Anda di halaman 1dari 54

PENUNTUN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN

Indah Yuliasih
Sugiarto
Endang Warsiki

Departemen Teknologi Industri Pertanian


Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat merevisi buku penuntun praktikum ini. Buku
penuntun praktikum ini disusun pada tahun 2000 dengan judul Penuntun Praktikum
Pengemasan dan Penyimpanan, sebagai panduan praktikum dua materi matakuliah, yaitu
matakuliah Pengemasan dan Penyimpanan. Pada tahun 2011, buku penuntun praktikum
tersebut direvisi dan diberi judul Penuntun Praktikum Teknologi Pengemasan, Distribusi dan
Transportasi, dan pada tahun 2020 direvisi kembali dengan judul Penuntun Praktikum
Teknologi Pengemasan. Revisi dilakukan untuk menyempurnakan pelaksanaan praktikum
sesuai dengan perubahan kurikulum program studi. Nama program studi semula Teknologi
Industri Pertanian berubah menjadi Teknik Industri Pertanian. Materi-materi yang dipilih
disesuaikan dengan materi yang diberikan pada mata kuliah Teknologi Pengemasan.
Kami menyadari buku penuntun praktikum ini masih jauh dari sempurna, karena itu
kritik dan saran untuk perbaikan sangat kami harapkan. Selain itu, penyempurnaan buku
ini juga akan kami lakukan bersamaan dengan jalannya praktikum. Kami berharap semoga
buku penuntun praktikum ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak lain yang
membutuhkannya.

Bogor, Januari 2024


Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


I. ANALISIS KEMASAN PRODUK OLAHAN HASIL PERTANIAN ......... 1
II. BAHAN KEMASAN KERTAS .................................................................... 3
III. BAHAN KEMASAN PLASTIK ................................................................... 11
IV. BAHAN KEMASAN GELAS ....................................................................... 17
V. BAHAN KEMASAN LOGAM ..................................................................... 22
VI. EDIBLE COATING
VII. MIGRASI ....................................................................................................... 28
VIII. PERHITUNGAN MIGRASI ......................................................................... 34
IX. DESAIN KEMASAN PRODUK ................................................................. 27
X. KUNJUNGAN KE INDUSTRI ..................................................................... 49
I. ANALISIS KEMASAN PRODUK OLAHAN HASIL PERTANIAN

A. Pendahuluan
Kemasan atau wadah disebut juga pembungkus merupakan bahan penting dalam
berbagai industri. Khusus dalam industri pangan, kemasan sangat membantu dalam
penanganan produk sampai ke konsumen dalam keadaan baik.
Jika dilihat secara umum fungsi kemasan adalah :
1. Sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan
dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi
2. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan
3. Iklan dan promosi untuk menarik konsumen
Pemilihan kemasan suatu produk harus memperhatikan kesesuaian antara bahan
kemasan yang digunakan dan produk yang akan dikemas. Artinya persyaratan dan
spesifikasi kemasan berbeda menurut jenis produk yang dikemas dan tujuan utama
penggunaannya.
Di dalam perdagangan dikenal istilah kemasan primer, yaitu wadah atau pembungkus
yang langsung membungkus produk, kemasan sekunder yang fungsi utamanya melindungi
kemasan primer. Apabila masih diperlukan lagi pengemasan setelah kemasan primer dan
sekunder, maka dikenal kemasan tersier, kemasan kuarter dan seterusnya yang berfungsi
sebagai kemasan transportasi dan distribusi.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah menganalisis kemasan produk olahan hasil pertanian
yang ada di pasar dengan memperhatikan sifat bahan kemasan dan produk yang dikemas,
sehingga dapat disimpulkan ada atau tidak adanya kesesuaian antara kemasan yang
digunakan dengan produk yang dikemas.

C. Metodologi

1. Bahan
Jenis kemasan yang diamati yaitu produk yang menggunakan kemasan alami, seperti
daun, bambu dan sebagainya; dan kemasan modern, seperti kemasan fleksibel, plastik dan
sebagainya.

2. Pengamatan di Lapang
Setiap mahasiswa melakukan pengamatan terhadap kemasan suatu produk yang
menggunakan bahan kemasan alami dan modem. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis
bahan kemasan, kondisi kemasan, kemampuan kemasan sesuai fungsinya, jenis produk yang
dikemas (sifat fisik dan kimia), dan sebagainya
3. Analisis
Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan analisis terhadap kemasan produk tersebut
dengan acuan literatur atau pustaka. Analisis meliputi :
a. Kesesuaian antara jenis kemasan dan produk yang dikemas dengan memperhatikan sifat
bahan kemasan dan produk yang dikemas
b. Kemampuan kemasan sesuai fungsi dan tujuan penggunaannya
c. Kelebihan dan kekurangan penggunaan kemasan tersebut, dan
d. Altematif penggunaan jenis kemasan lain untuk mengemas produk tersebut

4. Pelaporan
Hasil pengamatan dan pembahasan analisis kemasan suatu produk dilaporkan dalam
bentuk laporan tertulis dengan format pdf.
II. BAHAN KEMASAN KERTAS

A. Pendahuluan
Kertas merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan disamping plastik. Kertas
merupakan jalinan serat selulosa dengan beberapa bahan tambahan untuk mendapatkan sifat
tertentu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Beberapa jenis kertas yang digunakan untuk
keperluan pengemasan diantaranya adalah kertas kraft, kertas sulfit, kertas tissue, dan kertas
perkamen.
Setiap jenis kertas memiliki sifat tertentu sehingga untuk keperluan pengemasan
perlu diperhatikan sifat-sifat tersebut. Salah satu sifat fisik kertas untuk keperluan
pengemasan adalah ketahanan tarik atau kekuatan tarik. Sifat ini berkaitan dengan daya
tahan kemasan setelah diisi terutama berhubungan dengan penanganan produk terkemas.
Sifat fisik berikutnya adalah daya tahan terhadap gesekan yang berkaitan dengan ketahanan
kemasan untuk digeser dan ditumpuk selama penanganan dan penyimpanannya. Sifat fisik
lain yang tidak kalah pentingnya adalah ketahanan sobek, daya regang (perpanjangan putus),
ketahanan retak, daya serap air, dan beberapa sifat fisik lainnya.
Sifat fisik kertas selain ditentukan oleh jenis kertas juga ditentukan oleh densitas
kertasnya. Pada umumya semakin tinggi kerapatan kertas makin tinggi pula kekuatan
tariknya. Kertas memiliki ketahanan tarik dan regangan putus yang berbeda menurut arah
pemberian bebannya. Kekuatan tarik kertas pada arah sejajar mesin (MD = machine
direction) lebih tinggi dibandingkan pada arah tegak lurus mesin (CD = cross machine
direction). Sedangkan ketahanan gesek kertas akan berbeda pada kedua permukaannya.
Permukaan yang menempel sisi felt saat pembuatan kertas memiliki ketahanan gesek yang
lebih rendah daripada permukaan lainnya yang menempel pada sisi roll.
Kertas pada umumnya diperdagangkan dalam satuan tonase, sedangkan pengunaan-
nya lebih banyak mengunakan satuan luas. Untuk mengakomodasi kedua keperluan itu
digunakan satuan gramatur (gramature), yaitu satuan massa kertas (dinyatakan dalam gram)
per meter persegi luas kertas. Istilah terminologi densitas kertas pada dasarnya tidak banyak
digunakan dalam industri kertas dan industri kemasan pada umumnya.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk memberikan gambaran sifat fisik beberapa jenis
bahan kemasan kertas, yaitu gramatur dan densitas kertas, kekuatan tarik dan regangan
putus, ketahanan gesek, daya serap air dan sifat kapilaritas air pada kertas.

C. Metodologi

1. Bahan dan Peralatan


Bahan yang dipergunakan untuk praktikum bahan kemasan kertas adalah beberapa
jenis kertas (3 jenis kertas). Sedangkan perlatan yang diperlukan adalah neraca analitik,
mistar ukur, gunting, jangka sarong, mikrometer sekrup, gelas ukur, stopwacth, tensile
strength tester, abrasion resistance tester dan COBB tester (alat pengukur daya serap air).
2. Metode

Persiapan Bahan
a. Bahan kertas disiapkan sesuai dengan pengujian karakteristik yang akan dilakukan.
b. Bahan yang sudah disiapkan disimpan pada kondisi yang berbeda, yaitu
- di ruang laboratorium pengemasan,
- di dalam lemari es dan
- di dalam oven suhu 50oC.
c. Pengujian karakteristik bahan kemasan kertas yang disimpan pada suhu ruang dilakukan
pada hari ke-0, sedangkan yang disimpan di dalam lemari es dan oven dilakukan pada
hari ke7.

Prosedur Pengujian

a. Penentuan Gramatur dan Densitas Kertas


Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot kertas per satuan luas (g/m2),
sedangkan densitas atau bobot jenis adalah bobot kertas per satuan volume (g/m3). Untuk
penentuan gramatur dan densitas kertas diperlukan contoh berukuran 10 x 10 cm dari setiap
jenis kertas sebanyak 2 lembar dan 2 kali ulangan. Timbang masing-masing contoh kertas
untuk mengetahui bobotnya (g). Gramatur kertas ditentukan dengan persamaan berikut :

Bobot contoh (g) 10.000 cm2


2
Gramatur (g/m ) = --------------------- x --------------
100 cm2 1 m2

Densitas kertas diperoleh dengan membagi gramatur kertas dengan tebal kertas.
Tebal kertas diukur dengan mengunakan mikrometer sekrup di 5 tempat yang berbeda untuk
setiap lembar contoh kertas dan diambil nilai rata-ratanya.

= Tempat pengukuran tebal kertas

Densitas kertas ditentukan dengan persamaan berikut :

Gramatur kertas (g/m2)


3
Densitas Kertas (kg/m ) = -------------------------------
Tebal kertas (m) x 1000
b. Penentuan Ketahanan Tarik dan Regangan Putus Kertas
Penentuan ketahanan tarik dan regangan putus kertas dilakukan dengan mengguna-
kan alat tensile strength tester dengan contoh uji berukuran panjang minimum 22 cm dan
lebar 1,5 cm sebanyak beberapa lembar dari masing-masing jenis kertas. Tebal setiap jenis
kertas yang digunakan diukur (dari percobaan sebelumnya).
Jepitlah ujung beberapa lembar contoh kertas (tergantung pada kekuatan kertas)
secara bersama-sama pada klem penjepit bagian kertas yang terdapat pada alat tensile
strength tester. Longgarkan sekrup pada bagian yang menarik tangkai penunjuk skala agar
klem penjepit bagian atas dapat bergerak dengan bebas. Selanjutnya jepitlah ujung lainnya
pada klep penjepit bagian bawah. Putarlah piringan skala regangan sehingga jarum
menunjukan angka nol. Penentuan ketahanan tarik dan regangan putus siap dilakukan.
Sebelum melakukan penentuan ketahanan tarik dan regangan putus, pastikan bahwa
alat sudah dihubungkan dengan listrik dan dinyalakan. Untuk memulai penentuan, tarik tuas
ke bawah sehingga alat akan menarik klem penjepit bawah ke arah bawah dan contoh kertas
menjadi tegang dan pada akhirnya putus. Pada saat contoh uji putus, tangkai ayun akan
berhenti dan jarum menunjuk pada nilai tertentu yang menunjukkan tegangan putusnya,
demikian pula dengan jarum penunjuk regangan putus. Skala penunjuk tegangan putus yang
dibaca adalah skala yang tertulis di atas jika pengujian dilakukan tanpa mengunakan beban,
sedangkan jika menggunakan beban (untuk kertas yang lebih kuat) maka yang dibaca adalah
skala yang tertulis di bawah. Nilai regangan putus dapat langsung dibaca pada piringan.
Kekuatan tarik kertas (tensile strength) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

16 Nilai beban tarik (kgf)


Kekuatan Tarik (kgf/cm2) = ------ x ---------------------------
N 1,5 cm x t
Dimana :
N = banyaknya contoh kertas setiap kali pengujian
t = tebal lembar contoh uji (cm)

Nilai beban tarik dapat dipakai jika contoh uji putus kira-kira ditengah dan secara
bersamaan. Jika tidak demikian maka pengujian harus dilakukan ulang karena pada keadaan
yang tidak seperti itu beban tarik tidak ditanggung secara merata oleh semua cotoh uji
sehingga nilai yang diperoleh tidak menunjukkan tegangan putus yang sebenamya. Untuk
mendapatkan ketepatan yang lebih baik, penentuan hendaknya dilakukan paling sedikit dua
kali ulangan.
Ketika alat bekerja, tidak hanya beban tarik yang diukur. Pada saat bersamaan diukur
pula perpanjangan putus (elongasi) contoh uji. Perpanjangan putus dapat dilihat pada skala
piringan di bagian atas kanan alat. Pada piringan itu terdapat jarum penunjuk nilai
perpanjangan putusnya. Persentase perpanjangan putus dihitung dengan persamaan berikut:

Perpanjangan contoh uji (mm)


Persen perpanjangan putus (%) = ------------------------------------ x 100%
Panjang contoh uji (180 mm)
Nilai 180 mm adalah jarak antara kedua klem penjepit (atas dan bawah) sehingga
contoh uji yang mendapat beban tarik adalah sepanjang 18 cm atau 180 mm. Jika nilai beban
tarik dan panjang putus tidak terbaca karena terlalu besar, maka dapat ditambahkan beban
pada bagian penahan gaya tarik, yaitu di bagian yang berhubungan dengan jarum penunjuk.
Lakukan pengujian pada dua arah yang saling tegak lurus, yaitu arah sejajar mesin
kertas dan arah tegak lurus mesin kertas. Lakukan pengujian dengan dua kali ulangan untuk
setiap arah dan setiap jenis kertas yang tersedia. Bandingkan nilainya dan tentukan mana
arah MD dan arah CD.

c. Penentuan Ketahanan Gesek Kertas


Penentuan ketahanan gesek kertas dilakukan untuk menunjukkan seberapa kuat suatu
bahan kemasan kertas digesek dengan beban tertentu atau seberapa besar penurunan bobot
bahan kemasan kertas akibat gesekan dengan beban tertentu.
Untuk pengujian ketahanan gesek kertas, buatlah contoh uji berbentuk lingkaran
dengan diameter 10 cm dan berilah lubang diameter 0,5 cm pada bagian tengahnya untuk
memasukkan baut pengencang. Timbang contoh uji tersebut untuk mengetahui bobotnya.
Contoh uji tersebut selanjutnya diletakkan pada alat abrasion resistance tester dengan cara
menempatkan lubang di bagian tengah contoh uji pada baut di tengah piringan. Kemudian
ring/mur penjepit di bagian tengah dan tepi piringan dipasang untuk menahan agar contoh
uji ikut berputar bersama piringan pemutar.
Pelaksanaan penentuan ketahanan gesek dimulai dengan menghubungkan alat ke
sumber listrik yang tersedia. Selanjutnya tekan tombol utama untuk menghidupkan alat dan
atur penghitung putaran agar menunjukan angka nol. Pasang beban 50 g pada setiap bagian
roda penggesek. Kemudian tempatkan bagian penghisap debu hasil gesekan di alas contoh
uji dan hidupkan pompa penghisapnya. Tekan tombol untuk memutar piringan dan biarkan
piringan berputar sambil diamati apakah telah terjadi kerusakan berupa lubang atau sobek
pada contoh uji. Jika belum terjadi kerusakan, lanjutkan sampai penunjuk putaran mencapai
50 putaran (sama dengan 100 kali gesekan). Nilai ketahanan gesek dilaporkan sebagai
pengurangan bobot kertas per satuan luas bidang gesek (g/cm2).

(M1 - M2)
Kehilangan bobot setiap kali gesekan = --------------
AxL
Dimana
M1 = bobot awal contoh
M2 = bobot contoh setelah digesek
A = luas permukaan bidang gesek
L = banyaknya gesekan.
Tepi contoh uji

Tepi luar bidang gesek OL

Tepi dalam bidang gesek OD

Lubang ditengah contoh uji

Luas permukaan bidang gesek ditentukan sebagai berikut :

Luas permukaan bidang gesek (cm2) = 0,25 x (DL 2 -DD 2 )

Dimana :
DL = diameter luar bidang gesek
DD = diameter dalam bidang gesek

d. Penentuan Daya Serap Kertas terhadap Air


Daya serap kertas terhadap air merupakan salah satu sifat bahan kemasan kertas yang
menunjukkan kemampuan kemasan tersebut dalam menyerap air. Alat COBB tester dibuat
secara sederhana dengan menggunakan bahan pipa PVC.
Untuk menentukan daya serap kertas terhadap air, buatlah contoh kertas berukuran
12 x 12 cm2 dan timbang. Selipkan contoh kertas uji di antara plat dan tabung, kemudian
pasang baut penahan dengan rapat sehingga tidak akan bocor.
Masukan 100 ml air ke dalam COBB tester dan diamkan selama 10 menit.
Selanjutnya keluarkan air dari alat dan ambil lembar contoh dari alat. Keringkan atau serap
air yang ada di permukaan kertas dengan kertas penghisap. Timbang kembali contoh uji.
Laporkan banyaknya air yang diserap oleh kertas persatuan waktu per satuan luas
(g/cm2.menit). Lakukan pada sisi permukaan yang lain (menggunakan contoh yang lain).
Lakukan dua kali ulangan. Tentukan mana sisi felt dan sisi rol.

e. Sifat Kapilarisasi
Penyerapan air pada kertas memainkan peran yang sangat penting dalam
penggunaannya. Penyerapan air terjadi melalui fenomena kapilaritas. Kapilaritas adalah
kemampuan cairan untuk menembus ke dalam pori-pori halus dinding yang sudah dibasahi
dan dipindahkan ke dinding yang belum dibasahi (Chatterjee & Singh, 2014).
Skema pengukuran kapilaritas

Proses awal percobaan yaitu setiap kertas dipotong dengan ukuran 3 cm x 15 cm.
Selanjutnya, potongan kertas diberi garis tanda batas 3 cm dari bawah sebagai batas celup
air pada kertas seperti ditunjukkan pada gambar di atas. Pengamatan perambatan air pada
kertas dilakukan dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 detik. Volume air yang
digunakan sebanyak 300 ml.
Kapilaritas kertas dianalisis dengan pendekatan gerak lurus beraturan (GLB) seperti
yang ditunjukkan pada grafik berikut :

Grafik GLB hubungan antara jarak (s) dan waktu (t) [www.uniksharianja.com]

Teknik sederhana dalam penelitian ini mengabaikan beberapa variabel fisika


diantaranya perlambatan, gaya gravitasi, dan sudut kontak kertas dengan air. Kapilaritas
kertas yang disimbolkan dengan 𝑘 merupakan kesebandingan dari nilai kelajuan serapan air
oleh kertas seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 1. Nilai kelajuan serapan air diestimasi
menggunakan perbandingan jarak/ketinggian serapan air (cm) dengan waktu serapan seperti
yang ditunjukkan pada Persamaan 2 (Ardiani, 2019).

k~v (1)

v =s/t (2)

dengan 𝑠 tinggi perambatan air (cm); 𝑡 adalah waktu perambatan (s); 𝑣 kelajuan serapan air
(cm/s), dan 𝑘 kapilaritas kertas (cm/s)
f. Pengujian Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek merupakan besarnya gaya untuk menyobek kertas sepanjang 1 cm
(kertas telah disobek tepinya). Uji ketahanan sobek dilakukan dengan menggunakan
Elmendorf Tearing Strength Tester.
Untuk pengujian ketahanan sobek diperlukan contoh uji berukuran 76 x 63 mm dan
sobekan awal 20 mm. Contoh uji sebanyak 16 lembar dipasang pada klip penjepit diam
dengan arah memanjang. Pendulum dipasang pada posisi siap (klip penjepit pada pendulum
sejajar dengan klip penjepit diam) dan sisa contoh uji dijepit oleh klip penjepit pada
pendulum. Jarum penunjuk diarahkan ke bawah, rapat pada bidang pembatas. Tombol
pelepas pendulum ditekan sehingga pendulum bergerak mengayun secara bebas dan biarkan
sampai berhenti. Skala yang ditunjuk oleh jarum sebagai dibaca. Jika nilai berkisar pada 20
– 60 catat nilainya sebagai nilai terbaca. Jika nilai di luar selang tersebut, percobaan diulang
dengan menambah atau mengurangi jumlah contoh uji pada setiap pengujian. Jika jarak
garis sobek dari garis potong lebih besar atau sama dengan 10 mm maka nilai hasil
pengukuran diabaikan (harus diulang). Jika sudah mendapat nilai yang sah sebanyak 5 kali
pengukuran, hitung rata-ratanya dan bandingkan nilai rata-rata dengan nilai maksimum dan
minimumnya. Jika selisihnya lebih besar atau sama dengan 10 persen, lakukan beberapa
kali pengujian lagi dan hilangkan hasil pengukuran yang selisihnya dari nilai rata-rata lebih
dari 10 persen. Nilai ketahanan sobek dihitung dengan persamaan berikut :

(Nilai terbaca x 16)


Ketahanan Sobek = ---------------------------------------
∑ contoh dalam pengujian

Ketahanan Sobek
Faktor Sobek (Indeks Sobek) = -----------------------
Gramatur

g. Pengujian Ketahanan Retak


Pengujian ketahanan retak merupakan besarnya gaya untuk meretakan kertas karena
adanya tekanan dari bawah. Untuk penentuan ketahanan retak, contoh uji dibuat dengan
ukuran l0 x 10 cm sebanyak minimal 3 lembar. Pengukuran dilakukan minimal 3 kali
ulangan untuk setiap jenis contoh kertas dan diambil nilai rata-ratanya.
Alat penjepit contoh uji dibuka dengan memutar roda pengunci searah putaran jarum
jam. Satu lembar contoh uji diselipkan secara merata ke dalam celah di atas meja uji dan
dijepit dengan memutar roda pengunci berlawanan arah jarum jam sehingga contoh uji
terjepit dengan rapat.
Kran untuk skala tekanan tinggi ditutup dan kran untuk skala tekanan rendah dibuka.
Jarum penunjuk skala diatur sehingga menunjukkan angka “0”. Alat penguji dihidupkan
dengan menekan tombol “ON” Tuas (ada disebelah kanan meja uji) ditarik sambil contoh
uji diamati sampai terjadi retakan atau pecah awal. Jika retakan atau pecah awal pada contoh
uji terjadi, tuas dikembalikan pada posisi semula untuk menghentikan aliran udara menuju
diafragma penekan (jika tidak segera dikembalikan maka diafragma akan keluar lubang
meja uji dan dapat menyebabkan kerusakan alat uji).
Nilai ketahanan retak ditunjukkan oleh jarum berwarna merah pada skala tekanan
rendah. Jika nilai ketahanan retaknya lebih besar dari 14 kg/cm2, pengujian diulangi dengan
pembacaan skala tekanan tinggi (kran skala tekanan rendah ditutup dan kran skala tekanan
tinggi dibuka).

h. DDI Tester (Uji Ketahanan jatuh)


Pengujian ketahanan jatuh dilakukan untuk menentukan bobot produk yang dapat
dikemas dalam kemasan. Penentuan bobot ini didasarkan pada bobot beban yang menye-
babkan bahan kemasan pecah (jebol).
Contoh uji berukuran 10 x 10 cm dimasukkan ke dalam ring penjepit dengan cara
menekan saklarnya. Dart impact dipasang pada kolom dan disesuaikan tingginya (50 cm)
di atas contoh uji. Kemudian dart impact dilepaskan dengan cara menekan knobnya.
Jika contoh uji tidak pecah ulangi dengan menambahkan beban pada drat impact dan
menggunakan contoh uji baru, ulangi sampai contoh pecah/jebol. Laporkan bobot total
beban dan dart impact saat contoh uji pecah.

D. Hasil Pengamatan (contoh format tabel)

1. Penentuan Gramatur dan Densitas


Jenis Kertas Tebal (m) Bobot (g) Gramatur (g/m2) Densitas (g/m3)

Rata-rata
dan seterusnya

2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Regangan Putus


Jumlah Nilai Beban Kekuatan Regangan Putus
Jenis Kertas MD/CD
Contoh Tarik Tarik (%)

Rata-rata
dan seterusnya

3. Penentuan Ketahanan Gesek Kertas


Diameter Kehilangan
Jumlah Bobot Bobot
Jenis Rusak/ Bobot setiap Sisi
Gesekan Awal (g) Akhir (g)
Kertas tidak Luar Dalam Gesekan Velt/Roll
(L) (M1) (M2)
(g/cm2)

Rata-rata
dan seterusnya
4. Penentuan Daya Serap Kertas terhadap Air
Bobot Bobot Daya Serap Daya Serap
Sisi
Jenis Kertas Awal (g) Akhir (g) Air Air Rata-rata
Velt/Roll
(M1) (M2) (g/cm2.menit) (g/cm2.menit)

Rata-rata
dan seterusnya

5. Sifat Kapilarisasi*
Ketinggian Serapan Air (cm)
Waktu (s) Jenis Kertas
1 2 3
30
60
90
120
150
180
*Buat grafik hubungan waktu VS ketinggian serapan air

6. Penentuan Ketahanan Sobek


Jumlah Nilai Ketahanan Faktor
Jenis Kertas Gramatur
Contoh Terbaca Gesek Gesek

Rata-rata
dan seterusnya

7. Penentuan Ketahanan Retak dan Ketahanan Jatuh


Nilai Ketahanan Jatuh
Jenis Kertas Nilai Ketahanan Retak
(Bobot Beban dan Drat Impact)

Rata-rata
dan seterusnya

E. Pembahasan
Lakukan pembahasan sifat fisik dan mekanik bahan kemasan kertas yang Anda uji
dengan membandingkan sifat fisik dan mekanik antar bahan kemasan sesuai kondisi
perlakuan yang diberikan. Gunakan rujukan literatur untuk mendukung pembahasan sifat
fisik dan mekanik bahan kemasan kertas. Pembahasan hasil praktikum mencakup
pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap hasil pengujian :
1. Penentuan Gramatur dan Densitas
a. Mengapa ukuran gramatur lebih disukai daripada densitas sebagai satuan ukuran
kertas?
b. Untuk penetuan densitas, mengapa pengukuran tebal harus dilakukan pada beberapa
titik yang berbeda, tidak hanya dalam sekali ukur saja di satu tempat?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap nilai gramatur dan densitas?
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Regangan Putus
a. Mengapa ketahanan/kekuatan tarik kertas pada arah CD dan MD berbeda ? dan
mengapa untuk arah MD lebih tinggi ?
b. Setiap kertas memiliki kekuatan tarik yang berbeda. Apa yang menyebabkan
perbedaan itu ?
d. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap kuat tarik dan regangan putus?
3. Penentuan Ketahanan Gesek Kertas
a. Mengapa perlu penghisap debu untuk memisahkan debu hasil penggesekan selama
penentuan ketahanan gesek?
b. Mengapa jika selama pengujian contoh kertas rusak, pengujian dihentikan sampai saat
itu juga?
c. Mengapa pada sisi felt dan sisi Roll nilainya berbeda, apa yang menyebabkannya ?
d. Apa gunanya mengetahui ketahan gesek kertas bagi keperluan kemasan ?
e. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap ketahanan gesek kertas?
4. Penentuan Daya Serap Kertas terhadap Air
a. Mengapa daya serap air pada sisi velt dan sisi roll berbeda ?
b. Untuk apa perlu mengetahui daya serap air pada kertas kemasan ?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap daya serap kertas terhadap air?
5. Sifat Kapilarisasi
a. Apa yang mempengaruhi sifat kapilarisasi pada kertas?
b. Apa gunanya mengetahui sifat kapirasisasi kerta bagi keperluan kemasan?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap sifat kapilarisasi kertas?
6. Penentuan Ketahanan Sobek
a. Mengapa faktor sobek ditentukan oleh gramatur kertas bukan sisi velt/roll-nya ?
b. Apa gunanya mengetahui ketahan dan faktor sobek kertas bagi keperluan kemasan?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap ketahanan sobek kertas?
7. Penentuan Ketahanan Retak dan Ketahanan Jatuh
a. Apa perbedaan prinsip ketahanan retak dan ketahanan jatuh ?
b. Apa gunanya mengetahui ketahan retak dan ketahanan jatuh kertas bagi keperluan
kemasan ?
c. Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap daya serap kertas terhadap air?

F. Kesimpulan disusun berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan


G. Pustaka
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
III. BAHAN KEMASAN PLASTIK

A. Pendahuluan
Plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan saat ini.
Penggunaan plastik semakin luas mengingat karakteristik plastik yang penting dalam
pengemasan dapat diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat atau keperluan yang
diharapkan. Pengaturan karakteristik plastik dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai
dari pengaturan tebal plastik, penambahan bahan aditif tertentu, penggunaan berbagai
macam polimer (kopolimer) dan sebagainya.
Salah satu karakteristik penting plastik sebagai bahan kemasan adalah
permeabilitasnya terhadap berbagai jenis gas dan uap. Praktikum kali ini lebih diarahkan
pada pengenalan beberapa jenis plastik dengan memperhatikan karakteristik kekuatan tarik,
elongasi dan ketahanan gesek film lembaran plastik, serta uji bakar plastik. Uji bakar plastik
dilakukan karena setiap polimer menunjukkan fenomena yang khas ketika dibakar. Ketika
plastik dibakar, ada jenis polimer yang mengeluarkan asap dan ada yang tidak mengeluarkan
asap, asap yang timbul (jika ada) ada yang tidak berwama, berwama putih atau wama
lainnya. Ada jenis plastik yang mudah sekali terbakar, ada yang sulit tetapi dapat terbakar
dan ada pula yang tidak dapat terbakar. Ketika sumber api dijauhkan dari plastik yang
terbakar, kemungkinan api tetap menyala di tempat, menjalar dengan cepat atau langsung
padam. Bau yang timbul dari pembakaran plastik berbeda-beda tergantung adanya gugus
fungsional (aktif) yang ada dalam senyawa polimernya, bau parafin/lilin terbakar muncul
jika polimer tersebut adalah polimer alkana (tanpa gugus fungsional), bau sangit/protein
terbakar jika polimer mengandung gugus fungsional yang memiliki unsur nitrogen (misalnya
gugus amina dan amida), bau klor jika terdapat gugus fungsional yang mengandung klorida.
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding
bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif
dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat plastik yang memiliki
permeabilitas terhadap gas dan uap air mampu melindungi produk yang dikemas, namun
tidaklah secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut. Permeabilitas terhadap
gas dan uap air didefinisikan sebagai gram air per hari per m2 permukaan kemasan, untuk
ketebalan dan temperatur tertentu, serta kelembaban relatif tertentu.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan beberapa jenis plastik dengan memper-
hatikan sifat fisiknya, antara lain: kekuatan tarik, elongasi, dan kekuatan gesek lembaran
plastik, sifat permeabilitas uap air, serta sifat plastik pada saat atau setelah dibakar.

C. Metodologi

1. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah beberapa jenis plastik kemasan,
diantaranya plastik polietilen (densitas rendah/LDPE dan densitas tinggi/HDPE), poli-
propilen (terorientasi satu arah/OPP dan terorientasi dua arah/BOPP), polivinil klorida
(PVC), dan Cling Film (plastik wrap), serta garam dapur. Sedangkan peralatan yang
diperlukan mistar ukur, gunting atau pisau pemotong (cutter), neraca analitik, mikrometer
sekrup tipe jarum, paper tensile strength tester, abrasion tester, dan korek api, serta gelas
kaca dan karet gelang.

2. Metode

Persiapan Bahan
a. Bahan plastik disiapkan sesuai dengan pengujian karakteristik yang akan dilakukan.
b. Bahan yang sudah disiapkan diberi perlakuanyang berbeda, yaitu
- tanpa perlakuan,
- dicelupkan dalam air mendidih selama 30 menit,
- dipanaskan dalam oven 100oC selama 30 menit,
- disimpan pada ruang laboratorium selama 7 hari
- disimpan dalam freezer selama 7 hari
- disimpan dalam lemari es selama 7 hari.
c. Lakukan pengujian karakteristik bahan kemasan plastik

Prosedur Pengujian :

a. Penentuan Gramatur dan Densitas Plastik


Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot plastik per satuan luas plastik (g/m2),
sedangkan densitas atau bobot jenis, yaitu bobot plastik per satuan volume (g/m3). Untuk
penentuan gramatur dan densitas plastik diperlukan contoh uji berukuran l0 x 10 cm.
Gramatur ditentukan dengan cara menimbang contoh uji tersebut. Bobot yang diperoleh
dibagi dengan luas contoh sehingga persamaannya adalah sebagai berikut :

Bobot contoh (g) 10000 cm2


Gramature (g/m2) = --------------------- x -----------------
100 cm2 1 m2

Densitas diperoleh dengan membagi gramatur plastik dengan tebal plastik. Tebal
plastik diukur menggunakan mikrometer sekrup di lima tempat berbeda pada satu lembar
contoh plastik dan diambil nilai rata-ratanya.

Tempat mengukur tebal platik


Gramatur Plastik (g/m2)
Densitas Plastik (g/m3) = -----------------------------
Tebal Plastik (m)

b. Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Plastik


Penentuan ini berguna untuk mengetahui kekuatan tarik plastik dan panjang
elongasi-nya (pertambahan panjang ketika mendapat beban). Untuk penentuannya
digunakan alat tensile strenght tester dengan contoh uji (vertikal dan horisontal) berukuran
panjang minimal 22 cm dan lebar 1,5 cm. Untuk setiap penentuan diperlukan sebanyak 16
lembar contoh uji (untuk plastik tipis) atau kurang dari 16 lembar contoh uji (untuk plastik
kuat/tebal).
Bagian ujung contoh uji dipasang pada bagian penjepit (klem) atas dan dikeraskan.
Ujung plastik lainnya dipasang pada klem bawah dan dikeraskan. Selanjutnya pengunci
klem atas dikendorkan sehingga klem atas dapat bergerak bebas untuk mendapatkan
penempatan contoh uji yang benar. Pengukur kekuatan tarik plastik siap dilakukan.
Untuk memulai pengukuran, tuas yang ada di sebelah kanan ditekan ke bawah
sehingga alat akan menarik klem bawah dan contoh uji plastik mendapat beban tarik tertentu.
Bersamaan dengan itu jarum penunjuk bergerak ke alas menunjuk angka tertentu sesuai
dengan beban tarik yang bekerja pada contoh uji. Pada saat tertentu contoh uji akan putus
dan jarum penunjuk berhenti bergerak. Nilai yang ditunjuk oleh jarum penunjuk ketika
contoh uji putus itulah nilai beban tariknya, nilai kekuatan tarik plastik diperoleh dengan
bersamaan berikut :

16 Nilai beban tarik (kgf)


2
Kekuatan tarik (kgf/cm ) = -------- x ----------------------------
N A(cm2)
Dimana :
N = jumlah contoh uji untuk setiap pengujian
A = luas permukaan yang mendapat beban < 1,5 cm x tebal plastik cm

Nilai beban tarik dapat dipakai jika contoh uji putus kira-kira di tengah dan secara
bersamaan. Jika tidak demikian maka pengujian harus dilakukan ulang karena pada keadaan
yang tidak seperti itu beban tarik tidak ditanggung secara merata oleh semua contoh uji
sehingga nilai yang diperoleh tidak sah. Untuk mendapatkan ketepatan yang lebih baik,
penentuan hendaknya dilakukan paling sedikit dua kali ulangan.
Ketika alat bekerja, tidak hanya beban tarik yang diukur. Pada saat bersamaan diukur
pula perpanjangan putus (elongasi) contoh uji. Perpanjangan putus dapat dilihat pada skala
piringan di bagian atas kanan alat. Pada piringan itu terdapat jarum penunjuk nilai
perpanjangan putusnya. Persentase perpanjangan putus dihitung dengan persamaan berikut:

Perpanjangan contoh uji (mm)


Persen perpanjangan putus (%) = -------------------------------------- x 100 %
Panjang contoh uji (180 mm)
Nilai 180 mm adalah jarak antara kedua klem penjepit (atas dan bawah) sehingga
contoh uji yang mendapat beban tarik adalah sepanjang 18 cm atau 180 mm. Jika nilai beban
tarik dan panjang putus tidak terbaca karena terlalu besar maka dapat ditambahkan beban
pada bagian penahan gaya tarik, yaitu di bagian yang berhubungan dengan jarum penunjuk.

c. Penentuan Ketahanan Gesek Plastik


Ketahanan gesek plastik berguna untuk menentukan bobot isi kemasan plastik serta
penanganan produk terkemas yang sebaiknya dilakukan. Ketahanan gesek menunjukkan
seberapa kuat bahan kemasan digesek dengan beban tertentu sehingga rusak atau seberapa
besar penurunan bobotnya akibat pergesekan dengan beban tertentu.
Untuk pengujian ketahanan gesek, diperlukan contoh uji berbentuk lingkaran dengan
diameter 10 cm dan diberi lubang kecil ditengah (diameter 0,5 cm) untuk memasukkan baut
pengencang. Contoh uji tersebut ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot
awalnya.
Contoh uji kemudian dipasang pada tempat contoh di alat uji dan dijepit dengan kuat
di bagian tengah dan di tepinya. Selanjutnya alat penghitung putaran diset ke angka nol
Sebelum menghidupkan motor, pompa penghisap debu bekas gesekan harus dihidupkan
terlebih dahulu.
Selama alat bekerja dengan cara menggesek contoh uji, harus dilakukan pengamatan
terhadap contoh uji sehingga jika contoh uji rusak (berlubang) pengujian harus dihentikan
dan berapa jumlah putaran dilaporkan menjadi jumlah gesekan (2 x jumlah putaran) yang
menyebabkan contoh uji rusak. Jika contoh uji tidak rusak maka pengujian diteruskan
sampai 50 putaran (sama dengan 100 kali gesekan) yang dilaporkan adalah pengurangan
bobot plastik per satuan luas bidang gesek (g/cm2). Luas bidang gesek diperoleh dengan cara
mengurangi luas lingkaran bekas gesekan.

