Anda di halaman 1dari 102

`Manual CSL

SISTEM INDERA

Diberikan pada Mahasiswa Semester VI

Fakultas Kedokteran UNKHAIR

SISTEM INDERA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

2023

1
PENGANTAR

Buku Panduan clinical skill lab (CSL) Sistem Indera berisi beberapa keterampilan utama yaitu:
1. Anamnesis dan penilaian refraksi subjektif
2. Pemeriksaan eksternal mata, lapang pandang dan tekanan intraokular
3. Pemeriksaan funduskopi, peresepan kacamata, pemberian obat tetes dan aplikasi salep
mata
4. Pemeriksaan fisik THT dan Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
5. Pemeriksaan keseimbangan, pengambilan serumen, pengambilan benda asing di telinga
dan hidung, tindakan untuk epistaksis
6. Pemeriksaan fisik integumen
7. Insisi Drainase Abses dan Rozer Plasty Kuku
Mahasiswa juga diharapkan mencapai Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) dengan waktu yang disediakan adalah 200 menit pada setiap
kemampuan. Beberapa langkah kegiatan, teori singkat dan contoh skenario juga ditampilkan di
dalamnya
Panduan atau manual ini masih jauh dari kesempurnaan,untuk itu saran yang membangun
diperlukan.

Ternate, Februari 2023

Tim Penyusun

2
TIM PENYUSUN

1. dr. Rian Marsaoly, SpKK, M.Biomed


2. dr. Fera The, M.Kes
3. dr. Isa Pary, SpTHT-KL
4. dr. Yetrina, SpM

3
TATA TERTIB

I. Tata Tertib Umum


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUK harus mematuhi tata tertib seperti di bawah
ini :

1. Berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku yang baik dan sopan layaknya seorang
dokter. Tidak diperkenankan memakai pakaian ketat, berbahan jeans, baju kaos
(dengan/tanpa kerah), dan sandal.
2. Mahasiswa laki-lakiwajib berambut pendek dan rapi.
3. Tidak diperkenankan merokok di lingkungan FK UK.
4. Menjaga ketertiban dan kebersihan di lingkungan FKUK.
5. .Melaksanakan registrasi administrasi dan akademik semester yang akan berjalan.
6. Bila mahasiswa sakit :
a. Memberikan surat keterangan sakit ke bagian pendidikan, atau surat keterangan
dirawat bila dirawat.
b. Mencantumkan diagnosis klinis/ diagnosis kerja.
c. Di tanda tangani dokter yang memiliki SIP (Surat Ijin Praktek).
d. Alamat klinik/ rumah sakit/ Puskesmas jelas.
e. Diterima selambat-lambatnya 3 hari kemudian.
f. Bila tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas, dianggap alpa (absen).

4
TATA-TERTIB KEGIATAN KETERAMPILAN KLINIK / CLINICAL SKILL
LABORATORY (CSL)
Sebelum kegiatan
1. Membaca Penuntun Belajar (manual) Keterampilan Klinik Sistem yang bersangkutan dan
bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

Pada saat pelatihan


1. Datang 10 menit sebelum CSL dimulai.
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah ditentukan.
3. Tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1 mm.
4. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan CSL.
Bagi mahasiswi yang berjilbab, jilbabnya harus dimasukkan ke bagian dalam jas
laboratorium.
5. Buanglah sampah kering yang tidak terkontaminasi (kertas, batang korek api, dan
sebagainya) pada tempat sampah non medis. Sampah yang telah tercemar (sampah medis),
misalnya kapas lidi yang telah dipakai, harus dimasukkan ke tempat sampah medis yang
mengandung bahan desinfektan untuk didekontaminasi, dan sampah tajam dimasukan
pada tempat sampah tajam.
6. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan.
7. Memperlakukan model seperti memperlakukan manusia atau bagian tubuh manusia.
8. Bekerja dengan hati-hati.
9. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat dan
bahan yang ada pada ruang CSL.
10. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan bahan yang
telah digunakan.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL


1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal berikutnya
untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL dan praktikum tidak sesuai dengan jadwal
rotasinya dianggap tidak hadir.

5
3. Bagi mahasiswa yang persentasi kehadiran CSLnya < 90 % dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.
4. Kerusakan alat dan bahan yang ada pada ruang CSL dan praktikum yang terjadi karena
ulah mahasiswa, resikonya ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
5. Bagi mahasiswa yang menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat
dan bahan yang ada pada ruang CSL dan praktikum akan mendapatkan sanksi tegas sesuai
dengan peraturan yang berlaku
6. Bagi mahasiswa yang persentase kehadiran praktikumnya < 80 % dari seluruh jumlah
tatap muka praktikum tidak dapat mengikuti ujian praktikum.
7. Nilai ujian CSL (OSCE) menjadi prasyarat ikut ujian blok. Jika tidak lulus CSL maka
tidak diperkenankan ikut ujian blok

6
DAFTAR ISI

No Keterampilan Tingkat Keterampilan


1 Anamnesis
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
Indera Penglihatan
Refraksi
2 Penilaian Refraksi Subjektif 4
3 Lapang pandang (Confrontation test) 4
Penilaian Eksternal 4
4 Inspeksi kelopak mata 4
5 Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak atas 4
6 Inspeksi konjungtiva termasuk forniks
Posisi mata
7 Pemeriksaan gerakan bola mata 4
Pupil 4
8 Inspeksi pupil 4
9 Penilaian pupil dengan reaksi langsung terhadap cahaya 4
dan konvergensi
Media
10 Inspeksi kornea 4
11 Inspeksi kornea 4
12 Inspeksi lensa 4
Tekanan Intraokuler
13 Tekanan Intraokuler dengan palpasi 4
14 Tekanan Intraokuler, pengukuran dengan indentasi 4
tonometer
Fundus
15 Funduscopy untuk melihat fundus refleks 4
16 Funduscopy untuk melihat pembuluh darah, papil dan 4
makula
Keterampilan terapeutik
17 Peresepan kacamata baca pada penderita dnegan visus 4
jauh normal atau bisa dikoreksi menjadi 6/6
7
18 Pemberian obat tetes mata 4
19 Aplikasi salep mata 4
20 Indera Pendengaran dan Keseimbangan
21 Inspeksi auricular dan melihat meatus auditorius externus 4
dengan otoskop
22 Pemeriksaan membrane timpani dengan otoskop 4
23 Menggunakan lampu kepala 4
24 Tes pendengaran, pemeriksaan garpu tala 4
Indra penghidu
25 Inspeksi bentuk hidung dan lubang hidung 4
26 Penilaian obstruksi hidung 4
27 Rinoskopi anterior 4
Keterampilan terapeutik
28 Penggambilan serumen dengan menggunakan kait atau 4
kuret
29 Menghentikan perdarahan hidung anterior 4
30 Pemeriksaan fisik integumen 4
31 Insisi dan drainase abses 4
32 rozerplasty 4

8
CSL 1

ANAMNESIS DAN PENILAIAN REFRAKSI SUBJEKTIF

Anamnesa / Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien


dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-
keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien. Anamnesis pada mata dapat
berupa keluhan mata merah, penglihatan kabur dan penglihatan ganda.

Penyakit dengan keluhan tersebut antara lain

1. Konjungtivitis : mata merah, mata berair, gatal, kadang nyeri, penurunan visus tidak ada
2. Glaukoma : mata merah , nyeri, penglihatan kabur, mata bengkak
3. Keratitis : mata merah , mata berair, nyeri, penglihatan silau, penglihatan kabur
4. Episkleritis : nyeri sekitar mata, mata merah
5. Ulkus kornea : penglihatan kabur, I mata merah, merasa benda asing di mata, nyeri dan
silau
6. Skleritis : mata merah, penglihatan menurun, floaters, fotofobia dan nyeri

Metode pemeriksaan refraksi subjektif memberikan hasil yang lebih baik dan akurat untuk
dijadikan dasar pengambilan keputusan terapi, tetapi bergantung pada kerjasama pasien dalam
menilai perbaikan refraksi selama pemeriksaan. Ketajaman penglihatan maksimal sangat
bergantung pada respon dan pendapat pasien dan hasil pemeriksaan refraksi secara subjektif tidak
selalu mewakili kondisi refraksi murni mata yang diperiksa sehingga pemeriksaan refraksi
subjektif masih menjadi baku emas dalam menentukan status refraksi pasien.

Tujuan Pembelajaran

Tujuan Umum :

Setelah kegiatan Mahasiswa dapat melakukan anamnesis serta penilaian refraksi subjektif

Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Melakukan anamnesis keluhan utama yang berhubungan dengan mata
2. Melakukan penilaian refraksi subjektif
Indikasi:
1. Mata kabur / gangguan refraksi
Media dan Alat Bantu pembelajaran
1. Panduan / manual CSL
2. Kursi
9
3. Meja
4. Optotip snellen
5. set lensa coba
6. pulpen
7. jaeger chart

Metode pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran Tanya 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


dan jawab 2. Seorang dosen (instruktur) memberikan contoh
bagaimana cara melakukan anamnesis, pemeriksaan
dan penilaian refraksi subjektif secara tepat. Dosen
(instruktur) sebagai dokter dan seorang mahasiswa
lagi sebagai pasien. Mahasiswa lain wajib menyimak
dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya
kepada instruktur dan instruktur menjawab dan
memberikan penjelasan tentang aspek penting dalam
anamnesis dan penilaian refraksi subjektif
3. Praktek bermain peran 120 menit 1. Mahasiswa dikelompokkan secara berpasangan.
dan umpan balik Satu orang berperan sebagai dokter/pemeriksa
dan satu orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap pasangan.
2. Instruktur memberikan tema khusus atau
keluhan utama kepada pasien dan selanjutkan
ditanyakan oleh pemeriksa.
3. Mahasiswa juga melakukan penilaian refraksi
10
subjektif secara tepat dan saling bertukar peran
sebagai dokter pasien
4. Instruktur berkeliling untuk menilai dengan
daftar tilik setiap mahasiswa yang berlatih.
5. Mahasiswa bertukar peran secara serentak dan
kemudian instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang belum
pendapat/diskusi dipahaminya serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta instruktur bertanya apakah
ada bagian yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

PENUNTUN BELAJAR ANAMNESIS


11
No Langkah Klinik
1 Memberikan salam lalu pemeriksa berdiri dan menjabat tangan pasien serta memperkenalkan
diri pemeriksa
2 Mempersilahkan pasien duduk berseberangan dengan pemeriksa
3 Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pasien (bukan bahasa medis)
4 Mendapatkan persetujuan dan merahasiakan informasi
5 Menanyakan identitas pasien meliputi:
Nama,umur, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, alamat rumah
6 Menanyakan Keluhan utama pasien (mata merah, penglihatan kabur dan penglihatan ganda
7 Menanyakan Riwayat Penyakit sekarang
 Keluhan penglihatan kabur : satu/kedua mata, apakah sangat/sedikit kabur,
penglihatan buram/tertutup, penglihatan sentral atau perifer yang kabur ( apakah
semua lapangan penglihatan atau sebagian saja), disertai rasa silau/tidak,
 Keluhan mata merah : satu/kedua mata, didahului trauma/tidak, didahului/disertai
penglihatan kabur
 Keluhan penglihatan ganda : apakah pada satu mata atau pada saat melihat dengan
dua mata, apakah disertai pusing
 lamanya, onset (tiba-tiba/ perlahan), perlangsungannya (konstan/ memberat),
aktivitas saat keluhan timbul, kondisi yang memperberat/meringankan keluhan,
apakah ada upaya pengobatan sebelumnya, atau apakah keluhan ini pertama kali
timbul atau sudah berulang.
 Tanyakan kelainan mata yang lainnya: mata merah, air mata berlebih, kotoran mata
berlebih, silau, penglihatan menurun, nyeri, rasa mengganjal, rasa berpasir, serta
gejala penyerta bila ada.
8 Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu
 Apakah pernah mengalami penyakit sistemik (diabetes, hipertensi?
 Apakah terdapat riwayat operasi atau pengobatan lainnya?
9 Menanyakan Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit/keluhan yang sama?
10 Menanyakan kebiasaan sosial
 Apakah ada d lingkungan sekitar/ tetangga mengalami sakit yang sama?
 Lingkungan yang berdebu dan terkena matahari
11 Melakukan cek silang untuk memastikan informasi yang didapatkan sesuai

12
12 Menegakkan dan menjelaskan differential diagnosis (diagnosis banding) kepada pasien dan
menanyakan jika ada pertanyaan dari pasien
13 Mengucapkan terima kasih pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik jika diperlukan

PENUNTUN BELAJAR PENILAIAN REFRAKSI SUBJEKTIF


No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
PEMERIKSAAN PENGLIHATAN JAUH DENGAN OPTOTIOPE SNELLEN
2 Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen
3 Periksa apakah terdapat kondisi mata merah (infeksi/inflamasi pada mata),
apabila ditemukan tanda mata merah, maka pemeriksaan sebaiknya ditunda.
Minta penderita untuk memakai trial frame
4 Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata. Apabila pasien menggunakan trial frame maka
untuk memeriksa visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan
occluder yang dimasukkan dalam trial frame
5 Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata
6 Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk
dimulai dari baris yang terakhir bisa dilihat dengan jelas oleh pasien saat awal
pemeriksaan visus
7 Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen berurutan dari baris atas
ke bawah
8 Pasangkan lensa coba (-) /negatif 0.5 D bergantian, minta penderita
menyebutkan lensa mana yang memberikan bayangan yang lebih jelas.
Penderita tidak hasus menyebutkan semua huruf/angka optotip dengan benar,
cukup jelas/tidak dahulu.
9 Apabila penderita sudah menentukan lensa yang memberikan bayangan lebih
jelas, mulailah dengan memberikan lensa dengan ukuran terkecil, dan
kemudian minta penderita membaca kembali optotip.
PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN MATA DENGAN JAEGER
CHART
10 Minta pasien untuk membaca tulisan pada Jaeger Chart pada jarak 30-40 cm
11 Cek mata kanan terlebih dahulu setelah itu mata kiri dan kedua mata. Catat
sampai angka berapa pasien dapat membaca dengan jelas dan benar
12 Apabila pasien tidak bisa membaca tulisan yang paling kecil maka diberikan
koreksi lensa + hingga pasien dapat melihat dengan jelas seluruh tulisan
13
13 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
14 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
15 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

DAFTAR TILIK ANAMNESIS

14
Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
ANAMNESIS 0 1 2
A. PERSIAPAN
Memberikan salam lalu pemeriksa berdiri dan menjabat tangan
1 pasien serta memperkenalkan diri pemeriksa
2 Mempersilahkan pasien duduk berseberangan dengan pemeriksa

3 Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa


yang mudah dimengerti oleh pasien (bukan bahasa medis)
4 Mendapatkan persetujuan dan merahasiakan informasi
5 Menanyakan identitas pasien
6 Menanyakan Keluhan utama pasien
7 Menanyakan Riwayat Penyakit sekarang
8 Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu
9 Menanyakan Riwayat Penyakit Keluarga
10 Menanyakan kebiasaan sosial

11 Melakukan cek silang untuk memastikan informasi yang didapat


sesuai
Menegakkan dan menjelaskan differential diagnosis (diagnosis
12 banding) kepada pasien dan menanyakan jika ada pertanyaan
dari pasien
Mengucapkan terima kasih pada pasien bahwa pemeriksaan
1
telah selesai dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik jika
3
diperlukan

15
DAFTAR TILIK PENILAIAN REFRAKSI SUBJEKTIF

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
PEMERIKSAAN PENILAIAN REFRAKSI SUBJEKTIF 0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada
1 pasien
B. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN JAUH DENGAN
OPTOTIOPE SNELLEN
Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe
2
Snellen

3 Periksa apakah terdapat kondisi mata merah. Minta


penderita untuk memakai trial frame
Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks
tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata. Apabila
4 pasien menggunakan trial frame maka untuk memeriksa
visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan
occluder yang dimasukkan dalam trial frame
5 Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks
tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata
Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol
6 yang ditunjuk dimulai dari baris yang terakhir bisa dilihat
dengan jelas oleh pasien saat awal pemeriksaan visus
7 Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen
berurutan dari baris atas ke bawah
Pasangkan lensa coba (-)/negatif 0.5 D bergantian, minta
8 penderita menyebutkan lensa mana yang memberikan
bayangan yang lebih jelas.
Apabila penderita sudah menentukan lensa yang
9 memberikan bayangan lebih jelas, mulailah dengan
memberikan lensa dengan ukuran terkecil, dan kemudian
minta penderita membaca kembali optotip.

16
Lensa coba diganti hingga penderita dapat membaca
10 optotip maksimal. Pilih lensa concave (-) terlemah yang
memberikan penglihatan terbaik.
C.PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN MATA DENGAN JAEGER CHART

11 Pasien diminta untuk membaca tulisan pada Jaeger Chart


pada jarak 30-40 cm
Cek mata kanan terlebih dahulu setelah itu mata kiri dan
12 kedua mata. Catat sampai angka berapa pasien dapat
membaca dengan jelas dan benar
Apabila pasien tidak bisa membaca tulisan yang paling
13 kecil maka diberikan koreksi lensa + hingga pasien dapat
melihat dengan jelas seluruh tulisan
D. PENUTUP
14 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
1
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
5
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
6

DAFTAR PUSTAKA
1. Julita. Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak dan refraksi. Jurnal FK Unand
2. Manual Keterampilan Klinik Sistem Indera Khusus. 2016. Fakultas Kedokteran Unhas.
Makassar

17
LAMPIRAN

Gambar 1. Kartu Snellen, atas tengah : untuk pasien dewasa; kiri & kanan atas dan bawah : untuk
pasien anak & buta huruf)

Gambar 2. Kartu Jaeger untuk pemeriksaan visus sentralis dekat

18
Gambar 2. Konversi visus

19
CSL 2

PENILAIAN EKSTERNAL MATA,TEKANAN INTRAOKULAR DAN LAPANG


PANDANG

Mata merupakan organ kecil, seorang dokter perlu sangat dekat dengan pasien dalam
rangka pemeriksaan organ ini. Untuk pemeriksaan eksternal pada mata, tiap bagian eksternal
perlu dilakukan pemeriksaan yang terpisah dari bagian-bagian tersebut, tetapi untuk mendapatkan
patologi mata unilateral jauh lebih mudah dikenali jika dilakukan dengan membandingkan satu
mata dengan yang lain pada pasien. pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan anterior bola mata dan
pergerakan bola mata
Pengukuran tekanan intraokular merupakan pemeriksaan rutin yang penting pada mata
dan merupakan salah satu tanda untuk mengetahui kondisi mata seseorang dalam menilai
dinamika humor aquos. Tekanan intarokular terutama diatur oleh dinamika cairan humor aquos
termasuk diantaranya, produksi cairan aquos, aliran cairan, dan pembuangan humor aquos
Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu. Terdapat tiga
jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang yang paling jelas dilihat oleh
kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan
monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja. Ada tiga metode standar
dalam pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter
atau tangent screen. Pemeriksaan lapangan pandang merupakan pemeriksaan salah satu
pemeriksaan dasar dalam skrining, diagnosis dan evaluasi Glaucoma. Pemeriksaan ini dilakukan
secara berkala bagi penderita Glaucoma.
Tujuan Umum :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan penilaian eksternal mata, lapang pandang
dan tekanan intraokuler.

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Melakukan pemeriksaan eksternal mata


2. Melakukan pemeriksaan lapang pandang
3. Melakukan penilaian tekanan intraokuler

Indikasi:
1. Glaukoma
Media dan Alat Bantu pembelajaran
1. Panduan / manual CSL
20
2. Kursi
3. Meja
4. Tonometer schiotz
5. pantokain 0,5%
6. penlight

Metode pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


Tanya dan jawab 2. Seorang dosen (instruktur) memberikan
contoh bagaimana cara melakukan
pemeriksaan eksternal mata, lapang
pandang dan tekanan intraokuler secara
tepat. Dosen (instruktur) sebagai dokter dan
seorang mahasiswa lagi sebagai pasien.
Mahasiswa lain wajib menyimak dan
mengamati.
3. Memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya kepada instruktur dan instruktur
menjawab dan memberikan penjelasan
tentang aspek penting dalam pemeriksaan
eksternal mata, lapang pandang dan tekanan
intraokuler
3. Praktek bermain 120 menit 4. Mahasiswa dikelompokkan secara
peran dan umpan berpasangan. Satu orang berperan
balik sebagai dokter/pemeriksa dan satu
orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap
21
pasangan.
5. Instruktur memberikan tema khusus
atau keluhan utama kepada pasien dan
selanjutkan ditanyakan oleh pemeriksa.
6. Mahasiswa juga melakukan pemeriksaan
eksternal mata, lapang pandang dan tekanan
intraokuler secara tepat dan saling
bertukar peran sebagai dokter pasien
7. Instruktur berkeliling untuk menilai
dengan daftar tilik setiap mahasiswa
yang berlatih.
8. Mahasiswa bertukar peran secara
serentak dan kemudian instruktur
menilai performa mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang
pendapat/diskusi belum dipahaminya serta instruktur
menjawab dan menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada bagian
yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

22
PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN EKSTERNAL MATA
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
PEMERIKSAAN ANTERIOR BOLA MATA
3 Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan
4 Ruangan dibuat setengah gelap
5 Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi senter 45-60 o dari
temporal mata yang akan diperiksa, dimulai pada mata kanan.
6 Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak mata, lebar
fisura palpebra, posisi bola mata.
7 Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva palpebra superior dan
inferior, konjungtiva bulbi, kornea (amati kejernihan, bentuknya, ukurannya,
kecembungannya, permukaan licin/ kasar, adanya pembuluh darah, pterygium, dan
lain-lain.), kamera okuli anterior, iris (bentuknya, gambarannya, warnanya, adakah
synechia), pupil, lensa (perhatikan letak dan kejernihannya/shadow test, kalau tidak
ada bayangan iris di lensa berarti shadow test negatif, hal ini pada lensa yang jernih
atau pada katarak yang matur, dan sebaliknya), dan vitreus anterior
8 Periksa reflex pupil terhadap cahaya langsung (direct), cahaya tidak langsung
(indirect). Perhatikan pula bentuk pupil, bulat atau tidak, sentral atau tidak.
9 Pemeriksaan eversi pada segmen anterior diawali dengan meminta untuk melihat ke
bawah/ke arah kaki. Kemudian palpebra superior dilipat ke arah luar (eversio),
diamati warna mukosa, adanya benjolan-benjolan sikatriks, benda asing, bangunan-
bangunan folikel, cobble’s stone, dan lain-lain

PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA


10 Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan
tangan (30-50 cm). Mintalah kepada pasien untuk memandang lurus ke depan
11 Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada kornea, kemudian
gerakkan senter dengan membentuk huruf H dan berhenti sejenak pada waktu
senter berada di lateral dan lateral atas, dan lateral bawah (mengikuti six cardinal of

23
gaze).
12 Posisi dan gerakan ke-dua bola mata diamati selama senter digerakkan.

13 Letakkan pensil pada jarak 30cm di depan mata penderita kemudian diminta untuk
mengikuti/melihat ujung pensil yang digerakkan mendekat ke arah hidung
penderita.
14 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
15 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
16 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER


No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
PEMERIKSAAN CARA SUBJEKTIF (PALPASI)
3 Penderita duduk tegak, melirik ke bawah.
4 Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola mata pada kelopak
atas kearah belakang bawah (450) dengan halus dan penuh perasaan. Tiga jari yang
lain bersandar pada kening dan tulang pipi, bandingkan kanan dan kiri.

5 Hasilnya TN, TN+1, TN+2, TN+3 ; TN-1, TN-2, TN-3


PEMERIKSAAN SECARA OBJEKTIF
24
6 Minta penderita tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata penderita ditetesi
Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes
7 Mintalah penderita memandang ke satu titik tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi
ibu jarinya yang diacungkan di atasnya, sehingga sumbu optik mata benar-benar
vertikal.
8 Pemeriksa berada di superior pasien.
9 Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer diletakkan dengan
hati-hati pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar
vertical
10 Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata.
11 Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang ditimbulkan
oleh alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya simpangan jarum
yang dihubungkan pada lempeng tersebut.
12 Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala <3 maka beban perlu
ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram.
13 Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol.

14 Mata diberi obat antibiotic tetes mata


15 Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya.
Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan jarum
tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3 mmHg.

25
16 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
17 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
18 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

PENUNTUN BELAJAR PENILAIAN LAPANG PANDANG DENGAN TES


KONFRONTASI
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh
menekan bola mata.
3 Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama
tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang
pandang pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata
pasien melihat mata pemeriksa.
4 Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral
(sejauh rentangan tangan pemeriksa seolah olah membentuk bidang di tengah tengah
antara pemeriksa dan pasien kemudian digerakan ke central) dari enam arah kardinal.
26
5 Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
6 Kemudian diperiksa mata sebelahnya
7 Menyebutkan hasilnya:
 Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang pandang pemeriksa.
 Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang pemeriksa
(sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)
8 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
9 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
10 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

27
DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN EKSTERNAL MATA

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
PEMERIKSAAN EKSTERNAL MATA 0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN

1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan


2 Melakukan informed consent kepada pasien
B. PEMERIKSAAN ANTERIOR BOLA MATA
3 Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan
4 Ruangan dibuat setengah gelap
Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi
5 senter 45-60odari temporal mata yang akan diperiksa, dimulai
pada mata kanan.
6 Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata

Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva


7 palpebra superior dan inferior, konjungtiva bulbi, kornea, kamera
okuli anterior, iris, pupil, lensadan vitreus anterior
Periksa reflex pupil terhadap cahaya langsung (direct), cahaya
8 tidak langsung (indirect). Perhatikan pula bentuk pupil, bulat
atau tidak, sentral atau tidak.
9 Pemeriksaan eversi pada segmen anterior

C. PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA

Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan


10 jarak jangkauan tangan (30-50 cm). Mintalah kepada pasien
untuk memandang lurus ke depan

11 Arahkan senter pada bola mata dan amati pantulan sinar pada
kornea, kemudian gerakkan senter dengan membentuk huruf
H dan berhenti sejenak pada waktu senter berada di lateral dan
28
lateral atas, dan lateral bawah (mengikuti six cardinal of gaze).

Posisi dan gerakan ke-dua bola mata diamati selama senter


12 digerakkan.

Letakkan pensil pada jarak 30cm di depan mata penderita


13 kemudian diminta untuk mengikuti/melihat ujung pensil yang
digerakkan mendekat ke arah hidung penderita.

D. PENUTUP
14 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
1
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
5
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
6

29
PENUNTUN TILIK PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
PEMERIKSAAN INTRAOKULER 0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan
2 Melakukan informed consent
B. PEMERIKSAAN CARA SUBJEKTIF (PALPASI)
3 Penderita duduk tegak, melirik ke bawah.
Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola
4 mata pada kelopak atas kearah belakang bawah (450) dengan
halus dan penuh perasaan. Tiga jari yang lain bersandar pada
kening dan tulang pipi, bandingkan kanan dan kiri.
5 Hasilnya TN, TN+1, TN+2, TN+3 ; TN-1, TN-2, TN-3
C. PEMERIKSAAN SECARA OBJEKTIF
6 Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata
penderita ditetesi Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes
Penderita diminta memandang ke satu titik tepat diatasnya,
7 dengan cara memfiksasi ibu jarinya yang diacungkan di atasnya,
sehingga sumbu optik mata benar-benar vertikal.
8 Pemeriksa berada di superior pasien.
Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata,
9 kemudian tonometer diletakkan dengan hati-hati pada permukaan
kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar
vertikal.
10 Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola
mata.
11 Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya
indentasi yang ditimbulkan oleh alat tersebut. Besar kecilnya
indentasi menentukan besarnya simpangan jarum yang

30
dihubungkan pada lempeng tersebut.
12 Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala <3 maka
beban perlu ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram.
13 Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol.
14 Mata diberi obat antibiotik tetes mata
15 Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya.
Cara baca dan menuliskan hasil
C. PENUTUP
16 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
1
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
7
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
8

31
DAFTAR TILIK PENILAIAN LAPANG PANDANG DENGAN TES KONFRONTASI

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

PEMERIKSAAN PENILAIAN LAPANG PANDANG DENGAN Penilaian


TES KONFRONTASI 0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan
B. PEMERIKSAAN
2 Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak
tangan tidak boleh menekan bola mata.
Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm,
3 berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan
telapak tangan kanan. Lapang pandang pemeriksa sebagai
referensi. Mata pasien melihat mata pemeriksa.
4 Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari
perifer ke sentral dari enam arah kardinal.
5 Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa.
6 periksa mata sebelahnya
7 Sebutkan hasilnya
C. PENUTUP
8 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
9 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
0

DAFTAR PUSTAKA
32
1. Indrakila, S dkk.Pemeriksaan Mata. Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
2. Manual Keterampilan Klinik Sistem Indera Khusus. 2016. Fakultas Kedokteran Unhas.
Makassar

CSL 3
PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI, PERESEPAN KACA MATA, PEMBERIAN OBAT
TETES MATA DAN APLIKASI SALEP MATA

Oftalmoskopi merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop dinamakan dengan oftalmoskopi / funduskopi. Oftalmoskopi
dibedakan atas 2 langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan dengan kedua jenis oftalmoskop
bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di dalam fundus okuli
dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada oftalmoskop langsung dan dengan kedua mata
dengan oftalmoskopi tidak langsung. Oftalmoskopi langsung memberikan gambaran normal atau
tidak terbalik pada fundus okuli.
Penulisan Resep
OD dan OS atau R dan L. OD merupakan singkatan dari Oculus Dextra yang merupakan istilah
Latin untuk mata kanan. Ini sama artinya dengan R, yang merupakan singkatan dari Right (kanan
dalam bahasa Inggris). Sedangkan OS merupakan singkatan dari Oculus Sinistra, yaitu istilah
Latin untuk mata kiri. Ada beberapa singkatan pada resep yaitu:
a. SPH
Merupakan singkatan dari “sphere”. Ini menunjukkan jumlah kekuatan lensa yang
dibutuhkan oleh mata Anda, bisa lensa plus atau lensa minus. Jika angka yang dituliskan
dalam kolom tersebut memiliki tanda minus (-), artinya Anda rabun jauh. Jika angka yang
dituliskan dalam kolom diikuti dengan tanda plus (+), artinya Anda rabun dekat. Semakin
besar angka yang dituliskan (terlepas dari tanda minus atau plus), maka semakin tebal juga
lensa yang dibutuhkan mata Anda.
b. CYL
Merupakan singkatan dari “cylinder”. Ini menunjukkan apakah Anda mempunyai mata
silinder atau tidak, beserta dengan jumlah kekuatan lensa untuk silinder. Jika tidak ada angka
dituliskan dalam kolom ini, artinya Anda tidak mempunyai mata silinder atau silinder Anda
sangat sedikit sehingga Anda tidak perlu menggunakan kacamata dengan lensa silinder. Jika
dalam kolom ini dituliskan angka yang diikuti dengan tanda minus (-), artinya kekuatan lensa
untuk silinder rabun jauh. Dan, jika angka diikuti dengan tanda plus (+) artinya untuk silinder
rabun dekat.
c. AXIS
Merupakan orientasi dari silinder, yang ditunjukkan dari angka 0 sampai 180 derajat. Jika
mata Anda silinder, nilai axis juga harus dituliskan dengan mengikuti kekuatan silinder.
Biasanya nilai axis dituliskan dengan didahului oleh “x”. Contoh: x120, artinya sudut
kemiringan lensa silinder adalah 120 derajat untuk mengoreksi mata silinder.
d. ADD
33
Merupakan kekuatan pembesar yang ditambahkan di bagian bawah lensa multifokal untuk
mengoreksi presbiopia (rabun tua) atau untuk kebutuhan baca. Angka yang dituliskan dalam
kolom ini selalu dalam kekuatan plus (walaupun mungkin tidak dituliskan tanda plus).
Umumnya berkisar antara +0,75 sampai +3. Dan, biasanya kekuatannya sama pada setiap
mata.

Tujuan Umum :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan funduskopi, peresepan kaca
mata, pemberian obat tetes mata dan aplikasi salep mata

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Pemeriksaan funduskopi
2. Peresepan kacamata
3. Pemberian obat tetes
4. Aplikasi salep mata

Indikasi:
1. Gangguan refraksi
Media dan Alat Bantu pembelajaran
1. Panduan / manual CSL
2. Kursi
3. Meja
4. Oftalmoskopi (funduskopi)
5. Obat tetes mata
6. Salep mata
7. Resep kaca mata
Metode pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa. Seorang


Tanya dan jawab dosen (instruktur) memberikan contoh
bagaimana cara melakukan pemeriksaan

34
funduskopi, peresepan kaca mata,
pemberian obat tetes mata dan aplikasi
salep mata secara tepat.
2. Dosen (instruktur) sebagai dokter dan
seorang mahasiswa lagi sebagai pasien.
Mahasiswa lain wajib menyimak dan
mengamati.
3. Memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya kepada instruktur dan instruktur
menjawab dan memberikan penjelasan
tentang aspek penting dalam pemeriksaan
funduskopi, peresepan kaca mata,
pemberian obat tetes mata dan aplikasi
salep mata
3.Praktek bermain peran 120 Menit 1. Mahasiswa dikelompokkan secara
dan umpan balik berpasangan. Satu orang berperan
sebagai dokter/pemeriksa dan satu
orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap
pasangan.
2. Instruktur memberikan tema khusus
atau keluhan utama kepada pasien dan
selanjutkan ditanyakan oleh pemeriksa.
3. Mahasiswa juga melakukan
pemeriksaan funduskopi, peresepan
kaca mata, pemberian obat tetes mata
dan aplikasi salep mata
4. secara tepat dan saling bertukar peran
sebagai dokter pasien
5. Instruktur berkeliling untuk menilai
dengan daftar tilik setiap mahasiswa
yang berlatih.
6. Mahasiswa bertukar peran secara
serentak dan kemudian instruktur
menilai performa mahasiswa tersebut.
4.Curah pendapat/diskusi 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang
belum dipahaminya serta instruktur
menjawab dan menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada bagian
yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

35
PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
3 Pasien duduk dengan pandangan lurus ke depan
4 Mata penderita ditetesi midriatikum, kemudian ditunggu ± 20 menit.
5 Pemeriksa berdiri di depan samping kanan atau kiri pasien.
6 Putar lensa oftalmoskop sesuai dengan refraksi mata pemeriksa
7 Misalnya pemeriksa adalah miop 2D dan penderita emetrop, pakailah lensa -2 (warna
merah). Bila pemeriksa dan penderita adalah emetrop, pakailah 0.
8 Bila yang diperiksa mata kanan, oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan, gunakan mata
yang kanan juga, jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa dan sebaliknya.
9 Pandangan penderita diminta memfiksasi suatu titik jauh tak terhingga atau ± 6m.
10 Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya, sedangkan jari
telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan ukuran lensa
sehingga dapat diperoleh bayangan yang paling tajam.
11 Pada jarak 30 cm , di depan temporal (±450) mata penderita, sinar oftalmoskop diarahkan
pada pupil mata penderita .
12 \Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari papil N. optik, arteri dan vena
retina sentral, area makula, dan retina perifer.

13 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai


36
14 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
15 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

PENUNTUN BELAJAR PERESEPAN KACAMATA


No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai hasil pemeriksaan subjektif
2 Memberikan anjuran untuk pemakaian kaca mata
3 Ambiillah resep kacamata yang telah tersedia di klinik/ tempat praktek
4 Lingkari ukuran kaca mata (biasa)
5 Tuliskan ukuran kacamata pada kolom tersedia sesuai petunjuk (teori) dan pupil
distance
6 Memberikan resep kepada pasien
7 Memberikan edukasi untuk mengontrol mata tiap 6 bulan sekali / jika terdapat
keluhan
Skenario:
Seorang laki-laki berusia 17 tahun diantar ibunya ke klinik mata,keluhan pandangan kabur
terutama jarak jauh. Pada pemeriksaan VODS : 20/30. Dokter menyarankan pasien untuk
memakai kacamata dengan ukuran mata kiri dan kanan -0,75, silinder(-), jarak antara pupil 64

UKURAN KACA MATA

BIASA

DOUBLE FOCUS

SPH CYL AXIS ADD PD

R -0,75 - - - 64

L -0,75 - - -

Nama Pasien : Ng A.M


37
Umur :17 tahun Dokter memeriksa
PENUNTUN BELAJAR PEMBERIAN OBAT TOPIKAL
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien

OBAT TETES MATA


3
Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita duduk
4 Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata
5
Lebarkan fissura palpebra dengan jari telunjuk dan ibu jari pada mata
6
Teteskan obat pada daerah sclera pasien
7
Instruksikan pasien untuk menutup mata beberapa saat
8 Bersihkan daerah sekitar kelopak mata
SALEP MATA
9
Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita duduk
10 Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata.
11
Tarik fissura palpebra inferior dengan jari telunjuk atau ibu jari
12 Oleskan zalf mata pada daerah konjungtiva palpebra inferior.
13 Instruksikan pasien untuk menutup mata
14 Pasang bebat mata bila perlu
15 Memberitahukan pasien jika telah selesai
16 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

38
DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI

Penilaian
0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
B. PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
3 Pasien duduk dengan pandangan lurus ke depan
4 Mata penderita ditetesi midriatikum, tunggu ± 20 menit.
5 Pemeriksa berdiri di depan samping kanan atau kiri pasien.
6 Putar lensa oftalmoskop sesuai dengan refraksi mata pemeriksa
Bila yang diperiksa mata kanan, oftalmoskop dipegang dengan tangan
7
kanan, gunakan mata yang kanan juga

8 Pandangan penderita diminta memfiksasi suatu titik jauh tak terhingga


atau ± 6m.
Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian
pegangannya, sedangkan jari telunjuk berada pada panel pengatur
9
ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan ukuran lensa sehingga dapat
diperoleh bayangan yang paling tajam.
10 Sinar oftalmoskop diarahkan pada pupil mata penderita .
Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari papil N.
11 optik, arteri dan vena retina sentral, area makula, dan retina
perifer.
C. PENUTUP
12 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai

39
1
Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
3
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
4

DAFTAR TILIK PERESEPAN KACA MATA

Penilaian
0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan mengenai hasil pemeriksaan subjektif
2 Memberikan anjuran untuk pemakaian kaca mata
B. PENULISAN RESEP KACA MATA

3 Ambillah resep kacamata yang telah tersedia di klinik/ tempat


praktek
4 Lingkari ukuran kaca mata (biasa)
5 Tuliskan ukuran kacamata pada kolom tersedia sesuai petunjuk
(teori) dan pupil distance
C. PENUTUP
6 Memberikan resep kepada pasien
7 Memberikan edukasi untuk mengontrol mata tiap 6 bulan sekali /
jika terdapat keluhan

DAFTAR TILIK PEMBERIAN OBAT TOPIKAL

Penilaian
PEMBERIAN OBAT TOPIKAL 0 1 2
A. PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada
40
pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
B. OBAT TETES MATA
Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita
3 duduk

4 Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata

Lebarkan fissura palpebra dengan jari telunjuk dan ibu jari pada
5 mata

6 Teteskan obat pada daerah sclera pasien

7 Instruksikan pasien untuk menutup mata beberapa saat

8 Bersihkan daerah sekitar kelopak mata

C.SALEP MATA

Penderita dibaringkan dengan posisi telentang atau penderita


9 duduk

10 Instruksikan penderita untuk membuka kedua mata.

11 Tarik fissura palpebra inferior dengan jari telunjuk atau ibu jari

12 Oleskan zalf mata pada daerah konjungtiva palpebra inferior.

13 Instruksikan pasien untuk menutup mata


14 Pasang bebat mata bila perlu
D. PENUTUP
15 Memberitahukan pasien jika telah selesai
1
Mengucapkan terima kasih kepada pasien
6

DAFTAR PUSTAKA
1. Indrakila, S dkk.Pemeriksaan Mata. Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
2. Manual Keterampilan Klinik Sistem Indera Khusus. 2016. Fakultas Kedokteran Unhas.
Makassar

41
CSL 4

PEMERIKSAAN THT DAN FUNGSI PENDENGARAN

Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorokan adalah suatu pemeriksaan yang digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan yang terdapat pada organ tersebut. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan tes fungsi
pendengaran dengan menggunakan garpu tala

Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisis telinga, hidung, dan tenggorokan serta fungsi
pendengaran

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pemeriksaan THT dan fungsi pendengaran
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan pemeriksaan fisis
telinga, hidung dan tenggorok serta fungsi pendengaran
3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorok
serta tes fungsi pendengaran
4. Mahasiswa dapat menginterpretasi hasil pemeriksaan fisis telinga, hidung dan tenggorokan
serta tes fungsi pendengaran

Indikasi:
1. Gangguan pendengaran
2. Gangguan penciuman
3. Ganguan menelan
42
Media dan Alat Bantu pembelajaran
1. Panduan / manual CSL
2. Kursi
3. Meja
4. Lampu kepala
5. Spekulum telinga dengan berbagai ukuran
6. Seperangkat garpu tala
7. Aplikator kapas
8. Pinset bayonet
9. pinset lurus
10. Otopneumoscope
11. Speculum hidung dengan berbagai ukuran
12. Spatel lidah
13. Kapas dan Kasa
14. alkohol 70%

Metode pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
3. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


Tanya dan jawab 2. Seorang dosen (instruktur) memberikan
contoh bagaimana cara melakukan
pemeriksaan THT dan fungsi
pendengaran secara tepat. Dosen
(instruktur) sebagai dokter dan seorang
mahasiswa lagi sebagai pasien.
Mahasiswa lain wajib menyimak dan
mengamati.
43
3. Memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya kepada instruktur dan
instruktur menjawab dan memberikan
penjelasan tentang aspek penting dalam
pemeriksan THT dan fungsi
pendengaran
3. Praktek bermain 120 menit 1. Mahasiswa dikelompokkan secara
peran dan umpan berpasangan. Satu orang berperan
balik sebagai dokter/pemeriksa dan satu
orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap
pasangan.
2. Instruktur memberikan tema khusus
atau keluhan utama kepada pasien dan
selanjutkan ditanyakan oleh pemeriksa.
3. Mahasiswa juga melakukan pemeriksaan
THT secara tepat dan saling bertukar peran
sebagai dokter pasien
4. Instruktur berkeliling untuk menilai dengan
daftar tilik setiap mahasiswa yang berlatih.
5. Mahasiswa bertukar peran secara serentak
dan kemudian instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang
pendapat/diskusi belum dipahaminya serta instruktur
menjawab dan menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada bagian
yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

44
DASAR TEORI
1. Pemasangan lampu kepala
Sebelum diletakkan di kepala, ikatan lampu kepala dilonggarkan dengan memutar
pengunci kearah kiri. Posisi lampu diletakkan tepat pada daerah glabella atau sedikit miring
kearah mata yang lebih dominant. Bila lampu kepala sudah berada pada posisi yang benar,
ikatan lampu dieratkan dengan memutar kunci kearah kanan. Pungunci ikatan lampu kepala
harus berada disebelah kanan kepala.
Fokus cahaya lampu diatur dengan memfokuskan cahaya kearah telapak tangan yang
diletakkan kurang lebih 30 cm dari lampu kepala. Besar kecilnya focus cahaya diatur dengan
memutar penutup lampu kepala kearah luar sampai diperoleh focus cahaya lampu yang kecil,
bulat dengan tingkat pencahayaan yang maksimal. Diusahakan agar sudut yang dibentuk oleh
jatuhnya sumber cahaya kearah obyek yang berjarak kurang lebih 30 cm dengan aksis bola
mata, sebesar 15 derajat
2. Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien
Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadapan dengan sedikit menyerong, kedua
lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki penderita. Bila
diperlukan posisi-posisi tertentu penderita dapat diarahkan ke kiri atau kanan. Kepala
penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil yang belum koperatif
selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh orang tuanya pada saat
dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua sementara itu, kaki anak
difiksasi diantara kedua paha orang tua.

PEMERIKSAAN TELINGA

Mula-mula dilakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga,
tanda-tanda peradangan, tumor dan secret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan dilakukan
pada telinga bagian depan dan belakang.

45
Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga,apakah ada nyeri
tekan, nyeri tarik atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler.

Pemeriksaan auskultasi pada telinga dengan menggunakan stetoskop dapat dilakukan pada
kasus-kasus tertentu misalnya pada penderita dengan keluhan tinnitus objektif. Pemeriksaan liang
telinga dan membrane timpani dilakukan dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa
agar diperoleh aksis liang telinga yang sejajar dengan arah pandang mata sehingga keseluruhan
liang telinga sampai permukaan membrane timpani dapat terlihat. Posisi ini dapat diperoleh
dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya
kearah superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior dengan menggunakan jari
telunjuk. Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya
digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan. Pada kasus-kasus dimana kartilago
daun telinga agak kaku atau kemiringan liang telinga terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan
speculum telinga yang disesuaikan dengan besarnya diameter liang telinga. Spekulum telinga
dipegang dengan menggunakan tangan yang bebas.

Pengamatan terhadap membrane timpani dilakukan dengan memperhatikan permukaan


membrane timpani, posisi membrane, warna, ada tidaknya perforasi, refleks cahaya, struktur
telinga tengah yang terlihat pada permukaan membrane seperti manubrium mallei, prosesus
brevis, plika maleolaris anterior dan posterior difiksasi dengan ibu jari dan jari telunjuk, daun
telinga dijepit dengan menggunakan jari tengah dan jari manis tangan kiri, sebaliknya dilakukan
bila akan memeriksa telinga kiri. Selanjutnya pneumoskop dikembang kempiskan dengan
menggunakan tangan kanan. Pada saat pneumoskop dikembang kempiskan, pergerakan
membrane timpani dapat diamati melalui speculum otopneumoskop. Pergerakan membrane
timpani dapat pula diamati dengan menyuruh pasien melakukan Manuver Valsalva yaitu dengan
menyuruh pasien mengambil napas dalam, kemudian meniupkan melalui hidung dan mulut yang
tertutup oleh tangan. Diharapkan dengan menutup hidung dan mulut, udara tidak dapat keluar
melalui hidung dan mulut sehingga terjadi peninggian tekanan udara di dalam nasofaring.
Selanjutnya akibat penekanan udara, ostium tuba yang terdapat dalam rongga nasofaring akan
terbuka dan udara akan masuk ke dalam kavum timpani melalui tuba auditiva

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

Pemeriksaan hidung diawali dengan melakukan inspeksi dan palpasi hidung bagian luar
dan daerah sekitarnya. Inspeksi dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kelainan bentuk
hidung, tanda-tanda infeksi dan sekret yang keluar dari rongga hidung. Palpasi dilakukan dengan
penekanan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada
tidaknya nyeri, massa tumor atau tanda-tanda krepitasi.

Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut dengan
Rhinoskopi anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan cermin nasofaring
yang disebut dengan Rhinoskopi posterior

46
Rhinoskopi anterior
RA dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang disesuaikan dengan besarnya
lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan tangan yang dominant. Spekulum digenggam
sedemikian rupa sehingga tangkai bawah dapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari
tengah, jari manis dan jari kelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung.
Lidah speculum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga
hidung. Di dalam rongga hidung lidah speculum dibuka. Jangan memasukkan lidah speculum
terlalu dalam atau membuka lidah speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan lidah speculum
dari rongga hidung , lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk menghindari
terjepitnya bulu-bulu hidung.
Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung,
konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung,
ada tidaknya massa , benda asing dan secret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka
inferior . Bila ingin melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala.
Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan
palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf “ i “. Pada waktu melakukan
penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata sejajar dengan dasar rongga
hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun
naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf “ i ” . Fenomena Palatum Molle akan
negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum
molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini.
Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas
efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
mengurangi edema mukosa.

Untuk mengetahui mobilitas membrane timpani digunakan otopneumoskop. Bila akan


dilakukan pemeriksaan telinga kanan, speculum otopneumoskop

PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS

Inspeksi dilakukan dengan melihat ada tidaknya pembengkakan pada wajah.


Pembengkakan dan kemerahan pada pipi, kelopak mata bawah menunjukkan kemungkinan
adanya sinusitis maksilaris akut. Pembengkakan pada kelopak mata atas kemungkinan sinusitis
frontalis akut. Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi bagian atas menunjukkan adanya
Sinusitis maksilaris. Nyeri tekan pada medial atap orbita menunjukkan adanya Sinusitis frontalis.
Nyeri tekan di daerah kantus medius menunjukkan adanya kemungkinan sinusitis etmoidalis.

PEMERIKSAAN FARING
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris mulai
dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan berupa, pembengkakan,
47
hiperemis, massa, atau kelainan congenital. Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan
spatel lidah. Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring.
Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak .
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar
lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut

TES FUNGSI PENDENGARAN

Test Garpu Tala


Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan
frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat
diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita.Kekurangannya ialah tidak
dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu
makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala
harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal. Di poliklinik dapat dilakukan empat
macam test garpu tala yaitu :
 Test garis pendengaran
 Test Weber
 Test Rinne
 Test Schwabach

Tes garis pendengaran.


Tujuan test ini adalah untuk mengetahui batas bawah dan batas atas ambang pendengaran.
Telinga kanan dan kiri diperiksa secara terpisah.

Cara pemeriksaan.

Semua garpu tala satu demi satu disentuh secara lunak dan diletakkan kira-kira 2,5 cm di
depan telinga penderita dengan kedua kakinya berada pada garis penghubung meatus acusticus
externus kanan dan kiri. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengarkan
bunyi.Bila penderita mendengar, diberi tanda (+) pada frekwensi yang bersangkutan dan bila
tidak mendengar diberi tanda (-) pada frekwensi yang bersangkutan.telinga kanan tidak
mendengar frekwensi 2. 048 Hz dan 1. 024Hz sedang frekwensi-frekwensi lain dapat didengar,

48
telinga kiri tidak mendengar frekwensi 128 Hz dan 256 Hz, sedangkan frekwensi-frekwensi lain
dapat didengar.
Evaluasi test garis pendengaran. Pada contoh di atas telinga kanan batas atasnya menurun
berarti telinga kanan menderita tuli sensorineural. Pada telinga kiri batas bawahnya meningkat
berarti telinga kiri menderita tuli konduktif.

Contoh hasil pemeriksaan Garis pendengaran :


Ka Frekwensi Ki
- 2.048 +
- 1.024 +
- 512 +
- 256 -
+ 128 -

Test Weber.
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal
hantaran tulang kiri dan kanan akan sama.

a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh diletakkan
pangkalnya pada dahi atau vertex. Penderita ditanyakan apakah mendengar atau tidak. Bila
mendengar langsung ditanyakan di telinga mana didengar lebih keras. Bila terdengar lebih
keras di kanan disebut lateralisasi ke kanan.

b. Evaluasi Tets Weber. Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan

1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal


2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural
3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
5. Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat

Dengan kata lain test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat
menegakkan diagnosa secara pasti.

Test Rinne.
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara
pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang.

49
Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain
pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz disentuh secara lunak pada tangan
dan pangkalnya diletakkan pada planum mastoideum dari telinga yang akan diperiksa.
Kepada penderita ditanyakan apakah mendengar dan sekaligus di instruksikan agar
mengangkat tangan bila sudah tidak mendengar. Bila penderita mengangkat tangan
garpu tala dipindahkan hingga ujung bergetar berada kira-kira 3 cm di depan meatus
akustikus eksternus dari telinga yang diperiksa. Bila penderita masih mendengar
dikatakan Rinne (+). Bila tidak mendengar dikatakan Rinne (-)
b. Evaluasi test rinne. Rinne positif berarti normal atau tuli sensorineural. Rinne negatif
berarti tuli konduktif.
c. Rinne Negatif Palsu. Dalam melakukan test rinne harus selalu hati-hati dengan apa
yang dikatakan Rinne negatif palsu. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural yang
unilateral dan berat.

Pada waktu meletakkan garpu tala di Planum mastoideum getarannya di tangkap oleh
telinga yang baik dan tidak di test (cross hearing). Kemudian setelah garpu tala
diletakkan di depan meatus acusticus externus getaran tidak terdengar lagi sehingga
dikatakan Rinne negatif

+R -

Test Schwabach.
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara lunak
diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita.
Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu sekaligus
diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan. Bila
penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum
pemeriksa.
Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih mendengar dikatakan schwabach
memendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar
harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum
pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke
planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar dengungan.
Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bila masih
mendengar dikatakan schwabach memanjang.
b. Evaluasi test schwabach
 Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural
50
 Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif
 Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak
mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga
penderita normal juga.

51
PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN THT
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien, setelah itu mencuci tangan .
Memakai handscoen jika dibutuhkan
3 Mengatur posisi duduk pasien
Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadapan dengan sedikit menyerong,
kedua lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki
penderita. Bila diperlukan posisi-posisi tertentu penderita dapat diarahkan ke kiri atau
kanan. Kepala penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil
yang belum koperatif selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh
orang tuanya pada saat dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua
sementara itu, kaki anak difiksasi diantara kedua paha orang tua
4 Memasang lampu kepala dan mengatur focus cahaya
Sebelum diletakkan di kepala, ikatan lampu kepala dilonggarkan dengan memutar
pengunci kearah kiri. Posisi lampu diletakkan tepat pada daerah glabella atau sedikit
miring kearah mata yang lebih dominant. Bila lampu kepala sudah berada pada posisi
yang benar, ikatan lampu dieratkan dengan memutar kunci kearah kanan. Pungunci
ikatan lampu kepala harus berada disebelah kanan kepala.
Fokus cahaya lampu diatur dengan memfokuskan cahaya kearah telapak tangan yang
diletakkan kurang lebih 30 cm dari lampu kepala. Besar kecilnya focus cahaya diatur
dengan memutar penutup lampu kepala kearah luar sampai diperoleh focus cahaya
lampu yang kecil, bulat dengan tingkat pencahayaan yang maksimal.
PEMERIKSAAN TELINGA
5 Pemeriksaan dilakukan di kedua telinga dan dimulai dengan pemeriksaan telinga
yang sehat
6 Inspeksi telinga luar
perhatikan apakah ada kelainan bentuk telinga, tanda-tanda peradangan, tumor dan
secret yang keluar dari liang telinga. Pengamatan dilakukan pada telinga bagian
depan dan belakang.
7 Palpasi telinga luar
 Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah depan dan
belakang telinga untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada telinga
 Menarik aurikula untuk menilai ada tidaknya nyeri
8 Otoskopi:
 Melakukan pemilihan spekulum telinga yang tepat
 Memegang dan memposisikan daun telinga yang akan diperiksa
 Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam liang telinga
 Menilai keadaan liang telinga : adanya serumen, secret dan peradangan
 Memasukan spekulum telinga ke dalam liang telinga
 Menilai keadaan gendang telinga : intak atau perforasi
 Mengeluarkan spekulum teling dari dalam liang telinga
 Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula
51
PEMERIKSAAN PADA HIDUNG
9 Inspeksi hidung luar dan sekitarnya : dorsum nasi, adanya edema, defromitas,
simetris, tanda alergi
 Palpasi
Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah pangkal
hidung, pipi, supra orbitalis dan daerah interkantus untuk menilai adanya
kelainan-kelainan pada hidung dan sinus paranasalis.
Menilai apakah terdapat nyeri tekan, krepitasi
 Rinoskopi anterior
 Melakukan pemilihan spekulum hidung yang tepat
 Memegang dan memasukkan spekulum hidung ke dalam rongga
hidung
 Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam rongga hidung
 Menilai struktur di dalam rongga hidung : menilai adanya polip /
tidak, secret, konka
 Melihat fenomena “palatum molle”
 Mengeluarkan spekulum hidung dari rongga hidung
 Faringoskopi
 Penderita diinstruksikan membuka mulut
 Lakukan penekanan lidah dengan spatel lidah
 Tampak memperhatikan keadaan cavum oris sampai orofaring
 Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah
mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai
adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut
PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN
10  Tes Rinne
o Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut.
o Letakkan pada planum mastoid.
o Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak
mendengar bunyi dari garpu tala atau sebaliknya
o Pindahkan garpu tala ke depan telinga yang sedang diperiksa bila
penderita sudah tidak mendengar
o Tes dilakukan pada kedua telinga
o Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
 Tes Weber
o Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut.
o Letakkan pada dahi atau vertex
o Penderita diinstruksikan untuk menyebutkan telinga mana yang lebih
jelas mendengar bunyi
o Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
 Tes Schwabach
o Getarkan garpu tala frekwensi 256 atau 512 Hz dengan lembut.
o Letakkan pada planum mastoid.

52
o Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila sudah tidak
mendengar bunyi dari garpu tala atau sebaliknya
o Pindahkan garpu tala ke planum mastoid pemeriksa bila penderita
sudah tidak mendengar
o Tes dilakukan pada kedua telinga
o Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan

11 Melepaskan handscoen, mencuci tangan dan menjelaskan kepada pasien jika


pemeriksaan telah selesai

53
DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN THT DAN FUNGSI PENDENGARAN

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
0 1 2
A. PENGANTAR
1 Menjelaskan tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2
Melakukan informed consent kepada pasien
3
Melakukan cuci tangan 6 langkah
B. PEMERIKSAAN THT
PERSIAPAN
4  Atur posisi duduk penderita
 Pasang lampu kepala
 Atur fokus lampu kepala
PEMERIKSAAN TELINGA
 Inspeksi telinga luar
 Palpasi telinga luar
 Otoskopi:
5 PEMERIKSAAN HIDUNG
 Inspeksi hidung luar dan sekitarnya
 Palpasi
 Rinoskopi anterior
 Faringoskopi
PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN
6  Tes Rinne
 Tes Weber
 Tes Schwabach

54
7 Mencuci tangan dan menjelaskan kepada pasien jika
pemeriksaan telah selesai

55
CSL 5

PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN, PENGAMBILAN SERUMEN, PENGAMBILAN


BENDA ASING DI TELINGA DAN HIDUNG, TINDAKAN UNTUK EPISTAKSIS

Secara garis besar, penatalaksanaan impaksi serumen dibagi menjadi 2, yaitu : pemberian
seruminolitik dan evakuasi serumen secara manual (irigasi atau menggunakan
hook/curette/suction). Kombinasi dari tindakan tersebut dapat dilakukan (seruminolitik diikuti
dengan evakuasi manual, atau irigasi diikuti dengan evakuasi manual).
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari cabang ethmoid dari arteri karotis interna
serta cabang maksilaris internal dan fasialis dari arteri karotis eksterna. Epistaksis dibedakan
menjadi epistaksis anterior dan posterior. Penggolongan ini menentukan penanganan selanjutnya.
Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior, di mana asal perdarahan biasanya
adalah pada area pleksus Kiesselbach’s.
Benda asing sering terhenti dan menyumbat liang telinga di area sambungan tulang dan
kartilago, di mana di daerah itu secara anatomis liang telinga mengalami penyempitan
Benda asing di hidung biasanya terjepit di bawah konka inferior atau di sisi nasal superior
fossa di sebelah anterior konka media. Pasien dengan benda asing dalam hidung sering datang
dengan keluhan keluarnya discharge berbau busuk dari salah satu lubang hidung. Benda asing
dalam hidung sering berupa biji-bijian, kancing baju, bagian mainan, kelereng atau baterai.

Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan keseimbangan, pengambilan serumen, pengambilan


benda asing di telinga dan hidung, tindakan untuk epistaksis

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pemeriksaan keseimbangan, pengambilan serumen, pengambilan benda asing di telinga dan
hidung, tindakan untuk epistaksis
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan pemeriksaan
keseimbangan, pengambilan serumen, pengambilan benda asing di telinga dan hidung,
tindakan untuk epistaksis
3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan keseimbangan, pengambilan serumen,
pengambilan benda asing di telinga dan hidung, tindakan untuk epistaksis .
56
4. Mahasiswa dapat menginterpretasi hasil pemeriksaan keseimbangan, pengambilan serumen,
pengambilan benda asing di telinga dan hidung, tindakan untuk epistaksis.

Indikasi:
1. Gangguan keseimbangan
2. Serumen obturans
3. Corpus alienum

Media dan Alat Bantu pembelajaran


1. Lampu kepala
2. Spekulum telinga dengan berbagai ukuran
3. Aplikator kapas
4. Pinset bayonet dan pinset lurus
5. Otopneumoscope
6. Speculum hidung dengan berbagai ukuran
7. Kapas dan Kasa
8. alkohol 70%
9. serumen hook

Metode pembelajaran :
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
3. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


Tanya dan jawab 2. Seorang dosen (instruktur) memberikan
contoh bagaimana cara melakukan
pemeriksaan keseimbangan,
pengambilan serumen, pengambilan
benda asing di telinga dan hidung,
tindakan untuk epistaksis secara tepat.
57
Dosen (instruktur) sebagai dokter dan
seorang mahasiswa lagi sebagai pasien.
Mahasiswa lain wajib menyimak dan
mengamati.
3. Memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya kepada instruktur dan instruktur
menjawab dan memberikan penjelasan
tentang aspek penting dalam pemeriksaan
keseimbangan, pengambilan serumen,
pengambilan benda asing di telinga dan
hidung, tindakan untuk epistaksis
3. Praktek bermain 120 menit 4. Mahasiswa dikelompokkan secara
peran dan umpan berpasangan. Satu orang berperan
balik sebagai dokter/pemeriksa dan satu
orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap
pasangan.
5. Instruktur memberikan tema khusus
atau keluhan utama kepada pasien dan
selanjutkan ditanyakan oleh pemeriksa.
6. Mahasiswa juga melakukan
pemeriksaan keseimbangan,
pengambilan serumen, pengambilan
benda asing di telinga dan hidung,
tindakan untuk epistaksis secara tepat
dan saling bertukar peran sebagai
dokter pasien
7. Instruktur berkeliling untuk menilai
dengan daftar tilik setiap mahasiswa
yang berlatih.
8. Mahasiswa bertukar peran secara

58
serentak dan kemudian instruktur
menilai performa mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang
pendapat/diskusi belum dipahaminya serta instruktur
menjawab dan menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada bagian
yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

DASAR TEORI

59
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN

Ada beberapa tes yang dapat digunakan dalam menilai fungsi keseimbangan.

TES HEADSHAKE NYSTAGMUS (HSN)


Pasien diminta untuk menundukkan kepala 30 derajat. Goyangkan kepala pasien ke kanan dan ke
kiri secepat mungkin selama 30 detik (mata pasien terbuka)

Hasil :
Nistagmus horizontal arah ke sisi sehat pada beberapa detik pertama
Nistagmus horizontal arah ke sisi lesi terjadi 20 detik setelah headshake
HSN berkorelasi baik dengan kelainan vestibuler perifer

TES DYNAMIC VISUAL ACUITY


Pasien diminta untuk membaca huruf pada Snellen eye chart (seperti memeriksa visus mata),
tandai pada garis kemampuan membaca maksimal
Goyangkan kepala ke kanan dan ke kiri pada kecepatan 2 Hz (seperti tes headshake) sambil
pasien diminta membaca chart tadi Kehilangan kemampuan membaca lebih dari 2 garis
menandakan adanya hipofungsi vestibuler bilateral

TES HEAD THRUST (HEAD IMPULSE)


Pasien diminta menundukkan kepala 30 derajat, Kemudian pasien diminta untuk menoleh ke
lateral 15-30 derajat, tetapi mata tetap fokus ke target pusat (mis. Ke hidung pemeriksa). Dengan
cepat kepala pasien digerakkan kembali ke pusat, mata tetap fokus ke target pusat Perhatikan
apakah ada gerakan sakadik pada mata pasien akibat kurangnya fiksasi visual pada saat tes

Berkurangnya fiksasi visual behubungan dengan menurunnya fungsi kanalis semisirkularis


ipsilateral (sisi lesi)

TES ROMBERG
Tes screening untuk keseimbangan berdiri
Pasien diminta untuk berdiri dengan kaki sejajar, kedua tangan menyilang di dada
Bandingkan pada saat mata terbuka dan mata tertutup masing-masing selama 30 detik

MEMBERSIHKAN SERUMEN

60
Serumen merupakan substansi alamiah yang berfungsi membersihkan, melindungi dan
melembabkan kanalis auditorius eksternus. Serumen terbentuk bila sekresi kelenjar-kelenjar di
1/3 lateral kanal bercampur dengan epitel skuamous yang mengalami deskuamasi, debu, partikel
asing dan sisa-sisa rambut dalam liang telinga. Normalnya, serumen dikeluarkan oleh
mekanisme pembersihan sendiri (selfcleaning mechanism) dan gerakan rahang, yang
menyebabkan serumen bermigrasi keluar dari liang telinga. Sebagian besar serumen asimtomatis.
Serumen mempunyai beberapa efek menguntungkan, yaitu melindungi dan melembabkan liang
telinga serta mempunyai efek bakteriosid, sehingga keberadaan serumen tidak perlu selalu
dibersihkan.

Akumulasi serumen, dan selanjutnya impaksi serumen, disebabkan oleh kegagalan


selfcleaning mechanism, menyebabkan keluhan-keluhan seperti nyeri, gatal, rasa penuh dalam
telinga, tinnitus, telinga berbau, batuk dan pusing, serta gangguan pendengaran.Selain itu,
impaksi serumen akan mengganggu pemeriksaan kanalis auditorius, visualisasi membrana
timpani dan telinga tengah. Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi impaksi serumen,
yaitu :
1. Pada orang tertentu, produksi serumen bisa berlebihan.
2. Pertumbuhan rambut berlebihan dalam liang telinga, sehingga mengganggu selfcleaning
mechanism.
3. Penggunaan alat bantu dengar yang menghalangi keluarnya serumen dari liang telinga.
4. Kebiasaan penggunaan lidi kapas untuk membersihkan liang telinga justru akan makin
mendorong serumen masuk ke liang telinga lebih dalam dan memadat.
5. Penyakit kulit pada liang telinga, otitis eksterna rekuren, keratosis obturans, riwayat
radioterapi telinga, riwayat timpanoplasti/ miringoplasti atau mastoidektomi dan retardasi
mental.

Terhadap pasien yang datang dengan impaksi serumen, dokter harus menanyakan riwayat
klinis dan menilai adanya faktor-faktor yang akan mempengaruhi penatalaksanaan, yaitu :
1. Ada tidaknya perforasi membrana timpani.

61
2. Kelainan anatomi kanalis auditorius eksternus congenital atau akuisita, seperti stenosis dan
eksostosis, otitis eksterna kronis, kelainan kraniofasial (misalnya Down Syndrome, pasca
trauma/ pembedahan).
3. Diabetes
4. Keadaan immunocompromised
5. Terapi antikoagulan.

Secara garis besar, penatalaksanaan impaksi serumen dibagi menjadi 2, yaitu : pemberian
seruminolitik dan evakuasi serumen secara manual (irigasi atau menggunakan
hook/curette/suction). Kombinasi dari tindakan tersebut dapat dilakukan (seruminolitik diikuti
dengan evakuasi manual, atau irigasi diikuti dengan evakuasi manual).

MENGAMBIL BENDA ASING DI TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK


Pasien dengan benda asing di telinga, hidung atau tenggorok biasanya adalah anak-anak,
penderita retardasi mental atau lanjut usia. Usia anak-anak menjadi faktor predisposisi utama
karena :
1. Rasa ingin tahu sangat besar, kegemaran mengeksplorasi bagian-bagian tubuhnya sendiri.
2. Suka menaruh benda-benda kecil di mulut.
3. Anak sering bermain, berlari, berteriak atau menangis dengan objek berada di dalam mulut.

62
4. Belum mempunyai molar untuk mengunyah makanan secara adekuat.

Pengambilan benda asing tergantung pada beberapa faktor, yaitu lokasi benda asing,
material benda asing (benda asing yang lunak dan ireguler lebih mudah dijepit), ketersediaan
alat, penerangan yang adekuat, keterampilan dokter dan kerja sama pasien.

a. Benda asing dalam telinga


Benda asing sering terhenti dan menyumbat liang telinga di area sambungan tulang dan
kartilago, di mana di daerah itu secara anatomis liang telinga mengalami penyempitan. Tindakan
evakuasi benda asing dalam liang telinga dapat sangat menyakitkan karena liang telinga pars
cartilaginea dan pars ossea hanya dilapisi oleh periosteum dan kulit yang tipis. Terlebih pars
ossea, sangat sensitif terhadap nyeri akibat instrumentasi, karena kulit yang tipis kurang mampu
berfungsi sebagai bantalan peredam trauma.
Terdapat beberapa teknik removal benda asing dalam telinga, tergantung pada kondisi klinis,
material benda asing dan pengalaman dokter.
1) Irigasi dengan air
2) Menggunakan forcep alligator, cerumen hook, foreign body remover,suction catheter atau
aplikator dengan lem (superglue) di ujungnya.

Gambar Lokasi benda asing di kanalis auditorius eksternus

63
Gambar Lokasi benda asing di hidung, nasofaring dan trakea
Benda asing dalam hidung:

Benda asing di hidung biasanya terjepit di bawah konka inferior atau di sisi nasal superior
fossa di sebelah anterior konka media. Pasien dengan benda asing dalam hidung sering datang
dengan keluhan keluarnya discharge berbau busuk dari salah satu lubang hidung. Benda asing
dalam hidung sering berupa biji-bijian, kancing baju, bagian mainan, kelereng atau baterai.
Sebelum dilakukan pengambilan benda asing, aplikasikan kapas yang ditetesi 0.5%
phenylephrine untuk mengurangi oedema mukosa dan lidokain topikal untuk mengurangi nyeri.
Benda asing diangkat menggunakan forcep, hook, cerumen loop, atau suction catheter. Sedasi
tidak dianjurkan dalam pengambilan benda asing di hidung karena menurunkan reflek batuk dan
muntah, sehingga meningkatkan risiko aspirasi.

c. Benda asing dalam tenggorok :


Benda asing dalam tenggorok merupakan kondisi kegawatdaruratan medis karena risiko
terjadinya obstruksi jalan nafas dan respiratory distress.

64
Pasien dengan benda asing di tenggorok yang tidak menyebabkan obstruksi biasanya datang
dengan riwayat tersedak, disfagia, odynofagia atau disfonia. Pemeriksaan radiologi dapat
membantu menentukan letak benda asing yang bersifat radioopak (misalnya koin, kancing atau
batu baterai), akan tetapi banyak benda asing yang radiolusen, misalnya bolus makanan atau duri
ikan.

Usaha untuk mengeluarkan benda asing di tenggorokan sering sulit karena adanya refleks
muntah. Karena jalan nafas harus terlindungi, penanganan benda asing di tenggorok sering
memerlukan intervensi pemberian sedatif dan pengambilan menggunakan endoskopi.
Komplikasi tindakan di antaranya adalah obstruksi jalan nafas, edema laring dan mendorong
benda asing ke area subglotis, oesophagus atau trakea

MENGHENTIKAN PERDARAHAN HIDUNG (EPISTAKSIS)


1) Anatomi dan vaskularisasi cavum nasi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari cabang ethmoid dari arteri karotis interna
serta cabang maksilaris internal dan fasialis dari arteri karotis eksterna. Epistaksis dibedakan
menjadi epistaksis anterior dan posterior. Penggolongan ini menentukan penanganan selanjutnya.
Sebagian besar kasus epistaksis adalah epistaksis anterior, di mana asal perdarahan biasanya
adalah pada area pleksus Kiesselbach’s.
• Epistaksis posterior biasanya berasal dari cavum nasi posterior yang divaskularisasi oleh
percabangan arteria sphenopalatina. Epistaksis posterior terjadi di belakang konkha
media atau di bagian posterior superior atap kavum nasi.

