Pada saat pemeriksaan luar dan dalam ditemukan sklera dan kulit ikterik, sedikit tanda perbendungan, kelenjar gondok yang membesar, pembesaran jantung, edema paru dan gambaran penampang hati yang tidak jelas.
Gagal Jantung pada Hipertiroid
Peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung pada hipertiroid mungkin merupakan konsekuensi dari peningkatan risiko aritmia atrium dan risiko gagal jantung pada penderita terutama pada usia lanjut. Fibrilasi atrium akibat tirotoksik berhubungan dengan peningkatan risiko emboli cerebral dan pulmonal. Hipertiroid autoimun sering dikaitkan dengan keterlibatan kardiovaskular autoimun, dengan demikian hipertensi arteri pulmonalis, penyakit katup jantung dan kardiomiopati autoimun dilaporkan pada pasien dengan penyakit Grave. Onset dari perubahan negatif pada kondisi pengisian jantung, kehilangan irama sinus atau penurunan kontraktilitas otot jantung dapat menurunkan efisiensi sistem kardiovaskularpada pasien hipertiroid dengan demukian mengakibatkan gagal jantung kongestif. Pasien dengan hipertiroidisme berat dapat mengalami gagal jantung curah-tinggi. Perkembangan gagal jantung curah-tinggi pada tirotoksikosis dapat diakibatkan oleh kardiomiopati yang dimediasi oleh takikardi. Pada pasien hipertiroid muda, kondisi ini tidak berhubungan dengan penyakit jantung yang telah ada sebelumnnya dan jantung secara intrinsik normal. Pada kenyataannya, gejala dan tanda gagal jantung terjadi pada keadaan peningkatan kardiak output dengan fungsi sistolik normal dan resistensi vaskular sistemik rendah, dimana volume darah meningkat karena aktivasi kronik dari RAS dan mengakibatkan kardiak preload meningkat. Walaupun resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah diastolik menurun pada pasien hipertiroid, rerata tekanan arteri pulmonalis biasanya mengingkat. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertiroidisme dan hipertensi pulmonal, dan pasien hipertiroid dapat mengalami gagal jantung ventrikel kanan. Pada beberapa laporan kasus, gagal jantung kanan terisolasi, overload volume ventrikel kanan yang berat dan regurgitasi trikuspid diakibatkan oleh hipertiroidisme.
Kelainan Hati pada Penyakit Tiroid
Hipotiroidisme Hipotiroidisme dapat menyerupai penyakit hati (penyakit pseudoliver), misalnya terdapat mialgia, lemas dan kram otot akibat peningkatan aminotransferase aspartat dari miopati, koma yang berhubungan dengan hiperamonemia pada koma miksedema, dan asites miksedema. Asites miksedema umumnya asites yang berisi eksudat berprotein tinggi, telah banyak diinterpretasikan sebagai defek hati intrinsik atau fenomena yang menyerupai penyakit hati. Telah dikatakan bahwa asites merupakan konsekuensi dari gagal jantung kanan kongestif, mengakibatkan adanya kerusakan jaringan hati sentral. Temuan biopsi hati pada fibrosis kongestif sentral pada beberapa pasien akan medukung hal ini. Walaupun demikian, penelitian lain melaporkan adanya tekanan jantung kanan yang normal dan menyatakan hipotiroidisme menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel vaskular yang mengakibatkan asites dan efusi serius seluruh tubuh. Ada juga bukti yang menunjukkan hipotiroidisme dapat mempengaruhi struktur atau fungsi hati. Hipotiroidisme berhubungan dengan dengan jaundice kolestasis yang berkaitan dengan penurunan bilirubin dan ekskresi empedu. Pada percobaan hipotiroidisme, aktivitas bilirubin UDP- glucuronyltranferase menurun, mengakibatkan penurunan ekskresi bilirubin. Penurunan ekskresi empedu dapat merupakan akibat dari peningkatan rasio fosfolipid-kolesterol membran dan mengurangi fluiditas membran, yang mengakibatkan jumlah transporter dan enzim membran kanalikular, termasuk Naq, Kq-ATPase. Trias dari penurunan eksresi bilirubin, hiperkolesterolemia dan hipotonus kantong empedu terlihat pada hipotiroidisme dan meningkatkan insiden batu empedu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelainan hepatik yang berhubungan dengan hipotiroidisme reversibel dengan pemberian tiroksin selama beberapa minggu, dengan atau tanpa kerusakan hati residual. Hipertiroidisme Manifestasi klinis hipertiroidisme beragam, melibatkan hampir semua sistem pada tubuh. Kerusakan hati yang diakibatkan oleh tirotoksikosis sering terjadi, dan dapat dibagi menjadi tipe hepatik atau kolestatik.
Kerusakan akibat hepatitis
Peningkatan aminotransferase aspartat (AST) dan aminotransferase alanin (ALT) dilaporkan pada 27% dan 37% pasien, walaupun sebagian besar pasien tersebut tidak menunjukkan gejala ataupun manifestasi biokimia lain dari kerusakan hati. Mekanisme kerusakan yang muncul adalah hipoksia relatif pada regio perivenular, karena peningkatan kebutuhan oksigen hati tanpa aliran darah hepatik yang mencukupi. Pada kasus yang ringan, histologi hati menunjukkan perubahan non-spesifik yang mana pada mikroskop cahaya berisi infiltrat inflamasi lobular yang ringan, infiltrat berisi PMN, eosinofil dan limfosit, berhubungan dengan perubahan inti dan hiperplasia sel Kupffer. Mikroskop elektron mungkin menunjukkan hiperplasia dari retikulum endoplasma halus, kekurangan glikogen sitoplasma dan peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria, yang mana dapat berisi lebih banyak krista. Sebagian kecil pasien memiliki kerusakan hati progresif, yang mana secara histologi tampak sebagai nekrosis centrizonal dan fibrosis perivenular, yang mempengaruhi area yang mana terdapat hipoksia. Keparahan nekrosis centrizonal dapat dinilai dengan menggunakan level isositrat dehidrogenase pada plasma, memberi tingkatan kerusakan hati. Manifestasi klinis kerusakan tipe ini biasanya hepatitis self-limiting, walaupun demikian, beberapa laporan kasus pasien tirotoksikosis menunjukkan kegagalan hepatik berat. Timbulnya manifestasi klinis umumnya diakibatkan oleh gagal jantung, sering menimbulkan aritmia.
Kerusakan akibat kolestatik
Peningkatan alkalin fosfatase dalam serum tampak pada 64% pasien dengan tirotoksikosis. Walaupun demikian, hal ini tidak spesifik untuk hati, juga dapat dihasilkan oleh tulang dan/atau hati. Lebih penting melihat peningkatan c-glutamyl transpeptidase (17%) dan bilirubin (5%) sebagai indikator kolestasis. Pada pasien dengan kerusakan kolestatik, tampilan histologisnya sama dengan perubahan non spesifik kerusakan hepatik. Meskipun demikian, sebagai tambahan terdapat tampilan kolestasis intrahepatositik centrilobular. Jaundice tidak umum terjadi tetapi ketika muncul, komplikasi tirotoksikosis (gagal jantung atau sepsis) atau penyakit hati intrinsik perlu disingkirkan. Sulit untuk menetapkan ciri yang mana yang tampak pada kerusakan hati tirotoksik yang hanya merupakan akibat dari status jaringan tiroid dan yang mana yang merupakan akibat dari kombinasi dengan komplikasi seperti gagal jantung, malnutrisi dan sepsis. Laporan terbaru menyatakan pasien menunjukkan spektrum dari perubahan patologis dari nekrosis fokal dengan perubahan lipid ke arah sirosis dapat berhubungan dengan hipertiroid yang tidak diterapi. Jarang, hepatitis persisten terjadi dengan tampilan klinis, biokimia (peningkatan bilirubin, AST dan ALT) dan histologis hepatoselular. Sebagian kecil pasien menunjukkan kegagalan hati yang berat dan tampilan asidosis berat atau kombinasi dari ensefalopati grade II/IV, gagal ginjal dan koagulopati, dapat juga membutuhkan transplantasi hati ortotopik.