Pola Komunikasi Perempuan dengan Double Burden dalam
Membentuk Perilaku Remaja di Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat Asrie Arianty1, Nursapia Harahap2 1 UIN Sumatera Utara, Medan Email: asrie0105192041@uinsu.ac.id 2 UIN Sumatera Utara, Medan Email: nursapiaharahap@uinsu.ac.id
ABSTRACT ... Keywords:
ABSTRAK
... Kata Kunci:
PENDAHULUAN Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25
Masa remaja menjadi masa yang Tahun 2014 dikatakan bahwa remaja ialah dilalui oleh setiap orang sebelum penduduk yang berada pada kelompok menginjak usia dewasa. Masa remaja usia 10-18 tahun (Permenkes, 2014) dan merupakan masa kritis dalam berdasarkan data yang dirangkum oleh perkembangan manusia yang ditandai Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, dengan adanya pertumbuhan fisik yang prevalensi remaja yang berusia 10-19 pesat, psikososial, perkembangan kognitif tahun di Indonesia mencapai angka 44,2 dan emosional, serta kematangan seksual juta dari total seluruh penduduk di dan reproduksi (Sawyer, 2018). Masa Indonesia sebanyak 275,7 juta jiwa (BPS, remaja juga dianggap sebagai periode 2022). Data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan yang substansial, karena populasi penduduk berusia remaja di pada masa ini terjadi perubahan besar Indonesia cukup tinggi. dalam struktur dan fungsi otak serta Dengan melihat tingginya jumlah perilaku (Lundberg, Högman, & Roman, remaja di Indonesia, maka penting bagi 2019). pemerintah untuk mengoptimalkan World Health Organization (WHO) kualitas remaja agar tercipta generasi mengategorikan remaja sebagai individu yang unggul di masa depan. Remaja yang berada pada rentang usia 10-19 berperan sebagai generasi penerus yang tahun dan memiliki prevalensi sebanyak memiliki peran vital dalam pembangunan 1,2 milyar orang yang tersebar di seluruh bangsa. Oleh karena itu, remaja dituntut dunia (WHO, 2018). Sementara itu, dalam untuk berperilaku positif, kreatif, dan inovatif agar mampu membangun bangsa paling berperan ialah orang tua (Fernando menjadi lebih baik. Namun pada & Elfida, 2017). Pada kedekatan antara kenyataannya, banyak remaja yang orang tua dan anak, diketahui bahwa ibu berperilaku sebaliknya atau dikatakan mempunyai peluang untuk menciptakan sebagai perilaku menyimpang (Ni Made & kedekatan dengan remaja lebih intens Ni Ketut, 2020). dibandingkan ayah. Hal tersebut Perilaku menyimpang remaja dikarenakan ibu memiliki keterlibatan menjadi masalah sosial yang sangat sering yang lebih besar dalam pengasuhan dan muncul di Indonesia dalam berbagai memiliki kesempatan yang lebih besar bentuk dan telah dianggap sebagai untuk berkomunikasi, menciptakan persoalan yang cukup mengkhawatirkan, keterbukaan, dan kebersamaan yang bahkan beberapa perilaku remaja tak lagi dianggap dapat meningkatkan kedekatan dianggap sebagai kenakalan biasa karena antara remaja dan orang tua (Kusuma, sudah termasuk bentuk perilaku yang 2020). melanggar hukum (Hardiyanto & Ibu merupakan tokoh sentral yang Romadhona, 2018). Perilaku menyimpang memiliki peran vital dalam pembentukan yang dimaksud ialah perilaku negatif, perilaku anak dengan asuhan dan perilaku buruk atau ketidaksesuaian sikap, didikannya (Hadi, 2019). Di samping tindakan, atau tingkah laku dengan aturan perannya sebagai seorang istri, ibu juga yang berlaku sehingga tingkah lakunya memiliki peran terhadap anaknya. Peran dianggap tidak berkenan di masyarakat tersebut dibagi menjadi tiga tugas (Dahlan & Suryani, 2020). penting, yaitu berperan untuk memenuhi Perilaku manusia pada dasarnya kebutuhan anak, sebagai panutan bagi diartikan sebagai tindakan atau aktivitas anak, dan sebagai pemberi stimulasi dari manusia, baik yang diamati maupun terhadap perkembangan anak (Betago, tidak dapat diamati oleh interaksi manusia 2019). dengan lingkungannya yang terwujud Terlepas dari peran ibu sebagai dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tokoh utama yang berperan dalam tindakan (Faridah, 2021). Perilaku remaja perkembangan anak, kini seiring yang tidak terkendali dianggap dapat berkembangnya zaman banyak menyebabkan terhambatnya pencapaian perempuan yang sudah menikah tugas perkembangan remaja yang mampu memutuskan untuk bekerja. Keputusan menghambat masa depannya (Yunalia & untuk bekerja menjadikan perempuan tak Etika, 2020). Pernyataan ini menjadi dasar hanya berperan dalam mengurus keluarga mengapa perilaku remaja harus dibentuk dan rumah tangga saja, namun juga sedemikian rupa. sebagai pekerja. Bertambahnya peran ini Setiap individu remaja menimbulkan beban ganda (double membutuhkan dukungan dan perhatian burden) kepada perempuan karena harus yang lebih dari orang di sekitar guna terus berganti-ganti peran dan tugas yaitu membantu mereka menghadapi tugas mengurus rumah tangga serta berkarier perkembangannya dan orang sekitar yang (Febrianto, Megasari, & Mas’udah, 2022). Fenomena perempuan bekerja ini 2021), sedangkan yang menjadi faktor sebenarnya bukan hal baru. Pada utama pembentuk karakter dan mulanya, perempuan (terutama ibu) mempengaruhi perilaku seorang anak hanya dianggap berperan sebagai adalah asuhan orang tua (Nur Utami & pengurus rumah tangga, namun kini ibu Raharjo, 2021). juga berperan sebagai pencari nafkah Sebuah penelitian menyatakan (Rahmatika & Parahyanti, 2018). Hal bahwa remaja yang ibunya bekerja di luar tersebut dibuktikan dengan jumlah rumah cenderung menunjukkan perilaku perempuan bekerja di Indonesia yang yang berbeda dari sisi negatif yaitu terus mengalami peningkatan dari tahun menjadi tertekan, kurang percaya diri, dan ke tahun. terkadang menjadi tidak terkendali tanpa Bersumber pada data yang kehadiran ibunya (Yunus & Arhanuddin, dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2018). Penelitian lain yang dilakukan oleh persentase tenaga kerja perempuan Zakiyah Muhaemin pada tahun 2019 juga berusia di atas 15 tahun di Indonesia menemukan bahwa ibu yang bekerja meningkat sebanyak kurang lebih 2,1% dapat membawa dampak negatif terhadap menjadi 51,79 juta jiwa dibandingkan dari psikologi anak, hal ini dikarenakan ibu tahun sebelumnya (BPS, 2021). Dari yang bekerja mempunyai waktu yang jumlah tersebut, sebanyak 62,52% adalah lebih sedikit untuk anaknya dan dianggap pekerja perempuan yang berstatus kawin tidak dapat berbagi perasaan serta tidak (Kemen PPPA, 2021). memperhatikan kebutuhan anaknya baik Peran penting ibu sebagai secara jasmani maupun rohani yang pengasuh utama keluarga, mengurus mengakibatkan anak menjadi pribadi yang rumah tangga, dan mengasuh anak cenderung tertutup, senang menyendiri, (Stephiana & Wisana, 2019) mengalami dan pemalu (Muhaemin, 2019). perubahan ketika ibu memutuskan untuk Belum lagi sebuah penelitian bekerja. Hal tersebut didukung menunjukkan bahwa ketika seorang ibu pernyataan yang mengatakan bahwa yang bekerja tidak mampu mengelola ketika adanya peningkatan partisipasi ibu waktu dan perubahan perilaku yang dalam memasuki dunia kerja, maka hal dialaminya, maka hal ini akan tersebut dapat menyebabkan berubahnya mempengaruhi kualitas interaksi dalam gaya hidup dalam keluarga, terutama keluarga dan berpotensi mengarah perihal pengasuhan anak (Riasih, 2018). kepada ketidakharmonisan (Alimi & Banyak orang tua yang Darwis, 2022). Tuntutan pekerjaan dan beranggapan bahwa tanggung jawab jam kerja yang padat ini menjadi faktor terbesar dalam hal pengasuhan adalah pemicu tidak efektifnya interaksi dan dengan mencukupi kebutuhan dan proses komunikasi antar ibu dan anaknya. fasilitas anak. Hal ini menyebabkan para Hal tersebut dikarenakan ibu yang bekerja orang tua baik ayah maupun ibu hanya memiliki waktu yang lebih sedikit untuk memenuhi kebutuhan anaknya dengan berinteraksi dengan anak dan keluarga cara bekerja sepanjang hari (Dhiu & Fono, (Dhingra & Keswani, 2019). Berkurangnya waktu yang dimiliki oleh ibu yang bekerja perilaku anak yang berusia remaja di untuk berinteraksi dengan anak ini Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. membuatnya memiliki kesempatan yang METODE PENELITIAN lebih kecil untuk menjalin komunikasi di antara mereka. Penelitian ini menggunakan Komunikasi dalam kehidupan pendekatan kualitatif dengan metode keluarga merupakan hal yang sangat deskriptif. Pendekatan kualitatif diartikan penting bagi pembentukan perilaku oleh Ibrahim sebagai pendekatan yang remaja, karena itu akan menjadi kunci cara kerjanya lebih menekankan pada bagi remaja dalam bersosialisasi dan aspek pendalaman data untuk memahami emosi baik di dalam keluarga memperoleh kualitas dari hasil pada suatu maupun di lingkungan luar (Choirunissa & penelitian (Ibrahim, 2015). Pendekatan Ediati, 2018). Komunikasi yang diharapkan jenis ini umumnya dipergunakan dalam ialah komunikasi yang efektif sehingga dunia ilmu sosial dan humaniora, dapat menimbulkan kebahagiaan, terutama yang berkenaan dengan pola hubungan harmonis yang penuh dan perilaku manusia (behavior) yang pengertian dan kasih sayang (Junaidin, biasa sukar diukur dengan angka 2020). Pola komunikasi berperan penting (Harahap, 2020). dalam mengajarkan, membimbing, dan Metode deskriptif digunakan untuk membentuk perilaku serta cara pandang memberikan gambaran yang lengkap dan anak terhadap nilai yang berlaku di akurat terhadap individu ataupun masyarakat sehingga anak dapat kelompok tertentu tentang gejala yang menyaring pengaruh negatif dari terjadi (Koentjraningrat, 1991). Proses lingkungan dan terhindar dari perilaku pengumpulan data pada penelitian ini kenakalan remaja (Thoyibah, Nurjannah, dilakukan melalui wawancara, observasi, & DW, 2017). dan dokumentasi serta menggunakan Dari pengamatan awal yang teknik analisis data berupa reduksi data, dilakukan oleh penulis di Kecamatan penyajian data, dan penarikan Selesai Kabupaten Langkat, dapat kesimpulan. Sementara itu, pengujian diketahui bahwa komunikasi yang terjalin keabsahan data dilakukan dengan teknik antara ibu yang memiliki beban ganda triangulasi data untuk memastikan data mengurus rumah tangga sekaligus bekerja mana yang dianggap valid karena berasal terhadap anaknya yang berusia remaja dari sudut penglihatan yang berbeda-beda masih belum efektif. Berdasarkan hal (Sugiyono, 2019). tersebut, peneliti tertarik untuk Data dan informasi penelitian mendalaminya sebagai sebuah penelitian diperoleh melalui informan yang yang bertujuan untuk melihat bagaimana bertempat tinggal di Kecamatan Selesai pola komunikasi ibu yang bekerja sebagai Kabupaten Langkat dan dipilih secara perempuan yang memikul beban ganda sengaja (purposive sampling) berdasarkan (double burden) dalam membentuk kriteria antara lain: perempuan yang telah menikah, sedang bekerja, dan memiliki anak berusia remaja. Adapun daftar sebagai Ibu ER) berusia 35 tahun yang informan penelitian adalah sebagai bekerja sebagai buruh pabrik dan memiliki berikut: seorang anak remaja laki-laki berusia 14 tahun. Dalam penuturannya saat No Nama Usia Pekerjaan Jumlah (Inisial) Anak wawancara di kediaman Ibu ER, beliau (Remaja) mengatakan bahwa alasannya bekerja 1 Eka 35 Buruh 1 Orang adalah membantu suami mencari nafkah Rahayu Tahun Pabrik (ER) untuk memenuhi kebutuhan rumah 2 Adelia 38 Karyawan 1 Orang tangga. Harahap Tahun Swasta (AH) “Saya bekerja sebagai buruh pabrik 3 Suriana 44 ASN 2 Orang karena penghasilan suami saya dari (SR) Tahun narik angkot enggak mencukupi untuk 4 Linda 40 Pegawai 2 Orang membeli kebutuhan sehari-hari. Marwah Tahun BUMN Awalnya saya ragu, apa bisa saya (LM) Sumber: Hasil Penelitian (2022) bekerja meninggalkan anak-anak saya di rumah, tapi karena banyak kebutuhan rumah tangga yang harus HASIL DAN PEMBAHASAN dibeli jadi mau tidak mau saya harus Motif Ibu Bekerja bekerja.” Banyak motif yang mendasari Alasan bekerja untuk membantu seorang perempuan yang telah menikah perekonomian keluarga ini juga dan memiliki anak memutuskan untuk diutarakan oleh Ibu Adelia Harahap tetap bekerja. Menurut Betago, motif (selanjutnya diinisialkan sebagai Ibu AH) yang mendasari keputusan ibu untuk saat diwawancara peneliti di bekerja antara lain adalah untuk kediamannya. Ibu AH yang berusia 38 memenuhi kebutuhan finansial, tahun dan memiliki seorang anak remaja bergabung dalam kelompok masyarakat perempuan berusia 16 tahun ini (sosial-relasional), dan sebagai bentuk menuturkan bahwa Ia telah menjadi aktualisasi diri (Betago, 2019). karyawan di perusahaan swasta selama Wawancara dilakukan oleh peneliti kurang lebih 14 tahun. Ibu AH juga kepada empat informan yang memiliki menuturkan alasannya bekerja adalah latar belakang pekerjaan yang berbeda untuk menyokong perekonomian dan masing-masing informan telah bekerja keluarga. sebelum memiliki anak serta memiliki masa kerja lebih dari lima tahun. “Iya saya bekerja hitung-hitung bantu suami. Semakin ke sini kan apa-apa Berdasarkan wawancara yang telah jadi makin mahal, kebutuhan dapur, dilakukan kepada empat informan keperluan rumah tangga ini-itu, belum tersebut, peneliti mengetahui motif apa lagi untuk bayar biaya anak sekolah, saja yang mendasari para ibu untuk semua itu kan harus dibayar. Kalau cuma mengandalkan gaji suami saya bekerja. Wawancara pertama saja ya mana cukup.” dilangsungkan oleh peneliti kepada Ibu Eka Rahayu (selanjutnya diinisialkan Ibu Suriana (selanjutnya perusahaan ini kan sudah bagus, saya diinisialkan sebagai Ibu SR) berusia 44 juga udah merintis karier saya di sini sedari saya lulus kuliah, jadi saya tahun yang bekerja sebagai Aparatur Sipil merasa masih banyak yang harus saya Negara (ASN) serta memiliki dua anak explore di pekerjaan saya ini.” remaja laki-laki dan perempuan yang Berdasarkan pernyataan- masing-masing berusia 15 dan 12 tahun pernyataan hasil wawancara di atas, dapat ini juga menuturkan alasan yang hampir peneliti ketahui bahwa motif ibu bekerja serupa dengan yang dituturkan oleh Ibu adalah untuk membantu perekonomian ER dan Ibu AH. Ia mengatakan keluarga dan untuk mengembangkan pekerjaannya sebagai ASN dapat karier sebagai bentuk aktualisasi diri. membantu mencukupi kebutuhan rumah tangganya di saat penghasilan suaminya Pola Komunikasi Perempuan dengan sebagai guru honorer tidak mencukupi. Double Burden dalam membentuk “Suami saya sudah bertahun-tahun Perilaku Remaja bekerja sebagai guru honorer, bisa Dalam wawancara yang telah dibilang gajinya mungkin hanya cukup dilakukan, para ibu yang bekerja merasa untuk makan saja, bahkan mungkin komunikasi dengan anaknya yang berusia kurang. Maka dari itu setelah saya menikah dan punya anak saya tetap remaja berjalan kurang baik. Ada kalanya bekerja di kantor, jadi gaji saya bisa jam kerja yang padat menghalangi mereka bantu-bantu keuangan keluarga.” untuk berinteraksi dengan anak, belum lagi ketika berada di rumah mereka Sementara itu, satu orang dihadapkan dengan banyak pekerjaan informan lainnya yaitu Ibu Linda Marwah rumah yang juga harus mereka selesaikan. (selanjutnya diinisialkan sebagai Ibu LM) Ibu mengatasinya dengan berusia 40 tahun yang bekerja sebagai mengoptimalkan waktu di luar jam kerja pegawai di salah satu Badan Usaha Milik mereka untuk berbincang-bincang dengan Negara (BUMN) dan memiliki dua anak anak. remaja perempuan yang masing-masing berusia 14 dan 11 tahun, menuturkan “Waktu saya untuk berinteraksi sama alasan yang sedikit berbeda dari ketiga anak bisa dibilang kurang lah. Pagi informan lainnya. Ia menuturkan bahwa sebelum berangkat kerja saya ngurusin rumah, masak, anak saya alasan utamanya bekerja adalah agar bisa kalau pagi setelah sarapan langsung fokus mengembangkan karier yang telah pergi sekolah. Nanti saya pulang ke menjadi ambisinya sejak masa lajang, rumah kesorean atau terkadang juga sedangkan perihal pendapatan bukanlah sampai malam karena lembur, sudah itu masih harus ngurusin rumah lagi. yang utama karena hal tersebut sudah Jadi kalau ada waktu senggang dipenuhi oleh suami. sepulang kerja ya saya pakai untuk ngobrol sama anak saya.” (Ibu AH) “Iya dik, saya bekerja sebenarnya bukan cuma untuk mengharapkan Ibu bekerja berusaha untuk gaji, karena Alhamdulillah suami saya meluangkan waktunya untuk membangun sudah mencukupi kebutuhan saya dan anak-anak. Tapi posisi saya di percakapan dua arah dengan cara mendengarkan anak bercerita dan dan dapat bersikap baik serta lebih disiplin memberikan solusi. Terdapat ibu bekerja lagi. Namun akhirnya ibu menyadari yang sengaja menyediakan waktu kosong bahwa kesalahan yang dibuat oleh untuk mengobrol dengan anak setelah anaknya masih di ambang batas seharian beraktivitas di luar rumah kewajaran, karena di usia remaja anak dengan memanfaatkan waktu makan masih bersikap labil. Ibu kemudian malam bersama, juga terdapat ibu yang bersikap memaklumi. lebih memanfaatkan momen saat anak “... Sering juga saya pulang kerja sedang melamun sendiri. ternyata rumah masih berantakan, padahal saya selalu memberitahu “... Iya kalau saya lagi lihat anak saya anak saya kalau sehabis belajar buku- malam-malam melamun sendirian, buku harus dibereskan. Kalau marah saya tanyain kenapa, ngobrol sama sudah pasti saya marahi, tapi sehabis ibuk atau enggak. Nah terkadang dia itu ya saya nasehati pelan-pelan biar mau cerita walaupun gak banyak.” besok enggak diulanginnya lagi.” (Ibu (Ibu SR) SR) Terdapat keadaan anak yang tidak Hal serupa juga dirasakan oleh ibu mempermasalahkan dengan pekerjaan yang lain. Perilaku anak yang terkadang ibu, namun terkadang anak merasa ibu tidak menurut ketika ditegur juga dapat terlalu sibuk dengan pekerjaannya membuat ibu hilang kesabaran, tetapi sehingga anak merasa kurang mendapat kemudian ibu mengerti dan menasehati. perhatian. Anak juga menuntut agar ibu menyisihkan waktu yang lebih dari “Anak saya kalau sudah main HP sekadar mengobrol, seperti menghabiskan terkadang sampai enggak ingat waktu, saya kan khawatir matanya waktu seharian di setiap hari libur untuk tambah rabun kalau main game di HP berjalan-jalan atau makan bersama di luar terus jadi saya tegur lah dia. Tapi rumah. walau udah ditegur juga dia tetap acuh, saya jadi enggak sabar. Lalu “Anak saya yang besar itu kadang saya istighfar, ngingetin diri sendiri sering juga ngeluh ke saya kaya bunda kalau enggak boleh marah-marah kok sibuk kerja terus, sesekali kalau terus sama anak saya. Jalan satu- weekend ajak kita jalan-jalan dong ke satunya ya memang harus dinasehati, luar. Jadi kalau anak saya udah bilang bukan dimarahin, karena di umurnya begitu ya saya janjikan untuk main ke sekarang dia juga udah cukup ngerti luar nanti kalau saya lagi libur kalau dinasehati.” (Ibu ER) kerjanya.” (Ibu LM) Menurut ibu bekerja, di usia anak Ibu yang bekerja berusaha untuk yang sudah menginjak remaja, anak sudah terus membangun pemahaman kepada cukup mengerti ketika diberitahu dan anak. Keadaan lelah bekerja terkadang diberi nasehat. Di usia ini anak juga butuh membuat ibu lebih mudah terpancing dimengerti dan didengarkan keluh amarahnya, terlebih lagi ketika anak kesahnya. Mendengarkan anak adalah hal melakukan kesalahan. Ibu menjadi yang harus dilakukan oleh ibu, agar ibu bersikap otoriter dan mudah memarahi dapat memahami hal yang sedang anak agar anak menyadari kesalahannya dipikirkan dan dirasakan oleh anak. Di sini beribadah karena sudah memasuki usia ibu berperan untuk memberi pendapat akil balig. dan anak juga dapat mempertimbangkan “Kalau soal ibadah bisa dibilang saya pendapat dari ibu. memang cukup keras ngingetin hal itu Anak remaja perempuan ke anak-anak-anak. Karena aturan cenderung membagikan cerita perihal untuk beribadah ini datangnya dari pertemanan dan asmaranya kepada ibu. Allah, jadi saya selalu bilang ke anak- anak biar enggak lupa sholat dan Ibu menjadi orang terdekat anak yang bisa mengaji biar Allah enggak murka. dijadikan anak sebagai tempat bercerita Kalau ada yang sholatnya tinggal dan menjaga rahasianya, sehingga dari sini biasanya