Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Kimia sangat penting seiring dengan perkembangan nya ilmu

dan teknologi di era sekarang ini ilmu kimia hakikatnya bersifat

eksperimental, maka salah satu cara yang dilakukan dalam hal

pengembangan ilmu kimia yaitu dengan melakukan praktikum atau

percobaan. Ilmu kimia adalah ilmu yang secara detail tentang struktur,

sifat komposisi, perubahan serta energi dan suatu Materi (Faiqah et

al., 2022)

Dalam analisis asam basa, titrasi akan melibatkan pengukuran

yang seksama volume suatu asam dan suatu bahasa yang tepat akan

sering menetralkan reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri

melibatkan titrasi asam basa atau basa yang terbentuk karena hidroksi

garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu standar

(asidimetri) dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam

yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri)

(Maulana et al., 2021).

Metode asidi alkalimetri adalah titrasi yang dilandaskan pada

sifat larutan yang akan di titrasikan. Asidimetri adalah suatu cara

penentuan konsentrasi larutan yang sifatnya asam secara penetapan

konsentrasi larutan yang sifatnya asam secara kuantitatif dengan

menggunakan larutan baku basa (Fathah et al., 2022)


Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dan basa,

sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang di titrasi. Reaksi

antara asam basa, dapat berupa asam dan basa atau lemah dengan

basa dapat berupa asam. Pada titrasi asam kuat dengan basa kuat,

maka harga pH pada ekuivalen (titik di mana jumlah zat yang

direaksikan ialah ekuivalen atau setara) adalah 7 (netral). Demikian

pula pada titrasi basa kuat dan asam lemah akan asam kuat maka

harga pH equivalen juga sama dengan 7 (Cantika, 2016).

Oleh karena itu, dilakukan percobaan titrasi asidi alkalimetri

untuk menentukan kadar sampel yang digunakan dalam percobaan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana menganalisis kadar suatu sampel?

2. Bagaimana reaksi kimia yang terjadi?

3. Alasan dilakukan penambahan bahan?

C. Tujuan Praktikum

1. Memahami dan mengetahui dalam menganalisis kadar dari sampel,

2. Memahami reaksi kimia yang terjadi

3. Mampu menjelaskan alasan penambahan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Salah satu cara penentuan kadar larutan asam basa adalah

dengan melalui proses titrasi asidimetri cara ini cukup menguntungkan

karena pelaksanaannya mudah dan cepat ketentuan dan ketelitian dan

ketetapannya juga cukup tinggi. Titrasi asidi alkalimetri dibagi menjadi

dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah

titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan

basa asam asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam

cuka, asam oksalat, asam borat sedangkan alkalimetri merupakan

kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan

standar basa untuk menentukan asam (Yurida et al., 2013)

Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi

larutan asam atau basa, caranya dengan menambahkan setetes demi

setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang di

teteskan bereaksi dengan asam dan penetesan dihentikan pada saat

jumlah mol pH setara dengan mol pH pada saat itu larutan bersifat

netral dan disebut equivalen (Yurida et al., 2013)

Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan

asam dan basa di antaranya:


a. Asam kuat dan basa kuat, di mana untuk mengi hitung H + Pada titik

tertentu dalam titrasi harus menentukan jumlah H+ Yang tetap

tinggal pada titik tersebut

b. Asam kuat dan basa lemah yang perlu diperhatikan adalah tentang

komponen utama dalam larutan dan kemudian memutuskan

apakah reaksi terjadi menuju sempurna

c. Asam lemah dan basa kuat, reaksi dalam larutan air dari asam

lemah seperti asam asetat dengan basa kuat NaOH Dapat

dinyatakan oleh perlakuan:

HC2H3O2 + NaOH  NaC2H3O2 + H2O

HC2H2O2 + Na+ + OH-  Na+ + C2H3O2 + H2O

Larutan natrium asetat yang dihasilkan agak bersifat basa,

karena ion asetat berfungsi sebagai basa dalam larutan air.

Indikator asam basa adalah zat yang dapat berubah warna

apabila pH lingkungannya berubah warna dalam keadaan asam

dinamakan warna asam dari indikator, sedang warna yang ditunjukkan

dalam keadaan basah disebut warna basa. Perubahan warna

disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator

mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka

menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Yurida et al., 2013)

Aplikasi titrasi asidi-alkalimetri di industri, khususnya

pharmacy industri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu

obat dengan teliti karena dengan menggunakan metode titrasi ini.


Penyimpangan titik equivalen menjadi lebih kecil sehingga lebih mudah

untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang mana ditandai dengan

adanya perubahan warna, selain itu waktu yang digunakan juga

menjadi efesien (Indriyani et al., 2020).

B. Uraian Obat dan Uraian Bahan

1. Asam salisilat (Depkes RI, 1979) & (MSDS, 2018)

Nama resmi : ACIDUM SALICYCUM

Nama lain : Asam salisilat

Rumus molekul : C7H6O3

Berat molekul : 138,12 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk

berwarna putih, hampir tidak berbau rasa agak

manis dan tajam

Kelarutan : larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian

etanol 95% p mudah larut dalam kloroform p

dan dalam eter, larut dalam larutan amonium


asetat dinatrium hidrogen fosfat kalium sitrat

dan natrium sitrat p.

No. Cas : 69-72-7

Kode HS : 2918 21 00

Kode produk : A-2187

Penggunaan : reagen untuk analisis bahan

kimia untuk sintesis

Reaktivitas : membentuk campuran yang dapat meledak

dengan udara pada pemanasan terus menerus

Stabilitas kimia : kepekaan terhadap cahaya dapat

menyublim

Reaksi : dapat bereaksi dengan oksidator kiat atau

senyawa ion atau mengandung ion

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik dan rapat.

2. Asetosal (Depkes RI, 1979) (MSDS, 2017)

Nama resmi : ACIDUM ACETYLSALICYCUM

Nama lain : Asetosal, asam asetil salisilat

Rumus molekul : C9H8O4

Berat molekul : 180,16 g/mol

Rumus struktur :
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih

tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa

agak asam.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol, larut dalam kloroform dan eter.

No. Cas : 69-72-7

Penggunaan : Produk Farmasi dari analisis kimia

Reaktivitas : Zat atau campuran ini tidak mengandung satu

komponen pun yang dianggap baik persistent

biokolatif dan beracun.

Stabilitas kimia : Stabil secara kimiawi di bawah kondisi

ruangan standar.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup sangat rapat dan

Kering

3. Asam askorbat (Depkes RI, 1979) (MSDS, 2019)

Nama resmi : ACIDUM ASCORBICUM

Nama lain : Vitamin C, vicomn, catavin C

Rumus molekul : C6H8O6

Berat molekul : 176,13 g/mol

Pemerian : Serbuk atau hablur putih atau agak kuning,

tidak

berbau, rasa asam

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam


etanol 95% p, praktis tidak larut dalam

kloroform p dalam eter dan dalam benzen p

No. Cas : 50-81-7

Kode produk : 29362700

Penggunaan : Reagen untuk analisis

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. NaOH (Depkes RI, 1979)

Nama resmi : NATRIUM HYDROXYDIUM

Nama lain : Natrium Hidroksida

Berat molekul : 40 g/mol

Rumus molekul : NaOH

Rumus struktur :

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol

(95%).

Pemeriaan : Bentuk batang, massa hablur, rapuh dan

mudah meleleh, basah, sangat alkalis dan

korosif.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai zat tambahan


5. Fenolftalein (Depkes RI, 1979) & (MSDS, 2023)

Nama resmi : PHENOLPHYTHALEINUM

Nama lain : Fenolftalein

Rumus molekul : C2O2H4O2

Berat molekul : 318,33 g/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air larut dalam etanol,

agar sukar larut dalam eter

No. CAS : 77-09-8

Kode produk :1.07233

Penggunaan : reagen untuk analisis

Informasi : zat atau campuran tidak mengandung

komponen yang disinyalir memiliki kandungan

mengganggu endokrin

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik


Reaktivas : hal berikut ini secara umum untuk campuran

dan

senyawa organik yang mudah terbakar

6. Etanol (Depkes RI, 1979) & (MSDS, 2017)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol dan alkohol

Rumus molekul : C2H6O

Berat molekul : 46,06 g/mol

Pemerian : Cairan tak berwarna atau jernih, mudah

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam kloroform

dan dalam eter

No. Cas : 64-17-7

Reaktivitas : Uap dapat membentuk campuran mudah

meledak di udara

Stabilitas kimia : Produk ini stabil secara kimiawi di bawah

kondisi standar

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya, di tempat sejuk

7. Aquades (Depkes RI,1979)

Nama resmi : AQUA DESTILATA

Nama lain : Air suling, air baterai, aquades


Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02 g/mol

Pemerian : Cairan jernih, tidak beraroma, tidak berbau,

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan baik


BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang

pengaduk, buret, corong, erlenmeyer, gelas arloji, glass kimia, klem

dan statif penangas, pipet tetes dan timbangan

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

aquades, asam askorbat, asam salisilat, asetosal, etanol, NaOH,

dan fenolftalein

B. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu 23 Desember 2023

dilaboratorium kimia, Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

C. Prosedur kerja

1. Pengambilan obat bahan uji

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Disiapkan bahan atau sampel yang akan diuji (Asam salisilat,

asetosal, dan asam askorbat)

2. Pembuatan pereaksi NaOH 0,1 N


a. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

b. Ditimbang 4 g NaOH

c. Dilarutkan NaOH dengan aquadest sebanyak 1000 mL diaduk

sampai larut

3. Pembuatan Indikator Fenolftalein

a. Dilarutkan 1 g fenolftalein dalam 100 mL etanol 70 %

b. Dihomogenkan campuran

c. Pembuatan larutan pereaksi

4. Prosedur pembakuan larutan NaoH 0,1 N

a. Di pipet 10 mL larutan baku asam oksalat 0,1 N kemudian

ditambahkan dua tetes indikator fenolftalein dan di titrasi NaOH

sampai terbentuk warna merah muda

b. Ditimbang kurang lebih 100 mg asam askorbat, dilarutkan

dalam 10 mg aquades dan ditambahkan dua tetes indikator

fenolftalein kemudian di titrasi dengan NaoH 0,1 N sampai

terbentuk warna merah muda

5. Pengujian sampel

a. Penetapan kadar asam askorbat

1) Dilarutkan sampel dalam 10 mg aquades

2) Ditambahkan dua tetes indikator fenolftalein

3) Di titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk

warna merah muda


b. Penetapan kadar asam salisilat

1) Ditimbang 500 mg sampel yang mengandung asam salisilat

2) Dilarutkan sampel 10 mg etanol netral

3) Ditambahkan dua tetes indikator fenolftalein

4) Dititrasi dengan larutan NaoH 0,1 N sampai terbentuk warna

merah muda

c. Penetapan kadar asetosal

1) Ditimbang sampel 100 mg

2) Dilarutkan dengan 10 ml etanol netral

3) Ditambahkan dua tetes indikator fenolftalein

4) Dititrasi dengan larutan NaoH 0,1 N sampai terbentuk warna

merah muda
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHSAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel pengamatan perhitungan kadar obat

Kadar Perubahan warna


Nama sampel R Volume titrasi
sampel Sebelum sesudah

Asam salisilat 1 3 ml 47,438 mg Kuning Merah mudah

(Aspilet®) 2 2,7 ml 37,287 mg Kuning Merah mudah

Asetosal 1 2,9 ml 52,258 mg Kuning Merah muda

(Bodrexin®) 2 2,8 ml 50,456 mg Kuning Merah muda

Vitamin C 1 2ml 2,5 mg Kuning Merah muda

(Vicee®) 2 2,2 ml 2,27 mg Kuning Merah muda

B. Pembahasan

Titrasi asam basa adalah salah satu metode volumetri yang

digunakan untuk penentuan konsentrasi asam atau basa dengan cara

menetralkan asam atau basa secara tepat menggunakan larutan baku

asam atau larutan baku basa yang konsentrasinya diketahui.

Alasan penggunaan NaOH karena umumnya digunakan dalam

titrasi asam basa karena merupakan basa kuat yang konsentrasinya


diketahui sehingga cocok untuk menetralkan asam. NaOH bereaksi

dengan larutan asam untuk membentuk air dan garam yang

memungkinkan penentuan konsentrasi asam yang dititrasi.

