Anda di halaman 1dari 29

PERFORMA HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SETELAH

PEMBERIAN JAMU GALIAN SINGSET

RAGUEL RAHMA DHANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Hati Tikus
Putih (Rattus norvegicus) setelah Pemberian Jamu Galian Singset adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2017

Raguel Rahma Dhani


NIM B04110110
iv

ABSTRAK
RAGUEL RAHMA DHANI. Performa Hati Tikus Putih (Rattus norvegicus)
setelah Pemberian Jamu Galian Singset. Dibimbing oleh DAMIANA RITA
EKASTUTI dan HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN.

Tubuh yang lebih langsing cenderung lebih diminati oleh semua wanita
terlepas dari budaya dan etnisnya. Tubuh yang lebih gemuk sering dihubungkan
dengan berbagai penyakit yang berhubungan dengan tingginya kadar lemak dan
kolesterol. Salah satu upaya untuk menurunkan bobot badan dan kadar lemak
tubuh adalah dengan mengonsumsi jamu pelangsing atau jamu galian singset
(JGS). Penelitian ini dilakukan pada 24 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley yang dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan, yaitu pakan standar
+ aquadest (P1), pakan standar + 200 mg orlistat/kg BB (P2), pakan standar +
176,4 mg JGS/kg BB (P3), pakan standar + 352,8 mg JGS/kg BB (P4), pakan
tinggi lemak + aquadest (P5), pakan tinggi lemak + 200 mg orlistat/kg BB (P6),
pakan tinggi lemak + 176,4 mg JGS/kg BB (P7), dan pakan tinggi lemak + 352,8
mg JGS/kg BB (P8). Perlakuan obat dan jamu dilakukan dengan menggunakan
sonde lambung selama 28 hari. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah
bobot hati, persentase bobot hati/bobot badan, serta kadar SGOT dan SGPT. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot hati,
persentase bobot hati/bobot badan, serta kadar SGOT dan SGPT. Pemberain
pakan tinggi lemak ddengan orlistat atau jamu galian singset meningkatkan bobot
hati, persentase bobot hati/bobot badan, serta kadar SGOT dan SGPT. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas hati pada pemberian obat
(orlistat) dan jamu galian singset karena peningkatan detoksifikasi.

Kata Kunci: bobot hati, jamu galian singset, SGOT, SGPT, tikus
ABSTRACT
RAGUEL RAHMA DHANI. Liver Performance of the White Rat (Rattus
norvegicus) after Giving Jamu Galian Singset Administration. Supervised by
DAMIANA RITA EKASTUTI and HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN.

A slimmer body tends to be more attractive to women regardless of culture


and ethnicity. A fatter body is associated with various diseases associated with
high levels of fat and cholesterol. One effort to reduce body fat and decrease body
weight levels is by consume slimming herbs or jamu galian singset (JGS, javanese
traditional slimming herbs). This research was conducted on 24 white rat (Rattus
norvegicus) Sprague Dawley strain divided into 8 treatment groups, ie standard
feed + aquadest (P1), standard feed + 200 mg orlistat/kg BW (P2), standard feed
+ 176,4 mg JGS/kg BW (P3), standard feed + 352.8 mg JGS/kg BW (P4), high-fat
diet + aquadest (P5), high-fat feed + 200 mg orlistat/kg BW (P6) + 176.4 mg
JGS/kg BW (P7), and high-fat feed + 352.8 mg JGS/kg BW (P8). Treatment of
medicinal and herbal medicine administration by using gastric sonde for 28 days.
Parameter that measured were liver weigth, percentage liver weight (LW)/ body
weight (BW) and levels of SGOT and SGPT. The results showed that the tratment
affected significantly on liver weight, percentage of LW/BW, SGOT and SGPT
levels. High-fat feeding and suplementation of orlistat or JGS until 28 days
increased liver weight, percentage LW/BW, and levels of SGOT and SGPT. It
shows an increase in activity of liver on the provision of medicinal preparations
and herbal medicine, because of increasement of detoxification.

Keywords: herbal medicine, jamu galian singset, liver weight, SGOT, SGPT,
white rat
vi

PERFORMA HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SETELAH


PEMBERIAN JAMU GALIAN SINGSET

RAGUEL RAHMA DHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
viii
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian adalah performa hati tikus putih (Rattus norvegicus)
setelah pemberian jamu galian singset.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr Drh Damiana Rita Ekastuti MS
dan bapak Dr Drh Huda Shalahudin Darusman MSi selaku pembimbing. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada kak Ice Lusia Marta, mahasiswi S2 sebagai
peneliti utama, Drh. Tris dan mas Yuri yang telah membantu dalam penanganan
hewan coba, serta Ibu Ida yang telah membantu dalam pengolahan sampel.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Sunarto, Ibunda Suparmi,
kakak-kakak saya Dian Puspita, Dwi Dora Sakti, dan Irma Suryani, serta seluruh
kerabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terima kasih pada
seluruh teman-teman seperjuangan FKH 48 (Ganglion) yang mendukung karya
ilmiah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan
kepada mereka semua, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2017

Raguel Rahma Dhani


x
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Jamu 2
Jamu Galian Singset 3
Orlistat 4
Tikus Putih 5
Hati 5
BAHAN dan METODE 6
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Alat dan Bahan 6
Metode 7
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL
1 Bobot badan (g), Bobot Hati (g) dan Persentase Bobot Hati/BB (%)
Tikus Putih setelah Pemberian Perlakuan selama 28 Hari 8
2 Nilai SGOT dan SGPT Tikus Putih setelah Pemberian Perlakuan selama
28 Hari 9
xii

DAFTAR GAMBAR

1 Daun Jati Belanda 3


2 Rimpang Kunyit 3
3 Biji Pinang 4
4 Rattus norvegicus 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical Approval 14
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tubuh yang ideal merupakan keinginan bagi banyak orang. Tubuh yang
lebih langsing cenderung lebih diminati oleh berbagai wanita terlepas dari budaya
dan etnisnya (Bakhshi 2008). Tubuh ideal sering digambarkan sebagai tubuh yang
sehat, sedangkan tubuh yang lebih gemuk sering dihubungkan dengan berbagai
penyakit, terutama yang berhubungan dengan tingginya kadar lemak dan
kolesterol tubuh. Tingginya kadar lemak dalam tubuh sering disebut sebagai
obesitas. Metode yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan
cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter) (Harahap
2005). Pria dengan obesitas dapat ditemukan total lemak tubuh lebih dari 20% dan
pada wanita dengan obesitas lebih dari 30% (Misnadiarly 2007).
Banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan berat badan serta
menurunkan kadar lemak tubuh, contohnya dengan diet dan olahraga. Salah satu
diet yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi sediaan yang dapat
menurunkan berat badan, seperti jamu pelangsing atau galian singset.
Jamu merupakan salah satu obat tradisional Indonesia telah digunakan oleh
masyarakat dari generasi ke generasi. Jamu adalah sediaan obat bahan alam yang
memiliki klaim khasiat sesuai data empiris dan memenuhi persyaratan mutu
(BPOM 2004). Jamu dikonsumsi baik sebagai upaya mencegah penyakit,
pengobatan, maupun untuk perawatan tubuh yang dikonsumsi rutin setiap hari.
Penggunaan jamu untuk perawatan tubuh masih digunakan oleh Keraton
Surakarta Hadiningrat, salah satunya adalah jamu galian singset (Rini et al. 2014).
Kandungan senyawa yang terdapat pada bahan baku jamu dapat
mempengaruhi fungsi organ tubuh. Konsumsi jamu setiap hari dapat berpengaruh
pada fungsi organ tubuh terutama hati. Hati memegang peranan penting dalam
proses metabolisme tubuh, sehingga organ ini sering terpapar bahan-bahan kimia.
Bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh akan mengalami proses inaktivasi dan
detoksikasi. Hati juga merupakan pusat biosintesis dan degradasi kolesterol dalam
tubuh. Konsumsi lemak dan kolesterol makanan berlebih menyebabkan hati akan
menekan laju sintesis kolesterol dan meningkatkan sekresi kolesterol melalui
cairan empedu (Wahyudi 2009).
Kerusakan hati akibat obat-obatan dan bahan kimia dapat terjadi jika daya
tahan dan regenerasi hati berkurang, kemampuan sel-sel hati menghilang dan
dapat menyebabkan kerusakan permanen yang berakibat fatal. Perubahan fungsi
hati dapat dilihat dari berbagai parameter, salah satunya peningkatan kadar
Alanine Transminase Enzymes (ALT) atau SGPT (Serum Glutamic Piruvat
Transaminase) dan Aspartat Amino Transaminase (AST) atau SGOT (Serum
Glutamic Oksalat Transaminase) yang berkaitan dengan kerusakan sel hati
(hepatocellular necrosis) (Andriani et al. 2014). Ketika sel-sel hati mengalami
kerusakan yang dapat disebabkan oleh viral hepatitis, fatty liver, serta keracunan
obat, menyebabkan dinding sel pecah, sehingga SGOT dan SGPT akan keluar dari
dalam sel dan masuk ke dalam aliran darah yang meningatkan kadar SGOT dan
SGPT dalam darah (Andriani et al. 2014).
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa hati dengan mengukur


bobot hati serta kadar SGOT dan SGPT tikus putih setelah pemberian jamu galian
singset.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah gambaran


adanya perubahan fungsi hati akibat konsumsi jamu galian singset setiap hari
terus-menerus.

TINJAUAN PUSTAKA

Jamu

Jamu merupakan salah satu warisan budaya Indonesia. Jamu sebagai salah
satu obat tradisional Indonesia telah digunakan oleh masyarakat dari generasi ke
generasi. Obat tradisional merupakan bahan atau campuran bahan yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan sari/ekstrak yang telah digunakan
untuk pengobatan. Obat tradisional Indonesia telah dikelompokkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi tiga kelompok, yaitu jamu, Obat
Herbal Terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Jamu merupakan sediaan obat bahan
alam yang memiliki klaim khasiat sesuai data empiris dan memenuhi persyaratan
mutu. Obat herbal terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji praklinik dan bahan baku
yang telah terstandarisasi. Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji praklinik dan uji klinik
bahan baku serta produk telah terstandarisasi (BPOM 2004).
Jamu atau djamoe merupakan singkatan dari djampi yang berarti doa atau
obat dan oesodo (husada) yang berarti kesehatan. Berdasarkan penemuan fosil
berupa lumpang dan alu yang terbuat dari batu, dapat dikatakan penggunaan
ramuan telah dimulai sejak zaman meso-neolitikum. Penggunaan ramuan sudah
tercantum pada prasasti, antara lain di relief candi Borobudur, Prambanan, dan
Penataran sejak abad 5 M. Pemanfaatan dan studi tentang jamu meningkat pada
zaman penjajahan Belanda, namun menurun pada tahun 1900 setelah
ditemukannya teori tentang bakteri dan sinar X. Penggunaan jamu meningkat
kembali pada akhir tahun 1930, setelah dr. Abdul Rasyid dan dr. Seno
Sastroamijoyo menganjurkan penggunaan jamu sebagai upaya preventif untuk
mengganti obat yang sangat mahal, dan meningkat tajam saat penjajahan Jepang.
Dalam kurun waktu tersebut, terdapat tiga pabrik jamu besar yaitu PT Jamoe Iboe
Jaya (1910), PT Nyonya Meneer (1919) dan PT Sido Muncul (1940)
(Purwaningsih 2013).
3

