Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2 PENGANTAR ILMU POLITIK

Nama : Ferdy Adiwijaya

Nim : 051721753

Tugas ke : 2

Kode Matkul : ISIP4212

Kelas Matkul : 217

Tugas 2

Pasca Reformasi tahun 1998, untuk pertama kalinya setelah 30 tahun rezim Orde Baru,

Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Partai politik mulai banyak

bermunculan, dan tidak ada lagi partai yang setiap pemilu selalu menjadi pemenang mutlak
atau dikenal dengan istilah “mayoritas tunggal”.
Pertanyaan:
1. Bila merujuk pada kategori budaya politik Almond dan Powell, selama tahun 1999
sampai dengan sekarang, Indonesia berada pada kategori budaya politik yang mana?
Uraikan tentang budaya politik tersebut!
2. Terkait contoh kasus diatas, jelaskan alasan Anda pada pilihan kategori budaya politik dari
Almond dan Powell tersebut! Lakukan analisis terhadap pilihan Anda tersebut.

JAWABAN

1. Berdasarkan budaya politik yang diungkapkan oleh Almond dan Powell, terdapat tiga tipe
atau kategori budaya politik, yang pertama adalah budaya politik parokhial, budaya politik
ini dicirikan oleh partikularisme, lokalisme, kepercayaan yang bersifat interpersonal, dan
adanya pemisahan antara rakyat dan negara serta politik, dalam tipe budaya politik ini
penguasa lokal lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan pemerintahan yang berkuasa.
Kedua, terdapat tipe budaya politik subyek, tipe budaya politik terdapat pada masyarakat
dimana ketaatan dan kepercayaan pada negara sebagai pemilik otoritas yang sah. Tipe ini
terdapat pada masyarakat feodal, manakala individu dikenai berbagai kewajiban dan hanya
sedikit hak serta tidak memiliki hak politik. Ketiga, terdapat tipe budaya politik partisipan,
terdapat pada masyarakat dimana warga negara turut aktif berperan serta dalam proses politik
untuk mendukung atau menolak kebijakan pemerintah. Berdasarkan hasil literasi saya, saya
memasukan budaya politik Indonesia pada tahun 1999 ke dalam tipe budaya politik
partisipan, karena pada tahun 1999 terjadi peningkatan partisipasi politik yang ditandai
dengan banyaknya pembentukan partai-partai baru, kemudian adanya perbaikan HAM, hal
tersebut menjadikan partisipasi politik masyarakat pada tahun tersebut meningkat dengan
adanya perbaikan hak-hak termasuk hak masyarakat dalam politik. Namun pada tahun 1999
budaya politik di Indonesia tidak sepenuhnya partisipan dikarenakan adanya transisi dari
masa orde baru ke masa reformasi yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang secara
langsung ingin turun tangan serta berpartisipasi dalam proses politik serta dengan tujuan
untuk membenahi perpolitikan di Indonesia setelah runtuhnya masa orde baru, disisi lain ada
juga masyarakat Indonesia yang tidak ikut berpartisipasi melainkan hanya mengikuti
kebijakan dari pemerintah saja tetapi disisi lain mereka ikut dalam proses pemilu namun tidak
dengan kegiatan politik lainnya, jadi saya menambahkan bahwa tipe budaya politik pada
tahun 1999 selain budaya partisipan juga terdapat tipe budaya politik kombinasi yaitu subjek-
partisipan. Budaya politik partisipan ini dilihat dari warga negara dalam suatu kelompok
mempunyai kesadaran bahwa mereka dapat mempengaruhi sistem politik, oleh karena itu
mereka akan berusaha untuk terlibat dan menggunakan kesempatan untuk berperan serta
memengaruhi proses politik. Kemudian penjelasan sedikit mengenai budaya politik partisipan
ini pun ditandai dari anggota masyarakat telah menyadari betul hak dan tanggung jawabnya
sebagai warga negara, dimana dia berperan aktif dalam suatu proses politik. Tipe budaya
politik partisipan ini umumnya di dorong dengan tingginya pengetahuan masyarakat tentang
politik, sehingga membuat suatu dorongan secara sadar untuk ikut berperan dalam sistem
politik, namun berdasarkan keadaan politik Indonesia pada tahun 1999 budaya politik
partisipan di dorong karena banyaknya hak-hak politik yang dilanggar semasa orba atau orde
baru, dengan demikian masyarakat Indonesia merasa mendapatkan kembali hak-haknya
terutama hak dalam politik, kemudian masyarakat Indonesia meningkatkan partisipasinya
dalam bidang politik pada tahun 1999 tersebut meskipun keadaan politik pada tahun tersebut
banyak diwarnai dengan berbagai konflik di berbagai daerah yang menuntut hak-hak yang
tidak terpenuhi semasa orde baru, namun saya sendiri memasukan Indonesia pada kategori
budaya politik partisipan pada tahun 1999. Tipe budaya politik subjek-partisipan, tipe
budaya politik ini juga terdapat di Indonesia pada tahun 1999 karena pada saat terjadinya
konflik di berbagai daerah terdapat juga warga negara yang hanya mengikuti kegiatan politik
seperti dalam pemilu saja tanpa menyuarakan aspirasi-aspirasi yang ingin dicapai kepada
pemerintah, padahal pada saat masa sesudah orde baru banyak sekali tuntutan yang harus
disampaikan melalui partisipasi politik seperti penuntutan hak-hak yang dilanggar oleh rezim
yang berkuasa pada masa orde baru. Ikut ke dalam diskusi politik dan juga bersama-sama
melakukan demonstrasi dalam rangka menyuarakan aspirasi serta tuntutan agar dilaksanakan
oleh pemerintah pusat seharusnya dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada saat itu.
Menurut Almond dan Powell dalam menjelaskan tipe budaya politik subjek-partisipan ini
merupakan tipe budaya politik campuran, adalah warga negara berpartisipasi menggunakan
kesempatan untuk mengontak birokrat dalam upaya untuk memengaruhi tindakan pemerintah
yang dapat memengaruhi hidup mereka.

