Anda di halaman 1dari 11

Nama : Nadila Urlia Putri Shafna P

NIM : D0121075

Kelas :C

Mata kuliah : Isu dan Kebijakan Otonomi Daerah

Polemik Kewenangan Pemeliharaan Bantaran Sungai Bengawan Solo

A. Pendahuluan
Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan
umum. Dalam Undang-undang No 23 tahun 2014, dijelaskan bahwa urusan
pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang sepenuhnya milik
pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan
yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah/provinsi, dan kabupaten/kota yang
diserahkan pada daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah. Sedangkan urusan
pemerintahan umum adalah urusan yang menjadi kewenangan presiden sebagai
kepala pemerintahan.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren, seringkali terjadi
problem yang disebabkan adanya pembagian kewenangan sebagai bentuk pelaksanaan
otonomi daerah. Urusan ini masih dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib ini masih dibagi menjadi
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan,
kesehatan, sosial, perumahan dan permukiman, pekerjaan dan penataan ruang, serta
perlindungan masyarakat dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pertanahan, lingkungan hidup, dan administrasi.
Beberapa urusan di atas masih terbengkalai dalam pelaksanaannya. Mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Isu kewenangan ini memang seringkali
rancu sehingga tidak sesuai dengan perencanannya. Hal serupa terjadi pada
pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan masalah bangunan di bantaran Sungai
Bengawan Solo. Padahal, urusan ini termasuk dalam urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar pada poin permukiman dan penataan ruang.
Terlebih lagi, diduga ada bangunan mantan gubernur BI, Agus Martowardojo yang
menyalahi aturan karena mepet di bibir sungai.
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) dipandang sebagai
pemangku kepentingan utama dalam penyelesaian masalah ini. Namun, tanggung
jawab ini tidak dilaksanakan layaknya kewajiban. Ada beberapa yang menyalahkan
pemerintah karena kurang tegas, tapi ada juga yang membela pemerintah karena
seharusnya BBWSBS memegang penuh pengelolaan dari wilayah bantaran sungai
Bengawan Solo. Dalam masalah ini, beberapa pemangku kepentingan memiliki alasan
politis yang dapat menimbulkan kecurigaan dan menurunkan skor kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Masalah ini perlu dikaji lebih dalam terkait bagaimana pembagian tugas atau
kewenangan dalam pemeliharaan wilayah bantaran dan anak sungai Bengawan Solo.
Urgensi dari adanya kajian ini yaitu masalah banjir dan tata lingkungan yang
mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Surakarta. Menurut
laporan dari BPBD Kota Solo, berikut wilayah di Kota Surakarta yang digenangi
banjir per bulan Februari lalu.
Tabel 1. Wilayah Terdampak Banjir di Kota Surakarta

Kecamatan Kelurahan
Jebres Jebres, Jagalan, Pucangsawit, Gandekan,
Sudiroprajan, Sewu.
Pasar Kliwon Pasar Kliwon, Mojo, Joyosuran,
Kedunglumbu, Semanggi, dan Sangkrah.
Serengan Joyontakan
Laweyan Bumi dan Pajang
Sumber Data: BPDP Kota Solo

Selain banjir, permukiman kumuh di bantaran sungai Bengawan Solo juga


penting untuk ditangani karena dapat mempersempit aliran sungai yang muaranya
akan mengakibatkan banjir juga. Ketidakeraturan ini harus segera ditata kembali
tentunya oleh pihak pemangku kewenangan agar permasalahan masyarakat dapat
ditangani secara maksimal dan sesuai aspirasi.
B. Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Metode studi literatur
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008:3).
Analisis ini dibantu dengan beberapa literatur terkait yang didapatkan dari beberapa
sumber yang dikumpulkan secara online. Berita utama dan jurnal menjadi sumber
data untuk hasil penelitian ini. Meskipun data sekunder, tapi keabsahan dapat terjamin
karena berita dan jurnal didapatkan dari sumber yang akurat dan mampu dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Data yang telah dikumpulkan dari beberapa artikel jurnal, penelitian terdahulu,
dan berita terkait akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif model interaktif Miles
dan Huberman yaitu reduksi data dimulai proses pemilihan berupa mencari dan
memilih data dan informasi yang relevan. Setelah mendapatkan semua data dan
biasanya data masih mentah atau rancu sehingga perlu difilter kembali. Terakhir yaitu
pengabstrakan dan transformasi data kasar menjadi bahan bahasan dalam artikel ini
sehingga dapat menghasilkan muatan artikel yang mudah dipahami dan sistematis.

C. Pembahasan
C.1. Distorsi Tugas dan Kewenangan BBWSBS Surakarta
Dalam Peraturan Menteri No 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
20/PRT/M/2016 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, tugas BBWSBS adalah
melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka
konservasi dan pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air
pada sungai, pantai, bendungan, danau, situ, embung, dan tampungan air
lainnya, irigasi, rawa, tambak, air tanah, dan air baku serta pengelolaan drainase
utama perkotaan.
BBWSBS juga memiliki kewenangan dalam pengelolaan wilayah bantaran
sungai Bengawan Solo. Beberapa kewenangan ini seperti perizinan pendirian
bangunan dan sertifikasi, pengelolaan wilayah sungai, perawatan bantaran
sungai, dan hal-hal lain terkait penataan wilayah sekitar bantaran sungai.
Contohnya, ketika sungai mengalami sedimentasi berlebihan maka BBWSBS
dapat melakukan upaya pengerukan agar sungai tidak menyempit atau
berkurang kedalamannya sehingga tidak mampu menampung air. BBWSBS
juga berwenang untuk menindaklanjuti adanya bangunan yang tak berizin dan
menyalahi aturan batas yang ditetapkan.
Penggunaan daerah bantaran sungai ini sebenarnya sudah diatur dalam
Peraturan Menteri PU yang melarang pendirian bangunan untuk hunian dan
tempat usaha. Selain itu, adanya ketentuan bahwa batas pendirian bangunan
minimal dua meter dari bibir sungai. Namun, kenyataannya masih banyak
bangunan tanpa izin yang jelas dibangun menyalahi aturan batas tersebut.
Polemik ini semakin disorot terkait penegakan hukum oleh BBWSBS yang
ternyata belum melakukan pengakuan peninjauan kawasan bantaran sungai
tersebut. Jadi, warga setempat hanya diam karena tidak berani mengambil
keputusan dan takut salah mengenai perizinan bangunan tersebut.
Pada bulan April lalu sebagai upaya agar BBWSBS tanggap masalah,
beberapa awak media mendatangi kantor BBWSBS di Kawasan Kartasura,
Kabupaten Sukoharjo. Namun, tak satupun pejabat yang mau dimintai
konfirmasi terkait kritik yang muncul dari banyaknya bangunan di bantaran
sungai tersebut. Mereka terkesan tidak transparan dalam pertanggungjawaban
tugasnya dan enggan menyampaikan pernyataan. Akhirnya, salah satu pejabat
mengatakan bahwa itu tidak menjadi tanggung jawab mereka. Ada beberapa hal
politis yang menyebabkan mereka tidak menanangani beberapa bangunan milik
para pejabat tersebut. Mereka mengatakan bahwa hal ini seharusnya ditangani
oleh pemerintah langsung, bukan BBWSBS. Banyak yang menduga bahwa ”hal
politis” ini terkait kepentingan pejabat publik pribadi.
Contoh keengganan BBWSBS ini yaitu bangunan yang dibuat untuk Taman
Rekreasi di wilayah Jebres yang tidak ditindak tegas. Menurut pengakuan
bangunan tersebut dibuat atas inisiasi mantan pejabat Kota Solo. Pada saat
dimintai keterangan, pejabat BBWSBS hanya menjelaskan bahwa mengenai
keberadaan bangunan tersebut, mereka telah melakukan koordinasi dengan
pemerintah setempat. Secara aturan, sempadan sungai boleh digunakan, bahkan
dimiliki maupun disertifikatkan dengan catatan masih mengikuti kaidah dan
peraturan yang ditetapkan. Namun, kembali lagi bahwa pihak BBWSBS tidak
bersedia berkomentar tentang ”hal politis” apa yang menyebabkan seolah-olah
pihak pemangku kepentingan malah terkesan tidak tegas dan membiarkan hal
tersebut.
Transparansi terkait kinerja BBWSBS terkesan tidak ada karena pejabat
badan tersebut terkesan menghindar dari para wartawan yang datang meminta
keterangan terkait polemik bangunan di bantaran sungai Bengawan Solo.
Muatan politis yang digunakan sebagai tameng bagi pihak BBWSBS untuk
mengacuhkan tugasnya ini cenderung ditutup-tutupi dari publik.

