Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATRIKULASI KEBUDAYAAN NUSANTARA

WAYANG GOLEK PURWA KI DARMAN

Disusun oleh :
Arita Bagja Pramudita
224143006

ISBI-PASCA-2022

Penciptaan Seni

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA


BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wayang merupakan salah satu bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia dan
merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia yang menunjukan ciri khas dan identitas
Indonesia berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang dihargai selama berabad-abad. Usia
wayang sudah lebih dari seribu tahun dan sudah selama itu pula tercatat dalam sejarah
Nusantara. Dalam prasasti Tembaga (840 M/726 Caka), disebut-sebut ada jenis pekerjaan yang
mengandung arti “tukang wayang”, “dalang” (aringgit). Begitu juga dalam prasasti Ugraena
(896 M), tercatat kelompok kesenian yang disebut “pembayang” (pertunjukan wayang), dan
dalam prasasti Balitung (907 M/829 Caka) tertera kalimat Sigaligi mawayang buat Hyang
macarita Bhima Kumara. Kata “Bhima Kumara” bias dijadikan sebagai kunci bahwa cerita
Mahabarata telah dimainkan dalam pertunjukan wayang sejak awal 900-an Masehi, atau lebih
awal. Juga dalam Kakawihan Arjunawiwaha gubahan Mpu Kanwa sekitar abad ke-11 yang
terkenal itu, tercatat adanya pertunjukan wayang kulit yang berhasil menggugah penontonnya
(Suryana, 2002:9-10).
Desa Cinunuk, Kabupaten Bandung memiliki banyak bentuk seni dan budaya yang
berpotensi sebagai atraksi budaya, salah satunya adalah wayang golek purwa. Wayang golek
purwa adalah salah satunya bentuk seni dan budaya yang cukup popular, namun belum banyak
yang tahu asal mula wayang golek purwa diciptakan. Munculnya wayang golek di priangan
berkaitan dengan wayang golek menak Cirebon yang sering disebut “wayang golek cepak”
atau “wayang papak”. Kaitan antara wayang golek purwa yang lahir di Priangan dengan
wayang golek menak Cirebon hanya sebatas kesamaan raut golek yang trimatra (tiga dimensi),
sementara unsur cerita yang menentukan raut tokoh golek sama sekali berbeda. Wayang golek
menak bercerita tentang Raja menak atau Amir Ambyah yang berunsur cerita Islam, sementara
golek purwa bercerita tentang kisah yang bersumber dari agama Hindu yaitu Mahabharata dan
Ramayana.
Wayang golek purwa tercipta tidak lepas dari peran Wiranata Koesoemah III (Bupati
Bandung ke – 6) yang memerintahkan pengrajin wayang kulit asal Tegal bernama Ki Darman
yang berdomisili di Desa Cinunuk, Kabupaten Bandung untuk menciptakan wayang golek
yang kental akan nilai-nilai ke Sunda-an. Dengan bentuk kepala dan ukiran atau raut golek
yang lebih menyerupain manusia dengan bentuk trimatra (tiga dimensi(, maka terlahirlah
wayang golek purwayang sering kita lihat di Jawa Barat.
Di Desa Cinunuk sendiri masih tersimpan peninggalan – peninggalan wayang golek
purwa yang di ciptakan oleh Ki Darman dan keturunannya, selain peninggalan wayang golek
purwa juga masih ada pengrajin wayang golek yang masih produktif membuat kerajinan
wayang. Wayang golek tentu tidak lepas dari peran seorang dalang yang memainkannya, yang
dimana pelaku seni dan dalan tersebut masih aktif berkesenian untuk menjaga eksistensinya.
Namun kini penggemar wayang golek kian menurun, seiring berkembangnya zaman
wayang golek tergeser oleh media hiburan yang lebih modern dengan gaya budaya barat atau
jenis seni pertunjukan “baru” lainnya. Jika diamati dengan baik, pertunjukan wayang golek
bukan hanya sekedar hiburan, bukan hanya sajian estetis berupa visual, tapi juga terkandung
nilai etis, estetis, dan filosofis. Seni pertunjukan wayang golek banyak memberi pesan moral
dan ajaran tentang nilai-nilai kehidupan.
Maka dari itu, eksistensi seni wayang golek perlu ditingkatkan kembali dan di revitalisasi.
Selain dapat dikelola atau dikomodifikasi sebagai atraksi budaya yang otentik, kehadiran seni
wayang golek purwa dapat memperkuat identitas khsususnya bagi budaya Sunda.
Potensi wayang golek purwa yang berada di Desa Cinunuk ini memiliki empat potensi
diantaranya; seni pertunjukan wayang golek, pengrajin wayang golek, koleksi wayang golek
purwa, dan makam atau Situs Ki Darman yang dimana ke-empat potensi tersebut dapat
diintegrasikan dan dikomodifikasi sebagai atraksi budaya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran potensi Situs Ki Darman?
2. Bagaimana strategi pengembangan situs Ki Darman sebagai atraksi budaya di Desa
Cinunuk?
BAB II
WAYANG GOLEK PURWA KI DARMAN

A. Profil Desa Cinunuk


Cinunuk adalah desa di Kecamatan CIleunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dengan
luas wilayah Desa Cinunuk ± 480,925 Ha dan terletak pada ketinggian rata-rata 700 meter
diatas permukaan laut (dpl) dengan suhu rata-rata 20 – 32 C. berdasarkan data desa pada tahun
2017, jumlah penduduk Desa Cinunuk sebanyak 45.818 orang. Jumlah kepala keluarga (KK)
sebanyak 13.440 KK.
Desa Cinunuk telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1815, yang pada
awalnya adalah Desa Cipondoh kemudian dirubah menjadi Desa Cinunuk. Potensi unggulan
Desa Cinunuk selama ini masih didominasi oleh sector jasa, perdagangan, pertanian dan seni
budaya. Selain itu, Desa Cinunuk juga sudah ditetapkan dan masuk ke dalam 10 desa wisata di
Kabupaten Bandung. Sejumlah budaya Sunda produk Desa Cinunuk warisan leluhur
diantaranya; Benjang, Pencak Silat, Reak, dan Wayang Golek Purwa

B. Sejarah Wayang Golek Purwa

Sumber : Olah Foto Penulis, 2019


Gambar 1 Wayang Golek Purwa

Munculnya wayang golek purwa di Priangan secara pasti berkaitan dengan wayang golek
menak Cirebon yang biasa disebut “wayang golek papak” atau “wayang golek cepak”. Kaitan
antara kedua jenis wayang itu hanya sebatas kesamaan raut golek yang trimatra (tiga dimensi),
sementara unsur cerita golek yang secara langsung akan menentukan raut tokoh golek, sama
sekali berbeda.
Golek Menak bercerita tentang Wong Agung Menak, Raja Menak atau Amir Ambyah,
yang berunsur cerita Islam, sedangkan golek purwa bercerita tenttang kisah yang bersumber
dari agama Hindu, yaitu Mahabrata dan Ramayana (Suryana, 2002:10). Wayang golek purwa,
selanjutnya cukup disebut “golek” untuk mengkhususkan penyebutannya sesuai dengan yang
biasa disebut oleh masyarakat Sunda, adalah wayang dengan latar belakang cerita Mahabarata
dan Ramayana. Jenis wayang trimatra ini merupakan hasil paduan antara gagasan Dalem
Karang Anyar, pada akhir masa jabatannya sebagai Bupati Kabupaten Bandung pada tahun
1840-an, dengan Ki Darman, seorang juru (pembuat) wayang kulit asal Tegal yang tinggal di
Desa Cinunuk, tepi timur Kota Bandung. Awalnya, hasil ciptaan Ki Darman berupa golek
gepeng meniru pola raut wayang kulit. Dalem Karang Anyar (Wiranata Koesoemah II)
berperan menyempurnakan raut golek awal itu hingga bulat torak seperti yang ada pada masa
kini (Suryana, 2002:10-11).
Berdasarkan wawancara, menurut narasumber “Ki Darman, beliau adalah tokoh seniman
pengrajin wayang kulit asal Tegal, pada tahun 1840 singgah ke Kabupaten Bandung, lebih
tepatnya ke Desa Cinunuk yang bertujuan untuk Syi’ar agama Islam dengan wayang sebagai
medianya.”
Bentuk awal wayang golek yang dibuat oleh Ki Darman berbentuk gepeng tiga dimensi
yang berpola dari motif wayang kulit. Dalam perkembangan selanjutnya ataus anjuran Bupati
Bandung Dalem Karang Anyar memerintahkan Ki Darman untuk menyempurnakan raut golek
trimatra tersebut, dengan demikian lahirlah wayang golek purwa pertama hasil daya cipta Ki
Darman yang sekarang koleksinya masih tersimpan dan dirawat di kediaman Bapak Diatmadja
(almarhum) seorang Dalang di Desa Cinunuk.