langsung saya tegur.” (Ibu ibu dapat mengetahui lingkungan SR) pertemanan anak dan dengan siapa saja Ibu juga memberi aturan kepada anak bergaul. Namun terkadang ibu anak untuk membantu membersihkan merasa bahwa anak tidak cukup terbuka rumah, mematuhi jam belajar, dan hal lain saat menceritakannya kepada ibu. Ibu yang berhubungan dengan kerapian dan merasa sikap anak yang seperti ini disiplin. Terdapat ibu yang memberi diakibatkan dari kurangnya intensitas ibu aturan yang bersifat tidak memaksa. saat berinteraksi dengan anak sehingga Terdapat pula ibu yang memberikan berdampak pada kedekatan hubungan aturan disertai konsekuensi dan alasan antara mereka. mengapa aturan yang ibu buat tersebut “Saya sering nanya ke anak saya tadi harus ditaati oleh anak. Namun terdapat gimana di sekolah, nak? Terkadang juga kondisi ibu yang merasa sangat kesal anak mau cerita kalau lagi berantem ketika anak tidak mematuhi aturan yang sama temennya karena masalah PR, telah dibuat sehingga ibu marah dan tapi sering juga enggak mau cerita cuma senyum-senyum aja. Kalau berteriak kepada anak. Ibu merasa tidak sudah begitu saya paham mungkin dapat mengendalikan emosi di saat lagi kasmaran sama temen merasa sangat lelah dengan pekerjaannya. sekolahnya. Ya saya paham mungkin Kondisi emosi ibu yang negatif ini menjadi anak saya malu kalau harus cerita ke saya tentang itu, mungkin ini juga hambatan saat berkomunikasi dengan karena saya dan anak kurang anak. Ibu menuturkan jika sudah begitu Ia dekat.Tapi saya juga enggak akan meredakan emosi terlebih dahulu membatasi teman main anak, asal sebelum melanjutkan berbicara dengan tidak kelewat batas saja.” (Ibu AH) anak. Ibu selalu memberikan perintah “Aturan main handphone itu memang kepada anak untuk selalu beribadah sengaja saya buat. Anak-anak boleh seperti sholat dan mengaji. Keempat ibu main handphone kalau tugas mengatakan hal yang senada bahwa sekolahnya sudah selesai dan sudah perihal ibadah ini adalah aturan rumah belajar minimal 30 menit. Tapi terkadang tugasnya belum selesai yang tidak bisa dilanggar oleh anak. Hal juga saya lihat kok udah pada mainan tersebut guna mendisiplinkan anak untuk handphone aja, jadi saya marahin dan saya sita handphone-nya.” (Ibu LM) Selain itu ibu juga selalu berupaya memberi dukungan emosional kepada anak melalui kalimat afirmasi dan penghargaan agar anak merasa senang dan bisa lebih percaya diri, hal ini disesuaikan dengan karakter masing- masing anak. Terdapat anak yang lebih senang ketika diberi semangat melalui kata-kata penyemangat, namun ada juga anak yang lebih suka ketika ibu menunjukkan dukungan penuh terhadap hal yang diminatinya.
“... Kaya dia maunya didukung kalau
dia mau ikut latihan sepak bola sama temannya yang lain. Karena saya merasa hal itu cukup positif untuk dia jadi saya setuju dan enggak melarangnya.” (Ibu ER)
(Dilanjutkan pembahasan yang
menghubungkan hasil wawancara dengan pola komunikasi ibu-anak yang didasarkan dari pola komunikasi orang tua yaitu demokratis (authoritative parenting), otoriter (authoritarian parenting), dan permisif (permissive parenting) serta tak lupa disertai jurnal yang memperkuat hasil penelitian. Dilanjutkan pula dengan penjabaran mengenai hambatan komunikasi yang terjadi antara ibu yang bekerja dengan anak remaja mereka)