Etiologi
Terdapat beberapa etiologi yang dikaitkan dengan perkembangan kardiomegali, yang
mana mengakibatkan kardiomiopati dilatasi atau hipertrofi. Etiologi ini tercantum di bawah
ini.[1] [2] [3]
● Penyakit arteri koroner, termasuk infark dan iskemia miokard (penyebab paling umum)
● Penyakit jantung hipertensi
● Penyakit jantung katup, termasuk stenosis atau regurgitasi katup aorta, mitral, paru atau
trikuspid dan endokarditis bakteri sub-akut
● Kelainan jantung bawaan termasuk defek septum atrium, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten, tetralogi of Fallot, anomali Ebstein, dan koarktasio aorta
● Penyakit paru seperti hipertensi pulmonal primer, PPOK, apnea tidur obstruktif, dan
emboli paru yang mengarah pada kondisi cor-pulmonale
● Infectious myocarditis sekunder terhadap infeksi virus (paling sering), HIV, penyakit
Chagas
● Infiltratif/deposisi, seperti amiloidosis, sarkoidosis, hipotiroidisme, akromegali, dan
hemokromatosis
● Kardiomiopati akibat toksin termasuk alkohol, kokain, agen kemoterapi seperti
doksorubisin, siklofosfamid, trastuzumab, dan radiasi
● Kardiomiopati autoimun, termasuk miokardium eosinofilik, giant cell miokarditis
idiopatik, dan penyakit vaskular kolagen
● Aritmia termasuk fibrilasi atrium dan flutter yang menyebabkan kardiomiopati yang
diinduksi takikardia, kardiomiopati ventrikel kanan aritmogenik (ARVC) dengan
penggantian fibro-lemak dari RV
● Penyakit sistemik yang mengarah padakeadaan high output termasuk anemia,
hipertiroidisme , defisiensi vitamin B1 (“Beriberi”), AV fistula
● Kondisi fisiologis termasuk kardiomiopati stres, kardiomegali akibat olahraga atau
jantung “atletik”, dan kehamilan
● Kardiomiopati familial, kardiomiopati obstruktif hipertrofik (HOCM)
● Kardiomiopati idiopatik
Patofisiologi
Perkembangan remodeling jantung dan hipertrofi adalah suatu hal kompleks, yang
disebabkan oleh komponen genetik dan non-genetik. Perubahan patofisiologi paling kritis
yang menyebabkan kardiomegali termasuk hipertrofi dilatasi, fibrosis, dan malfungsi
kontraktil. Disfungsi kontraktil dan remodeling miokard abnormal dapat menyebabkan
kardiomiopati hipertrofik atau kardiomiopati dilatasi. Peregangan mekanis, neurohormon
yang bersirkulasi, dan stres oksidatif merupakan rangsangan yang signifikan untuk transduksi
sinyal sitokin inflamasi dan MAP kinase di kardiomiosit. Transduksi sinyal menyebabkan
perubahan protein struktural dan protein yang mengatur eksitasi-kontraksi. Mutasi
kardiomiopati dilatasi menghasilkan penurunan kekuatan kontraksi sarkomer dan penurunan
kandungan sarkomer. Mutasi kardiomiopati hipertrofik menghasilkan fenotipe molekuler dari
kontraktilitas hiperdinamik, relaksasi yang buruk, dan peningkatan konsumsi energi.[5] [6]
Evaluasi
Diagnosis kardiomegali terutama dibuat melalui teknik pencitraan yang memberikan
penilaian ukuran dan fungsi jantung. Pemeriksaan diagnostik meliputi salah satu dari berikut
ini:
● Rontgen dada dengan siluet jantung yang membesar dan rasio kardiotoraks lebih dari
50% yang menunjukkan kardiomegali. Penggambaran lebih lanjut dari pembesaran
ruang tertentu juga dimungkinkan. Pembesaran RV menghasilkan deviasi ke atas dari
margin apikal kiri, sementara pembesaran LV menyebabkan perpindahan ke kiri dari
batas jantung kiri. Pembesaran RA menyebabkan peningkatan konveksitas batas
jantung kanan. Pembesaran LA dan perpanjangannya ke kanan mengarah pada
“double density” sign. Selain itu, adanya sefalisasi pembuluh darah paru, Kerley B-
lines, edema paru, dan efusi pleura terdapat pada gagal jantung
● Ekokardiogram transtoraks dapat digunakan untuk menilai LV, RV dan ukuran atrium
serta fungsi sistolik/diastolik. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan penilaian
struktur dan fungsi katup serta perubahan gerakan dinding yang menunjukkan iskemia
● MRI Jantung adalah modalitas diagnostik yang muncul untuk evaluasi akurat massa,
ukuran, serta fungsi LV dan RV. Pemeriksaan ini juga dapat mengkarakterisasi
penyebab iskemik dan non-iskemik seperti miokarditis.
● Elektrokardiogram (EKG) dapat menjelaskan adanya perubahan non-spesifik
termasuk hipertrofi LV/RV, QRS tegangan rendah pada kasus fibrosis/kardiomiopati
dilatasi, kelainan konduksi, aritmia, PVC, perubahan gelombang ST-T dan
gelombang Q sugestif MI sebelumnya.
● Kadar serum peptida natriuretik otak (pro-BNP), troponin I dan T, fungsi ginjal, dan
tes fungsi hati berguna dalam pengaturan gagal jantung
● Tes stres dan/atau angiogram koroner untuk mengevaluasi penyakit arteri koroner
● Seringkali etiologi kardiomegali tidak jelas meskipun bekerja standar. Dalam kasus
tersebut, pengujian tambahan dapat dilakukan untuk menentukan etiologi yang
mendasari
Pengobatan / Penatalaksanaan
Pengobatan kardiomegali ringan beragatung pada pengobatan kondisi yang
mendasarinya. Pada kardiomegali sedang sampai berat yang berhubungan dengan gagal
jantung, pedoman pengobatan standar gagal jantung juga berlaku.
● Pasien yang berisiko kardiomiopati mendapat manfaat dari modifikasi faktor risiko
seperti berhenti merokok, membatasi asupan alkohol, penurunan berat badan, olahraga,
dan mengonsumsi makanan sehat. Rekomendasi termasuk mengobati faktor risiko yang
mendasari seperti hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Kondisi mendasar lainnya,
termasuk apnea tidur obstruktif, aritmia, anemia, dan gangguan tiroid juga memerlukan
perawatan.
● Pasien dengan kardiomiopati awitan dini yang asimtomatik ditangani dengan
memodifikasi faktor risiko serta memberikan ACE inhibitor atau ARB (jika tidak toleran
terhadap ACE) dan beta blocker jika terdapat riwayat MI atau penurunan fraksi ejeksi
(EF).
● Pasien dengan kardiomiopati dan gejala gagal jantung juga dapat ditangani dengan
pemberian diuretik dan melakukan restriksi garam. Semua pasien tersebut harus
menerima ACE inhibitor atau ARB (jika tidak toleran terhadap ACE) dan beta blocker
jika telah terjadi penurunan EF. ARNI (ARB plus neprilysin inhibitor) kadang-kadang
digunakan sebagai pengganti ACE/ARB untuk mengurangi rawat inap pada gagal
jantung dan kematian. Untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat dan penurunan
EF, penambahan antagonis aldosteron lebih lanjut mengurangi angka kematian.
Kombinasi hidralazin/nitrat bila ditambahkan ke ACE inhibitor, beta blocker, dan
diuretik dapat meningkatkan lyaran klinis pada pasien ras kulit hitam. Digoxin
ditambahkan pada beberapa pasien untuk mengurangi tingkat rawat inap dengan gagal
jantung. Namun, pengobatan itu tidak mempengaruhi luaran. Sebuah ICD (defibrillator
cardioverter implan) dapat ditempatkan pada pasien dengan EF 35% atau kurang untuk
mengurangi kematian akibat kematian jantung mendadak. CRT (cardiac
resynchronization) dilakukan dengan atau tanpa ICD pada pasien dengan EF 35% atau
kurang dan gejala sedang hingga berat dengan bukti blok cabang berkas kiri
● Pasien dengan gagal jantung refrakter harus menerima manajemen medis yang optimal.
Juga, pasien yang memenuhi syarat dapat dipertimbangkan untuk transplantasi jantung
dan terapi jembatan seperti perangkat bantuan ventrikel [8]
Pertimbangan khusus, tidak ada agen farmakologis yang menunjukkan manfaat pada
HFpEF, dan pengobatan utama adalah mengendalikan kondisi yang mendasari seperti
hipertensi, denyut jantung pada pasien dengan fibrilasi atrium, iskemia dengan pengobatan
dan/atau intervensi koroner, dan diuretik untuk kelebihan cairan. Pasien dengan HOCM
(kardiomiopati obstruktif hipertrofik) yang asimtomatik dapat dipantau dengan aman. Pasien
yang memiliki gejala gagal jantung dan obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, mereka dapat
memperoleh manfaat dari inotropik negatif seperti beta blocker, calcium channel blocker atau
dipyridamole. Vasodilator dan diuretik harus dihindari pada pasien tersebut.
Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis kardiomegali mencakup kelainan yang dapat menyebabkan
pembesaran siluet kardiomediastinal pada rontgen dada frontal (atau posteroanterior). Ini
termasuk:
● Efusi perikardial
● Massa mediastinum anterior
● Bantalan lemak epikardial yang menonjol
● Pelebaran mediastinum sekunder akibat kondisi patologi pulmonal/aorta
Prognosis
Terlepas dari munculnya terapi baru, mortalitas tetap tinggi pada pasien dengan gagal
jantung simtomatik. Secara kasar, kematian 1 tahun adalah 30% sedangkan kematian 5 tahun
adalah 50%. Tingkat keparahan gejala, usia lanjut, dan rawat inap HF merupakan prediktor
signifikan kematian pada HF.[9]