Anda di halaman 1dari 30

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL

PADA TIKUS MODEL DIABETES DENGAN PEMBERIAN


EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.)

ANDI PRASTIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran


Histopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Tikus Model Diabetes dengan
Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni Jacq.) adalah benar
karya saya dengan mengarah dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau di kutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak di terbitkan dari penulis
lain setelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Andi Prastiawan
NIM B04110098
ABSTRAK
ANDI PRASTIAWAN. Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal
pada Tikus Model Diabetes dengan Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni Jacq.). Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI dan
MAWAR SUBANGKIT.

Swietenia Mahagoni Jacq yang dikenal dengan mahoni adalah tanaman


obat yang banyak digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, termasuk
diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah mengamati gambaran histopatologi
pada organ hati dan ginjal tikus model diabetes dengan pemberian ekstrak etanol
biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus
yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol negatif
(K-), nondiabetes melitus (DM), tanpa pemberian ekstrak etanol biji mahoni.
Kelompok 2 sebagai kelompok kontrol positif (K+)/kelompok DM tanpa
pemberian ekstrak. Kelompok 3 sebagai kelompok DM dengan pemberian ekstrak
(EM). Kelompok 4 sebagai kelompok DM dengan pemberian acarbose (KO).
Kelompok 5 sebagai kelompok nondiabetes dengan pemberian ekstrak (KE).
Pemberian ekstrak etanol biji mahoni dilakukan secara peroral dengan dosis 500
mg/kgBB/hari. Perlakuan DM dibuat dengan menggunakan induksi aloksan (110
mg/kgBB). Perlakuan dilakukan selama 28 hari. Hati dan ginjal di ambil pada
akhir perlakuan dengan melakukan anastesi pada tikus. Jaringan kemudian di
proses menggunakan standard paraffin embedding method dan pewarnaan
Hematoksilin Eosin (HE). Pengamatan histopatologi berdasarkan terjadinya
degenerasi hidropis, degenerasi lemak, karyomegali, piknosis, dan nekrosa sel
disekitar vena porta sel hepatosit dan sel tubulus proksimal. Hasil menunjukan
terjadi kerusakan ringan jaringan hati dan ginjal pada tikus diabetes dengan
pemberian ekstrak. Hasil lain juga menunjukan persentase fungsional sitoplasma
jaringan hati sebesar 73, 25 % pada tikus diabetes dengan perlakuan ekstrak.

Kata kunci: diabetes melitus, ginjal, hati, histopatologi, mahoni


ABSTRACT

ANDI PRASTIAWAN. Histopathological Study of Liver and Kidney in the


Experimental Diabetes Rats Treated with Ethanolic Mahogany Seed Extract
(Swietenia mahagoni Jacq.). Supervised by TUTIK WRESDIYATI and MAWAR
SUBANGKIT.

Swietenia mahagoni Jacq. known as mahoni, is widely used as herbal


medical plant to treat various disesase, including diabetes mellitus. The objectives
of this research are to observe histopathological evidence in the liver and kidney
of the experimental diabetes rats treated with ethanolic mahogany seed extract
(Swietenia mahagoni jacq.). This research used 25 male rats that were divided into
5 groups. Group 1 as a negative control group (K-), non diabetes mellitus (DM),
that was not treated with the extract. Group 2 as a positive control group (K+)/
DM group that was not treated with the extract. Group 3 as a DM group that was
treated with the extract (EM). Group 4 as a DM group that was treated with the
acarbose (KO). Group 5 as a non DM group that was administered with ethanolic
mahogany seed extract. The ethanolic mahogany seed extract was orally
administered in dose 500 mg/kg BW/days. The addition of DM was obtained by
alloxan induction (110 mg/kgBW). The treatments were done for 28 days.The
liver and kidney were collected at the end of the treatment after the rats were
anasthetized. The tissues than were processed using standard paraffin embedding
methode and hematoxylin-eosin (HE) staining. Histopathological observation
based on occured hydropic degeneration, lipid degeneration, karyomegalic,
pyknotic and necrosa in the nucleus cells surround portal vein hepatocyte cell and
proximal tubuli cell. The results showed minor damage in the liver and kidney
tissue of the diabetic rats treated with the extract. The results also showed 73, 25%
functional cytoplasmic liver tissue in the diabetic rats treated with the extract.

Keywords: diabetes mellitus, histopathology, kidney, liver, mahogany


GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL
PADA TIKUS MODEL DIABETES DENGAN PEMBERIAN
EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq.)

ANDI PRASTIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015 ini
adalah Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Tikus Model
Diabetes dengan Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni
Jacq.). Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sebagai sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Drh Tutik Wresdiyati, PhD,
PAVet. dan Drh Mawar Subangkit, MSi selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan motivasi dan pengarahan dalam penulisan skripsi. Terimakasih
penulis sampaikan kepada Dr Drh Setyo Widodo selaku pembimbing akademik
yang telah memberi bimbingan kepada penulis. Terimakasih kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Skim
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk Bagian dengan
nomor kontrak 281/IT3.41.2/L2/SPK/2013 atas nama Prof. Drh Tutik Wresdiyati,
PhD PAVet.
Ungkapan terimakasih kepada Bapak Iwan serta seluruh tim mahoni
Bagian Histologi. Terimaksih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ngadiyo, Ibu
Tri Kodaryati, Sulis Tyowati atas dukungan, motivasi dan semangat yang
diberikan. Terimakasih kepada beasiswa BIDIK MISI sehingga penulis bisa
menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dan teman teman An
Nahl FKH IPB yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.
Terimakasih kepada keluarga besar (Dyah, Elda, Ita, Luthfy, Ganglion 48, Fausta
48, Sengked City) serta pihak yang telah memberikan banyak bantuan dan
dukungan kepada penulis
Penulis mengetahui bahwa karya ini belum sempurna, sehingga bimbingan
dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih
baik. Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang mendukung dan
memberikan arahan kepada penulis. Semoga penulis dapat menghasilkan skripsi
yang bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.

Bogor, September 2015

Andi Prastiawan
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Diabetes Melitus 2
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 3
METODE PENELITIAN 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan 5
Alat 5
Prosedur penelitian 5
Analisis data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Gambaran Pengamatan mikroskopi hati 7
Gambaran Pengamatan mikroskopi ginjal 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan 6
2 Tabel 2 Hasil rata-rata skoring pengamatan perubahan sel dan
persentase fungsional sitoplasma disekitar vena porta hati. 8
3 Tabel 3 Hasil rata-rata skoring perubahan sel pada tubulus proksimal
ginjal 11

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 4
2 Gambar 2 Histologi organ hati 8
3 Gambar 3 Histologi organ ginjal 11
PENDAHULUAN

Latar belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme yang ditandai


dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kadar normal
(hiperglikemia) akibat kegagalan sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya
(American Diabetes Associaton 2008). Defisiensi sekresi insulin dapat
mengakibatkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel
melakukan penguraian (glukoneogenesis) dari sumber energi lain seperti melalui
lemak, protein, dan gula otot. Konsisten kadar glukosa darah yang tinggi dapat
menyebabkan penyakit serius yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah, mata,
ginjal, dan saraf. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
menempati urutan ke-7 terbesar penderita diabetes setelah China, India, Amerika,
Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita 8.5 juta penderita diabetes
pada tahun 2013 (International Diabetes Federation 2013). Temuan tersebut
semakin membuktikan bahwa penyakit diabetes melitus merupakan masalah
kesehatan yang sangat serius. Menurut Soewondo et al. (2013), data survei
nasional Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi diabetes
adalah 5.7%, dimana lebih dari 70% kasus yang tidak terdiagnosa dengan
komplikasi yang paling sering diidentifikasi adalah diabetic neuropathy.
Penelitian eksplorasi tanaman herbal sebagai kandidat bahan baku obat
antidiabetes banyak dilakukan. Penelitian ini menggunakan ekstrak etanol biji
mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) sebagai bahan dalam menurunkan kadar
glukosa dalam darah. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder
dengan struktur molekul dan aktivitas biologi yang beraneka ragam yang memiliki
potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit.
Ekstrak etanol biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin (Wresdiyati
et al. 2015), alkaloid, antraquinones, cardiac glikosida, dan volatil oil (Bhurat et
al. 2011). Ekstrak biji mahoni banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk
pengobatan hipertensi, diabetes, malaria, amoebiasis, batuk, parasitisme usus,
antibakteri, astrigensia, depurativa, dan purgativa (Rahman et al. 2008; Sahgal et
al. 2009). Senyawa aktif ektrak biji mahoni seperti flavonoid dan saponin dapat
menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat aktivitas dari enzim alfa-
glukosidase di usus halus (Wresdiyati et al. 2015). Menurut Debasis et al. (2010),
potensial kerja dari ekstrak Swietenia mahagoni terdapat 2 cara yaitu sebagai
insulinotropik dan aktivitas antioksidan. Tujuan utama dari pengobatan adalah
untuk menurunkan kadar glukosa darah dalam kisaran normal, serta untuk
mencegah atau menunda komplikasi gejala diabetes.
Menurut Saputri (2014), tingkat toksisitas dengan nilai LD50 ekstrak etanol
biji mahoni pada tikus putih adalah 7.998 g/kg BB dan termasuk dalam kategori
toksik ringan. Pengguanaan biji mahoni dalam pengobatan diabetes melitus masih
perlu diteliti lebih lanjut terkait tingkat toksisitas pada organ akibat senyawa yang
terdapat dalam ekstrak etanol biji mahoni. Hati dan ginjal merupakan organ dalam
tubuh yang berfungsi sebagai organ detoksifikasi. Ginjal merupakan organ
ekskresi utama yang berperan untuk mengeluarkan toksikan. Oleh karena itu, hati
dan ginjal menjadi organ sasaran utama dari efek toksik.
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran histopatologi dari organ hati


dan ginjal tikus jantan diabetes melitus dengan pemberian ekstrak etanol biji
mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang toksikologi


dan patologi, khususnya mengetahui gambaran organ hati dan ginjal terkait
tingkat keamanan penggunaan ekstrak etanol biji mahoni sebagai pertimbangan
tanaman obat dalam penggunaannya sebagai antidiabetes.

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme yang ditandai


dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kadar normal
(hiperglikemia) akibat kegagalan sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya
(American Diabetes Associaton 2008). Kondisi diabetes melitus tersebut ditandai
dengan hiperglikemia kronik dan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Efek diabetes melitus meliputi kerusakan
disfungsi jangka panjang, dan kegagalan berbagai organ (WHO 2015).
Menurut American Diabetes Association (2008), secara klinis diabetes
melitus dibedakan menjadi diabetes melitus tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes
melitus tipe 1 atau Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) adalah suatu
penyakit autoimun yang ditandai dengan rusaknya sel-sel beta pankreas penghasil
insulin pada pankreas dengan produksi insulin ada atau tidak ada sama sekali
seperti pada juvenil diabetik. Hal ini terjadi karena ada reaksi autoimun berupa
reaksi peradangan pada sel beta. Diabetes tipe 1 terjadi pada usia anak-anak atau
remaja akibat dari keturunan dan terjadi 5-10 % dari jumlah penderita diabetes
melitus.
Diabetes tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)
ditandai dengan konsentrasi insulin dapat normal atau berkurang hal ini dapat
terjadi karena kebutuhan insulin tidak dapat dipenuhi oleh sel beta pankreas.
Penderita NIDDM terdapat kadar insulin lebih tinggi akan tetapi karena ada
gangguan pada reseptor insulin, maka transpor glukosa ke dalam sel terganggu
akibatnya kadar glukosa darah akan terus meningkat. Perbedaan diabetes melitus
tipe 2 dengan tipe satu adalah kadar gulanya yang tinggi dengan kadar insulinnya
normal, keadaan ini yang disebut resisten terhadap insulin. Diabetes melitus tipe 2
sering terjadi pada umur tua dan obesitas. Diabetes melitus tipe 2 terjadi sekitar
90-95 % dari jumlah penderita diabetes melitus (American Diabetes Association
2008).
3

Prevalensi diabetes untuk semua umur penduduk dunia diperkirakan


meningkat 55 % dengan jumlah penderita diabetes diproyeksikan meningkat dari
382 juta di tahun 2013 menjadi 592 juta penderita di tahun 2035. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan ke-7 terbesar
penderita diabetes setelah China, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Meksiko
dengan jumlah penderita 8.5 juta penderita diabetes pada tahun 2013
( International Diabetes Federation 2013).
Perkembangan penggunaan anjing dan kucing sebagai hewan kesayangan
semakin meningkat. Sekitar 70-78 juta anjing dan kucing 74-86 juta terdapat di
Amerika serikat. Peningkatan penggunaan hewan anjing dan kujing berkorelasi
dengan peningkatan penyakit pada hewan tersebut. Diabetes pada anjing dan
kucing merupakan salah satu penyakit yang sering di temui. Penyakit diabetes
pada kucing dan anjing di laporkan mengalami peningkatan 32 % pada anjing dan
16 % pada kucing sejak 2006 (American Human Association Survey 2012).
Kejadian diabetes pada anjing dan kucing disebabkan oleh kehilangan atau
disfungsi dari sel beta pankreas. Anjing dan kucing merupakan hewan yang
cenderung kehilangan sel beta lebih cepat dan progresif, biasanya karena immune
mediated destruction atau pankreatitis. Kehilangan atau disfungsi sel beta juga
dapat disebabkan oleh resistensi insulin, amiloidosis, atau pankreatitis kronis
(Rucinsky et al. 2010). Kejadian diabetes pada anjing biasanya terjadi antara umur
5 dan 12 tahun. Keturunan merupakan faktor risiko yang dicurigai seperti anjing
Australia terrier, Beagle, Samoyed, Boxer, German Shepherd, Tibetan Terrier dan
Caim terrier (Catchpole et al. 2005; Rucinsky et al. 2010).
Diabetes melitus biasanya terjadi akibat gangguan endokrin yang ditandai
dengan hiperglikemia dan glukosuria yang akan berakibat polidipsia, poliuria, dan
penurunan berat badan. Diabetes melitus juga dapat berpengaruh terhadap
komplikasi gangguan pembuluh darah (makroangiopati) yang dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal, mata dan syaraf. Faktor yang menyebabkan terjadinya
diabetes antara lain, keturuanan (autoimun), obesitas, pola makan yang tidak sehat,
malnutrisi, gangguan toleransi glukosa, dan obat obatan yang dapat merusak
produksi insulin seperti steroid dan progestin. Faktor lain yang dapat menjadi
faktor resiko diabetes seperti, pankreatitis, penggunaan obat, akromegali pada
kucing, dan hiperadrenocorticism pada anjing (Catchpole et al. 2005).

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

Swietenia mahagoni Jacq. atau dikenal dengan mahoni adalah salah satu
tumbuhan dari famili meliaceae yang tumbuh banyak di Indonesia. Mahoni
banyak digunakan sebagai tanaman obat atau ethnomedical (Majid et al. 2004).
Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah kulit dan biji. Mahoni
merupakan tumbuhan tinggi yang dapat mencapai ketinggian 30 meter dengan
kulit tumbuhan berwarna abu-abu halus pada umur muda, beralih ke bersisik
gelap coklat kemerahan pada tumbuhan tua. Kapsul biji mahoni berwarna coklat
muda berdiri tegak dengan panjang sekitar cm 4-5 cm dan mempunyai 5 katup
membelah ke atas dari dasar. Mahoni hidup di lingkungan tropis dengan suhu
berkisar 16-32 ºC dengan variasi curah hujan 1250-2500 mm (Orwa 2009).
4

Biji mahoni mengandung senyawa flavonoid, saponin (Wresdiyati et al.


2015), alkaloid, antraquinones, cardiac glikosida, dan volatil oil (Bhurat et al.
2011). Ekstrak metanol biji mahoni banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional
untuk pengobatan hipertensi, diabetes, malaria, amoebiasis, batuk, parasitisme
usus (Sahgal et al. 2010), antibakteri, astrigensia, depurativa dan purgativa
(Rahman et al. 2008).
Berikut merupakan klasifikasi Swietenia mahagoni Jacq. (ITIS 2015):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridipleantae
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Rosanae
Ordo : Sapindales
Family : Meliaceae
Genus : Swietenia Jacq.
Spesies : Swietenia mahagoni Jacq.

Gambar 1 Biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)


(Sumber : Mehrhoff 2008)

Senyawa aktif biji mahoni yaitu flavonoid dapat menghambat aktivitas dari
enzim alfa-glukosidase. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang banyak
dimiliki oleh tanaman dan berfungsi sebagai inhibitor enzim alfa-glukosidase.
Flavonoid agen potensial yang digunakan untuk terapi diabetes melitus karena
secara relevan inhibitor enzim alfa-glukosidase mengurangi pencernaan
karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan
kadar glukosa (Pereira et al. 2011). Senyawa saponin juga teridentifikasi pada
ekstrak biji mahoni yang dapat digunakan sebagai antihiperglikemik. Mekanisme
kerja dari saponin yaitu mencegah pengosongan lambung dan mencegah
peningkatan uptake glukosa pada membran brush border di intestinal. Saponin
juga bekerja untuk mencegah penyerapan glukosa dengan cara mencegah
transport glukosa menuju brush border intestinal di usus halus yang merupakan
tempat penyerapan glukosa (Yoshikawa dan Matsuda 2006). Ekstrak etanol biji
mahoni secara in vitro dapat menghambat enzim alfa-glukosidase dan secara in
vivo berefek hipoglikemik pada tikus hiperglikemik induksi sukrosa (Wresdiyati
et al. 2015).
5

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL)


Fakultas Kedokteran Hewan; Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi
Fisiologi dan Farmakologi; Laboratorium Histopatologi, Departmen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakasanankan pada bulan Oktober 2014 hingga Juni 2015.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol biji mahoni,
tikus jantan galur Sprague Dawley, etanol 96%, akuades, NaCl 0.9%, etanol 70%,
etanol 80%, etanol 90%, etanol 95%, etanol absolut, xylene, parafin, pewarna
hematoxylin dan eosin, Bouin, aloksan, dan acarbose.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tissue basket, toples,
skalpel, tissue embedding console, balok kayu, mikrotom, gelas objek, gelas
penutup, mikroskop cahaya, inkubator, kulkas, penangas air, hotplate, kamera
digital, glukometer, ImageJ, dan Microsoft Excel 2007.

Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan galur Sprague Dawley.
Hewan uji berasal dari Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tikus jantan yang digunakan
berumur 10-12 minggu dengan bobot rata rata 150-200 gram. Tikus percobaan
diadaptasikan selama 2 minggu dalam kandang kelompok agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kandang tikus ditempatkan pada
ruangan yang dilengkapi dengan exhauster untuk mengurangi penumpukan gas
amonia. Kandang terbuat dari plastik yang ditutup dengan kawat. Dasar kandang
dialasi dengan serbuk kayu yang diganti setiap 2 hari sekali. Pemberian pakan dan
minum diberikan secara ad libitum. Kondisi diabetes dibuat dengan induksi
aloksan dengan dosis 110 mg/kgBB secara intraperitoneal (IP). Dosis pemberian
ekstrak etanol biji mahoni adalah 500 mg/kgBB/hari. Kadar glukosa darah diukur
dua hari setelah induksi aloksan. Tikus dengan kadar glukosa darah diatas 200
mg/dL3 dinyatakan menderita diabetes melitus.
6

Metodologi Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL),


dengan jumlah tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor, yang dibagi secara acak
menjadi 5 kelompok perlakuan (Tabel 1).

Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan


Kelompok perlakuan Perlakuan uji
Kontrol negatif (K-) Non DM + Akuades
Kontrol Positif (K+) DM + Akuades
Perlakuan Ekstrak (EM) DM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB/hari
Kontrol Obat (KO) DM + Acarbose 2 mg/kgBB/hari
Kontrol Ekstrak (KE) NonDM + Ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB/hari
Keterangan: DM: Diabetes melitus, EM: Ekstrak mahoni

Perlakuan dilakukan selama 28 hari dan pada hari ke-29 tikus dikorbankan
dengan dianastesi menggunakan kombinasi ketamin 75 mg/kgBB dan xylazine 8
mg/kgBB. Selanjutnya dilakukan nekropsi untuk pengambilan sampel organ hati
dan ginjal. Organ tersebut kemudian dicuci menggunakan NaCl 0.9%. Sampel
tersebut kemudian difiksasi dengan bouin selama 24 jam, dan selanjutnya diproses
menjadi sediaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (HE).

Pembuatan Preparat Histologi

Organ hati dan ginjal tikus percobaan difiksasi dengan Bouin selama 24 jam.
Selanjutnya dimasukan kedalam larutan etanol 70% sebagai stoping point.
Tahapan pembuatan preparat histologi adalah triming yaitu pemotongan organ
dengan ukuran ± 0.5 x 0.5 cm2 dan dimasukkan dalam tissue basket. Selanjutnya
adalah processing tissue yaitu dimulai dengan proses dehidrasi dalam larutan
etanol konsentrasi bertingkat 70 %, 80%, 90%, 95% dan perendaman pada larutan
alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 1 jam. Kemudian dilakukan
penjernihan (clearing) pada larutan xylene I, II, III masing-masing selama satu
jam. Tahap selanjutnya adalah infiltrasi parafin yaitu jaringan direndam dengan
parafin cair I, II, dan III dalam inkubator 58 ºC masing-masing selama satu jam.
Tahap embedding atau pengeblokan kemudian dilakukan dengan memasukkan
jaringan ke dalam cetakan berisi parafin cair. Jaringan kemudian didinginkan
hingga mengeras dalam suhu kamar sehingga terbentuk blok parafin. Penyayatan
(section) dilakukan dengan memasang blok parafin dalam holder, kemudian
dipotong tipis dengan menggunakan pisau mikrotom setebal 4 µm. Hasil potongan
berbentuk pita tipis diletakkan di atas air dingin. Sediaan kemudian dipilih dan
diangkat dari permukaaan air menggunakan gelas objek kemudian diletakkan
diatas penangas air pada suhu 45 ºC. Kemudian sediaan di keringkan dalam suhu
ruang dan selanjutnya disimpan dalam inkubator bersuhu 37 ºC.

Pewarnaan (Hematoxylin dan Eosin)

Tahap pewarnaan dimulai dengan tahap deparafinisasi menggunakan xylene


III, II, I selama 2 menit dan tahap rehidrasi menggunakan etanol bertingkat
7

(absolut III, absolut II, absolut I, 96%, 80%, 70%) masing-masing 2 menit.
Kemudian dicuci dengan air kran selama 10 menit dan stoping point
menggunakan akuades selama 5 menit. Preparat jaringan kemudian ditetesi
dengan pewarna Hematoxylin selama 4 menit kemudian dibilas dengan air kran
selama 10 menit dan akuades selama 10 menit. Tahap selanjutnya dilakukan
pewarnaan Eosin selama dua menit dan dicuci dengan akuades. Selanjutnya
sediaan dilakukan dehidrasi dengan mencelupkan ke dalam etanol 70%, 80%,
90%, 95%, etanol absolut I, II, III selama 5 detik dan xylene I, II, III selama 1
menit. Kemudian preparat di mounting dengan gelas penutup.

Analisis Data

Data pengamatan gambaran histopatologi hati dan ginjal dijelaskan dalam


deskriptif semi kuantifikatif dan skoring dengan skala 0 sampai 2. Skor 0
menyatakan tidak ada lesio pada organ (apoptosis). Skor 1 menyatakan terjadi
degenerasi hidropis, degenerasi lemak, karyomegali, dan piknosis. Skor 2
menyatakan terjadi nekrosa (karyoheksis/karyolisis). Pengamatan histopatologi
hati dilakukan pada sel hati disekitar vena porta. Pengamatan histopatologi ginjal
dilakukan pada inti sel tubuli proksimal. Setiap skor individu kemudian
dijumlahkan dan ditentukan rata rata kelompok untuk dibandingkan dengan
kontrol dan diidentifikasi lesio ringan, sedang, dan berat serta dideskripsikan.
Penilaian lain yang dilakukan pada hati dengan mengamati persentase fungsional
sitoplasma dengan menggunakan ImageJ dengan perbesaran 400 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran mikroskopis hati

Ekstrak etanol biji mahoni merupakan kandidat obat herbal dalam


menurunkan kadar glukosa darah pada tikus hipoglikemik induksi sukrosa dengan
cara menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase (Wresdiyati et al. 2015).
Umumnya penggunaan obat herbal memiliki efek samping akibat metabolisme
sekunder dari zat toksin yang terdapat dalam obat. Sekitar 70% darah dialirkan ke
hati melalui vena porta hepatika yang berasal dari limpa, lambung, usus dan
pankreas (Thoolen et al. 2010). Gambaran hasil pengamatan mikroskopik
perubahan sel hati dilakukan di sekitar vena porta hati. Hal ini disebabkan karena
lokasi tersebut merupakan paparan awal bahan toksik. Hati merupakan organ yang
memiliki fungsi dalam metabolisme karbohidrat, protein, kolesterol (lemak),
hemoglobin, obat, mengekskresikan metabolit empedu, dan detoksikasi
(Ramadori et al. 2008). Hasil pengamatan skoring dan persentase fungsi
sitoplasma disajikan dalam Tabel 2.
8

Tabel 2 Hasil rata-rata skoring pengamatan perubahan sel disekitar vena porta
hati dan persentase fungsional hati.
Kelompok perlakuan Skoring Fungsional sitoplasma (%)
Kontrol negatif (K-) 0.52 84.68
Kontrol positif (K+) 0.92 78.56
Perlakuan ekstrak (EM) 1.28 73.25
Kontrol obat (KO) 0.96 83.19
Kontrol ekstrak (KE) 1.20 74.23
Keterangan: *Rataan skor 0<x≤0.5: normal; rataan skor 0.5<x≤1.5: kerusakan ringan terjadi
degenerasi (degenerasi hidropis, degenerasi lemak, karyomegali, piknosis); rataan skor 1.5 ≤x=2:
kerusakan berat terjadi nekrosis/apoptosis (karyolisis). Penilaian persentase fungsional sitoplasma
di ukur dinilai menggunakan Image J dengan perbesaran 400 kali.

Gambar 2 Histologi organ hati. A) Kelompok kontrol negatif (K-), B) Kelompok


kontrol positif (K+), C) Kelompok perlakuan ekstrak (EM), D)
Kelompok kontrol obat (KO), E) Kelompok kontrol ekstrak (KE).
Degenerasi lemak (panah hitam), degenerasi hidropis (panah kuning),
inti sel piknosis (panah hijau), karyomegali (panah putih). Pewarnaan
Hematoxylin dan Eosin. Perbesaran 400 kali. Bar 20 µm.

Tabel 2 menggambarkan terjadinya perubahan dan kerusakan sel disekitar


vena porta pada semua kelompok perlakuan dalam bentuk nilai skoring. Hasil
pengamatan yang dilakukan terhadap masing-masing kelompok perlakuan terjadi
perubahan sel, baik yang bersifat fisiologis maupun patologis. Kelompok kontrol
negatif (K-) menunjukan nilai skoring sebesar 0.52 dengan persentase fungsional
sitoplasma sebesar 84.68 %. Perubahan yang terjadi pada kelompok kontrol
negatif (K-) akibat apoptosis sel hati. Apoptosis adalah kematian sel yang
terprogram yang dipicu oleh fragmentasi DNA. Secara fisiologis mekanisme
apoptosis merupakan respon tubuh untuk menyingkirkan sel yang rusak,
9

berlebihan maupun sel yang sudah tua. Apoptosis merupakan proses penting
dalam pengaturan homeostasis normal, untuk menghasilkan keseimbangan
dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi
fisiologis dalam memelihara fungsi jaringan normal. Apoptosis adalah mekanisme
kematian sel utama dalam mengeliminasi sel yang tidak diinginkan selama
pekembangan embrionik, homeostasis jaringan, dan pengaturan kekebalan
(Osthoff 2008).
Rataan nilai skoring kelompok kontrol positif (K+) yang dibuat diabetes
yang induksi dengan aloksan menunjukan rataan sebesar 0.92 dan nilai persentase
sitoplasma sebesar 78.56%. Nilai skoring tersebut dalam rentang rataan skor
0.5<x≤1.5 yang termasuk kerusakan ringan. Kerusakan tersebut diduga karena
stres oksidatif akibat hiperglikemia dalam darah. Hiperglikemik merupakan
peningkatan kadar glukosa di dalam darah yang akan menyebabkan stres oksidatif
pada jaringan yang akan menurunkan kapasitas antioksidan di dalam sel (Kurt et
al. 2012).
Penurunan fungsional sitoplasma diduga dipengaruhi metabolisme lipolisis
yang menyebabkan ketoasidosis dan stres oksidatif akibat hipergliemik. Kadar
gula darah tinggi pada diabetes menyebabkan pembentukan reactive oxidants dan
menginduksi reaksi peroksidasi pada lemak yang menyebabkan kerusakan
oksidatif. Menurut Yilmaz et al. (2004), stres oksidatif pada diabetes banyak
ditemukan pada berbagai organ terutama di hati. Stres oksidatif yang dihasilkan di
jaringan sebagai hasil dari hiperglikemia menyebabkan kelebihan produksi nitrit
oksida (NO) yang akan menyebabkan gangguan dari berbagai organ. Efek dari
diabetes melitus jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan, disfungsi, dan
kegagalan dari berbagai organ seperti mata, ginjal, hati, jantung, dan pembuluh
darah (Haligur et al. 2012).
Rataan skoring kelompok tikus diabetes dengan perlakuan ekstrak etanol
biji mahoni (EM) menunjukan nilai rataan skoring sebesar 1.28 dengan nilai
persentase sitoplasma sebesar 73.25 %. Nilai rataan skoring tersebut dalam
rentang 0.5≤x≤1.5 yang menggambarkan terjadi kerusakan ringan. Peningkatan
nilai skoring jika dibanding dengan kelompok kontrol positif (K+) maupun
kontrol (K-) disebabkan karena adanya metabolit sekunder pada ekstrak etanol biji
mahoni yang mempengaruhi stabilitas sel. Penurunan persentase fungsional
sitoplasma disebabkan oleh fungsi hati dalam memetabolisme zat toksik yang
terdapat dalam ekstrak.
Senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman obat hampir selalu toksik
apabila diberikan dalam dosis tinggi (Marlinda et al. 2012). Perubahan sel akibat
respon terpaparnya metabolit skunder biasanya ditandai dengan degenerasi sel
hingga nekrosa. Degenerasi sel merupakan respon awal terhadap bahan-bahan
toksik, degenerasi sel dapat berupa degenerasi hidropis dan degenerasi lemak.
Degenerasi hidropis merupakan respon terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik
dan dapat menyebabkan kerusakan sel karena toksin masuk melalui membran sel
yang mengakibatkan menurunnya produksi ATP dan terganggunya pengaturan ion
sodium-potasium (Cheville 2006).
Pembengkakan sel terjadi karena muatan ion di luar dan di dalam sel berada
dalam keadaan tidak setimbang. Ketidakstabilan sel dalam memompa ion Na+
keluar dari sel menyebabkan peningkatan masuknya cairan dari ektraseluler
kedalam sel sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini
10

akan menyebabkan sel membengkak sehingga sel akan kehilangan integritas


membrannya. Sel akan mengeluarkan materi sel keluar kemudian akan terjadi
kematian sel (nekrosis). Kerusakan hati yang berupa degenerasi bersifat reversible
dan dalam jumlah yang rendah tidak berbahaya dan dapat kembali normal
(Chodidjah et al. 2007).
Kelompok perlakuan kontrol obat acarbose pada tikus diabetes (KO)
menggambarkan terjadi kerusakan ringan dalam rentang 0.5≤x≤1.5 dengan nilai
skoring sebesar 0.98. Penilaian persentase fungsional sitoplasama hati
menunjukan terjadi peningkatan dengan persentase sebesar 83.19 %. Hal ini
menunjukan terjadi regenerasi dari sel hati pada kondisi diabetes. Kerusakan yang
terjadi pada kontrol obat acarbose diduga akibat belum maksimalnya kerja obat
dalam menghambat hiperglikemik pada tikus diabetes. Acarbose merupakan obat
yang berefek penghambat kuat dalam menghidrolisa sukrosa namun berefek
lemah dalam menghidrolisa maltosa. Acarbose bekerja dengan menghambat kerja
enzim α-glukosidase yang diketahui mampu mengurangi hiperglikemia setelah
makan melalui penghambatan kerja enzim pencernaan karbohidrat sehingga
mengganggu katabolisme disakarida, oligosakarida dan polisakarida di usus serta
menunda absorpsi glukosa (Hsieh et al. 2010; Kurt et al. 2012).
Kelompok perlakuan ekstrak etanol biji mahoni pada tikus nondiabetes (KE)
menunjukan nilai skoring sebesar 1.20 dengan persentase fungsional sitoplasama
sebesar 74.23%. Nilai skoring tersebut termasuk dalam rentang 0.5≤x≤1.5 yang
menggambarkan terjadi kerusakan ringan. Perubahan sel tersebut diduga
disebabkan oleh zat metabolit skunder dari ekstrak etanol biji mahoni. Menurut
Wesdiyati et al. (2015) ekstrak etanol biji mahoni memiliki kandungan seperti
alkaloid, saponin dan flavonoid. Kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak dapat
bersifat toksik sehingga menghambat kerja enzim yang terlibat dalam
metabolisme lipid intraseluler (Agungpriyono et al. 2008). Berdasarkan nilai
skoring pada semua perlakuan ekstrak etanol biji mahoni baik pada tikus
nondiabets maupun diabetes mempunyai nilai skoring lebih tinggi dibanding
kelompok lain, namun kerusakan tersebut masih dalam kerusakan ringan dalam
rentang 0.5≤x≤1.5 (Tabel 2).
Berdasarkan hasil persentase fungsional sitoplasma hati pada semua
kelompok perlakuan terjadi penurunan fungsional sitoplasma pada kelompok
perlakuan ekstrak. Penurunan ini disebabkan karena fungsi sitoplama hati dalam
mendetoksifikasi bahan-bahan toksik yang berasal dari senyawa metabolik
sekunder dari ekstrak etanol biji mahoni. Hasil persentase fungsional sitoplasma
pada semua kelompok perlakuan menggambarkan tidak ada penurunan fungsi
sitoplasma yang signifikan dengan persentase fungsional diatas 73.25%.
Peningkatan nilai skoring kerusakan inti sel hati berbanding terbalik dengan
persentase fungsional sitoplasma. Semakin tinggi kerusakan yang disebabkan zat
toksik maka semakin rendah fungsional sitoplasma hati (Tabel 2). Hal ini terkait
fungsi hati dalam memetabolisme dan menghasilkan enzim-enzim yang
mempunyai kemampuan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan
endogen untuk dieliminasi tubuh (Sibulesky 2013).
11

Gambaran mikroskopis ginjal

Ginjal mempunyai fungsi penting sebagai pengatur volume dan komposisi


kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan solut dan air
secara selektif. Bagian tubulus proksimalis paling mudah mengalami kerusakan
akibat iskhemia dan zat toksik. Proses sekresi dan reabsorbsi sehingga kadar zat
toksik lebih tinggi (Agungpriono et al. 2008).

Tabel 3 Hasil rata-rata skoring perubahan sel pada tubulus proksimal ginjal
Kelompok perlakuan Rata-rata scoring
Kontrol negatif (K-) 0.20
Kontrol positif (K+) 0.44
Perlakuan ekstrak (EM) 0.28
Kontrol obat (KO) 0.32
Kontrol Ekstrak (KE) 0.40
Keterangan: *Rataan skor 0<x≤0.5: normal; rataan skor 0.5<x≤1.5: kerusakan ringan terjadi
degenerasi (degenerasi hidropis, degenerasi lemak, karyomegali, karyopiknosis); rataan skor
1.5≤x=2: kerusakan berat terjadi nekrosis/apoptosis (karyolisis).

Gambar 3 Histologi organ ginjal. A) Kelompok kontrol negatif (K-), B)


Kelompok kontrol positif (K+), C) Kelompok perlakuan ekstrak
(EM), D) Kelompok kontrol obat (KO), E) Kelompok kontrol
ekstrak (KE). Degenerasi Hidropis (panah kuning), inti sel piknosis
(panah hijau), karyomegali (panah putih). Pewarnaan Hematoxylin
dan Eosin. Perbesaran 400 kali. Bar 20 µm.

Tabel 3 menggambarkan terjadi perubahan sel tubulus proksimal ginjal pada


setiap kelompok perlakuan. Perlakuan kelompok kontrol negatif (K-) menunjukan
rata-rata nilai skoring sebesar 0.20. Nilai tersebut termasuk perubahan sel normal
dalam rentang 0<x≤0.5. Perubahan tersebut diduga disebabkan regenerasi fungsi
fisiologis normal dalam mengeliminasi sel (apoptosis).
12

Hasil pengamatan kelompok kontrol positif (K+) pada tikus menunjukan


rata-rata nilai skoring sebesar 0.44. Peningkatan nilai skoring terjadi pada
kelompok kontrol positif (K+) disebabkan efek dari hiperglikemia dari diabetes
melitus. Hiperglikemia menyebabkan stres oksidatif pada jaringan sehingga
menyebabkan kelebihan produksi nitrit oksida (NO). Hiperglikemia dapat
menyebabkan gangguan dari berbagai organ seperti mata, ginjal dan sistem
kardiovaskular (Yilmaz et al. 2004).
Hasil pengamatan sel tubulus proksimal ginjal pada kelompok DM yang
diberi perlakuan ekstrak dengan nilai skoring dalam rentang normal sebesar 0.28.
Bahan toksin yang terdapat di dalam ekstrak dimungkinkan telah dimetabolisme
secara sempurna di hati, sehingga tidak menimbulkan kerusakan di tubulus
proksimal ginjal. Hati merupakan organ penghasil enzim yang memiliki
kemampuan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen
untuk dieliminasi tubuh (Sibulesky 2013).
Nilai skoring pada kelompok DM yang diberi perlakuan kontrol obat
acarbose sebesar 0.32 yang menyatakan kondisi kerusakan di rentang nilai
normal. Acarbose dapat menurunkan hiperglikemia dalam darah sehingga dapat
mengurangi kerusakan sel tubulus proksimal ginjal. Hasil pengamatan nilai
skoring perubahan sel tubulus proksimal pada tikus diabetes yang diberi ekstrak
menunjukan nilai skoring sebesar 0.40. Hasil tersebut termasuk dalam rentang
perubahan normal dalam menjaga fungsi fisiologis sel ginjal. Hal ini menunjukan
pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada tikus diabetes tidak menunjukan
kerusakan spesifik terhadap perubahan sel tubulus proksimal ginjal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pengamatan histopatologi organ hati dan ginjal pada tikus diabetes
dengan perlakuan ekstrak etanol biji mahoni tidak menunjukan kerusakan berat
baik pada organ hati maupun organ ginjal. Hasil lain juga menunjukkan
persentase fungsional sitoplasma jaringan hati sebesar 73.25% pada tikus diabetes
dengan perlakuan ekstrak.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kerusakan organ hati


dan ginjal dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia TNF­α untuk
menentukan besaran kerusakan akibat nekrosa dan apoptosis sel.
13

DAFTAR PUSTAKA

Agungpriono DR, Rahayu E, Praptiwi. 2008. Uji Toksikopatologi Hati dan Ginjal
Mencit pada Pemberian Ekstrak Pauh Kijang (Irvingia malayana Oliv et A.
Benn). Indonesian J pharm. 19(4):172-177. doi: 10.14499/indonesian
jpharm0iss0pp172-177.
American Diabetes Association. 2008. Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Diabetes Care. 31:55-59. doi: 10.2337/dc08-5055.
American Human Survey. 2012. U.S Pet (Dog and Cat) Population Fact Sheet.
[Internet]. [diunduh 19 Agustus 2015]. Tersedia pada:
www.bradfordlicensing.com/pets-fact-sheet.pdf.
Bhurat MR, Bavaskar SR, Agrawal AD, Bagad YM. 2011. A
Phytopharmacological Swietenia mahagoni. Asian J. Pharm. Res. 1(1): 1-4.
http://www.ajprjournal.com/zip.php?file=File_Folder/1-4.pdf.
Catchpole B, Ristic JM, Fleeman LM, Davison LJ. 2005. Canine Diabetes
Melitus: can old dogs teach us new tricks?. Diabetologia (2005). 48: 1948-
1956. doi: 10.1007/s00125-005-1921-1.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. Blackwell
(US): Blackwell Publishing.
Chodidjah, Widayati E, Utari. 2007. Pengaruh pemberian air rebusan meniran
(Phyllantin niruri Linn) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus wistar
yang terinduksi CCL4. Indon J Anat 2(1): 8-12.
http://jurnal.ugm.ac.id/jai/article/view/1137/947.
Debasis et al. 2010. Antidibetic Potentially of the Aqueous Methanolic Extract of
Seed of Swietenia mahagoni [L.] Jacq. in Streptozotocin-Induced Diabetic
Male Albino Rat: A Correlative and Antihyperlipidemic Activities. Evid
Based Complement Alternat Med. (2010): 1-11. doi: 10.1155/2011/892807.
Haligur M, Topsakal S, Ozmen O. 2012. Early Degenerative Effects of Diabetes
Melitus on Pancreas, Liver, and Kidney in Rat: An Immunohistochemical
Study. Experimental Diabetes Research (2012): 1-10. doi: 10.1155/2012/
120645.
Hsieh PC, Huang HJ, Ho YL, Lin YH, Huang SS, Chiang YC, Tseng MC, Chang
YS. 2010. Activities of Antioxidants, α-Glucosidase Inhibitors and Aldose
Reductase Inhibitors of the Aqueous Extracts of Four Flemingia Species in
Taiwan. Bot. Stud. 51(3): 293-302. http://ejournal.sinica.edu.tw/bbas/
content/2010/3/Bot513-02.pdf.
[IDF] International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Atlas sixs edition
[Internet]. [diunduh 18 Agustus 2015]. Tersedia pada:
https://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2015. Swietenia mahagoni (L.)
Jacq [Internet]. [diunduh 21 Januari 2015]. Tersedia pada:
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?searchtopic=TSN&searchv
alue=29027.
Kurt H, Ozbayer C, Degirmenci I, Ustuner MC, Ozden H, Civi K, Gunes HV.
2012. Comparative Therapeutik Potential of Acarbose and a Formulated
Herbal Extract on Type 2 Diabetik Rats. AJPP. 6(29): 2194-2204. doi:
10.5897/AJPP12.296.
14

Majid et al. 2004. Pysico Chemical Characterization, Antimicrobial Activity and


Toxicity Analisis of Swietenia mahagoni Seed Oil. Int.J.Agri. Bio. 2: 350-
354. http://www.researchgate.net/publication/237335557.
Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder
dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana
Mill). Jurnal MIPA UNSRAT. 1(1):24-28. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.
php/jmuo
Mehrhoff L. 2008. Swietenia mahagoni Jacq. West Indian Mahogany.[Internet].
[diunduh 19 Agustus 2015]. Tersedia pada: http://www.
discoverlife .org/mp/20q?search=Swietenia+mahagoni.
Orwa et al. 2009.Agroforestree Database: A Tree Reference and Selaction guide
version 4.0. [internet]. [diunduh 21 januari 2015]. Tersedia pada:
http://www.world agroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp.
Osthoff, K S. 2008. How cells die: Apoptosis and other cells death pathways.
Apoptosis, Cytotoxicity and Cell Proliferation. Ed ke-4. Germany (DE):
Roche Diagnostics GmbH.
Pereira DF, Cazarolli LH, Lavado C, Mengatto V, Fiqueiredo MS, Guedes A,
Pizzolatti MG, Silva FR. 2011. Effects of Flavonoids on α-Glucosidase
Sctivity: Potential Targets for Glucose Homeostasis. Nutrition. 27(11):
1161- 1167. doi: 10.1016/j.nut.2011.01.008.
Rucinsky R, Cook A, Haley S, Nelson R, Zoran DL, Poundstone M. 2010. AAHA
Diabetes Management Guidelines for Dogs and Cats. Journal of the
American Animal Hospital Association 2010. 46: 215-224.
http://www.felinediabetes.com/AAHADiabetesGuidelines.pdf.
Rahman AKMS, Chowdhury AKA, Ali HA, Raihan SZ, Ali MS, Nahar L, Sarker
SD. 2008. Antibacterial Activity of Two Limonoid form Swietenia
mahagoni Against Multiple Drug Resistant (MDR) Bacterial Strain. J Nat
Med. 63: 41-45. doi: 10.1007/s11418-008-0287-3.
Ramadori G, Moriconi F, Malik I, Judas J. 2008. Physiology and Pathophysiology
of Liver Inflamation, Damage, and Repair. J Physiol Pharmacol. 59 (1):
107-117. http://www.jpp.krakow.pl/journal/archive/08_08_s1 /pdf/10708
_08_s1_article.pdf.
Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, Mansor SM. 2009.
In Vitro Antioxidant and Xanthine Oxidase Inhibitory Activities of
Methanolic Swietenia mahagoni Seed Extracts. Molecules 2009. (14): 4476-
4485. doi: 10.3390/molecules14114476.
Saputri ME. 2014. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni
Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 Terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sibulesky L. 2013. Normal Liver Anatomy. Clinical Liver Disease. 2(1): 1-3. doi:
10.1002/cld.124.
Soewondo P, Ferriario A, Tahapary DL. 2013. Challenges in Diabetes
Management in Indonesia: a Literature Review. Global Health 2013.(9): 1-
17. doi: 10.1186/1744-8603-9-63.
Thoolen B, Maronpot RR, Harada T, Nyska A, Rousseaux C, Nolte T, Malarkey
D, Kaufmann W, Kutter K, Deschl U, Nakae D, Gregson R, Winlove M,
Brix A, Singl B, Belpoggi F, Ward JM. 2010. Hepatobiliary Lesion
15

Nomenclature and Diagnostic Criteria for Lesions in Rats and Mice


(INHAND). Toxicol Pathol 38: 5S–81S. doi: 10.1177/0192623310386499.
[WHO] World Health Organitation. 2015. Diabetes. [Internet]. [diunduh 22 Mei
2015]. Tersedia pada: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/ en.
Wresdiyati T, Winarto A, Sa’diah S. 2015. Identifikasi dan Optimasi Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni) sebagai Antidiabetes pada Hewan Kesayangan (Pet
Animal). Laporan hasil penelitian LPPM IPB.
Yilmaz HR, Uz E, Yucel N, Altuntas I, Ozcelik N (2004). Protective Effect of
Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) on Lipid Peroxidation and
Antioxidant Enzymes in Diabetic Rat Liver. J. Biochem. Mol. Toxicol.
18(4): 234-238. doi: 10.1002/jbt.20028.
Yoshikawa M, Matsuda H. 2006. Traditional Medicines for Modern Times
Antidiabetic Plants: Saponin. Boca Raton, Fl (US): CRC Press. Page: 273-
288.
16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 23 Mei 1993 dari ayah Ngadiyo
dan ibu Tri Kodaryati. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.Tahun 2011
penulis lulus dari SMA Negeri Tugumulyo dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (SNMPTN) sebagai penerima Beasiswa BIDIK MISI mulai tahun
2011 dengan jurusan Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif sebagai staf Departemen syiar
IKMT TPB IPB, magang profesi di BET (Balai Embrio Ternak) Cipelang Bogor.
Penulis juga aktif sebagai anggota An Nahl FKH IPB (2012/2014), Anggota
Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB (2013/2014) dan bulan
Agustus 2014 penulis melaksanakan kegiatan Pengabdian Masyarakat di Pekan
Baru, Riau. Bulan juni 2014 penulis didanai dalam Program Wirausaha
Mahasiswa CDA IPB. Penulis juga mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa
Wirausaha oleh BEM FKH. Penulis juga pernah mengikuti dalam Program
Kreativitas Mahasiswa Bidang penelitian (PKM-P tahun 2012-2013, Bidang
Karya Cipta (PKM-KC) tahun 2013-2014, Bidang Kewirausahaan (PKM-K)
tahun 2014-2015 yang didanai DIKTI 2014. Penulis melakukan penelitian sebagai
syarat untuk mendapatkan gelar sebagai Sarjana Kedokteran Hewan. Judul
penelitian adalah Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Tikus
Model Diabetes dengan Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.). Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
melalui Skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk
Bagian dengan nomor kontrak 281/IT3.41.2/L2/SPK/2013 atas nama Prof. Drh
Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet.

Anda mungkin juga menyukai