Anda di halaman 1dari 32

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bekerja Pada Ketinggian

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor

9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan

pada Ketinggian menjelaskan bahwa bekerja pada ketinggian adalah kegiatan

atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja

di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan

memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang

berada di tempat kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan

kerusakan harta benda.

Menurut Workplace Safety and Health Council (WSH, 2016), bekerja di

ketinggian didefiniskan sebagai pekerjaan yang:

a. Berada di tempat kerja yang tinggi dimana seseorang dapat terjatuh,

b. Dekat dengan pembukaan lubang galian tanah dimana seseorang dapat

terjatuh,

c. Dekat tepi terbuka dimana seseorang dapat terjatuh,

d. Pada permukaan yang rapuh dimana seseorang dapat terjatuh, atau

e. Ditempat lain (baik di atas atau di bawah tanah) dimana seseorang bisa

terjatuh dari satu tingkat ke tingkat yang lain dan/atau orang lain dapat
commit
terluka karena ketinggian to user
jatuhnya.

6
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2. Perancah atau Scaffolding

a. Definisi

Dalam setiap pembangunan terutama pada bidang konstruksi,

pasti dibutuhkan suatu alat guna memperlancar dan bagi keselamatan

setiap pekerja agar keselamatan lebih terjamin maka di perusahaan

membutuhkan alat yang bisa digunakan bekerja di ketinggian dan

mampu menjamin keselamatan para pekerjanya. Untuk itu digunakan

alat yang dinamakan scaffolding. Menurut Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1980 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan, Perancah

(scaffolding) ialah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk

sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan

serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk

pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.

b. Jenis-jenis scaffolding

Menurut Gunanusa Utama Fabrication dalam (Nugroho, 2011)

ada banyak jenis scaffolding yang saat ini banyak digunakan pada

pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain:

1) Modular scaffold

Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui

pabrikasi termasuk rangka yang menyilang.

commit to user
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

2) Frame scaffold

Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka

menyilang dan perlengkapannya.

3) Independent scaffold

Scaffolding yang dilengkapi dengan tiang sebanyak dua atau lebih

dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur.

4) Hanging scaffold

Scaffolding Independent yang digantungkan pada salah satu struktur

tetap dan tidak dapat diangkat dan diturunkan.

5) Mobile scaffold

Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan dilengkapi

roda pada bagian bawah tiang.

6) Single pole scaffold

Scaffolding terdiri dari tiang satu deret yang disambung dengan

ledger, putlog diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu

dinding struktur tetap atau bangunan.

7) Tube scaffold

Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka

menyilang, pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan clamp.

8) Scaffolding Overhead

Scaffolding yang dipasang disuatu ketinggian tertentu pada bagian

luar suatu bangunan yang sifatnya dibangun keatas atau kebawah

yang berdiri sendiri dengan bantuan batang penopang.


commit to user
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

a) Spur scaffold

Scaffolding yang tidak dipasang dari landasan namun dimulai

dari suatu ketinggian yang berada pada bagian luar dari

bangunan yang dibantu oleh batang penopang dari bawah.

b) Cantilever Scaffold

Scaffolding yang ditopang oleh struktur (cantilever), dengan

prinsip kerja seperti tuas.

c) Drop Scaffold

Scaffolding yang dibuat karena tidak memungkinkan

membangun scaffolding jenis yang lain. Dirancang sebagai jenis

scaffolding beban sedang yang dilengkapi 3 lift yang terpasang

ke bawah.

Scaffolding atau perancah adalah struktur sementara yang

disiapkan untuk akses atau digunakan untuk orang kerja atau digunakan

untuk penopang material, mesin atau peralatan (SCBD, 2017).

Berdasarkan fungsinya, scaffolding dibagi menjadi dua jenis:

1) Scaffolding Support Formwork, perancah yang berfungsi sebagai

penopang komponen struktur saat masa konstruksi.

2) Scaffolding Working Platform/Access, perancah yang berfungsi

sebagai lantai dan akses kerja tenaga kerja.

commit to user
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

c. Komponen-komponen dari scaffolding

Menurut Alkon (1997) dalam struktur pendirian scaffolding ada

banyak macam bagian-bagian yang tidak dipisahkan dari scaffolding,

komponen-komponen tersebut antara lain:

1) Tiang vertikal (standart)

Merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding. Tiang vertikal

harus berdiri dengan dilandasi menggunakan base plates atau jack

base pada dasar yang tidak rata dan ukuran pipa harus lurus dengan

ukuran medium (panjang pipa medium yaitu 6 meter).

2) Ledger (Gelegar memanjang)

Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertikal dan

membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom. Antara

tiang vertikal dengan ledger harus diikat dengan clamp mati (right

angle coupler). Jarak tiang vertikal dengan ledger yaitu 1,5 meter.

3) Transom (Gelegar melintang)

Transom terpasang diatas ledger, fungsinya untuk menumpu

platform/pelataran kerja. Jarak tiang vertikal dari transom adalah 1

meter pada ketebalan papan 33 mm, tidak diperbolehkan memasang

transom dibawah ledger dan harus menggunakan clamp mati (right

angle coupler).

commit to user
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

4) Diagonal Bracing atau Cross Brace (Pipa Silang)

Diagonal Bracing atau Cross Brace adalah pipa silang yang harus

disediakan pada setiap konstruksi perancah yang berfungsi sebagai

penguat atau membuat kekuatan pada konstruksi perancah. Bracing

harus diikat dengan clamp hidup (Swivel Coupler).

5) Guardrail/Handrail (Palang Pengaman)

Handrail dipasang di atas midrail dan harus diikat dengan clamp

mati (Right angle coupler). Bagian ini berfungsi sebagai palang

pengaman agar orang tidak jatuh saat berada di atas platform.

6) Top rail (Palang atas)

Toprail terpasang pada platform yang letaknya sejajar dengan

handrail. Toprail berfungsi untuk menjaga agar orang tidak jatuh

pada saat berada di atas platform. Jarak antara platform dengan top

rail yaitu 120 cm.

7) Midrail (Palang tengah)

Midrail terpasang pada guardrail di bawah handrail dan di atas toe

board. Fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak jatuh pada

saat berada di bawah handrail. Jarak antara platform dengan midrail

yaitu 60 cm.

8) Toe board (Papan kaki)

Toe board ditempatkan di atas platform atau pelataran kerja di

bawah midrail. Fungsinya adalah untuk menjaga peralatan atau

material yang berada di atas platform tidak jatuh apabila tidak


commit to user
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

sengaja tertendang. Jarak antara platform dengan toe board yaitu 20

cm.

9) Timber Sole/Sole Plate (papan alas)

Timber sole ditempatkan di bawah dari tiang vertikal, di bawah base

plates atau jack base. Fungsinya adalah untuk menahan agar tiang

vertikal tidak amblas pada permukaan yang kurang stabil dan juga

berfungsi menyalurkan beban pada tiang vertikal, tersebar merata ke

landasan yang lebih luas.

10) Base Plate (plat dasar)

Base plate dipasang di atas timber sole dan di bawah sebagai alas

tiang vertikal. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada

ujung tiang vertikal dan menjaga agar tiang vertikal tidak bergeser

dan dipakukan ke timber sole.

11) Jack Base (Plat dasar yang bisa disesuaikan)

Jack base digunakan untuk landasan tiang vertikal apabila dasar dari

perancah/scaffolding tidak rata. Jack base sifatnya fleksibel atau bisa

disesuaikan untuk menaikkan dan menurunkan tiang vertikal. Tinggi

jackbase maksimal 30 cm dari base plate.

12) Swivel Coupler (Clamp hidup)

Swivel coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau

menyambung pipa. Tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa

horizontal dengan pipa vertikal.

commit to user
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

13) Right Angle Coupler (Clamp mati)

Right Angle Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa

horizontal dengan pipa vertikal. Tidak diperbolehkan untuk

mengikat pipa silang.

14) Catwalk atau deck atau platform

Merupakan bagian scaffolding yang berfungsi sebagai tempat

berpijak antar main frame yang digunakan untuk akses para pekerja.

15) Joint Pin (Penyambung)

Joint pin digunakan sebagai penyambung antara ujung pipa. Baik itu

pipa vertikal maupun pipa horizontal.

d. Penggunaan Scaffolding

Scaffolding dibuat dan digunakan sebagai alat untuk menjaga

agar orang yang bekerja dan material-material/barang-barang yang

berada di atas ketinggian tidak jatuh dan juga mempermudah pekerjaan

yang khususnya berada di atas ketinggian. Bisa juga digunakan sebagai

penyangga suatu bangunan yang belum selesai.

Menurut Alkon (1997), hal-hal terpenting yang harus dilakukan

dalam penggunaan scaffolding/perancah adalah:

1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk

mencegah bahaya dan menjaga keseimbangan.

2) Dalam penggunaan pernacah, harus dijaga bahwa beban/gaya

muatan tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan (over

loaded). commit to user


library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

3) Perancah harus mampu menyokong beratnya sendiri ditambah 4 kali

dari beban peruntukannya. Beban peruntukannya adalah jumlah

orang, peralatan dan bahan-bahan yang tersimpan atau digunakan

diatasnya.

4) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan

(material) kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai/dipasang.

5) Setiap tenaga kerja tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah

sewaktu angin kencang.

6) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada

perancah/scaffolding.

7) Tempat dari perancah harus dipilih sedemikian rupa sehingga beban-

beban dapat terbagi secara merata. Hal ini berguna untuk mencegah

perubahan bentuk yang berbeda-beda akibat dari perpendekan elastis

scaffolding yang timbul karena pembebanan dan perbedaan

penurunan tanah.

Selain pembebanan, jenis landasan untuk menopang scaffolding

juga harus diperhatikan, apakah daya dukung landasannya mampu untuk

menopang beban keseluruhan scaffolding beserta beban struktur

diatasnya. Berikut ini adalah tabel kapasitas aman terhadap daya dukung

landasan yang dikutip dari buku “Pelatihan dan Sertifikasi Scaffolding

Dasar Lembaga Pembinaan Keterampilan dan Manajemen Alkon”.

commit to user
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Tabel 1. Kapasitas Aman Terhadap Daya Dukung Landasan


Jenis Landasan Kondisi Daya Dukung
Landasan (ton/m2)
Pasir berkerikil Padat 40–60
Kerikil Lunak 30
Kerikil Padat 40–70
Kapur Lunak 15
Kapur Keras 30–60
Batu Lunak 20
Batu Cukup keras 50 – 100
Tanah liat Lunak 7,5
Tanah liat Sedang 7,5 – 15
Tanah liat Keras 15–30
Tanah liat berpasir Lunak 7,5
Tanah liat berpasir Sedang 7,5 – 15
Tanah liat berpasir Keras 15–30
Tanah dan kerikil Sangat lunak/Jelek Maks. 5
Sumber: Lembaga Pembinaan Keterampilan dan Manajemen
“ALKON”

e. Rancang Bangun Scaffolding

1) Prinsip-prinsip Scaffolding

Menurut Ashari (2012), rancang bangun scaffolding harus

disesuaikan dengan:

a) Kekuatan, stabilitas dan kekokohan rangka penguat.

b) Penanganan pekerjaan secara normal dengan menggunakan

scaffolding.

c) Keselamatan kerja personel dalam melaksanakan pekerjaan:

(1) Pemasangan, perubahan dan pembongkaran scaffolding.

(2) Penggunaan scaffolding.

(3) Hal yang berkaitan dengan pekerjaan scaffolding.

commit to user
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

2) Beban rancang bangun/desain, yaitu:

Australia Standard 1576-1 (1984) mengenalkan 3 (tiga) elemen

beban dengan melibatkan perhitungan beban desain, yaitu:

a) Beban Mati (Dead Loads)

Beban ini adalah berat perancah dan perlengkapannya, seperti

landasan/catwalk, pengaman tepi landasan, tali berjalan/life

line, pegangan tangan/handrails, tangga, jala pengaman,

komponen pengikat/kunci, dan hal lain yang terkait.

b) Beban Tambahan ( Environmental Loads )

Beban yang timbul akibat pengaruh dari luar terhadap

penggunaan perancah, yaitu kekencangan angin, beban hujan

dan lain-lain. Dalam penerapannya di lapangan, beban

tambahan ini dapat diperhitungkan seorang praktisi yang telah

memiliki pengalaman yang luas.

c) Beban Hidup (Live Loads)

Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan

perancah adalah:

(1) Berat pelaksana/pekerja tidak boleh lebih dari 75 kg setiap

orang. Sehingga dalam satu Section, maksimal boleh

terdapat dua orang atau jumlah beban yaitu 150 kg.

(2) Berat barang/material dan komponen yang diperlukan.

(3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja.

commit
(4) Berat beban to user
tumbukan/benturan.
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung

oleh perancah sesuai dengan schedule 6 AS 1575-1 (Australia

Standard, 1984) adalah sebagai berikut:

(1) Scaffolding penggunaan ringan (Light duty), biasanya

digunakan untuk walkway, inspeksi, atau pekerjaan ringan,

dengan beban maksimum 225 kg per bay.

(2) Scaffolding penggunaan sedang (Medium duty), biasanya

digunakan untuk pekerjaan bangunan seperti mengecat,

plaster, dll, dengan beban maksimum 450 kg per bay.

(3) Scaffolding penggunaan berat (Heavy duty), biasanya

digunakan untuk pekerjaan berat seperti kegiatan

pengecoran beton, pemasangan bata, dll, dengan beban

maksimum 675 kg per bay.

Setiap standar dirancang hanya menerima beban 1/3 dari berat

beban hidup.

f. Standar Desain Scaffolding

Setiap scaffolding memiliki standar desain yang telah ditetapkan.

Menurut AS/NZS 1576:1995 tentang Pedoman bagi Scaffolding telah

ditetapkan standar desain scaffolding sebagai berikut:

1) Ukuran Pipa

Ukuran normal pipa scaffolding dan penguat sesuai standar Australia

Standar 1576.3 adalah:

commit to user
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

a) Pipa Besi Scaffolding

(1) Diameter luar pipa = 48,3 mm.

(2) Minimum ketebalan = 4 mm.

(3) Ketidaklurusan = 1/600 x panjang pipa.

b) Pipa Alumunium Scaffolding

(1) Diameter luar pipa = 48,4 mm.

(2) Minumum tebal = 4,47 mm.

(3) Ketidaklurusan pipa = 0,002 x panjang pipa.

c) Pemeriksaan Pipa

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan pipa

scaffolding yaitu:

(1) Kelurusan pipa, pipa yang bengkok saat mempengaruhi

kerataan (leveling) scaffolding yang didirikan yang

menyulitkan pemasangan.

(2) Bebas keretakan, robek (splits), penyok dan karat.

(3) Potongan ujung pipa halus, rata dan tidak bergerigi atau

kasar.

2) Penyimpanan Pipa dan Papan Scaffolding

Panjang pipa umumnya antara 6 – 6,3 m, namun dalam pekerjaan

pipa tersebut dipotong sesuai pemakaian, sebagai contoh panjang

pipa transom 1,5 m dan 1,8 m, agar mempermudah dalam

commit to user
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

mengambil dan mengidentifikasi pipa, maka penyimpanan

dikelompokkan sesuai panjang pipa

3) Desain Tinggi untuk Scaffolding

a) Untuk scaffolding baja independen, ketinggian maksimum yang

diizinkan adalah 45 m.

b) Untuk scaffolding frame yang menghubungkan frame

walktrough yang difabrikasi terlebih dahulu dan sistem bracing

diagonal, hanya akan dipakai pada platform kerja yang

tingginya 1,8 m.

c) Untuk scaffolding jembatan/trestle, ketinggian maksimum yang

diiizinkan adalah 1,8 m.

4) Platform Kerja

Sebuah platform kerja harus:

a) Mempunyai permukaan yang tahan slip.

b) Didek berdekatan.

c) Tidak diangkat dalam kondisi kerja.

d) Rata/level dan bebas dari trip-hazard.

Dimensi platform kerja harus:

a) Tugas ringan, panjang dan lebar tidak kurang dari 450 mm.

b) Tugas menengah, panjang dan lebar tidak boleh kurang dari 900

mm.

c) Tugas berat, panjang dan lebar tidak boleh kurang dari 1.000

mm.
commit to user
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

5) Platform Akses

Lebar jelas dari platform akses yang diukur antar pagar/guardrail

harus:

a) Tidak kurang dari 675 mm untuk orang dan bahan.

b) Tidak kurang dari 450 mm untuk orang dan peralatan tangan

saja.

6) Bracing

Bracing muka (Face Brace) harus diikat pada sepenuh panjang dan

tinggi bagian depan eksternal scaffolding dan:

a) Jarak vertikal antara jepitan yang membujur di bay manapun

tidak boleh melebihi 15 meter.

b) Scaffolding modular membutuhkan face-brace-zig zag yang

harus diberikan di setiap bay ujung dan setiap bay ketiga.

c) Heel and toe atau jepitan melintang zig-zag harus diberikan

pada setiap lebar bay ujung dan setiap kelebaran bay ketiga.

g. Scaffolder

Menurut Alkon (1997), scaffolder adalah seorang yang telah memiliki

sertifikasi pelatihan tim ahli scaffolding dan diizinkan untuk mendirikan,

merawat dan membongkar scaffolding. Seorang scaffolder harus

memiliki persyaratan fisik yang sehat, mental dan keberanian yang

tinggi, disiplin dan bertanggung jawab dalam melaksanakannya dan tidak

ceroboh saat bekerja di atas ketinggian.

commit to user
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

1) Perlengkapan seorang scaffolder:

a) Tagging scaffolding.

b) Kunci scaffolding (rachet wrench).

c) Meteran.

d) Full body harness (FBH).

e) Level meter/water pass untuk menstabilkan scaffolding.

f) Tang.

2) Tugas dari seorang scaffolder antara lain:

a) Memeriksa bahan atau material scaffolding dari kerusakan atau

cacat yang tidak layak untuk digunakan.

b) Memeriksa kelengkapan komponen scaffolding, ataupun alat-

alat pengaman seperti safety net, toeboard, dll.

c) Melaksanakan metode dan prosedur kerja yang aman dalam

menggunakan scaffolding.

d) Membantu memberikan pengarahan kepada pekerja lain untuk

menerapkan prosedur kerja yang telah ditetapkan khususnya

untuk pekerjaan dengan menggunakan scaffolding.

e) Merawat scaffolding dan bagian-bagiannya agar tetap dapat

dipakai. Seorang scaffolder hanya melaksanakan pemasangan,

perawatan dan pembongkaran scaffolding berdasarkan

rancangan atau desain yang telah dibuat oleh pengawas

perancah/supervisor scaffolding.

commit to user
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

3) Kewajiban seorang scaffolder diantaranya:

a) Dilarang meninggalkan area selama scaffolding digunakan oleh

pekerja.

b) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan terhadap kondisi

scaffolding serta merawat komponen-komponen scaffolding.

c) Apabila scaffolding dan komponen-komponennya tidak

berfungsi dengan baik/rusak, maka scaffolder harus segera

melaporkan pada pengawas perancah/supervisor scaffolding

agar segera dilakukan tindakan perbaikan.

3. Potensi Bahaya Bekerja dengan Access Scaffolding

Menurut Scaffolding Code of Practice 2004,terdapat beberapa potensi bahaya

bekerja dengan access scaffolding, sebagai berikut :

a. Bekerja di dekat jaringan listrik

Pekerjaan pada scaffolding yang dekat dengan jaringan listrik memiliki

potensi bahaya yang tergolong tinggi. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan saat bekerja dekat dengan jaringan listrik yaitu mendapat

informasi yang cukup tentang entitas listrik untuk mengkonfirmasi

tegangan, isolasi dan sistem kerja yang tepat, menjamin keamanan kabel

listrik yang berada disekitar scaffolding, serta menentukan zona

pengecualian terhadap listrik tegangan tinggi.

b. Lalu lintas kendaraan

Lalu lintas kendaraan angkat angkut di area proyek konstruksi

merupakan salah satu potensi bahaya yang dapat mempengaruhi


commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

keselamatan pekerja dalam menggunakan perancah yang aman dan

terintegritas. Langkah-langkah kontrol yang dapat digunakan untuk

mencegah atau meminimalkan paparan risiko cedera atau kematian dari

memindahkan material menggunakan kendaraan angkat angkut, antara

lain: menjamin kontrol lalu lintas kendaraan bergerak jauh dari lokasi

perancah, gunakan barikade, rambu-rambu, pos, rel penyangga, penjaga,

beton atau kayu pembatas untuk mencegah lalu lintas kendaraan

bermotor bersentuhan dengan perancah, serta menjamin perancah tidak

memiliki tonjolan yang tidak perlu seperti transom panjang, putlog, tie

tube atau hal lain yang melebihi standar.

c. Ketidaksesuaian pemasangan dan komposisi perancah

Komponen dari berbagai produsen atau pemasok, sering menyebabkan

ditemukannya dimensi atau ketidaksesuaian komposisi perancah.

Pencampuran atau pencocokan komponen perancah yang tidak

kompatibel dapat menyebabkan kesulitan pembongkaran yang pada

akhirnya dapat meningkatkan risiko cedera muskuloskeletal,

meningkatkan keausan pada komponen dan mempengaruhi kapasitas

beban perancah. Adapun kontrol yang dapat digunakan untuk mencegah

atau meminimalkan risiko cedera dan runtuhnya perancah karena

pencampuran atau pencocokan komponen perancah yang salah, antara

lain:

commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

1) Tidak mencampur scaffolding dari produsen yang berbeda, kecuali

seorang insinyur menyetujui bahwa:

a) Komponen memiliki ukuran dan kekuatan yang kompatibel.

b) Komponen memiliki karakteristik lendutan yang kompatibel.

c) Perangkat pemasangan kompatibel.

d) Pencampuran tidak mengurangi kekuatan, stabilitas, kekakuan

atau kesesuaian perancah.

