Anda di halaman 1dari 9

2.2.

1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang membuat orang bertindak atau


berperilaku dengan cara – cara motivasi yang mengacu pada sebab munculnya sebuah
perilaku, seperti faktor – faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai kehendak untuk mencapai
status, kekuasaan dan pengakuan yang lebih tinggi bagi setiap individu. Motivasi
justru dapat dilihat sebagai basis untuk mencapai sukses pada berbagai segi kehidupan
melalui peningkatan kemampuan dan kemauan.

Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai keadaan yang memberikan energi,
mendorong kegiatan atau moves, mengarah dan menyalurkan perilaku kearah
mencapai kebutuhan yang memberi kepuasaan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Motivasi dapat pula didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah
laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan.

2.2.2 Bentuk Motivasi

Ada dua jenis motivasi kerja, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif (Hasibuan,
2017).

1. Motivasi positif (insentif positif)

Motivasi positif maksudnya pemimpin memotivasi (merangsang) bawahan dengan


memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan
motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia
senang menerima yang baik- baik saja.

2. Motivasi negatif (insentif negative)

Motivasi negatif maksudnya pemimpin memotivasi bawahan dengan standar mereka


akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan
dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi
untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
2.2.3 Teori Motivasi Menurut Herzberg

Teori Herzberg dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Dalam penerapannya,


teori ini mengacu pada teori Maslow. Herzberg melaksanakan penelitiannya melalui
proses wawancara. Tiap-tiap responden akan menceritakan segala hal yang
dialaminya baik yang memberikan kepuasan maupun tidak memberikan kepuasan.
Selanjutnya, hasil yang diperoleh dari wawancara tersebut dianalisa menggunakan
analisis isi untuk mengetahui segala kejadian yang dapat memberikan kepuasan
maupun tidak memberikan kepuasan. Herzberg menjelaskan tentang teori isi atau
teori motivasi dua faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: ketidakpuasan-kepuasan,
hygiene-motivator, dan ekstrinsik-intrinsik.

1. Faktor motivator

Faktor ini mampu merangsang individu untuk melaksanakan pekerjaannya dengan


baik dan antusias. Aspek-aspek yang tergolong dalam kelompok ini yaitu meliputi:
pengakuan dari individu lainnya, kesempatan dalam berprestasi, tantangan serta
tanggung jawab. Apabila aspek-aspek tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan

merasakan kepuasan. Namun, apabila aspek-aspek tersebut tidak terpenuhi, maka


dapat menyebabkan seseorang akan merasakan ketidakpuasan.

2. Faktor higiene

Dengan adanya faktor higiene ini akan menyebabkan peningkatan pada motivasi kerja
seseorang, tetapi apabila faktor ini tidak ada maka akan menyebabkan rasa tidak puas.
Adapun aspek yang tergolongkan pada faktor ini meliputi: upah, cara pengawasan,
keterkaitan yang terjadi antarpegawai dengan kondisi pekerjaan.

Faktor higiene ini mencakup kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh
seorang pegawai sebab hal ini berhubungan dengan lingkungan kerjanya. Adapun
lainnya, hal tersebut berhubungan dengan kebijakan dan administrasi pekerjaan,
pengontrolan, kondisi pekerjaan, hubungan antaranggota, uang, kedudukan, dan
keamanan.
2.2.4 Fungsi Motivasi Kerja

1. Menurut Hasibuan dalam (Kurniasari, 2018) terdapat beberapa


tujuan motivasi sebagai berikut:
2. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
3. Meningkatkan moral dan keputusan kerja karyawan.
4. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
5. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
6. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi
karyawan
7. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya
8. Menciptakan suasana dan hubungan yang baik
9. Mengefektifkan penggandaan karyawan
10. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
11. Meningkatkan kinerja karyawan
12. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat dan bahan baku
13. Meningkatkan kinerja karyawan

2.2.5 Ciri-ciri Motivasi Kerja

Anoraga (2006) mengatakan Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan


semangat atau dorongan untuk bekerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya
prestasinya. Menyatakan ciri-ciri seseorang yang memiliki motivasi kerja yang
tinggi terlihat melalui:

a.Perasaan senang dalam bekerja

b.Mendapatkan kepuasan dalam bekerja


c.Usaha memperoleh hasil yang maksimal

d.Adanya kegairahan dalam bekerja

e.Mengembangkan tugas dan dirinya

f. Selalu meningkatkan prestasi

g.Bertanggungjawab

h.Kesadaran dalam bekerja

Berdasarkan ciri-ciri yang dijelaskan diatas, dapat di simpulkan bahwa


seseorang yang memiliki motivasi kerja terlihat dari adanya kesadaran dan
kegairahan dalam bekerja sehingga timbul perasaan senang dan puas dalam
bekerja, selalu berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dan
meningkatkan prestasi, mengembangkan tugas dan dirinya serta bertanggung
jawab.

2.2.6 Model-model Motivasi

Berbagai model yang menguraikan bagaimana motivasi terjadi telah


dikembangkan. Tiga dari model tersebut adalah: (1) model kebutuhan tujuan,
(2) model ekspektasi Vroom, dan (3) model Porter-Lawler.

1. Model Motivasi Kebutuhan-Tujuan


Model motivasi kebutuhan dan tujuan dimulai dengan perasaan kebutuhan
individu. Kebutuhan ini kemudian ditransformasi menjadi perilaku yang
diarahkan untuk mendukung pelaksanaan perilaku tujuan. Tujuan dari perilaku
tujuan adalah untuk mengurangi kebutuhan yang dirasakan. Secara teoritis,
perilaku mendukung tujuan dan perilaku tujuan berkelanjutan sampai
kebutuhanyang dirasakan telah sangat berkurang.

Contoh, seseorang mungkin merasakan kelaparan. Kebutuhan ini


ditransformasikan pertama kedalam perilaku yang diarahkan untuk
mendukung pelaksanaan perilaku tujuan untuk makan. Contoh dari perilaku
yang mendukung termasuk juga aktivitas-aktivitas seperti membeli, memasak,
dan menyajikan makanan untuk dimakan. Perilaku pendukung tujuan tersebut
dan perilaku tujuan makan itu sendiri akan berkelanjutan sampai individu
merasakan kebutuhan lapat menjadi berkurang. Sekali individu mengalami
kebutuhan lapar kembali, daur tersebut akan mulai kembali.

2. Model Ekspektasi Motivasi Vroom


Pada kenyataannya, proses motivasi adalah situasi yang lebih rumit
dibandingkan yang digambarkan oleh model motivasi kebutuhan-tujuan.
Model ekspektasi Vroom mengatasi beberapa kerumitan tambahan. Seperti
halnya dengan model kebutuhan-tujuan, model ekspektasi Vroom didasarkan
pada premis bahwa kebutuhan yang dirasakan menyebabkan perilaku
kemanusiaan. Akan tetapi, disamping itu model ekspektasi Vroom
mengungkapkan isu kekuatan motivasi. Kekuatan motivasi adalah tingkatan
keinginan individu untuk menjalankan suatu perilaku. Ketika keinginan
meningkat atau menurun, kekuatan motivasi dikatakan berfluktuasi.

Menurut model motivasi Vroom ini kekuatan motivasi ditentukan oleh (1)
nilai dari hasil menjalankan suatu perilaku yang dirasakan dan (2)
kemungkinan yang dirasakan bahwa perilaku yang dijalankan oleh individu
akan menyebabkan diperolehnya hasil. Ketika kedua faktor tersebut
meningkat, kekuatan motivasi atau keinginan individu untuk menjalankan
perilaku akan meningkat. Pada umumnya, individu cenderung untuk
menjalankan perilaku- perilaku yang memaksimumkan balas jasa pribadi
dalam jangka panjang.

3. Model Motivasi Porter dan Lawler


Porter dan Lawler telah mengembangkan suatu model motivasi yang
menggambarkan uraian proses motivasi yang lebih lengkap dibandingkan
model kebutuhan-tujuan atau model ekspektasi Vroom. Model motivasi
Porter-Lawler ini konsisten dengan dua model sebelumnya di mana model ini
menerima premis bahwa (1) kebutuhan yang dirasakan akan menyebabkan
perilaku kemanusiaan; dan (2) usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu
tugas ditentukan oleh nilai balas jasa yang dirasakan yang dihasilkan dari
suatu tugas dan probabilitas bahwa balas jasa tersebut akan menjadi nyata.

Di samping itu, model motivasi Porter-Lawler menekankan tiga


karakteristik lain dari proses motivasi:
1. Nilai balas jasa yang dirasakan ditentukan oleh baik balas jasa intrinsik
dan ekstrinsik yang menghasilkan kepuasan kebutuhan ketika suatu tugas
diselesaikan. Balas jasa intrinsik berasal langsung dari pelaksanaan -suatu
tugas, sementara balas jasa ekstrinsik tidak ada hubungannya dengan tugas
itu sendiri.
Contoh, ketika seorang wiraswastawan memberi bimbingan pada
bawahan mengenai suatu masalah pribadi, wiraswastawan tersebut
mungkin mendapat balas jasa intrinsik dalam bentuk kepuasan pribadi
dengan membantu orang lain.
2. Tingkatan di mana individu secara efektif menyelesaikan suatu tugas
ditentukan oleh dua variabel:
(1) persepsi individu tentang apa yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu tugas, dan (2) kemampuan sesungguhnya dari individu untuk
menjalankan suatu tugas. Sesungguhnya, efektivitas individu dalam
menyelesaikan suatu tugas meningkat ketika persepsi dari apa yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas menjadi lebih akurat dan
ketika kemampuan untuk menjalankan suatu tugas meningkat. Keadilan
balas jasa yang dirasakan akan mempengaruhi jumlah kepuasan yang
dihasilkan oleh balas jasa tersebut. Pada umumnya, semakin adil balas jasa
yang dirasakan oleh individu, semakin besar kepuasan yang dirasakan
sebagai hasil dari menerima balas jasa tersebut.

2.2.7 Metode Motivasi Kerja

Metode Motivasi Menurut Malayu S. P Hasibuan (2006: 149), ada dua metode
motivasi, yaitu:

1) Motivasi Langsung (Direct Motivation)


Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,
penghargaan, tunjangan hari raya, dan sebagainya.
2) Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja, sehingga
lebih bersemangat dalam bekerja. Misalnya, mesin-mesin yang baik,
ruang kerja yang nyaman, kursi yang empuk, dan sebagainya.

2.2.8 Prinsip-Prinsip dalam Memotivasi Kerja

Prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut:


1. Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan
ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi. Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu
yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi
yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil
dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai
akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang
bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan
pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekrja apa yang
diharapkan oleh pemimpin.
2.2.9 Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat dinilai secara langsung namun harus diukur. Pada
umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi biologis.
Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan 1) tes proyektif, 2)
kuesioner, dan 3) perilaku
a. Tes Proyektif
Tes ini dilakukan dengan cara memberikan stimulus terhadap apa yang
dipikirkan seseorang agar diinterprestasikan. Salah satu teknik tes
proyektif yang sering dipakai ialah Thematic Apperception Tes ( TAT).
b. Kuisioner
Kuisioner merupakan salah satu cara mengukur motivasi dengan kita
memberikan beberapa pertanyaan mengenai isi materi yang diukur dari
subjek penelitian atau responden. Sebagai contoh ialah EPPS ( Edward’s
Personal Preference Schedule).
c. Observasi Perilaku
Alat ukur ini bertujuan untuk memunculkan tingkah laku seseorang yang
mencerminkan motivasi.
DAFTAR PUSTAKA

Mudjiarto, Wahid, Aliaras, Kewirausahaan, Motivasi dan Prestasi dalam Karier


Wirausaha, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit UIEU-University Press, 2008,
Jakarta

Wiratmo, Masykur, Pengantar Kewiraswastaan, Kerangka Dasar Memasuki Dunia


Bisnis, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Dicetak dan Diterbitkan BPFE-Yogyakarta,
Juni 1996, Yogyakarta

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi : Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, hlm.
180-182.

Bejo Siswanto, Manajemen Tenaga kerja, (Bandung : Sinar Baru, Cetakan Baru,
1989), hal. 243

Mayer, R.C., Davis, J.H., Schoorman, F.D., An Integrative Model of Organizational


Trust. Academy of Management Review, 1995, 20(3), 709±734.

George Terry, Prinsip – Prinsip Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hal 131

Dessler, G. Humana Resource Management. New Jersey: Twelfth Edition. Pearson


Prentice Hall.2011

Muhammad Busro, Teori-Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group, 2018, h.58-59

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai