Anda di halaman 1dari 94

ANALISIS PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK

PENGGANDA (MULTIPLIER EFFECT) PENGEMBANGAN


KAWASAN WANA WISATA
(Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya)

NASITA LIRA HENDARTINA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan
Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan
Kawasan Wana Wisata (Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten
Tasikmalaya) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Nasita Lira Hendartina


NIM H44090062
ABSTRAK

NASITA LIRA HENDARTINA. Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak


Pengganda (Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata di Gunung
Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT.

Gunung Galunggung adalah gunung yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya,


Jawa Barat dengan kawasan wana wisata yang menarik. Pengelolaan Kawasan
Wana Wisata Gunung Galunggung mengalami perkembangan melalui perubahan
tata kelola sehingga dapat mempengaruhi efektivitas, hubungan antara
stakeholder, dan dampak ekonomi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perubahan tata kelola kelembagaan melalui tahap inisiasi dimulai
dengan tahap diskusi, kemudian tahap pembentukan dengan dibentuknya
Memorandum of Understanding (MOU) antara pihak pengelola, dan sosialisasi
melalui penyuluhan. Efektivitas kelembagaan dinilai melalui persepsi dari dua
jenis responden yaitu anggota organisasi dan anggota non-organisasi. Efektivitas
dinilai berdasarkan substansi kelembagaan dan dampak ekologi yang dihasilkan.
Sebagian besar hasil persepsi menunjukan tingkat persepsi baik dan sedang, hanya
segi aksesibilitas ke lokasi wisata yang menunjukan hasil tidak baik dan kurang
baik. Stakeholder yang terlibat berjumlah tujuh stakeholder yang ditentukan
berdasarkan identifikasi stakeholder melalui informasi key person dan perbedaan
kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder. Dampak ekonomi yang
dihasilkan diantaranya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, dan
peningkatan pendapatan masyarakat sekitar. Dampak ekonomi dihitung melalui
analisis multiplier effect dihasilkan Keynesian Income Multiplier sebesar 1.36,
Ratio Income Multiplier I sebesar 1.37, dan Ratio Income Multiplier II sebesar
1.49.

Kata kunci: Ekonomi wisata, Galunggung, Multiplier Effect


ABSTRACT

NASITA LIRA HENDARTINA. Analysis of Institution Changing and Multiplier


Effect Wana Wisata Deveploment Area, Galunggung Mountain, Tasikmalaya
Regency. Supervised by ACENG HIDAYAT.

Mount Galunggung is located in Tasikmalaya Regency, West Java. It classified


into ecotourism area that attract tourists for a wide range of tourist activities that
offered. Ecotourism area in Galunggung which growing through institution
changes. Institutional change in management can influence effectiveness,
relationships between stakeholders, and the resulting economic impact. The
objective of this research is to analyze institutional changes, where there is a
change in institution through the initiation phase which begins with discussion
stage, then formation stage by the establishment of the Memorandum of
Understanding (MOU) between managers, and socialization through counseling.
Institutional effectiveness assessed through perceptions that consists of two types
of respondents, i.e members of the institutional and non-institutional members.
Institutional effectiveness assessed based on the substance and the resulting
ecological impacts. Most of the perception showed that the level of perception
both good and moderate, just in terms of accessibility to tourist sites that show the
results are not good and less good. There are seven stakeholders selection
considered to identification from informants on the study area and assessed based
on the importance and influence of each stakeholder. The economic impacts these
resulted such as job opportunities, increase revenue, and household incomes. The
economic impact was calculated through multiplier analysis of the Keynesian
Income Multiplier, Ratio Income Multiplier type I, and Ratio Income Multiplier
type II respectively 1.36, 1.37, and 1.49.

Keywods: Ecotourism, Galunggung, Keynesian Effect


ANALISIS PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN DAMPAK
PENGGANDA (MULTIPLIER EFFECT) PENGEMBANGAN
KAWASAN WANA WISATA
(Studi Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya)

NASITA LIRA HENDARTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda
(Multiplier Effect) Pengembangan Kawasan Wana Wisata (Studi
Kasus: Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya)
Nama : Nasita Lira Hendartina
NIM : H44090062

Disetujui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul,”Analisis
Perubahan Kelembagaan dan Dampak Pengganda (Multiplier Effect)
Pengembangan Kawasan Wana Wisata (Studi Kasus: Gunung Galunggung,
Kabupaten Tasikmalaya).” Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi, yaitu:
 Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Ir. Beny Hendarto dan Ibu Ir. Tina
Suhartini, beserta kakak saya Rudie Setiadi S.Agb, Nadia Tannia
Hendartina Stp, dan adik saya Sabila Adha Hendartina yang selalu
memberikan didikan, dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatian.
 Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing, Bapak Adi
Hadianto, SP, M.Si sebagai penguji utama, dan Bapak Benny Osta
Nababan, S.Pi, M.Si sebagai wakil komisi pendidikan ESL, yang telah
memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
 PERUM Perhutani Jawa Barat, Bapak Asep sebagai Kepala Bagian SDM
dan Mbak Reny Bagian Humas. KPH Perhutani Tasikmalaya. Bapak
Ketua Administrasi, Bapak Ir. Jejen, M.M, Bapak Anggun sebagai Bagian
Humas, Bapak Ery Bagian PHBM, Ibu Ika Bagian SDM dan Bapak Atang
sebagai Petugas Lapang.
 Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Taksimalaya dan Pemerintah
Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Bapak Ketua Disparbud, Drs Nana
Hermaya, MM, Bapak Sekretaris, Bapak Sutarman, Bapak Dedi Chrisyadi,
dan Bapak Toni, serta pihak Disparbud lainnya.
 Dinas Perhubungan Kabupaten Tasikmalaya, Ketua UPTD parkir Bapak
Asep, dan seluruh Petugas Lapang Parkir di Kawasan Wana Wisata.
 Bapak Ucu sebagai Ketua LMDH Wana Lingga Mukti, Bapak Totoy
sebagai Ketua Koparga, dan pihak Kantor Desa Linggarjati serta pihak-
pihak yang telah membantu selama pengumpulan data.
 Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM
IPB khususnya dosen-dosen ESL, Komisi Pendidikan dan teman-teman
ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuan.
 Keluarga besar Resources Enviroment Economics Student Association
(REESA) IPB atas segala doa dan dukungan.
 Sahabat terdekat, Dea, Fitri, Lutfi, Gugat, Chintia, Dinda, Adin, Kiki,
Naelis, Nunu, Ichi, Ei, Belinda, Esha, dan Dhani yang selalu memberikan
bantuan, semangat, dan doa.
Penulis menyadari bahwa terdapat kesalahan yang tidak disengaja di dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
yang akan digunakan oleh penulis sebagai penyempurnaan di dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Februari 2014

Nasita Lira Hendartina


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL......................................................................................... xvii


DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xviii
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 7
2.1 Teori Kelembagaan........................................................................... 7
2.2 Kelembagaan Wana Wisata............................................................... 8
2.3 Karakteristik Kelembagaan............................................................... 10
2.4 Teoritis Perubahan Kelembagaan...................................................... 11
2.5 Analisis Stakeholder.......................................................................... 12
2.6 Dampak Ekonomi Wana Wisata....................................................... 14
2.7 Teori Multiplier Effect…………....................................................... 15
2.8 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 16
III. KERANGKA OPERASIONAL.......................................................... 17
IV. METODE PENELITAN....................................................................... 19
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 19
4.2 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 19
4.3 Metode Penentuan Sampel Penelitian............................................... 19
4.3.1 Penentuan Sampel.................................................................... 19
4.3.2 Pengumpulan Data................................................................... 21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data.............................................. 21
4.4.1 Mengidentifikasi Proses Perubahan Kelembagaan.................. 22
4.4.2 Menganalisis Efektivitas Kelembagaan................................... 23
4.4.3 Identifikasi dan Analisis Stakeholder....................................... 24
4.4.4 Menganalisis Multiplier Effect................................................. 26
V. GAMBARAN UMUM............................................................................. 29
5.1 Kondisi Geografis dan Administratif................................................. 29
5.2 Kondisi dan Potensi Wilayah............................................................. 29
5.3 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia......................................... 30
5.4 Sarana, Prasarana, dan Fasilitas....................................................... 31
5.5 Aksesibilitas Wilayah......................................................................... 32
5.6 Karakteristik Responden.................................................................... 32
5.6.1 Karakteristik Pelaku Usaha....................................................... 32
5.6.2 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal............................................. 33
5.6.3 Karakteristik Pengunjung.......................................................... 35
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 36
6.1 Perubahan Kelembagaan................................................................... 36
6.2 Efektivitas Kelembagaan................................................................... 37
6.2.1 Hasil Efektivitas Anggota Non-Organisasi............................... 38
6.2.2 Hasil Efektivitas Anggota Organisasi....................................... 39
6.3 Analisis Stakeholder.......................................................................... 41
6.4 Multiplier Effect................................................................................ 45
6.4.1 Dampak Langsung.................................................................... 46
6.4.2 Dampak Tidak Langsung........................................................ 47
6.4.3 Dampak Lanjutan.................................................................... 47
6.4.4 Hasil Multiplier Effect............................................................. 48
VII. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 49
7.1 Simpulan............................................................................................ 49
7.2 Saran.................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 51
LAMPIRAN.................................................................................................. 55
RIWAYAT HIDUP...................................................................................... 78
DAFTAR TABEL

1 Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa


Barat................................................................................................. 1
2 Matriks keterkaitan antara tujuan, parameter, sumber data, dan
metode analisis................................................................................. 22
3 Matriks analisis proses perubahan kelembagaan............................. 23
4 Matriks analisis efektivitas kelembagaan........................................ 24
5 Identifikasi dan pemetaan aktor...................................................... 25
6 Analisis stakeholder pengelolaan kawasan wana wisata................. 25
7 Matriks analisis stakeholder............................................................ 26
8 Matriks analisis dampak ekonomi................................................... 26
9 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Linggarjati
tahun 2008-2012.............................................................................. 30
10 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2008-
2012................................................................................................. 30
11 Jumlah mata pencaharian penduduk di Desa Linggarjati tahun
2008-2012........................................................................................ 31
12 Sarana prasarana dan fasilitas yang berada di Desa Linggarjati
Tahun 2008-2012............................................................................. 31
13 Karakteristik pelaku usaha di Wana Wisata Gunung
Galunggung...................................................................................... 33
14 Karakteristik tenaga kerja lokal di Wana Wisata Gunung
Galunggung...................................................................................... 34
15 Karakteristik pengunjung di Wana Wisata Gunung
Galunggung...................................................................................... 35
16 Hasil skoring analisis stakeholder................................................... 44
17 Proporsi pengeluaran wisatawan..................................................... 46
18 Hasil analisis multiplier effect.......................................................... 48
DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional.......................................................... 18


2 Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan
kawasan wana wisata............................................................................ 25
3 Bentuk kelembagaan tata kelola baru................................................... 37
4 Persepsi efektivitas anggota non-organisasi......................................... 39
5 Persepsi efektivitas anggota organisasi................................................. 40
6 Aktor grid.............................................................................................. 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian perubahan kelembagaan...................................... 55


2 Kuesioner penelitian efektivitas kelembagaan...................................... 56
3 Kuesioner penelitian wisatawan............................................................ 58
4 Kuesioner penelitian pelaku usaha........................................................ 61
5 Kuesioner penelitian tenaga kerja lokal................................................ 63
6 Kuesioner penelitian analisis stakeholder............................................. 65
7 Jumlah persepsi anggota non-organisasi............................................... 68
8 Jumlah persepsi anggota organisasi...................................................... 68
9 Perhitungan Multiplier Effect................................................................ 68
10 Peta lokasi penelitian di Gunung Galunggung, Kabupaten
Tasikmalaya.......................................................................................... 69
11 Pengeluaran wisatawan perkunjungan.................................................. 70
12 Pengeluaran dan pendapatan unit usaha................................................ 74
13 Pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja lokal................................... 76
14 Dokumentasi penelitian........................................................................ 77
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam tampak


topografi, yaitu kenampakan alam berupa gunung, pegunungan, dan lautan.
Topografi ini mendukung terbentuknya keanekaragaman biodiversitas yang dapat
menambah nilai kekayaan alam di Indonesia. Kekayaan alam yang tersedia
berperan sebagai potensi unggul di sektor ekonomi, pariwisata, dan lainnya.
Sektor-sektor tersebut menjadi sektor yang berkembang sangat pesat sehingga
menimbulkan dampak ekonomi yang mendukung pertumbuhan perekonomian di
Indonesia.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan penting
dalam pembangunan suatu bangsa. Hal ini dapat dilihat melalui pernyataan
IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh
Sammeng (2001), mengemukakan dalam Konferensi Roma tahun 1063 (The
United Nations Conference on International Travel and Tourism): “Tourism as a
factor economic development role and importance as a source foreign exchange
but also as a factor the location of industry and in the development of areas in the
natural resources ”. Sektor pariwisata yang baik didukung oleh potensi wisata
yang attractive sehingga mampu meningkatkan perekonomian negara melalui
perolehan devisa. Berikut ini merupakan profil wisatawan mancanegara tahun
2011 dan 2012 di Jawa Barat.
Tabel 1 Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat
No Uraian 2011 2012 Pertumbuhan
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Jumlah Wisman (ribu orang) 7 649.7 8 044.5 5.16
a. 19 Pintu 7 207.9 7 567.4 4.99
b. Pintu Lainnya 441.8 477.1 7.97
2. Rata-rata Pengeluaran per Kunjungan 1 118.26 1 133.81 1.39
(US$)
3. Rata-rata Lama Tinggal (hari) 7.84 7.70 -0.14
4. Rata-rata Pengeluaran per hari (US$) 142.69 147.22 3.17
5. Perkiraan Penerimaan Devisa (miliar 8.6 9.1 5.81
US$)
Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)
2

Salah satu potensi alam yang attractive dan mudah ditemui di Indonesia
adalah gunung. Gunung merupakan suatu wilayah yang menonjol dengan daerah
yang lebih tinggi dari sekitarnya serta didominasi oleh tumbuhan sehingga
membentuk hamparan hutan yang luas. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No.41/Kpt-II/1999 tentang kehutanan). Hutan
di kawasan pegunungan berpotensi memberikan manfaat yang optimal karena
memiliki berbagai fungsi seperti fungsi konservasi, fungsi produksi, dan fungsi
lindung. Pemanfaatan yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri
(Pasal 15 PP No.34/2002).
Kawasan hutan di daerah gunung dapat dikembangkan sebagai suatu
kawasan yang dapat memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah dengan
membentuk suatu kawasan objek wisata. Salah satu potensi objek wisata potensial
kawasan hutan adalah Gunung Galunggung. Gunung Galunggung adalah gunung
berapi dengan ketinggian 2 167 meter di atas permukaan laut terletak sekitar 17
km dari pusat Kota Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki potensi kawasan
Hutan Montane 1 200 – 1 500 meter dan Hutan Ericaceous> 1 500 meter.
Kawasan hutan di Gunung Galunggung memiliki fungsi lindung, fungsi produksi,
dan fungsi konservasi. Salah satu fungsi konservasi Gunung Galunggung, yaitu
memiliki daya tarik hutan dengan ciri khas tertentu dan areal seluas kurang lebih
120 hektar di bawah pengelolaan Perum Perhutani.
Perum Perhutani merupakan suatu kelembagaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan
perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan di wilayah
kerjanya. Perhutani melakukan pengelolaan melalui penetapan kawasan Gunung
Galunggung sebagai kawasan wana wisata. Kawasan tersebut menawarkan
berbagai macam objek wisata seperti camping, pemandian air panas (Cipanas)
lengkap dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi, dan bak rendam air panas.
Pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung di bawah Pemerintah
Pusat Jawa Barat diberikan kepada Perhutani unit III. Perhutani memberikan
3

wewenang pengelolaan kawasan wana wisata kepada KPH (Kesatuan Pemangku


Hutan) unit III Tasikmalaya. KPH Tasikmalaya melakukan pengembangan
kawasan wana wisata dengan berperan secara langsung dalam pengelolaan wana
wisata dan menjalankan fungsi produksi kawasan hutan Gunung Galunggung.
Kesatuan Pemangku Hutan Perhutani Tasikmalaya melakukan kerjasama
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya serta Dinas Pariwisata dan
Budaya Kabupaten Tasikmalaya. Namun pengelolaan kawasan wana wisata
mengalami perubahan kelembagaan yang disebabkan oleh penyerobotan lahan
hutan (illegal logging) dan tindakan perusakan hutan sehingga mempengaruhi
kualitas kawasan wana wisata. Oleh karena itu, terjadi perubahan kelembagaan
pengelolaan kawasan wana wisata dengan cara KPH Tasikmalaya mengajak
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan wana wisata
sehingga terbentuk kawasan dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Program tersebut
diprioritaskan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang memiliki
usaha produktif dan koperasi serta kegiatan usahanya minimal satu tahun
berpotensi untuk dikembangkan.
Perubahan kelembagaan yang terjadi terlihat dari bentuk kerjasama antara
KPH Tasikmalaya dengan LMDH yang merupakan suatu lembaga swadaya
masyarakat. Adapun program-program yang diterapkan terkait pengelolaan
kawasan wana wisata dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sekitar dalam
wadah Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga). Perubahan kelembagaan
dalam pengelolaan diharapkan mampu melaksanakan fungsi konservasi,
pembentukan kawasan wana wisata secara berkelanjutan, dan mampu
memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting dilakukan
penelitian untuk menentukan pengelolaan dengan indikator terjadinya perubahan
kelembagaan yang melibatkan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan
masyarakat sehingga mampu menghasilkan suatu bentuk pengelolaan yang baik.
Hal inilah yang melatar belakangi dibentuknya pengembangan kawasan wana
wisata yang melibatkan partisipasi masyarakat.
4