2) Tidak mencampur tabung perancah dengan diameter dan kekuatan

luar yang berbeda. Sebagai contoh, tidak mencampur alumunium

dan komponen baja sebagai penjepit baja sehingga menyebabkan

pipa alumunium menjadi hancur mengurangi kekuatan tabung.

3) “Beam clamps” atau “flange clamps” harus dilengkapi dengan

informasi tentang penggunaan yang aman, termasuk torsi

pengencangan yang diperlukan dan kapan menggunakan berbagai

jenis skrup. Jika tidak ada informasi yang diberikan, hubungi

pemasok, produsen atau perancang perancah.

4) Tangga harus diamankan ke tempat perancah. Jika tidak aman,

pemasok harus menyediakan dokumentasi yang menggambarkan

jumlah maksimum diizinkan antara transom dan bagian atas bawah

modul tangga.

5) Memastikan jarak antara ujung modul tangga dan transom sekecil

mungkin. Kesenjangan besar dapat menyebabkan tangga lepas dan

jatuh ketika beban ditempatkan diatasnya.


commit to user
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

d. Jatuh dari Ketinggian

Potensi bahaya jatuh dari ketinggian saat bekerja diatas access

scaffolding dapat terjadi karena kelalaian pekerja yang kurang hati-hati

saat bekerja, kondisi kesehatan pekerja yang kurang baik atau karena

adanya kondisi berbahaya yang menyebabkan pekerja terjatuh. Jatuh dari

ketinggian dapat menyebabkan risiko cedera hingga kematian.

e. Kejatuhan Material

Menurut World Health Safety, pemegang kewajiban, termasuk pihak

terkait seperti kontraktor utama harus memastikan kesehatan dan

keselamatan di tempat kerja baik terhadap diri mereka sendiri maupun

orang lain tanpa terpengaruh perilaku bisnis atau usaha. Kewajiban ini

termasuk mencegah dan meminimalkan paparan risiko kematian atau

cedera dari benda yang jatuh. Berikut ini contoh tindakan pengendalian

yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan paparan

terhadap risiko benda yang jatuh.

1) Menetapkan zona pengecualian di sektor perancah dan daerah yang

bersebelahan mencegah orang yang tidak berkeperluan mengakses

area tersebut.

2) Gunakan jaring atau kelengkapan perancah lain yang berfungsi

sebagai penahan benda yang jatuh.

3) Melakukan pemasangan atau pembongkaran perancah di area yang

dibangun dalam masa tenang.

commit to user
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

4) Tidak menjatuhkan material dari atas perancah gunakan hoist

mekanis untuk memindahkan material.

5) Memasang rambu dan tanda peringatan seperti “Keep Out-Falling

Objects” atau “Danger-Incomplete Scaffolding” di lokasi yang

mudah terlihat memperingatkan orang-orang terhadap bahaya.

f. Keruntuhan Perancah

Keruntuhan perancah terjadi akibat kelebihan beban sehingga daya beban

perancah tidak mampu menahan beban yang berada diatasnya. Beban

perancah perlu dihitung selama tahap desain untuk memastikan struktur

pendukung dan standar yang lebih rendah mampu mendukung beban.

Desain perancah dan kekuatan ikatan perancah harus disetujui oleh orang

yang berkompeten atau insinyur.

4. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik

waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam

proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2017).

Kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak

terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.

b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan

akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun material.

commit to user
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya

menyebabkan gangguan proses kerja.

Adapun penyebab kecelakaan kerja secara umum dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sebab dasar atau asal mula merupakan sebab atau faktor yang mendasari

secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar

kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi faktor:

1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan

perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaan.

2) Manusia atau para pekerjanya sendiri.

3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja.

b. Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan

persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards).

