TEKNOLOGI PENGEMASAN
Indah Yuliasih
Sugiarto
Endang Warsiki
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat merevisi buku penuntun praktikum ini. Buku
penuntun praktikum ini disusun pada tahun 2000 dengan judul Penuntun Praktikum
Pengemasan dan Penyimpanan, sebagai panduan praktikum dua materi matakuliah, yaitu
matakuliah Pengemasan dan Penyimpanan. Pada tahun 2011, buku penuntun praktikum
tersebut direvisi dan diberi judul Penuntun Praktikum Teknologi Pengemasan, Distribusi dan
Transportasi, dan pada tahun 2020 direvisi kembali dengan judul Penuntun Praktikum
Teknologi Pengemasan. Revisi dilakukan untuk menyempurnakan pelaksanaan praktikum
sesuai dengan perubahan kurikulum program studi. Nama program studi semula Teknologi
Industri Pertanian berubah menjadi Teknik Industri Pertanian. Materi-materi yang dipilih
disesuaikan dengan materi yang diberikan pada mata kuliah Teknologi Pengemasan.
Kami menyadari buku penuntun praktikum ini masih jauh dari sempurna, karena itu
kritik dan saran untuk perbaikan sangat kami harapkan. Selain itu, penyempurnaan buku
ini juga akan kami lakukan bersamaan dengan jalannya praktikum. Kami berharap semoga
buku penuntun praktikum ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak lain yang
membutuhkannya.
Halaman
A. Pendahuluan
Kemasan atau wadah disebut juga pembungkus merupakan bahan penting dalam
berbagai industri. Khusus dalam industri pangan, kemasan sangat membantu dalam
penanganan produk sampai ke konsumen dalam keadaan baik.
Jika dilihat secara umum fungsi kemasan adalah :
1. Sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan
dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi
2. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan
3. Iklan dan promosi untuk menarik konsumen
Pemilihan kemasan suatu produk harus memperhatikan kesesuaian antara bahan
kemasan yang digunakan dan produk yang akan dikemas. Artinya persyaratan dan
spesifikasi kemasan berbeda menurut jenis produk yang dikemas dan tujuan utama
penggunaannya.
Di dalam perdagangan dikenal istilah kemasan primer, yaitu wadah atau pembungkus
yang langsung membungkus produk, kemasan sekunder yang fungsi utamanya melindungi
kemasan primer. Apabila masih diperlukan lagi pengemasan setelah kemasan primer dan
sekunder, maka dikenal kemasan tersier, kemasan kuarter dan seterusnya yang berfungsi
sebagai kemasan transportasi dan distribusi.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah menganalisis kemasan produk olahan hasil pertanian
yang ada di pasar dengan memperhatikan sifat bahan kemasan dan produk yang dikemas,
sehingga dapat disimpulkan ada atau tidak adanya kesesuaian antara kemasan yang
digunakan dengan produk yang dikemas.
C. Metodologi
1. Bahan
Jenis kemasan yang diamati yaitu produk yang menggunakan kemasan alami, seperti
daun, bambu dan sebagainya; dan kemasan modern, seperti kemasan fleksibel, plastik dan
sebagainya.
2. Pengamatan di Lapang
Setiap mahasiswa melakukan pengamatan terhadap kemasan suatu produk yang
menggunakan bahan kemasan alami dan modem. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis
bahan kemasan, kondisi kemasan, kemampuan kemasan sesuai fungsinya, jenis produk yang
dikemas (sifat fisik dan kimia), dan sebagainya
3. Analisis
Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan analisis terhadap kemasan produk tersebut
dengan acuan literatur atau pustaka. Analisis meliputi :
a. Kesesuaian antara jenis kemasan dan produk yang dikemas dengan memperhatikan sifat
bahan kemasan dan produk yang dikemas
b. Kemampuan kemasan sesuai fungsi dan tujuan penggunaannya
c. Kelebihan dan kekurangan penggunaan kemasan tersebut, dan
d. Altematif penggunaan jenis kemasan lain untuk mengemas produk tersebut
4. Pelaporan
Hasil pengamatan dan pembahasan analisis kemasan suatu produk dilaporkan dalam
bentuk laporan tertulis dengan format pdf.
II. BAHAN KEMASAN KERTAS
A. Pendahuluan
Kertas merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan disamping plastik. Kertas
merupakan jalinan serat selulosa dengan beberapa bahan tambahan untuk mendapatkan sifat
tertentu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Beberapa jenis kertas yang digunakan untuk
keperluan pengemasan diantaranya adalah kertas kraft, kertas sulfit, kertas tissue, dan kertas
perkamen.
Setiap jenis kertas memiliki sifat tertentu sehingga untuk keperluan pengemasan
perlu diperhatikan sifat-sifat tersebut. Salah satu sifat fisik kertas untuk keperluan
pengemasan adalah ketahanan tarik atau kekuatan tarik. Sifat ini berkaitan dengan daya
tahan kemasan setelah diisi terutama berhubungan dengan penanganan produk terkemas.
Sifat fisik berikutnya adalah daya tahan terhadap gesekan yang berkaitan dengan ketahanan
kemasan untuk digeser dan ditumpuk selama penanganan dan penyimpanannya. Sifat fisik
lain yang tidak kalah pentingnya adalah ketahanan sobek, daya regang (perpanjangan putus),
ketahanan retak, daya serap air, dan beberapa sifat fisik lainnya.
Sifat fisik kertas selain ditentukan oleh jenis kertas juga ditentukan oleh densitas
kertasnya. Pada umumya semakin tinggi kerapatan kertas makin tinggi pula kekuatan
tariknya. Kertas memiliki ketahanan tarik dan regangan putus yang berbeda menurut arah
pemberian bebannya. Kekuatan tarik kertas pada arah sejajar mesin (MD = machine
direction) lebih tinggi dibandingkan pada arah tegak lurus mesin (CD = cross machine
direction). Sedangkan ketahanan gesek kertas akan berbeda pada kedua permukaannya.
Permukaan yang menempel sisi felt saat pembuatan kertas memiliki ketahanan gesek yang
lebih rendah daripada permukaan lainnya yang menempel pada sisi roll.
Kertas pada umumnya diperdagangkan dalam satuan tonase, sedangkan pengunaan-
nya lebih banyak mengunakan satuan luas. Untuk mengakomodasi kedua keperluan itu
digunakan satuan gramatur (gramature), yaitu satuan massa kertas (dinyatakan dalam gram)
per meter persegi luas kertas. Istilah terminologi densitas kertas pada dasarnya tidak banyak
digunakan dalam industri kertas dan industri kemasan pada umumnya.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk memberikan gambaran sifat fisik beberapa jenis
bahan kemasan kertas, yaitu gramatur dan densitas kertas, kekuatan tarik dan regangan
putus, ketahanan gesek, daya serap air dan sifat kapilaritas air pada kertas.
