Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Luthans (1992) motivasi berasal dari kata lain “MOVERE” yang
berarti dorongan atau bahasa Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force).
Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik
faktor eksternal, maupun faktor internal. Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut
motivasi. Michel J. Jucius menyebutkan motivasi sebagai kegiatan memberikan
dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang
dikehendaki. Menurut Dadi Permadi, motivasi adalah dorongan dari dalam untuk
berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif.

Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi


kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan dan
peluang. Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat
bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif seseorang akan
berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut
oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan
peluang di mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung
menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.

Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini


dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan
karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan

4
penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif, maka
manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan tujuan
organisasi.

Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama


demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:

1. Motivasi finansial. Dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan


finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, Dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial atau uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusia dan lain sebagainya.

Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan


(content theory) dan teori proses (Process Theory). Teori ini dikenal dengan nama
konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:

1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan
yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari
pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan
sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan
upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara
pribadi, kualitas supervisi.
3. Konsep Motivasi. Konsep motivasi yang dijelaskan oleh Suwanto adalah sebagai
berikut:
a. Model Tradisional Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat
perlu diterapkan sistem insentif dalam bentuk uang atau barang kepada
pegawai yang berprestasi.

5
b. Model Hubungan Manusia Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya
meningkat adalah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat
mereka merasa berguna dan penting.
c. Model Sumber Daya Manusia Pegawai di motivasi oleh banyak faktor, bukan
hanya uang atau barang tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan
yang berarti.
2.1.1 Jenis Motivasi
1. Motivasi Intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai
contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau
mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian
kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan
belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai
tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh
konkrit, seseorang belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai
atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak
karena tujuan yang lain-lain. “intrinsik motivations are inherent in the learning
situations and meet pupil-needs and purposes”. Itulah sebabnya motivasi intrinsik
dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara
mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa
seorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan
karena ingin pujian atau ganjaran.

2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan


berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh, seseorang itu
belajar,karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan
nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting

6
bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai
yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan
yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang
dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai
bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar.
2.2 Proses Motivasi
Motivasi adalah faktor-faktor ada dalam diri seseorang yang menggerakan dan
mengarahkan perilakunya untu memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi
seseorang merupakan gabungan dari konsep keutuhan, dorogan, tujuan dan imbalan.

Gambar 2.1 The Motivational Process; An Initil Model


(Gibson, et al., 2012:128)

Pada Gambar 2.1 proses motivasi terdiri dari beberapa tahapan yakni:

7
1. Munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi yang menyebabkan adanya
ketidakseimbangan dalam diri seseorang dan berusaha untuk menguranginya
dengan perilaku tertentu.
2. Seseorang kemudian mencari cara-cara untuk memuaskan keinginan tersebut.
3. Seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencarian tujuan atau prestasi
dengan cara-cara yang telah dipilih dengan didukung oleh kemampuan,
keterlampiran, maupun pengalamannya.
4. Penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain rtentang
keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan untuk
memuaskan kebtuhan misalnya, kebanggan biasanya dinilai oleh individu.
Sedangkan prilaku yang ditujukan untuk memenuhi suatu kebutuhan misalnya,
finansial atau jabatan, umumnya dilakukan oleh atasanatau pemimpin organisasi.
5. Imbalan atau hukuman yang diterima ata dirasakan tergantung pada evaluasi atas
prestasi yang dilakukan.
6. Seseorang menilai sejauh mana prilaku dan imbalan telah memuaskan
kebutuhanya. Jika siklus motivasi terebu telah memuaskan kebutuhannya, maka
suatu keseimbangan atau kepuasan atas kebutuhan tertentu dirasakan. Akan
tetapi masih ada kebutuhan yang belum terpenuhi maka akan terjadi lagi prses
pengulangan dai siklus motivasi denga prilaku yang berbeda.

2.3 Teori Motivasi


2.3.1 Hierarki Kebutuhan
Diciptakan oleh Abraham Maslow, dalam setiap diri manusia terdapat hierarki
dari lima kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut ialah:
1. Fisiologis : rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.
2. Rasa aman : meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik maupun emosional.
3. Social : meliputi rasa kasih saying, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.

8
4. Penghargaan : meliputi faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi
dan pencapaian. Dan faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan
perhatian.
5. Aktualisasi diri : dorongan untuk menjadi seseorang sesuai dengan kecakapannya.
Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dikategorikan sebagai kebutuhan tingkat
bawah (lower-order needs), yang dipenuhi secara eksternal (imbalan kerja,
kontrak serikat kerja, dan masa jabatan). Kebutuhan social, penghargaan, dan
aktualisasi diri dikategorikan sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs)
yang dipenuhi secara internal (dalam diri seseorang).
Clayton Alderfer menelaah ulang hierarki kebutuhan Maslow, dan disebut
dengan teori ERG (ERG theory), yang mengedepankan tiga kelompok kebutuhan inti:
1. Kehidupan (sama dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan Maslow)
2. Hubungan (sama dengan kebutuhan social dan status Maslow)
3. Pertumbuhan (sama dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri Maslow)
ERG berasumsi bahwa terdapat sebuah hierarki yang kaku dimana seseorang
harus memenuhi kebutuhan tingkat rendah terlebih dahulu sebelum naik ke
tingkat selanjutnya.
2.3.2 Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan:
1. Teori X Teori yang beranggapan bahwa karyawan tidak suka bekerja, malas, tidak
menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa untuk menghasilkan kinerja. Teori X
berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi
individu.
2. Teori Y Teori yang beranggapan bahwa karyawan suka bekerja, kreatif, mencari
tanggung jawab, dan dapat berlatih mengendalikan diri.Teori Y berasumsi bahwa
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi mendominasi individu.
2.3.3 Teori Dua Faktor (two-factor theory)
Disebut juga teori motivasi hygiene (motivationhygiene theory) merupakan
teori yang menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan kepuasan kerja,sementara

9
mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Dikemukakan oleh
psikolog bernama Frederick Herzbeg.
Faktor-faktor hygiene (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang ketika
sesuai dengan suatu pekerjaan, membuat karyawan puas. Faktor-faktor tersebut
adalah kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, pengawasan dan imbalan kerja.
2.3.4 Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland dan rekannya. Berfokus pada
teori tiga kebutuhan. Dimana menurutnya ada tiga kebutuhan yang merupakan
motivator utama pekerjaan. Ketig kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan prestasi,
kekuasaan dan afiliasi. Teori tiga kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan pencapaian (need for achievement): dorongan untuk melebihi,
mencapai standar, dan berjuang untuk berhasil. Keinginan untuk melakukan
sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien dibandingkan sebelumnya.
2. Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku yang
sebaliknya. Merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang
berpengaruh, dan mengendalikan individu lain.
3. Kebutuhan hubungan (need for affiliation): keinginan akan hubungan-hubungan
antarpersonal yang ramah dan akrab.
Untuk mengukur kebutuha seseorang akan prestasi, kekuasaan atau afiliasi
dapat diukur melalui tes proyektif atau yang dikenal sebagai Thematic Apperception
Test. Responden akan dinilai reaksinya terhadap suatu set gambar, setelah setiap
responden melihat setiap gambar secara singkat, responden dimininta untuk
menuliskan sebuah cerita berdasarkan gambar yang dilihatnya tersebut. Evaluator
kemudian akan menentukan tingkatan kebutuhan prestasi, kekuasan dan afiliasi dari
responden tersebut berdasarkan cerita yang ditulisnya. Kebutuhan seseorang akan
prestasi ditunjukan oleh keinginannya untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.
Sedangkan kebutuhan seseorang akan kekuasaan ditunjukan oleh keiinginanny untuk
memberikan dampak aau membuat kesn pada orang lain. Terakhir kebutuhan

10
seseorang akan afiliasi ditunjukan oleh keiinginannya dalam kebersamaan dengan
orag lain dan menikmati persahabatan.
2.3.5 Teori Motivasi Kontemporer
Merupakan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam
menjelaskan motivasi karyawan
1. Teori Penentuan Nasib Sendiri
Teori ini berpendapat bahwa orang-orang lebih suka jika merasakan
kontrol atas tindakan mereka, sehingga segala hal yang menjadikan tugas yang
sebelumnya dinikmati berubah menjadi sebuah kewajiban daripada aktivitas yang
dipilih dengan bebas akan meruntuhkan motivasi. Banyak riset mengenai teori
penentuan nasib sendiri dalam perilaku kognitif telah memfokuskan pada teori
evaluasi kognitif (cognitive evaluation theory). Teori ini menyatakan bahwa
pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya
memuaskan secara intrinsik, cenderung mengurangi tingkat motivasi secara
keseluruhan. Perkembangan dari teori ini adalah kesesuaian diri (self-
concordance), yang merupakan tingkat sampai mana alasan-alasan seseorang
untuk mengejar suatu tujuan konsisten dengan minat dan nilai-nilai mereka.
2. Keterlibatan pada Pekerjaan Keterlibatan pada pekerjaan (Job Engagement)
Merupakan investasi atas fisik, kognitif, dan energi emosional pekerja ke
dalam kinerja.
3. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini menyampaikan bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit,
dengan umpan balik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Teori ini
mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan tersebut; yang
berarti seorang individu memutuskan untuk tidak merendahkan atau mengabaikan
tujuan tersebut.
Dalam Sistem “manajemen berdasarka tujuan (MBO), sasaran kinerja
secara terperinci ditetapkan bersama dintara para karyawan dan manajer dan
kemajuan hasil pencapaian sasaran akan ditinjau secara berkala, serta adanya

11
imbalan yang akan diberikan kepada karyawan maupun manajer sesuai dengan
kemajuan hasil atau prestasi yang dicapai. MBO tidak hanya menggunakan
sasaran sebagai pengendal, namun juga sebagi sarana untukmemotivasi kinerja
karyawan. Yang menjadi keunggulan MBO adalah fokusnya terhadap pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan, dengan melibatka partisipasi semua pihak, serta
adanya motivasi dibalik upaya kerja dari masing-masingkaryawan untuk
mendapatkan imbalan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap berbagai program
MBO yang dijalankan oleh beberapa perusahaan dapat disimpulkan bahwa MBO
mampu meningkatkan kinerja karyawan dan produktivitas organisasi melalui
kejelasan sasaran dan program insentif yang mendorong keikutsertaan seluruh
karyawan dalam pencapaian sasaran organisasi.
Berikut adalah urutan tahapan yang biasanya dijalankan dalam program
MBO:
1. Merumuskan tujuan dan strategi organisasi secara keseluruhan.
2. Mengalokasikan tujuan utama tersebt ke masing-masing divisi dan
departemen.
3. Para manajer divisi kemudian menyusun secara terperinci tujuan bagi divisi
mereka masing-masing.
4. Setelah itu, rincian tujuan akan disusun secara bersama-sama dengan
melibatkan seluruh anggota departemen.
5. Menyusun rencana tindakan yang memuat atau mendefinisikan mengenai cara
mencapai tujuan (sasaran), serta mendapatkan persetujuan dari para manajer
dan karyawan.
6. Mengimplementasikan encana tindkan tersebut.
7. Meninju secara berkala kemajuan hasil pencapaian sasaran untuk
mendapatkan umpan balik.
8. Memberikan imbalan berbasis kinerja sesuai denan keberhasilan pencapaian
tujuan (Hery, 2018).

12
Yang menjadi masalah dalam program MBO adalah bahwa lingkungan
seringkali berubah secara dinamis, di mana program akan menjadi sia-sia ketika
sasaran baru harus disusun dan dicapai dalam periode waktu yang sangat singkat
sesuai dengan perubahan kondisi yang ada, sehingga tdak ada waktu lagi bagi para
karyawan untuk bekerja menuju pencapaian sasaran yang bru dan mengukur hasil
pencapaian sasara tersebut. Di samping itu, seringkali juga bahwa karyawan
mencapai sasarannya dengan tanpa menghiraukan karyawan lain sehingga
mengakibatkan timbulnya kontra-produktif.
Dalam beberapa kasus, penetapan tujuan yang partisipasif (melibatka
karyawan) akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Namun dalam kasus lainnya,
karyawan akan melaksanakan pekerjaanya yang terbaik ketika manajer yang
menetapkan tujuan. Partisipasi karyawan dalam penetapan tujuan mungkin akan
menjadi lebih disukai ketika para karyawan menolak tantangan-tantangan pekerjaan
tertentu yang dianggap terlalu sulit dalam merepotkan.
Program-Program Mbo: Mempraktikkan Teori Penentu Tujuan
Manajemen berdasarkan tujuan (management by objective—MBO) merupakan
program yang mencakup tujuan-tujuan khusus, yang ditentukan secara partisipatif,
untuk satu periode waktu yang eksplisit, dengan umpan balik mengenai
perkembangan tujuan.
a. Teori Efikasi Diri Efektivitas diri (self efficacy theory) yang dikenal sebagai teori
kognitif social atau teori pembelajaran social, merupakan keyakinan seorang
individu bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Albert Bandura,
memperlihatkan empat cara untuk meningkatkan efektivitas diri:
1. Penguasaan yang tetap (enactive)
2. Contoh yang dilakukan indivdu lain
3. Bujukan verbal
4. Kemunculan

13
b. Teori Penguatan
Teori penguatan (reinforcement theory) adalah teori dimana perilaku
merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori ini
mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi
pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori ini hanya berfokus pada imbalan (kosekuensi) ketika seseorang
melakukan sesuatu. Seseorang akan cendeung terlibat dala prilaku yang berulang
jiak mereka diberikan dberi imbalan. Teori ini paling efektif jika penghargaan
segera diberikan setelah suatu tindakan dilakukan, perilaku yang tidak dihargai
tentu saja tidak akan diulang.
Konsekuensi berupa imbalan, penghargaan, atau bonus yang diberikan
mengikuti perilaku diyakin dapat memotivasi karyawan. Sebagai contoh, para
karyawan Wal-Mart yang memberikan layanan yang luar biasa kepada pelanggan
sehingga meningkatkan kinerja took akan mendapatkan bonus tunai. Hal ini
dilakukan Wal-Mart untuk tetap menjaga motivasi karyawan. (Hery, 2018).
c. Teori Keadilan Teori keadilan (equity theory) merupakan teori yang menyatakan
bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka
dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian
merespons untuk menghilangkan ketidakadilan. Berikut adalah empat
perbandingan rujukan yang bisa digunakan oleh seorang karyawan:
1. Diri-di dalam.
2. Diri-di luar.
3. Individu lain-di dalam.
4. Individu lain-di luar.

Berdasarkan teori ketidakadilan, ketika karyawan merasakan ketidakadilan,


mereka akan bisa memilih satu diantara enam pilihan berikut:

a. Mengubah masukan-masukan mereka


b. Mengubah hasil-hasil mereka

14
c. Mengubah persepsi-persepsi diri
d. Mengubah persepsi individu lain
e. Memilih rujukan yang berbeda
f. Meninggalkan bidang tersebut

Teori keadilan berfokus pada keadilan distributif (distributive justice), yaitu


keadilan tentang jumlah dan pemberian penghargaan diantara individu-individu.
Tetapi semakin lama, keadilan dipikirkan dari sudut keadilan organisasional
(organizational justice), yaitu seluruh persepsi tentang apa yang adil di tempat kerja,
yang terdiri atas keadilan distributif, prosedural, dan interaksional. Keadilan
prosedural (procedural justice) adalah keadilan yang dirasakan mengenai proses yang
digunakan untuk menentukan distribusi penghargaan- penghargaan. Keadilan
interaksional (interactional justice) adalah tingkat sampai mana seorang individu
diperlakukan dengan martabat, perhatian dan rasa hormat.

Perbedaan antara keadilan distributif dengan keadilan prosedural, menunjukan


bahwa keadilan distributive memiliki pengaruh yang lebh besar terhadap kepuasan
karyawan dibanding keadilan procedural. Sedangkan keadilan procedural cenderung
mempengaruhi komiymen karyawan terhadap organisasi, kepercayaan terhadap
atasan, dan loyalitas karyawan.

2.3.6 Teori Ekspektansi

Teori ekspektansi (expectancy theory) dari Victor Vroom, adalah teori yang
menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara
tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan
diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu itu
sendiri. Teori ini berfokus pada tiga hubungan:

1. Hubungan usaha-kinerja (Ekspepktasi). Probabilitas dirasakan oleh individu yang


mengarahkan sejumlah upaya yang diberikan akan mengarahkan pada kinerja.

15
2. Hubungan kinerja-imbalan (Instrumentalitas). Keadaan yang mana individu
meyakini untuk melaksanakan pada suatu tingkat tertentu akan mengarahkan pada
pencapaian hasil yang diinginkan.
3. Hubungan imbalan-tujuan pribadi. Keadaan yang mana imbalan organisasional
akan memuaskan tujuan pribadi individu atau kebutuhan dan ketertarikan atas
imbalan yang potensial bagi individu.

Teori ekspektasi menekankan para manajer untuk memahami mengapa para


karyawan melihat hasil-hasil tertentu sebagai sesuatu yang menarik atau tidak
menarik. Bagaimanapun juga, manajer ingin memberikan imbalan kepada individu
dengan sesuatu yang mereka nilai positif (berharga atau menarik bagi kebutuhan
individunya).

2.3.7 Mengintegrasikan Teori-Teori Motivasi Kontemporer

Kita memulai dengan cara mengakui secara tegas bahwa peluang bisa
membantu atau menghalangi usaha-usaha individual. Konsisten dengan teori
penentuan tujuan, putaran tujuan-usaha ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita
bahwa tujuan-tujuan mengarahkan perilaku.

Teori harapan memprediksi bahwa karyawan-karyawan akan mengeluarkan


tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat
antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan
tujuan-tujuan pribadi. Setiap hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu. Supaya usaha menghasilkan kinerja yang baik, individu harus mempunyai
kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian kinerja yang
mengukur kinerja individu tersebut harus dianggap adil dan objektif.

Hubungan kinerja-penghargaan akan menjadi kuat apabila individu merasa


bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja. Apabila teori evaluasi kognitif benar-
benar valid di tempat kerja aktual, kita bisa memprediksi di sini bahwa mendasarkan

16
penghargaan-penghargaan pada kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik
individu.

Hubungan terakhir dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan.


Motivasi akan tinggi sampai tingkat di mana penghargaan yang dterima oleh seorang
individu atas kinerja yang tinggi memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang
konsisten dengan tujuan-tujuan individual. Teori penguatan memasuki model kita
dengan mengakui bahwa penghargaan organisasi menguatkan kinerja individu.
Apabila manajemen telah merancang sebuah sistem penghargaan yang dianggap
“melunasi” kinerja bagus oleh para karyawan, penghargaan-penghargaan akan
menguatkan dan mendorong kinerja yang bagus dan berkelanjutan. Penghargaan juga
memainkan peran penting dalam penilitian keadilan organisasional.

Caveat Emptor (teliti sebelum membeli): teori-teori motivasi sering dibatasi


oleh kultur Hierarki kebutuhan Maslow menunjukkan bahwa individu memulai di
tingkat fisiologis dan kemudian bergerak menaiki hierarki tersebut secara progresif
dalam urutan:

1. Fisiologis
2. Keamanan
3. Sosial
4. Penghargaan
5. Aktualisasi diri

Hierarki ini, apabila diterapkan, sejalan dengan kultur Amerika. Konsep


motivasi lain yang jelas-jelas mempunyai bias Amerika adalah kebutuhan
pencapaian. Pandangan bahwa kebutuhan pencapaian yang tinggi sebagai motivator
internal mengisyaratkan dua karakteristik kultural (kesediaan untuk menerima tingkat
risiko menengah dan persoalan dengan kinerja). Teori keadilan telah memperoleh
relatif banyak pengikut di Amerika. Ini tidaklah mengherankan karena sistem-sistem
penghargaan gaya Amerika didasarkan pada asumsi bahwa pekerja-pekerja sangatlah

17
peka dengan keadilan dalam pemberian-pemberian penghargaan. Di Amerika,
keadilan dimaksudkan untuk mengaitkan imbalan kerja dengan kinerja.

2.4 Faktor Pemengaruh Motivasi

Kats dan James (2002: 402), mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi
motivasi yaitu factor internal dan eksternal. Faktor Internal seperti sasaran dan nilai
organisasi, teknologi, struktur dalam proses manajerial. Factor-faktor ini, secara
individual dan kolektif, mempengaruhi motivasi indivdu dan kelompok dalam
organisasi. Sasaran dan nilai-nilai (implisit atau ekplisit) suatu organisasi
mempengaruhi motivasi. Dengan mengidentiikasi hal yang dikehendaki dan
menunjukan prilaku yang sesuai yang dapat dipakai untuk mencapai hasil tersebut.
Tipe teknologi yang dipakai dalam organissi juga mempengaruhi motivasi. Dalam
beberapa hal, kegiatan manusi dipicu oleh kecepatan mesin. Proses manajemen dlam
organisasi dapat pula mempengaruhi motivasi, seperti gaya kepemimpinan,
pengambilan keputusan dan lain lain.

2.5 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Karyawan

Berkenaan dengan motivasi kerja, Sunyoto (2013) menyatakan bahwa


motivasi kerja merupakan keadaan yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam mencapai keinginannya. Seorang
manajer perlu untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh karyawan agar mampu
berhasil dalam memotivasi karyawannya. Sebab kekurangan pada diri karyawan yang
membuat seseorang menjadi terdorong untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.

Sedarmayanti (2001) bila dicermati kinerja ini mengandung arti “thing done”
(sesuatu yang telah dikerjakan). Maka dari itu kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan, pencapaian kerja unjuk kerja
dan penampilan kerja. Fahmi (2013) mengemukakan bahwa kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat ketercapaian suatu program, kegiatan, atau kebijakan dalam
mewujudkan visi dan misi organisasi atau perusahaan yang tertuang dalam

18
perumusan rencana strategis organisasi atau perusahaan. Kinerja karyawan dpat
diukur melalui:

1. Jumlah pekerjaan
2. Kualitas pekerjaan
3. Ketepatan waktu
4. Kehadiran
5. Kemampuan bekerja sama

Dengan demikian motivasi kerja merupakan salah satu dari fungsi penting
manajemen yang diperankan oleh seorang pemimpin untuk mendorong karyawannya
dalam meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Semakin tinggi motivasi yang terdapat dalam diri individu atau karyawan maka akan
semakin tinggi tingkat ketercapaian tugas atau pekerjaan dalam sebuah organisasi
atau perusahaan.

19

Anda mungkin juga menyukai