1
2
Malam ini ditengah ramainya kota, aku berniat mengunjungi sebuah
yakni tahun 1950-an hingga 1960-an. Masa itu juga menandai tahap
berjalan kaki.
berbagai penjuru arah dan akhirnya aku melihat salah satu lukisan
3
4
Aku mendekat tepat di depan lukisan, terlihat indah nya detail serta
kumparan sejarah dari lukisan tersebut, aku pun turut membaca nnya.
Lukisan yang aku lihat ini buah karya mereka yang tergabung dalam
sanggar Pelukis Rakyat yang dibangun pada 1947. Pelukis nya yaitu
peristiwa Indonesia pada masa sulit, tetapi ikut pula dalam kecamuk
5
Aku terkagum melihat nya, begitu banyak sejarah yang dapat aku
indonesia.
Tidak terasa aku melihat lihat beberapa karya di pameran jam sudah
ayah ku.
6
“halo yah, kenapa?” tanya ku
“Cepat pulang nak, kakek mu….” ucap ayah yang terdengar lirih.
terasa lemas, setitik air membasahi pipi ku, aku tidak bisa menahan
Kakek memang sakit, umur nya yang tidak muda lagi membuat rentan
nya terkena penyakit, terlebih setelah kepergian nenek kakek mulai
merasa kesepian. ia ditinggalkan oleh seseorang yang menemani nya
selama hampir 67 tahun. nenek meninggal 3 bulan lalu dan sejak
itulah kakek sering sakit sakitan. meskipun keluarga ku membawa nya
ke rumah sakit dan diberikan pengobatan nyata nya kakek tidak dapat
beraktifitas normal seperti pada biasanya. bahkan ia sering melamun
sambil memegang surat dan foto yang entah aku tidak pernah tau apa
isi nya.
7
Sesekali aku bertanya ia hanya menjawab “ apa arti kehidupan ini
setelah nenek tiada , gadis pujaanku pergi meninggalkan ku” Selama
perjalanan pulang samar samar ingatan tentang kakek muncul, dimana
ia kerap kali memanggil nama ku. “jeng, jeng kinan” “Kakek
memberi mu nama maheswari yang berarti dewi agung, nenek mu
juga bernama gayatri, gayatri maheswari seorang wanita jelita kuat
dan cerdas kakek berharap diajeng akan sama seperti nenekmu”
Nama ku kinan, diajeng kinanti maheswari.
leluhur.
tersisa aku sendiri. harum tanah merah yang menimbun jasad kakek
8
aku berusaha tenang seperti nyanyian para burung pagi ini. Namun,
kulit milik kakek terasa hangat menyentuh hati. Ini adalah satu
beberapa hari sebelum nya "diajeng, jaga baik baik buku ini. jaga
setelah aku ingat ingat kembali buku itulah yang sering kakek bawa
dan selalu baca ketika ia merenung, dan di dalam buku itu kakek
Andai memiliki sayap, niscaya rasa sedih dan duka ini kutinggalkan
9
Kuseka mata, tidak ada habis nya jika terus menangis. Kuputuskan
membuka buku yang usianya lebih tua dari kemerdekaan negeri ini.
Apa yang kakek tulis? Kertas kuning kasar khas tempo dulu membuat
yang indah.
Ini luar biasa. Ternyata, kakek menulis kenangan masa mudanya. Aku
bisa segera mengerti, dari tulisan serta gaya bahasa kakek. pastilah
intelektual dan kaum cerdas masa lalu yang ditindas oleh kekejaman
mengering dengan sendirinya, itu kabar baik. Dengan begitu aku bisa
fokus membaca.
10
11
Kisah Kakek bermula di tahun 1944, tentang kejamnya kekaisaran
Jepang pada pribumi. masa masa terkelam bangsa negeri ini. Tiga
dilambungkan.
Waktu panen amat ditunggu tunggu petani Cirebon. Bagi mereka hasil
12
Ia mengelus dada ketika mendengar kabar, sumber penghasilan
pada pemerintah tak berhati itu. Parahnya, seluruh warga diberi jata
"Istriku, ibu Pertiwi mengajarkan kita untuk tetap bertahan dan tak
lelah berjuang. Hari ini kita dipaksa berkerja, esok dirampas harta
benda, lusa boleh jadi sudah tiada. Tetapi, selama tubuh kita milik
sendiri, tak boleh kita mengeluh. Ibu Pertiwi dan kita akan berdikari
13
Argani melangkah turun ke ladang. Terik matahari menembus
capingnya. Jika tak cepat selesai, para keisatsu (polisi Jepang) dan
rakus desa itu terlalu tunduk pada dai Nippon. Ia lekas mengarahkan
Suasana perang sampai hari ini belum kunjung reda, aku pesimis."
"Jangan berkecil hati, Gayatri. Kamu bisa lihat di ibu kota sana, para
14
Tidak menutup kemungkinan tak lama lagi kita meraih kemerdekaan."
diterpa angin.
Gayatri memasang wajah muram. " Tetapi, mas, aku lelah dengan
akibat kerja rodi kerap dibiarkan Nippon di pinggir jalan. Tak sedikit
15
"Kita tak selamanya berperang menggunakan senjata." Argani
seseorang bisa jadi senjata kuat. Lihat saja, Belanda maupun Nippon
dengan wajah penuh amarah. Mereka melapor jika pak camat sudah
datang dikawal polisi untuk menagih padi hasil panen warga. Bahkan,
16
"Mas intinya kamu harus kesana sekarang. Bisa gawat kalau warga
petani.
"Baik. Pergilah lebih dulu, buat yang lain tenang." Argani bergegas,
melepas caping.
17
Raih terdiam. Wajah bulan berhias hidung mungil dan bibir ranum itu
…….
Tak terasa sudah beberapa menit aku membaca di dekat nisan kakek,
aku menutup buku bersampul kulit ini. Masih setengah halaman lagi
yang akan aku baca. ibu yang sedari tadi berbincang di luar komplek
“jeng sudah mau petang, kita pulang ya? kita juga harus ikhlas
pipi, bumi bentala yang seolah olah mendukung duka yang ku rasakan
saat ini. aku mununduk dan menjawab nya “kehilangan masih jadi
18
Lalu ia duduk di samping ku, memegang tangan ku yang kini bagai di
itu kita di uji oleh perasaan yang namanya kehilangan.” Aku menyeka
“lalu kenapa dari banyak nya cara kehilangan harus kematian bu,
kurasakan hanya ada kenangan dan rindu tanpa ada nya temu”
kakek tinggali ini menjadi salah satu penghasil padi terbanyak setiap
19
Melawan sekutu perlu banyak tenaga. Akan tetapi, tentu saja hal
20
" Pak camat, kami meminta izin untuk melaksanakan salat Jumat
camat rakus itu menolak dengan tegas. Seolah dirinya tak memiliki
kewajiban.
"Tidak bisa! Lanjutkan semua ini. perintah pusat tak bisa ditawar!"
21
Celaka.
Namun, jika sudah seperti ini mau tidak mau ia harus turut
Argani pun bangkit seraya menata hatinya yang berubah tak karuan.
22
Kemudian, warga melaksanakan salah Jumat seperti biasa.
ada." Ujar argani ketika berada di rumah. Hari sudah gelap, cahaya
"Mas aku mengerti. Keinginan merdeka bangsa kita sudah lahir tiga
ratus empat puluh delapan tahun. Bahkan, sebelum kita lahir. Begitu
23
" Tidak ada yang tahu. Kita hanya perlu menggunakan peluang ini
momen penting bagi umat manusia setelah kita. Aku meski benci
Pukul enam pagi keesokan harinya. Dua truk berisi keisatsu dan
24
Truk melambat, pagi hari ini desa sungguh sepi. Seorang keisatsu
mengomando.
Lemparan batu dari arah yang tak terduga menghujani pada tentara.
25
Gemuruh pertempuran terdengar argani. Lelaki kusam itu mencium
seberang. Tunggu aku disana. Pagi ini, kalau pun kami kalah dari
menyalakan obor besar semangat bangsa kita. Suatu saat nanti tanah
26
Argani mengeratkan tali udeng yang dikenakannya, lalu meraih
berhasil ditumbangkan.
" Merdeka itu dimulai dari hati. Manusia yang memiliki hati congkak
27
Dai Nippon adalah contoh salah dalam hal ini. Menginvasi banyak
Tentara bengis Nippon tahu tahu menarik pelatuk tak jauh dari sana.
28
Pikirannya kacau. Saat semuanya hampir menjadi gelap, gema takbir
ALLAHUAKBAR!!
mengatakan itu.
29
“Jeng sedang membaca apa?” aku terkejut ketika ibu sudah di depan
kamar ku.
“Bukan apa apa bu” Aku segera merapikan buku serta surat surat
ibu sudah kembali ke kamar nya, kini hanya aku sendiri. setelah
perasaan tersimpan di dalam nya tak lupa dengan kenangan yang akan
30
Sepanjang sisa hidupnya, kakek kerap memberitahuku bahwa ia tidak
ingin dijuluki pahlawan. "Jeng, itu tidak pantas untuk kakek. Lelaki
tua ringkih ini sudah cukup melewati banyak peristiwa negeri ini, dan
perjuangan apa pun hasilnya tetap manis apabila bisa diterima dengan
Aku pun menyadari bahwa betapa sulit nya, susah nya ketika
31
32
aku memenjamkan mata dan berkata “bumi bentala yang kita sebut
33
34