Anda di halaman 1dari 5

Rantai nilai (value chain)

Pada era informasi dan teknologi, indutri kreatif memiliki peran strategis dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Fitriana, dkk, 2014).
Industri kreatif berasal dari Hasil optimalisasi kerativitas, bakat dan ketrampilan individu
untuk menciptakan kesejahteraan dan membuka lapangan kerja baru. Pertumbuhan ekonomi
dan kesejateraan masyarakat dapat tercapai dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan sektor industri dan pengembangan SDM kreatif. 1 Dalam konteks Manajemen
Industri Kreatif, pemahaman yang mendalam tentang rantai nilai (value chain) menjadi
sangat penting karena industri kreatif memiliki dinamika dan karakteristik unik yang
memerlukan pendekatan yang khusus dalam menciptakan dan mengelola nilai tambah. Rantai
nilai adalah konsep yang menggambarkan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan atau entitas ekonomi untuk menghasilkan produk atau layanan, mulai dari
pengadaan bahan baku hingga distribusi kepada pelanggan akhir.

Dalam industri kreatif, konsep rantai nilai melampaui sekadar proses produksi dan
distribusi. Ini mencakup integrasi yang mendalam dengan aspek kreatif yang menjadi ciri
khas utama dari industri tersebut. Sebagai contoh, dalam industri film, rantai nilai dimulai
dari tahap pengembangan konsep hingga distribusi film kepada penonton. Setiap langkah
dalam proses ini tidak hanya melibatkan aspek teknis seperti produksi dan pengeditan, tetapi
juga memerlukan tingkat kreativitas yang tinggi untuk menghasilkan produk yang tidak
hanya berkualitas, tetapi juga mampu menarik perhatian audiens dengan kuat. Oleh karena
itu, pengelola industri kreatif harus memahami bahwa aspek kreatif ini merupakan inti dari
proses nilai tambah dalam rantai nilai mereka.2

Selain itu, dalam industri kreatif, nilai tambah seringkali bersumber dari ekspresi
budaya, inovasi, dan keunikan dari karya yang dihasilkan. Misalnya, sebuah karya seni atau
desain yang menggabungkan elemen budaya lokal dengan teknik modern tidak hanya
menjadi produk visual, tetapi juga menyampaikan cerita dan nilai-nilai yang terkandung
dalam budaya tersebut. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengakui peran
kebudayaan dalam rantai nilai industri kreatif, karena hal ini dapat menjadi pembeda utama
dan faktor daya tarik bagi produk atau layanan yang dihasilkan.

1
Wulan Suryandani, dan Novi Kusumaningsih, “Pengembangan Strategi Industri Kreatif Menggunakan Value
Chain Analysis”, Jurnal Ilmiah Ekonomi, Volume 16, No. 2, halaman 266 2021
2
Siwi Andriyani Amatilah, dkk, “Analisis Rantai Nilai Pada Ekonomi Kreatif Kerajinan Kriya Di Rajapolah (Studi
Kasus Anugrah Gallery)”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan, Volume 6, No. 2, halaman 233 2022
Dalam mengelola rantai nilai industri kreatif, pengelola perlu memperhatikan
beberapa aspek penting seperti kolaborasi antar disiplin, inovasi konten, dan pemasaran yang
kreatif. Kolaborasi antar disiplin dapat membuka peluang untuk menggabungkan keahlian
dan ide-ide dari berbagai bidang, sehingga menghasilkan produk atau layanan yang lebih
beragam dan inovatif. Sementara itu, inovasi konten menjadi kunci dalam menjaga relevansi
dan daya saing produk atau layanan di pasar yang terus berubah dan berkembang.

Pemasaran yang kreatif juga memainkan peran penting dalam mengkomunikasikan


nilai tambah produk atau layanan kepada audiens. Dalam industri kreatif, pemasaran tidak
hanya tentang promosi produk, tetapi juga tentang menciptakan pengalaman yang mendalam
dan berkesan bagi konsumen. Oleh karena itu, memahami preferensi dan tren konsumen,
serta memanfaatkan platform media sosial dan teknologi digital menjadi strategi yang penting
dalam mengelola rantai nilai industri kreatif. Dengan demikian, pemahaman yang
komprehensif tentang rantai nilai dan model penciptaan nilai tambah sangat penting dalam
Manajemen Industri Kreatif. Hal ini membantu pengelola untuk mengidentifikasi peluang,
mengelola risiko, dan mengoptimalkan operasi mereka agar dapat menciptakan nilai yang
berkelanjutan dalam industri yang dinamis dan berkembang pesat ini.
Model-model penciptaan nilai tambah dalam ekonomi kreatif

Dalam ekonomi kreatif, model-model penciptaan nilai tambah memainkan peran


penting dalam menghasilkan produk atau layanan yang inovatif dan menarik bagi konsumen.
Pada dasarnya, model-model ini menekankan strategi dan pendekatan yang berbeda untuk
merancang, mengembangkan, dan memberikan nilai tambah dalam konteks industri kreatif.
Mereka tidak hanya memperhitungkan aspek teknis produksi, tetapi juga memperhatikan
aspek kreatif, kebutuhan konsumen, dan tren pasar yang mempengaruhi dinamika industri.
Dengan memahami dan menerapkan model-model ini, perusahaan di sektor kreatif dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif mereka dan menciptakan produk atau layanan yang
lebih relevan dan bermakna bagi pasar.

Selain itu, model-model penciptaan nilai tambah juga mencerminkan perubahan dan
perkembangan dalam pola konsumen serta teknologi yang terus berubah. Dalam era digital
dan globalisasi, konsumen semakin menuntut pengalaman yang personal dan berarti,
sementara teknologi menyediakan platform yang memungkinkan kolaborasi dan interaksi
yang lebih luas. Oleh karena itu, pengetahuan dan penerapan model-model ini menjadi kunci
dalam menjawab tantangan dan peluang yang ada dalam ekonomi kreatif saat ini. Dengan
demikian, pemahaman mendalam tentang model-model penciptaan nilai tambah tidak hanya
memungkinkan perusahaan untuk tetap relevan dan bersaing, tetapi juga untuk menjadi
pemimpin dalam mengarahkan arah perkembangan industri kreatif secara keseluruhan.
Beberapa model penciptaan nilai tambah dalam ekonomi kreatif diantaranya 3:

1. Model Design Thinking:


a. Memahami secara mendalam kebutuhan dan keinginan konsumen.
b. Menganalisis tren pasar dan lingkungan yang mempengaruhi industri kreatif.
c. Menggunakan pendekatan kreatif dan inovatif dalam merancang produk atau
layanan.
d. Berfokus pada pengembangan solusi yang relevan dan berdaya saing.
e. Melakukan iterasi dan perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik
konsumen.
2. Model Co-creation:
a. Melibatkan konsumen secara aktif dalam proses desain dan pengembangan.
b. Membangun hubungan yang kuat antara perusahaan dan konsumen.
3
Suripto, “Model Penciptaan Tambah Ekonomis dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Keuangan dan Perbankan,
Volume 15, No 3, halaman 292 2011
c. Mendorong keterlibatan konsumen dalam inovasi produk atau layanan.
d. Memungkinkan personalisasi dan kustomisasi produk sesuai dengan preferensi
konsumen.
e. Meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen melalui keterlibatan langsung.
3. Model Platform-based:
a. Menggunakan platform digital atau teknologi sebagai basis untuk berinteraksi
dengan konsumen.
b. Membangun pasar yang efisien dan menyediakan akses yang lebih luas bagi
produk atau layanan.
c. Mengumpulkan data dan umpan balik konsumen secara langsung untuk analisis
lebih lanjut.
d. Memfasilitasi kolaborasi antara produsen dan konsumen atau antara konsumen
sendiri.
e. Mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih dinamis dan
inklusif.
4. Model Experience-driven:
a. Menciptakan pengalaman yang berkesan dan bermakna bagi konsumen.
b. Menggunakan desain yang menarik, interaktivitas, dan keterlibatan emosional.
c. Memberikan pengalaman yang unik dan membedakan dari pesaing.
d. Membangun hubungan yang lebih dalam antara merek dan konsumen.
e. Meningkatkan kesetiaan pelanggan dan nilai merek melalui pengalaman positif.

dafpus

Fitriana Noor, dan Hayat. 2014. Pengembangan Industri Kreatif Di Kota Batu ( Studi
Tentang Industri Kreatif Sektor Kerajinan Di Kota Batu). Jurnal Administrasi Publik
(JAP). Vol. 2. No. 2. Halaman 281

Suryandani, Wulan, dan Novi Kusumaningsih. 2021. Pengembangan Strategi Industri Kreatif
Menggunakan Value Chain Analysis. Jurnal Ilmiah Ekonomi. Volume 16. No. 2.
halaman 266
Andriyani, Siwi Amatilah, dkk. 2022. Analisis Rantai Nilai Pada Ekonomi Kreatif Kerajinan
Kriya Di Rajapolah (Studi Kasus Anugrah Gallery). Jurnal Pendidikan Ekonomi dan
Kewirausahaan. Volume 6. No. 2. halaman 233
Suripto. 2011. Model Penciptaan Tambah Ekonomis dan Nilai Perusahaan. Jurnal Keuangan
dan Perbankan. Volume 15. No 3. halaman 292

Anda mungkin juga menyukai