C.2. Atensi dan Evaluasi Instansi Lain


Banyaknya bangunan yang ada di bantaran sungai Bengawan Solo
menimbulkan reaksi dari berbagai pihak mulai dari masyarakat sampai
pemerintahan. Beberapa badan seperti BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jawa
Tengah dan Ketua DPRD setempat mempertanyakan kinerja BBWSBS dalam
menangani masalah tersebut karena hal ini merupakan lingkup tugas mereka.
Beberapa kepala desa terdampak juga mengeluhkan adanya bangunan permanen
yang dibangun di bantaran sungai Bengawan Solo. Bangunan-bangunan ini
ditengarai menjadi akar terjadinya banjir yang sering melanda Kota Surakarta
khususnya di daerah yang dekat dengan sungai maupun anak sungai.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Jawa Tengah, Dwi Purnama turut angkat bicara terkait bangunan permanen yang
dibangun di bantaran sungai Bengawan Solo. Dia mengatakan bahwa BPN
hanya berhak mengeluarkan hak atas kepemilikan tanah. Namun, kewenangan
terkait pembangunan yang dilakukan si pemilik tanah ada pada Balai Besar
Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS-BW) dan Pemerintah Kota atau
Pemerintah Daerah. Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan apakah wilayah
tersebut sudah menjadi asset BBWSBS ataukah masih terikat hak milik
masyarakat. Pertanyaan ini muncul karena ada bangunan yang tidak jelas
perizinannya seperti pertokoan dan jembatan.
Praktisi hukum Soloraya, Kalono, S.H., M.Si. mengatakan bahwa bangunan
yang ada di bantaran sungai maupun anak sungai Bengawan Solo merupakan
salah satu penyebab banjir yang melanda beberapa daerah di Surakarta seperti
Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Serengan. Lebih lanjut, Kalono menilai
adanya bangunan-bangunan ini tidak ditindak tegas oleh BBWSBS yang
seharusnya menangani masalah ini. Selain itu, BBWSBS juga kurang menyadari
penegakan hukum untuk memperingatkan masyarakat maupun semua pihak
yang turut mendirikan bangunan di tempat tersebut padahal mereka memiliki
wewenang untuk membawanya ke jalur hukum.
Ironisnya, beberapa bangunan ini milik beberapa pejabat yang seharusnya
memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Sebagai contoh, adanya
bangunan permanen di bantaran sungai Bengawan Solo kawasan Jebres.
Bangunan ini didirikan oleh mantan pejabat Surakarta dan menjadi destinasi
tujuan wisata. Selain itu, ada juga bangunan milik mantan Gubernur BI, Agus
Martowardojo yang mendirikan rumahnya di wilayah bantaran sungai kawasan
Laweyan. Berdasarkan konfirmasi dari lurah setempat, bangunan itu sudah lama
berdiri dan tidak mengetahui asal usul tanah dan bangunan tersebut. Menurut
pengakuan, asal tanah dan bangunan di kawasan itu kurang jelas apakah
berstatus warisan atau dari proses jual beli yang sah.
Masih mengenai tempat wisata di atas, Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kota Surakarta, Tensa Nur Diani menanggapi adanya alih fungsi lahan bantaran
sungai menjadi Taman Sunan Jogo Kali yang didirikan oleh mantan pejabat
Surakarta pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Menurutnya, belum ada laporan bahwa ada warga yang tinggal di atas bantaran
memiliki sertifikat tanah karena wilayah bantaran sungai itu wilayah BBWSBS
sehingga BBWSBS seharusnya lebih mengetahui. BPN tidak tahu di balik
pembangunan taman itu ada kerja sama seperti apa sehingga bisa didirikan di
sana. Transparansi ini masih semu dan mencurigakan karena pihak BBWSBS
sendiri mengatakan bahwa ada ”hal politis” yang tidak jelas.
Kasus lain disampaikan oleh Camat Kartasura, Joko Miranto. Dia
mengatakan bahwa ada penyempitan aliran sungai Kali Jenes Gembongan
(masuk muara sungai Bengawan Solo) yang diperparah adanya sedimen.
Bangunan liar juga menyebabkan hilangnya garis sempadan yang
mengakbatkan banjir. Pengerukan ini menjadi wewenang BBWSBS karena
warga juga tidak bisa melakukan itu sendiri. Hal ini diakibatkan karena
diperlukan alat-alat berat karena terkendala oleh bangunan-bangunan yang ada
di wilayah itu. Pihaknya sudah menyampaikan masalah ini pada BBWSBS tapi
tidak kunjung ditindaklanjuti dan terkesan lamban.
Masih terkait kelambanan BBWSBS, pada 7 Maret kemarin, salah satu
rumah warga di Dukuh Dliyun, Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari,
Kabupaten Sukoharjo kembali hanyut terkena abrasi sungai Bengawan Solo.
Kepala Desa Dalangan, Bagyo Slameto menambahkan mengatakan bahwa
masalah ini sudah dilaporkan ke Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo.
Survei sudah dilakukan beberapa kali dan digambar wilayahnya, namun hingga
kini belum ada aksi apapun. Bupati Sukoharjo mengaku sudah dua kali audiensi
dengan BBWSBS tapi hingga kini belum ada tindakan apa-apa padahal abrasi
sungai tersebut jelas menjadi kewenangan BBWSBS dan harus segera ditangani
agar tidak menimbulkan masalah lebih besar lagi.
Menurut keterangan dari situs resmi Balai Besar Wilayah Sungai
Bengawan Solo, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, telah dilakukan sinergitas antara walikota
Surakarta dengan BBWSBS untuk menangani polemik bangunan di bantaran
sungai Bengawan Solo yang menjadi penyebab banjir di Surakarta. Melalui
kunjungan kerja yang dilakukan, koordinasi yang telah dilakukan pada Juni
tahun 2022 kemarin membahas tentang terkait Pengendalian Banjir di Kota
Surakarta yang meliputi Penataan Kawasan Kali Pepe Hilir Lanskap,
Pengendalian Banjir Kota Surakarta di Premulung, Jenes, Boro, Brojo, dan
Anak Kali Kebo. Namun, pada kenyataannya masih terdapat komplain dari
beberapa pihak terkait bangunan-bangunan di bantaran sungai.

D. Penutup
Kesimpulan
Kewenangan merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk
menyelengarakan pembangunan di wilayahnya. Otonomi daerah yang diberikan
seharusnya dimanfaatkan dengan maksimal demi menciptakan pelayanan publik yang
mewadahi kebutuhan masyarakat. BBWSBS telah diberi kewenangan untuk
mengelola dan mengurus wilayan bantaran sungai yang menjadi akar masalah banjir.
BBWSBS dinilai kurang transparan, akuntabel, dan responsif. BBWSBS sebagai
penyedia pelayanan di bidang pemeliharaan lingkungan bantaran sungai Bengawan
Solo seharusnya menerapkan prinsip Good Coorporate Governance yang tediri dari
transparansi, akuntabilitas, independensi, pertanggungjawaban atau responsibility, dan
fairness atau kesetaraan.
Transparansi terkait penggunaan wilayah dan perizinan yang kurang
sehingga masyarkat tidak mengetahui apa sebenarnya kepentingan pendirian
bangunan yang menyalahi aturan tersebut. Akuntabilitas terkait tugas yang masih
kurang karena BBWSBS dinilai tidak bertanggung jawab dengan problem yang ada di
bantaran sungai Bengawan Solo seperti bangunan liar dan sedimentasi. Responsivitas
BBWSBS dalam menanggapi masalah masyarakat dinilai lamban. Banyak masalah
sudah dilaporkan tapi tidak kunjung ditindaklanjuti sehingga malah menambah
masalah lain yang seperti abrasi sungai yang menyebabkan rumah warga harus
terseret arus sungai.
Independensi BBWSBS juga rendah karena badan ini tidak bisa membawa
dirinya sebagai badan penyedia layanan publik dengan sumber dayanya sendiri yang
dibuktikan dengan tugasnya yang tidak dikerjakan secara maksimal. Kesetaraan atau
fairness yang dimiliki BBWSBS juga dapat dipastikan tidak baik dilihat dari
kinerjanya yang rendah. Dilihat pada saat dimintai keterangan awak media, hanya
pimpinan saja yang menjawabnya tanpa keterangan yang jelas. Apabila menjunjung
prinsip fairness ini pasti jawaban memuat keterangan dan argumen yang jelas dan
masuk akal sehingga bisa diterima msayarakat maupun publik.
Pihak BBWSBS sendiri cenderung sulit dimintai keterangan. Hal politis yang
berusaha dikorek tidak bisa diketahui. Mereka seolah tutup mulut dengan adanya
pelanggaran dan polemik yang ditimbulkan dari domainnya sendiri. Banyak pihak
yang mempertanyakan bagaimana upaya mereka agar masalah-masalah tersebut bisa
ditangani. Dugaan apa itu hal politis ini bisa seperti semacam perjanjian pribadi, suap,
atau hal-hal lain yang berkaitan dengan keuntungan pribadi antara BBWSBS dengan
pejabat terkait. Tindakan ini justru akan memperburuk stigma masyarakat terkait
BBWSBS sebagai balai besar pengelola sungai.