1.2 Rumusan Masalah

Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Unit III Tasikmalaya berperan sebagai


lembaga yang terlibat langsung dalam pengelolaaan Kawasan Wana Wisata
Gunung Galunggung. Namun dalam pengelolaannya KPH Tasikmalaya
menghadapi beberapa kendala seperti penyerobotan hutan sehingga membutuhkan
partisipasi masyarakat untuk dapat menjamin keberlanjutkan kawasan wana
wisata. Oleh karena itu, dibentuk kerjasama dengan LSM setempat, yaitu
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang mendorong terjadinya
perubahan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari bentuk pengelolaan baru dan apakah perubahan
kelembagaan tersebut mampu mengembangkan kawasan wana wisata serta
mengurangi dampak negatif yang mempengaruhi kawasan wana wisata.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
1. Siapakah yang menginisiasi dan bagaimana proses perubahan kelembagaan
yang terjadi di kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung?
2. Apakah perubahan kelembagaan dapat meningkatkan kualitas kelembagaan
dalam pengelolaan kawasan wana wisata?
3. Bagaimanakah peran para stakeholder yang terlibat dalam proses pengelolaan
serta pengembangan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung?
4. Apakah kegiatan wana wisata dapat memberikan dampak ekonomi yang
diterima oleh masyarakat sekitar kawasan wisata?
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka disusun
dugaan, sebagai berikut:
1. Proses perubahan kelembagaan diinisiasi oleh sejumlah aktor meliputi aktor
pemerintahan dan aktor yang berasal dari masyarakat. Perubahan
kelembagaan dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan
pengelolaan yang lebih baik.
2. Perubahan kelembagaan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan
wana wisata. Kelembagaan lebih efektif dalam mengalami perubahan
kelembagaan kawasan wana wisata sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5

3. Stakeholder yang terlibat di dalam pengelolaan masih didominasi oleh


stakeholder pemerintah. Sementara peran stakeholder dalam masyarakat
masih lemah padahal mereka mungkin merupakan pihak yang paling
berkepentingan atas wana wisata tersebut.
4. Wana wisata diduga dapat memberikan manfaat ekonomi terhadap
masyarakat sekitar khususnya mereka yang memiliki mata pencaharian yang
terikat dengan kebijakan wana wisata tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengelolaan kawasan wana


wisata Gunung Galunggung melalui peningkatan peran stakeholder agar tepat
dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan
potensi Wana Wisata Gunung Galunggung melalui identifikasi yang jelas
terhadap perubahan kelembagaan yang terjadi dan mengidentifikasi dampak-
dampak yang dihasilkan. Perubahan pengelolaan kawasan wana wisata yang
terjadi bertujuan agar terbentuk kawasan wana wisata yang berkelanjutan dan
mampu mengembangan kawasan dengan baik.
Tujuan khusus didalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengidentifikasi proses perubahan kelembagaan dalam pengembangan
kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung dengan memperhatikan dampak
yang terjadi akibat proses perubahan tersebut.
2. Menganalisis efektivitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan wana
wisata.
3. Menganalisis stakeholder yang berperan dalam proses pengelolaan kawasan
Wana Wisata Gunung Galunggung.
4. Mengestimasi efek pengganda yang dihasilkan dari kegiatan pengembangan
wana wisata.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan memiliki batasan-batasan, yaitu:


1. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai macam
6

sumber literatur, serta referensi, dan data dukungan dari KPH unit III
Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten
Tasikmalaya, Dinas Perhubungan Kabupaten Tasikmalaya, Kantor Desa
Linggarjati, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Data primer
adalah data yang diperoleh melalui tahapan penyebaran kuesioner dengan
proses wawancara terhadap responden terkait Wana Wisata Gunung
Galunggung.
2. Penelitian ini mengestimasi dampak ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan
wana wisata yang dikembangkan oleh KPH unit III Tasikmalaya dan
Disparbud dengan menggunakan analisis multiplier effect tanpa
memperhitungan Produk Dosmestik Regional Bruto (PDRB) yang diperoleh
oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tasikmalaya.
3. Penelitian ini mengidentifikasi serta mengevaluasi apakah perubahan
kelembagaan untuk mengembangkan Wana Wisata Gunung Galunggung telah
berjalan dengan baik dan dikatakan berhasil melalui identifikasi indikator-
indikator kelembagaan, ekonomi, dan ekologi di tingkat responden.
Responden yang diteliti, yaitu: tenaga kerja lokal, pelaku unit usaha, dan
pengunjung di kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung.
4. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Nilai sosial ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendapatan responden dan
manfaat sosial yang diterima masyarakat sekitar kawasan wana wisata
bertempat di Desa Linggarjati seperti tingkat kesempatan kerja yang
terbuka luas ketika terbentuknya wana wisata dan penyerapan tenaga
kerja yang dilakukan oleh pihak pengelolaan. Manfaat ekonomi tersebut
dapat diihat melalui nilai multiplier effect yang dihasilkan oleh kegiatan
wana wisata.
b. Nilai ekologi dapat dilihat dari keadaan lingkungan sekitar kawasan wana
wisata yang dinilai berdasarkan persepsi responden.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kelembagaan

Para ilmuwan memandang kelembagaan dari sudut pandang yang berbeda-


beda. Oleh karena itu, teori kelembagaan didefinisikan secara beragam.
Kelembagaan seperti yang dikutip oleh Yustika (2006), menurut Yeager (1999)
memandang kelembagaan sebagai aturan main dalam masyarakat. Aturan main
tersebut mencakup regulasi yang memapankan masyarakat untuk melakukan
interaksi. Sejalan dengan Yeager menurut Pejovich (1995) dalam Yustika (2006),
kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam interaksi
manusia melalui penciptaan pola perilaku.
Ostrom (1990) dalam paper Block (2011) kelembagaan sebagai aturan
yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak
membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dilakukan, dan yang tidak boleh
dilakukan, aturan apa yang berlaku di umum di dalam masyarakat, prosedur apa
yang harus diikuti, informasi apa mesti atau tidak boleh disediakan, dan
keuntungan apa yang akan individu terima sebagai hasil tindakannya. Sedangkan
menurut Soekanto (2006) ahli sosiologi di Indonesia mendefinisikan kelembagaan
yaitu himpunan norma-norma segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kelembagaan merupakan
instrumen yang mengatur hubungan antar individu. Singkatnya, kelembagaan
adalah aturan main yang berlaku dalam masyarakat yang disepakati oleh anggota
masyarakat tersebut sebagai sesuatu yang harus diikuti dan dipatuhi (memiliki
kekuatan sanksi) dengan tujuan terciptanya keteraturan dan kepastian interaksi
diantara sesama anggota masyarakat. Interaksi yang dimaksud terkait dengan
kegiatan ekonomi, politik, maupun sosial.
Pembagian kelembagaan menurut North (1991) membagi kelembagaan
menjadi dua, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan
formal adalah peraturan tertulis seperti perundang-undangan, perjanjian kontrak,
perarturan bidang ekonomi, bisnis, politik, dan lainnya. Sedangkan kelembagaan
informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umum tidak
8

tertulis seperti adat istiadat, pamali, tradisi, kesepakatan, konvensi, dan sejenisnya
dengan beragam nama. Bentuk kelembagaan yang beragam seperti informal dan
formal sama-sama memiliki tujuan kelembagaan, yaitu mengurangi ketidakpastian
melalui pembentukan struktur atau pola interaksi. Sedangkan menurut Ostrom
(1990) dalam Hidayat (2007) tujuan kelembagaan adalah untuk mengarahkan
perilaku individu menuju arah yang diinginkan oleh anggota masyarakat serta
untuk meningkatkan kepastian dan keteraturan dalam masyarakat serta
mengurangi perilaku oportunis.

2.2 Kelembagaan Wana Wisata

Wana wisata merupakan bagian dari ekowisata. Wana wisata adalah


ekowisata yang hanya meliputi wilayah kawasan hutan. Menurut Fandeli (2000)
yang dikutip oleh Avenzora (2008), ekowisata merupakan suatu perpaduan dari
berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Pada hakekatnya juga merupakan suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
terhadap pelestarian areal, memberi manfaat secara ekonomi, dan
mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat sekitar.
Pengelolaan kawasan wana wisata harus dilakukan dengan pendekatan
sebagai fungsi konservasi. Pendekatan fungsi konservasi adalah fungsi yang
meliputi fungsi kelestarian dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan
kawasan wana wisata membentuk suatu kelembagaan wana wisata. Kelembagaan
kawasan wana wisata adalah kelembagaan yang mengelola kawasan wana wisata
berdasarkan peraturan yang berlaku serta aturan main yang ditetapkan. Menurut
Eplerwood (1999) dalam Zulaifa (2006), terdapat delapan prinsip pokok di dalam
pengelolaan wana wisata yang berbasis kerakyatan (community based), yaitu:
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap
hutan.
2. Pendidikan konservasi lingkungan dengan sasaran wisatawan dan masyarakat
setempat.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Masyarakat sekitar kawasan dan
pemerintah daerah setempat serta pengelola kawasan dapat menerima
langsung penghasilan dari kegiatan wana wisata tersebut. Retribusi yang
9

dibebankan terhadap pengunjung dapat digunakan secara langsung untuk


membina, melestarikan, dan meningkatkan kualitas pelestarian alam.
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam
merencanakan dan pengawasan pelaksanaan pengembangan wana wisata.
5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara ekonomi yang diperoleh
masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wana wisata dapat mendorong
masyarakat menjaga kelestarian kawasan hutan.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan fasilitas
dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.
7. Memperhatikan daya dukung sehingga walaupun permintaan tinggi tidak
selamanya harus dipenuhi karena terbatasnya daya dukung.
8. Peluang penghasilan pada tingkat lokal maupun nasional. Bila suatu kawasan
pelestarian dikembangkan untuk wana wisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong semaksimal mungkin sehingga berpengaruh terhadap
pendapatan secara lokal (pemerintah daerah setempat) atau bahkan sampai ke
tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusworo (2000:31) yang
dikutip oleh Zulaifa (2006) bahwa pemerintah Indonesia berharap suatu saat
sektor pariwisata dapat berperan sebagai pendorong peningkatan pendapatan
nasional yang pada gilirannya ikut meningkatkan kualitas hidup masyarakat di
daerah tujuan wisata pada khususnya dan masyarakat umum.
Kegiatan pengembangan hutan sebagai kegiatan kawasan wana wisata
tersedia dalam kebijakan umum dan kebijakan khusus yang digariskan di dalam
Undang-undang No.5 tahun 1990, peraturan pemerintah No.18, dan No.13 tahun
1994 seperti yang dikutip oleh Zulaifa (2006). Kebijakan umum berisi tentang,
“Pengembangan pariwisata alam dilakukan dalam kerangka mewujudkan
kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.” Sedangkan kebijakan operasional sebagai penjabaran
kebijaksanaan umum berisi tentang:
1. Pengusaha pariwisata alam diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu perorangan,
swasta, koperasi atau BUMN.
10

2. Pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan pada sebagian kecil areal blok


pemanfaatan dan tetap memperhatikan pada aspek kelestarian.
3. Pengusaha pariwisata alam tidak dibenarkan melakukan perubahan mendasar
pada bentang alam dan keaslian habitat.
4. Pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka pengusahaan pariwisata
alam harus bercorak pada bentuk asli tradisional dan tidak menghilangkan ciri
khas atau identitas etnis setempat.
5. Kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus melibatkan masyarakat setempat
dalam rangka pemberdayaan ekonomi.
6. Pengusaha pariwisata alam harus melaporkan semua aktivitasnya secara
berkala untuk memudahkan kegiatan monitoring, pengendalian, dan
pembinaan.
Kebijakan-kebijakan yang telah dimuat pemerintah untuk
menyelenggarakan kegiatan wisata alam perlu dijadikan patokan bagi pihak
pengelola agar memperhatikan kondisi ekologis kawasan bukan hanya mencari
keuntungan. Kegiatan wana wisata jangan sampai menyebabkan kerusakan hutan.
Wana wisata yang telah berjalan seharusnya dapat menjadi media pembelajaran
yang mengajarkan arti pentingnya kelestarian dunia.

2.3 Karakteristik Kelembagaan

Karakteristik kelembagaan bersifat dinamis terhadap perubahan yang


terjadi. Perubahan kelembagaan dapat terjadi akibat adaptasi yang dilakukan
terhadap perubahan adaptasi yang terjadi pada perubahan dalam komunitas.
Menururt Wiliamson (2000), berdasarkan cepat atau lambat, karakteristik
kelembagaan dibagi ke dalam empat tingkatan, yaitu: 1) level sosial (masyarakat)
2) level kelembagaan formal (formal institutional environment), 3) level tata
kelola (Governance), dan 4) perubahan bersifat kontinyu. Perubahan kelembagaan
masyarakat adalah perubahan kelembagaan dimana keberadaan kelembagaan telah
menyatu dengan kehidupan masyarakat seperti tradisi, norma, dan lain-lain.
Kedua, perubahan kelembagaan formal adalah kelembagaan yang lahir secara
sengaja seperti perundang-undangan (konstitusi) yang dibuat oleh lembaga
legislatif/pemerintah. Perubahan kelembagaan dapat terjadi pada kurun waktu 10
11

sampai 100 tahun. Ketiga, perubahan kelembagaan tata kelola adalah perubahan
yang terjadi terhadap serangkaian peraturan pada struktur tata kelola dalam
sebuah komunitas lengkap dengan tata cara penegakan dan pemberian sangsi.
Perubahan pada level ini bersifat diskontinu. Keempat perubahan bersifat kontinu
adalah perubahan yang mengikuti perubahan harga input produksi dan perubahan
input produksi sehingga menyebabkan perubahan kelembagaan.
Teoritis mengenai perubahan model kelembagaan Williamson (2000) tidak
jelas karena perbedaan setiap level sulit dibedakan sehingga Kiser dan Ostrom
(1982) dalam Polski (1999) melakukan analisis model perubahan kelembagaan ke
dalam tigal level, yaitu:
1. Operational Choice level, yaitu aturan yang terdapat pada suatu komunitas
organisasi dan bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut
seharusnya terjadi. Instrument pembatas mengenai kapan, dimana, seberapa
banyak, dan bagaimana anggota sebuah komunitas memanfaatkan sumberdaya
alam. Pemberian sangsi berlaku bagi anggota yang melanggar dan pemberian
reward bagi anggota yang taat terhadap aturan. Aturan tersebut berubah seiring
dengan perubahan ekonomi, teknologi, sumberdaya, dan budaya.
2. Level Collective Choice, yaitu aturan mengenai bagaimana operational rule
diubah, siapa yang melakukan perubahan, dan kapan perubahan tersebut harus
berlangsung. Hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aktor collective choice level
akan mempengaruhi operational rule secara langsung.
3. Constitutional rule merupakan kelembagaan yang mengatur mengenai siapa
yang berwenang bekerja pada level colletive choice dan bagaimana mereka
bekerja. Level Constitutional rule merupakan rule tertinggi.

2.4 Teoritis Perubahan Kelembagaan

Karakteristik kelembagaan menjelaskan bahwa kelembagaan dapat


mengalami perubahan. Teori perubahan menurut Schluter dan Hanisch (1999)
dalam Hidayat (2007) membagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) berdasarkan
efisiensi ekonomi, 2) berdasarkan teori distribusi konflik, dan 3) berdasarkan teori
kebijakan. Ketiga teori tersebut memiliki perbedaan didalam cara pandang
terhadap perubahan institusi.
12

Teori perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi berdasarkan


Posner (1992) yang dikutip oleh Hidayat (2007), perubahan kelembagaan tersebut
karena adanya upaya untuk melindungi hak-hak kepemilikan. Latar belakang hak-
hak kepemilikan tersebut yang mendorong masyarakat untuk membuat aturan
utama demi melindungi haknya. Sedangkan teori perubahan distributional conflict
adalah teori yang didasarkan bahwa setiap aktor di dalam arena memiliki
kepentingan dan wewenangan yang berbeda-beda. Hal inilah yang
melatarbelakangi terjadinya konflik. Aktor yang dapat mengendalikan power lebih
baik akan menguasai informasi, akses, modal, dan lain-lain sehingga proses
perubahan akan berpihak terhadap aktor tersebut (Knight 1992). Aktor tersebut
harus mampu mengendalikan power untuk mencari solusi dari konflik yang
dihadapi dengan merubah aturan main yang diberlakukan. Teori kebijakan adalah
teori yang didasarkan pada suatu kebijakan. Perubahan kelembagaan pada teori
kebijakan bersifat memaksa. Perubahan tersebut terjadi karena kebijakan yang
lama dianggap sudah tidak efektif sehingga diberlakukan kebijakan yang baru
dimana, perubahan tersebut mampu mendorong tingkat efektivitas yang tinggi.
Bagi aktor yang melanggar akan diberikan sangsi sedangkan aktor yang taat
terhadap kebijakan akan diberikan reward.

2.5 Analisis Stakeholder

Analisis Stakeholder adalah proses yang mendefinisikan aspek dari gejala


alami dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu pengambilan keputusan untuk
mengidentifikasi individu, kelompok, dan organisasi yang mempengaruhi atau
dipengaruhi gejala tersebut. Sedangkan stakeholder adalah individu kelompok
atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam suatu peristiwa atau proses
(Reed et al 2009). Analisis stakeholder bertujuan untuk mengidentifikasi peranan
stakeholder dalam pengambilan keputusan, menjelaskan kepentingan, dan
pengaruh setiap stakeholder, dan memetakan hubungan antara stakeholder dalam
pengembangan suatu organisasi. Menurut Reed et al (2009), stakeholder
dikategorikan ke dalam empat kategori berdasarkan kepentingan serta
wewenangnya, yaitu:
13

1. Key Players
Players adalah stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan serta wewenang
yang tinggi. Key Players biasa diartikan sebagai pemain atau pelaksana
pengelolaan kawasan wana wisata. Players memiliki minat secara langsung
dalam pengelolaan kawasan wana wisata dan wewenang untuk melakukan
sesuatu atau membuat aturan untuk pengelolaan kawasana wana wisata. Key
Players mampu mengendalikan sistem yang ada.
2. Subject
Subject adalah stakeholder yang memiliki kepentingan yang cukup besar
namun wewenang yang dimiliki kecil. Subject dapat dikatakan sebagai pelaku
utama didalam pengelolaan kawasan wana wisata. Stakeholder tersebut
memiliki kesungguhan untuk mengelola wana wisata agar menjadi lebih baik.
Namun stakeholder tersebut tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi
perarturan-perarturan yang berlaku.
3. Context Setter
Context Setter adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang
yang besar. Context Setter dalam pengelolaan kawasan wana wisata dapat
diartikan sebagai perencanaan makro dalam pembangunan kawasan wana
wisata karena lingkup kerjanya bersifat makro maka minat terhadap
pengelolaan kawasan wana wisata kecil. Wewenang Context Setter sangat
besar karena Context Setter mempunyai wewenang untuk mengesahkan
program-program dari instansi terkait termasuk wewenang untuk mengesahkan
dalam pemberian anggaran sehingga dalam kategori ini stakeholder harus
diberdayakan agar tidak menentang sistem yang ada.
4. Crowd
Crowd adalah para stakeholder yang memiliki kepentingan dan wewenangan
kecil. Crowd dimasukan ke dalam stakeholder masyarakat. Stakeholder dalam
kategori crowd harus selalu diberi informasi karena mereka selalu
mempertimbangkan segala kegiatan yang akan dilakukan. Pengelolaan
kawasan wana wisata masyarakat dapat memiliki minat yang kecil terhadap
pengelolaan karena masyarakat enggan untuk dijadikan subject dalam suatu
kegiatan.
14

2.6 Dampak Ekonomi Wana Wisata

Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang melibatkan masyarakat


sehingga dapat membawa berbagai macam dampak. Wana wisata adalah salah
satu kegiatan pariwisata. Salah satu dampak yang dihasilkan kegiatan wana wisata
adalah dampak sosial ekonomi. Dampak pariwisata yang akan mendapatkan
perhatian adalah masyarakat lokal sekitar kawasan wisata. Dampak pariwisata
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi
delapan kelompok besar (Cohen 1984) dalam Pitana dan Gayatri (2005), yaitu:
1. dampak terhadap penerimaan devisa
2. dampak terhadap pendapatan masyarakat
3. dampak terhadap kesempatan kerja
4. dampak terhadap harga-harga
5. dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan
6. dampak terhadap kepemilikan dan kontrol
7. dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan
8. dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Dampak ekonomi dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan biaya
ekonomi. Manfaat ekonomi yang dihasilkan memberikan dampak positif.
Kegiatan pariwisata mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif
seperti kesempatan kerja, peningkatan devisa, dan peningkatan peluang usaha.
Kontribusi kegiatan pariwisata dapat dilihat melalui besarnya nilai penggandaan
(Multiplier effect).
Dampak kegiatan pariwisata begitu besar bagi Indonesia. Devisa yang
diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 oleh
Santosa (2001) dalam Pitana dan Gayatri (2005) adalah sebesar 6 307.69;
5321.46; 4 331.09; 4 710.22; dan 5 748 80 juta dollar AS. Kontribusi pariwisata
memperlihatkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kegiatan
pariwisata memiliki keterkaitan dengan sektor lain. Antara dan Parning (1999)
dalam Pitana dan Gayatri (2005), mengemukakan bahwa pariwisata mempunyai
keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan berbagai sektor seperti apa yang
disebut open-loop effect dan Induced-effect (lebih dikenal dengan trickle down
effect dan multiplier effect).
15

2.7 Teori Multiplier Effect

Kegiatan pariwisata menghasilkan dampak ekonomi yang terdiri dari


dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan. Menurut META
(2001), dampak langsung adalah total nilai pengeluaran wisatawan yang
dikeluarkan di lokasi wana wisata seperti konsumsi, souvenir, hotel, restoran, dan
lainnya. Dampak tidak langsung adalah aktivitas ekonomi dengan perputaran yang
terjadi setelah diterimanya pengeluaran wisatawan. Sedangkan dampak lanjutan
adalah pengeluaran pendapatan yang diperoleh warga setempat dari upah dan
keuntungan yang diperoleh dari perputaran dampak langsung dan tidak langsung.
Jika wisatawan melakukan pengeluaran di luar lokasi wisata, seperti impor barang
dan jasa, perpajakan, dan tabungan maka disebut dengan kebocoran. Menurut
Yoeti (2008), semakin kecil kebocoran yang terjadi maka semakin baik bagi
perekonomian di suatu kawasan wisata, sebaliknya apabila kebocoran semakin
besar maka semakin kecil dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat
sekitar kawasan wana wisata.
Menurut Clement dalam Yoeti (2008), ketika wisatawan mengunjungi
suatu tempat tujuan wisata, wisatawan tersebut pasti akan membelanjakan uang
mereka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan selama melakukan kunjungan.
Uang yang dibelanjakan tersebut tidak berhenti beredar, tetapi berpindah tangan
dari satu tangan ke tangan yang lain selama periode tertentu. Hal inilah yang
dinamakan efek pengganda (Multiplier Effect). Efek pengganda tersebut memiliki
prinsip yang dijelaskan oleh Yoeti (2008), yaitu :
1. Uang yang dibelanjakan wisatawan tidak pernah berhenti beredar dalam
kegiatan ekonomi dimana uang itu dibelanjakan
2. Uang itu selalu berpindah tangan dari satu orang ke orang lain
3. Semakin cepat uang itu berpindah tangan, semakin besar pengaruh uang itu
dalam perekonomian setempat, dan semakin besar nilai koefisien multiplier
4. Uang itu akan hilang dari peredaran, apabila uang itu tidak lagi berpindah
tangan tetapi berhenti dari peredaran karena sudah tidak memberikan pengaruh
terhadap ekonomi setempat
5. Pengukuran terhadap besar kecilnya uang yang dibelanjakan wisatawan itu
dilakukan setelah melalui beberapa kali transaksi dalam periode tertentu.
16

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berjudul Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Bersama


Masyarakat untuk Pengembangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabupaten Pati,
Jawa Tengah oleh Zulaifah (2006), yang bertujuan untuk merumuskan strategi
pemanfaatan sumberdaya hutan bersama masyarakat untuk pengembangan
kawasan Hutan Regaloh. Metode yang digunakan berupa analisis deskriptif untuk
menjelaskan penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, dan kondisi kawasan
wana wisata. Sedangkan kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan dianalisis
menggunakan analisis SWOT.
Pengelolaan hutan di kawasan Hutan Regaloh dilakukan oleh Perum
Perhutani bersama masyarakat. Fungsi hutan yang berpengaruh besar adalah
fungsi hutan sebagai fungsi produksi yang menghasilkan hasil produksi berupa
kayu dan fungsi konservasi sebagai kawasan objek wisata. Organisasi sosial
seringkali membentuk struktur sosial yang lebih baik. Pelaksanaan pengelolaan
hutan bersama masyarakat melalui LMDH. Kawasan Hutan Regaloh telah
terbentuk sepuluh LMDH yang telah resmi menjadi mitra kerja Perhutani.
Keberadaan LMDH memang cukup penting karena lembaga ini mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota secara keseluruhan
menyelenggarakan dan mengembangkan usaha di bidang pertanian dan jasa
berbasis kehutanan dengan memperhatikan azas kelestarian hutan. (Zulaifa 2006).
Faktor penunjang kawasan Hutan Regaloh cukup memadai terutama dari
segi infrastruktur, aksesibilitas, serta pembinaan petani pesanggem. Pemanfaatan
Kawasan Hutan Regaloh memiliki faktor penunjang dalam pemanfaatan
sumberdaya hutan yang mendukung pengembangan kawasan hutan namun
kondisi sosial ekonomi masyarakat Regaloh masih tergolong dalam kondisi
masyarakat yang miskin. Pemanfaatan hutan bersama masyarakat tidak
sepenuhnya membantu permasalahan sosial ekonomi masyarakat karena faktor
input produksi masih rendah dan keterbatasan keterampilan penduduk. (Zulaifa
2006).
17

III. KERANGKA OPERASIONAL

Keadaan topografi Gunung Galunggung serta kekayaan alamnya


mendukung terbentuknya kawasan wana wisata. Kawasan wana wisata di bawah
pengelolaan kelembagaan, yaitu KPH Perhutani Tasikmalaya dengan program
pengelolaan kawasan hutan bersama masyarakat dan program kemitraan bina
lingkungan. Namun telah terjadi perubahan tata kelola dalam proses
pengelolaannya. Perubahan pengelolaan terjadi antara pihak KPH Perhutani
Tasikmalaya dengan lembaga swadaya masyarakat yaitu Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH). Pihak KPH Perhutani unit III Tasikmalaya bersama-sama
LMDH berkoordinasi dengan Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga) sebagai
wadah dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan wana wisata yang melibatkan
partisipasi masyarakat. Kerjasama dalam kelembagaan tersebut menghasilkan
bentuk kelembagaan dengan tata kelola yang baru. Perubahan kelembagaan
melalui tahapan inisiasi (pencetusan), tahap pembentukan, dan tahap sosialisasi
kepada seluruh anggota organisasi.
Perubahan pengelolaan tersebut mempengaruhi substansi kelembagaan
(struktur, kelengkapan, monitoring, dan penegakan hukum), persepsi antar
anggota terhadap kelembagaan, dan dampak ekologi dalam pengelolaan kawasan
wana wisata yang dapat dilihat melalui efektivitas kelembagaan. Nilai efektivitas
kelembagaan yang terjadi dapat dilihat melalui persepsi masing-masing
stakeholder yang terlibat didalam pengelolaan dengan menggunakan analisis
stakeholder. Identifikasi dan analisis stakeholder penting dilakukan agar para
aktor mampu berkoordinasi dengan baik dalam pengelolaan kawasan wana wisata.
Hubungan aktor yang baik dapat memberikan manfaat bagi keberlanjutan
pengelolaan kawasan wana wisata, diantaranya mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan memberikan dampak ekonomi serta sosial kepada
masyarakat di sekitar kawasan wana wisata. Oleh karena itu, penting mengetahui
kelembagaan didalam pengelolaan kawasan wana wisata, meliputi: proses
perubahan kelembagaan, efektivitas kelembagaan, stakeholder terkait
pengelolaan, dan dampak ekonomi yang dihasilkan dari pengelolaan kawasan
wana wisata.
18

Kelembagaan Kawasan Wana Wisata


Gunung Galunggung

Pengelolaan oleh Perum Perhutani Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat


dan Program Kemitraan Bina Lingkungan

Koperasi Pariwisata Gunung Galunggung

Pengembangan Kawasan Wanawisata

Identifikasi Proses Perubahan Analisis Efektivitas


manfaat ekonomi Kelembagaan Kelembagaan

Analisis kuantitatif  Inisisasi 1. Subtansi


melalui Multiplier Effect  Pembentukan kelembagaan
 Sosialisasi 2. Persepsi
Kelembagaan
3. Analisis dampak
ekologi

Analisis Kuantitatif dan


analisis deskriptif Analisis Kualitatif dan analisis deskriptif

Simpulan dan Rekomendasi

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional

Keterangan :
: Aspek yang dikaji
19

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Gunung Galunggung yang terletak di Desa


Linggarjati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan
bahwa lokasi tersebut memenuhi kriteria perubahan kelembagaan yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Pengambilan data primer untuk penelitian pada bulan
April hingga Juni 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui tahap wawancara langsung dengan para responden
menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur (kuesioner). Sedangkan data
sekunder diperoleh melalui literatur, referensi, dan data pendukung yang diperoleh
dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Perhubungan Kabupaten
Tasikmalaya, Kantor Desa Linggarjati, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, KPH
Perhutani Tasikmalaya, Koparga, dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana
Lingga Mukti.
Data primer digunakan untuk menganalisis proses perubahan kelembagaan
stakeholder yang berperan, pola interaksi antar stakeholder, kesejahteraan
masyarakat sekitar kawasan wana wisata, dan analisis terhadap efektivitas
kelembagaan. Sedangkan data sekunder meliputi struktur kelembagaan,
pembagian peran, fungsi, wewenang masing-masing aktor, Infrastruktur
kelembagaan terkait pengelola kawasan wana wisata, dan peraturan perundang-
undangan.

4.3 Metode Penentuan Sampel Data

4.3.1 Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dimulai dengan menentukan populasi masing-masing


responden. Target penentuan sampel adalah responden dan key person. Key
20

person ditentukan secara purposive (sengaja). Key person dipilih melalui


identifikasi pihak-pihak yang terlibat didalam pengelolaan kawasan wana wisata.
Informan adalah stakeholder yang terlibat didalam kelembagaan dan menguasai
akses informasi terkait keluarga, diri sendiri, lingkungan, serta pihak lain sehingga
mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Apabila
informasi yang diberikan key person masih kurang digunakan teknik snowball
untuk memenuhi kelengkapan informasi. Sedangkan responden adalah pihak yang
memiliki pandangan terhadap objek penelitian dan mampu menginformasikan
persepsi tersebut. Responden pada penelitian ini terdiri dari pengunjung, pelaku
usaha di lokasi wana wisata, dan tenaga kerja lokal.
Penentuan sampel responden pengunjung bersifat accidental sampling.
Penentuan jumlah pengunjung berdasarkan tingkat kunjungan periode II bulan
Maret tahun 2013 sebagai populasi dalam perhitungan menggunakan metode
slovin (Wulandari 2010), yaitu 27 993 Jiwa. Populasi tersebut dipilih karena
penelitian dilakukan bulan April. Error yang digunakan sebesar 10 persen.

n= ........................................(1)
²

Keterangan : n = Jumlah responden


N = Jumlah populasi (kunjungan periode II Bulan Maret Tahun
2013)
e = Galat (error) yang dapat diterima (10%)
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah responden sebesar 100 orang.
Sedangkan populasi pelaku usaha sekitar 80 orang. Jumlah pelaku usaha yang
aktif berjumlah 40 orang. Keaktifan dilihat berdasarkan intentitas berjualan dan
kewajiban membayar retribusi berjualan kepada KPH. Jumlah sampel diambil
secara purposive (sengaja). Jumlah sampel pelaku usaha yang digunakan adalah
44 orang.
Tenaga kerja lokal yang berkerja di lokasi wisata dipilih secara purposive
(sengaja). Jumlah sampel tenaga kerja yang diambil berdasarkan jumlah populasi
tenaga kerja, yaitu 23 orang. Tenaga kerja lokal adalah pihak-pihak dari
kelembagaan yang berkerja langsung di lokasi wisata, seperti anggota Disparbud
KPH Perhutani, Dishub, dan Koparga.
21

4.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara secara


langsung dengan informan dan responden. Wawancara melalui teknik pendekatan
wawancara secara mendalam. Menurut Rudito dan Famiola (2008) dalam Adina
(2012), teknik pendekatan melalui wawancara secara mendalam adalah teknik
mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai
pemimpin pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari
kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan dan orang tersebut
dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi
masalah-masalah dalam komunitas tersebut.
Pengumpulan data sekunder melalui survei secara langsung ke instasi-
instasi yang terlibat dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Galunggung. Hasil
data sekunder kemudian diamati dan diinterpretasikan untuk kebutuhan penelitian.
Data sekunder digunakan untuk mendukung hasil penelitian, terutama data-data
yang berhubungan dengan proses perubahan kelembagaan.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan


kuantitatif. Metode kualitatif adalah metode pengolahan dengan
menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Sedangkan metode kuantitatif adalah
metode pengolahan melalui statistik untuk menguji hipotesis yang telah
ditentukan.
Data yang diperoleh melalui hasil wawancara akan dilakukan
penyuntingan data guna memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari hasil
wawancara. Selanjutnya, data hasil wawancara akan diinput ke dalam tabel dan
dilakukan pengkodean. Hasil pengkodean dapat dihitung untuk menghasilkan
persentase responden. Hasil persentase akan dianalisis secara deskriptif melalui
tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan secara manual
dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Graph yang digunakan
untuk menggambarkan posisi stakeholder dalam aktor grid.
22

Tabel 2 Matriks keterkaitan antara tujuan, parameter, sumber data, dan metode
analisis
Tujuan Indikator Data yang Sumber data Metode
diperoleh analisis
a. Mengidentifikasi Proses Proses Data Primer Analisis
proses perubahan perubahan deskriptif
kelembagaan kelembagaan
b. Menganalisis Efektivitas Substansi Data Primer Analisis
efektivitas kelembagaan kelembagaan, deskriptif dan
kelembagaan persepsi dokumen
terhadap
kelembagaan,
dan dampak
ekologi
c. Menganalisis Tugas peran Kepentingan Data Primer Analisis
stakeholder dalam fungsi dan dan pengaruh stakeholder
proses wewenang masing-masing
kelembagaan masing-masing aktor
aktor
d. Menganalisis Tingkat Manfaat Data Primer Analisis
manfaat ekonomi pendapatan ekonomi yang multiplier
Masyarakat diterima effect
sekitar masyarakat
kawasan
Sumber: Penulis (2013)

4.4.1 Mengidentifikasi Proses Perubahan Kelembagaan

Perubahan kelembagaan yang terjadi di kawasan wana wisata dianalisis


menggunakan analisis deskriptif. Menurut Whitney (1960) dalam Nazir (2003),
metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Analisis
deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat tata cara yang berlaku
dalam masyarakat dalam situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, dan pandangan-pandangan serta proses-proses
yang sedang terjadi sehingga memberikan pengaruh akibat dari suatu fenomena.
Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta sifat-sifat serta
hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Proses perubahan kelembagaan sama seperti proses terbentuknya
kelembagaan. Perubahan kelembagaan menyebabkan perubahan bentuk
kelembagaan dengan tata kelola yang baru. Proses perubahan diawali dengan
tahap inisiasi. Tahap inisiasi adalah tahap dicetuskan atau digagaskannya untuk
terjadinya suatu perubahan kelembagaan. Kemudian membentuk tata kelola
kelembagaan yang baru. Proses terbentuknya kelembagaan baru melalui sebuah
23

proses pembentukan seperti tukar pendapat, diskusi, musyawarah, kepentingan


golongan kuat, hukum, dan lainnya. Setelah pembentukan kelembagaan harus
disosialisasikan terhadap anggota dan masyarakat. Sosialisasi terkait dengan
bagaimana menyebarluaskan informasi dan aturan kepada anggota dan
masyarakat.
Tabel 3 Matriks analisis proses perubahan kelembagaan
Tujuan Indikator Parameter Metode analisis
Proses perubahan Inisiasi Pencetus dan proses Melalui kuesioner
kelembagaan kawasan perubahan dengan wawancara
wana wisata kelembagaan mendalam terhadap
Pembentukan Proses pembentukan key person dan
kelembagaan baru Analisis deskriptif
Sosialisasi Sosialisasi terhadap
masyarakat dan
anggota
kelembagaan terkait
kelembagaan baru.
Sumber: Penulis (2013)

4.4.2 Menganalisis Efektivitas Kelembagaan

Efektivitas kelembagaan dapat dianalisis melalui substansi kelembagaan


persepsi terhadap kelembagaan dan dampak ekologi yang dihasilkan dari proses
pengelolaan kawasan wana wisata. Suatu kelembagaan dapat berjalan dengan baik
jika memiliki substansi kelembagaan yang terdiri dari struktur kelembagaan,
kelengkapan kelembagaan yang jelas dengan pembagian tugas, wewenang, peran
serta fungsi setiap aktor kelembagaan jelas, aspek monitoring yang dilakukan, dan
proses penegakan hukum. Pembentukan kelembagaan baru yang melibatkan
berbagai aktor harus memenuhi kriteria substansi kelembagaan sehingga
membentuk kelembagaan dengan efektivitas yang baik.
Efektivitas kelembagaan menggambarkan tingkat persepsi masyarakat
terhadap kelembagaan seperti apakah kelembagaan baru menjalankan aturan yang
telah ditetapkan sehingga terbentuk kelembagaan yang baik. Dampak ekologi juga
menjadi salah satu faktor efektivitas kelembagaan. Dampak ekologi dari bentuk
kerjasama antara lembaga terlihat dari pengurangan lahan kritis dan penggunaan
lahan secara efektif.
24

Tabel 4 Matriks analisis efektivitas kelembagaan


Tujuan Indikator Parameter Metode analisis
Efektivitas Substansi Struktur Melalui kuesioner
kelembagaan kawasan kelembagaan kelembagaan dan persepsi
wana Wisata kelengkapan, menggunakan skala
Aspek monitoring likert berdasarkan
dan proses persepsi anggota
penegakan hukum organisasi dan
Persepsi Apakah substansi anggota non
kelembagaan berjalan dengan baik. organisasi serta
Dampak ekologi Dampak lingkungan analisis deskriptif
yang dihasilkan oleh dan dokumen
kegiatan
kelembagaan
Sumber: Penulis (2013)

4.4.3 Identifikasi dan Analisis Stakeholder

Penelitian pengelolaan kawasan wana wisata menggunakan analisis


stakeholder sebagai alat analisis untuk mengetahui kepentingan dan peran masing-
masing stakeholder serta wewenang dalam pengelolaan kawasan wana wisata.
Analisis stakeholder menggunakan matriks berdasarkan kepentingan dan
kewenangan. Kepentingan masing-masing stakeholder dapat dilihat dari tupoksi
masing-masing stakeholder. Sedangkan kewenangan adalah kekuasaan
stakeholder untuk mempengaruhi peraturan yang berlaku maupun kebijakan yang
berkaitan dengan pengelolaan wana wisata Gunung Galungung. Analisis
stakeholder dapat dianalisis melalui beberapa tahapan berikut (Wijayanti 2009):
1. Membuat tabel stakeholder yang berisi informasi mengenai:
a. Daftar stakeholder
b. Kepentingan stakeholder, yaitu motif dan perhatiannya pada kebijakan. Untuk
melihat tingkat kepentingan aktor dilakukan pengkodean dengan
menggunakan skala likert yaitu antara 1 sampai 5, dimana; 5 = sangat tinggi;
4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah. Indikator tinggi
dilihat dari seberapa penting pengelolaan kawasan wisata terhadap masing-
masing stakeholder.
c. Sikap stakeholder terhadap kebijakan atau program. Sikap stakeholder
mengacu kepada reaksi terhadap kebijakan yang ditetapkan.
2. Mengidentifikasi dan pemetaan aktor berdasarkan kekuatan dan pengaruh dari
aktor lain. Kekuatan stakeholder mengacu pada kuantitas sumberdaya yang
dimiliki stakeholder, yaitu sumberdaya manusia (SDM), finansial, dan politik.
25

Pengaruh dari masing-masing stakeholder mengacu pada tingkat pengaruhnya


dalam proses penyusunan kebijakan. Penilaian tingkat pengaruh menggunakan
skala likert yaitu antara 1 sampai 5, adapun; 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3
=sedang; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah.
Tabel 5 Identifikasi dan pemetaan aktor
Skor Kriteria Keterangan
Kepentingan aktor
5 Sangat tinggi Sangat bergantung pada keberadaan kawasan wana wisata
4 Tinggi Ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan kawasan
wana wisata
3 Sedang Cukup bergantung terhadap kawasan wana wisata
2 Kurang Tinggi Ketergantungan pada keberadaan kawasan wana wisata kecil
1 Rendah Tidak terdapat ketergantungan pada keberadaan kawasan wana
wisata kecil
Pengaruh aktor
5 Sangat Tinggi Jika respon aktor berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor
lain
4 Tinggi Jika respon aktor berpengaruh besar terhadap aktivitas aktor
lain
3 Sedang Jika respon aktor tersebut cukup berpengaruh terhadap
aktivitas aktor lain
2 Kurang tinggi Jika respon aktor tersebut berpengaruh kecil terhadap aktivitas
aktor lain
1 Rendah Jika respon aktor tersebut tidak berpengaruh terhadap aktivitas
aktor lain

3. Menentukan tingkat pengaruh total yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM,
finansial, dan politik) dari masing-masing stakeholder.
4. Menentukan nilai total dilihat berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh.
Tabel 6 Analisis stakeholder pengelolaan kawasan wana wisata
No Stakeholder Kriteria evaluasi
Kepentingan Skor Pengaruh Skor
S F P

Dari informasi pada Tabel 6, maka selanjutnya disusun diagram seperti


Gambar 2.
Tinggi

A B

Kepentingan Subject Key Players


C D

Crowd Context Setter

Rendah Tinggi
Pengaruh

Gambar 2 Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pengelolaan


kawasan wana wisata
26

Gambar 2 menggambarkan tingkat kepentingan dan pengaruh masing-


masing stakeholder dalam setiap kategori. Stakeholder dapat ditentukan
berdasarkan pengalaman dalam bidang pembangunan wilayah atau berkaitan
dalam perencanaan kebijakan berdasarkan catatan statistik, laporan penelitian, dan
berdasarkan teknik snowball melalui identifikasi setiap aktor dengan aktor lainnya
untuk diteliti sehingga informasi yang dibutuhkan lengkap.
Tabel 7 Matriks analisis stakeholder
Tujuan Indikator Data yang dibutuhkan Metode
Analisis
Menganalisis Identifikasi aktor-aktor yang Data primer dan Metode
stakeholder yang terlibat didalam pengelolaan pengamatan dokumen analisis
terlibat didalam baik secara langsung maupun stakeholder
pengelolaan tidak langsung. dengan
kawasan wana Identifikasi masing-masing Data primer dan menggunakan
wisata kepentingan dan pengaruh pengamatan dokumen skala likert dan
aktor didalam pengelolaan aktor grid
kawasan wana wisata.
Sumber: Penulis (2013)

4.4.4 Menganalisis Multiplier Effect

Manfaat ekonomi dapat diestimasi melalui multiplier effect (efek


pengganda). Multiplier effect dalam penelitian ini adalah multiplier income. Data
yang diperoleh melalui hasil wawancara kepada wisatawan, unit usaha, pihak
pengelola, dan tenaga kerja di lokasi wana wisata.
Tabel 8 Matriks analisis dampak ekonomi
Tujuan Indikator Jenis data Metode analisis
Menganalisis manfaat Perubahan tingkat Data Kuantitatif Menggunakan
ekonomi yang pendapatan unit usaha Multiplier Effect
dihasilkan sebagai tenaga kerja lokal
dampak masyarakat sekitar
pengembangan dan wisatawan
kawasan wana wisata
yang mengalami
perubahan
kelembagaan
Sumber: Penulis (2013)

Pengukuran dampak ekonomi bersifat lokal karena multiplier effect hanya


terjadi disekitar kawasan wana wisata, kecuali terdapat leakeages (kebocoran).
Pengukuran dampak ekonomi terdiri dari tiga dampak, yaitu dampak langsung,
tidak langsung, dan dampak lanjutan. Dampak langsung terjadi apabila spending
wisatawan langsung masuk ke industri wana wisata. Sedangkan dampak tidak
langsung berupa pengeluaran pihak pengelola untuk membayar upah tenaga kerja.
27

Dampak lanjutan berupa perubahan aktivitas ekonomi di lokasi wisata dari


pembelanjaan tenaga kerja tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
Pengukuran dampak ekonomi dalam penelitian meliputi dua kelompok,
yaitu: 1) survei terhadap unit usaha penyedia barang dan jasa dan 2) survei
terhadap tenaga kerja pada unit usaha di kawasan wana wisata. Survei terhadap
unit usaha merupakan dampak langsung. Dampak terhadap unit usaha
membutuhkan informasi terkait (1) proporsi perputaran uang yang berasal dari
pengeluaran pengunjung ke unit usaha tersebut, (2) proporsi dari perputaran arus
uang terhadap tenaga kerja lokal, supplier, dan pajak, dan (3) tipe dan kuantitas
bahan baku yang dibutuhkan.
Kelompok kedua adalah tenaga kerja lokal pada unit usaha lokal penyedia
barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Tenaga kerja adalah dampak tidak
langsung. Informasi terkait dengan dampak ekonomi adalah (1) jumlah tenaga
kerja yang terdapat pada kawasan wana wisata, (2) jumlah jam kerja dan tingkat
upah, (3) proporsi dari pengeluaran sehari-hari pekerja yang dilakukan di dalam
dan di luar wilayah kawasan wana wisata, dan (4) kondisi pekerjaan sebelum
bekerja di unit usaha saat ini. Estimasi terhadap unit usaha yang memberikan nilai
dampak ekonomi terhadap manfaat dan biaya masyarakat lokal dan penyediaan
barang dan jasa yang diperlukan pengunjung.
Pengukuran dampak ekonomi lokal melalui beberapa tipe efek pengganda
(META, 2001) , yaitu:
1. Keynesian Income Multiplier adalah perubahan unit pengeluaran wisatawan
memberikan perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat lokal. Secara
matematis ditulis:

= ........................................(2)

2. Ratio Income Multiplier adalah efek multiplier yang menggambarkan seberapa


besar dampak terhadap perekonomian lokal. Multiplier ini telah memasukan
dampak lanjutan dan dampak tidak langsung.
Ratio Income Multiplier Tipe I, secara matematis ditulis:

........................................(3)
=
28

Ratio Income Multiplier Tipe II, secara matematis ditulis:


........................................(4)
=
dimana:
D: Pendapatan lokat yang diterima secara langsung dari E (rupiah)
N: Pendapatan lokal yang diterima secara tidak langsung dari E (rupiah)
E: Tambahan pengeluaran wisatawan (rupiah)
U: Pendapatan lokal yang diterima secara lanjutan dari E (rupiah)
Multiplier effect memiliki kriteria-kriteria, sebagai berikut:
 Jika nilai koefisien multiplier tersebut kurang atau sama dengan nol (≤ 0),
maka kawasan wana wisata belum mampu memberikan dampak ekonomi
terhadap aktivitas wisatanya.
 Jika nilai koefisien multiplier diantara nol dan satu (0 ≤ x ≤ 1), maka kawasan
wana wisata memberikan nilai dampak ekonomi yang rendah.
 Jika nilai koefisien multiplier tersebut lebih atau sama dengan satu (≥ 1) ,
maka kawasan wana wisata mampu memberikan dampak ekonomi terhadap
aktivitas wisatanya.
29

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Kabupaten Tasikmalaya secara geografis terletak di 107.56 – 108.8 BT


dan 7.10-7.49 LS. Kabupaten Tasikmalaya memiliki luas 2 712.52 km. Kabupaten
Tasikmalaya mengalami pemekaran daerah secara bertahap sejak tahun 2000-
2005 sehingga memiliki kawasan wilayah administratif 39 kecamatan yang terdiri
dari 351 desa. Salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Tasikmalaya
adalah Kecamatan Sukaratu. Sukaratu merupakan kecamatan baru yang
mengalami pemekaran pada tanggal 21 Juni 2000 sesuai dengan Perda No. 25
tahun 2000. Kecamatan Sukaratu memiliki 8 desa. Desa Linggarjati merupakan
salah satu desa di Kecamatan Sukaratu dengan luas 780.559 Ha, dengan batasan
wilayah berikut:
Batas Utara : Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu
Batas Timur : Desa Tawabanteng, Kecamatan Sukaratu
Batas Selatan : Desa Mekarjaya, Kecamatan Padakembang
Batas Barat : Gunung Galunggung, Kecamatan Sukaratu

5.2 Kondisi dan Potensi Wilayah

Desa Linggarjati memiliki kondisi topografi yang terdiri dari daerah


pegunungan dengan tingkat kecuraman yang cukup curam ±15-25 persen. Desa
Linggarjati memiliki kualitas tanah yang kaya unsur hara, subur, dan mampu
memberikan kelimpahan air. Desa Linggarjati yang berada pada bagian rongga
lereng Gunung Galunggung mampu memasok tangkapan air yang berasal dari
curah hujan yang berkisar 2 072 mm pertahun dan memiliki kawasan daerah
resapan air. Iklim tropis hutan hujan mendukung ketersediaan air. Kawasan
Cipanas Gunung Galunggung yang merupakan sumber air Desa Linggarjati
mengairi desa melalui Sungai Cikunir. Aliran Sungai bermanfaat sebagai sistem
pengairan sawah dan kolam tampung yang digunakan warga sebagai kolam ikan.
30

5.3 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia

Kepadatan penduduk Desa Linggarjati dari tahun ke tahun mengalami


peningkatan. Jumlah kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel 9 berdasarkan
jenis kelamin.
Tabel 9 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Linggarjati tahun
2008-2012
Jenis kelamin
Tahun
Laki-laki Perempuan Jumlah
2008 2 300 2 025 4 325
2009 2 315 2 035 4 350
2010 2 340 2 051 4 391
2011 2 347 2 054 4 401
2012 2 356 2 068 4 424
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)

Jumlah penduduk yang semakin meningkat disebabkan oleh faktor kelahiran yang
semakin meningkat dan jumlah pendatang yang semakin bertambah serta menetap
di Desa Linggarjati.
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan mengalami fluktuatif
dari tahun ke tahun. Penurunan jumlah masyarakat kurang terdidik di Desa
Linggarjati disebabkan oleh sekolah yang belum memadai sehingga masyarakat
memilih bersekolah di luar desa dan faktor keterbatasan biaya sehingga
masyarakat memilih berkerja untuk mensejahterakan ekonomi rumah tangga.
Berikut tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2008-2012
Tingkat pendidikan
Tahun SD SMP SMA PT
2008 305 201 104 25
2009 340 207 119 23
2010 326 221 132 18
2011 335 205 165 21
2012 345 198 113 21
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)

Mayoritas penduduk Desa Linggarjati bermatapencaharian sebagai petani


karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Kondisi tanah Desa Linggarjati
mengandung unsur hara yang tinggi karena letusan Gunung Galunggung pada
tahun 1982. Berikut tabel 11 Jumlah matapencaharian penduduk.
31

Tabel 11 Jumlah matapencaharian penduduk di Desa Linggajati tahun 2008-2012


Tahun Petani Buruh PNS Wirausaha
2008 321 124 14 105
2009 298 198 8 109
2010 306 201 13 115
2011 312 119 10 112
2012 312 162 16 118
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)

5.4 Sarana Prasarana dan Fasilitas

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Linggarjati mendukung


kegiatan masyarakat dan kegiatan pariwisata di Kawasan Wana Wisata Gunung
Galunggung. Berikut tabel 12 sarana, prasarana, dan fasilitas yang berada di Desa
Linggarjati.
Tabel 12 Sarana, prasarana, dan fasilitas yang berada di Desa Linggarjati tahun
2013
No Sarana prasana dan fasilitas Jumlah
1 Kantor Desa 1
2 Polindes 1
3 Angkutan Umum >10
4 Masjid 3
5 Musholla 42
6 Pos Ronda 12
7 Sekolah 11
8 Posyandu 5
9 Gardu Listrik 9
10 Gedung Olahraga 1
Sumber: Kantor Desa Linggarjati (2013)

Kondisi sarana, prasarana, dan fasilitas di Desa Linggarjati dan Kawasan


Wana Wisata Gunung Galunggung cukup memadai karena mampu memenuhi
sebagian besar kebutuhan masyarakat dan pengunjung. Kawasan Wana Wisata
Gunung Galunggung menyediakan sarana dan prasarana, yaitu fasilitas kolam
renang, pemandian alam, Kawah Galunggung, air terjun, dan bak rendam. Sarana
dan prasarana dikelola oleh KPH Perhutani Tasikmalaya dan Dinas Pariwisata dan
Budaya Kabupaten Tasikmalaya.

5.5 Aksesibilitas Wilayah

Aksesibilitas ke kawasan wana wisata dapat dilalui kendaran umum dan


kendaraan pribadi ±6 jam perjalanan dari Pusat Ibukota Jakarta dengan jarak
32

perjalanan ±300 km. Sedangkan dari Ibukota Provinsi, Bandung dibutuhkan


waktu berkisar ±3 jam dengan jarak tempuh 120 km. Desa Linggarjati dapat
ditempuh dari Kota Tasikmalaya menggunakan angkutan umum rute terminal
Indihiang ke Sukaratu dengan jadwal keberangkatan satu jam sekali dan biaya
sebesar Rp 7 000,

5.6 Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan di kawasan wana wisata Gunung Galunggung


peneliti membagi reponden kedalam tiga kelompok, yaitu 1) Unit usaha, 2)
Tenaga kerja di kawasan wisata, dan 3) Pengunjung kawasan wana wisata bulan
April-Mei 2013.

5.6.1 Karateristik Pelaku Unit Usaha

Karakteristik pelaku unit usaha dikelompokan berdasarkan jenis kelamin,


kategori umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lama berjualan. Pelaku
unit usaha berada di sekitar lokasi Wana Wisata Gunung Galunggung. Mayoritas
pelaku unit usaha terlibat langsung untuk melaksanakan kegiatan jual beli tanpa
mempekerjakan tenaga kerja.
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, jumlah pelaku usaha berjenis
kelamin perempuan lebih banyak sebesar 75 persen berbandingkan dengan jumlah
pelaku usaha berjenis kelamin laki-laki sebesar 25 persen. Pelaku usaha berjenis
kelamin perempuan lebih terampil dalam berkomunikasi dengan pelanggan.
Berdasarkan karakteristik umur, tingkat umur 35-44 tahun merupakan tingkat
umur paling banyak sebesar 36 persen dengan jumlah sebanyak 16 orang.
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, pelaku usaha sebesar 71 persen
adalah lulusan sekolah dasar. Hal ini disebabkan jarak antara sekolah dan desa
mereka cukup jauh pelaku usaha yang rata-rata berumur 35-44 tahun berpendapat
bahwa dulu belum terdapat fasilitas transportasi sehingga mereka harus
menempuh jarak cukup jauh dengan berjalan kaki untuk dapat melanjutkan
sekolah ke tingkat Sekolah Menengah Pertama. Berdasarkan karakteristik
pendapatan, pendapatan sebesar Rp 1 000 001- 2 000 000 adalah tingkat
pendapatan paling tinggi yang diterima oleh pelaku usaha sebesar 45 persen.
Tingkat pendapatan pelaku usaha sangat bergantung terhadap intensitas jumlah
33

pengunjung wisata dan tingkat pengeluaran pengunjung. Berdasarkan


karakteristik lama berjualan, jangka waktu 6-10 tahun adalah lama berjualan
paling lama sebesar 36 persen. Hal ini disebabkan sebagian besar pelaku usaha
merupakan penduduk asli Desa Linggarjati dan usaha yang dijalankan bersifat
usaha turun menurun.
Tabel 13 Karateristik pelaku usaha di Wana Wisata Gunung Galunggung
Karakteristik Jumlah Persentase
(Jiwa) (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 11 25
b. Perempuan 33 75
2. Umur (Tahun)
a. 15-24 4 9
b. 25-34 9 21
c. 35-44 16 36
d. >45 15 34
3. Tingkat Pendidikan
a. Tidak Sekolah 1 2
b. SD 31 71
c. SMP 4 9
d. SMA 8 18
4. Tingkat Pendapatan (Rupiah)
a.<500 000 7 16
b. 500 001-1 000 000 14 32
c. 1 000 001-2 000 000 20 45
d. >2 000 000 3 7
5. Lama Berjualan
a. < 5 tahun 8 18
b. 6-10 tahun 16 36
c.11 -15 tahun 9 21
d. >16 Tahun 11 25
Total Setiap Karakteristik 44 100
Sumber: Data primer diolah (2013)

5.6.2 Karateristik Tenaga Kerja Lokal

Tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja yang bekerja langsung di lokasi
wisata. Tenaga kerja lokal yang diteliti tidak berkerja pada unit usaha namun
bekerja pada lembaga terkait pengelolaan kawasan wana wisata, yaitu Perhutani
Koparga, Dishub, dan Disparbud. Hal ini disebabkan mayoritas unit usaha yang
dimiliki pelaku usaha berskala kecil sehingga pelaku usaha mampu melaksanakan
34

aktivitas usaha secara langsung. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, seluruh


tenaga kerja lokal merupakan laki-laki. Kawasan wana wisata yang beroperasi
hampir 24 jam mendorong kawasan wana wisata memiliki tenaga kerja lokal laki-
laki. Berdasarkan karakteristik umur, tenaga kerja lokal dengan umur 35-44 tahun
adalah tingkat umur paling banyak sebesar 56 persen. Berdasarkan karakteristik
tingkat pendidikan, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA menempati
tingkat paling tinggi sebesar 61 persen. Berdasarkan karakteristik pendapatan
tenaga kerja lokal dengan tingkat pendapatan >2 000 000 adalah tingkat
pendapatan paling banyak sebesar 39 persen karena rata-rata tenaga kerja lokal
sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tenaga kerja lokal yang berkerja >16
tahun merupakan tenaga kerja terbanyak sebesar 39 persen.
Tabel 14 Karateristik tenaga kerja lokal di Wana Wisata Gunung Galunggung
Karakteristik Jumlah Persentase
(Jiwa) (%)
1. Umur (Tahun)
a. 25-34 2 9
b. 35-44 13 56
c. >45 8 35
2. Tingkat Pendidikan
a. Tidak Sekolah 1 5
b. SD 6 26
c.SMP 1 4
d. SMA 14 61
e. Perguruan Tinggi 1 4
3. Tingkat Pendapatan (Rupiah)
a.<500 000 6 26
b. 500 001-1 000 000 3 13
c. 1 000 001-2 000 000 5 22
d. >2 000 000 9 39
4. Lama Bekerja
a. < 5 tahun 1 4
b. 6-10 tahun 8 35
c. -15 tahun 5 22
d. >16 Tahun 9 39
Total Setiap Karakteristik 23 100
Sumber: Data primer diolah (2013)
35

5.6.3 Karakteristik Pengunjung

Karakteristik pengunjung berdasarkan jenis kelamin, kategori umur,


tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Karakteristik pengunjung merupakan
pengunjung yang mengunjungi kawasan wana wisata pada bulan April-Mei 2013.
Tabel 15 Karateristik pengunjung di Wana Wisata Gunung Galunggung
Karakterisitik Jumlah Persentase
(Jiwa) (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 59 59
b. Perempuan 41 41
2. Umur (Tahun)
a. 15-24 65 65
b. 25-34 19 19
c. 35-44 6 6
d. >45 10 10
3. Tingkat Pendidikan
a. Tidak Sekolah 1 1
b. SD 3 3
c. SMP 17 17
d. SMA 43 43
e. Perguruan Tinggi 36 36
4. Tingkat Pendapatan (Rupiah)
a.<500000 45 45
b. 500001-1000000 12 12
c. 1000001-2000000 18 18
d. >2000000 25 25
Total Setiap Karakteristik 100 100
Sumber: Data primer diolah (2013)

Pengunjung dengan karakteristik jenis kelamin laki-laki merupakan


pengunjung terbanyak sebesar 59 persen. Hal ini disebabkan pengunjung laki-laki
lebih tertarik terhadap wisata alam yang menantang berbanding dengan
pengunjung berjenis kelamin yang lebih menyukai wisata belanja. Berdasarkan
karakteristik umur, umur 15-24 tahun adalah pengunjung dengan tingkat
kunjungan paling banyak sebesar 65 persen karena penelitian dilakukan ketika
ujian akhir nasional berakhir sehingga para pelajar memilih refreshing di kawasan
wana wisata wisata. Berdasarkan tingkat pendidikan, pengunjung terbanyak rata-
rata berprofesi sebagai pelajar sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diterima. Oleh karena itu, tingkat pendapatan <500 000 adalah tingkat
pendapatan pengunjung tertinggi sebesar 45 persen.
36

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Perubahan Kelembagaan

Penyerobotan dalam penggunaan kawasan hutan lindung Gunung


Galunggung sebagai lahan pertanian yang illegal karena lemahnya pengawasan
kelembagaan melatarbelakangi terjadinya perubahan kelembagaan. Perubahan
kelembagaan diawali melalui diskusi yang merupakan tahapan dalam proses
inisiasi oleh pihak KPH Tasikmalaya. Diskusi yang dilakukan bertujuan
mengidentifikasi pihak–pihak dalam masyarakat yang ingin melibatkan diri secara
langsung melalui pembentukan wadah pengelolaan kawasan wana wisata. Output
yang dihasilkan dari tahapan inisiasi berupa pembentukan MOU (Memorandum
Of Understanding) dengan wadah pengelolaan bersama antara masyarakat dalam
LMDH wana Lingga Mukti dengan pihak KPH Perhutani.
Pembentukan MOU antara Pihak Perhutani dan LMDH Wana Lingga
Mukti berdasarkan pada MOU nomor: 7/059.9/PHBM/TSM/III/2008 untuk
menjelaskan tupoksi masing-masing kelembagaan. Pembentukan MOU
berdasarkan informasi dasar perjanjian sesuai pasal 1 keputusan Direksi Perum
Perhutani No.268/KPTS/Dir/2007 tanggal 8 Maret 2007, Keputusan Bupati
Tasikmalaya No.5222.12/Kep146/Dishutbun/2002 Tanggal 6 Mei 2002 tentang
forum PHBM di Kabupaten Tasikmalaya, Surat Gubernur Jawa Barat No. 11
Tahun 2006 tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Negara dan
Perkebunan Besar, dan Nota Kesepakatan bersama antara Perum Perhutani KPH
dengan Pemerintah Desa Linggarjati tahun 2008. MOU terdiri dari 18 pasal
dengan 2 lembar lampiran berisi Data Pangkuan Desa Hutan.
Pembentukan struktur kelembagaan dengan tata kelola baru melalui
kerjasama antara pihak KPH unit III Tasikmalaya yang merupakan suatu unit
lembaga yang diberikan wewenang oleh Perum Perhutani Jawa Barat untuk
mengelola kawasan hutan lindung di Gunung Galunggung. KPH unit III
menaungi LMDH dan Koparga. Namun Koparga berada di bawah institusi
LMDH. LMDH berkaitan dengan kawasan hutan lindung dan kawasan yang dapat
diberdayakan oleh masyarakat desa. Sedangkan Koparga merupakan masyarakat
37

desa yang aktif melakukan kegiatan ekonomi seperti pelaku unit usaha di sekitar
kawasan wana wisata. Pelaku usaha dibedakan menjadi dua pihak, yaitu pihak
Pemda yang diwakilkan oleh institusi Disparbud dengan daerah berjualan di lahan
milik Pemda dan pihak Koparga di bawah institusi KPH Perhutani dengan daerah
berjualan di lahan milik KPH Perhutani. Pemerintah Daerah Kabupaten
Tasikmalaya memberikan wewenang kepada Dinas Pariwisata dan Budaya
Kabupaten Tasikmalaya untuk mengelola kawasan wana wisata dengan terjalin
kerjasama yang menetapkan kebijakan berupa masuk kawasan wana wisata satu
pintu. Hasil yang diperoleh melalui ticketing merupakan share antara KPH dan
Disparbud.

PEMDA Perum Perhutani

DISPARBUD KPH Perhutani

LMDH
Masyarakat
KOPARGA

Gambar 3 Bentuk kelembagaan tata kelola baru

Hasil kelembagaan dengan tata kelola baru berupa aturan main dan
anggota kelembagaan yang baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tahap sosialisasi
kelembagaan untuk menyamakan persepsi. Stakeholder memberikan sosialisasi
kepada anggota kelembagaan termasuk masyarakat sebagai anggota baru dalam
kelembagaan guna mengetahui kerjasama antar lembaga sehingga mampu
menjalankan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing kelembagaan dan bentuk
kerjasama yang koordinatif. Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan
sehingga tercipta komunikasi feedback dengan mekanisme sharing.

6.2 Efektivitas Kelembagaan

Substansi kelembagaan disetiap lembaga memiliki struktur kelembagaan


dan kelengkapan kelembagaan yang jelas karena diperkuat dengan hukum. Bentuk
38

kelembagaan baru terbentuk memiliki struktur antar lembaga yang jelas. Proses
monitoring dan evaluasi guna mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan
penguatan hukum, yaitu MOU dilakukan secara bersama-sama dengan rutin.
Namun koordinasi dalam proses kelembagaan dilaksanakan secara tidak
menyeluruh antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lain, contoh Koparga
tidak berkoordinasi secara langsung dengan Disparbud dan hanya berkoordinasi
dengan pihak KPH Perhutani, kemudian Pihak KPH yang berhubungan dengan
Disparbud. Hal ini menyebabkan penyampaian informasi kelembagaan yang
kurang efektif. Efektivitas yang rendah ditunjukan melalui hasil wawancara
dengan key person, yaitu kurangnya koordinasi antara Koparga dan Lembaga
Masyarakat Desa Hutan sehingga terjadi keterlambatan dalam penerimaan
informasi seperti dalam perencanaan anggaran dana.
Efektivitas kelembagaan dinilai berdasarkan persepsi mengenai
kelembagaan dan dampak ekologi yang diakibatkan dari proses perubahan
kelembagaan. Persepsi dinilai oleh anggota organisasi dan anggota non-
organisasi. Anggota organisasi adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam
pengelolaan kawasan wana wisata. Sedangkan anggota non-organisasi adalah
pihak-pihak yang tidak terlibat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata.

6.2.1 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Non-organisasi

Hasil efektivitas anggota non-organisasi terdiri dari pelaku usaha


berjumlah 19 orang dan wisatawan berjumlah 100 orang sehingga total anggota
non-organisasi adalah 119 orang. Karakteristik yang dinilai meliputi kebersihan,
lahan, akses, kualitas, dan tata tertib. Anggota non-organisasi menilai karakteristik
kebersihan di kawasan wana wisata sangat baik karena terdapat petugas
kebersihan yang telah dibayar melalui iuran, sebagian besar pihak sadar akan
pentingnya kebersihan guna mendukung daya tarik wisatawan, dan penempatan
tempat sampah yang mudah dijangkau. Karakteristik lahan di kawasan wana
wisata dinilai sedang. Lahan di sekitar kawasan terlihat hijau didukung dengan
suasana alam pegunungan yang dikelilingi pepohonan. Hal ini disebabkan oleh
kegiatan reboisasi yang dilakukan pihak KPH Perhutani hingga tahun 2010.
Namun lahan yang tersedia tidak didukung dengan penggunaan lahan secara
maksimal, seperti terdapat lahan yang proses pembangunannya belum selesai
39

sehingga nilai keindahan menjadi berkurang. Karakteristik aksesibilitas ±5 km


menuju kawasan wana wisata dari jalan utama dinilai kurang baik karena jalan
terdiri dari sisa material vulkanik yang disebabkan letusan Gunung Galunggung
tahun 1982 dan hanya sebagian kecil jalan menuju akses Gunung Galunggung
yang sudah diaspal.
Karakteristik kualitas kawasan wana wisata menurut anggota non-
organisasi dinilai sedang karena kawasan wana wisata sudah didukung dengan
kondisi kawasan yang nyaman, sejuk, dilengkapi sarana, dan prasarana yang baik.
Namun sarana dan prasarana tidak didukung dengan tata letak yang baik.
Berdasarkan karakteristik tata tertib wisatawan berupa himbauan-himbauan agar
wisatawan tetap aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas wisata dinilai
sedang. Himbauan telah diletakan di kawasan yang strategis namun terdapat
beberapa tempat yang membutuhkan himbauan tetapi himbauan tidak tersedia
seperti jalan kecil menuju kawasan pemandian yang licin. Hasil persepsi dapat
dilihat pada gambar persepsi efektivitas berikut.

Sangat Baik Baik Sedang Kurang baik Tidak baik

50
Kebersihan 41
28

15
46
Lahan 50
8

15
Akses 32
39
33
13
34
Kualitas 57
15

4
30
Tata tertib 46
25
14

Gambar 4 Persepsi efektivitas anggota non-organisasi

6.2.2 Hasil Persepsi Efektivitas Anggota Organisasi

Hasil efektivitas anggota organisasi terdiri dari pelaku usaha berjumlah 26


orang dan tenaga kerja berjumlah 28 orang sehingga total anggota organisasi
adalah 54 orang. Persepsi anggota organisasi menilai karakteristik tupoksi, sangsi,
40

dan aturan dalam kelembagaan kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung. Hasil
persepsi dapat dilihat pada gambar persepsi efektivitas berikut.

Sangat Baik Baik Sedang Kurang baik Tidak baik

5 13
Kebersihan 15 21
5 29
Lahan 7 13

4 8
Akses 10 32
3 19
Kualitas 9 23
9 20
Tata tertib 12 13
4
Tupoksi 11 19 20
7 19
Sangsi 14
14

20 23
Aturan 11

Gambar 5 Persepsi efektivitas anggota organisasi

Karakteristik kebersihan dinilai sedang karena walaupun pihak


kelembagaan telah membayar iuran, terdapat beberapa pihak seperti wisatawan
yang tingkat kesadaran terhadap kebersihan masih rendah. Karakteristik lahan
dinilai baik karena anggota organisasi dan non-organisasi menyadari bahwa
sebagian lahan berupa hutan lindung dan lahan yang dapat dikembangkan harus
dapat dimaksimalkan dengan baik. Karakteristik aksesibilitas dinilai tidak baik
karena jalan menuju kawasan sebagian besar berupa material pasir sisa letusan
dan hilir mudik truk pengangkut pasir sehingga jalan menjadi rusak. Menurut
anggota organisasi faktor tersebut dapat mempengaruhi jumlah wisatawan yang
berkunjung ke lokasi wisata. Karakteristik kualitas dinilai sedang karena menurut
anggota organisasi kekayaan alam kawasan wana wisata sangat mendukung
kualitas wisata ke depannya. Berdasarkan karakteristik tata tertib yang berlaku
dinilai baik karena wisatawan dan anggota organisasi telah melaksanakan tata
tertib dengan baik seperti melaksanakan tupoksi. Karakteristik tupoksi, aturan,
dan sangsi dinilai baik. Anggota organisasi berpendapat setiap kelembagaan telah
melaksanakan aturan dan memiliki tugas, pokok, dan fungsi yang jelas. Jika salah
satu pihak melanggar aturan dan tidak melaksanakan tupoksi maka akan
41

dikenakan sangsi. Sangsi yang diberlakukan seperti peringatan, memorandum,


sampai tahap pemecatan.

6.3 Analisis Stakeholder

Berdasarkan hasil wawancara Wana Wisata Gunung Galunggung memiliki


Sembilan stakeholder. Stakeholder yang terlibat berdasarkan kepentingan dan
pengaruh terhadap pengelolaan kawasan wana wisata Gunung Galunggung.
Sembilan stakeholder dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Gunung
Galunggung, yaitu:
1. Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya merupakan
stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh pada aspek pariwisata.
Disparbud memiliki tugas pokok dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah Kabupaten
Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
memiliki tugas pokok melaksanakan kewenangan pemerintah daerah mengenai
urusan kepariwisataan dan kebudayaan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Sedangkan fungsi Disparbud Kabupaten Tasikmalaya adalah untuk
merumusan kebijakan teknis mengenai urusan pariwisata dan kebudayaan, yaitu:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum mengenai urusan
pariwisata dan kebudayaan
2. Pembinaan dan pelaksanaan tugas mengenai urusan pariwisata dan
kebudayaan
3. Penyelenggaraan urusan tata usaha dinas
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
Disparbud Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya fokus terhadap satu tujuan
wisata namun fokus terhadap keseluruhan wisata yang berada di wilayah
Kabupaten Tasikmalaya seperti kawasan wisata pantai Cipatujah, Kampung Naga,
dan lainnya. Disparbud memiliki unit pelaksanaan teknis di lapangan dengan
jumlah pegawai lapang enam orang yang dipimpin oleh ketua lapang.
42

2. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tasikmalaya


Kawasan Wana Wisata memiliki lahan parkir yang terbatas sehingga
membutuhkan pengelolaan terhadap lahan parkir. Dishubkominfo menyerahkan
pengelolaan lahan parkir kepada bagian Unit Pelayanan Teknis Daerah Parkir
Kabupaten Tasikmalaya (UPTD). UPTD Parkir melakukan pengelolaan dengan
menerapkan tarif parkir, yaitu tarif roda dua sebesar Rp 2 000 dan roda empat
Rp 4 000. Keamanan dan ketertiban kendaraan dikelola oleh UPTD parkir. Biaya
parkir yang diterima pihak pengelola menjadi pemasukan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Tasikmalaya dan pendapatan tenaga kerja lapang melalui
mekanisme sharing.
3. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tasikmalaya
Dinas Pekerjaan umum (PU) di Kawasan wana wisata bertugas untuk
mengatur kebersihan dengan aktivitas pengangkutan sampah. Rutinitas
pengangkutan sampah yang dilakukan berkisar dua kali selama sebulan. Jumlah
kapasitas sampah bergantung dari jumlah wisatawan yang berkunjung. Kapasitas
sampah yang menumpuk akibat kunjungan wisatawan yang meningkat dapat
meningkatkan tingkat rutinitas PU dalam pengangkutan sampah.
4. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani
Unit-unit kerja dibagi menjadi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang
mengelola kegiatan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, sampai
dengan produksi hasil hutan. Proses pengembangan kawasan wana wisata
direncanakan oleh pihak KPH Perhutani. KPH Perhutani Tasikmalaya yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan kawasan wana wisata Gunung
Galunggung. KPH Perhutani melakukan program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) untuk pengembangan kawasan hutan lindung yang secara
tidak langsung mendukung keberlanjutan kawasan wana wisata.
5. Koperasi Pariwisata Galunggung (Koparga)
Koparga adalah bentuk lembaga berupa koperasi yang terdiri dari berbagai
pelaku usaha di kawasan wana wisata Galunggung. Koparga terdiri dari 80
anggota aktif sampai tahun 2013. Tupoksi setiap anggota mengkoordinir masing-
masing anggota sesuai dengan bidang usaha masing-masing. Setiap anggota
memiliki hak berpendapat dalam rapat evaluasi tahunan, yaitu setahun sekali dan
43

kewajiban membayar kas dengan aliran dana untuk kebersihan dan meningkatkan
kenyamanan wisatawan. Koparga berkoordinasi dengan KPH Perhutani dalam
melakukan setiap kegiatan ekonominya.
6. Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti (LMDH)
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah kelompok masyarakat
desa hutan yang tumbuh dari keswadayaan yang memiliki kekuatan hukum, yaitu
akta notaris, dan berkepentingan di dalam perjanjian dengan KPH. LMDH
memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya hutan
menjaga keberlanjutan fungsi dan manfaatnya, dimana salah satu fungsinya
sebagai kawasan wisata, memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan
kemampuannya, dan mengoptimalkan fasilitas yang diberikan oleh pihak KPH
Perhutani. LMDH berhak untuk menyusun rencana, melaksanakan, memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan pihak PHBM yang memperoleh manfaat dan hasil
dari kegiatan sesuai nilai, dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan
untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.
7. Masyarakat
Masyarakat sekitar kawasan wana wisata juga termasuk ke dalam
masyarakat desa hutan. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang
bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan
sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sebagian besar masyarakat
bertindak sebagai penonton dan beberapa masyarakat ikut bergabung ke dalam
organisasi yang bertindak partisipatif dalam pengembangan kawasan wana wisata.
Kepentingan masing-masing stakeholder dapat dilihat dari tupoksi
masing-masing stakeholder. Sedangkan pengaruh adalah kekuasaan stakeholder
untuk mempengaruhi peraturan yang berlaku maupun kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan Wana Wisata Gunung Galungung. Kepentingan dan pengaruh
dinilai melalui skoring berdasarkan persepsi masing-masing stakeholder yang
terlibat di dalam pengelolaan kawasan wana wisata. Berikut Tabel 16
menggambarkan hasil skoring yang diperoleh dari analisis stakeholder.
44

Tabel 16 Hasil skoring analisis stakeholder


No Stakeholder Kriteria evaluasi
Kepentingan Skor Pengaruh Skor
Kepentingan S F P Pengaruh
1 KPH Perhutani Perencanaan, penanaman 4 5 4 4 4.33
pemeliharaan, sampai
produksi hasil hutan
2 Disparbud Perumusan kebijakan teknis 4 4 5 3 4
mengenai urusan pariwisata
dan budaya
3 Pemda Koordinasi kebijakan dengan 4 3 5 3 3.67
Kabupaten pihak disparbud
Tasikmalaya
4 Koparga Koordinasi pelaku usaha di 4 4 3 3 3.33
kawasan wana wisata
5 LMDH Manfaatkan fasilitas dan 3 3 3 3 3
menjaga keberlanjutan hutan
lindung di kawasan wana
wisata
6 Dinas Pekerjaan Pengelolaan sampah di 3 2 3 2 2.33
Umum kawasan wisata
7 Dinas Pengelolaan pakir di 3 3 4 3 3.33
Perhubungan kawasan Cipanas
Keterangan: S: Sumber daya Manusia
F: Finansial
P: Politik
Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan hasil skoring menunjukan stakeholder KPH Perhutani


memiliki poin pengaruh tertinggi, yaitu 4.33. Sedangkan Dinas Pariwisata dan
Budaya Kabupaten Tasikmalaya memiliki poin pengaruh tertinggi kedua, yaitu 4.
Pihak KPH Perhutani dan Disparbud masuk ke dalam kategori key players. Oleh
karena itu, stakeholder tersebut memiliki keterlibatan dalam memberi pengaruh
terhadap kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan dalam pengelolaan wana
wisata. Hasil skoring dapat menentukan posisi stakeholder di dalam aktor grid.
Posisi stakeholder digambarkan dalam empat jenis kategori, yaitu key players,
subject, context setter, dan crowd . Setiap kategori memiliki tingkat kepentingan
dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Kategori key players yang memiliki
tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh yang tinggi.
45

5
4,5 I II
4
KPH
3,5
Kepentingan

Disparbud
3
2,5 PEMDA

2 III Koparga
IV
1,5 LMDH
1 PU
0,5 Dishub
0
0 1 2 3 4 5
Pengaruh
Keterangan : Kuadran I : Subject (Subjek) Kuadran III : Crowd (Penonton)
Kuadran II : Key Players (Pemain) Kuadran IV : Context Setter (Aktor)
Gambar 6 Aktor grid
Berdasarkan aktor grid, stakeholder yang termasuk ke dalam kategori key
players adalah Pemda, Disparbud, KPH Perhutani, Koparga, LMDH, dan Dishub.
Hal ini disebabkan masing-masing stakeholder memiliki sumber daya manusia,
yaitu petugas yang terlibat langsung di lapang sebagai pelaksana dalam
pengelolaan kawasan wana wisata. Oleh karena itu, kewenangan dan
kepentingannya sangat tinggi karena mampu mengendalikan sistem secara
langsung.
Sebagian besar stakeholder berperan langsung sebagai pemain. Oleh
karena itu, tidak terdapat stakeholder kategori subject. Masyarakat di dalam
pengelolaan kawasan wana wisata terbagi dua, yaitu masyarakat yang
berpartisipasi dan masyarakat yang pasif. Masyarakat yang partisipatif dan Dinas
PU termasuk ke dalam kategori context setter karena mereka dapat mempengaruhi
kewenangan berdasarkan informasi yang dimiliki. Pihak Dinas PU berpotensi
menjadi pemain ketika intensitas tingkat kunjungan wisatawan tinggi karena
memiliki kewenangan dan kepentingan yang tinggi untuk mengatur proses
pembuangan sampah. Pihak yang termasuk kategori crowd adalah masyarakat
yang tidak partisipatif. Masyarakat yang tidak partisipatif hanya bertindak sebagai
penonton.
46

6.4 Multiplier Effect

Kegiatan wisata menghasilkan dampak ekonomi terhadap masyarakat


sekitar. Pengunjung mengeluarkan sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan
wisata. Pengeluaran pengunjung diterima oleh unit usaha, tenaga kerja lokal, dan
pihak pengelola. Rata-rata pengeluaran wisatawan adalah Rp122 500, pengeluaran
tersebut tidak semua dikeluarkan di lokasi wisata tetapi juga pengeluaran di luar
lokasi wisata. Pengeluaran wisatawan di tingkat lokal meliputi pengeluaran
terhadap pembelian tiket, pembayaran parkir, pembayaran toilet, dan pembelian
konsumsi. Kebocoran yang terjadi yaitu pengeluaran terhadap transportasi menuju
lokasi wisata. Total kebocoran yang dikeluarkan wistawan sebesar Rp 5 705 000,
dengan rata-rata kebocoran Rp 57 050. Tabel berikut memperlihatkan proporsi
pengeluaran di lokasi lebih besar berbanding tingkat kebocoran.
Tabel 17 Proporsi pengeluaran wisatawan
Komponen Proporsi
Total biaya (Rp/kunjungan/100 wisatawan) 12 250 000
Rata-rata biaya (Rp/kunjungan/wisatawan) 122 500
Total biaya dalam lokasi (Rp/kunjungan/100 wisatawan) 6 545 000
Rata-rata biaya dalam lokasi (Rp/kunjungan/wisatawan) 65 450
Kebocoran (Rp/kunjungan/100 wisatawan) 5 705 000
Proposisi Pengeluaran (%) 53.43
Proporsisi Kebocoran (%) 46.57
Total kunjungan wana wisata pertahun (orang) 21 528
Total kunjungan wana wisata perbulan (orang) 1 794
Rata-rata pengeluaran wisatawan dalam lokasi (Rp/bulan) *117 417 300
Rata-rata kebocoran (Rp/bulan) 102 347 700
Sumber: Data primer diolah (2013)

6.4.1 Dampak Langsung

Dampak langsung adalah total pengeluaran pengunjung dalam melakukan


aktivitas wisatanya yang diterima langsung oleh unit usaha dan pihak pengelola.
Pengeluaran wisatawan yang diterima langsung oleh unit usaha berupa
pengeluaran untuk pembelian konsumsi. Sedangkan jenis pengeluaran yang
diterima langsung oleh pihak pengelola berupa pembelian tiket, parkir, dan toilet.
Unit usaha memperoleh total pendapatan sebesar Rp 54 390 000 perbulan. Pihak
47

pengelola berdasarkan data pada bulan Desember tahun 2012, pendapatan yang
diperoleh sebesar Rp 52 585 000. Oleh karena itu, dampak langsung yang
dihasilkan berupa penjumlahan pendapatan unit usaha dan pihak pengelola
sebesar Rp 106 975 000

6.4.2 Dampak Tidak Langsung

Dampak tidak langsung adalah upah tenaga kerja yang diperoleh dari
pihak pengelola karena semua unit usaha di kawasan wana wisata tidak memiliki
tenaga kerja. Pendapatan pihak pengelola yang berasal dari unit usaha dalam
bentuk pembayaran pajak, kebersihan, dan biaya operasional (biaya sewa dan
listrik) juga termasuk dampak tidak langsung. Hal tersebut diperoleh sebagai hasil
perputaran uang setelah diterimanya pengeluaran wisatawan oleh unit usaha dan
pihak pengelola. Jumlah tenaga kerja lapang di kawasan wana wisata sebanyak 23
orang. Pendapatan tenaga kerja ditentukan melalui sistem sharing yang diterapkan
pihak pengelola. Pendapatan tenaga kerja lokal di kawasan wana wisata sebesar
Rp 37 230 000 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 1 618 695.65 perbulan.
Sedangkan pendapatan pihak pengelola yang berasal dari unit usaha sebesar
Rp 2 442 000 perbulan.

6.4.3 Dampak Lanjutan

Dampak lanjutan adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh tenaga kerja


sebagai perputaran uang yang diperoleh dari dampak langsung dan dampak tidak
langsung. Pengeluaran tersebut berupa pengeluaran tenaga kerja untuk pembelian
konsumsi di unit usaha yang berada di dalam lokasi wisata. Tenaga kerja
mengeluarkan total biaya konsumsi sebesar Rp 13 180 000 perbulan dengan rata-
rata pengeluaran sebesar Rp 573 043.48 perbulan. Biaya yang diterima unit usaha
kembali digunakan oleh unit usaha untuk membeli keperluan bahan usaha. Namun
terjadi kebocoran, karena pihak unit usaha melakukan transaksi pembelian bahan
usaha di luar lokasi kawasan wana wisata.
48

6.4.4 Hasil Multiplier Effect


Multiplier Effect digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi yang
berasal dari pengeluaran wisatawan sehingga berdampak terhadap aktivitas
ekonomi lokal (META, 2001). Perhitungan hasil multiplier effect dapat dilihat
pada lampiran 9.
Tabel 18 Hasil analisis multiplier effect
Kriteria Nilai Keterangan
Keynesian Income Multiplier 1.36 Dampak ekonomi yang terjadi memberikan
dampak ekonomi yang besar terhadap
kegiatan wana wisata karena karena nilai
Keynesian Income Multiplier yang diperoleh
lebih besar dari 1 (≥1).
Ratio Income Multiplier I 1.37 Dampak ekonomi dikatakan telah
Ratio Income Multiplier II 1.49 memberikan dampak yang besar karena nilai
Ratio Income Multiplier Tipe I dan Ratio
Income Multiplier Tipe II adalah lebih besar
atau sama dengan satu (≥ 1).
Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan hasil multiplier, perekonomian lokal kawasan wana wisata


telah memberikan dampak ekonomi yang nyata terlihat dari Keynesian Income
Multiplier, Ratio Income Multiplier I dan Ratio Income Multiplier II yang cukup
tinggi. Hasil Keynesian Income Multiplier sebesar 1.36 artinya peningkatan
pengeluaran wisatawan sebesar 10 000 rupiah, akan meningkatkan pendapatan
tenaga kerja, pihak pengelola, dan unit pelaku usaha sebesar 13 600 rupiah.
Sedangkan hasil dari Ratio Income Multiplier I sebesar 1.37 artinya peningkatan
pendapatan unit usaha dan pihak pengelola sebesar 10 000 rupiah, akan
meningkatkan pendapatan tenaga kerja sebesar 13 700 rupiah. Hasil Ratio Income
Multiplier II sebesar 1.49 artinya peningkatan pendapatan unit usaha dan pihak
pengelola sebesar 10 000 rupiah, akan berdampak terhadap dampak langsung,
dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan (pendapatan unit usaha, pendapatan
pihak pengelola, upah tenaga kerja, dan pengeluaran konsumsi di tingkat lokal)
sebesar Rp14 900.
49

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Perubahan kelembagaan yang terjadi melalui proses diskusi awal (inisiasi),


tahap pembentukan melalui penetapan Memorandum of Understanding
(MOU), dan proses sosialisasi (mekanisme sharing). Perubahan kelembagaan
dilakukan bersama-sama oleh pihak pemerintah dan masyarakat, yaitu KPH
Perhutani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Lingga Mukti.

2. Efektivitas dalam pengembangan kawasan wana wisata memiliki substansi


kelembagaan yang jelas namun koordinasi antara kelembagaan berjalan kurang
efektif. Berdasarkan hasil persepsi anggota organisasi substansi kelembagaan
yang dinilai melalui aturan, sangsi, dan tupoksi dinilai baik. Sedangkan
dampak ekologi seperti lahan dinilai baik, akses dinilai tidak baik, kualitas
dinilai sedang, dan kebersihan dinilai sedang. Persepsi anggota non-organisasi
menilai lahan sangat baik, akses dinilai kurang baik, kualitas dinilai sedang,
dan kebersihan dinilai sangat baik.

3. Kategori Subject tidak terdapat stakeholder karena hampir semua pihak


termasuk ke dalam key players yang langsung mengendalikan sistem. Kategori
Players terdiri dari pihak LMDH, Koparga, KPH Unit III, Pemda Tasikmalaya,
Disparbud Kabupaten Tasikmalaya, dan Dishub Kabupaten Tasikmalaya.
Context Setter terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum dan masyarakat partisipatif.
Sedangkan crowd terdiri dari masyarakat yang tidak partisipatif.

4. Dampak ekonomi yang dihasilkan telah memberikan manfaat ekonomi secara


nyata, khususnya masyarakat yang memiliki matapencaharian di lokasi
kawasan wana wisata. Hal ini terlihat dari hasil multiplier effect yang cukup
tinggi (≥1).
50

7.2 Saran

1. Perlu ditingkatkan koordinasi antara stakeholder baik antara pihak swadaya,


pemerintah, dan masyarakat sekitar. Hal ini bertujuan agar pihak-pihak yang
memiliki kepentingan berbeda dapat menyamakan visi dalam pelaksanaan
pengembangan kawasan Wana Wisata Galunggung. Koordinasi dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas rapat koordinasi, meningkatkan
SDM (Sumber Daya Manusia) di lapangan, dan perbaikan fasilitas di kawasan.

2. Efektivitas dapat ditingkatkan dengan menyamakan cara pandang terhadap


kawasan Wana Wisata Galunggung melalui pendekatan partisipatoris.
Pendekatan partisipatoris bertujuan menilai dan mengembangkan pengetahuan
serta keterampilan masyarakat. Partisipatoris dapat dilakukan dengan
memberikan informasi kepada masyarakat seperti sharing sehingga mampu
mengubah cara pandang terhadap kawasan wana wisata sebagai benda mati
menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial tanpa mengabaikan
peraturan yang berlaku.

3. Perlu mempaduserasikan kepentingan yang berbeda antara stakeholder yang


terlibat agar pengembangan kawasan wana wisata dapat berjalan dengan baik.
Hal ini dapat dilakukan melalui rapat koordinasi dalam menentukan sebuah
kebijakan untuk pengembangan kawasan wana wisata seperti penerapan
kebijakan untuk share kewenangan berdasarkan wilayah yang ditempati.

4. Hasil multiplier effect yang diperoleh cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan
oleh kebocoran yang tinggi dan tingkat ekonomi wisatawan yang rendah. Oleh
karena itu, perlu adanya pengembangan fasilitas kawasan wana wisata,
pemberdayaan masyarakat lokal, dan penyediaan barang yang dibutuhkan
wisatawan oleh unit usaha untuk merangsang tingkat pengeluaran wisatawan di
kawasan wana wisata sehingga dapat meningkatkan nilai multiplier effect.
51

DAFTAR PUSTAKA

Adina A. P. 2012. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota terhadap


Peran GAPOKTAN Desa Banyuroto Kabupaten Magelang [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni A.A. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap
Pendapatan Masyarakat di Pulau Tidung. Jurnal online Institut Teknologi
Nasional. Vol.20. No.10.
Avenzora R. 2008. Ekoturisme: Teori dan Praktek. Nias (ID): Penerbit BRR
NAD.
Block A. Walter. 2011. Reviewing of Ostrom’s Governing The Commons.
Libertarian Papers. Vol. 3. ART.No.21.
BPS. 2012. Profil wisata mancanegara tahun 2011 dan 2012 di Jawa Barat
[internet]. [diakses 27 April 2013]. Tersedia di http:
http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_01feb13.pdf.
Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya. 2013. Tugas dan Fungsi
[internet]. [diakses 26 Maret 2013]. Tersedia di
http://disparbud.tasikmalayakab.go.id/index.php/profil/tugas-fungsi.
Hidayat A. 2007. Modul Pengantar Ekonomi Kelembagaan. Bogor (ID):
Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Institut Pertanian
Bogor.
Kantor Desa Linggarjati. 2013. Data Penelitian pada Gambaran Umum.
Tasikmalaya (ID): Kantor Desa Linggarjati.
Knight J. 1992. Institution and Social Conflict [internet]. [diakses 27 April
2013]. Tersedia di http://books.google.co.id /books?hl=id&lr=&id=71e_js
Qpzg0C&oi=fnd&pg=PA105&dq=Knight,+J.++1992.+Institution+and+S
ocial+Conflict.+distributional+conflict&ots=4N_XAZYBr6&sig=6F9PRL
suQ-26XViPkmyzwD7xik&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false.
[META] Marine Ecotourism for Atlantic Area. 2001. Planning for Marine
Ecotourism in The Eu Atlantic Area. Britol (GB): University of The West
Of England.
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
North D. 1991. Institutions. Journal of Economic Perspectives. Vol. 5. No. 1
pages. 97-112
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Kemenhut.
______. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2002
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan, dan Pennggunaan Kawasan Hutan. Pasal 15. Jakarta
(ID): Kemenhut.
52

Pitana I.G dan Gayatri G.P. 2005. Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologi terhadap
Struktur Sistem dan Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta (ID):
Penerbit Andi.
Polski M. Margareth and Elinor Ostrom. 1999. An Institutional Framework for
Policy Analysis and Design. Workshop in Political Theory and Policy
Analysis. Departemen of Political Science (US). Indiana University.
Reed M, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Hubacek K, Morris J, Prell C, Quinn
CH, and Stringer LC. 2009. Who’s and Why? A Typology of Stakeholder
Analysis Methods for Natural Resource Management. Journal of
Enviromental Management.

Sammeng, A.M. 2001. Cakrawala Pariwisata. Jakarta (ID): Balai Pustaka.


Saputro P.B. 2011. Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa
Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soekanto S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Wijayanti P. 2009. Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam
Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
Provinsi DKI Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Williamson O.E. 2000. The New Institutional Economics: Taking Stock Looking
Ahead. Journal of Economic Literature. Vol. 38 pp. 595-613.
Wulandari A dan Mulyanto H. 2010. Penelitian: Metode dan Analisis. Semarang
(ID): CV Agung.
Yoeti.O.A. 2008. Ekonomi Pariwisata: introduksi, informasi, dan implementasi.
Jakarta (ID): Kompas.
Yustika E.A. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi Teori dan Strategi. Jawa
Timur (ID): Bayumedia.
Zulaifa S. 2006. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat untuk
Pengembangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabupaten Pati Jawa Tengah
[tesis].Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
53

LAMPIRAN
55

Lampiran 1 Kuesioner penelitian perubahan kelembagaan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN


LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data Informan (key person)

Nama : .................................................................................................
Umur : .................................................................................................
Jabatan : .................................................................................................
No Telp/HP: .................................................................................................
Alamat : .................................................................................................
..................................................................................................

Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Analisis


Perubahan Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi dalam Pengembangan
Kawasan Wana Wisata yang dilakukan oleh saya NASITA LIRA
HENDARTINA (H44090062). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i
untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat
memberikan data yang objektif. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan
dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian
Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih.

A. Identifikasi Perubahan Kelembagaan


1. Siapakah pencetus perubahan kelembagaan..................................................
2. Kapankah perubahan kelembagaan terjadi.....................................................
3. Bagaimana proses terbentuknya kerjasama sehingga terbentuk suatu
kelembagaan baru..........................................................................................
4. Apakah yang melatarbelakangi proses terbentuknya kerjasama
ini...................................................................................................................
5. Apakah terdapat beberapa perubahan aturan kelembagaan dari yang
sebelum diadakannya kerjasama dengan setelah adanya
kerjasama.......................................................................................................
6. Bagaimana proses sosialisasi terhadap masyarakat dan anggota terhadap
aturan yang telah ditetapkan...........................................................................
7. Apakah menurut anda bentuk kerjasama ini mampu meningkatkan
kualitas dan kuantitas kawasan wanawisata? Jika Iya alasannya
?......................................................................................................
56

Lampiran 2 Kuesioner penelitian efektivitas kelembagaan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN


LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data Informan (key person)
Nama : .................................................................................................
Umur : .................................................................................................
Jabatan : .................................................................................................
No Telp/HP: .................................................................................................
Alamat : .................................................................................................
..................................................................................................

A. Identifikasi Substansi Kelembagaan


1. Siapa saja yang terlibat dalam kelembagaan peran fungsi dan
kewenangan didalam kelembagaan? (identifikasi struktur
kelembagaan).................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. A. Kelembagaan Formal
Apakah terdapat perarturan formal yang mengatur kerjasama?
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya Sebutkan dan Jelaskan hal-hal apa saja yang diatur
........................................................................................................................
........................................................................................................................
B. Kelembagaan Informal
Apakah terdapat perarturan informal yang mengatur kerjasama?
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya Sebutkan dan Jelaskan hal-hal apa saja yang diatur
........................................................................................................................
........................................................................................................................
57

3. Bagaimana proses Boundary rules terhadap bentuk kelembagaan


baru.................................................................................................................
........................................................................................................................
4. Bagaimana proses monitoring dan sangsi yang diterapkan jika aturan
dilanggar.........................................................................................................
........................................................................................................................
5. Pernahkah terjadi konflik?
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya Jenis konflik apa yang terjadi dan bagaimana cara
menyelesaikannya
........................................................................................................................
........................................................................................................................
58

Lampiran 3 Kuesioner penelitian wisatawan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN


LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data responden
Nama :
Alamat :
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Umur : tahun
3. Status : Belum menikah/menikah
4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung?
_______ orang
5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara?
a. SD
b. SMP/Tsanawiyah
c. SMA/Aliyah
d. Perguruan Tinggi
e. Tidak sekolah
6. Pekerjaan utama anda:
a. Pelajar/Mahasiswa
b. PNS
c. Karyawan Swasta
d TNI/POLRI
e. Petani
f. Nelayan
g.Wiraswasta
h. lainnya______________________
6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara?
a. < 500 000 Tepatnya: Rp____________
b. 500 001-1 000 000 Tepatnya: Rp__________
c. 1 000 0001-1 500 000 Tepatnya: Rp__________
d. 1 500 001-2 000 000 Tepatnya: Rp____________
e. > 2 000 001 Tepatnya: Rp___________
7. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan diatas?
a. Ya bekerja sebagai _______________
b. Tidak
8. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan
sampingan tersebut? Rp________________perbulan
59

B. Pertanyaan terkait Kawasan Wana Wisata Gunung Galunggung

9. Tujuan anda datang ke lokasi kawasan wanawisata:


a. Berlibur
b. Rekreasi
c. Pendidikan/Penelitian
d. Lainnya__________________
10. Berapa lama perjalanan anda dari tempat tinggal ke lokasi kawasan
wanawisata:
a. <1 Jam
b.1-3 Jam
c. 3-5 Jam
d.5-7 Jam
e. >7 Jam Tepatnya___________
11. Anda berkunjung ke kawasan wanawisata bersama:
a. sendiri
b. rombongan keluarga (_________orang)
c. berkelompok (______orang)
12. Kedatangan anda ke kawasan wana wisata merupakan:
a. Tujuan utama
b. Persinggahan (pilihan lain wisata selain kawasan ini)________________
13. Pernahkah anda ke kawasan wanawisata sebelumnya?(Jika pernah sudah
berapa kali anda berkunjung ke kawasan wana wisata?
a. 1-3 Kali
b. 3-5 Kali
c. >5 Kali
14. Alasan apa yang membuat anda kembali mengunjungi kawasan wanawisata?
_______________________________
15. Anda mengetahui Kawasan wanawisata melalui:
a. Informasi Keluarga/Teman
b.Media cetak
c. Media Elektronik
d.Brosur
e. Lain-lain________________
16. Pengeluaran yang anda keluarkan
Akomodasi :Rp
Restaurant :Rp
Souvenir :Rp
Lain-lain (Parkir toilet) :Rp
____________________ :Rp_________________________+
Total :Rp
60

C. Persepsi Pengunjung terhadap Kelembagaan Pengelolaan Kawasan


Wanawisata dan Dampak Pengembangan Kawasan Wana Wisata

17. Tabel Persepsi Pengunjung Terhadap Kelembagaan dan Dampak Pengelolaan


Kawasan Wana Wisata
Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai
Persepsi/ Pandangan pengunjung
Kelembagaan dalam
No. Pengelolaan Kawasan
Sangat Kurang Tidak Alasan
Wanawisata Baik Sedang
Baik Baik Baik

Aturan telah ditetapkan


1
dengan tertib

Sangsi diberlakukan
2 secara adil terhadap
pelanggar

Pembagian tugas peran


3 fungsi dan wewenang
setiap aktor jelas

Peningkatan investasi
4
dikawasan wanawisata

Kualitas kawasan Wana


5
wisata

Akses Menuju
6
Kawasan wanawisata

Pengurangan lahan
kritis setelah
7
pengelolaan kawasan
wanawisata

Kebersihan Kawasan
8
Wanawisata

18. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata
Harapan :

Saran :
61

Lampiran 4 Kuesioner penelitian pelaku usaha


DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data responden
Nama :
Alamat :
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Umur : tahun
3. Status : Belum menikah/menikah
4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung?
_______ orang
5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara?
a. SD
b. SMP/Tsanawiyah
c. SMA/Aliyah
d. Perguruan Tinggi
e. Tidak sekolah
6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara?
a. < 500.000 Tepatnya: Rp____________
b. 500.001-1.000.000 Tepatnya: Rp__________
c. 1.000.001-1.500.000 Tepatnya: Rp__________
d. 1.500.001-2.000.000 Tepatnya: Rp____________
e. > 2.000.001 Tepatnya: Rp___________
7. apakah usaha ini merupakan pekerjaan utama anda.
[ ] Ya
[ ] Tidak
8. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan utama yang Saudara kerjakan?
a. Ya bekerja sebagai _______________
b. Tidak
9. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan
sampingan tersebut? Rp________________perbulan
10. Apakah anda penduduk asli daerah ini? (Jika ya lanjut ke pertanyaan no 8)
11. Jika anda pendatang anda berasal darimana?
12. Alasan anda menetap disekitar kawasan?
a. Bekerja
b. ikut suami/istri
c. lainnya____________________________
13. Sudah berapa lama saudara tinggal dikawasan ini_____________
14. Manfaat apa yang anda terima melalui keberadaan kawasan wanawisata
a. Peningkatan Pendapatan
b. Peningkatan Pengetahuan
62

c. Perbaikan Infrastruktur
d. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
e. Lainnya__________________
15. Kerugian apa yang anda rasakan dengan Keberadaan Kawasan wana wisata
a. Peningkatan volume sampah
b. Polusi
c. Kerusakan lingkungan sekitar
d Perubahan pola hidup
e. Lainnya__________________

B. Terkait Usaha
16. Sudah berapa lama anda usaha di kawasan wana wisata?____________tahun
17. Berapa jumlah karyawan yang anda miliki________orang
18. Modal awal usaha anda berasal dari:
a. Modal sendiri
b. Pinjaman dari bank
c. Lainnya___________
19. Berapa besar modal awal usaha yang anda keluarkan Rp__________________
20. Dalam sehari anda bekerja berapa lama ____jam
21. Dalam Satu Minggu anda bekerja selama_____hari
22. Proporsisi pendapatan hasil usaha selama 1 minggu perhari dalam kawasan
wana wisata
a. Hari Biasa (Senin-Jumat ) : Rp_______________perhari
b. Sabtu-minggu/Libur : Rp_______________perhari
23.Dari pendapatan yang anda terima pengeluaran yang dikeluarkan dikawasan
wisata adalah:
Kebutuhan Rumah Tangga :Rp
Upah Karyawan :Rp
Harga Bahan Baku Usaha :Rp
Biaya Pemeliharaan Alat :Rp
Biaya Operasional (listrik air transpotasi) :Rp
Retribusi/pajak :Rp
Reinvestasi :Rp
______________________ :Rp
______________________ :Rp________________________+
Total :Rp
24. Apakah anda mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak pengelola
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya jenis bantuan apa dan berapa kali anda menerima?
25. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata
Harapan :

Saran :
63

Lampiran 5 Kuesioner penelitian tenaga kerja lokal

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN


LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data responden
Nama :
Alamat :
Pekerjaan :
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Umur : tahun
3. Status : Belum menikah/menikah
4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung?
_______ orang
5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara?
a. SD
b. SMP/Tsanawiyah
c. SMA/Aliyah
d. Perguruan Tinggi
e. Tidak sekolah
6. Rata-rata pendapatan perbulan (dalam rupiah) Saudara?
a. < 500.000 Tepatnya: Rp____________
b. 500.001-1.000.000 Tepatnya: Rp__________
c. 1.000.001-1.500.000 Tepatnya: Rp__________
d. 1.500.001-2.000.000 Tepatnya: Rp____________
e. > 2.000.001 Tepatnya: Rp___________
7. Adakah pendapatan lain selain pekerjaan yang Saudara sebutkan diatas?
a. Ya bekerja sebagai _______________
b. Tidak
8. Berapakah pendapatan per bulan yang Saudara dapatkan dari pekerjaan
sampingan tersebut? Rp________________perbulan
9. Apakah anda penduduk asli daerah ini? (Jika ya lanjut ke pertanyaan no 8)
10. Jika anda pendatang anda berasal darimana?
11. Alasan anda menetap disekitar kawasan?
a. Bekerja
b ikut suami/istri
c.lainnya____________________________
12. Sudah berapa lama saudara tinggal dikawasan ini_____________
13. Manfaat apa yang anda terima melalui keberadaan kawasan wanawisata
a. Peningkatan Pendapatan
b. Peningkatan Pengetahuan
c. Perbaikan Infrastruktur
64

d. Ketersediaan Lapangan Pekerjaan


e. Lainnya__________________
14. Kerugian apa yang anda rasakan dengan Keberadaan Kawasan wana wisata
a. Peningkatan volume sampah
b. Polusi
c. Kerusakan lingkungan sekitar
d Perubahan pola hidup
e. Lainnya__________________

B. Terkait Tenaga Kerja


15. Sudah berapa lama anda usaha di kawasan wana wisata?____________tahun
16. Apakah pekerjaan anda sebelum menekuni usaha ini?_____________
17. Berapa besar penghasilan anda sebelum menekuni usaha ini? Rp_______
18. Dalam sehari anda bekerja berapa lama ____jam
19. Dalam Satu Minggu anda bekerja selama_____hari
20. Apakah anda mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak pengelola
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya jenis bantuan apa dan berapa kali anda menerima?
21.Dari pendapatan yang anda terima pengeluaran yang dikeluarkan dikawasan
wana wisata adalah:
Kebutuhan Rumah Tangga :Rp
Retribusi/pajak :Rp
Akomodasi (makan minum tranportasi) :Rp
______________________ :Rp
______________________ :Rp________________________+
Total :Rp
22. Dari pendapatan yang anda terima apakah ada pengeluaran yang dikeluarkan
diluar kawasan wana wisata:
[ ] Ya
[ ] Tidak
Jika Ya Jenis pengeluaran dan besaran (dalam rupiah) yang dikeluarkan
______________________________________________________________

______________________________________________________________

23. Harapan dan saran anda kepada pihak pengelola kawasan wanawisata
Harapan :

Saran :
65

Lampiran 6 Kuesioner analisis stakeholder

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN


LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga
Bogor 16680
Telp/ Fax. (0251) 421672
Data responden
Nama :
Alamat :
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Umur : tahun
3. Status : Belum menikah/menikah
4. Jika sudah menikah berapa jumlah (orang) anggota keluarga yang ditanggung?
_______ orang
5. Pendidikan formal terakhir yang ditempuh saudara?
a. SD
b. SMP/Tsanawiyah
c. SMA/Aliyah
d. Perguruan Tinggi
e. Tidak sekolah
6. Pekerjaan utama anda:
a. Pelajar/Mahasiswa
b. PNS
c. Karyawan Swasta
d. TNI/POLRI
e. Petani
f. Nelayan
g.Wiraswasta
h. lainnya______________________
7. Apakah anda pernah berkerja pada sebuah Instansi
[ ] Ya
[ ] Tidak (jika tidak lanjut ke pertanyaan terkait stakeholder)
Jika Ya kelembagaan____________
8. Jabatan :
9. Lama Bekerja : tahun
10. Tingkat Pendapatan : Rp____________perbulan
11. Apakah menurut anda keberadaan kawasan wanawisata penting ?
[ ] Ya
[ ] Tidak
Alasannya.............................................................................................................
..............................................................................................................................
12. Apakah ada manfaat yang anda rasakan dengan keberadaan kawasan wana
wisata
66

[ ] Ya
[ ] Tidak
Alasannya.............................................................................................................
..............................................................................................................................
13. Apakah ada kerugian yang anda rasakan dengan keberadaan kawasan wana
wisata
[ ] Ya
[ ] Tidak
Alasannya.............................................................................................................
..............................................................................................................................

14. Menurut anda Apakah pengelolan kawasan wana wisata telah berjalan
dengan baik
[ ] Ya
[ ] Tidak
Alasannya.............................................................................................................
..............................................................................................................................

B. Terkait Stakeholder
15. Apakah penting masyarakat sekitar ikut berpatisipasi didalam pengelolaan
kawasan wana wisata
[ ] Ya
[ ] Tidak
Alasannya.............................................................................................................
..............................................................................................................................
16. Tabel Tingkat Kepentingan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Wana
wisata
Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai
Kepentingan
No. Stakeholder
Sangat Kurang
Tinggi Sedang Rendah
Tinggi Tinggi

1.

2.

3.

4.

17. Apa sajakah kebijakan yang ditetapkan stakeholder dalam pengelolaan


kawasan wana wisata
1............................................................
2............................................................
3............................................................
4............................................................
5............................................................
67

18. Tabel Tingkat Pengaruh Stakeholder terhadap Stakeholder lain didalam


Pengelolaan Kawasan Wana wisata
Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai
Pengaruh
No. Stakeholder
Sangat Kurang
Tinggi Sedang Rendah
Tinggi Tinggi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

19. Menurut anda Kuantitas sumberdaya yang dimiliki kelembagaan terkait


pengelolaan kawasan wana wisata
Tabel Kuantitas Sumberdaya didalam Pengelolaan Kawasan Wana wisata
Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai
Pengaruh
No. Stakeholder
Sangat Kurang
Tinggi Sedang Rendah
Tinggi Tinggi

1. Sumber Daya Manusia

2. Finansial

3. Politik

20. Tabel tingkat sikap stakeholder terhadap kebijakan di dalam pengelolaan


kawasan wana wisata
Petunjuk: Berilah tanda [√] pada kolom di bawah ini yang menurut anda sesuai
Sikap
No. Kebijakan
Sangat Cukup Sangat
Netral Mendukung
Menentang Menentang Mendukung

1.

2.
68

Lampiran 7 Persepsi anggota non-organisasi

Kriteria Tidak Baik Kurang baik Sedang Baik Sangat Baik


Tata tertib 14 25 46 30 4
Kualitas 0 15 57 34 13
Akses 33 39 32 15 0
Lahan 0 8 50 46 15
Kebersihan 0 28 41 50 0
*jumlah keseluruhan responden adalah 119 orang

Lampiran 8 Persepsi anggota organisasi

Kriteria Tidak Baik Kurang baik Sedang Baik Sangat Baik


Aturan 0 11 20 23 0
Sangsi 0 14 14 19 7
Tupoksi 0 11 19 20 4
Tata tertib 0 12 13 20 9
Kualitas 0 9 23 19 3
Akses 32 10 8 4 0
Lahan 0 7 13 29 5
Kebersihan 0 15 21 13 5
*jumlah keseluruhan responden adalah 54 orang

Lampiran 9 Perhitungan Multiplier Effect

Diketahui: D = 106 975 000


N = 39 672 000
U = 13 180 000
E = 117 417 300
Perhitungan Keynesian Multiplier Effect
=D+N+U
E
= 106 975 000 + 39 672 000 + 13 180 000
117 417 300
= 1.36
Perhitungan Ratio Income Multiplier Tipe I
=D+N
D
= 106 975 000 + 39 672 000
106 975 000
= 1.37
69

Perhitungan Ratio Income Multiplier Tipe II


=D+N+U
D
= 106 975 000 + 39 672 000 + 13 180 000
106 975 000
= 1.49

Lampiran 10 Peta lokasi penelitian di Gunung Galunggung, Kabupaten


Tasikmalaya.

Sumber: Google Map (2009)1

1
http://ariesaksono.wordpress.com/2010/05/13/gunung-galunggung-mengagumi-sang-macan-
tidur/ [diakses tanggal 25 Juli 2013]
70

70
Lampiran 11 Pengeluaran wisatawan perkunjungan

Responden Pendapatan Parkir Toilet Konsumsi Tiket Transportasi Pengeluaran/Kunjungan


(a) (b) (c) (d) (e) (a + b + c + d + e)
1 300 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
2 300 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
3 2 000 000 4 000 20 000 50 000 21 000 150 000 245 000
4 2 000 000 4 000 3 000 250 000 92 400 250 000 599 400
5 500 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
6 5 200 000 4 000 12 000 100 000 37 800 200 000 353 800
7 2 500 000 2 000 3 000 20 000 8 400 10 000 43 400
8 2 500 000 2 000 3 000 30 000 8 400 10 000 53 400
9 500 000 2 000 2 000 15 000 8 400 10 000 37 400
10 1 700 000 4 000 6 000 45 000 12 600 300 000 367 600
11 500 000 2 000 2 000 20 000 4 200 10 000 38 200
12 6 000 000 2 000 2 000 30 000 8 400 10 000 52 400
13 2 100 000 4 000 16 000 100 000 33 600 150 000 303 600
14 3 000 000 2 000 2 000 15 000 8 400 10 000 37 400
15 3 000 000 4 000 16 000 55 000 12 600 200 000 287 600
16 300 000 2 000 2 000 30 000 8 400 10 000 52 400
17 210 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
18 600 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
19 300 000 2 000 3 000 15 000 8 400 10 000 38 400
20 300 000 2 000 3 000 10 000 8 400 10 000 33 400
21 300 000 4 000 6 000 40 000 16 800 20 000 86 800
22 300 000 2 000 2 000 15 000 8 400 10 000 37 400
23 300 000 2 000 2 000 10 000 8 400 5 000 27 400
24 3 500 000 4 000 16 000 12 000 25 200 200 000 257 200
25 300 000 4 000 2 000 10 000 4 200 250 000 270 200
26 1 500 000 2 000 3 000 55 000 16 800 150 000 226 800
27 1 500 000 4 000 6 000 65 000 21 000 150 000 246 000
28 5 000 000 4 000 16 000 200 000 12 600 250 000 482 600
29 2 000 000 4 000 2 000 15 000 8 400 10 000 39 400
30 2 000 000 4 000 3 000 100 000 16 800 100 000 223 800
71

Responden Pendapatan Parkir Toilet Konsumsi Tiket Transportasi Pengeluaran/Kunjungan


(a) (b) (c) (d) (e) (a + b + c + d + e)
31 2 000 000 4 000 3 000 45 000 12 600 20 000 84 600
32 1 750 000 4 000 3 000 30 000 8 400 10 000 55 400
33 2 000 000 2 000 2 000 20 000 4 200 120 000 148 200
34 1 800 000 2 000 3 000 75 000 12 600 100 000 192 600
35 1 600 000 2 000 6 000 100 000 21 000 150 000 279 000
36 700 000 2 000 3 000 25 000 4 200 100 000 134 200
37 500 000 2 000 3 000 12 000 4 200 100 000 121 200
38 450 000 2 000 3 000 20 000 12 600 20 000 57 600
39 2 550 000 4 000 8 000 60 000 25 200 30 000 127 200
40 600 000 2 000 3 000 30 000 8 400 10 000 53 400
41 3 000 000 2 000 2 000 20 000 8 400 10 000 42 400
42 300 000 4 000 5 000 30 000 8 400 10 000 57 400
43 300 000 2 000 2 000 25 000 8 400 10 000 47 400
44 1 400 000 2 000 2 000 15 000 4 200 10 000 33 200
45 1 600 000 4 000 10 000 125 000 21 000 250 000 410 000
46 600 000 2 000 2 000 20 000 8 400 10 000 42 400
47 900 000 2 000 2 000 20 000 8 400 10 000 42 400
48 900 000 2 000 1 000 20 000 8 400 10 000 41 400
49 300 000 4 000 4 000 40 000 16 800 20 000 84 800
50 300 000 2 000 1 000 20 000 8 400 10 000 41 400
51 1 700 000 4 000 4 000 15 000 75 400 250 000 348 400
52 300 000 4 000 4 000 25 000 16 800 20 000 69 800
53 500 000 2 000 3 000 30 000 8 400 10 000 53 400
54 300 000 2 000 4 000 48 000 16 800 10 000 80 800
55 500 000 2 000 2 000 15 000 4 200 10 000 33 200
56 500 000 2 000 2 000 15 000 4 200 10 000 33 200
57 2 500 000 12 000 6 000 120 000 52 400 120 000 310 400
58 10 000 000 2 000 3 000 20 000 8 400 10 000 43 400
59 1 380 000 2 000 4 000 30 000 8 400 10 000 54 400
60 500 000 2 000 8 000 20 000 33 600 150 000 213 600
61 10 000 000 4 000 5 000 200 000 84 000 200 000 493 000
62 1 000 000 4 000 8 000 200 000 84 000 250 000 546 000

71
72

72
Responden Pendapatan Parkir Toilet Konsumsi Tiket Transportasi Pengeluaran/Kunjungan
(a) (b) (c) (d) (e) (a + b + c + d + e)
63 1 000 000 2 000 1 000 25 000 21 000 100 000 149 000
64 1 500 000 2 000 1 000 20 000 21 000 100 000 144 000
65 900 000 2 000 2 000 20 000 21 000 100 000 145 000
66 300 000 2 000 1 000 16 000 8 400 10 000 37 400
67 4 000 000 8 000 25 000 150 000 88 200 250 000 521 200
68 10 000 000 4 000 6 000 150 000 12 600 100 000 272 600
69 400 000 4 000 2 000 15 000 4 200 10 000 35 200
70 500 000 4 000 2 000 15 000 67 200 10 000 98 200
71 500 000 4 000 2 000 20 000 63 000 10 000 99 000
72 300 000 4 000 2 000 20 000 63 000 10 000 99 000
73 300 000 4 000 2 000 20 000 63 000 10 000 99 000
74 700 000 4 000 2 000 15 000 4 200 10 000 35 200
75 250 000 4 000 2 000 15 000 4 200 10 000 35 200
76 2 500 000 2 000 2 000 20 000 8 400 10 000 42 400
77 500 000 2 000 2 000 15 000 8 400 10 000 37 400
78 500 000 2 000 2 000 15 000 8 400 5 000 32 400
79 500 000 2 000 2 000 10 000 4 200 5 000 23 200
80 500 000 2 000 2 000 15 000 8 400 5 000 32 400
81 500 000 2 000 2 000 15 000 8 400 5 000 32 400
82 4 000 000 2 000 40 000 200 000 84 000 150 000 476 000
83 1 000 000 2 000 2 000 30 000 8 400 10 000 52 400
84 3 000 000 2 000 3 000 12 000 8 400 10 000 35 400
85 150 000 4 000 3 000 5 000 12 600 10 000 34 600
86 500 000 4 000 3 000 10 000 12 600 10 000 39 600
87 500 000 4 000 3 000 10 000 12 600 10 000 39 600
88 500 000 2 000 3 000 20 000 8 400 10 000 43 400
89 1 000 000 2 000 3 000 40 000 12 600 10 000 67 600
90 500 000 2 000 3 000 10 000 4 200 5 000 24 200
91 500 000 2 000 3 000 10 000 4 200 5 000 24 200
92 500 000 2 000 3 000 5 000 4 200 5 000 19 200
93 500 000 2 000 3 000 5 000 4 200 5 000 19 200
94 2 000 000 4 000 5 000 30 000 16 800 20 000 75 800
73

Responden Pendapatan Parkir Toilet Konsumsi Tiket Transportasi Pengeluaran/Kunjungan


(a) (b) (c) (d) (e) (a + b + c + d + e)
95 9 000 000 2 000 4 000 20 000 8 400 10 000 44 400
96 3 100 000 2 000 2 000 25 000 8 400 10 000 47 400
97 4 400 000 4 000 3 000 35 000 16 800 20 000 78 800
98 5 000 000 4 000 2 000 15 000 4 200 10 000 35 200
99 5 500 000 4 000 2 000 15 000 4 200 10 000 35 200
100 3 500 000 4 000 3 000 35 000 16 800 20 000 78 800
Total 174 040 000 294 000 444 000 3 995 000 1 812 000 5 705 000 12 250 000

73
74

74
Lampiran 12 Pengeluaran dan pendapatan unit usaha

Responden Biaya kebersihan Bahan usaha Biaya operasional Pajak jualan Total Pendapatan/bulan
(a) (b) (listrik dan sewa) (d) Pengeluaran/bulan
(c) (a + b + c + d)
1 8 000 50 000 0 15 000 73 000 2 000 000
2 8 000 500 000 0 15 000 523 000 1 500 000
3 8 000 300 000 30 000 15 000 353 000 800 000
4 8 000 250 000 10 000 15 000 283 000 1 500 000
5 8 000 100 000 30 000 15 000 153 000 1 500 000
6 8 000 125 000 30 000 15 000 178 000 1 600 000
7 8 000 120 000 30 000 15 000 173 000 1 200 000
8 8 000 90 000 30 000 15 000 143 000 2 450 000
9 8 000 100 000 30 000 15 000 153 000 1 200 000
10 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 1 500 000
11 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 1 200 000
12 8 000 1 500 000 90 000 45 000 1 643 000 600 000
13 8 000 75 000 30 000 15 000 128 000 1 200 000
14 8 000 450 000 30 000 15 000 503 000 960 000
15 8 000 70 000 30 000 15 000 123 000 1 580 000
16 8 000 50 000 30 000 15 000 103 000 900 000
17 8 000 50 000 90 000 45 000 193 000 900 000
18 8 000 300 000 30 000 15 000 353 000 2 000 000
19 8 000 100 000 10 000 15 000 133 000 800 000
20 8 000 1 500 000 30 000 15 000 1 553 000 1 500 000
21 8 000 200 000 30 000 30 000 268 000 2 400 000
22 8 000 400 000 30 000 15 000 453 000 800 000
23 8 000 100 000 30 000 15 000 153 000 500 000
24 8 000 500 000 30 000 15 000 553 000 1 000 000
25 8 000 500 000 45 000 15 000 568 000 1 500 000
26 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 500 000
27 8 000 50 000 30 000 15 000 103 000 600 000
28 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 500 000
29 8 000 100 000 30 000 15 000 153 000 1 500 000
75

Responden Biaya kebersihan Bahan usaha Biaya operasional Pajak jualan Total Pendapatan/bulan
(a) (b) (listrik dan sewa) (d) Pengeluaran/bulan
(c) (a + b + c + d)
30 8 000 120 000 15 000 15 000 158 000 500 000
31 8 000 120 000 60 000 15 000 203 000 900 000
32 8 000 1 000 000 25 000 15 000 1 048 000 1 800 000
33 8 000 300 000 30 000 15 000 353 000 500 000
34 8 000 300 000 30 000 15 000 353 000 500 000
35 8 000 1 000 000 45 000 15 000 1 068 000 500 000
36 8 000 400 000 45 000 15 000 468 000 800 000
37 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 2 000 000
38 8 000 200 000 10 000 15 000 233 000 1 800 000
39 8 000 300 000 10 000 15 000 333 000 800 000
40 8 000 400 000 30 000 15 000 453 000 2 000 000
41 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 1 500 000
42 8 000 400 000 30 000 15 000 453 000 3 000 000
43 8 000 100 000 30 000 15 000 153 000 1 000 000
44 8 000 200 000 30 000 15 000 253 000 600 000
Total 352 000 13 620 000 1 355 000 735 000 16 062 000 54 390 000

75
76

76
Lampiran 13 Pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja lokal

Responden Pendapatan/bulan Konsumsi di lokasi Konsumsi rumah tangga Biaya pendidikan Biaya transportasi
1 600 000 1 500 000 1 500 000 0 0
2 2 200 000 250 000 1 250 000 700 000 80 000
3 2 300 000 450 000 2 000 000 900 000 150 000
4 3 200 000 300 000 1 500 000 800 000 80 000
5 2 300 000 750 000 900 000 900 000 80 000
6 2 600 000 300 000 750 000 150 000 150 000
7 2 200 000 600 000 750 000 300 000 80 000
8 2 300 000 300 000 900 000 450 000 150 000
9 2 000 000 450 000 750 000 450 000 150 000
10 1 200 000 1 750 000 750 000 0 0
11 1 500 000 810 000 400 000 300 000 80 000
12 450 000 600 000 600 000 400 000 80 000
13 530 000 150 000 900 000 450 000 150 000
14 450 000 150 000 900 000 600 000 150 000
15 1 900 000 210 000 270 000 600 000 300000
16 450 000 750 000 750 000 400 000 80 000
17 450 000 150 000 450 000 150 000 80 000
18 2 900 000 210 000 750 000 300 000 80 000
19 800 000 900 000 900 000 600 000 120 000
20 1 400 000 900 000 900 000 150 000 120 000
21 500 000 900 000 900 000 600 000 80 000
22 2 000 000 600 000 900 000 600 000 80 000
23 3 000 000 200 000 1 500 000 150 000 150 000
Total 37 230 000 13 180 000 21 170 000 9 950 000 2 470 000
77

Lampiran 14 Dokumentasi penelitian

Pintu utama masuk ke lokasi


wana wisata Proses Ticketing

Unit usaha di kawasan kawah Unit usaha di kawasan cipanas

Tangga ke wisata kawah Pemandangan kawah

Pintu ke wisata cipanas Wisata kawasan cipanas


78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September 1991. Penulis


merupakan putri ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Beny dan Ibu
Tina. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Nomor 05
Langsa, Aceh Timur sampai tingkat pendidikan kelas 2 kemudian melanjutkan
kembali pada Sekolah Dasar Negeri Kayu Manis, Medan sampai tingkat
pendidikan kelas 3. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri 01 Sibuhuan, Tapanuli Selatan sampai tingkat pendidikan kelas 4.
Penulis melanjutkan tingkat pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri
Taman Pagelaran, Bogor dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Bogor lulus pada tahun
2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4
Pematangsiantar sampai tingkat pendidikan kelas 2 kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Negeri 9 Medan dan lulus tahun 2009. Pada
tahun yang sama, penulis tercatat sebagai Mahasiswa Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi di dalam kampus. Tercatat penulis pernah menjadi pengurus Resources
Environment Economic Student Association (REESA), Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB
tahun 2011-2012 sebagai bendahara divisi Campus Social Responsibility (CSR),
serta tahun 2012-2013 sekretaris divisi Campus Social Responsibility (REESA),
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM), IPB. Mahasiswa aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan
mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di
luar bidang ilmu penulis.

Anda mungkin juga menyukai