C. Metodologi
Persiapan Bahan
a. Bahan kertas disiapkan sesuai dengan pengujian karakteristik yang akan dilakukan.
b. Bahan yang sudah disiapkan disimpan pada kondisi yang berbeda, yaitu
- di ruang laboratorium pengemasan,
- di dalam lemari es dan
- di dalam oven suhu 50oC.
c. Pengujian karakteristik bahan kemasan kertas yang disimpan pada suhu ruang dilakukan
pada hari ke-0, sedangkan yang disimpan di dalam lemari es dan oven dilakukan pada
hari ke7.
Prosedur Pengujian
Densitas kertas diperoleh dengan membagi gramatur kertas dengan tebal kertas.
Tebal kertas diukur dengan mengunakan mikrometer sekrup di 5 tempat yang berbeda untuk
setiap lembar contoh kertas dan diambil nilai rata-ratanya.
Nilai beban tarik dapat dipakai jika contoh uji putus kira-kira ditengah dan secara
bersamaan. Jika tidak demikian maka pengujian harus dilakukan ulang karena pada keadaan
yang tidak seperti itu beban tarik tidak ditanggung secara merata oleh semua cotoh uji
sehingga nilai yang diperoleh tidak menunjukkan tegangan putus yang sebenamya. Untuk
mendapatkan ketepatan yang lebih baik, penentuan hendaknya dilakukan paling sedikit dua
kali ulangan.
Ketika alat bekerja, tidak hanya beban tarik yang diukur. Pada saat bersamaan diukur
pula perpanjangan putus (elongasi) contoh uji. Perpanjangan putus dapat dilihat pada skala
piringan di bagian atas kanan alat. Pada piringan itu terdapat jarum penunjuk nilai
perpanjangan putusnya. Persentase perpanjangan putus dihitung dengan persamaan berikut:
(M1 - M2)
Kehilangan bobot setiap kali gesekan = --------------
AxL
Dimana
M1 = bobot awal contoh
M2 = bobot contoh setelah digesek
A = luas permukaan bidang gesek
L = banyaknya gesekan.
Tepi contoh uji
Dimana :
DL = diameter luar bidang gesek
DD = diameter dalam bidang gesek
e. Sifat Kapilarisasi
Penyerapan air pada kertas memainkan peran yang sangat penting dalam
penggunaannya. Penyerapan air terjadi melalui fenomena kapilaritas. Kapilaritas adalah
kemampuan cairan untuk menembus ke dalam pori-pori halus dinding yang sudah dibasahi
dan dipindahkan ke dinding yang belum dibasahi (Chatterjee & Singh, 2014).
Skema pengukuran kapilaritas
Proses awal percobaan yaitu setiap kertas dipotong dengan ukuran 3 cm x 15 cm.
Selanjutnya, potongan kertas diberi garis tanda batas 3 cm dari bawah sebagai batas celup
air pada kertas seperti ditunjukkan pada gambar di atas. Pengamatan perambatan air pada
kertas dilakukan dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 detik. Volume air yang
digunakan sebanyak 300 ml.
Kapilaritas kertas dianalisis dengan pendekatan gerak lurus beraturan (GLB) seperti
yang ditunjukkan pada grafik berikut :
Grafik GLB hubungan antara jarak (s) dan waktu (t) [www.uniksharianja.com]
k~v (1)
v =s/t (2)
dengan 𝑠 tinggi perambatan air (cm); 𝑡 adalah waktu perambatan (s); 𝑣 kelajuan serapan air
(cm/s), dan 𝑘 kapilaritas kertas (cm/s)
f. Pengujian Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek merupakan besarnya gaya untuk menyobek kertas sepanjang 1 cm
(kertas telah disobek tepinya). Uji ketahanan sobek dilakukan dengan menggunakan
Elmendorf Tearing Strength Tester.
Untuk pengujian ketahanan sobek diperlukan contoh uji berukuran 76 x 63 mm dan
sobekan awal 20 mm. Contoh uji sebanyak 16 lembar dipasang pada klip penjepit diam
dengan arah memanjang. Pendulum dipasang pada posisi siap (klip penjepit pada pendulum
sejajar dengan klip penjepit diam) dan sisa contoh uji dijepit oleh klip penjepit pada
pendulum. Jarum penunjuk diarahkan ke bawah, rapat pada bidang pembatas. Tombol
pelepas pendulum ditekan sehingga pendulum bergerak mengayun secara bebas dan biarkan
sampai berhenti. Skala yang ditunjuk oleh jarum sebagai dibaca. Jika nilai berkisar pada 20
– 60 catat nilainya sebagai nilai terbaca. Jika nilai di luar selang tersebut, percobaan diulang
dengan menambah atau mengurangi jumlah contoh uji pada setiap pengujian. Jika jarak
garis sobek dari garis potong lebih besar atau sama dengan 10 mm maka nilai hasil
pengukuran diabaikan (harus diulang). Jika sudah mendapat nilai yang sah sebanyak 5 kali
pengukuran, hitung rata-ratanya dan bandingkan nilai rata-rata dengan nilai maksimum dan
minimumnya. Jika selisihnya lebih besar atau sama dengan 10 persen, lakukan beberapa
kali pengujian lagi dan hilangkan hasil pengukuran yang selisihnya dari nilai rata-rata lebih
dari 10 persen. Nilai ketahanan sobek dihitung dengan persamaan berikut :
Ketahanan Sobek
Faktor Sobek (Indeks Sobek) = -----------------------
Gramatur
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
4. Penentuan Daya Serap Kertas terhadap Air
Bobot Bobot Daya Serap Daya Serap
Sisi
Jenis Kertas Awal (g) Akhir (g) Air Air Rata-rata
Velt/Roll
(M1) (M2) (g/cm2.menit) (g/cm2.menit)
Rata-rata
dan seterusnya
5. Sifat Kapilarisasi*
Ketinggian Serapan Air (cm)
Waktu (s) Jenis Kertas
1 2 3
30
60
90
120
150
180
*Buat grafik hubungan waktu VS ketinggian serapan air
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
E. Pembahasan
Lakukan pembahasan sifat fisik dan mekanik bahan kemasan kertas yang Anda uji
dengan membandingkan sifat fisik dan mekanik antar bahan kemasan sesuai kondisi
perlakuan yang diberikan. Gunakan rujukan literatur untuk mendukung pembahasan sifat
fisik dan mekanik bahan kemasan kertas. Pembahasan hasil praktikum mencakup
pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap hasil pengujian :
1. Penentuan Gramatur dan Densitas
a. Mengapa ukuran gramatur lebih disukai daripada densitas sebagai satuan ukuran
kertas?
b. Untuk penetuan densitas, mengapa pengukuran tebal harus dilakukan pada beberapa
titik yang berbeda, tidak hanya dalam sekali ukur saja di satu tempat?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap nilai gramatur dan densitas?
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Regangan Putus
a. Mengapa ketahanan/kekuatan tarik kertas pada arah CD dan MD berbeda ? dan
mengapa untuk arah MD lebih tinggi ?
b. Setiap kertas memiliki kekuatan tarik yang berbeda. Apa yang menyebabkan
perbedaan itu ?
d. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap kuat tarik dan regangan putus?
3. Penentuan Ketahanan Gesek Kertas
a. Mengapa perlu penghisap debu untuk memisahkan debu hasil penggesekan selama
penentuan ketahanan gesek?
b. Mengapa jika selama pengujian contoh kertas rusak, pengujian dihentikan sampai saat
itu juga?
c. Mengapa pada sisi felt dan sisi Roll nilainya berbeda, apa yang menyebabkannya ?
d. Apa gunanya mengetahui ketahan gesek kertas bagi keperluan kemasan ?
e. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap ketahanan gesek kertas?
4. Penentuan Daya Serap Kertas terhadap Air
a. Mengapa daya serap air pada sisi velt dan sisi roll berbeda ?
b. Untuk apa perlu mengetahui daya serap air pada kertas kemasan ?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap daya serap kertas terhadap air?
5. Sifat Kapilarisasi
a. Apa yang mempengaruhi sifat kapilarisasi pada kertas?
b. Apa gunanya mengetahui sifat kapirasisasi kerta bagi keperluan kemasan?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap sifat kapilarisasi kertas?
6. Penentuan Ketahanan Sobek
a. Mengapa faktor sobek ditentukan oleh gramatur kertas bukan sisi velt/roll-nya ?
b. Apa gunanya mengetahui ketahan dan faktor sobek kertas bagi keperluan kemasan?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap ketahanan sobek kertas?
7. Penentuan Ketahanan Retak dan Ketahanan Jatuh
a. Apa perbedaan prinsip ketahanan retak dan ketahanan jatuh ?
b. Apa gunanya mengetahui ketahan retak dan ketahanan jatuh kertas bagi keperluan
kemasan ?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap daya serap kertas terhadap air?
A. Pendahuluan
Plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan saat ini.
Penggunaan plastik semakin luas mengingat karakteristik plastik yang penting dalam
pengemasan dapat diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat atau keperluan yang
diharapkan. Pengaturan karakteristik plastik dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai
dari pengaturan tebal plastik, penambahan bahan aditif tertentu, penggunaan berbagai
macam polimer (kopolimer) dan sebagainya.
Salah satu karakteristik penting plastik sebagai bahan kemasan adalah
permeabilitasnya terhadap berbagai jenis gas dan uap. Praktikum kali ini lebih diarahkan
pada pengenalan beberapa jenis plastik dengan memperhatikan karakteristik kekuatan tarik,
elongasi dan ketahanan gesek film lembaran plastik, serta uji bakar plastik. Uji bakar plastik
dilakukan karena setiap polimer menunjukkan fenomena yang khas ketika dibakar. Ketika
plastik dibakar, ada jenis polimer yang mengeluarkan asap dan ada yang tidak mengeluarkan
asap, asap yang timbul (jika ada) ada yang tidak berwama, berwama putih atau wama
lainnya. Ada jenis plastik yang mudah sekali terbakar, ada yang sulit tetapi dapat terbakar
dan ada pula yang tidak dapat terbakar. Ketika sumber api dijauhkan dari plastik yang
terbakar, kemungkinan api tetap menyala di tempat, menjalar dengan cepat atau langsung
padam. Bau yang timbul dari pembakaran plastik berbeda-beda tergantung adanya gugus
fungsional (aktif) yang ada dalam senyawa polimernya, bau parafin/lilin terbakar muncul
jika polimer tersebut adalah polimer alkana (tanpa gugus fungsional), bau sangit/protein
terbakar jika polimer mengandung gugus fungsional yang memiliki unsur nitrogen (misalnya
gugus amina dan amida), bau klor jika terdapat gugus fungsional yang mengandung klorida.
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding
bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif
dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat plastik yang memiliki
permeabilitas terhadap gas dan uap air mampu melindungi produk yang dikemas, namun
tidaklah secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut. Permeabilitas terhadap
gas dan uap air didefinisikan sebagai gram air per hari per m2 permukaan kemasan, untuk
ketebalan dan temperatur tertentu, serta kelembaban relatif tertentu.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan beberapa jenis plastik dengan memper-
hatikan sifat fisiknya, antara lain: kekuatan tarik, elongasi, dan kekuatan gesek lembaran
plastik, sifat permeabilitas uap air, serta sifat plastik pada saat atau setelah dibakar.
C. Metodologi
2. Metode
Persiapan Bahan
a. Bahan plastik disiapkan sesuai dengan pengujian karakteristik yang akan dilakukan.
b. Bahan yang sudah disiapkan diberi perlakuanyang berbeda, yaitu
- tanpa perlakuan,
- dicelupkan dalam air mendidih selama 30 menit,
- dipanaskan dalam oven 100oC selama 30 menit,
- disimpan pada ruang laboratorium selama 7 hari
- disimpan dalam freezer selama 7 hari
- disimpan dalam lemari es selama 7 hari.
c. Lakukan pengujian karakteristik bahan kemasan plastik
Prosedur Pengujian :
Densitas diperoleh dengan membagi gramatur plastik dengan tebal plastik. Tebal
plastik diukur menggunakan mikrometer sekrup di lima tempat berbeda pada satu lembar
contoh plastik dan diambil nilai rata-ratanya.
Nilai beban tarik dapat dipakai jika contoh uji putus kira-kira di tengah dan secara
bersamaan. Jika tidak demikian maka pengujian harus dilakukan ulang karena pada keadaan
yang tidak seperti itu beban tarik tidak ditanggung secara merata oleh semua contoh uji
sehingga nilai yang diperoleh tidak sah. Untuk mendapatkan ketepatan yang lebih baik,
penentuan hendaknya dilakukan paling sedikit dua kali ulangan.
Ketika alat bekerja, tidak hanya beban tarik yang diukur. Pada saat bersamaan diukur
pula perpanjangan putus (elongasi) contoh uji. Perpanjangan putus dapat dilihat pada skala
piringan di bagian atas kanan alat. Pada piringan itu terdapat jarum penunjuk nilai
perpanjangan putusnya. Persentase perpanjangan putus dihitung dengan persamaan berikut:
Prosedur :
1. Gelas kaca kosong masing-masing di isi dengan garam sebanyak 2 gram
2. Tutup gelas berisi garam dengan plastik. Gunakan karet gelang untuk memastikan bahwa
penutupan telah rapat.
3. Timbang masing-masing gelas tersebut dan catat sebagai berat awal.
4. Selama 5 hari, catat perubahan berat gelas menggunakan timbangan analitik (interval
waktu pengamatan 24 jam)
5. Plot pertambahan berat garam (g) dengan waktu (hari) dalam grafik, untuk mendapatkan
nilai “slope” persamaan
6. Hitung permeabilitas bahan kemasan dengan rumus :
Keterangan :
k/x = permeabilitas kemasan
A = luas penampang kemasan (m2)
ΔW/Δθ = slope (g H2O/hari)
Pout = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg). Untuk desikan NaCl = 21.438 mmHg
D. Hasil Pengamatan
Rata-rata
dan seterusmya
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Plastik
Jumlah Nilai Beban Kekuatan Regangan
Jenis Plastik MD/CD
Contoh Tarik Tarik Putus (%)
Rata-rata
dan seterusmya
Rata-rata
dan seterusmya
dan seterusmya
dan seterusmya
E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Penentuan Gramatur dan Densitas Plastik
a. Mengapa ukuran densitas lebih disukai daripada gramatur sebagai salah satu ukuran
plastik?
b. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai gramatus dan densitas plastik?
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Plastik
a. Dalam penentuan kekuatan tarik dan tegangan putus plastik, apakah posisi MD dan
CD (seperti pada kertas) dapat ditentukan ?
b. Bagaimana nilai perpanjangan putus (%) plastik? Mengapa? (jelaskan alasannya)
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap kekuatan tarik dan perpanjangan putus
plastik?
3. Penetuan Ketahanan Gesek
a. Bagaimana ketahanan gesek bahan kemasan plastik secara umum? mengapa? (jelaskan
alasannya)
b. Apakah isi felt dan roll pada plastik dapat ditentukan? mengapa? (jelaskan alasannya)
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap ketahanan gesek plastik?
4. Uji Permeabilitas Uap Air
a. Mengapa pertambahan berat garam setiap jenis plastik berbeda? Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi sifat permeabilitas plastik terhadap uap air?
b. Bagaimana pengaruh sifat permeabilitas gas dan uap air pada plastik terhadap produk
yang dikemas?
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai permeabilitas uap air plastik?
5. Uji bakar Plastik
a. Mengapa kecepatan perambatan api untuk setiap jenis plastik berbeda?
b. Mengapa bau asap untuk setiap jenis plastik berbeda ?
c. Mengapa warna api untuk setiap jenis plastik berbeda?
d. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai uji bakar plastik?
G. Pustaka
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
IV. BAHAN KEMASAN GELAS
A. Pendahuluan
Gelas merupakan salah satu kemasan yang tertua. Sebagai bahan kemasan, gelas
mempunyai sifat-sifat menguntungkan, antara lain inert (tidak bereaksi), kuat, tahan
terhadap suhu tinggi dan sebagainya. Kelemahannya yaitu mudah pecah dan kurang baik
bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (utra violet)
Secara umum klasifikasi wadah gelas dibagi menjadi dua, yaitu wadah gelas dengan
leher atau mulut sempit disebut botol dan wadah gelas dengan leher atau mulut lebar disebut
jar.
Penggunaan gelas sebagai bahan kemasan harus memenuhi syarat mutunya. Syarat
mutu kemasan gelas meliputi cacat-cacat tampak (cacat kritis, cacat fungsional dan cacat
rupa), dimensi, toleransi isi, tebal gelas minimum, tegangan dalam, kejutan suhu dan tekanan
dalam. Cacat kritis adalah cacat kemasan gelas yang membahayakan pemakai. Cacat
fungsional adalah cacat kemasan gel as yang mengakibatkan kegagalan dalam pengemasan
produk. Sedangkan cacat rupa adalah cacat kemasan gelas yang tidak mengakibatkan
kegagalan dalam pengemasan produk walaupun tampak kurang baik.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah melakukan pengamatan terhadap cacat-cacat tampak
pada gelas, dimensi, toleransi isi dan tebal gelas minimum umumnya dilakukan untuk
menentukan mutu gelas tersebut yang ada di pasaran.
C. Metodologi
2. Metode
D. Hasil Pengamatan
dan seterusnya
dan seterusnya
dan seterusnya
q Untuk botol gelas minuman yang berkarbonatasi
Tebal (mm)
Jenis Gelas
Dinding Bibir Lehar Pundak Tumit Dasar
dan seterusnya
E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Bentuk dan Penampakan Botol Gelas
Secara umum, bagaimana bentuk botol gelas minuman tidak beralkohol dan tidak berkar-
bonatasi dibandingkan dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi ?
2. Dimensi Botol Gelas
a. Bagaimana dimensi botol gelas minuman yang tidak berkarbonatasi dibandingkan
dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi? Apa pendapat anda ?
b. Bagaimana jarak tinggi air ke mulut (space) botol gelas minuman yang tidak
berkarbonatasi dibandingkan dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi?
mengapa? (jelaskan alasannya)
3. Tebal Botol Gelas Minuman
a. Bagaimana tebal botol minuman tidak berkarbonatasi dibandingkan dengan botol
gelas yang berkarbonatasi? mengapa? (jelaskan alasannya)
b. Bagaiman jika tebal botol gelas minuman tidak dipenuhi ? Apa yang dapat anda
sarankan?
G. Pustaka
Anonim. 1980. Standar Nasional Indonesia (SNI) : Gelas Minuman
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
V. BAHAN KEMASAN LOGAM
A. Pendahuluan
Secara umum jenis kemasan logam dibedakan menjadi : (1) kaleng logam :
merupakan salah satu kemasan logam tertua, terutama digunakan untuk pengemasan produk
pangan olahan (diawetkan); (2) aluminium dan paduannya (alloy) : umumnya digunakan
untuk kemasan fleksibel atau semi fleksibel seperti dalam bentuk foil atau collapsible tube;
dan (3) wadah komposit : umumnya berbentuk kaleng dan merupakan hasil gabungan dua
atau lebih bahan kemasan : plastik, aluminium foil, papan kertas bergelombang atau logam.
Proses pembuatan kemasan kaleng diawali dengan proses pemotongan bahan
kemasan sesuai dengan ukuran badan kaleng, kemudian dilakukan proses penutupan badan
dan tutup kaleng dengan double seam, interlock atau solder. Proses penutupan badan dan
tutup kaleng sangat menentukan keamanan produk yang dikemas.
Kemasan aluminium dan paduannya (alloy) banyak digunakan sebagai kemasan
fleksibel. Berbeda dengan kemasan kaleng, kemasan aluminium dan paduannya (alloy) tidak
dapat disolder. Umumnya proses penggabungan atau penutupan kemasan ini dilakukan
dengan double seam atau interlock tanpa disolder, atau di-seal dengan menggunakan panas.
Wadah komposit umumnya berbentuk kaleng. Kekuatan wadah komposit ditentukan
oleh cara pembuatan badan kaleng. Pembuatan badan kaleng komposit secara spiral-wound
menghasilkan badan kaleng komposit yang lebih kuat dibandingkan dengan badang kaleng
komposit yang dibuat secara convolute-wound dan lap-seam.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mangamati apakah kemasan logam yang ada di
pasar (kaleng) mempunyai sifat fisik yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan (evaluasi
seam) dan untuk mengetahui sifat aluminium foil dan paduannya (kemasan fleksibel), yaitu
gramatur, densitas, kekuatan tarik, perpanjangan putus dan ketahanan gesek.
C. Metodologi
a. Evaluasi seam
Evaluasi seam meliputi penentuan jenis seam pada bagian kaleng (interlock seam
atau double seam), dimensi double seam dan atribut double seam. Dimensi double seam
(Gambar 1) meliputi tebal seam (ST), panjang/tinggi seam (SL), kedalaman seam (CD),
panjang overlap (OL), panjang kaitan badan kaleng (BH) dan panjang kaitan tutup kaleng
(EH). Atribut double seam (Gambar 2) meliputi : panjang overlap actual (a), panjang kaitan
badan bagian dalam (b), panjang seam bagian dalam (c), tebal plate penutup (te) dan tebal
plate badan (tb).
Dua kriteria yang umum digunakan untukmenentukan baik tidaknya seam pada
bagian tutup/dasar kaleng, yaitu % panjang kaitan badan kaleng (% BHB) dan % overlap.
BH – (1,1 x tb)
% Panjang kaitan badan kaleng = ----------------------------- x 100 %
SL – 1,1 x (2 te + tb)
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
Rata-rata
dan seterusnya
q Penentuan Kekutan Gesek
Jumlah Bobot Bobot Diameter Kehilangan Bobot
Jenis Bahan Rusak/
Gesekan Awal (g) Akhir (g) setiap Gesekan
Kemasan tidak Luar Dalam
(L) (M1) (M2) (g/cm2)
Rata-rata
dan seterusnya
E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Evaluasi Seam pada Kemasan Kaleng Logam
a. Mengapa sambungan badan kaleng secara double seam lebih baik daripada interlock
seam?
b. Mengapa % BHB dan % overlap sangat menentukan baik tidaknya sambungan double
seam pada kemasan kaleng logam?
c. Apa yang terjadi jika sambungan double seam kemasan kaleng logam tidak memenuhi
kreteria % BHB dan % overlap yang diperbolehkan?
2. Evaluasi Aluminium Foil dan Paduannya (Kemasan Fleksibel)
a. Bagaimana nilai gramatur dan densitas alumunium foil dibandingkan dengan
paduannya? Mengapa?
b. Bagaimana nilai kekuatan tarik dan perpanjangan putus (elongasi) alumunium foil
dibandingkan dengan paduannya? mengapa ?
c. Bagaimana jumlah putaran dan nilai kehilanagan bobot akibat gesekan untuk bahan
kemasan alumunium foil dibandingkan dengan paduannya? mengapa ?
d. Mengapa kecepatan perambatan api untuk setiap jenis plastik berbeda? Mengapa bau
asap untuk setiap jenis plastik berbeda ? Mengapa warna api untuk setiap jenis plastik
berbeda?
e. Mengapa kemasan aluminium foil dan paduannya ada yang tembus cahaya dan ada
yang tidak tembus cahaya?
F. Kesimpulan disusun berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan
G. Pustaka
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
VI. DESAIN KEMASAN PRODUK
A. Pendahuluan
Produk merupakan gabungan barang/komoditi dengan kemasannya. Kesesuaian
barang/komoditi dengan kemasannya diharapkan dapat memberikan fungsi pelindung
terhadap kesegaran produk (mutu terjamin), berat yang benar, tidak terkontaminasi/ tercemar
dan produk tidak remuk/penyok (rusak dari segi fisik). Kemasan produk juga berfungsi
sebagai identitas atau informasi terkait produk tersebut untuk diketahui oleh konsumen atau
masyarakat. Selain itu, kemasan produk juga memberikan nilai tersendiri bagi produk
tersebut.
Jika dilihat secara umum fungsi kemasan adalah :
1. Sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memu-dahkan
dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi
2. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan
3. Iklan dan promosi untuk menarik konsumen
Pemilihan kemasan suatu produk harus memperhatikan kesesuaian antara bahan
kemasan yang digunakan dan barang/komoditi yang akan dikemas. Artinya persyaratan dan
spesifikasi kemasan berbeda menurut jenis barang/komoditi yang dikemas dan tujuan utama
penggunaannya.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah membuat rancangan produk dan desain kemasannya,
dimana produk yang dikemas merupakan produk olahan hasil pertanian.
C. Metodologi
Penyusunan desain kemasan produk dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Analisis produk yang akan diproduksi atau dibuat dengan menggunakan pohon
industrinya.
2. Berdasarkan pohon industri tersebut, dibuat diagram alir proses untuk produk yang dapat
dikemas dengan bahan kemasan kertas, plastik, logam, gelas dan atau paduannya.
3. Membuat disain kemasan produk dengan memperhatikan bahan baku produk yang
digunakan dikaitkan dengan kemasan yang digunakan. Pelabelan produk, diperlukan
untuk memberikan informasi tentang kondisi produk tersebut.
D. Laporan
Informasi rancangan produk dan disain kemasannya disampaikan dalam bentuk
laporan tertulis.
VII. EDIBLE COATING
A. Pendahuluan
Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat
dimakan (edible), dibentuk untuk melapisi produk pangan yang memiliki beberapa fungsi
sebagai berikut:
1. pelindung atau penghalang berpindahnya massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat
terlarut);
2. merupakan barrier terhadap uap air dan pertukaran gas O2 dan CO2;
3. meningkatkan fungsi penanganan (mencegah kerusakan bahan akibat penanganan
mekanik);
4. pembawa zat aditif (zat antimikrobial dan antioksidan pada bahan);
5. membantu mempertahankan integritas struktural; dan
6. mencegah hilangnya senyawa- senyawa volatile. Edible coating dapat melindungi produk
segar dan dapat memberikan efek yang sama dengan Modified Atmosphere Packaging
(MAP) dengan menyesuaikan komposisi gas internal.
Keberhasilan edible coating yang diaplikasikan pada buah tergantung pada pemilihan
bahan untuk coating-nya. Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu
hidrokoloid (protein dan karbohidrat), lipid (lilin, gliserol, dan asam lemak), dan kombinasi
dari keduanya. Hidrokoloid yang digunakan untuk edible coating dapat dibedakan
berdasarkan komposisi, berat molekul, dan kelarutan dalam air. Berdasarkan komposisinya,
hidrokoloid dibagi menjadi karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari pati (starch),
gum tumbuhan (alginat, pektin dan gum arab) dan pati hasil modifikasi kimia. Protein terdiri
dari gelatin, kasein, protein kedelai, whey protein, wheat gluten, dan zein.
Edible coating berbahan dasar pati memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat kohesif
yang baik, serta memiliki laju transmisi gas dan uap air rendah, tetapi memiliki kelemahan,
yaitu ketahanan uap air yang rendah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka di dalam
pembuatannya diperlukan bahan tambahan yang bersifat hidrofobik yaitu asam stearate.
Karena dilakukan penambahan asam stearate yang bersifat hidrofobik, harus ditambahkan
emulsifier untuk membuat larutan menjadi lebih stabil. Emulsifier yang dapat digunakan
adalah carboxymethylcellulose (CMC).
Beberapa keuntungan dari edible coating terhadap buah-buahan segar, antara lain
adalah:
1. dapat menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan akibat mikroorganisme
dapat dihindari;
2. dapat memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilap;
3. dapat mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah;
4. dapat mengurangi kontak antara permukaan buah dengan oksigen bebas sehingga
menghindari terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan buah;
5. sifat asli produk seperti flavor dapat dipertahankan; dan
6. dapat memperbaiki penampilan produk.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian lapisan edible
terhadap kualitas buah potong pada penyimpanan suhu kamar dan suhu rendah.
C. Metode
2. Metodologi
a. Pembuatan Larutan Edible Coating
Diagram alir proses pembuatan larutan edible coating sebagai berikut :
Buah Apel
Buah apel dikupas dan dipotong dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm kemudian dicelupkan ke dalam
larutan asam askorbat 0,5% selama 60 detik. Kemudian tiriskan dan dikering anginkan
menggunakan kipas angin. Setelah kering buah apel potong dicelupkan ke dalam larutan
edible coating selama 1 detik, dan tiriskan kembali sampai permukaannya mengering.
Potongan-potongan buah tersebut selanjutnya ditempatkan pada pengemas styrofoam dan
dibungkus dengan plastik wrapping komersial.
Buah Melon
1. Susut bobot
Nilai susut bobot diperoleh dengan membandingkan berat buah pada hari ke-n
dengan berat buah pada hari ke- (n-1). Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan cara
penimbangan menggunakan timbangan analitik. Hasil penimbangan dinyatakan dalam
persen bobot yang dihitung dengan Persamaan 1 (Alhassan dan Abdul-Rahaman, 2014).
2. Kekerasan buah
Pengamatan kekerasan buah dilakukan dengan alat penetrometer. Nilai kekerasan
buah ditentukan dari tingkat ketahanan buah potong terhadap tekanan jarum penusuk alat
penetrometer yang ditunjukkan oleh kedalaman masuknya jarum penusuk dari permukaan
buah selama 5 detik. Penusukan diambil pada bagian tengah dan pada pinggir atau ujung
buah. Data yang diperoleh merupakan hasil rata-rata dari ketiga data pengukuran tersebut
(Sarifudin et al., 2015).
D. Pustaka
Alhassan, N. dan Abdul-Rahaman, A. (2014) Technology and application of edible coatings
for reduction of losses and extension of shelf life of cantaloupe melon fruits.
International Journal of Scientific and Technology Reserach 3 (11): 241–246.
Anonim. Edible Coating. Praktikum Penanganan Pascapanen (BA4103).
https://www.fttm.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/168/2018/02/MODUL-4_PP-
Edible-Coating.pdf. [3 April 2022]
Sarifudin, A., Ekafitri, R. dan Mayasti, N.K.I. (2015) Evaluasi mutu fisikokimia dan
organoleptik modifikasi kue satu berbasis tepung pisang. Jurnal Hasil Penelitian
Industri 28(2): 95–103.
Latifah. 2009. Pengaruh Edible Coating Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatasL.)
Terhadap Perubahan Warna Apel Potong Segar (Fresh-Cut Apple). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
VIII. MIGRASI
A. Pendahuluan
Plastik adalah bahan kemasan yang paling banyak dipakai melebihi penggunaan
bahan kemasan lain seperti kertas dan kaleng. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perekembangan plastik sebagai bahan kemasan yaitu : (i) industri makanan; (ii) isu-isu
lingkungan dan (iii) regulasi keamanan pangan. Bahan kemasan yang memiliki daya kemas
bagus sehingga daya simpan produk menjadi lebih lama sangat dibutuhkan di dunia industri
makanan. Disisi lain, pemerhati lingkungan memprotes keras penggunaan plastik sebagai
bahan kemasan karena palstik dikenal sebagai pencemar lingkungan yang sulit untuk
ditangani karena tidak dapat diuraikan oleh mikroornisme. Regulasi pangan menetapkan
bahwa penggunaan plastik sebagai kemasan produk harus memperhatikan kemungkinan
kontaminasi makanan yang dikemas dari bahan penyusun plastik tersebut seperti additive,
plasticizer, monomer, dan bahan kontaminan yang lain.
Dalam terminologi pengemasan pangan, perpindahan bahan kontamian dari bahan
pengemas ke dalam produk disebut migrasi. Ada dua macam migrasi yaitu migrasi total dan
migrasi spesifik. Migrasi total/overall/global adalah total massa yang bermigrasi dari
kemasan ke dalam makanan atau simulan pangan pada kondisi tertentu. Sedangkan migrasi
spesifik adalah zat teridentifikasi yang bermigrasi dari kemasan ke dalam makanan atau
simulan pangan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perpindahan kontaminan
tersebut adalah (i) sifat natural produk makanan seperti kandungan lemak, alkohol, asam dan
air, (ii) struktur kemasan seperti berat molekul, distribusi molekul, derajat kristalinitas,
orientasi dan geometri kemasan, ketebalan dan rasio luas permukaan : volume kemasan dan
(iii) waktu dan temperatur kotak.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengukur migrasi total dari berberbagai bahan
kemasan plastik ke dalam simulan pangan. Simulan pangan diperlukan dalam uji migrasi,
karena kandungan pangan riil yang sangat komplek. Simulan pangan adalah larutan
sederhana (biasanya hanya air dan komponen tunggal lain) yang digunakan untuk
mensimulasikan pangan riil sehingga memudahkan dalam pengukuran/penghitungan jumlah
migrasi.
