Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan (Marquis & Huston, 2010 dalam Aziz & Aminah, 2018).
Motivasi adalah suattu proses dalam diri manusia yang
menyebabkan organisme tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki,
atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan (Wade dan
Travis, 2008 dalam Indrawati, dkk., 2012).
Menurut Taufik (2007) dalam Putri (2017), motivasi yaitu
dorongan/mengerakan, sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak
hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri individu untuk
melakukan kegiatan tertentu sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

2. Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah
seseorang agar timbul keinginan dan mencapai tujuan. Makin jelas yang
diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana
tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih
berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh
karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi pada seseorang
harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan,
kebutuhan, serta kepribadian orang yang akan dimotivasi (Sardiman, 2010
dalam Windarika, 2014).
3. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Sardiman (2010) dalam Putri (2017) motivasi dibagi
menjadi dua jenis motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap
individu sudah ada dorongan untuk membuat sesuatu.
Menurut taufik (2007) dalam Putri (2017), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :
1) Kebutuhan (Need)
Seseorang melakukan aktivitas karena adanya faktor-faktor
kebutuhan baik biologis maupun psikologis.
2) Harapan (Expectancy)
Seseorang di motivasi oleh karena keberhasilan dan adanya
harapan keberhasilan berifat pemuasan bersifat diri seseorang,
keberhasilan, dan harga diri meningkat menggerakan seseorang ke
arah pencapai tujuan.
3) Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada
suatu hal tanpa ada yang menyuruh.

b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.
Motivasi eksrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga
orang berbuat sesuatu (Djamarah dalam Putri, 2017).
Motivasi yang berasal dari luar individu atau dari lingkungan
individu itu sendiri, seperti: motivasi eksternal dalam belajar yang
dapat berupa pengahargaan, pujian, hukuman yang diberikan oleh
guru, teman atau keluarga. Woolfolk menjelaskan terdapat sumber
motivasi ekstrinsik, diantaranya: imbalan (rewards), tekanan social
(social pressure), dan penghindar diri dari hukuman (punishment).
Menurut taufik (2007dalam Putri (2017), faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi ektrinsik adalah:
1) Dorongan Kelurga
Dorongan keluarga terdekat/lingkungan akan menyebabkan
penderita diabetes termotivasi untuk patuh terhadap dietnya.
Keterlibatan lingkungan, keluarga seperti suami, orang tua, teman,
akan membawa penderita diabetes mellitus sehat jasmani mapun
rohani. Keluarga membantu dan menjadikan pola hidup sehari-
hari dalam membantu setiap anggotanya meraih peranan yang
positif dalam menyongsong masa depan yang lebih sejahtera.
2) Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seeorang tinggal.
Lingkungan dapat dipengaruhi seorang hingga dapat termotivasi
untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga
mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam
merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang
nyaman dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan
yang tinggi.
3) Imbalan
Seseorang akan termotivasi karena adanya suatu imbalan
sehingga tersebut ingin melakukan sesuatu.

4. Fakor-Fakor yang Mempengaruhi Motivasi


Dalam Putri (2017), disebutkan bahwa terdapat faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi motivasi, antara lain:
a. Faktor Fisik
Motivasi yang ada di dalam diri individu yang mendorong
untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti
kebutuhan jasmani, raga, meteri, benda atau berkaitan dengan alam.
Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi
lingkungan dan kondisi seseorang, meliputi: kondisi fisik
lingkungan, keadaan atau kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga
motivasi seseorang kuat dalam melakukan sesuatu hal.
b. Faktor Herediter
Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan
kematangan atau usia seseorang.
c. Faktor Intrinsik Seseorang
Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya
timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas
dengan apa yang sudah dilakukan.
d. Fasilitas (Saran dan Prasarana)
Motivasi yang timbul karena adanya kenyaman dan segala
yang memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang
dibutuhkan untuk hal yang dinginkan.
e. Situasi dan Kondisi
Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi
sehingga mendorong memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu.
f. Program dan Aktifitas
Motivasi yang timbul atau dorongan dari dalam diri seseorang
atau pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin
dengan tujuan tertentu.
g. Audio Faisal (Media)
Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di dapat
dari perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seeorang
untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan menurut Prasetya, faktor internal yang
mepengaruhi motivasi meliputi keinginan dalam diri sendiri,
pengetahuan individu, tingkat pendidikan, pengelolaan diri dan usia.
Sedangkan faktor ekternal yaitu faktor ekonomi, agama, faktor
pendukung keluarga dan perawat (Widianingrum, 2017).

5. Klasifikasi Motivasi
Menurut Irwanto (2008) dalam Putri (2017), klasifikasi motivasi
dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Motivasi Kuat
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang tinggi, dan
memiiliki keyakinan yang tinggi bahwa dia akan mudah dalam
melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapi.
b. Motivasi Sedang
Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki
keinginan yang rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
c. Motivasi Lemah
Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia
memiliki harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat
berprestasi.

6. Fungsi Motivasi
Menurut Sardiman (2010)dlam Windarika (2014), motivasi
mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah
direncanakan sebelumnya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menetukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan
memberikan kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan
proses penyeleksian.

7. Indikator Motivasi
Motivasi mencakup tiga elemen yang berinteraksi dan saling
bergantung diantaranya (Mubarak, 2012):
a. Kebutuhan
Kebutuhan tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis
atau psikologisnya misalnya, kebutuhan tubuh muncul saat sel-sel
dalam tubuh kehilangan makanan atau air, atau ketika tidak ada orang
lain yang bertindak sebagai teman atau sahabat. Meskipun kebutuhan
psikologis mungkin berdasarkan definisi tapi terkadang juga tidak
misalnya, individu dengan kebutuhan kuat untuk maju mungkin
mempunyai sejarah pencapaian yang konsisten.
b. Dorongan
Dorongan atau motif adalah semua penggerak, alasan-alasan atau
dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat
sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan dan tenaga
penggerak lainnya yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motif itu memberi tujuan dan arah kepada perilaku
manusia, juga kegiatan yang dilakukan sehari-hari mempunyai motif-
motif tertentu.
c. Insentif
Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, didefinisikan sebagai
semua yang akan mengurangi kebutuhan dorongan. Dengan demikian,
memperoleh insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan
fisiologis dan psikologis akan mengurangi dorongan. Pada dasarnya
insentif merupakan suatu bentuk kompensasi yang diberikan pada
seseorang yang jumlahnya tergantung dari hasil yang dicapai baik
berupa finansial maupun non finansial.

8. Indikator Pengukuran Motivasi


Menurut Azwar (2011) pengukuran motivasi dapat dilakukan
dengan menggunakan skala Likert, dengan kategori sebagai berikut,
diantaranya :
a. Pertanyaan Positif (+)
1) Sangat Setuju : SS (4)
2) Setuju :S (3)
3) Tidak Setuju : TS (2)
4) Sangat Tidak Setuju : STS (1)
b. Pertanyaan Negatif (-)
1) Sangat Setuju : SS (1)
2) Setuju :S (2)
3) Tidak Setuju : TS (3)
4) Sangat Tidak Setuju : STS (4)
Cara untuk mengetahui motivasi responden lebih tinggi, sedang,
atau rendah sehingga dapat diketahui dan diinterpretasikan berdasarkan
nilai median (Budhiana, 2019)
a. Tinggi: jika T>Me
b. Sedang: jika Me< T ≤ Me
c. Rendah: jika T≤ Me
B. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kepatuhan berasal
dari kata patuh. Patuh berarti suka menuruti perintah, taat kepada perintah
atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan,
tunduk, patuh pada ajaran dan aturan (KBBI, 2012 dalam Delianty, 2015).
Kepatuhan (compliance) atau ketaatan (adherence) adalah derajat
dimana pasien mengikuti ajuran klinis yang diberikan oleh dokter yang
mengobatinya (Kaplan dalam Yulia, 2015).
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan
dengan dokter (Stanley, 2007 dalam Putri, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas di simpulkan bahwa kepatuhan
adalah suatu sifat atau perilaku pada diri seseorang yang taat kepada aturan
atau perintah yang diberikan kepadanya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Menurut Notoadmodjo (2009) dalam Kumala (2018) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan, antara lain:
a. Faktor Predisposisi (Faktor Pendorong)
1) Kepercayaan atau Agama yang Dianut
Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yang dapat
menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap
agamanya akan memiliki jika yang tabah dan tidak putus asa serta
menerima keadaanya, demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan
untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh yang kuat
akan lebih patuh terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.
2) Faktor Geografi
Lingkungan yang jauh jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan
memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.
3) Individu
a) Sikap Individu yang Ingin Sembuh
Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu sendiri
keinginan untuk tetap mempertahankan kesehatan sangat berpengaruh
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita dalam
kontrol penyyakit.
b) Pengetahuan
Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang tidak
teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka berfikir bahwa dirinya
sembuh dan sehat sehingga tidak perlu melakukan kontrol terhadap
kesehatanya.
b. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1) Dukungan Petugas
Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi penderita, sebab
petugas adalah pengelola penderita yang sering berinterksi sehingga
pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan
sering berinteraksi, sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan selalu
menerima kehadiran petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang
diberikan.
2) Dukungan Keluarga
Keluarga Merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak
dapat dipaksakan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila
mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya. Karena dengan
dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk
menghadapi atau mengelola penyakit yang baik, serta penderita mau
menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk penunjang
pengelola penyakitnya.
c. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin)
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan
penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan prasarana
kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh penderitanya dapat
lebih mendorong kepatuhan penderita.
Sedangkan menurut hasil penelitian Yulia (2015) menunjukan bahwa
faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet antara lain pendidikan,
pengetahuan, persepsi, motivasi, dukungan keluarga, dukungan tenaga
kesehatan dan lama menderita.

3. Cara Mengukur Kepatuhan


Terdapat bebrapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur
kepatuhan pada pasien (Feist, 2014 dalam Wahyuni, 2017), yaitu:
a. Menanyakan pada Petugas Klinis
Metode ini adalah motode yang hampir selalu menjadi pilihan
terakhir untuk digunakan karena keakuratannya atas estimasi yang
diberikan oleh dokter pada umumnnya salah.
b. Menanyakan pada Individu yang Menjadi pasien
Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang
sebelumnya. Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu: pasien
mungkin saja berbohong untuk menghindari ketidaksukaan dari pihak
tenaga kesehatan, dan mungkin pasien tidak mengetahui seberapa besar
tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika dibandingkan dengan beberapa
pengukuran objektif atas kepatuhan diet, peneliti ini yang dilakukan
cenderung menunjukan bahwa para pasien lebih jujur saat mereka
menyatakan bahwa mereka tidak melakukan diet.
c. Menanyakan pada Individu Lain yang Selalu Memonitor Keadaan Pasien
Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan,
terutamma pada hal-hal tertentu seperti diet makan. Kedua, pengamatan
yang terus menerus menciptakan situasi buatan dan seringkali menjadi
tingkat kepatuhan yang lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang
lainnya. Tingkat kepatuhan yang lebih besar ini memang sesuatu yang
diinginkan, tetapi hal tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan
itu sendiri dan menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak
akurat.
d. Memeriksa Bukti-Bukti Biokimia
Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang
ada metode-metode sebelumnya. Metode ini berusaha untuk menemukan
bukti-bukti biokima, seperti analisis sampel darah dan urine.

4. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan


Smet dalam Wahyuni, 2017 menyebutkan beberapa strategi yang
dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:
a. Segi Penderita (Internal)
1) Meningkatkan Kontrol Diri
Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk
meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena dengan
adanya kontrol diri yang baik penderita akan semakin meningkatkan
kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri dapat
dilakukan meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.
2) Meningkatkan Efiksasi Diri
Efiksasi Diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting
dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk
dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah
melakukannya.
3) Mencari Informasi tentang Pengobatan
Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan
kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi
mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya
didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau
melalui program pendidikn di rumah sakit. Penderita hendaknya benar-
benar memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari informasi
penyembuhan penyakinya tersebut.
4) Meningkatkan Monitoring Diri
Penderita harus melakukan monitoring diri, karena dengan
monitoring diri penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan
dirinya.
b. Segi Tenaga Medis (External)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar
penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan
anatara lain:
1) Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Para Dokter
Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah
memperbaiki komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak
cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan dasar
komunikasi yang efektif dengan pasien.
2) Memberikan Informasi yang Jelas kepada Pasien tentang Penyakit dan
Cara Pengobatannya
Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang
berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan
secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.
3) Memberikan Dukungan Sosisal
Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan
sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan
dukungan kepada pasien, karena hal tersebut juga akan meningkatkan
kepatuhan. Dukungan sosial bisa diberikan dengan bentuk perhatian
dan memberikan nasehatnya yang bermanfaat bagi kesehatannya.
4) Pendekatan Perilaku
Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat
mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan.

5. Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus


Kepatuhan diet merupakan suatu perubahan perilaku yang positif
dan diharapkan, sehingga proses kesembuhan penyakit lebih cepat dan
terkontrol (Aziz & Aminah, 2018). Pengaturan diet yang seumur hidup bagi
penderita DM menjadi sesuatu yang sangat membosankan, jika dalam diri
penderita tidak timbul pengertian dan kesadaran yang kuat dalam menjaga
kesehatanya. Dalam Delianty (2015), kepatuhan diet merupakan suatu aturan
perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lain
yang harus diikuti oleh pasien. Perilaku yang disarankan yaitu berupa pola
makan dan ketepatan makan pasien DM. Dalam diet pasien DM harus
memperhatikan jumlah makan, jenis makan dan jadwal makan agar kadar
glukosa darahnya tetap terkontrol (Novian, 2013). Mematuhi serangkaian
diet merupakan aspek yang paling penting dalam penatalaksanaan DM. Diet
yang yang dijalankan penderita DM akan berlangsung selama seumur hidup
dan kejenuhan dapat muncul kapan saja (Pratita, 2012). Kepatuhan diet
jangka panjang merupakan tantangan yang sangat besar bagi pasien supaya
tidak terjadi komplikasi.

C. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur
gula darah, glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara efektif. Diabetes mellitus merupakan masalah serius dalam
kesehatan masyarakat, dan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak
menular yang menjadi perhatian dunia (WHO, 2016).
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Hiperglkemia kronis pada diabetes mellitus dikaitkan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Amrican
Diabetes Association (ADA), 2018).
Diabetes mellitus disebut sebagai “silent killer” karena merupakan
penyakit yang dapat membuat sesorang secara perlahan. Disebut juga
“mother of disease” karena merupakan atau induk penyakit seperti jantung,
hipertensi, stroke, gagal ginjal dan kebutaan. Komplikasi dapat terjadi jika
diabetes mellitus tidak dikelola dengan baik, yang akan menimbulkan
berbagai penyakit penyerta di berbagai organ tubuh akibat rusaknya
pembuluh darah di seluruh tubuh yang disebut angiopati diabetik (Dewi, et
al, 2021 ; Petersmann, et al., 2018).

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Desita,
2019):
a. Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)
Diabetes mellitus tipe 1 ini, terjadinya keruskan sel-sel
pankreas yang memproduksi insulin. Kebanyakan penderita diabetes
mellitus tipe 1 ini sudah terdiagnosis sejak usia muda. Umumnya
pada saat mereka belum mencapai usia 30 tahun, karenanya diabetes
mellitus sering disebut dengan diabetes yang bermula pada usia
muda (juvenile-ondet diabetes) (IDF, 2015).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2 atau Non-insulin Dependen Diabetes
Mellitus (NIDDM)
Diabetes mellitus tipe 2 sering terjadi pada usia dewasa di atas
30 tahun. Sekitar 90% dari penderita diabetes mellitus tipe 2, yang
sebagian besar merupakan hasil dari kelebihan berat badan dan
kurangnya melakukan aktivitas fisik. Gejalanya mungkin mirip
dengan diabetes mellitus tipe 1 namun sering kurang ditandai
akibatnya, penyakit ini dapat didiagnosis beberapa tahun setelah
onset dan sesekali komplikasi sudah muncul (WHO, 2015).
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang didiagnosis selama kehamilan (ADA,
2015). Wanita dengan DM yang berkembang selama masa kehamilan
dan menjadi salah satu faktor risiko berkembangnya diabetes mellitus
pada ibu setelah melahirkan. Bayi yang dilahirkan cenderung akan
mengalami obesitas serta berpeluang mengalami penyakit DM pada
usia dewasa (Sari, 2018).
d. Tipe Diabetes Lainnya
Diabetes Mellitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya
pada defek genetik fungsi sel beta defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,
iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain
(ADA, 2015).

3. Etiologi Diabetes Mellitus


Penyebab Diabetes Mellitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO
sebagai berikut (Infodatin, 2018):
a. DM Tipe I (IDDM: DM tergantung insulin)
1) Faktor Genetik/Herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui
kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau
mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan sel-
sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor Infeksi Virus
Berupa infeksi virus coxakie dan gondogen yang
merupakan pemicu yang menetukan proses autoimun pada
individu yang peka secara genetik.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi
obesitas pada individu yang dapat menurunkan jumlah reseptor
insulin dari dalam sel target insulin di seluruh tubuh. Jadi membuat
insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek
metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan
rendah protein sehingga klasifikasi pankreas melalui proses
mekanik (fibrosis) atau toksik (cyanide) yang menyebabkan sel-
sel beta menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi Pancreattic Diabetes Mellitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronis menyebabkan
hipofungsi sel beta pankreas.
d. DM Tipe Lain
1) Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca pancreas dll
2) Penyakit hormonal
Seperti: Ancromegali yang meningkatkan GH (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankreas sehingga
menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak.
3) Obat-obatan
a) Bersifat sitotonik terhadap sel-sel seperti aloxan dan
streptozerin.
b) Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.

4. Gejala Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan
kadar gula dalam darah), dan gangguan metabolisme karbohidrat yang
dapat mengakibatkan efek sebagai berikut (Sloane, 2004):
a. Glikosuria
Merupakan kehilangan glukosa dalam urine karena
ambang ginjal untuk mereabsorpsi glukosa menjadi membesar.
b. Polliuria
Merupakan kehilangan natrium dan air dalam jumlah besar
pada urine, hal ini terjadi karena tekanan osmotik yang dibentuk
oleh glukosa berlebih dalam tubulus ginjal yang dapat
mengurangi reabsorpsi air.
c. Polidipsia
Merupakan rasa haus dan konsumsi air yang berlebihan,
hal ini terjadi karena penurunan volume darah yang mengaktivasi
pusat haus di hipotalamus.
d. Polifagia
Merupakan nafsu makan besar dan lahap, hal ini
terjadi karena kekurangan karbohidrat dalam sel-sel tubuh.
e. Ketonemia dan Ketonuria
Merupakan penumpukan asam lemak dan keton dalam
darah dan urine, hal ini terjadi akibat katabolisme abnormal
lemak sebagai sumber energi. Selain itu, hal ini juga dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
f. Adapun gelaja kronik diabetes melitus yaitu Kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit,
kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil
sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Dianty dkk, 2018).

5. Patofisiologi Diabetes Mellitus


Menurut Williams & Hopper (2015), jaringan tubuh , dan sel-sel
yang menyusunnya, menggunakan glukosa sebagai energi. Glukosa dalah
gula sederhana yang disediakan oleh makanan yang dikonsumsi oleh
manusia. Ketika karbohidrat masuk kedalam tubuh, maka akan dicerna
menjadi gula, termasuk glukosa, yang kemudian diserap ke dalam aliran
darah. Karbohidrat menyediakan sebagian besar glukosa yang digunakan
oleh tubuh, protein dan lemak secara tidak langsung dapat memberikan
glukosa dalam jumlah lebih kecil.
Glukosa dapat masuk ke dalam sel hanya dengan bantuan insulin,
yaitu hormon yang diproduksi oleh sel beta di Pulau-Pulau Langerhans
pankreas. Saat insulin masuk dan kotak dengan membran sel, insulin
bergabung dengan reseptor yang memungknkan aktivasi transporter
glukosa khusus di selaput. Dengan membantu glukosa memasuki sel-sel
tubuh, insulin akan menurukan kadar glukosa dalam darah. Insulin juga
membantu tubuh menyimpan kelebihan glukosa di hati dalam bentuk
glikogen. Hormon lain yaitu glukogen, diproduksi oleh alfa sel di Pulau
Langerhans. Glukagon meningkatkan darah glukosa bila diperlukan
dengan melepaskan glukosa yang disimpan dri hati dan otot. Insulin dan
glucagon bekerja sama untuk menjaga glukosa darah pada tingkat yang
konstan (Williams & Hopper, 2015).
Diabetes mellitus terjadi akibat kekurangan produksi insulin oleh
sel beta di pankreas, atau dari ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk
menggunakan insulin. Ketika glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
tubuh dan tetap dalam aliran darah, maka akan mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia. Sekresi glukagon abnormal mungkin juga berperan dalam
diabetes mellitus tipe 2 (Willam & Hopper,2015).

6. Manisfestasi Klinis
Peningkatan kadar glukosa darah, diebut hiperglikemia mengarah
kepada manisfestasi klinis umum yang berhubungan dengan DM. pada DM
tipe 1, onset manisfestasi klinis mungkin tidak kentara dengan
kemungkinan situasi yang mengancam hidup yang biasanya terjadi (missal,
ketoasidosis diabetikum). Pada DM tipe 2, onset manisfestasi klinis
mungkin berkembang secara bertahap yang mungkin klien rasakan atau
tanpa manifestasi klinis selama beberapa tahun (Black, J.M & Hawks, J.H.,
2014).
Manifestasi klinis DM adalah peningkatan frekuensi buang air
kecil (poliuri), peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dank arena
penyakit berkembang, penurunan berat badan meskipun lapar dan
peningkatan (polifagi) (Black, J.M & Hawks, J.H., 2014).
Tabel 2.1 Manisfestasi Klinis Terpilih DM Saat Diagnosis
Manisfestasi Klinis Dasar Patofisiologi
Poliuri* (Sering Air tidak diserap kembali oleh tubulus ginjal sekunder
BAK) untuk aktivitas osmotik glukosa, mengarah kepada
kehilangan air, glukosa dan elektrolit
Polidipsi* (Haus Dehidrasi sekunder terhadap poliuri menyebabkan haus
Berlebihan
Polifagi* (lapar Kelaparan sekunder terhadap katabolisme jaringan
Berlebihan menyebabkan rasa lapar
Penurunan Beran Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan
Badan air, glukosa, dan trigliiserid; kehilangan kronis sekunder
terhadap penurunan masa otot, karena asam amino
diahlikan untuk membentuk glukosa dan keton
Pandangan Kabur Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata
Berulang terhadap cairan hiperosmolar
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan untuk energi oleh sel
tergantung insulin, asam lemak digunakan untuk energi;
asam lemak akan dipecah menjadi keton dalam darah dan
diekresikan oleh ginjal; pada DM tipe 2, insulin cukup
untuk menekan berlebihan penggunaan asam lemak tapi
tidak cukup untuk penggunaan glukosa
Lemah dan Letih, Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi,
Pusing kehilangan kalium dan katabolime protein berkontribusi
terhadap kelemahan
Sering Asimtomatik Tubuh dapat “beradaptasi” terhadap peningkatan pelan-
pelan kadar glukosa darah sampai tingkat lebih besar
dibandingkan peningkatan yang cepat
Sumber: Blck, J.M & Hawks, J.H. (2014)

7. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Dalam Melinda (2018) disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor


resiko terjdinya Diabetes Mellittus, anatara lain:
a. Faktor Resiko yang Dapat Dirubah
1) Obesitas
Obesitas menjadi salah satu faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (retensi insulin). Semakin banyak jaringan lemak dalam tubuh
semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
terkumpul di daerah sentral atau perut (Fathmi, 2012). Makan-
makanan yang berlebihan dapat menyebabkan gula darah dan lemak
mengalami penumpukan dan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja
lebih ekstra memproduksi insulin untuk mengolah gula darah yang
masuk (Lanywati, 2011). Seseorang yang mengalami obesitas apabila
memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) lebih dari dari 25, maka dapat
meningkatkan resiko untuk terkena DM. Jaringan lemak yang banyak
menyebabkan jaringan tubuh dan otot akan menjadi resisten terhadap
kerja insulin, lemak tersebut akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa darah tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk
dalam peredaran darah (Sustrani, 2010).
2) Alkohol
Efek alkohol pada kadar gula darah, tidak hanya tergantung
pada alkohol yang dikonsumsi, tapi juga berhubungan dengan asupan
makanan. Proses untuk mencerna alkohol yang ada di dalam tubuh
kita itu sama dengan proses saat tubuh kita mencerna lemak. Alkohol
yang konsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah karena
alkohol akan mempengaruhi kinerja hormone insulin (Tjokroprawiro,
2011). Karbohidrat merupakan kandungan yang banyak ditemui
dalam alkohol sehingga pada saat dikonsumsi, pankreas akan
mengeluarkan lebih banyak hormone insulin sehingga meningkatkan
kadar gula dalam darah (Rosa, Mury & Herywanti, 2015).
3) Kurang Olahraga
Olahraga merupakan istilah umum untuk segala pergerakan
tubuh karena aktivitas otot yang akan meningkatkan penggunaan
energi. Olahraga dapat mengontrol gula darah, glukosa akan diubah
menjadi energi pada saat berolahraga. Olahraga mengakibatkan
insulin semakin meningkatkan sehingga kadar gula dalam darah akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang
masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh
sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk
mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,
2010 dalam Arofah, 2015).
4) Konsumsi Glukosa
Penderita diabetes mellitus diakibatkan oleh pola makan yang
tidak sehat dikarenakan pasien kurang pengetahuan tentang
bagaimana pola makan yang baik dimana mereka mengkonsumsi
makanan yang mempunyai karbohidrat dan sumber glukosa secara
berlebihan, kemudian kadar glukosa darah menjadi naik sehingga
perlu pengaturan diet yang baik bagi pasien dalam mengkonsumsi
makanan yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya
(Bertalina, 2016).
b. Faktor Resiko yang tidak Dapat Dirubah
1) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi resiko
terkena diabetes. Meningkatnya resiko diabetes mellitus seiring
dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan
fungsi fisiologis tubuh (AHA, 2012).
2) Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Ibu yang menderita diabetes mellitus tingkat resiko terkena
diabetes mellitus sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah
penderita diabetes mellitus. Apabila kedua menderita diabetes
mellitus, maka akan memiliki resiko terkena diabetes mellitus
sebesar6,1 kali lipat lebih tinggi.
3) Riawayat Diabetes pada Kehamilan (Gestational)
Seorang ibu yang hamil akan menambah konsumsi
makanannya, sehingga berat badan mengalami peningkatan 7-10 kg,
saat makanan ibu ditambah konsumsinya tetapi produksi insulin
kurang mencukupi maka akan terjadi diabetes mellitus (Lanywati,
2011). Memiliki riwayat diabetes gestational pada ibu yang sedang
hamil dapat meningkatan resiko DM, diabetes selama kehamilan atau
melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan resiko diabetes
mellitus tipe II (Ehsa, 2010).

8. Diagnosis Diabetes Mellitus

Berdasarkan Infodatin tahun 2020, penegakan diagnosis diabetes


mellitus dilakukan dengan pengukuran glukosan darah. Pemeriksaan gula
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengn
menggunakan bahan plasma darah vena.

Kriteria diagnosis diabetes mellitus meliputi 4 hal, yaitu:

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi


tidak ada asupa kalori minimal 8 jam.

b. pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi


Glukosa Oral (TIGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c. pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik


(poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya).

d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang


terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal maupun
kriteria diabetes maka digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
terdiri dari Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT). GDPT terjadi ketika hasil pemeriksaan glukosa plasma
2 jam <140 mg/dl. TGT terpenuhi jika hasil pemeriksaan glukosa plasma 2
jam setelah TTGO anatara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dl (Infodatin, 2020).
Tabel 2.2 Kriteria Diabetes, Prediabetes dan Normal
HbA1c Glukosa Darah Glukosa Plasma 2 Jam
(%) Puasa (mg/dl) Setelah TTGO (mg/dl)
Diabetes >6,5 ≥126 ≥200
Pre 5,7-6,4 100-125 140-199
Diabetes
Normal <5,7 <100 <140
Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe-2 di
Indonesia 2015 dalam Infodatin, 2020.

9. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi diabetes mellitus yang berkaitan dengan kedua tipe DM
digolongkan akut dan kronis sebgai berikut (Dwinanjar, 2018):
a. Komplikasi Akut
1) Hipogliikemia
Hipoglikemia adalah glukosa darah yang abnormal rendah
yang terjdi apabila glukosa darah turun di bawah 50 – 60 mg/dl terjadi
akibat penurunan insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit. Hipoglikemia ada 3 skala:
a) Hipoglikemia ringan: ketika kadar glukosa darah menurun yang
menyebabkan saraf simpatik terangsang pelimpahan adrenalin ke
dalam darah yang mengakibatkan gejala prespirasi, tremor,
takikardi, kegelisahan, dan rasa lapar.
b) Hipoglikemia sedang: penurunan kadar glukosa dalam darah yang
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar
untuk bekerja. Yang mengakibatkan ketidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, perubahan
emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
c) Hipoglikemia berat: fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan bantuan
orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya adalah
kejang sulit dibangunkan dari tidur, hingga kehilangan kesadaran.
2) Ketoasidosis (KDA)
Ketoasidosis terjadi di mana tidak adanya insulin atau insulin
tidak cukup. Gambaran klinis ketoasidosis:
a) Dehidrasi
b) Kehilangan elektrolit
c) Asidosis
3) Sindrom HHNK (disebut juga koma Hiperglikemik Hiperosmoler
Nonketotik) atau bisa disebut HONK (Hiperosmoler Nonketotik)
adalah keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahn tingkat kesadaran. Keadaan
hiperglikemia pasien menyebabkan diuresis osmotic sehingga terjadi
cairan dan elektrolit.
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis DM dapat menyerang semua sistem organ
dalam tubuh.
1) Makrovaskuler (penyakit pembuluh darah besar) lebih sering
dijumpai pada DM tipe 2 yang lebih tua berbagai tipe penyakit
makrovaskuler tergantung pada lokasi aterosklerotik.
Makrovaskuler dapat terjadi pada pasien diabetes maupun
nondiabetes.
2) Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil) lebih sering
dijumpai pada DM tipe 1 mikrovaskuler merupkan komplikasi
yang unik yang hanya terjadi pada pasien DM, penyakit ini
ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh darah
kapiler. Ada dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat
berakibat serius yaitu mikro srkulasi pada retina mata dan ginjal
yang dapat menyebabkan kebutaan.
3) Neuropati sensori juga menyebabkan hilangnya perasaan nyeri
dan stabilitas tekanan, sedangkan neuropati otonom
menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura
pada kulit (yang terjadi akibat penurunan prespirasi) penyakit
vaskuler perifer karena sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk
akan menyebabkan ganggren.

10. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


PERKENI (2015) menyebutkan bahwa tujuan penatalaksanaan
secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes
mellitus. Tujuan penatalaksanaan meliputi (Sundari, 2018):
a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dana mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tuujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan mikroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortilitas DM.
Lebih lanjut PERKENI menjelaskan bahwa ada empat pilar
penatalaksanaan pada penderita diabetes mellitus yaitu edukasi, terapi
nutrisi medis, latihan jasmani, dan terapi farmakologis, selengkapnya
sebagai berikut (Sundari, 2018):
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistic.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tinggkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada tingkat awal
dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:
materi tentang perjalanan penyakit DM, penyulit DM dan
risikonya, interaksi antara asupan makanan, aktivitas, dll. Materi
edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder atau Tersier yang meliputi: penatalaksanaan DM selama
menderita penyakit lain, pemeliharan atau perawatan kaki, dll.

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran
terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhaan setiap
penyandang DM.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan
penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat meningkatkan sekresi insulin atau terapi itu
sendiri.
Accepted Daily Intake (ADI) menyebutkan bahwa komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari: karbohidrat yang dianjurkan
sebesar 45-65% total asupan energi terutama karbohidrat yang
berserat tinggi, asupan lemak dianjurkan sekitar 25-25%
kebutuhan kalori, protein dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan
energi, anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama
dengan orang sehat yaitu <2300 mg per hari, penyandang DM
dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara teratur sebanyk 3-5 kali per minggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit per minggu. Jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila
kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas
sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jsmani meskipun
dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobic dengan intensitas
sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat,
mksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia
pasien. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.
d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: pemacu sekresi
insulin (insulin secretagogue;seperti sulfonylurea dan glinid),
peningkat sensitivitas terhadap insulin; seperti metformin dan
tiazolidindion (TZD), penghambat aborsi glukosa di saluran
pencernaan; seperti penghambat alfa glucosidase, penghambat
DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV); seperti sitagliptin dan
linagliptin, penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporte
2); seperti canagliflozin dan empaglflozin.

D. Diet Diabetes Mellitus


1. Pengertian Diet Diabetes Mellitus
Diet merupakan salah satu pilar dalam penatalksanaan DM. Terapi
nutrisi medis (Diet) DM merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengatur asupan nutrisi pasien agar tetap terpenuhi dan tidak
mengakibatkan gula dalam darah meningkat sehingga perlu adanya
pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan sebagai acuan diet DM
(Indrawati dkk., 2012 dalam Mamesah, dkk., 2019).
Diet diabetes adalah tatalaksana diet yang diberikan kepada penderita
oleh dokter yang merawatnya dengan menggunakan prinsip 3 J, yang artinya
jumlah, jadwal dan jenis (Moore dalam Kumla, 2018).
Diet diabetes mellitus adalah diet yang diberikan kepada penyandang
diabetes mellitus, dengan tujuan membantu memperbaiki kebiasaan makan
untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara
menyeimbangkan asupan makanan dengan obat penurun glukosa oral
maupun insulin dan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah normal,
mencapai dan mempertahankan kadar lipida dalam normal. Diet diabetes
mellitus merupakan pengaturan pola makan bagi penderita diabetes mellitus
berdasarkan jumlah, jenis dan jadwal pemberian makan
(Syahbudin,2007).
Berdasarkan definisi diatas , dapat disimpulkan bahwa diet diabetes
melltus merupakan suatu penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien DM
untuk mengontrol kadar gula darah dengan pengaturan jumlah kalori, jenis
makanan, dan jadwal makan yang harus dipatuhi penderita DM.
2. Tujuan Diet Diabetes Mellitus
Menurut Krisnatuti dkk (2014) dalam Putri (2017), tujuan
pengaturan diet penyakit DM adalah membantu pasien memperbaiki
kebiasaan makan. Adapun penyusunan sebagai berikut:
a. Mempertahakan kadar gula darah supaya tetap normal dengan
menyeimbangkan asupan makan, insulin (endogenous atau exogenous),
obat penurun gula oral, serta aktifitas fisik.
b. Mencapai dan mempertahankan kadar limpida serum normal.
c. Memberi kecukupan energi unttuk mempertahakan atau mencapai berat
badan normal.
d. Menghindari atau mengenai komplikasi akut pasien yang menggunakan
insulin, seperti hipoglikemia serta komplikasi jangka pendek dan jangka
lama.
e. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
3. Syarat Diet Diabetes Mellitus
Menurut Krisnatuti dkk (2014) dalam Putri (2017), syarat umum
yang harus dipenuhi dalam penyusunan menu, diantaranya sebagai berikut:
a. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan kelainan metabolic, umur, berat
badan, tinggi badan, dan aktivitas tubuh.
b. Jumlah kalori disesuikan dengan kesanggupan tubuh dalam
menggunakannya.
c. Cukup protein, mineral vitamin didalam makan.
d. Menggunakan bahan makan yang mempunyai indeks glikemik rendah.
4. Standar Diet Diabetes Mellitus
Standar diet DM yang diberikan pada pasien DM sesuai kebutuhan,
dimana terdapat 8 jenis standar diet menurut kandungn energi yaitu standar
diet 1100 kalori sampai dengan 1500 kalori untuk pasien DM yang gemuk.
Diet 1700 sampai dengan 1900 kalori untuk pasien DM dengan berat badan
normal. Sedangkan diet 2100 sampai dengan 2500 kalori untuk pasien DM
kurus (Waspadji, 2007 dalam Magdalena, 2016).

Tabel 2.3 Jenis Diet DM Menurut Kandungan Energi, Protein, Lemak,


Dan Karbohidrat
Jenis Diet Energi Protein Lemak Karbohidrat (g)
(kkal) (g) (g)
I 1.100 43 30 172
II 1.300 45 35 192
III 1.500 51,5 36,5 235
IV 1.700 55,5 36,5 275
V 1.900 60 48 299
IV 2.100 62 53 319
VII 2.300 73 59 269
VIII 2.500 80 62 296
Sumber: Almatsier, 2006 dalamDelianty, 2015
Tabel 2.5 Jumlah Bahan Makanan Sehari Menurut Standar Diet DM
(Dalam Satuan Penukar II)
Golongan Bahan Standar Diet
Makanan 1.100 1.300 1.500 1.700 1.900 2.100 2.300 2.500
kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal
Nasi/penukar 2½ 3 4 5 5½ 6 7 7½
Ikan/penukar 2 2 2 2 2 2 2 2
Daging/penukar 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe/penukar 2 2 2½ 2½ 3 3 3 5
Sayuran/penukar A S S S S S S S S
Sayuran/penukar B 2 2 2 2 2 2 2 2
Buah/ penukar 4 4 4 4 4 4 4 4
Susu/penukar - - - - - - 1 1
Minyak/penukar 3 4 4 4 6 7 7 7
Sumber: Krisnatut dkk (2014) dalam Putri (2017)

Tabel 2.6 Pembagian Makanan Sehari Tiap Standar Diet Diabetes


Mellitus dan Nilai Gizi (Dalam Satuan Penukar II)
Energi (kkal) 1.100 1.300 1.500 1.700 1.900 2.100 2.300 2.500
kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal
Pagi
Nasi ½ 1 1 1 1½ 1½ 1½ 2
Ikan 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe - - ½ ½ 1 1 1 1
Tempe/penukar 2 2 2½ 2½ 3 3 3 5
Sayur A S S S S S S S S
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2
Pukul 10.00
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Susu - - - - - - 1 1
Siang
Nasi 1 1 2 2 2 2½ 3 3
Daging 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe 1 1 1 1 1 1 1 2
Sayur A S S S S S S S S
Sayur B 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 2 2 2 2 3 3 3
Pukul 16.00
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Malam
Nasi 1 1 1 2 2 2 2½ 2½
Ikan 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe 1 1 1 1 1 1 1 2
Sayur A S S S S S S S S
Sayur B 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2

Nilai Gizi

Energi (kkal) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Protein (g) 43 45 51,1 55,5 60 62 73 80
Lemak (g) 30 35 36,5 36,5 48 53 59 62
KH (g) 172 192 235 275 299 319 369 396
Keterangan: S = Sekehendak

5. Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP)


a. Pengertian dan Cara Menggunakan DBMP
Menurut Pritasari, Didit D., & Nugraheni (2017), DBMP adalah
suatu yang berisi daftar nama bahan makanan, berat dalam ukuran rumah
tangga (URT), berat dalam gram serta kandungan energi, protein,
karbohidrat dan lemak dari makanan tersebut. Dalam daftar tersebut ada
beberapa bahan makanan yang nilai gizinya sama untuk berat yang
berbeda. Bahan makanan dengan nilai gizi yang sama hanya dapat ditukar
dengan bahan makanan pada golongan yang sama. Bahan makanan tidak
dapat ditukar dengan bahan makanan pada golongan lain karena
kandungan gizinya berbeda.
Untuk memudahkan penggunaan daftar bahan makanan penukar,
maka bahan makanan yang tertera dinyatakan dalam ukuran rumah tangga.
b. Jenis Pangan & Golongannya
Berdasarkan Pritasari, Didit D., & Nugraheni (2017) dan
Permenkes RI No. 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman Gizi Seimbangan
dijelaskan bahwa masing-masing contoh jenis pangan/ bahan makanan
dibagi menjadi 8 golongan
1) Golongan I, Sumber Karbohidrat
1 Satuan Penukar = 175 Kalori, 4 gram Protein, dan 40 g Karbohidrat
Nama Pangan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) Gram
Nasi ¾ Gelas 100
Bihun ½ Gelas 50
Havermut 4 Buah Besar 40
Jagung Segar 5 ½ Sendok Besar 45
Jagung Segar 3 Buah Sedang 125
Kentang 2 Buah Sedang 210
Kentang Hitam 12 Biji 125
Maizena 10 Sendok Makan 50
Makaroni ½ Gelas 50
Mie Basah 2 Gelas 200
Mie Kering 1 Gelas 50
Nasi Beras Giling Putih ¾ Gelas 100
Nasi Beras Giling Merah ¾ Gelas 100
Nasi Beras Giling Hitam ¾ Gelas 100
Nasi Ketan Putih ¾ Gelas 100
Roti Putih 3 Iris 70
Roti Warna Coklat 3 Iris 70
Singkong 1 ½ Potong 120
Sukun 3 Potong Sedang 150
Talas ½ Biji Sedang 125
Tape Beras Ketan 5 Sendok Makan 100
Tape Singkong 1 Potong Sedang 100
Tepung Tapioca 8 Sendok Makan 50
Tepung Beras 8 Sendok Makan 50
Tepung Hunkwe 10 Sendok Makan 50
Tepung Sagu 8 Sendok Makan 50
Tepung Singkong 5 Sendok Makan 50
Tepung Terigu 5 Sendok Makan 50
Ubi Jalar Kuning 1 Biji Sedang 135
Kerupuk Udang/Ikan 3 Biji Sedang 30
2) Golongan II, Sumber Protein Hewani
a) Rendah Lemak
1 Satuan Penukar = 50 Kalori, 7 gram Protein, dan 2 gram Lemak
Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat Badan
Tangga (URT) gram
Ayam tanpa kulit 1 potong sedang 40
Babat 1 potong sedang 40
Daging ayam 1 potong sedang 40
Ikan asin kering 1 potong sedang 35
Ikan 1 potong kecil 15
Ikan ¹∕₃ ekor sedang 40
Ikan teri kering 1 sendok makan 15
Udang segar 5 ekor sedang 35
b) lemak Sedang
1. Satuan Penukar= 75 Kalori, 7 gram Protein, dan 5 gram Lemak
Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat badan
Tangga (URT) gram
Bakso 10 biji sedang 170
Daging kambing 1 potong sedang 40
Daging sapi 1 potong sedang 35
Ginjal sapi 1 potong besar 45
Hati ayam 1 buah sedang 30
Hati sapi 1 potong sedang 50
Otak 1 potong besar 65
Telur ayam 1 butir 55
Telur bebek asin 1 butir 50
Telur puyuh 5 butir 55
Usus sapi 1 potong besar 50
c) Tinggi Lemak
1 Satuan Penakur = 150 Kalori, 7 Gram Protein, dan 13 gram Lemak
Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Ayam dengan kulit 1 potong sedang 55
Bebek 1 potong sedang 45
Belut 3 ekor makan 45
Kornet daging sapi 1 potong sedang 45
Ayam dengan kulit 1 potong sedang 40
Daging sapi 1 ½ potong kecil 50
Ham ½ potong kecil 40
Sardencis ½ potong 35
Sosis ½ potong 50
Kuning telur ayam 4 butir 45
Telur bebek 1 butir 55

3) Golongan III, Sumber Protein Nabati


1 Satuan Penukar = 75 Kalori, 5 gram Protein, 3 gram Lemak, dan 7
gram Karbohidrat
Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Kacang Hijau 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Kedelai 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Merah 2 ½ Sendok Makan 25
Kacang Mete 1 ½ Sendok Makan 15
Kacang Tanah Kupas 2 Sendok Makan 20
Kacang Toto 2 Sendok Makan 20
Keju Kacang Tanah 1 Sendok Makan 15
Kembang Tahu 1 Lembar 20
Oncom 2 Potong Besar 50
Peti Segar 1 Papan/Biji Besar 20
Tahu 1 Biji Besar 110
Tempe 2 Potong Sedang 50
Sari Kedelai 2 ½ Gelas 185

4) Golongan IV, Sayuran


a) Sayuran A
Bebas dimakan, kandungan kalorinya dapat diabaikan
Gambas/ oyong Jamur kuping Tomat sayur
Ketimun Labu air Selada air
Selada Lobak Daun bawang

b) Sayuran B
1 Satuan Penukar = 100 gram sayuran mentah dalam keadaan bersih =
1 gelas setelah direbus dan ditiriskan mengandung 25 kalori, 1 gram
Protein, dan 5 gram Karrbohidrat
Bayam Bit Labu waluh Genjer
Kapri muda Kol Daun talas Jagung muda
Brokoli Daun kecipir Papaya muda Sawi
Kembang kol Buncis Labu Siam Rebung
Kemangi Daun kacang Pare Taoge
panjang
Kangkung Terong Kancang Wortel
panjang

c) Sayuran C
1 Satuan Penukar = 100 gram sayuran mentah dalam keadaan bersih =
1 gelas setelah direbus dan ditiriskan mengandung 50 kalori, 1 gram
Protein, 10 gram Karbohidrat
Bayam merah Mangkokan Nangka muda Daun papaya
Daun katuk Kacang kapri Mlinjo Taoge kedelai
Daun melinjo Daun talas Kluwih Daun
singkong

5) Golongan V, Buah dan Gula


1 Satuan Penukar = 50 Kalori dan 12 gram Karbohidrat
Bahan Makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram*)
Anggur 20 buah sedang 165
Apel merah 1 buah kecil 85
Apel malang 1 buah sedang 75
Belimbing 1 buah besar 140
Blewah 1 potong sedang 70
Duku 10-16 buah sedang 80
Durian 2 biji besar 35
Jambu air 2 buah sedang 100
Jambu biji 1 buah besar 100
Jambu bol 1 buah kecil 90
Jeruk bali 1 potong 105
Jeruk garut 1 buah sedang 115
Jeruk manis 2 buah sedang 100
Jeruk nipis 1 ¼ gelas 135
Kedongdong 2 buah sedang 120
Kesemek ½ buah 65
Kurma 3 buah 15
Leci 10 buah 75
Manga ¾ buah besar 90
Manggis 2 buah sedang 80
Markisa ¾ buah sedang 35
Melon 1 potong 90
Nangka masak 3 biji sedang 50
Nanas ¼ buah sedang 85
Pear ½ buah sedang 85
Papaya 1 potong besar 110
Markisa ¾ buah sedang 35
Melon 1 potong 90
Nangka masak 3 biji sedang 50
Pisang ambon 1 buah sedang 50
Pisang kepok 1 buah 45
Pisang mas 2 buah 40
Pisang raja 2 buah kecil 40
Rambutan 8 buah 75
Sawo 1 buah sedang 50
Salak 2 buah sedang 65
Semangka 2 potong sedang 180
Sirsak ½ gelas 60
Srikaya 2 buah besar 50
Strawberry 4 buah besar 215
Gula 1 sendok makan 13
*) Berat tanpa kulit dan biji (berat bersih)

6) Golongan VI, Susu


a) Susu Tanpa Lemak
1 Satuan Penukar = 75 Kalori, 7 gram Protein, dan 10 gram
Karbohidrat
Bahan makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Susu skin cair 1 gelas 200
Tepung susu skim 2 sdm 20
Yougurt non fat 2/3 gelas 120

b) Susu Rendah Lemak


1 Satuan Penukar = 125 Kalori, 7 gram Protein, 6 gram Lemak, dan
10 gram Karbohidrat
Bahan makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Keju 1 gelas 35
Susu kambing ¾ gelas 165
Susu sapi 1 gelas 200
Susu kental manis ½ gelas 100
Yougurt full craeam 1 ggelas 200

c) Susu Tinggi Lemak


1 Satuan Penukar = 150 Kalori, 7 gram Protein, 6 gram Lemak, dan
10 gram Karbohidrat
Bahan makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Susu kerbau ½ gelas 100
Susu full cream 6 sendok makan 30

7) Golongan VII, Minyak dan Lemak


1 Satuan Penakar = 50 Kalori, 5 gram Lemak
a) Lemak Tidak Jenuh
Bahan makanan Ukuran Rumah Berat dalam
Tangga (URT) gram
Alpukat ½ gelas 60
Kacang Almond 7 biji 10
Minyak Jagung 1 sendok teh 5
Minyak Kedelai 1 sendok teh 5
Minyak Zaitun 1 sendok teh 5
Minyak Bunga 1 sendok teh 5
Matahari
Minyak Kacang Tanah 1 sendok teh 5

8) Golongan VIII, Makanan Tanpa Kalori


Agar-agar Gelatin Cuka
Air kaldu Kecap The
Air mineral Kopi Gula alternative sukrosa

6. Prinsip Diet Dabetes Mellitus


Penderita DM di dalam melaksanakan diet harus memperhatikan (3J),
yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makanan yang harus diikuti,
dan jenis makanan yang harus diperhatikan (Hasdianah, 2012 dalam
Purwandri & Susanti, 2017).

a. Jumlah Kalori
Syarat kecukupan jumlah makanan pada penderitapenyakit DM
(Almaitsier, 2006 & Susanti, 2015).
1) Kebutuhan kalori untuk penderita DM harus sesuai untuk mencapai
kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan
untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal. Makanan
dibagi dalam 3 porsi 3 besar, yaitu makan pagi (20%), saing (30%),
dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk makanan selingan
(masing-masing 10-15%).
2) Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari
kebutuhan energy total.
3) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total.
4) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total,
dalam bentuk <7% berasal dari lemak jenuh, <10% dari lemak tidak
jenuh ganda selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan
kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 200 mg/hari.
5) Penggunaan gula murni dalam makanan atau minuman tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar
glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula
murni sampai 5% dari kebutuhan energi total.
6) Pengguanaan gula alternatif hendaknya dalam jumlah terbatas yaitu
20% dari kebutuhan energy.
7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut
air yang terdapat didalam sayur dan buah.
8) Cukup konsumsi vitamin dan mineral, asupan dari makanan cukup,
penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak
diperlukan.
b. Jenis Makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami
jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang
mana harus dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi ketat
( Waspadji dalam Magdalena, 2016).
Menurut Almetseir, jenis makanan yang diperbolehkan dalam
penatalaksanaan diet DM terdiri dari sumber karbohidratkompleks
seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi, dan sagu; sumber protein
rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan
kacang-kacangan; sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk
makanan yang mudah dicerna, terutama diolah dengan cara dipanggang,
dikukus, direbus, dan dibakar. Selain itu, makanan yang perlu dihindari
yaitu makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans, lemak
jenuh, dan tinggi natrium (ADA, 2020). PERKENI (2011) menyebutkan
bahwa penderita DM sebaiknya menghindari makanan dari jenis gula
sederhana seperti gula pasir, gula jawa, sirup, es krim, susu kental
manis, selai dan lain-lain; makanan yang banyak lemak; dan makanan
yang tinggi natrium (garam) seperti ikan asin, telur asin, dan makanan
yang diawetkan (Magdalena, 2016).
c. Jadwal Makan
Pasien DM harus makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan
utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Berikut
jadwal makan standar yang digunakan oleh pasien DM (Waspadji,
2017):
Tabel 2.7 Jadwal Makan Pasien Diabetes Mellitus
Waktu Total kalori
Makan Pagi 07.00 20%
Selinga 10.00 10%
Makan Siang 13.00 30%
Selingan 16.00 10%
Makan Sore/Malam 19.00 20%
Selingan 21.00 10%
Sumber : Waspadji, 2007 dalam Magdalena, 2016

Tabel 2.8 Contoh Menu Sehari dengan Jenis Diet DM 1900


kkal
Bahan Ukuran
Waktu makan Menu makanan Penukar Rumah Jumlah
Tangga Kalori

Sarapan Nasi Nasi 1½ p 1 gelas 262,5


Pagi 07.00 Telur ayam Telur dadar 1p 1 butir 75
Tempe Oseng tempe 1p 2 ptg sdg 80
Sayur A Sayur oyong S
Minyak 2p 1 sdm 100
10.00 Buah Papaya 1p 1 ptg bsr 50
Makan Nasi Nasi 2p 1 ½ gelas 350
Siang Ikan Pepes Ikan 1p 1 ptg sdg 50
13.00 Tempe Tempe goring 1p 2 ptg sdg 80
Sayuran B Lalapan kacang 1p 1 gelas 25
panjang + kol
Buah Nenas 1p ¼ bh sdg 50
Minyak 2p 1 sdm 100
16.00 Buah Pisang 1p 1 buah 50
Makan Nasi Nasi 2p 1 ½ gelas 350
Malam Ayam tanpa Ayam Bakar 1p 1 ptg sdg 50
19.00 kulit Bumbu Kecap
Tahu Tahu Bacem 1p 1 buah bs 75
Sayuran B Sup Buncis + 1p 1 gelas 25
wortel
Buah Papaya 1p 1 pt sdg 50
Minyak 2p 1 sdm 100
Ket P= Satuan Penukar, 1 P= 1 satuan penukar
Sumber : Almatseir dalam Magdalena, 2015

E. Kerangka Pemikir
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai fackor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2017).
Diabetes mellitus adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting
dan menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang
menjadi target tindak lanjut oleh pemimpin dunia (Kemenkes RI, 2019).
Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang serius yang terjadi ketika
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak bisa secara
efekktif menggunakan insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula
di dalam darah.
Banyak dampak yang bisa terjadi akibat penyakit diabetes mellitus
ini. Komplikasi yang sering terjadi apabila penyakit diabetes mellitus tidak
ditangani dengan baik yaitu akan timbulnya berbagai penyakit penyerta pada
berbagai organ tubuh yang diakibatkan karena kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik
agar tidak terjadi komplikasi di kemudian hari.
Berdasarkan Perkeni (2011), terdapat empat pilar penatalaksanaan
DM untuk mencegah terjadinya komplikasi yaitu: eduksi, terapi gizi medis
(diet), latihan jasmani, intervensi farmakologis (Risti & Isnaeni. 2017). Salah
satu faktor penting untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita
diabetes mellitus adalah dengan penatalaksanaan diet.
Penatalaksanaan diet merupakan komponen utama keberhasilan
pengelolaan DM secara total. Diet sangatlah penting untuk mempertahankan
gula darah pada pasien DM agar pasien dapat hidup secara normal dan
menghindarkan pasien dari komplikasi, sehingga pasien dapat menikmati
hidupnya
Walaupun penderita DM telak melaksanakan diet, tetapi tidak semua
penderita DM berhasil mengontrol kadar gula darahnya. Salah satu faktor
yang sering menyebabkan ketidakberhasilan dalam diet adalah kepatuhan
pasien pada diet itu sendiri.
Kepatuhan diet merupakan suatu perubahan perilaku yang positif dan
diharapkan, sehingga proses kesembuhan penyakit lebih cepat dan terkontrol.
Pengaturan diet yang seumur hidup bagi penderita DM menjadi sesuatu yang
sangat membosankan, jika dalam diri penderita tidak timbul pengertian dan
kesadaran yang kuat dalam menjaga kesehatannya (Aziz & Aminah, 2018).
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan diet pada pasien
DM adalah motivasi.
Motivasi sangatlah penting peranannya karena dengan motivasi
mampu membuat sesoorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Tanpa motivasi dalam pengaturan diet, pasien DM akan
mengalami ketidakpatuhan dalam mengatur pola makan sehari-hari akibatnya
kadar gula di dalam darah menjadi tidak terkontrol.

Bagan 2.1 Hubungan Motivasi Klien Dalam Diet Diabetes Mellitus dengan
Kepatuhan Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Rawat Inap
Penyakit Dalam RSUD Sayang Kabupaten Cianjur Tahun 2023

Motivasi Klien Kepatuhan Diet


dalam Diet Pada Penderita
Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus

Keterangan :

: Faktor yang diteliti

: Adanya Hubungan

F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam benuk
kalimat pertanyaan. Diabetes sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh (Sugiyono, 2017).
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hubungan motivasi klien dalam diet diabetes mellitus dengan kepatuhan diet
pada penderita diabetes mellitus di Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Sayang
Kabupaten Cianjur Tahun 2023.

Adapun rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


Ho : Tidak ada hubungan motivasi klien dalam diet diabetes mellitus
dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus di Rawat
InapPenyakit Dalam RSUD Sayang Kabupaten Cianjur Tahun 2023.
Hı : Ada hubungan motivas klien dalam diet diabetes mellitus dengan
kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus di Rawat Inap
Penyakit Dalam RSUD Sayang Kabupaten Cianjur Tahun 2023.

Anda mungkin juga menyukai