2. Alasan saya memilih kategori budaya politik partisipan dan budaya politik subjek-
partisipan terkait kasus tentang budaya politik Indonesia pada tahun 1999 adalah sebagai
berikut :

 Alasan memilih kategori budaya politik partisipan pada budaya politik di Indonesia
pada tahun 1999
Pasca rezim orde baru runtuh, maka ada suatu pengalihan kekuasaan dari Soeharto
kepada B.J. Habibie, dengan demikian kebijakan-kebijakan yang melanggar serta
tidak memenuhi hak-hak masyarakat pada saat itu diubah dan digantikan oleh
kebijakan dari B.J Habibie yang baru, budaya politik pada tahun 1999 merupakan
budaya politik yang ditandai dengan banyaknya terbentuk partai-partai politik sebagai
bentuk dari partisipasi masyarakat karena didorong oleh faktor keinginan untuk
mendapatkan kembali hak-hak sebagai warga negara terutama di dalam hak politik,
dengan demikian pada tahun 1999 terdapat partai politik sebanyak 141 partai dan
setelah melalui proses verifikasi hanya 5 partai saja yang memenuhi syarat untuk
mengikuti pemilu, kelima partai tersebut adalah PDIP, GOLKAR, PPP, PKB dan
PAN. Dengan demikian saya pribadi menilai bahwa banyaknya partai politik yang
terbentuk tentunya melibatkan peran banyak orang, hal tersebut menjadi acuan saya
dalam mengategorikan budaya politik di Indonesia pada tahun 1999 merupakan
kategori budaya politik partisipan, karena banyaknya masyarakat yang mulai memiliki
kesadaran akan kewajibannya serta hak nya sebagai warga negara, dengan menyadari
akan kewajiban dan hak nya sebagai warga negara, banyak masyarakat yang mulai
ikut berperan aktif dalam sistem politik di Indonesia baik berpartisipasi untuk
mendukung ataupun menuntut. Pada pemilu tahun 1999 merupakan salah satu pemilu
dengan mulai diterapkannya sedikit demi sedikit konsep demokrasi. Terdapat suatu
gagasan yang dituliskan oleh Almond sebagai dasar konsepsi budaya politiknya,
menurut saya budaya politik Indonesia pada tahun 1999 termasuk ke dalam budaya
politik partisipan, memiliki kaitannya dengan salah satu gagasan yang mendasari
konsepsi budaya politik yang ditulis oleh Almond yakni partisipasi dan proses
politik yang demokratis, yaitu peran serta warga negara secara aktif dan proses
politik yang demokratis dengan terbukanya kesempatan yang besar untuk melibatkan
sebanyak mungkin warga negara menjadi gambaran sebuah masyarakat politik yang
ideal. Dan menjadi tanggung jawab warga negara untuk menjadi aktif sebagai salah
satu unsur kewarganegaraan yang baik .Pengembangan proses politik yang
demokratis diyakini terkait erat dengan peningkatan budaya politik partisipan. Dapat
saya simpulkan bahwa alasan saya mengategorikan budaya politik Indonesia termasuk
ke dalam budaya politik partisipan karena adanya partisipasi yang melibatkan banyak
orang dalam membentuk partai politik untuk menyiapkan pada saat pemilu yang
