Anda di halaman 1dari 14

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata motive atau dalam bahasa latinnya movere yang

berarti “menggerakkan”. Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan.

Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat.

Bisa dikatakan bahwa motif tersebut merupakan suatu driving force yang

menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu

mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di

mulai dengan motivasi (niat).

Menurut sebagian besar peneliti dan praktisi (dalam Schunk, 2012)

motivasi adalah suatu proses diinisiasikannya dan dipertahankannya aktivitas

yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Mitchell (dalam

Winardi, 2002) motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan

timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela

(volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.

Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan

sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang

menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal

melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.

Menurut Hamzah B. Uno (2010:1), motivasi ada dorongan dasar yang

menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri

seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan


8

dalam dirinya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat

melaksanakan dan mau melaksanakan. Bisa dikatakan motivasi lebih dekat pada

mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan.

Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mencoba memengaruhi

seseorang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang

diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetapkan lebih dulu.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah energi aktif

yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada diri seseorang yang nampak

pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga mendorong individu

untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan,

atau keinginan yang harus terpuaskan.

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat, sehingga

tepatlah bila minat merupakan alat motivasi. Proses belajar akan berjalan lancar

bila disertai minat. Oleh karena itu, guru perlu memotivasi siswa agar pelajaran

yang diberikan mudah dimengerti oleh siswa. Tugas pendidik bukan

meningkatkan motivasi itu sendiri tetapi menemukan, menggugah, dan

mempertahankan motivasi siswa untuk belajar dan terlibat dalam aktivitas yang

menuju pada pembelajaran (Mohammad Nur, 2001).

Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

1) Faktor Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas:

a) Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak

untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa

persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan

mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak.


9

b) Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu

(memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan

memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam

lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi.

c) Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini

merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap

dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

d) Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya

sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya

secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang

untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon

terhadap tekanan yang dialaminya.

e) Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul

dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari

suatu perilaku.

2) Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas:

a) Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat

pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan

mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan

yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana

nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud.

b) Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau

organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau

mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku


10

tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu

mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan

serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya

dalam kehidupan sosial.

c) Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk

berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara

efektif dengan lingkungannya.

d) Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau

kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat

mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu

objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar.

Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku

dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga

ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.

B. Pembelajaran Berorientasi HOTS

HOTS awalnya dikenal dari konsep Benjamin S. Bloom dkk. dalam buku

berjudul Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational

Goals (1956) yang mengategorikan berbagai tingkat pemikiran bernama

Taksonomi Bloom, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Konsep ini

merupakan tujuan-tujuan pembelajaran yang terbagi ke dalam tiga ranah, yaitu

Kognitif (keterampilan mental seputar pengetahuan), Afektif (sisi emosi seputar

sikap dan perasaan), dan Psikomotorik (kemampuan fisik seperti keterampilan)

(Alfari, 2018)
11

Menurut Lewis (Sani, 2019: 2-3) menyatakan bahwa berpikir tingkat

tinggi akan terjadi jika seseorang memiliki informasi yang di simpan dalam

ingatan dan memperoleh informasi baru, kemudian menghubungkan dan

menyusun serta dapat mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai atau

memperoleh jawaban dan solusi dalam suatu situasi yang akan membingungkan.

Dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) berkaitkan dengan

kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan, berpikir kritis, dan berpikir

kreatif.

Menurut Sani (2019: 15) berpikir kritis merupakan proses berpikir

terampil dan bertanggung jawab ketika seseorang mempelajari suatu

permasalahan dari semua sudut pandang, dan terlibat dalam penyelidikan

sehingga dapat memperoleh opini, penilaian, atau pertimbangan terbaik

menggunakan kecerdasannya untuk menarik kesimpulan. Sies, (1998).

Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Ibrahim merupakan suatu

konsep reformasi penelitian berbasis taksonomi hasil belajar (Taksonomi Bloom).

Sebuah ide yang menyatakan bahwa beberapa tipe belajar memerlukan lebih

banyak proses kognitif dari pada lainnya. Taksonomi Bloom adalah suatu

perkembangan yang memiliki enam level tingkat tinggi tidak sekedar mengingat

(recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan

(recite). Bloom, (1985).

Dalam pembelajaran berbasis HOTS harus membuat siswa aktif dalam

berpikir. Oleh sebab itu, guru harus mempersiapkan tugas-tugas atau soal yang

dapat membuat siswa berpikir kreatif, kritis, dan dapat menyelesaikan masalah.
12

Siswa diberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuan

berpikirnya sehingga mampu menguasai keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Pembelajaran yang membuat siswa dapat memformasikan masalah

merupakan pembelajaran berbasis hots. Hal ini perlu bagi siswa untuk dapat

merumuskan suatu permasalahan dari kondisi yang diberikan. Namun tujuan ini

dilakukan untuk menyelesaikan sebuah masalah agar memudahkan siswa dalam

memahami masalah.

Hal tersebut merupakan ajaran untuk melatih kretivitas siswa dalam

menyelesaikan suatu masalah. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas merupakan

suatu proses untuk dapat berpikir kreatif yang didapat oleh kemampuan siswa

untuk merumuskan masalah dan mencari solusinya sebagai sarana untuk menilai

kreativitas dan mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan

kreativitasnya.

Pola belajar HOTS merupakan tujuan dari proses pembelajaran saat ini.

pola tersebut akan membawa dampak yang luar biasa pada generasi masa depan.

kemampuan berfikir tingkat tinggi mulai dilakukan pada jenjang TK/RA, SD/MI

hingga perguruan tinggi, pelaksanaannya mengajak peserta didik untuk

menerapkan 3C yakni Critical Thinking, Creatif Thinking dan Colaboratif

Thinking (Setiono, 2019) .

Critical Thinking, mengajak peserta didik untuk berfikir kritis dalam

menghadapi proses pembelajaran, kritis disini merupakan cara berfikir dengan

menggunakan logika, sehingga akan berpengaruh terhadap kecerdasan dalam

menganalisa masalah, mengevaluasi dan menyelesaikan masalah.


13

Creatif Thinking, merupakan konsep belajar yang kreatif untuk peserta

didik sehingga mampu mengeksplorasi ranah berfikir terkait tentang hal-hal baru

dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. berfikir kreatif bagi siswa

akan dapat memunculkan ide-ide baru sesuai dengan tingkat usia peserta didik.

Colaboratif Thinking, bekerjasama dengan orang lain merupakan kodrat

bagi manusia, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

demikian pula pada kegiatan pembelajaran, harus menerapkan konsep colaboratif

thinking. Memadukan kerangka berfikir diri sendiri dengan teman sejawat untuk

memperoleh solusi dalam menghadapi permasalahan.

Konsep pembelajaran HOTS ini sesuai dengan keterampilan berfikir abad

21, harus diterapkan sedini mungkin untuk menumbuhkan generasi yang kritis,

kreatif dan kolaboratif dalam segala aspek pembangunan. Keterampilan berpikir

tingkat tinggi (HOTS) sangat diperlukan pada era globalisasi saat ini. Peserta

didik bukan lagi digiring untuk diberi tahu, melainkan mencari tahu sendiri.

Mencari tahu berarti membutuhkan proses berpikir yang cerdas dan kreatif.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk

menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi

informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru.

Keampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemapuan berpikir pada tingkat

lebih tinggi dari pada sekedar hafalan atau mengatakan sesuatu kepada seseorang

persis seperti bagaimana sesuatu itu disampaikan (Heong dkk, 2011).

Berbicara mengenai tahapan berpikir, maka taksonomi Bloom yang

direvisi oleh Anderson dan Krathwohl dianggap sebagai dasar bagi berpikir

tingkat tinggi. Berdasarkan pada taksonomi Bloom (revisi) tersebut, maka


14

terdapat susunan tingkatan berpikir (kognitif) dari tingkat rendah ke tingkat tinggi.

Tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari keterampilan berpikir

tingkat tinggi atau higher order thinking yaitu aspek menganalisa (C4), aspek

mengevaluasi (C5), dan aspek mencipta (C6). Tiga aspek lain dalam ranah yang

sama, yaitu aspek mengingat (C1), aspek memahami (C2), dan aspek menerapkan

(C3) masuk dalam tahapan intelektual berpikir tingkat rendah atau lower order

thinking (Sani,2015).

C. Model Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Hosnan (2014:282) Discovery Learning adalah suatu model

untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki

sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan.

Melalui belajar penemuan siswa juga belajar berpikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), model pembelajaran Discovery

Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan

dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diterapkan siswa

mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui

serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau

percobaan.

Menurut Sund, Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa

mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara

lain, mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan,

menjelaskan dan mengukur. (Susana, 2019).


15

Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry

Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif

untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu

terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan

beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,

pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive

process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating

concepts and principles in the mind (Permendikbud, 2016).

Terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan (Discovery Learning),

menurut Suprihatiningrum (dalam Susana: 2019) yaitu :

1. Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) yakni

pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan.

2. Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning), yakni

pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses

pembelajarannya.

Langkah-langkah model pembelajaran Discovery Learning adalah sebagai

berikut :

1) Stimulation (memberi stimulus).

Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau

gambar, atau situasi sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan

dibahas, sehingga peserta didik dapat mendapatkan pengalaman belajar

mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati

situasi atau melihat gambar.


16

2) Problem Statement ( mengidentifikasi masalah ) .

Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan

apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan

pengalaman untuk menanya, mencari informasi,dan merumuskan masalah .

3) Data Collecting ( menyimpulkan data ).

Pada tahap ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan

mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan

solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih

ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk

mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu

alternatif mengalami kegagalan.

4) Data Processing ( mengolah data ) .

Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba

mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan

pada materi kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih

keterampilan berpikir logis dan aplikatif.

5) Verification (memverifikasi).

Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau

keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain

bertanya kepada teman, berdiskusi, atau mencari sumber yang relevan baik

dari buku atau media seta mengasosiasikannya sehingga menjadi sebuah

kesimpulan.
17

6) Generalization (menyimpulkan).

Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil

simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa sehingga

kegiatan ini dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.

Suherman, dkk (dalam Susana, 2019:8) menyebutkan terdapat beberapa

kelebihan atau keunggulan model pembelajaran Discovery Learning, yaitu :

1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan

kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

2. Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri proses

menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini akan lebih lama

untuk diingat. Menemukan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan

batin ini akan mendorongnya untuk melakukan penemuan lagi sehingga

minat belajarnya meningkat.

3. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih

mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. Metode ini melatih

siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

D. Alasan Peneliti Memilih Model Pembelajaran Discovery Learning

Upaya yang diperlukan untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan

belajar di kelas selalu bergantung pada guru. Keaktifan siswa belum berkembang

selama proses pembelajaran yang berdampak pada prestasi belajar siswa masih

rendah dalam mempelajari materi suhu dan pemuaian dengan lebih baik sesuai

dengan tujuan pembelajaran.


18

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran

IPA pada materi suhu dan pemuaian di SMP Negeri 6 Sambaliung menekankan

pada langkah-langkah model pembelajaran Discovery Learning yaitu langkah

pertama dengan pemberian stimulan di awal pembelajaran berupa penayangan

video pembelajaran sesuai materi agar siswa mendapatkan pengalaman belajar

mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan menonton video

pembelajaran.

Langkah kedua, siswa diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang

dihadapi, sehingga pada kegiatan ini siswa diberikan pengalaman untuk menanya,

mencari informasi,dan merumuskan masalah. Langkah ketiga, siswa diberikan

pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan

untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga

akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan siswa untuk

mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu

alternatif mengalami kegagalan.

Langkah keempat, siswa mengolah data untuk melatih siswa mencoba

mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada

materi kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan

berpikir logis dan aplikatif. Langkah kelima, siswa mengecek kebenaran atau

keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan , antara lain bertanya

kepada teman, berdiskusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau

media serta mengasosiasikannya sehingga menjadi sebuah kesimpulan.

Diharapkan dengan penerapan langkah-langkah tersebut dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran IPA di kelas 7 terutama


19

materi Suhu dan Pemuaian yang dianggap susah dimengerti karena penerapan

rumus dan analisa konsep.

Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Keadaan Awal Tindakan Hasil Akhir

Pembelajaran masih -Penjelasan tentang -Peningkatan


berorientasi pada penerapan kemampuan guru
pembelajaran dalam menerapkan
guru karena
berorientasi HOTS pembelajaran
kurangnya motivasi menggunakan berorientasi HOTS
siswa pada pelajaran model pembelajaran -Peningkatan
Discovery Learning kemampuan guru
IPA sehingga siswa
-Penerapan dalam menerapkan
kurang aktif dalam pembelajaran Model Pembelajaran
mengikuti kegiatan berorientasi HOTS Discovery Learning
belajar menggunakan model -Peningkatan motivasi
pembelajaran siswa dilihat dari
Discovery Learning aktivitas belajar
-Refleksi dari hasil selama kegiatan
siklus mengenai belajar mengajar
penerapan berlangsung
pembelajaran HOTS -Peningkatan hasil
menggunakan model belajar siswa dalam
pembelajaran mengerjakan soal
Discovery Learning HOTS

Evaluasi Awal Evaluasi Efek Evaluasi Akhir

Gambar 2.1. Diagram Alur Penerapan Pembelajaran HOTS menggunakan Model


Pembelajaran Discovery Learning
20

1. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan dalam

penelitian ini adalah :

1) Penerapan pembelajaran HOTS menggunakan model pembelajaran Discovery

Learning dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan

pembelajaran berorientasi HOTS.

2) Penerapan pembelajaran HOTS menggunakan model pembelajaran Discovery

Learning dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model

pembelajaran Discovery Learning.

3) Penerapan pembelajaran HOTS menggunakan model pembelajaran Discovery

Learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas 7C SMP Negeri 1

Sambaliung pada pelajaran IPA.

2. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian ini adalah meningkatnya kemampuan

guru dalam penerapan pembelajaran berorientasi HOTS, meningkatnya

kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning

dan meningkatnya motivasi belajar siswa kelas 7 SMP Negeri 6 Sambaliung pada

pelajaran IPA materi Suhu dan Pemuaian. Peningkatan motivasi belajar siswa

dilihat dari aktivitas belajar selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dan

peningkatan penerapan pembelajaran berorientasi HOTS menggunakan model

pembelajaran Discovery Learning dilihat dari kemampuan siswa menyelesaikan

soal HOTS.

Anda mungkin juga menyukai