65
Gambar Anatomi dan vaskularisasi septum nasi

2) Etiologi epistaksis

Penyebab lokal Penyebab sistemik

- Sinusitis kronis - Hemofili

- Epistaksis digitorum (nose picking) - Hipertensi

- Benda asing di hidung - Keganasan hematologi (mis : leukemia)

- Neoplasma atau polip - Penyakit hati (mis : sirosis hepatis)

- Iritasi (mis : asap rokok, bahan kimia) - Obat (mis : aspirin, antikoagulan,
antiinflamasi non steroid)

66
- Obat (mis : kortikosteroid topikal) - Gangguan kualitas trombosit

- Rhinitis - Trombositopenia

- Deviasi septum Faktor lingkungan

- Perforasi septum - Kelembaban rendah

- Trauma - Alergen

- Malformasi vascular (teleangiektasia) Idiopatik

3) Penatalaksanaan epistaksis
Gejala epistaksis anterior jelas terlihat dengan keluarnya darah dari lubang hidung,
sementara epistaksis posterior dapat asimtomatis atau muncul sebagai nausea, hematemesis atau
melena (karena tertelannya darah), hemoptisis atau anemia (akibat perdarahan kronis).

Penatalaksanaan umum
Penanganan awal adalah :
▪ Melakukan kompresi nostril (memberikan tekanan langsung ke area septum dan melakukan
tamponade anterior menggunakan kapas yang dibasahi dekongestan topikal).
▪ Tekanan langsung dilakukan minimal selama 5 menit sampai 20 menit.
▪ Kepala pasien sedikit menunduk untuk mencegah darah terkumpul di pharing posterior yang
akan merangsang mual dan obstruksi jalan nafas.
▪ Bila perdarahan belum berhenti, harus dicari sumber perdarahan.
▪ Prosedur pemeriksaan: pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, pasien
duduk dengan setengah menengadahkan kepala. Dokter menggunakan headlamp dan
spekulum nasal untuk memvisualisasikan kavum nasi secara optimal. Kavum nasi anterior
dibersihkan dari bekuan darah dan benda asing menggunakan irigasi, forcep atau aplikator
kapas.
▪ Adanya perdarahan difus, memancar, sumber perdarahan multipel atau perdarahan berulang
menunjukkan kemungkinan penyebab sistemik seperti hipertensi, koagulopati atau
penggunaan antikoagulansia. Diperlukan pemeriksaan laboratorium lanjutan, seperti
pemeriksaan jumlah trombosit, waktu perdarahan (BT), waktu pembekuan (CT), waktu
67
prothrombin (PPT) dan waktu thromboplastin parsial (APTT) untuk membantu menentukan
penyebab perdarahan.
▪ Epistaksis posterior lebih jarang terjadi dibandingkan epistaksis anterior, dan biasanya harus
ditangani oleh dokter spesialis THT.

Prosedur pemasangan tampon anterior :


Tampon kapas/ rol tampon dibasahi dengan vasokonstriktor dan anestetikum lokal, kemudian
dimasukkan ke dalam kavum nasi anterior. Dilakukan penekanan langsung ke area perdarahan
minimal selama 5 menit, kemudia tampon diangkat dan dilakukan inspeksi kembali untuk
menilai apakah masih terjadi perdarahan.
Jika penatalaksanaan lokal tidak dapat menghentikan epistaksis anterior, perlu dilakukan
tamponade anterior (nasal packing). Tampon diinsersikan dengan bantuan pinset bayonet dan
spekulum nasal, membentuk susunan berlapis seperti akordion sejauh mungkin masuk ke dalam
hidung. Tiap lapisan ditekan perlahan sampai cukup padat sebelum lapisan berikutnya
diinsersikan

68
Gambar Tampon dijepit dengan pinset bayonet dan dimasukkan ke dalam kavum nasi
anterior

Gambar 26B. Lapisan pertama diinsersikan di sepanjang dasar kavum nasi,


kemudian pinset dan spekulum dikeluarkan

69
Gambar Dengan spekulum digunakan untuk menekan lapisan bawah supaya tidak bergeser,
lapisan berikutnya disisipkan hingga cukup padat, membentuk susunan bertumpuk seperti
akordion, dilakukan sampai kavum nasi anterior pen

70
PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
2 TES HEADSHAKE NYSTAGMUS
- Pasien diminta untuk menundukkan kepala 30 derajat.
- Goyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri secepat mungkin
selama 30 detik (mata pasien terbuka)
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
3 TES DYNAMIC VISUAL ACUITY
- Pasien diminta untuk membaca huruf pada Snellen eye chart
(seperti memeriksa visus mata), tandai pada garis kemampuan
membaca maksimal
- Goyangkan kepala ke kanan dan ke kiri pada kecepatan 2 Hz
(seperti tes headshake) setelah itu pasien diminta membaca chart
tadi
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
4 TES HEAD THRUST (HEAD IMPULSE)
- Pasien diminta menundukkan kepala 30 derajat, Kemudian
pasien diminta untuk menoleh ke lateral 15-30 derajat, tetapi
mata tetap fokus ke target pusat (mis. ke hidung pemeriksa).
- Dengan cepat kepala pasien digerakkan kembali ke pusat, mata
tetap fokus ke target pusat
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
5 TES ROMBERG
- Pasien diminta untuk berdiri dengan kaki sejajar, kedua tangan
menyilang di dada
- Bandingkan pada saat mata terbuka dan mata tertutup masing-
masing selama 30 detik
6 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
7 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
8 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

PENUNTUN BELAJAR PENGAMBILAN SERUMEN


No Langkah Klinik
1 Melakukan anamnesis mendalam untuk mengetahui riwayat perforasi

69
membrana timpani, infeksi telinga tengah atau keluarnya discharge dari
dalam telinga.
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset ke
pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien
3 Mencuci tangan dan memakai handscoen
4 Melakukan pemeriksaan kanalis auditorius eksternus dengan seksama
untuk menilai bentuk dan ukuran liang telinga, mengetahui ada tidaknya
infeksi liang telinga, perkiraan beratnya sumbatan dan keadaan membrana
timpani (bila memungkinkan).
5 Menilai tipe serumen (kering/ basah/ keras/ padat/ lunak/ lengket), dan
menentukan teknik pengambilan yang akan dipakai
6 Menilai perlu tidaknya penggunaan seruminolitik sebelum pengambilan
serumen
7 Memastikan peralatan dalam keadaan baik dan lengkap serta siap dipakai
(misalya untuk irigasi : mengecek kondisi syringe, suhu air, arah dan
kuatnya pancaran air dari syringe).
PENGAMBILAN SERUMEN DENGAN IRIGASI.
8 Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga pasien
9 Ujung syringe harus tumpul
10 Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti suhu badan
(untuk mencegah stimulasi apparatus vestibular)
Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik. Minta pasien untuk
memegangi mangkuk bengkok di bawah daun telinganya.
11 Pasien diminta untuk sedikit menundukkan kepala. Daun telinga (pinna)
ditarik ke atas dan ke belakang supaya kanalis auditorius eksternus lurus
dan bagian dalam kanal terlihat jelas
12 Cairan irigasi yang sudah dihangatkan (suhu 37-38oC) diaspirasi ke dalam
syringe, tempatkan mulut syringe tepat di luar meatus auditorius eksternus
dan diarahkan ke atap liang telinga
13 Air disemprotkan perlahan ke arah dinding/ atap kanal bagian posterior-
superior (jangan menyemprotkan air ke arah membrana timpani, karena
justru akan makin mendorong serumen masuk lebih dalam)
14 Jika perlu, tutup liang telinga dengan bola kapas untuk menyerap air yang
masih tersisa
15 Menjelaskan hasil tindakan kepada pasien
16 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

70
PENUNTUN BELAJAR PENGAMBILAN BENDA ASING DI TELINGA
DAN HIDUNG
No Langkah Klinik
PENGAMBILAN BENDA ASING DI TELINGA
1 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset ke
pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien
2 Mencuci tangan dan memakai handscoen
3 Irigasi dengan air jika benda asing berupa cairan
4 Menggunakan forcep alligator /cerumen hook/foreign body
remover/suction catheter atau aplikator dengan lem (superglue) di ujungnya
5 Pengambilan benda asing dalam liang telinga dapat dilakukan dengan atau
tanpa anestesi lokal. Anestesi yang dapat diberikan adalah anestesi topikal
jenis spray
6 Benda asing berupa serangga dibunuh lebih dahulu dengan menuangkan
alkohol 70%, Xylocain atau minyak mineral ke dalam liang telinga (kecuali
jika terdapat perforasi membrana timpani). Setelah mati barulah
dikeluarkan menggunakan forcep atau suction
7 Bila benda asing berbentuk bulat sulit untuk dijepit, pergunakan hook.
Hook dilewatkan di belakang benda asing sehingga ujung kait berada di
belakang benda asing, kemudian perlahan-lahan kait ditarik keluar
8 Bila benda asing yang berukuran cukup besar sehingga tidak ada ruang
untuk menyisipkan instrumen, atau berada terlalu dekat dengan membrana
timpani sementara pasien cukup kooperatif, dapat dipergunakan aplikator
kayu dengan ujung aplikator diberikan lem (superglue). Biarkan lem
mengeras selama ± 10 detik, kemudian ditarik perlahan keluar.

9 Suction dipergunakan bila benda asing berukuran kecil, ringan dan mudah
berpindah
10 Irigasi dilakukan bila benda asing tidak terjepit dalam dinding liang telinga
11 Aseton dapat digunakan untuk melunakkan benda asing dari styrofoam
atau yang mengandung cyanoacrylate (misalnya lem)
12 Setelah pengambilan benda asing dalam liang telinga, berikan tetes telinga
antibiotik untuk mencegah infeksi
13 Pada anak-anak, bila usaha pertama tidak berhasil mengeluarkan benda
asing, hendaknya pasien segera dirujuk
PENGAMBILAN BENDA ASING DIHIDUNG
14 Sebelum dilakukan pengambilan benda asing, aplikasikan kapas yang
ditetesi 0.5% phenylephrine untuk mengurangi oedema mukosa dan
lidokain topikal untuk mengurangi nyeri

71
15 Benda asing diangkat menggunakan forcep/hook/cerumen loop, atau
suction catheter
16 Membuka handscoen dan mencuci tangan
17 Menjelaskan hasil tindakan kepada pasien
18 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

PENUNTUN BELAJAR TINDAKAN UNTUK EPISTAKSIS


No Langkah Klinik
1 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset ke
pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien
2 Mencuci tangan dan memakai handscoen
PENANGANAN AWAL
3 Melakukan kompresi nostril (memberikan tekanan langsung ke area
septum dan melakukan tamponade anterior menggunakan kapas yang
dibasahi dekongestan topikal)
4 Tekanan langsung dilakukan minimal selama 5 menit sampai 20 menit
5 Kepala pasien sedikit menunduk untuk mencegah darah terkumpul di
pharing posterior yang akan merangsang mual dan obstruksi jalan nafas
6 Bila perdarahan belum berhenti, harus dicari sumber perdarahan
PROSEDUR PEMERIKSAAN
7 pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, pasien duduk
dengan setengah menengadahkan kepala
8 Dokter menggunakan headlamp dan spekulum nasal untuk
memvisualisasikan kavum nasi secara optimal
9 Kavum nasi anterior dibersihkan dari bekuan darah dan benda asing
menggunakan irigasi, forcep atau aplikator kapas
PROSEDUR PEMASANGAN TAMPON ANTERIOR
10 Tampon kapas/ rol tampon dibasahi dengan vasokonstriktor dan
anestetikum lokal, kemudian dimasukkan ke dalam kavum nasi anterior
11 Dilakukan penekanan langsung ke area perdarahan minimal selama 5
menit, kemudian tampon diangkat dan dilakukan inspeksi kembali untuk
menilai apakah masih terjadi perdarahan dapat menggunakan AgNO3 15
% dengan menggunakan kapas
12 Jika penatalaksanaan lokal tidak dapat menghentikan epistaksis anterior,
perlu dilakukan tamponade anterior (nasal packing)
13 Tampon diinsersikan dengan bantuan pinset bayonet dan spekulum nasal,
membentuk susunan berlapis seperti akordion sejauh mungkin masuk ke
dalam hidung. Tiap lapisan ditekan perlahan sampai cukup padat sebelum
lapisan berikutnya diinsersikan

72
14 Membuka handscoen dan mencuci tangan
15 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
16 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
0 1 2
LANGKAH KLINIK
TES KESEIMBANGAN
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada
pasien

2 TES HEADSHAKE NYSTAGMUS


- Pasien diminta untuk menundukkan kepala 30 derajat.
- Goyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri secepat
mungkin selama 30 detik (mata pasien terbuka)
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
3 TES DYNAMIC VISUAL ACUITY
- Pasien diminta untuk membaca huruf pada Snellen eye
chart (seperti memeriksa visus mata), tandai pada garis
kemampuan membaca maksimal
- Goyangkan kepala ke kanan dan ke kiri pada kecepatan 2
Hz (seperti tes headshake) setelah itu pasien diminta
membaca chart tadi
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
4 TES HEAD THRUST (HEAD IMPULSE)
- Pasien diminta menundukkan kepala 30 derajat,
Kemudian pasien diminta untuk menoleh ke lateral 15-
30 derajat, tetapi mata tetap fokus ke target pusat (mis.
ke hidung pemeriksa).

73
- Dengan cepat kepala pasien digerakkan kembali ke
pusat, mata tetap fokus ke target pusat
- Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan
5 TES ROMBERG
- Pasien diminta untuk berdiri dengan kaki sejajar, kedua
tangan menyilang di dada
- Bandingkan pada saat mata terbuka dan mata tertutup
masing-masing selama 30 detik
6 Memberitahukan pasien jika pemeriksaan telah selesai
7 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
8 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

DAFTAR TILIK PENGAMBILAN SERUMEN

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

PENGAMBILAN SERUMEN Penilaian


0 1 2
A. PENDAHULUAN
1 Melakukan anamnesis mendalam
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset
ke pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan
kepada pasien
3 Mencuci tangan dan memakai handscoen
4 Melakukan pemeriksaan kanalis auditorius eksternus
5 Menilai tipe serumen
6 Menilai perlu tidaknya penggunaan seruminolitik sebelum
pengambilan serumen
7 Menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan kepada pasien
8 Memastikan peralatan dalam keadaan baik dan lengkap serta siap

74
dipakai
B. MEMBERSIHKAN SERUMEN DENGAN CARA IRIGASI
1 Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga
pasien
2 Ujung syringe harus tumpul
3 Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti
suhu badan (untuk mencegah stimulasi apparatus vestibular)
4 Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik
5 Pasien diminta untuk sedikit menundukkan kepala.
6 Cairan irigasi yang sudah dihangatkan (suhu 37-38oC) diaspirasi
ke dalam syringe, tempatkan mulut syringe tepat di luar meatus
auditorius eksternus dan diarahkan ke atap liang telinga
7 Air disemprotkan perlahan ke arah dinding/ atap kanal bagian
posterior-superior
8 Aliran air di antara membrana timpani dan serumen akan
mendorong serumen keluar
9 Bila belum berhasil, lakukan sekali lagi.
10 Hentikan bila pasien mengeluh nyeri, pusing atau mual
11 Sebaiknya prosedur dilakukan secara lembut tapi cepat
12 Setelah serumen keluar, keringkan liang telinga menggunakan
kapas bertangkaI
13 Jika perlu, tutup liang telinga dengan bola kapas untuk
menyerap air yang masih tersisa
14 Menjelaskan hasil tindakan kepada pasien
15 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

DAFTAR TILIK PENGAMBILAN BENDA ASING DI TELINGA DAN


HIDUNG

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

PENGAMBILAN BENDA ASING DI TELINGA DAN HIDUNG Penilaian

75
0 1 2
A. PENGAMBILAN BENDA ASING DI TELINGA
1 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset
ke pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan
kepada pasien
2 Mencuci tangan dan memakai handscoen
3 Irigasi dengan air
4 Menggunakan forcep alligator/cerumen hook/foreign body
remover/suction catheter atau aplikator dengan lem (superglue)
di ujungnya
5 Pengambilan benda asing dalam liang telinga dapat dilakukan
dengan atau tanpa anestesi lokal
6 Benda asing berupa serangga dibunuh lebih dahulu dengan
menuangkan alkohol 70%, Xylocain atau minyak mineral ke
dalam liang
7 Bila benda asing berbentuk bulat sulit untuk dijepit
8 Bila benda asing yang berukuran cukup besardapat dipergunakan
aplikator kayu dengan ujung aplikator diberikan lem (superglue).
9 Suction dipergunakan bila benda asing berukuran kecil, ringan
dan mudah berpindah
10 Irigasi dilakukan bila benda asing tidak terjepit dalam dinding
liang telinga
11 Aseton dapat digunakan untuk melunakkan benda asing
12 Berikan tetes telinga antibiotik untuk mencegah infeksi
13 Pada anak-anak, bila usaha pertama tidak berhasil mengeluarkan
benda asing, hendaknya pasien segera dirujuk
14 Pengulangan tindakan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
B. PENGAMBILAN BENDA ASING DI HIDUNG
1 Sebelum dilakukan pengambilan benda asing, aplikasikan kapas
yang ditetesi 0.5% phenylephrine untuk mengurangi oedema
5 mukosa dan lidokain topikal untuk mengurangi nyeri
16 Benda asing diangkat menggunakan forcep/hook/cerumen loop,
atau suction catheter
17 Membuka handscoen dan mencuci tangan
18 Menjelaskan hasil tindakan kepada pasien
19 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

76
DAFTAR TILIK TINDAKAN UNTUK EPISTAKSIS

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

TINDAKAN UNTUK EPISTAKSIS Penilaian


0 1 2
A. PENANGANAN AWAL
1 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan melakukan informed conset
ke pasien, menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan
kepada pasien
2 Mencuci tangan dan memakai handscoen
3 Melakukan kompresi nostril
4 Tekanan langsung dilakukan minimal selama 5 menit sampai 20
menit
5 Kepala pasien sedikit menunduk
6 Bila perdarahan belum berhenti, harus dicari sumber perdarahan
B. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1 pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang cukup terang,
pasien duduk dengan setengah menengadahkan kepala
2 Dokter menggunakan headlamp dan spekulum nasal untuk
memvisualisasikan kavum nasi secara optimal
3 Kavum nasi anterior dibersihkan
C. PROSEDUR PEMASANGAN TAMPON ANTERIOR
1 Tampon kapas/ rol tampon dibasahi dengan vasokonstriktor dan
anestetikum local
2 Dilakukan penekanan langsung ke area perdarahan, tampon
diangkat dan dilakukan inspeksi

77
3 Jika penatalaksanaan lokal tidak dapat menghentikan epistaksis
anterior, perlu dilakukan tamponade anterior (nasal packing)
4 Tampon diinsersikan dengan bantuan pinset bayonet dan
spekulum nasal
D.PENUTUP
1 Membuka handscoen dan mencuci tangan
2 Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
3 Mengucapkan terima kasih kepada pasien

SUMBER

1. Pemeriksaan Fisis Telinga Hidung dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas.


Makassar. 2015
2. Sudrajad, Hadi, dkk. Keterampilan Pemeriksaan THT. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. 2018
3. Macleod. Pemeriksaan Klinis.Elsevier. Singapore. 2014

78
CSL 6

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK INTEGUMEN

Penyakit kulit merupakan penyakit yang bisa terlihat oleh mata, sehingga
beberapa penyakit kulit mungkin bisa terdiagnosa secara cepat. Tetapi mengetahui
riwayat perjalanan penyakit seperti apakah ada bercak disertai demam pada pasien
yang menderita pruritus generalisata bisa menjadi kunci dalam menegakkan diagnosa.

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai


dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur , jenis kelamin, pekerjaan
dan status perkawinan. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk
permulaan kepada kita.

Pemeriksaan penderita seharusnya ditempat yang terang. Dan seharusnya selalu


memeriksa pasien mulai dari kepala hingga kaki. Inspeksi dan palpasi lesi atau
kelainan kulit yang ada (menggunakan kaca pembesar).

Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik integument

Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik integument
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka persiapan
anamnesis dan pemeriksaan fisik integument
3. Mahasiswa dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik integument
4. Mahasiswa dapat menginterpretasi hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
integumen

Indikasi:
1. Gangguan kulit
Media dan Alat Bantu pembelajaran
1. Panduan CSL
2. Meja
3. Kursi
4. Senter / loop

79
Metode pembelajaran :
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
3. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk


Tanya dan jawab mahasiswa
2. Seorang dosen (instruktur)
memberikan contoh bagaimana
cara melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik integumen
3. Memberikan kesempatan
mahasiswa bertanya kepada
instruktur dan instruktur
menjawab dan memberikan
penjelasan tentang aspek penting
dalam anamnesis dan
pemeriksaan fisik integumen
3. Praktek bermain 120 menit 4. Mahasiswa dikelompokkan
peran dan secara berpasangan. Satu
umpan balik orang berperan sebagai
dokter/pemeriksa dan satu
orang berperan sebagai pasien
secara serentak. Instruktur
mengamati setiap pasangan.
5. Instruktur memberikan tema
khusus atau keluhan utama
kepada pasien dan selanjutkan

80
ditanyakan oleh pemeriksa.
6. Mahasiswa juga melakukan
anamnesis dan pemeriksaan
fisik integumen secara tepat
dan saling bertukar peran
sebagai dokter pasien
7. Instruktur berkeliling untuk
menilai dengan daftar tilik
setiap mahasiswa yang
berlatih.
8. Mahasiswa bertukar peran
secara serentak dan kemudian
instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang
pendapat/diskusi apa yang belum dipahaminya
serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada
bagian yang sulit dari proses
tersebut.
Total waktu 200 menit

81
DASAR TEORI

PERJALANAN PENYAKIT

Penyakit kulit merupakan penyakit yang bisa terlihat oleh mata, sehingga beberapa
penyakit kulit mungkin bisa terdiagnosa secara cepat. Tetapi mengetahui riwayat
perjalanan penyakit seperti apakah ada bercak merah disertai demam pada pasien
yang menderita pruritus generalisata bisa menjadi kunci dalam menegakkan diagnosa.

Anamnesis

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan
mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur , jenis kelamin, pekerjaan dan
status perkawinan. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk
permulaan kepada kita.

Pertanyaan yang diajukan biasanya :

 Mengenai keluhan pokok :

i. Dimana keluhan dimulai?


ii. Meluaskah?
iii. Apakah hilang timbul?
iv. Berapa lama?
v. Apakah kering atau basah?
vi. Apakah gatal atau sakit?

 Mengenai penderita dan keluarganya:

i. Apa penyakit ini pernah diderita sebelumnya?


ii. Apa penyakit-penyakit yang pernah diderita?
iii. Apakah penyakit ini pernah diobati? Oleh siapa? Dan nama
obatnya apa?
iv. Adakah makanan yang membuat penyakit ini tambah parah?
v. Apa pekerjaan penderita dan bagaimana lingkungannya?

82
vi. Kegiatan apa yang dilakukan setelah selesai bekerja?
vii. Adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga penderita?

PEMERIKSAAN KULIT

Pemeriksaan penderita seharusnya ditempat yang terang. Dan seharusnya selalu


memeriksa pasien mulai dari kepala hingga kaki. Inspeksi dan palpasi lesi atau
kelainan kulit yang ada (menggunakan kaca pembesar). Hal- hal pokok dalam
pemeriksaan dermatologis yang baik adalah:

1. Lokasi dan /atau distribusi dari kelainan yang ada : Hal ini bisa sangat
membantu : sebagai contoh, dermatitis seboroik mempunyai tempat predileksi
pada wajah, kepala, leher, dada, telinga, dan suprapubis; pada anak, eksema
cenderung terjadi di daerah fleksor; akne terutama pada wajah dan tubuh
bagian atas; karsinoma sel basal biasanya lebih sering muncul di kepala dan
leher.

2. Karakterisitik lesi individual:


 Tipe : Karakteristik lesi :makula, papula, nodul, plak, vesikel, bulla,
pustula, ulkus, urtikaria (untuk mencari gambar gambar effloresensi
lainnya, cobalah cari di buku buku rujukan)

Karakteristik permukaan lesi : Skuama, Krusta, Hiperkeratosis, Eskoriasi,


Maserasi dan Likenifikasi

Makula Pustul Vesikel

83
Urtikaria Likenifikasi Nodul

Kista Ekskoriasi Ulkus

 Ukuran, bentuk , garis tepi dan batas-batasnya. Ukuran sebaiknya diukur


dengan tepat, daripada hanya membandingkan dengan kacang polong,
jeruk atau koin. Lesi bisa mempunyai berbagai macam bentuk, misalnya
bulat, oval, anular, liniear atau “tidak beraturan”; tepi-tepi yang lurus atau
bersudut mungkin disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.

 Warna, selalu ada manfaatnya untuk membuat catatan tentang warna:


merah, ungu, cokelat, hitam pekat dan sebagainya

 Gambaran Permukaan. Telusuri apakah permukaan lesi halus atau kasar,


dan untuk membedakan krusta( serum yang mengering) dengan skuama
(hiperkeratosis); beberapa penelusuran pada skuama dapat membantu,
misalnya terdapat warna keperakan pada psoriasis.

 Tekstur—dangkal?dalam? Gunakan ujung jari Anda pada permukaan


kulit; perkirakan kedalaman dan letaknya apakah di dalam atau di bawah
kulit; angkat sisik atau krusta untuk melihat apa yang ada dibawahnya;
usahakan untuk membuat lesi memucat dengan tekanan.
3. Pemeriksaan lokasi-lokasi “sekunder” : Carilah kelainan-kelainan di tempat
lain yang dapat membantu diagnosis. Contoh yang baik antara lain :

84
 Kuku ada psoriasis
 Jari-jemari dan pergelangan tangan pada skabies
 Daerah sela-sela jari kaki pada infeksi jamur
 Mulut pada liken planus

4. Tehnik- tehnik pemeriksaan “khusus” : Diperlukan tehnik tehnik khusus


dalam melakukan pemeriksaan kulit seperti kerokan kulit dengan Kalium
Hidroksida untuk memeriksa adanya hifa dan spora untuk pemeriksaan jamur
pada kulit

PENUNTUN BELAJAR ANAMNESIS INTEGUMEN


No Langkah Klinik
1 Memberikan salam lalu pemeriksa berdiri dan memperkenalkan diri pemeriksa
2 Mempersilahkan pasien duduk berseberangan dengan pemeriksa
3 Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh pasien (bukan bahasa medis)
4 Mendapatkan persetujuan dan merahasiakan informasi
5 Menanyakan identitas pasien meliputi nama, usia, pekerjaan, pendidikan dan
alamat
6 Menanyakan tentang keluhan utama
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG, DAHULU, KELUARGA,
SOSIAL
7 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
 kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul
 onset
 durasi kelainan tersebut
 apakah hilang timbul atau menetap
 bagaimana gambaran lesi awalnya
 dimana lokasi awalnya
 bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya.
 apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam
atau tidak
 apakah disertai gatal atau tidak
 riwayat pengobatan sebelumnya
8 Riwayat penyakit dahulu
 Apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa
lalu?
 Apakah ada riwayat atopi?
9 Riwayat penyakit keluarga
 Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang sama?
10 Riwayat Sosial
 Apakah ada riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala yang sama?
 Apakah ada riwayat kontak dengan serangga ataupun tanaman?

85
PENUTUP
11 Melakukan cek silang untuk memastikan informasi yang didapatkan sesuai
12 Menegakkan dan menjelaskan differential diagnosis (diagnosis banding) kepada
pasien dan menanyakan jika ada pertanyaan dari pasien
12 Mengucapkan terima kasih pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik jika diperlukan

PENUNTUN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK INTEGUMEN


No Langkah Klinik
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
3 Persilahkan pasien membuka pakaian yang menutupi lesi dan memastikan
pasien mendapat pencahayaan yang baik selama pemeriksaan fisis.
4 Mempersiapkan alat seperti senter atau kaca pembesar
5 Cuci Tangan, memakai sarung tangan dan berdiri di sebelah kanan pasien
PEMERIKSAAN FISIS KELAINAN KULIT
5 Melakukan Inspeksi
 Menilai jenis effloresensi yang tampak : eritema, hipopigmentasi,
hiperpigmentasi,nodul vesikel, bulla, makula papula, skuama,
urtika, ulkus, krusta dengan menggunakan kaca pembesar atau
senter.
 Menilai permukaan kulit yang terlihat : kering atau basah.
 Menilai bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada
pasien.
 Menilai ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat pada
pasien.
 Mengulangi pemeriksaan fisis kelainan kulit dengan
menggunakan Kaca Pembesar (loop).
 Mencatat kelainan kulit pada pasien dan lakukan dokumentasi
(pemotretan)
6 Palpasi lokasi kelainan kulit tersebut
 Posisikan kelainan kulit agar nampak dengan jelas oleh pemeriksa
 Raba dengan lembut permukaan lesi dengan ujung ujung jari
pemeriksa
 Raba dengan lembut permukaan lesi dengan ujung ujung jari
pemeriksa kemudian apakah permukaannya kasar (verukosus)
atau lembut, kedalaman lesi kulit, apakah lesi terletak pada
bagian epidermis,dermis dan subkutis, bedakan pula krusta

86
(serum yang mengering) dengan skuama, apakah ada
hiperkeratosis, eksokriasi, maserasi atau likenifikasi.
 Menilai kelainan kulit yang ada dan catat pada resume pasien
7 Membuka sarung tangan dan mencuci tangan
8 Jelaskan pada pasien/keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan yang
ditemukan dan masih diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis

DAFTAR TILIK ANAMNESIS INTEGUMEN

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

Penilaian
0 1 2
ANAMNESIS INTEGUMEN
1 Memberikan salam lalu pemeriksa berdiri serta memperkenalkan diri
pemeriksa
2 Mempersilahkan pasien duduk berseberangan dengan pemeriksa
3 Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien (bukan bahasa medis)
4 Mendapatkan persetujuan dan merahasiakan informasi
5 Menanyakan identitas pasien
6 Menanyakan tentang keluhan utama
7 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
8 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
9 Menanyakan riwayat penyakit keluarga
10 Menanyakan riwayat penyakit sosial
11 Melakukan cek silang untuk memastikan informasi yang didapatkan
sesuai

87
12 Menegakkan dan menjelaskan differential diagnosis (diagnosis
banding) kepada pasien dan menanyakan jika ada pertanyaan dari
pasien
13 Mengucapkan terima kasih pada pasien bahwa pemeriksaan telah
selesai dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik jika diperlukan

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN FISIK INTEGUMEN

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

PEMERIKSAAN FISIK INTEGUMEN Penilaian


0 1 2
PERSIAPAN PASIEN
1 Menjelaskan mengenai tujuan dan manfaat pemeriksaan kepada
pasien
2 Melakukan informed consent kepada pasien
3 Persilahkan pasien pakaian yang menutupi lesi dan memastikan
pasien mendapat pencahayaan yang baik selama pemeriksaan
fisis.
4 Cuci Tangan, memakai sarung tangan dan berdiri di sebelah
kanan pasien
5 Inspeksi lokasi kelainan kulit tersebut
6 Melakukan palpasi
7 Membuka sarung tangan dan mencuci tangan
8 Jelaskan pada pasien/keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan
yang ditemukan dan masih diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis

88
CSL 7

TINDAKAN TERAPEUTIK (INSISI ABSES DAN ROZER PLASTY


KUKU)

Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu melakukan insisi drainase abses dan rozer plasty kuku

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam insisi drainase abses dan rozer plasty kuku
2. Mahasiswa mampu mempersiapkan penderita dalam rangka insisi drainase abses
dan rozer plasty kuku
3. Mahasiswa dapat melakukan insisi drainase abses dan rozer plasty kuku

4. Mahasiswa dapat menginterpretasi hasil insisi drainase abses dan rozer plasty
kuku

Metode pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
3. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor
4. Alat dan bahan
a. Insisi abses
i. chlor etyl topikal
ii. kasa
iii. neerbeken
iv. Bisturi nomor 11

89
v. NaCl 0,9%
vi. Betadine
vii. H202
viii. Sarung tangan steril
ix. Klem
b. Rozer plasty
i. Sonde beralur
ii. Klem lurus
iii. Sarung tangan steril
iv. Betadine
v. Kasa
vi. Alcohol 70 %
vii. Doek steril
viii. Sonde kuret
ix. Salep antibiotic
x. Lidokain 2 %
xi. Spuit 5 cc

Penilaian :

0 = Sama sekali tidak melakukan

1 = Perlu perbaikan : langkah-langkah dilakukan tapi tidak lengkap

2 = Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi

1. Pengantar 10 menit Pengantar

2. Bermain peran Tanya 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


dan jawab 2. Seorang dosen (instruktur) memberikan
contoh bagaimana cara melakukan insisi
drainase abses dan rozer plasty kuku

90
3. Memberikan kesempatan mahasiswa
bertanya kepada instruktur dan instruktur
menjawab dan memberikan penjelasan tentang
aspek penting dalam insisi drainase abses
dan rozer plasty kuku
3.Praktek bermain peran 120 menit 4. Mahasiswa dikelompokkan secara
dan umpan balik berpasangan. Satu orang berperan sebagai
dokter/pemeriksa dan satu orang berperan
sebagai pasien secara serentak. Instruktur
mengamati setiap pasangan.
5. Instruktur memberikan tema khusus atau
keluhan utama kepada pasien dan
selanjutkan ditanyakan oleh pemeriksa.
6. Mahasiswa juga melakukan insisi
drainase abses dan rozer plasty kuku
secara tepat dan saling bertukar peran
sebagai dokter pasien
7. Instruktur berkeliling untuk menilai
dengan daftar tilik setiap mahasiswa
yang berlatih.
8. Mahasiswa bertukar peran secara
serentak dan kemudian instruktur
menilai performa mahasiswa tersebut.
4.Curah 40 menit 9. Mahasiswa bertanya tentang apa yang
pendapat/diskusi belum dipahaminya serta instruktur
menjawab dan menjelaskannya serta
instruktur bertanya apakah ada bagian
yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200
menit

91
DASAR TEORI

Definisi
Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan yang
kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan
jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.

Patofisiologi
Kejadian abses bermula dari trauma mayor ataupun minor yang diikuti masuknya
bakteri . Eksudat kemudian terakumulasi, jika tidak segera diekskresikan atau di
absorbsi tubuh, maka akan memicu terbentuknya kapsul fibrous sebagai respon tubuh
untuk melokalisir untuk membatasi penyebaran lebih lanjut.

Abses bisa terjadi dimanapun di bagian tubuh. Untuk tindakan bedah minor akan
dibahas abses di kulit dan subkutis tetapi tidak termasuk abses payudara, abses
perianal dan abses paraanal mengingat penanganannya yang spesialistik. Abses juga
bisa terjadi setelah suatu luka ringan, cedera atau sebagai komplikasi dari folikulitis.
Abses bisa timbul di setiap bagian tubuh dan menyerang berbagai usia. Abses harus
dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam
kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada
akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses
tersebut.

Etiologi
Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri
pyogenic. (Stapilococcus Spp, Esceriscia coli, Streptokokkus beta haemoliticus Spp,
Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corino bacteria, Achinomicetes)
dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes sp, cClostridium,
peptostreptokokkus,fasobakterium).

92
Infeksi bisa menyebar, baik secara lokal maupun sistemik. Penyebaran infeksi melalui
aliran darah bisa menyebabkan sepsis. Maka dari itu penanganan abses perlu sesegera
mungkin (cito). Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih
karena kulit di atasnya menipis.

Kemungkinan terbentuknya abses meningkat pada:

 Adanya kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


 Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
 Individu dengan gangguan sistem kekebalan.
 Individu dengan gangguan vaskular

Klinis
Terbentuk indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan
terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan
sehat. Pada palpasi akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya
eksudat yang terbetuk.

Gejala sistemik yang terjadi bisa timbul demam yang berulang. Gejalanya bisa
timbul:

 adanya masa
 nyeri
 teraba hangat
 pembengkakan
 kemerahan

Jika masih ragu, lakukan aspirasi dengan spuit berjarum besar di daerah yang paling
fluktuatif.

Pada pemeriksaan laboratorium bisa menunjukan penigkatan leukosit.

Terapi
Terapi utama adalah drainase sebagai kontrol sumber infeksi (source control).
Drainase dilakukan dengan menginsisi bagian yang paling fluktuatif dan dinding yang
paling tipis. Adakalanya terbetuk septa-septa dalam satu abses sehingga diperlukan

93
multiple insisi. Pemberian antibiotik idealnya adalah sesuai dengan tes kultur dan
resistensi, namun mengingat hasil kultur setidaknya membutuhkan waktu 3 hari, maka
diberikan antibiotik broad spectrum sesuai pola kuman penyebab terbanyak dan pola
resistensi yang berbeda di setiap daerah

Roser Plasty Kuku

Roser plasty adalah tindakan membuang tepi kuku (kira-kira 1/3 bagian dengan tujuan
tertentu). Indikasi tindakan ini terutama adanya unguis inkarnatus (ingrown toenail),
yaitu suatu keadaan, dimana tepi kuku tumbuh masuk ke dalam daging. Gejala unguis
inkarnatus, antara lain adalah nyeri pada kuku yang terkena, tepi yang terlihat
membengkak, dan terdapatnya tanda-tanda radang.

94
PENUNTUN BELAJAR INSISI DRAINASE ABSES
No Langkah Klinik
1 Konfirmasi terkait dengan identitas pasien
2 Menjelaskan tujuan dan manfaat tindakan serta melakukan informed
consent
3 Menyiapkan semua alat yang dibutuhkan (di metode pembelajaran)
4 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril (handscoen)
5 Melakukan tindakan antiseptic dari dalam keluar
6 Melakukan drapping dengan menutup abses dengan menggunakan doek
steril
7 Lakukan anestesi dengan chlor ethyl topical(disemprot)
8 Siapkan kasa dan neerbeken untuk menampung eksudat
9 Insisi dengan pisau no 11, kemudian lebarkan dengan klem
10 Tekan sampai pus/eksudat minimal
11 Lakukan debridement jaringan nekrotik dengan kuret atau kasa
12 Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih
13 Bilas dengan H2O2
14 Cuci dengan antiseptik povidon iodine (betadin)
15 Jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif
sebaiknya dipasang drain (dengan penroos drain atau potongan karet hand
scoon steril)
16 Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)
17 Membuka handscoen dan mencuci tangan
18 Memberikan edukasi untuk perawatan luka dan memberikan antibiotic oral

95
PENUNTUN BELAJAR ROZER PLASTY KUKU
No Langkah Klinik
1 Konfirmasi terkait dengan identitas pasien
2 Menjelaskan tujuan dan manfaat tindakan serta melakukan informed
consent
3 Menyiapkan semua alat yang dibutuhkan (di metode pembelajaran)
4 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril (handscoen)
5 Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah dilumuri
betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan klem penjepit, secara
sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah kasa dengan kasa yang baru, setiap
kali melakukan satu tindakan asepsis
6 Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem penjepit, dari dalam
keluar sebanyak dua kali.
7 Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
8 Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri,
dan kanan, untuk memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut
9 Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang,
sehingga mencapai matriks kuku.
10 Gunting kuku di atas sonde
11 Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke arah
sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya
12 Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret
13 Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari
14 Bila perlu, jahitlah kulit penutup matriks, biasanya cukup satu jahitan saja
15 Tutuplah luka dengan salep, atau betadine, kemudian tutup dengan kassa
steril.
16 Membuka handscoen dan mencuci tangan

96
17 Memberikan edukasi untuk perawatan luka dan memberikan antibiotic oral

DAFTAR TILIK INSISI DRAINASE ABSES

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

INSISI DRAINASE ABSES Penilaian


0 1 2
1 Konfirmasi terkait dengan identitas pasien
2 Menjelaskan tujuan dan manfaat tindakan serta melakukan
informed consent
3 Menyiapkan semua alat yang dibutuhkan (di metode
pembelajaran)
4 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril (handscoen)
5 Melakukan tindakan antiseptic dari dalam keluar
6 Melakukan drapping dengan menutup abses dengan
menggunakan doek steril
7 Lakukan anestesi dengan chlor ethyl topical(disemprot)
8 Siapkan kasa dan neerbeken untuk menampung eksudat
9 Insisi dengan pisau no 11, kemudian lebarkan dengan klem
10 Tekan sampai pus/eksudat minimal
11 Lakukan debridement jaringan nekrotik dengan kuret atau kasa
12 Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih

97
13 Bilas dengan H2O2
14 Cuci dengan antiseptik povidon iodine (betadin)
15 Jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih
produktif sebaiknya dipasang drain (dengan penroos drain atau
potongan karet hand scoon steril)
16 Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)
17 Membuka handscoen dan mencuci tangan
18 Memberikan edukasi untuk perawatan luka dan memberikan
antibiotic oral

DAFTAR TILIK ROZER PLASTY KUKU

Berikan nilai pada setiap langkah pemeriksaan dengan criteria sebagai berikut:
0 : sama sekali tidak melakukan
1 : langkah-langkah dilakukan tapi tidak tepat (perlu perbaikan)
2 : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan tepat (mampu)

ROZER PLASTY KUKU Penilaian


0 1 2
1 Konfirmasi terkait dengan identitas pasien
2 Menjelaskan tujuan dan manfaat tindakan serta melakukan
informed consent
3 Menyiapkan semua alat yang dibutuhkan (di metode
pembelajaran)
4 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan steril (handscoen)
5 Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan
klem penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah
kasa dengan kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan
asepsis
6 Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa
yang telah dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem
penjepit, dari dalam keluar sebanyak dua kali.
7 Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
8 Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah
dorsolateral kiri, dan kanan, untuk memblok syaraf yang
mempersarafi jari tersebut
9 Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan

98
dibuang, sehingga mencapai matriks kuku.
10 Gunting kuku di atas sonde
11 Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang,
putarlah ke arah sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya
12 Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret
13 Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari
14 Bila perlu, jahitlah kulit penutup matriks, biasanya cukup satu
jahitan saja
15 Tutuplah luka dengan salep, atau betadine, kemudian tutup
dengan kassa steril.
16 Membuka handscoen dan mencuci tangan
17 Memberikan edukasi untuk perawatan luka dan memberikan
antibiotic oral

99

Anda mungkin juga menyukai