Sulawesi timur mengalami deformasi menindih batuan yang lebih tua secara tak
yang pertama. selaras; berupa klastika kasar, umurnya
‡ Pada akhir Paleogen mandala diduga Miosen±Pliosen. Formasi Bongka (mikrolempeng) Banggai Sula bergerak terdiri dari perselingan konglomerat, ke arah barat berbarengan dengan batupasir, lanau, napal dan batugamping. aktifnya sesar Sorong-Matano, akibat Formasi Kintom tersusun atas batulempung pergerakan tersebut menyebabkan kapuran dan batupasir. Batuan tersebut di terjadi deformasi yang kedua. atas merupakan batuan yang berasal dari ‡ Pada akhir Miosen tengah bagian timur mandala Banggai Sula. mandala Sulawesi timur mencuatkan Pada mandala Sulawesi timur tersusun atas mikrolempeng benua (mandala) Banggai batuan ultamafik yang paling tua. Batuan Sula. Kedua lempeng tersebut saling ultramafik (Ku) yang terdiri dari harzburgit, bertemu sehingga menyebabkan dunit, piroksenit, serpentinit, gabro, diabas, terjadinya deformasi fase ketiga. Sesar basal dan diorit. Umurnya belum diketahui Toili dan Sesar Salodik merupakan hasil dengan pasti, diduga Kapur. Setempat juga dari kejadia tektonik pada fase ini. dijumpai sekis, amfibolit, filit dan gabro ‡ Pada kala Plio-Pleistosen terjadi malih yang diduga merupakan bagian dari deformasi pada seluruh daerah, yang kerak samudera. Formasi Matano (Km) disebabkan oleh proses pengangkatan, berupa batugamping dengan sisipan rijang, sehingga menghasilkan deformasi fase dan argilit berumur Kapur (Simanjuntak, keempat. Deformasi pada fase ini dkk., 1983). Batuan termuda berupa menyebabkan munculnya cekungan ± Aluvium (Qa) yang terdiri dari : lumpur, cekungan kecil yang dangkal dan lempung, pasir, kerikil dan kerakal; berupa terlingkung. endapan sungai, rawa dan pantai. Satuan ini menindih tak selaras satuan yang lebih tua Stratigrafi dan setempat menjemari dengan Batuan tertua yang mengalasi wilayah batugamping terumbu, Formasi Terumbu ini adalah Formasi Meluhu. Formasi Koral Kuarter (Ql) Meluhu (TRJm) tersusun oleh batuan meta- hemipelagic. Formasi Meluhu (TRJm) Metodologi Penelitian terdiri dari batusabak, batupasir malih, filit Metodologi yang digunakan dalam dan sekis, diduga berumur Trias sampai penelitian adalah metode deskriptif dan Jura. Formasi Nanaka (Jn) diduga menindih metode analisis. Metode deskriptif yang secara tak selaras, berupa batupasir kuarsa dilakukan adalah untuk membuat gambaran dengan sisipan batubara dan konglomerat, mengenai situasi atau kejadian. Metode berumur Jura (Simandjuntak, 1981). Pada deskriptif tidak hanya memberikan umur Jura juga terendapkan Formasi gambaran terhadap fenomena-fenomena, Nambo (Jnm), yang tersusun atas batuan tetapi juga menerangkan hubungan, menguji napal dan napal yang mengandung fosil hipotesis, membuat prediksi serta Belemnit. Formasi Salodik (Tems) berupa mendapatkan manfaat dari suatu masalah batugamping berumur Eosen sampai yang ingin dipecahkan, sedangkan untuk Miosen Akhir, menindih tak selaras metode analisis yang digunakan adalah Formasi Nanaka (Jn). Formasi Nanaka analisis petrografi, analisis mikrofasies, terdiri dari konglomerat, batupasir dan analisis foraminifera besar, dan analisis serpih. Pada kala Oligosen hingga Miosen sikuenstratigrafi. Akhir terendapkan pula Formasi Poh (Tomp) berupa napal, batugamping dan Hasil dan Pembahasan sedikit batupasir, menjemari dengan bagian 1. Analisis Mikrofasies atas Formasi Salodik. Kelompok Molasa Melalui pengamatan sayatan tipis (Formasi Bongka dan Formasi Kintom) yang dilakukan, 22 sampel batuan