Jamu Galian Singset

Penggunaan ramuan tradisional seperti jamu saat ini masih dilakukan secara
rutin, salah satunya di Keraton Surakarta Hadiningrat. Beberapa sediaan yang
rutin digunakan adalah untuk perawatan wanita, salah satunya jamu pelangsing
atau jamu galian singset (Rini et al. 2104). Jamu galian singset dipercaya
memiliki khasiat melangsingkan tubuh, ini berasal dari kata singset yang
merupakan singkatan dari kata langsing dan seret. Umumnya jamu galian singset
terbuat dari ramuan jati belanda (Guazumae folium), biji pinang (Arecae semen),
temu ireng (Curcumae aeruginosae rhizoma), lempuyang (Zingiberis aromaticae
rhizoma), kayu pulosari (Alyxiae cortex) dan kunyit (Curcumae domesticae
rhizoma).

Jati Belanda

Gambar 1 Daun jati belanda


Jati belanda (Guazumae folium) merupakan tumbuhan herbal yang berasal
dari daerah tropis Amerika dengan nama latin Guazuma ulmifolia Lamk. Jati
belanda dikenal juga dengan nama jati londo dalam bahasa Jawa atau jati blando
di Sumatra telah lama digunakan sebagai obat pelangsing badan, dan dapat
berperan sebagai antidislipidemia (Rozqie et al. 2014). Daun Jati Belanda
diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti tanin, alkaloid, flavonoid,
sterol, saponin, glukosa, asam fenol, dan kalsium oksalat (Dewoto 2007). Menurut
Hidayat et al. 2014, senyawa tanin daun jati belanda memiliki efek inhibisi
terhadap enzim lipase yang berperan sebagai antiobesitas dan antidislipidemia.
Senyawa lainnya pada daun jati belanda yang dapat menginhibisi enzim lipase
adalah flavonoid dan steroid (Darusman et al. 2001). Menurut Andriani 2008,
kandungan senyawa steroid pada jati belanda dapat menghambat peningkatan
kadar kolesterol dan trigliserida.

Kunyit

Gambar 2 Rimpang kunyit


4

Kunyit merupakan rempah asli dari wilayah Asia Tenggara yang berasal
dari family Zingiberacae dengan nama latin Curcumae domesticae rhizoma atau
Curcuma longa Linn. Kunyit mengandung senyawa antara lain kurkuminoid,
minyak atsiri, lemak, karbohidrat, protein, vitamin C, pati, garam mineral seperti
zat besi, fosfor dan kalsium. Kurkumin berfungsi sebagai antioksidan,
antiinflamasi, dan antihiperkolesterol, serta dapat meningkatkan oksidasi dan
menurunkan esterifikasi asam lemak dengan cara meningkatkan fosforilasi AMP-
activated protein kinase, mengurangi glycerol-3- phosphate acyl transferase-1,
dan meningkatkan ekspresi carnitine palmitoyltransferase-1 (Ejaz et al. 2009),
serta dapat menurunkan kadar kolesterol total dan LDL (Goel et al. 2008).
Menurut Shao et al. 2012, penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukkan
curcumin dapat mencegah obesitas.

Pinang

Gambar 3 Biji pinang


Pinang (Arecae catechu) merupakan salah satu jenis palma yang tersebar di
daerah Asia. Bagian yang sering dimanfaatkan dari pinang adalah bijinya. Biji
pinang memiliki kandungan senyawa kimia antara lain, arekolin, arekaidin,
arekain, arekolidin, guvasin, guvakolin, isoguvasin, nikotin, glusida, tanin, dan
katekin (BPOM 2010). Ekstrak pinang menunjukkan aktivitas penghambatan
yang kuat terhadap esterase kolesterol pankreas (pCEase) secara in vitro.
Penelitian pada tikus yang diberi suplemen ekstrak pinang dapat menyebabkan
penurunan kadar kolesterol (BPOM 2010).

Orlistat

Orlistat adalah salah satu obat yang digunakan sebagai antiobesitas yang
disetujui Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1999. Orlistat terdiri
dari derivat sintetik lipstatin yang dihasilkan oleh Streptomyces toxytricini. Setiap
kapsul Xenical® mengandung 120 mg bahan aktif yang terdiri dari selulosa
mikrokristalin, natrium pati glikolat, natrium lauril sulfat, dan povidone (Roche
Laboratories 2009). Orlistat bekerja dengan cara menginhibisi lipase
gastrointestinal melalui aktivitas terapeutik dalam lumen lambung dan usus kecil
dengan cara membentuk ikatan kovalen dengan serin pada lipase lambung dan
pankreas, yang menybabkan enzim menjadi tidak aktif dan tidak menghidrolisis
lemak dalam bentuk trigliserida menjadi monogliserida dan asam lemak bebas.
Hal tersebut menyebabkan turunnya penyerapan lemak yang berdampak pada
penurunan berat badan (Roche Laboratories 2009).
Orlistat diberikan secara oral dengan dosis 360 mg/hari untuk manusia
dewasa. Konsumsi orlistat pada dosis terapi 120 mg tiga kali sehari dapat
5

menghambat penyerapan lemak dari makanan sekitar 30 %. Lemak yang tidak


diserap akan dikeluarkan melalui feses. Lemak feses yang diekskresikan setelah
pemberian orlistat sebanyak 27% dari asupan makanan. Berdasarkan pengukuran
lemak feses, efek orlistat terlihat setelah 24-48 jam setelah pemberian
Penghentian pengobatan dapat mengembalikan kandungan lemak feses pada
keadaan sebelumnya dalam 48-72 jam (Roche Laboratories 2009).

