُذ ِعنْ َذ َم ْن كَ ْذ ًُل َِّن‬
‫ح ى‬
»‫ح ىىا َا‬
َ ‫ ًَا ف َُال َن ةْ َن‬،‫ح ىىا َا‬ َ ‫ًَ ْع ِش ْ أُ ىم ُه ك‬
َ َ ِ‫ «فٌََنْ ُعتُ ُه إ‬:‫َاي‬
"jika aku meninggal maka lakukanlah terhadapku sebagaimana yang
Rasulullah perintahkan tentang apa yang kami lakukan terhadap orang-
orang yang telah mati. Rasulullah saw memerintahkan kita, kemudian ia
bersabda: jika salah satu dari kalian meninggal dunia, dan telah kalian
ratakan kuburannya dengan tanah, maka berdirilah salah satu dari kalian
di bagian kepada makam, dan ucapkanlah: wahai fulan bin fulan; maka

43 - Al-Fatawa Al-Kubro, Ibnu Taimiyah, 3/24. Dan Majmu' al-Fatawa, 24/296.


~ 25 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

sesungguhnya ia mendengar dan tidak menjawab. Kemudian ia berkata:


wahai fulan bin fulanah (ibunya)"; maka sesungguhnya ia telah berdiri
tegap. Kemudian ia katakan: wahai fulan bin fulanah; maka sesungguhnya
ia mengatakan: berilah kami petunjuk, semoga Allah memberimu rahmat.
Tapi kalian tidak merasakannya. Kemudian katakanlah: ingatlah akan
keadaan yang kau keluar dari dunia yaitu kesaksian bahwa bahwa tiada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah
hamba dan Rasul-Nya, engkau merelai Allah sebagai tuhan, Islam sebagai
agama, nabi Muhammad sebagai Nabi, al-Quran sebagai Imam; maka
sesungguhnya Mungkar dan Nakir masing-masing keduanya mengambil
tangan yang lain, dan mengatakan: mari pergi bersama-sama, apa yang
membuat kita duduk di sini?44 Maka berkatalah seorang laki-laki (dari
sahabat nabi): wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tidak mengetahui
nama ibunya? Rasul menjawab: kau nasabkan kepada Hawwa, wahai fulan
bin Hawwa'. " [HR. Thobaroni di al-Mu'jamul Kabir]
Berkata Imam Syaukani: al-Hafidh Ibnu Hajar berkata di dalam
kitabnya At-Talkhis: hadist ini sanadnya bagus. Dan dikuatkan oleh Imam
Adh-Dhiya' al-Maqdisi di dalam kitab Al-Mukhtaroh dan Al-Ahkam.45
Aku (Kh. Ali Ma'shum) berkata:
Di dalam permasalahan Talqin terdapat perbedaan pandangan fiqih,
ia termasuk dalam kategori hal yang seyogyanya tidak saling mengingkari-
nya, lebih-lebih bersikap keras dan saling bermusuh-musuhan di
belakangnya.
Tambahan dari (Kh. Ahmad Subki):
Dan dari Dhomroh bin Hubaib ra. salah seorang tabiin berkata:
"mereka mensunnahkan ucapan di samping kuburan ketika selesai dari
perataan kuburannya dengan tanah orang yang telah meninggal dan orang-
orang telah bubar: wahai fulan bin fulan, ucapkanlah tiada tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah sebanyak tiga kali. Wahai fulan bin,
katakanlah tuhanku adalah Allah, agamaku Islam, dan nabiku adalah
Muhammad saw" [HR. Said bin Manshur dalam keadaan mauquf].
Dan di dalam Thobaroni seperti itu dari hadist Abi Umamah dalam
keadaan marfu', yang panjang.

44 - di dalam redaksi At-Tobaroni:


"..Tidaklah kita duduk di samping seseorang yang telah ditalqini hujjahnya, maka
Allahlah yang membelanya."
45 - Nailul Author, Asy-Syaukani, 4/126, dan At-Talkhishul Khobir, Ibnu Hajar, 2/311

~ 26 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

[Dari sinilah sering timbul pertanyaan: apakah si mayit dapat


mendengar, sebab pada hakikatnya mayit dalam kubur itu dalam keadaan
hidup ruhnya, dia masih dapat berbuat apa saja sebagaimana perbuatan
orang uang masih hidup. Yakni dapat berkata, mendengar dan sebagainya.
Hanya saja perbuatan si mayit perbuatan si mayit dalam kuburan tidak
dapat dinisbatkan dengan orang hidup dunia. Penjelasan ini sejalan dengan
hadist Rasulullah yang diceritakan oleh Imam Bukhori dan Muslim
bahwasannya Nabi bersabda:
‫إ ّن اًعتذ إرا وضع يف كْبه ودى ّ عنه أصحاةه أنّه ًٌعمع خفم كشع دعاًهم‬
"ketika mayit seorang hamba diletakkan di kuburnya dan para
pengiring (jenazah) telah minggir dari kuburannya itu, maka sesungguh-
nya si mayyit tersebut dapat mendengar suara gesekan sandal mereka"
Berdasarkan bunyi hadist ini, terang sekali bahwa si mayit yang
berada di dalam kuburan masih dapat berbuat sebagaimana yang masih
hidup, yakni mendengar suara gesekan alas kaki (sepatu, sandal) mereka
yang mengiring jenazah. Demikian pula halnya dalam kaitannya dengan
penalkinan atas si mayit tersebut, kiranya sudah tidak perlu lagi
pengingkaran terhadap kenyataan dan kebenaran persoalan ini.]46

Penjelasan:
Pertama: permasalahan ini termasuk dalam katogori khilafiyah yang
tidak boleh diingkari. Sebagaimana dalam sebuah kaidah: "laa inkaaro fil
mukhtalafi fihi" (tidak boleh ada pengingkaran dalam perkara yang masih
diperselisihkan).
Kedua: teks fiqih dari ulama madzhab Syafii:
Ada beberapa kutipan yang dapat dituliskan di sini. Diantaranya
adalah:
Imam Nawawi (dari pengikut madzhab syafii) di dalam kitab Ar-
Raudhoh:
:‫ منهم‬،‫ هزا اًذٌلني اظذحته طٌلعاخ من أصحاةنا‬:‫ كٌر‬...‫وًعذحث أن ًٌلن املٌر ةعذ اًذفن‬
‫ ونلٌه اًلايض‬،‫ وصاحث (اًذذمح) واً ٌخ نرص امللذيس يف هذاةه (اًذهزًث) وغ هم‬،‫اًلايض حعني‬
ٍ‫ ًون أحادًص اًفضائٍ ًذعامح فٌها عنذ أه‬،‫ واًحذًص اًىاسد فٌه ضعٌف‬.‫حعني عن أصحاةنا مطٌلا‬
.‫اًعٌم من املحذسني وغ هم‬

46 - Tambahan ini dari Kh. Ahmad Subki, yang dalam redaksi Arabnya tidak ada.
~ 27 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Disunnahkan mentalqin mayit setelah dikuburkan... aku berkata:


talqin ini disunnahkan oleh banyak golongan dari pengikut madzhab kita.
Diantaranya: al-Qodhi Husain, dan penulis kitab At-Tatimmah, Syeh
Nashr al-Maqdisi di dalam kitabnya At-Tahdzib, dan lain sebagainya.
Dikutip oleh Qodhi Husain dari para pengikut madzhab kita (madzhab
Syafi'i) secara mutlak. Dan hadist yang datang dalam permasalahan ini
adalah hadist yang lemah, akan tetapi dalam permasalahan keutamaan-
keutamaan amal dapat dimudahkan menurut para ulama dari pakar hadist
atau dari pakar yang lainnya.47
Berkata Ibnu Abidin (dari madzhab Hanafi):
‫ وّل ًٌلن ةعذ دٌحٌذه) رهش يف املعشاض أنه ظاهش اًشواًح سم كاي ويف اًختاصًح واًوايف عن‬:‫(كىًه‬
ٍ‫ أن هزا عىل كىي املعذضًح ألن ااحٌاا ةعذ املىخ عنذهم معذحٌٍ أما عنذ أه‬:‫اً ٌخ اًضاهذ اًصفاس‬
‫اًعنح فاًحذًص أي «ًلنىا مىداهم ّل إًه إّل هللا» محمىي عىل حلٌلذه ألن هللا دعا ًحٌٌه عىل ما طااخ‬
‫ةه اآلساس‬
"dan tidak ditalkin setelah meninggal. Di dalam kitab al-Mi'roj
menyatakan bahwa itu adalah dhohir riwayat. Dan di dalam kitab al-
Khobaziyah dan al-Kafi dari Syeh Zahid as-ShoffarL ini adalah pandangan
muktazilah; karena menghidupkan setelah kematian adalah perkara yang
mustahil. Adapun menurut ahlussunnah: hadist talkinkanlah orang-orang
yang meninggal dengan Laa Ilaaha Illa Allah" dimaknai makna hakikat;
karena Allah swt menghidupkannya, berdasarkan atas atsar-atsar yang
menunnjukkannya."48
Keterangan ini menunjukkan bahwa yang mengakui kesunnahan
talkin adalah dari kalangan ahlussunnah.
Ibnul Haj dari madzhab maliki juga berkomentar:
‫وًنتغٍ أن ًذفلذه ةعذ انرصا اًناط عنه من هان من أهٍ اًفضٍ واًذًن وًلف عنذ كْبه دٌلاا‬
.‫ إر ران ًع ّلنه وهى ًعمع كشع نعاي املنرصفني عنه‬- َ‫ عٌٌهٌل اًعال‬- ‫وطهه وًٌلنه؛ ألن املٌوني‬
"dan seyogyanya (yakni disunahkan) bagi orang yang memiliki
keutamaan dan kegamaan yang baik untuk mendekati (si mayyit) setelah
para pentakziyah bubar, dan berdiri di samping kuburan di dekat kepala si
mayit dan mentalkinnya; karena dua malaikat as. waktu itu sedang
menanyainya, sementara ia masih mendengar bunyi gesekan sandal para

47 - Roudhotut Tholobin, Imam Nawawi, 2/138.


48 - Roddul Muhtar, Ibnu Abidin, 2/191
~ 28 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

pentakziyah yang sedang kembali ke rumahnya masing-masing"49


Kutipan ini menunjukkan bahwa di dalam madzhab maliki, hukum
talkin mayyit hukumnya adalah sunnah; karena sebagaimana di dalam
madzhab Syafii, di dalam maliki penggunaan kata "yanbaghi" juga
mengandung arti: "disunnahkan".

Juga terdapat kutipan dari madzhab Imam Ahmad yang dikutip oleh
Ibnu Qudamah di dalam al-Mughninya:
َ‫ ظىي ما سواه األسش‬،‫ وّل أعٌم فٌه ًألمئح كىّل‬،‫أما اًذٌلني ةعذ اًذفن فٌم أطذ فٌه عن أحمذ ٌئا‬
‫ وسوًا فٌه عن‬.‫ ًعذحث رًى‬:‫ وأةى اًخطاب‬،‫ كاي اًلايض‬...‫ كٌر ألِب عتذ هللا اًلىي ة نّه ّل ةاط‬:‫كاي‬
‫ صىل هللا عٌٌه وظٌم‬- ٍ‫أِب أمامح اًتاهًل عن اًنت‬
adapun permasalahan talkin setelah dikuburkannya si mayit, aku
tidak mendapatkan sedikitpun keterangan dari Imam Ahmad, dan aku tak
ketahui satu pandangan dari imam-imam kecuali sebuah riwayat dari al-
Atsrom yang menanyakan permasalahan ini... berkata al-Qodhi (Abu Ya'la)
dan Abul Khottob: disunnahkan (talkin si mayit). Dan keduanya
meriwayatkan sebuah hadist dari Nabi Muhammad saw"50
bahkan di dalam madzhab Ahmad juga masih ada perselisihan yang
menyatakan sunnah atau tidaknya talkin ini. Itu menunjukkan bahwa
permasalahan ini masih diperselisihkan kesunahannya. Dan seperti yang
diuraikan sebelumnya, tidak diperbolehkan mengingkari perkara yang
masih terdapat di dalam ranah khilafiyah, yang masih diperselisihkan oleh
ulama; karena yang boleh diingkari hanyalah yang berstatus disepapaki
kemungkarannya.
***

49 - Almadkhol, Ibnul Haj, 3/264.


50 - Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2/378.
~ 29 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh Ke Empat:
Sholat Tarawih

At-tarawih, meskipun di sini terdapat perselisihan pendapat, ia juga


temasuk dalam hal yang seyogyanya tidak boleh saling mengingkari akan
urusan ini. Tarawih menurut kita kalangan pengikut madzhab Syafii,
bahkan menurut madzhab ahlussunnah wal Jamaah adalah dua puluh
rokaat, ia adalah sunnah muakkadah (yang dikuatkan) bagi laki-laki dan
perempuan menurut pengikut madzhab hanafi, syafii, hanbali, dan maliki.
Disunnahkan berjamaah di dalam tarawih menurut pandangan
madzhab syafii, hambali, dan maliki. Mereka mengukuhkan bahwa jamaah
di dalam tarawih adalah sunnah. Hanafiyah menyatakan: berjamaah di
dalam tarawih hukumnya adalah sunnah kifayah bagi penduduk sebuah
kampung, jika sebagiannya sudah melaksanakan, maka permintaan
pelaksanaannya menjadi gugur.
Banyak imam yang menetapkan kesunahannya dengan perlakuan
nabi Muhammad saw. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan
‫ ًٌٌح اًشاًص‬:‫ وهٍ سالز مذفشكح‬،‫أنّه صىل هللا عٌٌه وظٌم خشض من طى اًٌٌٍ ًٌايل من سمضان‬
.‫وصىل اًناط ةصالده فٌها‬
ّ ‫ وصىل يف املعظذ‬،‫واًخامغ واًعاةع واًعرشًن‬
"Bahwa Nabi Muhammad saw keluar pada tengah malam selama beberapa
malam di bulan Romadhon. Yaitu tiga malam yang terpisah: malam ketiga, kelima dan
kedua puluh tujuh. Dan sholatlah Nabi Muhammad saw di masjid dan para sahabat
sholat dengan sholatnya nabi di dalam Tarawih."51
Nabi sholat bersama mereka delapan rokaat (maksudnya adalah
dengan empat salam seperti yang akan diuraikan) dan mereka menyem-
purnakan sisanya di rumah masing-masing (maksudnya sehingga mereka
sempurnakan dua puluh rokaat; karena alasan yang akan diuraikan nanti),
didengarnya suara gemuruh mereka seperti suara gemuruhnya lebah.
Dari hal ini menjadi jelaslah bahwa Nabi Muhammad saw
mensunnahkan mereka untuk melaksanakan tarawih dan berjamaah

51- sebenarnya, redaksi shohih bukhori tidaklah demikian. Karena redaksi aslinya adalah
yang ditambahkan oleh Kh. Ahmad Subki, setelah ini.
Sehingga, dengan merujuk redaksi asli dari riwayat Imam Bukhori, itu menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara kutipan yang diatas dengan kutipan
yang penerjemah sebutkan di sini. Terutama yang berkaitan dengan jumlah rokaat yang
disebutkan. Karena itu menimbulkan perdebatan lagi.
~ 30 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

tarawih, tapi beliau tidak sholat dengan mereka sebanyak dua puluh
rokaat, sebagaimana yang berlaku pengamalannya dari masa sahabat dan
setelah mereka, sampai saat ini. Rasulullah saw tidak keluar menghadapi
mereka; karena kakhawatiran bahwa itu akan diwajibkan kepada mereka,
sebagaiman diungkapkan secara detail di sebagian riwayat.
Tambahan dari (KH. Ahmad Subki):
Datang dari riwayat siti Aisyah ra:
‫ فصىل‬،‫ فصىل يف املعظذ‬،ًٌٌٍ‫أن سظىي هللا صىل هللا عٌٌه وظٌم خشض راخ ًٌٌح من طى ا‬
‫ فٌٌل هانر اًٌٌٌح‬،‫ ف صتح اًناط‬،‫ فصٌىا معه‬،‫ فاطذمع أهرث منهم‬،‫ فذحذسىا‬،‫ ف صتح اًناط‬،‫سطاي ةصالده‬
‫صىل‬
ّ ‫ فٌٌل‬.‫ فٌم ًخشض إًٌهم حذّى خشض ًصالج اًفظش‬،‫ايساًشح هرث اًناط حذّى ضاق املعظذ عىل أهٌه‬
، ًٌٌٍ‫ ًونٍ خ ٌر أن دفشض عٌٌوم صالج ا‬،‫ «إنه مل ًخف عًل موانوم‬:‫ وكاي ًهم‬،‫اًفظش أكتٍ عًٍهم‬
»‫فذعظضوا عنها‬
"Sesungguhnya Rasulullah saw keluar pada suatu malam, di tengah malam.
Maka sholatla beliau di masjid, sholatlah beberapa laki-laki dibelakangnya. Waktu
paginya, mereka membicarakan hal itu dan kebanyakan mereka berkumpul dengan
jumlah yang lebih banyak. Sholatlah mereka bersama Rasulullah saw. Pagi harinya,
mereka membicarakan lagi, maka semakin banyaklah yang mendatangi masjid. Ketika
malam yang ketiga, jamaah semakin banyak dan masjid tidak dapat menampung
mereka. Maka, Rasulullah tidak keluar kepada mereka. Sehingga hanya keluar untuk
melaksanakan sholat subuh. Setelah melaksanakan sholat subuh, beliau menemui
mereka, seraya mengatakan: Sesungguhnya sudah tidak samar lagi bagi kalian akan
derajat kalian, tapi aku khawatir bahwa sholat itu akan diwajibkannya sholat malam
atas kalian, maka kalianpun akan tidak mampu melaksanakannya." [HR. Bukhori
dan Muslim].

‫فذىيف سظىي هللا صىل هللا عٌٌه وظٌم واألمش عىل رًى يف خالفح أِب ةوش وصذسا من خالفح‬
‫عمش سيض هللا عنه‬
"Maka wafatlah Rasulullah saw dan keadaan mereka masih seperti itu di masa
kekhilafahan Abu Bakar, dan permulaan dari khilafah Sayyidina Umar." [HR.
Baihaqi di Fadho'ilul Auqot]
‫ وًزًى كاي‬.]‫س ّم طمع عمش اًشطاي عىل أِب ةن هعث [واًنعاا عىل ظٌٌٌلن ةن أِب خٌشمح‬
.‫عشٌلن يف خالفذه ن ّىس هللا كْب عمش هٌل ن ّىس معاطذنا‬
~ 31 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"kemudian Umar mengumpulkan laki-laki atas Ubay bin Kaab, [dan


para perempuan atas Sulaiman bin Abi Khoitsamah]52" [HR. Bukhori] oleh
karenanya, Sayyidina Ustman mengatakan: Semoga Allah menerangi
kuburan Sayiidina Umar sebagaimana ia telah menerangi masjid-masjid
kami.
Yang ditunjukkan oleh hadist ini bahwa Rasulullah saw hanya
keluar sebanyak dua kali saja.53
Riwayat yang populer adalah Rasulullah saw keluar sebanyak tiga
kali, yaitu malam ke dua puluh tiga, dua puluh lima, dan dua puluh tujuh.
Dan pada malam ke dua puluh sembilan, beliau tidak keluar. Alasan
mengapa Rasulullah saw tidak keluar secara berurutan; karena kasih
sayang Rasulullah saw kepada umatnya. Beliau sholat dengan mereka
sebanyak delapan rokaat, tetapi beliau menyempurnakan dua puluh rokaat
di rumahnya. Dan sahabat juga menyempurnakannya dua puluh rokaat di
rumah mereka. Dengan dalil terdengarnya gemuruh mereka seperti
gemuruhnya suara lebah. Akan tetapi Rasulullah saw tidak
menyempurnakannya di masjid; karena merasa kasihan kepada mereka.
KH. Ali Maksum berkata:
Berdasarkan atas hal ini juga, menjadi jelaslah bahwa bilangan
tarawih tidak hanya terbatas pada delapan rokaat dimana nabi
melaksanakannya bersama mereka dengan berdasarkan dalil bahwa para
sahabat menyempurnakannya di rumah mereka masing-masing. Dan
perlakuan sayyidina Umar telah menjelaskan bahwa jumlahnya dua puluh
rokaat yakni pada akhirnya beliau mengumpulkan para manusia (sahabat)
atas bilangan ini di masjid, serta disetujui oleh sahabat dan tidak adanya
penentang dari generasi selanjutnya dari kalangan khulafa'ur rosyidin. Dan
mereka mereka lanjutkan dengan berjamaah tarawih dengan bilangan dua
puluh rokaat. Rasulullah saw telah bersabda:

52 - Yang berada di dalam kurung, penerjemah tidak menemukannya di dalam telaahan


nya terhadap kitab-kitab hadistnya; karena yang dituliskan di kitab ini hanya potongan-
potongan riwayat dan riwayat yang populer adalah Abu Darda, bukan Sulaiman,
sebagaimana yang riwayatkan oleh Imam Bukhori.
53 - tapi di dalam riwayat Bukhori di tengah-tengahnya terdapat tambahan:

،‫ فصٌىا ةصالده‬،‫ فخشض سظىي هللا صىل هللا عٌٌه وظٌم‬،‫ فورث أهٍ املعظذ من اًٌٌٌح اًشاًشح‬،‫فذحذسىا‬
"Maka mereka membicarakannnya, maka pada malam yang ketiga jumlah mereka
semakin banyak. Maka Rasulullah saw keluar dan sholatlah mereka dengan Rasulullah saw.
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw keluar ke masjid sebanyak tiga kali, bukan
dua kali.
~ 32 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

»‫ني ةَ ْع ِذي َعضُّ ىا َعٌَ ٌْ َها ةِاً ىن َىاط ِِز‬ َ ‫خٌَفَا ِا اً ىشا ِ ِذ‬
َ ًِّ‫ًن اًْ َم ْه ِذ‬ ُ ًْ‫« َعٌَ ٌْ ُو ْم ة ُِع ىن ِذٍ َو ُظ ىن ِح ا‬
"wajib atas kalian semua untuk mengambil sunnahku dan sunnah
para khulafaur Rosyidin setelahku yang mendapatkan petunjuk, maka
gigitlah ia dengan gigi-gigi kalian" [HR. Abu Daud]
[Perintah nabi sebagaimana maksud hadist ini adalah jelas sekali
bahwa umatnya disuruh mengikuti jejak beliau dan jejak para sahabat:
khulafa rosyidin, keduanya harus dipegang-teguh. Juga dapat difahami
bahwa apa yang diperbuat oleh para sahabat khulafa rosyidin mengandung
nilai kebenaran, sekiranya mengandung nilai yang lemah, sudah barang
tentu tidak setegas itu perintah nabi.]54
Tambahan dari KH. Ahmad Subki:
‫اكذذوا ةاًزًن من ةعذي أِب ةوش وعمش‬
"Ikutlah dengan dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar" [HR. Ahmad,
Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Dan terdapat dalam riwayat-riwayat lain bahwa Umar
memerintahkan Ubay dan Tamim ad-Dari yang mengimami manusia
dengan bilangan dua puluh rokaat.
Imam Baihaqi telah meriwayatkannya dengan sanad yang shohih
bahwa mereka melakukan tarawih pada masa sayyidina Umar dengan
bilangan dua puluh rokaat.55
Dan dalam riwayat yang lain jumlahnya adalah dua puluh tiga
rokaat.56 Dan pada masa Ustman dan Ali dengan bilangan yang sama; maka
jadilah ijma'. Dan dalam riwayat yang lain bahwa Ali ra mengimami mereka
dengan bilangan witir dua puluh rokaat dan berwitir dengan tiga rokaat. 57
Kemudian Kh. Ali Makmum berkata:
Imam Abu Hnifah telah ditanya tentang apa yang dilakukan oleh
Sayyidina Umar. Beliau menjawab: sholat tarawih adalah sunnah
mu'akkadah (yang dikuatkan), ia melakukan itu bukan atas dasar
pandangan pribadinya, ia bukanlah orang yang melakukan bid'ah, dan
tidaklah ia perintahkan itu kecuali berdasarkan atas sebuah argumentasi
yang ia miliki dan janji dari Rasulullah saw.

54 - Ini juga merupakan tambahan penjelasan dari KH. Ahmad Subki yang terdapat dalam
terjemahan kitab, tapi dalam versi arabnya tidak ada.
55 - As-Sunan Al-Kubro, Al-Baihaqi, 2/699.
56 - Mushonnaf, Ibnu Abi Syaibah, 2/163
57 - As-Sunan Al-Kubro, Al-Baihaqi, 2/699.

~ 33 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Tambahan dari KH. Ahmad Subki:


Umar telah mengajarkan ini (tarawih yang jumlahnya dua puluh
rokaat secara berjamaah), dan ia kumpulkan manusia untuk diimami oleh
Ubay bin Ka'ab, maka ia melaksanakan tarawih secara berjamaah. Sahabat
waktu itu masih banyak jumlahnya, diantaranya: Ustman, Ibnu Mas'ud,
Al-Abbas, puteranya, Tholhah, Zubair, Mu'adz, Ubay, dan lainnya dari
kalangan Muhajirin dan Anshor ra.
Tidak satupun dari mereka yang menolak, bahkan mereka
membantunya, menyetujuinya, dan memerintahkan hal itu. Dan sebagai
pengikut ahlus sunnah wal jamaah, kita ikuti mereka dan menjadikan
mereka sebagai suri tauladan. Rasulullah bersabda:
‫ ة ًّهم اكذذًذم اهذذًذم‬،َ‫أصحاِب هاًنظى‬
"Sahabat-sahabatku seperti bintang-bintang, dengan siapapun kalian ikuti,
maka kalian akan mendapat petunjuk" [HR. Al-Ajurri, Ibnu Batthoh dan Ibnu
Abdil Barr].
Kemudian KH. Ali Maksum berkata:
Memang, pada masa Umar bin Abdul Aziz bilangan tarawih
ditambahkan, beliau pada waktu itu berada di kota Madinah, maka
dijadikanlah bilangan sholat tarawih itu menjadi tiga puluh enam rokaat.
Tetapi, tujuan dari penambahan itu adalah ingin menyamakan dengan
penduduk Mekah dalam perolehan keutamaan; karena mereka berthowaf
sekali di sekeliling Ka'bah setiap setelah empat rokaat. Maksudnya setelah
dua kali salam; karena alasan yang akan diungkapkan nanti. Maka ia
memandang (dan beliau masih dalam keadaan sholat) bahwa sebagai
pengganti dari thowaf adalah dengan menambah 4 rokaat sholat (dengan
dua salam).
Tambahan dari KH. Ahmad Subki:
Ini merupakan dalil atas benarnya ijtihad para ulama dalam
penambahan atas amalan yang berlaku dari ibadah yang disyariatkan.
Karena termasuk dari sesuatu yang tidak diraguan lagi bahwa seseorang
boleh melaksanakan sholat sunnah semampunya, pada waktu malam atau
siang kecuali di waktu-waktu yang terdapat larangan pelaksanaannya.
KH. Ali Ma'shum berkata:
Maka, tarawih jumlahnya adalah dua puluh rokaat menurut semua
ulama kecuali witir. Menurut pandangan ulama yang bermadzhab maliki

~ 34 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

bilangan tarawih adalah dua puluh rokaat selain bilangan genap dan sholat
witir. Dikutip dari kitab al-fiqih ala madzahibil Arba''ah. 58
Tambahan dari Kh. Ahmad Subki:
Dan di dalam kitab al-mizanul kubro karya Imam Sya'roni: dan
diantaranya adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam
Ahmad bahwa sholat tarawih di bulan Romadhon adalah dua puluh
rokaat. (dan Imam Syafii berkata: dua puluh rokaat bagi mereka lebih aku
sukai).59 Dan dengan berjamaah itu lebih utama. Bersamaan dengan
pendapat Imam Malik dalam sebagian riwayat bahwa bilangan tarawih
adalah tiga puluh enam rokaat.60
Dan di dalam kitab Bidayatul Mujtahid karya (Ibnu Rusyd) al-
Qurthubi: dan sholat tarawih yang Sayyidina Umar mengumpulkan
sahabat untuk melaksanakannya adalah perkara yang disunnahkan... dan
mereka berselisih pendapat dalam pendapat yang dipilih dalam bilangan
rokaat yang dilakukan oleh para manusia pada bulan Ramadhan. Imam
Malik -menurut salah satu pendapatnya-, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii,
dan Imam Ahmad memilih bahwa jumlah rokaat sholat tarawih adalah dua
puluh rokaat, selain witir. 61
Pada intinya imam yang empat tersebut memilih bahwa bilangan
witir adalah dua puluh rokaat selain witir. Dan yang menyatakan bahwa
jumlahnya adalah delapan rokaat, maka ia telah melanggar apa yang sudah
dipilih oleh imam yang empat tersebut dan sekaligus melanggarnya. Maka
sudah sepantasnya pendapat tersebut dibuang dan tidak perlu diperhati-
kan. Ia bukan termasuk dalam kategori golongan ahlussunnah wal jamaah
yang merupakan golongan yang selamat, dan merekalah yang menetapi
segala sesuatu yang ada pada Nabi dan juga sahabat-sahabatnya.62
Kemudian KH. Ali Ma'shum berkomentar:
Tetapi di sana terdapat orang yang berpandangan bahwa sholat
tarawih jumlahnya adalah delapan rokaat bersandarkan atas hadist Aisyah
ra beliau berkata:
‫«ما هان سظىي هللا صىل هللا عٌٌه وظٌم ًضًذ يف سمضان وّل يف غ ه عىل إحذي عرشج سهعح‬

58 - fiqih ala madzahibil Arba'ah, Abdurrahman Al Jaziri,,,,


59 - Al-Umm, Imam Syafii, 1/167
60 - Al-Mizanul Kubro, Asy-Sya'roni, 2/118
61 - Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, 1/152
62 - pen. memandang bahwa apa yang diungkapkan disini terlalu fulgar, dan insyaallah

akan pen. uraikan di akhir pembahasan tentang siapakah yang dimaksud dengan
ahlussunnah?
~ 35 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

‫ سم ًصًل‬،‫ فال دعٍ عن حعنهن وطىًهن‬،‫ سم ًصًل أسةعا‬،‫ فال دعٍ عن حعنهن وطىًهن‬،‫ًصًل أسةعا‬
َ‫ «ًا عائ ح إن عٌنٍ دنامان وّل ًنا‬:‫ أدناَ كتٍ أن دىدش فلاي‬:‫ فلٌر ًا سظىي هللا‬:‫سالسا» كاًر عائ ح‬
»ٍ‫كٌت‬
"Tidaklah Rasulullah saw menambahkan di dalam romadhon atau selainnya
melebihi sebelas rokaat, ia sholat empat rokaat (maksudnya adalah dengan dua salam
secara dhohir; karena alasan yang akan diuraikan); maka jangan kau tanya tentang
keindahan dan panjangnya sholat itu. Kemudian ia sholat lagi empat rokaat
(maksudnya adalah dengan dua salam); maka jangan kau tanya tentang keindahannya
dan penjangnya sholat itu. Asiyah berkata: aku bertanya: wahai rasul, aoakah engkau
tidur sebelum sholat witir? Maka Rasul menjawab: wahai Aisyah, sesungguhnya mataku
tidur, tapi hatiku tidak" [Muttafaqun Alaih]
Akan tetapi, bersandarkan atas hadist ini menurutku tidaklah benar;
karena tema hadistnya secara dhohir adalah tentang sholat witir. Dan
sudah jelas menurut kita bahwa sholat witir minimal satu rokaat dan
maksimal sebelas rokaat. Rasulullah saw pada waktu itu sholat setelah
tidur sebanyak empat rokaat dengan dua salam secara berurutan,
kemudian empat rokaat lagi dengan dua salam juga secara berurutan,
kemudian tiga rokaat dengan dua salam.
Dan yang menunjukkan bahwa itu adalah sholat witir:
Pertama adalah ucapan dari Aisyah ra kepada Rasulullah saw:
"apakah engkau tidur sebelum sholat witir?"; karena sholat Tarawih
dilaksanakan setelah sholat Isya dan sebelum tidur.
Kedua: sholat tarawih tidak ada di selain bulan Ramadhan.
Ketiga: Imam AL-Bukhori menempatkan hadist tersebut di dalam
pembahasan sholat witir. Dan dengan demikian itu hilanglah kontradiksi
dan sempurnalah pengumpulan di antara dalil-dalil.
Al-allamah Al-Qusthullani berkata di dalam kitab Irsyadus Sari
syarah Shohih Bukhori:
Yang populer –dan merupakan pandangan dari mayoritas ulama-
bahwa (bilangan rokaat sholat tarawih) adalah dua puluh rokaat dan
sepuluh salam. Dan itulah lima kali istirahat, sekali istirahat ada empat
rokaat dengan dua salam, selain witir yaitu tiga rokaat.63
Di dalam sunan Imam Baihaqi dengan sanad yang shohih –

63 - Irsyadus Sari, al-Qustullani, 3/427


~ 36 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

sebagaimana perkataan Ibnul Iroqi- di dalam Syarah at-Taqrib-64 dari


sahabat Saib bin Yazid ra berkata:
.‫ يف هش سمضان ةعرشًن سهعح‬- ‫ سيض هللا عنه‬- ‫هانىا ًلىمىن عىل عهذ عمش ةن اًخطاب‬
"Mereka (para sahabat) pada masa umar bin Khottob ra melakukan qiyam
(sholat tarawih) di bulan Ramadhan sebanyak dua puluh rokaat" [HR. Baihaqi]
Imam Malik di dalam kitab Al-Muwaththo meriwayatkan dari
Yazid bin Ruman, ia berkata:
‫ًِن َسهْ َع ًدح‬
َ ‫رش‬ْ ‫َز َو ِع‬
‫ ِةشَال ٍد‬،َ‫يف َس َمضَ ان‬
ِ ،‫ىاب‬
ِ ‫خط‬َ ًْ‫يف َص َمانِ ُع َم َش ةْنِ ا‬
ِ ‫اط ًَلُى ُمى َن‬
ُ ‫هَا َن اً ىن‬
"mereka para sahabat melakukan qiyam pada masa Umar bin
Khottob di bulan Romadhon dengan dua puluh tiga rokaat" [HR. Malik di
dalam Muwaththo']
Imam Al-Baihaqi mengumpulkan (kontradiksi) diantara dua hadist
tersebut bahwa mereka melakukan sholat witir dengan bilangan tiga
rokaat, dan mereka menganggap apa yang terjadi pada masa Sayyidina
Umar seakan-akan adalah Ijma' (konsensus).
Dan ketahuilah bahwa sholat tarawih adalah dua rokaat-dua rokaat
di dalam madzhab Ahlussunnah wal jamaah dan ulama pengikut madzhab
Syafii. Mereka menyatakan: Wajib hukumnya melakukan salam di setiap
dua rokaat. Jika melaksanakan sholat demham sekali salam, maka tidak
sah sholatnya.65
Sementara pengikut madzhab hanafi, maliki dan hambali menyata-
kan: bahwa disunnahkan melakukan salam disetiap dua rokaat. Jika
melakukan semua rokaat dengan satu salam dan disetiap dua rokaatnya,
maka sah sholatnya dengan dihukumi makruh. Jika tidak duduk di setiap
dua rokaatnya maka di sana terdapat perbedaan pandangan dari berbagai
madzhab:
(1) Madzhab Syafii: wajib melakukan salam disetiap dua rokaatnya,
jika melakukan tarawih dengan satu salam, mak tidak sah sholatnya, baik
duduk pada setiap dua rokaatnya atau tidak.
Tambahan dari KH. Ahmad Subki:
Maka menurut mereka: wajib untuk melaksanakan sholat tarawih
dengan dua rokaat-dua rokaat, dan salam disetiap dua rokaatnya.
KH. Ali Ma'sum melanjutkan:

64- Thorhut Tatsrib, Waliyyuddin al-Iroqi, 3/97.


65 - pen. lebih condong bahwa hukum sholatnya sah; karena alasan yang akan pen.
paparkan setelahnya.
~ 37 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

(2) Madzhab Hanafiyah: mereka mengatakan: jika ada seseorang yang


melakukan sholat tarawih dengan empat rokaat dengan sekali salam, maka
dapat mengganti dari dua rokaat menurut kesepakatan. Jika sholat lebih
dari empat rokaat dengan satu salam, maka telah terjadi perbedaan: ada
yang mengatakan bahwa itu dapat mengganti dari bilangan ganjil dari
sholat Tarawih, dan ada yang mengatakan sholatnya batal.
(3) menurut pengikut Madzhab Ahmad bin Hambal, mereka
mengatakan: hukumnya sah, tetapi dengan adanya kemakruhan. Dan
itupun dianggap sebagai bilangan dua puluh rokaat.
(4) Madzhab Malik: menurut mereka sholatnya adalah sah dan
dihitung sebagai dua puluh rokaat, tapi dia telah meninggalkan
kesunnahan berupa tasyahhud dan kesunnahan salam di setiap dua
rokaatnya. Dan itu hukumya makruh.
Rasulullah saw bersabda:
»‫ فئرا خيش أحذهم اًصتح صىل سهعح واحذج دىدش ًه ما كذ صىل‬،‫«صالج اًٌٌٍ مشنى مشنى‬
"Sholat malam itu dua rokaat salam-dua rokaat salam, jika salah satu dari
kalian khawatir datangnya waktu subuh, maka sholatlah satu rokaat untuk
mengganjilkan sholat yang dia kerjakan" [HR. Bukhori dari Abdullah bin Umar]
Tambahan dari KH. Ahmad Subki:
Dan itu telah menunjukkan bahwa bilangan tarawih adalah dua
puluh rokaat. [dan dikerjakan dua rokaat-dua rokaat, masing-masing
rokaat itu dengan satu salam, bukan empat rokaat-empat rokaat satu
salam, sebagaiman sementara orang yang dewasa ini sering ditiup-tiupkan
di tengah-tengah umat.
Adapun dalil uamh jelas mengenai sholat tarawih dua puluh rokaat
adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Humaid dan Tobroni dengan
sanad dari Abi Syaibah bin Ustman dari al-Hakam dari Muqsim dari Ibnu
Abbas:
‫أ ّن سظىي هللا صىل هللا عٌٌه وظٌم هان ًصًل يف سمضان عرشًن سهعح واًىدش‬
"Sesungguhnya Rasulullah saw melakukan sholat di bulan
Romadhon sebanyak dua puluh rokaat dan witir"].66

66 - Yang terdapat di dalam kotak tidak terdapat dalam redaksi bahasa arabnya. Pen.
~ 38 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Penjelasan:
Pertama: Makna hadist di atas: "Sahabatku adalah seperti bintang-bintang,
siapapun kalian ikuti maka kalian akan mendapatkan petujuk".
Ibnu Abdil Bar mengomentari makna hadist ini. Ia memandang,
bahwa perbedaan pendapat para sahabat ada yang dinilai benar dan ada
yang dinilai salah. Jika bukan demikian, maka masing-masing dari mereka
akan mengatakan: boleh (melakukan) apa yang engkau katakan, dan boleh
juga apa yang aku katakan; karena kita semua adalah bintang yang dapat
memberi petunjuk, maka kita tidak menanggung apapun dari perselisihan
kita. Oleh karenanya, yang benar dari perkara-perkara yang mereka
perselisihkan dan perdebatkan adalah salah satu pandangan saja. Jikalau
yang benar adalah dua sisi yang bertentangan, maka ulama salaf tidak akan
saling menyalahkan dalam perkara ijtihad, permasalahan, dan fatwa
mereka. Sementara logika menolak bahwa ada sesuatu yang memiliki
lawan yang dinilai benar semuanya. Karena menetapkan dua hal yang
bertentangan dalam satu keadaan adalah termasuk hal yang mustahil. Jika
kita fikir secara mendalam akan sikap Umar bin Khottob untuk
mengambil pandangan Muadz dalam permasalahan perempuan yang hamil
dalam pembagian warisan, dan komentarnya: "jika bukan karena Muadz,
maka celakalah Umar" itu menunjukkan kebenaran yang diuraikan
sebelumnya bahwa tidak semua pandangan mereka dinilai benar. Tetapi
yang benar hanyalah satu.67 Begitu banyak contoh dan kejadian-kejadian
sahabat yang menunjukkan bahwa mereka saling berdebat dan pada
akhirnya satu pendapatlah yang diambil dan pandangannya yang dinilai
salah.

Kedua: Waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan sholat:


Waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan sholat ada lima
waktu: setelah sholat ashar, setelah sholat shubuh, waktu tenggelamnya
matahari, waktu terbenamnya matahari dan ketika matahari tepat di
tengah-tengah langit.
karena semua itu terdapat larangan dari Rasulullah saw. Dalam
beberapa hadist, diantaranya:
‫ هني عن الصالة بعد‬- ‫ َص هىل اهللهُ َع َل ْو ِه َو َس هل َم‬- ‫ أن النبي‬:‫ قال‬- ‫ِض اهللهُ َعنْ ُه‬ِ
َ ‫ َر‬- ‫عمر بن اخلطاب‬

67 - Jami' Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Bar, 2/919


~ 39 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

. »‫ وبعد الصبح حتى تطلع الشمس‬،‫العرص حتى تغرب الشمس‬

"Diriwayatkan dari Umar bin Khottob bahwa Rasulullah saw melarang sholat
setelah ashar sampai tenggelamnya matahari, dan setelah subuh sehingga terbitnya
matahari"
Di dalam hadist yang lain:
‫ ينهاىا أن‬- ‫ َص هىل اهللهُ َع َل ْو ِه َو َس هل َم‬- ‫ «ثالث ساعات كان رسول اهلل‬:‫ أىه قال‬:‫وروي عن عؼبة بن عامر‬

ّ
‫ وحني تضوف‬،‫ وحني يؼوم قائم الظهرية‬،‫ حتى ترتػع‬،‫ إذا طلعت الشمس‬:‫ أو ىؼرب أمواتنا‬،‫ىصّل فوها‬

. »‫الشمس للغروب‬

"Diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin Amir, beliau berkata: tiga waktu dimana
Rasulullah saw melarang kita untuk sholat di dalamnya, dan mengubur mayit kita: jika
matahari terbit sehingga naik setinggi tombak, ketika beradanya matahari di tengah-
tengah, dan ketika matahari akan tenggelam"
Dari dua hadist tersebut, itu menunjukkan bahwasannya lima
waktu yang disebutkan diatas tidak boleh melaksanakan sholat sunnah
muthlak di dalamnya, begitu juga dengan sholat yang tidak memiliki
sebab, atau sholat yang memiliki sebab yang berada di akhir seperti sholat
istikhoroh. Ini pendangan ulama dalam madzhab syafi'i.68

Ketiga: Kutipan dari berbagai madzhab tentang tarawih:


Karena yang dikutip oleh KH. Ali Maksum dan KH. Ahmad Subki
tidak dari empat madzhab yang dikutip, tapi dari beberapa referensi fiqih
muqoron seperti: Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd yang bermadzhab
Mailiki, dan Al-Mizanul Kubro karya Asy-Sya'roni yang bermadzhab
Syafii, dan belum mencakup madzhab Abu Hanifah dan madzhab Ahmad
bin Hambal, maka akan penulis kutipkan dari keduanya, dan sekaligus
penulis kutipkan dari madzhab zaidiyah dan Dhohiriyah sebagai
pelengkap madzhab yang disebutkan.
Madzhab imam Ahmad, sebagaimana yang diuraikan oleh Ibnu
Qudamah:
‫ وًىدش ااماَ ةهم ةشالز سهعاخ‬،‫فاًعنح أن ًصًل ةهم عرشًن سهعح يف اًظٌلعح ًزًى‬

68 - Al-Bayan, Al-Amroni, 2/353.


~ 40 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"Maka yang sunnah adalah melaksanakan shoat tarawih secara


berjamaah dua puluh rokaat; karena alasan hadist yang disebutkan
sebelumnya"69
Dari madzhab Maliki, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abdil
Bar:
‫وأكٍ كٌاَ هش سمضان أسنذا عرشج سهعح مشنى مشنى سم اًىدش وهٍ هانر صالج سظىي هللا صىل هللا‬
‫ واظذحث طٌلعح من اًعٌٌلا واًعٌف اًصاًح ةاملذًنح عرشًن سهعح‬.‫عٌٌه وظٌم يف سمضان وغ ه‬
.‫واًىدش واظذحث منهم خشون ظذا وسالسني سهعح واًىدش وهى اخذٌاس ماًى يف سواًح اةن اًلاظم عنه‬
"Dan paling sedikitnya qiyamul lail pada bulan romadon adalah dua
belas rokaat dua rokaat-dua rokaat, kemudian melaksanakan sholat witir.
Dan itulah yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw di Bulan Romadhon dan
yang lainnya (untuk sholat witir). Dan segolongan dari ulama, dan salaf
sholih di Madinah memilih bahwa bilangan tarawih adalah dua puluh
rokaat dan witir. Dan golongan ulama yang lain mensunnahkan tiga puluh
enam rokaat, dan witir. Dan itu merupakan pandangan yang dipilih oleh
Imam Malik dalam sebagian riwayat yang diriwayatkan oleh Al-Qosim."70
Madzhab Hanafi, sebagaimana yang diuraikan oleh Al-Marghinani
di dalam Al-Hidayah:
،‫(ًعذحث أن ًظذمع اًناط يف هش سمضان ةعذ اًع اا فٌصًل ةهم إمامهم خمغ دشوًحاخ‬
)‫ سم ًىدش ةهم‬،‫ وًظٌغ ةني هٍ دشوًحذني ملذاس دشوًحح‬،‫هٍ دشوًحح ةذعٌٌمذني‬
"Disunnahkan agar para manusia berkumpul di bulan romadhon setelah isya,
dan dipimpin oleh imam dengan lima peristirahatan, setiap istirahat dua salam, dan
duduk di antara dua peristirahatan dengan kadar satu istirahatan, kemudia berwitir
dengan mereka semua "71

Keempat: Siapakah Ahlussunnah wal Jamaah ?


Dewasa ini, sering kita dengar golongan yang mengklaim diri sebagai
ahlussunnah wal jamaah, dan mereka merasa bahwa diri merekalah yang
benar dan golongan yang lain adalah golongan yang salah, bahkan menurut
sebagian sesat –menurut pandangan yang ekstrim-. Siapakah mereka yang

69 - Al-Kafi Fi Madzhab Imam Ahmad, Ibnu Qudamah, 1/268.


70 - Al-Kafi Fi Madzhab Ahlil Madinah, Ibnu Abdil Bar, 1/256.
71 - Syarhul Hidayah, Al-Marghinani, 1/467.

~ 41 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

dimaksud dengan golongan yang benar dan bagaimanakah sejarah


perjalanan faham ahlussunnah wal jamaah? Dan bagaimanakah pandangan
KH. Ali Maksum dalam menentukan siapakah yang berpandangan faham
ahlussunnah wal jamaah?
Makna "ahlussunnah wal jamaah". Arti dari ahlussunnah wal jama'ah
adalah pengikut sunnah dan golongan (mayoritas).
Tapi sebelumnya, kita ketaui terlebih dahulu masing-masing makna
dari setiap kata:
Kata "Ahl" memiliki beberapa makna: keluarga, kerabat, pemimpin,
penduduk, pengikut yang mengikuti sebuah faham, istri, keluarga yang
mencakup istri, anak-anak, dan menantu.72 Dan masih ada beberapa makna
yang dikandung oleh kata "ahl" yaitu yang mengikat diri dengan sebuah
faham. 73
Kata "Sunnah", memiliki banyak arti jika dipandang dari beberapa
pandangan ilmu-ilmu syariat. Tapi yang sering digunakan adalah
penggunaan yang ditafsirkan oleh ulama-ulama teologi yang menafsirkan-
nya sebagai: "Argumentasi-argumentasi yang pasti yang mencakup: argumentasi-
argumentasi sam'iyyat (kitab/sunnah) dan metodologi pemahaman atas kedua hal
tersebut, serta kajian-kajian keagamaan dalam ranah akidah dan fiqih"74 oleh
karenanya, Sunnah adalah segala sesuatu yang kita yakini penisbatannya
kepada Nabi Muhammad saw, Ijma' ulama salaf dari kalangan sahabat,
tabiin, dan pengikut mereka. Maka, Ahlussunnah adalah mereka yang
tidak diketahui pelanggarannya terhadap sedikitpun dari permasalahan-
permasalahan yang pasti (qoth'iyyat).
Kata "Jamaah" memiliki empat makna:
(1) jamaah sebuah negara yang menjaga keamanan rakyatnya.
(2) jamaah yang dapat membedakan antara kebenaran yang pasti
dalam syariat dan kesalahan yang dipastikan salahnya.
(3) mayoritas muslimin yang kekuatan menjadi satu dan menjadi
golongan yang kuat, walaupun mereka berbeda pandangan dalam sebagian
permasalahan yang tidak menjerat mereka untuk keluar dari ahlul qiblat.
Dan merekalah yang dimaksud dengan as-sawad al-a'dhom.
(4) golongan yang dapat membedakan antara kebenaran dan

72 - Ad-Durul Farid, Syeh Fadhol Senori, Hal 498.


73 - Ad-Durul Farid, Syeh Fadhol Senori, Hal 498.
74 - Mafhum Sunnah wal Jamaah fi laqob Ahlussunnahh wal Jamaah, Syarif Hatim Al-Auni,

hal 7.
~ 42 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

kebathilan baik yang bersifat pasti (maqthu') atau bersifat prasangka


(madhnun). 75
Masing-masing makna ini memiliki argumentasinya, dan dapat
ditelaah di kitab: Mafhum Sunnah wal Jamaah fi laqob Ahlussunnahh wal
Jamaah (makna sunnah dan jamaah dari gelar Ahlussunnah wal Jama'ah)
karya Syarif Hatim Al-Auni, salah satu ulama Mekah dan pakar hadist.

***

Apakah makna ahlussunnah wal jamaah ini memiliki pengembangan


dari masa ke masa?
Pertama: kata ahlussunnah wal jamaah tidak pernah ada di dalam teks-
teks syariat: al-Quran dan Hadist Nabi. Walaupun, kata sunnah sering kita
temui di dalam hadist-hadist nabi. Seperti:
‫عٌٌوم ةعنّذٍ وظنّح اًخٌفاا املهذًّني‬
"Wajib Atas Kalian Mengikuti Sunnahku Dan Sunnahnya Khulafa'
Yang Mendapatkan Petunjuk"
ٍّ‫من سغث عن ظنّذٍ فٌٌغ من‬
"Sesiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku"
Dan masih banyak lagi teks-teks syariat yang menggunakan kata
sunnah. Tapi, ini menunjukkan bahwa teks-teks syariat tidak pernah
menyebutkan ahlussunnah wal jamaah dengan hukum-hukum yang
khusus. sebagaimana sebaliknya, ahlil bid'ah juga tidak pernah digunakan
dan tidak terdapat hukum-hukum yang khusus terkait ahlul bid'ah. Oleh
karenanya, tidak mungkin kita kaji penggunaan kata ahlussunnah wal
jamaah secara khusus dari hadist.
Pada periode sahabat, walaupun sudah terjadi banyak faham-faham
yang menyeleweng dari kalangan syiah atau khowarij. Itu juga tidak
terdapat di dalam penggunaan mereka. Maka, kata ini juga tidak
digunakan oleh generasi sahabat. Yaitu redaksi dari Muhammad Ibnu Sirin
yang menyatakan:
‫ فٌنظش إ أهٍ اًع ّنح‬،‫ ظ ّمىا ًنا سطاًوم‬:‫ كاًىا‬.‫فٌٌل وكعر اًفذنح‬
ّ .‫«مل ًوىنىا ًع ًىن عن ااظناد‬

75 - Ibid, hal 19-27


~ 43 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

»‫ وًنظش إ أهٍ اًتذع فال ًؤخز حذًشهم‬،‫فٌؤخز حذًشهم‬


"Mereka tidak ditanya tentang sanad, tapi ketika terjadi fitnah, mereka
mengatakan: sebutlah nama-nama tokoh kalian, maka dilihat kepada golongan sunnah
maka hadistnya diambil, dan kepada apengikut bid'ah maka hadistnya tidak diambil."
Dengan redaksi ini, dapat menafsirkan "ahlussuunah wal jamaah"
bahwa mereka adalah golongan yang menentang faham-faham syiah dan
khowarij karena sebab mengklaim fasiq (tafsiq) dan klaim kafir (takfir)
kepada sahabat atau para perowi yang adil dari kalangan ahlussunnah.76
Imam Muhammad ibnu Sa'ad (w. 230 H) lebih mengkhususkan
selain golongan syiah di kota Kufah sebagai "Shohib sunnah wa jamaah"
yaitu sebagai pengecualian bahwa selain penduduk Kufah yang berfaham
Syiah. Begitu juga dengan Imam Al-Ijli beliau memberikan julukan kepada
penduduk Kufah yang bukan Syiah dengan julukan: "Shohib Sunnah" (yang
mengikuti sunnah).
Begitu juga dengan Al-Ijli (w. 261 H) juga menggunakan kata: "Sohib
sunnah" bagi para perowi yang bukan dari kalangan Syiah.
Sementara, Imam Malik menolak bahwa Ahlussunnah adalah sebuah
julukan khusus. beliau pernah ditanya: siapakah ahlussunnah?, jawaban
beliau: "Ahlussunnah adalah orang-orang yang tidak memiliki julukan yang khusus
serta menjadi populer dengannya: bukan jahmi, qodari, dan bukan rofidhi"77
Ini menyatakan bahwa ahlussunnah adalah kalangan muslimin yang
tidak memiliki julukan (laqob) yang dipopulerkan.
Dan julukan ini dari masa ke masa semakin berkembang maknanya
dan penyempitannya. Apalagi dengan munculnya faham-faham yang
melenceng, dan mulailah manusia menjadi berkelopok-kelompok dan
menjadi banyak golongan. Sehingga, penggunaan kata ahlusunnah wal
jamaah semakin sempit, dan semakin sempit. Diantaranya adalah
ungkapan yang diabadikan di dalam kitab Syarhus Sunnah:
‫ ّل ًلاي ًه‬،‫ فالن صاحث ظن ّح حذّى ًعٌم منه أنّه كذ اطذمعر خصاي اًع ّنح‬:‫ًحٍ ًشطٍ أن ًلىي‬
ّ ‫ّل‬
.‫صاحث ظنّح حذّى دظذمع فٌه اًعنّح هٌّها‬
"Tidak boleh bagi seorang laki-laki muslim untuk mengatakan bahwa si anu
adalah pengikut sunnah kecuali jika ia mengetahui bahwa dalam dirinya sudah

76 - Mafhum Sunnah wal Jamaah fi laqob Ahlussunnahh wal Jamaah, Syarif Hatim Al-Auni,
hal 12.
77 - Al-Intiqo', Ibnu Abdil Bar, hal 72.

~ 44 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

terkumpulnya kriteria-kriteria sunnah. Dan tidaklah dikatakan sebagai pengikut


sunnah kecuali telah terkumpul dalam dirinya semua kriteria sunnah".78
Dan lebih ekstrim lagi, ungkapan beliau setelahnya:
‫ومن أك ّش ةم يف هزا اًوذاب وآلمن ةه واد ّخزه إماما ومل ً ّى يف حش منه ومل ًظحذ حشفا‬
‫مٌل يف هزا اًوذاب أو‬
ّ ‫ ومن حظذ حشفا‬،‫ فهى صاحث ظنّح وطٌلعح هامٍ كذ همٌر فٌه اًعنّح‬،‫واحذا‬
‫ فهى صاحث هىي‬،‫ّى أو وكف‬
"Sesiapa yang mengakui isi kitab ini, iman kepadanya, menjadikannya sebagai
panutan, tidak meragukan satu huruf pun, dan tidak mengingkari satu huruf pun, maka
ia adalah pengikut sunnah wal jamaah yang sempurna, telah sempurna kesunnahan yang
ada dalam dirinya. Dan yang mengingkari satu huruf dari isi kitab ini atau meragukan
atau mendiamkannya maka ia adalah pengikut faham sesat"79
Sampai begitukah fonis kesunnahan dan kesesatan dengan
menjadikan barometernya dengan isi dari kitab yang beliau tulis?. Padahal
yang disebutkan di dalam kitab tersebut terdapat banyak hal yang tidak
sah dinisbatkan kepada Allah dan rasul-Nya dan sangat banyak
permasalahan yang disebutkan adalah permasalahan perbedaan pandangan
dalam fiqih di kalangan ahlussunnah atau permasalahan akidah yang
masuk dalam kategori far'i bukan pondasi-pondasi akidah. Sayangnya,
terdapat sedikit kemiripan antara kitab Syarhussunnah dan kitab Hujjah
Ahlussunnah karya KH. Ali Maksum ini.
Terdapat beberapa ungkapan yang moderat yang tengah-tengah
yaitu ungkapan Imam Saifuddin Al-Amidi di dalam karyaya Abkarul Afkar:
‫وأ ّما اًفشكح اًناطٌح وهٍ اًشاًشح واًعتعىن فهٍ ما هانر عىل ما هٌن عٌٌه اًنتٍ صىل هللا عٌٌه‬
‫ وهزه اًفشكح هٍ األ عشًح واًعٌفٌح من املحذسني وأهٍ اًعنّح واًظٌلعح‬.‫وظٌّم وظٌف اًصحاةح‬
"Adapun golongan yang selamat adalah yang ke tujuh puluh tiga,
yaitu: golongan yang bersandar atas nabi Muhammad saw dan salafnya
sahabat. Dan golongan ini adalah Asy'ariyah, dan kalangan salaf dari
golongan pakar hadist dan AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH".
Dari redaksi ini masih saja terdapat ketidak jelasan. Sebenarnya
ahlussunnah itu bagian dari golongan yang selamat atau hanya terbatas
pada ahlussunnah saja? Penulis rasa, bagian yang pertama adalah jawaban
yang benar.

78 - Syarhus Sunnah, al-Barbahari, hal 132.


79 - Syarhus Sunnah, al-Barbahari, hal 135.
~ 45 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

pada akhirnya, pen. berkesimpulan bahwa Ahlussunnah Wal


Jamaah memiliki banyak arti. Pada era modern ini harus disesuaikan
dengan realita yang dapat menumbuhkan tali persaudaraan sesama umat
Islam dan tidak menyebabkan perpecahan yang berkepanjangan. Oleh
karenanya makna dari kata Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan
terbanyak (As-Sawadul A'dhom). Keberadaan julukan Ahlussunnah ini
atau ketiadaannya sama sekali tidak mempengaruhi kehidupan bersama
sesama muslim, selagi tidak ditemukan sebab yang pasti yang dapat
menjerat dalam kekafiran. Karena persatuan umat Islam adalah hal yang
sangat urgen sebagaimana di dalam ayat yang memerintahkan untuk
berpegang-teguh dengan tali Allah dan larangan perpecahan. Sebagaimana
di dalam hadist terpecahnya umat ini menjadi tujuh pulh golongan. Itu
juga merupakan motifasi dari Rasulullah saw agar kita tidak terpecah
belah.
***

Sholat tarawih empat rokaat atau lebih dengan satu salam menurut
pandangan ulama.
Sebelumnya, penulis pernah menulis sebuah artikel tentang masalah
ini secara khusus. Dan alangkah baiknya jika penulis mengutipkan tulisan
tersebut. Teksnya adalah demikian:
"Atas dasar Apa fuqoha membatalkan sholat tarawih dengan empat
rokaat sekali salam ??".
Langsung saja saya jawab: "Saya dulu pernah membaca permasalahan ini
secara khusus di dalam kitab Umdatul Mufti Walmustafti karya Muhammad Ahmad
Al-Ahdal, dan wal hasil memang ada yang memperbolehkannya", dan sayang kitab
yang satu ini seperti yang lain, masih tertinggal di Yaman dan kebetulan
memang tidak ada format pdf-nya.

Tapi, dengan tertinggalnya kitab tersebut bukan berarti kajian ini


menjadi mandeg di tengah jalan. Justru sebaliknya, malah menjadi peluang
emas untuk mengkaji, mengkaji dan mengkaji.

Al-Imam Al-Nawawi di dalam karyanya Al-Majmu' Syarhul


Muhadzdzab (32/4), menyebutkan sebuah fara' (cabang) permasalahan,
dan mengutip pendapat yang tidak memperbolehkan. Dan pendapat itu
~ 46 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

ialah pendapat dari Imam al-Qodhi Husain (salah satu tokoh pembesar
madzhab syafii w. 462 H) di dalam kumpulan fatwanya. Jika di dalam
kitab Al-Majmu', argument yang dijadikan pijakan ialah karena tidak
masyru' alias tidak diajarkan dari sononya. Jika melihat redaksi aslinya di
Fatawa Al-Qodhi Husain [hal 136, masalah no 146], beliau menjawab:
"Tidak dianggap (sholat tersebut); karena datangnya sunnah
(bertentangan dengan hal itu), dan sholat tarawih tidak dilaksanakan
dengan niat yang mutlak. Tapi dengan niat tarawih seperti (dikiaskan
dengan) 2 rokaat fajar; karena (hal ini) membutuhkan penentuan (ta'yin)
niat, sehingga hukum tarawih disamakan dengan sholat fardhu dari segi
tidak menerima tambahan rokaat". Dan sayangnya, muhaqqiq fatawa Al-
Qodhi Husain gak mengutipkan pendapat yang kedua. Bisa ditarik benang
merah, bahwa sholat tarawih sama halnya seperti sholat fardhu dalam segi
penentuan niatnya. Tapi, jika sedikit menelaah tulisan para ulama
syafiiyah, mereka sedikit merubah 'Illah (ratio logis) dalam qiyas ini. Jika
Qodhi Husain menuliskan bahwa illahnya ialah ta'yinun niyah (membatasi
niat), maka kalangan muta'akhirin merubahnya dengan "fi tholabil jama'ah"
(dianjurkannya berjamaah), tentu saja dua hal ini adalah 2 hal yang
berbeda jauh. (lihat: Asnal Matholib, Syeikhul Islam, (201/1) Tuhfatul
Muhtaj Syarah Minhaj, Ibn Hajar (2/232) dan juga karya-karya ulama
syafiiyah lainnya.

Ini pendapat yang pertama. Coba saja Imam Nawawi mengutip


pendapat kedua selain pendapat qodhi Husain, pasti akan lebih berfaidah
dan asyik, agar bisa membandingkan antara keduanya. !!!.

Jika pendapat kedua pastinya boleh melaksanakan tarawih dengan


empat rokaat dengan satu salam. Dengan sedikit menelisik madzhab
hanafi, khususnya dalam permasalahan ini. Mereka menuliskan: seseorang
boleh melaksanakan tarawih 3, 4 rokaat satu salam, bahkan lebih dari itu
juga boleh. Dan ini ialah pandangan Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan al-
ashoh menurut Imam Al-Sarokhsi [lihat: Al-Mabsuth, Al-Sarokhsi(147/2)].
Karena sholat yang demikian itu, syarat-syarat, dan rukunnya sudah
terpenuhi, dan salam dalam setiap 2 rokaatnya bukanlah sebuah syarat
yang harus dipenuhi [Bada'i Al-Shonai', al-kasani, (281/1)]. Oleh karenanya,
mengapa sholat yang seperti ini diklaim ketidak-sahannya ??

~ 47 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Dan sholat tarawih ialah jumlah keseluruhan dari 20 rokaat.


Tidaklah dikatakan bahwa 2 rokaat adalah tarawih tersendiri, sehingga
akan menjadi 10 tarawih dalam satu malam…!!. Dan juga hadist-hadist
terkait tarawih tidak menjelaskan secara detail tarawih harus begini dan
begitu, sehingga 4 rokaat sekali salam ialah tidak sah. Karena tarawih ialah
bagian dari qiyamullail yang termaktub di dalam hadist yang popular: "Man
qooma Romadhona….".Keterangan ini dapatdijadikan sanggahan atas
argument Al-Qodhi Husain diatas bahwa niat sholat tarawih harus ada
ta'yin niat-nya.

Jika berargumen bahwa tarawih itu sama seperti fardhu lantaran


dianjurkan berjamaah. Maka, perlu diketahui bahwa pada masa Rasulullah
saw. Beliau mendiamkan (Iqror) mereka sholat sendiri atau berjamaah,
sehingga perlu ada dalil yang khusus dari Rasulullah saw. Akan ke-
muakkadan jamaah sholat tarawih tersebut. Mungkin, argument terkuat
yang menunjukkan hal itu ialah atsar dari sayyidina Umar yang sengaja
mengumpulkan para sahabat untuk sholat berjamaah di masjid; karena
sebelumnya mereka sholat sendiri-sendiri di rumah mereka. Dan menurut
hemat saya –Allahu A'lam- istilah "Tarawih", belum digunakan ketika
Rasulullah saw. Dengan bukti bahwa tak ada satu hadist shorih yang
beredaksi "sholat tarowih".

Jika berargumen bahwa sholat malam dan siang itu dua rokaat
salam, sebagaimana di dalam hadist. Maka, perlu diketahui bahwa redaksi
hadistnya ialah "Sholat malam dan siang dua rokaat salam-dua rokaat salam" HR
Ahmad, Abu Daud dan Al-Tirmidzi dan maksudnya ialah duduk pada
setiap 2 rokaat, tidak harus 2 rokaat salam. [Syarh Mukhtashor Al-
Thohawi, Al-Jashshosh, (140/2)].

Sebenarnya, dari kalangan ulama syafiiyah sendiri ada satu tokoh


yang sependapat dengan ulama hanafiyah. Tapi yang itu, penulis lupa
siapakah beliau itu. untungnya, penulis masih ingat argumennya. Kalo
argument dari beliau itu, ke-umum-an sholat sunnah. Dalam arti, seseorang
bebas melaksanakan sholat sunnah dengan 2 rokaat salam atau 4 rokaat,
bahkan lebih. Makanya, sholat tarawih dengan kritria seperti itu, sah-sah
saja.

~ 48 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh ke lima:
Penetapan bulan Romadhon dan Syawwal

Di masa sekarang –sekitar setengah abad yang lalu- di Indonesia


misalnya, telah meluap-luap perdebatan di antara kaum muslimin tentang
penetapan bulan Ramadhan dan untuk menentukan permulaan puasa, dan
penetapan bulan Syawwal untuk persiapan Idul Fitri.
Dan kami memberi masukan kepada yang memiliki wewenang
untuk lebih merincikan masalah dengan mengembalikannya kepada Al-
Quran, Sunnah, berpegang-teguh dengan tali Allah, dan menghindari
perpecahan; karena permulaan puasa dan hari Iedul Fitri termasuk dalam
kategori syiar-syiar Allah, dan termasuk tanda-tanda pemersatu kata,
untuk kalimat tauhid. Dan di sini merupakan ketetapan-ketetapan
pengetahuan Syariat yang sudah ditetapkan oleh para ulama. Diantara
hasil ketetapan itu bahwa kita telah mengetahui:
1. imam empat madzhab telah sepakat bahwa bulan Ramadhan tidak
dapat ditetapkan kecuali oleh salah satu dari dua hal: melihat Hilal atau
menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari jika ditemukan
hal yang mencegah rukyah. Berupa: mendung, asap, kabut, dsb.
2. mereka sepakat juga bahwa masuknya bulan Syawwal juga
ditetapkan dengan melihat hilal. Jika hilal Syawaal tidak terlihat maka
wajib menyempurnakan bulan Romadhon menjadi tiga puluh hari.
3. perjalanan umat Islam berdasarkan atas hal itu tanpa terkecuali;
karena kita tidak mengetahui perbedaan pendapatnya ahlul kiblat yang
keluar dari faham Ahlussunnah wal Jamaah, sebelum munculnya
perbedaan pada masa-masa akhir ini.
4. ahlussunnah wal Jamaah dan lainnya menyepakati atas ketidak-
bolehan mengamalkan hitungan Hisab.

Tambahan KH. Ahmad Subki:


Karena Syariat Islam tidak memerintahkannya. Ini berlaku bagi
masyarakat luas; adapun bagi ahli hisab (pakar perbintangan) imam Syafii
sendiri yang memperbolehkan pemberlakuan bagi dirinya sendiri. Adapun
imam-imam lainnya dari kalangan ahlussunnah dan luar ahlussunnah
mereka tidak memperbolehkannya secara muthlak, yaitu bagi kalangan
~ 49 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

masyarakat umum dan khusus bagi pakar hisab.


5. yang menjadi barometer dalam penetapan bulan Romadhon dan
Syawwal adalah dengan melihat bulan, bukan dengan keberadaan hilal
yang sebenarnya dengan metode yang dikenal di dalam ilmu hisab. Ini
adalah lima poin utama yang dapat disimpulkan dari ketetapan-ketetapan
yang akan disebut.
Di dalam madzhab yang empat, bulan romadhon ditetapkan dengan
salah satu dari dua sebab:
Pertama: melihat hilal, jika langit bersih (cerah) dari segala sesuatu
yang dapat menghalangi rukyah berupa mendung, kabut, debu atau yang
lainnya.
Kedua: menyempurnakan bulan sya'ban menjadi tiga puluh hari jika
langit tidak tersepikan dari hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya;
karena sabda Rasulullah saw:
»ٓ‫ا ػذح شؼجبْ صالصي‬ٍّٛ‫ فاْ غجي ػٍيىُ فأو‬،ٗ‫ا ٌشؤيز‬ٚ‫أفطش‬ٚ ٗ‫ا ٌشؤيز‬ِٛٛ‫«ص‬
.‫اٖ اٌجخبسي ػٓ أثي ٘شيشح‬ٚ‫س‬
"puasalah karena kalian melihatnya, dan berbuka puasalah jika kalian
melihatnya, jika kalian tertutupi maka sempurnakanlah bulan Sya'ban menjadi tiga
puluh hari" [HR. Bukhori dari Abu Hurairoh]
Tambahan dari KH. Muhammad Subki:
Dan makna hadist bahwa jika di langit terdapat mendung, maka
yang dijadikan barometer adalah bulan Sya'ban. Yaitu dengan kita
sempurnakan menjadi tiga puluh hari, sekiranya jika hisab kita
menyatakannya sebagai bulan yang kurang (yaitu dua puluh sembilan
hari) maka kita membatalkan kekurangan tersebut (dengan
mengganapkannya menjadi tiga puluh hari). Dan jika bulan Sya'ban adalah
bulan yang sempurna, maka wajiblah puasa. Inilah kaidah yang ditetapkan
oleh Syariat yang memerintahkan untuk berpuasa. Ia adalah pemilik
kebenaran yang mutlak dalam menentukan tanda-tanda yang ia inginkan.
Berkata KH. Ali Ma'shum:
Di dalam sabda Rasulullah saw: "jika kalian tertutupi" kita temui
pengikut madzhab Hanbali berhati-hati, dan menyatakan: jika hilal
tertutupi pada terbenamnya hari ke dua pulu sembilan dari bulan Sya'ban,
maka tidak wajib menyempurnakannya menjadi tiga puluh hari, dan wajib
atasnya untuk menginapkan niat dan puasa di hari setelahnya untuk

~ 50 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

malam itu. Baik itu merupakan bulan Sya'ban yang sebenarnya, atau
termasuk dari Romadhon dan diniatkan bahwa puasanya adalah untuk
Romadhon. Jika ditengah-tengah puasa tampak bahwa itu termasuk bulan
Sya'ban maka tidak wajib menyempurnakannya. Pernyataan mereka ini
berlaku untuk awal Romadhon. Adapun pada akhir Romadhon maka
pandangan mereka sebagaimana pengikut Madzhab Syafii, Maliki dan
Hanafi yaitu berupa pandangan akan wajibnya menyempurnakan bulan
Romadhon menjadi tiga puluh hari, jika hilal tertutup atas mereka; karena
mengamalkan kehati-hatian dalam ibadah.
Begitulah empat madzhab sepakat hanya untuk mengamalkan
rukyah atau menyempurnakan. Mereka tidak memiliki cara selain
keduanya. Itu semua karena pengamalan terhadap hadist tersebut. Tiada
penganggapan bagi para pakar perbintangan/astronomi yaitu mereka
pakar hisab menurut pandangan mereka. Dengan ketetapan hasil hisab
mereka tidak mewajibkan puasa bagi diri mereka sendiri atau orang yang
mempercayai mereka. Kecuali Imam Syafii dan para pengikutnya yang
mengatakan: pendapat pakar hisab dianggap bagi dirinya sendiri dan yang
mempercayai pandangan mereka, dan tidak mewajibkan (puasa) bagi
kalangan manusia secara umum, menurut pendapat yang unggul.
Tokoh-tokoh yang berpandangan berbeda berargumentasi bahwa
Syariat mengikatkan hukum puasa dengan tanda-tanda tetap yang tidak
mungkin berubah-ubah, yaitu rukyatul Hilal (maksudnya hilal Romadhon)
atau menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh hari yaitu dari rukyah
di bulan Sya'ban.

Tambahan dari KH. Muhammad Subki:


‫عٍُ يزؾفظ ِٓ شؼجبْ ِب ال‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫ب وبْ سع‬ٕٙ‫لبٌذ ػبئشخ سظي اهلل ػ‬
]4438 :‫ي ص‬ٛ‫ي ِٓ أؽبديش اٌشع‬ٛ‫د [عبِغ األص‬ٚ‫ دا‬ٛ‫ أخشعٗ أث‬.»ٖ‫يزؾفظ ِٓ غيش‬
"Berkata Siti Aisyah ra: Rasulullah saw berhati-hati di bulan Sya'ban tidak
seperti di bulan-bulan yang lainnya."
Ini merupakan dalil bahwa penyempurnaan bulan Sya'ban menjadi
tiga puluh hari ialah dari Rukyah bukan dari hisab.
Berkata KH. Ali Ma'sum:
‫أِش‬ٚ َ‫ فصب‬، ٗ‫ سأيز‬ٝٔ‫ أ‬-ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ص‬- ‫ي اهلل‬ٛ‫الي فأخجشد سع‬ٌٙ‫ إٌبط ا‬ٜ‫رشاء‬
.َ‫إٌبط ثبٌصيب‬

~ 51 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra beliau berkata:


"segenap manusia telah melihat hilal, maka aku beri tahu Rasulullah saw bahwa
aku melihatnya, maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk
berpuasa" [HR. Abu Daud, dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim]
‫الي لبي‬ٌٙ‫عٍُ فمبي ئٔي سأيذ ا‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ إٌجي ص‬ٌٝ‫أػشاثي عبء ئ‬
‫ا‬ ّْ ‫ أ‬: ‫ػٓ اثٓ ػجبط‬
‫ا‬ِٛٛ‫ي اهلل لبي ٔؼُ لبي يب ثالي أرْ في إٌبط أْ يص‬ٛ‫ذ أْ ِؾّذا سع‬ٙ‫ذ أْ ال ئٌٗ ئال اهلل أرش‬ٙ‫أرش‬
)ْ‫اثٓ ؽجب‬ٚ ‫صؾؾٗ اثٓ خضيّخ‬ٚ
ّ ‫اٖ اٌخّغخ‬ٚ‫غذا (س‬
"Dari Ibnu Abbas bahwa seorang pedalaman datang kepada Rasulullah saw dan
berkata: aku telah melihat hilal. Rasul bertanya: "apakah engkau bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah ? apakah engkau bersakdi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah?."
Ia menjawab: iya. Rasul bersabda: "wahai Bilal, beritau orang-orang untuk berpuasa
besok" [HR. Lima Imam, dan dishohihkan oleh Ibnu Huzaimah dan Ibnu
Hibban]
Aku berkata:
Dari sini dapat kita fahami bahwa yang menjadi barometer adalah
melihat hilal, bukan keberadaan hilal, tidak juga dengan keyakinan akan
keberadaannya dengan metode hisab. Dan ini karena hadist-hadist
menafsirkan firman Allah swt:
]185 :‫ش َفف ْنٍي ُكص ْنّٗ﴾ [اٌجمشح‬ٙ‫اٌش ْن‬ ُ‫ِه ذ ِهِٕى‬ٙ‫﴿فّٓ ش‬
‫َف َف ْن َف َف ْن ُك ُك َّش َف َف‬
"Maka sesiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan, maka berpuasalah"
[Al-Baqoroh: 185]
Maksudnya adalah barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan
masuknya bulan Romadhon dengan rukyah hilal, maka bagi sesiapa yang
melihatnya atau rukyah orang lain menjadi tetap baginya, maka ia
berkewajiban untuk memuasakannya. (telaahlah tafsir Al-Jalalain dan
Hasyiyah al-Showi).
Argumentasi ini menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa
yang dianggap di dalam penetapan dua bulan: Romadhon dan Syawwal
adalah dengan melihat hilal bukan dengan keberadaannya yang terkadang
diketahui dengan metode hisab atau dengan meyempurnakan bulan
Sya'ban menjadi tiga puluh hari untuk berpuasa atau Romadhon untuk
memasuki Hari Ied.
Adapun perkataan para pakar perbintangan, walaupun berdasarkan
atas kaidah-kaidah yang paten, ternyata sering kali kita dapati pendapat-

~ 52 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

pendapat mereka berbeda-beda. Kemudia hadist yang disebutkan di atas


dapat difahami bahwa tiada penganggapan hisab; karena ada pembatasan
tanda-tanda dalam rukyah atau penyempurnaan. Sementara hisab
terkadang bertentangan dengan penyempurnaan. Dan bulan Syawwal juga
dapat ditetapkan dengan hal yang serupa dalam penetapan bulan
Romadhon menurut konsesnsus di antara empat madzhab dan madzhab
lainnya yang keluar dari golongan ahlusunnah wal Jamaah. Simaklah
pandangan Assayyid ibnul Qosim Al-Khu'i, dan beliau adalah salah satu
dari ulama Syiah Imamiyah.
Beliau berkata: dan tiada penganggapan selain apa yang kami
sebutkan (maksudnya adalah selain melihat hilal Romadhon atau dengan
berlalunya tiga puluh hari dari bulan Sya'ban) dari ucapan ahli
perbintangan dan sebagainya. Sampai perkataan beliau: di dalam
penetapan bulan Romadhon harus menetapkan salah satu perkara-perkara
yang disebutkan (maksudnya: melihat hilal, kesaksian dua orang yang adil
atau menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh). Jika tidak ada
ketetapan dari salah satunya, maka tidak boleh berbuka puasa.80

***

Penjelasan:
Pertama: Pandangan al-Ghumari tentang masalah ini di dalam
kitabnya Taujihul Andhor. Ia memandang bahwa mengamalkan hisab
dalam penetapan bulan romadhon dan Syawwal adalah wajib, dengan dua
syarat: (1) kalangan pakar hisab jumlahnya banyak, sekiranya kesalahan
dapat dihindari. (2) dalam keadaan mendung/kabut.
Adapun argumentasi yang dipakai dalam permasalahan ini adalah
karena perintah nabi Muhammad saw dalam hadistnya:
ٌٗ ‫ا‬ٚ‫فاْ غُ ػٍيىُ فبلذس‬
ّ
"jika kalian terhalangi, maka perkirakanlah untuknya"
Makna hadist ini menurut kita adalah perkirakanlah dengan hisab
tempat-tempatnya bulan, dan perintah ini berfaidah wajib. Adapaun syarat
yang kedua dalam keadaan mendung atau kabut; karena Syariat
mengaitkan perintah itu dalam keadaan itu, maka tidak boleh

80 - Al-Masa'il Al-Muntakhobah karya Al-Khu'i, cetakan kedua, Mathbaatul Adab, di Najaf,


tahun 1384 H, hal 149.
~ 53 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

mengamalkan hisab kecuali dalam keadaan mendung/kabut. Walaupun


pandangan jumhur dalam penafsiran hadist itu adalah dengan
memperkirakannya menjadi 30 hari.81
Argumentasinya secara lengkap, perbedaan pandangan ulama,
beserta diskusinya dapat ditelaah di karya al-Ghumari tersebut.

Kedua: Biogafi Assayyid Abul Qosim Al-Khu'i.


Sayyid Abu al-Qasim Musawi Khui. Beliau lahir 13 November 1899 di
Khui dan wafat 8 Agustus 1992 di kota Najaf Irak. Salah seorang fukaha
dan ulama marja taklid Syiah pada akhir abad 20. Ia adalah ulama besar
yang mengharumkan Hauzah Najaf dan tidak sedikit dari kalangan murid-
muridnya yang kemudian menjadi ulama marja taklid untuk generasi
selanjutnya.
Ia dikenal sebagai salah seorang pengajar Hauzah Ilmiah yang sulit
ditemukan padanannya karena penguasaan ilmunya dalam banyak bidang
agama seperti fikih, ushul, rijal dan tafsir, bahkan termasuk dengan ulama-
ulama setelahnya. Ia telah meninggalkan banyak karya dalam berbagai
macam bidang ilmu Islam.
Beliau memiliki beberapa karya-karya ilmiyah, baik yang ia tulis sendiri
ataupun yang disusun oleh murid-muridnya. Diantaranya:

1. Darāsāt fi al-Ushul oleh Sayyid Ali Hasyimi Syahrudi, yang berisi


pelajaran Ushul Ayatullah Khui.
2. Muhādharāt fi Ushul Fiqh oleh Muhammad Ishaq Fayyadh.
3. Mabāni al-Istibāth oleh Sayyid Abu al-Qasim Kukbi Tabrizi.
4. Mashābi al-Ushul oleh Sayyid „Ala al-Din Bahrul Ulum.
5. Risālah al-Amr bain al-Amrain oleh Muhammad Taqi Ja‟fari, kitab ini
berisi pelajaran kalam yang dirangkum dari penjelasan Ayatullah
Khui.
6. Mishbāh al-Fuqāhah fi al-Mu’āmalāt oleh Muhammad Ali Taqi Tauhidi.
Kitab ini memuat penjelesan Ayatullah Khui dalam ilmu fiqh.
7. Al-Tanqih fi Syarh al-Makāsib, oleh Ali Gharawi Tabrizi.
8. Muhādharāt fi al-Fiqh al-Ja’fari, oleh Sayyid Ali Hasyimi Syahrudi.

81 - Taujihul Andhor, Ak-Ghumari, hal 52.


~ 54 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

9. Al-Mustanad fi Syarh ‘Urwat al-Watqi, oleh Murtadha Burujerdi.


10. Tahrir al-‘Urwat al-Watqi, oleh Qurbani Ali Muhaqqaq Kabali.
11. Durūs fi al-Fiqh al-Syi’ah, oleh Sayyid Mahdi Khalkhali.
12. Minhāj al-Shālihin. Kitab ini adalah kumpulan fatwa Ayatullah Khui
yang paling penting. Pada bab-bab awal kitab ini, Ayatullah Khui
menuliskan secara ringkas mengenai Minhaj al-Shalihin karya
Sayyid Muhsin Hakim yang juga menjadi bagian dari pendapatnya
lalu kemudian menuliskan fatwa-fatwa dan pendapatnya sendiri.
13. Tanggapan atas Urwat al-Wutsqah. Ayatullah Khui adalah ulama yang
pertama kali mengeluarkan fatwa mengenai kitab ini.
14.Mausu’ah al-Imām al-Khui, kitab yang terdiri dari 50 jilid

Ketiga: Beberapa kutipan dari kalangan madzhab Syiah dalam


permasalan ini.
Jika ditelusuri, ternyata syiah tidak hanya satu golongan. Mereka
terdiri dari berbagai golongan, seperti Imamiyyah, Ja'fariyyah, dan
Zaidiyyah.
Di dalam kitab Syaro'iul Islam karya Al-Hilliy –dari kalangan Syiah
Imamiyah-, beliau menyatakan:
"Bulan Romadhon dapat diketahui dengan melihat hilal, dan bagi yang tidak
melihatnya maka ia tidak wajib puasa kecuali dengan menggenapkan bulan Sya'ban
menjadi tiga puluh hari, atau dengan melihat dengan penglihatan yang menyeluruh".82
Di literatur fiqih kalangan imamiyah yang lain juga menyatakan:
"Masuknya bulan Romadhon dapat diketahui dengan melihat hilal, kesaksian
dua orang yang adil, terdapat kemasyhuran dalam melihat hilal, berlalunya tiga puluh
hari dari bulan Sya'ban. Dan tidak ada penganggapan untuk jadwal, yaitu penghitungan
khusus yang diambil dari perjalanan bulan dan matahari; karena tidak ada ketetapan
yang diakui oleh Syariat."83
Dari kutipan ini, kita fahami bahwa apa yang mereka tetapkan di
dalam fiqih mereka tiadak begitu ada perbedaan yang mendasar tentang
penetapan bulan Romadhon, begitu juga dengan bulan Syawwal.
Adapun dari kalangan Zaidiyyah, penulis kutipkan juga dari

82 - Syaro'iul Ilam, al-Muhaqqiq al-Hilli (1/154)


83 - Ar-raudhotul bahiyyah syarah al-lum'ah ad-dimasyqiyyah, muhammad Jamaluddin al-
Amili (2/109)
~ 55 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

beberapa literaturnya. Yaitu:


Berkata Ibnul Amir di dalam Subulus Salam, setelah menguraikan
syarah beberapa hadist tentang rukyah:
"hadist-hadist ini, merupakan nash-nash bahwa tidak ada puasa dan berbuka
puasa (berlebaran) kecuali dengan rukyah, atau menyempurnakan bilangan menjadi
tiga puluh"84
Walaupun pandangan beliau sama dengan pendapat mayoritas
madzhab-madzhab ulama yang lain. Akan tetapi, dalam permasalahan
Rukyah, beliau menyatakan bahwa rukyah di satu tempat, merupakan
rukyah untuk semua orang di semua belahan dunia.
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Al-Syaukani di dalam
Nailul Author.85

***

84 - Subulus salam, Ibnul Amir (1/560)


85 - Nailul Author, Al-Syaukani, (4/321)
~ 56 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Tambahan dari KH. Muhammad Subki:

[Hari Ied Bertepatan dengan Hari Jumat]

Jika hari Jumat bertepatan dengan hari Ied, maka menurut madzhab
kita bahwa sholat Jumat tidak gugur dengan sebab adanya sholat Ied bagi
penduduk. Maka sholat jumat tetap menjadi kewajiban mereka. Berbeda
dengan penduduk desa dan pedalaman yang menghadiri Ied dan keluar
dari daerah mereka sebelum tergelincirnya matahari; maka sholat jumat
gugur untuk mereka. Boleh bagi mereka untuk meninggalkan Jumat dan
melaksanakan Sholat Dhuhur. Dan menurut madzhab Abu Hanifah, tidak
gugur bagi semuanya, maka ia wajib melaksanakannya secara mutlak.

***
Penjelasan:
Ada sebuah hadist yang maknanya menjadi obyek perdebatan
diantara ulama. Yang berbunyi:
‫ْ ئْ شبء اهلل‬ٛ‫ئٔب ِغّؼ‬ٚ ،‫ فّٓ شبء أعضاٖ ِٓ اٌغّؼخ‬،ْ‫ِىُ ٘زا ػيذا‬ٛ‫لذ اعزّغ في ي‬
)ُ‫اٌؾبو‬ٚ ٗ‫اثٓ ِبع‬ٚ ‫د‬ٚ‫ دا‬ٛ‫اٖ أث‬ٚ‫" (س‬ٌٝ‫رؼب‬
"Hari ini telah terkumpul dia hari raya, sesiapa yang ingin, maka sholat ied telah
mencukupi sholat jumahnya. Dan kami Insyaallah melaksanakan sholat jumah" [HR.
Abu daud, Ibnu Majah, dan Hakim dari Abu Hurairoh]
Tetapi, dalam memahami hadist haruslah kita fahami dengan
pemahaman yang benar. Sebagaimana di dalam ayat al-Quran, antara satu
hadist dengan hadist yang lain saling menafsirkan. Dan sudah terdapat
beberapa cara untuk memahami makna kandungan hadist yang dimaksud
yaitu dengan melihat redaksi aslinya dari berbagai macam redaksi, dan
diantaranya dengan mengetahui asbab wurudil hadist yaitu sebab
datangnya hadist ini.
Dan sebelum menafsirkan hadist ini, terlebih dahulu kita kaji
tentang status hadist ini apakah termasuk dalam kategori hadist yang
shohih, hasan, atai dhoif. Dan Ibnu Abdil Bar, memiliki bahasan yang
lumayan luas tentang hadist ini di dalam salah satu karyanya, yaitu: al-
Tamhid lima fil Muwaththo' minal asanid. Dan belaiu menyatakan:
"di dalam hadist ini adalah riwayat dari Syu'bah, dan tiada yang

~ 57 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

meriwayatkan dari syu'bah seorangpun yang tsiqoh dari kalangan murid-


muridnya yang hafidh. Riwayatnya ini hanya diriwayatkan oleh Baqiyyah
ibnul Walid yang ia tidak memiliki kekuatan dalam periwayatan hadist,
terutama dari kalangan orang Syam. Dan mayoritas ulama melemahkan
status Syu'bah, ia juga memiliki hadist-hadist mungkar, dan ia termasuk
orang yang dhoif, bukan termasuk orang yang dapat dipertanggung-
jawabkan periwatannya. Adapun dari riwayat yang lain, adalah riwayat
dari Ats-Tsauri, itupun dengan sanad yang mursal,86 bukan termasuk
hadist yang shohih. 87
Sehingga, dengan kutipan ini, kita ketahui bahwa ini merupakan
hadist yang lemah dan tidak perlu diamalkan; karena lemahnya sebuah
hadist tidak dapat dijadikan argumentasi. Apalagi dalam hal
menggugurkan kewajiban muslim yaitu Jumat. Padahal sholat Ied adalah
ibadah yang sunnah, ia tidak dapat menggugurkan kewajiban ibadah wajib
yaitu Jumat. Lebih melaksanakan jumat saja, tanpa sholat Ied, dari pada
meninggalkan Jumat karena sholat Ied. Dan lebih baik lagi jika
melaksanakan kedua-duanya. Yaitu Sholat Ied dan Sholat Jumat.
Juga dengan melihat akhir redaksi hadist yang disebutkan diatas.
Bahwa Rasulullah saw tetap melaksanakan Jumat; jika Jumat tidak wajib,
maka Rasulullah saw tidak akan mengajak sahabat-sahabatnya untuk
melaksanakan Jumat.

86 - Yaitu periwayatan tabiin yang langsung meriwayatkannya kepada Rasulullah saw. Dan
ini tergolong hadist yang lemah.
87 - al-Tamhid, Ibnu Abdil Bar (10/273)

~ 58 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Tempat pelaksanaan Sholat Ied

Melaksanakan Sholat Ied di masjid lebih utama jika masjidnya luas;


karena masjid lebih utama, mulia dan lebih bersih daripada yang tempat
lain. Dan dua rokaat tahiyyatul masjid, dan iktikaf didapatkan di
dalamnya. Serta para imam secara kontinyu melaksanakan Sholat Ied di
Mekah, di Masjidil Haram. Wallahu A'lam.

***

Penjelasan:
Apa yang diuraikan di kitab ini adalah pendapat yang kuat dalam
madzhab Syafii. Karena alasan yang telah dipaparkan, dan karena nabi saw
melaksanakan sholat ied di lapangan; karena masjid tidak dapat
menampung jamaah yang brgitu banyak, sehingga pelaksanaannya
dipindahkan ke lapangan. Jika masjid dapat menampung jamaah, akan
tetapi sholat ied masih dilaksanakan di lapangan, maka hukumnya adalah
makruh.88
Akan tetapi di dalam madzhab Syafii, terdapat pandangan yang
kedua yaitu pelaksanaannya di masjid lebih utama kecuali karena ada
halangan; karena mengikuti Rasulullah saw. Sebagaimana di ungkapkan
dalam sebuah hadist:
ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫ ثٕب سع‬ٍّٝ ‫َ ػيذ فص‬ٛ‫ أصبثٕب ِطش في ي‬:‫ ػٕٗ لبي‬ٌٝ‫ػٓ أثي ٘شيشح سظي اهلل رؼب‬
.‫عٍُ في اٌّغغذ‬ٚ ٗ‫اهلل ػٍي‬
"dari Abu Hurairoh ra beliau berkata: pada hari raya ied sedang terjadi hujan,
maka Rasulullah saw sholat bersama kita di dalam masjid" [HR. Abu Daud
Tirmidzi dan Hakim]
Meskipun demikian, pelaksanaannya di dalam masjid adalah lebih
utama, sebagaimana pernyataan imam ad-Damiri bahwa tidak terdapat
perselisihan di dalam permasalahan ini.89

88 - An-Najmul Wahhaj, Ad-Damiri (2/546)


89 - Ibid, (2/547)
~ 59 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Kemudian KH. Ali Maksum melanjutkan:

Contoh ke enam:

Ziarah Kubur apakah diperbolehkan?

Ziarah kubur diperbolehkan oleh semua madzhab muslimin. Dan


menjelaskan adab-adab bagi peziarah.
Tambahan dari KH. Muhammad Subki:
Bahkan ziarah kubur adalah perkara yang sunah; tujuannya
(1) untuk menjadikannya pelajaran
(2) mengingat akhirat. Itu didapatkan dengan melihat kuburan
walaupun tidak mengenal siapa yang dikubur.
(3) untuk mendoakan (yang dikubur), dan itu disunnahkan untuk
semua muslim.
(4) atau untuk mencari keberkahan; karena orang yang meninggal
memiliki tindakan-tindakan dan memiliki keberkahan-keberkahan yang
bilangannya tidak terhitung.
(5) atau untuk memenuhi hak seperti kawan dan orang tua.
Imam Hakim90 telah meriwayatkan hadist dari Abu Hurairoh ra:
.ٗ‫اٌذي‬ٛ‫وبْ ثبسا ث‬ٚ ،ٌٗ ‫ أؽذّ٘ب في وً عّؼخ غفش اهلل‬ٚ‫اٌذيٗ أ‬ٚ ‫ِٓ صاس لجش‬
"Barang siapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuaya atau salah satunya
di setiap hari jumat, maka Allah akan memberinya pengampunan, dan ia termasuk
orang yang berbakti kepada kedua orang tua" [HR. At-Tobaroni di AL-Ausath
dan Al-Mu'jam Al-Shoghir]
Di dalam riwayat yang lain:
‫اٌمشآْ اٌؾىيُ *﴾ غفش هللا ًه ةعذد رًى‬ٚ * ‫ أؽذّ٘ب فمشأ ػٕذٖ ﴿يظ‬ٚ‫اٌذيٗ أ‬ٚ ‫«ِٓ صاس لجش‬

‫اٖ اثٓ ػذي‬ٚ‫ ؽشفب» س‬ٚ‫ً ًدح أ‬


"Sesiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satunya, dan
membacakan surat Yasin wal Quranil hakim, maka Allah akan mengampuninya dengan
jumlah ayat atau huruf" [HR. Ibnu 'Adi]
Dan di dalam riwayat yang lain juga:

90 - Setelah penerj. melacak keberadaan hadist ini, ternyata hadist ini tidak diriwayatkan
oleh Abu Abdillah Al-Hakim, tapi Al-Hakiim At-Tirmidzi dari Abu Hurairoh, (Kanzul
Ummal, Muttaqi Al-Hindi (16/468))
~ 60 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

‫وؾغخ‬
ّ ْ‫ أؽذّ٘ب وب‬ٚ‫اٌذيٗ أ‬ٚ ‫ِٓ صاس لجش‬
"Sesiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satunya,
maka itu bagaikan pahala haji satu kali" [HR. Al-Hakim At-Tirmidzi]
Berkata KH. Ali Mashum:
Ziarah kubur adalah sunnah Rasulullah saw; karena Beliau sendiri
menziarahi kubur dan mengajari para sahabat bagaimana menziarahi
kubur, itu terjadi di kehidupan duniawinya saw.
Adapun Ziarah Rasulullah saw ada sebuah hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Malik dari Aisyah ra:
‫سثه يأِشن أْ رأري أً٘ اٌجميغ‬
ّ ّْ ‫ ئ‬:ٌٗ ‫عٍُ أخجش٘ب أ ّْ عجشيً عبءٖ فمبي‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫أّٔٗ ص‬
‫أطبي اٌميبَ صُ سفغ يذيٗ صالس‬ٚ : ]‫عٍُ عبء اٌجميغ [فمبٌذ‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫أّٔٗ ص‬ٚ ،ٌُٙ ‫فزغزغفش‬
ّ
ِٓ ‫ اٌغالَ ػٍيىُ أً٘ اٌذيبس‬:‫ٌي‬ٛ‫ ل‬:‫ُ؟ فمبي‬ٌٙ ‫ي‬ٛ‫ويف أل‬ٚ :ٌٗ ‫ب لبٌذ‬ٕٙ‫ب سظي اهلل ػ‬ّٙٔ‫أ‬ٚ .‫ِشاد‬
ّ
.ْٛ‫ئّٔب ئْ شبء اهلل ثىُ الؽم‬ٚ ٓ‫اٌّغزأخشي‬ٚ ُ‫يشؽُ اهلل اٌّغزمذِيٓ ِٕى‬ٚ ٓ‫اٌّغٍّي‬ٚ ٓ‫اٌّإِٕي‬
"Bahwa Rasulullah saw memberitahukan kepada Aisyah bahwa Jibril datang
dan berkata: sesungguhnya tuhanmu memerintakanmu untuk mendatangi penduduk
Baqi' agak kau memohonkan ampunan untuk mereka. Dan Rasulullah saw mendatangi
Baqi. Dan Aisyah berkata: dan Rasulullah saw berdiri lama, dan mengangkat kedua
tangannya tiga kali. Dan Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah saw: bagaimana aku
mengucapkan salam kepada mereka? Rasul menjawab: "katakanlah semoga
keselamatan tetap atas kalian wahai penghuni rumah dari kalangan mukminin dan
muslimin, semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang mendahului kalian
dan setelah kalian. Kami Insyaallah akan menyusul kalian"92
Bahkan diriwayatkan bahwa ziarah Rasulullah saw ke Baqi'
merupakan kebiasaan beliau. Dan inilah lafal hadistnya:
- ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫ب ِٓ سع‬ٙ‫ وٍّب وبْ ٌيٍز‬- ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫وبْ سع‬
،‫ْ غذا‬ٚ‫ػذ‬ٛ‫أربوُ ِب ر‬ٚ ،ٓ‫َ ِإِٕي‬ٛ‫ «اٌغالَ ػٍيىُ داس ل‬:‫ي‬ٛ‫ فيم‬،‫ اٌجميغ‬ٌٝ‫يخشط ِٓ آخش اٌٍيً ئ‬

91 - Di dalam redaksi kitab Hujjah Ahlussunnah ( ), mungkin yang leboh susuai adalah
yang pen. tetapkan diatas karena menyesuaikan susunan.
92 - Di dalam kitab Al-Muwatho' tidak terdapat kisah ini secara detail, dan yang
diungkapkan di sana bahwa Rasulullah saw bersabda: "sesungguhnya aku di utus ke
penduduk baqi' untuk bersholat kepada mereka" dan shoat disini dapat diartikan
sebagai istighfar atau meminta pengampunan. [lihat: AL-Muwatho', Malik, (1/390)]
tapi penggalan kisah ini juga diceritakan oleh Imam Muslim di dalam Shohihnya, dan
Muslim meriwayatkan penggalan yang terakhir yang berkaitan tentang salam yang
diajarkan Rasulullah kepada Aisyah.
~ 61 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

.ٍُ‫اٖ ِغ‬ٚ‫ اغفش ألً٘ ثميغ اٌغشلذ» س‬،ٌٍُٙ‫ ا‬،ْٛ‫ ثىُ الؽم‬،‫ ئْ شبء اهلل‬،‫ئٔب‬ٚ ،ٍْٛ‫ِإع‬
"Ada Rasulullah saw setiap giliran Rasulullah untuk Aisyah, beliau selalu keluar
pada akhir malam ke Baqi', dan berkata: semoga keselamatan tercurahkan untuk kalian
di peristirahatan kaum mukmin, dan telah datang apa yang telah dijanjikan kepada
kalian besok, seraya mengharapkan diperlambat, dan kami Insyaallah akan menyusul
kalian. Ya Allah ampunilah penduduk Baqi' AL-Ghorqod" [HR. Muslim]
[Berdasarkan penjelasan sebagaimana yang disampaikan oleh
beberapa hadist di atas, maka semestinyalah bagi setiap orang Islam untuk
mengambil suatu pengertian bahwa:
(1) berziarah kubur itu merupakan sunnah Rasulullah saw yang
sudah selayaknya diikuti oleh segenap umatnya tanpa terkecuali.
(2) sunah rasul tersebut secara formal diajarkan kepada para
sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah pun menganjurkan
kepada generasi berikutnya untuk tetap selalu mengamalkan tindak yang
diperbuat oleh beliau itu yakni berziarah kubur.
(3) Bahwa Rasulullah dalam berziarah kubur sebagaimana yang
biasa beliau lakukan terhadap ahli kubur Baqi Gorqod adalah bertujuan
mendoakan kepada orang-orang mukmin yang telah mendahului (mati).
(4) bahwa dalam berziarah kubur tersebut Rasulullah
mengingatkan secara langsung baik kepada dirinya sendiri maupun kepada
para sahabat, yakni pada saatnya pun yang masih hidup ini pasti akan mati
bertemu bersama mereka yang sudah mendahului (mati).
(5) dan di situlah manusia akan menemukan apa yang pada waktu
masih hidup telah dijanjikan oleh tuhannya, seperti adanya siksa kubur,
neraca amal, surga, neraka dan sebagainya. Inilah yang di sebut Akhirat.]93

Adapun ziarah kubur bagi para mukminin pada masa Rasulullah


saw dan pengajaran Rasulullah saw bagaimana tata cara berziarah, maka
simaklah sedikit dari yang menunjukkannya:
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan sebuah hadistnya seorang
perempuan yang menziarahi kuburan bayinya dan menangis, Rasulullah
saw tidak melarangnya untuk berziarah, tetapi beliau bersabda:
‫اصجشي‬ٚ ‫ارمي اهلل‬

93 - di dalam kurung ini penjelasan dari KH. Muhammad subki yang tidak terdapat di
dalam versi Arabnya.
~ 62 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"Bertakwalah kepada Allah dan sabarlah"


Dan Rasulullah berkata kepadanya:
ٌٝٚ‫اٌصجش ػٕذ اٌصذِخ األ‬
"Kesabaran itu berada ketika hentakan yang pertama"
Dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengajari
sahabatnya ketika mendatangi kuburan untuk mengucapkan:
‫ٌىُ اٌؼبفيخ‬ٚ ‫ أعأي اهلل ٌٕب‬،‫اٌّإِٕبد‬ٚ ٓ‫اٌّإِٕي‬ٚ ٓ‫اٌغالَ ػٍيىُ أً٘ اٌذيبس ِٓ اٌّغٍّي‬
"Semoga keselamatan tercurahkan kepada penduduk kubur dari kalangan
muslimin, mukminin dan mukminat. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk
kita dan kalian semua."
Iya, dulu ziarah kubur adalah hal yang dilarang di masa permulaan
Islam, di mana ketika orang-orang masih dekat dengan tradisi jahiliyah.
Lalu larangan itu dihapus dengan ucapan Rasulullah saw dan
perbuatannya.
Adapun perbuatannya, telah engkau dengar. Adapun ucapannya,
ialah hadist:
‫ب‬ّٙٔ‫٘ب؛ فا‬ٚ‫س‬ٚ‫٘ب؛ فمذ أرْ ٌّؾّذ في صيبسح لجش ّأِٗ فض‬ٚ‫س‬ٚ‫س فض‬ٛ‫يزىُ ػٓ صيبسح اٌمج‬ٙٔ ‫وٕذ‬
.‫رزوش اآلخشح‬
ّ
"dulu aku melarang kalian untuk menziarahi kubur; karena Muhammad telah
diberi izin untuk menziarahi ibunya, maka berziarahlah; karena ziarah dapat
mengingatkan kepada akhirat" [HR. Muslim Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Hibban
dan Hakim]
Dan di dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Al-Hakim:
‫رزوش اآلخشح‬
ّ ‫ب‬ّٙٔ‫س فا‬ٛ‫ا اٌمج‬ٚ‫س‬ٚ‫فض‬
"maka ziarahilah kubur; karena sesunggunya ia ingatkan kepada akhirat" [HR.
Tirmidzi, Ahmad]
‫ُ ثّب‬ٌٙ ٛ‫يذػ‬ٚ ُٙ‫يغ ٍُّ ػٍي‬ٚ ‫س أً٘ اٌجميغ‬ٛ‫لج‬ٚ ‫ذاء أؽذ‬ٙ‫س ش‬ٚ‫عٍُ يض‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫وبْ ص‬ٚ
ٗ‫اثٓ ِبع‬ٚ ‫أؽّذ‬ٚ ٍُ‫اٖ ِغ‬ٚ‫رمذَ س‬
ّ
"Ada Rasulullah saw menziarahi para syuhada di Uhud, dan pemakaman Baqi',
ia mengucapkan salam dan berdoa untuk mereka dengan doa yang diuraikan
sebelumnya" [HR. Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah]94

- Hadist ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shohihnya (7/474). Dan ia
94

mengomentari bahwa hadist-hadist yang menyatakan bahwa Rasulullah saw Sholat


~ 63 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Dan diperselisihkan hukum ziarah kubur untuk perempuan. Ada


satu golongan dari kalangan ulama yang menyatakan kemakruhannya,
dengan makruh tahrim atau tanzih; karena sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairoh bahwa:
‫س‬ٛ‫اساد اٌمج‬ٚ‫ص‬
ّ ٓ‫عٍُ ٌؼ‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫سع‬
"Rasulullah saw melaknat para perempuan yang menziarahi kubur" [HR.
Ahmad dan Ibnu Majah]
Tapi mayoritas ulama menyatakan bahwa hukumnya boleh ketika
aman dari fitnah. Dan mereka berargumentasi dengan hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah ra beliau berkata:
ُ‫ اٌغالَ ػٍيى‬:‫ٌي‬ٛ‫ ل‬:‫س؟ لبي‬ٛ‫عٍُ ئرا صسد اٌمج‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫ي يب سع‬ٛ‫ويف أل‬
ٓ‫ديبس اٌّإِٕي‬
"Bagaimana yang harus aku katakan wahai Rasulullah ketika aku menziarahi
kubur? Rasulullah menjawab: katakanlah, semoga keselamatan tercurahkan kepada
kalian wahai penduduk rumah-rumah mukminin" [HR. Muslim]
Dan berargumentasi dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori:
.‫اصجشي‬ٚ ‫ فمبي ّارمي اهلل‬.‫ب‬ٌٙ ‫عٍُ ِش ثبِشأح رجىي ػٕذ لجش صجي‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫أ ّْ إٌجي ص‬
ّ
‫اٌؾذيش‬
"Sesungguhnya Nabi saw melewati seorang perempuan yang menangis di sebelah
kuburan anaknya. Dan Rasul mengatakan kepadanya: bertakwalah kepada Allah dan
sabarlah" [HR. Bukhori]
Rasulullah saw tidak mengingkari ziarahnya.
Dan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Hakim:
‫وً عّؼخ‬ّ ‫ب ؽّضح‬ّٙ‫ػ‬
ّ ‫س لجش‬ٚ‫أ ّْ فبطّخ وبٔذ رض‬
"Sesungguhnya Fatimah menziarahi makam pamannya, Hamzah setiap hari
Jum'at". [HR. Al-Hakim, dan Al-Baihaiq]
Dan dengan hadist Abdullah bin Abi Mulaikah:
‫ِه‬
‫لجش‬:‫ألجٍذ؟ فمبٌذ‬ ٓ‫ يب ّأَ اٌّإِٕيٓ ِٓ أي‬:‫ب‬ٌٙ ‫ فمٍذ‬،‫ اٌّمبثش‬ٌٝ‫َ ئ‬ٛ‫أ ّْ ػبئشخ ألجٍذ راد ي‬
:‫س؟ لبٌذ‬ٛ‫عٍُ ػٓ صيبسح اٌمج‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ إٌجي ص‬ٕٝٙ‫ أٌيظ وبْ ي‬:‫ب‬ٌٙ ‫ فمٍذ‬.ّٓ‫أخي ػجذ اٌشؽ‬

kepada para syahid Uhud maknanya adalah mendoakan mereka dengan doa yang biasa
digunakan untuk mendoakan mayit.
~ 64 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

.‫ب‬ٙ‫س صُ أِش ثضيبسر‬ٛ‫ ػٓ صيبسح اٌمج‬ٝٙٔ ْ‫ وب‬،ُ‫ٔؼ‬


ّ
"Sesungguhnya pada suatu hari, Aisyah datang ke kuburan. Maka aku bertanya
kepadanya: wahai Ummul mukminin, engkau datang dari mana? Ia jawab: dari kuburan
saudaraku Abdurrahman. Bukankah Rasulullah saw melarang Ziarah kubur? Ia Jawab:
betul, dulu Rasulullah saw melarang ziarah kubur, kemudian memerintahkannya lagi"
[HR. Baihaqi]
Dari sini diketahuilah jawaban dari (hadist) Abu Hurairoh. Dan
dapat dijawab juga bahwa hadist tersebut diarahkan kepada ziarah yang
dibarengi oleh fitnah atau hal yang diharamkan seperti ratapan dan
sebagainya. Atau diarahkan kepada perempuan yang memperbanyak
ziarah; karena itu adalah makna dari bentuk kata "Zawwarot" kata yang
berbentuk melebih-lebihkan. Mungkin sebabnya adalah karena hal itu
mengandung penyia-nyiaan terhadap hak suami, pamer perhiasan yang dia
miliki, atau hal yang timbul darinya seperti berteriak, dan sebagainya. Jika
aman dari hal-hal tersebut, maka ziarah mereka tidak dipermasalahkan;
karena mereka membutuhkan pengingat kematian, sebagaimana laki-laki.
Selesailah kutipan dengan ringkas dari kitab Ghutsul Ibad karya Syeh
Mushthofa Hamami95 dan Fatawa Syeh Hasanain Muhammad Makhluf.96
Dan di dalam Fatawa tersebut menerangkan bahwa telah ditetapkan
Ijma' bahwa yang termasuk dalam kategori sunnah adalah ziarah kubur
untuk laki-laki setelah dulunya dilarang di masa-masa awal Islam. Sampai
pada penjelasan: .. sebagian pakar fiqih telah mengambil makna dhohir
hadist (yakni hadist Rasulullah melaknat para perempuan yang menziarahi
kubur). Mereka memandang bahwa ziarahnya perempuan hukumnya
adalah harom atau makruh tanzih tahrim.97 Tapi Imam Nawawi
mengkritisinya di dalam Al-Majmu' bahwa itu merupakan pendapat yang
aneh di dalam madzah-madzhab yang ada. Sementara yang diputuskan
oleh mayoritas ulama adalah boleh yang bersamaan dengan makruh tanzih.
Dan ia mngutip dari pemilik kitab al-Bahr (Ar-Raouyani) bahwa ada dua
pandangan dalam madzhab Syafii: salah satunya makruh, sebagaimana
yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Dan yang lain adalah tidak

95 - Ghoutsul Ibad, Musthofa Hamami, hal 81-85.


96 - Fatawa Syariyah, Hasanain Makhluf, 183-185.
97 - Yaitu pandangan Shohibul Bayan (Al-Amroni) dan Al-Syairozi. Sebagaiman kutipan
dari Al-Majmu' (5/310)
~ 65 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

dimakruhkan. Dan ia (Ar-Rauyani)98 berkata: ini adalah pendapat yang


paling benar menurutku99 jika aman dari fitnah. Memang, di sana terdapat
beberapa hal-hal negatif di dalam ziarah kubur. Bahwa orang-orang keluar
untuk ziarah di beberapa tempat dengan satu keadaan yang bertentangan
dengan agama. Bercampurlah laki-laki dan perempuan di jalan-jalan dan
kuburan-kuburan, dengan satu percampuran yang tidak direlai oleh akal
dan agama. Mereka makan, minum, tidur, dan buang air besar di atas
kuburan. Mereka melakukan apa yang mereka lakukan, dalam satu
keadaan yang memalukan untuk ditulis. Ziarah seperti ini tidak boleh, tapi
karena datangnya perkara baru, bukan karena itu adalah ziarah.
Sesudah itu, maka kita katakan kepada mereka yang melarang
ziarah kubur: kami berharap untuk membaca uraian ini sendiri. Kalian
berada di satu lembah, sementara agama Islam berada di lembah yang lain.
Mungkin ketika kalian melihatnya, kalian akan berehenti dari keadaan
kalian yaitu berupa pengharaman ziarah itu dengan kearaman yang sangat,
memandang orang yang memperbolehkan ziarah atau yang melakukannya
dengan pandangan menghinakan, dan menjulukinya dengan "orang
kuburan" tiada daya dan kekuatan kecuali kecuali dengan pertolongan
Allah yang maha tinggi dan agung.
Betapa parah kebodohan kalian tentang madzhab-madzhab
muslimin semuanya, mereka memperbolehkan ziarah tersebut dan
menguraikan adab-adab berziarah. Dan betapa bodohnya kalian terhadap
sunah Rasulullullah saw; beliau sendiri berziarah kubur dan mengajari
para sahabat-sahabatnya bagaimana tata cara berziarah sebagaimana yang
kamu ketahui. Dan semua umat ini mengikutinya dari masa mereka sampai
saat ini. Dan inilah kitab-kitabnya ulama: hanafiyah, malikiyah, syafi'iyah,
hanabilah, dan yang lainnya. Di dalamnya terdapat keterangan ziarah
tersebut. Begitu juga literatur sunah-sunah nabi yang penuh dengan
penjelasan diperbolehkannya ziarah, kesunahannya dan tata caranya.
Barang siapa yang melihatnya kemudian mengingkarinya, maka tidak ada
daya bagi kita di dalammnya, dan urusannya dikembalikan kepada Allah.
Wallahu A'lam.
***

98 - fa'il dari ( ) di dalam kitab, kembali kepada shohibul Bahr, yaitu Ar-Rauyani, bukan
kepada KH. Ali Ma'sum, seperti dilakukan oleh KH. M Subki.
99 - Fatawa Syariyah, Hasanain Makhluf, 183-185.
~ 66 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Penjelasan:

Pertama: Letak Baqi'.


Al Baqi' merupakan tempat yang sangat banyak pepohonan. Dan
makna Al-Ghorqod adalah salah satu pohon besar yang memilik banyak
durinya.100 Letaknya berada di tiumur masjid Nabawi. Kurang lebih 10.000
sahabt dimakamkan di sana. Juga dengan ahlil bait, keturunan, paman dan
istri-istri Rasulullah saw. Sampai saat ini Baqi masih menjadi pemakaman
umum. Dahulunya, Baqi adalah tempat yang sengat banyak pohonnya,
akan tetapi karena para sahabat yang meninggal di makamkan di sana, dan
semakin lama jumlahnya semakin banyak, dan tempat tidak mencukupi,
maka pohon-pohon itu ditebangi sebagai perluasan area pemakaman.

Kedua: Makna hadist laknat kepada para perempuan yang


menziarahi kubur.
Ibnul Qoyyim mengomentari hadist ini di dalam Syarah Sunan Abu
Daud:
Permasalahan ini diperselisihkan oleh ulama, dan terdapat tiga
pendapat:
Pertama: harom; karena hadist ini.
Kedua: dimakruhkan, tanpa ada unsur keharaman. Dan ini
disebutkan nashnya oleh Imam Ahmad di dalam beberapa riwayat yang
lain. Dan argumentasinya adalah hadist yang disepakati oleh Bukhori dan
Muslim dari Ummi Athiyyah:
‫ٌُ يؼضَ ػٍيٕب‬ٚ ‫يٕب ػٓ ارجبع اٌغٕبئض‬ٙٔ
"Kami dilarang untuk mengikuti jenazah, dan tidak menetapkan bagi kita"
Dan ini menunjukan bahwa larangan adalah untuk kemakruhan
bukan untuk keharaman.
Dan pendapat yang ketiga: mubah/boleh, dan ini adalah riwayat
yang lain dari Imam Ahmad. Dan beberapa argumentisanya adalah:
‫د‬ٌّٛ‫رزوش ا‬
ّ ‫ب‬ّٙٔ‫س فا‬ٛ‫ا اٌمج‬ٚ‫س‬ٚ‫ص‬
"Ziarahilah kuburan; karena ia dapat mengingatkan kepada kematian"
Dan khitob ini menurut ulama juga mencakup perempuan dengan
keumumannya, bahkan merekalah yang dimaksud. Dan hadist-hadist yang

100 - Mu'jamul Buldan, Yaqut Al Hamawi (1/473)


~ 67 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

menunjukkan laknat kepada perempuan yang berziarah memiliki arti


azimah. Hadist-hadist laknat menetapkan makna azimah, dan ini wajib
didahulukan.101 Dan sebelumnya, Ibnul Qoyyim sudah menetapkan hukum
makruh bagi perempuan jika mereka melakukan hal-hal yang dilarang
ketika berziarah. Oleh karenanya, Ibnul Qoyyim di dalam karyanya ini,
tidak sepemahaman dengan gurunya yang menyatakan bahwa ziarah
kubur adalah perkara yang dilarang di dalam Syariat.

Ketiga: Perbedaan antara makruh karohah tahrim dan tanzih.


Sesuatu yang makruh adalah yang tidak disukai. Dan seseorang akan
mendapatkan pahala jika meninggalkannya dengan catatan atas dasar
imtistal yaitu ketaatan kepada Allah. Oleh karenanya orang yang
melakukan hal yang dimakruhkan di dalam Syariat tidak mendapatkan
dosa. Tapi, terkadang kita temui istilah yang baru. Bahwa makruh terbagi
menjadi dua: yang pertama makruh karohah tanzih, dan makruh karohah
tahrim.
Para ulama menafsirkan keduanya: bahwa makruh karohah tanzih
tidak menunjukkan dosa, sementara makruh karohah menunjukkan dosa
bagi si pelaku.102
Dan perbedaan antara karohah tahrim dan harom bahwa karohah
tahrim adalah suatu kemakruhan yang ditetapkan dengan dalil yang
memiliki kemungkinan untuk ditakwil. Sementara harom adalah satu
hukum yang ditetapkan keharomannya dari dalil yang tidak menerima
takwil.103
Dari kutipan ini, dapat kita fahami bahwa antara makruh karohah
tahrim dengan harom memiliki sisi kesamaan yaitu keduanya sama-sama
menunjukkan dosa bagi pelakunya.
Tapi, sebagai catatan bahwa hal ini jika dikaitkan dengan uraian
yang dijelaskan di dalam literatur ushul fiqih. Di sana hanya menyebutkan
bahwa hukum taklifi ada lima: wajib, haram, mubah, sunnah dan makruh.
Sementara pembagian makruh menjadi dua: karohah tanzih dan tahrim
tidak disebutkan. Dan penerjemah simpulkan bahwa karohah tahrim tidak
perlu disebutkan. Karena jika ia disebutkan bahwa pelakunya
mendapatkan dosa, maka apa bedanya antara harom dengan makruh

101 - Syarah Sunan Abi Daud, Ibnul Qoyyim (7/222)


102 - Ianatut Tholibin, Syeh Bakri Syatho' (1/143)
103 - Ibid.

~ 68 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

karohah tanzih. Sehingga, jika demikian maka tak seharusnya makruh


diklasifikasikan menjadi dua. Tapi dengan memasukkannya ke dalam
kategori harom adalah cukup; karena definisi dari makruh adalah sesuatu
yang jika dilakukan tidak mendapatkan dosa dan jika ditinggalkan maka
akan mendapatkan pahala.104

Keempat: biografi Mushtofa Hamami.


Beliau adalah Mushthofa Abu Saif Al-Hamami, salah satu ulama
Universitas Al-Azhar, salah seorang Khotib di Masjid Al-Zainabi. Beliau
memiliki banyak karya tulis seperti: Syaja'atur Rasul (Keberanian Rasul),
Ghotsul Ibad bi Bayanir Rosyad (penolong para hamba dalam penjelasan
tentang kebenaran) dan ini sering dikutip di dalam kitab ini Hujjah
Ahlussunnah Wal Jamaah, An-Nafahat Al-Zainabiyyah, Istiksyafus Sirril
Maqsud, dll. Beliau meninggal pada tahun 1368 H/1949 M.105

104 - Waroqot, Imam Haromain, hal


105 - Mu'jam Al-Muallifin, Umar Ridho Kahalah (12/255)
~ 69 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh ke tujuh
Apakah di dalam kubur terdapat kenikmatan dan siksaan ?

Ada beberapa golongan yang mengatas namakan kepada Islam


mengingkari kenikmatan dan siksaan kubur. Dengan keingkaran mereka
terhadap keduanya menunjukkan atas kebodohan yang parah akan
keagamaan mereka. Karena kitab dan sunnah membicarakan tentang ada
di dalam adzab kenikmatan yang ada di dalam kubur. Seorang muslim
tidak ada yang berani mengingkarinya. Dan simaklah penjelasannya.
Allah berfirman di dalam kitab-Nya:
﴾ * ‫اة‬‫ َفْ أَف َفش َّشذ ا ْنٌ َفؼ َفز ِه‬ٛ‫آي ِهفش َفػ ْن‬ ‫ا‬ٍٛ‫َ اٌغبػخ أَفد ِهخ‬ٛ‫َ رم‬ٛ‫ي‬ٚ ‫ػ ِهشيب‬ٚ ‫ا‬ٚ‫ب غذ‬ٙ‫ْ ػٍي‬ٛ‫﴿إٌبس يؼشظ‬
‫َّش ُك ُك ْن َف ُك َف َف َف ْن َف ُك ُك ًّو َف َف ًّو َف َف ْن َف َف ُك ُك َّش َف ُك ْن ُك َف ْن‬
]46 :‫[غبفش‬
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari
terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya
ke dalam azab yang sangat keras."
Ayat ini memberi pemahaman kepada kita bahwa Firaun dan
kaumnya dihadapkan kepada adzab pada waktu pagi dan petang. Dan
penghadapan ini tidak terlepas keberadaannya di dunia, kubur, atau di
akhirat. Adapun di dunia, dapat dipastikan ketidak-adaanya. Adapun di
akhirat, maka ayat telah menjelaskan dengan gamblang bahwa keadaan
mereka seperti itu di sana. (yaitu pada bagian akhir ayat): "Dan pada hari
terjadinya kiamat, masukanlah Firaun dan pengikut-pengikutnya pada siksaan yang
sangat pedih" [Ghofir: 46]. Oleh karenanya, penghadapan ini bukanlah di
akhirat, jika bukan di dunia dan di akhirat, maka harus terjadi di alam
kubur. Dan inilah dalil al-Quran sebagaimana yang kita uraikan.
Adapun sunah yang shohih, maka telah terdapat banyak hadist yang
menunjukkan makna tersebut. Imam Bukhori, Muslim, dan An-Nasa'i,
telah meriwayatkan:
‫د‬ٛٙ‫ «ي‬:‫ فمبي‬،‫رب‬ٛ‫عٍُ خشط ثؼذ ِب غشثذ اٌشّظ فغّغ ص‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫أ ّْ سع‬
»‫س٘ب‬
‫رؼزة في قة‬
"Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw keluar setelah matahari terbenam dan
mendengar suara. Maka Rasul bersabda: itu adalah Yahudi yang sedang disiksa di
dalam kuburnya"
Imam Nasa'i dan Muslim juga meriwayatkan:
~ 70 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

»‫د اهلل أْ يغّؼىُ ػزاة اٌمجش‬ٛ‫ا ٌذػ‬ٕٛ‫رذاف‬ ]‫ال أْ [ال‬ٌٛ«


"Jika bukan karena kalian tidang saling mengkbur, maka aku doakan kalian
agar Allah memperdengarkan siksa kubur"
Tambahan dari KH. M Subki:
Imam Muslim meriwayatkan:
‫ ئر ؽبدد‬،ٗ‫ٔؾٓ ِؼ‬ٚ ٌٗ ‫ ثغٍخ‬ٍٝ‫ ػ‬،‫عٍُ ثيّٕب في ؽبئط ٌجٕي إٌغبس‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫أ ّْ إٌجي ص‬
‫ ِبد‬ٝ‫ فّز‬:‫ لبي‬،‫ أٔب‬:ً‫ «ِٓ يؼشف أصؾبة ٘زٖ األلجش؟» فمبي سع‬:‫ فمبي‬.‫س‬ٛ‫ئرا لج‬ٚ ،ٗ‫ثٗ فىبدد رٍمي‬
‫د‬ٛ‫ ٌذػ‬،‫ا‬ٕٛ‫ال أْ ال رذاف‬ٍٛ‫ ف‬،‫س٘ب‬ٛ‫ في لج‬ٍٝ‫ «ئْ ٘زٖ األِخ رجز‬:‫ فمبي‬،‫ا في اإلششان‬ٛ‫ ِبر‬:‫٘إالء؟ " لبي‬
»‫اهلل أْ يغّؼىُ ِٓ ػزاة اٌمجش اٌزي أعّغ‬
"Sesungguhnya Nabi saw ketika berada di ladang kepunyaan bani Najjar, ia
berada di atas Baghlah (hewan tunggangan hasil persilangan antara kuda dan keledai)
dan kami bersamanya. Tiba-tiba mengamuk dan hampir menjatuhkan Rasulullah saw.
Ternyata di sana terdapat beberapa kuburan. Maka Rasul bersabda: siapa yang
mengetahui pemilik kuburan-kuburan ini?. Maka ada seorang laki-laki yang menjawab:
saya. Rasul bertanya: kapan mereka meninggal? Mereka menjawab: mereka mati dalam
kemusyrikan. Rasul bersabda: sesungguhnya Umat ini disiksa di dalam kuburnya, jika
bukan karena kalian tidak saling mengubur, maka akan berdoa kepada Allah untuk
memperdengarkan siksa kubur yang aku dengar"
Hadist ini menguatkan hadist yang sebelumnya.
Berkata KH. Ali Makshum:
Imam Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, dan Imam Abu Daud
meriwayatkan:
‫ِب يؼزثبْ في وجيش (أي‬ٚ ،ْ‫ّب يؼزثب‬ٙٔ‫ " ئ‬:‫ فمبي‬،ٓ‫ لجشي‬ٍٝ‫عٍُ ِش ػ‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫أْ إٌجي ص‬
‫ صُ دػب ثؼغيت‬. ٌٗٛ‫ أِب اآلخش فىبْ ال يغززش ِٓ ث‬ٚ . ‫أِب ٘زا فىبْ يّشي ثبٌّٕيّخ‬ٚ : )‫في ٔظش إٌبط‬
ٌُ ‫ّب ِب‬ٕٙ‫ «ٌؼٍٗ يخفف ػ‬:‫ صُ لبي‬،‫اؽذا‬ٚ ‫ ٘زا‬ٍٝ‫ػ‬ٚ ،‫اؽذا‬ٚ ‫ ٘زا‬ٍٝ‫ فغشط ػ‬،ٓ‫سطت فشمٗ ثبصٕي‬
»‫ييجغب‬
"Sesungguhnya Nabi saw melewati dua kuburan. Dan bersabda: sesungguhnya
dua kuburan ini. Dan tidakla keduanya disiksa karena sebab dosa yang besar (menurut
pandangan manusia). Adapun yang ini ia suka mengadu domba, sedangkan yang lain ia

106 - kata ( ) tidak terdapat di dalam kitab hujjah Ahlusunnah, tapi di dalam shohih muslim
dan sunan Nasa'i ada, dan itu dapat merubah makna. Dan sayangnya di dalam
terjemahan KH. M. Subki menyebutkan redaksi yang sama.
~ 71 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

tidak menutup diri sewaktu kencing. Kemudia nabi meminta pelepah kurma yang masih
basah, membaginya menjadi dua, dan menancapkan kepada satunya bagian yang
pertama, dan menancapkan kepada yang lain bagian yang lainnya. Kemudia beliau
bersabda: semoga ini dapat meringankan siksanya selagi masih belum kering"
Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadist dari Hani', hamba
sayaha Sayidina Ustman ra: bahwa sayyidina Ustman ketika berdiri di
depan kuburan, ia menangis sampai jenggotnya menjadi basah. Maka ada
yang bertanya kepada: apakah engkau ingat dengan surga dan neraka tapi
tidak menangis? Dan engkau ingat kuburan kemudian engkau menangis?
Maka beliau menjawab:
ْ‫ فا‬،‫ي ِٕضي ِٓ ِٕبصي اآلخشح‬ٚ‫ «ئْ اٌمجش أ‬:‫ي‬ٛ‫عٍُ يم‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫عّؼذ سع‬
‫ «ِب سأيذ ِٕظشا لط ئال‬:‫ي‬ٛ‫عّؼزٗ يم‬ٚ »ِٕٗ ‫ئْ ٌُ يٕظ ِٕٗ فّب ثؼذٖ أشذ‬ٚ ،ِٕٗ ‫ٔغب ِٕٗ فّب ثؼذٖ أيغش‬
»ِٕٗ ‫اٌمجش أفظغ‬ٚ
"Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya kuburan adalah
tempat singgah pertama dari tempat persinggahan Akhirat, jika ia selamat di sana,
maka setelahnya akan lebih mudah. Jika tidak selamat, maka setelahnya akan semakin
berat. Dan aku juga mendengarnya bersabda: tidaklah aku lihat satu pemandanganpun
kecuali kuburan adalah yang lebih parah"
Tambahan dari K. M Subki:
Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadist serupa. Dan Ustman ra jika
melihat seseorang yang sedang diturunkan ke kuburan, beliau membaca
Syair:
‫ئِهال ف ِها ِهٔي ال أَفخبٌه ٔ ِه‬ٚ ... ‫ب َفر ْنٕ ُكظ ِهِ ْنٓ ِهري َفػ ِهظيّ ٍخ‬ٙ‫َففا ْنِهْ َفر ْنٕ ُكظ ِهِ ْنٕ َف‬
‫بعيب‬
‫َف َّش َف ّ َف َف ُك َف َف َف‬ ‫َف‬
"Jika kau selamat dari siksa kubur, maka kau akan selamat dari siksa yang
berat. jika tidak, maka sesungguhnya aku tidak akan mengira bahwa kau akan
selamat"107
Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas dari Barro' bin Azib ra: ia
berkata:
ً‫ ث‬ٝ‫ ؽز‬ٝ‫ فجى‬،‫ شفيش اٌمجش‬ٍٝ‫ فغٍظ ػ‬،‫عٍُ في عٕبصح‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫وٕب ِغ سع‬
"‫ا‬ٚ‫ ٌّضً ٘زا َففأَف ِهػ ُّذ‬،‫أي‬ٛ‫ "يب ئخ‬:‫ صُ لبي‬،ٜ‫اٌضش‬
"Kami bersama dengan Rasulullah saw mengiring jenazah, kemudian beliau
duduk di samping kuburan, beliau menangis hingga membasahi tanah. Kemudian beliau

107 - maka beliau menangis, dan membuat orang-orang menangis. Hilyatul Auliya' (2/241)
~ 72 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

bersabda: wahai saudara-saudaraku, persiapkanlah diri kalian untuk seperti ini"


Berkata KH. Ali Maksum:
Imam Bukhori, Muslim, Abu Daud, dan Nasa'i meriwayatkan:
،ْ‫ا أربٖ ٍِىب‬ٛ‫ ئرا أصشف‬. ٌُٙ‫ أصؾبثٗ أ َّٔشٗ ٌيغّغ لشع ٔؼب‬ٌٝٛ‫ر‬ٚ ،ٖ‫ظغ في لجش‬ٚ ‫"ئ ّْ اٌؼجذ ئرا‬
:‫ي‬ٛ‫عٍُ؟ فأِب اٌّإِٓ فيم‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ ِؾّذ ص‬:ً‫ي في ٘زا اٌشع‬ٛ‫ ِب وٕذ رم‬:ٌٗ ْ‫ال‬ٛ‫ فيم‬،ْٖ‫فيلغا د‬
‫ أثذٌه اهلل ثٗ ِمؼذا ِٓ اٌغٕخ ؛ فيشاّ٘ب‬،‫ ِمؼذن ِٓ إٌبس‬ٌٝ‫ أظش ئ‬:‫ فيمبي‬،ٌٗٛ‫ع‬ٚٚ ‫ذ أٔٗ ػجذ اهلل‬ٙ‫أش‬
.‫عّيؼب‬
"Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan di dalam kuburnya, dan teman-
temannya sudah berpaling, sungguh ia mendengar gesekan sandal-sandal mereka. Jika
mereka sudah bubar, maka datanglah dua malikat, mendudukkannya, dan
menanyainya: apa pendapatmu tentang seorang laki-laki ini: Muhammad saw? Adapun
mukmin, ia menjawab: aku bersakdi bahwa ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Maka dikatakan kepadanya: lihatlah tempat kediamanmu di neraka, Allah telah
menggantinya dengan tempat kediaman di surga, ia telah melihat kedua-duanya"
[keterangan yang disampaikan oleh nabi sebagaimana berikut dalam
hadist ini adalah jelas, bahwa manakala manusia telah diletakkan di dalam
kubur, sedangkan para pengiring telah mengangkat kakinya untuk
meninggalkan, datanglah dua malaikat (Mungkar dan Nakir)
mendudukkan si dia dan menyampaikan pertanyaan sebagaiman
dijelaskan di dalam hadist di atas.]108
‫ي‬ٛ‫ ال أدسي وٕذ أل‬:‫ي‬ٛ‫ي في ٘زا اٌشعً؟ فيم‬ٛ‫ ِب وٕذ رم‬:ٌٗ ‫ إٌّبفك فيمبي‬ٚ‫أِب اٌىبفش أ‬ٚ"
‫ فيصيؼ‬،ٗ‫ صُ يعشة ثّطشلخ ِٓ ؽذيذ ظشثخ ثيٓ أرٔي‬،‫ال رٍيذ‬ٚ ‫ ال دسيذ‬:‫ فيمبي‬،‫ي إٌبط‬ٛ‫ِب يم‬
."ٓ‫ب ِٓ يٍيٗ ئال اٌضمٍي‬ٙ‫صيؾخ يغّؼ‬
"Adapun orang kafir dan munafiq, maka dikatakan kepadanya: bagaimana
pendapatmu tentang laki-laki ini? Maka ia jawab: Aku tidak tau, dulu aku
mengucapkan sebagaimana manusia mengucapkannya. Maka dikatakan kepadanya:
kamu tidak tau dan kamu tidak membaca. Kemudian dipukulkanlah palu yang terbuat
dari besi dengan satu pukulan di antara kedua telinganya. Maka ia berteriak sekeras-
kerasnya, yang dapat didengar oleh orang-orang di sekitarnya, kecuali jin dan manusia"
Hadist ini menetapkan hal lain yang tidak disebutkan di judul, yaitu
pertanyaan di kubur.

108 - Uraian di dalam terjemah KH. M Subki yang tidak terdapat dalam versi Arabnya.
~ 73 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Telah datang di dalam hadist-hadist yang lain pertanyaan tentang


tuhan kita azza wa jalla, dan agama kita sebagai tambahan atas pertanyaan
tentang nabi kita. Dan pertanyaan ini adalah fitnah kubur yang Allah
firmankan:
‫ِه ِه‬ ‫يُك ِهع ًُّ َّش‬ٚ‫ ِهفي ْناآل ِهخ َفش ِهح َف‬ٚ‫اٌذ ْنٔ َفيب َف‬
ُّ ‫ِهذ ِهفي ا ْنٌ َفؾ َفي ِهبح‬
‫ ِهي اٌضَّشبث ِه‬ٛ‫ا ثِهب ْنٌ َفم‬ٛ‫اهلل اٌَّش ِهزيٓ إُِٓك‬
ٓ‫ي‬
‫اهللُك اٌظَّشبٌّ َف‬ ‫ْن‬ ‫َف َف‬ ‫﴿يُك َفض ّج ُك‬
‫ِهذ َّش ُك‬
]27 :ُ‫)﴾[ئثشا٘ي‬27( ‫اهللُك َفِب َفي َفش ُكبء‬ ‫ َفي ْنف َفؼ ُكً َّش‬ٚ‫َف‬
"Allah tetapkan kepada orang-orang yang beriman dengan ucapan yang tetap di
kehidupan dunia, dan di kehidupan Akhirat, Allah menyesatkan orang-orang yang
dholim, dan Allah berbuat apa yang Ia inginkan" [Ibrohim: 27]
Dan penjelasan ini adalah cukup dan di atas cukup bagi seorang
muslim yang ingin sampai kepada kebenaran dari jalannya. [yakni
kebenaran tentang adanya nikmat dan siksa kubur menurut pandangan
agama Islam, dengan melalui jalan pemikiran yang di dasarkan kepada
nash-nash yang bersumber dari Al-Quran maupun Al-Hadist]109
Dan semoga Allah memberikan taufiq kepada jala yang paling lurus,
maka kita memohon kepada Allah kebaikan taufiq, petunjuk, kesehatan,
dan husnul khotimah. Amin.

***

Pertama: Tafsir ayat: 46 surat Ghofir !


Ayat ini banyak ditafsirkan oleh para pakar tafsir dengan berbagai
macam penafsiran. Ibnu katsir beliau menafsirkan ayat ini bahwa ayat ini
adalah sandaran utama dalam penggalian hukumnya ahlus sunnah wal
jamaah tentang siksa kubur..110
Fakhruddin Ar-Rozi pun mengungapkan hal yang sama. Beliau
menyatakan bahwa adzab yang disebutkan di dalam ayat itu tidak
dimaksudkan di bumi, atau di akhirat. Maka yang dimaksud adalah
siksaan di dalam kubur. Dan kalangan ulama kita (ahlusunnah wal
jamaah) menggunakan argumentasi ayat ini untuk hal itu.111
Sehingga, dengan ini tetaplah bahwa adzab kubur memang ada dan
diakui oleh ulama berdasarkan dari ayat ini. Dan berdasarkan atas hadist-
hadist yang sebelumnya sudah dikutip oleh pengarang.

109 - Uraian di dalam terjemah KH. M Subki yang tidak terdapat dalam versi Arabnya.
110 - Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir (7/148)
111 - tafsir mafatihul ghoib, Fakhrusin ar-Rozi (7/521)

~ 74 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Kedua: Dosa mengadu domba dan buang air di tempat terbuka


apakah termasuk dosa yang kecil?
Ada dua pandangan dalam menganggap dua dosa itu termasuk dosa
yang besar atau yang kecil.
Pertama: menurut pandangan Hamd Al-Khottobi bahwa keduanya
adalah diosa besar. Walaupun sebenarnya untuk menghindari keduanya
merupakan perkara yang tidak berat. Ia menyatakan:
‫ أسادا‬ٌٛ ٍٗ‫ يشك فؼ‬ٚ‫ّب أ‬ٙ‫ّب ٌُ يؼزثب في أِش وبْ يىجش ػٍي‬ٙٔ‫ِب يؼزثبْ في وجيش ِؼٕبٖ أ‬ٚ ٌٗٛ‫ل‬
‫ٌُ يشد أْ اٌّؼصيخ في ٘بريٓ اٌخصٍزيٓ ٌيغذ ثىجيشح‬ٚ ‫رشن إٌّيّخ‬ٚ ‫ي‬ٛ‫ اٌزٕضٖ ِٓ اٌج‬ٛ٘ٚ ٖ‫أْ يفؼال‬
.ًٙ‫ّب ٘يٓ ع‬ٙ‫أْ اٌزٔت في‬ٚ ٓ‫في ؽك اٌذي‬
"Sabda nabi: "tidaklah keduanya disiksa karena perkara yang besar" maknanya
adalah keduanya tidak disiksa dalam perkara yang lebih besar dari keduanya atau sulit
untuk mengerjakannya jika keduanya ingin melakukannya, yaitu membersihkan diri
setelah buang air kecil dan meninggalan pengadu-dombaan. Dan Rasulullah tidak
bermaksud bahwa meksiat dalam dua hal ini bukan termasuk dosa besar dalam urusan
agama, dan dosa di dalam keduanya sangat mudah dilakukan."112
Itu membuktikan bahwa keduanya merupakan dosa yang besar,
padahal sangat ringan untuk menghindarinya.
Imam Nawawi juga sependapat dengan ini, dan beliau menyebutkan
dua pendapat lainnya. Dan salah satunya pendapat ini. Ia berargumen
dengan beberapa riwayat yang ada di da lam Shohih Buhkori, yang
menunjukkan bahwa itu merupakan dosa besar.113
Sementara pendapat yang kedua, menyatakan bahwa itu adalah dosa
kecil. Dan oendapat yang ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi. Ia menyatakan:
"ia bukan merupakan dosa yang besar/ karena dosa-dosa besar telah
disebutkan dalam beberapa hadist. Maka, makna hadist ini adalah
peringatan dari dosa besar; karena jika siksa didapat di alam kubur karena
sebab dosa kecil, maka bagaimana dengan dosa yang besar?"114
Sementara pendapat yang ketiga, yaitu pendapatnya Abul Walid
AL-Baji menyatakan bahwa itu bukan termasuk dosa yang paling besar. 115

112 - Ma'alimus Sunan, Al-Khottobi (1/19)


113 - Syarah Shohih Muslim, Imam Nawawi (3/201)
114 - Kasyf Muskil As-Shohihain (2/328)
115 - Syarah Shohih Muslim, Imam Nawawi (3/201)

~ 75 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Karena beliau menyanggah pandangan yang menyatakan bahwa siksaan


hanya diperuntukkan kepada orang yang melakukan dosa besar.

Ketiga: Siapakah dua malaikat yang mendatangi mayit setelah


dikubur?
Namanya adalah munkar dan nakir, sebagai di dalam sebagian
riwayat.
ْ‫دا‬ٛ‫ اٌّإِٓ أربٖ ٍِىبْ أصسلبْ أع‬ٚ‫عٍُ ئرا ِبد اٌّغٍُ أ‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫لبي سع‬
‫اٖ اٌزشِزي‬ٚ‫اآلخش ٔىيش س‬ٚ ‫يمبي ألؽذّ٘ب ِٕىش‬
"Bersabda Rasulullah saw: jika seorag muslim meninggal atau
seorang mukmin, maka ada dua malaikat yang mendatanginya. Keduanya
berwarna hijau dan hitam, salah satunya bernama munkar, dan yang lain
bernama Nakir."116

Keempat: Perbedaan antara kafir dan munafik ?


Kafir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki keimanan.
Adapun munafik adalah orang yang tidak memiliki keimanan sama
sekali, akan tetapi ia memperlihatkan keimanan di antara orang-orang
yang beriman dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat.117 Dari sisi
dhohirnya ia diperlakukan seperti orang yang beriman, akan tetapi dari
sisi bathinya ia adalah orang yang munafik.

Kelima: Siapakah yang dimaksud dengan Yahudi?


Yahudi adalah satu agama yahudi, yang pada asalnya adalah
agamanya Nabi Musa as.118 Dalam versi lain yaitu suatu kaum dari bangsa
Sam. Menurut sebagian versi –yaitu menurut versi Jawaliqi- mereka
dinamakan dengan nama tersebut karena nama Yahudza salah satu dari
putera Nabi Ya'qub.119

***

116 - At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar (22/251)


117 - al-Furuq Al-Lughowiyah, Abu Hilal Al-Askari, hal 446.
118 - Mu'jam Lughotil Fuqoha, Muhammad rowa al-Qolaji, hal 515.
119 - Al-Mu'jamul Wasith, Tim Majma'ul Lughoh, (2/920) Al-Kuliiyat, Al-Kafawi, hal 989.

~ 76 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Contoh ke delapan
Ziarah Rasulullah saw dan bepergian untuknya

Imam Qodhi Iyadh berkata di dalam kitabnya "Asy-Syifa fi Ta'rif


Huquqil Mushtofa" (sebuah obat untuk mengenalkan hak-haknya
Rasulullah yang terpilih saw):
"Menziarahi kuburan nabi saw merupakan sunnah-sunahnya muslimin yang
disepakati dan keutamaan yang dianjurkan" kemudian beliau meriwayatkan
dengan sanadnya yang bersambung, diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.
Berkata: bersabda Rasulullah saw:
‫ َفَ ا ْنٌ ِهمي َفبِ ِهخ‬ٛ‫يؼب َفي ْن‬ ‫ِه‬ ‫ِٓ َفصاس ِهٔي ِهفي ا ْنٌّ ِهذ َفيٕ ِهخ ِؾز ِهغجب َفو َف ِه‬
‫ ُكو ْنٕ ُك‬ٚ‫اسِه ي َف‬ٛ‫بْ في ِهع َف‬
‫ذ َفٌ ُكٗ َفشف ًب‬
‫َف‬ ‫ُك ْن َف ًب‬ ‫َف‬ ‫َف ْن َف‬
"Sesiapa yang menziarahiku di Madinah dengan menginginkan pahala Allah,
maka ia berada di sampingku, dan aku telah memberikannya Syafaatku pada hari
kiamat" (HR. Said bin Manshur, Baihaqi, Thobaroni, dan Daroquthni)
dan di dalam hadist yang lain:
‫َفِ ْنٓ َفص َفاس ِهٔي َفث ْنؼ َفذ َفَ َفِ ِهبري َفف َفىأَف َّشٔ َفّب َفص َفاس ِهٔي ِهفي َفؽي ِهبري‬
‫َف‬
"Sesiapa yang menziaraiku setelah aku meninggal, maka seakan-akan ia telah
menziarahiku ketika hidupku"120
Tambahan KH. M Subki:
ً‫ و‬ٍٝ‫ؽك ػ‬ٚ ‫رشثزي‬ٚ ‫ب ثيزي‬ٙ‫ث‬ٚ ‫ب لجشي‬ٙ‫ اٌّذيٕخ في‬:ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫لبي سع‬
‫ أخشعٗ اٌطجشأي‬.‫ب‬ٙ‫ِغٍُ صيبسر‬
"Rasulullah saw bersabda: Madinah itulah kuburanku, rumahku, dan tanahku.
Karena sudah menjadi hak atas setiap muslim untuk menziarahinya." [HR.
Thobaroni]
‫عجذ ٌٗ شفبػزي‬ٚ ‫ ِٓ صاس لجشي‬:ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫لبي إٌجي ص‬
"Rasulullah saw bersabda: sesiapa yang menziarahi kuburanku maka syafaatku
wajib baginya"121

120 - Asy-syifa, Qodhi Iyadh (2/84)


121 - hadist riwayat Abu Daud At-Thoyalisi, dengan redaksi:
-‫ شفيؼب‬ٚ‫ أ‬-‫يذا‬ٙ‫ وٕذ ٌٗ ش‬-‫ ِٓ صاسٔي‬:‫ لبي‬ٚ‫ أ‬-‫ِٓ صاس لجشي‬
"Barang siapa yang menziarahi kuburku, atau menziarahiku, maka aku akan menjadi
saksi untuknya, atau memberi syafaat". Tapi sanad hadist ini lemah. Hanya saja, ia
memiliki penguat dari hadist yang lain dari riwayat At-Thobaroni dan Abu Ya'la
dengan sanad yang shohih. [Al-Bushiri, Ithaful Maharoh (3/259)]
~ 77 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

[Berdasarkan keterangan kedua hadist diatas, maka sebenarnya


dapat dipahami bahwa Rasulullah saw sendiri telah menganjurkan kepada
umatnya untuk pergi berziarah dan amalan seperti ini. Menurut
pernyataan ini adalah termasuk perbuatan yang benar. Maksudnya benar
menurut pandangan agama, bukan pandangan hawa nafsu. Da;am hadist
tersebut Nabi tidak membatasi kepada umatnya yang berkediaman di
tempat yang dengan negeri Madinah. Tetapi tampak jelas perkataan nabi
itu bersifat umum, siapa saja umat Islam di mana berada, dekat atau jauh
jarak tempat tinggalnya dari negeri Madinah. Semua terkena sasaran
daripada tujuan ucapan nabi di atas itu. Bahkan beliau menegaskan, bahwa
bagi yang menziarahi kuburannya, secara pasti akan memperoleh
syafaatnya.]122
Seorang penyair berkata:
‫ِٓ صاس لجش ِؾّذ * * ٔبي اٌشفبػخ في غذ‬
Sesiapa yang mengunjungi kuburan nabi Muhammad, maka ia akan
mendapatkan syafaat esok hari.
‫ؽذيضٗ يب ِٕشذي‬ٚ * * ٖ‫ثبهلل وشس روش‬
Demi Allah, ulanglah penyebutan namanya, dan hadistnya wahai
yang melantunkan laguku.
‫زذي‬ٙ‫شا ػٍيٗ ر‬ٙ‫اعؼً صالره دائّب * * ع‬ٚ
Dan selalu jadikanlah sholawatmu kepadanya, dengan mengeraskan
suara, maka kamu akan mendapatkan petunjuk.
‫اٌىف إٌذي‬ٚ ‫د‬ٛ‫ اٌغ‬ٚ‫ * * ر‬ٝ‫ي اٌّصطف‬ٛ‫ اٌشع‬ٛٙ‫ف‬
Ialah Rasul terpilih, yang memiliki kedermawanan dan telapak
tangan yang basah
‫ػذ‬ٌّٛ‫َ ا‬ٛ‫ي ي‬ٛ٘ ِٓ * * ٜ‫س‬ٌٛ‫ اٌّشفغ في ا‬ٛ٘ٚ
Ialah orang yang memberi syafaat kepada manusia dari kepedihan
hari kiamat
‫سد‬ٌّٛ‫ص ثٗ * * في اٌؾشش ػزة ا‬ٛ‫ض ِخص‬ٛ‫اٌؾ‬ٚ
Dan telaga (Kautsar) dikhususkan kepadanya, di hari kebangkitan
yang rasanya tawar.
‫ ػٍيٗ سثٕب * * ِب الػ ٔغُ اٌفشلذ‬ٍٝ‫ص‬

122 - tambahan Kh. M. Subki, tidak disebutkan di dalam versi Arab.


~ 78 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Semoga tuhan kita memberikan rahmat takdim kepadanya, selagi


bintang farqod masih bersinar.123
Kemudian KH. Ali Maksum berkata:
Dan di dalam salaha satu fasal yang telah disusun (oleh Qodhi
Iyadh) tentang kekhususan nabi Muhammad saw untuk menyampaikan
sholawatnya manusia yang bersholawat kepada beliau:
Diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra beliau berkata:
ٍٝ‫ ػ‬ٍٝ‫ِٓ ص‬ٚ ٗ‫ ػٕذ لجشي عّؼز‬ٍٝ‫ ػ‬ٍٝ‫ (ِٓ ص‬: ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫لبي لبي سع‬
.)ٗ‫ٔبئيب ثٍغز‬
"Rasulullah saw bersabda: sesiapa yang membaca sholawat kepadaku di samping
kuburanku, maka aku telah mendengarnya, dan barang siapa yang membaca sholawat
kepadaku, maka ia telah sampai kepadaku" [HR. Abu Syeh dan Baihaqi]
َ‫ اٌغال‬ٝ‫ٔي ػٓ أِز‬ٛ‫ ئْ هلل ِالئىخ عيبؽيٓ في األسض ثٍغ‬:‫د‬ٛ‫ػٓ اثٓ ِغؼ‬ٚ
"Dan diriwayatkan dari Ibnu Ma'ud, beliau berkata: Allah memiliki malaikat
yang berkeliling di bumi, yang menyampaikan salam kepadaku"
Dan terdapat riwayat yang serupa dari Abu Hurairoh.
‫عّؼخ‬
. ً‫ ثٗ ِٕىُ في و‬ٝ‫ ٔجيىُ وً عّؼخ فأٗ يإر‬ٍٝ‫ا ِٓ اٌغالَ ػ‬ٚ‫ أوضش‬:‫ػٓ اثٓ ػّش‬ٚ
"Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar: Perbanyaklah salam kepada nabi kalian di
setiap Jumat; karena salam itu didatangkan dari kalian di setiap hari Jumat" [HR.
Ahmad, Nasa'i, dan Baihaqi]
.‫ب‬ِٕٙ ‫ ئال ػشظذ صالرٗ ػًَّشي ؽيٓ يفشؽ‬ٍٝ‫ ػ‬ٍٝ‫ فاْ أؽذا ال يص‬:‫ايخ‬ٚ‫ س‬ٝ‫ف‬ٚ
"Dan di dalam riwayat yang lain: maka sesunggunya tidak dibacakan sholawat
kepadaku kecuali sholawatnya itu disodorkan kepadaku ketika dia menyelesaikannya."
‫سة‬
ّ ‫ب ػٕب يب‬ٙ‫ ث‬ٝ‫رشظ‬ٚ ٗ‫رشظي‬ٚ ‫ي اهلل صالح رشظيه‬ٛ‫شفيؼٕب سع‬ٚ ‫الٔب‬ِٛ ٍٝ‫ُ صً ػ‬ٌٍٙ‫ا‬
ٓ‫اٌؼبٌّي‬
Semoga sholawat tersampaikan kepada penutan kita dan pemberi
Syafaat kepada kita yaitu Rasulullah saw, dengan sholawat yang
meridhokan-Mu, meridhokannya, dan kau ridhoi kami. Wahai tuhan alam
semesta.
Tambahan:

123 - kasidah ini dikutip oleh syeh Bakri Syatho di I'anatut Tholibin (3/354)
~ 79 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Imam (Baihaqi)124 meriwayatkan:


،ٖ‫دٔيب‬ٚ ٗ‫وفي أِش آخشر‬ٚ ،‫وً اهلل ثٗ ٍِىب يجٍغٕي‬ٚ ‫ ئال‬،‫" ِب ِٓ ػجذ يغٍُ ػٍي ػٕذ لجشي‬
"‫َ اٌميبِخ‬ٛ‫ شفيؼب ي‬ٚ‫يذا أ‬ٙ‫وٕذ ٌٗ ش‬ٚ
"Tidaklah seorang hamba yang menyampaikan salam kepadaku di sisi kuburku,
kecuali Allah kirimkan malaikat yang menyampaikannya kepadaku, dicukupkan urusan
akirat dan dunianya, dan aku menjadi saksi atau pemberi syafaat kepadanya, pada hari
kiamat".
KH Ali Ma'shum berkata:
Tetapi di sana ada golongan kecil manusia, dan mereka adalah
orang-orang yang telah kami ceritakan bahwa mereka melarang ziarah
kubur, melarang ziarah Nabi Muhammad saw, mengarang banyak
karangan tentangnya, dan mencetuskan fatwa yang memberikan
pemahaman bagi orang Islam bahwa mempersiapkan perjalanan untuk
menziarahi Nabi saw hukumnya tidak boleh. Adapun seorang mukmin
yang mempersiapkan perjalanan untuk menziarahi Masjid Nabawi untuk
melaksanakan sholat di dalamnya, hukumnya boleh. Dan argumentasi
mereka satu-satunya yang nereka sebutkan di dalam karangan-karangan
mereka adalah sabda Rasulullah saw:
ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ ص‬- ‫ي‬ٛ‫ِغغذ اٌشع‬ٚ ،َ‫ اٌّغغذ اٌؾشا‬،‫ صالصخ ِغبعذ‬ٌٝ‫"ال رشذ اٌشؽبي ئال ئ‬
‫غيشّ٘ب‬ٚ ٍُ‫ِغ‬ٚ ‫اٖ اٌشيخبْ اٌجخبسي‬ٚ‫" س‬ٝ‫ِغغذ األلص‬ٚ ،- ٍُ‫ع‬ٚ
"Janganlah persiapkan perjalanan kecuali ke tiga masjid: al-masjidil Harom,
Masjid Rasulullah saw, dan Masjidil Al-Aqsho" [HR. Al-Bukhori, Muslim, dan
lain-lain]
Imam Ghozali di dalam kitab Ihya' pada judul: keutamaan Madinah
Al-Munawwaroh atas semua tempat:
"sebagian ulama telah berpendapat –dengan berargumentasi dengan
hadist ini: "laa tusyaddur rihal dst- dalam pelarangan untuk melakukan
perjalanan untuk menziarahi makam-makam dan kuburan-kuburan ulama,
dan orang-orang sholeh. Dan tidak jelas bagiku bahwa yang dimaksud oleh
hadist adalah demikian, tapi ziarah hukumnya merupakan hal yang
diperintahkan. Bersabda Rasulullah saw:

124 - Redaksi kitab Hujjah Ahlussunnah menggunakan (al-Bukhori), tapi seteleh


penerjemah telusuri ternyata bukan Imam Baihaqi. Maka di sini terdapat kesalahan
penyebutan nama. Lihat: Kanzul Ummal, Muttaqi Al-Hindi (1/496)
~ 80 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

‫٘ب‬ٚ‫س‬ٚ‫س فض‬ٛ‫يزىُ ػٓ صيبسح اٌمج‬ٙٔ ‫وٕذ‬


"Dulu aku melarang menziarahi kuburan, maka kunjungilah"
Dan janganlah katakanlah: harus ditinggalkan; karena hadist
datangnya pada permasalahan masjid-masjid, dan kuburan-kuburan;
karena masjid-masjid setelah tiga masjid itu memiliki status yang sama.
Tiada satu daerah kecuali di sana terdapat masjid, maka tiada maknanya
untuk pergi ke masjid yang lain. Adapun kuburan-kuburan, maka tidak
semuanya sama. Tepi keberkahan ziarahnya tergantung pada derajat
mereka di sisi Allah swt.
Kemudian Al-Ghozali125 melanjutkan: barangkali, apakah yang
berpendapat demikian itu melarang perjalanan ke kuburan para nabi
seperti nabi Ibarohim? Maka pelarangan itu sangat mustahil. Jika ia
memperbolehkan hal itu, maka kuburan para wali, ulama, dan para
sholihin, juga semakna dengan kuburan para nabi. Maka tidak jauh
keberadaan hal itu menjadi bagian dari tujuan-tujuan perjalanan.
Sebagaimana menziarahi ulama sewaktu mereka masih hidup dari sisi
tujuannya.126
Sungguh aku sangat-sangat heran pada orang yang berakal yang
memahami larangan ziarah Nabi Muhammad saw dari hadist ini.
Bersamaan dengan ia fahami juga bolehnya mempersiapkan perjalanan ke
Madinah yang diterangi dengan cahaya-cahaya Nabi Muhammad saw
untuk melaksanakan sholat di masjidnya. Sungguh aku sangat merasa
heran dari pemahaman itu; karena Madinah yang diterangi oleh cahaya
Nabi Muhammad saw ia tidak akan menjadi harganya di antara kota-kota
yang lain sebelum Hijrahnya Nabi Muhammad saw ke kota itu. Masjid
yang mulia ini adalah masjidnya Rasulullah saw, jika bukan karena
penyandaran kepada Nabi saw maka ia sama halnya seperti masjid-masjid
lainnya yang tidak memiliki kelebihan atas masjid manapun dari masjid
sedunia.
Adapun masjid mendapatkan kemuliaan ini, dan pahala satu sholat
di dalamnya sama seperti seribu sholat di masjid-masjid yang lain; karena
ialah masjid yang dipilih saw dan yang dibangun oleh Rasulullah, beliaulah
yang menjadikannya mulia karena sholat di dalamnya, dan [turunnya]127

125 - Fa'il dari ( ) bukan KH. Ali Ma'shum.


126 - Al-Ghozzali, Ihya Ulumuddin (1/244)
127 - di redaksi Arabnya menggunakan: "‫"تهمي‬, pen. Tidak menemukan artinya. Mungkin

~ 81 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

rahmat dan kebarkahan karena langkahnya dengan datangnya kepribadian


beliau yang mulia di dalam masjid itu.
Jika prosesnya demikian, apakah masuk akal untuk dikatakan:
"Sesungguhnya masjid ini memiliki keberkahan-keberkahan yang kembali kepada orang
musafir yang menuju ke masjid, oleh karenanya boleh melakukan perjalanan kepada
masjid? Adapun Rasul yang tidaklah masjid ini menjadi mulia kecuali karena
lantarannya, tidaklah memiliki keberkahan yang kembali kepada orang yang
menziarahinya. Oleh karenanya, tidak boleh bepergian untuk menziarahi nabi."
Sesungguhnya ini merupakan ucapan orang-orang gila yang tidak me,ajami
ucapannya atau yang diucapkan oleh musuh-musuh Islam dan utusan
Islam.

Adapun orang mukimin, yang memiliki sedikit kecerdasan, maka


tidak mungkin terlintas di dalam hatinya, makna yang remeh ini.

Sementara hadist yang disandarkan oleh mereka yang ingin


memisahkan128 antara Nabi Muhammad saw serta Umatnya di satu sisi,
dan di sisi yang lain mereka mengingkinkan pandangan mereka (tersebar).
Karena sesungguhnya Raulullah saw membahas tentang masjid secara
khusus dan ia katakan kepada orang-orang: kalian adalah orang berakal,
aml-amal kalian harus terjaga dari kesia-siaan yang tidak ada manfaatnya.
Maka aku wasiat kepada kalian untuk jangan ,elakukan perjalanan dan
jangan menanggung kesulitan dan kesukarannya hanya untuk
melaksanakan sholat di masjid-masjid yang ada di dunia ini, dengan
pengertian bahwa masjid memiliki keutamaan atas yang lainnya. Jangan
lakukan hal itu; karena kalian hanya merasa lelah di perjalanan tanpa
faidah yang kembali kepad kalian; karena semua masjid berada dalam satu
tingkatan, tidak ada kelebihan antar satu dengan yang lain. Tapi, kalian
jangan memahami hal ini secara umum, tapi di dunia ini ada tiga masjid
yang memiliki keutamaan atas yang lainnya: Masjidil Harom di Mekah,
mAsjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsho di di Syam (Palestina).
Tiga msjid ini saja jika kalian lakukan perjalanan untuknya, tidak akan

yang dimaksud adalah )‫ (تهوي‬yang berarti turun.


128 - di redaksi kitab menggunakan: ( ) menggunakan huruf jim yang memiliki arti:
berputar. Hal ini juga diungkapkan dalam terjemahan KH. Subki pun mengartikan dengan
hal yang sama. Dan menurut penerjemah, kata yang tepat adalah menggunakan huruf ha'
( ) yang berarti memisahkan, dan ini sesuai dengan redaksi yang ditulis.
~ 82 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

menjadi sia-sia keletihan kalian. Tapi akan kembali kepada kalian dengan
pahala yang berlipat-lipat yang menggantikan keletihan kalian, bahkan
lebih.
[perbandingan pahala di antara masjid yang tiga]

Tiga masjid ini memiliki keutamaan; karena nasjidil harom


diperintahkan untuk didirikan, maka Sayyidina Ibrohim Kholilur Rohman
(Kekasih Allah) yang membangunnya, dan yang membantunya adalah
Sayyidina Ismail, kemudian ia berada di samping Baitullah yang
dimuliakan, sebagai kiblat alam semesta. Karena bangunan itu, dan
kedekatan yang tinggi, ia mendapatkan kemuliaan yang menjadikan satu
sholat sabanding dengan seratus ribu sholat di masjid lainnya.
Adapun Masjid Nabi saw, maka kemuliaannya karena alasan yang
telah diuraikan sebelumnya. Kemudian ia juga berada di samping rumah
Rasulullah saw. Tiada seorang mukmin yang ragu bahwa setinggi apapun
kemuliaan dan sebesar apapun martabatnya, ia tidak akan menyamai
kedudukan rumah Allah tuhan Alam semesta. Oleh karenanya, sholat di
masjid Nabi saw sama seperti seribu sholat di masjid-masjid yang lain.
Untuk mengisyaratkan bahwa ada perbedaan di dalam besarnya pahala
dalam hal keutamaan dari sisi kedekatan.
Adapun masjidul Aqsho, yang membangun adalah sayyidina Ya'qub
alihis salam, setelah nabi Ibrohim kakeknya membangun Masjidil Haram
setelah empat puluh tahun, sebagaimana di dalam sebuah hadist.
Kemudian masjid ini adalah tempat sholat para nabi Bani Israel as. Dan ia
berada di sebelah rumah-rumah para nabi dan raudhoh-raudhoh (taman-
taman) mereka, setelah mereka berpinda ke hadapan Maha penyayang
yang maha tinggi as. Tidaklah samar bahwa kedekatan tempat dengan para
nabi, walaupun mereka memiliki kedekatan yang tinggi tapi tidak sampai
pada derejad kemuliaan berdekatan denbgan nabi Muhammad saw. Oleh
karenanya, sholat di masjidil aqsho sama seperti lima ratus sholat di masjid
yang lain, sebagaimana penentuan semuanya diterangkan di dalam hadist
yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di Syu'abul Iman.
Tambahan KH. M. Subki:
Rasulullah saw bersabda:
‫في‬ٚ ،‫اٌصالح في ِغغذي ثأٌف صالح‬ٚ ،‫«اٌصالح في اٌّغغذ اٌؾشاَ ثّبئخ أٌف صالح‬
.‫اٖ اٌطجشأي‬ٚ‫ِغغذ ثيذ اٌّمذط ثخّظ ِبئخ صالح» س‬

~ 83 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"Sholat di masjidil Harom seperti sholat seratus ribu sholat, sholat di masjidku
sama seperti seribu sholat, dan sholat di masjid baitul maqdis sama seperti lima ratus
sholat". [HR. At-Thobaroni]
Kemudian KH. Ali Ma'shum melanjutkan:
Ini adalah hal yang dapat difahami oleh manusia dari rahasia dalam
perbedaan antara tiga masjid ini dengan masjid yang lain, serta perbedaan
dalam hal pahalanya.
Mari kita kembali membahas tentang orang-orang yang melarang
ziarahnya saw, maka kami katakan:
Jika kami faham bahwa larangan melakukan perjalanan di dalam
hadist tersebut merupakan umum di semua macam perjalanan kecuali
masjid yang tiga ini, maka dapat dipastikan:
1. tidak boleh bagi kita bepergian di bumi dengan tujuan mengambil
pelajaran dan mengambil hikmah. Padahal Allah swt telah memerintahkan
kita untuk perjalanan itu di dalam kiab-Nya dan memotifasi kita tidak
hanya dalam satu ayat dari kitab-Nya.
2. kita tidak boleh bepergian untuk menyambung tali silaturrahmi
jika mereka berada di dalam jarak yang jauh. Sementara tuhan kita telah
memerintahkan kita untuk hal itu, sangat menekankannya, memberikan
janji kepada orang yang melakukannya untuk disambungkan, dan
memberikan ancaman jika merusaknya untuk diputus.
3. tidak boleh bepergian untuk jihad, menyampaikan ajaran, berlaku
adil di antara manusia.
4. tidak boleh bepergian untuk berdagang atau hal yang dinilai
penting dari urusan-urusan duniawi di daerah manapun dari penjuru
dunia.
5. tidak boleh bepergian kepada Rasulullah saw sewaktu beliau
masih hidup; karena delegasi-delegasi datang kepada beliau dari segala
penjuru dunia, mereka tidak bepergian dan tidak diutus kecuali karena
sangat ingin menemui beliau, mengunjunginya, meminta keberkahan
dengan keberadaannya di depan Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw
melihat dan mendiamkan. Bahkan, memotivasinya dengan membalas
hadiah-hadiahnya para delegasi. Beliau sekarang berada di dalam
raudhonya yang mulia, beliau hidup dengan sempurna. Mengunjunginya
sekarang tiada bedanya sama sekali dengan mengunjunginya sebelum
beliau meninggal, beliau mengingatkan hal itu di dalam sabdanya:
‫مي‬ٙ‫اٌجي‬ٚ ٕٕٗ‫اٖ اٌذاسلطٕي في ع‬ٚ‫فبري فىأّٔب صاسٔي في ؽيبري» س‬ٚ ‫«ِٓ ؽظ فضاس لجشي ثؼذ‬
~ 84 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

‫عط‬ٚ‫األ‬ٚ ‫اٌطجشأي في ِؼغّٗ اٌىجيش‬ٚ ‫اثٓ ػغبوش‬ٚ


"Sesiapa yang berhaji, kemudian mengunjungiku setelah aku meninggal, seakan-
akan ia telah mengunjungiku ketika aku hidup" [HR. Ad-Daroquthni di Sunan,
Baihaqi, Ibnu Asakir, Thobaroni di Mu'am Kabir dan Ausath]
6. juga mengharuskan kepada ulama-ulama Islam dari generasi awal
ini sampai pada hari ini bahwa mereka jatuh dalam kesalahan yang besar.
Yaitu mereka menyusun bab dan fasal di dalam kitab-kitab mereka,
menyebutkan ziarah Nabi Muhammad saw dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan motivasi ziarah, adabyang harus diperhatikan
sewaktu berziarah.
Dan aku, dengan menyandang gelar kyai, aku sangat menekankan
dalam perintah berziarah kepada Rasulullah saw bagi semua mukmin, dan
bai penziarah mendapatkan sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
saw:
‫غيشّ٘ب‬ٚ ‫مي‬ٙ‫اٌجي‬ٚ ‫اٖ اٌذاسلطٕي‬ٚ‫عجذ ٌٗ شفبػزي س‬ٚ ‫ِٓ صاس لجشي‬
"Sesiapa yang mengunjungi kuburanku, maka wajib mendapatkan syafaatku"
[HR. Daroquthni, Baihaqi, dll]
Dan beliau bersabda:
‫اٖ اٌطجشأي‬ٚ‫َ اٌميبِخ» س‬ٛ‫ْ ٌٗ شفيؼب ي‬ٛ‫ وبْ ؽمب أْ أو‬،‫«ِٓ عبءٔي صائشا ال يٕضػٗ غيش صيبسري‬
.ُ٘‫غيش‬ٚ ّٗ‫اثٓ اٌّمشي في ِؼغ‬ٚ ٗ‫اٌذاسلطٕي في أِبٌي‬ٚ ‫في ِؼغّٗ اٌىجيش‬
"Sesiapa yang mendatangiku dalam keadaan mengunjungiku, tidaklah yang
menariknya kecuali mengunjungiku. Maka, menjadi haknya agar aku memberinya
Syafaat pada hari kiamat" [HR. Thobaroni di Mu'jam al-Kabir, Daroquthni di
Amalii, dan Ibnul Muqri di Mu'jamnya, dll]
Beliau juga bersabda:
ٖ‫غيش‬ٚ ‫اٖ اٌؼميٍي‬ٚ‫َ اٌميبِخ» س‬ٛ‫اسي ي‬ٛ‫«ِٓ صاسٔي ِزؼّذا وبْ في ع‬
"Sesiapa yang mengunjungiku dengan sengaja, maka ia akan berada di dekatku
pada hari kiamat" [HR. Al-Uqoili dll]
Itu (mengingkari ziarah nabi) adalah perkara yang tidak pernah
didengar oleh orang mukmin, dan tidak menenangkan hatinya. Sehingga ia
mendapatkan kemuliaan dengan menghadap di depan Rasulullah saw.
Apakah di dalam diriku ada kegilaan sehingga aku terbitkan
perintah kepada orang-orang mukmin untuk tidak menziarahi Rasulullah
saw dan yang memberi kenikmatan mereka, diamana beliaulah yang

~ 85 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

memiliki jasa pada diri semua orang mukmin, mustahil untuk bisa
membalasnya, dan siapa yang dapat membalas seseorang yang
menyelamatkan darinya dari neraka yang abadi kepada kenikmatan abadi?
Sesungguhnya orang yang memerintahkan manusia untuk tidak
berziarah kepada tuannya alam semesta, manusia yang terpilih dia tidak
tahu apa yang ia lakukan. Bahwa itu adalah pemisahan antara hamba-
hamba Allah dengan kasih sayang Allah. Karena sesunggugnya Rasulullah
saw adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta.
Hendaknya mereka yang melarang mengetahui hal itu, dan hendaknya
mereka mengetahui dimana posisi mereka berada.
Dan sesungguhnya aku ingin agar para pembaca yang beriman
bahwa ijma'/konsensus atas dianjurkannya ziarah kepada nabi Muhammad
saw merupakan permintaan yang sangat dianjurkan. Tidaklah ada orang
yang menentangnya, baik orang alim, bodoh, hitam, putih, laki-laki, atau
perempuan. Bahkan sebagian orang-orang yang memberi petunjuk dari
umat ini menyatakan bahwa ziarah hukumnya adalah wajib. Agar
terhindarakan dari keras kepala yang dilemparkan oleh Rasulullah saw
kepada orang yang tidak mengunjungi Rasulullah saw. Karena
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan
dari Ibnu Najjar:
‫ِٓ ٌُ يضسٔي فمذ عفبٔي‬
"Sesiapa yang tidak menziarahiku maka ia telah keras kepala kepadaku"
Dan beliau bersabda:
‫ِب ِٓ أؽذ ِٓ ّأِزي ٌٗ عؼخ فٍُ يضسٔي فٍيظ ٌٗ ػزس‬
"Tidaklah salah satu dari umatnya yang memiliki kesempatan untuk
mengunjungiku tapi tidak mengunjungiku, maka sebenarnya ia tidak memiliki alasan".
[HR. Ibnu Najjar]
Tambahan:
Rasulullahh saw bersabda:
‫ؽظ فٍُ يضسٔي فمذ عفبٔي‬
ّ ِٓ
"Sesiapa yang berhaji tapi dia tidak mengunjungiku maka ia telah keras kepala
atas diriku" [HR. Daroquthni]
Berkata KH. Ali Ma'shum:
Ini merupakan perkara yang menakuti orang-orang yang beriman.
Iya, orang-orang tidak melihat dan tidak mendengar semenjak masa

~ 86 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Rasulullah saw sampai masa saat ini seseorang yang menentang kesunahan
ziarah ini kecuali orang ini (Ibnu Taimiyah) dan orang-orang yang terbuai
dengan ucapannya pada masanya sampai saat ini. Dan mereka adalah
individu-individi yang dapat dihitung dengan jari-jemari tangan di antara
semua umat yang hitungannya sampai kepada ratusan juta. Menurut
mereka ziarah ini terletak setelah pelaksanaan haji yang merupakan salah
satu dari rukun Islam.
Seandainya mereka yang melarang berziarah memiliki akal dan sikap
pelan-pelan, maka mereka akan diam untuk menggaungkan perilaku
buruk ini. Mereka memandang bahwa hamba-hamba Allah yang berjumlah
ribuan dan jutaan yang dibangkitkan oleh karinduan-kerinduan yang tak
terbendung kepada Rasulullah saw, mereka tinggalkan tanah air, orang-
orang yang mereka cintai, dan harta-harta mereka. Melanjutkan perjalanan
siang-malam, mendekatkan diri kepada Allah agar memanjangkan umur
mereka sehingga mereka dapat sampai kepada Rasulullah saw. Jika mereka
sampai kepada Rasulullah saw, maka jangan tanyakan tingkat
kegembiraan dan kebahagiaan. Karena itu adalah hal yang hanya diketahui
dzat yang maha mengetahui. Barang siapa yang membaca ungkapan orang-
orang yang merindukan tempat yang mulia itu, ia akan tahu bahwa orang-
orang mukmin berada di satu alam, dan orang-orang yang melarang berada
di daam yang lain. Selesai kutipan dari Ghoutsul Ibad.

***
Penjelasan:
Pertama: Kesunnahan Ziarah Makam Nabi Muhammad saw.
Ziarah kubur adalah kesunnahan yang ditetapkan oleh hadist-hadist
shohih, bahkan hadist-hadist yang menunjukkan perintah berziarah
dengan berbagai redaksi sampai pada derajat mutawatir sebagaimana yang
dungkapkan oleh As-Suyuthi di dalam kitab Nadhmil Mutanatsir.129 Dan
redaksi hadist-hadistnya berfariasi, ada yang bersifat umum dan ada yang
bersifat khusus. dan itu menunjukkan bahwa itu merupakan hal yang
boleh atau sunnah baik dalam keadaan mukim atau bepergian. Hanya saja
Ibnu Taimiyah bertentangan dengan mayoritas ulama dan melarang
nepergian untuk berziarah. Sementara yang dijadikan acuan utama adalah

129 - Nadhmul Mutanatsir, Suyuti, hal 97.


~ 87 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

hadist "Laa Tisyaddur Rihal..." 130 dan itu tidak pada tempatnya; karena
Rasulullah saw beliau melakukan perjalanan ke masjid yang keempat yaitu
Quba, dan uraiannya terdapat di dalam Shohih Bukhori. Ibnu HaJar Al-
Asqollani menyatakan bahwa larangan bepergian ke selain masjid yang
tiga tidak bersofat harom. Larangan bukan secara nash, berarti harom, dan
tidak dalam perjalanan yang mutlak. Dan obyek yang dimaksud di dalam
hadist tersebut hanya membahas tentang masjid, tidak ada hubungannya
dengan ziarah.131

Kedua: ungkapan Ibnu Tamiyah yang menyatakan Larangan Ziarah.


Di dalam al-Fatawa AL-Kubro Ibnu Taimiyah mengungkapkan:
،‫ب خالف‬ٙ‫زٖ اٌّغأٌخ في‬ٙ‫ ف‬،ٖ‫ْ اٌصالح في ِغغذ‬ٚ‫أِب ئرا وبْ لصذٖ ثبٌغفش صيبسح لجش إٌجي د‬ٚ
:- ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ ص‬- ٌٗٛ‫ ٌم‬،ٗ‫س ث‬ِٛ‫ال ِأ‬ٚ ‫ع‬ٚ‫أوضش اٌؼٍّبء أْ ٘زا غيش ِشش‬ٚ ‫فبٌزي ػٍيٗ األئّخ‬
ٌُ ‫زا‬ٌٙٚ »ٝ‫اٌّغغذ األلص‬ٚ ‫ِغغذي ٘زا‬ٚ َ‫ اٌّغغذ اٌؾشا‬:‫ صالصخ ِغبعذ‬ٌٝ‫«ال رشذ اٌشؽبي ئال ئ‬
ٗ‫فبء ث‬ٌٛ‫يزوش اٌؼٍّبء أْ ِضً ٘زا اٌغفش ئرا ٔزسٖ يغت ا‬
"adapun jika tujuan perjalanannya adalah menziarahi makam Nabi
Muhammad saw bukan sholat di masjidnya. Maka permasalahan ini masih
terdapat perselisihan ulama. Dan pendapat para imam dan mayoritas
ulama, bahwa ini tidak disyariatkan dan tidak diperintahkan. Karena
sabda Rasulullah saw:
"Janganlah persiapkan perjalanan kecuali ke tiga masjid: al-masjidil Harom,
Masjid Rasulullah saw, dan Masjidil Al-Aqsho" [HR. Al-Bukhori, Muslim, dan
lain-lain] oleh karenanya para ulama tidak menyebutkan bahwa perjalanan
seperti ini jika dinadzarkan, maka harus dipenuhi.132
Ada juga ungkapan lain di dalam karyanya itu:
ٓ‫ٌي‬ٛ‫ ل‬ٍٝ‫ص ٌٗ لصش اٌصالح؟ ػ‬ٛ‫ً يغ‬ٙ‫اٌصبٌؾيٓ ف‬ٚ ‫س األٔجيبء‬ٛ‫أِب ِٓ عبفش ٌّغشد صيبسح لج‬
:ٓ‫في‬ٚ‫ِؼش‬
ٓ‫ْ اٌمصش في عفش اٌّؼصيخ وأثي ػجذ اهلل ث‬ٚ‫ص‬ٛ‫ي ِزمذِي اٌؼٍّبء اٌزيٓ ال يغ‬ٛ‫ ل‬ٛ٘ٚ :‫أؽذّ٘ب‬
‫ص اٌمصش في ِضً ٘زا‬ٛ‫ائف وجيشح ِٓ اٌؼٍّبء اٌّزمذِيٓ أٔٗ ال يغ‬ٛ‫ط‬ٚ ،ً‫فب ثٓ ػمي‬ٌٛ‫أثي ا‬ٚ ‫ثطخ‬
‫ي ػٕٗ في اٌششيؼخ ال‬ٌّٕٙ‫أؽّذ أْ اٌغفش ا‬ٚ ‫اٌشبفؼي‬ٚ ‫ ِز٘ت ِبٌه‬ٛ٘ٚ ،ٕٗ‫ي ػ‬ِٕٙ ‫ ألٔٗ عفش‬،‫اٌغفش‬

130 - Kasyfus Sutur, Mahmud Mamduh, hal 173.


131 - Ibid, hal 174-176.
132 - Al-Fatawa al-Kubro, Ibnu Taimiyah (5/148)

~ 88 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

.ٗ‫يمصش في‬
ٌٗٛ‫يم‬ٚ ‫ص اٌمصش في اٌغفش اٌّؾشَ وأثي ؽٕيفخ‬ٛ‫ٌٗ ِٓ يغ‬ٛ‫٘زا يم‬ٚ ،‫ أٔٗ يمصش‬:‫ي اٌضبٔي‬ٛ‫اٌم‬ٚ
:ٓ‫اٌصبٌؾي‬ٚ ‫س األٔجيبء‬ٛ‫ص اٌغفش ٌضيبسح لج‬ٛ‫أؽّذ ِّٓ يغ‬ٚ ‫ثؼط اٌّزأخشيٓ ِٓ أصؾبة اٌشبفؼي‬
ٌْٛٛ‫٘إالء يم‬ٚ ،‫أثي ِؾّذ ثٓ لذاِخ اٌّمذعي‬ٚ ،‫ط اٌؾشأي‬ٚ‫أثي اٌؾغٓ ػجذ‬ٚ ،‫وأثي ؽبِذ اٌغضاٌي‬
. »‫س‬ٛ‫ا اٌمج‬ٚ‫س‬ٚ‫ٌٗ «فض‬ٛ‫َ ل‬ّٛ‫ئْ ٘زا اٌغفش ٌيظ ثّؾشَ ٌؼ‬
"adapun orang yang bepergian hanya untuk menziarahi kuburan para
nabi dan shilihin, apakah ia boleh melaksanakan sholat qhosor? Ada dua
pendapat yang populer:
Pertama: dan ini adalah pendapat para ulama mutaqoddimin, bahwa
mereka tidak memperbolehkan qoshor dalam perjalanan maksiat, seperti:
Abi Abdillah Ibnu Batthoh, Abil Wafa Ibnu Aqol, dan segolongan besar
dari ulama mutaqoddimin bahwa tidak boleh melakukan qoshor sholat di
dalam perjalanan yang seperti ini. Karena ini adalah perjalanan yang
dilarang, dan itu merupakan madzhab Malik, Syafii, Ahmad bahwa
perjalanan yang dilarang di dalam Syariat tidak boleh mengqoshor sholat.
Pendapat yang kedua: boleh mengqoshor, dan ini pandangan yang
diungkapkan oleh orang yang memperbolehkan Qoshor di perjalanan yang
diharamkan, seperti Abu Hanifah, dan sebagian kecil dari kalangan
madzhab syafii yang muta'akhirin dan madzhab Ahmad dari golongan
yang memperbolehkan ziarah kuburan para nabi dan orang-orang sholeh
seperti: Abi Hamid Al-Ghozali, Abil Hasan Abdus Al-Harroni, Abu
Muhammad Ibnu Qudamah. Dan mereka menyatakan bawa perjalanan ini
bukanlah hal yang haram; karena keumuman hadist: Ziarahilah
kuburan."133

Dari uraian ini ada beberapa catatan untuk Ibnu Taimiyah mengenai
ungkapan tersebut di atas:

Pertama: Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa permasalahan ini adalah


permasalahan khilaf atau yang masih diperselisihkan oleh ulama. Mengapa
Ibnu Taimiyah sangat getol untuk mengingkari bahwa ini adalah perkara
yang masih diperselisihkan, dan mengklaim bahwa ini merupakan hal yang
disepakati kemunkarannya dan menyatakan perkara ini merupakan

133 - Ibid (5/287-288)


~ 89 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

perkata yang mungkar dan wajib diingkari. Apalagi dengan pengikutnya


yang terkadang mengklaim kufur dan Syirik bagi pelakunya. Bukankah
perkara yang masih diperselisihkan oleh ulama tidak boleh diingkari dan
yang hanya diingkari adalah perkara yang sudah disepakati
kemungkarannya. Oleh karenanya, Ibnu Taimiyah dalam pengingkarannya
tidak pada tempatnya.
Kedua: Ibnu Taimiyah mengklaim bahwa yang mengingkari dan
menyatakan itu adalah kemaksiatan adalah mayoritas ulama
mutaqoddimin. Siapakah mereka? Mengapa tidak menyebutkan nama
mereka satu persatu? Sementara Al-Khottobi ulama pada abad ke 4
Hijriyah, menyatakan bahwa ziarah hukumnya adalah sunnah, dan makna
hadist yang dijadikan sandaran oleh Ibnu Taimiyah bukan bermaksud
mengharamkan ziarah, tapi membahas masalah nadzar.134
Dan Imam Haromain seorang ulama bermadzhab Syafii yang hidup
pada kurun ke 5 H menyatakan bahwa larangan itu tidak ada kandungan
pengharaman bahkan makruh pun tidak.135 Dan ia kutip pendapat ini dari
Syeh Abu Ali.
Ketiga: Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa Imam Syafii juga termasuk
golongan yang menyatakan bahwa melakukan perjalanan untuk berziarah
ke makam Nabi watau wali hukumnya adalah maksiat.
Setelah ditelusuri dari kitab Al-Umm, Imam Syafii ketika
menyebutkan hadist Syaddur Rihal tidak sedikitpun membahas tentang
haramnya berziarah apalagi menyatakan bahwa itu termasuk maksiat.
Tapi, yang beliau bahas adalah permasalahan dalam nadzar.136 Itu
membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak amanah dalam pengutipan
sebuah pendapat. Bahkan, Imam Syafii menyatakan:
‫زا ِّب‬ٙ‫رزوش أِش اآلخشح ف‬ٚ ،‫يشق لٍجه‬ٚ ‫ فأِب ئرا صسد رغزغفش ٌٍّيذ‬... ‫س‬ٛ‫ال ثأط ثضيبسح اٌمج‬ٚ
ٗ٘‫ال أوش‬
"dan tidak mengapa berziarah kubur. Adapun jika kamu berziarah dengan
memintakan ampunan untuk si mayit, melembutkan hati, dan mengingat urusan akhirat,
ini merupakan hal yang tidak aku benci"137
Hal ini membuktikan bahwa kutipan Ibnu Taimiyah tidak pada

134 - Ma'alimus Sunan, Al-Khottobi (2/443)


135 - Nihayatul Mathlab, Imam Haromain (18/431)
136 - Al-Umm, Al-Syafii (7/37)
137 - Ibid (1/317)

~ 90 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

tempatnya. Mungkin yang Ibnu Taimiyah maksud adalah bolehnya qoshor


dengan syarat tidak ada unsur kemaksiatan, dan ini memang Imam Syafii
sebutkan, tapi tidak secara spesifik dalam hal ziarah. Inilah uraiannya:
‫ يمطغ‬ٚ‫ أ‬،‫ ِؼب٘ذ‬ٚ‫ أ‬،ٍُ‫ ِغ‬ٍٝ‫ فأِب ِٓ عبفش ثبغيب ػ‬ٌٝ‫ا ِؼب في غيش ِؼصيخ اهلل رؼب‬ٚ‫ئرا عبفش‬
‫ ِب في‬ٚ‫ أ‬،ِٗ‫ اٌشعً ٘بسثب ٌيّٕغ ؽمب ٌض‬ٚ‫ أ‬،ٖ‫ اٌؼجذ يخشط آثمب ِٓ عيذ‬ٚ‫ يفغذ في األسض أ‬ٚ‫ أ‬،‫طشيمب‬
‫ غيشٖ ِٓ اٌّؼصيخ فٍيظ ٌٗ أْ يمصش‬ٚ‫ أ‬،ٕٝ‫ِضً ٘زا اٌّؼ‬

Ketiga: pernyataan Imam Taqiyyuddin Al-Subki yang mengomentari


pandangan Ibnu Taimiyyah.
Di antara uraian yang disebutkan di dalam kitab Syifa'us Saqom
karya Taqiyuddin Subki terdapat satu bab yang menjelaskan bahwa ziarah
merupakan satu qurbah/kedekatan/ibadah. Bahwa hal ini ditetapkan di
dalam Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Adapun Al-Quran yaitu ayat:
‫ ًباثب‬ٛ‫اهلل َفر َّش‬
‫ا َّش َف‬ٚ‫ َفع ُكذ‬ٛ‫ي َفٌ َف‬ٛ
‫ ُكُ اٌش ُكع ُك‬ٙ‫ ْناع َفز ْنغ َفف َفش َفٌ ُك‬ٚ‫اهلل َف‬
‫َّش‬ ‫ا َّش َف‬ٚ‫بع َفز ْنغ َفف ُكش‬ ‫ ْنُ َفع ُكبء َف‬ٙ‫ا أَف ْنٔ ُكف َفغ ُك‬ّٛ‫ظ َفٍ ُك‬
‫ن َفف ْن‬ٚ ‫ ْنُ ِهئ ْنر َف‬ٙ‫ أَفَّٔش ُك‬ٛ‫ َفٌ ْن‬ٚ‫{ َف‬
]64 :‫)} [إٌغبء‬64( ‫يّب‬ ‫ِه‬
‫َفسؽ ًب‬
"jika seandainya mereka mendholimi dirinya sendiri, maka mereka akan
mendatangimu wahai Muhammad, dan beristighfar kepada Allah dan Rasulpun
beristighfar untuk mereka, sungguh kalian akan temui Allah dalam keadaan menerima
taubat dan maha kasih"
Adapun hadist adalah hadist:
‫٘ب‬ٚ‫س‬ٚ‫س فض‬ٛ‫يزىُ ػٓ صيبسح اٌمج‬ٙٔ ‫وٕذ‬
"Dulu aku melarang kalian untuk menziarahi kuburan, maka ziarahilah"

Serta Hadist:
‫٘ب‬ٚ‫س‬ٚ‫س فض‬ٛ‫ا اٌمج‬ٚ‫س‬ٚ‫ص‬
"Ziarahilah kubur, maka ziarahilah kuburan-kuburan"
Adapun Ijma, telah dikutipkan dari Qodhi Iyadh di dalam kitab
Syifa'nya. Dan As-Subki menambahkan: ketahuilah bahwasannya para
ulama menyepakati bahwa sunnah hukumnya menziarahi kuburan bagi
laki-laki dan perempuan. Bahkan sebagian kalangan dhiliriyah
mewajibkannya; karena hadist yang telah disebutkan. Dan di antara ulama
yang mengutip ijma adalah Abu Zakariya An-Nawawi.

138 - Ibid (1/212)


~ 91 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Adapun Qiyas,bahwa Ziyarah Nabi Muhammad saw ke Baqi dan


makam para syahid-syahid perang Uhud. Dan itu bukanlah hal yang
khusus bagi Rasulullah saw tapi disunnahkan bagi yang lain. Jika
menziarahi kuburan orang lain diperbolehkan, maka kuburan Nabi
Muhammad saw lebih diperbolehkan lagi. Lantaran haq Rasulullah saw
atas umat ini dan wajibnya memuliakan nabi Muhammad saw.139

Kelima: perbandingan Antara kitab Syifa'us Saqom karya


Taqiyuddin As-Subki dan Ash-Shorimul Munki karya Ibnu Abdil Hadi.
Ibnu Taimiyah pada masanya banyak mengorbitkan banyak
permasalahan kontrofersi. Bahkan banyak yang mngkritik dan menulisnya
di dalam karya tulis. Diantaranya adalah Taqiyuddin Ali bin Abdul Kafi As-
Subki di dalam karyanya yang bernama: Syifa'ius Saqom. Tetapi, karya
Taqiyyuddin ini dikritik oleh murid Ibnu Taimiyahh yang bernama Ibnu
Abdil Hadi yang bernama As-Shorimul Munki fir Rod Ala As-Subki. Dan
setelah menelaah kitab ini –sebagaimana paparan Said Mamduh- dan
mengoreksi hadist-hadist tentang ziarah maka disimpulkan dengan
keksimpulan berikut:
(1) ternyata ibnu Abdil Hadi sangat keras kepala dalam menolak
hadist-hadist ketika pembahasan tentang para perowi, dan mengutip
banyak pernyataan yang menguntungkannya yaitu menjarh (melukai,
menilai rowi-rowinya lemah), dan tidak menyebutkan ta'dil (pernyataan
yang menyatakan rowinya adil) kecuali yang sesuai dengan pendapatnya.
Dan pemanjangan uraian Ibnu Abdul Hadi ini sudah keluar dari maksud
utama. Apalagi dengan mengulang-ulangan yang membosankan.
(2) terlalu memperpanjang dengan permasalahan yang keluar dari
bahasan utama. Yaitu dengan menyebutkan fatwa Ibnu Taimiyah di setiap
komentar atas sebuah hadist yang digunakan oleh Taqiyyuddin Subki.
(3) terkadang mendatangkan berbagai macam alasan untuk sebuah
hadist yang keluar dari kaidah-kaidah ilmu hadist. Bahkan Abdul Aziz Al-
Ghumari mengomentari Ibnu Abdil Hadi dengan ungkapannay: "Ibnu
Abdul Hadi sangat ekstrim keluar dari kaidah ilmu hhadist, maka sudah
seharusnya berahati-hati dari karyanya ini. Lebih-lebih ia seringkali
kurang ajar terhadap Subki, dan mendatangkan hal yang tidak pantas

139 - Syifaus Saqom, Taqiyudin Subki, hal 233-241.


