Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH KOMPETENSI PRODUKTIF AKUNTANSI, PRAKERIN DAN

LINGKUNGAN KELUARGA MELALUI SELF-EFFICACY


TERHADAP KESIAPAN KERJA
(Survey pada Program Keahlian Akuntansi Siswa Kelas XI di SMK Negeri Se-
Kabupaten Cianjur)

Oleh:
IIS YULIANTI SALIM (1803099)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 8
D. Manfaat Penelitian 8
a. Manfaat Praktis 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 9
a. Kajian Pustaka 9
b. Penelitian Terdahulu 23
c. Kerangka Berfikir 30
d. Hipotesis Penelitian 35
BAB III METODE PENELITIAN 36
A. Desain Penelitian 36
B. Obyek Penelitian 36
C. Populasi Penelitian 36
D. Sampel Penelitian 44
E. Variabel Penelitian 45
F. Definisi Operasional Variabel 46
G. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 51
H. Pengujian Instrumen 51
I. Teknik Analisis Data 53
DAFTAR PUSTAKA 44

DAFTAR GAMBAR

2
Gambar 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (persen), Agustus 2017-Agustus 2019 7
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 6
Gambar 3.1 Paradigma Penelitian 6
Gambar 4.1 Diagram Analisis Jalur 17

DAFTAR GAMBAR

3
Table 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan (persen), Agustus 2015-Agustus 2019 7
Table 2.1 Penelitian Terdahulu 4
Table 3.1 Populasi Penelitian SMKN se-Kabupaten Cianjur 9
Table 4.1 Variabel Penelitian 10

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi sekarang ini, persaingan kualitas sumber daya manusia semakin ketat di
segala sektor kehidupan. Salah satu upaya yang diperlukan untuk meningkatkan sumber daya
yang berkualitas adalah melalui bidang Pendidikan. (Tusyanah, dkk (2016) berpendapat
bahwa pendidikan merupakan faktor utama untuk menentukan kualitas hidup suatu negara,
pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung Indonesia agar lebih
kuat untuk berdaya saing global.
Dijelaskan juga dalam (UU tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 Nomor 20 Tahun
2003), bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sedangkan Sekolah Menengan Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam bidang Pendidikan, yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan
pada jenjang pendidikan menengah yang dipersiapkan untuk mencetak lulusan yang
kompeten dalam bidangnya agar dapat langsung memasuki dunia kerja. Menurut (Djohar
(2007:128) pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang menyiapkan individu
peserta didik menjadi tenaga kerja yang profesional. Dan Tujuan Pendidikan bagi Sekolah
Menengah Kejuruan seperti yang tercantum dalam Kurikulum SMK edisi 2004 yaitu : (1)
menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional.
(2) menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, serta mampu berkompetensi dan mampu
mengembangkan diri. (3) menyiapkan lulusan agar menjadi warga Negara yang produktif,
adaptif dan kreatif. Hal ini sesuai dengan (UU tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
Nomor 20 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu”.
Berdasarkan teori empiris yang dipelopori oleh (John Lock (1632-1704) yang dikenal
dengan teori tabulae rasae (meja lilin) menyatakan bahwa manusia dilahirkan seperti
kertasputih (kosong) yang belum ditulis sehingga sejak dilahirkan anak itu tidak mempunyai
bakat dan pembawaan apa-apa. Perkembangan pribadi seseorang ditentukan oleh
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu tersebut yaitu

5
melalui faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. Teori tersebut sesuai dengan
pendidikan SMK yang bertujuan agar siswa SMK memiliki kesiapan kerja setelah lulus
melalui pengalaman-pengalaman selama pembelajaran. Siswa SMK memperoleh pengalaman
pada lingkungan sekolah, dunia usaha dan dunia industri, juga pada lingkungan keluarga.
Pengalaman siswa pada lingkungan sekolah dapat berupa kompetensi dan pengetahuan
prduktif sebagai mata diklat wajib bagi siswa SMK, dunia usaha dan industri akan membekali
siswa berupa pengalaman praktik, dan pada lingkungan keluarga khususnya orang tua akan
memberikan dukungan bagi kesuksesan siswa.
Penjelasan teori empiris tersebut diperkuat oleh Teori kognitif sosial (social cognitive
theory) yang dikemukakan oleh (Albert Bandura (1986) menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor yang
dimaksud bandura tersebut adalah self efficacy atau efikasi diri. Itu artinya self efficacy
memainkan peran penting dalam pembelajaran, begitu pun pembelajaran siswa yang
dilaksanakan di SMK.
Dilihat dari penjelasan teori empiris dan tujuan Sekolah Menengah Kejuruan, dapat
disimpulkan bahwa siswa SMK dipersiapkan untuk mencetak lulusan yang professional, yang
kompeten dalam bidangnya agar dapat langsung memasuki dunia kerja yang memiliki
sumber daya yang berkualitas.
Namun, pada kenyataannya permasalahan yang dihadapi negara Indonesia saat ini yaitu
tingginya angka pengangguran. Saat ini angkatan kerja sekaligus jumlah pengangguran yang
paling banyak terjadi yaitu pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini terjadi
karena kualitas tenaga kerja dari angkatan kerja lulusan SMK tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh pelaku industri (perusahaan) atau penerima tenaga kerja, padahal Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan formal yang bertujuan untuk
menyiapkan tenaga kerja yang terampil (Rahmah and Mahmud, 2015).
Keterserapan lulusan SMK di dunia kerja dan industri masih belum maksimal, selain
faktor ketersediaan lapangan pekerjaan yang masih belum sesuai dengan jumlah lulusan yang
dihasilkan dan faktor kualitas lulusan masih menjadi penyebab banyaknya lulusan yang
belum bekerja . Berdasarkan data dari (Badan Pusat Statistik Indonesia pada Agustus 2019),
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih
yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 10,42 persen. Hal ini bisa
dilihat dari data Badan Pusat Statistik mengenai Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Tabel 1.1.

6
Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang ditamatkan (persen), Agustus 2015-Agustus 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik 2019


Hal yang sama terjadi di Provinsi Jawa Barat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu
sebesar 14,53 persen. Hal ini bisa dilihat dari sumber data (Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Barat 2019) mengenai Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi
yang ditamatkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan (persen), Agustus 2017-Agustus 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Agustus 2019


Menurut Slameto (2013) “kesiapan kerja adalah keseluruhan kondisi seseorang yang
membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu
situasi” (Slameto (2013) dalam Suryani, Indah., & Khafid (2018:113)). Membangun kesiapan
kerja bagi siswa SMK merupakan aspek penting dalam menghasilkan lulusan yang mampu

7
bersaing dan berhasil dalam pekerjaannya di dunia kerja nantinya. Sependapat dengan
(Margunani dan Nila (2014) yang menyatakan bahwa siswa SMK harus dipersiapkan untuk
menghadapi real job yang ada di dunia usaha dan industri, yang mana mereka akan berada
dalam lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sekolah yang selama ini mereka hadapi.
Kuswana (2013:85), menyebutkan “kesiapan kerja adalah keseluruhan kondisi individu yang
meliputi kematangan fisik, mental dan pengalaman sehingga mampu untuk melaksanakan
suatu kegiatan atau pekerjaan”. Kesiapan kerja tergantung pada tingkat kematangan kondisi
mental, dan emosi yang meliputi kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, bersikap
kritis, kesediaan menerima tanggung jawab, ambisi untuk maju, dan harus bisa menyesuaikan
diri di Dunia Usaha / Dunia Industri.
Untuk meningkatkan agar siswa memiliki kesiapan kerja yang tinggi, maka perlu dilihat
faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kesiapan kerja. Seperti teori yang
dikemukakan oleh John Lock (1632-1704) bahwa Perkembangan pribadi seseorang
ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu
tersebut yaitu melalui faktor-faktor lingkungan, terutama Pendidikan. Dan Teori kognitif
sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1986) menyatakan
bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Faktor yang dimaksud bandura tersebut adalah self efficacy atau efikasi diri.
Itu artinya self efficacy memainkan peran penting dalam pembelajaran, begitu pun
pembelajaran siswa yang dilaksanakan di SMK. Sedangkan menurut (Fajriyah 2017) bahwa
beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh siswa agar memiliki kesiapan kerja yang tinggi
yaitu wawasan yang luas, keahlian sesuai dengan bidangnya, pemahaman dalam berpikir, dan
kepribadian baik. Hal ini juga sejalan dengan Ariyanti (2018:673) yang menyatakan bahwa
kesiapan kerja siswa setelah lulus dari sekolah kejuruan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu faktor dari dalam diri (intern) dan faktor dari luar diri (ekstern).
Sesuai dengan teori John Lock bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja
adalah lingkungan sekolah yang berupa kemampuan pemahaman siswa dalam mata pelajaran
produktif dan faktor kognitif seperti yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1986).
Kelompok mata pelajaran produktif merupakan kelompok mata pelajaran dimana
dikhususkan untuk masing-masing jurusan yang diambil, sehingga setiap jurusan memiliki
mata pelajaran yang berbeda dari jurusan lainnya. Mata pelajaran pada kelompok produktif
ini berfungsi untuk memperdalam pengetahuan seputar dunia kerja yang sejalan dengan
jurusannya. Kemampuan pemahaman siswa dalam mata pelajaran produktif sangat besar
pengaruhnya terhadap kehidupan yang akan datang. Menurut (Suwati (2008:47) dalam

8
Ichsanul Muslim (hal.388-2020)) pembekalan keterampilan pembelajaran produktif
memberikan kesempatan pada anak didik untuk lebih konsen pada peningkatan kualitas diri
menuju persiapan diri menghadapi globalisasi. Siswa perlu mengerti makna belajar, apa
manfaatnya, mereka dalam status apa, dan bagaimana mencapainya (Pramusinto, n.d.).
Artinya dalam mempelajari mata pelajaran produktif siswa perlu kesungguhan agar tercapai
tujuannya.
Pemahaman siswa mengenai kompetensi mata diklat produktif merupakan gambaran dari
tingkat penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki seorang siswa khususnya
pada mata pelajaran produktif akuntansi. Menurut (Yudha, (hal.34:2015), penguasaan adalah
kemampuan seseorang yang dapat diwujudkan baik dari teori maupun praktik. Seseorang
dapat dikatakan menguasai sesuatu apabila orang tersebut mengerti dan memahami materi
atau konsep tersebut sehingga dapat menerapkannya pada situasi atau konsep baru. Dengan
penguasaan pengetahuan yang tinggi, individu akan lebih siap dalam melaksanakan
kegiataannya sehingga siswa yang memiliki penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
tinggi menandakan bahwa siswa tersebut memiliki kesiapan kerja yang tinggi pula. Hal ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nurhayati 2019) menyatakan bahwa
kompetensi produktif akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan kerja
siswa. Lain hal nya penelitian yang dilakukan oleh (Rusliyanto and Kusmuriyanto 2019)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan mata diklat produktif akuntansi
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kesiapan kerja.
Kesiapan kerja siswa SMK tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan pemahaman dan
penguasaan mata pelajaran produktif yang diperoleh dari lingkungan sekolah dan pengalaman
dalam Dunia Industri/ Dunia Usaha tetapi juga dipengaruhi oleh pengalaman kerja atau
praktik diluar sekolah dan merupakan salah satu faktor sosial, praktik ini sering disebut
dengan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) / Praktik Kerja Lapangan (PKL) / Praktik kerja
industri (Prakerin) / On the Job Training (OJT). Praktik Kerja Industri atau yang disebut
magang merupakan suatu bentuk penyelenggaraan Pendidikan keahlian profesional, yang
memadukan secara sistematis dan sinkron pendidikan di sekolah dan program penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja secara langsung di dunia kerja, terarah
untuk mencapai suatu profesional tertentu (Dikmenjur (2013) dalam Nurcahyono (2015: 195-
196)).
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Widodo, dkk (2017), tujuan utama dari kegiatan
praktik kerja industri adalah untuk membantu para peserta didik mendapatkan pekerjaan di
dunia industri atau institusi. Tidak hanya itu, penerapan PSG juga dimaksudkan agar Sekolah

9
Menengah Kejuruan (SMK) dapat bekerjasama dengan DU/DI dan instansi terkait dalam
merencanakan, melaksanakan pendidikan, serta memanfaatkan tamatan seoptimal mungkin
(Puryanti, (2016). Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Sofia
2015) menyatakan bahwa terdapat pengaruh praktik kerja lapangan terhadap kesiapan kerja.
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh (Chun-Khain Wye, dkk (2012) menyatakan
bahwa mahasiswa dengan pengalaman kerja memiliki tingkat kesiapan yang tinggi
dibandingkan mereka yang belum memiliki pengalaman kerja.
Terbentuknya kesiapan kerja pada diri siswa juga dipengaruhi oleh Pengalaman yang
dilalui dalam lingkungan keluarga yang termasuk kedalam salah satu factor sosial. Dimana
pengalaman dan peristiwa terbentuk didalamnya. Lingkungan sosial dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
(Hasbullah (2008:38) menyebutkan, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan
pertama dan utama bagi anak, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat
didikan dan bimbingan, dan dikatakan sebagai lingkungan yang utama karena sebagian besar
dari kehidupan anak adalah didalam lingkungan keluarga. Orang tua adalah agen utama
dalam membentuk sikap anak-anak mereka (Clarke, et al. 2005). Sejalan yang dikemukakan
oleh (Winkel, W.S., (2007:647), bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
kesiapan kerja adalah pengaruh dari seluruh anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Lestari (2017) dalam Noviyanti and Setiyani
(2019)) menyatakan bahwa ada pengaruh positif lingkungan keluarga terhadap kesiapan
kerja. Sedangkan penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Wardiman (1998: 316) dalam Ria Setyawati 2018) menyatakan bahwa dukungan
keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan kerja siswa.
Selain lingkungan keluarga Kepercayaan diri (Self-Efficacy) juga menjadi faktor penting
dalam kesiapan kerja, (Bandura dalam Feits, dkk (2017:157) mendefinisikan efikasi diri (self
efficacy) sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk
kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Keyakinan
seseorang terhadap efficacy yang dimilikinya merupakan aspek utama dari pengetahuan diri
yang dimilikinya (Raeni., & Purnami 2013). Dan kesiapan sangat erat hubungannya dengan
tingkah laku manusia, hal ini sesuai dengan pendapat (Bandura dalam Alwisol (2004:357))
yang menyatakan bahwa sistem self mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman
mekanisme dan seperangkat fungai-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku.
Artinya Efikasi diri ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia yang membuat siap atau
tidaknya diri seseorang dalam memasuki dunia kerja. Hal ini sejalan dengan beberapa

10
penelitian yang telah dilakukan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawati,
dkk (2015) dimana dalam penelitian ini mendapatkan hasil bahwa secara parsial efikasi diri
berpengaruh terhadap kesiapan kerja. (Dewantara, dkk (2016) juga menyatakan efikasi diri
terhadap kesiapan kerja memiliki pengaruh paling tinggi diantara faktor yang lainnya.
Berdasarkan masalah dalam latar belakang inilah, maka perlu untuk dilakukan penelitian
dengan judul Pengaruh Kompetensi Produktif Akuntansi, Prakerin dan Lingkungan Keluarga
Melalui Self-Efficacy Terhadap Kesiapan Kerja (Survey Pada Program Keahlian Akuntansi
Siswa Kelas XI di SMK Negeri Se- Kabupaten Cianjur).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah :

1. Adakah pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap self-efficacy


siswa kelas XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
2. Adakah pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) terhadap self-efficacy siswa kelas
XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
3. Adakah pengaruh lingkungan keluarga terhadap self-efficacy siswa kelas XI Program
keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
4. Adakah pengaruh self-efficacy terhadap kesiapan kerja siswa kelas XI Program
keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
5. Adakah pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap kesiapan kerja
siswa kelas XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
6. Adakah pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) terhadap kesiapan kerja siswa kelas
XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
7. Adakah pengaruh lingkungan keluarga terhadap kesiapan kerja siswa kelas XI
Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur
8. Adakah pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi melalui self-efficacy
terhadap kesiapan kerja siswa kelas XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-
Kabupaten Cianjur
9. Adakah pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) melalui self-efficacy terhadap
kesiapan kerja siswa kelas XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten
Cianjur
10. Adakah pengaruh lingkungan keluarga melalui self-efficacy terhadap kesiapan kerja
siswa kelas XI Program keahlian akuntansi SMK Negeri se-Kabupaten Cianjur

11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yakni :
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap self-
efficacy siswa
2. Untuk mengetahui pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) terhadap self-efficacy siswa
3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga terhadap self-efficacy siswa
4. Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap kesiapan kerja siswa
5. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap
kesiapan kerja siswa
6. Untuk mengetahui praktik kerja industri (Prakerin) terhadap kesiapan kerja siswa
7. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga terhadap kesiapan kerja siswa
8. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi melalui self-
efficacy terhadap kesiapan kerja siswa
9. Untuk mengetahui pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) melalui self-efficacy
terhadap kesiapan kerja siswa
10. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga melalui self-efficacy terhadap kesiapan
kerja siswa
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi guru dalam membimbing dan
memotivasi siswanya agar memiliki kesiapan kerja yang tinggi dalam memasuki dunia kerja.
Penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan bagi orang tua untuk mempersiapkan
anak-anak mereka menjadi anak-anak yang memiliki kesiapan kerja yang tinggi dalam hal
dukungan dari lingkungan keluarga. Penelitian ini juga menjadi masukan bagi peneliti
selanjutnya, sebagai bahan referensi tambahan dalam penelitian yang berkaitan dengan
kesiapan kerja siswa.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi dunia pendidikan khusunya
pendidikan kejuruan dalam hal menumbuhkan sikap kesiapan kerja dalam diri siswa untuk
menghadapi dunia kerja.

12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

a. Kajian Pustaka
I. Konsep Kesiapan Kerja
1. Pengertian Kesiapan Kerja Siswa
Slameto (2013) berpendapat bahwa “Kesiapan kerja adalah keseluruhan kondisi
seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu
terhadap suatu situasi” (Slameto (2013) dalam Siti Suryani (2018:113)). Menurut (Chalpin
(2006) dalam Anna Rufaidah (2015:419)) menyatakan bahwa readiness atau kesiapan
merupakan keadaan siap untuk mereaksi atau menanggapi tingkat perkembangan dari
kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan bagi pemraktikan sesuatu. Kemudian
(Winkel dan Hastuti (2004:668) dalam Yuni Ariyanti dan Prasetyo Ari Bowo (2018:673)
2018)) mengungkapkan bahwa kesiapan kerja dipandang sebagai usaha untuk memantapkan
seseorang mempersiapkan diri dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai yang
diperlukan dalam menekuni sebuah pekerjaan. (Andreas dan Damian (2007:205) juga
mejelaskan Kesiapan kerja merupakan keadaan seseorang yang siap atau mempunyai
kompetensi untuk melakukan pekerjaan dengan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan
tujuan atau target yang telah ditetapkan.
Sedangkan Supriyadi (2011:33) mengemukakan bahwa kesiapan sama dengan
kemampuan atau kompetensi dalam segi fisik yang cukup dan kesehatan yang baik,
sementara kesiapan mental, memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan suatu
kegiatan. Hamalik (2007:91) juga menyebutkan kesiapan merupakan suatu keadaaan yang
wajib dicapai ketika rangkaian proses perkembangan seseorang pada tahapan perkembangan
fisik, mental, emosional dan sosial (Hamalik (2007:91) dalam Kusnaeni dan S Martono
(2017)).
Kemudian Wagner (2006) juga menyatakan kesiapan kerja adalah seperangkat
keterampilan dan perilaku individu yang dibutuhkan untuk bekerja (Wagner (2006) dalam
Putranto (2017:1)). Kuswana (2013:85) juga mengemukakan bahwa “Kesiapan kerja adalah
keseluruhan kondisi individu yang meliputi kematangan fisik, mental dan pengalaman
sehingga mampu untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan” (Kuswana (2013:85)
dalam Sya’diyah (2014)). Kesiapan kerja tergantung pada tingkat kematangan kondisi
mental, dan emosi yang meliputi kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, bersikap

13
kritis, kesediaan menerima tanggung jawab, ambisi untuk maju, dan haus bisa menyesuaikan
diri di Dunia Usaha/ Dunia Industri.
Menurut Fitriyanto (2006) kesiapan kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
menunjukkan adanya keharmonisan antara kematangan fisik, mental, dan pengalaman
sehingga individu memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas tertentu dalam kaitannya
dengan pekerjaan atau aktivitas (Fitriyanto (2006) dalam Shinta (2017)). Kemudian Dewa
Ketut (1993:15) mengungkapkan bahwa kesiapan kerja adalah kemampuan, keterampilan,
dan sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan masyarakat serta sesuai dengan potensi-potensi
siswa dalam berbagai jenis pekerjaan tetentu yang secara langsung dapat diterapkannya
(Dewa Ketut (1993:15) dalam Fahlevi (2014)). Kesiapan kerja tergantung pada tingkat
kemasakan pengalaman serta kondisi mental dan emosi yang meliputi kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, bersikap kritis, kesediaan menerima tanggung jawab, ambisi
untuk maju serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Lulusan yang
memiliki kesiapan kerja menurut Fitriyanto (2006:9) adalah lulusan yang memiliki
pertimbangan logis dan obyektif, kemampuan bekerjasama, bersikap kritis,
bertanggungjawab, mampu beradaptasi, dan selalu ingin maju (Fitriyanto (2006:9) dalam
Nurhayati (2018)).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan kerja
adalah suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh siswa lulusan SMK yang
berkaitan dengan pengetahuan, ketarampilan dan sikap seseorang untuk mempersiapkan diri
mengahadapi dunia kerja sehingga mampu untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dalam
hubungannya dengan pekerjaan sesuai target yang telah ditentukan. Melalui proses
pendidikan dan pengalaman inilah diharapkan dapat mencetak tenaga kerja yang
professional, handal dan berkompeten dalam melakukan pekerjaan tertentu.
2. Unsur Kesiapan Kerja
(Sunarto, dkk.(2016)) mengemukakan bahwa: Kesiapan kerja peserta didik
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar
(eksternal). Faktor internal meliputi kematangan siswa, kreativitas siswa, minat, bakat
intelegensi, kemandirian penguasaan ilmu pengetahuan, dan motivasi. Sedangkan faktor
eksternal meliputi peran keluarga, kelengkapan peralatan, sarana prasarana sekolah, peran
masyarakat, informasi dunia kerja, dan pengalaman kerja.

14
Kesiapan kerja seseorang akan terbentuk dari tiga aspek yang mendukung, yaitu aspek
penguasaan keterampilan kerja, aspek penguasaan sikap kerja, dan aspek penguasaan
pengetahuan.
Menurut Robbins dan Judge (2007), ada 2 (dua) aspek dalam kesiapan kerja,
diantaranya yaitu: Kemampuan, yaitu kadar sejauh mana seseorang memiliki keterampilan,
mampu, bisa, serta dapat menyelesaikan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya sehingga memberikan hasil dan mencapai tujuan kerjanya.
Kemauan, yaitu kematangan psikologis atau kematangan soft skill, yang dikaitkan dengan
tanggung jawab, komitmen, integritas, dan motivasi, untuk melakukan suatu tugas pekerjaan.
3. Ciri – ciri Kesiapan Kerja
Seorang peserta didik yang sudah memiliki kesiapan kerja akan memiliki ciri-ciri
yang dijabarkan sebagai berikut, (Fitriyanto (2006) dalam Shinta (2017)) :
1. Mempunyai pertimbangan yang logis dan objektif Peserta didik yang sudah dewasa
pemikirannya akan memiliki pertimbangan yang logis dan objektif, dan tidak melihat dari
satu sudut pandang saja, tetapi akan menghubungkannya dengan cara melihat dan
membandingkan pengalaman dari orang lain.
2. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama atau berkoordinasi dengan orang lain
Kemampuan bekerja sama artinya untuk dapat berkoordinasi dengan orang banyak untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan bersama.
3. Mampu mengendalikan diri sangat dibutuhkan dalam dunia kerja agar pekerjaan dapat
terlaksana dengan maksimal, dijalankan dengan ikhlas.
4. Memiliki sikap yang kritis Sikap yang kritis harus dimiliki setiap orang yang berada di
dunia kerja, karena dapat mengoreksi kesalahan yang selanjutnya dijadikan bahan
evaluasi untuk perbaikan ke depannya. Sikap kritis tersebut juga dapat memunculkan ide
baru dan bersifat kreatif, selain itu juga membentuk kemampuan untuk menerima sebuah
tanggung jawab masing-masing individu dalam pekerjaan.
5. Memiliki keberanian untuk menerima sebuah tanggung jawab Tanggung jawab adalah
sikap menganggung segala risiko atau kesalahan yang terjadi dalam suatu pekerjaan.
Tanggung jawab itu akan timbul dari dalam diri peserta didik ketika telah melampaui
kematangan fisik dan mental, disertai dengan kesadaran yang timbul dari peserta didik
tersebut.
6. Mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan Kemampuan beradaptasi artinya
pembelajaran mengenai penyesuaian diri dengan lingkungan kerja yang diperoleh peserta
didik setelah melaksanakan praktik kerja industri.

15
7. Memiliki kemauan (ambisi) untuk maju dengan cara berusaha mengikuti kemajuan atau
perkembangan bidang keahlian Keinginan untuk maju akan menjadi fondasi awal
munculnya kesiapan kerja tinggi karena peserta didik akan terdorong untuk memperoleh
sesuatu yang harus lebih baik lagi, usaha yang dilakukan salah satunya adalah dengan
cara mengikuti perkembangan sesuai dengan jurusan ketika menempuh pendidikan atau
bidang keahliannya.
I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja
Menurut Yanto (2006:15) faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja peserta
didik antara lain : Faktor personal/individu, meliputi pengetahuan dan keterampilan (skill),
kemampuan, percaya diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Sedangkan Menurut Slameto (2010: 113) faktor - faktor yang mempengaruhi kesiapan
mencakup tiga aspek, yaitu (1) kondisi fisik, mental, dan emosional, (2) kebutuhan-
kebutuhan motif dan tujuan, (3) keterampilan, pengetahuan dan pengertian lain yang telah
dipelajari. Ketiga aspek tersebut akan mempengaruhi kesiapan seseorang untuk berbuat
sesuatu.
Menurut (Ketut (2008) dalam Setyorini (2019)) menyatakan bahwa kesiapan kerja
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari diri individu dan faktor - faktor sosial.
Faktor yang bersumber dari diri individu meliputi: bakat, kemampuan intelegensi,
keterampilan, minat, kepribadian, sikap, nilai, kegemaran, prestasi, penggunaan waktu
senggang, aspirasi dan pengetahuan sekolah atau pendidikan sambungan, pengalaman kerja,
pengetahuan tentang dunia kerja, kemampuan dan keterbatasan fisik dan penampilan lahiriah,
dan masalah atau keterbatasan pribadi. Sedangkan faktor sosial yaitu kelompok primer
(keluarga) dan kelompok sekunder (kondisi teman sebaya).
Sedangkan menurut Dirwanto (2008) dalam analisis faktor – faktor yang
mempengaruhi kesiapan kerja siswa SMK menyimpulkan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi kesiapan kerja siswa SMK yaitu motivasi belajar, pengalaman praktek,
bimbingan vokasional, kondisi ekonomi keluarga, prestasi belajar, informasi pekerjaan,
ekspektasi masuk dunia kerja, pengetahuan, tingkat intelegensi, bakat, minat, sikap, nilai –
nilai, kepribadian, keadaan fisik, penampilan diri, temperamen, keterampilan, kreativitas,
kemandirian, dan kedisiplinan. Mary Rogers (2000) menyatakan ada empat faktor yang
mempengaruhi kesiapan bekerja setelah lulus sekolah yaitu faktor kognitif sosial, faktor
lingkungan hidup, faktor perkembangan dan faktor belajar sosial.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh John Lock (1632-1704) bahwa
Perkembangan pribadi seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh

16
selama perkembangan individu tersebut yaitu melalui faktor-faktor lingkungan, terutama
Pendidikan. Dan diperkuat oleh Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang
dikemukakan oleh Albert Bandura (1986) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta
faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor yang dimaksud bandura
tersebut adalah self efficacy atau efikasi diri. Itu artinya self efficacy memainkan peran
penting dalam pembelajaran, begitu pun pembelajaran siswa yang dilaksanakan di SMK
Kompetensi Produktif Akuntansi
Pengertian Kompetensi Produktif
Mata pelajaran di sekolah menengah kejuruan dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu mata
pelajaran normatif, mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran produktif. Mata pelajaran
produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar
memiliki kompetensi kerja sesuai dengan SKKNI (Dikmenjur: (2008).
Berdasarkan naskah akademik kajian kebijakan Kurikulum SMK (2007:2), Program
produktif bersifat melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh
dunia usaha atau dunia industri (DU/DI). Departemen Pendidikan Nasional (2004: 113)
menyebutkan bahwa program produktif yaitu kelompok mata diklat yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi standar atau kemampuan produktif pada
suatu pekerjaan atau keahlian tertentu yang relevan dengan tuntutan dan permintaan pasar
kerja. Sejalan dengan pendapat Joko Prasetyo (2010: 6) program produktif merupakan
program mata pelajaran yang membekali peserta didik agar memiliki kompetensi standar atau
kemampuan produktif pada suatu pekerjaan atau keahlian tertentu yang relevan dengan
tuntutan dan permintaan pasar kerja.
Komponen Pembentukan Kompetensi
Menurut (Kuncoro (1996:4) komponen produktif melengkapi siswa untuk memasuki dunia
kerja sehingga keterampilan yang dimiliki sebelumnya menjadi keterampilan profesional di
bidangnya dan dapat mempermudah siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja.
Mulyasa (2003:37) menjelaskan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Komponen kejuruan (produktif) dalam bukunya Hassan (2003: 23) “berisi materi yang
berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian tertentu sesuai program studi masing-
masing untuk bekal memasuki dunia kerja”.
Menurut Hutapea dan Thoha (2008:28) menungkapkan bahwa ada tiga komponen utama
pembentukan kompetensi yaitu :

17
Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang siswa untuk bisa
memahami dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sesuai program studi yang
dimilikinya, semisal akuntansi.
Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan tugas-tugas sebagai siswa
baik dalam mata pelajaran yang bersifat produktif maupun adaptif serta normatif. Disamping
pengetahuan dan keterampilan siswa, hal yang paling penting diperhatikan adalah sikap dan
perilaku siswa.
Sikap (attitude) atau perilaku individu merupakan pola tingkah laku individu di dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jwawabnya sebagai seorang siswa sesuai dengan peraturan
yang ada di sekolah.
Penguasaan komponen ini meliputi semua mata pelajaran yang bersifat kejuruan.
II. Praktik Kerja Industri (Prakerin)
a. Pengertian Praktik kerja Industri (Prakerin)
Sekolah Menengah kejuruan (SMK) menganut program pendidikan yang wajib di
tempuh sebelum para peserta didiknya lulus dari sekolah. Program tersebut adalah Praktik
Kerja Industri (Prakerin). Prakerin ini adalah sebuah program yang mengasilkan tamatan
yang memiliki kesiapan kerja bagi peserta didik SMK.
Pengertian praktik kerja industri pada hakikatnya merupakan bentuk program pelatihan yang
diselenggarakan di luar kelas, sebagai bagian kesatuan suatu program latihan (Kusnaeni dan
Martono. 2016:17) dalam Rahmayanti (2013)). Menurut (Dikmenjur 2013 dalam Nurcahyono
(2015:195-196)) praktik kerja industri merupakan penyelenggaraan pendidikani keahlian
profesional, yang memadukan secara sistematis pendidikan di sekolah dan program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja secara langsung di dunia
kerja untuk mencapai tingkat profesional tertentu. Melalui praktik kerja industri, seseorang
memperoleh keterampilan dan pengetahuan kerja.
Praktik Kerja Industri merupakan salah satu aspek penting dalam membangun
kesiapan kerja sehingga dapat membentuk suatu pengalaman. Menurut (Hamalik (2010:29)
dalam Baharudin (2015)) berpendapat “Pengalaman adalah sumber pengetahuan dan
pengalaman diperoleh karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya”. Hal
ini sejalan dengan pendapat (Lee (2012)) mengutarakan bahwa pentingnya pengalaman kerja
dalam membentuk siswa untuk siap bekerja tercermin dari partisipasi siswa dalam program
magang. Seorang individu dikatakan berpengalaman apabila telah memiliki tingkat
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bidang keahliannya.

18
Berdasarkan pendapat dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praktik kerja
industri merupakan suatu bentuk kegiatan secara fokus dan terarah dalam jangka waktu
tertentu dengan tujuan mendapatkan pengalaman sebagai suatu tingkat penguasaan dan
pemahaman atas pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang melalui praktik
magang di dunia usaha dan dunia industri. Pengalaman yang diperoleh berdasarkan keadaan
lingkungan kerja, kesempatan yang tersedia melalui prakerin ini akan secara langsung
ataupun tidak langsung akan memberikan pengalaman-pengalaman industri kepada para
siswa. Sehingga hal tersebut dapat mendorong peserta didik untuk lebih mempersiapkan diri
masuk ke dunia kerja sesungguhnya.
b. Unsur Praktik Kerja Industri
Berikut ini beberapa unsur praktik kerja industri menurut Elfirasari (2014: 21) :
1. Pengetahuan kerja Pengetahuan kerja akan diperoleh peserta didiki ketika melaksanakan
program praktik kerja industrii, karena peserta didik ini dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
2. Keterampilan kerja Menyelesaikan pekerjaan membutuhkan suatu keterampilan tertentu
agar hasilnya dapat maksimal, contohnya mengoperasikan alat kerja. Keterampilan kerja
peserta didik akan dilatih ketika mengikuti program praktik kerja industri yang
disesuaikan dengan komptensi keahlian masing-masing peserta didik.
3. Sikap mampu beradaptasi Peserta didik diharapkan dapat menempatkan diri dengan
lingkungan dunia kerja yang ditempatkan. Kemampuan tersebut harus dimiliki karena
peserta didik akan melaksanakan tugas layaknya orang yang sudah bekerja.
4. Mengenal lingkungan baru Adanya praktik kerja industri akan membuat peserta didik
mengenal lingkungan barunya, yaitu lingkungan kerja (sifatnya eksternal) yang pada
umumnya adalah cuaca, karakteristik rekan kerja.
5. Memiliki sikap kerja Praktik kerja industri akan menumbuhkan sikap kerja pada peserta
didik, karena dalam suatu DU/DI pasti akan memiliki peraturan kerja yang harus diaati,
sehingga akan muncul sikap kerja agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Tujuan Praktik Kerja Industri
Tujuan diselenggarakannya praktik kerja industri adalah agar siswa memperoleh
pengalaman bekerja secara langsung dalam dunia usaha atau dunia industri. Menurut
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Dikmenjur, 2013) tujuan adanya
penyelenggaraan praktik kerja industri yaitu :

19
1. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang
memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan
lapangan pekerjaan.
2. Memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja.
3. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas dan
professional.
4. Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari
proses pendidikan.
d. Prosedur Pelaksanaan Praktek Kerja Industri
Prosedur Pelaksanaan program praktik kerja industri menurut (Sanger (2013) dalam
Sirsa (2014)) adalah :
1. Panitia (sekolah) mencari tempat praktik kerja industri dengan membawa surat
permohonan perijinan praktik kerja industri
2. Instansi tempat praktik kerja industri memberikan surat jawaban secara tertulis yang
menyatakan bahwa peserta didik yang bersangkutan diterima
3. Surat jawaban langsung diserahkan ke kepala program/ koordinator praktik kerja industri
untuk di data penjadwalannya
4. Peserta didik dapat langsung melaksanakan praktik kerja industri sesuai jadwal yang telah
disepakati setelah jurnal praktik kerja industri ditandatangani oleh kepala sekolah
5. Praktik kerja industri dilaksanakan maksimal 3 (tiga) bulan.
6. Setelah selesai praktik kerja industri, peserta didik wajib menyusun laporan praktik kerja
industri selambat-lambatnya 90 hari
7. Peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan laporan praktik kerja industri dinyatakan
tidak lulus dan harus mengulang
e. Manfaat Praktik Kerja Industri
Manfaat praktik kerja industri menurut Elfirasari (2014:23) dalam Ambiyar (2016))
yaitu :
a. Bagi peserta didik
1. Mengaplikasikan dan meningkatkan ilmu yang telah diperoleh di sekolah
2. Menambah wawasan dunia kerja, iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli
mutu proses dan hasil kerja
3. Menambah dan meningkatkan kompetensi serta dapat menanamkan etos kerja yang
tinggi

20
4. Memiliki kemampuan produktif sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipelajari
ditempat praktek kerja industri
5. Mengembangkan kemampuannya sesuai dengan bimbingan/ arahan pembimbing
industri
b. Bagi sekolah
1. Terjalinnya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara sekolah dengan
dunia kerja (perusahaan)
2. Meningkatkan kualitas lulusannya melalui pengalaman kerja selama praktik kerja industri
3. Mengembangkan program sekolah melalui sinkronisasi kurikulum, proses pembelajaran,
dan pengembangan sarana dan prasarana praktik berdasarkan hasil pengamatan di tempat
praktik kerja industri
c. Bagi Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI)
1. DU/DI lebih dikenal oleh masyarakat sekolah sehingga dapat membantu promosi produk
2. Adanya masukan yang positif dan konstruktif dari SMK untuk perkembangan DU/DI
3. DU/DI dapat mengembangkan proses dan atau produk melalui optimalisasi peserta
praktik kerja industry
4. Mendapatkan calon tenaga kerja yang berkualitas sesuai dengan kebutuhannya
5. Meningkatkan citra positif DU/DI sebagai bentuk implementasi dari Inpres No 9 tahun
2016
III. Lingkungan Keluarga
a. Pengertian Lingkungan Keluarga
Keluarga memiliki definisi tersendiri bagi orang Jawa. “Bagi orang Jawa, keluarga
merupakan sarung keamanan dan sumber perlindungan”. Pengertian keluarga juga dapat
dilihat dalam arti kata yang sempit, sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial
terkecil dari masyarakat yang berbentuk bersdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang
suami (ayah), isteri (ibu) dan anak-anak mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang
lebih luas misalnya keluarga RT, keluarga komplek, atau keluarga Indonesia.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses
pembentukan dan perkembangan anak (Djohar dalam Taufik (2007:128). Lingkungan
keluarga adalah lingkungan pendidikan anak yang pertama, karena dalam keluarga inilah
anak pertama kali memperoleh pendidikan dan bimbingan, juga dikatakan utama karena
sebagian besar dari kehidupan anak adalah dalam keluarga (Hasbullah, (2008:38). Orang tua
adalah agen utama dalam membentuk sikap anak-anak mereka (Clarke, et al. (2005).
Sedangkan menurut Yusuf (2009:37) menyatakan bahwa keluarga memiliki peranan yang

21
sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Jika lingkungan keluarga
mendukung sepenuhnya terhadap potensi yang dimiliki siswa, maka siswa tersebut akan
bersemangat dalam menjalani keputusan yang diambilnya serta lebih bersemangat dalam
mempersiapkan segala aspek untuk terjun di lapangan pekerjaan di kemudian hari.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Shochib, (2000:8) : Betapa
pentingnya situasi dan kondisi kehidupan dalam keluarga yang dihayati oleh semua
anggotanya sehingga mereka merasa tenang dan tenteram hidup dalam keluarga. Dan
“kehadiran” orang tua tetap dirasakan secara “utuh”, terutama oleh anak-anak, sehingga
memungkinkan adanya rasa kebersamaan. Selain itu, perlu adanya situasi yang dihayati
bersama sehingga ada kemudahan dari orang tua untuk mengaktifkan anak-anak melalui
nilai-nilai moral yang dipatuhi dan ditaati dalam berperilaku.
Berdasarkan pendapat diatas tidak dapat dipungkiri bahwa peran keluarga sangat
besar sebagai penentu terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan karena
lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena
dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. serta
sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang
paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Di lingkungan keluarga anak
mendapatkan perhatian, kasih sayang, dorongan, bimbingan, keteladanan dan pemenuhan
kebutuhan ekonomi dari orang tua sehingga anak dapat mengembangkan segala potensi yang
dimiliknya demi perkembangan di masa mendatang.
b. Fungsi dan Peranan Lingkungan Keluarga
Sebagai sistem sosial terkecil, keluarga memiliki pengaruh luar biasa dalam hal
pembentukan karakter suatu individu. “Keluarga merupakan produsen dan konsumen
sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti
sandang dan pangan. Setiap keluarga dibutuhkan dan saling satu sama lain, supaya mereka
dapat hidup lebih senang dan tenang”.
Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk
karakter serta moral seoarang anak. Keluarga tidak hanya sebauah wadah tempat
berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga
merupakan tempat ternyaman bagai anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang.
Kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang
menyimpang. Selain itu keluarga merupakan payung kehidupan bagi seoarang anak. Keluarga
merupakan tempat ternyaman bagi seoarang anak. Beberapa fungsi keluarga selain sebagai
tempat berlindung diantaranya :

22
1. Mempersiapkan anak-anak bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma
aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).
2. Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi) sehingga
keluarga sering disebut unit produksi.
3. Melindungi anggota keluarga yang tidak produksi lagi (jompo).
4. Meneruskan keturunan (reproduksi).
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Keluarga
Menurut (Slameto (2010:60) dalam Datadiwa(2015)) siswa yang sedang belajar akan
menerima pengaruh dari keluarga berupa:
a. Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik berkaitan dengan peran orang tua dalam memikul beban dan
tanggung jawab sebagai pendidik, guru, dan pemimpin, kebiasaan baik yang ditanamkan
mendorong semangat anak.
b. Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya.
Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga lain pun turut
mempengaruhi belajar anak.
c. Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian yang sering terjadi di
dalam keluarga. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk
faktor yang disengaja.
d. Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok
proses belajarnya. Semua kebutuhan pokonya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai
cukup uang.
e. Pengertian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Kadang-kadang anak
mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongan, membantu
sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak.
f. Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebisaaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak
dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan - kebiasaan yang baik agar
mendorong semangat anak untuk belajar.

23
IV. Self-Efficacy
a. Pengertian Self-Efficacy
Self-Efficacy atau Efikasi diri menurut (Alwisol (2009 : 287) dalam Utami dan
Hudainah (2013)) mengatakan kondisi dalam diri individu yang mempengaruhi kesiapan
kerja adalah Self-Efficacy/efikasi diri. Self-Efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa
diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan. Awilsol juga mengatakan bahwa orang
yang memiliki Self-Efficacy tinggi akan percaya bahwa dia dapat melakukan sesuai dengan
tuntutan situasi, dan berharap yang dapat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, karena
orang tersebut akan bekerja keras dan tetap dalam melakukan tugas sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. (Kreitner dan Kinicki (2010 : 84) dalam Osthuizen (2012)) mendefinisikan
Self-Efficacy/ efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi
dan memecahkan masalah dengan efektif. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Schunk
(dalam Santrock (2017)) mengatakan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan bahwa
seseorang dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif. Self-Efficacy
mempengaruhi seberapa banyak usaha yang dihabiskan dan berapa lama seseorang bertahan
ketika menghadapi situasi yang sulit.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Self-Efficacy/ efikasi diri
merupakan keyakinan individu dengan kemampuan yang dimilikinya untuk melaksanakan
dan menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga dapat mengatasi rintangan dan mencapai
tujuan yang diharapkannya.
b. Aspek Self-Efficacy
Self-Efficacy/ efikasi diri dapat dipelajari dan ditumbuhkan dengan empat sumber
informasi, yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan
kondisi fisiologis (Bandura dalam Ghufron dan Rini (2012:78-79)). Dan self-efficacy atau
efikasi diri yang dimiliki setiap individu berbeda-beda. Tingkat efikasi diri yang dimiliki
seseorang dapat dilihat dari aspek-aspek efikasi diri. Menurut (Bandura dalam Sulistyawati
(2012: 8)) ada tiga aspek dalam efikasi diri yaitu :
1. Level
Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugas- tugas yang dibebankan pada
individu menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual
mungkin terdapat pada tugas-tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi.
2. Strength
Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap
keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-

24
pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang
kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang
memperlemahnya.
3. Generality
Aspek ini berhubungan luas dengan bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman
yang telah dilakukan dan berangsur-angsur akan menimbulkan penguasaan terhadap
pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain
membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas.
c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Ellis (2009:23-27) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan self-efficacy yaitu keberhasilan dan kegagalan pembelajaran sebelumnya,
pesan dari orang lain, serta kesuksesan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar.
Menurut (Bandura dalam Widaryati (2013: 12)) menjelaskan Self-Efficacy bisa
tumbuh dan dipelajari dapat dipengaruhi melalui lima hal,yaitu sebagai berikut :
1. Mastery Experience
Keyakinan efikasi diri sebagian didasarkan pada pengalaman terkait keberhasilan dan
kegagalan.
2. Vicarious Experience
Teori sosial kognitif menjelaskan bahwa orang dapat belajar dengan hanya
mengobservasi perilaku orang lain.
3. Social Persuasion
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang
berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu
melakukan suatu tugas.
4. Physiological dan Emotional State
Efikasi diri yang tinggi biasanya ditandai dengan rendahnya tingkat stress dan
kecemasan, sebaliknya efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan
yang tinggi.
5. Tingkat Pendidikan
Seorang individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan bergantung dan
berada dibawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, seorang
individu yang berpendidikan tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu
bergantung kepada orang lain.

25
d. Proses-proses Pembentukan Self-Efficacy
Menurut (Bandura (1994:4) dalam Noviana (2014)), proses psikologis dalam self-
efficacy yang turut berperan dalam diri manusia ada 4 yakni proses kognitif, motivasi, afeksi
dan proses pemilihan atau seleksi.
a. Proses Kognitif (Cognitive Processes)
Proses kognitif merupakan proses berfikir, di dalamya termasuk pemerolehan,
pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Individu yang memiliki self-efficacy yang
tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang
selfefficacy-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat
menghambat tercapainya kesuksesan. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu
maka individu akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannya dan
semakin kuat
komitmen individu terhadap tujuannya.
b. Proses Motivasi (Motivational Processes)
Kebanyakan motivasi dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi motivasi bagi
diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran sebelumnya.
Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni
menentukan tujuan yang telah ditentukan, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa
tahan mereka dalam menghadapi kesulitankesulitan dan ketahanan mereka dalam
menghadapi kegagalan.
c. Proses Afektif (Affective Processes)
Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional.
Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan
penting dalam timbulnya kecemasaan. Individu yang percaya akan kemampuannya untuk
mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa
tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi dan
selalu berpikir negatif.
d. Proses Seleksi (Selection Processes)
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut
mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi
yang diluar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu
menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi tersebut.
Indikator pengukuran variabel self-efficacy dalam penelitian ini yaitu percaya diri dalam
menghadapi situasi yang tidak menentu, yang mengandung kekaburan dan penuh tekanan,

26
yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah, yakin mencapai target yang ditetapkan,
dan yakin akan kemampuan menumbuhkan motivasi, kemampuan koginitif dan melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil.

b. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Nama/Tahun Judul Penelitian Metod Hasil Penelitian
Penelitian e
1 Nurhayati, Pengaruh Kompetensi Survei Penelitian menunjukkan
Kusmuriyanto Produktif Akuntansi, bahwa kompetensi
(2019) Prakerin, dan Lingkungan produktif akuntansi,
Keluarga Melalui Efikasi praktik kerja industri,
Diri Terhadap Kesiapan lingkungan keluarga,
kerja dan efikasi diri
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kesiapan kerja siswa.
Berdasarkan hasil uji
sobel, efikasi diri dapat
memediasi pengaruh
kompetensi produktif
akuntansi dan
lingkungan keluarga
terhadap kesiapan kerja
siswa, sedangkan
praktik kerja industri
tidak dapat dimediasi
oleh efikasi diri
terhadap kesiapan kerja
siswa
2 Rofi’ul Mu’ayati, Pengaruh Praktik Kerja Survei Penelitian ini
Margunani (2014) Industri (Prakerin), menunjukkan adanya
Penguasaan Mata Diklat pengaruh secara
Produktif Akuntansi Dan simultan (41,40%).

27
Minat Kerja Siswa Secara parsial praktik
Terhadap Kesiapan kerja industri
Menghadapi Dunia Kerja berpengaruh (4,88%),
Siswa Smk Program penguasaan mata diklat
Keahlian Akuntansi Di produktif akuntansi
Smk N 1 Salatiga Tahun berpengaruh (8,70) dan
Ajaran 2013/2014 minat kerja siswa
berpengaruh (14,82%)
terhadap kesiapan kerja
siswa.
3 Yuni Ariyanti, Pengaruh Prakerin, Status Survei Penelitian ini
Prasetyo Ari Bowo Sosial Ekonomi Keluarga, menunjukkan bahwa
(2018) dan Efikasi Diri Terhadap secara simultan praktik
Kesiapan Kerja kerja industri, status
sosial ekonomi
keluarga, dan efikasi
diri berpengaruh
terhadap kesiapan kerja
sebesar 66,6%. Secara
parsial praktik kerja
industri berpengaruh
terhadap kesiapan kerja
sebesar 6,15%, Status
sosial ekonomi keluarga
berpengaruh terhadap
kesiapan kerja sebesar
30,36%. Efikasi diri
berpengaruh terhadap
kesiapan kerja baik
secara simultan maupun
parsial

4 Anitya Khadifah, Pengaruh Praktik Kerja Survei Penelitian menunjukkan

28
Mintasih Indriayu, Industri dan Efikasi diri (1) F statistik = 26,572
Sudarno (2018) Terhadap Kesiapan Kerja > Ftabel = 3,117 dengan
Siswa Kelas XI SMK signifikansi sebesar
Negeri 1 Banyudono 0,000 < 0,05, sehingga
2017/2018 dapat disimpulkan
secara simultan variabel
independent (praktik
kerja industri dan
efikasi diri)
mempengaruhi kesiapan
kerja siswa kelas XI
SMK Negeri 1
Banyudono (2) hasil
pengujian diperoleh t
hitung = 5,589 > t tabel
= 1,995 maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
Artinya secara parsial
variabel praktik kerja
industry berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kesiapan kerja
siswa kelas XI SMK
Negeri 1 Banyudono.
(3) hasil pengujian
diperoleh t hitung =
3,462 > t tabel = 1,995,
maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Artinya secara
parsial variabel efikasi
diri berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
kesiapan kerja siswa
kelas XI SMK Negeri 1

29
Banyudono
5 Devina Pengaruh Pkl, Lingkungan Survei penelitian menunjukkan
Rahmayanti, Keluarga, Akses Informasi bahwa ada pengaruh
Wijang Sakitri Dan Efikasi Diri Terhadap positif signifikan antara
(2018) Kesiapan Kerja praktik kerja lapangan,
lingkungan keluarga,
akses informasi dan
efikasi diri terhadap
kesiapan kerja siswa
SMK sebesar 75,2%.
Secara parsial
menunjukkan, ada
pengaruh signifikan
praktik kerja lapangan
terhadap kesiapan kerja
siswa sebesar 10,30%,
ada pengaruh signifikan
lingkungan keluarga
terhadap kesiapan kerja
sebesar 8,52%, ada
pengaruh signifikan
akses informasi
terhadap kesiapan kerja
siswa sebesar 21,16%
dan ada pengaruh
signifikan efikasi diri
terhadap kesiapan kerja
siswa sebesar 5,24%
6 Ani Paharyani, Peran OJT dalam Survei Penelitian menunjukkan
Kusmuriyanto Memediasi Pengaruh bahwa self efficacy,
(2019) Penguasaan Akuntansi, lingkungan keluarga,
Self Efficacy, dan dan on the job training
Lingkungan Keluarga berpengaruh positif dan

30
terhadap Kesiapan Kerja signifikan terhadap
kesiapan kerja,
sedangkan penguasaan
mata diklat produktif
akuntansi berpengaruh
positif tetapi tidak
signifikan terhadap
kesiapan kerja.
Berdasarkan hasil uji
sobel, on the job
training dapat
memediasi pengaruh
penguasaan mata diklat
produktif akuntansi, self
efficacy, dan
lingkungan keluarga
terhadap kesiapan kerja.
7 Citra Eliyani Heri Determinan Kesiapan Survei Penelitian ini
Yanto, St. Sunarto Kerja Siswa Smk Kelas menunjukkan
(2016) XII Kompetensi Keahlian Kompetensi siswa tidak
Akuntansi Di Kota berpengaruh langsung
Semarang terhadap kesiapan kerja,
Kompetensi siswa
berpengaruh tidak
langsung terhadap
kesiapan kerja melalui
self efficacy,
Pengetahuan mata
diklat produktif tidak
berpengaruh langsung
terhadap kesiapan kerja,
Pengetahuan mata
diklat produktif
berpengaruh positif
31
tidak langsung terhadap
kesiapan kerja melalui
self efficacy, Dukungan
keluarga tidak
berpengaruh langsung
terhadap kesiapan kerja,
Dukungan keluarga
berpengaruh tidak
langsung terhadap
kesiapan kerja melalui
self efficacy, Dukungan
keluarga berpengaruh
tidak langsung terhadap
kesiapan kerja melalui
pengalaman prakerin,
Pengalaman prakerin
berpengaruh langsung
terhadap kesiapan kerja,
pengalaman prakerin
berpengaruh positif
tidak langsung terhadap
kesiapan kerja melalui
self efficacy, self
efficacy berpengaruh
positif langsung
terhadap kesiapan kerja.
8 Yudiganing Dwi Self Efficacy dengan Survei Penelitian menunjukkan
Utami dan Kesiapan Kerja Siswa terdapat hubungan yang
Hudaniah (2013) Sekolah Menengah positif dan signifikan
Kejuruan antara self efficacy
dengan kesiapan kerja
dengan nilai koefisien
korelasi r = 0,676 dan p

32
= 0,000 ; p<0,05. Hal
ini berarti semakin
tinggi self efficacy
semakin tinggi pula
kesiapan kerjanya,
begitu juga sebaliknya,
dengan sumbangan
efektif sebesar 45,6%
10 Madinatul Pengaruh Pengalaman Survei Hasil Penelitian
Munawaroh, Prakerin dan Prestasi Uji menunjukkan (1)
Agung Winarno, Kompetensi Produktif terdapat pengaruh
Sarbini (2016) terhadap Kesiapan positif dan signifikan
Memasuki Dunia Kerja pengalaman prakerin
Siswa SMKN 1 Malang dan prestasi uji
kompetensi produktif
terhadap kesiapan kerja,
(2) terdapat pengaruh
positif dan signifikan
pengalaman prakerin
terhadap kesiapan kerja
dan (3) terdapat
pengaruh positif dan
signifikan prestasi uji
kompetensi produktif
terhadap kesiapan kerja
11 Riana Lutfitasari Pengaruh Kompetensi Survei (1) Kompetensi
(2016) Akuntansi dan Akuntansi berpengaruh
Pengalaman Prakerin positif dan signifikan
Terhadap Kesiapan Kerja terhadap kesiapan kerja
siswa. (2) Pengalaman
Praktik Kerja Industri
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kesiapan kerja (3)
33
Kompetensi Akuntansi
dan Pengalaman Praktik
Kerja Industri secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap
kesiapan kerja siswa

c. Kerangka Berfikir
Penelitian ini dilakukan dengan berlandaskan teori empiris dari John–Lock (1632-
1704) yakni dikenal dengan teori tabulae rasae (meja lilin) menyatakan bahwa manusia
dilahirkan seperti kertas putih (kosong) yang belum ditulis sehingga sejak dilahirkan anak itu
tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Perkembangan pribadi seseorang
ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu
tersebut yaitu melalui faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. Teori tersebut sesuai
dengan pendidikan SMK yang bertujuan agar siswa SMK memiliki kesiapan kerja setelah
lulus melalui pengalaman-pengalaman selama pembelajaran. Siswa SMK memperoleh
pengalaman pada lingkungan sekolah, dunia usaha atau dunia industri, juga pada lingkungan
keluarga.
Penjelasan teori empiris tersebut diperkuat oleh Teori kognitif sosial (social cognitive
theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1986) menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor yang
dimaksud bandura tersebut adalah self-efficacy atau efikasi diri. Itu artinya self-efficacy
memainkan peran penting dalam pembelajaran, begitu pun pembelajaran siswa yang
dilaksanakan di SMK. Kesiapan kerja yang diperoleh siswa dari pengalaman-pengalaman
selama pembelajaran di SMK dapat terbentuk apabila terdapat self-efficacy atau efikasi diri
dalam diri siswa. Karena self-efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan tindakan yang diharapkan dan merupakan seperangkat penentu terciptanyan
kesiapan kerja. Sehingga dapat disimpulkan siswa yang sudah berhasil mengenal kemampuan
diri, maka akan merasa lebih yakin dalam menghadapi dunia kerja, begitupun sebaliknya.
Seperti yang dikemukakan oleh John-Lock (1632-1704) Kesiapan kerja siswa SMK
muncul dari faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan dan teori yang dikemukakan oleh
Albert Bandura (1986) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor lingkungan dalam penelitian ini yakni

34
lingkungan sekolah yang kaitannya dengan memperoleh pengetahuan materi dalam
penguasaan kompetensi produktif sebagai modal dasar, lingkungan kerja atau dunia kerja
yang kaitannya dengan pengalaman praktik kerja industri (PRAKERIN), lingkungan keluarga
dalam hal dukungan orang tua dan faktor pelaku yang dimaksud adalah Self-Efficacy yang
memainkan peran penting dalam pembelajaran siswa yang dilaksanakan di SMK.
Pengalaman siswa pada lingkungan sekolah dapat berupa kompetensi produktif
sebagai mata diklat wajib bagi siswa SMK. Kompetensi merupakan modal dasar adanya
kesiapan kerja. (SKKNI dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No: Kep. 43/ Men/III/ 2008) berdasarkan pada arti estimologi, kompetensi
diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan
pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sejalan dengan
pendapat Mulyasa (2005:37) dalam penelitiannya bahwa kompetensi merupakan perpaduan
dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Sesuai dengan (Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003) tentang
ketenagakerjaan menyebutkan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap
individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Sedangkan pengalaman siswa pada Dunia Usaha dan Industri dapat berupa
pengalaman praktik yang sering disebut dengan Prakerin. (Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan tahun 2008) mengemukakan praktik kerja industri yang disingkat
dengan “prakerin” merupakan bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan
oleh setiap peserta didik di dunia kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistem
pendidikan di SMK yaitu pendidikan sistem ganda (PSG). Pengalaman prakerin merupakan
kunci utama kesiapan kerja siswa SMK karena proses prakerin akan memberikan pengalaman
berharga bagi siswa tentang dunia kerja yang nyata, karena siswa terjun langsung dalam
lapangan kerja dan mempraktikan teori yang didapat dari sekolah untuk diaplikasikan dalam
pekerjaan yang sesungguhnya. Siswa dikatakan berpengalaman apabila telah memiliki tingkat
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang
keahliannya.
Praktik Kerja Industri (Prakerin) akan mempengaruhi siswa untuk membuat
kemampauan dan kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain, mampu mengendalikan
diri/emosi, memiliki sikap kritis, mempunyai keberanian untuk menerima tanggungjawab
secara individual, mempunyai kemampuan beradabtasi dengan lingkungan/perkembangan
teknologi, dan mempunyai ambisi untuk maju serta berusaha mengikuti perkembangan

35
bidang keahlian. Menurut Widodo, dkk (2017) tujuan utama dari kegiatan praktik kerja
industri adalah untuk membantu para peserta didik mendapatkan pekerjaan di dunia industri
atau institusi. Tidak hanya itu, penerapan PSG juga dimaksudkan agar Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dapat bekerjasama dengan DU/DI dan instansi terkait dalam merencanakan,
melaksanakan pendidikan, serta memanfaatkan tamatan seoptimal mungkin (Puryanti, 2016).
Sehingga pengalaman prakerin merupakan aspek yang mempengaruhi tinggi rendanya
kesiapan kerja siswa SMK.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Muslimah (2017)) bahwa kepribadian seseorang
terbentuk dan ditentukan oleh keadaan lingkungan keluarganya. Selanjutnya kondisi keluarga
yang harmonis, tingkat Pendidikan, perhatian, serta pemenuhan kebutuhan belajar anak
merupakan tanggungjawab keluarga (orangtua) terhadap keberhasilan belajar anak (Khafid,
(2007)). Sikap dan perilaku yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil dari didikan yang
ditanamkan oleh lingkungan keluarga sejak siswa masih kecil. Lingkungan keluarga yang
mendorong dan mendukung anaknya untuk bekerja turut membantu secara mental maupun
spiritual bagi keberhasilan seseorang dalam pekerjaannya. Selain dari faktor lingkungan
sekolah, lingkungan dunia kerja, lingkungan keluarga, faktor pelaku memainkan peran
penting dalam kesiapan kerja. Karena keyakinan kemampuan diri untuk menyelesaikan
pekerjaan merupakan hal penting bagi kesiapan kerja. Keyakinan pada kemampuan diri ini
biasa disebut dengan self-efficacy.
Self-Efficacy/efikasi diri adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk
melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam
lingkungannya (Bandura, Feits (2017:157) dalam Paharyani dan Kusmuriyanto (2019)). Self-
Efficacy/ Efikasi diri yang dimiliki siswa diharapkan dapat meningkatkan kesiapan siswa
untuk bekerja dan berinteraksi dengan lingkungan kerja lebih mudah. Self-Efficacy/efikasi
diri menunjukkan implementasi proses belajar yang telah dijalankan siswa melalui perubahan
tingkah laku yang dapat membentuk kesiapan kerja. Siswa yang mempunyai efikasi tinggi
akan merasa yakin dan bisa untuk terjun di dunia kerja secara nyata dan akan mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan kerja nantinya berdasarkan bekal-bekal yang
telah dimilikinya sebelumnya. Oleh sebab itu, self efficacy dinilai mampu menjadi mediasi
antar faktor-faktor yang akan menentukan kesiapan kerja siswa.
Pada dasarnya self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu: Tingkat
(level), Keluasan (generality), dan Kekuatan (strength) Bandura & Adams (1977). Selain itu
self-efficacy/ efikasi diri seseorang didasarkan pada dua sumber, yaitu: (1) Mastery
experience, kesuksesan membangun keyakinan yang kuat atas efficacy personal seseorang

36
karena didasarkan pada pengalaman yang otentik. Pengalaman akan kesuksesan
menyebabkan self-efficacy seseorang meningkat, sementara kegagalan yang berulang akan
menurunkan self-efficacy seseorang; (2) Modelling, Self-efficacy juga dipengaruhi oleh
pengalaman orang lain. Keberhasilan individu lain dalam suatu bidang tertentu akan sangat
mungkin meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada bidang yang sama (Bandura
(1992)). Sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Bandura dalam Ghufron dan Rini (2012:78-
79)), self-efficacy/ efikasi diri dapat dipelajari dan ditumbuhkan dengan empat sumber
informasi, yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan
kondisi fisiologis. Hal ini berarti bahwa self-efficacy bukan keyakinan yang muncul begitu
saja, self-efficacy merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang pada akhirnya
membentuk kebiasaan dalam diri untuk yakin pada kemampuan diri sendiri dalam melakukan
segala kegiatan kemudian membentuk management diri yang baik untuk mencapai tujuan
serta melakukan evaluasi diri untuk melihat setiap pencapaian yang dilakukannya.
Mengingat pentingnya self-efficacy atau efikasi diri dalam membentuk kesiapan kerja
siswa maka penting bagi siswa untuk menumbuhkan efikasi diri dalam diri siswa. Menurut
Bandura (1997 hlm.195-198) efikasi diri terbentuk melalui 4 faktor yakni 1) performance
accomplishmen dimana efikasi diri didasarkan pada pengalaman pribadi dalam mengerjakan
tugas dan keberhasilan dalam mengerjakan setiap tugas, 2) vicarious experience dimana
efikasi diri didasarkan pada pengalaman yang dialami oleh orang lain yang mampu
menyelesaikan tugas dan tantangan yang ada, 3) verbal persuasion dimana efikasi didasarkan
pada persuasi verbal yang diberikan oleh orang lain seperti saran dan bimbingan untuk
meyakinkan seseorang bahwa mereka mampu mengatasi kesulitan dan tantangan dan dapat
menjadi sukses, dan 4) emotional qrousal efikasi didasarkan pada situasi yang menekan yang
kemudian menumbuhkan rangsangan emosional dalam diri seseorang dalam mengatasi
situasi yang menekan. Berdasarkan faktor diatas maka dapat disumpulkan bahwa self-
efficcacy/ efikasi diri muncul dari dalam diri seseorang itu sendiri melalui pengalaman-
pengalaman serta peristiwa yang dialami dalam proses pembelajaran.

Lingkungan Sekolah
John – Lock (Kompetensi Produktif) Kesiapan
(1632-1704) Self- Kerja
“Teori Tabulae Efficacy
Pengalaman
Rasae
Dunia Industri
(meja lilin)
(Prakerin)

37
Lingkungan Keluarga
(Dukungan)
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Keterangan :
− = Garis
→= Garis Pengaruh
…= Garis Feed back
Kompetensi
Produktif

Kesiapan Kerja
Praktik Kerja Industri
(PRAKERIN)
Self-Efficacy

Lingkungan Keluarga
(Dukungan)

Gambar 2.2 Paradigma Penelitian

d. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan Pustaka di atas, maka didapatkan hipotesis awal adalah sebagai berikut
Ha : Terdapat pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap self-
efficacy
Ha : Terdapat pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) terhadap self-efficacy
Ha : Terdapat pengaruh lingkungan keluarga terhadap self-efficacy
Ha : Terdapat pengaruh self-efficacy terhadap kesiapan kerja
Ha : Terdapat pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi terhadap kesiapan
kerja
Ha : Terdapat pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) terhadap kesiapan kerja
Ha : Terdapat pengaruh lingkungan keluarga terhadap kesiapan kerja
Ha : Terdapat pengaruh kompetensi mata diklat produktif akuntansi melalui self-efficacy
terhadap kesiapan kerja
Ha : Terdapat pengaruh praktik kerja industri (Prakerin) melalui self-efficacy terhadap
kesiapan kerja
Ha : Terdapat pengaruh lingkungan keluarga melalui self-efficacy terhadap kesiapan
kerja

38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian (Nazir 2014 hlm.24) adapun desain penelitian yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan desain deskriptif (descriptive design), untuk menguji
pengaruh antar variabel yang dihipotesiskan dalam penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, dimana penelitian
dengan pendekatan kuantitatif adalah “Penelitian untuk menguji teori objektif dengan
memeriksa hubungan antara variabel, dimana variabel-variabel ini, pada gilirannya, dapat
diukur, biasanya data diperoleh menggunakan instrument, sehingga data berupa data
bernomor yang dapat dianalisis menggunakan prosedur statistik”(Creswell,2014 hlm.32).
Yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan fenomena-fenomena dari hasil
temuan lapangan sesuai fokus permasalahan yang diteliti dan berdasarkan fakta yang ada di
lapangan.
Menurut Margono (2010:107), “metode kuantitatif bertumpu sangat kuat pada
pengumpulan data berupa angka hasil pengukuran, karena itu data yang terkumpul harus
diolah secara statistik agar dapat ditafsirkan dengan baik”, dan data dikumpulkan dengan
menggunakan angket atau kuisioner.

39
E. Obyek Penelitian
Obyek kajian dalam penelitian ini adalah kesiapan kerja siswa SMKN di Kabupaten
Cianjur yaitu SMKN 1 Cianjur dan SMKN 1 Cipanas, dimana kesiapan kerja merupakan
variabel dependen (Z), sedangkan variabel independennya meliputi kompetensi mata diklat
produktif (X1), lingkungan praktik kerja industri (X2), dan lingkungan keluarga (X3), serta
self-efficacy sebagai variabel intervening (Y).

F. Populasi Penelitian
Menurut Furqon (2014 hlm.164) populasi dapat didefinisikan sebagai “sekumpulan
objek atau orang, atau keadaan yang paling tidak memiliki satu karakteristik umum yang
sama. (Sugiyono (2016:80) populasi diartikan sebagai “wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi juga diartikan
sebagai

40
41

“totalitas semua nilai dari suatu karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang
lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”(Sudjana 2008 hlm.6).
Populasi dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri
yang berada di Kabupaten Cianjur. Jumlah populasi atau sekolah yang diteliti adalah 2
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) yang mempunyai jurusan/keahlian Akuntansi,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Populasi Penelitian SMKN se-Kabupaten Cianjur
No. Nama Sekolah Jumlah Siswa Kls XI

1 SMK NEGERI 1 CIANJUR 141

2 SMK NEGERI 1 CIPANAS 171

JUMLAH 312

G. Sampel Penelitian
Menurut (Amir, 2016:81) bahwa : “Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu
langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian
suatu objek. Untuk menentukan besarnya sampel bisa dilakukan dengan statistik atau
berdasarkan estimasi penelitian. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan
keadaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah lain harus representatif (mewakili)”.
Sedangkan Usman dan Akbar (2008 hlm.182) mengatakan bahwa sampel merupakan
“Sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan Teknik tertentu”. Dalam
penelitian ini Teknik yang digunakan dalam mengambil sampel adalah Proportional random
sampling. Untuk menghitung sampel rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rumus Slovin, adapun rumus Slovin akan dijelaskan sebagai berikut (Sugiyono 211 hlm.87)
berikut :

1 + Ne²
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
42

e : Persen kelonggaran ketidak telitian kesalahan pengambilan sampel yang dapat


ditolelir (e dalam penelitian ini ditentukan sebesar 5%).
Berdasarkan rumus tersebut dengan populasi 312 siswa SMKN se-Kabupaten Cianjur
yang memiliki jurusan/keahlian Akuntansi, maka ukuran sampel dapat dihitung sebagai
berikut:

1 + Ne²
= 312
1 + (312) (5%)²
= 175,28 dibulatkan menjadi 175
H. Variabel Penelitian
Menurut Lubis (2015 hlm.120) variabel merupakan “konsep yang mempunyai variasi
nilai atau yang mempunyai lebih dari satu nilai, keadaan, kategori atau kondisi”.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel terikat (dependent), variable mediasi
(intervening) dan variabel bebas/tidak terikat (independent). Menurut Uma Sekaran (2013,
hlm. 69), dependent variable atau variabel terikat adalah variable yang menjadi perhatian
utama bagi peneliti. Sedangkan independent variable atau variabel bebas adalah salah satu
yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif atau negatif. Menurut sugiyono
(2014, hlm. 63) pengertian variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis
mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen menjadi hubungan
yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Namun menurut Baron dan Kenny
(dalam Supino dan Borer, 2012, hlm. 49) variabel intervening adalah sebagai sebuah faktor
yang bisa diukur (secara langsung atau dengan pengertian operasi), sepenuhnya berasal dari
temuan empiris (data) dan dianalisis secara statistik untuk menunjukkan kapasitasnya untuk
memediasi hubungan antara variabel independen dan dependen. Adapun variable dalam
penelitian ini adalah :
Tabel 3.3 Variabel Penelitian
Jenis Variabel Variabel
Kompetensi Produktif Akuntansi (X1)
Dependent (Bebas) Praktik Kerja Industri (X2)
Lingkungan Keluarga (X3)
Intervening Self-Efficacy (Y)
Independent (Terikat) Kesiapan Kerja (Z)
43

I. Definisi Operasional Variabel


Penelitian ini terdiri dari 5 variabel yang akan diteliti, yaitu kompetensi produktif
akuntansi, praktik kerja industri, lingkungan keluarga, self-efficacy dan kesiapan kerja.
Berikut ini akan disajikan mengenai variabel dan indikator yang akan dibahas pada penelitian
ini.
Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel
Variabel Defenisi Indikator Ukuran/Analisis
Kompetensi Kompetensi merupakan Pengetahuan 1.Keyakinan akan
Produktif perpaduan dari (Knowledge) kemampuan yang
(X1) pengetahuan, dimiliki
keterampilan, nilai dan 2.Kemampuan
sikap yang direfleksikan memahami dalam
dalam kebiasan berfikir mengerjakan tugas
dan bertindak (Mulyasa,
(2003:37). Keterampilan 1.Memiliki kemampuan
(Skill) dan terampil dalam
menyelesaikan tugas
2.Kemampuan
menguasai keahlian
yang dimiliki

Sikap 1.Mempunyai
(Attitude) kemampuan
beradabtasi dengan
lingkungan
2.Menghargai waktu
dan disiplin kerja
Praktik Praktik kerja Industri Aspek disiplin kerja 1.Memiliki ketaatan
Kerja atau yang biasa disebut terhadap peraturan
Industri magang merupakan suatu
(X2) bentuk penyelenggaraan Kerjasama
Pendidikan keahlian 1.Kerjasama dalam hal
profesional, yang beradabtasi dengan
memadukan secara orang lain didalam
44

sistematis dan sinkron lingkungan kerja


program Pendidikan Inisiatif/ kreatifitas
disekolah dan program 1.Mempunyai
penguasaan keahlian keinginan untuk maju
yang diperoleh melalui dan berusaha mengikuti
kegiatan bekerja secara pekembangan bidang
langsung didunia kerja, keahlian
terarah untuk mencapai Kerajinan/Kemampu
suatu tingkat an dalam bekerja
professional tertentu 1.Mempunyai
kemampuan
beradaptasi dengan
lingkungan dan
perkembangan
Tanggungjawab teknologi

1.Mempunyai rasa
tanggung jawab untuk
menyelesaikn setiap
Sikap/Perilaku pekerjaan
dalam bekerja
(Dikmenjur,18:2008
) 1.berprilaku dalam
sikap dan etika dalam
hal lingkungan kerja
Lingkungan Lingkungan Keluarga Cara Orang Tua 1.berkaitan dengan
Keluarga merupakan lingkungan Mendidik peran orang tua dalam
(X3) Pendidikan pertama dan menanamkan kebiasaan
utama bagi anak, karena baik dan mendorong
dalam keluarga inilah semangat anak
anak pertama-tama
mendapat didikan dan 1.relasi orang tua
45

bimbingan, dan Relasi antara dengan anaknya. Relasi


dikatakan sebagai Anggota Keluarga anak dengan
lingkungan yang utama saudaranya atau dengan
karena sebagian besar anggota keluarga lain
dari kehidupan anak
adalah didalam
lingkungan keluarga.
(Hasbuloh, 2008:38) Suasana Rumah 1.Situasi atau kejadian
yang sering terjadi di
dalam keluarga

Keadaan Ekonomi 1.Dalam pemenuhan


Keluarga kebutuhan pokok
proses belajar anak
Pengertian Orang
Tua 1.Memberi pengertian
dan dorongan,
membantu sedapat
mungkin kesulitan yang
dialami anak
Latar Belakang
Kebudayaan 1.Tingkat pendidikan
(Slameto, 2010:60) atau kebisaaan Orang
Tua di dalam keluarga
mempengaruhi sikap
anak dalam belajar

Self- “Self-Efficacy adalah Magnitude : 1.Keyakinan akan


Efficacy keyakinan individu Tingkat Kesulitan kemampuan
(Y) mengenai kemampuan menumbuhkan
dirinya dalam melakukan motivasi, kemampuan
tugas atau tindakan yang kognitif, dan
diperlukan untuk melakukan tindakan
mencapai hasil tertentu” yang diperlukan untuk
46

(Bandura dalam Ghufron mencapai hasil


dan Rini, 2012:73) 2.Minat terhadap setiap
tugas
3.Kepercayaan diri
menghadapi situasi
yang tidak menentu dan
penuh tekanan

Strenght : 1.Keyakinan akan


Tingkat Kemampuan kemampuan diri
2.keuletan dalam setiap
menyelesaikan
pekerjaan
3.Kemampuan
mengendalikan emosi
dalam menghadapi
suatu maslah
Generally :
Tingkat generalitas 1.Kemampuan
(Bandura dalam menyikapi segala
Sulistyawati, situasi dengan baik
2012:8) 2.Kemampuan
menangani stress
dengan tepat

Kesiapan kesiapan kerja sederhana Mempunyai 1.Mempertimbangkan


Kerja (Z) dapat didefinisikan pertimbangan yang dengan matang ketika
sebagai suatu kondisi logis dan objektif memilih pekerjaan
yang menunjukkan
adanya keharmonisan Mempunyaii
antara kematangan fisik, kemampuan untuk 1.Mudah berinteraksi
mental, dan pengalaman berkoordinasi atau dan bekerjasama
sehingga individu bekerja sama dengan dengan orang-orang
47

memiliki kemampuan orang lain baru di lingkungan


untuk melakukan sekitar
aktivitas tertentu dalam
kaitannya dengan Mampu
pekerjaan atau aktivitas. mengendalikan diri
(Fitriyanto, 2006: 9) 1.Kemampuan
mengendalikan diri atau
Memiliki sikap kritis emosi dalam
menyelesaikan
pekerjaan
Mempunyai
keberanian untuk 1.Memunculkan
menerima tanggung ide/gagasan ketika
jawab menghadapi situasi
yang baru
Mempunyai
kemampuan 1.Berani menghadapi
beradaptasi dengan tantangan apapun yang
lingkungan ada dalam tugas yang
diberikan
Mempunyai ambisi
untuk maju dengan 1.Mudah beradaptasi
cara berusaha dengan lingkungan baru
mengikuti dan mengikuti
(Fitriyanto, 2006: 9) perkembangan
tehnologi

1.Sikap yang tidak


pernah merasa cepat
puas dengan
pencapaian sasaran
yang telah berhasil
diraih
48

J. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan Teknik komunikasi, Teknik ini
digunakan untuk mengumpulkan data melalui kontak langsung maupun tidak langsung antara
pengumpul data dengan sumber data (Margono, 2010 hlm.165).
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan Teknik komunikasi tidak
langsung dengan menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Koesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan responden (Sugiyono: 2013). Angket dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data dari responden mengenai kompetensi produktif akuntansi, praktik kerja
industri, lingkungan keluarga, self-efficacy dan kesiapan kerja siswa.
Angket dalam penelitian ini terdiri dari 33 pernyataan yang terdiri dari 6 pernyataan
mengenai kompetensi produktif akuntansi, 6 pernyataan mengenai praktik kerja industri, 6
pernyataan mengenai lingkungan keluarga, 8 pernyataan mengenai self-efficacy dan 7
pernyataan mengenai kesiapan kerja. Pernyataan dalam angket disusun berdasarkan indikator
yang terdapat pada setiap variabel, yakni Kompetensi Produktif Akuntansi, Prakerin,
Lingkungan Keluarga, Self-Efficacy dan Kesiapan Kerja menggunakan lima pilihan
jawaban, yaitu (5) Sangat Setuju/SS; (4) Setuju/S; (3) Ragu-ragu/R (2) Kurang Setuju/KS; (1)
Tidak Setuju/TS. Adapun susunan indikator variabel dalam setiap pernyataan pada angket
akan dipaparkan dalam Tabel 3.5
K. Pengujian Instrumen
Pengajuan instrument dilakukan untuk menguji kemampuan dari pertanyaan dan
pernyataan yang ada dalam mengukur apa yang hendak diukur, artinya pengujian instrumen
ini melihat apakah instrument yang digunakan dalam penelitian ini valid dan reliable, untuk
menggambarkan dan mengukur apa yang hendak diukur oleh peneliti. Untuk mengetahui hal
tersebut maka dilakukanlah uji validitas dan uji reliabilitas.

a. Uji Validitas
Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai
arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
49

maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut
merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari
apa yang diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk menguji
valid atau tidaknya instrument yang dapat menggunakan rumus Pearson Product Momet,
yakni sebagai berikut:

Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
n : banyak subjek
X : skor item
Y : skor total
b. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah “alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk” (Ghozali 2016 hlm.47). Uji reliabilitas juga bertujuan untuk
mengetahui tingkat konsistensi suatu instrument. Instrument yang dikatakan reliable
merupakan instrument yang meskipun digunakan berulang kali untuk mengukur objek yang
sama maka akan memberikan hasil data yang sama, Uji reliabilitas ini diukur dengan
menggunakan rumus croncbach’s Alpa, yakni sebagai berikut :

Keterangan :
r : Koefisien reliabilitas
k : jumlah soal
: jumlah varian skor seluruh soal
: Varian skor seluruh soal

L. Teknik Analisis Data


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Teknik analisis jalur
(path analysis). Analisis jalur merupakan “pengembangan dari regresi berganda yang
bertujuan untuk melihat hubungan kausalitas antara variabel yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan teori” (Ghozali 2016 hlm. 237) Menurut Bohrnstedt (1974) Analisis
50

jalur merupakan “a technique for estimating the effect’s a set of independent variables has on
a dependent variable from a set of observed correlations, given a set of hypothesized causal
asymetric relation among the variables” (dalam Kusnendi 2005:1). Analisis ini digunakan
untuk mengetahui besarnya pengaruh kompetensi produktif akuntansi, praktik kerja industri,
lingkungan keluarga, self-efficacy terhadap kesiapan kerja. Berikut merupakan diagram jalur
dalam penelitian ini :
Gambar 3.1 Diagram Analisis Jalur

e1 e2
X1
Pzx1

Z
rx1y
1 1
X2 Pzx2

Y
rx2y Pzx4
rx3y

X3
Pzx3

Keterangan :
Y : Kesiapan Kerja
Z : Self-Efficacy
X1 : Kompetensi Produktif Akuntansi
X2 : Praktik Kerja Industri (Prakerin)
X3 : Lingkungan Keluarga
DAFTAR PUSTAKA

2008:47, Suwati. 2020. “Jurnal Ilmiah Mandala Education.” Jurnal Ilmiah Mandala
Education 6 (2): 388. http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME/index.
Albert Bandura. 1986. “Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive
Theory.”In Prentice Hall;
https://en.wikipedia-on
ipfs.org/wiki/Social_Foundations_of_Thought_and_Action%3A_A_Social_Cognitive_Theor
y.html.
Alwisol (2004) dalam Iriani Ismail, 2016). 2016. “PERAN SELF EFFICACY DALAM
MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI INDONESIA.” 2016 4: 35–50.
Andreas dan Damian (2007:205). 2007. “Holland’s Secondary Constructs of Vocational
Interests and Career Choice Readiness of Secondary Students: Measures for Related but
Different Constructs.” Journal of Individual Differences 28 (4): 205–18.
https://doi.org/10.1027/1614-0001.28.4.205.
Badan Pusat Statistik, and Provinsi Jawa Barat. 2019. “Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi
Jawa Barat Agustus 2019.” 2019, no. 62: 1–12.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2019. “Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2019.”
Badan Pusat Statistik.
https://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=YjdlNmNkNDBhYWVhMDJiY
jZkODlhODI4&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIw
MTgvMDYvMDQvYjdlNmNkNDBhYWVhMDJiYjZkODlhODI4L2tlYWRhYW4tYW5na
2F0YW4ta2VyamEtZGktaW5kb25lc2lhLWZlYnJ1YXJpLTIwMTgu.
Bandura, Feits (2017:157) dalam Ani Paharyani dan Kusmuriyanto, 2019). 2019. “Peran OJT
Dalam Memediasi Pengaruh Penguasaan Akuntansi, Self Efficacy, Dan Lingkungan
Keluarga Terhadap Kesiapan Kerja.” Economic Education Analysis Journal 2 (1): 18–23.
https://doi.org/10.15294/eeaj.v8i3.35718.
Chun-Khain Wye, dkk. 2012. “Perceived Job Readiness of Business Students at the Institutes
of Higher Learning in Malaysia.” International Jurnalof Advances in Agriculture Sciences 01
(06:(2012)Nov.-Dec.2012).
Clarke, et al., 2005. 2005. “Practical Teaching Strategies for Secondary Schools.” Book 53
(9): 1689–99. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Dewantara, H. I. A. 2016. “Pengaruh Efikasi Diri Dan Lingkungan Keluarga Melalui Minat
Kerja Sebagai Variabel Intervening Terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas.”
Djohar (2007:128). n.d. “Pengaruh Prakerin Terhadap Kesiapan Kerja Siswa,” 55–60.
Fajriyah. 2017. “Pengaruh Praktik Kerja Industri, Motivasi Memasuki Dunia Kerja, Dan
Bimbingan Karir Pada Kesiapan Kerja Siswa.” Economic Education Analysis Journal 6 (2):
421–32.
Hasbullah. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Edited by PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ivancevich, John M., Robert Konopaske, and Michael T. Matteson. 2006. Perilaku Dan
Manajemen Organisasi.
https://opac.iainbengkulu.ac.id:443/index.php?p=show_detail&id=24546%0Ahttps://opac.iai
nbengkulu.ac.id:443/images/docs/Perilaku_dan_Manajemen_Organisasi.jpg.jpg.
KapanLagi.com. n.d. “KapanLagi.Com.”
Kurniawati, Alfi., & Arief, Sandy. n.d. “Pengaruh Efikasi Diri, Minat Kerja Dan Bimbingan
Karir Terhadap Kesiapan Kerja Siswa SMK Program Keahlian Akuntansi.” Economic
Education Analysis Journal, Volume 5 N.
Lestari dalam Noviyanti, Dewi, and Rediana Setiyani. 2019. “Kesiapan Kerja Siswa: Studi
Empiris Tentang Pengaruh Mediasi Employability Skill.” Economic Education Analysis
Journal 8 (2): 551–67. https://doi.org/10.15294/eeaj.v8i2.31481.
Nurhayati. 2019. “Pengaruh Kompetensi Produktif Akuntansi, Prakerin, Dan Lingkungan
Keluarga Melalui Efikasi Diri Terhadap Kesiapan Kerja.” Economic Education Analysis
Journal 2: 568–87. https://journal.unnes.ac.id/sju/index,php/eeaj.
Pramusinto. n.d. PEMBELAJARAN MATA DIKLAT MANAJEMEN PERKANTORAN
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI.
Puryanti. 2016. “PERAN MOTIVASI KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH
PRAKTIK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN), LINGKUNGAN SEKOLAH, DAN
BIMBINGAN KARIER TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XII JURUSAN
ADMINISTRASI PERKANTORAN.”

Anda mungkin juga menyukai