Anda di halaman 1dari 14

METODE DAN PENDEKATAN GEOGRAFIS

DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode


dan Pendekatan dalam Penafsiran

Dosen Pengampu:
Dr. Lukman Hakim, MA

Disusun oleh:
Sab’ina Alfa Fida (201410106)
Talbia Robbi Rodhia (191410104)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Bismilla>hirrahma>nirrahi>m
Assala>mualaikum wa rah}matulla>hi wa baraka>tuh
Segala puji kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan nikmat
iman, kesehatan, hidayah dan taufiq-Nya hingga hari ini. Shalawat
berserta salam tak lupa kita haturkan kepada baginda Muhammad
Shallallahhu ‘alaihi wa sallam Yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang-benderang dengan ilmu
pengetahuan seperti hari ini.
Segala puji bagi Allah yang hanya dengan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Metode
dan Pendekatan Geografis dalam Penafsiran Al-Qur’an” yang
merupakan tugas mata kuliah “Metode dan Pendekatan dalam
Penafsiran”.
Kami ucapkan terimakasih kepada Yth. Ustadz Dr. Lukman
Hakim, MA. selaku dosen pengampu dari mata kuliah “Metode dan
Pendekatan dalam Penafsiran” atas kesempatan dan bantuan yang
diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa kami
haturkan terimakasih pula kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini. Sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat
membawa kebaikan bagi penyusun juga pembaca sekalian sehingga
dapat menambah wawasan serta dipergunakan dengan sebaik-
baiknya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran membangun dari para pembaca sekalian agar tulisan ini bisa
lebih baik lagi kedepannya. Terimakasih.
Wassala>mu’alaikum wa rah}matulla>hi wa baraka>ituh

Jakarta, 2 Oktober 2023

2
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................. 4
A. Latar Belakang........................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................... 4
C. Tujuan Masalah.......................................................................... 5

BAB II
PEMBAHASAN............................................................................... 6
A. Pengertian Geografis.................................................................. 6
B. Penggunaan Metode dan Pendekatan Geografis Sebagai Alat
Bantu dalam Penafsiran.............................................................. 7
C. Contoh Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Pendekatan Geografis....... 8

BAB III
PENUTUP.........................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, adalah sumber utama ajaran
dan pedoman hidup bagi lebih dari satu miliar orang di seluruh
dunia. Kitab suci ini dianggap sebagai wahyu ilahi yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama periode 23
tahun di Jazirah Arab. Namun, pesan Al-Qur'an tidak hanya
memiliki dimensi spiritual, tetapi juga mencakup berbagai aspek
kehidupan manusia,1 termasuk aspek geografis. Penafsiran Al-
Qur'an adalah langkah penting dalam memahami pesan dan ajaran
Al-Qur'an, dan memasukkan aspek geografis dalam proses
penafsiran menjadi hal yang semakin relevan dan menarik.
Penafsiran Al-Qur'an telah menjadi subjek penelitian yang
kompleks dan mendalam selama berabad-abad, dan para
cendekiawan telah mengembangkan berbagai pendekatan dalam
upaya untuk menguraikan pesan Al-Qur'an dengan lebih baik.2
Dalam perkembangan makalah ini, kita akan melihat bagaimana
pendekatan ini dapat memperkaya pemahaman kita tentang pesan
universal yang terkandung dalam Al-Qur'an dan bagaimana pesan
tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks geografis di
seluruh dunia.
Dalam era globalisasi ini, pemahaman Al-Qur'an yang lebih
mendalam dengan mempertimbangkan faktor geografis menjadi
semakin penting. Melalui makalah ini, kami berharap dapat
memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana metode
dan pendekatan geografis dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam penafsiran Al-Qur'an dan memperkaya
pemahaman agama Islam dalam konteks dunia yang semakin
kompleks.

1
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenada Media,
2022), hal. 8-9
2
Ahmad Nabil Amir, Tasnim Abdul Rahman, “Al-Qur’an Dan Hadith:
Signifikasi Nilai Dan Pandangan Hidupnya” dalam Jurnal Dirasah Al-Qur’an
dan Tafsir (Kuala lumpur: Universitas Sultan Zainal Abidin, 2023), Vol. 1,
No. 1, hal. 95

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Geografis secara Umum?
2. Bagaimana penerapan metode dan pendekatan geografis dalam
penafsiran al-Qur’an?
3. Apa saja contoh ayat-ayat yang perlu menggunakan metode dan
pendekatan geografis dalam penafsirannya?
C. Tujuan Masalah
1. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan geografis.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode dan
pendekatan geografis dalam penafsiran al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui contoh ayat-ayat yang perlu menggunakan
metode dan pendekatan geografis dalam penafsirannya.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Geografis
Secara harfiah, pengertian geografi adalah ilmu yang
mempelajari dan menggambarkan tentang bumi atau planet kita.
Kata "geografi" berasal dari bahasa Yunani, yaitu "geo" berarti
"bumi" dan "graphein" berarti "tulisan" atau "lukisan". Jadi,
geografi dapat dipahami dengan ilmu yang berkaitan dengan
penelitian, deskripsi, dan pemahaman tentang berbagai aspek
yang ada di permukaan bumi, termasuk fitur geografis, iklim,
populasi, kebijakan, dan banyak hal lainnya.3
Geografi adalah satu cabang sains yang mengkaji tentang
bumi. Pada tahun 1979, R. Bintarto yang merupakan salah satu
ahli geografi mengemukakan bahwa geografi merupakan ilmu
pengetahuan yang menggambarkan, menerangkan sifat-sifat bumi,
menganalisis gejala-gejala alam dan penduduknya serta
mempelajari corak yang khas dari unsur-unsur bumi dalam ruang
dan waktu.4
Dalam bahasa Arab istilah geografi ditulis dengan jugrafiya.
Istilah tersebut diambil dari karya Marinus (ilmuwan Yunani) dan
Claudius Ptolemeus. Karya keduanya kemudian ditulis dalam
bahasa Arab dengan judul Surah al Ard. Pada abad 9 M. Khalifah
al Makmun mendorong untuk mengembangkan ilmu geografi ini
menjadi lebih maju. Maka lahirlah kemudian sebuah buku yang
berjudul as Surah al Ma’muniyah. Buku ini dipandang sebagai
sebuah karya peta bumi yang terbaik di masanya. Kontribusinya
adalah tentang ukuran garis lengkung bumi yang lebih akurat.5
Dalam ranah ilmu geografi, terdapat dua komponen utama.
Pertama, terdapat Geografi Fisik yang mencakup kajian tentang
planet Bumi sebagai suatu sistem, termasuk unsur-unsur seperti
geologi, laut dan samudera, iklim, ekosistem, flora dan fauna.
Kedua, ada Geografi Manusia yang memfokuskan diri pada aspek
ekonomi, budaya, politik, meteorologi, serta dampak aktivitas
manusia terhadap ekologi Bumi. Sebagai contoh, dalam Geografi
Manusia, kita mempertimbangkan aktivitas seperti transportasi,
3
Amir Khosim, Kun Marina Lubis, Geografi (Jakarta: Grasindo,
2006), hal. 3
4
Hartono, Geografi Jelajah Bumi Dan Alam Semesta, (Bandung:
Citra Praya, 2007), hal. 4
5
Siti Mutia Tahir, “Pendidikan Geografi Dalam Al-Qur’an” (Center
for Open Science, April 17, 2022), http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/z7jt6.

6
pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pemukiman,
perusahaan, sistem transportasi, dan pelayanan. Al-Quran juga
banyak mengandung penjelasan tentang aspek Geografi Fisik
yang telah diinvestigasi dan dikaji oleh manusia, termasuk asal-
usul alam semesta, formasi dan pergerakan Bumi, serta
karakteristik fisik Bumi dan perannya dalam konteks alam
semesta hingga akhir waktu.6

B. Penggunaan Metode dan Pendekatan Geografis Sebagai Alat


Bantu dalam Penafsiran

Metode geografis dalan penafsiran al-Qur'an adalah


pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menafsirkan al-
Qur'an dengan mempertimbangan konteks alam semesta,
fenomena yang terjadi, proses terbentuknya, dan hal-hal ghaib
yang lebih luas lagi yang tak dapat manusia saksikan melainkan
hanya dari ayat-ayat kauniyahnya. Bila penafsiran melakukan
pendekatan geografis, penafsiran tersebut termasuk dalam corak
Ilmi’ atau Tafsir kosmologi.
Pentingnya untuk manusia mempe-lajari ilmu geografi ini
adalah untuk memahami alam semesta dengan lebih
mendalam serta menilai sumber serta peluang yang terdapat
dalamnya. Lebih terang dan jelas dalam al-Quran terdapat
pengajaran ayat Allah S.W.T. yang diketengahkan tentang
kejadian alam semesta yang begitu indah dan ajaib
kejadiannya yang menunjukan tanda kebesaran Allah. Dengan
memikirkan dan merenung maka manusia akan diilhamkan
dengan ilmu pengetahuan, ide atau gagasan serta kepandaian
yang menjadikan manusia dapat mentadbir alam ini mengikut
acuan Allah S.W.T. berteraskan kepada syariat yang telah
diturunkan.7

6
Kamarul Azmi Jasmi, Sains, Asas, Fisik, Kimia, Dan Geografi Dari
Perspektif Al-Qur’an, (Darul Ehsan: Universitas Teknologi Malaysia (UTM
Press), 2013), hal. 56
7
Kamarul Azmi Jasmi, Sains, Asas, Fisik, Kimia, Dan Geografi Dari
Perspektif Al-Qur’an, (Darul Ehsan: Universitas Teknologi Malaysia (UTM
Press), 2013), hal. 55

7
Berikut tabel mengenai posisi ilmu geografi dalam berbagai
bidang ilmu dan pendekatan penafsiran. Dalam tabel ini
tergambar bahwa Geografi terletak di main center atau pusat
utama. Dari Geografi munculah berbagai sudut pandang studi
yang bisa dikembangkan.8
Ulama yang memiliki pandangan setuju terhadap Tafsir
Ilmi diantaranya Al-Ghazali dan Ahmad Syirbashi, dan mufassir
yang mengambil rujukan diantaranya Muhammad Abduh, Al-
Maraghi, Thantawi Jauhari, Sa’id Hawa, dll.9

C. Contoh Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Pendekatan Geografis

‫ِم‬ ‫ِذ‬
‫۞ َو ُه َو اَّل ي َم َرَج اْلَبْح َر ْيِن َٰه َذ ا َع ْذ ٌب ُفَر اٌت َو َٰه َذ ا ْلٌح ُأَج اٌج‬
‫َو َجَعَل َبْيَنُه َم ا َبْر َز ًخ ا َو ِح ْج ًر ا ْحَمُج وًر ا‬
53. Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin
lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang menghalangi. (Surat Al-Furqan (25) : 53)

8
Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, dalam kuliah Living Qur’an.
9
Albab, A. Ulil (2018), SKRIPSI : Asal-usul besi menurut Al-
Qur’an : studi penafsiran QS. al-Ḥadīd: 25 dengan pendekatan sains.
(Semarang : UIN Walisongo Semarang, 2021) hlm. 111

8
Merujuk pendapat dari Tantawi Jauhari bahwa dua lautan
yang di maksud adalah pada dasarnya berasal dari satu lautan
yang membentuk satu siklus. Penguapan air laut yang kemudian
ditangkap oleh awan sehingga pada akhirnya menjadi hujan, dari
hujan tersebut kemudian membanjiri sungai-sungai yang
bermuara kembali menuju lautan. Pada dasarnya merupakan satu
lautan, tetapi pada uraiannya ada keterlibatan sungai yang pada
akhirnya menuju kembali kelautan sehingga digunakan kata al-
bahraîn (dua lautan) bukan sungai dan laut.10
Pada surat al-Furqan bahraîn dikatakan berdampingan,
maka kita dapat memahami dengan pengertian‚ruang‛ dan
bukannya pengertian ‚bidang‛. Dari ayat ini maka semakin jelas
maksud barzakh atau dinding, artinya kedua laut ,tersebut tetap
mempunyai dan mempertahankan karakter atau sifat-sifat fisika
(suhu, tekanan, dll). Dan kimianya (senyawa, salinitas, dll)
sendiri-sendiri sehingga antara kedua macam lautan tersebut akan
mempunyai jenis ikan dan tumbuhan yang berlainan.11

‫َأْمَل َتَر َأَّن الَّل َه ُيْز ِج ي َس َح اًبا َّمُث ُيَؤ ِّل ُف َبْيَن ُه َّمُث ْجَيَعُل ُه ُر َك اًم ا َفَتَر ى‬
‫اْل َق ْخَي ِم ِخ اَل ِل ِه ِّز ُل ِم الَّس اِء ِم ِج اٍل ِفي ا ِم ٍد‬
‫َه ْن َبَر‬ ‫َو ُيَن َن َم ْن َب‬ ‫َو ْد ُرُج ْن‬
‫ِقِه‬ ‫ِص ِب ِه‬
‫َفُي يُب َمْن َيَش اُء َو َيْص ِر ُفُه َعْن َمْن َيَش اُء ۖ َيَك اُد َس َنا َبْر َي ْذ َه ُب‬
‫ِباَأْلْبَص اِر‬

Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian


mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan
awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-
butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
10
Maulidi Ardiyantama, Ayat-Ayat Kauniyyah Dalam Tafsir Imam
Tantowi Dan Al-Razi, Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits, Vol 11,
No. 2, (Desember 2017) hlm. 194
11
Maulidi Ardiyantama, Ayat-Ayat Kauniyyah Dalam Tafsir Imam
Tantowi Dan Al-Razi, Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits, Vol 11,
No. 2, (Desember 2017) hlm. 197

9
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat
awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (Surat An-
Nur (24) : 43)

Fenomena alam tersebut menunjukkan bahwa tidak ada


suatu apa pun dari ciptaan Allah yang ilalaikan-Nya, semua diatur
sedemikian rupa. Peran hujan yang ‚menghidupkan‛ lahan, mati‛
yang disebutkan dalam al-Qur’an sudah dianalisa oleh pakar ilmu
pengetahuan. Hujan disamping membawabutiran air, suatu materi
yang penting bagi kehidupan semua makhluk hidup di dunia,
ternyata butiran air hujan juga membawa serta material yang
berfungsi sebagai pupuk. Saat air laut menguap dan mencapai
awan, ia mengandung suatu yang dapat merevitalisasi daratan
yang mati. Dengan demikian, hujan adalah sumber pupuk yang
sangat penting. Dengan pupuk yang dikandung pada butiran hujan
saja, dalam waktu 100 tahun, tanah yang miskin hara dapat
mengumpulkan semua elemen yang diperlukan untuk tumbuhnya
tanaman. Hutan juga tumbuh dan memperoleh keperluan
hidupnya dari semua bahan kimia yang berasal dari laut. 12

‫ِء‬ ‫يِف‬ ‫ِث‬ ‫َّلِذ ِس‬


‫الَّل ُه ا ي ُيْر ُل الِّر َياَح َفُت ُري َس َح اًبا َفَيْبُس ُطُه الَّس َم ا َك ْي َف َيَش اُء‬
‫ِبِه‬ ‫ِم ِخ ِلِه ِإ‬ ‫ِك‬
‫َو ْجَيَعُلُه َس ًف ا َفَتَر ى اْلَو ْد َق ْخَيُرُج ْن اَل ۖ َف َذا َأَص اَب َمْن َيَش اُء‬
‫ِم ْن ِعَباِدِه ِإَذا ُه ْم َيْس َتْبِش ُر وَن‬
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan
awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang
dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan
itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya,
tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Surat Ar-Rum (30) : 48)

Allah subhaanahu wa ta’aalaa menjelaskan bagaimana Dia


menciptakan awan yang menurunkan air hujan. Adakalanya awan

12
Quraish Shihab. (1997). Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan. Hlm 180

10
itu datangnya dari laut, sebagaimana yang disebutkan oleh bukan
hanya seorang ulama; atau dari tempat yang dikehendaki oleh
Allah, kemudian membentangkannya, menjadikannya bertambah
banyak dan berkembang, lalu menjadikannya dari sedikit menjadi
banyak. Pada mulanya Dia menjadikan awan yang kelihatan di
mata bagaikan perisai, lalu Dia bentangkan sehingga memenuhi
cakrawala langit Adakalanya pula awan datang dari arah laut yang
mengandung air yang sangat banyak. Mujahid, Abu Amr ibnul
Ala, Matar Al-Warraq, dan Qatadah mengatakan bahwa makna
kisafan ialah bergumpal-gumpal, sedangkan yang lain
mengartikannya bertumpang tindih, sebagaimana yang dikatakan
oleh Qatadah. Yang lainnya lagi mengatakan berwarna hitam
karena banyaknya kandungan air sehingga terlihat gelap, berat,
lagi dekat dengan bumi. Karena mereka sangat memerlukannya,
maka mereka merasa sangat gembira dengan turunnya air hujan
kepada mereka.13

‫َأَو ْمَل َيَر ٱَّلِذ يَن َك َف ُر وآ ۟ َأَّن ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأْلْر َض َك اَنَتا َر ْتًق ا َفَف َتْق َٰن ُه َم ا ۖ َو َجَعْلَنا‬
‫ِم َن ٱْلَم اِء ُك َّل َش ْى ٍء َح ٍّى ۖ َأَفاَل ُيْؤ ِم ُنوَن‬
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah
mereka tiada juga beriman? (Surat Al-Anbiya : 30)

Ayat ini menjelaskan bahwa, langit dan bumi pada awalnya


adalah sesuatu yang padu dan menyatu. Kemudian Allah swt.
memisahkan keduanya sehingga terbentuklah alam semesta
seperti yang ada saat ini. Pendapat Ibnu Abbas dan mayoritas
ulama tafsir bahwa : “Langit dan bumi dulunya adalah kesatuan
yang padu, homogen, dan solid, selanjutnya Allah membelah
langit dengan hujan sedangkan Bumi dengan tumbuh-tumbuhan
dan pepohonan.” Maka, sebagaimana dipahami dari ayat tersebut,
bahwa langit dan bumi awalnya bersenyawa atau bersatu,
kemudian terpisah atas perintah perintah ilahi “kun fa yakūn”
yang menyederhanakan tentang Maha besarnya kekuasaan Allah

13
‘Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. ‘Abdul
Ghoffar E.M, Cet. 1, (Tt: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008)

11
swt, dalam kehendak-Nya menetapkan semuanya terjadi dengan
mudah. Namun bukan berarti sesuatu itu terjadi seketika itu juga
melainkan melalui tahapan proses yang memerlukan waktu sesuai
hukum alam yaitu ketentuan-ketentuan Allah atas sunatullah.14

‫َّمُث اْس َتَو ٰى ِإىَل الَّس َم اِء َو ِه َي ُدَخ اٌن َفَق اَل َهَلا َو ِلَأْلْر ِض اْئِتَيا َطْو ًعا َأْو َك ْر ًه ا‬
‫ِئِع‬
‫َقاَلَتا َأَتْيَنا َطا َني‬
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit
itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan
kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati". (Surat Fussilat : 11)

Ahmad Baiquni dalam bukunya Al-Qur’an dan Ilmu


Pengetahuan Kealaman, menerjemahkan kata “dukhān” dengan
kata “embun” bukan asap sebagaimana banyak dikenal selama ini.
Sebab menurutnya asap terdiri dari partikel halus serta kondensasi
uap disekitarnya; baik partikel maupun uap yang terdiri atas
molekul-molekul yang tidak mungkin ada pada saat itu, karena
suhu alam pada waktu itu sangat tinggi. Pada prosesnya
pengembunan berlangsung sebagai akibat dari pendinginan yang
cepat; perubahan fase terjadi dan energy berubah menjadi materi.
Hal ini dapatdiumpamakan seperti pengembunan uap air menjadi
awan, keluarlah panas yang menaikkan kembali temperature alam
semesta, dan inflasi menjadi terhenti, sehingga ia berekspansi
seperti sebelumnya. Pada saat itu, jagat raya membengkak
volumenya dari sebuah “titik” menjadi sebesar “jeruk bali”15

14
Munawir, Al-Qur’an dan Kosmologi: Kronologis penciptaan dan
kepunahan Alam Kosmos, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 5, No. 1
(2020) hlm. 22
15
Baiquni. (1997). Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,. Dana
Bhakti Prima Yasa. Hlm 231–232

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang


menggambarkan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis
gejala-gejala alam dan penduduknya serta mempelajari corak
yang khas dari unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu, Metode
geografis dalan penafsiran al-Qur'an adalah pendekatan yang
digunakan untuk memahami dan menafsirkan al-Qur'an dengan
mempertimbangan konteks alam semesta, fenomena yang terjadi,
proses terbentuknya, dan hal-hal ghaib yang lebih luas lagi yang
tak dapat manusia saksikan melainkan hanya dari ayat-ayat
kauniyahnya. Bila penafsiran melakukan pendekatan geografis,
penafsiran tersebut termasuk dalam corak Ilmi’ atau Tafsir
kosmologi. Terdapat banyak ayat yang membahas dapat
ditafsirkan melalui pendekatan geografis, diantaranya Surat Al-
Furqan (25) : 53 (tentang dua laut yang terpisah, Surat An-Nur
(24) : 43 dan Surat Ar-Rum (30) : 48 (tentang fenomena hujan),
lalu Surat Al-Anbiya : 30, dan Surat Fussilat : 11 (tentang
pembentukan alam semesta).

13
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Ahmad Nabil. Rahman, Tasnim Abdul. “Al-Qur’an Dan Hadith:
Signifikasi Nilai Dan Pandangan Hidupnya” dalam Jurnal
Dirasah Al-Qur’an dan Tafsir. Kuala lumpur: Universitas Sultan
Zainal Abidin. 2023. Vol. 1, No. 1.
Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Prenada Media.
2022.
Hartono. Geografi Jelajah Bumi Dan Alam Semesta. Bandung: Citra
Praya. 2007.
Jasmi, Kamarul Azmi. Sains, Asas, Fisik, Kimia, Dan Geografi Dari
Perspektif Al-Qur’an. Darul Ehsan: Universitas Teknologi
Malaysia (UTM Press). 2013
Khosim, Amir. Lubis, Kun Marina. Geografi. Jakarta: Grasindo. 2006.
Tahir, Siti Mutia. “Pendidikan Geografi Dalam Al-Qur’an.” Center
for Open Science, April 17, 2022.
http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/z7jt6.

Baiquni. (1997). Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,. Dana


Bhakti Prima Yasa.
Munawir, Al-Qur’an dan Kosmologi: Kronologis penciptaan dan
kepunahan Alam Kosmos, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Vol. 5, No. 1 (2020)
Muhammad, bin Abdullah. Tafsir Ibnu Katsir, Terj. M. ‘Abdul Ghoffar
E.M, Cet. 1, (Tt: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008)
Shihab, Quraish. (1997). Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan.
Ardiyantama, Maulidi Ayat-Ayat Kauniyyah Dalam Tafsir Imam
Tantowi Dan Al-Razi, Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-
Hadits, Vol 11, No. 2, (Desember 2017)
Albab, A. Ulil (2018), SKRIPSI : Asal-usul besi menurut Al-Qur’an :
studi penafsiran QS. al-Ḥadīd: 25 dengan pendekatan sains.
(Semarang : UIN Walisongo Semarang, 2021)

14

Anda mungkin juga menyukai