Tepi contoh uji

Tepi luar bidang gesek OL

Tepi dalam bidang gesek OD

Lubang ditengah contoh uji

Luas permukaan bidang gesek (cm2) = 0,25 x (DL2 -DD2 )

Dimana : DL = diameter luar bidang gesek


DD = diameter dalam bidang gesek
d. Uji Permeabilitas Uap Air
Metode yang umum digunakan untuk mengukur permeabilitas plastik terhadap uap
air ialah dengan metode gravimetri. Dalam metode ini digunakan suatu desikan yang bisa
menyerap uap air dan menjaga supaya tekanan uap air tetap rendah disimpan dalam suatu
gelas kaca yang kemudian ditutup dengan film plastik yang akan diukur permeabilitasnya.

Prosedur :
1. Gelas kaca kosong masing-masing di isi dengan garam sebanyak 2 gram
2. Tutup gelas berisi garam dengan plastik. Gunakan karet gelang untuk memastikan bahwa
penutupan telah rapat.
3. Timbang masing-masing gelas tersebut dan catat sebagai berat awal.
4. Selama 5 hari, catat perubahan berat gelas menggunakan timbangan analitik (interval
waktu pengamatan 24 jam)
5. Plot pertambahan berat garam (g) dengan waktu (hari) dalam grafik, untuk mendapatkan
nilai “slope” persamaan
6. Hitung permeabilitas bahan kemasan dengan rumus :

Keterangan :
k/x = permeabilitas kemasan
A = luas penampang kemasan (m2)
ΔW/Δθ = slope (g H2O/hari)
Pout = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg). Untuk desikan NaCl = 21.438 mmHg

e. Uji Bakar Plastik


Ambil satu lembar contoh plastik dan gulung sehingga membentuk gulungan kecil
panjang. Bakar salah satu ujung gulungan plastik tersebut dan amati yang terjadi. Lakukan
pengamatan terhadap kemudahan terbakar, kecepatan rambat nyala api, jika sumber api
dijauhkan bagaimana pembakarannya, wama nyala api, pembentukan asap, dan bau yang
timbul.

D. Hasil Pengamatan

1. Penentuan Gramatur dan Densitas Plastik


Jenis Plastik Tebal (m) Bobot (g) Gramatur (g/m2) Densitas (g/m3)

Rata-rata
dan seterusmya
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Plastik
Jumlah Nilai Beban Kekuatan Regangan
Jenis Plastik MD/CD
Contoh Tarik Tarik Putus (%)

Rata-rata
dan seterusmya

3. Penetuan Ketahanan Gesek


Jumlah Bobot Bobot Diameter Kehilangan
Jenis Rusak/ Sisi
Gesekan Awal (g) Akhir (g) Bobot setiap
Plastik tidak Luar Dalam Felt/Roll
(L) (M1) (M2) Gesekan (g/cm2)

Rata-rata
dan seterusmya

4. Uji Permeabilitas Uap Air


Pertambahan Berat (g)
Waktu (Hari) Jenis Plastik
1 2 3
1
2
3
4
5

Nilai Permeabilitas Uap Air


Luas Penampang P-out Permeabilitas Uap Air
Jenis Plastik Slope
Kemasan (m2) (mm Hg) (gH2O/m2/24jam)

dan seterusmya

5. Uji bakar Plastik


Proses Pembakaran Sumber Api Dijauhkan
Jenis Kecepatan Kecepatan
Kemudahan Warna Pembentukan Bau Yang
Plastik Rambat Rambat
Terbakar Nyala Api Asap Timbul
Nyala Api Nyala Api

dan seterusmya

E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Penentuan Gramatur dan Densitas Plastik
a. Mengapa ukuran densitas lebih disukai daripada gramatur sebagai salah satu ukuran
plastik?
b. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai gramatus dan densitas plastik?
2. Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Plastik
a. Dalam penentuan kekuatan tarik dan tegangan putus plastik, apakah posisi MD dan
CD (seperti pada kertas) dapat ditentukan ?
b. Bagaimana nilai perpanjangan putus (%) plastik? Mengapa? (jelaskan alasannya)
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap kekuatan tarik dan perpanjangan putus
plastik?
3. Penetuan Ketahanan Gesek
a. Bagaimana ketahanan gesek bahan kemasan plastik secara umum? mengapa? (jelaskan
alasannya)
b. Apakah isi felt dan roll pada plastik dapat ditentukan? mengapa? (jelaskan alasannya)
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap ketahanan gesek plastik?
4. Uji Permeabilitas Uap Air
a. Mengapa pertambahan berat garam setiap jenis plastik berbeda? Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi sifat permeabilitas plastik terhadap uap air?
b. Bagaimana pengaruh sifat permeabilitas gas dan uap air pada plastik terhadap produk
yang dikemas?
c. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai permeabilitas uap air plastik?
5. Uji bakar Plastik
a. Mengapa kecepatan perambatan api untuk setiap jenis plastik berbeda?
b. Mengapa bau asap untuk setiap jenis plastik berbeda ?
c. Mengapa warna api untuk setiap jenis plastik berbeda?
d. Bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai uji bakar plastik?

F. Kesimpulan disusun berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan

G. Pustaka
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
IV. BAHAN KEMASAN GELAS

A. Pendahuluan
Gelas merupakan salah satu kemasan yang tertua. Sebagai bahan kemasan, gelas
mempunyai sifat-sifat menguntungkan, antara lain inert (tidak bereaksi), kuat, tahan
terhadap suhu tinggi dan sebagainya. Kelemahannya yaitu mudah pecah dan kurang baik
bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (utra violet)
Secara umum klasifikasi wadah gelas dibagi menjadi dua, yaitu wadah gelas dengan
leher atau mulut sempit disebut botol dan wadah gelas dengan leher atau mulut lebar disebut
jar.
Penggunaan gelas sebagai bahan kemasan harus memenuhi syarat mutunya. Syarat
mutu kemasan gelas meliputi cacat-cacat tampak (cacat kritis, cacat fungsional dan cacat
rupa), dimensi, toleransi isi, tebal gelas minimum, tegangan dalam, kejutan suhu dan tekanan
dalam. Cacat kritis adalah cacat kemasan gelas yang membahayakan pemakai. Cacat
fungsional adalah cacat kemasan gel as yang mengakibatkan kegagalan dalam pengemasan
produk. Sedangkan cacat rupa adalah cacat kemasan gelas yang tidak mengakibatkan
kegagalan dalam pengemasan produk walaupun tampak kurang baik.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah melakukan pengamatan terhadap cacat-cacat tampak
pada gelas, dimensi, toleransi isi dan tebal gelas minimum umumnya dilakukan untuk
menentukan mutu gelas tersebut yang ada di pasaran.

C. Metodologi

1. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah 2 jenis kemasan botol gelas minuman tidak beralkohol
dan tidak berkarbonatasi, serta 2 jenis kemasan botol gelas minuman berkarbonatasi.
Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi mistar ukur, mikrometer sekrup, jangka
sarong dan gelas ukur.

2. Metode

a. Penampakan Botol Gelas


Penampakan gelas yang diamati adalah cacat-cacat yang tampak, antara lain cacat
kritis, cacat fungsional dan cacat rupa :
• Cacat Kritis : cacat pada botol gelas yang membahayakan pemakai
• Cacat Fungsional: cacat pada botol gelas yang menyakibatkan kegagalan dalam proses
pengemasan/proses pembotolan minuman (umumnya terjadi di pabrik)
• Cacat Rupa : Cacat pada botol gelas tidak mengakibatkan kegagalan dalam proses
pengemasan/proses pembotolan walaupun tampak kurang baik
b. Dimensi dan Volume Botol Gelas
Kesalahan dimensi yang terjadi pada botol gelas menyebabkan kegagalan dalam
pemakaian. Kesalahan-kesalahan ukuran terhadap dimensi tidak boleh melebihi toleransi
yang ditetapkan. Dimensi gelas meliputi tinggi dan diameter badan. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan jangka sarong sebanyak tiga kali ulangan.
Volume botol gelas minuman harus memenuhi syarat toleransinya. Pengujian dilaku-
kan dengan cara mengisi botol minuman dengan air. Jumlah air yang diisikan ke dalam botol
gelas tersebut diukur dengan menggunakan gelas ukur. Catat besarnya dan lakukan
pengujian tiga kali ulangan.

Tabel 1. Toleransi Tinggi


Tinggi (mm) Toleransi (mm)
Di bawah 108,0 0,8
108,0 sampai 215,9 1,2
215,9 sampai 304,8 1,6
304,8 sampai 381,0 2,0
381,0 sampai 508,0 2,4
508,0 ke atas 3,2

Tabel 2. Toleransi Diameter Badan


Diamater Badan (mm) Toleransi (mm)
Di bawah 25,4 0,8
25,4 sampai 57,2 1,2
215,9 sampai 76,2 1,6
76,2 sampai 114,3 2,0
114,3 sampai 146,0 2,4
146,0 sampai 171,5 3,2
171,5 sampai 196,9 3,6
Diatas 196,9 4,0

Tebel 3. Toleransi Isi


Ukuran Isi (ml) Toleransi (ml) Ukuran Isi (ml) Toleransi (ml)
Di bawah 3,6 0,28 824,0 sampai 1.051,3 10,70
3,6 sampai 14,2 1,44 1.051,3 sampai 1.307,0 12,40
14,2 sampai 28,4 1,90 1.307,0 sampai 1.619,5 14,20
28,4 sampai 56,8 1,30 1.619.5 sampai 2.130,9 17,80
56,8 sampai 92,3 1,80 2.130,9 sampai 2.699,2 21,30
92,3 sampai 120,8 2,20 2.699,2 sampai 3.267,4 24,90
120,8 sampai 142,1 2,70 3.267,4 sampai 3.977,7 28,40
142,1 sampai 170,5 3,10 3.977,7 sampai 4.688,0 42,60
170,5 sampai 227,3 3,60 4.688,0 sampai 5.455,1 56,80
227,3 sampai 284,3 4,40 7.273,5 sampai 7.273,5 85,20
284,3 sampai 340,9 5,30 7.273,5 sampai 13.638,0 113,60
340,9 sampai 454,6 6,20 13.638,0 sampai 22.730,0 170,50
454,6 sampai 568,2 7,10 22.730,0 ke atas 227,30
568,2 sampai 824,0 8,90
c. Tebal Gelas Minimum
Pengujian tebal botol gelas minimum dilakukan dengan cara memecahkan botol dan
mengukur tebal dinding botol gelas minuman dengan jangka sorong atau mikrometer sekrup
pada bagian-bagian bibir, leher, pundak, dinding yang lurus, dan lengkungan tumit serta
dasar gelas. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Tabel 4. Tebal Botol Gelas Minuman

q Untuk botol gelas minuman tidak berbonatasi


Bentuk Penampung Tebal Gelas Tebal Dasar
Isi (ml)
melintang Minimum (mm) Minimum (mm)
Sampai 28 Bulat, lonjong 0,9 1,7
Persegi, persegi panjang : 0,9
untuk dinding panel
Untuk sudut-sudut 1,0
28-100 Bulat, lonjong 0,9 1,7
Persegi, persegi panjang 1,0
Untuk sudut-sudut 1,1
100 – 230 Bulat, lonjong 1,0 1,7
Persegi, persegi panjang
230 – 500 Bulat, lonjong 1,1 1,7
Persegi, persegi panjang
500 – 1.125 Bulat, lonjong 1,3 1,7
Persegi, persegi panjang

q Untuk botol gelas minuman berkarbonatasi


Tebal Gelas Tebal Dasar
Pemakaian Isi (ml) Uraian
Minimum (mm) Minimum (mm)
Dipakai satu kali £ 500 Dinding yang 1,3 3,2
lurus
Lengkungan 1,4
tumit dan pundak
> 500 Dinding yang 1,3 3,8
lurus
Lengkungan 1,4
tumit dan pundak
Dipakai ulang £ 500 2,3 4,7
> 500 2,3 6,4

D. Hasil Pengamatan

1. Bentuk dan Penampakan Botol Gelas

a. Gambarkan Bentuk Botol Gelas Minuman


b. Penampakan Botol Gelas Minuman

q Untuk botol gelas


Jenis Botol Cacat kritis Cacat Fungsional Cacat Rupa
1 2
Ada/Tidak Ada Ada/Tidak Ada Ada/Tidak Ada3
1 2
Ada/Tidak Ada Ada/Tidak Ada Ada/Tidak Ada3
Ada/Tidak Ada1 Ada/Tidak Ada2 Ada/Tidak Ada3
dan seterusnya
Keterangan : (penjelasan cacat pada botol yang lebih rinci)
1 2 3
……………….. ………………... ………………...

q Untuk botol gelas minuman berkarbonatasi


Jenis Botol Cacat kritis Cacat Fungsional Cacat Rupa
Ada/Tidak Ada1 Ada/Tidak Ada2 Ada/Tidak Ada3
Ada/Tidak Ada1 Ada/Tidak Ada2 Ada/Tidak Ada3
Ada/Tidak Ada1 Ada/Tidak Ada2 Ada/Tidak Ada3
dan seterusnya
Keterangan : (penjelasan cacat pada botol yang lebih rinci)
1 2 3
……………….. ………………... ………………...

2. Dimensi Botol Gelas

q Untuk botol gelas minuman yang tidak berkarbonatasi

Jenis Gelas Tinggi Diameter Volume (ml) Jarak Tinggi air


(mm) (mm) Tertulis Aktual dengan botol (mm)

dan seterusnya

q Untuk botol gelas minuman yang berkarbonatasi


Jenis Gelas Tinggi Diameter Volume (ml) Jarak Tinggi air
(mm) (mm) Tertulis Aktual dengan botol (mm)

dan seterusnya

3. Tebal Botol Gelas Minuman

q Untuk Botol Gelas Minuman yang tidak berkarbonatasi


Tebal (mm)
Jenis Gelas
Dinding Bibir Lehar Pundak Tumit Dasar

dan seterusnya
q Untuk botol gelas minuman yang berkarbonatasi
Tebal (mm)
Jenis Gelas
Dinding Bibir Lehar Pundak Tumit Dasar

dan seterusnya

E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Bentuk dan Penampakan Botol Gelas
Secara umum, bagaimana bentuk botol gelas minuman tidak beralkohol dan tidak berkar-
bonatasi dibandingkan dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi ?
2. Dimensi Botol Gelas
a. Bagaimana dimensi botol gelas minuman yang tidak berkarbonatasi dibandingkan
dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi? Apa pendapat anda ?
b. Bagaimana jarak tinggi air ke mulut (space) botol gelas minuman yang tidak
berkarbonatasi dibandingkan dengan botol gelas minuman yang berkarbonatasi?
mengapa? (jelaskan alasannya)
3. Tebal Botol Gelas Minuman
a. Bagaimana tebal botol minuman tidak berkarbonatasi dibandingkan dengan botol
gelas yang berkarbonatasi? mengapa? (jelaskan alasannya)
b. Bagaiman jika tebal botol gelas minuman tidak dipenuhi ? Apa yang dapat anda
sarankan?

F. Kesimpulan disusun berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan

G. Pustaka
Anonim. 1980. Standar Nasional Indonesia (SNI) : Gelas Minuman
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
V. BAHAN KEMASAN LOGAM

A. Pendahuluan
Secara umum jenis kemasan logam dibedakan menjadi : (1) kaleng logam :
merupakan salah satu kemasan logam tertua, terutama digunakan untuk pengemasan produk
pangan olahan (diawetkan); (2) aluminium dan paduannya (alloy) : umumnya digunakan
untuk kemasan fleksibel atau semi fleksibel seperti dalam bentuk foil atau collapsible tube;
dan (3) wadah komposit : umumnya berbentuk kaleng dan merupakan hasil gabungan dua
atau lebih bahan kemasan : plastik, aluminium foil, papan kertas bergelombang atau logam.
Proses pembuatan kemasan kaleng diawali dengan proses pemotongan bahan
kemasan sesuai dengan ukuran badan kaleng, kemudian dilakukan proses penutupan badan
dan tutup kaleng dengan double seam, interlock atau solder. Proses penutupan badan dan
tutup kaleng sangat menentukan keamanan produk yang dikemas.
Kemasan aluminium dan paduannya (alloy) banyak digunakan sebagai kemasan
fleksibel. Berbeda dengan kemasan kaleng, kemasan aluminium dan paduannya (alloy) tidak
dapat disolder. Umumnya proses penggabungan atau penutupan kemasan ini dilakukan
dengan double seam atau interlock tanpa disolder, atau di-seal dengan menggunakan panas.
Wadah komposit umumnya berbentuk kaleng. Kekuatan wadah komposit ditentukan
oleh cara pembuatan badan kaleng. Pembuatan badan kaleng komposit secara spiral-wound
menghasilkan badan kaleng komposit yang lebih kuat dibandingkan dengan badang kaleng
komposit yang dibuat secara convolute-wound dan lap-seam.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mangamati apakah kemasan logam yang ada di
pasar (kaleng) mempunyai sifat fisik yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan (evaluasi
seam) dan untuk mengetahui sifat aluminium foil dan paduannya (kemasan fleksibel), yaitu
gramatur, densitas, kekuatan tarik, perpanjangan putus dan ketahanan gesek.

C. Metodologi

1. Bahan dan Peralatan


Bahan yang dipergunakan untuk praktikum bahan kemasan logam adalah dua jenis
kaleng logam (kaleng susu, kaleng minuman karbonatasi, cocktail dan lain-lain) dan 2 jenis
aluminium foil dan paduannya (kemasan produk extruded/kripik dan atau minuman
powder). Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah mistar ukur, gunting kaleng atau pisau
pemotong, neraca analitik, jangka sarong, mikrometer sekrup, paper tensile strength tester,
dan abrasion resistance tester.
2. Metode

a. Evaluasi seam
Evaluasi seam meliputi penentuan jenis seam pada bagian kaleng (interlock seam
atau double seam), dimensi double seam dan atribut double seam. Dimensi double seam
(Gambar 1) meliputi tebal seam (ST), panjang/tinggi seam (SL), kedalaman seam (CD),
panjang overlap (OL), panjang kaitan badan kaleng (BH) dan panjang kaitan tutup kaleng
(EH). Atribut double seam (Gambar 2) meliputi : panjang overlap actual (a), panjang kaitan
badan bagian dalam (b), panjang seam bagian dalam (c), tebal plate penutup (te) dan tebal
plate badan (tb).
Dua kriteria yang umum digunakan untukmenentukan baik tidaknya seam pada
bagian tutup/dasar kaleng, yaitu % panjang kaitan badan kaleng (% BHB) dan % overlap.

BH – (1,1 x tb)
% Panjang kaitan badan kaleng = ----------------------------- x 100 %
SL – 1,1 x (2 te + tb)

(EH + BH +1,1 te - SL)


% Overlap = --------------------------------- x 100 %
SL – 1,1 x (2 te + tb)
Kreteria yang diperbolehkan :
§ % BHB minimum 70% untuk semua kaleng
§ % overlap > 45%

Kaleng Bulat Kaleng tidak bulat


Diameter (mm) Min. Overlap (mm) Bentuk Min. overlap (mm)
52 0,75 Empat persegi panjang 0,80
58 – 74 0,90 Lonjong 0,90
83 – 105 1,00
126 -153
1,15

b. Evaluasi alumunium foil dan panduannya (kemasan fleksibel)


Evaluasi alumunium foil dan paduannya meliputi gramatur, densitas, kekuatan tarik,
perpanjangan putus (elogansi), ketahanan gesek, uji bakar dan uji tembus cahaya.
Pengukuran dilakukan dengan metode yang digunakan untuk bahan kemasan plastik.
D. Hasil Pengamatan

1. Evaluasi Seam pada Kemasan Kaleng Logam

q Jenis Seam Badan Kaleng


Jenis kaleng Jenis seam badan kaleng

dan seterusnya

q Dimensi Double Seam


ST SL CD OL BH EH
Jenis Kaleng
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Rata-rata
dan seterusnya

q Atribut Double Seam


a b c te tb
Jenis Kaleng % BHB % Overlap
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Rata-rata
dan seterusnya

2. Evaluasi Aluminium Foil dan Paduannya (Kemasan Fleksibel)

q Penentuan Gramatur dan Densitas


Jenis Bahan
Tebal (m) Bobot (g) Gramatur (g/m2) Densitas (g/m3)
Kemasan

Rata-rata
dan seterusnya

q Penentuan Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus (Elongasi)


Jenis Bahan Jumlah Nilai Beban Regangan Putus
Kekuatan Tarik
Kemasan Contoh Tarik (%)

Rata-rata
dan seterusnya
q Penentuan Kekutan Gesek
Jumlah Bobot Bobot Diameter Kehilangan Bobot
Jenis Bahan Rusak/
Gesekan Awal (g) Akhir (g) setiap Gesekan
Kemasan tidak Luar Dalam
(L) (M1) (M2) (g/cm2)

Rata-rata
dan seterusnya

q Uji Bakar Plastik


Proses Pembakaran Sumber Api Dijauhkan
Kecepatan Kecepatan
Alufo Kemudahan Warna Pembentukan Bau Yang
Rambat Rambat
Terbakar Nyala Api Asap Timbul
Nyala Api Nyala Api

q Uji Tembus Cahaya


Jenis Kemasan Tembus Cahaya Tidak Tembus Cahaya

E. Pembahasan
Pembahasan hasil praktikum mencakup pertanyaan-pertanyaan yang ada di setiap
hasil pengujian :
1. Evaluasi Seam pada Kemasan Kaleng Logam
a. Mengapa sambungan badan kaleng secara double seam lebih baik daripada interlock
seam?
b. Mengapa % BHB dan % overlap sangat menentukan baik tidaknya sambungan double
seam pada kemasan kaleng logam?
c. Apa yang terjadi jika sambungan double seam kemasan kaleng logam tidak memenuhi
kreteria % BHB dan % overlap yang diperbolehkan?
2. Evaluasi Aluminium Foil dan Paduannya (Kemasan Fleksibel)
a. Bagaimana nilai gramatur dan densitas alumunium foil dibandingkan dengan
paduannya? Mengapa?
b. Bagaimana nilai kekuatan tarik dan perpanjangan putus (elongasi) alumunium foil
dibandingkan dengan paduannya? mengapa ?
c. Bagaimana jumlah putaran dan nilai kehilanagan bobot akibat gesekan untuk bahan
kemasan alumunium foil dibandingkan dengan paduannya? mengapa ?
d. Mengapa kecepatan perambatan api untuk setiap jenis plastik berbeda? Mengapa bau
asap untuk setiap jenis plastik berbeda ? Mengapa warna api untuk setiap jenis plastik
berbeda?
e. Mengapa kemasan aluminium foil dan paduannya ada yang tembus cahaya dan ada
yang tidak tembus cahaya?
F. Kesimpulan disusun berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan

G. Pustaka
Setyowati, K., A. Iskandar, Sugiarto, dan I. Yuliasih. 2000. Bahan dan Disain
Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB – Bogor.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
VI. DESAIN KEMASAN PRODUK

A. Pendahuluan
Produk merupakan gabungan barang/komoditi dengan kemasannya. Kesesuaian
barang/komoditi dengan kemasannya diharapkan dapat memberikan fungsi pelindung
terhadap kesegaran produk (mutu terjamin), berat yang benar, tidak terkontaminasi/ tercemar
dan produk tidak remuk/penyok (rusak dari segi fisik). Kemasan produk juga berfungsi
sebagai identitas atau informasi terkait produk tersebut untuk diketahui oleh konsumen atau
masyarakat. Selain itu, kemasan produk juga memberikan nilai tersendiri bagi produk
tersebut.
Jika dilihat secara umum fungsi kemasan adalah :
1. Sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memu-dahkan
dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi
2. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan
3. Iklan dan promosi untuk menarik konsumen
Pemilihan kemasan suatu produk harus memperhatikan kesesuaian antara bahan
kemasan yang digunakan dan barang/komoditi yang akan dikemas. Artinya persyaratan dan
spesifikasi kemasan berbeda menurut jenis barang/komoditi yang dikemas dan tujuan utama
penggunaannya.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah membuat rancangan produk dan desain kemasannya,
dimana produk yang dikemas merupakan produk olahan hasil pertanian.

C. Metodologi
Penyusunan desain kemasan produk dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Analisis produk yang akan diproduksi atau dibuat dengan menggunakan pohon
industrinya.
2. Berdasarkan pohon industri tersebut, dibuat diagram alir proses untuk produk yang dapat
dikemas dengan bahan kemasan kertas, plastik, logam, gelas dan atau paduannya.
3. Membuat disain kemasan produk dengan memperhatikan bahan baku produk yang
digunakan dikaitkan dengan kemasan yang digunakan. Pelabelan produk, diperlukan
untuk memberikan informasi tentang kondisi produk tersebut.

D. Laporan
Informasi rancangan produk dan disain kemasannya disampaikan dalam bentuk
laporan tertulis.
VII. EDIBLE COATING

A. Pendahuluan
Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat
dimakan (edible), dibentuk untuk melapisi produk pangan yang memiliki beberapa fungsi
sebagai berikut:
1. pelindung atau penghalang berpindahnya massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat
terlarut);
2. merupakan barrier terhadap uap air dan pertukaran gas O2 dan CO2;
3. meningkatkan fungsi penanganan (mencegah kerusakan bahan akibat penanganan
mekanik);
4. pembawa zat aditif (zat antimikrobial dan antioksidan pada bahan);
5. membantu mempertahankan integritas struktural; dan
6. mencegah hilangnya senyawa- senyawa volatile. Edible coating dapat melindungi produk
segar dan dapat memberikan efek yang sama dengan Modified Atmosphere Packaging
(MAP) dengan menyesuaikan komposisi gas internal.
Keberhasilan edible coating yang diaplikasikan pada buah tergantung pada pemilihan
bahan untuk coating-nya. Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu
hidrokoloid (protein dan karbohidrat), lipid (lilin, gliserol, dan asam lemak), dan kombinasi
dari keduanya. Hidrokoloid yang digunakan untuk edible coating dapat dibedakan
berdasarkan komposisi, berat molekul, dan kelarutan dalam air. Berdasarkan komposisinya,
hidrokoloid dibagi menjadi karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari pati (starch),
gum tumbuhan (alginat, pektin dan gum arab) dan pati hasil modifikasi kimia. Protein terdiri
dari gelatin, kasein, protein kedelai, whey protein, wheat gluten, dan zein.
Edible coating berbahan dasar pati memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat kohesif
yang baik, serta memiliki laju transmisi gas dan uap air rendah, tetapi memiliki kelemahan,
yaitu ketahanan uap air yang rendah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka di dalam
pembuatannya diperlukan bahan tambahan yang bersifat hidrofobik yaitu asam stearate.
Karena dilakukan penambahan asam stearate yang bersifat hidrofobik, harus ditambahkan
emulsifier untuk membuat larutan menjadi lebih stabil. Emulsifier yang dapat digunakan
adalah carboxymethylcellulose (CMC).
Beberapa keuntungan dari edible coating terhadap buah-buahan segar, antara lain
adalah:
1. dapat menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan akibat mikroorganisme
dapat dihindari;
2. dapat memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilap;
3. dapat mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah;
4. dapat mengurangi kontak antara permukaan buah dengan oksigen bebas sehingga
menghindari terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan buah;
5. sifat asli produk seperti flavor dapat dipertahankan; dan
6. dapat memperbaiki penampilan produk.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian lapisan edible
terhadap kualitas buah potong pada penyimpanan suhu kamar dan suhu rendah.

C. Metode

1. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pati singkong (tapioka) dan pati jagung (maizena), platisizer
gliserol, antioksidan asam askorbat (vitamin C), pelarut aquades, dan buah potong apel dan
melon. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, gelas kimia, pengaduk, hot
plate, stirrer, baki plastic (styrofoam), penetrometer, refractometer, thermometer, lemari
pendingin, pipet tetes, kipas angin, dan plastik wrapping.

2. Metodologi
a. Pembuatan Larutan Edible Coating
Diagram alir proses pembuatan larutan edible coating sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram alir pembuatan edible coating (Latifah, 2009)


b. Aplikasi edible coating pada buah potong

Buah Apel

Buah apel dikupas dan dipotong dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm kemudian dicelupkan ke dalam
larutan asam askorbat 0,5% selama 60 detik. Kemudian tiriskan dan dikering anginkan
menggunakan kipas angin. Setelah kering buah apel potong dicelupkan ke dalam larutan
edible coating selama 1 detik, dan tiriskan kembali sampai permukaannya mengering.
Potongan-potongan buah tersebut selanjutnya ditempatkan pada pengemas styrofoam dan
dibungkus dengan plastik wrapping komersial.

Buah Melon

Buah melon dikupas dan dipotong dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm kemudian dicelupkan ke


dalam larutan coating pada suhu 60oC selama 30 detik. Kemudian tiriskan dan dikering
anginkan pada suhu kamar selama 10 menit. Potongan-potongan buah tersebut selanjutnya
ditempatkan pada pengemas styrofoam dan dibungkus dengan plastik wrapping komersial.

Tabel 1. Perlakuan edible coating pada buah potong


Jenis Pati Buah Potong Suhu Pengamatan
Sampel kontrol tanpa coating
Tapioka Apel Kamar (ruang)
Maizena
Tapioka : Maizena (1:1)
Tapioka : Maizena (1:3)
Tapioka : Maizena (3:1)
Total Apel Rendah (lemari es)
Maizena
Tapioka : Maizena (1:1)
Tapioka : Maizena (1:3)
Tapioka : Maizena (3:1)
Tapioka Melon Kamar (ruang)
Maizena
Tapioka : Maizena (1:1)
Tapioka : Maizena (1:3)
Tapioka : Maizena (3:1)
Tapioka Melon Rendah (lemari es)
Maizena
Tapioka : Maizena (1:1)
Tapioka : Maizena (1:3)
Tapioka : Maizena (3:1)
c. Analisa

1. Susut bobot
Nilai susut bobot diperoleh dengan membandingkan berat buah pada hari ke-n
dengan berat buah pada hari ke- (n-1). Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan cara
penimbangan menggunakan timbangan analitik. Hasil penimbangan dinyatakan dalam
persen bobot yang dihitung dengan Persamaan 1 (Alhassan dan Abdul-Rahaman, 2014).

2. Kekerasan buah
Pengamatan kekerasan buah dilakukan dengan alat penetrometer. Nilai kekerasan
buah ditentukan dari tingkat ketahanan buah potong terhadap tekanan jarum penusuk alat
penetrometer yang ditunjukkan oleh kedalaman masuknya jarum penusuk dari permukaan
buah selama 5 detik. Penusukan diambil pada bagian tengah dan pada pinggir atau ujung
buah. Data yang diperoleh merupakan hasil rata-rata dari ketiga data pengukuran tersebut
(Sarifudin et al., 2015).

3. Total padatan terlarut (TPT)


Total padatan terlarut diukur menggunakan refractometer. Sampel buah
dihomogenkan dengan menggunakan cawan petri dan mortar. Bagian cairan dari sampel
tersebut dipisahkan dari bagian daging dengan menggunakan alat tekan yang sudah tersedia,
sehingga air buah melon keluar. Prisma refractometer terlebih dahulu dibersihkan dengan
aquades agar tidak ada kotoran lain yang ikut terukur. Sebanyak 1–2 tetes cairan buah melon
dimasukkan ke dalam prisma refractometer, kemudian dilakukan pembacaan nilai total
padatan terlarut yang dinyatakan dengan % brix (Alhassan dan Abdul-Rahaman, 2014).

D. Pustaka
Alhassan, N. dan Abdul-Rahaman, A. (2014) Technology and application of edible coatings
for reduction of losses and extension of shelf life of cantaloupe melon fruits.
International Journal of Scientific and Technology Reserach 3 (11): 241–246.
Anonim. Edible Coating. Praktikum Penanganan Pascapanen (BA4103).
https://www.fttm.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/168/2018/02/MODUL-4_PP-
Edible-Coating.pdf. [3 April 2022]
Sarifudin, A., Ekafitri, R. dan Mayasti, N.K.I. (2015) Evaluasi mutu fisikokimia dan
organoleptik modifikasi kue satu berbasis tepung pisang. Jurnal Hasil Penelitian
Industri 28(2): 95–103.
Latifah. 2009. Pengaruh Edible Coating Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatasL.)
Terhadap Perubahan Warna Apel Potong Segar (Fresh-Cut Apple). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
VIII. MIGRASI

A. Pendahuluan
Plastik adalah bahan kemasan yang paling banyak dipakai melebihi penggunaan
bahan kemasan lain seperti kertas dan kaleng. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perekembangan plastik sebagai bahan kemasan yaitu : (i) industri makanan; (ii) isu-isu
lingkungan dan (iii) regulasi keamanan pangan. Bahan kemasan yang memiliki daya kemas
bagus sehingga daya simpan produk menjadi lebih lama sangat dibutuhkan di dunia industri
makanan. Disisi lain, pemerhati lingkungan memprotes keras penggunaan plastik sebagai
bahan kemasan karena palstik dikenal sebagai pencemar lingkungan yang sulit untuk
ditangani karena tidak dapat diuraikan oleh mikroornisme. Regulasi pangan menetapkan
bahwa penggunaan plastik sebagai kemasan produk harus memperhatikan kemungkinan
kontaminasi makanan yang dikemas dari bahan penyusun plastik tersebut seperti additive,
plasticizer, monomer, dan bahan kontaminan yang lain.
Dalam terminologi pengemasan pangan, perpindahan bahan kontamian dari bahan
pengemas ke dalam produk disebut migrasi. Ada dua macam migrasi yaitu migrasi total dan
migrasi spesifik. Migrasi total/overall/global adalah total massa yang bermigrasi dari
kemasan ke dalam makanan atau simulan pangan pada kondisi tertentu. Sedangkan migrasi
spesifik adalah zat teridentifikasi yang bermigrasi dari kemasan ke dalam makanan atau
simulan pangan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perpindahan kontaminan
tersebut adalah (i) sifat natural produk makanan seperti kandungan lemak, alkohol, asam dan
air, (ii) struktur kemasan seperti berat molekul, distribusi molekul, derajat kristalinitas,
orientasi dan geometri kemasan, ketebalan dan rasio luas permukaan : volume kemasan dan
(iii) waktu dan temperatur kotak.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengukur migrasi total dari berberbagai bahan
kemasan plastik ke dalam simulan pangan. Simulan pangan diperlukan dalam uji migrasi,
karena kandungan pangan riil yang sangat komplek. Simulan pangan adalah larutan
sederhana (biasanya hanya air dan komponen tunggal lain) yang digunakan untuk
mensimulasikan pangan riil sehingga memudahkan dalam pengukuran/penghitungan jumlah
migrasi.

C. Teori Pendukung
Ketika bahan kemasan digunakan untuk mengemas pangan (makanan dan minuman),
kemasan akan kontak dengan pangan tersebut. Kontak ini akan menimbulkan interaksi dari
kemasan ke dalam pangan atau sebaliknya dari pangan ke dalam kemasan. Dalam beberapa
literatur, interaksi ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (i) migrasi/desorption, perpindahan
komponen dalam kemasan pangan ke dalam pangan; (ii) sorpsi yaitu perpindahan komponen
pangan ke dalam kemasan pangan; (iii) permeasi yaitu perpindahan molekul gas, uap dan
cairan melalui kemasan pangan ke lingkungan sekitar dan sebaliknya. Secara skematik
interaksi antara kemasan dengan pangan terkemas dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Skematik perpindahan migran dari permukaan kemasan pangan

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK


00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan bahwa bahan kemasan pangan dibedakan
menjadi tiga, yaitu bahan dasar, bahan tambahan, dan zat kontak pangan. Bahan dasar
merupakan material yang memerlukan bahan tambahan untuk dicetak menjadi kemasan
pangan (artikel) siap pakai. Berbagai jenis bahan dasar tersebut adalah plastik, kertas/karton,
logam/paduan logam, karet, keramik, tekstil, lilin, silikon, kayu dan gabus serta gelas.
Sedangkan bahan tambahan didefinisikan sebagai bahan yang sengaja ditambahkan ke
dalam bahan dasar dengan maksud untuk mempengaruhi atau memperbaiki sifat, warna
dan/atau bentuk kemasan tersebut. Selanjutnya zat kontak dengan pangan (Food Contact
Substances - FCS) adalah setiap zat yang digunakan sebagai komponen penyusun kemasan
pangan dan bahan tambahan, yang tidak menimbulkan efek apapun terhadap pangan. Dalam
kaitannya dengan migrasi baik dari bahan dasar, bahan tambahan kemasan dan zat kontak
pangan, peraturan ini mendefinisikan migrasi sebagai proses terjadinya perpindahan suatu
zat dari kemasan pangan ke dalam pangan.
Saat kontak dengan pangan, zat kontak pangan (FCS) dapat terlepas dan berpindah ke
dalam pangan yang dikemas. Perpindahan massa ini terjadi secara sub-mikroskopis karena
perbedaan konsentrasi yang dapat dirumuskan dengan Hukum Fick II tentang difusi
(Persamaan 1).
¶c ¶ 2c
- =D 2 (Persamaan 1)
¶t ¶x
Dimana :
¶c
= Flux difusi FCS (mg/cm2/s)
¶t
C = konsentrasi FCS (mg/cm3)
D = koefisien difusi (cm2/s)
t = waktu (s)
x = jarak (cm)
Mekanisme perpindahan FCS dai kemasan ke dalam pangan terkemas dapat
digambarkan sebagai berikut (Gambar 2).

Gambar 2. Mekanisme FCS terlepas dari kemasan pangan

Perpindahan FCS dari kemasan ke dalam pangan sangat ditentukan oleh berbagai
faktor, antara lain konsentrasi awal migran dalam kemasan, lama waktu kontak kemasan
dengan pangan (t) dan suhu kontak (T). Oleh karena itu migrasi akan meningkat seiring
dengan:
• Peningkatan durasi kontak
• Peningkatan suhu kontak
• Peningkatan kandungan bahan kimia dalam material kemasan
• Peningkatan luas permukaan kontak
• Peningkatan agresifitas pangan yang dikemas; pangan yang agresif misalnya cairan akan
melarutkan migran lebih tinggi dibandingkan padatan dan pangan yang bersifat asam atau
minyak akan lebih agresif dibandingkan air.

D. Metodologi

1. Bahan
Bahan yang dipergunakan untuk praktikum bahan kemasan plastik yang terdiri dari
polietilen tereptalat (PET), povinil klorida (PVC), high density polyethylene (HDPE), low
density polyethylene (LDPE), aluminium foil, parafilm dan kawat stainless steel dengan
diameter 1 mm.
2. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol, asam asetat, iso-
oktan atau heptan dan air destilata.

3. Peralatan
Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah oven, hotplate, neraca analitik gunting,
jangka sorong, mikrmeter sekrup, mistar, lap flanel bebas debu, tang, pinset dan spidol.
Selain itu diperlukan cawan dan pelalatan gelas seperti gelas ukur 100 ml, erlemeyer 150 ml,
gelas piala 250 ml atau jar gelas 250 ml.

4. Metode

a. Pengukuran ketebalan dan volume sampel plastik


Plastik dipotong dengan 10 ´ 10 cm (gunakan jangka sorong) dan diukur
ketebalannya dengan mikrometer sekrup dengan resolusi ± 0.005 mm pada 5 lokasi yang
berbeda. Nilai ketebalan plastik adalah rata-rata dari pengukuran tersebut dan hitung juga
volume plastik tersebut.

b. Pembuatan simulan pangan


Lima macam simulan pangan yang digunakan adalah : air destilata, 15% ethanol
dalam air destilata, 3% asam asetat dalam air destilata, 95% ethanol dalam air destilata dan
iso-oktan atau heptan.

c. Pembuatan spesiman
Sampel plastik dipotong dengan ukuran 10 ´ 10 ± 0.05 cm, lap dengan flanel bebas
debu dan ditimbang. Catat berat sampel. Masing-masing sample tersebut kemudian di
potong-potong dengan ukuran 2.5 ´ 5 cm.

d. Pembuatan kawat penyangga


Kawat penyangga spesiman dibuat dari kawat baja berdiameter 1 mm seperti pada
Gambar 3. Gunakan tang atau alat bantu lain.

Gambar 3. Alat penyangga spesiman


e. Uji migrasi
Uji migrasi total dilakukan dengan metode konvensional pencelupan dua sisi
(Council Directive, 82/711/EEC, Council Directive, 85/572/EEC). Bersihkan spesiman
plastik dari debu dengan mengunakan kain lab bebas debu. Masukkan specimen tersebut ke
dalam gelas piala atau jar gelas yang berisi 100 ml simulan pangan seperti terlihat pada
Gambar 4. Kawat stainless steel digunakan untuk menyangga masing-masing strip supaya
spesiman tidak bertindihan satu dengan yang lain. Terlebih dahulu kawat stainless steel
tersebut dibersihkan dengan menggunakan simulan pangan. Untuk mencegah hilangnya
simulan pangan karena penguapan, tutup gelas piala dengan aluminium foil dan kemudian
rekatkan dengan parafilm. Level food simulant ditandai untuk verifikasi. Blanko tanpa
speciman dibuat untuk masing-masing food simulant. Pengujian migrasi total dilakukan 3
kali pengulangan untuk masing-masing sampel plastik dan masing-masing food simulan.
Waktu dan temperature pengujian disajikan pada Tabel 1.

Stainlessteel
sebagai penyangga

Kemasan plastik
yang diujikan

Gambar 4. Uji migrati total

Tabel 1. Kondisi (temperatur dan waktu) pengujian migrasi total

Simulant Diskripsi Waktu/jam Temperatur / oC


A Water 240 40
B 3% (v/v) aqueous acetic acid 240 40
C 15 % (v/v) aqueous ethanol 240 40
D 95% (v/v) aqueous ethanol 24 50
E iso-octane 24 40
5. Penghitungan total migrasi
Di akhir pengujian semua simulan pangan dituangkan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya dan diuapkan dengan menggunakan hotplate. Sampel dibilas dengan 10
ml simulan dan dituangkan ke dalam cawan masing-masing. Selama evaporasi, temperatur
penguapan dijaga di bawah titik didih masing-masing simulan untuk menghindari
kehilangan simulan karena splashing. Ketika hampir seluruh simulan menguap, letakkan
cawan ke dalam oven pada suhu 105 ± 5oC selama 2 jam dan timbang. Cawan dipanaskan
lagi ke dalam oven sampai diperoleh massa yang sama. Migrasi total dihitung dengan rumus
berikut ini (Persamaan 2):

M = 1000 ( m a − m b ) / S (Persamaan 2)

Dimana M adalah migrasi total (mg dm-2), ma adalah massa residu (g)dari sample setelah
penguapan, mb adalah massa residu (g) dari blanko dan S adalah luas permukaan specimen.

E. Pustaka
Warsiki, E. dan kawan-kawan. 2009. Pedoman Uji Migrasi Kemasan Pangan. Direktorat
Pengawasan Produk Dan Bahan Berbahaya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Karen A. Barnes, C. Richard Sinclair and D.H. Watson, 2007. Chemical migration and food
contact materials. Wood Publishing Limited, England
Barners, K. A., Sinclair, C. R., and Watson, D. H., 2007, Chemical Migration and food
contact materials, Woodhead, England.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK 00.05.55.6497 Tahun
2007 tentang Bahan Kemasan Pangan.
Commission Directive, 2 April 2007, 2007/19/EC, amending Directive 2002/72/EC relating
to plastic materials and articles intended to come into contact with food and Council
Directive 85/572/EEC laying down the list of simulants to be used for testing
migration of constituents of plastic materials and articles intended to come into
contact with foodstuffs, OJ L 97/50, 12.4.2007, http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2007:097:0050:0069:EN:PDF.
Council Directive, 18 October 1982, 82/711/EEC, Laying Down The Basic Rules Necessary
for Testing Migration of The Constituents Of Plastic Materials and Articles Intended
to Come into Contact with Foodstuffs, http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:31982L0711:EN:HTML.
Council Directive, 19 Desember 1985, 85/572/EEC, Laying Down The List of Simulants to
be Used for Testing Migration Of Constituents of Plastic Materials and Articles
Intended to come into Contact with Foodstuffs, OJ L 372, 31.12.1985, p. 14,
http://eur-
lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CONSLEG:1985L0572:20070420:E
N:PDF
IX. PERHITUNGAN MIGRASI

A. Pendahuluan
Pada dasarnya terdapat beberapa stadard internasional yang mengatur batas migrasi.
Uni Eropa (EU) mengatur batas migrasi menjadi dua yaitu batas migrasi total (overall
migration limits-OMLs) dan batas migrasi spesifik (specific migration limits-SMLs). Batas
migrasi total (OMLs) adalah perpindahan dari seluruh zat yang berpindah dari kemasan ke
dalam pangan dalam simulan tertentu sesuai jenis/tipe pangan dan ditetapkan sebesar 60 mg
kontaminan /kg pangan. Sementara itu, batas migrasi spesifik (SMLs) adalah jumlah
maksimum zat spesifik yang diperbolehkan berpindah dari suatu FCS dari kemasan ke dalam
pangan dan direpresentasikan sebagai perpindahan senyawa spesifik (FCS) tersebut ke
dalam simulan pangan.
Angka 60 mg/kg pangan diturunkan dari data toksikologi zat dengan asumsi berat
badan rata-rata adalah 60 kg dan makan 1 kg makanan (cair dan padat) per hari. Selain itu,
jika diasumsikan makanan dibungkus plastik dengan rasio volume pangan : luas permukaan
bahan kemasan adalah 6 dm2 per 1 L atau kg pangan maka batas migrasi, yang dinyatakan
sebagai mg kontaminan per kg pangan (atau simulan pangan), dapat dihitung dengan
mengalikan asupan harian yang dapat diterima (acceptable daily intake (ADI)) dalam mg
kontaminan per kg berat badan per hari, atau total asupan harian (total daily intake (TDI)
dalam mg kontaminan per kg pangan per berat badan dengan nilai 60. Dari perhitungan ini
EU telah menentukan jumlah maksimum migrasi zat dari bahan kemasan kedalam pangan
atau simulan pangan sebesar 10 mg zat/residu per dm2 material kemasan atau 60 mg
zat/residu per kg pangan atau simulan pangan.
SML ditetapkan secara individu dan didasarkan atas data evaluasi toksikologi dari
senyawa tersebut, yang didasarkan pada nilai asupan harian yang ditoleransi (tolerable daily
intake –TDI). Selanjutnya nilai TDI diterjemahkan ke dalam SML berdasarkan sistem
konvensional. Sistem ini mengasumsikan 1 kg pangan dikonsumsi setiap hari oleh setiap
orang dengan berat badan 60 kg. Harga SML bervariasi dari tak terdeteksi hingga beberapa
mg/kg pangan. Migrasi suatu zat tunggal mungkin tidak melampaui OML 60 mg/kg pangan,
dan mungkin tidak melampaui batas migrasi. Walaupun suatu material kemasan mempunyai
OML lebih rendah dari yang ditetapkan, namun demikian SML harus tetap diikuti.
Berbeda dengan EU, US-FDA Code Federal Regulation (CFR) menyusun batas
migrasi suatu kemasan pangan sedikit lebih komplek. Batasan ini mengacu pada resin
polimer dasar yang digunakan dan bahan aditif yang ditambahkan dalam proses pembuatan
kemasan tersebut. Oleh karena itu, biasanya batasan ini sangat spesifik untuk resin tertentu,
atau kandungan residu monomer atau lebih mirip dengan migrasi spesifik. Prosedur uji yang
meliputi waktu, suhu, simulan pangan dan lain-lain dijelaskan pada Bab 3. Berdasarkan hal
ini, persetujuan kemasan yang belum diedarkan harus dilakukan di negara ini. US CFR telah
mengembangkan konsep “The Threshold of Regulation” yang merupakan bagian dari US
Code of the Federal Regulation on 17 July 1995. Aturan ini menyatakan bahwa konsentrasi
maksimum bahan berbahaya dalam asupan harian adalah 0.5 µg kg-1 bahan non pangan dari
suatu bahan kemasan. Pada hal ini diasumsikan bahwa 100% kontaminan bermigrasi ke
dalam pangan. Namun demikian beberapa pakar menyatakan bahwa 1.0 µg kg-1 adalah batas
yang cukup aman bagi kesehatan.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk menghitung migrasi total secara teoritik dengan
menggunakan standar Amerika.

C. Teori Pendukung
Unutuk menghitung total migrasi, FDA-Amerika melakukan pendekatan yang lebih
baik dibandingkan dengan EU. FDA menetapkan faktor konsumsi (Consumption Factor-
CF) yang menggambarkan fraksi diet harian yang diperkirakan kontak dengan bahan
kemasan dan faktor distribusi pangan (Food Distribution Factor-FT) yang menghitung
variabel sifat pangan yang kontak dengan masing-masing kemasan. Di bawah ini adalah data
faktor konsumsi dan faktor data distribusi pangan yang telah ditetapkan oleh FDA.

Tabel 1. Faktor Konsumsi (CF)


Jenis Kemasan CF Kategori Kemasan CF
A. Umum Kaca 0.1 Adesif 0.14
Logam-dilapis polimer 0.17 Kantung tabung 0.0004
Logam- tidak dilapis 0.03 Microwave susceptor 0.001
(a)
Kertas-dilapis polimer 0.2 Semua Polimer 0.8
Kertas-tidak dilapis dan 0.1 Polimer 0.4
dilapis tanah liat
B. Polymer Poliolefin 0.35(b) PVC 0.1
-LDPE 0.12 -kaku/semikaku 0.05
-LLDPE 0.06 -plasticized 0.05
(c,d)
-HDPE 0.13 PET 0.16
-PP 0.04 Poliester lain 0.05
Polistirena 0.14 Nilon 0.02
EVA 0.02 Akrilik, fenolik, dll. 0.15
(e)
Selofan 0.01 Lainnya 0.05
(a)
Berasal dari menambah nilai CF untuk logam-dilapis polimer, kertas-dilapis polimer,
dan polimer (0.17 + 0.2 + 0.4 = 0.8).
(b)
Film Poliolefin, 0.17 (film HDPE, 0.006; film LDPE, 0.065; film LLDPE, 0.060; dan
film PP, 0.037).
(c)
Kardus- lapis PET, 0.013; thermoformed PET, 0.0071; botol minuman berkarbonasi
PET, 0.082; custom PET, 0.056; kristalin PET, 0.0023; film PET, 0.03.
(d)
Nilai CF 0.05 digunakan untuk penggunaan daur ulang PET.
(e)
nilai minimum CF 0.05 digunakan untuk semua estimasi paparan.
Tabel 2. Faktor Distribusi Jenis Pangan (FT)
Jenis Kemasan Food-Type Distribution (fT)
(a)
Air Asam(a) Alkohol Lemak
A. Umum Logam-dilapis polimer 0.08 0.36 0.47 0.09
Logam- tidak dilapis 0.16 0.35 0.40 0.09
(b)
Kertas-dilapis polimer 0.54 0.25 0.01 0.20
(b)
Kertas-tidak dilapis dan 0.55 0.04 0.01 0.40
dilapis tanah liat
Logam-dilapis polimer 0.57 0.01(b) 0.01(b) 0.41
(b)
Polimer 0.49 0.16 0.01 0.34
(b) b
B. Polimer Poliolefin 0.67 0.01 0.01 0.31
(b) (b)
Polistirena 0.67 0.01 0.01 0.31
(b)
-impact 0.85 0.01 0.04 0.10
-nonimpact 0.51 0.01 0.01 0.47
Akrilik, fenolik, dll. 0.17 0.40 0.31 0.12
(b)
PVC 0.01 0.23 0.27 0.49
(b) (b) (b)
Poliakrilonitril, ionomer, 0.01 0.01 0.01 0.97
PVDC
Polikarbonat 0.97 0.01(b) 0.01(b) 0.01(b)
Poliester 0.01(b) 0.97 0.01(b) 0.01(b)
Poliamida (nilon) 0.10 0.10 0.05 0.75
EVA 0.30 0.28 0.28 0.14
(b) (b)
Lilin 0.47 0.01 0.01 0.51
(b) (b)
Selofan 0.05 0.01 0.01 0.93
(a)
Etanol 10% merupakan simulan pangan untuk pangan berair dan asam, sehingga
faktor distribusi pangan harus dijumlahkan.
(b)
1% atau kurang

Faktor ini mencerminkan fraksi semua tipe pangan meliputi berair, berasam,
beralkohol dan berlemak. FDA menetapkan rasio kontak bahan sebesar 10 g pangan/in2
kemasan. Perhitungan migrasi dilakukan dengan melibatkan nilai migrasi dari eksperimen
untuk masing-masing simulan pangan dengan rumus sebagai berikut (persamaan 1) :

M (mg / kg pangan) = FTair + asam ´ M10% e tan ol + FTalkohol ´ M50% e tan ol ´ FTlemak ´ M lemak
Dimana : M adalah migrasi total
Mi adalah migrasi pada simulan pangan i (kg migran/kg simulan pangan)

Sedangkan Estimated Daily Intake (EDI) (asupan harian terestimasi) ditetapkan sebagai
berikut (persamaan 2) :

EDI (mg / orang / hari) = M(kg / kg pangan ) ´ CF ´ 3 kg pangan / orang / hari


Hasil yang berbeda diperoleh dari pendekatan ini dengan menggunakan faktor
konsumsi, CF, dibandingkan dengan hanya menggunakan nilai migrasi yang diperoleh dari
eksperimen saja. Nilai migrasi dapat juga diperoleh dari estimasi dengan menggunakan
model matematika yang didasarkan pada teori difusi.

D. Metodologi
Praktikum ini dilakukan dengan mencoba beberapa latihan soal dalam sebuah kelas
responsi. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang per
kelompok. Kemudian mahasiswa diberi soal dan didiskusikan dengan teman kelompoknya.
Setelah selesai dikerjakan oleh mahasiswa, mentor mencari kelompok terbaik untuk
mengerjakan soal latihan di muka dengan benar. Penjelasan dan diskusi harus berlangsung
selama responsi tersebut.

E. Contoh Soal

1. Plastik PET yang ditujukan untuk mengemas air mineral, cuka, dan minyak goreng.
Tuliskan prosedur melakukan pengujian migrasi lengkap dengan suhu dan waktu kontak
pengujian. Jika hasil pengujian adalah seperti Table 1 dan nilai CF (consumption factor)
dan fT (distribution factor) seperti pada Tabel 2, hitunglah EDI (Estimate Daily Intake)
untuk plastik tersebut (Nilai 30)

Tabel 3. Hasil pengujian migrasi dalam berbagai simulan pangan


No Simulan pangan Hasil (mg/kg)
1 Air destilata 0.020
2 10% etanol dalam air 0.040
3 3% asam asetat dalam air 0.085
4 95% etanol dalam air 10.50

Tabel 4. Data consumption dan distribution factor


fT
No Jenis kemasan CF Air 10% etanol 3% asam asetat 95% etanol
destilata dlm air dlm air dlm air
1 PET 0.16 0.67 0.01 0.01 0.31

2. The petitioner is seeking coverage for use of a new antioxidant at a maximum level 0f
0.25% w/w in polyolefins contacting food or below room temperature. Migration values
from polyolefins reported to FDA for the three food simulating solvent are given below:

Solvent (i) Mi (ppm)


10% aqueous acetic acid 0.060
Distilled water 0.060
50% aqueous ethanol 0.092
Miglyol 812TM (Synthetic fatty) 7.7
The petitioner used a solvent volume to expose surface area ratio of 10 mL/in2.
Therefore, solution concentrations are essentially equivalent to food concentration
(under assumption that 10 g food contact 1 in2 of surface area). The CF and food-type
distribution value (fT) for polyolefins are given in 0.33 and 0.67 (aqueous), 0.01
(acidic), 0.01 (alcoholic) and 0.31 (fatty). Calculate the <M> and EDI for the
antioxidant.
3. Sebuah perusahaan memerlukan perhitungan untuk penggunaan bahan aditif untuk
bahan kemasan multi lapis dari polikarbonat dan polistiren. Bahan kemasan tersebut
akan kontak dengan makanan dibawah atau pada temperatur ruangan. Nilai migrasi
pada berbagai food simulant terlihat pada tabel :

Food simulant (i) Polikarbonat Mi (ppm) Polistiren Mi (ppm)


10% aqueous ethanol 0.02 0.02
50% aqueous ethanol 0.025 0.035
Miglyol 812TM 0.033 0.15

Rasio volume food stimulant terhadap luas permukaan sebesar 10 mL/in² (dengan
asumsi 10 g makanan akan kontak dengan 1 in² bahan kemasan). Hitunglah :
a. Migrasi rata-rata (<M>)
b. Konsentrasi aditif dalam diet harian (daily diet) (CF x <M>)
c. EDI (asumsi 3 kg food/person/day)

F. Pustaka
Warsiki, E. dan kawan-kawan. 2009. Pedoman Uji Migrasi Kemasan Pangan. Direktorat
Pengawasan Produk Dan Bahan Berbahaya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Warsiki, E. Dan kawan-kawan. 2010. Pedoman Kajian Paparan (Manuscript). Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.
CFSAN/Office of Food Additive Safety. 2010. Preparation of Premarket Submissions for
Food Contact Substances: Chemistry Recommendations http://vm.cfsan.fda.gov/
~dms/opafcn.html
X. KUNJUNGAN KE INDUSTRI

A. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui lebih jauh aspek teknologi dan hal-
hat yang berkaitan dengan proses produksi bahan kemasan (kunjungan ke industri kemasan)
dan teknik pengernasan suatu produk (kunjungan ke industri pangan atau non pangan)

B. Format Laporan
Laporan dibuat oleh setiap kelornpok dalam bentuk laporan tertulis. Format laporan
sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
II. YANG DILAPORKAN DARI KUNJUNGAN, MELIPUTI :
A. JENIS-JENIS KEMASAN YANG DIPRODUKSI/Y ANG DIGUNAKAN
B. PROSES PRODUKSI BAHAN KEMASAN/TEKNIK PENGEMASAN PRODUK
C. PEMASARAN
III. PEMBAHASAN
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN :

(Berikan contoh-contoh kemasan yang diproduksi atau digunakan di industri yang


bersangkutan)
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGEMASAN

Nama : ....................................................
Foto 3 X 4
NRP : ....................................................

Golongan : ....................................................

Minggu Nilai Paraf


Materi
Ke Asisten
Quis Kerja Laporan

1 Analisis Kemasan Produk


Olahan Hasil Pertanian

2–3 Bahan Kemasan Kertas

4–5 Bahan Kemasan Plastik

6 Bahan Kemasan Gelas

7 Bahan Kemasan Logam

8 UTS Ujian Ketok

9 Analisis Disain Kemasan

10-11 Bahan kemasan edible/


biodegradable

12-14 Pengukuran Migrasi Selama


Penyimpanan

15 Persentasi Desain Kemasan


Produk Agroindustri

Bogor, ............................... 2023

Nama Asisten : ...............................


NRP................................................

Anda mungkin juga menyukai