Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN

PELAKSANAAN PENAPISAN RISIKO JATUH

PEMERINTAH KOTA MAKASSAR


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS PANAMBUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jatuh mempunyai beberapa akibat seperti cedera dan kerusakan fisik. Kerusakan fisik yang paling
sering terjadi adalah patah tulang, di antaranya fraktur lengan atas, pergelangan tangan, pelvis dan
kerusakan jaringan lunak dan lain sebagainya. Dampak lain yang ditimbulkan dari kejadian jatuh ialah
dampak psikologis, walaupun tidak menimbulkan cidera fisik tetapi ini bisa menyebabkan syok dan rasa
takut jika terjatuh lagi yang memiliki konsekuensi seperti ansietas, fobia jatuh atau falafobia, hilang rasa
percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari. Jatuh dapat pula mengakibatkan kematian dan
luka berat. Jatuh juga merupakan penyebab umum terjadinya luka. Data dari US Centres for Disease
Control and Prevention (CDC) tahun 2014, diperoleh data bahwa lebih dari 1/3 orang dewasa berusia di
atas 65 tahun mengalami jatuh setiap tahun. Lebih dari 500.000 kejadian jatuh di seluruh RS di Amerika
setiap tahun, 150.000 diantaranya mengalami luka. Pasien akan mengalami peningkatan dalam risiko
jatuh bila mempunyai gangguan memori, mempunyai kelemahan otot, berusia lebih dari 60 tahun dan
berjalan menggunakan tongkat atau walker.

Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam
konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas
pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah
terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang
dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi
jatuh.

B. Pengertian
Penapisan risiko jatuh adalah sebuah proses untuk menilai dan menentukan ada-tidaknya risiko
jatuh pada pasien.

C. Tujuan
1. Menilai dan menentukan ada-tidaknya risiko jatuh pada pasien; dan
2. Mencegah terjadinya insiden jatuh yang berakibat cedera pada pasien yang memiliki risiko jatuh
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat jalan. Pelaksana panduan ini adalah semua
tenaga kesehatan (dokter, perawat, farmasi, bidan, staf rekam medis dan tenaga kesehatan lainnya)
beserta seluruh staf di poli, staf administratif dan staf pendukung yang bekerja di Puskesmas
Panambungan.

A. Prinsip
1. Cedera pada pasien dapat terjadi karena insiden jatuh di fasilitas kesehatan
2. Penapisan risiko jatuh dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk
meminimalkan risiko jatuh pada pasien rawat jalan di Puskesmas
3. Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien rawat jalan dengan mempertimbangkan (1) kondisi
pasien: contohnya geriatri/lansia, status kesadaran rendah, riwayat konsumsi alkohol dan/atau
penggunaan obat yang mengganggu keseimbangan; (2) diagnosis: contohnya dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan dan Parkinson
4. Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan, baik
untuk pasien rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk mencegah atau menimbulkan kejadian jatuh
di fasilitas kesehatan
5. Contoh cara melakukan penapisan/pengkajian pada pasien rawat jalan ialah dengan menanyakan
tiga pertanyaan, yaitu (1) apakah pernah jatuh dalam enam bulan terakhir; (2) apakah
menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan; dan (3) apakah jika berdiri dan/atau
berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban
ya, pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh.

B. Kewajiban dan Tanggung Jawab


1. Seluruh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Panambungan:
a. Memahami dan menerapkan prosedur penapisan risiko jatuh; dan
b. Melaporkan adanya insiden jatuh.

2. Kepala/Penanggung Jawab Ruangan


a. Memastikan seluruh staf memahami prosedur penapisan risiko jatuh serta menerapkannya;
dan
b. Menyelidiki semua insiden jatuh dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk
mencegah terulangnya kembali insiden tersebut.

3. Manajemen
a. Memantau dan memastikan panduan pelaksanaan penapisan risiko jatuh dikelola dengan baik
oleh Kepala Ruangan; dan
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan pelaksanaan penapisan risiko jatuh.
BAB III
TATA LAKSANA

Penapisan risiko jatuh di Puskesmas Panambungan dapat dituangkan melalui


tahapan/langkah-langkah sebagai berikut.

A. Penapisan Risiko Jatuh pada Pasien Rawat Jalan:


1. Petugas di ruang pendaftaran dan rekam medis mengamati cara berjalan dan alat bantu jalan yang
digunakan pasien saat tiba di puskesmas;
2. Jika pasien memiliki cara berjalan yang kaku, gemetar, tidak seimbang, sempoyongan atau
limbung dan/atau jika berjalan membutuhkan alat bantu (tongkat/tripod, kruk, kursi roda, atau
ditopang orang lain) maka pasien dikategorikan memiliki risiko jatuh;
3. Petugas memeriksa cover depan lembaran status pasien (rekam medis), jika pasien merupakan
pasien baru dan belum memiliki rekam medis, maka setelah pelayanan administratif petugas
menempelkan stiker label dan menuliskan tanda “Risiko Jatuh” di label tersebut pada cover depan
rekam medis untuk pasien baru, begitu pula pada pasien lama yang belum memiliki stiker label
risiko jatuh pada rekam medisnya;
4. Petugas mengedukasi pasien dan keluarganya untuk berhati-hati saat jalan melewati titik-titik
rawan terjadinya insiden jatuh di puskesmas (misalnya: anak tangga, pintu depan puskesmas,
pintu masuk ruang bersalin) serta beritahu keluarga untuk selalu mendampingi pasien selama
berada di puskesmas;
5. Petugas di ruang pendaftaran dan rekam medis menginformasikan kepada petugas di ruang
pelayanan tujuan pasien berkunjung bahwa pasien memiliki risiko jatuh, sehingga nantinya dapat
ditegakkan kewaspadaan untuk mencegah pasien mengalami insiden jatuh;
6. Jika sebelumnya pasien belum sempat dilakukan penapisan risiko jatuh (misalnya: langsung ke
ruang tindakan mengingat keadaan gawat darurat, atau pasien yang dikategorikan dalam kondisi
khusus karena ada hambatan bahasa, fisik, maupun dalam keadaan tidak sadar dan tanpa
keluarga) maka petugas di ruang pelayanan tujuan melakukan pengkajian risiko jatuh dengan
beberapa pertimbangan seperti:
l Kondisi pasien: contohnya geriatri/lansia, status kesadaran rendah, riwayat konsumsi alkohol
dan/atau penggunaan obat yang mengganggu keseimbangan;
l Diagnosis: contohnya dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan dan
Parkinson.
7. Petugas mengisi form penapisan risiko jatuh dengan menilai apakah pasien:
a. Pernah jatuh dalam enam bulan terakhir?
b. Memiliki cara berjalan yang kaku, gemetar, tidak seimbang/sempoyongan/limbung?
c. Jika berdiri dan/atau berjalan apakah membutuhkan alat bantu (tongkat/tripod, kruk, kursi roda,
atau ditopang orang lain)?
d. Menopang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi atau meja/benda lain sebagai
penopang saat akan duduk? dan
e. Menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan?
Jika salah satu dari pertanyaan mendapatkan jawaban “Ya”, maka pasien dikategorikan berisiko jatuh;
8. Petugas pengkaji risiko jatuh melaporkan hasil penilaian kepada dokter untuk penanganan
selanjutnya, kemudian menghubungi petugas di ruang pendaftaran dan rekam medis untuk
menempelkan stiker label tanda risiko jatuh pada rekam medis pasien, memasang kunci
pengaman roda pada kursi roda dan tempat tidur, serta mengedukasi pasien dan keluarganya
untuk berhati-hati saat jalan melewati titik-titik rawan terjadinya insiden jatuh di puskesmas
(misalnya: anak tangga, pintu depan puskesmas, pintu masuk UGD) serta beritahu keluarga untuk
selalu mendampingi pasien selama berada di puskesmas demi menegakkan kewaspadaan untuk
mencegah pasien mengalami insiden jatuh.