Tikus Putih

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan dalam menilai mutu


protein, toksisitas, karsinogenik, dan kandungan pestisida dari suatu produk bahan
pangan hasil pertanian. Beberapa strain tikus digunakan dalam penelitian di
laboratorium hewan coba di Indonesia, antara lain: Wistar yang asalnya
dikembangkan di Institut Wistar, saat ini turunannya dapat diperoleh di Pusat
Teknologi Dasar Kesehatan dan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik Badan Litbangkes, dan Sprague-Dawley yang merupakan
tikus albino yang dihasilkan di tanah pertanian Sprague-Dawley, saat ini dapat
diperoleh di laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Pusat
Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes (Ridwan 2013).

Gambar 4 Rattus norvegicus


Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley merupakan tikus
yang paling sering digunakan untuk percobaan. Tikus galur Sprague Dawley
memiliki ciri-ciri albino putih, berkepala kecil dengan ekor yang lebih panjang
daripada badannya. Tikus tidak memiliki kantung empedu. Hati tikus terdiri dari
empat lobus, yaitu lobus medial yang terbagi oleh bifurcatio menjadi sublobus
kanan dan kiri, lobus lateral kanan yang terbagi menjadi bagian anterior dan
posterior, lobus kiri, dan lobus kaudatus yang terdiri dari dua sublobus seperti
daun di dorsal dan ventral esofagus pada bagian kurvatura minor lambung
(Suckow et al. 2006).

Hati

Hati memegang peranan penting dalam proses metabolisme tubuh,


sehingga organ ini sering terpapar bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang
berbahaya bagi tubuh akan mengalami proses inaktivasi dan detoksikasi. Hati juga
merupakan pusat biosintesis dan degradasi kolesterol dalam tubuh. Konsumsi
lemak dan kolesterol makanan berlebih menyebabkan hati akan menekan laju
sintesis kolesterol dan meningkatkan sekresi kolesterol melalui cairan empedu
(Wahyudi 2009).
6

Kerusakan hati akibat obat-obatan dan bahan kimia dapat terjadi jika daya
tahan dan regenerasi hati berkurang, kemampuan sel-sel hati menghilang dan
dapat menyebabkan kerusakan permanen yang berakibat fatal. Abnormalitas
fungsi hati dapat dilihat dari peningkatan kadar Alanine Transminase Enzymes
(ALT) dan Aspartat Amino Transaminase (AST) yang berkaitan dengan
kerusakan sel hati (hepatocellular necrosis) (Andriani et al. 2014).
Enzim-enzim transaminase adalah enzim yang berperan sebagai
biokatalisator dalam proses perombakan α-amino acid dan α-keto acid. Hepatosit
mengandung ALT atau SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase) dan AST
atau SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) dalam jumlah besar.
SGOT adalah cytosolic enzymes, sedangkan SGPT adalah microsomal enzymes,
termasuk enzim-enzim yang mengalami peningkatan akibat virus, obat-obatan,
dan racun, dan akan terlepas dalam darah ketika terjadi kerusakan hati (Andriani
et al. 2014). SGOT dan SGPT merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi
adanya kerusakan sel-sel hati. SGPT jauh dianggap lebih spesifik untuk menilai
kerusakan hati dibandingkan SGOT (Nasution et al. 2015). SGPT berfungsi
mengubah senyawa tersebut menjadi alfaketoglutarat, aspartat, oksaloasetat, dan
glutamat. Ketika sel-sel hati mengalami kerusakan yang menyebabkan dinding sel
pecah, SGOT dan SGPT akan keluar dari dalam sel dan masuk ke dalam aliran
darah, sehingga kadar SGOT dan SGPT dalam darah akan meningkat. Kerusakan
sel hati tersebut dapat disebabkan oleh viral hepatitis, fatty liver, dan keracunan
obat (Andriani et al. 2014).

BAHAN dan METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari-April 2017 di Rumah Sakit


Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor (RSHP IPB) dan Laboratorium
Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi (AFF), Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah syringe, sonde lambung,
kandang tikus, kandang jepit tikus, jarum suntik ukuran 20G, alat bedah minor,
tabung darah tanpa antikoagulan, alat sentrifuse, tabung mikro, spektrofotometer,
timbangan digital, kapas, masker, dan sarung tangan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu galian singset,
Orlistat dengan merek dagang Xenical® (PT Roche Pharmaceuticals), pakan
tikus, pakan tinggi lemak, sekam kayu, air, tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley jantan dewasa dengan bobot badan sekitar 200 g sebanyak 24
ekor, SGOT dan SGPT Test kit, xylol, iodin tincture, alkohol 70%, serta ketamine
dan xylazine sebagai obat bius. Jamu galian singset yang digunakan memiliki
komposisi Guazumae folium 0.35 g, Arecae semen 0.70 g, Curcumae aeruginosae
rhizoma 1.40 g, Zingiberis aromaticae rhizoma 1.40 g, Alyxiae cortex 1.40 g, dan
Curcumae domesticae rhizoma 1.75 g. Pakan standar yang digunakan merupakan
7

produksi Indonesia Formula Feed®. Pakan tinggi lemak merupakan campuran


pakan standar dengan kuning telur bebek dan lemak sapi dengan perbandingan
70% : 10% : 20%, sehingga dihasilkan kadar lemak pakan 20,76%.

Metode

Pemberian perlakuan
Tikus putih jantan dewasa sebanyak 24 ekor yang sudah disiapkan dibagi
menjadi delapan kelompok perlakuan, dengan masing-masing perlakuan terdapat
3 ekor tikus. Perlakuan diberikan selama 28 hari dengan pemberian obat
menggunakan sonde lambung. Perlakuan yang diberikan adalah
P1: Pakan Standar + Aquadest
P2: Pakan Standar + 200 mg/kg BB Orlistat
P3: Pakan Standar + 176,4 mg/kg BB Jamu
P4: Pakan Standar + 352,8 mg/kg BB Jamu
P5: Pakan Tinggi Lemak + Aquadest
P6: Pakan Tinggi Lemak + 200 mg/kg BB Orlistat
P7: Pakan Tinggi Lemak + 176,4 mg/kg BB Jamu
P8: Pakan Tinggi Lemak + 352,8 mg/kg BB Jamu
Konversi dosis jamu galian singset dari manusia ke tikus dilakukan dengan
metode Laurence dan Bacharach (1964), menghasilkan dosis jamu galian singset
untuk tikus yaitu 176,4 mg/ 200 g BB dan 352,8 mg/ 200 g BB. Dosis orlistat
yang digunakan adalah 200 mg/kg BB berdasarkan Nishioka et al. (2003). Semua
prosedur pemeliharaan, perlakuan dan pengambilan sampel dalam penelitian ini
telah memenuhi persyaratan etik dan memperhatikan kesejahteraan hewan coba
berdasarkan surat Ethical Approval Nomor 53-2017 IPB, yang dikeluarkan oleh
Komisi Etik Hewan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi IPB.

Pengambilan darah, nekropsi, dan penimbangan organ


Pengambilan darah dan nekropsi dilakukan pada hari ke 28. Tikus dianastesi
dengan ketamine xylazine secara intramuskular. Setelah tikus teranastesi,
dilakukan insisi pada perut untuk membuka rongga perut dan dada. Euthanasi
tikus dilakukan dengan pengambilan darah intracardial. Darah yang diambil
kemudian diletakkan sebanyak 4 ml darah ke dalam tabung dan dibiarkan
membeku. Darah disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit.
Serum yang terpisah diambil menggunakan pipet dan dipindahkan ke tabung
mikro. Setelah pengambilan darah, dilakukan pengambilan organ dalam tikus
antara lain, hati dan ginjal. Organ yang diambil kemudian ditimbang bobotnya.

Penghitungan kadar SGOT dan SGPT


Pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT dilakukan dengan test kit. Serum yang
digunakan sebanyak 200 µl dengan pengenceran pada larutan buffer 1000 µl dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Pengukuran kadar SGOT dan SGPT
dilihat dengan Optical Density (OD) yang diukur dengan mesin U-2001
Spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm. Pengukuran OD dilakukan
3 kali untuk satu sampel dengan jarak masing-masing pengulangan 1 menit. Nilai
OD yang didapat merupakan delta absorben per menit yang kemudian dikalikan
8

dengan faktor konversi sebesar 952 untuk mendapat kadar SGOT dan SGPT dari
serum.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam


(ANOVA) dengan program IBM SPSS Statistics Ver 22. Apabila terdapat
pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Duncan
dengan taraf signifikan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 memperlihatkan hasil bobot hati dan persentase bobot hati/bobot


badan (BB) yang diambil setelah pemberian perlakuan selama 28 hari. Terlihat
pada Tabel 1 bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap bobot hati dan persentase bobot hati/bobot badan (BB). Kelompok yang
diberi pakan standar (P1-P4) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan
dengan kelompok yang diberi pakan tinggi lemak (P5-P6).
Tabel 1. Bobot badan (g), bobot hati (g) dan persentase bobot hati/BB (%) tikus
putih setelah pemberian perlakuan selama 28 hari
Perlakuan Bobot Badan (g) Bobot Hati (g) Persentase Bobot Hati/ BB (%)
a b
P1 290,67±9,02 11,20±1,00 3,80±0,48 ab
a a
P2 275,67±28,22 9,43±0,99 3,43±0,35 a
a b
P3 299,67±8,02 11,83±0,91 3,95±0,30 ab
a b
P4 301,00±3,60 12,23±1,01 4,06±0,33 ab
c cd
P5 361,33±1,53 14,73±0,66 4,02±0,30 ab
bc cd
P6 350,00±21,79 14,40±1,05 4,21±0,43 b
b c
P7 329,00±1,00 14,00±0,82 4,26±0,25 b
c d
P8 356,67±16,29 15,77±0,25 4,43±0,23 b
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan
adanya perbedaan signifikan (P<0,05)
Kelompok pakan tinggi lemak menunjukkan adanya peningkatan pada
bobot hati dibandingkan dengan kelompok pakan standar. Hal tersebut berkaitan
dengan peningkatan aktivitas hati untuk menghasilkan garam empedu yang
diperlukan untuk pencernaan lemak pada pemberian pakan tinggi lemak. Tikus
yang diberi orlistat (P2) bobot hatinya nyata lebih rendah (9,43±0,99 g)
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Orlistat bekerja dengan cara
menginhibisi enzim lipase gastrointestinal. Orlistat sebagai antilipase
menghambat enzim lipase sehingga enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat
menghidrolisis lemak dalam bentuk trigliserida menjadi monogliserida dan asam
lemak bebas. Hal tersebut menyebabkan turunnya absorbsi lemak pada usus halus
(Roche Laboratories 2009). Absorbsi lemak yang sedikit mengakibatkan proses
metabolisme lemak di hati akan berkurang sehingga menurunkan beban hati dan
bobot hati.
Tikus yang diberi pakan tinggi lemak dan diberi jamu 352,8 mg/kg BB (P8)
bobot hatinya paling tinggi, yaitu 15,77±0,25 g, dibandingkan dengan perlakuan
yang lain. Hal tersebut menunjukkan pemberian jamu 2 kali dosis pada pemberian
9

pakan tinggi lemak dapat meningkatkan beban hati. Asupan lemak yang tinggi
menyebabkan hati akan mensekresi garam empedu yang lebih banyak.
Penambahan konsumsi jamu juga menyebabkan peningkatan proses detoksifikasi
pada hati. Pemberian pakan tinggi lemak dapat menyebabkan terjadinya
penumpukan lemak di hati (fatty liver) (Andriani et al. 2014). Konsumsi lemak
dan kolesterol makanan berlebih menyebabkan hati harus menyeimbangkan kadar
kolesterol dengan menekan laju sintesis kolesterol dan meningkatkan sekresi
kolesterol melalui cairan empedu (Wahyudi 2009).
Perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase
bobot hati/bobot badan (BB). Persentase bobot hati terhadap bobot badan berbeda
nyata antara kelompok perlakuan pakan standar (P1-P4) dan perlakuan pakan
tinggi lemak (P5-P8). Pemberian pakan tinggi lemak menyebabkan peningkatan
pada persentase bobot hati/BB.
Tikus yang diberi pakan standar dan orlistat (P2) persentase bobot hati/BB
nyata paling rendah. Hasil ini sama seperti pada bobot hati. Hal tersebut
menunjukkan bahwa orlistat sebagai antilipase dapat menurunkan beban hati
sehingga dapat mencegah peningkatan bobot hati.
Tikus yang diberi pakan tinggi lemak dan diberi orlistat (P6), jamu 176,4
mg/kg BB (P7), dan jamu 352,8 mg/kg BB (P8), persentase bobot hati/BB lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diberi aquades (P5). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pemberian zat dari luar seperti obat (orlistat) dan jamu dapat
meningkatkan proses detoksifikasi pada hati sehingga dapat meningkatkan bobot
hati. Peningkatan persentase berat organ hati terhadap berat tubuh dari kondisi
normal dapat menggambarkan adanya pembengkakan hati yang disebabkan oleh
kerusakan sel hati (Wikanta et al. 2010).
Tabel 2. Nilai SGOT dan SGPT tikus putih setelah pemberian perlakuan selama
28 hari
Perlakuan SGOT (U/L) SGPT (U/L)
a
P1 5,08±1,09 10,15±2,19ab
a
P2 8,25±3.96 10,15±2,19ab
a
P3 10,15±7,75 10,79±7,93ab
a
P4 6,35±1,45 6,99±5,52a
a
P5 5,39±1,98 10.47±5,30ab
b
P6 52,36±11,22 18,40±1,98bc
c
P7 79,02±10,98 25,70±4,76cd
c
P8 68,05±14,98 28,55±9,19d
Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan
adanya perbedaan signifikan (P<0,05).
Tabel 2 menunjukkan nilai SGOT dan SGPT (U/L) setelah perlakuan. Nilai
SGOT tikus yang diberi pakan standar (P1-P4) dan pakan tinggi lemak saja (P5)
lebih rendah dibandingkan dengan pemberian pakan tinggi lemak yang ditambah
dengan orlistat dan jamu galian singset (P6-P8). Kerusakan sel hati dapat
dideteksi dengan melihat peningkatan kadar SGOT dan SGPT (Andriani et al.
2014). Kadar SGOT yang rendah dapat diartikan tidak adanya kerusakan hati pada
pemberian pakan standar dan pakan tinggi lemak saja. Pemberian orlistat dan
jamu galian singset tidak menyebabkan kerusakan hati, jika dengan konsumsi
pakan yang memiliki kadar lemak rendah.
10

Hasil berbeda terlihat pada pemberian pakan tinggi lemak. Kadar SGOT
pada tikus yang diberi pakan tinggi lemak mengalami peningkatan pada kelompok
yang diberi orlistat (P6), jamu 176,4 mg/kg BB (P7), dan jamu 352,8 mg/kg BB
(P8) dibandingkan sengan kelompok yang diberi aquades (P5). Pemberian obat
dan jamu menyebabkan adanya peningkatan kadar SGOT 10-14 kali lipat
dibandingkan kelompok yang diberikan aquades. Hasil tersebut dapat disebabkan
adanya peningkatan proses detoksifikasi pada hati akibat pemberian zat dari luar
(orlistat dan jamu).
Hasil serupa terlihat pada kadar SGPT. Pemberian pakan standar (P1-P4)
menunjukkan ada perbedaan nyata dibanding pemberian pakan tinggi lemak (P5-
P8). Kelompok yang diberi pakan standar menunjukkan adanya perbedaan nyata
pada pemberian jamu 352,8 mg/kg BB (P8) dibanding perlakuan lain, yaitu
menghasilkan kadar SGPT yang paling rendah. Hal tersebut diduga disebabkan
adanya senyawa antioksidan atau hepatoprotektor pada bahan baku sediaan jamu,
sehingga dapat menurunkan beban dan kerusakan pada sel hati. Jamu galian
singset yang digunakan memiliki komposisi berupa ramuan jati belanda
(Guazumae folium), biji pinang (Arecae semen), temu ireng (Curcumae
aeruginosae rhizoma), lempuyang (Zingiberis aromaticae rhizoma), kayu pulosari
(Alyxiae cortex) dan kunyit (Curcumae domesticae rhizoma). Daun jati belanda
memiliki kandungan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan, sehingga
dapat mengurangi radikal bebas (Setiawan 2008). Menurut Kandaswami dan
Middleton 1994, flavonoid merupakan senyawa fenolik yang dapat merubah
radikal bebas menjadi senyawa stabil dan tidak reaktif, sehingga tidak bereaksi
dan merusak jaringan hati. Kunyit memiliki senyawa aktif kurkumin yang
memiliki fungsi sebagai hepatoprotektor. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak rimpang kunyit setelah pemberian asetaminofen
memberikan hasil kadar SGOT dan SGPT yang lebih rendah dibanding tanpa
pemberian ekstrak rimpang kunyit (Hartono et al. 2005).
Tikus yang diberi pakan tinggi lemak juga menunjukkan adanya perbedaan
nyata kadar SGPT. Pada kelompok yang diberi orlistat (P6), jamu 176,4 mg/kg
BB (P7), dan jamu 352,8 mg/kg BB (P8) kadar SGPT lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok yang diberi aquades (P5). Pemberian obat dan jamu
menyebabkan adanya peningkatan kadar SGPT 2-3 kali lipat dibandingkan
kelompok yang diberikan aquades. Hasil tersebut dapat disebabkan pemberian zat
dari luar seperti obat dan jamu akan meningkatkan proses detoksifikasi dalam hati
dan menyebabkan kerusakan hati.
Sediaan jamu galian singset yang digunakan juga memiliki bahan baku biji
pinang. Biji pinang memiliki senyawa aktif utama alkaloid berupa arekolin, yang
dikenal toksik. Hasil penelitian Santoso (2004), menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak biji pinang dalam kadar toksik, 250 mg/kg BB dapat meningkatkan kadar
SGOT dan SGPT. Efek potensial ekstrak biji pinang yang diberikan pada tikus
dapat menginduksi sistem detoksifikasi hati dengan memperngaruhi kadar enzim
dari sistem detoksifikasi hati seperti sitokrom P450 dan sitokrom b5, GST
(Glutathionen-S-Transferase), dan kadar asam –SH (Soluble Sulphydril) (Singh
dan Rao 1993).
Peningkatan kadar SGOT (10-14 kali lipat) jauh lebih signifikan
dibandingkan peningkatan kadar SGPT (2-3 kali lipat). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa enzim SGOT lebih sensitif dibandingkan dengan enzim
11

SGPT untuk mendeteksi adanya kerusakan hati. Menurut Nelson dan Michael
(2000), yaitu enzim yang muncul sebagai indikator kerusakan hati secara berturut-
turut adalah enzim tirosin kinase, enzim Glutamat Oksalat Transaminase (GOT
atau SGOT), dan enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT atau SGPT).
Menurut Gad (2007), tikus memiliki kadar SGOT 45,7-80,8 U/L dan
menurut Giknis dan Clifford (2008) kadar SGOT pada tikus jantan 74-143 U/L.
Kadar SGOT yang didapat pada pemberian pakan standar (P1-P4) dan pakan
tinggi lemak dengan aquades (P5) menunjukkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan Gad (2007) serta Giknis dan Clifford (2008). Pada
pemberian pakan tinggi lemak dengan orlistat (P6), jamu 176,4 mg/kg BB (P7),
dan jamu 352,8 mg/kg BB (P8) menunjukkan nilai yang sesuai dengan Gad
(2007) serta Giknis dan Clifford (2008). Kadar SGPT pada setiap perlakuan sesuai
dengan pendapat Gad (2007) yaitu dalam rentang 1,5-30,2 U/L. Giknis dan
Clifford (2008) menyatakan nilai SGPT tikus jantan 18-45 U/L, sehingga kadar
SGPT pada pemberian pakan standar (P1-P4) dan pemberian pakan tinggi lemak
saja lebih rendah.
Terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT yang signifikan pada
pemberian pakan tinggi lemak. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya aktivitas
sel hati yang meningkat saat pemberian obat (orlistat) dan jamu galian singset
pada kadar lemak pakan tinggi, sehingga menyebabkan kerusakan hati. Sel-sel
hati yang rusak menyebabkan pecahnya dinding sel dan melepas SGOT dan
SGPT keluar dari dalam sel dan masuk ke dalam aliran darah. Pemberian pakan
tinggi lemak dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di hati (fatty
liver), yang dapat menjadi penyebab kerusakan hati (Andriani et al. 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian jamu selama 28 hari berturut-turut berpengaruh nyata terhadap


bobot hati, persentase bobot hati/bobot badan, dan kadar SGOT serta SGPT pada
tikus putih. Pemberian pakan dengan kadar lemak yang tinggi dengan obat
(orlistat) dan jamu galian singset meningkatkan aktivitas hati yang dapat
meningkatkan bobot hati dan persentase bobot hati/bobot badan. Kadar SGOT dan
SGPT pada pemberian pakan standar lebih rendah dibandingkan dengan
pemberian pakan tinggi lemak. Pemberian pakan tinggi lemak dengan obat
(orlistat) dan jamu galian singset meningkatkan kadar SGOT dan SGPT secara
signifikan dibandingkan dengan pemberian pakan tinggi lemak saja.

Saran

Konsumsi obat pelangsing (orlistat) dan jamu galian singset selama 28 hari
berturut-turut tidak dilakukan bersamaan dengan konsumsi makanan berkadar
lemak tinggi. Perlu dilakukan uji lanjutan yaitu berupa pemeriksaan histopatologi
pada organ, uji tokisisitas dan efikasi untuk mengetahui dosis konsumsi yang
paling sesuai, serta perlu dilakukan uji terpisah pada masing-masing bahan baku
jamu galian singset untuk mengetahui bahan yang lebih berpengaruh.
12

