Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MEMAHAMI SISTEM KESENIAN DI CIREBON I

(Wayang Kulit, Wayang golek Cepak, Wayang Wong, Lukisan


Kaca)

tugas mata kuliah Cirebon Studies dosen


pengampu: Hero Prayogo, M.Pd

KHOIRUN NUHA
2281131005
A21

https://youtu.be/bRfDKlbu-So?si=vRx8tgRAQuKZSExb

PJJ Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan


Keguruan UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SIBER SYEKH NUR JATI
CIREBON (UINSSC)

2023

1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Cirebon adalah salah satu kota di Jawa Barat yang letaknya di sebelah
ujung paling timur. Cirebon sendiri memiliki kebudayaan yang khas dan
sedikit berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di
wilayah Jawa Barat pada umumnya. Perbedaan tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh perpaduan kebudayaan Jawa Barat yang merupakan
budaya Sunda dan Jawa Tengah yang merupakan budaya Jawa sehingga
melahirkan suatu kebudayaan sendiri yakni kebudayaan khas Cirebon.
Kesenian adalah bagian dari budaya serta merupakan sarana untuk
mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain
mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga
mempunyai fungsi lain, misalnya sebagai pemelihara dan melestarikan
keberagamanan yang ada di sebuah daerah. Kesenian merupakan salah
satu unsur kebudayaan, yang merupakan kegiatan dimana dilakukan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan, baik dalam sistem kepercayaan,
sistem sosial, maupun sebagai sarana hiburan.
Kesenian bagi masyarakat Cirebon menduduki peranan yang penting.
Persepsi tentang kesenian dibangun dari sistem pengetahuan bahwa
kesenian itu tidak hanya sebagai tontonan akan tetapi juga tuntunan, jadi
kesenian itu tontontan-tuntunan. Tontonan dalam konteks ini adalah
sesuatu yang layak ditonton, dinikmati karena akan memberikan
kenikmatan, kesenangan dan kepuasan batin. Di samping itu sebuah
bentuk tontonan juga menyimpan tuntunan atau nilai-nilai yang akan
menuntun ke arah yang lebih baik melalui ajaran, wejangan, atau pituduh
tentang hal-hal yang baik. Oleh karena itu makna kesenian bagi
masyarakat Cirebon tidaklah cukup hanya berurusan dengan keindahan
yang akan memberikan kenikmatan dan kepuasan batin, akan tetapi juga
harus mengandung nilai-nilai ajaran hidup yang bernilai luhur.
Cirebon memiliki kekayaan seni dan budaya yang memikat, terutama
dalam bentuk kesenian tradisional. Seni tradisional Cirebon seperti
Wayang Kulit, Wayang Golek Cepak, Wayang Wong, dan Lukisan Kaca
tetap eksis, mencerminkan kekayaan kultural yang perlu dipelajari dan

2
dipahami lebih dalam. Memahami sistem kesenian di Cirebon, dengan
fokus pada seni tradisional yang telah menjadi bagian integral dari
identitas budaya masyarakat setempat. Wayang Kulit, Wayang Golek
Cepak, Wayang Wong, dan Lukisan Kaca merupakan bentuk seni yang
tidak hanya mengandung nilai estetika tinggi, tetapi juga mencerminkan
sejarah, kepercayaan, dan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi
ke generasi.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dan akar kultural Wayangkulit, wayang Golek Cepak,
Wayang Wong, dan Lukisan Kaca?

C. Tujuan Penulisan
Memahami sejarah dan akar kultur Wayang Kulit, Wayang Golek Cepak,
Wayang Wong, dan Lukisan Kaca.

3
PEMBAHASAN A. Wayang Kulit

1. Asal-usul dan sejarah Wayang Kulit Cirebon.


Para budayawan cirebon sepakat bahwa eksistensi wayang
kulit cirebon bermula dari kedatangan Sunan Kalijaga yang
merupakan salah satu dari sembilan wali atau biasa disebut Wali Sanga
dalam bahasa Cirebon di mana Sunan Gunung Jati atau Sunan Jati
sebagai ketuanya. Datangnya Sunan Kalijaga ke wilayah Cirebon
bertujuan untuk menyebarkan dakwah islam dan media yang
digunakan oleh Sunan Kalijaga pada waktu itu di antaranya adalah
Wayang Kulit. Dalam budaya Cirebon terutama dalam budaya
pedalangannya, Sunan Kalijaga dipercaya pada waktu itu disebut
sebagai Ki Sunan Dalang Panggung, tetapi dalam versi yang lain Ki
Sunan Dalang Panggung ini dipercaya sebagai Syekh Siti Jenar dan
bukannya Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga ini pula yang
memperkenalkan Suluk atau Syair 'Malang Sumirang yang merupakan
suluk khas Cirebon.