C. Teori Pendukung
Ketika bahan kemasan digunakan untuk mengemas pangan (makanan dan minuman),
kemasan akan kontak dengan pangan tersebut. Kontak ini akan menimbulkan interaksi dari
kemasan ke dalam pangan atau sebaliknya dari pangan ke dalam kemasan. Dalam beberapa
literatur, interaksi ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (i) migrasi/desorption, perpindahan
komponen dalam kemasan pangan ke dalam pangan; (ii) sorpsi yaitu perpindahan komponen
pangan ke dalam kemasan pangan; (iii) permeasi yaitu perpindahan molekul gas, uap dan
cairan melalui kemasan pangan ke lingkungan sekitar dan sebaliknya. Secara skematik
interaksi antara kemasan dengan pangan terkemas dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Skematik perpindahan migran dari permukaan kemasan pangan
Perpindahan FCS dari kemasan ke dalam pangan sangat ditentukan oleh berbagai
faktor, antara lain konsentrasi awal migran dalam kemasan, lama waktu kontak kemasan
dengan pangan (t) dan suhu kontak (T). Oleh karena itu migrasi akan meningkat seiring
dengan:
• Peningkatan durasi kontak
• Peningkatan suhu kontak
• Peningkatan kandungan bahan kimia dalam material kemasan
• Peningkatan luas permukaan kontak
• Peningkatan agresifitas pangan yang dikemas; pangan yang agresif misalnya cairan akan
melarutkan migran lebih tinggi dibandingkan padatan dan pangan yang bersifat asam atau
minyak akan lebih agresif dibandingkan air.
D. Metodologi
1. Bahan
Bahan yang dipergunakan untuk praktikum bahan kemasan plastik yang terdiri dari
polietilen tereptalat (PET), povinil klorida (PVC), high density polyethylene (HDPE), low
density polyethylene (LDPE), aluminium foil, parafilm dan kawat stainless steel dengan
diameter 1 mm.
2. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol, asam asetat, iso-
oktan atau heptan dan air destilata.
3. Peralatan
Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah oven, hotplate, neraca analitik gunting,
jangka sorong, mikrmeter sekrup, mistar, lap flanel bebas debu, tang, pinset dan spidol.
Selain itu diperlukan cawan dan pelalatan gelas seperti gelas ukur 100 ml, erlemeyer 150 ml,
gelas piala 250 ml atau jar gelas 250 ml.
4. Metode
c. Pembuatan spesiman
Sampel plastik dipotong dengan ukuran 10 ´ 10 ± 0.05 cm, lap dengan flanel bebas
debu dan ditimbang. Catat berat sampel. Masing-masing sample tersebut kemudian di
potong-potong dengan ukuran 2.5 ´ 5 cm.
Stainlessteel
sebagai penyangga
Kemasan plastik
yang diujikan
M = 1000 ( m a − m b ) / S (Persamaan 2)
Dimana M adalah migrasi total (mg dm-2), ma adalah massa residu (g)dari sample setelah
penguapan, mb adalah massa residu (g) dari blanko dan S adalah luas permukaan specimen.
E. Pustaka
Warsiki, E. dan kawan-kawan. 2009. Pedoman Uji Migrasi Kemasan Pangan. Direktorat
Pengawasan Produk Dan Bahan Berbahaya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Karen A. Barnes, C. Richard Sinclair and D.H. Watson, 2007. Chemical migration and food
contact materials. Wood Publishing Limited, England
Barners, K. A., Sinclair, C. R., and Watson, D. H., 2007, Chemical Migration and food
contact materials, Woodhead, England.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK 00.05.55.6497 Tahun
2007 tentang Bahan Kemasan Pangan.
Commission Directive, 2 April 2007, 2007/19/EC, amending Directive 2002/72/EC relating
to plastic materials and articles intended to come into contact with food and Council
Directive 85/572/EEC laying down the list of simulants to be used for testing
migration of constituents of plastic materials and articles intended to come into
contact with foodstuffs, OJ L 97/50, 12.4.2007, http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2007:097:0050:0069:EN:PDF.
Council Directive, 18 October 1982, 82/711/EEC, Laying Down The Basic Rules Necessary
for Testing Migration of The Constituents Of Plastic Materials and Articles Intended
to Come into Contact with Foodstuffs, http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:31982L0711:EN:HTML.
Council Directive, 19 Desember 1985, 85/572/EEC, Laying Down The List of Simulants to
be Used for Testing Migration Of Constituents of Plastic Materials and Articles
Intended to come into Contact with Foodstuffs, OJ L 372, 31.12.1985, p. 14,
http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CONSLEG:1985L0572:20070420:E
N:PDF
IX. PERHITUNGAN MIGRASI
A. Pendahuluan
Pada dasarnya terdapat beberapa stadard internasional yang mengatur batas migrasi.
Uni Eropa (EU) mengatur batas migrasi menjadi dua yaitu batas migrasi total (overall
migration limits-OMLs) dan batas migrasi spesifik (specific migration limits-SMLs). Batas
migrasi total (OMLs) adalah perpindahan dari seluruh zat yang berpindah dari kemasan ke
dalam pangan dalam simulan tertentu sesuai jenis/tipe pangan dan ditetapkan sebesar 60 mg
kontaminan /kg pangan. Sementara itu, batas migrasi spesifik (SMLs) adalah jumlah
maksimum zat spesifik yang diperbolehkan berpindah dari suatu FCS dari kemasan ke dalam
pangan dan direpresentasikan sebagai perpindahan senyawa spesifik (FCS) tersebut ke
dalam simulan pangan.
Angka 60 mg/kg pangan diturunkan dari data toksikologi zat dengan asumsi berat
badan rata-rata adalah 60 kg dan makan 1 kg makanan (cair dan padat) per hari. Selain itu,
jika diasumsikan makanan dibungkus plastik dengan rasio volume pangan : luas permukaan
bahan kemasan adalah 6 dm2 per 1 L atau kg pangan maka batas migrasi, yang dinyatakan
sebagai mg kontaminan per kg pangan (atau simulan pangan), dapat dihitung dengan
mengalikan asupan harian yang dapat diterima (acceptable daily intake (ADI)) dalam mg
kontaminan per kg berat badan per hari, atau total asupan harian (total daily intake (TDI)
dalam mg kontaminan per kg pangan per berat badan dengan nilai 60. Dari perhitungan ini
EU telah menentukan jumlah maksimum migrasi zat dari bahan kemasan kedalam pangan
atau simulan pangan sebesar 10 mg zat/residu per dm2 material kemasan atau 60 mg
zat/residu per kg pangan atau simulan pangan.
SML ditetapkan secara individu dan didasarkan atas data evaluasi toksikologi dari
senyawa tersebut, yang didasarkan pada nilai asupan harian yang ditoleransi (tolerable daily
intake –TDI). Selanjutnya nilai TDI diterjemahkan ke dalam SML berdasarkan sistem
konvensional. Sistem ini mengasumsikan 1 kg pangan dikonsumsi setiap hari oleh setiap
orang dengan berat badan 60 kg. Harga SML bervariasi dari tak terdeteksi hingga beberapa
mg/kg pangan. Migrasi suatu zat tunggal mungkin tidak melampaui OML 60 mg/kg pangan,
dan mungkin tidak melampaui batas migrasi. Walaupun suatu material kemasan mempunyai
OML lebih rendah dari yang ditetapkan, namun demikian SML harus tetap diikuti.
Berbeda dengan EU, US-FDA Code Federal Regulation (CFR) menyusun batas
migrasi suatu kemasan pangan sedikit lebih komplek. Batasan ini mengacu pada resin
polimer dasar yang digunakan dan bahan aditif yang ditambahkan dalam proses pembuatan
kemasan tersebut. Oleh karena itu, biasanya batasan ini sangat spesifik untuk resin tertentu,
atau kandungan residu monomer atau lebih mirip dengan migrasi spesifik. Prosedur uji yang
meliputi waktu, suhu, simulan pangan dan lain-lain dijelaskan pada Bab 3. Berdasarkan hal
ini, persetujuan kemasan yang belum diedarkan harus dilakukan di negara ini. US CFR telah
mengembangkan konsep “The Threshold of Regulation” yang merupakan bagian dari US
Code of the Federal Regulation on 17 July 1995. Aturan ini menyatakan bahwa konsentrasi
maksimum bahan berbahaya dalam asupan harian adalah 0.5 µg kg-1 bahan non pangan dari
suatu bahan kemasan. Pada hal ini diasumsikan bahwa 100% kontaminan bermigrasi ke
dalam pangan. Namun demikian beberapa pakar menyatakan bahwa 1.0 µg kg-1 adalah batas
yang cukup aman bagi kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menghitung migrasi total secara teoritik dengan
menggunakan standar Amerika.
C. Teori Pendukung
Unutuk menghitung total migrasi, FDA-Amerika melakukan pendekatan yang lebih
baik dibandingkan dengan EU. FDA menetapkan faktor konsumsi (Consumption Factor-
CF) yang menggambarkan fraksi diet harian yang diperkirakan kontak dengan bahan
kemasan dan faktor distribusi pangan (Food Distribution Factor-FT) yang menghitung
variabel sifat pangan yang kontak dengan masing-masing kemasan. Di bawah ini adalah data
faktor konsumsi dan faktor data distribusi pangan yang telah ditetapkan oleh FDA.
Faktor ini mencerminkan fraksi semua tipe pangan meliputi berair, berasam,
beralkohol dan berlemak. FDA menetapkan rasio kontak bahan sebesar 10 g pangan/in2
kemasan. Perhitungan migrasi dilakukan dengan melibatkan nilai migrasi dari eksperimen
untuk masing-masing simulan pangan dengan rumus sebagai berikut (persamaan 1) :
M (mg / kg pangan) = FTair + asam ´ M10% e tan ol + FTalkohol ´ M50% e tan ol ´ FTlemak ´ M lemak
Dimana : M adalah migrasi total
Mi adalah migrasi pada simulan pangan i (kg migran/kg simulan pangan)
Sedangkan Estimated Daily Intake (EDI) (asupan harian terestimasi) ditetapkan sebagai
berikut (persamaan 2) :
D. Metodologi
Praktikum ini dilakukan dengan mencoba beberapa latihan soal dalam sebuah kelas
responsi. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang per
kelompok. Kemudian mahasiswa diberi soal dan didiskusikan dengan teman kelompoknya.
Setelah selesai dikerjakan oleh mahasiswa, mentor mencari kelompok terbaik untuk
mengerjakan soal latihan di muka dengan benar. Penjelasan dan diskusi harus berlangsung
selama responsi tersebut.
E. Contoh Soal
1. Plastik PET yang ditujukan untuk mengemas air mineral, cuka, dan minyak goreng.
Tuliskan prosedur melakukan pengujian migrasi lengkap dengan suhu dan waktu kontak
pengujian. Jika hasil pengujian adalah seperti Table 1 dan nilai CF (consumption factor)
dan fT (distribution factor) seperti pada Tabel 2, hitunglah EDI (Estimate Daily Intake)
untuk plastik tersebut (Nilai 30)
2. The petitioner is seeking coverage for use of a new antioxidant at a maximum level 0f
0.25% w/w in polyolefins contacting food or below room temperature. Migration values
from polyolefins reported to FDA for the three food simulating solvent are given below:
Rasio volume food stimulant terhadap luas permukaan sebesar 10 mL/in² (dengan
asumsi 10 g makanan akan kontak dengan 1 in² bahan kemasan). Hitunglah :
a. Migrasi rata-rata (<M>)
b. Konsentrasi aditif dalam diet harian (daily diet) (CF x <M>)
c. EDI (asumsi 3 kg food/person/day)
F. Pustaka
Warsiki, E. dan kawan-kawan. 2009. Pedoman Uji Migrasi Kemasan Pangan. Direktorat
Pengawasan Produk Dan Bahan Berbahaya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Warsiki, E. Dan kawan-kawan. 2010. Pedoman Kajian Paparan (Manuscript). Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.
CFSAN/Office of Food Additive Safety. 2010. Preparation of Premarket Submissions for
Food Contact Substances: Chemistry Recommendations http://vm.cfsan.fda.gov/
~dms/opafcn.html
X. KUNJUNGAN KE INDUSTRI
A. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui lebih jauh aspek teknologi dan hal-
hat yang berkaitan dengan proses produksi bahan kemasan (kunjungan ke industri kemasan)
dan teknik pengernasan suatu produk (kunjungan ke industri pangan atau non pangan)
B. Format Laporan
Laporan dibuat oleh setiap kelornpok dalam bentuk laporan tertulis. Format laporan
sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
II. YANG DILAPORKAN DARI KUNJUNGAN, MELIPUTI :
A. JENIS-JENIS KEMASAN YANG DIPRODUKSI/Y ANG DIGUNAKAN
B. PROSES PRODUKSI BAHAN KEMASAN/TEKNIK PENGEMASAN PRODUK
C. PEMASARAN
III. PEMBAHASAN
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN :
Nama : ....................................................
Foto 3 X 4
NRP : ....................................................
Golongan : ....................................................