B. Pengkajian Risiko Jatuh di Ruang Tindakan (IGD):


1. Petugas di ruang tindakan melakukan pengkajian risiko jatuh dengan beberapa pertimbangan
seperti:
l Kondisi pasien: contohnya geriatri/lansia, status kesadaran rendah, cedera tungkai yang membuat
cara berjalan pasien menjadi pincang yang memerlukan tindakan segera, riwayat konsumsi alkohol
dan/atau penggunaan obat yang mengganggu keseimbangan;
l Diagnosis: contohnya dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan dan
Parkinson.
2. Petugas mengisi form penapisan risiko jatuh dengan menilai apakah pasien:
a. Pernah jatuh dalam enam bulan terakhir?
b. Memiliki cara berjalan yang kaku, gemetar, tidak seimbang/sempoyongan/limbung?
c. Jika berdiri dan/atau berjalan apakah membutuhkan alat bantu (tongkat/tripod, kruk, kursi roda,
atau ditopang orang lain)?
d. Menopang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi atau meja/benda lain sebagai
penopang saat akan duduk? dan
e. Menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan?
Jika salah satu dari pertanyaan mendapatkan jawaban “Ya”, maka pasien dikategorikan berisiko jatuh;
3. Petugas pengkaji risiko jatuh melaporkan hasil penilaian kepada dokter untuk penanganan
selanjutnya, kemudian menghubungi petugas di ruang pendaftaran dan rekam medis untuk
menempelkan stiker label tanda risiko jatuh pada rekam medis pasien, memasang kunci
pengaman roda pada kursi roda dan tempat tidur, serta mengedukasi pasien dan keluarganya
untuk berhati-hati saat jalan melewati titik-titik rawan terjadinya insiden jatuh di puskesmas
(misalnya: anak tangga, pintu depan puskesmas, pintu masuk ruang bersalin) serta beritahu
keluarga untuk selalu mendampingi pasien selama berada di puskesmas demi menegakkan
kewaspadaan untuk mencegah pasien mengalami insiden jatuh.
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Kebijakan Pelayanan Keselamatan Pasien


Kebijakan pelayanan keselamatan pasien terkait insiden jatuh tertuang dalam Surat Keputusan
Kepala Puskesmas Panambungan Nomor 440.008/SK/C5/PKM-PNB/XII/2022 tentang Penapisan
Risiko Jatuh.

B. Standar Operasional Prosedur (SOP)


Penandaan pada lokasi operasi di Puskesmas Panambungan tertuang dalam dokumen SOP
Nomor: 126/SOP/C5/PKM-PNB/I/2023 tentang Penapisan Risiko Jatuh.

C. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


1. Tim Keselamatan Pasien melakukan pencatatan dan pelaporan yang meliputi: kondisi potensial
cedera signifikan (KPCS), kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC), kejadian
tidak diharapkan (KTD) dan kejadian sentinel (KS) yang terjadi serta indikator keselamatan pasien
sehubungan dengan insiden jatuh;
2. Pencatatan dan pelaporan insiden mengacu pada Permenkes RI No.11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
3. Terkait waktu pelaporan, setiap terjadi Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dilaporkan ke Tim
Keselamatan Pasien dalam waktu 2 x 24 jam, sementara Indikator keselamatan pasien dilaporkan
setiap bulan ke Tim Keselamatan Pasien; dan
4. Setiap petugas yang menemukan adanya insiden jatuh harus segera melapor kepada petugas
yang berwenang di ruang rawat (Kepala/Penanggung Jawab Ruangan) kemudian melengkapi
laporan insidens.

D. Revisi dan Audit


1. Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurung waktu dua tahun atau sesuai kebutuhan;
2. Rencana audit akan disusun oleh Tim Keselamatan Pasien Puskesmas Panambungan dengan
bantuan Audit Medik serta akan dilaksanakan dalam waktu enam bulan setelah implementasi
kebijakan; dan
3. Setiap pelaporan insiden yang berhubungan dengan insiden jatuh akan dipantau dan
ditindaklanjuti saat dilakukan revisi kebijakan.
BAB V
PENUTUP

Demikian panduan ini disusun dengan harapan akan dapat dipakai sebagai acuan untuk
pelaksanaan penapisan risiko jatuh di Puskesmas Panambungan sehingga dapat dilakukan penilaian
dan penentuan ada-tidaknya risiko jatuh pada pasien serta mencegah terjadinya insiden jatuh yang
berakibat cedera pada pasien yang memiliki risiko jatuh.

Makassar, 27 Maret 2023


Ketua Tim Keselamatan Pasien,

dr. Rezki Fahnisa Amri


NIP: 19940707 202203 2 008
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien;

2. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/D/4871/2023 tentang


Instrumen Survei Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai