Anda di halaman 1dari 26

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bekerja Pada Ketinggian

a. Definisi

Menurut Asosiasi Ropes Access Indonesia (2009) bekerja pada

ketinggian (work at height) adalah bentuk kerja dengan mempunyai

potensi bahaya jatuh (dan tentunya ada bahaya-bahaya lainnya). Bekerja

pada ketinggian berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor

9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam

Pekerjaan pada Ketinggian pasal 1 ayat (2) bekerja pada ketinggian

adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja

pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat

perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan

tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cedera atau

meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda. Selain itu,

berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan No.Kep.45/DJPPK/IX/2008, bekerja pada ketinggian

(working at height) adalah pekerjaan yang membutuhkan pergerakan

tenaga kerja untuk bergerak secara vertikal naik, mau pun turun dari

suatu platform.
commit to user

6
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

b. Kategori Bekerja Pada Ketinggian

Menurut Management System (2010) bekerja pada ketinggian

dikategorikan antara lain, sebagai berikut:

1) Bekerja pada ketinggian 4 feet (1.24 meter) atau lebih dari atas lantai

atau tanah. Contoh: pekerjaan electrical atau pemasangan kabel,

pekerjaan sipil (civil work), pemasangan panel-panel, pekerjaan

bangunan (building atau structural work) seperti pemasangan atap,

pembangunan jembatan.

2) Bekerja pada ketinggian 6 feet (1.8) atau lebih pada pinggiran atau sisi

yang terbuka. Contoh: Bekerja pada atap datar (flat roof), puncak

tangki timbun.

3) Bekerja pada ketinggian 10 feet (3.1 meter) atau lebih pada pinggiran

atau sisi yang terbuka dengan menggunakan peralatan mekanis.

c. Kategori Sistem Bekerja Pada Ketinggian

Terdapat beberapa sistem atau metode kerja bekerja pada

ketinggian menurut Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan No.Kep.45/DJPPK/IX/2008 antara lain:

1) Sistem Pasif merupakan sistem dimana pada saat bekerja melalui

suatu struktur permanen maupun struktur yang tidak permanen, tidak

mensyaratkan perlunya penggunaaan peralatan pelindung jatuh (fall

protection devices) karena telah terdapat sistem pengaman kolektif

(collective protection system). Pada sistem ini perlu ada supervisi dan

pelatihan dasar. Metode pekerjaannya antara lain:


commit to user
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

a) Bekerja pada permukaan seperti lantai kamar, balkon dan jalan.

b) Struktur atau area kerja (platform) yang dipasang secara permanen

dan perlengkapannya.

c) Bekerja di dalam ruang yang terdapat jendela yang terbuka dengan

ukuran dan konfigurasinya dapat melindungi orang dari terjatuh.

2) Sistem Aktif merupakan suatu sistem dimana ada pekerja yang naik

dan turun (lifting/lowering), maupun berpindah tempat (traverse)

dengan menggunakan peralatan untuk mengakses atau mencapai suatu

titik kerja karena tidak terdapat sistem pengaman kolektif (collective

protection system). Sistem ini mensyaratkan adanya pengawasan,

pelatihan dan pelayanan operasional yang baik. Metode pekerjaanya

antara lain:

a) Unit perawatan gedung yang dipasang permanen, seperti gondola.

b) Perancah (scaffolding).

c) Struktur atau area kerja (platfrom) untuk pemanjatan seperti tangga

pada menara.

d) Struktur/area kerja mengangkat (elevating work platform) seperti

hoist crane, lift crane, mobil perancah.

e) Tangga berpindah (portable ladder).

f) Sistem akses tali (rope access).

3) Sistem Akses Tali merupakan suatu teknik bekerja menggunakan tali-

temali dan berbagai perlengkapannya serta dengan teknik khusus.

Metode ini biasanya digunakan untuk mencapai posisi pekerjaan yang


commit to user
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

sulit di jangkau sesuai dengan berbagai macam kebutuhan. Sistem ini

mengutamakan pada penggunaan alat pelindung diri sebagai pembatas

gerak dan penahan jatuh (work restraints) serta pengendalian

administratif berupa pengawasan dan kompetensi kerja bagi

pekerjanya. Prasyarat penggunaan sistem akses tali yaitu:

a) Terdapat tali kerja (working line) dan tali pengaman (safety line).

b) Terdapat dua penambat (anchorage).

c) Perlengkapan alat bantu (tools) dan alat pelindung diri.

d) Terdapat personil yang kompeten.

e) Pengawasan yang ketat.

