Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339068000

Peranan Motivasi, Kreativitas, dan Afektif serta Implikasinya dalam Proses


Belajar dan Pembelajaran

Preprint · February 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.10107.67365

CITATIONS READS

0 7,233

1 author:

Nurfarhanah Nurfarhanah
Universitas Negeri Padang
26 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PEMANFAATAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP PROFESIONAL MAHASISWA
BIMBINGAN DAN KONSELING View project

All content following this page was uploaded by Nurfarhanah Nurfarhanah on 06 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Peranan Motivasi, Kreativitas, dan Afektif
serta Implikasinya dalam Proses Belajar dan Pembelajaran

Oleh:
Nurfarhanah, M.Pd., Kons

A. Pendahuluan
Setiap manusia mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, dan mereka berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Demikian juga halnya peserta didik, mereka
butuh belajar. Kebutuhan akan belajar tersebut menimbulkan motif, dan motif akan
menimbulkan dorongan untuk bergerak dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut.
Akibatnya muncul usaha atau kegiatan untuk mencapai tujuan dari belajar tersebut.
Untuk itu dalam proses pembelajaran guru harus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan belajar setiap individu peserta didik dengan cara membangkitkan motivasi
peserta didik sehingga mereka mampu memanfaatkan seluruh potensi yang dimilikinya
untuk mengikuti proses pembelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki motivasi dalam
belajar, tentu saja mereka tidak akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan belajar
mereka. Lain halnya dengan peserta didik yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar,
tentunya mereka akan senang belajar, mereka akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
proses pembelajaran yang akhirnya akan memunculkan berbagai kreativitas dan sikap
yang positif untuk mecapai tujuan pembelajaran.
Jadi, motivasi belajar peserta didik merupakan salah satu aspek penting dalam
proses pembelajaran. Untuk itu guru harus berusaha untuk membangkitkan motivasi
peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI (Permen Diknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu: “Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik”.
Sehubungan dengan uraian di atas, makalah ini mencoba menguraikan peranan
motivasi, kreatifitas, dan afektif dalam proses belajar dan pembelajaran, dan
bagaimana mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran.

Page 1
B. Pembahasan
1. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari Bahasa Latin yaitu motivum, dan dalam Bahasa Inggris
adalah motivation, yang artinya adalah alasan sesuatu terjadi, atau alasan tentang
sesuatu hal bergerak atau berpindah (Djiwandono, 2006:56). Motivasi erat
kaitannya dengan motif. Motif dapat diartikan sebagai dorongan dari dalam diri
manusia sehingga dia dapat berbuat sesuatu. Menurut Sardiman (2011:73), “motif
adalah daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas
tertentu demi mencapai tujuan”. Motivasi muncul dengan adanya motif dalam diri
manusia. Sardiman (2004:73) menjelaskan bahwa “motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahulu
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Selain itu, Purwanto (2004:73)
menjelaskan bahwa “motivasi adalah usaha yang disadari untuk menggerakan,
mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar terdorong untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu”. Lebih lanjut,
Santrock (2008:510) mendefinisikan bahwa, “motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah, dan kegigihan perilaku”. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku
yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan usaha sadar penuh energi yang dilakukan seseorang sehingga
memberikan semagat, arah, dan kegigihan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pada dasarnya motivasi tersebut akan muncul dengan adanya keinginan untuk
memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Orang yang memiliki motivasi, akan
memiliki kegigihan dan semangat dalam melakukan aktivitasnya. Chemis dan
Goldman (2001) menjelaskan bahwa “individu yang memiliki motivasi merupakan
individu yang memiliki emapt aspek, yaitu: (1) adanya dorongan untuk mencapai
sesuatu, (2) memiliki komitmen, (3) memiliki inisiatif, dan (4) memiliki sikap
optimis terhadap aktivitas yang dilakukan.
Proses pembelajaran di kelas erat kaitannya dengan motivasi belajar siswa.
Motivasi belajar dalam proses pembelajaran diperlukan agar peserta didik memiliki
tujuan atau kebutuhan belajar. Sardiman (2011:75) mengungkapkan bahwa: “dalam
kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

Page 2
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar, dan memberikan arah dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai”.

b. Perspektif tentang Motivasi


Dipandang dari perspektif psikologis, motivasi dijelaskan dengan cara yang
berbeda-beda. Santrock (2008:511) menjelaskan bahwa terdapat empat perspektif
tentang motivasi, yaitu: perspektif behavioral, perspektif humanistik, perspektif
kognitif, dan perspektif sosial.

1) Perspektif behavioral
Perspektif behavioral menekankan pada imbalan dan hukuman eksternal
sebagai kunci dalam menentukan motivasi peserta didik. Pada perspektif behavioral
ini, motivasi dapat dilakukan dengan pemberian insentif. Insentif adalah peristiwa
atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Insentif
dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, serta mengarahkan
perhatian peserta didik pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari
perilaku yang tidak tepat.
Beberapa contoh insentif yang dipakai guru di kelas antara lain adalah nilai
yang baik yang memberikan indikasi tentang kualitas pekerjaan murid, tanda
bintang atau pujian jika mereka menyelesaikan suatu tugas dengan baik, memberi
penghargaan atau pengakuan pada murid, misalnya memamerkan karya mereka,
memberi sertifikat prestasi, memberi kehormatan, atau mengumumkan prestasi
mereka.

2) Perspektif humanistik
Penekanan dari perspektif humanistik adalah kapasitas murid untuk
mengembangkan kepribadian, dan kebebasan untuk memilih nasib mereka.
Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan
dasar tertentu harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum memuaskan kebutuhan
yang lebih tinggi, hal ini disebut sebagai hirarki kebutuhan Maslow.
Menurut Maslow terdapat lima kebutuhan individual yang disusun secara hirarki.
Hierarki kebutuhan Maslow, tersebut adalah: (1) kebutuhan fisiologi (Physiological

Page 3
needs), yaitu kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Seorang peserta didik
baru bisa belajar jika kebutuhan akan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal
dapat dipenuhi; (2) kebutuhan keamanan (safety and security), yaitu kebutuhan
memperoleh rasa aman, tenteram, terhindar dari bahaya dan segala macam
ancaman; (3) Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belongingness),
yaitu kebutuhan memperoleh kasih sayang dan persahabatan, kebutuhan akan
keikutsertaan dalam anggota kelompok atau organisasi, dan tumbuhnya rasa
kebersamaan; (4) Kebutuhan harga diri (self esteem), yaitu kebutuhan menghargai
diri sendiri, menghargai dan dihargai oleh orang lain; dan (5) Aktualisasi diri (self
actualization), merupakan kebutuhan tertinggi yang sulit terpenuhi. Aktualisasi diri
merupakan motivasi diri untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai
manusia. Kebanyakan orang berhenti menjadi dewasa setelah mereka
mengembangkan level harga diri yang tinggi dan karenanya tidak pernah sampai ke
aktualisasi diri. Lima hirarki kebutuhan Maslow tersebut, dapat digambarkan
sebagai suatu piramida berikut ini.

Gambar 1. Hirarki Kebutuhan Maslow

3) Perspektif kognitif
Menurut perspektif kognitif, motivasi peserta didik dipandu oleh pemikiran
mereka sendiri. Perspektif kognitif merekomendasikan agar murid diberi lebih
banyak kesempatan dan tanggung-jawab untuk mengontrol prestasi mereka sendiri.

Page 4
Ide-ide motivasi internal peserta didik untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka
(persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalaan, terutama persepsi
bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa
mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif.
Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W. White
(1959), yang mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang
termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia
mereka, dan memproses informasi secara efisien.

4) Perspektif sosial
Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan
dengan orang lain secara aman, yaitu kebutuhan sosial, teman, dicintai dan
mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok dan lingkungannya. Kebutuhan
afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu
bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orangtua, dan keinginan
untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Peserta didik yang mempunyai
hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik
yang positif dan lebih senang bersekolah.

c. Jenis-jenis Motivasi
Secara umum, motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
1). Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan suatu motif yang timbul dari dalam diri untuk
berbuat sesuatu. Menurut Sardiman (2011:89) motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif, atau berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Usman
(2004:24) berpendapat bahwa jenis motivasi intrinsik ini timbul sebagai akibat dari
dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain, tetapi
atas kemauan sendiri. Lebih lanjut, Santrock (2008:514) mendefinisikan bahwa
motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu
itu sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik merupakan suatu

Page 5
tindakan yang disebabkan oleh faktor pendorong dari dalam diri atau tidak
memerlukan adanya rangsangan dari luar.
Peserta didik yang memiliki motivasi intrinsik menunjukkan keterlibatan
dan aktivitas yang tinggi dalam belajar. Motivasi dalam diri merupakan keinginan
dasar yang mendorong individu mencapai berbagai pemenuhan segala kebutuhan
diri sendiri. Untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dasar siswa yang bersifat
alamiah dengan cara menyajikan materi yang cocok dan berarti bagi siswa. Pada
dasarnya siswa belajar didorong oleh keinginan sendiri, maka siswa secara mandiri
dapat menentukan tujuan yang dapat dicapainya dan aktivitas-aktivitasnya yang
harus dilakukanya untuk mencapai tujuan belajar. Seseorang dikatakan mempunyai
motivasi intrinsik karena didorong rasa ingin tahu, ia mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan belajar itu, dalam belajar telah terkandung tujuan
menambah pengetahuan.
Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu (1) motivasi intrinsik dari
determinasi diri dan pilihan personal. Pada jenis ini peserta didik percaya bahwa
mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau
imbalan eksternal. Motivasi internal dan minat intrinsik peserta didik dalam
mengerjakan tuga-tugas sekolah akan meningkat, bila peserta didik mempunyai
pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran
mereka; (2) Pengalaman Optimal, berupa perasaan senang dan bahagia yang
besar. Pengalaman optimal ini kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu
menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Pengalaman
optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap
tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Pengalaman optimal ini
diistilahkan dengan flow. Flow paling mungkin terjadi di area di mana peserta didik
ditantang dan menganggap diri mereka punya keahlian yang tinggi. Anggapan
tentang level tantangan dan keahlian dapat memperoleh hasil yang berbeda-beda
seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Hasil dari Anggapan tentang Level Tantangan dan Keahlian

Anggapan Peserta Anggapan Peserta Didik Terhadap Level


Didik Terhadap Keahlian Mereka Sendiri
Level Tantangan RENDAH TINGGI
RENDAH APATIS KEJEMUAN
TINGGI KECEMASAN FLOW

Page 6
Menurut Winkel (2005:182), motivasi intrinsik dapat ditanamkan dan
dikembangkan melalui beberapa hal berikut ini: (1) Menjelaskan kepada siswa
manfaat dan kegunaan bidang studi yang diajarkan, khususnya bidang studi yang
biasanya tidak menarik minat spontan, (2) Menunjukkan antusiasme dalam
mengajarkan bidang studi yang diacu dan menggunakan prosedur didaktis yang
sesuai dan cukup bervariasi, (3) Bilamana dimungkinkan dari segi tujuan
pengajaran (isi dan jenis prestasi) melibatkan siswa dalam sasaran yang ingin
dicapai, sehingga belajar di sekolah tidak sekedar dipandang sebagai kewajiban
yang serba menekan, dan (4) Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang
dapat memenuhi kebutuhan motivasional pada siswa, baik mereka yang mengalami
ketakutan yang positif maupun yang negatif.

2). Motivasi Ekstrinsik


Menurut Sardiman (2011:91), motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik
dikatakan demikian karena tujuan utama individu melakukan kegiatan adalah untuk
mencapai tujuan yang terletak di luar perbuatan yang dilakukanya. Santrock
(2008:514), mengungkapkan bahwa motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu
untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh
insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman.
Hal-hal yang dapat mendorong motivasi ekstrinsik seseorang adalah apabila
seseorang belajar dengan tujuan mendapat angka yang baik, naik kelas, mendapat
ijazah, untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah dan lainnya. Kemudian
Winkel (2005: 94) mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan aktivitas
belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang
tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Misalnya seorang
siswa rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan.
Dimyati dan Mudjiono (1994: 84) mengemukakan bahwa motivasi ekstrinsik
dapat berubah menjadi motivasi intrinsik, yaitu pada saat siswa menyadari
pentingnya belajar, dan ia belajar sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain.
Selanjutnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik itu saling menambah atau
memperkuat, bahkan motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsik.
Di samping itu juga motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsik.

Page 7
Winkel (2005: 182) menyebutkan beberapa hal yang dapat menimbulkan
motivasi ekstrinsik adalah: (1) Menggunakan berbagai insentif, baik yang bertujuan
supaya siswa mempertahankan perilaku yang tepat maupun yang bertujuan agar
siswa menghentikan perilaku yang tidak tepat, (2) Mengoreksi dan mengembalikan
pekerjaan ulangan pekerjaan rumah dalam waktu sesingkat mungkin, disertai
komentar spesifik mengenai hasil pekerjaan itu dalam bentuk kata-kata atau nilai,
dan (3) Menggunakam berbagai bentuk kompetisi/persaingan dalam kombinasi
dengan kegiatan belajar koperatif.

d. Implikasi Motivasi dalam Proses Pembelajaran


Ada beberapa strategi yang bisa digunakan guru untuk menumbuhkan
motivasi belajar peserta didik, yaitu:
1). Menjelaskan tujuan belajar kepada peserta didik. Pada tahapan awal proses
pembelajaran hendaknya seorang guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai saat itu, selanjutnya guru memberikan penjelasan tentang
pentingnya materi ajar yang akan dipelajari bagi masa depan seseorang, baik
dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula
motivasi dalam belajar.

2). Hadiah. Berikan hadian untuk peserta didik yang berprestasi. Hal ini akan
sangat memacu peserta didik untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi peserta
didik yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan
mengungguli peserta didik yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus
yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada peserta didik, sebab
merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa
memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi peserata didik
yang meraih ranking 1-3.

3). Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara peserta


didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.

Page 8
4). Pujian. Sudah sepantasnya peserta didik yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai
dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang
bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.

5). Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat
proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa
tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di
sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun
membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu
kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas
akan menganggu psikis siswa

6). Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya


adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi
mereka yang secara prestasi tertinggal oleh peserta didik lainnya. Di sini guru
dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya
tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru,
sebagai orang yang telah dipercaya orang tua peserta didik untuk mendidik anak
mereka.

7). Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada peserta didik cara
belajar yang baik, entah itu ketika peeserta didik belajar sendiri maupun secara
kelompok. Dengan cara ini peserta didik diharapkan untuk lebih termotivasi dalam
mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang
mendukung.

8). Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode


belajar yang tepat dan bervariasi, yang bisa membangkitkan semangat peserta didik,
yang tidak membuat peserta didik merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah
bisa menampung semua kebutuhan peserta didik. Sperti Cooperative Learning,
Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang
lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama
lainnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia
akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Page 9
9). Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Baik itu media visual maupun audio visual.

2. Kreativitas
a. Pengertian Kreativitas
Menurut Depdikbud (1996:530), secara harfiah makna kata “kreativitas”
berasal dari kata “kreatif” yang diartikan sebagai “kemampuan untuk menciptakan,
memiliki, daya cipta”. Semiawan, dkk (1990:47) mendefinisikan bahwa “Kreativitas
adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas
dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasikan suatu gagasan”. Slameto
(2003:145), menjelaskan bahwa “kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu,
mengenai hal yang mengahasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu
yang sudah ada. Lebih lanjut, Barron (2009:21) mendefinisikan bahwa “kreatifitas
adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru”.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas tersebut, Rhodes dalam
Sukmadinata (2005:104) mengelompokkan definisi-definisi kreativitas ke dalam
empat kategori, yaitu: (1) product, menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif,
baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang
menghasilkan sesuatu yang baru; (2) person, memandang kreativitas dari segi ciri-
ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan
dengan kreatifitas. Ini dapat diketahui melalui perilaku kreatif yang tampak; (3)
process, menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai
tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif; dan (4) press menekankan
pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreativitas pada
individu.

b. Pentingnya Kreativitas
Kreativitas adalah sebuah proses yang menyebabkan lahirnya kreasi baru
dan orisinal. Bila tidak ada hambatan yang mengganggu perkembangan kreativitas,
cukup aman untuk mengatakan semakin cerdas anak semakin dapat ia menjadi
kreatif. Sebab, kreativitas tidak dapat berfungsi dalam ketidaktahuan. Ia
menggunakan pengetahuan yang diterima sebelumnya, dan ini bergantung pada
kemampuan intelektual seseorang. Maka dari itu, kreativitas belajar sangat penting
sekali untuk didorong dan ditumbuh kembangkan pada diri anak didik.
Page 10
Menurut Isma’il (2006:132), Kreativitas dapat dikatakan penting bagi
perkembangan anak sebab :
1) Kreativitas dapat memberikan kesenangan dan kepuasan tersendiri bagi anak,
setelah dapat menciptakan sesuatu yang baru.
2) Kreativitas dapat membantu sebuah proses yang menyebabkan lahirnya ide
atau kreasi baru yang orisinal.
3) Kreativitas dapat melahirkan budaya kerja produktif, bukan mental konsumtif,
sehingga dapat melahirkan tipa manusia aktif dan kreatif.
4) Kreativitas dapat menjadi “kekuatan” (power) yang dapat menggerakkan
manusia dari “tidak tahu” menjadi “tahu”, dari “tidak bisa” menjadi “bisa”, dari
“bodoh” menjadi “cerdas”, dari “pasif” menjadi “aktif” dan sebagainya, tinggal
manusianya, apakah kreativitas yang ada pada diri setiap orang itu
dikembangkan, atau justru malah dimatikan.
Lebih lanjut, Munandar (2004:31-32) dikatakan bahwa kreativitas sangat
bermakna dalam hidup, maka perlu dipupuk sejak dini dalam diri siswa. Ada
beberapa hal yang membuat kreativitas sangat penting, antara lain adalah: (1)
dengan berkreasi orang dapat mewujudkan (mengaktualisasikan) dirinya, dan
perwujudan atau aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat
tertinggi dalam hidup manusia. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu
yang berfungsi sepenuhnya; (2) kreativitas atau berfikir kreatif sebagai kemampuan
untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu
masalah merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat
perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan
pengetahuan, ingatan dan penalaran (berpikir logis); (3) bersibuk diri secara
kreativitas tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan tetapi juga
memberikan kepuasan kepada individu; dan (4) kreativitaslah yang memungkinkan
manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era pembangunan ini
kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara tergantung pada sumbangan
kreatif berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, dan teknologi baru. Untuk
mencapai hal itu perlulah sikap, pemikiran, dan perilaku kreatif dipupuk sejak dini.

Page 11
c. Ciri-Ciri Kreativitas Siswa
Salah satu upaya guru untuk mengetahui kreativitas siswa adalah dengan
mengetahui ciri-ciri kreativitas itu sendiri, karaena dengan begitu, guru akan
mengetahui bahwa setiap anak atau siswanya memiliki potensi kreatif yang dapat
dikembangkan lebih jauh lagi. Munandar (2004:31-32) mengemukakan ciri-ciri
kreativitas, antara lain sebagai berikut:
1) Senang mencari pengalaman baru
2) Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit
3) Memiliki inisiatif
4) Memiliki ketekunan yang tinggi
5) Cenderung kritis terhadap orang lain
6) Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya
7) Selalu ingin tahu
8) Peka atau perasa
9) Energik dan ulet
10)Percaya pada diri sendiri
11)Mempunyai rasa humor
12)Memiliki rasa keindahan
13)Mempunyai daya imajinasi (memikirkan hal-hal yang baru dan tidak biasa)
14)Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot
15)Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi
16)Dapat mencari pemecahan masalah dari berbagai segi.
Selain itu, sebagian besar penelitian menunjukkan empat ciri khas orang
yang kreatif, yaitu: (1) Keberanian, Orang kreatif berani menghadapi tantangan
baru dan bersedia menghadapi resiko kegagalan, mereka ingin mengetahui apa
yang akan terjadi; (2) Ekspresif, Orang kreatif tidak takut mengatakan pemikiran
dan perasaannya, mereka mau menjadi dirinya sendiri; (3) Humor, berkaitan erat
dengan kreativitas, jika kita menggabungkan hal-hal sedemikian rupa sehingga
menjadi berbeda, tidak terduga dan tidak lazim, berarti kita bermain-main dengan
humor. Menggabungkan berbagai hal dengan cara yang baru dan bermanfaat akan
menghasilkan kreativitas; (4) Intuisi, orang kreatif menerima intuisi aspek wajar
dalam kepribadiannya. Mereka paham bahwa intuisi biasanya berasal dari sifat otak
kanan yang memiliki pola komunikasi yang berbeda dengan belajan otak kiri.

Page 12
Ciri-ciri tersebut dapat ditumbuh kembangkan dengan cara melatih peserta
didik untuk selalu berfikir kreatif. Oleh karena itu, proses pembelajaran hendaknya
dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif peserta didik. Guru sebagai
motivator dan fasilitator dalam pembelajaran diharapkan mampu mengaktifkan
siswa dalam belajar. Guru dapat mendesain pembelajaran yang dapat menantang,
merangsang daya pikir siswa untuk menentukan dan memudahkan atau mencari
jawaban sendiri.

3. Afektif
Selain motivasi dan kreativitas, kemampuan afektif peserta didik juga bagian
yang tidak kalah penting untuk difasilitasi, agar tercapai tujuan pembelajaran yang
komprehensif. Domain afektif dalam kaitannya dengan penguasaan suatu disiplin
ilmu dikemukakan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia sebagai lima klasifikasi
kemampuan afektif, yaitu (1) Menerima (ingin menerima, sadar akan adanya
sesuatu), kemampuan ini berkaitan dengan keinginan individu untuk terbuka atau
peka pada rangsangan atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada
tingkat ini muncul keinginan untuk menerima rangsangan, atau paling tidak
menyadari bahwa rangsangan itu ada; (2) Merespon (aktif berpartisipasi), Pada
tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai respon pada
rangsangan tersebut. Tindakan-tindakan dapat disertai dengan perasaan puas dan
nikmat; (3) Menghargai (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu),
Penyertaan rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada perangsang
menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam
situasi yang serupa. Pada tahap ini individu dikatakan menerima suatu nilai dan
mengembangkannya, serta ingin terlibat lebih jauh ke dalam nilai-nilai tersebut; (4)
Mengorganisasi (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya), Individu
yang sudah secara konsisten dan berhasil menampilkan suatu nilai, pada suatu saat
akan menghadapi situasi dimana lebih dari satu nilai yang bisa ditampilkan. Bila ini
terjadi, maka individu akan mulai ingin menata nilai-nilai itu ke dalam suatu sistem
nilai, melihat keterkaitan antar nilai dan menetapkan nilai mana yang paling
dominan baginya; dan (5) Bertindak/ Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai
bagian dari pola hidupnya). Bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang

Page 13
dimilikinya. Ini adalah tingkatan tertinggi dari aspek afektif, di mana individu akan
berlaku konsisten berdasarkan nilai yang dijunjungnya.
Klasifikasi aspek-aspek afektif ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku
tingkat yang lebih rendah merupakan prasyarat bagi perilaku tingkat yang lebih
tinggi. Itulah sebabnya, ranah ini diurutkan ke dalam suatu garis kontinum dalam
bentuk hirarkis dan pencapaiannya bersifat komulatif. Mulai dari tahap pertama
yaitu menerima suatu nilai, keinginan untuk merespon, kepuasan yang didapat
ketika merespon akan memunculkan penghargaan pada nilai itu, selanjutnya
mengorganisasi nilai-nilai ke suatu sistem nilai yang sifatnya amat pribadi, dan
akhirnya berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang dimiliki dan
dipercayainya.
Selain domain afektif sebagaimana diuraikan di atas, aspek-aspek afektif
dalam bentuk soft skills seperti kemampuan mengembangkan kreativitas,
produktivitas, berpikir kritis, bertanggungjawab, memiliki kemandirian, berjiwa
kepemimpinan serta kemampuan berkolaborasi, perlu dimiliki oleh peserta didik.
Penghargaan terhadap keragaman, memiliki kesadaran akan nilai-nilai kesatuan
dalam kemajemukan yang didasarkan pada nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan
religi, amat perlu dikembangkan.
Aspek-aspek nilai lain yang ditawarkan dan menjadi perhatian untuk
dikembangkan selain aspek-aspek di atas adalah: (1) Religiositas, meliputi:
mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan YME, sikap toleran, dan mendalami
ajaran agama; (2) Sosialitas, meliputi: penghargaan akan tatanan hidup bersama
secara positif, solidaritas yang benar dan baik, persahabatan sejati, berorganisasi
dengan baik dan benar, dan membuat acara yang sehat dan berguna; (3) Gender,
melipui: penghargaan terhadap perempuan, kesempatan beraktivitas yang lebih
luas bagi perempuan, dan menghargai kepemimpinan perempuan; (4) Keadilan,
melipui: penghargaan pada kebenaran sejati dan orang lain secara mendasar,
menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang, dan
keadilan berdasar hati nurani; (5) Demokrasi, meliputi: menghargai dan menerima
perbedaan dalam hidup bersama secara saling menghormati. berani menerima
realita kemenangan maupun kekalahan; (6) Kejujuran yaitu menyatakan kebenaran
sebagai penghormatan pada sesama; (7) Kemandirian, meliputi: keberanian untuk
mengambil keputusan secara jernih dan benar dalam kebersamaan. mengenal

Page 14
kemampuan diri, membangun kepercayaan diri, dan menerima keunikan diri; (8)
Daya juang, meliputi: memupuk kemauan untuk mencapai tujuan, bersikap tidak
mudah menyerah; dan (9) Tanggung jawab, meliputi: berani menghadapi
konsekuensi dari pilihan hidup, mengembangkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban, mengembangkan hidup bersama secara positif; dan (10) Penghargaan
terhadap lingkungan alam, meliputi: menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan
secara wajar dan seimbang, mencintai kehidupan, dan mengenali lingkungan alam
dan penerapannya.

C. Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru harus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan belajar setiap individu peserta didik dengan cara membangkitkan motivasi
peserta didik untuk mampu mengembangkan kreativitas dan seluruh potensi yang
dimilikinya sehingga tercapai tujuan pendidikan yang komprehensif.

Page 15
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi II, Jakarta: Balai Pustaka

Isma’il, Andang. 2006. Education Games; Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan
Edukatif. Yogyakarta: Pilar Media.

Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Posdakarya.

Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan. Alih Bahasa Tri Wibowo B. S, Jakarta: Kencana.

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Semiawan, Conny, A.S.Munandar, S.C.Utami Munandar. 1990. Memupuk Bakat dan


Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Winkel, W. S. 2005. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia.

Wyloff, Joyce. 2002. Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Penelitian Pikiran.
Bandung:KAIFA.

Page 16

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai