Anda di halaman 1dari 4

Refleksi Hari Guru Internasional

Oleh : Indra Yusuf

Rekomendasi tersebut menetapkan tolak ukur mengenai hak dan tanggungjawab guru serta standar
untuk persiapan awal dan pendidikan lanjutan mereka, perekrutan, pekerjaan, dan kondisi belajar
mengajar.
Hari Guru Sedunia diselenggarakan bersama dalam kemitraan dengan UNICEF, Organisasi
Perburuhan Internasional dan Pendidikan Internasional.
UNESCO telah menetapkan tema untuk memperingati Hari Guru Sedunia 2020. Temanya adalah
“Guru: Memimpin dalam krisis, menata kembali masa depan”.
Alasan dipilihnya tema tersebut karena pandemi COVID-19 telah secara signifikan memberikan
tantangan pada sistem pendidikan dunia.
Oleh karena itu, UNESCO mengajak warga dunia untuk bekerja sama dengan para guru dalam
melindungi hak atas pendidikan yang perlahan hilang akibat pandemi.

Profesionalisme dan kesejahteraan guru adalah dua hal yang selalu


mengemuka dalam membenahi persoalan guru (baca: pendidikan). Guru sendiri adalah
ujung tombak untuk membangun generasi penerus yang akan menentukan masa depan
suatu bangsa. Karenanya itu persoalan guru adalah persoalan masa depan sebuah
bangsa dan sudah semestinya pemerintah segera merealisasikan aspirasi guru yang
setiap saat disampaikan melalui demonstrasi maupun melalui PGRI dan organisasi guru
lainnya. Demikian juga dengan tulisan ini yang bermaksud mengkaji profesionalisme
dan kesejahteraan guru dalam menyambut peringatan Hari Guru Sedunia (world
teachers day) yang jatuh pada tanggal 5 Oktober.
Sebagian besar guru di ditanah air mungkin tidak banyak yang mengetahui
bahwa tanggal 5 Oktober merupakan Hari Guru Sedunia (International teacher day).
Hal ini dapat dimaklumi karena memang atas pertimbangan dari Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) terkait Hari Guru Sedunia yang
bertepatan dengan Hari ABRI maka tidak diperingati pada tanggal tersebut. Melainkan
disatukan dengan Hari Guru Nasional yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PGRI
yang jatuh pada tanggal 25 November mendatang.
Hari Guru Sedunia sendiri sebenarnya berkaitan dengan suatu peristiwa
bersejarah pada tanggal 21 September – 5 Oktober 1966. Yaitu diselenggarakannya
konferensi antar pemerintah di Paris yang dihadiri oleh wakil dari 76 negara anggota
UNESCO termasuk Indonesia dan 35 organisasi internasional. Konferensi tersebut
menghasilkan rekomendasi tentang status guru yang dikenal dengan “ILO/UNESCO,
Recommendations Concerning the Status of Teachers”. Isi rekomendasi tersebut
diantaranya menekankan pada profesionalisme dan kesejahteraan guru khususnya
dinegara-negara berkembang.
Profesionalisme dan kesejahteraan guru memang sangat mempengaruhi
terhadap mutu pendidikan. Oleh karenanya membenahi profesionalisme dan
kesejahteraan guru juga akan berimbas pada peningkatan mutu pendidikan dengan
sendirinya. Guru dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya sementara guru pun
balik menuntut akan peningkatan kesejahteraannya, ini adalah suatu hal yang logis.
Karena bagaimanapun profesionalitas harus ditopang dengan tingkat
kesejahteraan. dan memenuhi unsur well educated, well trained, well paid. Dimata
masyarakat profesionalisme guru belum begitu diakui sebagaimana profesi lainnya
seperti dokter atau pengacara. Ini terjadi akibat kebijakan pemerintah sendiri dalam
bidang pendidikan yang tidak mempunyai konsep dan arah yang jelas serta
berkesinambungan. Seseorang yang tidak belajar ilmu pendidikan (pedagogis), asalkan
mau mengajar dapat saja menjadi guru. Banyak diantara guru yang tidak mencintai
profesinya secara total dan tulus, karena pada umumnya mereka memilih profesi guru
adalah merupakan pilihan kedua (baca : keterpaksaan) di tengah sulitnya mencari
pekerjaan.
Padahal guru menurut UU No. 14 tahun 2005 adalah pekerjaan profesional
yakni pekerjaan atau kegiatan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh sesorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
Lebih lanjut dalam pasal 7 undang-undang tersebut dijelaskan beberapa
prinsip profesionalitas yang meliputi : (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan ,mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas (d) memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai bidang tugas (e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuia prestasi kerja (g)
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dangan belajar sepanjang hayat (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan dan (i) memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Jika kita melihat salah satu prinsip profesionalitas yang menyangkut
kualifikasi akademik maka, derajat profesionalitas guru di Jawa Barat masih tergolong
rendah terutama bagi guru SD yakni hanya 17,15 persen yang telah berijazah sarjana.
Bahkan di Kota Bandung sendiri masih ada sekitar 3.600 guru yang belum memenuhi

kualifikasi standar minimal S1 (Republika, 17/09/19) . Sedangkan untuk guru SLTP


dan SMA masing-masing 62 dan 82, 5 persen. Terlebih lagi daerah di luar Jawa, yang
sebagian besar anak sekolah disana diajar oleh guru yang bukan sarjana atau bahkan
bukan kompetensinya.
Beberapa tahun silam ada sebuah film yang berjudul ”Laskar Pelangi”, yang
merupakan film garapan sutradara terkenal Riri Riza. Film ini diadaptasi dari novel
best seller karya Andrea Hirata. Sekiranya tidak terlalu berlebihan jika film tersebut
merupakan cerminan sebagian kecil dari kondisi pendidikan di Indonesia yang
sesungguhnya.
Kembali terkait soal kesejahteraan, di beberapa daerah masih banyak guru
yang tingkat kesejahteraanya sangat minim. Terutama adalah mereka yang berstatus
guru honorer, guru kontrak dan guru bantu. Bahkan mereka seringkali terlambat
menerima gaji dalam beberapa bulan. Sehingga kita seringkali mendengar banyaknya
para guru yang mencari pekerjaan sambilan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-
harinya. Tentu hal ini akan mengakibatkan terganggunya konsentrasi dalam
melaksanakan tugas mengajarnya.
Amanat untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru melalui
UU No 14 tahun 2005 belum sepenuhnya dilaksanakan pemerintah. Tentunya kita terus
berharap agar pemerintah dapat segera mewujudkan amanat tersebut melalui kebijakan-
kebijakan yang berpihak pada profesi guru.

Penulis adalah Guru SMA Negeri 7 Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai