KELOMPOK 13 :
TINGKAT : 2A
1
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
I. PENGERTIAN KORUPSI..............................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
D. KESIMPULAN.............................................................................................................15
E. SARAN.........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. karena hanya dengan
segala rahmat nya akhirnya kami bisa menyusun makalah dengan judul Korupsi sejak dahulu
sampai sekarang.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang di
berikan oleh bapak Saprianto, S.KM, M. Kes selaku dosen pada bidang mata kuliah
pendidikan budaya anti korupsi selain itu ,makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Saprianto, S.KM, M. Kes yang telah
memberikan tugas ini sehingga kami mendapatkan banyak tambahan pengetahuan dan
wawasan dalam materi makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
membutuhkan perbaikan sehingga kami sangat mengharapkan masukan serta kritikan dan
saran dari para pembaca.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai pasca reformasi
dihadapkan pada persoalan korupsi yang telah mengakar dan membudaya. Bahkan kalangan
para pejabat publik menganggap korupsi sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar. Ibarat
candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi yang apabila tidak dilakukan akan membuat
stress para penikmatnya.
Korupsi berawal dari proses pembiasaan, yang akhirnya menjadi kebiasaan dan
berujung pada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat negara.
Itulah sebabnya, masyarakat begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakkan hukum
dalam menumpas koruptor di Indonesia.
Keadaan yang demikian suka atau tidak suka akan menggoyahkan demokrasi sebagai
sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melumpuhkan nilai-nilai keadilan dan
kepastian hukum serta semakin jauh dari tujuan tercapainya masyarakat yang sejahtera dan
penegakan hukum.Dengan melihat latar belakang timbulnya korupsi, salah satu faktor yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas korupsi di beberapa negara disebabkan terjadinya
perubahan politik yang sistematik, sehingga tidak saja memperlemah atau menghancurkan
lembaga sosial politik, tetapi juga lembaga-lembaga hukum.
Keadaan yang demikian suka atau tidak suka akan menggoyahkan demokrasi sebagai
sendi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melumpuhkan nilai-nilai keadilan dan
kepastian hukum serta semakin jauh dari tujuan tercapainya masyarakat yang sejahtera.
Dengan melihat latar belakang timbulnya korupsi, salah satu faktor yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas korupsi di beberapa negara disebabkan terjadinya perubahan politik
yang sistematik, sehingga tidak saja memperlemah atau menghancurkan lembaga sosial
politik, tetapi juga lembaga-lembaga hukum.
4
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
5
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN KORUPSI
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki
arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.Kata
corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa Belanda
menjadi corruptie.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu
“korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi
World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.Pengertian korupsi
juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan
perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk
memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut pengertian
ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan
jabatan.
6
II. KORUPSI SEJAK DAHULU SAMPAI SEKARANG
Perbincangan mengenai korupsi dari dulu hingga saat ini masih saja hangat
dibicarakan orang. Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih
belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat penyakit,
sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum
bisa ditemukan.
Tulisan ini mencoba untuk menelusuri perjalanan para pemimpin negara ini dalam upayanya
memberantas korupsi, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru hingga 'Orde Reformasi'.
Pada era ini, di bawah kepemimpinan Sukarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan
Pemberantasan Korupsi, namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati
menjalankannya. Adapun perangkat hukum yang digunakan adalah Undang-undang Keadaan
Bahaya dengan produknya yang diberi nama Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara).
Badan ini dipimpin oleh AH Nasution dan dibantu oleh 2 orang anggota yakni Prof M Yamin
dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi
formulir yang disediakan -- istilah sekarang mungkin daftar kekayaan pejabat negara. Dalam
perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi
keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran akan
tetapi langsung kepada presiden.
Lembaga ini di kemudian hari dikenal dengan istilah Operasi Budhi di mana sasarannya
adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap
7
rawan praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan.
Misalnya, untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada
Presiden untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak
diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan.
Tahun 1970, terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti
komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan
TPK. Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan
banyak disorot masyarakat karena diangap sebagai sarang korupsi dan ''pat gulipat''.
Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya
ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A
Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah membersihkan antara lain Departemen
Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Namun komite ini hanya ''macan ompong'' karena hasil temuannya tentang dugaan
korupsi di Pertamni tak direspon pemerintah. Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai
Pangkopkamtib dibentuklah Opstib (Operasi Tertib) dengan tugas antara lain juga
memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat.
Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup
tajam antara Laksamana Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode
atau cara, di mana Nasution menganggap bahwa apabila ingin berhasil dalam memberantas
korupsi, maka harus dimulai dari atas. Di samping itu, Nasution juga menyarankan kepada
Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, Opstib
pun hilang ditiup angin tanpa menimbulkan bekas sama sekali.
8
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat
diselamatkan sebanyak kurang lebih Rp 11 miliar, suatu jumlah yang cukup banyak untuk
ukuran pada saat itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi
Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam pertemuan di Bobor, prestise Presiden harus
ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain.
c) Era reformasi :
Bung Hatta pernah mengkonstatir bahwa di era pemerintahan Orde Baru (baca
Soeharto), korupsi di Indonesia sudah sampai pada tahap membudaya. Pernyataan tersebut
meski memperoleh tanggapan beragam dalam masyarakat, tetapi kebenarannya tidak
terbantahkan.
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan
dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk
memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya
pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak
bisa menunjukkan kepemimpinan yang bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di
tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigana
masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi.
9
Kita mungkin masih ingat pertemuan Gus Dur dengan Tommy Soeharto di Hotel
Borobudur, padahal Tommy saat itu sedang tersangkut kasus korupsi tukar guling Goro dan
penembakan Hakim Agung Syafiudin. Kemudian konglomerat Sofyan Wanandi melalui
Jaksa Agung Marzuki Usman diberinya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate.
Gus Dur lengser, Mega pun menggantikannya melalui apa yang disebut sebagai kompromi
politik. Laksamana Sukardi ditempatkan sebagai Menneg BUMN yang dalam pola pikirnya
hanya bagaimana cara menjual aset negara untuk meraih uang. Di masa pemerintahan
Megawati pula kita melihat dengan kasat mata wibawa hukum semakin merosot, di mana
yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Lihat saja betapa mudahnya konglomerat
bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar negeri.
Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The
Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian
fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elite
pemerintah sebenarnya tidak serius dalam upaya memberantas korupsi. Masyarakat menilai
bahwa pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang nota bene
memberi andil bagi kebangkrutan perekonomian nasional.
Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa. Pelajaran yang bisa ditarik
dari tulisan ini adalah, ternyata upaya untuk memberantas korupsi tidak semudah
membalikkan tangan. Korupsi bukan hanya menghambat proses pembangunan negara ke arah
yang lebih baik, yaitu peningkatan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan rakyat.
10
III. BERDIRINYA LEMBAGA PENEGAK HUKUM, PEMBERANTASAN DAN
PENCEGAHAN KORUPSI
Ada sejumlah lembaga yang memiliki peran dalam pencegahan dan penangulangan
korupsi, antara lain: Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan korupsi dan Pengadilan.
a) Kepolisian
b) Kejaksaan
Persepsi publik terhadap kejaksaan dan kepolisian dan atau lembaga pemerintah
dipandang belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam penanganan kasus-kasus korupsi
sehingga masyarakat telah kehilangan kepercayaan (Josing trast). Selain itu, korupsi terbukti
telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan
nasional. Untuk itu, diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui
pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya
11
dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan (Santoso P.,
2011).
12
d. membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan
kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada
KPK.
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
atau penyelenggara negara
b. endapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
13
awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
1. negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di
luar negeri.
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani.
14
BAB III
PENUTUP
D. KESIMPULAN
Dengan demikian dari penyelesaian tugas makalah ini dapat disimpulkan bahwa Tindak
pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan memberikan dampak bagi rakyat.
Rakyat harus menanggung akibat dari tindak pidana korupsi. Pemiskinan koruptor dianggap
sebagai terobosan baru dalam menindak kasus tindak pidana korupsi.
Konsep pemiskinan koruptor dapat dijalankan dengan perampasan aset hasil tindak
pidana korupsi dan penggantian kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana
korupsi.konsep pemiskinan koruptor ini dinilai mampu memberikan efek jera sekaligus
sebagai bentuk mengurangi tindak pidana korupsi.
E. SARAN
Pemiskinan koruptor memang mendapat sambutan positif dari banyak kalangan. Namun
perlu dipertimbangkan lagi mengenai pelaksanaannya. Saran yang dapat penulis
sumbangkan, yaitu:
15
DAFTAR PUSTAKA
Adwirman. dkk. 2014. Pendidikan dan budaya anti korupsi. Jakarta selatan : Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
16