C. Tahapan Pembuatan Wayang Golek


1. Pemilihan kayu (biasanya kayu kembang Kananga atau kayu albasiah) yang memiliki
tekstur yang mudah di ukir dan di pahat.
2. Bakalan (sketsa awal pembentukan atau penyesuaian kayu dengan lakon yang akan
dibuat)
3. Diukir sesuai dengan karakter wayang
4. Di cat atau di warnai
5. Dirias dengan pakaian sesuai karakter wayang
D. Sejarah dan Kondisi Situs Ki Darman
Berdasarkan hasil data sekunder yang didapat dari catatan pengelola situs, Ki Darman
lahir pada tahun 1812 dari seorang ayah Pangeran Suradirdja dari Tegal, Jawa Tengah. Diusia
17-18 tahun Ki Darman atau juga di panggil sebagai Raden Darman sudah sering memnbuat
wayang kulit di tempat asalnya. Kemudian Ki Darman berkiprah ke Bandung lebih tepatnya di
Desa Cinunuk. Selanjutnya pada tahun 1840 atas dasar prakarsa Bupati Bandung Dalem
Karang Anyar (Wiranata Kusumah III) pada akhir masa jabatanya, memerintahkan Ki Darman
seorang juru wayang kulit untuk membuat wayang trimatra atau tiga dimensi dengan bahan
kayu, dan terlahirlah trimarta yang disebut “Wayang Golek Purwa”
Situs Ki Darman berlokasi di Kampung Babakan Sukamulya RT 03 RW 13, Desa
Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Untuk menuju ke lokasi Situs, perlu
menempuh kurang lebih 1 jam dari pusat kota Bandung. Penataan situs mulai terlaksana atas
prakarsa para seniman dan keturunan Ki Darman pada tahun 2009. Dengan luas tanah ± 350
m2 yang didalamnya terdapat makam Ki Darman beserta makam keturunannya yang juga
menjadi pegiat seni dan pengrajin wayang dan memiliki peran penting dalam sejarah
perkembangan wayang golek di Jawa Barat. Selain makam juga suda ada fasilitas penunjuang
berupa panggung pertunjukan kecil dengan luas 3x5m, namun masih banyak fasilitas yang
belum tersedia seperti lahan parkir, toilet, area penonton dan fasilitas lainya.

Sumber : Olah foto penulis, 2019


Gambar 2 Situs Makam Ki Darman

Lokasi Situs terletak di tengah pemukiman warga Kampung Babakan Sukamulya dengan
akses jalan berupa gang kecil yang belum memadai. Menurut narasumber ada berbagai
permasalahan diantaranya lokasi yang sempit dan masalah jalan yang kecil. Infrastruktur Situs
Ki Darman juga belum sepenuhnya selesai, masih ada beberapa area yang memerlukan
pembangunan lebih lanjut diantaranya panggung terbuka, lahan parkir, pagar pembatas dan
infrastruktur penunjang lainnya.

E. Potensi
Di Kawasan Situs Ki Darman memiliki empat potensi yang dapat dikembangkan menjadi
atraksi budaya, diantaranya :
1. Peninggalan Situs

Sumber : Olah foto penulis, 2019


Gambar 3 Makam Ki Darman

Peninggalan Situs berupa makam Ki Darman ini menjadi saksi bukti sejarah lahir dan
berkembangnya wayang golek purwa di Jawa Barat, hal tersebut memiliki nilai sejarah
yang dapat menjadi daya tarik wisata. Menurut narasumber situs makam Ki Darman ini
juga sering dikunjungi para peneliti dari berbagai daerah bahkan luar negeri seperti
Amerika, Inggris, dan Australia untuk mengetahui asal mula wayang golek purwa.
Selain itu menurut narasumber, makam ini juga sering dikunjungi tokoh seniman dan juga
keluarga dari keturunan Ki Darman dengan tujuan berziarah.
2. Peninggalan Wayang

Sumber : Olah foto penulis, 2019


Gambar 4 Peninggalan Wayang Golek Purwa

Masih adanya peninggalan wayang golek periode pertama yang diciptakan oleh Ki Darman
hingga periode selanjutnya yang diciptakan oleh keturunan Ki Darman. Peninggalan
wayang tersebut masih tersimpan di kediaman Bapak Diatmadja (almarhum) yang dimana
beliau juga seorang dalang dan keturunan dari Ki Darman. Peninggalan wayang golek
tersebut rencananya akan ditata dan di simpan sebagai koleksi galeri wayang golek purwa
yang akan dibangun di Kawasan Situs Ki Darman.

3. Pengrajin Wayang
Di Desa Cinunuk terdapat beberapa keturunan Ki Darman yang menjadi pengrajin eayang
golek, salah satu yang masih aktif memproduksi sampai saat ini adalah Bapak Duyeh
dengan hasil karya wayang golek yang sudah menembus pasar internasional. Proses
pembuatan wayang golek tersebut dapat di integrasikan sebagai daya tarik wisata di
Kawasan Situs Ki Darman berupa sebuah workshop mengenai pembuatan wayang golek
purwa.

4. Seni Pertunjukan
Desa Cinunuk memiliki beberapa seniman dan dalang yang berkecimpung di ranah seni
wayang golek, namun kini pagelaran seni wayang golek tidak lagi sering dipentaskan.
Dengan begitu para tokoh seniman, dalan dan pemuda yang aktif di bidang kesenian
wayang golek perlu di integritaskan untuk ikut bekerja sama melestarikan dan menjaga
eksistenis wayang golek dengan membuat sebuah event atau pagelaran wayang golek
secara rutin di Kawasan Situs Ki Darman.

F. Seni Pertunjukan Wayang Golek


Didalam sebuah seni pertunjukan wayang golek terdiri dari beberapa seniman dan
penunjangnya diantaranya adalah :
1. Dalang, yang memainkan wayang dan mengatur proses berjalannya pagelaran.
2. Catrik (pembantu atau asisten dalang) untuk membantu dalang mengambilkan wayang,
yang harus mengerti dan tahu setiap lakon-lakon wayang yang akan dimainkan.
3. Sunden dan nayaga atau pemain music yang terdiri dari 12 nayaga diantaranya; pemain
saron, bonang, peking, rincik, demung/penerus, kendang, rebab, gambang, gong, ketuk,
jenglong dan selentem.
4. Sasaji atau sesajen untuk kegiatan ritual seorang dalang sebagai media berdoa.
5. Gebog atau batang pohon pisang yang berfungsi sebagai jagat alam macapada atau
“bumi/alam” nya wayang ketika bermain.
6. Janturan (beberapa wayang golek yang dijajarkan) dengan penempatan tokoh wayang
yang baik pada sebelah kanan dan tokoh wayang jahat pada sebelah kiri.
7. Gugunungan atau kayon, menggambarkan alam dan seisinya yang di posisikan atau
ditancapkan pada gebog Bersama wayang semar sebelum pagelaran dimulai.
8. Kotak wayang, tempat penyimpanan wayang diantaranya wayang panakawan (semar,
cepot, dawala, dan gareng) dan denawa (para buta) dengan penataan posisi kotak
disebelah kiri seorang dalang.
9. Rarempah, diantaranya keris, panah, dan alat lainya sebagai penunjang tokoh wayang.
10. Cempala, digunakan oleh dalang untuk penandaan titik dan koma pada pembawaan
prolog seorang dalang.
11. Kecrek, digunakan dalang untuk hentakan pada gerak wayang.
12. Panggung dengan ukuran ideal 12x121 meter.

Ada beberapa tahapan pagearan wayang golek, diantaranya :


1. Penentuan lakon yang disesuaikan dengan cerita yang akan dibawa pada sebuah acara
tertentu
2. Dibuka dengan permainan music para nayaga dengan tabuhan gending atau aransemen
sebagai pemanasan pada nayaga sebelum dalang naik ke panggung.
3. Setelah dalang berada di panggung, dalang menabuh cempala sebagai penanda awal
pagelaran wayang dimulai.
4. Setelah itu pagelaran dimulai dengan membawakan cerita wayang sesuai permintaan
penonton. Biasanya dimulai pada pukul 09.00 malam hingga pukul 04.00 dini hari.

G. Atraksi Budaya
Atraksi budaya merupakan daya tarik yang bersifat local dari destinasi tersebut dalam arti
daya tarik yang dimiliki destinasi tersebut dan menarik menarik wisatawan. Atraksi mencakup
beberapa jenis, diantaranya ; Daya tarik alam, budaya mauoun buaytan, seperti event atau yang
sering disebut sebagai minat khusus.
Di Kawasan Situs Ki Darman terdapat beberapa potensi wisata yang dapat memenuhi
komponen atraksi budaya, dari apa yang dilihat itu berupa keindahan visual dan nilai estetika
yang otentik berupa sajian seni wayang golek, pagelaran, galeri, hingga proses pembuatan
wayang golek. Selain sajian estetika wayang golek, wisatawan dapat ikut terlibat dalam sebuah
workshop pembuatan wayang golek yang dimana hasil dari kerajinan tersebut dapat dijadikan
sebuah souvenir atau cendera mata bagi wisatwan. Selain dapat melihat, merasakan dan ikut
terlibat dalam kegiatan atraksi budaya, wisatawan juga mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman baru mengenai wayang golek dari sejarahm pagelran wayang golek, hingga proses
pembuatan wayang golek.
BAB III
KESIMPULAN

Kawasanb situs Ki Darman memiliki empat potensi seni budaya yang dapat
diintegritaskan dan dikomodifikasi sebagai daya tarik wisata di Kawasan situs Ki Darman,
diantaranya adlaah situs makam Ki Darman, peninggalan wayang golek, pengrajin wayang
golek, dan seni pertunjukan wayang golek. Hal tersebut menjadi nilai lebih untuk memenuhi
komponen atraksi budaya.
Berdasarkan penelitian, situs Ki Darman sudah memenuhi syarat-syarat dari atraksi
budaya, namun perlu adanya pengembangan kebih lanjut dari segi aksebilitas, amenitas, dan
acillary service.

A. Strategi Pengembangan
Berdasarkan hasil analisis SWOT, terdapat strategi utama yang dapat diimplementasikan
untuk mengembangkan atraksi budaya di Kawasan Situs Ki Darman. Adapun strategi utama
yang dapat dilakukan diantaranya :
1. Memanfaatkan ke-empat potensi yang terdapat di Kawasan situs Ki Darman dengan
mengintregrasikan dan mengkomodifikasi ke-empat potensi tersebut.
2. Mengoptimalkan infrastruktur dan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan wisata
3. Mengoptimalkan sumber daya manusia dengan mengintregrasikan pengelola, tokoh
seniman, SDM yang kompeten dibidang budaya dan atraksi budaya.
4. Memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pemasaran atau digital marketing

B. Saran
1. Mengimplementasikan strategi utama secara maksimal
2. Perlu adanya kolaborasi antara pengelola, tokoh seniman dan masyarakat untuk
meningkatkan animo masyarakat mengenai sadar akan budaya
3. Memperbaiki infrastruktur yang belum memadai dan menambahkan fasilitas umum
beserta fasilitas penunjang seperti menyediakan panggun atau area untuk mewadahi
para seniman yang ingin membuat sebuah seni pertunjukan atau workshop di Kawasan
situs dan sebuah galeri.
4. Penataan dekorasi area dengan desain etnik yang ditunjang dengan fasilitas modern
5. Melebarkan pemasaran atau digital marketing melalui media social.

Anda mungkin juga menyukai