Saran
Alternatif penyelesaian yang ditawarkan melihat dari kasus-kasus yang
dikeluhkan masyarakat di atas yaitu bisa diadakan sebuah mediasi. Mediasi menurut
Laurence Bolle adalah proses mencapai kesepakatan antara dua pihak dengan pihak
ketiga sebagai mediator netral. Sedangkan J. Folberg dan A. Taylor juga berpendapat
demikian dimana pihak ketiga berperan untuk membimbing dalam proses pencarian
alternatif dan meraih kesepakatan yang mengakomodasi kedua pihak yang berseteru.
Dengan mediasi, antara BBWSBS dengan pihak-pihak seperti masyarakat, BPN,
maupun DPRD dapat melakukan mediasi untuk mencapai kesepakatan mengenai
bagaimana seharusnya kasus ini terselesaikan. BBWSBS juga dapat menjelaskan
alasan mengapa mereka tidak segera menyelesaikan keluhan masyarakat dan
melaksanakan tugasnya.
BBWSBS juga dapat melakukan mediasi dengan pemerintah daerah terkait
bagaimana seharusnya pembagian kewenangan yang jelas dalam pengelolaan
bantaran sungai Bengawan Solo. Hal ini perlu dilakukan karena BBWSBS mengaku
ada hal politis sehingga membuat mereka tidak bisa mengelola bangunan ilegal yang
didirikan di bantaran sungai. Hal politis ini perlu diperjelas dan dicarikan solusinya
karena dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan bangunan yang diduga
dibangun oleh pejabat setempat ini merambah ke bencana alam seperti banjir dan
kerugian warga akibat banjir seperti hanyutnya rumah mereka. Pemerintah perlu
bertindak tegas mengenai kewenangan BBWSBS yang tersendat akibat dugaan
adanya kepentingan pribadi pejabat yang menyalahi aturan.
Solusi lain untuk menangani masalah ini juga dapat bersinergi dengan instansi
lain seperti BPN, DPRD, Dinas PUPR, dan lainnya terkait pengelolaan lingkungan
dan masalahnya di masyarakat. Mereka bisa saling bersinergi seperti DPRD
menampung aspirasi dan masalah apa saja yang harus segera diselesaikan menurut
kebutuhan masyarakat. Kemudian BPN bisa membantu mengusut dan mengurus
sertifikat dan ketentuan terkait pembangunan bangunan permanen di bantaran sungai
karena tanah di sekitar sungai menjadi kewenangan BPN dalam pengelolaannya.
DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) dapat membantu
mengarahkan dalam penataan bangunan utamanya bangunan yang tidak bersertifikat
resmi dan ilegal di bantaran sungai Bengawan Solo.
BBWSBS sebagai aktor utama dapat segera melakukan survei dan operasi
langsung terhadap penanggulangan masalah yang ada seperti pemeliharaan sungai
dari sampah, pengerukan sedimentasi, dan pencegahan bantaran sungai dari
bangunan-bangunan liar. Selain itu, BBWSBS juga dapat berkoordinasi dengan
DPRD sebagai penampung aspirasi masyarakat terkait masalah apa saja yang menjadi
keluhan masyarakat sekitar bantaran sungai Bengawan Solo. Pemerintah dapat
membantu BBWSBS untuk menetapkan regulasi baru yang lebih tegas seperti
pemberlakuan denda bagi bangunan ilegal dan blokade wilayah bantaran sungai yang
perlu dikosongkan agar tidak terjadi banjir maupun masalah lain.
E. Daftar Pustaka

Handayani, I.G.A.K.R., Karjoko, L. & Hamzah, G. (2017). Doctrine of social functions of


property for human flourishing (Study of squatters residential relocation policy in
catchment area bengawan solo river). New Trends and Issues Proceedings on
Humanities and Social Sciences.[Online]. 4(10), 451–458. Available from:
www.prosoc.eu