Contoh-contoh aplikasi akses tali (rope access) seperti :

a) Pekerjaan naik dan turun di sisi-sisi gedung (facade), atria

gedung,menara (tower), jembatan, dan banyak struktur lainnya.

b) Pekerjaan pada ketinggian secara horisontal seperti di jembatan,

atap bangunan dll.

c) Pekerjaan di ruang terbatas (confined spaces) seperti bejana, silo

dan lain-lain..

d) Pekerjaan pemanjatan pohon, pemanjatan tebing, gua, out bound

dan lain-lain.

commit to user
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

d. Persyaratan K3 Bekerja pada Ketinggian

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada

Ketinggian pasal 3 yaitu Bekerja pada ketinggian sebagaimana dimaksud

dalam pasal 2 wajib memenuhi persyaratan K3 yang meliputi:

1) Perencanaan

Pada saat melakukan kegiatan bekerja pada ketinggian, harus

direncanakan dengan tepat dan dilakukan dengan cara yang aman serta

diawasi. Perencanaan yang dilakukan meliputi :

a) Identifikasi bahaya dan penilaian risiko.

b) Penyediaan peralatan bekerja pada ketinggian.

c) Penerapan work permit bekerja pada ketinggian.

2) Prosedur Kerja

Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan pedoman yang

berisikan prosedur operasional yang terdapat dalam organisasi dan

digunakan untuk memastikan seluruh keputusan, tindakan, serta

penggunaan fasilitas dan proses yang dilakukan dapat berjalan dengan

efektif, konsisten, standar, dan sistematis. Prosedur kerja meliputi:

a) Teknik dan cara perlindungan jatuh.

b) Cara pengelolaan peralatan.

c) Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan.

d) Pengamanan Tempat Kerja.

e) Kesiapsiagaan dan tanggap darurat.


commit to user
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

3) Teknik Kerja Aman

Teknik kerja aman digunakan untuk mencegah tenaga kerja

jatuh dan/atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian. Teknik kerja

aman yang dimaksud meliputi:

a) Bekerja pada lantai kerja tetap.

b) Bekerja pada lantai kerja sementara.

c) Bergerak secara vertikal atau horizontal menuju atau meninggalkan

lantai kerja.

d) Bekerja pada posisi miring.

e) Bekerja dengan akses tali.

4) APD, Alat Pelindung Jatuh dan Angkur

a) Alat Pelindung Diri (APD)

Tenaga kerja wajib mengenakan alat pelindung diri saat

akan melakukan kegiatan pekerjaan bekerja pada ketinggian

seperti, safety shoes, helm, sarung tangan, dan full body harness

khusus pekerja pada ketinggian.

b) Alat Pelindung Jatuh

Alat pelindung jatuh yang tersedia meliputi:

(1) Perangkat Pencegah Jatuh kolektif dan Perangkat Pencegah

Jatuh perorangan.

(2) Perangkat Penahan Jatuh kolektif dan Perangkat Penahan Jatuh

perorangan.

commit to user
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

c) Angkur

Angkur yang dimaksud terdiri atas :

(1) Angkur permanen.

(2) Angkur tidak permanen.

5) Tenaga kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam aspek bekerja pada

ketinggian merupakan tenaga kerja yang berkompeten dan berwenang

dibidang K3 dalam pekerjaan pada ketinggian.

2. Bahaya Bekerja Pada Ketinggian

Menurut Tarwaka (2017) pengertian hazard atau potensi bahaya

adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian,

kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan

kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Bahaya bahaya

(hazard) adalah segala sesuatu yang termasuk situasi atau tindakan yang

berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan

atau gangguan pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. (Ramli,

2010). Menurut OHSAS 18001:2007 Bahaya atau hazard adalah sumber,

situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kerugian dalam hal

luka-luka atau penyakit terhadap manusia.

Bahaya bekerja di ketinggian meliputi bahaya terjatuh (falling

down), terpeleset (slips), tersandung (trips), dan kejatuhan material dari atas

(falling object). Dari keempat bahaya yang ada, yang merupakan faktor

penyebab terbesar cidera berat adalah terjatuh dari ketinggian.


commit to user
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

a. Jenis bahaya menurut Soehatman Ramli (2010) dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1) Bahaya Mekanis

Merupakan bahaya yang bersumber dari peralatan mekanis atau

benda yang bergerak dengan gaya mekanik yang digerakkan secara

manual atau dengan penggerak. Bagian yang bergerak pada mesin

mengandung bahaya, seperti gerakan memotong, menempa, menjepit,

menekan, mengebor dan bentuk gerakan lainnya (Ramli, 2010).

Bahaya mekanis akibat gerakan mekanis oleh alat kerja atau

mesin ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat,

terjepit, terpotong dan terkelupas. Pekerjaan pada ketinggian juga

terdapat bahaya mekanis, seperti bahaya dari peralatan mekanis yang

digerakkan dengan mesin yang digunakan sebagai sarana untuk

pekerjaan di atas ketinggian, berupa pengunaan alat forklift yang

dilengkapi lantai kerja (platform). Apabila pekerja tidak berhati-hati

ketika berada di forklift bisa menyebabkan kecelakaan yaitu terjatuh

dari ketinggian.

2) Bahaya Kimiawi

Merupakan bahaya yang berasal dari bahan yang dihasilkan

selama produksi. Bahan ini terhambur ke lingkungan karena cara kerja

yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi

yang digunakan dalam proses kerja. Bahan kimia yang terhambur ke

commit to user
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

lingkungan kerja dapat menyebabkan gangguan lokal dan gangguan

sistemik (Sucipto, 2014).

Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai

dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat

bahaya kimiawi, begitu juga pada pekerjaan di ketinggian.

Menurut Ramli (2010) bahaya yang dapat ditimbulkan oleh

bahan-bahan kimia antara lain:

a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun.

b) Iritasi oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam

kuat.

c) Kebakaran dan ledakan.

d) Polusi dan pencemaran lingkungan.

Pada saat terjadi ledakan atau kebakaran pada ketinggian

tertentu dan pekerja sulit untuk menyelamatkan diri, kemungkinan

mereka akan loncat atau terjun ke bawah.

3) Bahaya Listrik

Bahaya listrik adalah bahaya yang berasal dari energi listrik.

Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya, seperti sengatan

listrik, hubungan singkat dan kebakaran. Di tempat kerja banyak

ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, peralatan kerja

maupun mesin-mesin yang menggunakan energi listrik (Ramli, 2010).

Potensi bahaya listrik, seperti kontak dengan listrik akibat

kurang kehati-hatian dapat terjadi selama analisis rekayasa, instalasi,


commit to user
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

pelayanan, tes serta pemeliharaan listrik dan peralatan listrik. Untuk

menurunkan pemaparan pada sebagian besar potensi bahaya dapat

menggunakan pengamanan dan prosedur keamanan yang dikenalkan

pada tahap rancangan.

Bahaya listrik pada ketinggian, yaitu saat tenaga kerja

tersengat listrik ketika bekerja pada ujung bangunan dapat

menyebabkan kecelakaan kerja yang berakibat fatal, seperti

terjatuhnya pekerja yang berujung pada kematian.

4) Bahaya Fisik

Menurut Ramli (2010), bahaya fisik adalah bahaya yang

berasal dari faktor-faktor fisik. Sedangkan menurut Sucipto (2014),

bahaya fisik adalah bahaya seperti: ruangan yang terlalu panas, terlalu

dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi

dan lain sebagainya.

Pekerjaan pada ketinggian bahaya fisik yang ada misalnya

seperti kebisingan dan penerangan dapat menyebabkan kecelakaan

kerja ketika tenaga kerja sedang berada diatas ketinggian, kurangnya

penerangan membuat tenaga kerja tidak bisa melihat secara jelas

terdapat lubang atau tidak, tidak hati-hati ketika menaiki tangga dan

mengakibatkan tenaga kerja terjatuh maupun terpeleset dari ketinggian

bangunan.

commit to user
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

5) Bahaya Biologi

Menurut Ramli (2010), diberbagai lingkungan kerja terdapat

bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna

yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktifitas kerja.

Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi,

pertanian, pertambangan, minyak dan gas bumi.

Bekerja pada ketinggian memerlukan penanganan khusus yang

harus dilakukan karena kondisi yang tidak lazim. Dalam menangani

pekerjaan pada ketinggian, perlu memperhatikan 4 hal penting antara

lain:

a) Pelaku atau pekerja

b) Kondisi lokasi (titik lokasi pekerjaan)

c) Teknik yang digunakan

d) Peralatan

Tenaga kerja yang bekerja pada ketinggian dituntut untuk

mengetahui bagaimana tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan pada

ketinggian dalam keadaan aman, menguasai lokasi perusahaan

terutama terkait tingkat risiko yang dapat ditimbulkan dari aktivitas

pekerjaan, memiliki teknik yang dapat mengantisipasi risiko bekerja

pada ketinggian, serta peralatan safety yang akan digunakan sesuai

dengan kebutuhan dan spesifikasi pekerjaan.

commit to user
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

b. Sumber Bahaya

Sumber bahaya yang terdapat ditempat kerja berasal dari, sebagai

berikut:

1) Manusia

Sumber bahaya utama sebagian besar kecelakaan, kerusakan

maupun kerugian disebabkan oleh tenaga kerja yang kurangnya

pengetahuan, ketrampilan, krang bergairah, kurang tepat dan

terganggungnya emosi yang umumnya menyebabkan kecelakaan

hingga kerugian. Data dari hasil penelitian, sebanyak 80-85%

kecelakaan disebabkan oleh kelalaian manusia. Silalahi dan Silalahi

(1995) berpendapat bahwa semua kecelakaan baik secara langsung

ataupun tidak langsung disebabkan oleh faktor manusia. Selain itu,

apa yang telah diterima maupun gagal diterima melalui, pendidikan,

motivasi serta penggunaan peralatan kerja berkaitan langsung dengan

sikap pimpinan.

2) Bangunan, Peralatan dan Instalasi

Menurut Sahab (1997) bahaya dari bangunan, peralatan dan

instalasi perlu mendapatkan perhatian. Kontruksi bangunan yang ada

harus kokoh dan memenuhi persyaratan. Desain ruangan dan tempat

kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja.

Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat,

marka dan rumbu jalan yang jelas dan tersedianya jalan penyelamatan

diri.
commit to user
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Instalasi menurut Sahab (1997) harus memenuhi persyaratan

keselamatan kerja baik desain maupun kontruksi. Sebelum digunakan,

instalasi harus diuji dan diperiksa terlebih dahulu oleh suatu tim ahli.

Apabila diperlukan modifikasi, harus sesuai dengan persyaratan bahan

dan konstruksi yang ditentukan. Selain itu, harus dilakukan percobaan

operasi sebelum dioperasikan untuk menjamin keselamatannya, dan

dioperasikan oleh operator yang memenuhi syarat.

Peralatan yang digunakan juga dapat menimbulkan bahaya

apabila tidak digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak dilengkapi

dengan peralatan pelindung dan pengaman, tidak terdapat pelatihan

penggunaan peralatan tersebut, serta tidak dilakukan pemeriksaan dan

perawatan.

3) Bahan

Sumber bahaya yang dapat ditimbulkan dari bahan meliputi

berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan yaitu mudah meledak,

mudah terbakar, menimbulkan alergi, menimbulkan kerusakan pada

kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan

kelainan pada janin, bersifat racun dan radioaktif. Tingkat bahaya dan

pengaruh yang ditimbulkan dari bahan berbeda-beda. Terdapat bahan

dengan pengaruh yang dapat segera dilihat tetapi ada juga yang

bertahun-tahun baru terasa dampaknya. Oleh karena itu, tiap

pemimpin perusahaan harus mengetahui sifat bahan yang digunakan.

Sehingga perusahaan dapat segera mengambil langkah pencegahan


commit to user
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

terkait kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul dan

dapat merugikan perusahaan.

4) Proses

Bahaya yang bersumber dari proses sangat bervariasi

tergantung dari teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan

pada industri ada yang sederhana tetapi ada juga proses yang rumit.

Terdapat pula proses yang berbahaya dan yang tidak terlalu

berbahaya.

Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya,

dalam prosesnya menggunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan

kimia berbahaya yang dapat memperbesar resiko bahaya. Proses

tersebut terkadang menimbulkan debu, asap, panas, bising, dan

bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan.

5) Cara kerja

Menurut Sahab (1997) potensi yang ditimbulkan dari cara

kerja yaitu, tindakan tidak aman yang dapat membahayakan tenaga

kerja itu sendiri maupun tenaga kerja lainnya, contohnya cara

mengangkut yang salah, posisi tidak benar, tidak menggunakan APD,

lingkungan kerja dan menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai.

6) Lingkungan Kerja

Bahaya yang bersumber dari lingkungan kerja dapat di

golongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan

berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja, penurunan


commit to user
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

produktivitas dan efisiensi kerja. Sumber bahaya dari lingungan kerja

antara lain:

a) Faktor lingkungan fisika.

b) Faktor lingkungan kimia.

c) Faktor lingkungan biologi.

d) Faktor lingkungan ergonomi.

e) Faktor lingkungan psikologi.

3. Identifikasi Bahaya

Menurut Tarwaka (2017), identifikasi bahaya merupakan suatu proses

yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang

berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. Langkah pertama untuk

menghilangkan atau mengendalikan hazard adalah dengan mengidentifikasi

atau mengenali kehadiran hazard ditempat kerja.

a. Proses identifikasi bahaya menurut Tarwaka (2017) adalah sebagai

berikut:

1) Buat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan, proses kerja,

sistem kerja, kondisi kerja, dll) yang ada ditempat kerja.

2) Periksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya.

3) Lakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja ditempat kerja

yang berhubungan dengan objek-objek tersebut.

4) Review melakukan, catatan P3K dan informasi lainnya.

5) Catat seluruh hazard yang telah diidentifikasi.


commit to user
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

b. Metode identifikasi bahaya

Metode identifikasi bahaya merupakan teknik yang

dikembangkan untuk mengetahui dan mengevaluasi bahaya yang terdapat

dalam proses kerja. Dalam mengidentifikasi bahaya dapat menggunakan

beberapa teknik, antara lain:

1) What if

Pada teknik ini, tahapan proses kerja dipelajari melalui

pendekatan brainstorming untuk memformulasikan tiap-tiap

pertanyaan terkait peristiwa yang dapat menimbulkan konsekuensi

yang tidak diinginkan. Tiap pertanyaan dibagi ke tahapan operasi,

teknik, pemeliharaan serta pengawasan. Tiap pertanyaan,

memperhitungkan skenario terjadinya insiden, identikasi konsekuensi,

penilaian kualitatif untuk memastikan tingkat keparahan konsekuensi,

peluang dari semua resiko yang ada serta pembuatan referensi untuk

meminimalisir bahaya. Teknik what if dapat dipakai untuk

mengidentifikasi bahaya potensial dari tiap-tiap tingkatan proses. Cara

ini akan efisien jika dikerjakan oleh tim yang memiliki pengalaman

untuk evaluasi suatu proses.

2) HAZOPS

Hazard and Operability Study (HAZOPS) digunakan untuk

mengidentifikasi persoalan dari operasional proses yang bisa

memengaruhi efisiensi produksi serta keselamatan.

commit to user
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

HAZOPS merupakan cara identifikasi resiko yang fokus pada

analisa terstruktur tentang operasi yang berlangsung. Dalam memakai

HAZOPS, harus mempelajari tiap tingkatan proses untuk

mengidentifikasi semua penyimpangan dari keadaan operasi yang

normal, menggambarkan bagaimana bisa berlangsung serta

memastikan perbaikan dari penyimpangan yang ada.

3) FTA

Fault Tree Analysis (FTA) merupakan suatu teknik yang

digunakan untuk memprediksi atau menjadi alat investigasi setelah

terjadinya kecelakaan dengan melakukan analisa proses peristiwa.

FTA nanti akan menghasilkan penilaian kuantitatif dari probabilitas

peristiwa yang tidak diharapkan. Tetapi, FTA adalah cara yang sangat

efisien dalam menemukan pokok persoalan dikarenakan dapat

memastikan jika kerugian yang diakibatkan tidak berasal dari satu

kegagalan. FTA adalah kerangka berfikir terbalik dimana evaluasi

berawal dari insiden lalu dikaji sebabnya.

4) FMEA

Failure Model and Effect Analysis (FMEA) merupakan cara

identifikasi resiko dengan mengkaji beberapa pertimbangan kesalahan

dari perlengkapan yang dipakai serta mengevaluasi dampak dari

kesalahan yang terjadi sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian.

Kelemahan teknik ini adalah tidak memperhitungkan kesalahan

manusia.
commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

5) ETA

Moment Tree Analysis (ETA) merupakan cara yang

menunjukkan dampak yang mungkin berlangsung dengan diawali oleh

identifikasi penyebab peristiwa serta proses dalam tiap-tiap tingkatan

yang memunculkan terjadinya kecelakaan. Dalam melakukan ETA,

perlu memahami penyebab dari peristiwa serta manfaat skema

keselamatan atau mekanisme kegawatdaruratan yang ada untuk

memastikan langkah perbaikan pada dampak yang diakibatkan.

6) Checklist/daftar periksa

Identifikasi bahaya dilakukan dengan membuat suatu daftar

periksa pada tempat kerja (check list). Melalui daftar periksa tersebut

dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh kondisi di lingkungan tempat

kerja seperti mesin, penerangan, kebersihan dll. Data periksa dapat

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, sifat kegiatan dan

jenis bahaya yang dominan.

7) Job Safety Analysis

Job Safety Analysis menurut Soeripto (1997) merupakan cara

yang digunakan untuk memeriksa metode kerja dan menentukan

bahaya yang sebelumnya diabaikan dalam merencanakan pabrik atau

gedung dan didalam rancang bangun mesin-mesin, alat-alat kerja,

material, lingkungan kerja dan proses kerja. Analisis keselamatan

kerja atau JSA bermanfaat dalam keamaan kerja dan melindungi

produktivitas pekerja. Manfaat JSA antara lain sebagai berikut:


commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

a) Mengidentifikasi upaya pengendalian yang dibutuhkan di tempat

kerja.

b) Menemukan bahaya fisik yang terdapat di lingkungan kerja.

c) Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan

dalam metode kerja.

d) Biaya kompensasi tenaga kerja menjadi lebih rendah dan

meningkatkan produktivitas.

e) Penentuan standar-standar yang diperlukan untuk keamanan,

termasuk petunjuk dan pelatihan tenaga kerja.

f) Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan

prosedur kerja.

4. Pengendalian Bahaya Bekerja Pada Ketinggian

Pengendalian risiko harus dilakukan apabila risiko telah

diidentifikasi serta dinilai dan hasilnya dapat menimbukan kecelakaan atau

penyakit akibat kerja. Pengendalian risiko digunakan untuk mengurangi

risiko hingga batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan,

peraturan dan standar yang berlaku. Menurut Tarwaka (2017) hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pengendalia risiko adalah:

a. Tingkat keparahan potensi bahaya atau resikonya.

b. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara

memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko.

c. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/meniadakan

potensi bahaya.
commit to user
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

d. Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko.

Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki

Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengendalian risiko adalah

suatu urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin

timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Menurut

Tarwaka (2017) Pendekatan dalam hirarki pengendalian meliputi:

a. Pendekatan “Long Term Gain” merupakan pengendalian berorientasi

jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari substitusi, eliminasi,

rekaya teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan alat pelindung

diri (APD).

b. Pendekatan “Short Term Gain” merupakan pengendalian berorientasi

jangka pendek dan bersifat temporary atau sementara. Pendekatan

pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat

lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko

dimulai dari penggunaaan APD, isolasi atau pembatasan, rekayasa

teknik, eliminasi, hingga substitusi.

Workplace Safety and Health Council Singapura berkolaborasi

dengan Kementrian Tenaga Kerja Singapore (2008) hierarki kontrol risiko

dalam bekerja pada ketinggian meliputi:

a. Eliminasi

Eliminasi merupakan teknik menghilangkan sumber bahaya untuk

memastikan orang tidak jatuh dari ketinggian dengan memindahkan

pekerjaan dengan dilakukan dilantai bawah, misalnya fabrikasi atap


commit to user
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

dilakukan dilantai bawah, melakukan pengecatan atap dengan

memperpanjang tongkat kuasnya. Apabila eliminasi tidak dapat

dilakukan maka perlu dipikirkan untuk mengurangi tingkat resikonya.

Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik,

diarenakan risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat potensi

bahaya dapat ditiadakan. Tetapi, dalam prakteknya pengendalian

eliminasi banyak mengalami kendala karena keterkaitan antara sumber

bahaya dan potensi bahaya yang menjadi sebab akibat (Tarwaka, 2017).

b. Substitusi

Subtitusi dengan cara melakukan pekerjaan dengan sistem

pencegahan jatuh. Sistem pencegahan jatuh adalah material atau

peralatan, atau kombinasi dari keduanya yang di desain dan ditujukan

untuk mencegah jatuhnya orang. Misalnya: scaffolding, Mast Climbing

work platform dan aerial working platform. Apabila tidak bisa dilakukan

kontrol lain.

Substitusi merupakan teknik penggantian alat, bahan, sistem atau

prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman dan lebih rendah

bahayanya. Sebagai contoh yaitu, penggunaan solar yang bersifat mudah

terbakar dan reaktif yang digunakan untuk bahan pembersih perkakas

bengkel digantikan dengan bahan deterjen atau sabun (Tarwaka, 2017).

c. Engineering Control

Pengendalian engineering control merupakan pengubahan struktur

objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya seperti,


commit to user
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur

pondasi mesin, pemberian alat bantu mekanik, dll (Tarwaka, 2017).

Penggunaan Engineering kontrol seperti barries dan guardrails

juga dapat meningkatkan keselamatan dalam bekerja di ketinggian.

Barikade atau guardrail efektif digunakan saat menutup area lubang

terbuka, pinggiran bangunan dll. Akses jalan dan jalan keluar yang layak

harus disediakan agar tenaga kerja dapat melakukan mobilisasi alat atau

material yang diperlukan dengan aman.

d. Administrasi

Pengendalian administrasi digunakan untuk mengurangi dan

menghilangkan exposures terhadap bahaya dengan dilaksanakannya

prosedur atau instruksi kerja, misalnya, ijin kerja dan prosedur kerja

aman, rotasi kerja untuk mengurangi resiko pekerja dari kondisi cuaca

yang buruk.

Pengendalian administrasi sangat bergantung kepada perilaku

tenaga kerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk

dipatuhinya pengendalian administrasi yang dibuat (Tarwaka, 2017).

e. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) merupakan sarana pengendalian yang

digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara apabila sistem

pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan.

commit to user
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian

risiko di tempat kerja (Tarwaka, 2017). Menurut Permenaker No. 9

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan

pada Ketinggian, pekerjaan pada ketinggian pengendalian ini

dikombinasikan dengan control yang lain akan menambah tingkat

keselamatan kerja.

1) Jenis APD yang dapat digunakan sebagai upaya mengurangi

kecelakaan kerja saat bekerja pada ketinggian, antara lain:

a) Safety Shoes

Safety shoes merupakan APD yang digunakan untuk

melindungi kaki tenaga kerja dari benda-benda keras, benda panas,

logam atau kaca, tajam, larutan kimia serta kontak dengan arus

listrik. Safety shoes yang digunakan harus cukup keras untuk

melindungi kaki apabila tertimpa benda jatuh dari atas.

b) Eye Protection

Kacamata digunakan untuk melindungi mata dari percikan

bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang

melayang diudara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi

mata, radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi sinar

matahari, pukulan atau benturan benda keras (Tarwaka, 2017).

Jenis eye protection antara lain:

commit to user
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

(a) Kacamata (spectacles), berfungsi untuk melindungi mata dari

partikel-partikel kecil, debu, dan radiasi gelombang

elektromagnetik.

(b) Googles, berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap,

dan percikan larutan bahan kimia.

c) Safety Helmet

Safety helmet digunakan untuk melindungi kepala dari

kebakaran, korosi, suhu panas atau dingin. tutup kepala terbuat dari

asbeston, kain tahan api/korosi, kulit dan kain tahan air (Tarwaka,

2017).

d) Sarung Tangan

Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dan

bagian lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda

panas atau dingin, kontak dengan arus listrik. Sarung tangan terbuat

dari karet untuk melindungi kontaminasi bahan kimia dan arus

listik, sarung tangan terbuat dari kulit untuk melindungi dari benda

tajam dan goresan, sarung tangan dari kain/katun untuk melindungi

kontak dengan panas dan dingin.

2) Pemilihan Alat Pelindung Diri

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat

pelindung diri (APD) antara lain:

a) APD harus memberikan perlindungan yang efektif kepada ternaga

kerja terkait potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja.


commit to user
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

b) APD mempunyai berat yang seringan mungkin, sehingga nyaman

dipakai dan tidak menimbulkan beban tambahan bagi pemakainya.

c) Tidak menimbulkan gangguan pada pemakainya, baik karena jenis

bahannyaa maupun kenyamanan saat pemakaian.

d) Mudah dipakai dan dilepas kembali.

e) Tidak menggangu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta

gangguan kesehatan lainnya ketika dipakai dalam waktu yang

cukup lama.

f) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda

peringatan.

g) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

commit to user
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

Bekerja pada
Ketinggian

Prosedur Umum
Bekerja pada
Ketinggian

Pengendalian
Bahaya

Risiko
Kecelakaan

Kontrol APD Perancah


Darurat

Tidak
Dilakukan

Ya

Aman

commit to user

Anda mungkin juga menyukai