DAFTAR PUSTAKA

Andriani L, Rochana A, Yulianti AA, Mushawwir A, Indrayani N. 2014. Profil


Serum Glutamate Oxaloacetat Transaminase (SGOT) and Glutamate
Pyruvate Transaminase (SGPT) level of broiler that was given noni juice
(Morinda citrifolia) and palm sugar (Arenga piata). Lucrări Ştiinţifice-Seria
Zootehnie. 62:101-105
Andriani Y. 2008. Toksisitas fraksi aktif steroid ekstrak daun jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap aktivitas Serum Glutamat Oksalat
Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT)
pada tikus putih. Jurnal Gradien. 4(2):365-371
Bakhshi S. 2008. Women’s body image and the role of culture: a review of the
literature. Europe’s Journal of Psychology. 7(2):374-394.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.(ID). 2004. Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta
[BPOM]. Badan Pengawas Obat dan Makanan.(ID). 2010. Sediaan
Antikolesterol-Antihiperlipidemia. Acuan Sediaan herbal: Vol 5.
Darrusman LK, Rohaeti E, Sulistiyani. 2001. Kajian senyawa golongan flavonoid
asal tanaman bangle (Zingiber cassumunar Roxb.) sebagai senyawa peluruh
lemak melalui aktivitas lipase. Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka.
Majalah Kedokteran Indonesia. 7:205.
Ejaz A, Wu D, Kwan P, Meydani M. 2009. Curcumin inhibits adipogenesis in
3T3-L1 adiposcytes and angiogenesis and obesity in C57/BL mice. J. Nutr.
139(5): 919-925
Gad SC. 2007. Animal Models in Toxicology. Boca Raton (US): CRC Press.
Giknis MLA and Clifford CB. 2008. Clinical laboratory parameters for Crl:WI
(Han) Sprague Dawley rat. Charles River Laborato.
Goel A, Kunnumakkara AB, Aggarwal BB. 2008. Curcumin as "Curecumin":
from kitchen to clinic. Biochem Pharmacol. 75:787- 809.
Harahap H, Yekti W, dan Sri M. 2005. Penggunaan berbagai cut-off indeks massa
tubuh sebagai indikator obesitas terkait penyakit degeneratif di Indonesia.
Gizi Indon 31:1-12.
Hartono, Nurwati I, Ikasari F, Wiryanto. 2005. Pengaruh ekstrak rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) terhadap peningkatan kadar SGOT dan SGPT
tikus putih (Rattus norvegicus) akibat pemberian asetaminofen. Biofarma
3(2): 57-60.
Hidayat M, Soeng S, Prahastuti S, Hermanto PT, Andhika YK. 2014. Aktivitas
antioksidan dan antitrigliserida ekstrak tunggal kedelai, daun jati belanda
serta kombinasinya. Bionatura - Jurnal Ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411-
0903. 2(16): 89-94.
Kandaswami C, Middleton E. 1994. Free Radical Scavenging and Antioxidant
Activity of Plant Flavonoids. New York (US): Plenum Press.
Laurence and Bacharach. 1964. Evaluation of Drug Activities Pharmacometrics.
New York (US): Academic Press.
13

Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta


(ID): Pustaka Obor Populer.
Nasution AY, P Adi, PA Santosa. 2015. Pengaruh ekstrak propolis terhadap kadar
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase) pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Wistar dengan diet tinggi lemak. Majalah Kesehatan FKUB. 2(3):120-126.
Nelson Dl and Michael MC. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry 3th Ed.
New York (US): Worth Publisher.
Nishioka T, Hafkamp A, Havinga R, Verkade H.2003. Orlistat treatment increases
fecal bilirubin excretion and decreases plasma bilirubin concentrations in
hyperbilirubinemic Gunn rats. J Pediatr. 3: 327-334.
Purwaningsih EH. 2013. Jamu, obat tradisional asli indonesia pasang surut
pemanfaatannya di indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. eJKI. 1(2):85-89.
Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan.
Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). J
Indon Med Assoc. 63(3):112-116
Rini VS, Jumari, Munifatul I. 2014. Ethnobotanical Study on Traditional
Treatment for Women in The Surakarta Hadiningrat Royal Palace
Community. Biosaintifika. 6(2):85-93
Roche Laboratories. 2009. XENICAL - orlistat capsule. Nutley, NJ 07110–1199.
Rozqie R, Sukarlan MD dan Pratiwi W.R. 2014. The effect of jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk) leaves extract on histopatology of rat's kidney.
Trop Med Journ. 2:57-65.
Santoso AT. 2004. Efek pemberian ekstrak biji pinang (Areca catechu) dosis
toksik terhadap kadar SGOT dan SGPT pada tikus putih (Rattus norvegicus).
[skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga
Setiawan S. 2008. Identifikasi golongan flavonoid daun jati belanda berpotensi
antioksidan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Singh A, Rao AR. 1993. Moduatory effect of Areca nut on the action of mace
(Myristica fagrabds, Houtt) on the hepatic detoxfication system in mice.
Food Chem Toxicol. 31(7): 517-521.
Shao W, Yu Z, Chiang Y, Yang Y, Chai T, Foltz W. 2012. Curcumin prevents
high fat diet induced insulin resistance and obesity via attenuating
lipogenesis in liver and inflammatory pathway in adipocytes. Journal Plos
One. 7:1-13.
Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. Cambridge
(US): Elsevier Academic Press.
Wahyudi A. 2009. Metabolisme kolesterol hati: khasiat ramuan jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk) dalam mengatur konsentrasi kolesterol selular.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wikanta T, Prehati R, Rahayu L, Fajarningsih ND. 2010. Pengaruh pemberian
ekstrak etanol Turbinaria dercurrens terhadap perbaikan kerusakan hati
tikus putih. J Pascapanen dan Biotek Kelautan dan Perikanan. 5(1): 19-28.
14
15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Februari 1994 dari ayah


Sunarto dan ibu Suparmi. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 91 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri undangan dan diterima di Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Badan
Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun 2011/2012, anggota
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedoketran Hewan tahun 2012-2014,
anggota Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar FKH IPB tahun 2012-2015. Pada
bulan Agustus tahun 2014 penulis mengikuti pengabdian masyarakat di Provinsi
Riau dalam rangka pengendalian penyakit zoonosa terutama rabies.

Anda mungkin juga menyukai