Sebab utama kecelakaan kerja karena:

1) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman

(Unsafe Action) yang merupakan tindakan berbahaya dari para

tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab

antara lain:

a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge

and skill).

b) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate

capability).

commit to user
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

c) Ketidakfungsian tubuh karena cacar yang tidak nampak

(biodilly defect).

d) Kelelahan dan kejenuhan (fatigue and boredom).

e) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and

habits).

f) Kebingungan dan stress (confuse and stress) karena prosedur

kerja yang baru dan belum dipahami.

g) Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan mesin-mesin

baru (lack of skill).

h) Penurunan konsentrasi (difficulting in concering) dari tenaga

kerja saat melakukan pekerjaan.

i) Sikap masa bodoh (ignorance) dari tenaga kerja.

j) Kurang adanya motivasi kerja (improper motivation) dari

tenaga kerja.

k) Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction).

l) Sikap kecendrungan mencelakai diri sendiri.

Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut

sebagai “Human Error” dan sering disalah-artikan karena selalu

dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal

seringkali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan

peralatan kerja yang tidak sesuai.

2) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe

committidak
Condition) yaitu kondisi to user
aman dari mesin, peralatan, pesawat,
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

bahan, lingkungan, tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan

sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja

lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan

penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat

sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama

tenaga kerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu

konsentrasi.

3) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber

penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai

maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah

kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian, penyediaan

sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan

keterbatasan manusia, harus dilaksanakan sejak desain sistem kerja.

Suatu pendekatan yang Holistic (sederhana dan mudah dipahami

secara menyeluruh). Systemic (secara menyeluruh pada sistem yang

ada) dan Interdisiplinary (antar disiplin pada bidang studi) harus

diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal sehingga kecelakaan

kerja dapat dicegah sedini mungkin. Kecelakaan kerja akan terjadi

apabila terdapat kesenjangan atau ketidak harmonisan interaksi

antara manusia, pekerja-tugas/pekerjaan-peralatan kerja-lingkungan

kerja dalam suatu organisasi kerja.

Salah satu teori yang menjelaskan tentang penyebab kecelakaan kerja,

salah satunya adalah teori domino yang dipopulerkan oleh Heindrich pada
commit to user
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

tahun 1969. Teori ini menggambarkan hubungan manajemen secara langsung

dengan sebab dan akibat dari suatu kejadian yang dapat menurunkan

produktivitas dari kegiatan produksi.

Lemahny Sebab Penyebab


Insiden Kerugian
a Kontrol Dasar Kontak

Gambar 1. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian


Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986

Untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. Kurangnya sistem pengendalian (Lemahnya Kontrol)

Lemahnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya

kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan

salah satu fungsi utama manajemen yaitu: Planning, Organizing,

Leading dan Controlling.

Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan

rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian.

Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor:

1) Program tidak sesuai.

2) Standar tidak sesuai.

3) Ketidakpatuhan terhadap standar.

commit to user
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang tidak

mampu mengorganisasi, memimpin dan mengontrol karyawan dalam

memenuhi standar yang ditentukan.

b. Sumber Penyebab Dasar

Dari adanya faktor lemahnya kontrol akan menyebabkan timbulnya

peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan kerugian.

Sebab dasar dari kecelakaan kerja di tempat kerja meliputi faktor:

1) Faktor Pribadi:

a) Kemampuan fisik rendah.

b) Kemampuan mental rendah.

c) Stress fisik atau fisiologi.

d) Stress mental.

e) Kurang pengetahuan.

f) Kurang keahlian.

g) Motivasi rendah.

2) Faktor Kerja:

a) Pengawasan/kepemimpinan.

b) Rekayasa teknik.

c) Pengadaan/pembelian.

d) Kurang peralatan.

e) Pemeliharaan.

f) Standar kerja.

g) Salah menggunakan.
commit to user
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

c. Penyebab Kontak

Jika sumber penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk

menjadi tindakan dan kondisi tidak aman. Menurut Heinrich (2007),

menyebutkan bahwa 88% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak

aman, 10% karena kondisi tidak aman, dan 2% disebabkan oleh faktor

yang tidak disebutkan.

1) Tindakan tidak aman (Unsafe Act)

Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja aman

yang mempunyai risiko terjadinya kecelakaan, antara lain:

a) Menggunakan alat yang rusak.

b) Memakai APD yang tidak layak.

c) Menempatkan material pada posisi yang tidak layak..

d) Mengoperasikan peralatan tanpa adanya otorisasi.

e) Membuat alat pengaman tidak berfungsi.

f) Dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang.

g) Gagal mengikuti prosedur.

2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)

Kondisi tidak aman adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan

yang berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya

kecelakaan, antara lain:

a) Peralatan rusak.

b) Sistem proteksi tidak ada.

c) Tidak menerapkan prinsip 5R.


commit to user
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

d) Terpapar radiasi.

e) Temperatur yang ekstrim.

f) Cuaca yang tidak menentu.

g) Lingkungan yang tidak aman.

h) Platform kerja yang tidak sesuai dengan standar.

d. Insiden

Bila tindakan atau kondisi tidak aman tersebut tidak dilakukan

kontrol, kemungkinan besar akan menyebabkan insiden. Insiden adalah

kejadian yang tidak diinginkan, dalam keadaan yang sedikit berbeda

dapat mengakibatkan bahaya fisik terhadap manusia, kerusakan harta

benda atau terganggunya suatu proses, atau bisa dikatakan bahwa insiden

adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu

kerugian meskipun kondisi bahaya yang belum benar-benar terjadi.

e. Kerugian

Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi, akan menyebabkan

adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi

produktivitas serta kualitas kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan

mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan sangat

mempengaruhi moral karyawan termasuk keluarganya.

Biaya yang timbul sebagai akibat kecelakaan dapat digambarkan

seperti gunung es yang kemudian sering disebut sebagai Teori Gunus Es

yang artinya biaya langsung sebagai bongkahan es yang terlihat pada

commit to user
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

permukaan laut, sedang biaya secara tidak langsung yaitu bongkahan

gunung es yang berada dibawah permukaan laut yang jauh lebih besar.

Gambar 2. Teori Gunung Es


Sumber: Frank Elbert dalam Suardi, 2005

Berdasarkan kecelakaan yang dapat terjadi, perusahaan harus

membuat suatu langkah upaya pencegahan kecelakaan kerja agar

kecelakaan tersebut tidak terjadi dan dapat meminimalisir dampak

kerugian yang ditimbulkan dari suatu kecelakaan kerja. Upaya

pencegahan yang dapat dilakukan bisa dibagi melalui 3 cara, diantaranya:

1) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya di

tempat kerja:

a) Pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman.

b) Pemantauan dan pengendalian tindakan tidak aman.

2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan

pengawasan:

commit to user
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

a) Pelatihan dan pendidikan.

b) Konseling dan konsultasi.

c) Pengembangan sumber daya ataupun teknologi.

3) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui sistem manajemen:

a) Prosedur dan aturan.

b) Penyediaan sarana dan prasarana.

c) Penghargaan dan sanksi.

5. Pemasangan, Penggunaan dan Pembongkaran Scaffolding

a. Tahap pemasangan scaffolding meliputi proses:

1) Tempatkan jack base pada posisi perkiraan.

2) Hubungkan jack base dengan transom dan ladger, kunci pin lock ke

collar dengan menggunakan palu.

3) Masukkan standar ke dalam jack base.

4) Pasang komponen-komponen scaffolding seperti catwalk, guardrail

dan braching.

5) Memasang screen mesh atau safety net.

b. Tahap penggunaan scaffolding terdiri dari:

1) Menaiki dan menuruni scaffolding.

2) Sebagai akses atau platform kerja.

c. Tahap pembongkaran scaffolding, meliputi proses:

1) Semua platform harus dibersihkan dari material dan scafftag harus

menunjukkan bahwa scaffolding tidak digunakan lagi.

2) Bongkar scaffolding mulai dari atas ke bawah.


commit to user
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

3) Menurunkan komponen scaffolding dengan cara hati-hati dan aman

dengan menyerahkan dari tangan ke tangan perancah atau dengan

cara metode penurunan aman yang tepat seperti dengan bantuan

kerekan.

6. Prosedur Keselamatan Kerja Scaffolding

Menurut Tarwaka (2016), keselamatan kerja adalah sarana utama untuk

mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian

berupa luka cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan kerusakan

peralatan/mesin dan lingkungan secara luar.

Adapun tujuan dari keselamatan kerja menurut Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, diantaranya:

a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain

yang berada ditempat kerja.

b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan

efisien.

c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

d. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

dan proses kerjanya.

commit to user
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pikiran

Pembangunan Pier

Scaffolding Modular

Potensi Bahaya

Pemasangan Penggunaan Pembongkaran

Risiko Kecelakaan Kerja

Penerapan Keselamatan Kerja


melalui standard yang berlaku

review
Potensi Bahaya Potensi Bahaya
Terkendali Tidak Terkendali

Aman/Benefit Kecelakaan/
Kerugian

commit to user

Anda mungkin juga menyukai