Hartanto, S. (2023). Bangunan Permanen Menjamur di Bantaran Sungai, Kakanwil BPN


Jateng: Wewenang BBWSBS. Surakarta: Suara Merdeka Solo. Retrieved Mei 5, 2023,
from https://solo.suaramerdeka.com/solo-raya/058095614/bangunan-permanen-
menjamur-di-bantaran-sungai-kakanwil-bpn-jateng-wewenang-bbwsbs

Herlambang, K. (2023). Ditanya Soal Status Taman Sunan Jogo Kali, BPN Solo: Itu
Wewenang BBWSBS. Surakarta: INews. Retrieved Mei 5, 2023, from
https://muria.inews.id/read/276604/ditanya-soal-status-taman-sunan-jogo-kali-bpn-
solo-itu-wewenang-bbwsbs

Ian. (2023). Pengerukan Sedimen Sungai Wewenang BBWSBS, Kenapa Belum Dilakukan?
Boyolali: Jatengonline. Retrieved Mei 5, 2023, from
https://jatengonline.com/2023/03/16/pengerukan-sedimen-sungai-wewenang-bbwsbs-
kenapa-belum-dilakukan/

Komite Nasional Kebijakan Governance. (2006). Pedoman Umum Good Corporate


Governance Indonesia. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, 30.
Retrieved from www.governanceindonesia.or.id

Mat Lazim, Sri Lestari Triyaningsih. (2013). PENGARUH PENDIDIKAN FORMAL,


MOTIVASI DAN PENDIDIKAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA PETUGAS
PENGAWAS DI LINGKUNGAN BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI
BENGAWAN SOLO. Jurnal Manajemen Sumberdaya Manusia Vol. 7 No. 1, 24-35.

Peraturan Menteri No 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2016 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat

Prabowo, R. S. (2023). Aset BBWSBS di Bantaran Sungai Dipertanyakan, BPN Jawa


Tengah: Akan Kita Kaji. Surakarta: SuaraSurakarta.id. Retrieved April 24, 2023, from
https://surakarta.suara.com/read/2023/03/18/162435/aset-bbwsbs-di-bantaran-sungai-
dipertanyakan-bpn-jawa-tengah-akan-kita-kaji?page=1

Prabowo, R. S. (2023). BBWSBS Bungkam Soal Bangunan di Bantaran Sungai, Sebut Hal
Politis. 2023: SuaraSurakarta. Retrieved April 23, 2023, from
https://surakarta.suara.com/read/2023/04/12/113608/bbwsbs-bungkam-soal-
bangunan-di-bantaran-sungai-sebut-hal-politis?page=1

Prabowo, R. S. (2023). BPN Jateng Tegaskan Polemik Bangunan Bantaran Sungai Tanggung
Jawab BBWS dan Pemda. Surakarta: SuaraSurakarta.id. Retrieved April 24, 2023,
from https://surakarta.suara.com/read/2023/03/18/161723/bpn-jateng-tegaskan-
polemik-bangunan-bantaran-sungai-tanggung-jawab-bbws-dan-pemda

Prabowo, R. S. (2023). Mepet Bibir Sungai, Rumah Mantan Gubernur BI Agus


Martowardojo di Bantaran Kali Jenes Solo Salahi Aturan? Surakarta:
SuaraSurakarta.id. Retrieved April 23, 2024, from
https://surakarta.suara.com/read/2023/04/06/124425/mepet-bibir-sungai-rumah-
mantan-gubernur-bi-agus-martowardojo-di-bantaran-kali-jenes-solo-salahi-aturan

Prakoso, W. (2023). Korban Banjir di Solo Capai 18.908 Jiwa, Warga Mengungsi di Kantor
Kelurahan. Surakarta: Solopos. Retrieved Mei 5, 2023, from
https://www.solopos.com/korban-banjir-di-solo-capai-18-908-jiwa-warga-mengungsi-
di-kantor-kelurahan-1553506

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(2023). Rumah Hanyut Tergerus Sungai Bengawan Solo, Bupati Cek Lokasi dan Janjikan
Bantu Bangun Rumah Baru. Sukoharjo: Humas Sukoharjo. Retrieved Mei 5, 2023,
from https://humas.sukoharjokab.go.id/rumah-hanyut-tergerus-sungai-bengawan-solo-
bupati-cek-lokasi-dan-janjikan-bantu-bangun-rumah-baru/

Yudanto, A. H. (2016). Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif


Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan. JDIH.

Anda mungkin juga menyukai