Penciptaan Sembilan tokoh Punakawan dalam pewayangan


kulit Cirebon adalah sebuah kreativitas budaya yang jenial oleh para
Wali. Produk kultural yang sejalan dengan digunakannya wayang kulit
sebagai media dakwah Islamiyah. Rekavisual tokoh Punakawan juga
diikuti dengan cerita dan interpretasi pemaknaan yang membingkai
tokoh-tokoh tersebut.

B. Wayang Golek Cepak


Wayang Cepak atau wayang papak merupakan jenis kesenian wayang
yang berkembang di wilayah Cirebon dan sekitarnya, bentuk wayang
Cepak hampir mirip dengan wayang Golek Purwa Sunda namun memiliki
bentuk mahkota kepala (bahasa
Cirebon: sirah-sirahan) yang rata (bahasa Cirebon: cepak), dari bentuk
mahkota kepala itulah wayang ini mendapatkan namanya. Kesenian
wayang Cepak ini berkembang di sekitar pantai utara pulau Jawa dari
4
Cirebon hingga Pekalongan.[2] Cerita-cerita yang dipentaskan biasanya
terpusat pada tiga hal, pertama, cerita-cerita muslim dari Arab karangan
Amir Hamzah, kedua, cerita-cerita dari masa kerajaan Hindu, seperti
cerita Panji yang merupakan seorang pangeran dari sekitar tahun 1045 -
1222 dan yang ketiga adalah cerita-cerita lokal yang biasanya bersumber
dari babad.
Ukiran Wayang Golek Cepak Cirebon lebih bersih dibandingkan
dengan Wayang Golek Purwa dari Sunda, dan Wayang Golek Cepak
lebih hidup daripada Wayang Golek Jawa Tengah. Aspek lain yang
membuatnya tertarik dalam pertunjukan wayang cepak adalah
keberhasilan wayang yang diikuti oleh gamelan Cirebon, dan
tokohtokoh dalam cerita yang digambarkan tidak berasal dari legenda
seperti Hindu Mahabarata dan Ramayana, melainkan dari babad, cerita
dan legenda Walisongo.

C. Wayang Wong
Jenis kesenian wayang yang juga pernah tumbuh dan berkembang di
Cirebon adalah kesenian Wayang Wong. Jenis kesenian ini disebutkan
lahir dari kreativitas seniman atas kejenuhan pertunjukan wayang,
sehingga pada tahun 1931 muncullah kreativitas Wayang Wong (Tim
Pendataan Kesenian Daerah Cirebon, 2001). Wayang Wong
sepenuhnya mengambil lakon dari babon Ramayana dan Mahabarata.
Oleh karena itu seluruh atribut dari tokoh dalam Wayang Wong
disesuaikan dengan atribut tokoh pewayangan dengan wajah yang
berbentuk topeng/kedok Wayang Wong.

Perbedaan yang mencolok dalam Wayang Wong Cirebon dengan


Wayang Wong dari Jawa Tengah adalah terletak pada peran
dalangnya. Dalang Wayang Wong bermain di belakang panggung
memberikan suluk, antawacana, dan ucapan tokoh wayang Wong.
Pemeran salah satu tokoh dalam Wayang Wong Cirebon tidak
melakukan omongan, melainkan hanya memerankan gerak.

5
D. Lukisan Kaca
Lukisan kaca adalah hasil karya seni lukis yang dibuat pada media
permukaan kaca. Sekilas pengertian lukisan kaca tersebut terdengar
sederhana dan tidak terlalu berbeda dengan lukisan biasanya. Tapi perlu
diingat bahwa ketika seni lukis kaca awalnya berkembang tanpa adanya
bahan cat yang dapat menempel dengan baik, seperti halnya cat minyak
sekarang.

1. Asal-usul Seni Lukis Kaca


Seni lukis kaca yang ada di Kabupaten Cirebon, diperkirakan mulai
ada sekitar abad ke-18, ketika Sultan membuat lambing kebesaran
keraton Cirebon. Lambing itu berbentuk Harimau (macan) yang
dilukis bertuliskan huruf Arab (kaligrafi) di atas selembar kaca bening.
Lambing keraton Cirebon itu dikenal dengan sebutan “Macan Ali”.
Keindahan lukisan pada kaca tersebut membuat seniman Cirebon
lainnya mengembangkan di luar keraton pada kira-kira abad ke-19.
Pada awalnya seni lukis kaca di luar keraton Cirebon terdapat pada
sandaran kursi dan kaca-kaca jendela/pintu kemudian berkembang
pada obyek lukisan yang bernafaskan Islam, seperti Ka’bah, masjid,
dan buroq. Bahkan lukisan semacam itu oleh masyarakat pedesaan
disebut figura (lukisan berbingkai).

2. Teknik dan gaya Lukisan Kaca Cirebon.


Lukisan Kaca Cirebonan merupakan seni lukis dengan
mempergunakan media kaca. Teknik melukisnya dilakukan dengan
cara terbalik atau melukis dibagian belakang. Hasil lukisannya biasa
dilihat dari bagian depan. Lukisan Kaca Cirebonan memiliki keunikan
dalam penggarapannya. Melukis di bagian belakang sangat
membutuhkan ketelitian, keterampilan dan kesabaran. Seorang
Pelukis Kaca harus mampu menghindarkan diri dari kesalahan ketika
melakukan pengecatan. Pewarnaannya menganut Gelap ke Terang dan

6
Terang ke Gelap. Demikian pula, ketelitian dalam menggoreskan kwas
perlu dimiliki, agar tidak menabrak kontour (garis gambar), ketelitian
dalam mencampur/mengoplos warna dan ketelitian dalam
menentukan ragam hias.

Walaupun pernah sangat populer di Jawa, seni lukis kaca saat ini
hanya bertahan di sebagian wilayah saja. Salah satu daerah itu adalah
di Cirebon. Ikatan budaya dan nilai agama yang kuat ini membuat seni
lukis kaca masih menjadi salah satu budaya khas Cirebon. Bahkan
hingga saat ini hasil kerajinan ini dianggap sebagai salah satu
cinderamata khas Cirebon.
Berbeda dengan lukisan lainnya, seni lukis kaca Cirebon
menggunakan teknik melukis terbalik. Sekilas mungkin terdengar
sepele, tapi sebenarnya melukis terbalik tidak semudah yang
dipikirkan banyak orang. Salah satu tantangannya adalah pengelihatan
manusia sebenarnya tidak selalu simetris. Saat bagian kanan dan kiri
sebuah lukisan dibalik, belum tentu hasilnya akan sama dengan
sebelumnya.
Tingkat kesulitan pembuatannya akan bertambah mengingat
lukisan kaca harus jadi dalam sekali toreh. Hasil lukisan tidak bisa
diperbaiki, jika ada kesalahan maka lukisan harus dibuat ulang dari
awal. Hal inilah yang membuat harga kaca hias lukis cukup tinggi.
Selain teknik penggarapan, di era modern ini penggunaan berbagai
bahan dan alat juga bisa menjadi keunikan seni lukis kaca. Pelukis kaca
Indonesia sudah mulai bereksperimen dengan menggunakan
macammacam bahan yang sebelumnya tidak terpikirkan. Misalnya
menggunakan glitter untuk melukiskan kemilau perhiasan, cat
outliner 3D untuk memberi efek timbul yang tegas pada lukisan dewa
dewi.

3. Tema-tema yang umumnya diangkat dalam Lukisan Kaca

7
Tema dalam lukisan kaca sebagian besar berupa figur wayang dan
kaligrafi, selain itu terdapat pula tema dengan gambar mesjid, buroq,
dan pemandangan. Tokoh-tokoh Panakawan juga bisa ditemukan
dalam lukisan kaca. Panakawan menggambarkan kehidupan rakyat
yang sederhana, jujur, jenaka, dan bijaksana. Tokoh wayang ini berasal
dari kebudayaan Jawa asli dan tidak ditemukan di dalam Mahabarata.

a. Lukisan Kaca Cirebon, Macan Ali


Macan Ali merupakan salah satu tema khas dalam lukisan
kaca Cirebon dan sudah dikenal lama oleh masyarakat tradisional
Cirebon. Pada awalnya Macan Ali dikenal sebagai harimau mistis
yang dimiliki oleh Kerajaan Pajajaran pada masa Hindu yang
kemudian diadaptasi oleh Kesultanan Cirebon yang beragama
Islam. Bentuk Macan Ali ini pun mengikuti aturan Islam pada masa
itu yang mengubah bentuk makhluk hidup dengan susunan
kaligrafi Arab. Tubuh Macan Ali dibentuk dengan kaligrafi Arab
yang diduga berbunyi Laa ilaaha illallaah.

b. Lukisan Kaca Cirebon, Semar


Lukisan kaca Cirebon dengan tema Semar mengangkat tema
moralitas yang dibawa melalui bentuk wayang serta bentuk Semar
yang bagaikan kantong mampu membawa banyaknya komponen
kaligrafi. Hal ini menunjukkan sebagai salah satu bentuk pemujaan
dan mendorong manusia untuk mengikuti moral etika dan
ajaranNya.

8
BAB III KESIMPULAN

Wayang Kulit Cirebon memiliki akar sejarah yang erat kaitannya


dengan penyebaran Islam di wilayah Cirebon oleh Wali Sanga, terutama
Sunan Kalijaga. Wayang kulit Cirebon tidak hanya menjadi hiburan, tetapi
juga digunakan sebagai media dakwah Islam. Nama Sunan Gunungjati dan
Sunan Kalijaga terkait erat dengan pertunjukan wayang kulit di Cirebon.
Karakteristik pertunjukan wayang kulit Cirebon mencakup perbedaan visual,
langgam, dan lakon dengan jenis wayang kulit lainnya. Bentuk wayang
Cirebon memiliki kekhasan, termasuk dalam gunungan yang menampilkan
Ganesha dan jumlah Punakawan yang mencapai sembilan, melambangkan
Wali Sanga yang menyebarkan Islam di Jawa.
Selain itu, wayang kulit Cirebon tidak hanya membawa hiburan, tetapi juga
menyampaikan cerita dan nilai-nilai budaya. Kesenian ini kental dengan
simbol-simbol dan ajaran Islam, baik dalam lakon yang diislamkan maupun
pada janturan wayang yang dibebani dengan pemaknaan thariqah.
Pergelaran wayang kulit Cirebon dinikmati dari balik kelir, memegang
prinsip menikmati wayang dari bayang-bayangnya. Dengan demikian,
wayang kulit Cirebon bukan hanya seni pertunjukan, tetapi juga warisan
budaya yang memegang peranan penting dalam penyebaran nilai-nilai Islam
dan pemeliharaan tradisi di masyarakat Cirebon.

Wayang Golek Cepak, atau wayang papak, merupakan jenis kesenian


wayang yang berkembang di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Bentuknya
mirip dengan wayang golek Purwa Sunda, namun memiliki mahkota kepala
yang rata atau "cepak.". Sejarah Wayang Cepak dimulai pada tahun 1553

9
ketika Sunan Giri membuat wayang tangan kayu untuk dakwah Islam pada
siang hari. Inovasi pada wayang kayu oleh Sunan Kudus kemudian populer di
wilayah pantai utara Jawa, khususnya Cirebon, dan dikenal sebagai wayang
Cepak. Pada masa kesultanan Cirebon, pertunjukan wayang Cepak digunakan
untuk menyambut mualaf dn meramaikan acara sunatan anak. Wayans
Golek Cepak memiliki unsur-unsur khas, seperti cerita yang terpusat pada
tokoh-tokoh muslim, cerita lokal, dan cerita babad. Kesenian ini dipentaskan
pada ritus tertentu seperti Ngunjung Buyut atau Sedekah Kubur, dan memiliki
nilai dan ciri khas tersendiri.
Wayang Wong, jenis kesenian wayang yang berkembang di Cirebon,
lahir dari kreativitas seniman sebagai respons terhadap kejenuhan
pertunjukan wayang pada tahun 1931. Wayang Wong Cirebon sepenuhnya
mengambil lakon dari Ramayana dan Mahabarata dengan tokoh-tokoh yang
memiliki wajah berbentuk topeng atau kedok Wayang Wong.
Konsep pementasan Wayang Wong di Cirebon melibatkan berbagai
jenis tarian yang disesuaikan dengan karakter tokoh yang diperankan. Tarian
tersebut mencakup berbagai tema perang seperti Perang Lamban, Perang
Rangkep, Perang Komprang, dan lainnya. Tokoh pendiri Wayang Wong
Cirebon antara lain Ki Kandeg, Ki Mubyar, dan Ki Suma, dengan para penerus
seperti Ki Tamsur dan Sujana Priya. Unsur-unsur intrinsik dalam pertunjukan
Wayang Wong melibatkan tema, alur, penokohan, latar, tegangan, pusat
pengisahan, dan gaya bahasa. Konsep lakon dalam Wayang Wong mencakup
alur (plot) yang menciptakan efek tertentu dengan memperhatikan hubungan
temporal dan kausal. Tokoh dan penokohan menjadi unsur penting, di mana
karakter tokoh mencerminkan pribadi atau watak manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu, tema dan amanat dalam Wayang Wong menjadi elemen
kunci yang diungkapkan baik secara tersurat maupun tersirat. Tema sebagai
gagasan utama dalam karya sastra dapat bersifat tersurat jika jelas
dinyatakan oleh pengarang atau tersirat jika tidak secara tegas dinyatakan.
Keseluruhan cerita membangun tema yang memainkan peran penting dalam
membentuk dan mengarahkan arah cerita. Sebagai kesenian tradisional,

10
Wayang Wong Cirebon tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya
tetapi juga menyajikan kekayaan seni yang kompleks, melibatkan unsurunsur
struktural yang mendalam dalam pertunjukannya.

Lukisan Kaca, sebagai bentuk seni lukis yang berkembang pada media
permukaan kaca, memiliki sejarah dan karakteristik unik. Awalnya, seni lukis
kaca muncul pada abad ke-18 di Kabupaten Cirebon, terutama ketika Sultan
membuat lambing kebesaran berbentuk harimau (Macan Ali) yang dilukis di
atas kaca bening. Lukisan kaca di Cirebon memiliki keunikan karena
pengrajin di daerah ini melukis pada bagian belakang kaca, menggunakan
teknik terbalik. Seni lukis kaca Cirebon mencapai masa kejayaannya pada
abad ke-19 hingga awal abad ke-20, di mana hampir semua rumah di Cirebon
memiliki lukisan kaca sebagai hiasan dan penolak bala. Tema lukisan kaca
Cirebon umumnya mencakup figur wayang, kaligrafi, dan gambargambar
yang bernafaskan Islam, seperti Ka'bah dan masjid.
Teknik pembuatan lukisan kaca Cirebon melibatkan melukis di bagian
belakang kaca, mengharuskan ketelitian, keterampilan, dan kesabaran tinggi.
Penggunaan warna gelap ke terang dan terang ke gelap, serta penggambaran
wayang, kaligrafi, dan tokoh-tokoh seperti Semar dan Macan Ali, menjadi ciri
khas dalam lukisan kaca Cirebon.
Tema-tema yang umumnya diangkat dalam lukisan kaca Cirebon
mencakup figur wayang seperti Kresna, Arjuna, Rama, Lesmana, dan
tokohtokoh lainnya. Panakawan juga sering muncul dalam lukisan kaca,
menggambarkan kehidupan rakyat yang sederhana dan jenaka. Tokoh Semar,
dengan karakteristiknya yang khas, menjadi simbol moralitas yang diangkat
dalam lukisan kaca Cirebon. Meskipun seni lukis kaca pernah populer di Jawa,
saat ini seni tersebut hanya bertahan di sebagian wilayah, termasuk di
Cirebon. Lukisan kaca Cirebon tetap dianggap sebagai cinderamata khas yang
memiliki nilai budaya dan religius yang kuat, menjadikannya bagian integral
dari warisan seni dan budaya Cirebon.
DAFTAR PUSTAKA

11
Rosidin , Didin Nurul., & Aah Syafa’ah. (2016). Keragaman Budaya Cirebon:
Survey Atas Empat Entitas Budaya Cirebon. CV. ELSI PRO

Adriati,Ira., & Damajant, Irma. Analisis Estetis Lukisan Kaca Cirebon Tema
Semar Dan Macan Ali: Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
Koesoemadinata, Moh. Isa Pramana. Wayang Kulit Cirebon: Warisan
Diplomasi Seni Budaya Nusantara. ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 4, No. 2,
2013, 142-154

Taiman, dkk. (2023) Ajian Seni Pertunjukan Wayang Wong Cirebon Lakon
Sumantri Ngenger Dalam Nilai Pendidikan Melalui Pembelajaran
Sastra. Jurnal Ekonomi teknologi dan Bisnis (JETBIS). Vol. 1/ 2

https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/572/jbptunikomppgdlaryprata
ma-28551-6-unikom_a-i.pdf

https://id.linkedin.com/pulse/komunikasi-lintas-
budayapadapagelaran-wayang-golek-cepak-hayat

https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/572/jbptunikompp-
gdlarypratama-28551-7-unikom_a-i.pdf

file:///C:/Users/asus/AppData/Local/Microsoft/Windows/INetCach
e
/IE/6SN10DU3/CIREBON%20KESENIAN[1].pdf

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Wayang_cepak

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/senilukiskacacirebo

n/ https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/lukiskaca-

cirebon/ https://mostlybraindump.com/kerajinan/seni-lukiskaca/

12

Anda mungkin juga menyukai