~ 92 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

untuk diucapkan. Dan lebih dari itu semua, ia mendatangkan satu


pandangan yang salah, pendapat yang batal, dan keluar dari jalur salaf
dalam hal itu. Walaupun ia mengklaim bahwa ia menolong akidah
mereka."140
Sehingga, dari penuturan Said Mamduh ini, kita dapat menyimpulkan
bahwa kitab yang berjudul Ash-Shorimul Munki, merupakan karya yang
tidak fear dan tidak mengikuti metodologi keilmuan.

***

140 - Kasyfus Sutur, Mahmud Mamduh, hal 199-202. Dan At-Tahani fi at-Ta'qib Ala
maudhu'at Ash-Shoghoni, hal 49.
~ 93 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

Dan apa yang akan diuraikan adalah penjelasan mengenai tawassul


dengan para nabi, wali, dan orang-orang sholeh; karena banyak
dipertanyakan oleh orang banyak. Sebagai penambahan dari al-Faqir (KH.
M. Subki). Berkata dengan perkara yang semoga Allah melapangkan
hatinya:

Penjelasan menganai Tawassul

Ketahuilah bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad saw dan nabi-


nabi, para wali, dan orang-orang sholeh boleh bahkan sunnah. Tawassul
bermakna doa dan permohonan kepada Allah swt dengan sebab kemuliaan
mereka di sisi Allah dan menghadap kepada-Nya karena sebab kehormatan
mereka. Sebagaimana ucapan guru kita Kyai Abdullah Zaini Ad-Dzimawi
semoga Allah mengampuni dan merahmatinya. Al-Allamah As-Subki –
semoga Allah merahmatinya dan memberikan kemanfaatan atas ilmunya-
berkata: bertawassul kepada Nabi Muhammad saw adalah hal yang terpuji
dihadapkan kepada tuhannya. Bolehnya dan terpujinya hal itu termasuk
perkara-perkara yang sudah diketahui oleh orang yang beragama, yang
sudah populer dari perilaku para nabi, rasul dan perjalanan ulama salaf,
dan kaum awm dari kalangan muslimin. Tidak ada seorangpun dari
kalangan salaf dan kholaf yang mengingkarinya dari pengikut-pengikut
agama. Dan tidak didengar dari mereka di satu zaman kecuali Ibnu
Taimiyah. Karena ia mengingkarinya, dan pengingkarannya atas masalah
tawassul merupakan suatu pendapat yang tidak diucapkan oleh seorang
ulama pun sebelumnya. Banyak dari pembesar-pembesar ulama
ahlussunnah wal jamaah telah menyusun karangan tentang bolehnya hal
itu dengan beberapa karya-karya yang spesifik. Mereka telah memaparkan
argumentasi-argumentasinya. Dan kita wahai kalangan ahlussunnah tidak
meyakini pengaruh, penciptaan, perwujudan, peniadaan, pemberian
manfaat, mara bahaya, kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi Allah. Dan
kami tidak meyakini pengaruh, manfaat, bahaya bagi Nabi saw atau
selainnya dari orang-orang yang hidup dan orang yang meninggal. Maka,
tiada perbedaan dalam permasalahan tawasul dengan Nabi saw dan
selainnya dari para nabi dan rasul semoga Allah memberikan rahmat dan
keselamatan tetap atas mereka semuanya. Begitu juga dengan para wali
dan orang-orang sholeh. Dan tiada perbedaan di antara keberadaan mereka
~ 94 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

dalam keadaan hidup atau meninggal. Karena mereka tidak dapat


menciptakan sesuatu, tidak memiliki pengaruh di dalam hal apapun.
Mereka hanya diambil keberkahan sebab keberadaan mereka. Karena
mereka adalah orang-orang yang dicintai Allah swt. Adapun penciptaan,
pengadaan, peniadaan, pemberian manfaat, dan kemadharatan. Karena itu
semua adalah hak Allah swt semata, tiada sekutu bagi Allah. Allah adalah
dzat yang menciptakan segala sesuatu. Dzat yang memiliki perngaruh dan
pencipta pada hakikatnya adalah Allah swt. Dan karena sebab itu tetaplah
bahwa tawasul kepada para nabi,dan para wali merupakan perkara yang
disunnahkan. Tiada jalan lagi untuk mengingkarinya; karena yang dimintai
doa dan dimintai permohonan hanyalah Allah swt. Tiada perbuatan dan
tiada tashorruf bagi orang yang ditawassuli. Karena ia hanyalah
pembelokan, doa dari Allah swt, menghadapkan diri kepada-Nya dengan
sebab pangkat dan keberkahan seorang hamba yang dekat, dan termasuk
dari para kekasih Allah dan wali-wali-Nya. Dan itu bukanlah termasuk
penyembahan terhadap mereka, sedikitpun.
Kemudian ketahuilah bahwa bertawasul kepada Nabi saw boleh
dalam semua keadaan sebelum dan setelah penciptaannya, di masa
hidupnya di dunia dan setelah meninggalnya, di waktu ketika di alam
barzah dan setelah hari kebangkitan di hamparan hari kiamat dan surga.
Tawasul terbagi menjadi tiga:
Bagian yang pertama: bertawasul dengan sesuatu. Dalam arti orang
yang menginginkan permintaan meminta kepada Allah swt dengan sebab
kemuliaan atau keberkahannya. Maka hal itu diperbolehkan di dalam
keadaan yang tiga. Dan telah datang hadist-hadist shohih dalam hal itu.
Adapun keadaan yang pertama: ialah sebelum penciptaan nabi Muhammad
saw. Maka argumentasi yang menunjukkan hal itu adalah hadist yang telah
jelas bagi kita akan keshohihannya yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Al-
Hakim Abu Abdillah di dalam kitab Al-Mustadrok dari Hadist Umar bin
Khottob ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
،َ‫ يب آد‬:‫ فمبي اهلل‬،‫ يب سة أعأٌه ثؾك ِؾّذ ٌّب غفشد ٌي‬:‫ٌّب الزشف آدَ اٌخطيئخ لبي‬
‫ؽه‬ٚ‫ٔفخذ في ِٓ س‬ٚ ‫ ألٔه ٌّب خٍمزٕي ثيذن‬،‫ يب سة‬:‫ٌُ أخٍمٗ؟ لبي‬ٚ ‫ويف ػشفذ ِؾّذا‬ٚ
‫ي اهلل فؼٍّذ أٔه ٌُ رعف‬ٛ‫ثب ال ئٌٗ ئال اهلل ِؾّذ سع‬ٛ‫ائُ اٌؼشػ ِىز‬ٛ‫ ل‬ٍٝ‫سفؼذ سأعي فشأيذ ػ‬
‫ ئٔٗ ألؽت اٌخٍك ئٌي ادػٕي ثؾمٗ فمذ‬،َ‫ صذلذ يب آد‬:‫ فمبي اهلل‬،‫ اعّه ئال أؽت اٌخٍك ئٌيه‬ٌٝ‫ئ‬
‫ال ِؾّذ ِب خٍمزه‬ٌٛٚ ‫غفشد ٌه‬

~ 95 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

"Ketika nabi Adam melakukan kesalahan, ia berkata: Wahai tuhanku aku


meminta kepadamu atas kebenaran nabi Muhammad ketika engkau mengampuniku.
Maka Allah menjawab: wahai Adam, wahai Adam bagaimana engkau mengetahui
Muhammad sementara aku belum menciptakannya? Adam menjawab: Ya Allah, karena
engkau ketika menciptakanku dengan kekuasaanmu dan engkau tiupkan ruhmu dalam
diriku, aku mengangkat kepalaku, dan aku lihat di tiang-tiang Arsy terdapat tulisan:
Tiada tuhan selain Allah, Muhammad Rasulullah. Maka aku ketahui bahwa engkau
tidak menyandingkan dengan namami kecuali ia adalah makhluk yang paling engkau
cintai. Maka Allah berfirman: kau benar wahai Adam; sesungguhnya ia adalah makhluk
yang paling aku cintai. Mintalah kepadaku atas kebenarannya , sungguh aku telah
mengampunimu. Dan seandainya bukan karena Muhammad aku tidak akan
menciptakanmu"
Hakim menyatakan: Ini adalah hadist yang shohih sanadnya. Dan
Imam At-Thobaroni menambahkan riwayatnya:
‫ آخش األٔجيبء ِٓ رسيّزه‬ٛ٘ٚ
"Dan dialah akhir nabi dari keturunanmu"
Keadaan yang kedua: bertawasul dengan jenis itu setelah
penciptaannya di masa hidupnya. Yang menjadi argumentasinya adalah
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, Bukhori,
Hakim, dan Ahmad dari Utsman bin Hunaif bahwa:
،‫ ادع اهلل ٌي أْ يؼبفيٕي‬:‫ فمبي‬- ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ ص‬- ‫ إٌجي‬ٝ‫أْ سعال ظشيش اٌجصش أر‬
ٓ‫ظأ فيؾغ‬ٛ‫ فأِشٖ أْ يز‬.ٗ‫ ادػ‬:‫د" فمبي‬ٛ‫ئْ شئذ دػ‬ٚ ،‫ خيش‬ٛ٘ٚ ‫ "ئْ شئذ أخشد ٌه‬:‫فمبي‬
،‫عٗ ئٌيه ثّؾّذ ٔجي اٌشؽّخ‬ٛ‫أر‬ٚ ،‫ُ ئٔي أعأٌه‬ٌٍٙ‫ "ا‬:‫زا اٌذػبء‬ٙ‫ ث‬ٛ‫يذػ‬ٚ ،ٓ‫يصٍي سوؼزي‬ٚ ٖ‫ء‬ٛ‫ظ‬ٚ
.‫ُ شفؼٗ في‬ٌٍٙ‫ ا‬،ٝ‫ سثي في ؽبعزي ٘زٖ ٌزمع‬ٌٝ‫ذ ثه ئ‬ٙ‫ع‬ٛ‫ ئٔي لذ ر‬،‫يب ِؾّذ‬
‫َّش‬
"Ada seorang laki-laki yang buta matanya mendatangi nabi saw dan
mengatakan: doakanlah aku agar Allah menyembuhkanku. Maka Rasul menjawab: jika
kau ingin aku mengakhirkannya untukmu, maka itu lebih baik. Jika kau ingin, maka
aku akan mendoakan. Laki-laki itu menjawab: doakan saja. Maka, Rasulullah saw
memerintahkannya untuk berwudhu dan memperbagus wudhunya dan sholat dua
rokaat, serta berdoa dengan doa ini: Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu,
dan aku menghadapkan diri kepada-Mu dengan sebab Muhammad nabi yang penuh
kasih sayang. Ya Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada tuhanku dengan
sebab dirimu untuk mengkabulkan permintaanku ini. Ya Allah berikanlah syafaat
~ 96 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

kepadaku".
At-Tirmidzi mengomentari: "Hadist ini adalah hadist hasan shohih
Ghorib [tidak kami ketahui]141 kecuali dari sanad ini".
Dan Al-Baihaqi menyatakan keshohihan hadist ini. Dan
menambahkan:
‫لذ أثصش‬ٚ َ‫فمب‬
"Maka dia melaksanakannya dan dia sudah dapat melihat"
Di dalam riwayat yang lain:
‫ففؼً اٌشعً فجشيء ٌٍؾبي‬
"ia pun melaksanakannya, maka ia sembuh seketika"
Di dalam hadist ini terdapat dalil yang jelas akan bolehnya
bertawassul dan menghadapkan diri dengan sebab Rasulullah saw dari sisi
bahwa Rasulullah saw mengajari orang yang buta bertawasul dan
memerintahkannya.
Keadaan yang ketiga: bertawasul kepada Nabi saw setelah beliau
meninggal.
Yang menunjukkan hal itu adalah hadist yang diriwayatkan oleh at-
Thobaroni di dalam Al-Mu'jam Al-Shoghir dan Al-Kabir bahwa:
‫ فىبْ ػضّبْ ال يٍزفذ‬، ٌٗ ‫ ػضّبْ ثٓ ػفبْ سظي اهلل ػٕٗ في ؽبعخ‬ٌٝ‫أْ سعال وبْ يخزٍف ئ‬
‫ ائذ‬:‫ فمبي ٌٗ ػضّبْ ثٓ ؽٕيف‬، ٗ‫ فشىب رٌه ئٌي‬، ‫ فٍمي ػضّبْ ثٓ ؽٕيف‬، ٗ‫ال يٕظش في ؽبعز‬ٚ ، ٗ‫ئٌي‬
‫عٗ ئٌيه ثٕجيٕب‬ٛ‫أر‬ٚ ‫ ئٔي أعأٌه‬، ٌٍُٙ‫ ا‬:ً‫ صُ ل‬، ٓ‫ صُ ائذ اٌّغغذ فصً فيٗ سوؼزي‬، ‫ظأ‬ٛ‫اٌّيعأح فز‬
‫عً فيمعي ٌي‬ٚ ‫ سثه ػض‬ٌٝ‫عٗ ثه ئ‬ٛ‫عٍُ ٔجي اٌشؽّخ يب ِؾّذ ئٔي أر‬ٚ ٌٗ‫آ‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ِؾّذ ص‬
‫ؽبعزي‬
"ada seorang laki-laki yang mendatangi Ustman bin Affan ra dalam
satu kebutuhannya. Dan Utsman tidak menoleh kepadanya dan tidak
melihat kepada kebutuhannya. Maka ia menemui Ustman sekali lagi dan
mengadukan kepadanya. Maa Utsman berkata kepadanya: datangilah
tempat wudhu dan berwudhulah, kemudian datangilah masjid dan
sholatlah dua rokaat. Kemudian katakanlah: Ya Allah sesungguhnya aku
memohon kepadamu dan aku menghadap kepadamu dengan sebab Nabi
Muhammad saw nabi kasih sayang. Sesungguhnya aku menghadapkan diri
kepadamu untuk tuhanmu azza wa jalla, maka Ia mengabulkan

141 - Tambahan dari Jami' Tirmidzi (5/569)


~ 97 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

permintaankku..." dst.
"Al-Baihaqi dan Ibnu Syaibah meriwayatkan sebuah hadist dengan
sanad yang shohih bahwa:
‫ لجش إٌجي‬ٌٝ‫ُ٘ لؾط في خالفخ ػّش اثٓ اٌخطبة فغبء ثالي ثٓ اٌؾشس ئ‬
‫ئ ّْ إٌبط أصبة‬
ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫ فأربٖ سع‬. ‫ا‬ٛ‫ُ ٍ٘ى‬ٙٔ‫ي اهلل اعك ألِزه ؛ فا‬ٛ‫ يب سع‬:‫عٍُ فمبي‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ص‬
ْٛ‫ُ يغم‬ٙٔ‫أخجشٖ أ‬ٚ َ‫ ائذ ػّش فألشأٖ اٌغال‬:‫عٍُ في إٌّبَ فمبي‬ٚ
"Sesungguhnya manusia tertimpa masa paceklik pada masa khilafah Umar bin
Khottob. Maka datanglah Bilal bin Al-Harts ke kuburan Nabi saw. Maka ia
mengatakan: Wahai Rasulullah berilah hujan kepada umatmu; karena mereka akan
mati. Maka Rasulullah saw mendatanginya di dalam mimpi dan mengatakan:
datangilah Umar, sampaikanlah salam dan beritahu dia bahwa mereka akan diberi
hujan".
Adapun diperbolehkannya tawasul kepada selain Nabi saw dari para
wali dan orang sholih. Maka argumentasi yangmenunjukkan hal itu adalah
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori di dalam Shohihnya
dari Anas ra dari Umar bin Khotob ra:
‫ُ ئٔب وٕب‬ٌٍٙ‫ ا‬: ‫ فلبي‬، ‫ا اعزغمي ثبٌؼجبط ثٓ ػجذ اٌّطٍت‬ٛ‫وبْ ػّش ثٓ اٌخطبة ئرا لؾط‬
‫عً ئٌيه ثؼُ ٔجيٕب‬ٛ‫ٔز‬
ّ ‫ ئّٔب‬ٚ ،‫عً ئٌيه ثٕجيٕب فزغميٕب‬ٛ‫ٔز‬
ّ ‫ُ ئّٔب وٕب‬ٌٍٙ‫ ا‬:‫فمبي‬،‫ فزغميٕب‬،‫عً ئٌيه ثٕجئب‬ٛ‫ٔز‬
ّ ّ
.ْٛ‫ فيغم‬:‫ لبي‬.‫فبعمٕب‬
Umar bin Khottob ketika orang-orang mengalami masa paceklik, ia
keluar meminta hujan dengan wasilahnya Abbas bin Abdil Muttholib. Ia
mengatakan: Ya Allah sesungguhnya ketika kami bertawassul kepada
nabimu, maka kami diberi hujan. Dan ia mengatakan: Ya Allah
sesungguhnya kami bertawassul kepadamu dengan nabimu maka engkau
beri kami hujan. Dan sesungguhnya kami bertawassul kepadamu dengan
paman nabi kita maka berilah kami hujan. Ia mengatakan: maka mereka
diberi hujan.
Dan berkata Umar:
‫ب‬ٙ‫ا يب أي‬ٚ‫اٌذ فبلزذ‬ٌٍٛ ‫ٌذ‬ٌٛ‫ ا‬ٜ‫ ٌٍؼجبط ِب يش‬ٜ‫ٌّب أعزغمي ثبٌؼجبط سظي اهلل ػٕٗ وبْ يش‬
.‫ اهلل‬ٌٝ‫عيٍخ ئ‬ٚ ٖٚ‫ فبرخز‬،‫ ػّٗ اٌؼجبط‬ٝ‫ ف‬-ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ ص‬-‫ي اهلل‬ٛ‫إٌبط ثشع‬
"Ketika aku meminta hujan dengan bertawasul kepada Abbas. Rasulullah saw
melihat Abbas sebagaimana melihatnya pandangan seorang anak kepada orang tua.
Maka ikutilah wahai manusia kepada Rasulullah saw untuk Abbas. Jadikanlah ia
~ 98 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

sebagai wasilah kepada Allah". Al-Minah Muhammadiyah.142


Dan perlakuan umar adalah hujjah; karena sabda Rasulullah saw:
‫ ٌغبْ ػّش‬ٍٝ‫ئ ّْ اهلل عؼً اٌؾك ػ‬
"Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran di lisannya Umar" [HR. Ahmad
dan Tirmidzi]
Dan beliau juga bersabda:
‫ وبْ ثؼذي ٔجي ٌىبْ ػّش‬ٌٛ
"Seandainya setelahku ada nabi, maka ialah Umar" [HR. Tirmidzi,
Hakim di Mustadrok, dari Uqbah bin Amir Al-Juhani ra]
Dan Imam At-Thobaroni meriwayatkan di dalam Al-Mu'jam Al-
Kabir dari Abu Darda' ra:
‫ّب فمذ‬ٙ‫ فّٓ رّغه ث‬، ‫د‬ٚ‫ّب ؽجً اهلل اٌّّذ‬ٙٔ‫ فا‬، ‫ػّش‬ٚ ‫ أثي ثىش‬:‫ا ثبٌٍزيٓ ِٓ ثؼذي‬ٚ‫الزذ‬
‫ب‬ٌٙ َ‫ اٌزي ال أفصب‬ٝ‫صم‬ٌٛ‫ح اهلل ا‬ٚ‫رّغه ثؼش‬
"Berpegang teguhlah kepada dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar; karena
keduanya adalah tali Allah yang panjang, sesiapa yang berpegang teguh dengan
keduanya, maka sesunggunya ia telah berpegang teguh dengan ikatan Allah yang kuat
yang tiada terputus" [HR. At-Thobaroni di Musnad Syamiyyin]
Sesungguhnya Umar meminta hujan kepada Allah dengan
bertawassul kepada Abbas ra, dan beliau tidak bertawassul kepada Nabi
saw untuk menjelaskan kepada orang-orang tentang bolehnya istisqo'
dengan bertawassul kepada selain Nabi saw dan itu adalah hal yang tidak
dipermasalahkan.
Dan dalil bolehnya tawassul dengan selain Nabi juga adalah
argumentasi-argumentasi yang disebutkan di dalam kitab al-Ajwibah al-
Makkiyah yang mengutip dari kitab Minhajus Sa'adah. Penulisnya berkata:
‫عً ثي‬ٛ‫ِز‬
ّ ‫يشد‬
ّ ‫ اهلل؛ فأّٗ ال‬ٌٝ‫ثأً٘ ثيزي ئ‬ٚ ‫ا ثي‬ٍٛ‫ع‬ٛ‫ر‬
ّ :ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ي اهلل ص‬ٛ‫لبي سع‬
.‫ اهلل‬ٌٝ‫ثأً٘ ثيزي ئ‬ٚ
Rasulullah saw bersabda: "bertawassullah denganku dan dengan ahli baitku;
karena sesungguhnya orang yang bertawassul denganku dan dengan ahlul baitku
tidaklah ditolak."143
Dan Ibnu Jamaah mengutip di dalam karyanya Anisul Muhadhoroh

142 - Al-Minah Muhammadiyah, Al-Qusthullani (3/375)


143 - Hadist ini tidak pen temukan di literatur hadist.
~ 99 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

dari Ali bin Maimun. Ia berkata: Aku mendengar Imam Syafii ra berkata:
sesungguhnya aku tidak bertabarruk kepada Abu Hanifah dan aku
mendatangi kuburannya di setiap harinya untuk mengunjunginya. Jika ada
satu kebutuhan yang datang, aku sholat dua rokaat, aku datangi dan
meminta kepada Allah satu permintaan di sebelah kuburannya, maka itu
tidaklah jauh dariku sehingga dikabulkan. Selesai kutipan dari Ibnu
Jamaah.
Ibnu Hajar di dalam Al-Khoirotul Hisan:
Imam Syafii di hari di mana di Baghdad bertawassul dengan Imam
Abu Hanifah ra mendatangi kuburannya. Ia mengucapkan salam
kepadanya dan bertawassul kepada Allah dengan sebab Abu Hanifah
untuk mengabulkan hajatnya. Selesai pengutipan dari Ibnu Hajar.144
Imam Ahmad bin Hanbal dengan Imam Syafii. Dan ia diberitahu
bahwa penduduk Maghrib (Maroko dan sekitarnya) jika mereka memiliki
satu hajat mereka bertawassul kepada Allah dengan Imam Malik, dan
tidak diingkari oleh Imam Syafii. Bahkan beliau membenarkan mereka
dalam hal ini.
Imam Abul Hasan As-Syadzili semoga Allah mensucikan ruhnya:
barang siapa yang memiliki satu hajat dan ingin dikabulkan oleh Allah,
maka hendaknya ia bertawassul kepada Allah dengan Imam Ghozali ra.
Imam Al-Ghozali semoga Allah merahmatinya dan memberi manfaat
kepada ilmunya: barang siapa yang bertawassul dan bertabarruk di masa
hidup Nabi saw, maka bertawasul juga setelah kematian Nabi saw. Dan
disebutkan dari al-Arif billah kutubnya dunia Syeh Abdul Wahhab As-
Sya'roni ra: sesungguhnya sebagian masyayikhnya berkata: sesunggunya
Allah mengutus satu malaikat di setiap kuburan wali yang mengabulkan
hajat orang yang bertawassul dengan mereka. Sebagaimana yang terjadi
pada Imam Syafii, Sayyidah Nafisah, Sayyid Ahmad Al-Badawi semoga
Allah meridhoi mereka semua.
Ibnu Sunni meriwayatkan sebuah hadist dari Ibnu Mas'ud beliau
berkata: Bersabda Rasulullah saw:
‫فاْهلل ػجبدا‬
‫ ا‬،‫ا‬ٛ‫ يب ػجبد اهلل اؽجغ‬،‫ا‬ٛ‫ يب ػجبد اهلل اؽجغ‬:‫ئرا أفٍزذ داثخ أؽذوُ ثأسض فالح فٍيٕبد‬
‫اٖ اٌطجشأي‬ٚ‫ٔي س‬ٛ‫ٔي أغيض‬ٛ‫ٔب فٍيمً يب ػجبد اهلل أغيض‬ٛ‫أساد ػ‬ٚ ‫أظً شيئب‬
ّ ‫ئرا‬ٚ ،ٗٔٛ‫يغيج‬
"Jika ada salah satu binatang kalian terlepas di satu tempat yang yang luas maka

144 - Al-Khoirotul Hisan, Ibnu Hajar, hal 6.


~ 100 ~
Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama'ah

panggillah: wahai hamba Allah tahanlah. Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba


yang menjawabnya. Dan jika kehilangan sesuatu dan ingin pertolongan maka
katakanlah: wahai hamba Allah tolonglah aku, tolonglah aku" [HR. At-Thobaroni]
Dan di dalam keterangan yang telah disebutkan sebelumnya
merupakan dalil jelas yang menunjukkan akan bolehnya tawassul dengan
para wali dan orang-orang sholih. Dari sisi bahwa Nabi saw melakukan
hal itu dengan sendirinya, dan beliau perintahkan sahabat-sahabatnya
untuk melakukannya.
Al-Arif Billah Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad ra: dianjurkan
bagi orang yang berziarah ketika menziarahi kuburan orang-orang sholeh
untuk bertuma'ninah di sisi kuburan itu, memperbanyak istighfar, berdoa,
meminta rahmat untuk mereka, sedikit membacakan ayat al-Quran,
menghadiahkan pahalanya kepada mereka, maka perbanyaklah doa di
sisinya; karena di antara mereka ada seseorang yang doa di sisinya adalah
mustajab. Hal itu mujarab. Penduduk Baghdad menamai kuburan sayid
imam Musa Al-Kadhim bin Imam Jakfar Shodiq seorang yang menjadi
penawar yang mujarab maksudnya adalah dengan dikabulkannya doa-doa,
urusan-urusan yang sulit menjadi mudah. Begitu juga dengan kuburan
Ma'ruf Al-Karkhi. Itu disebutkan ketika beliau di Baghdad. Dan betapa
banyak penduduk pulau Jawa dari kalangan muslimin yang doa mereka
dilantunkan di sisi sebagian kuburan para wali-wali yang dimakamkan di
Jawa adalah musatajab. Allah adalah maha kuasa atas segala hal. Pada
batasan ini rasanya sudah cukup.

***
‫ذايخ‬ٌٙ‫ا‬ٚ ‫فيك‬ٛ‫ثبهلل اٌز‬ٚ
‫اٌؼّش‬ٚ ‫الدٔب اٌجشوخ في اٌشصق‬ٚ‫أ‬ٚ ‫إٍٔ٘ب‬ٚ ‫اسصلٕب‬ٚ ٍُ‫ع‬ٚ ٗ‫ اهلل ػٍي‬ٍٝ‫ُ ثغبٖ ٔجيه ِؾّذ ص‬ٌٍٙ‫ا‬
‫ عيذٔب ِؾّذ‬ٍٝ‫ اهلل ػ‬ٍٝ‫ص‬ٚ .ٓ‫ُ آِي‬ٌٍٙ‫ؽغٓ اٌخبرّخ ا‬ٚ ‫بدح‬ٙ‫اٌش‬ٚ ‫اٌغؼبدح‬ٚ ‫ؽيبح طيجخ‬ٚ ‫اٌؼبفيخ‬ٚ
ّ
22 .ٓ‫سة اٌؼبٌّي‬
ّ ‫اٌؾّذ هلل‬ٚ ٍْٛ‫غفً ػٓ روشٖ اٌغبف‬ٚ ْٚ‫ع ٍُّ و ٍّّب روشٖ اٌزاوش‬ٚ ٗ‫صؾج‬ٚ ٌٗ‫ آ‬ٍٝ‫ػ‬ٚ
. َ 1983 ‫ ِبسط‬6 / 1402 ‫ األخيشح‬ٜ‫عّبد‬
Selesai penerjemahan kitab Hujjah Ahlussunnah wal Jama'ah Karya
KH. Ali Ma'shum oleh Abdul Aziz Jazuli pada malam Kamis 7 Muharom
1439 H / 27 September 2017. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya,
orang tuanya, guru-gurunya, keluarganya, dan semua muslimin.

~ 101 ~

Anda mungkin juga menyukai