Anda di halaman 1dari 6

Ahmad Hasan Assidqie, M.

Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

GEOGRAFIS DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi
Universitas PTIQ Jakarta
hasanassidqi86@gmail.com
sihabuddin1008@gmail.com
m.f.zaini00@gmail.com

Abstrak
Geografi adalah ilmu yang mempelajari fenomena fisik dan manusia di permukaan bumi.
Geografi juga merupakan salah satu sumber pengetahuan yang digunakan dalam menafsirkan Al-
Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji asal-usul, tokoh-tokoh, contoh, dan analisis
geografis dalam penafsiran Al-Qur’an. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan
pendekatan komparatif antara tafsir ilmi dan teori sains modern. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa geografis dalam penafsiran Al-Qur’an memiliki akar sejarah yang panjang, mulai dari
masa Nabi Muhammad saw. hingga zaman kontemporer. Tokoh-tokoh yang menggunakan
metode dan pendekatan geografis dalam menafsirkan Al-Qur’an antara lain adalah Fakhruddin
ar-Razi dan Syaikh Tantawi Jauhari. Contoh penafsiran yang menggunakan metode dan
pendekatan geografis dalam menafsirkan Al-Qur’an dapat ditemukan dalam ayat-ayat yang
berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi, gunung-gunung, sungai-sungai, laut-laut, dan lain-
lain. Analisis terkait ayat dan geografi menunjukkan bahwa Al-Qur’an mengandung nilai-nilai
pendidikan yang relevan dengan kehidupan manusia, khususnya dalam aspek akidah, seperti
mengenal kebesaran Allah, mengagungkan ciptaan-Nya, dan bersyukur atas nikmat-Nya.
Kata kunci: geografi, penafsiran, Al-Qur’an, tafsir ilmi, sains modern
Abstract

Geography is the science that studies physical and human phenomena on the Earth's surface. It is
also one of the sources of knowledge used in interpreting the Quran. This research aims to
examine the origins, figures, examples, and geographical analysis in the interpretation of the
Quran. The method used is literature study with a comparative approach between scholarly
interpretations and modern scientific theories. The results show that the geographical aspect in
the interpretation of the Quran has a long historical root, from the time of Prophet Muhammad
until contemporary times. Figures who use geographical methods and approaches in interpreting
the Quran include Fakhruddin ar-Razi and Sheikh Tantawi Jauhari. Examples of interpretations
using geographical methods and approaches in interpreting the Quran can be found in verses
related to the creation of the heavens and the earth, mountains, rivers, seas, and so on. Analysis
related to verses and geography indicates that the Quran contains educational values relevant to
human life, especially in matters of faith, such as recognizing the greatness of Allah, glorifying
His creation, and being grateful for His blessings.
Keywords: Geography, interpretation, the Quran, scholarly interpretation, modern science.

Universitas PTIQ Jakarta


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diyakini sebagai wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. Kitab ini berisi petunjuk, hukum, nilai-nilai moral, serta berbagai aspek
kehidupan manusia. Dalam proses pemahaman dan penafsiran Al-Qur’an, metodologi dan
pendekatan geografis merupakan salah satu aspek penting yang dapat digunakan untuk
mendalami makna dan konteks yang terkandung dalam teks suci tersebut.
Geografi Adalah ilmu yang mempelajari segala aktivitas manusia dan alam serta interaksi
di antara keduanya melalui perspektif ruang hingga terbentuk pola ruang tertentu. Namun
demikian, jika kita kaitkan dengan ayat Al-Qur’an ternyata antara manusia dan alam juga
dihadirkan dalam sejumlah ayat. Oleh karena itu yang melatar belakangi kajian ini adalah,
penulis berupaya mengungkap tentang ayat-ayat geografi dalam perspektif pendidikan Al-
Qur’an.
Penelitian dan pemahaman yang lebih baik mengenai metodologi dan pendekatan
geografis dalam penafsiran Al-Qur’an dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
menguatkan keyakinan dan pemahaman umat Islam tentang pesanpesan Al-Qur’an. Hal ini juga
dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang hubungan antara agama dan geografis.
Dengan demikian, makalah ini akan mengeksplorasi pendekatan geografis dalam
penafsiran Al-Qur’an dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai hubungan antara pesan-pesan Al-Qur’an dan konteks geografisnya. Makalah ini akan
menjelaskan prinsip-prinsip metodologi yang digunakan, contoh-contoh aplikasi pendekatan
geografis dalam penafsiran Al-Qur’an, dan potensi dampaknya dalam memperkaya pemahaman
kita tentang pesan-pesan suci dalam kitab suci Islam ini.
Asal-usul Geografis Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Pendekatan geografis dalam penafsiran Al-Qur’an tidak memiliki asal usul yang jelas
dalam tradisi tafsir Islam. Tafsir Al-Qur’an, atau interpretasi teks suci Islam, secara tradisional
lebih fokus pada aspek teologis, hukum, moral, dan historis dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Namun, beberapa ulama modern telah mencoba untuk mengadopsi pendekatan geografis
dalam upaya memahami konteks geografis di mana ayat-ayat Al-Qur’an diungkapkan. Mereka
mungkin mempertimbangkan geografi fisik, iklim, budaya, atau keadaan sosial ekonomi dari
daerah-daerah yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Penting untuk diingat bahwa interpretasi Al-Qur’an adalah suatu subjek yang kompleks
dan seringkali terbuka terhadap berbagai interpretasi yang mungkin berubah seiring waktu dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan metodologi penafsiran. Jadi, pendekatan geografis adalah
salah satu dari banyak metode yang bisa digunakan untuk memahami Al-Qur’an, tetapi tidak
dapat diatribusikan ke suatu sumber atau ulama tertentu dalam sejarah Islam.
Pendekatan geografis gunung dalam tafsir Al-Qur’an dapat merujuk pada ayatayat Al-
Qur’an yang membahas tentang gunung atau tempat-tempat tertentu yang disebutkan dalam Al-
Qur’an. Beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentang gunung antara lain QS An-Naba: 7
yang menyebutkan bahwa gunung-gung dipancangkan sebagai pasak untuk menjaga
keseimbangan bumi, QS An-Naml: 88 yang menyebutkan bahwa gunung berjalan seperti
jalannya awan, dan QS Al-Qaf: 10 yang menyebutkan bahwa Allah Swt. menempatkan gunung-
gunung di bumi agar bumi tidak berguncang. Selain itu, terdapat juga ayat-ayat Al-Qur’an yang

Universitas PTIQ Jakarta


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

membahas tentang geologi dan geografi yang memainkan peranan penting dalam menjaga
keseimbangan bumi.
Dalam tafsir Al-Qur’an, gunung juga dijelaskan sebagai stabilisator bumi, paku, dan
pasak, yang menjaga keseimbangan bumi Beberapa penafsir Al-Qur’an juga mengaitkan ayat-
ayat tentang gunung dengan temuan sains modern, seperti continental drift
Tokoh-Tokoh Yang Menggunakan Metode & Pendekatan Geografis Dalam Menafsirkan
Al-Qur’an
1. Fakhruddin ar-Razi
Fakhruddin ar-Razi adalah seorang ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu dan
sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan ‘aqli. Ia memperoleh popularitas besar di segala
penjuru dunia, dan mempunyai cukup banyak karya. Di antaranya yang paling penting adalah
tafsir besarnya bernama Mafātīḥul gaib.1
Tafsir ini terdiri atas delapan jilid besar. Namun berbagai pendapat yang ada menunjukkan
bahwa ar-Razi tidak sempat menyelesaikannya. Pendapat-pendapat itu tidak sepakat mengenai
sampai sejauh mana menyelesaikan tafsirnya dan siapa pula yang menyelesaikannya. Mengenai
hal ini syaikh Muhammad az-Zahabi memberikan catatan sebagai berikut:
Yang dapat saya katakan sebagai pemecahan terhadap silang pendapat ini ialah, bahwa
imam Fakhruddin telah menyelesaikan tafsirnya sampai dengan surah al-Anbiya’. Selanjutnya
Syihabuddin al-Khaubi menyempurnakan kekurangan tersebut namun ia juga tidak dapat
menyelesaikannya dengan tuntas. Dan sesudah itu tampil lagi Najmuddin al-Qamuli
menyelesaikan sisanya. Tetapi dapat juga dikatakan bahwa al-Khaubi telah menyempurnakannya
hingga selesai, sedang al-Qamuli menulis penyempurnaan lain, bukan yang telah ditulis al-
Khaubi. Inilah pendapat yang jelas dari ungkapan penulis Kasyfuẓ Ẓunūn.
Sekalipun demikian, pembaca tafsir ini tidak akan mendapatkan perbedaan metode dan
alur pembahasan dalam penulisannya sehingga ia tidak dapat membedakan antara yang asli
dengan penyempurnaan.
Ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan korelasi (munāsabah) antar ayat
dan surah qur’an satu dengan yang lain, serta banyak menguraikan ilmu eksakta, fisika, falak,
filsafat dan kajian-kajian masalah ketuhanan menurut metode dan argumentasi para filosof yang
rasional; disamping juga mengemukakan mazhab-mazhab fiqh. Namun sebenarnya sebagian
besar uraian tersebut tidak di perlukan dalam ilmu tafsir. Dengan demikian kitab tafsir ini
menjadi ensiklopedia ilmiah tentang ilmu kalam, kosmologi dan fisika, sehingga ia kehilangan
relevansinya sebagai tafsir qur’an.2
2. Syaikh Tantawi Jauhari
Syaikh Tantawi Jauhari adalah seorang yang sangat tertarik dengan keajaibankeajaiban
alam dan berprofesi sebagai pengajar pada sekolah Darul ‘Ulum Mesir. Ia menafsirkan beberapa