Dalam praktikum digunakan indikator fenoftalein. Alasan

penggunaan indikator tersebut karena pada kisaran penggunaan

indikator ialah 1 unit pH di sekitar nilai pKa- nya. Contoh indikator

asidi-alkalimetri ialah fenolftalein yang mempunyai perubahan warna

pada kisaran pH 8,4-10,4. Struktur fenolftalein akan mengalami

penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari

struktur fenol dari fenolftalein, sehingga pH-nya meningkat, kemudian

mengakibatkan perubahan warna. Fenolftalein mempunyai pKa 9,4

dengan perubahan warna antara pH 8,4-10,4. Hal ini bermakna bahwa

pada pH 9,4, sebanyak 50% indikator berada dalam bentuk asam,

sedangkan 50% dalam bentuk basa, dan indikator berwarna merah

muda. Pada pH 8,4, hanya 10% indikator berada dalam bentuk basa,

dan warna merah muda sangat lemah. Sementara itu, pada pH 10,4,

sebanyak 90% indikator berada dalam bentuk basa dan warna merah

muda sangat kuat. Dalam praktiknya, perubahan warna fenolftalein

akan terlihat antara 8,4 dan 10,4 yang menunjukkan peningkatan pH

yang sangat cepat, yakni 4-12 pada titik ekuivalen. Jika fenolftalein

ditambahkan ke larutan sampel, terjadi perubahan warna, yakni dari

tidak berwarna menjadi berwarna merah muda pada titik akhir. Reaksi

pembentukan warna merah muda:


Fenoftalein (pKa 9,4) Merah muda

Pada percobaan ini dilakukan Titrasi basa atau asam untuk

menganalisis kadar dari sampel dengan cara: pertama sampel asam

salisilat, asetosal dan vitamin C ditimbang sebanyak 100 dilarutkan

masing masing dengan 10 ml aquades (untuk asam salisilat dan

asetosal) dan 10 ml aquades untuk asam askorbat di dalam

erlenmeyer, kemudian ditambahkan dua tetes indikator fenolftalein lalu

dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna

menjadi merah muda kemudian dicatat volume titrasi yang terjadi.

Adapun hasil pengamatan kuantitatif menggunakan sampel

asam salisilat (Aspilet®) pada replikasi satu dengan volume titrasi 3 ml,

maka didapatkan setiap 100 mg Aspilet® mengandung asam salisilat

dengan kadar sebanyak 41,431 mg. Sedangkan pada replikasi dua

dengan volume titrasi 2,7 ml, maka didapatkan setiap 100 mg aspilet®

mengandung asam salisilat dengan kadar sebanyak 37,287 mg

Adapun hasil pengujian kuantitatif menggunakan sampel

asetosal (Bodrexin®) pada replikasi dengan volume titrasi 2,9 ml,

maka didapatkan setiap 100 mg Bodrexin® mengandung asetosal


dengan kadar sebanyak 52,258 mg. Sedangkan pada replikasi dua

dengan volume titrasi 2,8 ml, maka didapatkan setiap 100 mg

Bodrexin® mengandung asetosal dengan kadar sebanyak 50,456 mg

Adapun hasil pengujian kuantitatif menggunakan sampel

vitamin C atau asam askorbat (Vicee®) pada replikasi satu dengan

volume titrasi dua, maka didapatkan setiap 100 mg Vicee®

mengandung asam askorbat dengan kadar sebanyak 2,5 mg

sedangkan pada replikasi dua dengan volume titrasi 2,2 ml, maka

didapatkan setiap 100 mg mg vicee® mengandung asam askorbat

dengan kadar sebanyak 2,7 mg

Adapun reaksi yang terjadi dalam penentuan kadar asam

salisilat:

Pada penetapan kadar asam salisilat, alkohol atau etanol

digunakan sebagai pelarut karena asam salisilat hampir tidak larut

dalam air. Alkohol bersifat asam lemah dan jumlah asam dalam

alkohol bervariasi disebabkan oleh terbukanya alkohol karena

oksidasi. Oleh karena itu, alkohol harus dinetralkan terhadap indikator


yang digunakan supaya dak bereaksi dengan natrium hidroksida

ketika titrasi berlangsung.

Adapun reaksi yang terjadi dalam penetapan kadar asetosal:

Pada penetapan kadar asetosal, alkohol atau etanol digunakan

sebagai pelarut karena asetosal hampir tidak larut dalam air. Alkohol

bersifat asam lemah dan jumlah asam dalam alkohol bervariasi

disebabkan oleh terbukanya alkohol karena oksidasi. Oleh karena itu,

alkohol harus dinetralkan terhadap indikator yang digunakan supaya

dak bereaksi dengan natrium hidroksida ketika titrasi berlangsung.

Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa

semakin besar volume titrasi yang dihasilkan maka semakin besar

kadar sampel yang terkandung begitupun sebaliknya semakin kecil

volume titrasi yang dihasilkan semakin kecil pula kadar sampel yang

terkandung.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pada

replikasi satu penentuan kadar asam salisilat (Aspilet®) dalam 100 mg

terkandung 41,431 mg, replikasi dua didapat hasil asam salisilat

37,287 mg, pada replikasi satu penentuan kadar asetosal (Bodrexin®)

dalam 100 mg terkandung asetosal 52,258 mg, replikasi dua terdapat

hasil asetosal (Bodrexin®) dalam 100 mg terkandung asetosal 50,456

mg serta pada replikasi satu penentuan kadar vitamin C (Vicee®)

dalam 100 mg terkandung 2,022 mg asam askorbat

B. Saran

Diharapkan praktikum dalam melakukan percobaan agar hati

hati dalam setiap langkah kerja dan penentuan kadar sampel, agar

hasil yang didapatkannya baik.


DAFTAR PUSTAKA

Cantika H. (2016). Kimia Farmasi: Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi.


Kemenkes Republik Indonesia

Depkes Ri, (1979). Farmakope Indonesia Edisi Iii. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta

Faiqah Nurul, S., & Yusaerah, N. (2023). Asidimetri Dan Alkalimetri Dalam
Kehidupan Sehari-Hari. Edukimbiosis: Jurnal Pendidikan Ipa, 15-
21.

Indrayani Arika., N. Najwa Millah R., Rama A., & Sania Chamila A. (2020).
Titrasi Asam Basa Dan Pembuatan Larutan. Jurnal Kimia Industri.
1(1). Its.

Maulana N, Nur Shela E., Rohim F., & Shinta Lela P, S. (2021). Asidi
Alkalometri. Jurnal Kimia Farmasi. 1(1). Its

Yurida M., Evi Afriani., & Susila Arita R. (2013). Asidi-Alkalimetri. Jurnal
Teknik Kimia. 2(19). Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Gambar Keterangan

Sampel ditimbang (Asam


salisilat, astosal, dan asam
askorbat)

Sampel dilarutkan dengan 10 ml


etanol netral dan ditambahkan
indikator fenoftalein
Tittran NaOH dimasukkan ke
dalam buret

Dititrasi larutan sampel dengan


NaOH 0,1 N
ASAM SALISILAT Sampel asam salisilat sebelum
ASETOSAL dititrasi

Sampel asetosal sebelum


dititrasi

Sampel asetosal setelah dititrasi


pada replikasi satu
Sampel asam salisilat setelah
dititrasi pada replikasi satu

Sampel asam salisilat setelah


dititrasi pada replikasi dua

Sampel asetosal setelah dititrasi


pada replikasi dua
ASAM ASKORBAT

Sampel asam askorbat sebelum


dititrasi

Sampel asam askorbat setelah


dititrasi pada replikasi satu

Sampel asam askorbat setelah


dititrasi pada replikasi dua
SKEMA KERJA

Ditimbang sampel (Asetosal, asam salisilat, dan asam askorbat)

Dilarutkan sampel dalam 10 ml etanol netral

Ditambahkan 2 tetes indikator fenoftalein

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N

Diamati perubahan warna menjadi merah muda


PERHITUNGAN

Perhitungan Kadar Obat

a. Asam salisilat

1 ml larutan NaOH 0,1 N setara dengan 0,1 mol asam salisilat = 13,81

mg

Kadar : volume titrasi x kesetaraan asam salisilat

R1 : 3 ml x 13,81 mg = 41,438 mg

R2 : 2,7 ml x 13,81 mg = 37,282 mg

b. Asetosal

1 ml NaoH 0,1 N setara dengan 0,1 mmol asetosal 18,922 mg

Kadar : volume titrasi x kesetaraan asetosal

R1 : 2,9 ml x 18,02 mg = 52,258 mg

R2 : 2,8 ml x 18,02 mg = 50,456 mg

c. Vitamin C

M1 x V 2 = M 1 x V 2

M1: 100 mg = 0,1 g

V2: 50 ml

V2: 2 ml

R1 = M1 x V2 = M1 x V2

0,1 – 50 ml = M2 x 2 ml
5 = 2 ml x M2
M2 = 5/2 = 2,5 mg

R2 = M1 x V2 = M1 x V2
0,1 x 50 = M2 x 2,2 ml
M2 = 5/2,2 = 2,27 mg
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PERCOBAAN
ACIDI-ALKALIMETRI

OLEH :
KELOMPOK : II (DUA)
KELAS : 20B
ASISTEN : HARYANTO, S.Farm., M.Biomed

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2024

Anda mungkin juga menyukai