dilaksanakan pada tahun 1999 serta hal ini berkaitan dengan gagasan dasar konsep
budaya politik yang dituliskan oleh Almond dan berkaitan dengan salah satu
gagasannya yang telah saya sebutkan di atas.
 Alasan saya memilih tipe budaya subjek-partisipan pada budaya politik di Indonesia
pada tahun 1999
Karena berdasarkan salah satu buku yang saya baca di dalamnya saya menemukan
bahwasanya budaya politik Indonesia pada tahun 1999 tidak seluruhnya dapat
dikategorikan sebagai budaya politik partisipan dikarenakan ada sebagian warga
negara di wilayah tertentu dengan tingkat pendidikan yang memadai sehingga
pengetahuannya terhadap sistem politik Indonesia cukup baik, di kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Yogyakarta dan kota-kota
besar lainnya budaya politik yang menonjol adalah budaya politik partisipan, namun
di sisi lain wilayah pelosok seperti pegunungan dan pedalaman belum terlalu
memahami tentang sistem politik di Indonesia pada saat itu. Kebanyakan masyarakat
yang tinggal di pedalaman ataupun pegunungan di Indonesia pada saat itu merasa
kurang mampu dan tidak terlalu mengetahui tentang sistem politik yang terjadi di
Indonesia oleh karena itu mereka memilih untuk tidak berpartisipasi secara langsung
dalam sistem politik Indonesia yang menyebabkan sebagian masyarakat di pelosok
ataupun pegunungan lebih menonjolkan tipe budaya politik subjek, dengan demikian
saya memilih kategori budaya politik kombinasi pada budaya politik Indonesia pada
tahun 1999 yakni budaya politik subjek-partisipan. Saya sedikit menganalisis tentang
budaya politik subjek yang menonjol dari masyarakat yang tinggal di pedalaman serta
pegunungan di Indonesia. Dalam menganalisis budaya politik Almond membedakan
sikap individu terhadap objek politik atas tiga bagian diantaranya kognitif, afektif, dan
evaluative. Menurut saya budaya politik subjek berkaitan dengan salah satu sikap
individu terhadap objek politik yang telah disebutkan oleh Almond tadi yakni
kognitif. Orientasi kognitif individu meliputi pengetahuan dan kepercayaan yang di
ukur dengan menggunakan pengetahuan mengenai sistem politik, tokoh-tokoh politik,
dan kebijakan politik yang berlaku.

SUMBER REFERENSI :

1. BMP ISIP4212 PENGANTAR ILMU POLITIK (Modul 4/ 4.6 – 4.16)

2.
Abdulkarim, A. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Grafindo Media Pratama.
3. Klaudia, M. W., & Wartha, I. N. (2020). PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI
MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA AWAL REFORMASI TAHUN 1998-1999.
JURNAL SANTIAJI PENDIDIKAN, 1-7.
4. MA, P. B. (2007). SISTEM POLITIK INDONESIA ERA REFORMASI. Yogyakarta:
MedPress.
5. Mohsin, A. (2018). PARTAI POLITIK DAN SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA.
POPULIS, 777-788.

Anda mungkin juga menyukai