1
Mannā ’ Al-Qatṭṭā n, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1992), h.
506
2
Al-Qatṭṭā n, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, h. 507

Universitas PTIQ Jakarta


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

ayat Qur’an untuk para siswanya disamping menulis pula di beberapa mass media, kemudian ia
mempublikasikan karangannya di bidang tafsir, al-Jawāhir fī tafsīril qur’ān.
Dalam tafsirnya ini ia sangat memberikan perhatian besar pada ilmu-ilmu kealaman
(al-‘ulumul kauniah, natural sciences) dan keajaiban makhluk. Ia menyatakan, di dalam qur’an
terdapat ayat-ayat pengetahuan yang jumlahnya lebih dari tujuh ratus lima puluh ayat. Ia juga
menganjurkan umat islam agar memikirkan ayat-ayat qur’an yang menunjuk pada ilmu-ilmu
kealaman, mendorong mereka untuk mengamalkannya dan untuk pada masa kini, harus lebih
diperhatikan dari ayat-ayat

yang lain bahkan dari kewajiban-kewajiban agama sekalipun. Ia berkata, “Mengapakah


kita tidak mengamalkan ayat-ayat ilmu pengetahuan dalam sebagaimana para pendahulu kita
mengamalkan ayat-ayat kewarisan? Akan tetapi saya mengucapkan alhamdulillah, al-hamdu
lillah, karena kini Anda telah dapat membaca dalam tafsir ini rangkuman atau intisari ilmu
pengetahuan, yang mempelajari lebih utama daripada mempelajari ilmu farā’id karena ia hanya
fardu kifayah. Sedangkan ilmu pengetahuan ini dapat menambah ma’rifah kepada Allah Swt.
karena itu ia menjadi fardu ‘ain bagi setiap orang yang mampu.” Jauhari mulai terpedaya ia
berani mencela para mufasir terdahulu. Katanya, “ilmu-ilmu yang kami masukan ke dalam tafsir
ini adalah ilmu yang dilalaikan oleh orang-orang bodoh yang tertipu, yaitu para Fuqaha Islam
yang kerdil. Kini adalah masa perubahan dan pemunculan hakikat dan Allah membimbing siapa
yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”3
Contoh Penafsiran Yang Menggunakan Metode & Pendekatan Geografis Dalam
Menafsirkan Al-Qur’an

‫َو َأۡل َقٰى ِفي ٱَأۡلۡر ِض َر َٰو ِس َي َأن َتِم يَد ِبُك ۡم َو َأۡن َٰه ٗر ا َو ُس ُباٗل َّلَع َّلُك ۡم َتۡه َتُد وَن‬
Artinya : “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang
bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat
petunjuk” (QS. An Nahl [16] : 15)
Keberadaan beberapa ciptaan Allah yang ada pada ayat di atas merupakan anugerah dan
nikmat besar bagi umat manusia. Dengan adanya ciptaan tersebut manusia dituntut untuk
menggunakan akalnya juga potensinya dalam menjaga ciptaan Allah seperti gunung, sungai dan
jalan dari semua hal yang mengarah pada kerusakan. Selain itu, eksistensi perbintangan pun
merupakan hal yang harus disyukuri karena adanya hal ini menjadikan manusia belajar mengenai
tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya. Oleh karena itu, salah satu bentuk syukur atas nikmat
Allah adalah menggunakan potensi dan akal dalam menjaga serta merawat alam.
Analisis Terkait Ayat dan Geografi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Surah An-Nahl Nilai
Akidah
Akidah atau keimanan ini berulang kali Allah menegaskan dalam surah an-Nahl untuk
mentauhidkan Allah swt, sebagai bukti bahwa nikmat terbesar bagi seorang hamba adalah
nikmat iman, selamatnya seorang hamba baik di dunia maupun di akhirat hanya bisa diraih
dengan keimanan yang benar terhadap Allah swt. Ini merupakan tugas besar bagi pendidik
terutama yang berada dalam pendidikan Islam.
3
Al-Qatṭṭā n, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, . 510-511

Universitas PTIQ Jakarta


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

Ruang lingkup akidah dalam ajaran Islam atau yang sering disebut sebagai rukun iman ada
enam, yaitu:
 Iman kepada Allah swt
 Iman kepada Malaikat
 Iman kepada Kitab
 Iman kepada Rasul
 Iman kepada hari kiamat
 Iman kepada qadha dan qadar/takdir4

KESIMPULAN
Ayat 7 dari Surah An-Naba menyoroti gunung sebagai “pasak” yang menjaga bumi agar
tidak goyah. Ini mencerminkan peran gunung dalam geografi fisik, di mana gunung-gunung
berfungsi sebagai elemen penting yang memberikan stabilitas pada kerak bumi dan mencegah
guncangan geologis. Ayat ini juga mengundang kita untuk merenungkan keajaiban penciptaan
alam yang terungkap dalam geografi.
Surah Ar-Rahman ayat 17 menyoroti bumi sebagai salah satu anugerah Allah yang
diberikan kepada manusia. Pemahaman geografis mengenai bumi ini mengingatkan kita akan
kebijaksanaan dalam penciptaan alam. Bumi sebagai tempat hidup manusia adalah hasil rencana
Allah yang sempurna, dan kita harus menjaga dan merawatnya sebagai amanah.
Dengan demikian, penafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan geografis membantu kita
untuk lebih mendalam dalam memahami hubungan antara pesan-pesan Al-Qur’an dan geografi
alam. Hal ini juga menekankan pentingnya merenungkan keajaiban alam sebagai bukti
penciptaan Allah dan menjalani kehidupan dengan rasa syukur atas karunia-karunia yang telah
diberikan-Nya kepada kita.

4
Ali Imran, Achyar Zein, and Shiyamu Manurung, “Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al Quran ( Kajian Surah
An-Nahl ),” EDU RILGIA:Jurnal Ilmu Pendidikan Islam dan Keagamaan 2, no. 3 (2018): 389–396.

Universitas PTIQ Jakarta


Ahmad Hasan Assidqie, M. Fakhrurrozi Zaini, Sihabuddin Atstsaqofi

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qatṭṭān, Mannā’. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1992.
Al-Rāzī, Fakhr al-Dīn. Mafātih al-Ghaib (Tafsīr al-Kabīr). Dār al-Fikr, 1981.
Az-Zuḥaili, Wahbah bin Muṣṭafā. Tafsir Al-Wasith. Jakarta: Gema Insani, 2012.
Al Mahalli wa as-Sayūṭi, Jalāluddīn. Tafsīr al-Jalālain. Beirut: Dār al-Fikri, n.d.
Shihab, M. Quraish. Tafsīr Al-Misbāh : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta:
Lentera Hati, 2005.
Ali Imran, Achyar Zein, and Shiyamu Manurung, “Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al
Quran ( Kajian Surah An-Nahl ),” EDU RILGIA:Jurnal Ilmu Pendidikan Islam dan Keagamaan
2, no. 3 (2018): 389–396.

Universitas PTIQ Jakarta

Anda mungkin juga menyukai